Anda di halaman 1dari 48

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WS CITARUM

Mata Kuliah Perencanaan dan Pengelolaan SDA


Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako

1. Latar Belakang
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber
Daya Air, bahwa Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan
Sumber Daya Air dan Pengendalian Daya Rusak Air. Pengelolaan SDA dilaksanakan berdasar
pembagian kesatuan Wilayah Sungai (WS) yang merupakan kumpulan dari satu atau lebih Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan/ atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000
(dua ribu) Km2.
WS Citarum merupakan salah satu WS yang ditetapkan berdasar Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor : 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah
Sungai yang merupakan WS Strategis Nasional dengan luas 1.132.334 Ha. Seluruh wilayah
administrasi WS Citarum merupakan wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 10
(sepuluh) kabupaten dan 2 (dua) kota sesuai Tabel 1 dan WS Citarum terdiri dari 19 DAS dengan
pembagian sesuai Gambar 1.
Tabel 1. Cakupan Wilayah Administrasi WS Citarum
Wilayah Administrasi : Provinsi Jawa Barat
No.
Kabupaten Kota
1 Cianjur
2 Bandung
3 Sumedang
4 Indramayu
5 Subang
6 Purwakarta
7 Karawang
8 Bekasi
9 Bandung Barat
10 Bogor
11 Bandung
12 Cimahi

Laporan Akhir | 1
Gambar 1. Peta Wilayah Sungai Citarum

WS Citarum mempunyai beragam potensi yang berperan sangat penting bagi kehidupan
sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Dalam kurun dua dekade ini, kerusakan sungai terutama
pada Sungai Citarum sudah terjadi dari hulu hingga hilir. Pesatnya perkembangan sektor demografis
serta sosial ekonomi yang tidak seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan semakin menambah
beban sosial. Penurunan kualitas lingkungan telah berpengaruh pada kondisi masyarakat yang tinggal
di sepanjang bantaran sungai, baik di kawasan pedesaan maupun perkotaan. Hampir setiap musim
penghujan bencana banjir mengancam berbagai kawasan di Provinsi Jawa Barat.
Berdasar permasalahan yang terurai di atas, maka perlu disusun suatu pembahasan mengenai
Pengelolaan SDA WS Citarum yang tersinergi dari berbagai instansi pengelola SDA terkait yang ada
di wilayah administrasi WS Citarum, sehingga akan tercipta pengelolaan SDA yang terpadu guna
menjaga kelestarian SDA dan bermanfaat bagi masyarakat secara optimal.

Laporan Akhir | 2
2. Isu Strategis
2.1. Isu Strategis Nasional
2.1.1. Perubahan Iklim Global
Pemanasan global mempengaruhi pula terhadap perubahan iklim di bumi. Beberapa sebabnya
adalah efek rumah kaca maupun polusi udara. Pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim yang
terlihat dengan nyata adalah kenaikan permukaan laut yang akan mengancam masyarakat pesisir
pantai & pulau, siklus hidrologi yang berubah drastis meningkatkan curah hujan yang menyebabkan
bencana banjir dan juga kekeringan pada daerah tanpa hujan.
Perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat. Kenaikan suhu bumi
tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang
mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan
kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir.
Provinsi Jawa Barat, khususnya di Kabupaten dan Kota Bandung sendiri mempunyai tren
peningkatan suhu yang cukup konsisten. Diperkirakan telah terjadi peningkatan suhu 0.8° C dalam
50 tahun terakhir. Curah hujan musim hujan sedikit meningkat antara 1%-5% sedangkan hujan musim
kemarau cenderung menurun antara 5%-20% dari saat ini (KLHK, 2015).
Beberapa masalah lainnya yang muncul akibat perubahan iklim adalah menurunnya kualitas
air, berkurangnya kuantitas air, gagal panen akibat kekeringan, mengganggu kesehatan masyarakat,
sulitnya nelayan melaut.
Tindakan dan upaya penanganan dirasa sangat perlu dilakukan oleh seluruh pihak bukan
hanya pemerintah tetapi masyarakat juga perlu menjaga kondisi lingkungan masing-masing.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri yaitu mengurangi/ menerapkan
penurunan laju emisi pencemaran dari kendaraan dan mengurangi penggunaan kaca pada aktivitas
perkebunan/ rumah. Dalam hal pengelolaan SDA yang dapat dilakukan untuk upaya penanganan
pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim adalah menjaga wilayah/ kawasan hutan tetap pada
fungsi dan peruntukannya, mengurangi pencemaran air permukaan dan air tanah, menjaga kawasan
bantaran dan sempadan sungai untuk pengendalian banjir serta mengantisipasi dengan upaya
peningkatan daya dukung DAS melalui program-program kemasyarakatan seperti penanaman pohon.
Dari perspektif pengelolaan sumber daya air, dampak pemanasan global dan perubahan iklim
diharapkan dapat mempertahankan kawasan hutan/lahan sesuai fungsi dan peruntukannya,
mengurangi pencemaran air permukaan dan air tanah, serta melindungi sempadan sungai dan
bantaran sungai untuk pengendalian banjir. memprediksi Meningkatkan daya dukung DAS melalui
program kemasyarakatan seperti penghijauan.

Laporan Akhir | 3
2.1.2. Capaian Sustainable Development Goals (SDGs)
NAWACITA sebagai acuan agenda pembangunan nasional yang diterjemahkan sebagai arah
utama RPJMN 2015-2019 hingga RPJMN 2020-2024, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Tujuan ini sejatinya selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau
Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan kesepakatan 193 negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditetapkan pada tahun 2015 yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat global termasuk Indonesia. Oleh karenanya SDGs sebagai agenda pembangunan global
sungguh sejalan dengan RPJMN dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari agenda
pembangunan nasional. SDGs diharapkan mencakup seluruh negara di dunia bukan hanya untuk
negara berkembang saja sebagaimana MDGs. Sesuai dengan arahan United Nations mengenai 17
(tujuh belas) ilustrasi tujuan SDGs, salah satunya berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air yaitu
tujuan 6 (enam) : memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi. Target pada Tahun 2020,
seluruh masyarakat telah terpenuhi kebutuhan air minumnya, meningkatkan kualitas air,
meningkatkan efisiensi penggunaan air, menerapkan pengelolaan sumber daya air secara terpadu,
melindungi dan memulihkan ekosistem yang berhubungan dengan air (pegunungan, hutan, lahan
basah, sungai dan danau), memperluas kerjasama dan peningkatan kapasitas dukungan internasional
serta memperkuat partisipasi masyarakat untuk pengelolaan air. Berdasarkan lampiran Peraturan
Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan, target SDGs yaitu meningkatnya akses layanan sumber air minum layak pada Tahun
2019 menjadi 100%. Adapun capaiannya pada akhir 2019 sebesar 89,27% untuk Indonesia. Nilai ini
mengindikasikan kenaikan sejak Tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut perlu dilakukan
pembangunan intake air baku, embung maupun waduk di sungai-sungai dan sumur air tanah di WS
Citarum.
2.1.3. Ketahanan Air
Potensi air di WS Citarum adalah sebesar 12,95 milyar m3/tahun. Sebesar 7,65 milyar
m3/tahun dapat dikendalikan untuk dimanfaatkan sebagai air irigasi sebesar 86,7%, air baku sebesar
6%, industri sebesar 2%, municipal sebesar 0,3%, pemeliharaan sebesar 5% dan sisanya sebesar 5,30
milyar m3/tahun tidak dapat dikendalikan (terbuang ke laut). Dalam rangka ketahanan air, maka akan
diupayakan pemanfaatannya untuk kebutuhan air municipal, industri dan lainnya.
2.1.4. Ketahanan Energi
Kebutuhan energi seperti energi listrik mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi
pembangkit listrik tenaga air masih terbatas. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
dengan membangun bendungan memerlukan biaya investasi yang sangat besar, sementara listrik

Laporan Akhir | 4
mikro-hidro belum diusahakan secara intensif. Mengingat besarnya kebutuhan listrik Jawa Barat
sebesar 8.117 MW dan kebutuhan listrik nasional sebesar 51.858 MW pada tahun 2015.
2.1.5. Ketahanan Pangan
Indonesia perlu memenuhi produksi pangan sesuai dengan RPJM, karena dalam situasi dunia
yang tidak menentu impor beras dan pangan lain tidak terjamin tiap tahun. Produksi beras di WS
Citarum cukup besar dengan produksi beras sebesar 11.644.899 ton pada Tahun 2015, atau sebesar
31,63% total produksi Jawa (36.813.261 ton) dan 15,41% dari produksi total Indonesia (75.550.000
ton) Namun demikian produksi ini akan turun kalau tidak ada kebijakan yang khusus untuk
mendukung produksi tanaman pangan.

2.2. Isu Strategis Lokal


2.2.1. Perubahan Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di WS Citarum selama periode 2001-2014 banyak mengalami perubahan,
khususnya lahan permukiman mengalami pertambahan sebesar 122.944 Ha atau sebesar 10,86% dari
luas WS Citarum, lahan hutan dan lahan rawa mengalami pengurangan. Hal ini harus mendapat
perhatian karena penambahan lahan permukiman akan mengurangi luas daerah resapan air di WS
Citarum.
2.2.2. Peningkatan Lahan Kritis
Degradasi kualitas lingkungan di WS Citarum juga ditengarai dengan kenaikan persentase
lahan kritis, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan sehingga laju erosi lahan pun meningkat.
Luas lahan sangat kritis di WS Citarum sebesar 26.347 Ha.
2.2.3. Kerusakan Hutan Bakau dan Erosi Pantai
Persentase areal di Citarum dengan tingkat erosi berat dan sangat berat (>180 ton/ha/th) adalah
sebesar 31,4% dari luas Citarum.
2.2.4. Bencana Alam
Kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan sumber daya alam dan kurangnya dalam
pemenuhan kebutuhan hidup mengakibatkan melakukan kegiatan disekitar wilayah DAS citarum
yang justru menambah kerusakan lingkungan dan konservasi di DAS karena berkembangnya
pemukiman baru usaha non pertanian dan alih fungsi lahan pertanian tersebut. Penegakan hukum dan
edukasi masih kurang dalam segala aspek, serta rendahnya kesadaran masyarakat mengenai
kebersihan lingkungan menjadi kendala tersendiri dalam upaya pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan DAS Citarum.

Laporan Akhir | 5
Persiapan dalam menghadapi terjadinya bencana alam yang sewaktu waktu dapat terjadi
akibat intensitas hujan yang tinggi dengan menyiapkan kebutuhan pokok masyarakat berupa tenda
darurat, dapur umum dan pengadaan air bersih.
2.2.5. Tercemarnya Kualitas Air
Buangan limbah rumah tangga 60%, limbah industri kimia cair 30% dan 10% limbah
pertanian dan peternak. Volume sampah di kawasan hulu Sungai Citarum, yakni di sekitar Kabupaten
Bandung sudah mencapai 500.000 m3/tahun.

3. Data dan Kajian Teknis


3.1. Hidrologi
Secara umum, rata-rata curah hujan tahunan di Wilayah Sungai Citarum berkisar antara 2.000
mm untuk bagian utara yang relatif datar, hingga 4.000 mm untuk bagian selatan yang merupakan
daerah berpegunungan. Curah hujan tahunan untuk Wilayah Sungai Citarum ditunjukkan pada
Gambar 2.

