e-ISSN 2549-6425
JUKEMA
Volume 6 | Nomor 2 | Oktober 2020: 80 - 170
Jurnal
Kesehatan
Masyarakat
Aceh
Aceh Public Health Journal
PKPKM
PUSAT KAJIAN DAN PENELITIAN KESEHATAN MASYARAKAT
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh
JUKEMA Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh
Aceh Public Health Journal
IT Web Jurnal
Devi Kumala, S.Si., M.T.
Penerbit:
Pusat Kajian dan Penelitian Kesehatan Masyarakat (PKPKM)
Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Lantai II, Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA)
Jl. Kampus Muhammadiyah No.91, Batoh, Lueng Bata, Banda Aceh, Aceh
Telp. (0651) 31054, Fax. (0651) 31053
Email: jurnal.jukema@funmuha.ac.id
Website: http://pps-unmuha.ac.id/pusat-kajian-dan-penelitian-kesehatan-masyarakat/
Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh (Aceh Public Health Journal) atau disingkat dengan JUKEMA merupakan kumpulan
jurnal ilmiah yang memuat artikel hasil penelitian atau yang setara dengan hasil penelitian di bidang ilmu kesehatan
masyarakat, ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan. Jurnal ini diterbitkan 2 x dalam setahun (Februari dan Oktober) oleh
PKPKM UNMUHA.
p-ISSN: 2088-1592 | e-ISSN: 2549-6425
Analisis Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Kesehatan Balita Kota Depok Menurut
Segitiga Kebijakan Kesehatan
Gabe Gusmi Aprilla 95-105
Penggunaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil Penerima Dana PKH (Program Keluarga
Harapan) di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2019
Pasyamei Rembune Kala, Melania Hidayat, dan Vera Nazhira Arifin 106-114
Partisipasi Ibu Dalam Bidang Ekonomi terhadap Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia
(Analisis Hasil SDKI 2017)
Agustina Kurniasih dan Ella Nurlaela Hadi 124-132
Hubungan Peran Keluarga, Kondisi Fisik Lansia dan Pengetahuan dengan Cakupan Pelayanan
Kesehatan Lansia di Kecamatan Jaya Baru Banda Aceh
Anwar Arbi, Agustina, Radhiah Zakaria, dan Badrul Laili 164-170
Template JUKEMA
Formulir
Berlangganan
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL DALAM BERPACARAN
PADA REMAJA DI INDONESIA
ABSTRAK
Latar Belakang: Fenomena pacaran pada remaja terus meningkat sejalan dengan meningkatnya perilaku
seksual pranikah dalam berpacaran seperti pegangan tangan, berpelukan, berciuman, petting, dan hubungan
seksual sebelum menikah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan atau faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran pada remaja serta faktor yang paling dominan terhadap
kejadian tersebut. Metode: Penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional, pada remaja laki-laki
dan perempuan (15-24 tahun) di Indonesia yang belum menikah, pernah mempunyai pacar atau sedang
berpacaran dan tercatat sebagai sampel SDKI 2017 dengan total berjumlah 17.374 remaja. Data di analisis
secara univariat, analisis bivariat dengan uji chi square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil: Penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin, usia responden, pendidikan, mempunyai teman yang sudah
pernah melakukan sex sebelum menikah, sikap terhadap keperawanan dan sikap terhadap hubungan seksual
sebelum menikah berpengaruh terhadap perilaku seksual dalam berpacaran pada remaja. Saran: Kepada
pemerintah atau instansi terkait (Dinas Kesehatan dan BKKBN) untuk lebih meningkatkan dan
memaksimalakan program promosi kesehatan reproduksi pada remaja sehingga dapat menurunkan perilaku
seksual sebelum menikah.
Kata Kunci: Remaja, Perilaku Berpacaran, Perilaku Seksual Remaja, Perilaku Seksual Pranikah
ABSTRACT
Background: The phenomenon of dating among adolescents continues to increase in line with the increase in
premarital sexual behaviors in dating such as holding hands, hugging, kissing, petting, andsexual relations
before marriage. This study aims to determine the determinants or factors influence sexual behaviors in dating
in adolescents and the factors that are most dominat in the incident. Methods: This research is quantitative with
a cross-sectional design, in adolescent boys and girls (15-24 years old) in Indonesia who are not married, have
had a boy/girlfriend or are currently dating and were recorded as the sample of the 2017 IDHS with a total of
17.374 adolescents. Data were analyzed by univariate, bivariate analysis with Chi Square test, and multivariate
analysis using logistic regression. Result: Research shows that gender, respondent age, education, having
friends who have had sex before marriage, attitudes towards virginity and attitudes toward sexual relations
before marriage have an effect on sexual behaviors in dating in adolescent. Recommendation: To the
government or related agencies (Health office and BKKBN) to further enhance and maximize reproductive
health promotion programs for adolescents so as to reduce sexual behavior before marriage.
Keywords: Adolescents, Dating Behavior, Adolescent Sexual Behavior, Premarital Sexual Behavior
80
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN sectional (potong lintang) dimana dalam
penelitian potong lintang variabel
Menurut World Health Organization dependen dan independen dinilai secara
(WHO) dan Badan Kependudukan dan bersamaan (Mutiara, dkk., 2008). Data
keluarga Berencana Nasional, remaja yang digunakan adalah data sekunder dari
merupakan penduduk dalam rentang usia Survei Demografi dan Kesehatan
10-24 tahun (BKKBN, 2018). Masa Indonesia-Kesehatan Reproduksi Remaja
remaja adalah masa transisi dari kanak- (SDKI-KRR) tahun 2017 yang dilakukan
kanak ke dewasa dimana terjadi perubahan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
yang paling menonjol yaitu pada proses Kependudukan dan Keluarga Berencana
pematangan organ reproduksi yang akan Nasional (BKKBN, serta Kementerian
berpengaruh terhadap dorongan seksual Kesehatan (Kemenkes).
serta dapat membawa ke dalam masalah Variabel yang akan diteliti terdiri
seksualitas (Irianto, 2015). atas variabel dependen, yaitu perilaku
Berkembangnya dorongan seksual pada seksual dalam berpacaran yang
remaja ini biasanya diekspresikan dengan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu
ketertarikan terhadap lawan jenis yang perilaku seksual berisiko dan tidak
biasanya diwujudkan dengan berpacaran berisiko. Kategori perilaku seksual
(Desi, dkk., 2015). berisiko adalah remaja dalam berpacaran
Dalam berpacaran untuk pernah melakukan petting yaitu meraba
menunjukan kedekatan, ketertarikan, dan /diraba atau merangsang/dirangsang
rasa sayang, diapresiasikan dengan kontak bagian tubuh yang sensitif atau pernah
fisik yang dapat mengarah ke perilaku melakukan hubungan seksual. Sementara
seksual. Tahapan perilaku seksual pada untuk kategori perilaku seksual tidak
masa pacaran dimulai dari berpegangan berisiko adalah remaja dalam berpacaran
tangan, berpelukan, necking, meraba tidak pernah/pernah melakukan pegangan
bagian sensitif, petting, oral seks, hingga tangan, tidak pernah/pernah berpelukan,
sexual intercourse (Mutiara, dkk., 2008). tidak pernah/pernah berciuman, dan tidak
Dari data hasil Survei Demografi pernah melakukan petting serta hubungan
dan Kesehatan Indonesia-Kesehatan seksual. Untuk variabel independen dalam
Reproduksi Remaja (SDKI-KRR) tahun penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
2017 diperoleh bahwa sebagian besar tingkat pendidikan, kategori wilayah
wanita (80%) dan pria (84%) telah tempat tinggal, usia pertama kali pacaran,
berpacaran. Perilaku seksual pranikah sikap terhadap pentingnya menjaga
(pegangan tangan, berpelukan, cium bibir, keperawanan wanita sebelum menikah,
meraba/diraba) pada remaja di tahun 2017 sikap remaja terhadap hubungan seksual
mengalami peningkatan dibandingkan sebelum menikah, dan kepemilikan teman
dengan tahun 2012 yaitu dari 4.5% yang pernah melakukan hubungan seksual
menjadi 5% (BKKBN, 2018). sebelum menikah.
Perilaku seksual pada remaja dapat Populasi dalam penelitian ini adalah
mengakibatkan dampak buruk misalnya seluruh remaja laki-laki dan perempuan di
kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, seluruh Indonesia. Sementara untuk
infeksi menular seksual, bahkan dapat sampelnya yaitu sebanyak 17.374 remaja
berdampak pada kesehatan mental dan yang terdiri atas 9.571 laki-laki dan 7.803
sosial. perempuan. Kriteria untuk menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah responden
METODE PENLITIAN berumur 15-24 tahun, belum menikah,
pernah atau sedang berpacaran, terpilih
Penelitian ini merupakan penelitian menjadi sampel penelitian survei SDKI-
kuantitatif dengan desain penelitian cross KRR tahun 2017, serta menjawab
81
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
kuesioner bagian satu tentang latar kelompok. Sedangkan analisis multivariat
belakang nomor 103, 106,107,108, dan menggunakan analisis regresi logistik
kuesioner bagian tujuh tentang pacaran ganda model prediksi/determinan.
dan perilaku seksual nomor 701, 702, 703,
704, 705, 715, 718, 719, 720, dan 721. HASIL
Metode analisis data menggunakan
analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan tujuan
untuk mendeskripsikan setiap variabel Dari hasil analisis univariat dapat
yang diteliti (Sutanto, 2017). Analisis dilihat gambaran distribusi frekuensi
bivariatnya menggunakan analisis uji chi masing-masing variabel yang diteliti.
square yang bertujuan untuk menguji Seperti dalam Tabel 1 berikut.
perbedaan persentase antara dua
Variabel N %
Perilaku Seksual dalam Berpacaran
Belum/Tidak berisiko (pegangan tangan, berpelukan, berciuman bibir) 13.873 79.8
Berisiko (petting dan atau melakukan hubungan seksual) 3.501 20.2
Jenis Kelamin
Laki-Laki 9.571 55.1
Perempuan 7.803 44.9
Usia
15-19 tahun 10.237 58.9
20-24 tahun 7.137 41.1
Tingkat Pendidikan
Rendah (Tidak sekolah, SD, SMP) 3.161 18.2
Tinggi (SMA, PT) 14.213 81.8
Wilayah Tempat Tinggal
Perkotaan 10.230 58.9
Pedesaan 7.144 41.1
Usia Pertama Kali Pacaran
< mean 9.845 56.7
≥ mean 7.529 43.3
Mempunyai Teman yang Sudah Melakukan Hubungan Seksual
Sebelum Menikah
Punya 11.326 65.2
Tidak Punya 6.048 34.8
Sikap terhadap Keperawanan
Setuju 17.156 98.7
Tidak Setuju 218 1.3
Sikap terhadap Hubungan Seksual Sebelum Menikah
Tidak Setuju 13.018 74.9
Setuju 4.356 25.1
82
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
pendidikan tinggi (81.1%) dan selebihnya pernah melakukan hubungan seksual
18.2% berpendidikan rendah (tidak sebelum menikah, 98.7% setuju terhadap
sekolah, SD, dan SMP). Untuk wilayah pentingnya menjaga keperawanan wanita
tempat tinggal, responden yang tinggal di sebelum menikah, dan 74.9% tidak setuju
daerah perkotaan sedikit lebih banyak terhadap hubungan seksual sebelum
daripada yang tinggal dipedesaan menikah.
(perkotaan 58.9% dan pedesaan 41.1%).
Semua responden dalam penelitian Analisis Bivariat
ini sudah pernah atau sedang berpacaran.
Usia pertama kali pacaran pada remaja Dalam penelitian ini, analisis
lebih banyak pada rentang usia dibawah 15 bivariat yang digunakan adalah analisis
tahun (dibawah nilai mean) yaitu sebesar chi-square untuk menguji perbedaan
56.7% dan yang diatas umur rata-rata proporsi antara dua kelompok dalam setiap
pertama kali pacaran sebesar 43.3%. Dari variabel independennya. Pada uji bivariat
semua responden ada 56.2% remaja ini menggunakan besar alpha 5% dan
mengakui mempunyai teman yang sudah derajat kepercayaan 95%.
Perilaku Perilaku
Seksual Dalam Seksual
P-
Variabel Berpacaran dalam OR (95% CI)
Value
(Tidak Berpacaran
Berisiko) (Berisiko)
Variabel Independen N % N %
Jenis Kelamin
Perempuan 7218 92.5 585 7.5 5.406
0.0001
Laki-Laki 6655 69.5 2916 30.5 (4.917-5.944)
Usia
15-19 tahun 8894 86.9 1343 13.1 2.870
0.0001
20-24 tahun 4979 69.8 2158 30.2 (2.659-3.098)
Pendidikan
Tinggi (SMA, PT) 2366 74.8 795 25.2 1.429
0.0001
Rendah (Tidak sekolah, SD, SMP) 11507 81 2706 19 (1.305-1.564)
Wilayah Tempat Tinggal
Perkotaan 8215 80.3 2015 19.7 1.071
0.078
Pedesaan 5658 79.2 1486 20.8 (0.993-1.154)
Usia Pertama Kali Pacaran
< mean 7899 80.2 1946 19.8 1.057
0.154
≥ mean 5974 79.3 1555 20.7 (0.981-1.138)
Mempunyai Teman yang Sudah
Berhungan Seksual Sebelum
Menikah
Tidak Punya 5688 94 360 6.0 6.063
0.0001
Punya 8185 72.3 3141 27.7 (5.409-6.797)
Sikap terhadap Keperawanan
Setuju 13781 80.3 3375 19.7 5.592
0.0001
Tidak Setuju 92 42.2 126 57.8 (4.263-7.336)
83
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
Tabel 2. Lanjutan
Perilaku Perilaku
Seksual dalam Seksual
P-
Variabel Berpacaran dalam OR (95% CI)
Value
(Tidak Berpacaran
Berisiko) (Berisiko)
Variabel Independen N % N %
Sikap terhadap Hubungan Seksual
Sebelum Menikah
Tidak Setuju 11548 88.7 1470 11.3 6.862
0.0001
Setuju 2325 53.4 2031 46.6 (6.331-7.438)
Dari hasil analisis bivariat pada sebelum menikah berpeluang enam kali
Tabel 2 dapat diketahui bahwa tidak ada lebih besar untuk berperilaku berisiko
hubungan antara wilayah tempat tinggal (p dibanding dengan yang tidak punya.
value: 0.078) serta usia pertama kali Remaja yang tidak setuju akan menjaga
pacaran (p value: 0.154) dengan perilaku keperawanan sebelum menikah berpeluang
seksual dalam berpacaran karena nilai p 5.6 kali untuk berperilaku berisiko dalam
value lebih besar dari 0.05. Ada hubungan berpacaran dibanding dengan yang setuju,
antara jenis kelamin (p value=0.0001), nilai OR dari variabel ini sebesar 5.592
usia remaja (p value=0.0001), pendidikan (95% CI: 4.263-7.336). Nilai OR untuk
(p value=0.0001), mempunyai teman yang variabel sikap terhadap hubungan seksual
sudah berhubungan seksual sebelum sebelum menikah sebesar 6.862 (95% CI:
menikah (p value=0.0001), sikap terhadap 6.331-7.438) diartikan bahwa remaja yang
keperawanan (p value=0.0001) dan sikap setuju akan hubungan seksual sebelum
terhadap hubungan seksual sebelum pernikahan memiliki risiko 6.8 kali untuk
menikah jenis kelamin (p value=0.0001) berperilaku berisiko dalam berpacaran
terhadap perilaku seksual remaja dalam dibandingkan remaja yang tidak setuju
berpacaran. akan hubungan seksual sebelum
Kemudian untuk besarnya nilai Odds pernikahan.
Ratio (OR), untuk variabel jenis kelamin
sebesar 5.406 (95% CI: 4.917-5.944) Analisis Multivariat
artinya remaja laki-laki lebih berpeluang
untuk melakukan perilaku berisiko 5.4 kali Analisis multivariat yang digunakan
lebih besar daripada remaja perempuan. adalah regresi logistik ganda dengan
Untuk variabel usia nilai OR nya sebesar model determinan. Dari analisis ini akan
2.870 (95% CI: 2.659-3.098) yang berarti diperoleh variabel independen yang
remaja berusia 20-24 tahun lebih berisiko dianggap terbaik untuk memprediksi
2.87 kali lebih besar daripada remaja yang kejadian dependennya. Langkah awal dari
berumur 15-19 tahun. Nilai OR dari pemodelan ini adalah analisis bivariat
variabel pendidikan diperoleh 1.429 (95% antara masing-masing variabel independen
CI: 1.305-1.564) diartikan bahwa remaja dengan variabel dependennya. Bila hasil
yang memiliki pendidikan rendah 1.4 kali uji mempunyai nilai p < 0.25 maka
akan cenderung berperilaku berisiko dalam variabel tersebut dapat masuk ke model
berpacaran dibanding dengan remaja yang multivariat. Dari Tabel 3 diketahui bahwa
pendidikannya tinggi. Variabel seluruh variabel independennya
kepemilikan teman, mempunyai nilai OR mempunyai nilai p value < 0.25 yang
sebesar 6.063 (95% CI: 5.409-6.797) artinya seluruh variabel tersebut masuk ke
artinya remaja yang mempunyai teman dalam analisis multivariat.
yang pernah melakukan hubungan seksual
84
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
Tabel 3. Hasil Seleksi Bivariat Variabel Dependen dengan Variabel Independen
85
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
terhadap kejadian perilaku seksual remaja. penelitian ini dan dengan penelitian lain
Remaja yang berumur 20-24 tahun lebih yang menyatakan bahwa teman sebaya
cenderung untuk melakukan perilaku memiliki hubungan signifikan dengan
berisiko saat berpacaran. Hal ini sejalan perilaku seksual remaja (Kirana, dkk.,
dengan penelitian lain yang serupa yang 2014).
menyebutkan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara usia dengan perilaku KESIMPULAN DAN SARAN
seksual pranikah (Lestary, dkk., 2011).
Sikap terhadap menjaga keperawanan Kesimpulan
merupakan pendapat atau penilaian
seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan Berdasarkan hasil penelitiann terhadap
dengan upaya menjaga keperawanan determinan perilaku seksual dalam
dengan tidak melakukan hubungan seksual berpacaran pada remaja di Indonesia
sebelum menikah (Bersamin et al., 2005). menunjukan bahwa jenis kelamin, usia
Sehingga remaja yang mempunyai sikap responden, pendidikan, mempunyai teman
positif (setuju menjaga keperawanan dan yang sudah pernah melakukan sex sebelum
setuju untuk tidak melakukan hubungan menikah, sikap terhadap keperawanan dan
seksual sebelum menikah) akan cenderung sikap terhadap hubungan seksual sebelum
menghindari perilaku seksual selama menikah berpengaruh terhadap perilaku
berpacaran seperti hasil yang didapat seksual dalam berpacaran pada remaja.
dalam penelitian ini. Hasil ini sejalan Variabel yang dominan atau paling besar
dengan penelitian lain yang menunjukan pengaruhnya yaitu variabel sikap terhadap
bahwa adanya hubungan yang signifikan hubungan seksual sebelum menikah (Odd
antara sikap remaja terhadap keperawanan Ratio: 4.930).
dengan perilaku seksual pada remaja
(Desi, dkk., 2015). Saran
Jika dilihat secara teori pendidikan
berpengaruh terhadap tingkat pemahaman Disarankan kepada pemerintah atau
dan pengetahuan seseorang. Pendidikan instansi terkait (Dinas Kesehatan, dan
mempengaruhi proses belajar, semakin BKKBN) untuk lebih meningkatkan dan
tinggi pendidikan seseorang, semakin memaksimalkan program promosi
mudah orang tersebut menerima informasi kesehatan reproduksi pada remaja
baik dari orang lain maupun media massa sehingga dapat menurunkan perilaku
(Notoatmodjo, 2010). Sehingga seksual sebelum menikah.
seharusnya seseorang yang memiliki
pendidikan tinggi dapat lebih berperilaku DAFTAR PUSTAKA
positif. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian ini yang menyatakan bahwa 1. Bersamin, M. M., Walker, S., Waiter
remaja yang berpendidikan rendah E. D., Fisher, D. A., Grube, J. W.,
cenderung untuk melakukan perilaku Promising to Wait: Virginity
seksual yang berisiko. Pledges and Adolescent Sexual
Sering kali untuk dapat diterima oleh Behavior. Journal of Adolescent
teman-teman sebaya, remaja akan Health; 2005, Vol. 36, No. 5, p.p.
melakukan hal yang sama dengan teman- 428-36.
temannya tersebut. Perilaku seksual pada 2. BKKBN, Badan Pusat Statistik,
remaja sangat dipengaruhi oleh teman Kementerian Kesehatan Republik
sebaya. Remaja yang memiliki teman yang Indonesia, Survei Demografi dan
pernah melakukan hubungan seksual akan Kesehatan Indonesia 2017:
cenderung untuk berperilaku risiko saat Kesehatan Reproduksi Remaja,
berpacaran. Hal ini sejalan dengan hasil Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2018.
86
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 80-87 e-ISSN 2549-6425
3. Desi, R., Sutanto, P., Sikap Remaja 13. Siti, M., Pengaruh Riwayat
terhadap Keperawanan dan Konsumsi Alkohol terhadap
Perilaku Seksual dalam Perilaku Hubungan Seksual
Berpacaran, Jurnal Kesehatan Pranikah pada Remaja Umur 15-24
Masyarakat Nasional; 2015, Vol. 10, tahun di Indonesia (Analisis Data
No. 1. SDKI-KRR 2017), Tesis, Universitas
4. Irianto, K., Kesehatan Reproduksi Inodesia; 2019.
Teori dan Praktikum, Bandung: CV
Alfabeta; 2015.
5. Kirana, U., Yusad, Y., Mutiara, E.,
Pengaruh Akses Situs Porno dan
Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Seksual Remaja di SMA Yayasan
Perguruan Kesatria Medan Tahun
2014, Jurnal Gizi, Kesehatan
Reproduksi dan Epidemiologi; 2014,
Vol. 1, No. 4, p.p. 1-8.
6. Lestary, H., Sugiharti, Perilaku
Berisiko Remaja di Indonesia
Menurut Survey Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia
(SKRRI) Tahun 2007, Jurnal
Kesehatan Reproduksi; 2011, Vol. 1,
No. 3, p.p. 136-144.
7. Musthofa, S. B., Winarti, P., Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Seks
Pranikah Mahasiwa di Pekalongan
Tahun 2009-2010, Jurnal Kesehatan
Reproduksi; 2010, Vol. 1, No. I, p.p.
33-41.
8. Mutiara W., Maria K. dan Karwati.
Gambaran Perilaku Seksual dengan
Orientasi Heteroseksual Mahasiswa
Kos di Kecamatan Jatinagor
Sumedang. Nursing Journal of
Padjajaran University; 2008, Vol. 10,
No. 18.
9. Notoatmodjo, S., Promosi Kesehatan
Teori dan Aplikasi, Jakarta: Rineka
Cipta; 2010.
10. Notoatmodjo, S., Metodologi
Penelitian Kesehatan, Jakarta:
Rineka Cipta; 2012.
11. Notoatmodjo, S., Promosi Kesehatan
Teori dan Aplikasi, Jakarta: Rineka
Cipta; 2010.
12. Sutanto, P., Analisis Data pada
Bidang Kesehatan, Jakarta: Rajawali
Pers; 2017.
87
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 88-94 e-ISSN 2549-6425
FAKTOR TERJADINYA PENULARAN TB KONTAK SERUMAH
DI KABUPATEN ACEH BESAR
ABSTRAK
Latar Belakang: Pada tahun 2017 di seluruh Provinsi Aceh ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+)
sebanyak 3.410 kasus. Kejadian TB paru di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2016 terdapat 296 orang
penderita, kemudian pada tahun 2017 diketahui adanya peningkatan kasus TB paru menjadi 312 orang dan
kasus TB paru kembali meningkat pada tahun 2018 menjadi 483 kasus, Puskesmas Ingin Jaya, Baitussalam dan
Kuta Baro merupakan Puskesmas dengan kasus TB terbanyak. Faktor risiko penularan tuberkulosis adalah
faktor lingkungan dan faktor perilaku. Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan
study case control yang dilakukan pada bulan Agustus 2019 di Puskesmas Ingin jaya, Kuta Baro dan
Baitussalam. Partisipan dalam penelitian ini adalah penderita TB dugaan kontak serumah sebanyak 14 orang
(kelompok case) dan 42 penderita TB non kontak serumah (kelompok kontrol). Hasil: Hasil penelitian diketahui
ada hubungan dengan lama kontak dengan penderita (p value 0.013), kepatuhan minum obat (p value 0.015),
kebiasaan buang dahak/batuk (p value 0.007), ventilasi rumah (p value 0.005), kepadatan hunian (p value 0.012)
dan status gizi (p value 0.012) dengan terjadinya penularan TB kontak serumah di 3 wilayah kerja Puskesmas.
Saran: Disarankan kepada Seksi Program Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Aceh Besar agar
dapat membuat suatu kebijakan dalam pengobatan TB paru.
ABSTRACT
Background: In 2017 in all provinces of Aceh, there were 3.410 new positive BTA (BTA +) cases. The incidence
of pulmonary TB in Aceh Besar District in 2016 there were 296 patients, then in 2017 an increase in pulmonary
TB cases occurred to 312 people and lung tuberculosis cases increased again in 2018 to 483 cases, Puskesmas
Ingin Jaya, Baitussalam and Kuta Baro were Puskesmas with the most TB cases. Risk factors for tuberculosis
transmission are environmental and behavioral factors. Methods: This research is a quantitative study using a
case control study conducted in August 2019 at Ingin Jaya Health Center, Kuta Baro and Baitussalam.
Participants in this study were 14 people with suspected domestic contact (case group) and 42 patients with
non-domestic contact (control group). Result: The results of the study are known to have a relationship with the
duration of contact with the patient (p value 0.013), compliance with medication (p value 0.015)
Sputum/coughing habits (p value 0.007), home ventilation (p value 0.005), Occupancy density (p value 0.012)
and nutrition status (p value 0.012) with the occurrence of spawning contact household in 3 health centers.
Recommendation: It is recommended that the Communicable Disease Eradication Program Section of the Aceh
Besar Health Office be able to make a policy in the treatment of pulmonary TB.