Gambar 2. Peta Sebaran Hujan di WS Citarum

Data debit aliran yang ada di WS Citarum diuraikan dalam tabel berikut ini

Laporan Akhir | 6
Tabel 2. Daftar Debit Aliran di Wilayah Sungai Citarum
Debit Aliran Rata-Rata
No Nama Sungai Nama Tempat
(m3/dtk)
1 Ciasem Curug Agung 4,57
2 Cilamaya Cipeundeuy 3,18
3 Cipunagara Kiarapayung 137,9
4 Citarum Dayeuh Kolot 39,2
5 Citarum Majalaya 7,91
6 Citarum Nanjung 45,1
7 Cimahi Cicakung 0,58
8 Cibeureum Cihideung 0,55
9 Cidurian Sukapada 0,79
10 Cigulung Maribaya 1,59
11 Cijalupang Peundeuy 0,51
12 Cikapundung Gandok 6,17
13 Cikapundung Maribaya 3,20
14 Cikapundung Pasir Luyu 10,00
15 Cikeruh Cikuda 1,22
16 Cilalawi Cilalawi 3,06
17 Cipanjalu Kepuh 0,29
18 Cirasea Cengkrong 3,57
19 Cisangkuy Kamasan 10,60
20 Cisangkuy Pataruman 18,60
21 Citarik B. Cangkuang 0,54
22 Ciwidey Cuka Nggenteng 14,6

3.2. Penduduk
Berdasarkan data Podes tahun 2012 jumlah penduduk di Wilayah Sungai Citarum sebanyak
25.301.837 jiwa (Tabel 3). Penduduk di Wilayah Sungai Citarum terkonsentrasi di Kabupaten Bogor
(20%), Kabupaten Bandung (13%), Kabupaten Bekasi (11%), Kota Bandung (10%), Kabupaten
Cianjur (8,9%), dan Kabupaten Karawang (8,7%) atau secara keseluruhan sekitar 71% dari Jumlah
penduduk yang ada di Wilayah Sungai Citarum, sedangkan sisanya sekitar 29% tersebar di Kabupaten
Bandung Barat (6,2%), Kabupaten Indramayu (6,7%), Kabupaten Purwakarta (3,5%), Kabupaten
Sumedang (4,4%), Kabupaten Subang (5,9%) dan Kota Cimahi (2,2%).
Tabel 3. Penduduk di WS Citarum Tahun 2008, 2010 dan 2012
Provinsi/Kabupaten/
No 2008 2010 2012
Kota
1 Kabupaten Bandung 2.848.077 3.174.499 3.307.396
2 Kabupaten Bandung Barat 1.399.947 1.513.634 1.563.389
3 Kabupaten Bekasi 2.117.000 2.629.551 2.786.638
4 Kabupaten Bogor 4.219.324 4.763.209 4.989.939

Laporan Akhir | 7
Provinsi/Kabupaten/
No 2008 2010 2012
Kota
5 Kabupaten Cianjur 2.140.339 2.168.514 2.231.107
6 Kabupaten Indramayu 1.734.227 1.663.516 1.696.598
7 Kabupaten Karawang 1.959.206 2.125.234 2.198.978
8 Kabupaten Karawang 805.106 851.566 882.799
9 Kabupaten Subang 1.419.776 1.462.356 882.799
10 Kabupaten Sumedang 1.054.045 1.091.323 1.124.902
11 Kota Bandung 1.054.045 2.393.633 2.461.931
12 Kota Cimahi 480.206 541.139 560.659
Jumlah 22.221.083 24.378.174 25.301.837

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada akhir tahun 2008 berdasarkan hasil rekapitulasi
data jumlah penduduk di Wilayah Sungai Citarum tercatat sebanyak 22.221.083 jiwa, sedangkan pada
akhir Tahun 2012 angka tersebut telah berubahmenjadi 25.301.837 jiwa. Keadaan ini menunjukkan
adanya kenaikan jumlah penduduk yaitu sebesar 3.080.754 jiwa dari tahun 2008 sampai 2012.
Dengan jumlah penduduk tersebut dapat dianalisis tingkat kemiskinan penduduk di WS
Citarum sebagai berikut :

Gambar 3. Peta Tingkat Kemiskinan Penduduk di WS Citarum

Laporan Akhir | 8
3.3. Kuantitas Air
Kuantitas sumber daya air meliputi penggunaan, ketersediaan dan kebutuhan serta kontinuitas
sumber daya air. Kualitas sumber daya air meliputi parameter fisik, kimia dan kondisi lingkungan
terkait sumber daya air.
A. Pemakaian Air Eksisting
Potensi air di Wilayah Sungai Citarum sangat melimpah sebesar 410,65 m 3/dtk atau 12,95 Milyar
m3/tahun. Potensi sangat melimpah karena curah hujan di Wilayah Sungai Citarum memang
tergolong tinggi yaitu sebesar 2000-4000 mm/tahun.

Gambar 4. Potensi Sumber Daya Air WS Citarum

Perkiraan ketersediaan air di WS Citarum sebesar 410,65 m3/detik atau 12,95 Milyar m3/tahun.
Namun hanya 7,65 Milyar m3/tahun yang dapat dimanfaatkan (irigasi 86,7 %, air baku 6 %,
industri 2 %, municipal 0,3 %, dan pemeliharaan 5 %) dan sisanya 5,3 Milyar m 3/tahun tidak
termanfaatkan (terbuang ke laut).
Tabel 4. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Air
Potensi Sumber Daya
Milyar m3/tahun %
Air
Termanfaatkan 7,65
• Irigasi 6,63 86,7
• Air Baku 0,46 6
• Industri 0,115 2
• Municipal 0,02 0,3
• Pemeliharaan 0,38 5

Laporan Akhir | 9
Potensi Sumber Daya
Milyar m3/tahun %
Air
Tidak termanfaatkan
5,3
(terbuang ke laut)
Total 12,95 100

Potensi sumber daya air yang melimpah ini sangat diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan air
baku di Metropolitan Bandung. Kondisi eksisting cakupan pelayanan air minum jaringan
perpipaan (PDAM) di Metropolitan Bandung dapat dilihat dalam Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Air

B. Ketersediaan Air
Sumber-sumber air di Wilayah Sungai Citarum yaitu:
1) Tampungan air buatan (waduk atau embung) yang ada (eksisting)
2) Tampungan air alami (situ) yang ada (eksisting).

Infrastruktur utama yang telah dibangun di WS Citarum, dimanfaatkan untuk memenuhi


berbagai kebutuhan antara lain untuk irigasi, air baku untuk air minum dan industri, ketenagaan,
perikanan, perikanan, penggelontoran dan pariwisata. Kondisi prasarana bangunan irigasi, baik pada
tingkat jaringan utama, sekunder maupun pada tingkat tersier dan bangunan pengendali banjir
memerlukan perhatian lebih pada operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi sarana dan prasarana
pengairan utama berupa bendungan yang telah beroperasi dan berfungsi pada saat ini sebagai
pemasok kebutuhan air di WS Citarum adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir | 10
Tabel 6. Bendungan di WS Citarum

3.4. Kualitas Air


Jawa Barat memiliki 40 Daerah Aliran Sungai (DAS), dengan area paling luas adalah DAS
Citarum, kemudian DAS Cisadane - Cimandiri. Nilai IKA pada Tahun 2021 untuk Sungai Citarum
sebesar 50,13, sebelumnya pada Tahun 2019 sebesar 40,67. IKA Provinsi Jawa Barat juga mengalami
peningkatan, yaitu 42,73 pada tahun 2019, menjadi 42,84 di tahun 2020, kemudian meningkat
menjadi 43,09 di tahun 2021. Kawasan Jabar Selatan memiliki ketersediaan air yang tertinggi,
sebaliknya Kawasan Bodebekkarpur dan Cekungan Bandung yang merupakan kawasan strategis
dengan ketersediaan yang paling rendah. Respon yang telah dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat
terkait isu sumber daya air ini adalah program percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan
DAS Citarum, Pusat Data Informasi dan Koordinasi Percepatan Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum (Command Center Satgas PPK DAS Citarum), patroli
sungai, PROPERDA, pemanfaatan limbah ternak, Ecovillage, program pembangunan bendungan,
revitalisasi dan penataan kawasan waduk, situ dan sempadan sungai, serta pengembangan taman
kehati. Dalam dokumen pola WS Citarum Evaluasi kadar logam berat pada tiga waduk yang berada
di sungai Citarum dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan air waduk tersebut bila digunakan
sebagai air baku air minum. Keberadaan logam berat di dalam air baku sangat penting diketahui
karena selain berbahaya bagi kesehatan juga pengolahannya sulit dilakukan bila kandungannya
melebihi batas ambang yang diperkenankan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh masing-
masing operator waduk, yaitu PT. Indonesia Power (Bendungan Saguling), PT. Pembangkit Jawa
Bali (Bendungan Cirata) dan PJT II (Jatiluhur) menunjukkan bahwa kadar logam pada ketiga waduk
tersebut telah melebihi ambang batas kelas peruntukan air baku air minum (Kelas I/Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001) sehingga air pada ke tiga waduk tersebut tidak layak digunakan
sebagai sumber air baku air minum. Parameter logam berat yang menjadi pembatas adalah golongan
besi, raksa, nikel, tembaga, seng, krom (IV), kadmium, timbal, arsen, selenium, boron, dan mangan.
Data hasil pengamatan kadar logam berat menunjukkan fluktuasi dengan kecenderungan (trend)
meningkat dari Tahun 2000 sampai Tahun 2010. Fluktuasi dan trend kadar logam berat pembatas

Laporan Akhir | 11
disajikan pada Gambar dibawah. Sumber utama pencemar berasal dari limbah industri yang berada
di Nanjung dan sekitarnya serta industri yang berada di sekitar kota Bandung. Kecenderungan kadar
logam berat yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan indikasi adanya peningkatan buangan
limbah industri di hulu waduk tanpa adanya pengolahan yang memadahi sehingga berdampak pada
tingginya kandungan logam berat di Waduk Saguling. Cirata dan Jati Luhur.

Gambar 5. Fluktuasi kadar dan trend logam berat di titik Nanjung (Inlet waduk Saguling)

Pembuangan sampah ke sungai dan saluran drainase


Beberapa wilayah kabupaten/kota memiliki timbulan sampah yang sangat tinggi, tetapi
memiliki ketersedian lahan yang terbatas sehingga tidak memiliki lahan untuk Tempat Pemrosesan
Akhir Sampah (TPAS). Mengatasi kondisi tersebut, dilakukan pembangunan Tempat Pengolahan dan
Pemrosesan Akhir Sampah Regiona (TPPASR) di beberapa titik. Salah satunya adalah TPPAS
Regional Lulut Nambo. TPPAS Regional Lulut Nambo direncanakan untuk mengolah sampah dari
Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Tangerang Selatan. TPPASR ini memiliki
lahan seluas 55 Ha, dan jumlah sampah yang masuk dari daerah pelayanan dibatasi 1.800 - 2.300 ton/
hari. Selain itu, TPPASR Lulut Nambo direncanakan akan menghasilkan produk Refused Derived
Fuel (RDF) sebesar 247,04 ton/tahun, materi daur ulang sebesar 13,450 ton/tahun, serta kompos
48,414 ton/tahun.

Laporan Akhir | 12
Gambar 6. Lokasi TPPAS Regional Lulut Nambo

3.5. Penggunaan Lahan


Hasil analisis penggunaan lahan dari data citra satelit berupa luas penggunaan lahan untuk
masing-masing tipe penggunaan Tahun 2012 pada WS Citarum sebagai berikut :

Gambar 7. Peta Penggunaan Lahan Citarum Tahun 2012

Laporan Akhir | 13
Tabel 7. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan WS Citarum Tahun 2012
2012

Laporan Akhir | 14
Terdapat perbandingan data penggunaan lahan WS Citarum Tahun 2002 dan Tahun 2012
(Sepuluh tahun) dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 8. Perbandingan Penggunaan Lahan WS Citarum Tahun 2002 dan 2012

Indikator Prosentase tutupan lahan tehadap luas DAS ditentukan dengan mengacu UU No.
41/1999 tentang Kehutanan. Dalam pasal 18, ayat 2 UU No. 41/1999 diatur bahwa luas kawasan
hutan harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan
sebaran yang proporsional. Prosentase tutupan lahan terhadap luas DAS dianalisis berdasarkan
intepretasi peta citra satelit Quickbird tahun perekaman 2012, peta RBI 1 : 25.000 dan data sekunder
peta penggunaan lahan tahun 2002.
Tabel 9. Persentase Tutupan Lahan terhadap Luas DAS

Laporan Akhir | 15
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada seluruh DAS prosentase tutupan lahan terhadap luas
DAS mempunyai besaran di bawah 30%. DAS Cisaga, Cibadar Dua, Cibadak, Cibanteng, Sewo,
Sukamaju, dan Bugel tidak memiliki penutupan lahan berupa hutan lindung, hutan produksi, hutan
rakyat. Prosentase tutupan lahan rerata seluruh Wilayah Sungai Citarum sebesar 21,38%.
Menurut Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat
adalah Faktor pemicu terjadinya perubahan TGL adalah kependudukan, khususnya jumlah penduduk
yang tinggi (lebih dari 48 juta jiwa pada tahun 2021), tingkat kepadatan penduduk yang tinggi (1.379
jiwa/km2), dan laju urbanisasi yang cepat (BPS, 2022). Jika tidak dikendalikan, diperkirakandalam
jangka waktu 20 tahun yang akan datang, terjadi alih fungsi dari lahan hijau menjadi lahan terbangun
untuk memenuh kebutuhan pemukiman dan infrastruktur daerah.
Dan menurut hasil analisis pada dokumen pola WS Citarum tahun 2010 hasil dari sensus
penduduk Tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk di Jawa saat ini (termasuk transmigrasi dan
masuknya penduduk dari pulau-pulau lain) sekitar 1% per tahun, dan menggunakannya sebagai basis
pertumbuhan penduduk dalam skenario. Dampak nyata pertumbuhan penduduk terhadap pengelolaan
sumber daya air tidak terlalu banyak, tapi dampaknya lebih terasa pada cara orang memilih tempat
tinggal sehingga menyebabkan pertumbuhan perkotaan. Oleh karena itu kuantifikasi dan lokasi
pertumbuhan kota merupakan salah satu alat analisis dari intervensi yang diperlukan dalam
pengelolaan sumber daya air WS Citarum. Kecenderungan dalam permukiman penduduk yang
tumbuh dapat disimulasikan, dan faktor yang terkait dimasukkan dalam JSM. Untuk masing-masing
desa di Jawa nilai tertentu daya tarik telah ditaksir, dan didasarkan pada peramalan yang dapat
dilakukan (dikalibrasi untuk periode Tahun 1990 sampai Tahun 2000 dan diverifikasi untuk periode
Tahun 2000 sampai Tahun 2010) terhadap perubahan tata guna lahan, pertumbuhan kota, dan
pengurangan sawah, hutan, dan penggunaan lainnya.

3.6. Lahan Kritis


Lahan kritis adalah lahan di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami
kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau
diharapkan. Lahan kritis ini akibat degradasi lahan berupa pengurangan status lahan secara fisik,
kimia dan atau biologi sehingga menurunkan kapasitas produksi indikasinya adalah penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Akibat degradasi lahan ini berbagai isu harus
dihadapi diantaranya musim kemarau panjang atau kekeringan, minimnya peresapan air ke dalam
tanah dan kekurangan sumber daya air.
Data lahan kritis pada WS Citarum sebagai berikut :

Laporan Akhir | 16
Tabel 10. Luas Lahan Kritis WS Citarum Tahun 2010
Persentase
No. Kategori Lahan Luas (Ha)
Luas (%)
1 Sangat Kritis 26.437 1,36
2 Kritis 115.988 7,64
3 Agak Kritis 273.880 21,69
4 Potensian Kritis 368.255 45,01
Total 884.560

Gambar 8. Peta Lahan Kritis WS Citarum

3.7. Erosi
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) merupakan hasil analisis yang diturunkan dari matriks 2-
dimensional antara parameter Erosi (A) versus solum/Kedalaman Tanah, di mana mempunyai
kecenderungan bahwa semakin dangkal solum tanah maka indikasi bahaya akan erosi akan semakin
besar. Hal ini merupakan suatu deduksi dari fenomena kejadian erosi yang erat kaitannya dengan
kehilangan massa tanah akibat pengikisan atau penggerusan permukaan tanah, sehingga besar-
kecilnya nilai erosi akan berbanding lurus dengan ketebalan/solum tanah.
Analisis erosi sendiri dilakukan dengan menggunakan metode USLE dimana parameter-
parameter yang digunakan adalah erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), faktor panjang lereng
(LS), serta manajemen tanaman dan konservasi tanah (CP). Parameter-parameter tersebut dapat

Laporan Akhir | 17
diturunkan dari hasil analisis citra penginderaan jauh yang dilengkapi dengan beberapa data sekunder
seperti data curah hujan, peta tanah, serta hasil dari cek lapangan. DAS Citarum teridiri dari 19 sub
das dengan tingakt erosi dari sangat rendah sampai sangat tinggi, analisis erosi ini berdasarkan satuan
lahan (penggunaan lahan dari masing-masing sub das) seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 11. Erosi per DAS WS Citarum Tahun 2013
Kategori Erosi per Satuan Lahan (Ton/ha/th) Jumlah
No. Nama DAS Sangat Sanggat erosi
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi DAS
1 DAS Batangleutik 0,87 - - - - 0,87
2 DAS Bugel 0,86 - - - - 0,86
3 DAS Ciasem 15,12 27,57 14,11 21,17 - 77,96
4 DAS Cibadak 1,32 - - - - 1,32
5 DAS Cibadar Dua 1,31 - - - - 1,31
6 DAS Cibanteng 0,73 - - - - 0,73
7 DAS Cibodas 1,31 - - - - 4,65
8 DAS Cidongkol 1,13 - - - - 4,47
9 DAS Cigemari 0,86 - - - - 0,86
10 DAS Cikarokrok 0,87 - - - - 0,87
11 DAS Cimalaya 7,44 20,38 5,07 21,17 47,31 101,37
12 DAS Cipunagara 19,22 35,82 26,97 54,28 49,67 185,95
13 DAS Cirandu 0,89 - - - - 0,89
14 DAS Cireungit 0,89 - - - - 0,89
15 DAS Cisaga 1,34 - - - - 1,34
16 DAS Citarum 56,43 106,49 107,37 131,26 190,57 592,11
17 DAS Sedari 1,50 - - - - 1,50
18 DAS Sewo 0,73 - - - - 0,73
19 DAS Sukamaju 0,73 - - - - 0,73

Laporan Akhir | 18
Gambar 9. Peta Erosi WS Citarum

Permasalahan di daerah Citarum Hulu disebabkan oleh berkurangnya fungsi kawasan lindung
(hutan dan non hutan), berkembangnya permukiman tanpa perencanaan yang baik, dan budi daya
pertanian yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi yang menyebabkan banyaknya lahan kritis,
kadar erosi yang semakin tinggi yang mengakibatkan sedimentasi di palung sungai.
Permasalahan utama lainnya di bagian hulu DAS Citarum meliputi degradasi fungsi
konservasi sumber daya air seperti luas lahan kritis mencapai 26.022,47 ha, yang mengakibatkan run
off aliran permukaan sebesar 3.632,50 juta m3 /tahun serta sedimentasi sebesar 7.898,59 ton/ha.

3.8. Sedimentasi
Umumnya material angkutan sedimen berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dan dari
palung sungai itu sendiri. Berdasarkan mekanisme pergerakannya angkutan sedimen dibedakan atas
2 (dua) jenis, yaitu (1) Angkutan sedimen melayang/sedimen suspensi, merupakan partikel sedimen
yang bergerak melayang didalam air dan terbawa oleh aliran sungai, dan (2) angkutan sedimen
dasar/Bed load, merupakan pertikel sedimen yang bergerak tidak jauh dari dasar sungai dan bergerak
secara bergeser, merayap, menggelinding atau meloncat.

Laporan Akhir | 19
A. Sedimen Layang
Nilai konsentrasi sedimen pada sedimen layang/Suspended Load atau TDS (Total Dissolved
Sediment) didapat dari jumlah sedimen yang lolos proses penyaringan sampel dalam satuan
miligram per liter (mg/lt). Berikut adalah nilai konsentrasi sedimen pada 23 sampel sedimen
layang:
Tabel 12. Nilai Konsentrasi Sedimen Melayang

B. Sedimen Dasar/Bed Load


Nilai konsentrasi sedimen dasar didapatkan dari jumlah berat tertahan pada saringan nomor
200 dalam satuan persen (%) atau persen darijumlah berat sampel. Berikut adalah nilai konsentrasi
sedimen pada 23 sampel sedimen dasar:

Laporan Akhir | 20
Tabel 13. Nilai Konsentrasi Sedimen Dasar

Dari hasil tersebut disimpulkan sebagai berikut:


a) Dari seluruh hasil analisis sampel sedimen layang/Suspended Load, nilai sedimentasi terendah
ada pada S12 (Sungai Cikapundung, Desa Maribaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung)
dengan nilai TDS (Total Dissolved Sediment) sebanyak 68 mg/lt.
b) Dari seluruh hasil analisis sampel sedimen layang/Suspended Load, nilai sedimentasi tertinggi
ada pada S1 (Sungai Citarum, Desa Nanjung, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung)
dengan nilai TDS (Total Dissolved Sediment) sebanyak 432 mg/lt.
c) Dari seluruh hasil analisis sampel sedimen dasar/Bed Load, nilai sedimentasi terendah ada pada
S21 (Sungai Ciasem, Desa Curugagung, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang) dengan
nilai berat tertahan sebanyak 0,05 %.
d) Dari seluruh hasil analisis sampel sedimen dasar/Bed Load, nilai sedimentasi tertinggi ada pada
S17 (Sungai Cisangkuy, Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung) dengan nilai
berat tertahan sebanyak 26,82 %.

Laporan Akhir | 21
3.9. Banjir
Banjir menjadi masalah tahunan di Wilayah Sungai Citarum. Banjir terjadi di Kawasan
Citarum hulu 750 ha, Kawasan Muara Gembong 180 ha, dan Kawasan Pantura 11.000 ha.

Gambar 10. Daerah Rawan Banjir di WS Citarum

3.10. Penataan Ruang


3.10.1. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional dan Daerah
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, kebijakan penataan ruang yang harus
dipertimbangkan dan terkait dengan pengembangan WS Citarum meliputi pengembangan:
A. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Khusus di WS Citarum
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 ditetapkan Kawasan Perkotaan Bandung
Raya sebagai PKN.
Adapun fungsinya sebagai PKN antara lain :
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-
impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau
c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala
nasional atau melayani beberapa provinsi.