88
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 88-94 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN keluarga, temuannya juga menunjukkan
keluarga itu investigasi kontak dapat
Tuberkulosis masih merupakan membantu mendiagnosis TB pada tahap
penentu morbiditas dan mortalitas di sebelumnya.
seluruh dunia. diperkirakan sepertiga dari Penelitian lainnya yang dilakukan
orang di dunia telah terinfeksi oleh Teixeira et al. (2001) mengenai
Mycobacterium tuberculosis-TBC (Wood infeksi dan penyakit di antara kontak
et al., 2010). Tuberkulosis adalah rumah tangga pasien dengan tuberkulosis
penyebab utama kesembilan kematian di yang resistan terhadap beberapa obat
seluruh dunia dan penyebab utama dari menyebutkan bahwa prevalensi infeksi TB
agen infeksi tunggal. Pada tahun 2016, dan pengembangan menjadi TB aktif di
diperkirakan ada 1.3 juta kasus kematian antara kontak rumah tangga yang terpapar
akibat TB yang menunjukkan adanya dengan kasus DS dan MDR-TB adalah
penurunan kematian akibat TB sekitar 3% sebanding, walaupun durasi kontak yang
pertahun. (WHO, 2017). Indonesia lebih lama dari kontak dengan kasus
merupakan salah satu dari 10 negara yang indeks pada pasien dengan TB-MDR.
tertinggi kasus TB paru dan TB-MDR Penderita TB paru dapat menyebarkan
(Idrus et al., 2017). Menurut Riset kuman ke udara dalam bentuk percikan
Kesehatan Dasar pada tahun 2013 dahak (droplet nuclei) pada waktu batuk
prevalensi penduduk Indonesia yang atau bersin, sekali batuk dapat
menderita TB paru adalah 0.4%. menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak
(Kementerian Kesehatan, 2013). (Narasimhan et al., 2013). Percikan dahak
Pada tahun 2017 di seluruh Provinsi yang mengandung kuman dapat bertahan
Aceh ditemukan jumlah kasus baru BTA di udara pada suhu kamar selama beberapa
positif (BTA+) sebanyak 3.410 kasus. jam. Orang dapat terinfeksi jika percikan
Jumlah ini menurun dibandingkan kasus dahak itu terhirup dalam saluran
baru BTA+ yang ditemukan tahun 2016 pernafasan. Satu penderita TB paru BTA
sebanyak 4.023 kasus. Jumlah kasus (+) berpotensi menularkan kepada 10-15
tertinggi yang dilaporkan terdapat di orang per tahun sehingga kemungkinan
Kabupaten Pidie sebanyak 351 kasus, setiap kontak dengan penderita akan
diikuti Aceh Besar sebanyak 302 kasus tertular (Narasimhan et al., 2013). Apabila
Kejadian TB paru di Kabupaten Aceh penderita TB paru BTA (+) batuk maka
Besar pada tahun 2016 terdapat 296 orang ribuan bakteri tuberkulosis berhamburan
penderita, kemudian pada tahun 2017 bersama “droplet” napas penderita yang
diketahui adanya peningkatan kasus TB bersangkutan sehingga berpotensi
paru menjadi 312 orang dan kasus TB paru menularkan ke orang lain (Indreswari &
kembali meningkat pada tahun 2018 Suharyo, 2012).
menjadi 483 kasus. Puskesmas Ingin Jaya, Menurut Achmadi (2013) derajat
Baitussalam dan Kuta Baro merupakan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
Puskesmas dengan kasus TB terbanyak faktor yaitu lingkungan, perilaku,
(Dinkes Aceh Besar, 2018). pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor
Penularan TB paru sering terjadi pada paling besar yang mempengaruhi derajat
orang yang tinggal dalam rumah dengan kesehatan adalah faktor lingkungan dan
kepadatan yang tinggi, ventilasi rumah perilaku masyarakat sendiri yang dapat
yang buruk, wabah penyakit TB juga dapat merugikan kesehatan. Penyakit
tertular di tempat keramaian termasuk tuberkulosis merupakan penyakit menular
cafe/bar, rumah sakit, sekolah, pesawat yang berbasis lingkungan, faktor risiko
dan bus sekolah (Kline et al., 1995). penularan tuberkulosis adalah faktor
Menurut temuan Wang & Lin (2000) lingkungan meliputi ventilasi, kepadatan
risiko relatif tinggi penularan TB antar hunian, suhu, pencahayaan dan
89
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 88-94 e-ISSN 2549-6425
kelembaban, sinar matahari dan kecepatan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Penyebab
angin. Sedangkan faktor perilaku meliputi Terjadinya Penularan TB Kontak
kebiasaan merokok, meludah atau Serumah di Kabupaten Aceh Besar
membuang dahak di sembarang tempat,
batuk atau bersin tidak menutup mulut dan Variabel n (%) OR P
Penelitian
kebiasaan tidak membuka jendela. Lama Kontak
≤ 6 bulan 24 (42.9)
METODE PENELITIAN > 6 bulan 32 (57.1) 12 0.013
Kepatuhan
Minum Obat
Jenis penelitian ini adalah penelitian
Patuh 47 (84)
kuantitatif dengan menggunakan case
Tidak Patuh 9 (16) 14.2 0.015
control study yaitu penelitian yang
mengkaji hubungan antara efek (dapat Kebiasaan Buang
Dahak
berupa penyakit atau kondisi kesehatan)
Baik 42 (75)
tertentu dengan faktor risiko tertentu,
Kurang Baik 14 (53.4) 8.9 0.007
pengumpulan data dilakukan di tiga
Perilaku
Puskesmas di Kabupaten Aceh Besar Batuk/Bersin
yaitu Puskesmas Ingin Jaya, Puskesmas
Baik 20 (35.7)
Kuta Baro dan Puskesmas Baitussalam,
Kurang Baik 36 (64.3) 2.6 0.19
dipilihnya tiga Puskesmas tersebut karena Ventilasi Rumah
kasus TB paru paling banyak ditemukan Memenuhi Syarat 39 (69.9)
pada tiga Puskesmas tersebut, sehingga Tidak Memenuhi
17 (30.4) 19.7 0.005
lokasi Puskesmas tersebut sangat relevan Syarat
dengan studi ini. Studi ini dilakukan pada Kepadatan
Agustus tahun 2019. Hunian
Memenuhi Syarat 44 (78.6)
Ada pun responden dalam studi ini
Tidak Memenuhi
adalah terdiri dari 14 penderita TB dengan Syarat
12 (21.4) 5.8 0.012
kontak serumah yaitu terdapat dua Status Gizi
penderita TB dalam satu rumah (kelompok Normal 41 (73.2)
case) karena dianggap sesuai dengan Kurus 15 (26.8) 7.5 0.012
kriteria yang diharapkan dan 42 orang
penderita TB yaitu penderita dengan satu Secara statistik ada hubungan lama
orang penderita TB di dalam rumah kontak dengan penularan infeksi
(kelompok kontrol) yang kemungkinan Mycobacterium tuberculosis pada kontak
terjadinya penularan TB berasal dari faktor serumah (p value=0.018; OR=12; 95% CI:
luar rumah, dengan perbandingan 1.53-98.92) bahwa responden lama kontak
kelompok 1:3. Analisis yang digunakan dengan penderita TB > 6 bulan akan
dalam studi ini adalah univariat dan berisiko tertular TB paru 12 kali kepada
bivariat dengan menggunakan aplikasi anggota keluarga didalam rumah. Status
STATA. pengobatan secara statistik menunjukkan
ada hubungan dengan penularan TB pada
HASIL kontak serumah (p value=0.015; OR=14.2;
95% CI: 1.68-120) bahwa responden status
Dari hasil yang didapat yang pengobatan yang tidak patuh akan berisiko
kemudian dianalisis secara univariat dan menularkan TB paru kepada anggota
bivariat menunjukkan penyebab terjadinya keluarga lain sebesar 14 kali lebih besar
penularan TB kontak serumah adalah dibandingkan dengan PenderitaTB yang
sebagai berikut: patuh. Ada hubungan antara kebiasaan
90
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 88-94 e-ISSN 2549-6425
membuang dahak dengan penularan TB menemukan pasien yang telah tinggal
pada kontak serumah (p value=0.007; dengan pasien TB selama kurang dari dua
OR=8.9; 95% CI: 1.83-43.3) bahwa tahun (59%) lebih mungkin melaporkan
responden yang membuang dahak kurang penularan TB dari ibu ke anak,
baik hampir 9 kali berpeluang menularkan dibandingkan dengan 41.2% dari mereka
penyakit TB pada anggota keluarga yang telah berada di daerah tersebut
dibandingkan dengan responden selama lebih dari dua tahun. Kontak
membuang dahak dengan baik. serumah dengan penderita TB paru secara
Perilaku batuk/bersin secara statistik tidak langsung berhubungan dengan dosis
menunjukkan tidak ada hubungan dengan respon, karena semakin lama seseorang
penularan TB pada kontak serumah (p kontak dengan penderita TB paru BTA
value=0.19; OR=2.6 95%; CI: 0.61-11.04) positif semakin banyak terpapar dengan
bahwa responden perilaku batuk/bersin kuman TB paru dan akan menimbulkan
kurang baik akan berpeluang menularkan risiko terkena penyakit TB paru. Dengan
TB paru kepada anggota keluarga lain semakin lama kontak dengan penderita TB
hampir tiga kali lebih besar dibandingkan maka risiko penyebaran kuman dari
dengan penderita TB yang perilaku penderita kepada anggota keluarga lain
batuk/bersin baik. Ada hubungan antara juga semakin besar
ventilasi rumah dengan penularan TB pada
kontak serumah (p value=0.005; OR=19.7 Kepatuhan Minum Obat
95%; CI: 2.46-158.5) bahwa ventilasi
rumah responden yang tidak memenuhi Penghentian pengobatan sebelum
syarat berpeluang hampir 20 kali waktunya (drop out) di Indonesia
menularkan penyakit TB pada anggota merupakan faktor terbesar dalam
keluarga dibandingkan dengan responden kegagalan pengobatan penderita TBC yang
yanng ventilasi rumahnya memenuhi besarnya 50%. Masalah yang di timbulkan
syarat. oleh drop out tuberkulosis adalah
Kepadatan penghuni secara statistik resistensi obat yaitu kemunculan strain
menunjukkan ada hubungan dengan resisten obat selama pengobatan dan
penularan TB pada kontak serumah (p penderita tersebut merupakan sumber
value=0.012; OR=5.8; 95% CI: 1.48- infeksi untuk individu yang tidak terinfeksi
23.11) bahwa responden yang tinggal di TB. Bila pengobatan TB tidak tuntas,
rumah dengan tingkat kepadatan hunian penderita akan mengidap TB lagi atau
tidak memenuhi syarat berpeluang hampir kambuh, sehingga menjadi sulit
enam kali lebih besar menularkan penyakit disembuhkan dan dapat menularkan TB itu
TB pada anggota keluarga lain. Status gizi kepada lebih banyak orang didalam rumah
secara statistik menunjukkan ada (Nugroho, 2011).
hubungan dengan penularan TB pada Apabila TB paru ini tidak diobati
kontak serumah (p value=0.012; OR=7.5; maka akan menyebabkan kematian bagi
95% CI: 1.55-36.97). penderita dan berdampak negatif juga bagi
keluarga serta lingkungan sekitar, karena
PEMBAHASAN bisa menularkan bakteri TB paru kepada
anggota keluarga dan masyarakat yang lain
Lama Kontak dengan Penularan TB (Fajri, 2013). Ketidakpatuhan untuk
berobat secara teratur bagi penderita TB
Sejalan dengan penelitian yang paru tetap menjadi hambatan untuk
dilakukan Susilowati (2012) lama kontak mencapai angka kesembuhan yang tinggi.
>6 bulan dengan penderita berisiko 3.5 Menghadapi permasalahan ini dan sesuai
kali lebih besar tertular TB. Penelitian rekomendasi WHO, pemerintah
yang dilakukan oleh Kaona et al (2004) menerapkan strategi DOTS (Directly
91
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 88-94 e-ISSN 2549-6425
Observed Treatment Short Course) untuk juga sebagai lubang pencahayaan dari luar,
menanggulangi penyakit TB paru di menjaga aliran udara di dalam rumah
masyarakat (Lendira, 2011 dalam Fajri, tersebut tetap segar. Menurut indikator
2013). pengawasan rumah, luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10%
Kebiasaan Buang Dahak/Batuk luas lantai rumah dan luas ventilasi yang
tidak memenuhi syarat kesehatan adalah
Penelitian Wulandari et al. (2015) <10% luas lantai rumah. Luas ventilasi
yang menyebutkan ada hubungan antara rumah yang <10% dari luas lantai (tidak
kebiasaan membuang dahak di tempat memenuhi syarat kesehatan) akan
terbuka dengan penularan TB paru. mengakibatkan berkurangnya konsentrasi
Sedangkan Handayani (2019) mengatakan oksigen dan bertambahnya konsentrasi
kebiasaan meludah disembarang tempat karbon dioksida yang bersifat racun bagi
ada hubungan dengan terjadinya penularan penghuninya (Kemenkes, 2005). Tidak
TB paru pada narapidana di lembaga cukupnya ventilasi akan menyebabkan
permasyarakatan narkotika Jakarta. peningkatan kelembaban ruangan karena
Kuman TB paru menyebar melalui terjadinya proses penguapan cairan dai
percikan dahak (droplet) yang dihasilkan kulit dan penyerapan.
oleh seorang penderita ketika batuk, bersin Kelembaban ruangan yang tinggi akan
ataupun meludah sembarangan. Di udara menjadi media yang baik untuk tumbuh
kuman tersebut dapat bertahan selama dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri
beberapa jam kecuali bila terkena sinar patogen termasuk kuman tuberkulosis.
matahari langsung. Seseorang dapat Tidak adanya ventilasi yang baik pada
terinfeksi bila droplet tersebut terhirup dan suatu ruangan makin membahayakan
masuk ke dalam saluran pernafasan. kesehatan atau kehidupan, jika dalam
Semakin tinggi konsentrasi kuman maka ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh
semakin tinggi daya penularannya bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis
(Martiana et al., 2007). Sumber penularan atau berbagai zat kimia organik atau
adalah penderita tuberkulosis BTA positif, anorganik (Fatimah, 2008).
pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam Kepadatan Hunian
bentuk droplet (percikan dahak).
Orang yang tinggal di rumah yang
Ventilasi Rumah padat penghuni berisiko dua kali lebih
besar terkena tuberkulosis dibandingkan
Secara statistik ada hubungan antara orang yang tinggal dirumah yang tidak
ventilasi rumah dengan penularan TB pada padat penghuni (Sejati & Sofiana, 2015).
kontak serumah, penelitian yang dilakukan Achmadi (2013) menjelaskan bahwa
oleh Hera (2013) dalam Butiop et al. kepadatan merupakan pre-requisite untuk
(2015) di wilayah kerja Puskesmas Wara proses penularan penyakit. Semakin padat,
Utara Kota Palopo bahwa variabel maka perpindahan penyakit khususnya
ventilasi secara statistik menunjukkan penyakit melalui udara akan semakin
odds ratio sebesar 36.417 bahwa risiko mudah dan cepat. Oleh sebab itu,
untuk menderita tuberkulosis paru 36 kali kepadatan dalam rumah tempat tinggal
lebih tinggi pada masyarakat yang merupakan variabel yang berperan dalam
memiliki kondisi ventilasi <10% dari luas kejadian TB Paru. Menurut Kepmenkes RI
lantai dibandingkan yang memiliki No. 829/ MENKES/SK/VII/1999
ventilasi ≥10% dari luas lantai. menyatakan bahwa luas ruang tidur
Jendela dan lubang ventilasi selain minimal 8m2 dan tidak dianjurkan
sebagai tempat keluar masuknya udara digunakan lebih dari dua orang tidur dalam
92
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 88-94 e-ISSN 2549-6425
satu ruang tidur, kecuali anak di bawah serumah yaitu lama kontak dengan
umur lima tahun (Nurwanti & Wahyono, penderita, kepatuhan minum obat,
2016). kebiasaan buang dahak, ventilasi yang
tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian
Status Gizi dalam rumah dan status gizi.
93
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 88-94 e-ISSN 2549-6425
Journal of Medicine; 1995, Vol. 333,
No. 4, p.p. 222-227.
7. Narasimhan, P., Wood, J., MacIntyre
C. R., Mathai, D., Risk Factors for
Tuberculosis, Pulmonary Medicine;
2013.
8. Susilowati, T., Faktor-faktor yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian
Tuberculosis di Kecamatan
Kaliangkrik Magelang (Studi
Tentang Kontak Langsung dengan
Pasien BTA Positif Tuberculosis),
Jurnal Komunikasi Kesehatan (Edisi
3); 2012, Vol. 2, No. 2.
9. Wang, P. D., Lin, R. S., Tuberculosis
Transmission in the Family, Journal
of Infection; 2000, Vol. 41, No. 3, p.p.
249-251.
10. Wulandari, A. A., Nurjazuli, N., Adi
M. S., Faktor Risiko dan Potensi
Penularan Tuberkulosis Paru di
Kabupaten Kendal, Jawa Tengah,
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia; 2015, Vol. 14, No. 1, p.p.
7-13
11. WHO, Global Tuberculosis Report;
2017.
12. Wood, R., Johnstone-Robertson, S.,
Uys, P., Hargrove, J., Middelkoop, K.,
Lawn, S. D., Bekker, L. G.,
Tuberculosis Transmission to
Young Children in a South African
Community: Modeling Household
and Community Infection Risks,
Clinical Infectious Diseases; 2010,
Vol. 51, No. 4, p.p. 401-408.
94
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
ANALISA KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
PELAYANAN KESEHATAN BALITA KOTA DEPOK MENURUT
SEGITIGA KEBIJAKAN KESEHATAN
ABSTRAK
Latar Belakang: Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan (SPM) merupakan ketentuan mengenai jenis
dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib Pemerintah Kab/Kota kepada setiap warga negara
secara minimal. Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menerapkan
Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan. Tujuan penelitian untuk mendapatkan informasi tentang
implementasi pelayanan minimal bidang kesehatan khususnya pelayanan kesehatan Balita. Metode: Kajian ini
dilakukan dengan metode kualitatif dengan menggunakan data sekunder berupa data profil kesehatan kota
Depok tahun 2018. Hasil: Cakupan pelayanan kesehatan anak balita sebesar 91.8% tahun 2018. Dalam rangka
mencapai SPM pelayanan kesehatan Balita, Dinkes Kota Depok telah bekerja sama dengan kader dan bidan
praktik mandiri. Pada tahun yang akan datang target SPM 100%, sehingga Dinkes Kota Depok perlu melibatkan
tenaga non kesehatan lain seperti guru PAUD. Guru PAUD memiliki potensi karena memiliki tempat kerja yang
tetap, PAUD memiliki sasaran Balita yang tetap, banyak orang tua bekerja memasukan balitanya ke PAUD dan
Guru PAUD memiliki organisasi profesi (HIMPAUDI). Sebagai pendidik, guru PAUD memiliki latar belakang
sarjana pendidikan yang telah belajar tentang tumbuh kembang anak sehingga guru akan lebih mudah dalam
menerima transfer pengetahuan Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak
(SDIDTK). Saran: Meningkatkan peran guru PAUD sebagai pelaku dapat berperan dalam mencapai cakupan
pelayanan kesehatan Balita karena dapat menjangkau Balita yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas, Posyandu dan Bidan Praktik Mandiri.
Kata Kunci: Standar Pelayanan Minimal, Pelayanan Kesehatan Balita, Segitiga Kebijakan
ABSTRACT
Background: Minimum Service Standards in Health (SPM) are provisions regarding the type and quality of
basic services which are the minimum obligatory affairs of the Regency/City Government of every citizen.
Provincial Governments and Regency/Municipal Governments are required to apply Minimum Service
Standards in the Health Sector. Research objective was to obtain information about the implementation of
minimum health services, especially toddlers’ health services. Methods: This study was conducted using a
qualitative method using secondary data in the form of health profile data for the city of Depok in 2018. Result:
Coverage of health services for toddlers was 91.8% in 2018. In order to achieve the SPM for toddler health
services, the Depok City Health Office has collaborated with cadres and independent practice midwives. In the
coming year the SPM target is 100%, so that the Depok City Health Office needs to involve other non-health
workers such as PAUD teachers. PAUD teachers have the potential because they have a permanent workplace,
PAUD has a fixed target for toddlers, many parents work to send their children to PAUD and PAUD teachers
have a professional organization (HIMPAUDI). As educators, PAUD teachers have an undergraduate
educational background that has learned about child development so that teachers will more easily accept the
transfer of knowledge of Stimulation, Detection, Early Intervention of Child Developmental Deviation
(SDIDTK). Recommendation: Increasing the role of PAUD teachers so that they can play a role in achieving
the coverage of toddlers health services because they can reach toddlers who do not get health services at the
Puskesmas, Posyandu and Independent Practice Midwives.
95
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN Pada SPM yang lalu pencapaian
target-target SPM lebih merupakan kinerja
Sejak era reformasi urusan program kesehatan, maka pada SPM yang
pemerintahan secara bertahap diserahkan sekarang pencapaian target-target tersebut
dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah lebih diarahkan kepada kinerja Pemerintah
Daerah dan hal ini sesuai dengan pasal 18 Daerah, menjadi penilaian kinerja daerah
ayat (6) amandemen UUD 1945 yang dalam memberikan pelayanan dasar
menyatakan bahwa pemerintahan daerah kepada Warga Negara. Selanjutnya
menjalankan otonomi seluas-luasnya. sebagai bahan Pemerintah Pusat dalam
Peraturan terakhir yang mengatur tentang perumusan kebijakan nasional, pemberian
pembagian urusan antara Pemerintah Pusat insentif, disinsentif dan sanksi administrasi
dan Pemerintah Daerah adalah Undang- Kepala Daerah.
Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang Implementasi SPM menjadi sangat
merupakan pengganti Undang-Undang strategis dalam kaitannya dengan
Nomor 32 Tahun 2004. Pada Undang- pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
Undang 23 Tahun 2014 tentang (JKN). Implementasi SPM akan
Pemerintahan Daerah, salah satu dari enam memperkuat sisi promotif–preventif
urusan concurrent (bersama) yang bersifat sehingga diharapkan akan ber-impact pada
wajib dan terkait dengan pelayanan dasar penurunan jumlah kasus kuratif yang harus
adalah urusan kesehatan (Kementrian ditanggung oleh JKN.
Kesehatan, 2019). Penerapan SPM bidang kesehatan
Karena kondisi kemampuan sumber tidak dapat terpisah dengan
daya Pemerintah Daerah di seluruh penyelenggaraan program Jaminan
Indonesia tidak sama dalam melaksanakan Kesehatan Nasional (JKN) karena sifat
ke enam urusan tersebut, maka saling melengkapi dan sinergisme.
pelaksanaan urusan tersebut diatur dengan Penekanan SPM bidang kesehatan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk berfokus pada pelayanan promotif dan
memastikan ketersediaan layanan tersebut preventif, sementara program JKN
bagi seluruh warga negara. SPM sekurang- berfokus pada pelayanan kuratif dan
kurangnya mempunyai dua fungsi yaitu rehabilitatif. Sehingga pada penerapan
memfasilitasi Pemerintah Daerah untuk SPM bidang kesehatan khususnya di
melakukan pelayanan publik yang tepat kabupaten/kota ada kontribusi pembiayaan
bagi masyarakat dan sebagai instrumen dan pelayanan program JKN. Untuk hal
bagi masyarakat dalam melakukan kontrol tersebut, pada penerapannya tidak perlu
terhadap kinerja pemerintah dalam mengalokasikan anggaran pada pelayanan-
pelayanan publik bidang kesehatan. pelayanan yang bersifat kuratif dan
Kebijakan mengenai SPM rehabilitatif yang dibiayai oleh JKN.
mengalami perubahan dengan SPM bidang kesehatan untuk
ditetapkannya Peraturan Pemerintah kabupaten/kota, memiliki 12 jenis
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar pelayanan dasar yang wajib di penuhi dan
Pelayanan Minimal, sebagai pelaksanaan salah satunya adalah pelayanan tersebut
ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang- adalah pelayanan kesehatan balita.
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pelayanan kesehatan balita merupakan
Pemerintahan Daerah. Dengan kebijakan pelayanan yang telah lama ada di
ini SPM Bidang Kesehatan mengalami Indonesia dan masuk kedalam Rencana
perubahan yang cukup mendasar dari SPM Strategi Kementerian Kesehatan tahun
sebelumnya sebagaimana ditetapkan 2010-2014. Dari sisi historis, cakupan
dengan Peraturan Menteri Kesehatan pelayanan kesehatan balita ini sepanjang
Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar tahun 2010-2014 kurang mencapai
Pelayanan Minimal. target renstra.
96
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
Diakhir tahun 2014 dengan target sebesar jiwa berat, orang terduga tuberculosis dan
85% sasaran balita Indonesia baru orang dengan risiko terinfeksi virus yang
mencapai cakupan sebesar 76.77%, melemahkan daya tahan tubuh manusia
adapun di kota Depok diakhir tahun 2014 (human immunodeficiency virus) yang
telah mencapai cakupan 96.9% (Profil bersifat peningkatan/promotif dan
Kesehatan Depok, 2014). pencegahan/preventif. Pelayanan dasar
Di tahun 2015 pelayanan kesehatan pada SPM Kesehatan dilaksanakan pada
balita tidak masuk kedalam prioritas fasilitas pelayanan kesehatan baik milik
nasional yang harus dilaporkan ke pemerintah pusat, pemerintah daerah,
Kementerian Kesehatan. Dengan tidak maupun swasta dilaksanakan oleh tenaga
masuk prioritas nasional maka pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan
ini menjadi tidak terpantau baik dari sisi kewenangan serta dapat dilakukan oleh
cakupan maupun anggaran. Dan dengan kader kesehatan terlatih di luar fasilitas
demikian pelaksanaan pelayanan pelayanan kesehatan di bawah pengawasan
kesehatan balita di daerah diserahkan tenaga kesehatan.
kepada daerah untuk pelaksanaanya. Pemerintah daerah wajib memenuhi
Sebagai gambaran tambahan, bahwa mutu pelayanan setiap jenis pelayanan
kondisi di kota Depok di tahun 2015 dasar pada SPM bidang kesehatan sesuai
mengalami penurunan cakupan yankes standar jumlah dan kualitas barang
balita menjadi 53.5%. Dengan telah dan/atau jasa, personel/sumber daya
dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor manusia kesehatan dan petunjuk teknis
4 tahun 2019 maka hal ini merupakan atau tata cara pemenuhan standar. Capaian
tantangan dari bagi daerah. Tantangan kinerja pemerintah daerah dalam
menjadi lebih besar karena amanah SPM pemenuhan mutu pelayanan setiap jenis
bidang kesehatan mencakup sasaran pelayanan dasar pada SPM kesehatan
seluruh balita harus mendapatkan layanan harus 100% memperhatikan berbagai
sesuai standar. Menurut data cakupan sumber pembiayaan agar tidak terjadi
akhir tahun 2014 dimana Depok mencapai duplikasi anggaran.
cakupan sebesar 96.9% kemudian turun Yang termasuk standar jumlah dan
menjadi 53.5 % tahun 2015 lalu meningkat kualitas barang dan atau jasa pelayanan
71.1% tahun 2016, 92.1% tahun 2017 dan kesehatan Balita meliputi kuisioner pra
91.8% tahun 2018 (Profil Kesehatan Kota skrining perkembangan, formulir DDTK,
Depok, 2014; Profil Kesehatan Kota buku KIA, vitamin A biru, vitamin A
Depok, 2018). merah, vaksin imunisasi dasar dan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) lanjutan, jarum suntik dan BHP serta
bidang kesehatan merupakan ketentuan peralatan anafilaktik. Sedang yang
mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar termasuk standar jumlah dan kualitas
yang merupakan urusan pemerintahan personil/sumber daya manusia kesehatan
wajib yang berhak diperoleh setiap warga meliputi tenaga kesehatan (dokter, bidan,
negara secara minimal. Pemerintah daerah perawat dan gizi) dan tenaga non
provinsi dan pemerintah daerah kesehatan terlatih atau mempunyai
kabupaten/kota wajib menerapkan standar kualifikasi tertentu seperti guru PAUD dan
pelayanan minimal bidang kesehatan. Jenis kader kesehatan.
pelayanan dasar pada SPM kesehatan Pemerintah daerah tingkat
daerah kabupaten/kota terdiri atas kabupaten/kota wajib memberikan
pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu pelayanan kesehatan sesuai standar kepada
bersalin, bayi baru lahir, balita, usia semua balita di wilayah kerja
pendidikan dasar, usia produktif, usia kabupaten/kota tersebut dalam kurun
lanjut, penderita hipertensi, penderita waktu satu tahun. Pelayanan kesehatan
diabetes mellitus, orang dengan gangguan balita berusia 0-59 bulan sesuai standar
97
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
meliputi pelayanan kesehatan balita sehat 53.5%, tahun 2016 sebesar 71.1%, tahun
dan sakit. 2017 meningkat menjadi sebesar 92.1%
Penetapan sasaran balita di wilayah dan tahun 2018 sebesar 91.8%. Tahun
kabupaten/kota dalam satu tahun 2018 jumlah Balita dilaporkan sebanyak
menggunakan data proyeksi BPS atau data 213.733 jiwa. Cakupan pelayanan
riil yang diyakini benar, dengan kesehatan anak balita tahun 2015 sampai
mempertimbangkan estimasi dari hasil dengan 2018 di Kota Depok sebagaimana
survei/riset yang terjamin validitasnya, Gambar 2 dibawah ini.
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Gambar 2. Cakupan Pelayanan
Cakupan Pelayanan Kesehatan Balita di Kesehatan Balita Tahun 2018
Depok
1. Tenaga Kesehatan
a. Tenaga Medis
Tahun 2018 rasio tenaga dokter
spesialis di Kota Depok sebesar 40.38 per
Sumber: Penyusunan Laporan Umum 100.000 penduduk sedangkan target rasio
Tahunan SPM Kota Depok Tahun 2014 tenaga dokter spesialis sebesar 10.8 per
100.000 penduduk. Hal ini berarti jumlah
Pada tahun 2015 cakupan pelayanan dokter spesialis yang ada di Kota Depok
kesehatan anak balita (1-4 tahun) sebesar sudah melebihi target yang ditentukan.
98
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
Rasio dokter umum tahun 2018 sebesar sehingga diperlukan penambahan tenaga
33.09 per 100.000 penduduk, sedangkan kesehatan masyarakat maupun tenaga
target rasio dokter umum sebesar 44 per kesehatan lingkungan.
100.000 penduduk. Dilihat dari rasio
dokter umum tersebut, maka ketersediaan d. Tenaga Gizi
dokter umum di Kota Depok masih sangat Jumlah tenaga gizi di tahun 2018
kurang. Rasio dokter gigi 12.79 per berjumlah 107 orang. Rasio tenaga gizi
100.000 penduduk. Sedangkan target rasio tahun 2018 di Kota Depok sebesar 4.59
dokter gigi sebesar 12.8 per 100.000 per 100.000 penduduk. Sedangkan target
penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa rasio kebutuhan tenaga gizi tahun 2018
ketersediaan tenaga dokter gigi masih adalah sebesar 13.2 per 100.000 penduduk,
kurang. Sebaran tenaga medis yang cukup hal ini menunjukkan kebutuhan tenaga gizi
diharapkan dapat memberikan pelayanan di Kota Depok masih sangat kurang.
kesehatan kepada masyarakat secara
optimal. 2. Sarana Kesehatan
a. Puskesmas
b. Tenaga Keperawatan Kota Depok pada umumnya relatif
Tahun 2018 rasio bidan di Kota mudah dijangkau oleh masyarakat baik
Depok mencapai angka 75.92 per 100.000 dengan jalan kaki, kendaraan roda dua
penduduk. Hal ini masih sangat kurang maupun roda empat dengan jarak terjauh
dari target rasio Kepmenkokesra No. 54 maksimal 5.5 km dan waktu tempuh yang
tahun 2013 sebesar 116 per 100.000 diperlukan maksimal 25 menit dengan
penduduk. Rasio perawat di Kota Depok roda dua dan 35 menit dengan roda empat.
sebesar 123.59 per 100.000 penduduk. Tahun 2018 Puskesmas di Kota Depok
Sedangkan target rasio perawat sebesar berjumlah 35 Puskesmas, terdiri dari
175.6 per 100.000 penduduk, hal ini delapan Puskesmas sebagai Puskesmas
berarti bahwa ketersediaan tenga perawat dengan perawatan dan atau PONED yaitu
masih kurang. Demikian juga dengan Puskesmas Beji, Puskesmas Pancoran
tenaga perawat gigi di Kota Depok Mas, Puskesmas Sukmajaya, Puskesmas
mencapai rasio 4.46 sedangkan target rasio Cimanggis, Puskesmas Tapos, Puskesmas
perawat gigi yaitu 17.4 per 100.000 Kedaung, Puskesmas Bojongsari,
penduduk. Dengan demikian masih Puskesmas Cinere dan 27 Puskesmas non
dibutuhkan lebih banyak tenaga bidan, perawatan. Puskesmas 24 jam berjumlah
perawat dan perawat gigi di Kota Depok. 11 Puskesmas yang berada di UPT
Puskesmas Kecamatan. Sedangkan jumlah
c. Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Puskesmas pembantu sebanyak lima unit.