Laporan Akhir | 22
B. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Khusus di WS Citarum sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 ditetapkan Cikampek-Cikopo sebagai PKW.
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-
impor yang mendukung PKN;
b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-
impor yang mendukung PKN;
c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten;
Selain kebijakan tentang penataan ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Jawa Barat Tahun 2009 – 2029, juga merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam
Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Citarum, khususnya dari segi pengembangan
pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan sumber daya air bagi masyarakat perkotaan dan pedesaan
khususnya untuk pengembangan di WS Citarum.
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota didalam
RTRW mengatur Kebijakan Pengendalian Peningkatan Alih Fungsi Lahan:
a) Mengevaluasi jalannya Peraturan Daerah tentang RTRW yang sudah ada paling lambat 2 (dua)
tahun setelah kebijakan provinsi tentang sumber daya air ditetapkan;
b) Menegakan hukum yang berkeadilan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah RTRW Provinsi
Jawa Barat maupun RTRW kabupaten/kota;
3.10.2. Arahan Struktur Pemanfaatan Ruang /Rencana Struktur Ruang wilayah
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 dan RTR Pulau, arahan struktur
pemanfaatan ruang/rencana struktur ruang wilayah di WS Citarum adalah:
A. Kawasan Strategis Nasional
Dalam RTRW Nasional dan RTRW Pulau Jawa Bali telah menetapkan 2 (dua) KSN dimana
kedua KSN tersebut berada di dalam WS Citarum yaitu: (1) Kawasan Perkotaan
Jabodetabekpunjur (Metropolitan Jabodetabekpunjur) dan (2) Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung (Metropolitan Cekungan Bandung).
B. Kawasan Andalan
Berdasarkan RTRW Nasional dan RTRW Pulau Jawa-Bali, dimana WS Citarum telah ditetapkan
sebagai wilayah pengelolaan WS lintas provinsi (Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
lampiran VI) terdapat 4 (empat) Kawasan Andalan sebagai berikut:
a) Kawasan Andalan Perkotaan Jakarta (Metropolitan Jakarta).
b) Kawasan Andalan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur).
Laporan Akhir | 23
c) Kawasan Andalan Purwakarta-Subang-Karawang (Purwasuka).
d) Kawasan Andalan Cekungan Bandung (Metropolitan Bandung).
C. Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Mengacu pada RTRW Nasional, RTRW Pulau Jawa Bali dan RTRW Provinsi diperoleh
gambaran bahwa rencana sistem jaringan prasarana wilayah yang terdapat pada WS Citarum
sebagai berikut:
a) Jaringan Transportasi Darat: Jalan tol: Jakarta-Merak, Jakarta-CikampekBandung dan
Jakarta- Bogor.
b) Jalan Kereta Api: Jakarta-Merak, Jakarta-Bogor, Jakarta-CikampekBandung dan Jakarta-
Cikampek-Cirebon.
c) Pelabuhan laut: Pelabuhan Internasional Tanjung Periuk (Jakarta).
d) Bandar Udara: Bandar udara skala pelayanan primer (Bandar udara Cengkareng) dan Bandar
udara skala pelayanan sekunder (Bandar udara Husen Sastranegara Bandung).
e) Sistem Jaringan Sumber Daya Air: Prasarana dan sarana sumber daya air yang ada di WS
Citarum saat ini antara lain terdiri dari 3 (tiga) bendungan/waduk besar yaitu Waduk Saguling
(pembangkit tenaga listrik), Waduk Cirata (pembangkit tenaga listrik) dan Waduk Jatiluhur
(pembangkit tenaga listik, irigasi dan sumber air baku untuk Perusahaan Air Minum (PAM)
Jaya Jakarta). Ketiganya berada di sungai Citarum dibawah pengelolaan Balai Besar Wilayah
Sungai (BBWS) Citarum, serta waduk Cipancuh di Kabupaten Indramayu (untuk irigasi).
3.10.3. Arahan Pengembangan Kawasan dan Pusat Kegiatan
Berdasarkan kepadatan penduduk yang bermukim di WS Citarum terlihat bahwa
pengelompokan penduduk terutama berada pada kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur dan pada
kawasan perkotaan Cekungan Bandung.
3.10.4. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang (Pola Ruang)
Bedasarkan plotting RTRW Pulau Jawa Bali dan RTRW Provinsi Jawa Barat, diperoleh
gambaran bahwa pada tahun akhir rencana (yakni Tahun 2030) dilihat dari Rencana Pola Ruang,
rencana penggunaan ruang di WS Citarum akan didominasi oleh kawasan permukiman/perkotaan,
kawasan pertanian (terutama pertanian lahan basah/irigasi teknis dan kawasan lindung. Kawasan
permukiman (perkotaan), industri dan permukiman perdesaan akan mencapai sekitar 8% dari total
luas WS Citarum. Dengan demikian kebutuhan air baku untuk permukiman perkotaan dan industri
akan meningkat, sedangkan kebutuhan air untuk irigasi kemungkinan akan menurun/berkurang.
Selain itu, guna mempertahankan ketahanan pangan nasional, maka perlu dihindari pengembangan
kawasan permukiman pada kawasan irigasi teknis.

Laporan Akhir | 24
3.10.5. Peningkatan Efisiensi Pengunaan Air untuk mengurangi Kebutuhan
A. Zonasi
Zonasi merupakan salah satu instrumen yang potensial dalam memadukan antara perencanaan
tata ruang dan pengelolaan sumber daya air.
Dari perwujudan sistem jaringan sumber daya air di Pulau Jawa yang terkait dengan WS Citarum
(mengacu pada RTR Pulau Jawa-Bali), indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem sumber
daya air adalah
a) Pengelolaan WS lintas provinsi yaitu Citarum (Provinsi DKI Jakarta-Provinsi Jawa Barat),
meliputi DAS Citarum.
b) Pengembangan jaringan sumber daya air terdiri atas:
1) Jaringan Irigasi Nasional yaitu: Daerah Irigasi (DI) Cipancuh, DI Cihea, DI Jatiluhur dan
DI Selatan Jatiluhur.
2) Bendungan dan bendung meliputi: Bendungan Jatiluhur, Bendungan Cirata, dan
Bendungan Saguling.
B. Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan
Kebijakan pencegahan dan/atau pengendalian konversi lahan pertanian, terutama sawah beririgasi
teknis, menjadi sangat mendesak. Instrumen utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang untuk
mencegah terjadinya konversi lahan sawah beririgasi teknis adalah RTRW, baik RTRW Provinsi
maupun RTRW Kabupaten/Kota melalui mekanisme perijinan lokasi. Penurunan luas lahan
sawah ini sangat merugikan investasi yang telah dilakukan Pemerintah dalam pembangunan
irigasi. Pada awal tahun 1990-an Pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang konversi
dari lahan beririgasi teknis ke penggunaan lainnya, kemudian pada Tahun 2009 pemerintah telah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas produksi pangan dan
menghindari kerugian terhadap investasi yang telah dilakukan pemerintah selama bertahun-tahun.
3.10.6. Analisis Perencanaan dan Penataan Ruang
A. Integrasi Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Rencana Tata Ruang
Sampai saat ini berdasarkan RTRW yang telah disusun, baik pada RTRW Provinsi maupun pada
RTRW Kabupaten/Kota yang telah ada, diperoleh gambaran antara lain sebagai berikut:
a) Dalam rencana pola ruang pada RTRW yang telah disusun (RTRW Provinsi, RTRW
Kabupaten/Kota) yang seharusnya telah memuat/menampilkan lokasi (zoning) seperti halnya
antara lain: kawasan resapan air, kawasan tangkapan air, kawasan retensi air yang termasuk
dalam kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (dapat dilihat
pada pedoman penyusunan RTRW), ternyata belum ada/belum tercantum dalam RTRW.
Laporan Akhir | 25
Begitu pula halnya dengan kawasan lindung setempat seperti halnya: sempadan sungai,
sempadan danau, kawasan sekitar danau, kawasan sekitar mata air serta kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap air tanah.
b) Dalam rencana struktur ruang pada RTRW yang telah disusun (RTRW Provinsi, RTRW
Kabupaten/Kota) yang seharusnya sudah menampilkan/mengemukakan gambaran mengenai
rencana kawasan tangkapan air (berupa waduk/reservoir) untuk setiap rencana lokasi
waduk, ternyata dalam RTRW yang telah disusun belum tercantum/belum ada.
Begitu pula halnya dengan sistem jaringan prasarana sumber daya air dan sistem
jaringan saluran primer dari intake (bendung) sampai ke lokasi pasokan (Daerah Irigasi,
instalasi pernjernihan air untuk perkotaan), serta sistem jaringan sekundernya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa aspek sumber daya air belum tercantum/terintegrasi
secara jelas dalam RTRW yang telah disusun, bahkan juga dalam RTRW yang telah
ditetapkan sebagai Peraturan Daerah.
B. Konflik Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
a) Konflik Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
Dari hasil plotting RTRW pada WS Citarum ditemui adanya beberapa konflik baik dalam
pemanfaatan lahan maupun dalam penyediaan infrastruktur. Pada kawasan Cekungan
Bandung lokasi yang direncanakan dalam penyusunan Pola dan Rencana sumber daya air
sebagai lokasi Waduk Ciwidey dikaitkan dengan penggunaan lahan pada saat ini pada lokasi
tersebut telah dimanfaatkan sebagai lokasi permukiman dan kegiatan usaha lainnya.
Sedangkan di dalam rencana (RTR Kawasan Cekungan Bandung dan RTRW Kabupaten
Bandung) kawasan yang direncanakan sebagai lokasi Waduk Ciwidey ini telah direncanakan
sebagai lokasi pengembangan permukiman. Hal ini perlu dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam penentuan lokasi Waduk Ciwidey ini dalam perencanaan dan
pelaksanaannya nanti.
b) Alih Fungsi Lahan Sawah
Terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis yang dalam rencana pola ruang (RTRW
Provinsi Jawa Barat) telah direncanakan dan ditetapkan peruntukannya sebagai lokasi
pengembangan pertanian lahan basah (persawahan), ternyata telah berkembang menjadi
kawasan permukiman dan kegiatan usaha lainnya. Hal ini ditemui antara lain pada kawasan
sawah berigasi teknis di wilayah kabupaten Karawang (bagian Utara) dan Cekungan Bandung
(terutama dibagian selatan Kota Bandung). Apabila dikaitkan dengan kebijakan perlindungan
lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan menggunakan dasar pertimbangan: kesesuain
lahan, ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan dan luasan kesatuan
Laporan Akhir | 26
hamparan lahan, maka kawasan pertanian lahan basah tersebut di atas dapat dijadikan sebagai
kawasan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (yang harus dilindungi).

3.11. Kelembagaan
3.11.1. Forum DAS
Forum DAS adalah Forum Koordinasi Pengelolaan DAS sesuai amanat Pasal 57 Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, mempunyai fungsi untuk: a)
Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat terkait pengelolaan DAS; b) Memberikan
sumbangan pemikiran dalam pengelolaan DAS; dan c) Menumbuh dan mengembangkan peran
pengawasan masyarakat dalam pengelolaan DAS. Forum DAS diharapkan menjadi organisasi yang
berkualitas, aspiratif, efektif dan produktif dalam urusan pengelolaan daerah aliran sungai. Forum
koordinasi Pengelolaan DAS beranggotakan instansi pemerintah, akademisi, lembaga non
pemerintah, sektor swasta, dan tokoh masyarakat.
Forum DAS Jawa Barat telah terbentuk berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat Nomor
614/Kep.1508-Dishut/2010 dan SK perubahannya Nomor 614/Kep.185-Dishut/2013. Namun
keberadaan forum DAS Jawa Barat ini masih dirasa belum efektif, belum optimal dan belum berjalan
secara terpadu, bahkan seluruh Forum DAS di Indonesia.
Beberapa kendala dalam Forum DAS adalah belum searahnya persepsi yang sama antar
instansi pengelola DAS dan belum memiliki otoritasi penuh terhadap pengelolaan DAS (tidak
memiliki kekuatan untuk mengkoordinir lintas sektor).

4. Identifikasi Permasalahan
Berdasar uraian data dan kajian teknis terkait pengelolaan SDA dan hasil pengamatan pada
WS Citarum pada dapat diuraikan beberapa permasalahan yang ada dalam pengelolaan SDA di WS
Citarum sebagai berikut :
A. Aspek Konservasi SDA
1) Terdapat luas lahan sangat kritis seluas 26.437 Ha dan kritis 115.988 Ha pada DAS di WS
Citarum pada lahan yang berfungsi konservasi kawasan hutan dan non hutan
2) Terancamnya lahan agak kritis pada kawasan hutan dan non hutan pada DAS di WS Citarum
seluas 273.880 Ha
3) Terancamnya lahan potensial kritis pada kawasan hutan dan non hutan pada DAS di WS
Citarum seluas 468.255 Ha
4) Terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan ladang/tegalan
5) Terdapat wilayah DAS dengan kategori erosi sangat tinggi
Laporan Akhir | 27
6) Budi daya pertanian yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi yang menyebabkan
banyaknya lahan kritis
7) Berkurangnya daerah resapan di bagian hulu dan tengah WS Citarum
8) Terjadinya kerusakan mata air di WS Citarum
9) Terjadinya abrasi/erosi muara dan pantai
10) Kurang jelasnya batas pemilikan lahan di hulu antara milik PERUM PERHUTANI, PTPN
dan Masyarakat
11) Berkurangnya keanekaragaman hayati di WS Citarum
12) Belum optimalnya pelaksanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (Gerhan) di dalam dan
di luar kawasan hutan pada DAS bagian hulu dan tengah WS Citarum
13) Belum aktifnya Forum DAS Jawa Barat dan keberlangsungan programnya
14) Terdapat rumah tidak layak huni dengan sanitasi yang buruk
15) Tidak adanya harmonisasi lahan pada WS Citarum sesuai dengan arahan tata ruang wilayah
16) Berkembangnya permukiman dan kegiatan usaha non pertanian dan alih fungsi lahan
pertanian (untuk perkotaan, industri)
17) Integrasi penataan ruang dalam pengelolaan sumber daya air dengan memasukkan zona-zona
air ke dalam RTRW Provinsi/Kabupaten
18) Belum terakomodirnya kawasan resapan air, kawasan tangkapan air, kawasan retensi air
dalam RTRW
19) Belum terakomodirnya rencana pembangunan waduk/ reservoir dalam rencana struktur ruang
pada RTRW termasuk sistem jaringan prasarana sumber daya air
20) Terjadinya kerusakan dasar dan alur sungai karena penambangan pasir dan kerikil
21) Terjadinya pengambilan air tanah dalam yang melampaui batas dan pemantauan yang lemah,
pada CAT Bandung Soreang, Batujajar, Subang dan Bekasi Karawang sehingga terjadi
penurunan muka air tanah, penurunan tanah dan/atau instrusi
22) Meluasnya perambahan daerah retensi dan bantaran sungai untuk hunian dan usaha selain
pertanian
23) Menurunnya kualitas air dibandingkan dengan standar baku/ kelas peruntukan sungai
(tercemar ringan sampai sedang)
24) Belum optimalnya pengelolaan limbah Industri Limbah cair domestik dan perkotaan belum
diolah sebagaimana mestinya
25) Limbah cair domestik dan perkotaan belum diolah sebagaimana mestinya
26) Masih adanya bahaya dari sisa penggunaan pupuk dan obat-obatan pertanian
27) Limbah peternakan belum diolah sebagaimana mestinya

Laporan Akhir | 28
28) Pengelolaan limbah sampah belum optimal
29) Belum maksimalnya pengawasan terhadap usaha atau kegiatan yang memiliki izin
lingkungan.
30) Belum adanya keputusan Gubernur mengenai standar Baku Mutu Air.
B. Aspek Pendayagunaan SDA
1) Terdapat rumah tidak layak huni dengan penyediaan air bersih yang tidak memadai
2) Adanya kekurangan air untuk kebutuhan irigasi dan/atau RKI
3) Adanya potensi waduk-waduk kecil yang perlu dikaji lebih lanjut
4) Konflik penggunaan air irigasi dan air baku di WS Citarum
5) Kerusakan prasarana jaringan irigasi mengakibatkan tidak efektif dan tidak efisiennya
distribusi air irigasi
6) OP prasarana sumber daya air (Irigasi,sungai, situ, dll) belum memadai, berakibat
menurunnya fungsi layanan
7) Tidak/Belum Optimalnya Kinerja Prasarana Irigasi
8) Keterbatasan air permukaan untuk penyediaan air bersih di Cekungan Bandung
9) Belum optimalnya pemanfaatan potensi listrik tenaga air
C. Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
1) Belum adanya Master Plan Sistem Pengendalian Banjir secara menyeluruh pada Sungai
Citarum
2) Menurunnya fungsi prasarana pengendali banjir di sungai Citarum
3) Penanggulangan darurat akibat bencana banjir
4) Belum optimalnya pemulihan kondisi rumah masyarakat yang menjadi korban setelah
terjadinya bencana banjir dan longsor
5) Bahaya tanah/tebing longsor
D. Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air
1) Kurang handalnya database sumber daya air (Hidrologi, Hidrogeologi dan Hidrometeorologi,
Kebijakan sumber daya air, Prasarana sumber daya air, Teknologi sumber daya air,
Lingkungan sumber daya air, Kegiatan Sosial Ekonomi dan Budaya) karena database belum
lengkap, SDM dan alat belum memadai, koordinasi/ tanggungjawab untuk kualitas data belum
jelas dan terbatasnya dana.

Laporan Akhir | 29
E. Aspek Pemberdayaan Masyarakat
1) Lunturnya budaya/tradisi masyarakat setempat dalam menjaga kelestarian kawasan hutan,
lingkungan dan sumber daya air
2) Belum optimalnya Kerjasama hulu-hilir dalam pelaksanaan konservasi DAS
3) Tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat

5. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air


Guna menjawab dan memecahkan permasalahan yang ada di WS Citarum berikut strategi
pengelolaan SDA yang disesuaikan dengan pelaksanaan program dan kegiatan dari masing-masing
instansi terkait :
A. Asepk Konservasi SDA
1) Melaksanakan kegiatan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTkRHL) pada lahan
sangat kritis, kritis dan agak kritis berupa :
a) Reboisasi dan penghijauan di lahan kritis (hutan dan non-hutan)
b) Pengembangan wanatani (agro forestry)
c) Pembangunan waduk dan bendung
d) Pengelolaan teknik konservasi tanah dan air terpadu berwawasan lingkungan dengan
pemberdayaan masyarakat serta pendampingan pada DAS Hulu dan lahan
miring/pegunungan.
2) Memantau dan mempertahankan kondisi hutan yang sudah direhabilitasi
3) Menyadarkan masyarakat untuk melindungi dan memperbaiki lahan potensial kritis dengan
kegiatan sosialisasi baik pertemuan bersama maupun door to door dengan pembagian leaflet/
poster di fasilitas umum.
4) Berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jawab Barat untuk keberlanjutan program
pada Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL) yang disusun oleh Dinas
Kehutanan.
5) Mengawal kelestarian kawasan hutan dengan melaksanakan patroli pengamanan hutan
bersama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Bina Marga dan Penataan
Ruang Provinsi Jawa Barat guna pemantauan dan mencegah perubahan tata guna lahan
terutama penggunaan kawasan hutan.
6) Memberikan sanksi kepada pelanggaran penggunaan kawasan hutan sesuai dengan UU No.
41/1999 tentang Kehutanan

Laporan Akhir | 30
7) Pengendalian erosi dengan bangunan teknik sipil berbasis lahan dan alur sungai.
Pembangunan dam penahan (2.295 Unit), Gully plug (1.1143 Unit), Teras gulung/ bangku
(349.596 Ha) dan Parit Buntu (50.504 Ha) dengan target hingga Tahun 2033.
8) Pendampingan pada penyelenggaraan budidaya pertanian yang sesuai dengan kaidah
konservasi berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/PerMenTan/OT.140/10/2009
9) Melindungi dan meningkatkan luas daerah resapan di bagian hulu dan tengah WS Citarum
secara berkelanjutan dan meningkatkan luas daerah resapan di bagian hulu dan tengah semua
DAS, termasuk memasyarakatkan pembuatan sumur resapan dan biopori (378.250 Unit)
hingga Tahun 2033 oleh seluruh masyarakat di daerah resapan.
10) Melakukan pemberdayaan masyarakat di sekitar mata air untuk ikut berperan melindungi
lingkungan mata air
11) Melaksanakan sinkronisasi Gerhan/GNRHL di WS Citarum
12) Pengaktifan dan pelibatan Forum DAS sekota-kabupaten Jawa Barat
13) Mengembangkan kerjasama hulu-hilir dan pengelolaan jasa lingkungan dalam pengelolaan
konservasi sumber daya air
14) Melaksanakan bimbingan kepada masyarakat tani di kawasan non hutan yang berlereng untuk
menanam tananam jangka panjang, disertai pemberdayaan melalui penanaman sistim
tumpang sari secara berkelanjutan
15) Menerapkan dan memantau pembangunan kawasan pemukiman baru yang mengikuti kaidah
konservasi
16) Melaksanakan pembangunan pengamanan muara dan erosi pantai
17) Merehabilitasi hutan bakau sepanjang pantai secara berkelanjutan
18) Pengawasan terhadap penggunaan lahan sesuai dengan batas yang telah ditetapkan secara
berkelanjutan
19) Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pengambilan air tanah baik yang mempunyai
ijin maupun yang tidak mempunyai ijin, disertai penyediaan kebutuhan air permukaan secara
berkelanjutan
20) Melindungi dan meningkatkan luas daerah resapan di bagian hulu dan tengah WS Citarum
secara berkelanjutan melalui pengendalian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
21) Membedah rumah yang tidak layak huni dan perbaikan sanitasi
22) Memfasilitasi dan membantu relokasi dalam program harmonisasi lahan
23) Melaksanakan sosialisasi peraturan per undang-undangan terkait dengan penataan ruang,