Kesehatan Lingkungan Rasio Puskesmas di Kota Depok tahun
Tahun 2018 jumlah tenaga kesehatan 2018 belum memenuhi target ideal yaitu
masyarakat di Kota Depok sebanyak 55 satu Puskesmas untuk 30.000 penduduk.
orang dan tenaga kesehatan lingkungan
sebanyak 38 orang. b. Puskesmas Pembantu
Rasio tenaga kesehatan masyarakat di Dalam rangka perluasan jangkauan
Kota Depok tahun 2018 sebesar 2.36 per pelayanan kesehatan yang diberikan pada
100.000 penduduk dan target rasio tenaga unit pelayanan dan tuntutan dari
kesehatan masyarakat sebesar 14.6 per masyarakat atas pelayanan yang cepat dan
100.000 penduduk. Sedangkan rasio terjangkau sudah menjadi kebutuhan
tenaga kesehatan lingkungan sebesar 1.63 mendesak sehingga berdiri Puskesmas
per 100.000 penduduk dengan target rasio pembantu yang tersebar disesuaikan
sebesar 17.4 per 100.000 penduduk. dengan kebutuhan pelayanan. Tahun 2017
Jumlah tenaga ini sangat jauh dari target di Kota Depok terdapat lima Puskesmas
99
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
pembantu yaitu: Pustu Bojong Pondok imunisasi, dan penanggulangan diare.
Terong (Kec. Cipayung), Pustu Tanah Untuk memantau perkembangannya,
Baru (Kec. Beji), Pustu Cinangka (Kec. Posyandu dikelompokan ke dalam empat
Sawangan), Pustu Beji (Kec. Beji) dan strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu
Pustu Mampang (Kec. Pancoran Mas). Madya, Posyandu Purnama, dan Posyandu
Mandiri. Jumlah Posyandu Tahun 2018
c. Praktik Bidan Mandiri sebanyak 1.024 dengan posyandu aktif
Dalam rangka mencapai SPM berjumlah 885. Berikut gambaran grafik
pelayanan kesehatan Balita, maka Dinas perkembangan jumlah Posyandu dari
Kesehatan Kota Depok bekerja sama tahun 2015 sampai tahun 2018.
dengan praktik bidan mandiri.
Gambar 4. Perkembangan Jumlah
3. Sarana Transportasi Posyandu dan Posyandu Aktif di
Pada tahun 2018 sarana transportasi Kota Depok Tahun 2015-2018
pendukung pelayanan Puskesmas yaitu 38
unit ambulans siaga, dua ambulans
SPGDT dan 71 unit kendaraan bermotor.
a. Sarana Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat
Dalam rangka meningkatkan
cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan
diantaranya dengan memanfaatkan potensi
dan sumber daya yang ada di masyarakat.
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Rasio Posyandu dengan jumlah
Masyarakat (UKBM) diantaranya adalah balita di Kota Depok masih jauh dari ideal
Posyandu, Posbindu, kelurahan siaga, dan yaitu hanya 0.46 dimana rasio ideal yaitu
lain sebagainya. Posyandu merupakan satu Posyandu untuk 100 penduduk balita
salah satu bentuk UKBM yang paling di (1:100). Rasio Posyandu yang memenuhi
kenal di masyarakat. Menurut Kemenkes target tersebut hanya Kecamatan
RI, Posyandu merupakan salah satu bentuk Bojongsari dengan rasio 1.08. Berikut
UKBM yang dikelola dari, oleh, untuk, grafik yang menunjukkan rasio Posyandu
dan bersama masyarakat, guna per kecamatan di Kota Depok.
memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada Gambar 5. Rasio Posyandu Menurut
masyarakat dalam memperoleh pelayanan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2018
kesehatan dasar. Upaya peningkatan peran
dan fungsi Posyandu bukan sematamata
tanggungjawab pemerintah saja, namun
semua komponen yang ada di masyarakat,
termasuk kader. Peran kader dalam
penyelenggaraan Posyandu sangat besar
karena selain sebagai pemberi informasi
kesehatan kepada masyarakat juga sebagai
penggerak masyarakat untuk datang ke
Posyandu dan melaksanakan perilaku
hidup bersih dan sehat. Posyandu Strata atau tingkat perkembangan
menyelenggarakan minimal lima program Posyandu dapat dilihat pada pola
prioritas, yaitu kesehatan ibu dan anak, pembinanan Posyandu yang dikenal
keluarga berencana, perbaikan gizi, dengan telaah kemandirian Posyandu yaitu
100
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
semua Posyandu didata tingkat Kerangka Konsep dalam Kebijakan
pencapaiannya dari segi pengorganisasian Kesehatan
dan pencapaian programnya. Strata
Posyandu dari terendah sampai tertinggi Segitiga kebijakan kesehatan
sebagai berikut: merupakan hubungan kompleks yang
1. Posyandu Pratama, merupakan disajikan dengan sederhana dan memberi
Posyandu yang belum mantap, kesan keempat faktor dapat
kegiatan belum rutin dengan kader dipertimbangkan secara luas. Dalam
terbatas, kurang dari 5 (lima) orang. kenyataannya, pelaku adalah individu atau
2. Posyandu Madya, merupakan anggota yang merupakan bagian dalam
Posyandu dengan kegiatan lebih grup atau organisasi pelaku tinggal dan
teratur yaitu lebih dari 8 (delapan) kali bekerja. Konteks dipengaruhi banyak
per tahun dengan jumlah kader 5 faktor seperti ketidakstabilan politik dan
orang atau lebih, tetapi cakupan 5 ideologi, sejarah dan budaya. Pada proses,
(lima) kegiatan pokok masih rendah membuat kebijakan merupakan langkah
yaitu kurang dari 50%. bagaimana suatu isu dapat menjadi agenda
3. Posyandu Purnama, merupakan masalah dan bagaimana pembiayaan
Posyandu madya yang cakupan dipengaruhi pelaku, jabatan pelaku dalam
kelima kegiatan pokoknya lebih dari struktur organisasi, nilai dan harapan. Isi
50%, mampu melaksanakan program kebijakan menggambarkan banyak faktor.
tambahan dan sudah memperoleh Sehingga, segitiga kebijakan kesehatan
sumber pembiyaaan dari dana sehat berguna membantu untuk berpikir
yang dikelola masyarakat yang jumlah sistematis tentang semua faktor yang
peserta masih terbatas yakni kurang berbeda yang mempengaruhi kebijakan,
dari 50% kepala keluarga (KK) di seperti peta jalan yang memiliki banyak
wilayah kerja Posyandu. faktor (Kent, et al., 2012).
4. Posyandu Mandiri, merupakan
Posyandu purnama yang sumber Gambar 7. Segitiga Analisa Kebijakan
pembiayaannya diperoleh dari dana
Kontekss
sehat yang dikelola oleh masyarakat
dengan jumlah peserta lebih dari 50%
KK di wilayah kerja Posyandu.
Cakupan strata Posyandu di Kota
Depok tahun 2018 yaitu Pratama 4.39%,
Madya 9.18%, Purnama 31.84%, Mandiri Pelaku
Individu
54.59%. Berikut gambar cakupan strata Grup
Posyandu di Kota Depok. Organisasi
101
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
organisasi dimana pelaku bekerja dan tua. Di beberapa wanita sulit
organisasi atau grup dibentuk dari mendapat akses pelayanan kesehatan
bermacam-macam orang, yang tidak karena tidak didukung oleh suami atau
semuanya berbicara satu suara dan keadaan stigma tentang penyakit TBC
memiliki nilai dan kepercayaan yang dan HIV.
bermacam-macam. Bermacam-macam d. Faktor eksogen atau internasional
pelaku dan cara membedakan antara satu memiliki pengaruh dalam kebijakan
dengan yang lain dalam menganalisa kesehatan. Seperti membasmi polio
proses kebijakan. melibatkan banyak negara.
102
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
HASIL
PEMBAHASAN
1. Pada tahun 2015 cakupan pelayanan
kesehatan anak balita (1-4 tahun) Analisa Kebijakan Pelayanan
sebesar 53.5%, tahun 2016 sebesar Kesehatan Balita menurut Segitiga
71.1%, tahun 2017 meningkat menjadi Kebijakan
sebesar 92.1% dan tahun 2018 sebesar
91.8%. Jumlah Balita tahun 2018 Segitiga kebijakan kesehatan
dilaporkan sebanyak 213.733 jiwa merupakan hubungan kompleks yang
2. Dilihat dari rasio dokter umum, dokter disajikan dengan sederhana dan memberi
gigi, perawat, bidan dan petugas gizi kesan keempat faktor dapat
maka ketersediaannya di Kota Depok dipertimbangkan secara luas. Analisa
masih sangat kurang. Sebaran tenaga kebijakan pelayanan kesehatan balita
medis, tenaga keperawatan dan disesuaikan dengan segitiga kebijakan
petugas gizi yang cukup diharapkan yang terdiri dari empat komponen meliputi
dapat memberikan pelayanan konten, konteks, proses dan pelaku.
kesehatan kepada masyarakat secara Analisa keempat komponen tersebut
optimal. adalah:
3. Rasio Puskesmas di Kota Depok tahun 1. Konten
2018 belum memenuhi target ideal Konten didalam SPM bidang
yaitu satu Puskesmas untuk 30.000 kesehatan pada jenis layanan kesehatan
penduduk. balita mencakup beberapa poin penting
4. Dalam rangka mencapai SPM yaitu SPM pelayanan kesehatan balita
pelayanan kesehatan Balita, maka masuk kedalam pembagian urusan daerah
Dinas Kesehatan Kota Depok bekerja yang dalam hal ini adalah tanggung jawab
sama dengan praktik bidan mandiri. Pemerintahan Kabupaten/Kota.
5. Pada tahun 2018 sarana transportasi Sasarannya mencakup seluruh sasaran
pendukung pelayanan Puskesmas Balita terdiri dari pelayanan Balita sehat
yaitu 38 unit ambulans siaga, dua dan Balita sakit. Dalam komponen Balita
ambulans SPGDT dan 71 Unit sehat terdapat komponen pelayanan
kendaraan bermotor. pemantauan pertumbuhan dan
6. Dalam rangka meningkatkan cakupan perkembangan menggunakan buku KIA
pelayanan kesehatan kepada dan skrining tumbuh kembang. Sedangkan
masyarakat berbagai upaya dilakukan komponen pelayanan kesehatan Balita
diantaranya dengan memanfaatkan sakit menggunakan komponen pendekatan
potensi dan sumber daya yang ada di manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
masyarakat. Upaya kesehatan 2. Konteks
bersumber daya masyarakat (UKBM) Dilihat dari rasio dokter umum, dokter
diantaranya adalah Posyandu, gigi, perawat, bidan dan petugas gizi maka
Posbindu, kelurahan siaga, dan lain ketersediaannya di Kota Depok masih
sebagainya. Tahun 2018 sebanyak sangat kurang. Sebaran tenaga medis,
1.024 dengan Posyandu aktif tenaga keperawatan dan petugas gizi
berjumlah 885. Rasio Posyandu belum cukup memberikan pelayanan
dengan jumlah balita di Kota Depok kesehatan Balita. Sejak Permenkes No. 4
masih jauh dari ideal yaitu hanya 0,46 tahun 2019 tentang SPM diterbitkan, maka
dimana rasio ideal yaitu satu target cakupan pelayanan kesehatan Balita
Posyandu untuk 100 penduduk balita sehat dan sakit yang menjadi tanggung
(1:100). jawab Pemerintah Daerah Kota Depok
103
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
sebanyak 213.733 jiwa dan sesuai target memiliki sasaran Balita yang tetap selama
SPM 100%. Sebagai wilayah perkotaan minimal lima hari dalam seminggu,
terdapat balita yang sudah tidak lagi banyak orang tua bekerja memasukan
mengunjungi Posyandu, maka Pemerintah balitanya ke PAUD, guru PAUD memiliki
Kota Depok bertanggung jawab dalam organisasi profesi (HIMPAUDI). Sebagai
mengupayakan cakupan pelayanan pendidik, guru PAUD memiliki latar
kesehatan Balita yang ada di wilayahnya. belakang sarjana pendidikan yang telah
3. Proses belajar tentang tumbuh kembang anak
Gambaran proses pelayanan kesehatan sehingga lebih mudah menerima transfer
balita yang dilaksanakan saat ini yaitu pengetahuan SDIDTK. Disamping itu guru
untuk data sasaran kota depok PAUD dan organisasi PAUD cenderung
menggunakan data proyeksi sasaran menetap, sehingga mudah dilibatkan
penduduk, kunjungan Puskesmas kepada dalam kegiatan pelayanan kesehatan Balita
sasaran balita, adanya jejaring Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas.
yaitu Posyandu yang ikut melaksanakan
pelayanan kesehatan balita. Beberapa KESIMPULAN DAN SARAN
PAUD ada yang ikut berperan didalam
melaksanakan Stimulasi, Deteksi, Kesimpulan
Intervensi Dini Penyimpangan Tumbuh
Kembang Anak (SDIDTK). Pencatatan Jika dilihat berdasarkan kontek,
dan pelaporan dilaksanakan di tempat pelayanan kesehatan Balita dimasukkan ke
sasaran balita untuk kemudian diserahkan dalam SPM bidang kesehatan. SPM
ke Dinas Kesehatan secara berjenjang pelayanan kesehatan balita masuk kedalam
melalui Puskesmas pembagian urusan daerah yang dalam hal
4. Pelaku ini adalah tanggung jawab Pemerintahan
Pelaku yang terlibat dalam pelayanan Kabupaten/Kota. Sasarannya mencakup
kesehatan balita terdiri dari tenaga seluruh sasaran Balita terdiri dari
kesehatan dokter, perawat, bidan, petugas pelayanan Balita sehat dan Balita sakit.
gizi Puskesmas serta kader dari Posyandu. Dilihat konteks, rasio dokter umum,
Selain bidan di Puskesmas, Dinas dokter gigi, perawat, bidan dan petugas
Kesehatan Kota Depok juga bekerja sama gizi maka ketersediaannya di Kota Depok
dengan bidan praktik mandiri dalam masih sangat kurang. Selain jumlah tenaga
menjangkau pelayanan kesehatan Balita. kesehatan yang kurang terdapat balita yang
Berdasarkan analisa menurut sudah tidak lagi mengunjungi Posyandu,
segitiga kebijakan dan disesuaikan dengan maka Pemerintah Kota Depok
SPM, maka peran guru PAUD sebagai bertanggung jawab dalam mengupayakan
pelaku dapat berperan dalam mencapai cakupan pelayanan kesehatan Balita yang
cakupan pelayanan kesehatan Balita. ada di wilayahnya.
Dengan ditambahkannya peran guru Gambaran proses pelayanan
PAUD, maka dapat menjangkau Balita kesehatan balita yang dilaksanakan saat ini
yang tidak mendapatkan pelayanan yaitu untuk data sasaran Kota Depok
kesehatan di Puskesmas, Posyandu dan menggunakan data proyeksi sasaran
Bidan Praktik Mandiri. SPM tahun 2018. penduduk, kunjungan Puskesmas kepada
Dalam Permenkes 4 tahun 2019 sasaran balita, adanya jejaring Puskesmas
menyebutkan bahwa guru PAUD termasuk yaitu Posyandu yang ikut melaksanakan
kedalam komponen tenaga non kesehatan pelayanan kesehatan balita. Beberapa
yang dapat digunakan dalam mencapai PAUD ada yang ikut berperan didalam
SPM. Guru PAUD memiliki potensi melaksanakan SDIDTK. Pencatatan dan
berdasarkan pada guru PAUD memiliki pelaporan dilaksanakan di tempat sasaran
tempat kerja yang tetap dan PAUD Balita untuk kemudian diserahkan ke dinas
104
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 95-105 e-ISSN 2549-6425
kesehatan secara berjenjang melalui 2019 tentang Standar Teknis
Puskesmas Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar
Pelaku yang terlibat dalam Pada Standar Pelayanan Minimal
pelayanan kesehatan balita terdiri dari Bidang Kesehatan.
tenaga kesehatan dokter, perawat, bidan, 3. Kent, B., Nicholas, M., Gill, W.,
petugas gizi Puskesmas serta kader dari Making Health Policy, Second
Posyandu. Selain bidan di Puskesmas, Edition; 2012, Open University Press,
Dinas Kesehatan Kota Depok juga bekerja New York, USA.
sama dengan bidan praktik mandiri dalam 4. Profil Kesehatan Kota Depok Tahun
menjangkau pelayanan kesehatan Balita. 2014.
Yang perlu diperhatikan pada umumnya 5. Profil Kesehatan Kota Depok Tahun
Balita yang berkunjung ke bidan praktik 2018.
mandiri adalah Balita yang sakit.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.kesmas.kemkes.go.id/port
al/konten/~rilis-berita/052214-
ikhtisar-eksekutif-lakip-ditjen-bina-
gizi-kia.
2. Kementerian Kesehatan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun
105
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
PENGGUNAAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PADA IBU
HAMIL PENERIMA DANA PKH (PROGRAM KELUARGA HARAPAN)
DI KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2019
ABSTRAK
Latar Belakang: Kematian ibu merupakan tantangan besar bagi beberapa Negara dengan risiko yang terkait
dengan masa kehamilan, beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adanya kesenjangan di
masyarakat, lemahnya sistem kesehatan dalam perencanaan dan biaya, serta rendahnya program kesehatan yang
diperuntukkan bagi orang miskin. Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan perlindungan sosial bagi
keluarga Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), pemerintah membuat suatu kebijakan baru yaitu pemberian
bantuan tunai bersyarat disebut dengan Program Keluarga Harapan (PKH), dengan adanya program tersebut
diharapkan RTSM memiliki akses yang lebih baik untuk memanfaatkan pelayanan sosial dasar salah satunya
pelayanan kesehatan, termasuk menghilangkan kesenjangan dan ketidakberdayaan sosial yang selama ini
melekat pada diri warga miskin. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam gambaran mengenai
penggunaan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah menjadi anggota PKH. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan rancangan fenomenologi menggunakan tehnik in-depth interview yang
dilakukan di Kecamatan Pegasing pada bulan Juni-Juli 2019 dengan 6 orang KPM ibu hamil. Hasil: Penelitian
menunjukkan bahwa informan datang kepelayanan kesehatan antenatal bukan karena sebagai syarat menjadi
anggota PKH dan dana yang didapat digunakan untuk pemeriksaan USG ke dokter spesialis kandungan. Saran:
Kepada pihak Pemerintah terkait untuk membuat pengadaan alat USG disetiap Puskesmas serta bagi Dinas
Kesehatan untuk mengadakan kerjasama dengan klinik-klinik swasta dalam pemberian jaminan kesehatan gratis
bagi keluarga miskin.
ABSTRACT
Background: Maternal mortality is a major challenge for some countries with risks associated with pregnancy,
several factors that influence this include the existence of gaps in society, weak health systems in Planning and
costs, and low health programs intended for the poor. In order to reduce the poverty rate and social protection
for the family of very poor households (RTSM), the government made a new policy of granting a conditional
cash aid called the Family Harapan Program (PKH), with the program is expected RTSM has better access to
utilize the basic social services, one of which is health services, includes eliminating social disparities and
powerlessness that have been attached to the poor. Objective: The study aims to dig deeper into the description
of the use of health care services before and after becoming a PKH member. Methods: This study used
qualitative method with the design of phenomenology using in-depth interview technique conducted in Pegasing
District in June-July 2019 with 6 KPMpregnant women. Result: The results showed that the informant come to
antenatal health services not because it is a requirement to become members of PKH and the funds obtained are
used for ULTRASOUND examination to the gynecologist. Recommendation: Advised to the relevant
government to make a procurement of USG equipment in every Puskesmas and for the health office to
collaborate with private clinics in providing free health insurance for poor families.
106
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN kesejahteraan sosial mempersulit
terpenuhinya berbagai keperluan pangan.
Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) Beberapa faktor yang mempengaruhi hal
didunia sudah mengalami penurunan dari tersebut diantaranya adanya kesenjangan
tahun 1990 sebanyak 385/100.000 di masyarakat, lemahnya sistem kesehatan
Kelahiran Hidup (KH) menjadi dalam perencanaan dan biaya, serta
216/100.000 KH pada tahun 2015 rendahnya program kesehatan yang
(Alkema, 2016), namun di tahun yang diperuntukkan bagi orang miskin.
sama Indonesia menduduki peringkat Dalam rangka percepatan
kedua terbesar di ASEAN dengan jumlah penanggulangan kemiskinan sekaligus
AKI sebesar 305/100.000 KH sangat jauh pengembangan kebijakan di bidang
berbeda dibandingkan dengan Negara perlindungan sosial bagi keluarga Rumah
tetangga Malaysia hanya 50/100.000 KH Tangga Sangat Miskin (RTSM),
(Achadi, 2019), sedangkan pencapaian pemerintah mengeluarkan sebuah
sasaran yang diharapkan pada Sustainable kebijakan baru yaitu pemberian bantuan
Development Goals (SDGs) AKI pada tunai bersyarat sebagai wujud pelaksanaan
tahun 2030 sebesar 70/100.000 KH dan dari Undang-undang (UU) No. 40 tahun
Indonesia masih sangat jauh dari harapan 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional, UU
SDGs. No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Provinsi Aceh dilaporkan pada tahun Sosial, UU No. 36 tahun 2009 tentang
2015 ada 134 kematian ibu per 100.000 Kesehatan, Instruksi Presiden (Inpres) No.
kelahiran hidup yang sebelumnya tinggi 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tindak
pada tahun 2014 sejumlah 149 per 100.000 Percepatan Pencapaian Sasaran Program
kelahiran hidup (Adi, 2010). Salah satu Pro-Rakyat, dan Peraturan Presiden
terobosan dalam penurunan AKI dan AKB (PerPres) No. 15 Tahun 2010 tentang
adalah program perencanaan persalinan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
dan pencegahan komplikasi (P4K) untuk (Adi, 2010; Nainggolan.T, 2012; TNP2K,
mempersiapkan menghadapi komplikasi 2017). Program ini disebut dengan
pada saat kehamilan dan juga mendorong Program Keluarga Harapan (PKH)
ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, (Purwanto et al., 2013) yang merupakan
bersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang suatu program perlindungan sosial yang
dilahirkan termasuk skrining status diselenggarakan oleh Kementerian Sosial
imunisasi tetanus lengkap pada ibu hamil dengan memberikan bantuan tunai bagi
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan RTSM dengan melaksanakan syarat dan
(Bidanku, 2016). Organisasi kesehatan ketentuan yang ditetapkan (Rakyat, 2013).
dunia World Health Organitation (WHO), Peluncuran PKH di Indonesia terinspirasi
mengatakan cakupan kesehatan semesta dari kisah sukses program serupa di
yang berarti memastikan semua orang berbagai negara, yang dikenal dengan
yang membutuhkan dapat menggunakan Conditional Cash Transfers (CCT) yang
pelayanan kesehatan promotif, preventif, pertama kali dilaksanakan pada tahun 1997
kuratif, rehabilitatif dan paliatif, yang di Mexico dan berkembang ke 30 negara
berkualitas dan efektif, tanpa lainnya (Fiszbein, 2009). Program CCT
menyebabkan penggunanya mengalami terbukti menyokong pemenuhan berbagai
kesulitan keuangan (TNP2K, 2017). target indikator tujuan pembangunan
Argadiredja (2003) membuktikan bahwa milenium (Maluccio & Flores, 2005).
kemiskinan sangat erat hubungannya Program PKH ini telah dilakukan di
dengan tingginya angka kesakitan dan Indonesia sejak tahun 2007 di bawah
kematian, pendapatan dibawah garis naungan Kementerian Sosial dan
kemiskinan dan rendahnya kesempatan mengalami perluasan secara bertahap di
memperoleh berbagai fasilitas beberapa daerah di Indonesia (Depsos,
107
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
2007) dengan adanya PKH diharapkan setempat, serta kader-kader dan ibu PKK
RTSM memiliki akses yang lebih baik yang ada didesa sebagai pelaksana
untuk memanfaatkan pelayanan sosial kegiatan. Selain dari menurunkan AKI,
dasar, yaitu kesehatan, pendidikan, AKN, AKB dan AKABA, tujuan
ekonomi, termasuk menghilangkan Posyandu lainnya adalah meningkatkan
kesenjangan dan ketidakberdayaan sosial peran serta masyarakat dalam kegiatan
yang selama ini melekat pada diri warga kesehatan demi terwujudnya masyarakat
miskin (Fidyatun, 2012; Nainggolan, sehat sejahtera, membudayakan NKKBS
2012). Output dalam program ini bertujuan serta sebagai tempat untuk gerakan
mengurangi beban ekonomi RTSM reproduksi keluarga sejahtera, gerakan
menjadi lebih ringan, sedangkan goal yang ketahanan keluarga dan gerakan ekonomi
diharapkan agar kualitas sumber daya keluarga sejahtera (Sembiring, 2004;
manusia meningkat, mampu mengubah Kemenkes, 2006).
perilaku dalam peningkatan kesejahteraan Posyandu memiliki banyak manfaat
serta memutus mata rantai kemiskinan bagi masyarakat, diantaranya dapat
antar generasi, sehingga generasi merubah prilaku kesehatan masyarakat,
berikutnya dapat keluar dari perangkap keadaan gizi dan kesehatan keluarga,
kemiskinan melalui bantuan dana tunai terutama bagi ibu hamil yang berkunjung
bersyarat bagi RTSM dalam mengakses akan mendapatkan tablet penambah darah,
pada empat bidang tersebut (TNP2K, imunisasi tetanus toxoid (TT),
2017; Rakyat, 2013; Nazara & Rahayu, pemeriksaan kehamilan minimal empat
2014). kali, serta perencanaan persalinan
Persyaratan keluarga miskin agar (Sembiring, 2004; Dinkes Aceh, 2019).
menjadi KPM PKH adalah keluarga Sasaran PKH ditujukan kepada ibu
miskin yang terdaftar dan hadir kefasilitas hamil, nifas, neonatus, batita, balita, anak
kesehatan. Salah satu instansi pemerintah pra sekolah 5-7 tahun, anak sekolah dan
yang berperan didalam pelayanan indikator pada program tersebut adalah
kesehatan adalah Puskesmas, dimana cakupan pemeriksaan kehamilan atau
Puskesmas dituntut untuk memberikan ANC (Antenatal Care), masa nifas atau
pelayanan kepada masyarakat sehingga PNC (Post Natal Care), imunisasi,
mampu memenuhi kebutuhan, keinginan pemberian kapsul vitamin A dan status
dan harapan masyarakat untuk gizi (TNP2K, 2017). Provinsi Aceh
meningkatkan kesehatan mereka. Salah program ini baru berjalan pada tahun 2012
satu program yang menjadi prioritas di yang mencakup 8 Kabupaten/Kota (Yus,
Puskesmas yaitu kesehatan ibu dan anak 2012) dan pada tahun 2016 sudah seluruh
(KIA) dengan tujuan agar dapat Kabupaten terjangkau oleh program PKH.
menurunkan angka kematian ibu, Angka Pemeriksaan ibu hamil meliputi
Kematian Neonatus (AKN), Angka pemeriksaan berat badan, tinggi badan,
Kematian Bayi (AKB) dan Angka pemeriksaan urin, detak jantung,
Kematian Balita (AKABA) (Balqis et al., pemeriksaan dalam, pemeriksaan perut,
2013) agar tujuan program tersebut pemeriksaan kaki, pemeriksaan darah, uji
tercapai maka dibentuklah pos pelayanan torch (Manuaba, 2010).
yang diselengggarakan di masing-masing
desa yang disebut dengan Posyandu, METODELOGI PENELITIAN
dengan sasaran keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera (Pamungkas, 2009; Kemenkes, Penelitian ini menggunakan metode
2006). kualitatif dengan rancangan fenomenologi
Posyandu diselenggarakan oleh yaitu penelitian yang bertujuan untuk
keluarga, masyarakat dengan adanya memahami makna sesuatu berdasarkan
bimbingan dari petugas kesehatan pengalaman dan pengertian sehari-hari
108
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
dengan menggunakan tehnik in-depth melahirkan kemaren tiga kali pergi”
interview (wawancara mendalam) untuk (Ka.1).
memperoleh informasi dari tanya jawab
langsung bertatap muka langsung antara “…ke bidan desa tu terus, ke Posyandu
peneliti dengan responden dengan tujuan rutin. Ada USG sekali di Takengon di
memperoleh keterangan atau data yang Rumah Sakit, gak ada biaya pake
akan digunakan pada penelitian, langkah- BPJS” (Ka.2).
langkah dalam analisa data menggunakan
teknik miles dan huberman yang dikenal “…dibidan desa cuman bu, palingan
dengan teknik model interaktif. bayar 50 ribu sekali datang. Posyandu
Pengumpulan data dilakukan di ikutlah juga bu, rutinlah kemaren tu,
Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh cuman pertama tu gak pergi, kan gak
Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2019 tau masih, kalau udah tau kemaren
dengan jumlah enam KPM sebagai udah tiap bulan pergi. Kebidannya
informan. adalah barang tujuh kali kan, terus
kedokternya dua kali kemaren tu.