Laporan Akhir | 31
24) Melaksanakan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan perundang-undangan terkait dengan
penataan ruang secara berkelanjutan.
25) Melaksanakan pemantauan dan mengawasi pelaksanaan RTRW, membatasi peruntukan
kawasan melalui pembatasan ijin lokasi, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), building code,
serta konsolidasi kepemilikan lahan retensi banjir.
26) Menetapkan zona daerah rawan bencana tsunami, rawan banjir, rawan longsor, ke dalam
RTRW Prov/Kab/Kota.
27) Menetapkan kawasan yang harus diproteksi dari pembangunan perumahan/ perkotaan, antara
lain lokasi calon genangan waduk/ tampungan air, kawasan retensi banjir, ke dalam RTRW
Prov/Kab/Kota .
28) Mencantumkan struktur bangunan utama sumber daya air dalam RDTR Kab/Kota
29) Mencantumkan kawasan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai RTkRHL dalam RTRW
Kab/Kota
30) Memonitor dan mengawasi pelaksanaan perlindungan lahan pertanian pangan, secara
berkelanjutan
31) Mengendalikan ijin lokasi dan ijin bangunan, serta menerapkan sanksi terhadap pelanggaran
pelaksanaan alih fungsi lahan secara berkelanjutan
32) Memantau, menerapkan dan melaksanakan penegakan hukum terhadap pelanggaran
penambangan pasir dan krikil secara berkelanjutan
33) Memantau serta menerapkan sanksi terhadap pelanggaran terhadap kelestarian
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan
34) Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pengambilan air tanah baik yang mempunyai
ijin maupun yang tidak mempunyai ijin, disertai penyediaan kebutuhan air permukaan secara
berkelanjutan
35) Mengurangi laju perambahan daerah retensi dan bantaran sungai kumulatif menjadi 0%
36) Melakukan pengendalian kualitas air buangan TPA Sarimukti, peternakan sapi dan limbah
lainnya
37) Melaksanakan sosialisasi peraturan tentang syarat kualitas air limbah, dan kewajiban
penggunaan IPAL industri, serta mendorong pembangunan IPAL dan penegakan hukum bagi
pelanggar
38) Melaksanakan evaluasi Peraturan Daerah terkait dengan limbah industri dan lingkungan, bila
perlu memperbaharui Peraturan Daerah mengacu pada peraturan pemerintah terbit
39) Melanjutkan pembangunan sistim sanitasi perkotaan dan perdesaan

Laporan Akhir | 32
40) Melaksanakan sosialisasi penggunaan pestisida dan pupuk sesuai dosis, dan monitoring di
lapangan
41) Melaksanakan monitoring kandungan pestisida dan pupuk di saluran irigasi, sungai, situ dan
waduk.
42) Melaksanakan pembangunan IPAL peternakan dan pemanfaatan limbah ternak (mis. biogas,
kompos dsb.);
43) Melaksanakan pengelolaan sampah perkotaan dan pedesaan secara terpadu melalui sistem 3R
(reduce, reuse, recycle), dan berkelanjutan
44) Memantau, menerapkan dan melaksanakan penegakan hukum terhadap pelanggaran
penambangan pasir dan krikil secara berkelanjutan
45) Mengembalikan fungsi lahan bekas sudetan sungai Citarum dan anak-anak sungainya sebagai
bagian dari daerah milik sungai melalui kegiatan sosialisasi, penertiban dan pemantauan
secara berkelanjutan
46) Memantau serta menerapkan sanksi terhadap pelanggaran terhadap kelestarian
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan
47) Melakukan pemantauan, evaluasi melaksanakan penegakan hukum terhadap pelanggar yang
melakukan pencemaran
48) Melakukan pemantauan, evaluasi melaksanakan penegakan hukum terhadap pelanggar yang
melakukan pencemaran
49) Menegakkan peraturan tentang kelas air sungai dan waduk
50) Melaksanakan monitoring kualitas air, terutama terhadap limbah industry secara rutin, serta
menegakkan peraturan
51) Merencanakan, membangun dan mengoperasikan sistem monitoring kualitas air secara real
time
52) Meningkatkan SDM petugas monitoring, pengawas dan penegak hokum (PPNS) melalui
fasilitasi training tentang pengelolaan lingkungan (khususnya kualitas air)
53) Melaksanakan sosialisasi peraturan tentang syarat kualitas air limbah, dan kewajiban
penggunaan IPAL industri, serta mendorong pembangunan IPAL dan penegakan hukum bagi
pelanggar
54) Mendorong pembangunan IPAL dan penegakan hukum bagi pelanggar
55) Melaksanakan pengawasan dan penindakan bagi industri yang tidak mengoperasikan IPAL
miliknya
56) Mengembangkan IPAL industri terpadu pada kawasan industri, dan mengoperasikannya

Laporan Akhir | 33
57) Melaksanakan evaluasi Peraturan Daerah terkait dengan limbah industri dan lingkungan, bila
perlu memperbaharui Peraturan Daerah mengacu pada peraturan pemerintah terbaru.
58) Melaksanakan updating data base lokasi dan jenis industri, potensi pencemar, IPAL, serta
updating peta lokasi dan jenis industri di WS Citarum.
59) Melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan IPAL terpadu Cisirung serta melakukan
pengawasan operasional IPAL dan kualitas limbah (khususnya logam berat) secara ketat
sesuai baku mutu limbah.
60) Melanjutkan pembangunan sistim sanitasi perkotaan dan perdesaan;
61) Merencanakan dan membangun saluran pembuangan air limbah perkotaan terpisah dari
saluran drainase, secara bertahap (35% area kota, kumulatif 50%), terutama pada kawasan
pengembangan perumahan atau perkotaan baru
62) Melaksanakan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat terhadap penggunaan sanitasi
individu, perdesaan dan komunal (terutama daerah berpenduduk padat dan sekitar sumber
air);
63) Melaksanakan sosialisasi penggunaan pestisida dan pupuk sesuai dosis, dan monitoring di
lapangan
64) Melaksanakan monitoring kandungan pestisida dan pupuk di saluran irigasi, sungai, situ dan
waduk.
65) Melaksanakan pembangunan IPAL peternakan dan pemanfaatan limbah ternak (mis. biogas,
kompos dsb.);
66) Melaksanakan sosialisasi pelarangan membuang sampah ke sungai/ badan air lainnya disertai
tindakan hukum bagi pelanggarnya.
67) Mengembangkan pengelolaan sampah melalui sistem daur ulang dan bank sampah oleh
swasta dan masyarakat.
B. Aspek Pendayagunaan SDA
1) Penyediaan air bersih untuk rumah tidak layak huni
2) Melaksanakan pembangunan sistem jaringan air minum dari waduk Saguling tahap III (1,4
m3/detik), dan melaksanakan OP sistem jaringan air minum dari waduk Saguling
3) Melaksanakan pembangunan waduk dan melaksanakan operasi
4) Melaksanakan alokasi air sesuai kesepakatan secara berkelanjutan
5) Melaksanakan OP jaringan irigasi dan memaksimalkan OP Prasarana sumber daya air
6) Mendorong petani pengguna air untuk melakukan swadaya dalam pelaksanaan OP.
7) Melaksanakan peningkatan jaringan irigasi
8) Melaksanakan kajian terhadap pemakaian air tanah di Cekungan Bandung
Laporan Akhir | 34
9) Merencanakan dan melaksanakan pengembangan air tanah untuk kebutuhan air bersih rumah
tangga sesuai kebutuhan dan potensi yang ada
10) Melaksanakan inventarisasi potensi dan perencanaan pemanfaatan tenaga air
11) Melaksanakan konstruksi mini-makro hydro power
C. Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
1) Penyusunan Masterplan Mitigasi Bencana
2) Melaksanakan OP pada bangunan pengendali banjir
3) Melaksanakan perbaikan, rehabilitasi, dan pemeliharaan prasarana pengendali banjir secara
berkelanjutan
4) Menyediakan alokasi dana untuk reaksi tanggap darurat
5) Membuat peraturan pengenaan sanksi / denda bagi pelanggaran penembangan hutan dan
eksploitasi lahan penyebab kerusakan lereng.
6) Himbauan dan pengenaan sanski kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan
agar meminimalisir daya rusak air.
7) Penyediaan Prasarana Tempat Sampah di beberapa titik
D. Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air
1) Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data sumber daya air secara handal, terpadu dan
berkelanjutan
2) Mengembangkan SDM Secara berkelanjutan
3) Mengoperasikan dan memelihara peralatan yang menunjang SISDA secara berkelanjutan
4) Mengevaluasi tingkat kehandalan data saat ini
5) Melaksanakan langkah-langkah perbaikan dalam rangka pengumpulan, pengolahan dan
penyajian data sumber daya air secara handal, terpadu dan berkelanjutan
6) Melaksanakan pengadaan pegawai dan meningkatkan kapasitasnya sesuai kebutuhan
7) Mengembangkan SDM secara berkelanjutan
8) Menginventarisasi peralatan, mengevaluasi jaringan, melaksanakan rasionalisasi peralatan
dan Pengadaan peralatan baru untuk menunjang SISDA terpadu
9) Mengkoordinasikan data SDA yang berasal dari instansi-instansi terkait dan menerbitkan
buku data tahunan serta menyediakan data berbasis web yang mudah diakses secara
berkelanjutan
10) Menyediakan pedoman tentang SISDA yang sistematis dan komprehensif
11) Menyediakan dana SISDA terpadu untuk operasional, perbaikan peralatan dan peningkatan
SDM

Laporan Akhir | 35
E. Aspek Pemberdayaan Masyarakat
1) Menginventarisasi kelompok masyarakat yang mempunyai budaya dalam menjaga
kelestarian kawasan hutan, lingkungan, dan sumber daya air, serta memberikan bimbingan,
arahan dan pemberdayaan untuk menjaga kelestariannya secara berkelanjutan
2) Mendorong kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam
3) Mengembangkan, melaksanakan dan memantau kerja sama kelembagaan hulu-hilir setiap
DAS
4) Memberikan pelatihan dan keterampilan peningkatan perekonomian masyarakat.
5) Memberikan modal usaha kecil

Laporan Akhir | 36
MATRIKS PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN SDA WS CITARUM