HASIL Kedokternya 120 ribu kemaren tu, ya
karena disuruh sama bidan desanya tu,
Pelayanan kesehatan merupakan kan dia pun nanti kenapa-kenapa kek
upaya yang diselenggarakan oleh gitukan” (Ka.3).
pemerintah untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dengan target dapat merubah “…dibidan, Posyandulah tiap tanggal
prilaku kesehatan masyarakat menjadi 24. Kami di Posyandunya kan ditempat
prilaku hidup lebih sehat. Pelayanan bidan desa, kami periksa kebidan desa
kesehatan antenatal yang rutin dikunjungi tu cuman pas waktu periksa tu pas
oleh KPM adalah Posyandu dengan bidan diwaktu Posyandu, selama dari mulai
desa sebagai petugas yang melakukan tau kita hamil, waktu diperiksa dua
pemeriksaan, untuk memeriksakan kondisi bulan, terus kita ikutin Posyandu tu
kesehatan lebih lanjut maka KPM sampe melahirkan. Tapi waktu kemarin
memeriksakan kesehatannya ke dokter melahirkan gak ditempat bidan”
spesialis kandungan, baik di rumah sakit (Ka.4).
maupun yang datang ke klinik spesialis
dokter tersebut. “…ke Posyandu cuman kak e, ke
Menanggapi pertanyaan dimana Posyandu kan anu kak e dibidan
anda melakukan pemeriksaan kehamilan, Posyandu tu. Termasuk rutinlah kak e,
ternyata semuanya mengatakan bahwa dari usia dua bulan, didokter Siti
mereka melakukan pemeriksaan di Takengon dibulan ke delapan lah,
Posyandu dengan rutin dan melakukan periksa keseluruhan termasuk USG,
pemeriksaan USG di dokter spesialis dua kali periksa. Pertama 150 ribu,
kandungan, baik ke tempat praktek keduanya 80 karena cuman cek kak kan
maupun ke Rumah sakit yang terletak di udah dengan obat” (Ka.5).
Kota Takengon. Berikut hasil wawancara:
“…dibidan desa, Posyandunya rutin
“…saya periksa dibidan desa, dibawah
tiap bulan, setiap tanggal enam, USG
ni ada polindes bidan desa kan, waktu
ke dokter kandungan, ke klinik dokter
Posyandu. USG nya kemaren ada ke
TITIN di Takengon, biayanya
dokter spesialis di Takengon dikotanya,
Rp.80.000 udah semuanya” (Ka.6).
kebetulan kemaren ditanggung BPJS
Operasinya, kontrolnya baru bayar.
Menanggapi pertanyaan siapakah
Sekali pergi ee…. Kemaren 470 hampir
yang mengantar dan menemani ibu
500 ribu lah, itu sekali pergi. Setelah
109
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
melakukan pemeriksaan ke pelayanan enggak ada lah” (Kc.3).
kesehatan, ternyata informan mengatakan
bahwa mereka ditemani oleh suami untuk “…iya, mesti Poswindu, senam. Senam
melakukan pemeriksaan ke dokter ibu hamil, itu cuman. Sebenarnya itu
spesialis namun jika pemeriksaan di pun tergantunglah keinginan kita,
Posyandu mereka pergi sendiri diakan sudah diadakan Poswindu,
dikarenakan jarak yang dekat dengan Posyandu, kan berbeda dia, satu bulan
tempat tinggal mereka. Berikut hasil tu dua kali kita ngikutin, tetapi
wawancara: tergantung keinginan kit. Kadang-
kadang mau ke kita ikutin senamnya
“…Enggak ada, kebetulan dekat dari
itu, ya ikut. Kalau gak ya gak apa”
rumah, jalan sama-sama kawan. Ke
(Kc.4).
klinik dokter spesialis, sama suami pake
kereta” (Kb.1).
“…kaya ikut Poswindu kek gitu, itu
cuman kak. Imunisasi gak ada kak,
“…jalan, jaraknya dekat. ke Rumah
kaya Posyandu, Poswindu, kalau
Sakit diantar bapaknya naik kereta”
Poswindu tu kan memang dianjurkan
(Kb.2).
dari PKH kak kan” (Kc.5).
“…kadang-kadang sendiri, kadang-
“…Iya, tau dari penjelasan
kadang sama suami. Kalau dari rumah
pendamping” (Kc.6).
ni dekat cuman sama Posyandunya bu,
didepan cuman kan. Kalau jalan kita
Namun sebagian dari informan
gaklah cape kali” (Kb.3).
mengatakan bahwa mereka tidak
mengetahui secara pasti apakah Posyandu
“…suami, kalau gak kek mana man.
merupakan syarat mutlak yang diwajibkan
Udah anaknya pun digendong, diperut
oleh PKH. Berikut hasil wawancara:
lagi, mungkin ke gak mau diantarnya
hahaha….” (Kb.4) “…kalau menurut itunya kurang tau,
tapi waktu rapat kami kemaren adalah
“…suami kak e, terkadang sendiri. dikasih tau kek gitu, kalau anggota
Jauh dari sini, dari Kute Panang ni ke PKH harus rutin Posyandu baik yang
Toa. Disini kaya agak lembek bidannya hamil atau pun anak balita. Kek gitu,
kak kan, takut kek gitu” (Kb.5). tapi kalau pun gak gara-gara PKH ini
dari dulu juga kalau lagi hamil ya
“…Suami, ke Posyandu dan ke dokter periksa” (Kc.1).
dengan suami” (Kb.6).
“…Gak, gak tau” (Kc.2).
Menanggapi apakah pelayanan
kesehatan yang anda terima merupakan Menanggapi pertanyaan apakah anda
syarat dari PKH, ternyata sebagian menjalankan seluruh pelayanan kesehatan
informan mengetahui bahwa Posyandu yang menjadi syarat dalam program PKH,
diwajibkan, bahkan mereka juga mengikuti ternyata mereka mengatakan bahwa
Poswindu yang mengadakan senam hamil. mereka sendiri tidak mengetahui secara
Berikut hasil wawancara: jelas apa saja pelayanan kesehatan yang
menjadi kewajiban KPM namun mereka
“…Posyandu itu cuman, imunisasi ada
tetap melakukan pemeriksaan kehamilan
suntik apa itu namanya bu, iya TT.
ke Posyandu karena keinginan sendiri
Cuman untuk bidan desanya, untuk
untuk mengetahui perkembangan
persyaratan melahirkan harus ada itu,
kesehatan janin yang ada didalam
tapi kalau untuk PKH kalau gak salah
kandungan. Berikut hasil wawancara:
110
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
“…memang kalau lagi waktu hamil, diadakannya setiap bulan rutinkan”
rutin memang ke Posyandu, gak karena (Ke.3).
PKH gak gara-gara PKH” (Kd.1)
“…jauhlah bu, terbantu sekali. Sudah
“…itukan keinginan kitalah, supaya menjadi anggota PKH ini sudah sangat
sehatkan, bukan karena PKH” (Kd.3). terbantu bu. Saya rajin, karena anakku
rapat bu. Usia anak pertama empat
“…sambil menjagalah, menjaga tahun, yang ini belum berhenti
kesehatan kita. Kadang-kadang kita istilahnya anak yang nomor dua tu pun
hamil kan mesti sering kita konsultasi belum anu dia…di Posyandu, udah
sama dokter tentang kehamilan kita, hamil lagi. Masih ikut timbangan dia
kalau ada keluhan lapor, kalau gak ada hahaha….” (Ke.4)
keluhan ya… gak usah lapor. Kek
gitu…” (Kd.4). “…karena pengen liat kaya mana
kondisinya kak kan, kondisinya sehat
“…gak ada kak e, memang belum itu kek mana” (Ke.5).
kan belum dianunya kak kan. Waktu
sebelum ini pun periksa sampe usia tiga “…manfaatnya baguslah, bisa lebih
tahun” (Kd.5). giat ke Posyandu karena ada
penambahan kegiatan” (Ke.6).
“…kan gak juga, kan harus Posyandu,
PKH pun juga iy” (Kd.6). Menanggapi pertanyaan sejauh mana
anda merasakan pelayanan kesehatan
Namun ada seorang informan yang setelah dan sebelum adanya program ini,
mengatakan bahwa dia datang ke ternyata mereka mengatakan bahwa tidak
Posyandu karena takut dimarahi oleh ada perbedaan pelayanan kesehatan
petugas kesehatan yang datang pada saat kesehatan yang mereka terima saat
Posyandu. Berikut hasil wawancara: sebelum menjadi anggota PKH dengan
sesudah menjadi anggota PKH. Berikut
“…aahh… apanya gak, hahaha…
hasil wawancara:
maksutnya takut itu cuman, takut kena
marah. Mereka itu cerewet, kenapa gak “…gak ada, sama juga gak ada
datang. Kan gitu” (Kd.2). perbedaan, sama aja sama yang lain.
Mungkin bidan tu gak tau pula kalau
Menanggapi bagaimana manfaat saya anggota PKH. Kalau orag
pelayanan yang diberikan oleh program Puskesmas mungkin taulah, tapi gak
PKH, ternyata informan mengatakan ada beda biasa begitu, sama aja”
bahwa mereka senang karena Posyandu (Kf.1).
jadi rajin dan adanya Poswindu yang
mengajarkan ibu-ibu hamil untuk senam “…gak ada, mereka gak tau kalau saya
hamil. Berikut hasil wawancara: anggota PKH. Sikap mereka gak
tentulah itu, kadang-kadang marah
“…kalau itu kan udah senang, kita kan
kadang-kadang lembut-lembutnya lah
jadi tau. Kita kan gak ada apa-apa,
hahaha…” (Kf.2)
sehat-sehat aja” (Ke.1).
“…enggaklah bu, sama aja semua
“…gak ada, sama aja” (Ke.2).
kulihat kan (Kf.3).
“…adalah poswindu dikampung ni juga
“…enggak, kayanya biasa saja. Waktu
kan, kadang-kadang itu pun, kadang
pergi kami pun Posyandu, sama aja
enggak. Baru bulan-bulan inilah mau
kaya orang-orang biasa tu diperiksa.
111
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
Pelayanannya sama aja (Ke.4). demikian terlihat bahwa KPM yang
mendapatkan dana PKH ini sangat antusias
“…gak ada kak e, semua sama aja untuk datang ke tempat pelayanan
sekali periksa sama yang lain (Kf.5). kesehatan. Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Tamaka et
“…gak, sama saja. Hanya ada al. (2013) di Puskesmas Bahu Kota
penambahan kegiatan Posyandu. Ibu Manado yang mengatakan bahwa:
hamil yoga, kami ngikut dari belakang “sebagian besar ibu hamil memiliki
bidan desanya didepan, kami ngikutin pengetahuan yang baik tentang
ibu bidannya” (Kf.6). pemeriksaan antenatal care, lebih dari
sebagian ibu hamil sudah teratur dalam
PEMBAHASAN melakukan pemeriksaan antenatal care
dan dalam penelitian ini terdapat
Dari hasil penelitian terhadap hubungan pengetahuan ibu hamil
informan yang mendapatkan dana PKH dengan keteraturan pemeriksaan
menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan antenatal care”.
yang rutin digunakan adalah Posyandu
yang diselenggarakan setiap bulannya Namun berbeda dengan hasil yang
dipolindes dengan bidan desa sebagai didapat dalam penelitian Wulandari &
petugas yang melakukan pemeriksaan Muljono (2018) yang dilakukan di desa
terhadap ibu hamil dengan standar Tedunan Kabupaten Jepara yang
pelayanan pemerintah 10 T yaitu timbang mengatakan bahwa dari tiga aspek
berat badan, tinggi badan, ukur tekanan pencapaian PKH yang diteliti (pelayanan
darah, nilai status gizi, ukur tinggi fundus kesehatan, pelayanan pendidikan dan
uteri, presentasi janin dan Denyut Jantung status gizi), hanya satu aspek yang tidak
Janin (DJJ), Imunisasi Tetanus (TT), tablet tercapai implementasi dari PKH yaitu
tambah darah, pemeriksaan laboratorium tingkat aspek pelayanan kesehatan.
sederhana dan tatalaksana penanganan Pemeriksaan kehamilan ke Posyandu
kasus (Kemenkes, 2012). Mereka dengan merupakan salah satu syarat yang harus
semangat berangkat ke Posyandu bersama dijalankan oleh para ibu hamil yang
ibu-ibu lainnya dengan berjalan kaki menerima dana PKH, namun hanya
dikarenakan jarak yang masih dapat sebagian KPM yang paham dengan syarat
ditempuh. Hal ini sejalan dengan hasil tersebut. Walaupun sebagian kecil tidak
penelitian yang dilakukan oleh Marniyati mengetahui secara pasti apakah memang
et al. (2016) di beberapa Puskesmas kota syarat wajib dari PKH atau tidak informan
Palembang yang mengatakan bahwa bidan tetap akan melakukan pemeriksaan
sudah memiliki pengetahuan tentang kehamilannya di Posyandu bukan karena
standar pelayanan antenatal serta paham syarat PKH tetapi kesadaran ibu hamil itu
akan tujuan dan manfaat dilakukannya sendiri untuk datang Posyandu mulai dari
pelayanan antenatal yang sesuai dengan anak sebelumnya hingga hamil saat ini,
standar. Selain pemeriksaan rutin ke serta mereka antusias datang saat
Posyandu, mereka juga melakukan Poswindu karena ada kegiatan senam
pemeriksaan USG untuk melihat letak hamil yang diberikan oleh bidan desa dan
janin dan kondisi kesehatan janin secara kader setempat. Posyandu sebagai ujung
menyeluruh ke dokter spesialis kandungan, tombak dari pelayanan kesehatan dari,
baik ke tempat praktik klinik dokter oleh dan untuk masyarakat yang
tersebut mau pun ke rumah sakit datu beru menunjang kesehatan masyarakat
yang terletak di Kota Takengon dengan khususnya ibu dan anak, meningkatkan
ditemani oleh suami dengan menggunakan kualitas hidup masyarakat seperti kurang
motor sebagai kendaraan pribadi. Dengan gizi, gizi buruk, busung lapar serta
112
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
masalah kesehatan lainnya, yang mengetahui bahwa melakukan
diselenggarakan oleh kader desa setempat pemeriksaan rutin merupakan salah satu
(Muninjaya, 2004). Hal ini sejalan dengan syarat yang diberikan oleh PKH
penelitian yang dilakukan oleh Djuhaeni et dikarenakan demi menjaga kesehatannya
al. (2010) yang mengatakan bahwa dan janin yang dikandung, walaupun
pengetahuan responden tentang Posyandu mereka tidak merasakan adanya prioritas,
cukup baik, hal ini merupakan potensi perubahan sikap dan prilaku yang
kesinambungan perannya sebagai kader. diberikan oleh pelayanan kesehatan
Ibu hamil yang memanfaatkan sebelum menjadi anggota PKH dengan
pelayanan kesehatan yang diberikan bukan saat ini sudah menjadi anggota PKH.
semata-mata karena sebagai anggota PKH,
tetapi mereka melakukannya karena Saran
memang sudah seharusnya mereka
menjaga kesehatan janin yang mereka Melakukan kerjasama dengan Dinas
kandung dan mereka bersyukur dengan Kesehatan sehingga terkoordinasi dengan
adanya Posyandu bahkan dibeberapa desa baik program intervensi yang telah
kegiatan Poswindu baru mulai berjalan dilakukan selama ini dalam bentuk
kembali setiap bulannya. kerjasama pendamping dan tenaga
Kegagalan pelayanan kesehatan Puskesmas. Memberikan pelatihan dan
yang ada juga dapat disebabkan dari bimbingan kepada peserta program ini
sejumlah ibu hamil yang tidak termasuk suami dari ibu hamil agar
memanfaatkan pelayanan antenatal care mengerti tujuan dari program ini sehingga
dengan sepenuhnya sehingga peserta benar-benar paham dan taat dalam
mengakibatkan tenaga kesehatan semakin menjalankan kegiatan program.
sulit untuk melakukan pembinaan
pemeliharaan kesehatan ibu hamil secara DAFTAR PUSTAKA
menyeluruh, termasuk deteksi dini risiko
kehamilan yang mungkin harus segera 1. Afianti, A. P., Seksualitas dan
ditangani (Kemenkes, 2011). Kesehatan Reproduksi Perempuan
Sebelum program PKH terbentuk Promosi, Permasalahan dan
masyarakat tetap datang memeriksakan Penanganannya dalam Pelayanan
diri ke Posyandu dan pelayanan yang Kesehatan dan Keperawatan,
diberikan oleh petugas kesehatan baik Jakarta: Rajawali Pers; 2016.
bidan desa maupun petugas Puskesmas, 2. Amalia, M., Kekerasan Perempuan
tidak ada perbedaan dari segi pelayanan dalam Perspektif Hukum dan
yang diberikan petugas kesehatan sebelum Sosiokultural, Jurnal Wawasan
adanya PKH dengan sekarang dan juga Yuridika; 2014, Vol. 25, No. 2, Hal.
tidak ada perbedaan sikap dan perlakuan 399-411.
khusus terhadap anggota PKH itu sendiri. 3. Fekih-Romdhane, F., Ridha, R.,
Bahkan mereka datang ke Posyandu Cheour, M., [Sexual Violence
dengan berjalan kaki dikarenakan jarak Against Women in Tunisia],
yang masih bisa ditempuh. Encephale; 2018.
4. Fisher, H., Why We Love: the
KESIMPULAN DAN SARAN Nature and Chemistry of Romantic
Love, Macmillan; 2004.
Kesimpulan 5. Kim, C., Religion, Religious
Heterogeneity, and Intimate
KPM melakukan pemeriksaan Partner Violence Among Korean
kehamilan ke Posyandu secara rutin setiap Immigrant Women, J Interpers
bulannya walaupun mereka sendiri tidak Violence; 2018.
113
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 106-114 e-ISSN 2549-6425
6. Notoatmodjo, Ilmu Perilaku
Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta;
2010.
7. Ogum, Alangea, D., Addo-Lartey A.
A., Prevalence and Risk Factors of
Intimate Partner Violence Among
Women in Four Districts of the
Central Region of Ghana: Baseline
Findings from a Cluster
Randomised Controlled Trial; 2018,
Vol. 13, No. 7.
8. Santrock, Perkembangan Anak,
Jakarta; 2007.
9. Sen, S., Bolsoy, N., Violence Against
Women: Prevalence and Risk
Factors in Turkish Sample, BMC
Womens Health; 2017, Vol. 17, No. 1.
10. Sutrisminah, E., Dampak Kekerasan
pada Istri dalam Rumah Tangga
Terhadap Kesehatan Reproduksi,
Majalah Ilmiah Sultan Agung; 2018,
Vol. 50, No. 127, p.p. 23-34.
114
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
FAKTOR PASIEN DROP OUT PENGOBATAN TUBERKULOSIS
DI INDONESIA: TINJAUAN SISTEMATIK
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit Tuberkulosis (TB) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang belum dapat diatasi. Pasien dengan tuberkulosis memerlukan perawatan ulang jika mereka gagal atau gagal
dari pengobatan awal atau jika mereka kambuh setelah keberhasilan pengobatan awal. Pasien yang drop out
berkontribusi menyebarkan virus kepada orang lain lebih dari sebelum mereka mendapatkan perawatan. Oleh
karena itu penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor putus dari kejadian pengobatan tuberkulosis.
Metode: Penelitian ini menggunakan tinjauan sistematis tentang Tuberkulosis terkait publikasi dan penelitian
yang ada di Indonesia. Penelitian dilakukan berdasarkan data yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan
(literatur abu-abu) selama 2009-2019. Publikasikan data dari mesin pencari seperti google scholar, neliti,
repositori online universitas di Indonesia. Penelitian ini menggunakan 11 publikasi penelitian, 8 di antaranya
dalam penelitian kuantitatif dan 3 di antaranya penelitian kualitatif semua penelitian merupakan data primer.
Sebagian besar penelitian menggunakan desain cross sectional dan case control. Hasil: Beberapa faktor utama
yang keluar dari pengobatan Tuberkulosis di Indonesia diidentifikasi, termasuk efek samping obat, Pengawas
Menelan Obat (PMO), pengetahuan, motivasi dan dukungan keluarga. Saran Pengawasan diperlukan tidak
hanya dari PMO dan keluarga tetapi juga dari layanan kesehatan terkait pengobatan sehingga motivasi pasien
selama perawatan tetap terjaga.
ABSTRACT
Introduction Tuberculosis (TB) disease in Indonesia is one of the unsolvable public health problems. Patients
with tuberculosis require re-treatment if they fail or fail from initial treatment or if they relapse after the initial
successful treatment. Patients who drop out are contributing to spreading the virus to others more than before
they received treatment. Therefore, this study is to identify the dropout factors from the incidence of tuberculosis
treatment. Method This study used a systematic review of Tuberculosis related to publication and research in
Indonesia. The study was conducted based on published and unpublished (grey literature) data during 2009 -
2019. Publish data from search engines such as Google scholar, Neliti, online repositories of universities in
Indonesia. This study uses 11 research publications, 8 of which are in quantitative research and 3 of them are
qualitative research, all research is primary data. Most of the studies used cross sectional and case control
designs. Results Some of the main factors that came out of Tuberculosis treatment in Indonesia were identified,
including drug side effects, Drug Swallow Supervisor (PMO), knowledge, motivation and family support.
Recommendation Supervision is needed not only from the PMO and family but also from health services related
to treatment so that patient motivation during treatment is maintained.
115
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN adalah 65%. Jika satu orang dapat
mentransmisikan ke 10-15 orang, pada
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit tahun berikutnya jumlah orang yang
menular yang merupakan penyebab utama terinfeksi adalah 5.8 juta orang. Ini akan
masalah kesehatan, salah satu dari 10 meningkat jika penderita tidak
penyebab utama kematian di seluruh dunia melanjutkan perawatan (WHO, 2019).
dan penyebab utama kematian di atas Sedangkan di Indonesia merupakan
HIV/AIDS (WHO, 2019). Penyakit ini negara dengan pasien TB terbanyak ke-3
disebabkan oleh Mycobacterium di dunia setelah India dan Cina.
tuberculosis, yang menyebar ketika orang Diperkirakan jumlah pasien TB di
yang sakit dengan TB mengeluarkan Indonesia sekitar 10% dari total jumlah
bakteri ke udara; misalnya dengan batuk. pasien TB di dunia (Kementerian
Hal ini biasanya mempengaruhi paru-paru Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
(TB paru) tetapi juga dapat mempengaruhi Jumlah kasus baru TB di Indonesia
tempat lain (TB luar paru). Sekitar sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
seperempat populasi dunia berisiko (data per 17 Mei 2018) Angka
terinfeksi oleh Mycobacterium keberhasilan pada tahun 2017 sebesar
tuberculosis. Dengan diagnosis dan 87.8% (data per 21 Mei 2018). Walaupun
pengobatan tepat waktu dengan selama demikian angka kesembuhan cenderung
enam bulan, penderita TB dapat mempunyai gap dengan angka
disembuhkan (WHO, 2019). Jumlah kasus keberhasilan pengobatan, sehingga
TB yang terjadi setiap tahun di Dunia kontribusi pasien yang sembuh terhadap
diperkirakan 10 juta (kisaran 9.0-11.1 juta) angka keberhasilan pengobatan menurun
orang jatuh sakit dengan TB pada tahun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
2018. Kejadian TB sebagian besar adalah Dalam upaya pengendalian penyakit,
wilayah Asia Tenggara (44%), Afrika fenomena menurunnya angka kesembuhan
(24%) dan Pasifik Barat (18%), dengan ini perlu mendapat perhatian besar karena
persentase lebih kecil di Mediterania akan mempengaruhi penularan penyakit
Timur (8%), Amerika (3%) dan Eropa TBC. Tingkat keberhasilan pengobatan
(3%). Delapan negara menyumbang dua adalah persentase pasien baru dengan TB
pertiga dari total global: India (27%), Cina paru (AFB) yang menyelesaikan
(9%), Indonesia (8%), Filipina (6%), pengobatan (pengobatan sembuh dan
Pakistan (6%), Nigeria (4%), Bangladesh lengkap). Sehingga diketahui, bahwa 12-
(4%) dan Afrika Selatan (3%) (WHO, 15% adalah tingkat pengobatan yang tidak
2019). berhasil untuk TB di mana kejadian drop
World Health Organization (WHO) out pengobatan salah satu faktornya
memperkirakan bahwa pada tahun 2017 (Kementerian Kesehatan Republik
bakteri ini membunuh sekitar 1.3 juta Indonesia, 2015).
orang di dunia. Angka kematian ini bahkan Pengobatan TB bertujuan untuk
akan lebih tinggi jika pasien TB tidak menyembuhkan pasien, mencegah
melakukan pengobatan atau putus kematian, mencegah kekambuhan,
pengobatan TB. Pasien yang dropout memutuskan rantai penularan dan
adalah pasien yang tidak minum obat mencegah terjadinya resistensi kuman
selama dua bulan berturut-turut atau lebih terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
sebelum periode pengobatan selesai Penghentian obat sebelum selesai
(WHO, 2019). pengobatan dapat menyebabkan resistensi
Pengobatan TB yang tidak lengkap obat TB jika pasien melakukan pengobatan
dapat menyebabkan peningkatan kembali. Selain itu drop-out terapi TB
penularan, resistensi obat, dan kematian. juga mengakibatkan kuman berkembang
Tingkat penularan pasien TB BTA positif menjadi resistensi terhadap obat, sehingga
116
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
menyebabkan Mycobacterium tuberculosis menjadi drop out pengobatan yaitu dua
memiliki kecenderungan untuk mengalami bulan dari pengobatan dimulai (Pardeshi,
mutasi dan lebih sulit untuk diatasi 2010).
(Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015). METODE
Pengobatan ulang membutuhkan
obat-obatan yang lebih mahal yang Desain penelitian ini merupakan
menghasilkan beban keuangan yang lebih kajian sistematis dengan tema faktor
besar baik pada pasien dan pemerintah. penyebab drop out pada pasien penderita
Selain itu, pasien yang putus pengobatan Tuberkulosis di Indonesia. Strategi
tetap menular dan membahayakan pencarian menggunakan protokol
keluarga dan lingkungannya, situasi ini PRISMA (Preferred Reporting Item for
diperburuk oleh bakteri yang kebal Systematic Review and Meta Analysis).
terhadap obat pengobatan sebelumnya Pencarian artikel menggunakan google
(Amoran, et al., 2011). scholar Neliti, dan pencarian pada online
Penelitian terkait Tuberkulosis repositori universitas di Indonesia dengan
banyak berhubungan dengan faktor kata kunci drop out, default, pengobatan,
kepatuhan pengobatan dan hubungan putus obat, dan turberkulosis dengan
antara faktor risiko seperti dukungan waktu publikasi mulai dari Januari 2009
keluarga dan motivasi pasien, juga sampai dengan November 2019.
mengenai Pengawas Minum Obat. Adapun Adapun kriteria inklusi pada
penelitian terkait drop out Tuberkulosis penelitian ini adalah artikel yang
seperti pada penelitian mengenai faktor mempunyai tema tentang faktor penyebab
dari drop out akibat pengobatan drop out pasien Tuberkulosis dengan
Tuberkulosis di Pernambuco Brasil bahasa pengantar Bahasa Indonesia dan
menunjukkan faktor yang berhubungan Bahasa Inggris. Artikel penelitian akan
antara lain usia, pengobatan sebelumnya, dieksklusi jika lokasi penelitian bukan di
dan kurangnya pengetahuan (De Indonesia, berupa skripsi, memiliki desain
Albuquerque, et al., 2007). Juga penelitian penelitian systematic review dan tidak bisa
terkait berapa lama waktu pasien risiko diakses secara penuh.
Artikel penelitian
Artikel penelitian yang yang diekslusi
telah disaring (n = 23) (n =3)
kesesuaian
117
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
HASIL penelitian yang dipertimbangkan untuk
diikutsertakan dalam tinjauan sistematik.
Pencarian data artikel penelitian Adapun 15 artikel berjenis penelitian
dilakukan mengunakan situs pencarian kuantitatif dan lima penelitian berjenis
google cendikia, neliti dan online kualitatif. Dengan desain cross sectional
repository universitas (Universitas sebanyak dua penelitian dan desain
Indonesia) dengan kata kunci drop out, penelitian kasus sebanyak delapan dan
pengobatan tuberkulosis, default dan penelitian desain lain berupa desain
putus obat dengan keseluruhan artikel studi kasus, kohort retrospektif dan
yang didapat dari google cendikia kualitatif. Setelah dilakukan telaah judul
sebanyak 135 artikel dan dari hasil dan abstrak terdapat 11 yang sesuai
pencarian di neliti terdapat 101 artikel, kriteria eksklusi dan inklusi yang telah
dan hasil dari resipotary online ditetapkan untuk dapat digunakan dalam
Universitas Indonesia sebanyak 35 yang penelitian ini. Artikel penelitian yang
terbit hingga November 2019. Setelah didapat terdiri dari delapan penelitian
dilakukan telaah diperoleh 20 artikel kuantitatif dan tiga penelitian kualitatif.
118
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
Tabel 2. Lanjutan
Subjek
No Peneliti Jenis Penelitaian Lokasi Temuan Faktor Drop Out
Penelitian
10 Pratama Adi Kualitatif 7 pasien drop Kebumen Motivasi pribadi dan
Prabawa out dan keluarga
keluarganya dan
7 pasien
pengobatan
lengkap dan
keluarganya
11 Ali R Kohort 205 penderita RS Paru Status pekerjaan dan efek
retrospektif TB Palembang samping obat
119
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
dengan penggunaan alkohol, pengetahuan kepatuhan berobat dan kebanyakan
yang kurang tentang TB, kurangnya penderita merasa enak pada akhir fase
interaksi pasien dan fasilitas pelayanan intensif dan merasa tidak perlu kembali
kesehatan, hilangnya dosis yang dimakan untuk pengobatan selanjutnya. Penelitian
secara drastis, efek samping obat, penyedia di Kota Kinabalu Sabah Malaysia
layanan DOTS dari pemerintah dan melaporkan bahwa kepatuhan dapat
merokok (Basu et al., 2015). Pengetahuan ditingkatkan dengan peningkatan edukasi
terkait penyakit mempengaruhi kemauan penderita, keluarga dan populasi umum,
pasien untuk teratur berobat (Sarwono, mengurangi biaya transportasi dan
1993). Menurut Bloom, proses perilaku lamanya perjalanan (OBoyle, et al., 2002).
dibagi dalam tiga domain, yaitu kognisi, Pasien yang mempunyai motivasi
afektif, dan psikomoto. Pengetahuan yang rendah berpotensi 27 kali untuk
merupakan hasil proses penginderaan menghentikan pengobatan TB
seseorang terhadap suatu objek tertentu. dibandingkan dengan pasien yang
Pengetahuan ini nantinya akan menjadi mempunyai motivasi tinggi. Motivasi yang
dasar bagi seseorang dalam mengambil rendah dalam diri seseorang menyebabkan
keputusan atau menentukan tindakan orang tersebut tidak mempunyai dorongan
dalam menghadapi masalah yang timbul. dalam dirinya untuk melakukan suatu
Pemberian informasi yang baik mampu kegiatan. Melakukan keteraturan berobat
meningkatkan pemahaman tentang butuh motivasi yang tinggi dalam diri
prosedur pengobatan TB terhadap seseorang (Nugroho, 2011). Motivasi
penderita. Intervensi langsung saat merupakan dorongan dalam diri seseorang
pemantauan pengobatan dapat menjadi yang menyebabkan orang tersebut
solusi efektif untuk meningkatkan melakukan kegiatan tertentu guna
kepatuhan minum obat (Himawan, dkk., mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang
2015). Beberapa penelitian terkait juga ada dalam pasien bertujuan agar mereka
menjelaskan mengenai pengetahuan yang dapat sembuh dari sakit TB yang
lebih sedikit mengenai penyakit TB dideritanya. Dalam penelitian ini, beberapa
memiliki peluang lebih besar untuk terjadi pasien merasa sudah sembuh, artinya
putus obat (Nuraini, dkk., 2018). mereka merasa sudah mencapai tujuan
Tiga penelitian yang dilakukan oleh dalam pengobatan TB, kemudian dapat
Amoran, et al. (2011), Kementerian diasumsikan bahwa motivasi akan hilang
Kesehatan Republik Indonesia (2011), dan jika seseorang sudah mencapai tujuan yang
Nuraini, dkk. (2018), mencantumkan diinginkan. Oleh karena itu, perlu adanya
motivasi sebagai salah satu faktor pemberian informasi dan edukasi agar
penyebab drop out pasien Tuberkulosis. motivasi yang dimiliki pasien tidak hanya
Pada negara berkembang terjadi gagal sebatas bertujuan agar pasien tidak
pengobatan karena hilangnya motivasi merasakan gejala TB, tetapi memberi
penderita, informasi mengenai motivasi untuk melakukan pengobatan TB
penyakitnya, efek samping obat, problem sampai selesai dengan tujuan penyakit TB
ekonomi, sulitnya transportasi, faktor yang diderita dapat sembuh total dengan
sosiopsikologis, alamat yang salah, dibuktikan pada pemeriksaan dahak pada
komunikasi yang kurang baik antara akhir pengobatan dengan konversi
penderita TB paru dengan petugas negative (Nugroho, 2011).
kesehatan. Ketidakpatuhan untuk berobat Dari sebelas penelitian yang
secara teratur bagi penderita TB paru tetap dianalisis, tiga penelitian yang dilakukan
menjadi hambatan untuk mencapai angka oleh Amoran et al. (2011), De
kesembuhan yang tinggi. Kebanyakan Albuquerque (2007), Pardeshi (2010),
penderita tidak datang selama fase intensif yang mengaitkan pengawas menelan obat
karena tidak adekuatnya motivasi terhadap (PMO) dengan faktor penyebab drop out
120
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
pengobatan Tuberkulosis. Salah satu mempengaruhi motivasi dan pengetahuan.
komponen DOTS adalah pengobatan Dukungan emosional terkuat adalah
paduan OAT jangka pendek dengan dengan cara perjanjian di mana
pengawasan langsung. Untuk menjamin pengobatan TB di pelayanan kesehatan.
keteraturan pengobatan diperlukan seorang Dukungan lingkungan juga penting dalam
PMO (Kementerian Kesehatan Republik pengobatan TB, pelayanan kesehatan
Indonesia, 2011). Keberadaan Pengawas menjalin hubungan di antara pasien TB,
menelan obat dapat membantu pasien keluarga pasien TB dan tenaga kesehatan
untuk tetap teratur minum obat karena yang merawat selama enam bulan.
terus menerus mengingatkan. Peran Dukungan keluarga juga merupakan faktor
Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah yang mempengaruhi seseorang patuh
meningkatkan kepatuhan pasien dalam untuk melaksanakan pengobatan TB paru
menelan obat. Ada hubungan antara sampai selesai, di mana keluarga inti dan
kehadiran pengawas menelan obat dengan keluarga besar berfungsi sebagai sistem
keteraturan dan kepatuhan minum obat pendukung bagi anggota keluarga lainnya.
serta kesembuhan pasien Tuberkulosis. Fungsi dasar keluarga adalah fungsi
Mengungkapkan peran lain dari pengawas keperawatan kesehatan, sedangkan fungsi
menelan obat seperti menjadi edukator, keperawatan kesehatan adalah kemampuan
menemani pasien kontrol ke pusat keluarga untuk merawat anggota keluarga
pelayanan kesehatan, mengingatkan pasien yang mengalami masalah kesehatan
untuk periksa dahak berulang, memberikan (Octovianus, dkk., 2015). Sesuai dengan
dukungan moril ke pasien, membawa penelitian yang menyimpulkan adanya
pasien kepusat pelayanan kesehatan jika hubungan yang signifikan antara dukungan
terjadi efek samping obat, meningkatkan keluarga dengan perilaku berobat pasien
perilaku pencegahan dan peningkatan TB Paru. Secara statistik menunjukkan
berat badan. Pengawas menelan obat bahwa dukungan keluarga merupakan
menjadi salah satu rantai dalam faktor risiko terhadap perilaku berobat
manajemen eliminasi TB dimana dengan pasien TB Paru (Nuraini, dkk., 2018).
meningkatnya kepatuhan diharapkan dapat Motivasi diri dan dukungan keluarga/
meningkatkan kesembuhan penderita. PMO untuk pasien TB paru adalah kunci
Pengawas menelan obat dapat untuk keberlanjutan pengobatan TB paru
berkontribusi secara optimal jika usianya sampai sepenuhnya pulih. Pendidikan dan
lebih dari 17 tahun. Usia dianggap menjadi konseling untuk pasien TB paru dan
salah satu faktor penting dalam keluarga/PMO mutlak diperlukan di
pemahaman peran sehingga tujuan dari Indonesia (Prabawa et al., 2018).
kegiatan dapat tercapai. Selain keluarga,
pengawas menelan obat juga dapat KESIMPULAN DAN SARAN
dilakukan oleh petugas kesehatan, namun
dengan adanya latar belakang pendidikan, Kesimpulan
petugas kesehatan yang berperan sebagai
pengawas menelan obat harus memiliki Terdapat beberapa faktor utama drop
pengetahuan lebih dibandingkan dengan out pengobatan Tuberkulosis di Indonesia,
pengawas menelan obat dengan tingkat antara lain efek samping obat, pengawas
pendidikan lebih rendah (Putri, 2019). menelan obat, pengetahuan, motivasi dan
Pada Penelitian Amoran et al. (2011) dukungan keluarga. Perlunya pemberian
dan Kementerian Kesehatan Republik pengetahuan pada pasien mengenai
Indonesia (2011) terdapat dukungan pengobatan Tuberkulosis seperti bahaya
keluarga terkait faktor drop out berhenti pengobatan, dan risiko yang harus
pengobatan Tuberkulosis. Dukungan sosial dihadapi selama pengobatan.
121
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
Saran Kesehat RI; 2018,
http://www.depkes.go.id/article/view/
Dalam penanganan pencegahan 17070700004/program-indonesia-
putus pengobatan Tuberkulosis perlu sehat-dengan-pendekatan-
adanya pengawasan bukan hanya dari keluarga.html.
PMO dan keluarga tapi juga dari 7. Nugroho, R. A., Studi Kualitatif
pelayanan kesehatan terkait pengobatan Faktor yang Melatarbelakangi Drop
sehingga motivasi pasien selama Out Pengobatan Tuberkulosis Paru,
pengobatan tetap terjaga. KESMAS - J Kesehat Masy; 2011,
Vol. 7, No. 1, p.p. 83-90,
DAFTAR PUSTAKA doi:10.15294/ kemas. v7i1.2801.
8. Nuraini, Naziah, Arifki Zainaro M.,
1. Amoran, O., Osiyale, O., Lawal, K., Pengalaman Putus Obat pada Klien
Pattern of Default Among TB yang Mendapatkan Pengobatan
Tuberculosis Patients on Directly Oat dengan Strategi Dots di RS
Observed Therapy in Rural Umum Kabupaten Tangerang
Primary Health Care Centres in Tahun 2016, J JKFT Univ
Ogun State, Nigeria, J Infect Dis Muhammadiyah Tangerang; 2018,
Immun; 2011, p.p. 90-95. Vol. 3, p.p. 70-80.
2. Basu, M., Das, S., Mandal, A., Dutt, 9. OBoyle, S., Power, J., Ibrahim, M. Y.,
D., Dasgupta, S., Roy, N., Risk Watson, J., Others, Factors Affecting
Factors Associated with Default Patient Compliance with Anti-
Among Tuberculosis Patients in Tuberculosis Chemotherapy Using
Darjeeling District of West Bengal, the Directly Observed Treatment,
India, J Fam Med Prim Care; 2015, Short-Course Strategy (DOTS), Int
Vol. 4, No. 3, doi:10.4103/2249- J Tuberc Lung Dis; 2002, Vol. 6, No.
4863.161330. 4, p.p. 307-312.
3. De Albuquerque MDFPM, Ximenes 10. Octovianus, L., Suhartono, Kuntjoro,
RADA, Lucena-Silva, N., et al., T., Analisis Faktor-faktor yang
Factors Associated with Treatment Berhubungan dengan Kejadian
Failure, Dropout, and Death in a Drop Out Penderita TB Paru di
Cohort of Tuberculosis Patients in Puskesmas Kota Sorong, Jurnal
Recife, Pernambuco State, Brazil, Manajemen Kesehatan Indonesia;
Cad Saude Publica; 2007, Vol. 23, 2015, Vol. 03, No. 03, p.p. 228-234.
No. 7, p.p. 1573-1582, 11. Pardeshi, G., Time of Default in
doi:10.1590/s0102-311x2007 Tuberculosis Patients on Directly
000700008. Observed Treatment, J Glob Infect
4. Himawan, A. B., Hadisaputro, S., Dis; 2010, Vol. 2, No. 3,
Suprihati, Berbagai Faktor Risiko doi:10.4103/0974-777x.68533.
Kejadian TB Paru Drop Out (Studi 12. Prabawa, P. A., Claramita, M.,
Kasus di Kabupaten Jepara dan Pramantara, I. D. P., Patients’ and
Pati), Jurnal Publik Kesehatan Families’ Experiences in Lung
Masyarakat Indonesia; 2015, Vol. 2, Tuberculosis Treatment in
No. 1, p.p. 57-64. Kebumen District, Central Java
5. Kementerian Kesehatan Republik Province: A Phenomenology Study
Indonesia, Pedoman Nasional of ‘Drop Out’ and ‘Uninterrupted’
Pengendalian Tuberkulosis; 2011. Groups, Rev Prim Care Pract Educ
6. Kementerian Kesehatan Republik (Kajian Prakt dan Pendidik Layanan
Indonesia, INFODATIN Prim; 2018, Vol. 1, No. 3,
Tuberkulosis 2018, Kementeri doi:10.22146/rpcpe.41692.
122
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 115-123 e-ISSN 2549-6425
13. Putri, F. R. W., Sistematik Review:
Kriteria dan Peran Pengawas
Menelan Obat Pasien Tuberculosis
di Indonesia, J Surya Med; 2019,
Vol. 4, No. 2, p.p. 1-11,
doi:10.33084/jsm.v4i2.601
14. Sarwono, S., Sosiologi Kesehatan:
Beberapa Konsep Beserta
Aplikasinya, Gadjah Mada U.P.;
1993.
15. WHO, WHO TB Report, Global
Tuberkulosis Rep; 2019.
123
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
PARTISIPASI IBU DALAM BIDANG EKONOMI TERHADAP
KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI INDONESIA
(ANALISIS HASIL SDKI 2017)
ABSTRAK
Latar Belakang: Menyusui merupakan amanah dari Allah kepada para ibu untuk anaknya karena manfaatnya
yang sangat besar bagi kelangsungan hidup dan perkembangan anak di masa depan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui partisipasi ibu dalam perekonomian keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif. Metode:
Studi ini merupakan analisis lanjut data SDKI 2017, dengan sampel 13.636 ibu berusia 15-49 tahun yang
memiliki bayi berusia 0-6 bulan. Data dianalisis menggunakan uji regresi logistik ganda dan diolah dengan
SPSS versi 24. Hasil: Partisipasi ibu dalam perekonomian keluarga dapat meningkatkan peluang pemberian ASI
eksklusif, dimana ibu yang bekerja berpeluang 1.5 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif pada
bayinya (p=0.000; 95% CI=1.420-1.707) dibanding ibu yang tidak bekerja. Partisipasi ibu dalam bidang
ekonomi memiliki hubungan yang signifikan dengan pemberian ASI eksklusif. Saran: Dukungan khusus seperti
istirahat untuk menyusui atau memerah ASI, ruangan khusus untuk menyusui dan informasi tentang manajemen
laktasi serta dukungan personal dari rekan kerja atau atasan sangat diperlukan oleh ibu bekerja untuk
meningkatkan motivasi pemberian ASI dan mempertahankan produksi ASI.
Kata Kunci: ASI Eksklusif, Partisipasi Ibu dalam Bidang Ekonomi, Ibu Bekerja
ABSTRACT
Background: Breastfeeding is a mandate from God to mothers for their children because of the enormous
benefits for the survival and development of children in the future. This study aims to determine the
participation of mothers in the family economy towards exclusive breastfeeding. Methods: This study is a
further analysis of the 2017 IDHS data, with a sample of 13.636 mothers aged 15-49 who have babies aged 0-6
months. Data were analyzed using multiple logistic regression tests and processed with SPSS version 24.
Result: Participation of mothers in the family economy can increase the chances of exclusive breastfeeding,
where working mothers have 1.5 times more chance to give exclusive breastfeeding to their babies (p = 0.000;
95% CI = 1.420-1.707) compared to mothers who did not work. Women's participation in the economy has a
significant relationship with exclusive breastfeeding. Recommendation: Specific support such as breaks for
breastfeeding or milking, special room for breastfeeding and information about lactation management and
personal support from colleagues or superiors are needed by working mothers to increase motivation for
breastfeeding and maintain milk production.
124
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN menurut world breastfeeding trends
initiative karena jumlah ibu di Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk yang berhasil memberikan ASI eksklusif
mengetahui hubungan partisipasi ibu masih jauh dibawah target (Gupta et al.,
dalam perekonomian keluarga terhadap 2019). Posisi Indonesia diantara negara
pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Al Asia Tenggara berada dibawah Vietnam
Quran surat Al-Baqarah ayat 233 (73%), Filipina (68%), Malaysia (58.5%),
menyatakan bahwa seorang ibu hendaknya dan Brunei Darussalam (56%). Beberapa
menyusui anak-anaknya selama dua tahun penelitian yang dilakukan oleh Abdullah
penuh, bagi yang ingin menyusui secara dkk. (2013), Aprilia (2012), Astuti (2013),
sempurna, dan kewajiban ayah Budiman (2013), Kurniawan (2013)
menanggung nafkah dan pakaian mereka menyebutkan tentang faktor yang
dengan cara yang patut. Hal ini bahkan mempengaruhi keberhasilan pemberian
melebihi rekomendasi WHO untuk ASI eksklusif yaitu wilayah tempat
memberikan ASI Eksklusif selama enam tinggal, status sosio ekonomi, pendidikan
bulan (WHO, 2001). ASI eksklusif ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, sikap
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor ibu, peran petugas, keterpaparan media,
33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air dan peran suami.
Susu Ibu Eksklusif adalah ASI yang Pemerintah Indonesia sebenarnya
diberikan kepada bayi sejak dilahirkan sudah memberikan dukungan bagi para ibu
selama enam bulan, tanpa menambahkan pekerja agar tetap dapat memberikan ASI
dan/atau mengganti dengan minuman pada bayinya. Hal ini didukung dengan
(kecuali obat, vitamin, dan mineral) atau ditetapkannya Peraturan Pemerintah
makanan lain (Kemenkes RI., 2019). Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian
Manfaat menyusui eksklusif tidak ASI eksklusif yang mewajibkan setiap
diragukan lagi, pada tahun 2001 WHO perusahaan atau tempat kerja memberikan
melakukan telaah artikel penelitian secara ruang untuk ibu menyusui yang bekerja
sistematik dan berkonsultasi dengan para agar tetap bisa memberikan ASI
pakar dan menyimpulkan bahwa bayi yang eksklusif. Adanya dukungan tempat kerja
disusui secara lebih eksklusif sampai enam tersebut sangat mempengaruhi
bulan umumnya lebih sedikit menderita keberhasilan pemberian ASI eksklusif
penyakit gastrointestinal dan sedikit kepada bayi, misalnya dengan adanya
mengalami gangguan pertumbuhan tempat memerah ASI, tempat
(WHO, 2001). Menyusui juga merupakan penyimpanan ASI dan tempat penitipan
cara yang paling efektif dan hemat biaya bayi (Rejeki, 2008). Selain itu jam kerja
untuk meningkatkan kualitas hidup anak, juga mempengaruhi keberhasilan
yang merupakan dasar pembangunan suatu pemberian ASI termasuk di dalamnya
negara. Mendukung pemberian ASI adalah jenis pekerjaan dan lamanya kerja.
merupakan investasi yang dapat dilakukan Ibu yang bekerja di bagian administratif
oleh negara untuk kesejahteraan atau berada di kantor sepanjang hari
masyarakatnya (Lake & Chan, 2016). ASI memiliki kesempatan untuk menyusui
menjadikan dunia lebih sehat, lebih pintar bayinya lebih lama dibandingkan dengan
dan lebih setara. Kematian 823.000 anak- ibu yang tingkat mobilitasnya tinggi. Ibu
anak dan 20.000 ibu setiap tahun dapat yang bekerja paruh waktu juga memiliki
dicegah melalui pemberian ASI (The kemungkinan memberikan waktu
Lancet, 2016). menyusui lebih lama dibandingkan ibu
Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan yang bekerja full-time (Novayelinda,
bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif 2012).
di Indonesia sebanyak 37.3%. Indonesia Meskipun menyusui bayi adalah hal
berada di peringkat 66 dari 107 negara yang umum di Indonesia, namun
125
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
keberlangsungannya sehingga dapat eksklusif yang diperoleh dari pertanyaan
dikategorikan sebagai ASI eksklusif masih dalam kuesioner tentang riwayat
banyak hambatannya. Salah satu faktor pemberian makanan dalam 24 jam terakhir
penghambat itu adalah pekerjaan ibu pada anak usia dibawah 6 bulan. Variabel
(Kadir, 2014). Pada ibu yang aktif bekerja independen meliputi umur ibu, pendidikan
atau memiliki kegiatan terkait ekonomi, ibu, pendidikan suami, keterpaparan
seringkali mengalami hambatan ketika terhadap informasi, wilayah tempat
ingin menyusui bayinya. Hambatan tinggal, pengambilan keputusan, dan status
tersebut dapat berupa stress psikologis ekonomi rumah tangga. Pendidikan dibagi
yang disebabkan oleh waktu bekerja, menjadi dua kategori, dimana pendidikan
berkurangnya waktu untuk pelekatan lebih dari SMA dikategorikan tinggi
menyusui dengan bayi, tidak tersedia sedangkan SMA dan pendidikan
tempat yang memadai untuk memerah dibawahnya masuk kategori rendah. SDKI
ASI, tidak ada dukungan dari atasan dan 2017 menggunakan istilah kuintil 1-5
rekan kerja. Waktu cuti melahirkan yang mulai kategori terbawah sampai teratas
hanya tiga bulan pun merupakan salah satu untuk status ekonomi berdasarkan jumlah
faktor penghambat kesuksesan ASI dan jenis barang yang dimiliki dan
eksklusif. Keberlangsungan proses karakteristik perumahan. Pada penelitian
menyusui saat ibu kembali bekerja ini status ekonomi dikategorikan tinggi
merupakan masalah serius yang harus jika responden masuk kuintil 4-5
segera ditindaklanjuti agar program (menengah atas-teratas), sedangkan
pemberian ASI eksklusif selama enam kategori status ekonomi rendah jika
bulan dapat tercapai (Sari, 2015). responden masuk kuintil 1-3 (terbawah-
menengah). Menurut Lemeshow et al.
METODE PENELITIAN (1991), besar sampel minimum diperoleh
melalui perhitungan dengan rumus untuk
Penelitian ini bersifat kuantitatif sampel kompleks (klaster) dengan asumsi
dan merupakan analisis lanjut dari data dari penelitian Sartono (2013) sebelumnya
hasil Survei Demografi dan Kesehatan yaitu proporsi pemberian ASI eksklusif
Indonesia (SDKI) tahun 2017. Sampel pada ibu bekerja sebesar 9.5% dan
SDKI 2017 mencakup 1.970 blok sensus proporsi pemberian ASI eksklusif pada ibu
yang meliputi daerah perkotaan dan tidak bekerja sebesar 32%. Pada penelitian
perdesaan. Jumlah blok sensus yang ini, peneliti menginginkan tingkat
diperoleh jumlah sampel rumah tangga kepercayaan sebesar 95% dan kekuatan uji
sebanyak 47.963 rumah tangga. Dari 90%. Jumlah sampel minimum yang
seluruh sampel rumah tangga tersebut diperlukan sebesar 320, sedangkan sampel
diperoleh sekitar 49.627 responden wanita yang diperoleh untuk analisis adalah
usia subur 15-49 tahun dan 10.009 13.636. Data dianalisis secara multivariat
responden pria kawin umur 15-54 tahun. dengan regresi logistik ganda
Data SDKI 2017 didapatkan melalui menggunakan SPSS versi 24.
unduhan secara gratis melalui situs
sdki.bkkbn.go.id, yang sebelumnya HASIL
didahului dengan melakukan registrasi dan
mengajukan ijin untuk mendapatkan data Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa
tersebut. Populasi dalam penelitian ini mayoritas ibu (82.6%) memberikan ASI
adalah wanita kawin usia 15-49 tahun ekslusif pada bayinya dan sebagian besar
yang memiliki anak usia 0-6 bulan, ibu (53.2%) tidak bekerja. Sebagian besar
bekerja, dan memiliki kontrol atas umur ibu (54.8%) berada pada kategori
pendapatannya. Variabel dependen dalam <20 tahun dan >35 tahun dengan tingkat
penelitian ini adalah pemberian ASI pendidikan terbanyak berada pada tingkat
126
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
pendidikan rendah (82.2%). Hal senada perdesaan yaitu 50.8%. Mengenai
juga ditemukan pada pendidikan suami, pengambilan keputusan, lebih dari separuh
dimana 84.8% suami berada pada tingkat responden mengambil keputusan bersama
pendidikan rendah. suami/orang lain yaitu 56.4%. Hal yang
Sebanyak 84.8% responden pernah sama juga ditemukan pada status ekonomi
terpapar informasi tentang ASI eksklusif. keluarga, sebagian besar responden berada
Menurut tempat tinggalnya, sekitar pada tingkat status ekonomi tinggi yaitu
separuh responden tinggal di wilayah 54.2% (Tabel 1).
Variabel n (%)
Pemberian ASI Ekslusif
Ya 11.263 (82.6)
Tidak 2.373 (17.4)
Partisipasi Ibu dalam Perekonomian Keluarga
Ya 6.382 (46.8)
Tidak 7.254 (53.2)
Umur Ibu
20 – 35 6.163 (45.2)
< 20 dan > 35 7.472 (54.8)
Pendidikan Ibu
Tinggi 2.424 (17.8)
Rendah 11.212 (82.2)
Pendidikan Suami
Tinggi 2.073 (15.2)
Rendah 11.563 (84.8)
Keterpaparan Terhadap Informasi
Ya 11.558 (84.8)
Tidak 2.078 (15.2)
Wilayah Tempat Tinggal
Perkotaan 6.710 (49.2)
Pedesaan 6.926 (50.8)
Pengambilan Keputusan
Ibu 5.951 (43.6)
Ibu dan Suami/ Orang lain 7.685 (56.4)
Status Ekonomi
Tinggi 7.389 (54.2)
Rendah 6.247 (45.8)
127
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
multivariat. adalah partisipasi ibu dalam perekonomian
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh keluarga, umur ibu, status ekonomi,
pemodelan akhir multivariat dengan wilayah tempat tinggal dan keterpaparan
variabel partisipasi ibu dalam terhadap informasi. Faktor yang paling
perekonomian keluarga (p value=0.000), dominan berkontribusi adalah partisipasi
umur ibu (p value=0.734), status ekonomi ibu dalam perekonomian keluarga
(p value=0.000), wilayah tempat tinggal (p (OR=1.557; 95% CI=1.420-1.707). Hal ini
value=0.311) dan keterpaparan terhadap berarti ibu yang bekerja memiliki peluang
informasi (p value=0.000). Dari hasil 1.5 kali lebih besar untuk berhasil
analisis diketahui bahwa variabel yang memberikan ASI eksklusif dibandingkan
secara bersamaan berhubungan dengan dengan ibu yang tidak bekerja.
keberhasilan pemberian ASI eksklusif
128
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
Tabel 3. Lanjutan
129
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
keluarga dapat mendukung keberhasilan tentang ASI eksklusif, cara memerah dan
pemberian ASI eksklusif. menyimpan ASI ketika bekerja serta cara
Yarnoff et al. (2014) menyatakan menjaga kecukupan produksi ASI. Jika ibu
bahwa pendidikan dan pekerjaan ibu telah mendapat banyak informasi yang
merupakan dua hal yang saling berkaitan penting terkait pentingnya ASI maka ibu
sehubungan dengan keberhasilan dapat menangkal informasi lain yang dapat
pemberian ASI eksklusif. Ibu dengan mengganggu keberhasilan pemberian ASI
pendidikan tinggi dapat meningkatkan eksklusif.
pengetahuannya mengenai kesehatan, hal Jenis pekerjaan dan lama jam kerja
ini akan mendorong keberhasilan juga menentukan lama pemberian ASI
pemberian ASI eksklusif. pada ibu bekerja. Ibu yang bekerja di
Umur ibu juga berpengaruh terhadap kantor cenderung juga memiliki durasi
durasi pemberian ASI sebagaimana menyusui lebih lama dibandingkan dengan
dinyatakan oleh Liu et al. (2013) bahwa ibu yang banyak bekerja di luar ruangan
ibu dengan usia muda berisiko untuk dan mobilitasnya tinggi. Hasil ini juga
memberikan ASI dengan durasi lebih didukung hasil penelitian yang dilakukan
pendek dibandingkan ibu dengan usia oleh Hills-Bonczyk et al. (1993) yang
lebih tua. Hal ini terjadi karena ibu dengan mengidentifikasi bahwa ibu yang bekerja
usia muda mungkin belum memiliki di kantor dan memiliki jam kerja kurang
pengetahuan yang cukup mengenai dari 28 jam seminggu lebih berhasil dalam
pentingnya ASI eksklusif untuk bayi memberikan ASI sambil bekerja. Wanita
mereka atau cara untuk memelihara yang bekerja paruh waktu juga memiliki
produksi ASI sesuai kebutuhan bayi. kemungkinan untuk memberikan ASI
Keluarga dengan status ekonomi lebih lama dari pada wanita yang bekerja
tinggi cenderung tidak memberikan ASI full-time (Ryan et al., 2006). Lama jam
eksklusif karena adanya kemampuan untuk kerja juga mempengaruhi frekuensi
membeli makanan tambahan seperti susu pemberian ASI oleh ibu bekerja dimana
formula (Titaley et al., 2014). Status wanita yang memiliki jam kerja lebih
ekonomi yang tinggi juga membuat ibu sedikit lebih sering memberikan ASI dari
lebih mungkin menerima paparan dari pada wanita yang memiliki jam kerja lebih
perusahaan susu formula dan makanan lain lama (Roe et al., 1999). Ibu yang bekerja
pengganti ASI sehingga ibu lebih mudah di sektor formal dan informal melakukan
mengganti ASI dengan yang lainnya. upaya yang berbeda untuk menunjang
Wilayah tempat tinggal menentukan keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
fasilitas dan akses terhadap berbagai hal Perbedaan tersebut terutama disebabkan
yang dapat mendukung keberhasilan perbedaan waktu kembali bekerja. Ibu
pemberian ASI eksklusif. Keluarga yang pekerja sektor informal kembali bekerja
tinggal di wilayah perkotaan akan lebih setelah anak berumur lebih dari enam
mudah mengakses pelayanan kesehatan, bulan dan membawa anak saat bekerja
lebih mudah menemukan kelompok sehingga menyusui dapat dilakukan setiap
dukungan untuk ibu hamil dan menyusui, saat, sedangkan ibu pekerja sektor formal
dan lebih mudah untuk menjangkau memberikan ASI perah karena tidak dapat
informasi dibanding dengan keluarga yang menyusui saat bekerja. Sesuai hasil
tinggal di pedesaan terlebih dengan penelitian di New Zealand, ibu bekerja
wilayah yang tidak terjangkau transportasi. yang memberikan ASI berusaha untuk
Paparan terhadap informasi juga menyeimbangkan peran sebagai pekerja
berpengaruh terhadap keberhasilan ASI dan sebagai ibu dengan membuat stok ASI
eksklusif. Seorang ibu yang bekerja dan menjaga suplai ASI (Payne et al.,
memiliki kemungkinan untuk mengakses 2010).
berbagai informasi seperti pengetahuan ibu Keberhasilan pemberian ASI
130
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
eksklusif membutuhkan dukungan dari memerah ASI untuk tetap
semua pihak yang ada di sekitar ibu. Mulai mempertahankan produksi ASI.
dari suami, keluarga, tetangga, teman
kerja, atasan, pimpinan tempat kerja Saran
bahkan Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat. Pemerintah telah Disarankan pada wanita bekerja
membuat kebijakan yang khusus untuk memompa ASI setiap tiga jam
mengakomodir kebutuhan ibu pekerja agar selama jam kerja. Oleh karena itu
tetap bisa menyusui. Salah satunya dibutuhkan fasilitas tempat penyimpanan
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 ASI di tempat bekerja. Waktu bekerja
tentang Pemberian ASI Eksklusif yang yang fleksibel merupakan salah satu jalan
mengatur bahwa pengurus tempat kerja keluar dari masalah stres dalam
harus mendukung program ASI eksklusif menyeimbangkan antara pekerjaan dan
dan menyediakan tempat menyusui pemberian ASI. Penelitian lebih lanjut di
dan/atau memerah ASI bagi pekerja di perlukan untuk mengkaji tentang
lingkungannya. Ada juga peraturan pengalaman ibu bekerja dalam
bersama tiga Kementerian Tahun 2008 memberikan ASI pada latar belakang
tentang Peningkatan Pemberian ASI pekerjaan yan berbeda, artinya dibutuhkan
Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja penelitian lebih lanjut tentang pemberian
yang diinisiasi oleh Kementerian ASI pada wanita bekerja dengan latar
Pemberdayaan Perempuan dan belakang pekerjaan yang lebih bervariasi.