No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab


1 Konservasi • Terdapat luas lahan sangat kritis seluas • Melaksanakan kegiatan Rencana Teknik • BPDAS-HL Citarum-
SDA 26.437 Ha dan kritis 115.988 Ha pada DAS Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTkRHL) pada Ciliwung
di WS Citarum pada lahan yang berfungsi lahan sangat kritis, kritis dan agak kritis berupa : • Dinas Kehutanan Provinsi
konservasi kawasan hutan dan non hutan 1) Reboisasi dan penghijauan di lahan kritis Jawa Barat
• Terancamnya lahan agak kritis pada (hutan dan non-hutan)
kawasan hutan dan non hutan pada DAS di 2) Pengembangan wanatani (agro forestry)
WS Citarum seluas 273.880 Ha 3) Pengelolaan teknik konservasi tanah dan air
terpadu berwawasan lingkungan dengan
pemberdayaan masyarakat serta
pendampingan pada DAS Hulu dan lahan
miring/pegunungan
• Memantau dan mempertahankan kondisi hutan • Dinas Kehutanan Provinsi
yang sudah direhabilitasi Jawa Barat
• Mencantumkan kawasan rehabilitasi hutan dan • Dinas Bina Marga dan
lahan sesuai RTkRHL dalam RTRW Kab/Kota Penataan Ruang Provinsi
Jawa Barat
• Terancamnya lahan potensial kritis pada • Menyadarkan masyarakat untuk melindungi dan • KPHK Burangrang
kawasan hutan dan non hutan pada DAS di memperbaiki lahan potensial kritis dengan Tangkuban Perahu
WS Citarum seluas 468.255 Ha kegiatan sosialisasi baik pertemuan bersama
maupun door to door dengan pembagian leaflet/
poster di fasilitas umum.
• Terjadi alih fungsi hutan menjadi • Berkoordinasi untuk keberlanjutan program pada • BPDAS-HL Citarum-
perkebunan, pertanian, ladang/tegalan dan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Ciliwung
permukiman Lahan (RPRHL) • Dinas Kehutanan Provinsi
Jawa Barat
• Mengawal kelestarian kawasan hutan dengan • Dinas Kehutanan Prov.
mengaktifkan polisi hutan dan melaksanakan Jawa Barat
patroli pengamanan hutan bersama dengan Dinas
Kehutanan Provinsi Jawa Barat, BPDAS-HL
Laporan Akhir | 37
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
Citarum, Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang
Provinsi Jawa Barat guna pemantauan dan
mencegah perubahan tata guna lahan terutama
penggunaan kawasan hutan dan hutan lindung.
• Menyusun turunan UU berupa peraturan daerah • Dinas Bina Marga dan
tentang larangan pembangunan di daerah hutan Penataan Ruang Provinsi
lindung Jawa Barat
• Memberikan sanksi kepada pelanggaran • Dinas Kehutanan Prov.
penggunaan kawasan hutan sesuai dengan UU Jawa Barat
No. 41/1999 tentang Kehutanan.
• Terdapat wilayah DAS dengan kategori • Pengendalian erosi dengan bangunan teknik sipil • BPDAS-HL Citarum-
erosi sangat tinggi berbasis lahan dan alur sungai. Pembangunan Ciliwung
dam penahan (2.295 Unit), Gully plug (1.1143
Unit), Teras gulung/ bangku (349.596 Ha) dan
Parit Buntu (50.504 Ha) dengan target hingga
Tahun 2033.
• Total anggaran yang dibutuhkan sebesar 3,647
Triliun direncanakan dibebankan pada anggaran
BPDAS HL Citarum untuk konstruksi dam
penaham, gully plug dan teras gulung,
semesntara untuk sumur resapan dan parit buntu
dapat sharing anggaran dengan Dinas Pekerjaan
Umum dan BBWS Citarum dan juga diusulkan
untuk masuk ke dana bantuan ke masyarakat
untuk sumur resapan agar masyarakat lebih
meningkatkan rasa kepemilikan untuk merawat.
• Budi daya pertanian yang tidak sesuai • Pendampingan pada penyelenggaraan budidaya • Dinas Tanaman Pangan
dengan kaidah konservasi yang pertanian yang sesuai dengan kaidah konservasi dan Holtikultura Provinsi
menyebabkan banyaknya lahan kritis berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian Jawa Barat
Nomor 48/PerMenTan/OT.140/10/2009
• Kerjasama untuk program nexus tanaman yang • Dinas Kehutanan Provinsi
bernilai ekonomi dan dapat merehabilitasi lahan Jawa Barat

Laporan Akhir | 38
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
yang rusak akibat aktivitas pertanian yang
merusak tanah
• Berkurangnya daerah resapan di bagian hulu • Melindungi dan meningkatkan luas daerah • BPDAS-HL Citarum-
dan tengah WS Citarum resapan di bagian hulu dan tengah WS Citarum Ciliwung
secara berkelanjutan dan meningkatkan luas • Masyarakat
daerah resapan di bagian hulu dan tengah semua • Forum DAS
DAS, termasuk memasyarakatkan pembuatan
sumur resapan dan biopori (378.250 Unit)
hingga Tahun 2033 oleh seluruh masyarakat di
daerah resapan.
• Melindungi dan meningkatkan daerah resapan, • Dinas Kehutanan Provinsi
situ, mata air, dan membuat waduk serta kolam Jawa Barat
retensi •
• Mendorong pembangunan bangunan pengendali • BBWS Citarum
air di anakanak sungai Citarum dari hulu sampai • Dinas Pekerjaan Umum
ke hilir sungai Citarum dan anak sungai utama Kabupaten dan Provinsi
lainnya
• Terjadinya abrasi/erosi muara dan pantai • Melindungi muara dan pantai dengan struktur • BBWS Citarum
• Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten dan Provinsi
• Melindungi muara dan pantai secara vegetatif • BPDAS-HL Citarum-
Ciliwung
• Dinas Kehutanan Provinsi
Jawa Barat
• Kurang jelasnya batas pemilikan lahan di • Melakukan pemetaan detail dan pemasangan • Badan Pertanahan Nasional
hulu antara milik PERUM PERHUTANI, tanda batas yang jelas antara lahan milik Perum Prov. Jawab Barat
PTPN dan Masyarakat Perhutani, PTPN dan masyarakat serta
• Pengawasan terhadap penggunaan lahan sesuai • Dinas Kehutanan Prov.
dengan batas yang telah ditetapkan secara Jawa Barat
berkelanjutan

Laporan Akhir | 39
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
• Berkurangnya keanekaragaman hayati di • Melakukan perlindungan terhadap kelestarian • Dinas Kehutanan Prov.
WS Citarum keanekaragaman hayati di WS Citarum Jawa Barat
• KLH
• Terjadinya kerusakan mata air di WS • Melakukan pemberdayaan masyarakat di sekitar • BPDAS-HL Citarum-
Citarum mata air untuk ikut berperan melindungi Ciliwung
lingkungan mata air dengan melibatkan langsung • BBWS Citarum
masyarakat dan Forum DAS maupun GNKPA
• Belum optimalnya pelaksanaan Gerakan • Melaksanakan sinkronisasi Gerhan/GNRHL di • BPDAS-HL Citarum-
Nasional Rehabilitasi Lahan (Gerhan) di WS Citarum Ciliwung
dalam dan di luar kawasan hutan pada DAS • Mengembangkan kerja sama hulu-hilir dan • BBWS Citarum
bagian hulu dan tengah WS Citarum pengelolaan jasa lingkungan dalam pengelolaan
konservasi sumber daya air
• Belum aktifnya Forum DAS Jawa Barat dan • Pengaktifan dan pelibatan Forum DAS sekota- • Forum DAS
keberlangsungan programnya kabupaten Jawa Barat
• Terdapat rumah tidak layak huni dengan • Membedah rumah yang tidak layak huni dan • Dinas Sosial Prov. Jawa
sanitasi yang buruk perbaikan sanitasi Barat

• Tidak adanya harmonisasi lahan pada WS • Melaksanakan sosialisasi peraturan per undang- • Dinas Bina Marga dan
Citarum sesuai dengan arahan tata ruang undangan terkait dengan penataan ruang Penataan Ruang Provinsi
wilayah Jawa Barat
• Pembahasan Harmonisasi penggunaan lahan • Dinas Bina Marga dan
Penataan Ruang Provinsi
Jawa Barat
• Melaksanakan pemantauan dan pengawasan • Dinas Bina Marga dan
pelaksanaan perundang-undangan terkait dengan Penataan Ruang Provinsi
penataan ruang secara berkelanjutan Jawa Barat
• Memfasilitasi dan membantu relokasi dalam • Dinas Sosial Prov. Jawa
program harmonisasi lahan Barat
• Berkembangnya permukiman dan kegiatan • Melaksanakan pemantauan dan mengawasi • Dinas Bina Marga dan
usaha non pertanian dan alih fungsi lahan pelaksanaan RTRW, membatasi peruntukan Penataan Ruang Provinsi
pertanian (untuk perkotaan, industri) Jawa Barat

Laporan Akhir | 40
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
kawasan melalui pembatasan ijin lokasi, Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB), building code
• Memonitor dan mengawasi pelaksanaan • Dinas Tanaman Pangan
perlindungan lahan pertanian pangan, secara dan Holtikultura Provinsi
berkelanjutan Jawa Barat
• Mengendalikan ijin lokasi dan ijin bangunan, • Dinas Bina Marga dan
serta menerapkan sanksi terhadap pelanggaran Penataan Ruang Provinsi
pelaksanaan alih fungsi lahan secara Jawa Barat
berkelanjutan
• Integrasi penataan ruang dalam pengelolaan • Menetapkan zona daerah rawan bencana • Dinas Bina Marga dan
sumber daya air dengan memasukkan zona- tsunami, rawan banjir, rawan longsor, ke dalam Penataan Ruang Provinsi
zona air ke dalam RTRW RTRW Prov/Kab/Kota. Jawa Barat
Provinsi/Kabupaten
• Belum terakomodirnya rencana • Revisi RTRW terutama rencana struktur ruang • Dinas Bina Marga dan
pembangunan waduk/ reservoir dalam untuk mengakomodir sistem jaringan prasarana Penataan Ruang Provinsi
rencana struktur ruang pada RTRW sumber daya air dengan sumber data milik Jawa Barat
termasuk sistem jaringan prasarana sumber BBWS Citarum dan Dinas PU/ PSDA
daya air Kabupaten/ Provinsi
• Belum terakomodirnya kawasan resapan air, • Menetapkan kawasan yang harus diproteksi dari • Dinas Bina Marga dan
kawasan tangkapan air, kawasan retensi air pembangunan perumahan/ perkotaan, antara lain Penataan Ruang Provinsi
dalam RTRW lokasi calon genangan waduk/ tampungan air, Jawa Barat
kawasan retensi banjir, ke dalam RTRW • BBWS Citarum
Prov/Kab/Kota
• Konsolidasi kepemilikan lahan retensi banjir • Dinas Bina Marga dan
dengan melibatkan BPN Penataan Ruang Provinsi
Jawa Barat
• Terjadinya kerusakan dasar dan alur sungai • Meninventarisasi lokasi pertambangan • Dinas ESDM Provinsi
karena penambangan pasir dan kerikil Jawa Barat
• Memberikan arahan lokasi penambangan di alur • BBWS Citarum
sungai yang sesuai dengan potensinya • Dinas PU/PSDA
Prov/Kab/Kot