Perlindungan Anak, Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan sebagai upaya untuk menjamin
keberhasilan pemberian ASI eksklusif ibu 1. Abdullah, G. I., Ayubi, D.,
bekerja. Determinan Perilaku Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif pada Ibu
KESIMPULAN DAN SARAN Pekerja, Kesmas Natl Public Heal J.;
2013.
Kesimpulan 2. Aprilia, G., Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang ASI
Kondisi bekerja memiliki hubungan Eksklusif dengan Pemberian ASI
yang signifikan dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa Harjobinangun
eksklusif dan mempengaruhi durasi Purworejo; 2012.
pemberian ASI pada ibu bekerja. Durasi 3. Astuti, I., Determinan Pemberian
cuti melahirkan mempengaruhi pada lama ASI Eksklusif pada Ibu Menyusui, J
pemberian ASI tetapi sayangnya hanya Heal Qual; 2013, Vol. 4, No. 1, Hal.
sedikit penelitian yang meneliti tentang hal 60–8.
ini. Wanita bekerja membutuhkan 4. Budiman, Agus, R., Pengetahuan
dukungan tertentu seperti istirahat untuk dan Sikap Dalam Penelitian
menyusui atau memerah ASI, ruangan Kesehatan, Salemba Medika; 2013.
khusus untuk menyusui dan informasi 5. Fishbein, M., Cappella, J. N., The
tentang manajemen laktasi. Wanita bekerja Role of Theory in Developing
juga butuh untuk mengembangkan strategi Effective Health Communications, J
khusus untuk mempertahankan produksi Commun; 2006.
ASI. Dukungan personal dari wanita 6. Gupta, A., Suri, S., Dadhich, J. P.,
bekerja yang berhasil memberikan ASI Trejos, M., Nalubanga, B., The
juga dibutuhkan untuk meningkatkan World Breastfeeding Trends
motivasi dalam pemberian ASI. Pada Initiative: Implementation of the
prakteknya wanita bekerja lebih banyak Global Strategy for Infant and
131
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
Young Child Feeding in 84 Adv Nurs; 2010.
Countries, J Public Health Policy; 16. Rejeki, S., Studi Fenomenologi:
2019. Pengalaman Menyusui Eksklusif
7. Hills-Bonczyk, S. G., Avery, M. D., Ibu Bekerja di Wilayah Kendal
Savik, K., Potter, S., Duckett, L. J., Jawa Tengah, Nurse Media J Nurs;
Women’s Experiences with 2008, Vol. 2, No. 1. p.p. 1–13.
Combining Breast-feeding and 17. Roe, B., Whittington, L. A., Fein, S.
Employment, J Nurse Midwifery; B., Teisl, M. F., Is there Competition
1993. Between Breast-Feeding and
8. Kadir, N. A., Menelusuri Akar Maternal Employment?,
Masalah Rendahnya Presentase Demography; 1999.
Pemberian ASI Eksklusif di 18. Ryan, A. S., Zhou, W., Arensberg, M.
Indonesia, J Al Hikmah; 2014, Vol. B., The Effect of Employment
XV, No. 1, p.p. 106–18. Status on Breastfeeding in the
9. Kemenkes RI., Profil Kesehatan United States, Women’s Heal Issues;
Indonesia 2018; 2019, 207 p. 2006.
Available from: 19. Sari, Y., Partisipasi Ibu dalam
http://www.depkes.go.id/resources/do Perekonomian Keluarga terhadap
wnload/pusdatin/profil-kesehatan- Pemberian ASI Eksklusif di
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil- Indonesia (Analisis Data SDKI
Kesehatan-Indonesia-2018.pdf. 2012); 2015.
10. Kurniawan, B., Determinan 20. Sartono, A., Praktek Menyusui Ibu
Keberhasilan Pemberian Air Susu Pekerja Pabrik dan Ibu Tidak
Ibu Eksklusif, J Kedokt Brawijaya; Bekerja 9 di Kecamatan Sukoharjo
2013. Kota Kabupaten Sukoharjo, J Gizi
11. Lake, A., Chan, M., Breastfeeding Univ Muhammadiyah Semarang;
Letter UNICEF & WHO 2013, Vol. 2, No. 1, p.p. 9–17.
Breastfeeding: A Key to Sustainable 21. The Lancet, Breastfeeding:
Development; 2016, Available from: Achieving the New Normal, The
https://www.who.int/mediacentre/eve Lancet; 2016, 387 (10017): 404.
nts/2016/2016-world-breastfeeding- Available from:
week-letter.pdf?ua=1. http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
12. Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, 6736(16)00210-5.
J., Lwanga, S. K., Adequacy of 22. Titaley, C. R., Loh, P. C., Prasetyo, S.,
Sample Size in Health Studies, Ariawan, I., Shankar, A. H., Socio-
Biometrics; 1991, Vol. 47, No. 1, p.p. economic Factors and Use of
347. Maternal Health Services are
13. Liu, P., Qiao, L., Xu, F., Zhang, M., Associated with Delayed Initiation
Wang, Y., Binns, C. W., Factors and Non-exclusive Breastfeeding in
Associated with Breastfeeding Indonesia: Secondary Analysis of
Duration: A 30-Month Cohort Indonesia Demographic and Health
Study in Northwest China, J Hum Surveys 2002/2003 and 2007, Asia
Lact; 2013. Pac J Clin Nutr; 2014.
14. Novayelinda, R., Telaah Literatur: 23. WHO, Report of the Expert
Pemberian ASI dan Ibu Bekerja, J Consultation of the Optimal
Ners Indonesia; 2012, Vol. 2, No. 2, Duration of Exclusive
p.p. 177–84. Breastfeeding, Geneva, Switzerland,
15. Payne, D., Nicholls, D. A., Managing 28-30 March 2001. 2001;(March).
Breastfeeding and Work: A 24. Yarnoff, B., Allaire, B., Detzel, P.,
Foucauldian Secondary Analysis, J Mother, Infant, and Household
132
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 124-133 e-ISSN 2549-6425
Factors Associated with the Type of
Food Infants Receive in Developing
Countries, Front Pediatr; 2014.
133
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 134-140 e-ISSN 2549-6425
FAKTOR PENYEBARAN KASUS FILARIASIS
DI KABUPATEN ASAHAN
ABSTRAK
Latar Belakang: Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filarial dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk. Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Asahan Sumatera Utara kasus
filariasis terbanyak pada tahun 2014 berjumlah 33 orang, tahun 2015 meningkat menjadi 36 orang, tahun 2016
sebanyak 38 orang, tahun 2017 sebanyak 40 orang dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 41 orang.
Penyebabnya tidak memiliki akses air bersih, sanitasi memadai, dan perumahan ynag tidak layak huni. Metode:
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan study case control yang dilakukan pada bulan
Juli-Agustus 2019 di Wilayah Kerja Puskesmas Dinas Kabupaten Asahan. Sampel dalam penelitian ini ada
penderita filariasis sebanyak 41 orang (kelompok kasus) dan 41 orang yang tidak menderita filariasis (kelompok
kontrol). Hasil: Hasil penelitian diketahui ada hubungan dengan tidak menggunakan kawat kassa (p-value
0.002), tidak menggunakan plafon rumah (p-value 0.001), kebiasaan melakukan pekerjaan pada malam hari (p-
value 0.002), tidak menggunakan kelambu (p-value 0.001) dan tidak menggunakan obat anti nyamuk (p-value
0.0001) dengan penyebaran filariasis di Kabupaten Asahan. Saran: Kepada pihak Dinas Kesehatan Asahan
perlunya sosialisasi terkait pencegahan dan pengobatan filariasis, begitu juga dengan masyarakat perlu menjaga
kebersihan lingkungan di sekitar rumahnya dan melindungi diri dari gigitan nyamuk.
ABSTRACT
Background: Filariasis is a chronic infectious disease caused by filarial worms and transmitted by mosquito
bites. Based on the profile data of the North Sumatra Asahan Health Office the most cases of filariasis in 2014
were 33 people, in 2015 it increased to 36 people, in 2016 there were 38 people, in 2017 there were 40 people
and in 2018 it increased to 41 people. The reason is not having access to clean water, adequate sanitation, and
uninhabitable housing. Methods: This research is a quantitative study using a case control study conducted in
July-August 2019 in the Asahan District Health Center Work Area. The sample in this study were 41 people with
filariasis (case groups) and 41 people whitout filariasis (control groups). Result: The results of the study
showed a relationship with to not using a gauze (p-value 0.002), not using a house ceiling (p-value 0.001), the
habit of doing work at night (p-value 0.002), not using mosquito nets (p-value 0.001) and not use mosquito
repellent (p-value 0.0001) with the spread of filariasis in Asahan District. Recommendation: To the Asahan
health Office, there is a need for socialization related to the prevention and treatment of filariasis, as well as the
community needs to maintain the cleanliness of the environment around their house and protect themselves from
mosquito bites.
134
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 134-140 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN (578 kasus) dan Yogyakarta (tiga kasus)
(Kemenkes RI., 2019).
Filariasis adalah penyakit menular Berdasarkan data profil yang
menahun yang disebabkan oleh cacing didapatkan dari Dinas kabupaten Asahan
filarial dan ditularkan melalui nyamuk. penderita filariasis terbanyak pada tahun
Dalam tubuh manusia, cacing tersebut 2014 berjumlah 33 orang, pada tahun 2015
tumbuh menjadi cacing dewasa dan meningkat menjadi 36 orang, tahun 2016
menetap di jaringan limfe sehingga sebanyak 38 orang, pada tahun 2017
menyebabkan pembengkakan di kaki, bertambah menjadi 40 orang dan sampai
tungkai, payudara, lengan dan organ dengan bulan April 2018 jumlah penderita
genital (Chesnais et al., 2019). filariasis adalah 41 orang. Dari data
Beberapa dekade terakhir tersebut menunjukkan kasus filariasis dari
peningkatan kasus filariasis terbanyak di tahun ke tahun terus menunjukkan
daerah perkotaan. Hal ini diperkirakan peningkatan (Dinas Kesehatan Asahan,
akan meningkat di Negara berkembang 2018).
dan Negara yang berpenghasilan rendah Filariasis merupakan salah satu
seperti Afrika sub-Sahara dari 10% pada penyakit tertua yang dapat melemahkan
tahun 1950 menjadi 35% sampai dengan atau dikenal karena penyakit filariasis
sekarang, dan diperkirakan lebih dari 50% merupakan penyebab kecacatan menetap
pada tahun 2030. Penyebaran kasus dan berjangka lama terbesar kedua di
filariasis di Negara berkembang di dunia setelah kecacatan mental (Masrizal,
karenakan masih adanya area dimana 2012).
rumah tangga tidak memiliki akses air
bersih, sanitasi memadai, penghasilan METODE PENELITIAN
yang masih kurang, dan perumahan yang
tidak layak huni sehingga kondisi ini Jenis Penelitian ini adalah penelitian
menguntungkan untuk perkembangbiakan kuantitatif dengan menggunakan case
vektor nyamuk filarial (Chesnas et al., control yaitu penelitian yang mengkaji
2019). hubungan antara efek (dapat berupa
Filariasis bukanlah penyakit yang penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu
fatal, tetapi dapat menyebabkan morbiditas dengan faktor risiko tertentu, pengumpulan
atau kematian di seluruh dunia data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
(Mallawarachchi et al., 2018). WHO Kabupaten Asahan Sumatera Utara pada
menetapkan kesepakatan global sebagai bulan Juli sampai dengan Agustus 2019
upaya untuk mengeliminasi filariasis pada dengan membagikan kuesioner kepada 41
tahun 2020 (The Global Goal of responden yang mengalami filariasis dan
Elimination of Lymphatic Filariasis as a 41 yang tidak mengalami filariasis.
Public Health problem by The Year 2020) Kriteria kasus penderita filariasis, pasien
(Brant et al., 2018) Saat ini di dunia lama yang belum sembuh dan pasien baru.
terdapat 1,38 miliar penduduk yang Sedangkan kriteria kontrol pasien yang
berisiko tertular filariasi atau yang dikenal tidak mengalami filariasis, tinggal di
juga dengan penyakit kaki gajah kecamatan yang sama dan bersedia
(Kemenkes RI., 2019). menjadi sampel. Analisis data dilakukan
Pada tahun 2018, Indonesia terdapat dengan menggunakan analisa uji logistik
10.681 kasus filariasis di 34 provinsi. regresi.
Lima provinsi dengan kasus kronis
filariasis terbanyak pada tahun 2018 HASIL
adalah Papua (3.615 kasus), Nusa
Tenggara Timur (1.542 kasus), Jawa Barat Dari hasil analisis univariat dan
(781 kasus), Papua Barat (622 kasus) Aceh bivariat untuk menggambarkan distribusi
135
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 134-140 e-ISSN 2549-6425
frekuensi dan faktor risiko penyebaran Kabupaten Asahan Sumatera Utara
filariasis di wilayah kerja Puskesmas menunjukan sebagai berikut:
No. Variabel f %
1. Penggunaan kawat kassa
Ada 16 39.0
Tidak Ada 25 61.0
2. Penggunaan plafon rumah
Ada 14 34.1
Tidak Ada 27 65.9
3. Kebiasaan melakukan pekerjaan malam hari
Tidak 13 31.7
Ya 28 68.3
4. Penggunaan kelambu
Ada 17 41.5
Tidak Ada 24 58.5
5. Penggunaan anti nyamuk
Ada 10 24.4
Tidak Ada 31 75.6
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat 68.3% lebih tinggi bila dibandingkan yang
dilihat bahwa distribusi frekuensi untuk tidak biasa melakukan pekerjaan malam
kategori tidak ada menggunakan kawat hari 31.7%. Yang tidak ada menggunakan
kassa sebanyak 61.0% lebih tinggi bila kelambu sebanyak 58.5% lebih tinggi bila
dibandingkan yang ada kawat kassa dibandingkan yang ada menggunakan
39.0%. Kategori tidak ada menggunakan kelambu 41.5%. Sedangkan pada kategori
plafon rumah sebanyak 65.9% lebih tinggi yang tidak ada menggunakan obat anti
dibandingakan yang ada plafon rumah nyamuk sebanyak 75.6% lebih tinggi bila
34.1%. Untuk kategori yang kebiasaan dibandingkan yang ada menggunakan obat
melakukan pekerjaan malam hari sebanyak anti nyamuk 24.4%.
Filariasis
Penggunaan Total
No. Kasus Kontrol OR P-Value
Kawat Kasa
f % f % f %
1. Ada 16 39.0 30 73.2 46 100.0
4.2 0.002
2. Tidak Ada 25 61.0 11 26.8 36 100.0
136
JUKEMA
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 134-140 ISSN 2549-6425
Tabel 3. Penggunaan Plafon Rumah dengan Penyebaran Filariasis
di Kabupaten Asahan Tahun 2019
Filariasis
Penggunaan Total
No. Kasus Kontrol OR P-Value
Plafon Rumah
f % f % f %
1. Ada 14 34.1 29 70.7 43 100.0
4.6 0.001
2. Tidak Ada 27 65.9 12 29.3 39 100.0
Kebiasaan Filariasis
Melakukan Total
No. Kasus Kontrol OR P-Value
Pekerjaan
Malam Hari f % f % f %
1. Tidak 13 31.7 27 65.9 40 100.0
4.1 0.002
2. Ya 28 68.3 14 34.1 42 100.0
Filariasis
Penggunaan Total
No. Kasus Kontrol OR P-Value
Kelambu
f % % f %
1. Ada 17 41.5 32 78.1 49 100.0
5.0 0.001
2. Tidak Ada 24 58.5 9 21.9 33 100.0
137
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 134-140 e-ISSN 2549-6425
penyebaran filariasis.
Filariasis
Penggunaan Total
No. Kasus Kontrol OR P-Value
Anti Nyamuk
f % f % f %
1. Ada 10 24.4 33 80.5 43 100.0
12.7 0.0001
2. Tidak Ada 31 75.6 8 19.5 39 100.0
138
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 134-140 e-ISSN 2549-6425
pemisah antara sela-sela ruangan rumah. kelambu dapat mencegah atau
Begitu juga dengan rumah yang tidak ada menghindari dari gigitan nyamuk.
plafon, jentik nyamuk akan Kelambu ada dua jenis yaitu ada kelambu
berkembangbiak di sela-sela rumah. biasa dan kelambu berinsektisida yaitu
kelambu yang sudah dilapisi dengan anti
Kebiasaan Melakukan Pekerjaan nyamuk sehingga nyamuk tidak bisa
Malam Hari menggigit manusia. Kelambu juga tidak
berbahaya bagi kesehatan karena anti
Kebiasaan keluar rumah malam hari nyamuk yang ada di kelambu tidak
merupakan faktor risiko kejadian filariasis meracuni manusia.
di Kabupaten Asahan. Hal ini sesuai
dengan kondisi masyarakat dilapangan Penggunaan Obat Anti Nyamuk
yang sebagian besar memiliki pekerjaan
sebagai petani, buruh perkebunan kelapa Kebiasaan masyarakat menghindari
sawit, dan nelayan yang mengharuskan diri dari gigitan nyamuk vektor
beraktivitas dimalam hari. Kebiasaan (mengurangi kontak dengan vektor)
untuk berada di luar rumah sampai larut dengan menggunakan obat nyamuk seperti
malam, dimana vektornya bersifat semprot, obat nyamuk bakar, lotion, atau
eksofilik dan eksofagik akan memudahkan dengan cara memberantas nyamuk
untuk mendapatkan gigitan nyamuk (Dinas (Agustiantiningsih, 2013). Penggunaan
Kesehatan Asahan, 2018). anti nyamuk juga tidak ada artinya apabila
Asumsi peneliti kebanyakan hanya dilakukan pada saat berada di
masyarakat di kabupaten Asahan bekerja rumah, sedangkan waktu keluar rumah
pada malam hari seperti ke kebun sawit, ke tidak menggunakan pelindung diri.
sawah. Oleh karena itu bagi masyarakat Asumsi peneliti penggunaan anti
khususnya kaum bapak-bapak yang nyamuk tidak perlu, cukup dengan
bekerja pada malam hari untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar,
menggunakan jaket, lotion, baju lengan kebersihan tempat tidur, tidak ada
panjang dan celana panjang untuk gantungan baju, tidak ada genangan air,
mencegah gigitan nyamuk filarial. dan tidak adanya rawa-rawa merupakan
metode mencegah masuknya nyamuk ke
Penggunaan Kelambu dalam rumah.
139
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 134-140 e-ISSN 2549-6425
malam hari, penggunaan kelambu serta 8. Masrizal, M., Penyakit Filariasis,
penggunaan obat anti nyamuk. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas; 2012, Vol. 7, No. 1.
Saran 9. Nasrin, N., Faktor-faktor
Lingkungan dan Perilaku yang
Disarankan kepada masyarakat Berhubungan dengan Kejadian
untuk menggunakan kelambu saat tidur, Filariasis di Kabupaten Bangka
menggunakan obat anti nyamuk saat Barat, Program Pascasarjana
melakukan pekerjaan pada malam hari Universitas Diponegoro; 2008.
agar terhindar dari gigitan nyamuk. 10. Noerjoedianto, D. J. J. P. U. J. S. S.,
Dinamika Penularan dan Faktor
DAFTAR PUSTAKA Risiko Kejadian Filariasis di
Kecamatan Kumpeh Kabupaten
1. Agustiantiningsih, D., Praktik Muaro Jambi Tahun 2014; 2016,
Pencegahan Filariasis, Jurnal Vol. 18, No. 1, p.p. 56-63.
Kesehatan Masyarakat; 2013, Vol. 8,
No. 2.
2. Chesnais, C. B., Awaca-Uvon, N. P.,
Vlaminck, J., Tambwe, J. P., Weil, G.
J., Pion, S. D., Boussinesq, M., Risk
Factors for Lymphatic Filariasis in
Two Villages of the Democratic
Republic of the Congo, Parasit
Vectors; 2019, Vol. 12, No. 1, p.p.
162.
3. Dinas Kesehatan Asahan, Profil
Kesehatan Kabupaten Asahan
Sumatera Utara; 2018.
4. Ernawati, A. J. J. L. M. I. P.,
Pengembangan dan IPTEK, Faktor
Risiko Penyakit Filariasis (Kaki
Gajah); 2017, Vol. 13, No. 2, p.p.
105-114.
5. Juriastuti, P., Kartika, M., Djaja, I. M.,
Susanna, D., Faktor Risiko Kejadian
Filariasis di Kelurahan Jati
Sampurna, Makara Kesehatan; 2010,
Vol. 14, No. 1, p.p. 31-6.
6. Kemenkes, RI., Profil Kesehatan
Indonesia 2018, Jakarta; 2019.
7. Mallawarachchi, C. H., Nilmini,
Chandrasena, T. G. A., Premaratna,
R., Mallawarachchi, S., de Silva, N.
R., Human Infection with Sub-
Periodic Brugia Spp. in Gampaha
District, Sri Lanka: A Threat to
Filariasis Elimination Status?,
Parasit Vectors; 2018, Vol. 11, No.
1, p.p. 68.
140
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
PENGALAMAN KELUARGA DALAM PENANGANAN
SERANGAN PERTAMA PADA PASIEN STROKE
ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke merupakan penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
gangguan fungsi otak akibat kerusakan atau kematian jaringan otak akibat berkurang atau terhambatnya aliran
darah dan oksigen ke otak. Pada studi pendahuluan ditemukan bahwa keluarga pasien belum mengetahui tentang
stroke, tanda dan gejala stroke serta masih kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengobatan pada pasien
stroke. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengalaman keluarga dalam menangani serangan pertama pada
pasien stroke. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2019 di poli saraf RS Muhammadiyah
Palembang. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang
menitikberatkan pada pencarian fakta tentang pengalaman keluarga dalam menangani serangan pertama pada
pasien stroke. Informan penelitian berjumlah 6 keluarga yang pernah mengalami pertolongan pertama stroke
dan dipilih secara purposive sampling. Hasil: Hasil penelitian diperoleh 6 tema yaitu; (1) pengetahuan keluarga
tentang tanda dan gejala stroke pertama, (2) riwayat kesehatan pasien stroke, (3) perasaan keluarga saat stroke
pertama, (4) penanganan pasien stroke, (5) hambatan dalam penanganan stroke, (6) kondisi pasien pasca stroke
setelah pengobatan. Saran: Rumah sakit Muhammadiyah Palembang merupakan tempat pemeriksaan kesehatan
masyarakat dalam upaya deteksi dini stroke, seperti pemeriksaan tekanan darah dan kadar gula darah khususnya
pada kelompok risiko agar kejadian stroke dapat dicegah dan perlu adanya sosialisasi tentang penyakit stroke.
Faktor risiko dan pencegahan stroke kepada masyarakat melalui pemberdayaan tenaga promosi kesehatan di
rumah sakit.
ABSTRACT
Background: Stroke is a cerebrovascular disease (cerebral blood vessel) that is characterized by impaired
brain function due to damage or death of brain tissue due to reduced or blocked blood flow and oxygen to the
brain. In a preliminary study it was found that the patient's family did not know about stroke, signs and
symptoms of stroke and still lack of family knowledge about treatment on stroke patients. Objective: To explore
family experiences in handling first attacks on stroke patients. This research was conducted in March - May
2019 in neurology Clinic Muhammadiyah Hospital Palembang. Methods: This study used a qualitative design
with a phenomenological approach that focuses on finding facts about family experience in handling the first
attack on stroke patients. The research informants were 6 families who had experience in stroke first aid and
were selected using purposive sampling. Result: The results obtained 6 themes namely; (1) family knowledge of
the signs and symptoms of the first stroke, (2) medical history of stroke patients, (3) family feelings during the
first stroke, (4) handling of stroke patients, (5) obstacles in stroke management, (6) the conditionsof post-stroke
patients after treatment. Racommendation: Muhammadiyah Hospital in Palembang is a place for public health
checks in an effort to detect stroke early, such as checking blood pressure and blood sugar levels, especially in
risk groups so that the incidence of stroke can be prevented and there is a need for socialization about stroke.
Risk factors and stroke prevention in the community through empowering health promotion personnel in
hospital.
141
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN maka akan semakin mempengaruhi
tingginya tingkat mortalitas dan morbiditas
Stroke adalah penyakit yang terjadi akibat serangan stroke.
serebrovaskular (pembuluh darah otak) Sehingga apabila semakin lama pasien
yang ditandai dengan gangguan fungsi tidak tertangani maka akan semakin
otak karena adanya kerusakan atau banyak daerah otak yang mengalami
kematian jaringan otak akibat berkurang infark. Semakin banyak daerah infark di
atau tersumbatnya aliran darah dan otak, maka akan semakin berat dampak
oksigen ke otak. Aliran darah ke otak stroke dan semakin menurunkan harapan
dapat berkurang karena pembuluh darah hidup pasien stroke (Dharma, 2018). Hal
otak mengalami penyempitan, ini sejalan dengan penelitian Saudin,
penyumbatan, atau perdarahan karena Agoes, & Rini (2016) yang menyatakan
pecahnya pembuluh darah tersebut (Lily & bahwa keberhasilan penanganan serangan
Catur, 2016). stroke sangat tergantung dari kecepatan,
Berdasarkan World Stroke kecermatan dan ketepatan terhadap
Organization (2016) stroke merupakan penanganan awal atau waktu emas dalam
penyebab utama kecacatan dan penyebab penanganan serangan awal stroke yang
ke dua kematian di dunia. Setiap tahun, 17 sangat efektif ketika diberikan dalam
juta orang di seluruh dunia menderita waktu kurang lebih tiga jam setelah
stroke. Hampir enam juta meninggal dan serangan.
lima juta orang mengalami cacat permanen Hal tersebut diperkuat juga dengan
yang disebabkan oleh stroke. WHO (2016) penelitian yang dilakukan oleh Hariyanti,
menyatakan bahwa stroke merupakan Harsono, dan Prabandari (2015) yang
penyebab 6.7 juta kematian setiap tahun di menunjukkan 18.7% pasien datang dalam
seluruh dunia. Stroke menyebabkan enam waktu 3 jam setelah serangan dan 81.3%
kematian setiap 60 detik dan dalam setiap diantaranya datang lebih dari 24 jam
60 detik dapat terjadi 30 insiden stroke setelah serangan. Beberapa penyebab
yang baru diseluruh dunia (WHO, 2016). keterlambatan tersebut seperti misalnya
Stroke merupakan penyebab utama menyepelekan tanda-tanda dini stroke
kematian pada semua umur, dengan menempati urutan pertama penyebab
proporsi 15.4%. Setiap 1000 orang, keterlambatan pra hospital ini, yaitu
delapan orang diantaranya terkena stroke. sekitar 62.3%. Beberapa kasus terlambat
Setiap tujuh orang yang meninggal di datang karena berharap gejala dan tanda
Indonesia, diantaranya karena stroke akan menghilang (2.7%), Pasien yang
(Depkes RI, 2013). Berdasarkan Riset tinggal sendiri pun menyumbang angka
Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia keterlambatan sekitar 7.1%. Sedangkan
pada tahun 2013 angka kejadian stroke pasien yang tinggal jauh dari sarana
meningkat dari 8.3% (2007) menjadi kesehatan serta ketiadaan sarana
12.1%. Prevalensi stroke di Sumatera transportasi turut berkontribusi dalam
Selatan 7.8% lebih tinggi dibanding keterlambatan ini (Antara, 2016).
dengan Lampung 5.4%, Jambi 5.3% dan Dari tingginya angka kasus diatas,
Riau 5.2%. Data RS Muhammadiyah maka peneliti menilai perlunya
Palembang menunjukkan jumlah pasien pengetahuan tentang penanganan serangan
stroke pada tahun 2016-2018 adalah stroke yang dapat dilihat dari deskripsi
sebesar 58.429 pasien, artinya jumlah pengalaman masing-masing anggota
pasien stroke di RS Muhammadiyah rata- keluarga. Hal ini dikarenakan pengalaman
rata pertahun adalah sebanyak 1.223 merupakan hal yang sangat penting untuk
pasien stroke. Dari data tersebut menjadikan seseorang yang mandiri dan
menunjukkan tingginya angka kejadian menjadi modal utama untuk pedoman
stroke di RS Muhammadiyah Palembang masa yang akan datang. Tingkat respon
142
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
antar individu sangat unik dan bervariasi tertarik untuk mengadakan penelitian
bergantung pada pengalaman yang tentang pengalaman keluarga dalam
didapatkan sebelumnya, status kesehatan, penangan serangan pertama pasien stroke.
dan stressor yang diberikan (Nursalam, Tujuan penelitian ini adalah untuk
2008). Sebagaimana Notoatmodjo (2010) mengeksplorasi pengalaman keluarga
menyatakan bahwa pengalaman dalam penanganan serangan pertama pada
merupakan suatu cara untuk memperoleh pasien stroke.
kebenaran pengetahuan. Apabila seseorang
tersebut mempunyai pengetahuan yang METODE PENELITIAN
baik tentang faktor risiko dan peringatan
gejala stroke maka seseorang tersebut akan Penelitian ini menggunakan metode
menggunakan pengetahuannya sebagai penelitian kualitatif dengan pendekatan
dasar terbentuknya tindakan dengan segera fenomenologi. Penelitian kualitatif desain
menghubungi layanan kegawatdaruratan fenomenologi ini berfokus pada penemuan
untuk mendapatkan bantuan segera. fakta mengenai pengalaman keluarga
Kecepatan pasien datang ke instalasi gawat dalam penanganan serangan pertama pada
darurat dan ketepatan perawatan dapat pasien stroke. Proses pengumpulan data
menurunkan risiko perburukan neurologis, dalam penelitian ini menggunakan
meminimalkan kecacatan bahkan kematian beberapa metode yang dilakukan yaitu
(Rachmawati, Andarini & Ningsih, 2017). dengan cara mengumpulkan data primer
Sebagian besar tindakan tersebut dan sekunder melalui wawancara
hanyalah dapat dilakukan oleh keluarga. mendalam dan membuat catatan
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan lapangan/field note untuk mencatat
oleh pasien dalam serangan pertama ekspresi, mimik, maupun respon informan
stroke, karena apabila keluarga dengan hal tersebut peneliti akan
mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengetahui bagaimana perasaan informan
yang baik tentang masalah kesehatan maka ketika wawancara.
akan memberikan dampak yang baik pula Peneliti melakukan analisis data
terhadap meningkatnya status kesehatan dengan pendekatan model Colaizzi (1978,
anggota keluarganya. Adapun dukungan dalam Streubert & Carpenter, 2003).
keluarga yang dimaksud adalah dapat Langkah-langkah analisis data kualitatif
berupa informasi atau nasehat verbal dan dari Colaizzi adalah sebagai berikut: (1)
nonverbal, bantuan nyata atau tindakan Mendeskripsikan fenomena yang diteliti;
yang diberikan oleh keakraban sosial dan (2) Mengumpulkan deskripsi fenomena
didapat karena kehadiran mereka yang melalui pendapat atau pernyataan
mempunyai ikatan emosional atau efek partisipan; (3) Membaca seluruh deskripsi
perilaku bagi pihak yang menerima fenomena yang telah disampaikan oleh
(Nursalam & Kurnawati, 2007 dalam semua partisipan; (4) Membaca kembali
Setryaningrum 2012). transkrip hasil wawancara dan mengutip
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pernyataan-pernyataan yang bermakna dari
dari tiga anggota keluarga pasien stroke semua partisipan; (5) Menguraikan arti
tersebut diketahui bahwa keluarga pasien yang ada dalam pernyataan-pernyataan
belum mengetahui tentang penyakit stroke, signifikan; (6) Mengorganisir kumpulan-
tanda dan gejala stroke serta masih kumpulan makna yang terumuskan ke
kurangnya pengetahuan keluarga tentang dalam kelompok tema; (7) Menuliskan
faktor risiko yang menyebabkan stroke dan deskripsi yang lengkap; (8) Menemui
kondisi gawat darurat yang memerlukan partisipan untuk melakukan validasi
pertolongan segera yang berakibat kepada deskripsi hasil analisis; (9)
keterlambatan dalam penanganan pada Menggabungkan data hasil validasi ke
pasien stroke. Maka dari itu peneliti dalam deskripsi hasil analisis.
143
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
HASIL 2. Pola hidup pasien stroke.
Semua informan menyatakan bahwa
Hasil penelitian setelah dilakukan anggota keluarganya yang terkena stroke
proses analisa tematik didapatkan enam memiliki pola hidup yang kurang sehat hal
tema yaitu meliputi: (1) pengetahuan ini ditandai dengan kurangnya aktivitas
keluarga tentang tanda dan gejala serangan fisik olahraga yang dilakukan serta
pertama stroke, (2) riwayat kesehatan rendahnya kesadaran dalam menjaga
pasien stroke, (3) perasaan keluarga saat kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari
serangan pertama stroke, (4) penanganan pernyataan berikut:
pasien stroke, (5) hambatan dalam “merokok idak, olahraga maseh kak dio
penanganan stroke, (6) kondisi pasien tuh” “iyo kadang-kadang pagi, kadang
pasca stroke setelah pemberian sore tapi jarang “(I1)
penanganan.
Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Pengetahuan Keluarga Tentang Tanda
dan Gejala Serangan Pertama Stroke Hipertensi adalah salah satu penyakit
yang paling banyak diderita oleh sebagian
Dari hasil wawancara diketahui besar anggota keluarga informan, namun
bahwa yang bertindak sebagai informan muncul berbagai macam pengobatan yang
penelitian adalah anggota keluarga dari dipilih oleh pasien stroke dalam mengatasi
pasien itu sendiri dan mereka adalah istri hipertensi tersebut, ada pula yang
dan anak perempuan dari para pasien mengkonsumsi obat antihipetensi dari
stroke tersebut. Berikut pernyataan dokter namun cenderung tidak terkontrol.
informan, yaitu: Selain karena alasan biaya, pasien stroke
“mm... kalo pertamo kalinyo sih kak, eh juga merasa lebih baik bila mengkonsumsi
apo e lumpuh sebelah kanan kak e obat herbal, rebusan daun-daunan, dan lain
seluruh, ngomongnyo tuh agak cadel, sebagainya. Berikut penyataan dari enam
pelo pelo cak itu nah kak trus yo pusing informan:
palaknyo tuh, lemah lesu dio, itula sih “itulah kalo dio lah maseh apo sering
yang pertamo kali” (I1) meraso pusing baru ditensi dirumah tuh
baru galak makan obat, kadang-kadang
Riwayat Kesehatan Pasien Stroke jugo sih itu, tapi seringnyo idak,
jarang” “sering minum herbal, herbal
Riwayat kesehatan pasien stroke tu kayak minum apo eh, apo sih
meliputi riwayat kesehatan dahulu, pola namonyo tuh lupo, yang cak obat-obat
hidup pasien stroke dan riwayat herbal yang KPAI cak habattusaudah
pengobatan sebelumnya. Informan yang itu nah kak. kopi tuh maseh, kopi-
menceritakan bahwa banyak informasi kopi herbal cak itu nah kak maseh” (I1)
terkait riwayat kesehatan pasien stroke.
1. Riwayat kesehatan dahulu Perasaan Keluarga Saat Serangan
Riwayat kesehatan dahulu merupakan Pertama Stroke
salah satu faktor risiko dalam serangan
stroke. Berikut penyataan informan: Munculnya serangan yang mendadak
“hmm...bapak adek itu memang dari pasien stroke menimbulkan berbagai
dulu kak e dari mudonyo memang lah perasaan yang bergejolak di dalam hati
sering hipertensi darah tinggi untuk informan selaku anggota keluarga, dimulai
sekarang memang darah tingginyo tu dari perasaan sedih, panik, rasa takut
dari 180 ke atas kak” (I1) kehilangan anggota keluarga dan biaya
144
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
yang akan dikeluarkan keluarga. Perasaan daerah kota terpencil cak itu e, dio tuh
informan ditunjang pula dengan field note tiga jam an kalo ke prabumulih trus
yang didapatkan peneliti saat wawancara, mobilnyo tuh kak, cuman adonyo
seperti mata berkaca-kaca, informan malam, trus malam tuh gantian dengan
tampak menunduk saat ditanya tentang kawan-kawan yang laennyo tuh yang
kondisi pasien saat serangan. Berikut mau pulang itu kan, kebetulan
uraian pernyataan informan tentang tinggalnyo kan di daerah jauh” (I1)
perasaannya:
Hambatan dalam Penanganan Stroke
“pikirannyo ai cakmano kalo dak balek
lagi kan takutnyo tu kak e cak mano
Keterlambatan dalam penanganan
kalo tambah parah tibo-tibo hemoragik,
serangan pertama pada pasien stroke
keno pembuluh darah langsung pingsan
dipengaruhi oleh beberapa faktor sesuai
sedihnyo disitu nyo kak, pas lah nelpon
dengan data yang diberikan oleh para
dokternyo yo sudah dak apo-apo,
informan, diantaranya faktor finansial,
palingan di cak itu ke, yo sudah agak
faktor teransportasi maupun faktor
mendingan, besoknyo masuk rumah
pengetahuan tentang penyakit stroke.
sakit kan, langsung dirawat kan nah
Berikut pernyataan informan tentang
empat hari lima hari baru disuruhnyo
hambatan dalam penaganan serangan
balek” (I1)
pertama pada pasien stroke:
Penanganan Pasien Stroke “jalannyo kak, jauh” (I1)
Penanganan pada pasien stroke bagi Kondisi Pasien Pasca Stroke Setelah
masyarakat awam adalah bagaimana Pemberian Penanganan
masyarakat mampu mengenali tanda dan
gejala dini dari serangan stroke dan Setelah pemberian penanganan yang
mampu melakukan evakuasi cepat dilakukan informan sebagai anggota
terhadap pasien menuju fasilitas kesehatan keluarga, timbul suatu keadaan yang
terdekat. empat dari enam informan terjadi yaitu berupa kecacatan berupa
berhasil melakukan evakuasi cepat kelumpuhan, kelemahan anggota tubuh
terhadap pasien kurang dari tiga jam dan lain-lain maupun kematian.
setelah serangan terjadi namun dua Pernyataan dari informan tersebut dapat
informan lain mengatakan baru bisa dilihat dibawah ini:
melakukan evakuasi ke fasilitas kesehatan “maseh tapi oleh lah terapi itu kan
terdekat setelah lebih dari 24 jam dengan disaranke terapi kak eh abis pasca
alasan menganggap tanda dan gejala stroke serangan itu baru, alhamdulillah kalo
yang terlihat merupakan kasus kesehatan sekarang lah biso” (I1)
yang tidak parah dan tidak harus cepat
ditangani, serta ketidaktersediaan PEMBAHASAN
transportasi. Berikut pernyataan informan
terkait informasi tersebut: Pengetahuan Keluarga Tentang Tanda
“paling cuman disuruh istirahat cak itu dan Gejala Serangan Pertama Stroke
nah kak, olehnyo kan kami dak ngerti
cak mano kak e, gejalanyo jugo dak Dari data yang didapatkan diketahui
terlalu nian kan kak, jadi bapak jugo bahwa semua informan mendapatkan
waktu itu masih lanjut begawenyo tu tanda dan gejala yang khas dari anggota
kak,trus nunggu berobat cak itu, keluarganya yang terkena stroke berupa
langsung ke dokter besoknyo tapi kelumpuhan pada ekstremitas, kelemahan
kedokter tu, kalo disitu tu kan, maseh tubuh, bicara pelo, sisi wajah asimetris,
145
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
kejang atau keram dan pusing. Namun dua Riwayat Kesehatan Pasien Stroke
dari enam informan tidak mengetahui
bahwa anggota keluarganya terkena stroke. Dari data yang didapatkan diketahui
Pemahaman keluarga tentang bahwa lima dari enam informan
masalah kesehatan yang terjadi dapat mengatakan bahwa anggota keluarganya
menentukan tingkat keparahan penyakit memiliki riwayat penyakit hipertensi, satu
serta bagaimana penanganan dan tindakan lainnya memiliki riwayat penyakit DM.
yang harus dilakukan oleh keluarga. Hal Sedangkan untuk pola hidup semua
ini sesuai dengan pernyataan penelitian anggota keluarga informan yang
yang dilakukan oleh Rachmawati, mengalami stroke jarang melakukan
Andarini dan Ningsih (2017) dimana olahraga. Kemudian satu dari enam
apabila seseorang tersebut mempunyai anggota keluarga informan yang memilki
pengetahuan yang baik tentang faktor kebiasaan merokok. Dan untuk kepatuhan
risiko dan peringatan gejala stroke maka minum obat dari lima anggota keluarga
seseorang tersebut akan menggunakan informan yang menderita hipertensi ada
pengetahuannya sebagai dasar dua pasien yang tidak terkontrol minum
terbentuknya tindakan dengan segera obat, satu pasien lainnya memilih untuk
menghubungi layanan kegawatdaruratan minum air rebusan daun-daunan sebagai
untuk mendapatkan bantuan segera. obat hipertensinya. Pada responden dengan
Kecepatan pasien datang ke instalasi gawat aktifitas fisik kurang, prevalensi stroke
darurat dan ketepatan perawatan dapat lebih tinggi dibanding aktifitas cukup. Hal
menurunkan risiko perburukan neurologis, ini sesuai dengan penelitian yang
meminimalkan kecacatan bahkan dilakukan oleh CDC dalam Lannywati,
kematian. Cara awal untuk mendeteksi dkk 2015 yang menunjukkan bahwa
dini penyakit stroke yaitu dengan aktifitas fisik bermanfaat mencegah stroke
mengenali tanda dan gejala stroke (Irianto, karena mempertahankan berat badan
2014). normal, kolesterol dan tekanan darah
Maka dari itu peneliti berasumsi normal. Kairo oleh Kulshreshtha et al.
berdasarkan hasil penelitian dan teori serta (2015) mengemukakan hasil penelitiannya
peneliitian terkait dapat disimpulkan bahwa orang-orang dengan riwayat
bahwa kurangnya pengetahuan dan keluarga positif stroke lebih cenderung
pemahaman keluarga tentang tanda dan memilki hipertensi, dan hipertensi adalah
gejala stroke dapat menjadi masalah yang faktor risiko yang paling kuat. Oleh karena
serius karena dapat menyebabkan itu, peserta yang memiliki riwayat
keterlambatan dalam penanganan serangan keluarga stroke memotivasi individu untuk
pertama stroke sehingga mempengaruhi perbaikan perilaku kesehatan dan data ini
status kesehatan keluarga yang mengalami juga menyarankan ada hubungan riwayat
serangan pertama stroke. kesehatan positif stroke dengan diet sehat
Masalah kesehatan yang terjadi dan mantan atau tidak pernah merokok.
dalam keluarga dapat diatasi dengan Prevalensi stroke lebih tinggi pada
segera jika keluarga dapat mengenal kelompok mantan perokok.
masalah kesehatan anggota keluarganya Kemungkinanan pada waktu kejadian
lebih cepat pula. Mengenali masalah stroke mereka merokok, namun setelah
kesehatan keluarga merupakan tindakan terjadi stroke merokok dihentikan
awal untuk dapat mengenali dan (mantan). Beberapa penelitian
mengidentifikasi kebutuhan keluarga menunjukkan hubungan yang signifikan
sesuai masalah kesehatan yang dialaminya. antara merokok dan risiko stroke.
Masalah kesehatan juga merupakan Berdasarkan hasil penelitan, tinjauan teori
kebutuhan keluarga yang paling penting dan penelitian terkait maka peneliti
yang harus diperhatikan dalam keluarga. berasumsi bahwasa penyakit hipertensi
146
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
merupakan salah satu faktor risiko yang keluarga. Sikap keluarga dalam
paling banyak ditemui pada pasien-pasien memberikan penanganan serangan pertama
stroke, namun tidak menutup pada pasien stroke dapat dilatarbelakangi
kemungkinan penyakit lain seperti DM oleh beberapa faktor yang diantaranya
menjadi salah satu faktor risiko stroke. faktor finansial, kendaraan untuk mencapai
Banyaknya fenomena pasien layanan kesehatan, jarak dari layanan
hipertensi yang tidak terkontrol dalam kesehatan, ketidakmampuan dalam
pengobatannya menjadi masalah yang mengambil keputusan, serta minimnya
sering peneliti temuai di lapangan. Bahkan pengetahuan yang keluarga miliki tentang
banyak juga dari pasien yang lebih percaya penyakit stroke serta penanganannya,
pada pengobatan alternatif daripada inilah yang nantinya akan memberikan
pengobatan medis, pentingnya peran dampak pada kondisi pasien stroke dan
keluarga dalam hal ini informan dalam menentukan status kesehatan pasien.
memberikan pendidikan kesehatan Kesehatan tidak boleh diabaikan, karena
maupun sebagai caregiver pada pasien tanpa kesehatan segala sesuatu tidak bisa
sering kali tidak didengarkan oleh pasien kita lakukan dengan baik dan tidak akan
sehingga terjadilah keadaan yang tidak berarti. Keluarga harus mengetahui
diharapkan seperti serangan stroke. anggota keluarga yang sakit dari
perubahan aktivitasnya sehari-hari.
Perasaan Keluarga Saat Serangan Maka dari itu, peneliti
Pertama Stroke menyimpulkan semua perasaan yang
timbul dari informan adalah perasaan yang
Dari data penelitian didapatkan dua normal terjadi dan setiap individu
dari enam informan merasakan ketakutan memiliki mekanisme koping yang
pada kecacatan dan kematian, informan berbeda-beda. Namun demikian para
lain merasakan kesedihan, kepanikan dan informan selalu memberikan dukungan
satu informan merasakan ketakutan akan motivasi kepada pasien, dukungan
biaya pengobatan pasien. Hal ini ditunjang motivasi yang diberikan bertujuan untuk
pula dengan field note yang didapat oleh menyemangati pasien demi
peneliti, dimana informan satu tampak kesembuhannya dan mendukung
menunduk dan mata berkaca-kaca saat pengobatan yang diberikan kepada
menceritakan bahwa ayahnya terkena keluarga informan yang terkena stroke.
serangan walaupun pada saat itu ayahnya
masih dalam kondisi sadar, demikian juga Penanganan Pasien Stroke
yang terlihat oleh informan tiga dimana
saat dilakukan wawancara informan tiga Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tampak menangis dan mengatakan bahwa informan memiliki pengetahuan dan
suaminya tidak dapat ditolong lagi. pemahaman yang kurang tentang
Koizer (2010) mengatakan bahwa penanganan serangan pertama stroke.
koping berfokus pada emosi (emotion Informan mengungkapkan tidak
focused coping) yaitu suatu kondisi mengetahui dan tidak memahami tentang
dimana individu melibatkan usaha-usaha penanganan serangan pertama stroke
untuk mengatur emosinya dalam rangka secara pasti berdasarkan ilmu pengetahuan
menyesuaikan diri dengan dampak yang meski apa yang dilakukan informan dalam
akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau penanganan serangan pertama stroke
situasi yang penuh tekanan. empat dari enam informan sudah benar,
Menurut Efendi, Ferry dan Makhfudi yaitu segera membawa keluarga yang
(2009) menyatakan bahwa perubahan mengalami serangan pertama stroke ke
sekecil apapun yang dialami keluarga pelayanan kesehatan kurang dari tiga jam.
secara tidak langsung menjadi perhatian Adapun penanganan awal yang dilakukan
147
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
oleh keluarga adalah memberikan penyakit stroke.
lingkungan yang aman dan nyaman, dan
selain itu keluarga juga memberikan Hambatan Dalam Penanganan Stroke
kesempatan kepada pasien untuk tirah
baring. Hasil penelitian ini menunjukkan
Kurangnya golden time (waktu bahwa umumnya partisipan memiliki
emas) penanganan stroke, terutama stroke hambatan dalam perawatan yang
iskemik adalah tiga jam sejak terjadi disebabkan oleh masalah transportasi yang
serangan. Waktu ini akan dipergunakan tidak memadai, ketidakmampuan biaya
untuk mengoreksi sumbatan yang terjadi di meliputi ketidaksediaan asuransi
otak (Widi-N, 2013 dalam harian kesehatan, serta kurangnya pengetahuan
Republika 3 Oktober 2013). Dengan informan selaku anggota keluarga pasien.
demikian ketika seseorang diduga Perilaku pemanfaatan fasilitas
mengalami serangan stroke maka harus kesehatan yang dilakukan keluarga
dilakukan pengecekan sederhana yang merupakan salah satu perilaku positif
disingkat FAST (Face, Arms, Speech, dalam melakukan tindakan perawatan pada
Time). Segera perhatikan wajah pasien anggota keluarga yang mengalami
apakah ada yang tertarik sebelah (tidak serangan pertama stroke. Hal tersebut
simetris), meminta pasien mengangkat merupakan salah satu bukti nyata akan
tangan, berbicara serta memperhatikan tingkat pemahaman keluarga atau
kapan dimulainya serangan itu. Apabila masyarakat akan suatu informasi.
ditemukan wajah yang tidak simetris, Pemahaman seseorang ditentukan
tangan yang tidak dapat diangkat, dan berdasarkan informasi yang diterima serta
bicara yang tidak jelas, maka selanjutnya memiliki pengaruh yang besar terhadap
harus segera menghubungi petugas opini dan kepercayaan, informasi yang
kesehatan/mengirim pasien ke sarana diterima individu akan dipersepsikan
kesehatan. dalam wujud tindakan (Azwar, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, konsep Penerimaan informasi yang telah
teori dan penelitian terkait peneliti dipersepsikan menjadi tindakan tidak
menyimpulkan bahwa penanganan yang terlepas dari faktor pengalaman individu
baik dan benar terhadap pasien stroke itu sendiri, pengalaman yang kuat itulah
sangatlah penting untuk diketahui oleh yang memberikan kesan tindakan yang
informan sebagai anggota keluarga telah dipersepsikan. Kondisi ini terjadi
maupun anggota keluarga yang lainnya. dalam proses penghayatan sehingga
Walaupun fenomena yang terjadi pengalaman tersebut akan berbekas yang
dilapangan ditemukan bahwa penanganan kemudian akan berwujud kedalam sikap
yang baik dan evakuasi yang cepat dalam bertindak (Sulistyorini, 2013).
terhadap pasien ke pelayanan kesehatan Tindakan yang muncul dari hasil
setempat tetap tidak dapat menghindarkan persepsi informasi, dan penghayatan dari
pasien dari efek kecacatan bahkan pengalaman yang diterima dapat
kematian. Hal ini disebabkan, karena tidak diwujudkan dalam berbagai bentuk, salah
adanya deteksi dini yang dilakukan satunya adalah pemanfaatan fasilitas
keluarga dalam mengetahui proses kesehatan. Partisipan dalam penelitian ini
penyakit stroke itu sendiri. Deteksi dini telah memanfaatkan fasilitas kesehatan
disini ialah seperti kebiasaan kontrol rutin yang ada saat penanganan serangan
kesehatan seperti MCU sehingga keadaan pertama stroke. Fasilitas kesehatan
pasien untuk terjadinya stroke sudah dapat digunakan sebagai rujukan dalam upaya
dicegah dengan pengobatan medis bukan pengobatan dan pencegahan untuk
hanya dalam hal penanganan serangan menurunkan risiko yang diakibatkan dari
stroke namun lebih pada pencegahan suatu penyakit. Partisipan menyatakan
148
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
langsung membawa keluarga ke pelayanan lainnya meninggal dunia. Dimana masing-
kesehatan saat terjadi serangan pertama masing dari kondisi tersebut memiliki latar
stroke. Ditinjau dari pengertiannya bahwa belakang proses evakuasi dan penanganan
fasilitas kesehatan merupakan sebuah yang berbeda-beda.
sarana tempat penyelenggaraan pelayanan Mansjoer (2009) menyatakan bahwa
kesehatan, baik secara promotif, preventif, luasnya kerusakan neurologis atau
kuratif, maupun rehabilitatif (Sulastomo, komplikasi penyakit sangat di tentukan
2007 dalam Yuliana, 2013). juga oleh penanganan awal di rumah.