Laporan Akhir | 41
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
• Mengkaji ulang terhadap ijin yang sudah • Dinas Lingkungan Hidup
dikeluarkan serta pengaturan ijin dengan Prov. Jawa Barat
memperhatikan kelestarian lingkungan secara
berkelanjutan disertai penegakan hukum.
• Memantau, menerapkan dan melaksanakan • Dinas Lingkungan Hidup
penegakan hukum terhadap pelanggaran Prov. Jawa Barat
penambangan pasir dan kerikil secara
berkelanjutan
• Berkurangya keanekaragaman hayati di WS • Memantau serta menerapkan sanksi terhadap • Dinas Lingkungan Hidup
Citarum pelanggaran terhadap kelestarian Prov. Jawa Barat
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan
• Terjadinya pengambilan air tanah dalam • Melaksanakan pengendalian dan pemantauan • BBWS Citarum
yang melampaui batas dan pemantauan yang pengambilan air tanah • Dinas PU/PSDA
lemah, pada CAT Bandung Soreang, Prov/Kab/Kot
Batujajar, Subang dan Bekasi Karawang • Inventarisasi dan pengeluaran izin pemanfaatan • Dinas Lingkungan Hidup
sehingga terjadi penurunan muka air tanah, air tanah Prov. Jawa Barat
penurunan tanah dan/atau instrusi • Penyediaan kebutuhan air permukaan secara • PDAM
berkelanjutan
• Berkurangnya daerah resapan di bagian hulu • Melindungi dan meningkatkan luas daerah • Dinas Bina Marga dan
dan tengah WS Citarum resapan di bagian hulu dan tengah WS Citarum Penataan Ruang Provinsi
secara berkelanjutan melalui pengendalian IMB Jawa Barat
• Meluasnya perambahan daerah retensi dan • Mengurangi laju perambahan daerah retensi dan • Dinas Bina Marga dan
bantaran sungai untuk hunian dan usaha bantaran sungai kumulatif menjadi 0% Penataan Ruang Provinsi
selain pertanian Jawa Barat
• Menurunnya kualitas air dibandingkan • Melakukan pemantauan, evaluasi melaksanakan • Dinas Lingkungan Hidup
dengan standar baku/ kelas peruntukan penegakan hukum terhadap pelanggar yang Prov. Jawa Barat
sungai (tercemar ringan sampai sedang) melakukan pencemaran
• Belum optimalnya pengelolaan limbah • Melaksanakan sosialisasi peraturan tentang • Dinas Lingkungan Hidup
Industri Limbah cair domestik dan perkotaan syarat kualitas air limbah, dan kewajiban Prov. Jawa Barat
belum diolah sebagaimana mestinya penggunaan IPAL industri, serta mendorong
pembangunan IPAL dan penegakan hukum bagi
pelanggar
Laporan Akhir | 42
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
• Mendorong pembangunan IPAL dan penegakan
hukum bagi pelanggar
• Melaksanakan pengawasan dan penindakan bagi
industri yang tidak mengoperasikan IPAL
miliknya
• Mengembangkan IPAL industri terpadu pada
kawasan industri, dan mengoperasikannya
• Melaksanakan evaluasi Peraturan Daerah terkait
dengan limbah industri dan lingkungan, bila
perlu memperbaharui Peraturan Daerah mengacu
pada peraturan pemerintah terbaru.
• Melaksanakan updating data base lokasi dan jenis
industri, potensi pencemar, IPAL, serta updating
peta lokasi dan jenis industri di WS Citarum
• Melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan
IPAL terpadu Cisirung serta melakukan
pengawasan operasional IPAL dan kualitas
limbah (khususnya logam berat) secara ketat
sesuai baku mutu limbah
• Masih adanya bahaya dari sisa penggunaan • Melaksanakan sosialisasi penggunaan pestisida • Dinas Tanaman Pangan
pupuk dan obat-obatan pertanian dan pupuk sesuai dosis, dan monitoring di dan Holtikultura Provinsi
lapangan Jawa Barat
• Melaksanakan monitoring kandungan pestisida • Dinas Lingkungan Hidup
dan pupuk di saluran irigasi, sungai, situ dan Prov. Jawa Barat
waduk
• Limbah peternakan belum diolah • Melaksanakan pembangunan IPAL peternakan • Dinas Lingkungan Hidup
sebagaimana mestinya dan pemanfaatan limbah ternak (mis. biogas, Prov. Jawa Barat
kompos dsb.)

Laporan Akhir | 43
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
• Belum maksimalnya pengawasan terhadap • Melaksanakan pengawasan dan pemantaun • Dinas Lingkungan Hidup
usaha atau kegiatan yang memiliki izin terhadap izin- izin yang telah dikeluarkan dan Prov. Jawa Barat
lingkungan. meminta agar melaporkan per enam bulan sekali

• Pengelolaan limbah sampah belum optimal • Melaksanakan pengelolaan sampah perkotaan • Dinas Lingkungan Hidup
dan pedesaan secara terpadu melalui sistem 3R Prov. Jawa Barat
(reduce, reuse, recycle), dan Berkelanjutan
• Melaksanakan sosialisasi pelarangan membuang
sampah ke sungai/ badan air lainnya disertai
tindakan hukum bagi Mengembangkan
pengelolaan sampah melalui sistem daur ulang
dan bank sampah oleh swasta dan masyarakat
• Pencemaran DAS atau kerusakan DAS • Melakukan pengawasan dan penegakan hukum • Dinas Bina Marga dan
serta penertiban pemanfaatan ruang dengan Penataan Ruang Provinsi
pengendalian pemanfaatan ruang DAS berdasar Jawa Barat
amanat Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018
dengan target utama (ultimate goals) berupa
menurunnya tingkat pencemaran Sungai Citarum
berdasar Indeks Kualitas Air (IKA)
• Pemantauan Kualitas Air • Dinas Lingkungan Hidup
Prov. Jawa Barat
• Melaksanakan Program dalam Rencana Aksi • Seluruh unit kerja dan
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS instansi
Citarum Tahun 2019-2025
• Terdapat pemanfaatan dan perizinan tata • Menyediakan data ketidaksesuaian pemanfaatan • Dinas Bina Marga dan
ruang yang tidak sesuai ruang pada DAS dan mengeluarkan rekomendasi Penataan Ruang Provinsi
tindak lanjut ketidaksesuaian pemanfaatan ruang Jawa Barat

Laporan Akhir | 44
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
2 Pendayagunaan • Terdapat rumah tidak layak huni dengan • Penyediaan air bersih untuk rumah tidak layak • Dinas Sosial Prov. Jawa
SDA penyediaan air bersih yang tidak memadai huni Barat
• Adanya kekurangan air untuk kebutuhan • Melaksanakan pembangunan sistem jaringan air • PDAM
irigasi dan/atau RKI minum dari waduk Saguling tahap III (1,4
m3/detik), dan melaksanakan OP sistem jaringan
air minum dari waduk Saguling
• Adanya potensi waduk-waduk kecil yang • Melaksanakan pembangunan waduk dan • BBWS Citarum
perlu dikaji lebih lanjut melaksanakan operasi
• Konflik penggunaan air irigasi dan air baku • Melaksanakan alokasi air sesuai kesepakatan • BBWS Citarum
di WS Citarum secara berkelanjutan
• Kerusakan prasarana jaringan irigasi
mengakibatkan tidak efektif dan tidak
efisiennya distribusi air irigasi
• OP prasarana sumber daya air • Melaksanakan OP jaringan irigasi dan • BBWS Citarum
(Irigasi,sungai, situ, dll) belum memadai, memaksimalkan OP Prasarana sumber daya air • Dinas PU/PSDA
berakibat menurunnya fungsi layanan • Mendorong petani pengguna air untuk Prov/Kab/Kot
melakukan swadaya dalam pelaksanaan OP
• Tidak/Belum Optimalnya Kinerja Prasarana • Melaksanakan peningkatan jaringan irigasi • BBWS Citarum
Irigasi • Dinas PU/PSDA
Prov/Kab/Kot
• Keterbatasan air permukaan untuk • Melaksanakan kajian terhadap pemakaian air • Dinas ESDM Prov. Jawa
penyediaan air bersih di Cekungan Bandung tanah di Cekungan Bandung Barat
• Merencanakan dan melaksanakan pengembangan • BBWS Citarum
air tanah untuk kebutuhan air bersih rumah tangga • Dinas PU/PSDA
sesuai kebutuhan dan potensi yang ada Prov/Kab/Kot
• Belum optimalnya pemanfaatan potensi • Melaksanakan inventarisasi potensi dan • Dinas ESDM Prov. Jawa
tenaga air perencanaan pemanfaatan tenaga air Barat
• Melaksanakan konstruksi mini-makro hydro
power

Laporan Akhir | 45
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
3 Pengendalian • Belum adanya Master Plan Sistem • Penyusunan Masterplan Mitigasi Bencana • Badan Penanggulangan
Daya Rusak Pengendalian Banjir secara menyeluruh Bencana Daerah Provinsi
Air pada Sungai Citarum Jawa Barat
• Menurunnya fungsi prasarana pengendali • Melaksanakan OP pada bangunan pengendali • BBWS Citarum
banjir di sungai Citarum banjir • Dinas PU/PSDA
Prov/Kab/Kot
• Penanggulangan darurat akibat bencana • Melaksanakan perbaikan, rehabilitasi, dan • BBWS Citarum
banjir pemeliharaan prasarana pengendali banjir secara • Dinas PU/PSDA
berkelanjutan Prov/Kab/Kot
• Belum optimalnya pemulihan kondisi rumah • Menyediakan alokasi dana untuk reaksi tanggap • Badan Penanggulangan
masyarakat yang menjadi korban setelah darurat Bencana Daerah Provinsi
terjadinya bencana banjir dan longsor Jawa Barat
• Penebangan hutan serta tata guna lahan • Membuat peraturan pengenaan sanksi / denda • Dinas Kehutanan Provinsi
yang terus berubah setiap tahun bagi pelanggaran penebangan hutan dan Jawa Barat
• Bahaya tanah/tebing longsor eksploitasi lahan penyebab kerusakan lereng.
• Pembuangan sampah ke sungai dan saluran • Penyediaan Prasarana Tempat Sampah di • Dinas PU/PSDA
drainase beberapa titik. Prov/Kab/Kota
• Himbauan dan pengenaan sanski kepada
masyarakat yang membuang sampah
sembarangan agar meminimalisir daya rusak air.
4 Sistem • Kurang handalnya database sumber daya air • Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data • BBWS Citarum
Informasi (Hidrologi, Hidrogeologi dan sumber daya air secara handal, terpadu dan
Sumber Daya Hidrometeorologi, Kebijakan sumber daya berkelanjutan
Air air, Prasarana sumber daya air, Teknologi • Mengembangkan SDM Secara berkelanjutan
sumber daya air, Lingkungan sumber daya • Mengoperasikan dan memelihara peralatan yang
air, Kegiatan Sosial, Ekonomi dan Budaya) menunjang SISDA secara berkelanjutan
karena database belum lengkap, SDM dan • Mengevaluasi tingkat kehandalan data saat ini
alat belum memadai, koordinasi/tanggu • Melaksanakan langkah-langkah perbaikan dalam
ngjawab utk kualitas data belum jelas dan rangka pengumpulan, pengolahan dan penyajian
terbatasnya dana.

Laporan Akhir | 46
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
data sumber daya air secara handal, terpadu dan
berkelanjutan
• Melaksanakan pengadaan pegawai dan
meningkatkan kapasitasnya sesuai kebutuhan
• Mengembangkan SDM secara berkelanjutan
• Menginventarisasi peralatan, mengevaluasi
jaringan, melaksanakan rasionalisasi peralatan
dan Pengadaan peralatan baru untuk menunjang
SISDA terpadu
• Mengkoordinasikan data SDA yang berasal dari
instansi-instansi terkait dan menerbitkan buku
data tahunan serta menyediakan data berbasis
web yang mudah diakses secara berkelanjutan
• Menyediakan pedoman tentang SISDA yang
sistematis dan komprehensif
• Menyediakan dana SISDA terpadu untuk
operasional, perbaikan peralatan dan
peningkatan SDM
5 Pemberdayaan • Lunturnya budaya/tradisi masyarakat • Menginvenatrisasi kelompok masyarakat yang • Dinas Kehutanan Provinsi
Masyarakat setempat dalam menjaga kelestarian mempunyai budaya dalam menjaga kelestarian Jawa Barat
kawasan hutan, lingkungan dan sumber daya kawasan hutan, lingkungan, dan sumber daya • BPDAS-HL Citarum-
air air, serta memberikan bimbingan, arahan dan
Ciliwung
pemberdayaan untuk menjaga kelestariannya
secara berkelanjutan
• Mendorong kearifan lokal dalam menjaga
kelestarian alam
• Belum optimalnya Kerjasama hulu-hilir • Mengembangkan, melaksanakan dan memantau • Dinas Kehutanan Provinsi
dalam pelaksanaan konservasi DAS kerjasama kelembagaan hulu-hilir setiap DAS Jawa Barat

• Tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat • Memberikan pelatihan dan keterampilan • Dinas Sosial Prov. Jawa
peningkatan perekonomian masyarakat. Barat
• Memberikan modal usaha kecil

Laporan Akhir | 47
No. Aspek Hasil Analisis Strategi Pengelolaan Penanggung Jawab
• Membuat program jaring pengaman sosial
dengan memberi bantuan bahan pokok buat
masyarakat di bawah garis kemiskinan

Laporan Akhir | 48

Anda mungkin juga menyukai