Berdasarkan hasil penelitian, konsep Upaya pencegahan dan menurunkan
teori dan penelitian terkait maka peneliti insiden penyakit. Pengenalan lebih awal
berpendapat bahwa timbulnya hambatan tanda dan gejala stroke akan memudahkan
informan dalam penanganan stroke seperti pencegahan penyakit atau komplikasi.
transportasi yang tidak memadai tidak Tanda dan gejala awal serangan juga
dapat diselesaikan oleh pasien melainkan menentukan jenis stroke dan luasnya
perlunya saran ke pihak yang bertanggung gangguan neurologis.
jawab seperti pemerintahan dalam hal Maka dari itu berdasarkan hasil
penyediaan sarana kesehatan bagi penelitian, konsep teori dan penelitian
masyarakat setempat, demikian pula terkait, peneliti menyimpulkan bahwa
hambatan informan dalam penanganan sangat penting bagi pasien dan keluarga
stroke yaitu keterbatasan finansial oleh pasien untuk lebih mengenali tanda dan
pihak keluarga seharusnya tidak terjadi gejala serangan stroke walaupun tanda dan
lagi, mengingat program pemerintah dalam gejala tersebut hanya berlangsung
asuransi kesehatan BPJS adalah hak beberapa jam dalam hal ini dikenal dengan
seluruh warga Indonesia, bagi keluarga TIA. Kematian yang dihadapi oleh pasien
yang kurang mampu, dapat mengajukan tidak dapat dielakkan walaupun menurut
program BPJS yang ditanggung oleh hasil penelitian tersebut menunjukkan
negara. Sehingga hambatan kedua dalam bahwa keluarga telah melakukan evakuasi
penanganan stroke dapat diselesaikan. yang cepat dan telah melakukan
Selain itu hambatan terakhir yang penanganan awal yang sesuai. Demikian
ditemui peneliti di lapangan ialah pula terhadap salah satu anggota keluarga
kurangnya pengetahuan dan pemahaman informan yang mengalami keterlambatan
informan tentang penanganan serangan penanganan yaitu lebih dari 24 jam
stroke, peneliti berasumsi perlunya pertama saat serangan justru mengalami
pendidikan kesehatan yang rutin dan kelumpuhan ringan dan berangsur
berkala yang harus dilakukan oleh tenaga membaik dengan bantuan terapi fisik.
kesehatan dalam memberikan informasi Namun demikian banyak faktor yang
yang akurat tentang penanganan stroke, melatarbelakangi kondisi tersebut
dengan demikian dapat membantu diantaranya ialah proses penyakit yang
informan dan anggota keluarga yang lain sudah terjadi namun terlambat diketahui
untuk lebih waspada dan tidak cemas serta oleh pasien dan keluarga. Maka dari itu
dapat melakukan yang terbaik bagi peneliti menyimpulkan bahwa penanganan
keluarganya. yang cepat dan tepat oleh keluarga adalah
satu hal yang penting dalam penanganan
Kondisi Pasien Pasca Stroke Setelah stroke, dengan demikian setidaknya
Pemberian Penanganan keluarga dapat membantu mengurangi
risiko meluasnya kerusakan otak yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi akibat stroke dengan penanganan
tiga dari anggota keluarga mengalami yang cepat dan tepat.
kecacatan berupa kelumpuhan dan tiga
149
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
KESIMPULAN DAN SARAN penyakit stroke kepada masyarakat melalui
pemberdayaan tenaga promosi kesehatan
Kesimpulan di rumah sakit. Upaya sosialisasi ini bisa
dilakukan melalui penyuluhan langsung di
Penelitian ini dilakukan untuk poliklinik, maupun menggunakan berbagai
mendapatkan gambaran dan pemahaman media yang mudah dimengerti oleh
secara mendalam mengenai pengalaman masyarakat, seperti leaflet dan poster
keluarga dalam penanganan pertama pada tentang faktor risiko stroke, tanda dan
pasien stroke. Berdasarkan tema-tema gejala serta penanganan stroke.
yang teridentifikasi pada hasil penelitian
ini menghasilkan enam tema dan dapat DAFTAR PUSTAKA
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
informan mengalami tanda dan gejala 1. Air, E. L., Kissela, B., Diabetes the
serangan stroke, riwayat kesehatan pasien Metabolic Syndrome and Ischemic
stroke meliputi riwayat kesehatan dahulu, Stroke, Diabetes Care; 2007, Vol. 30,
pola hidup pasien stroke dan riwayat No. 12, p.p. 3131-3140.
pengobatan sebelumnya, perasaan yang 2. Ali, Z., Pengantar Keperawatan
bergejolak di dalam hati informan selaku Keluarga, Jakarta: EGC; 2010.
anggota keluarga yang terkena serangan 3. American Heart Association (AHA),
stroke, dimulai dari perasaan sedih, panik, Health Care Research: Coronary
rasa takut kehilangan anggota keluarga dan Hear Disease; 2015.
serta kecemasan finansial berupa biaya 4. Amigo, T. A. E., Hubungan
yang akan dikeluarkan keluarga, Karakteristik Dan Pelaksanaan
penanganan pasien stroke bagi masyarakat Tugas Perawatan Keluarga dengan
awam adalah bagaimana masyarakat Status Kesehatan pada Aggregate
mampu mengenali tanda dan gejala dini Lansia Dengan Hipertensi di
dari serangan stroke dan mampu Kecamatan Jetis Yogyakarta; 2012,
melakukan evakuasi cepat terhadap pasien Diperoleh tanggal 25 Mei 2019 dari
menuju fasilitas kesehatan terdekat, lib.ui.ac.id/file.
hambatan penanganan serangan pertama 5. Antara, A., Tatalaksana Stroke Pra
pada pasien stroke dipengaruhi oleh Rumah Sakit; “Time Is Brain”
beberapa faktor diantaranya: faktor Karang Asem; 2016.
transportasi, faktor finansial, maupun 6. ASH, Smoking, the Heart and
faktor pengetahuan tentang stroke, dan Circulation; 2011,
kondisi pasien pasca stroke setelah http://www.ash.org.uk/files/, Diakses
pemberian penanganan terbagi menjadi Tanggal 23 Juni 2019.
dua yaitu kecacatan dan kematian. 7. Azwar, S., Sikap Manusia, Teori
dan Pengukurannya, Yogyakarta:
Saran Pustaka Pelajar; 2011.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan
Disarankan bagi tempat penelitian Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar
agar menjadi tempat pemeriksaan Tahun 2013; 2013, Kementerian
kesehatan bagi masyarakat untuk Kesehatan Republik Indonesia,
mendeteksi secara dini penyakit stroke, Diperoleh Tanggal 24 Februai 2019
seperti pemeriksaan tekanan darah dan dari
kadar gula darah terutama kepada http://Labdata.Litbang.Depkes.Go.Id/
kelompok berisiko, seperti kelompok usia Ccou Nt/Click.Php?Id=1.
di atas 45 tahun, sehingga kejadian stroke 9. Basrowi, Suwandi, Memahami
bisa dicegah. Serta perlu adanya sosialisasi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka
mengenai faktor risiko dan pencegahan Cipta; 2008.
150
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
10. Berry, J. D., et al., Heart Disease and 22. Fadilla, N. S., Amrullah, A. A.,
Stroke Statistics; 2013, Update: A Risiko Stroke Berulang dan
Report from the American Heart Hubungannya dengan Pengetahuan
Association. Circulation, 127. dan Sikap Keluarga, Fakultas Ilmu
11. Black, J. M., Hawks, J. H., Medical Keperawatan Universitas Padjadjaran,
Surgical Nursing, USA: Elseviers 2012, p.p. 1-13,
Saunder; 2009. https://Doi.Org/10.1089/Ees.2013.040
12. Brunner & Suddarth, Keperawatan 9.
Medikal Bedah, Vol.3, Ed. 8, Jakarta: 23. Friedman, M. M., Bowden, V. R.,
EGC; 2013. Jones, E. G., Buku Ajar
13. Burhanuddin, Mutmainnah, dkk., Keperawatan Keluarga; Riset,
Faktor Risiko Kejadian Stroke Teori, dan Praktik, Jakarta: EGC;
Dewasa Awal (18-40) Tahun di Kota 2013.
Maksasar Tahun 2010-2012, 24. Friedman, Marilyn, M., Bowden, V.
Makassar: FKM UNHAS Bagian R., Jones, Elain, G., Buku Ajar
Epidemiologi; 2012. Keperawatan Keluarga: Riset,
14. Campbell, G. B. M. J., An Teori dan Praktek, Jakarta: EGC;
Integrative Review of Factors 2010.
Assiciated with Falls During Post 25. Gofir, A., Evidence Base Medicine:
Stroke Rehablitation, J Nurs Manajemen Stroke, Yogyakarta:
Scholarsh; 2010. Pustaka Cendekia Press; 2009.
15. CDC, Stroke Facts; 2015, Retrieved 26. Guyton, A. C., Hall, J. E., Buku Ajar
2 April 2019 from http: Fisiologi Kedokteran Edisi 12,
//www.cdc.gov/stroke/facts.htm. Jakarta: EGC; 2015.
16. Christensen, Kockrow, Adult Health 27. Hariyanti, H., Prabandari, Y. S.,
Nursing Fifth Edition, Philadephia: Health Seeking Behaviour pada
Mosby Company; 2006. Pasien Stroke, Fakultas Kedokteran
17. Data Puskesmas RS Muhammadiyah Universitas Brawijaya Malang; 2015,
Palembang, Jumlah penderita p.p. 1-6.
Stroke RS Muhammadiyah http://Jkb.Ub.Ac.Id/Index.Php.Pjb/Art
Palembang 2016-2018; 2018. icle/ View/720.
18. Dewi, R., Sri, A., Dewi, K. N., 28. Harmoko, Asuhan Keperawatan
Pengetahuan Keluarga Berperan Keluarga, Yogyakarta: Pustaka
Terhadap Keterlambatan Pelajar, 2012.
Kedatangan Pasien Stroke Iskemik 29. Harsono, Buku Ajar Neurologi
Akut di Instalasi Gawat Darurat, Klinis, Yogyakarta: Gadjah Mada
Jurnal Kedokteran, Brawijaya; 2017. University Pres; 2005.
19. Djam’an, Satori, Aan, K., Metodologi 30. _______, Kapita Selekta Neurologi,
Penelitian Kualitatif, Bandung: Cetakan Ketujuh, Yogyakarta:
Alfabeta; 2010. Gadjah Mada University Press; 2009.
20. Dharma, K. K., Pemberdayaan 31. Hewitt, J., Castilla, G. L., Fernandez,
Keluarga untuk Mengoptimalkan Morenomdei, C., Sierra, C., Diabetes
Kualitas Hidup Pasien Paska and Stroke Preventation: A Review,
Stroke, Edisi 1, Cetakan I, Stroke Res Trea; 2012, doi:
Yogyakarta: Deepublish; 2018. 10.1155/2012/673187, Epub 2012 Dec
21. Effendi, F., Makhfus, Keperawatan 27.6 pages http:
Kesehatan Komunitas Teori dan dx.doi.org/10.1155/2012/67187.
Praktik dalam Keperawatan, 32. Indonesia, D. K., Risiko Utama
Jakarta: Salemba Medika; 2009. Penyakit Tidak Menular
Disebabkan Rokok, Jakarta:
151
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
Kementerian Kesehatan Republik 42. Mansjoer, A., Kapita Selekta
Indonesia; 2013. Kedokteran, Ed. Ketiga, Jakarta:
33. Ingrid, C. M. Rosbergen, e. a., Media Aesculapius; 2006.
Qualitative Investigation of the 43. __________., Kapita Selekta
Perceptions and Experience of Kedokteran, Ed Ke-3, Jakarta: Media
Nursing and Allied Health Aaesclapius; 2009.
Professionals Involved in the 44. Meschia, et al., Guidelines for the
Implementation of an Enriched Primary Prevention of Stroke a
Environment in an Australian Statement for Health Care
Acute Stroke Unit, Australia; 2017. Professional from the American,
34. Irianto, K., Ilmu Kesehatan Health Association/American Stroke
Masyarakat, Bandung: Alfabet; 2014 Association; 2014, Diakses tanggal 5
35. Karunia, E., Hubungan Antara April 2019 dalam
Dukungan Keluarga dengan http://stroke.ahajournals.org.
Kemandirian Activity of Daily 45. Moloeong, L., Metodologi Penelitian
Living Pasca Stroke Association Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Between Family Suppport and Post Rosdakarya; 2014.
Stroke Activity of Daily Living 46. Mulyadi, Hubungan Mutu
Autonomy, Jurnal Berkala Pelayanan Kesehatan dengan
Epidemiologi UNAIR; 2016, Vol. 4, Kepuasan Pasien di Puskesmas
No. 2. Kampus Palembang Tahun 2017,
36. Kristyaningsih, D., Hubungan antara Jurnal aisyiyah, Medika; 2018.
Dukungan Keluarga dengan 47. Nair, M., Peate, L., Dasar-dasar
Tingkat Depresi pada Lansia, Jurnal Patofisiologi Terapan, Jakarta: Bumi
Keperawatan; 2011, Vol. 01, No. 1, Medika; 2015.
Dianhusada.ac.id/jurnalimg/jurper 1- 48. Nastiti, D., Gambaran Faktor Risiko
10-dew.pdf, diakses: 22 Juni 2019. Kejadian Stroke pada Pasien Stroke
37. Kulshreshtha, A., Vaccarino, V., Rawat Inap di Rumah Sakit
Goyal, A., McClellan, W., Nahab, F., Krakatau Medika Tahun 2011,
Howard, V. J., Judd, S. E., Family Skripsi Fakultas Kesehatan
History of Stroke and Masyarakat, Universitas Sumatera
Cardiovaskular Health in A Utara; 2012.
National Cohort, Journal of Stroke 49. Nursalam, Konsep dan Penerapan
and Cerebrovaskular Disease; 2015, Metodologi Penelitian Ilmu
Vol. 24, No. 2, p.p. 447-454. Keperawatan, Pedoman Skripsi,
38. Kozier, Berman, A., Shirlee, J., Tesis, dan Instrumen Penelitian
Snyde, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 2, Jakarta:
Keperawatan Konsep Proses dan Selemba Medika; 2008.
Praktik, Edisi VII, Vol. I. Jakarta: 50. Notoatmodjo, S., Metodologi
EGC; 2010. Penelitian Kesehatan, Cetakan
39. Lili, I., Catur, Care Your Self, Kedua, Jakarta: Rineka Cipta; 2012.
Stroke, Jakarta: Penebar Plus; 2016. 51. Oktoria, Sakti, B., Floren, T. T.,
40. Lingga, Lanny, All About Stroke: Hubungan antara Penanganan
Hidup Sebelum dan Pasca Stroke, Awal dan Kerusakan Neurologis
Jakarta: Gramedia; 2013. Pasien Stroke di Kupang, Jurnal
41. Mahendra, B., Rachmawati, N. H., Keperawatan Soedirman; 2015.
Evi, Atasi Stroke dengan Tanaman 52. Okwari, R., dkk., Gambaran
Obat, Jakarta: Penebar Swadaya; Dukungan Keluarga Pasien Pasca
2007. Stroke Dalam Menjalani
Rehabilitasi, Riau; 2017
152
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 141-153 e-ISSN 2549-6425
53. Polit, D. F., Beck, C. T., Essentials of 64. ________, Metode Penelitian
Nursing Research: Appraising Pendidikan Pendekatan Kantitatif,
Evidence for Nursing Practice (7th Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Ed), Philadelphia: Lippincoot Alfabeta; 2014.
Williams & Wilkins; 2010. 65. Tomey, Ann, M., Martha, R., Nursing
54. Pradipta, T., Hubungan antara Theories and Their Work, USA:
Kebiasaan Merokok dengan Stroke Mosby Elsevier; 2006.
Hemoragik Berdasarkan 66. Trulser, T., et al., Stroke Incidence
Pemeriksaan CT-Scan Kepala, and Prevalence in Europe: A review
Skripsi, Fakultas Kedokteran of Available Data, Eur J Neurol;
Universitas Sebelas Maret, Surakarta; 2006, Vol. 13, No. 6, p.p. 581-598.
2010. 67. U.S Departement of Healtha and
55. Price, W., Patofisiologi Vol. 2: Human Services, What Are the Signs
Konsep Klinis Proses-proses and Symptoms of a Stroke; 2014,
Penyakit, Jakarta: EGC; 2006. Departement of Health and Human
56. Price, S. A., Wilson, L. M., Services, NH: National Health and
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Human Services, NH: National
proses Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, Hearth, Lung and Blood Institude,
Jakarta: EGC; 2005. Prevention and Health Promotion,
57. Riset Kesehatan Dasar, Badan Office on Smoking and Health.
Litbangkes Kementerian Kesehatan 68. WHO, Cerebrovaskuler Accident;
RI dan Data Penduduk Sasaran, 2016, Diperoleh Tanggal 5 Februari
Pusdatin Kementerian Kesehatan RI; 2019 dari
2013. http://www.WHO.Int/Topics/Cerebro
58. Shah, R., Cole, J. W., Smoking and vask Uler_Accident/En./.
Stroke, the More You Smoke the 69. Widi, N. S., Perhatikan ini pada
More You Stroke, Expert Rev Penolongan Pertama Pasien Stroke;
Cardovasc Ther; 2010, Vol. 8, No. 7, 2013, Republika Online, Kamis, 3
p.p. 917-932 April 2019.
59. Smeltzer, Suzanne, C., Brenda, G. B., 70. Wood, G., Lobiondo, Haber, Nursing
Buku Ajar Keperawatan Medikal Research: Methods and Critical
Bedah brunner & Suddarth Edisi 8, Appraisal for Evidence Based
Vol 3, Jakarta: EGC; 2002. Parctice, St. Louis: Mosby; 2006.
60. Smeltzer, S. C., Bare, B. C., Hibkle, J. 71. Wurtiningsih, B., Dukungan
L., Cheever, K. H., Texbook of Keluarga pada Pasien Stroke di
Medical Surgical Nursing, 12th Ed, Ruang Saraf RSUP Dr. Kariadi
Philadelphia: Lippincut William & Semarang; 2012,
Wilkins; 2010. htttp://medicahuspitalia.rs
61. Stroke Association, Feeling Over kariadi.co.id/index.php/mh/article/vie
Whelmed the Emotional Impact of w/42/34, Diakses Tanggal 29 Juni
Stroke; 2013, Diakses tanggal 4 april 2019.
2019 dalam.www.stroke.org.uk. 72. Yuliana, P., Dewi, A. P., Hasneli, Y.,
62. Stuebert, Helen, J., Dona, R., Hubungan Karakteristik Keluarga
Carpenter, Qualitatif Research in dan Jenis Penyakit Terhadap
Nursing, Advancing the Humanistic Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan;
Imperative, Philadelphia: Lippincot; 2013, Pekanbaru, Program Studi
2003. Ilmu Keperawatan Universitas
63. Sugiyono, Memahami Penelitian Riau.
Kualitatif, Bandung: Alfabeta; 2012.
153
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
ANALISIS IMPLEMENTASI BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN
(BOK) DENGAN CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI
KEBIDANAN DI PUSKESMAS KOTA BEKASI TAHUN 2019
ABSTRAK
Latar Belakang: Dalam proses pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
Kementerian Kesehatan memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan dana BOK (Bantuan Operasional
Kesehatan). Dimana anggaran yang digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat. Akan tetapi
tersedianya dana BOK tersebut dirasakan belum efektif, sehingga belum menekan angka kematian ibu dan anak.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui implementasi Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dengan
cakupan penanganan komplikasi kebidanan di Puskesmas Kota Bekasi tahun 2019. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen
kepada informan yang terlibat pengelolaan dana BOK tahun 2019. Sampel yang terlibat dalam pelaksanaan
program bantuan operasional kesehatan di Puskesmas Kota Bekasi terdiri dari sembilan responden. Hasil:
penelitian mengungkapkan bahwa perencanaan anggaran sudah sesuai dengan juknis, kebijakan sumber daya
manusia belum memadai, jumlah dana sudah mencukupi dan proses akuntabilitasnya memerlukan pengawasan
dan penyederhanaan pelaporan. Pada tingkat capaian program penanganan komplikasi kebidanan, cakupan
layanan ada yang telah meningkat, tetapi ada beberapa layanan yang tidak memenuhi target Standar Pelayanan
Minimal (SPM). Saran: Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi dapat meningkatkan capaian SPM
bidang kesehatan di Kota Bekasi dengan mengoptimalkan dana bantuan operasional kesehatan menuju
masyarakat kota bekasi yang lebih sehat.
Kata Kunci: Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Puskesmas, Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan
ABSTRACT
Background: In the health development process to improve the quality of life of the community, the Ministry of
Health has decided to issue a policy of BOK (Health Operational Assistance) funds. Where the budget is used to
finance public health services. However, the availability of BOK funds is felt to be ineffective, so it has not
reduced maternal and child mortality rates. The purpose of this study was to determine the implementation of
Health Operational Assistance (BOK) with the coverage of handling complication of obstetrics at the Bekasi
City Health Center in 2019. Methods: This study is a qualitative study. Data were collected by in-depth
interviews and document review with informants involved in managing BOK funds in 2019. The sample involved
in implementing the health operational assistance program at the Bekasi City Health Center consisted of 9
respondents. Result: the research reveals that budget planning is in accordance with technical guidelines,
human resource policies are inadequate, the amount of funds is sufficient and the accountability process
requires oversight and simplification of reporting. At the level of achievement of the obstetric complications
management program, the coverage of services has increased, but there are some services that do not meet the
Minimum Service Standard (SPM) target. Recommendation: It is hoped that the Bekasi City Health Office can
increase the achievement of SPM in the health sector in Bekasi City by optimizing health operational assistance
funds towards a healthier Bekasi city community.
154
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN kesehatan ibu dan anak, masih menjadi
indikator yang penting dan prioritas dari
Pembangunan kesehatan merupakan derajat kesehatan masyarakat Indonesia
bagian integral dari pembangunan nasional (Laeliyah, 2017). Beberapa penelitian telah
dalam rangka mewujudkan visi misi dilakukan terkait antara pendanaan BOK
Presiden dan implementasi Nawa Cita yang dengan capaian target kegiatan pelayanan
kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup kesehatan ibu dan anak. Diantaranya, hasil
manusia Indonesia. Dalam hal ini, Program penelitian yang dilakukan oleh Prayogo,
Indonesia Sehat yang dilaksanakan oleh dkk (2015) di Puskesmas Bandarharjo
Kementerian Kesehatan bertujuan untuk menunjukkan bahwa kegiatan kesehatan
meningkatkan derajat kesehatan ibu yang sumber dananya dari BOK masih
masyarakat yang optimal melalui belum efektif karena hasil capaian kinerja
terciptanya perilaku hidup sehat dengan pemantauan ibu hamil risiko tinggi yang
terselenggaranya upaya kesehatan dilakukan oleh Puskesmas Bandarharjo
perorangan dan upaya kesehatan masih belum memenuhi target, bahkan
masyarakat menggunakan media promotif cenderung menurun. Demikian juga hasil
dan preventif secara berkesinambungan penelitian oleh Faisal (2012) di Kabupaten
(Kementerian Kesehatan RI, 2019). Bintan, Kepulauan Riau yang menunjukkan
Pada tahun 2010, dilakukan sebuah dana BOK belum efektif dalam mendukung
penelitian tentang pembiayaan kesehatan percepatan MDGs karena pegawai masih
daerah (district health account) yang berorientasi pada uang lumpsum,
berhasil mendapatkan fakta bahwa peruntukan kegiatan lebih besar di luar
anggaran kesehatan untuk program program tujuan serta menurunnya anggaran
pelayanan kesehatan pada masyarakat kesehatan dari APBD karena ada BOK.
masih minim. Oleh karena itu, Kementerian Hasil penelitian yang berbeda dilakukan
Kesehatan memutuskan untuk oleh Suhandi (2013) di Pasaman Barat yang
mengeluarkan kebijakan dana BOK menunjukkan bahwa dana BOK
(Bantuan Operasional Kesehatan). Dana memberikan pengaruh yang signifikan
BOK adalah anggaran yang digunakan sehingga dapat meningkatkan cakupan
untuk membiayai pelayanan kesehatan target pelayanan kesehatan dasar (Laeliyah,
masyarakat di lapangan jadi bukan untuk 2013).
upaya kuratif di dalam gedung. Setelah Beberapa permasalahan lainnya
dilakukan beberapa kajian tentang seperti keterbatasan sumber daya manusia
implementasi dana BOK, menunjukkan kesehatan di Puskesmas, kesiapan dan
bahwa bantuan operasional ini hanya kemampuan pengelola keuangan serta
efektif jika sumber daya manusia di kemampuan manajerial di Puskesmas
Puskesmas mencukupi untuk melaksanakan dalam menunjang pelaksanaan kegiatan di
pelayan kesehatan lapangan pada Puskesmas merupakan masalah serius yang
masyarakat (tenaga kesehatan masyarakat, dihadapi saat ini (Kurniati, dkk., 2018).
sanitarian dan gizi). Maka, program dana Salah satu upaya Pemerintah untuk
BOK tidak akan berjalan dengan Optimal pemerataan akses dan peningkatkan kinerja
apabila Puskesmas tidak mempunyai atau Puskesmas dengan memberikan dukungan
kekurangan tenaga kesehatan tersebut (Ali, dana berupa Bantuan Operasional
dkk., 2018). Kesehatan (BOK) untuk kegiatan
Pada era Sustainable Development pelayanan kesehatan yang bersifat promotif
Goals (SDGs) ini angka kematian ibu dan dan preventif.
155
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
Tabel 1. BOK Kota Bekasi dari Tahun ke Tahun
Tabel 3. Capaian Realisasi Keuangan dan Realisasi Fisik dari Puskesmas di Kota
Bekasi (Penyerapan Kedua Terendah)
156
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
Provinsi (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Tetapi, jika dibandingkan dengan
2017). target tahun 2015 sebesar 102 per 100.000
Total alokasi BOK Puskesmas per- kelahiran hidup, angka ini masih jauh dari
kabupaten/kota ditetapkan oleh yang diharapkan sehingga Indonesia perlu
Kementerian Kesehatan. Menurut berupaya dan bekerja keras untuk
(Permenkes RI Nomor 61, 2017), jumlah mencapainya (Kementerian Kesehatan RI,
anggaran dana BOK untuk setiap 2014).
Puskesmas yang ditetapkan oleh dinas Indikator yang digunakan untuk
kesehatan melalui surat keputusan kepala menggambarkan akses ibu hamil terhadap
dinas kesehatan kabupaten/kota secara pelayanan antenatal adalah cakupan K1 -
proporsional, dengan merujuk kriteria kontak pertama dan K4 - kontak 4 kali
yaitu: jumlah penduduk di wilayah kerja, dengan tenaga kesehatan yang mempunyai
luas wilayah kerja, kondisi sarana kompetensi, sesuai standar. Namun masih
tranportasi, kondisi geografi, jumlah tenaga terdapat disparitas yang cukup besar, yaitu
kesehatan masyarakat tersedia, dana terdapat ibu hamil yang tidak menerima
kapitasi JKN yang diperoleh Puskesmas, pelayanan yang semestinya atau ditangani
dan kriteria lain sebagainya sesuai kearifan oleh tenaga kesehatan (Kementerian
lokal. Kesehatan RI, 2014).
157
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
dimasukkan sebagai variabel yang kepada informan yang terlibat pengelolaan
mempengaruhi kebijakan publik yaitu dana BOK tahun 2019 dan diharapkan
ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, memberikan penjelasan efektifitas BOK di
karakteristik badan pelaksana, disposisi Kota Bekasi.
atau sikap para pelaksana, komunikasi antar Informan dalam penelitian kualitatif
organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan harus disesuaikan dengan masalah dan
pelaksanaan, serta lingkungan sosial, tujuan penelitian (Poerwandar Informan
ekonomi dan politik (Nugroho, 2017). penelitian dipilih berdasarkan prosedur
non-probabilitas (purposive). Kriteria
Penelitian Kualitatif inklusi pemilihan informan kunci adalah
unsur pimpinan dan unsur pejabat/petugas
Penelitian kualitatif merupakan pengelola kebijakan kerja dan para
penelitian khusus objek yang tidak dapat pemangku kepentingan yang terkait
diteliti secara statistik atau cara kuantifikasi kebijakan (Martha, dkk., 2016).
(Basrowi, 2008). Penelitian kualitatif Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
dieskplorasi dan diperdalam dari fenomena Dinas Kesehatan Kota Bekasi, waktu
sosial atau lingkungan sosial yang terdiri penelitian dilakukan selama 3 bulan sejak
dari atas pelaku, kejadian, tempat, dan bulan April 2020 sampai dengan Juni 2020.
waktu. Penelitian kualitatif tidak hanya Waktu wawancara disesuaikan dengan
sebagai upaya mendeskripsikan data tetapi waktu yang disediakan oleh informan.
deskripsi tersebut hasil dari pengumpulan
data yang sahih yang dipersyaratkan HASIL
kualitatif, yaitu wawancara mendalam,
observasi partisipatif, studi dokumen, dan Pemanfaatan dana BOK tahun
triangulasi (Mulyana, 2001). anggaran 2019 difokuskan untuk
Wawancara mendalam adalah salah pencapaian SPM (standar pelayanan
satu jenis wawancara yang dilakukan oleh minimum) dan diharapkan adanya
seorang pewawancara untuk menggali peningkatan kualitas pelayanan di tingkat
informasi, memahami pandangan, Puskesmas melalui kegiatan yang berdaya
kepercayaan, pengalaman dan pengetahuan ungkit tinggi terhadap capaian SDGs
informan mengenai sesuatu hal secara utuh bidang kesehatan. Pelaksanaan kegiatan
(Martha, dkk., 2016). telah dilakukan secara sistematis dengan
mengacu pada petunjuk tehnis BOK tahun
METODE PENELITIAN 2019 dan kordinasi dengan pihak pihak
terkait sampai dengan akhir tahun 2019,
Penelitian ini merupakan penelitian serapan dana BOK mencapai 84.28%.
kualitatif dengan menggunakan data primer Berikut ini merupakan hasil
dan data sekunder dalam pengumpulan wawancara dengan informan penjelasan
datanya. Penelitian kualitatif merupakan singkat tentang program BOK:
penelitian untuk memperoleh jawaban atau
“BOK adalah bantuan untuk
informasi mendalam tentang pendapat dan
operasional kesehatan sebagai upaya
perasaan seseorang dan dapat diperoleh
promotif dan preventif, tujuannya untuk
mengenai hal-hal yang tersirat mengenai
biaya transport atau uang saku petugas
sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku
pada saat ke lapangan” (PB1)
masyarakat. Peneliti diharapkan selalu
memusatkan perhatian pada kenyataan atau “BOK adalah dana dari pemerintah
kejadian dalam konteks yang diteliti pusat atau kemeterian kesehatan untuk
(Basrowi, 2008). operasional kegiatan pelayanan di
Pengambilan data dilakukan dengan masyarakat untuk menjalankan fungsi
wawancara mendalam dan telaah dokumen Puskesmas. Sebagai bendahara peran
158
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
saya adalah bertanggungjawab dalam berdasarkan Juknis BOK dan telah sesuai
setiap proses pencairan kegiatan yang dengan upaya program (prioritas dan
terdapat pada RKA BOK” (PB3) penunjang) dan kegiatan manajemen
Puskesmas. Secara garis besar,
Pelaksanaan kegiatan BOK di tahun pemanfaatan dana BOK di Puskesmas
2019, dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: tahun 2019 dibagi menjadi dua bagian,
a. Proses Perencanaan yaitu:
Proses perencanaan yang melibatkan 1. Transport lokal
seluruh pemegang program di Puskesmas Transport lokal untuk membiayai
dimulai dengan membuat Rencana Usulan perjalanan dinas petugas kesehatan
Kegiatan Puskesmas yang isinya memuat untuk pelayanan kesehatan di lapangan
seluruh kegiatan di Puskesmas yang akan yang bersifat promotif dan preventif.
dibiayai oleh dana BOK dan sumber dana Perjalanan kader kesehatan, perjalanan
lainnya yang berisi volume, lokasi dan peserta lokmin, dan biaya perjalanan
jumlah tenaga yang terlibat. RUK kader kesehatan/jumantik untuk
Puskesmas dibuat dengan memperhatikan penyegaran kader kesehatan.
cakupan program tahun sebelumnya dan 2. Pembelian/Belanja Barang
keperluan Puskesmas berdasarkan Segala sarana yang dibutuhkan dalam
permasalahan yang ada. Proses penyusunan melaksanakan kegiatan upaya
RUK menurut informan pengelola program kesehatan promotif dan preventif
BOK Dinkes dibuat pada akhir tahun keluar gedung.
sebelumnya untuk perencanaan tahun Upaya yang harus dilakukan dalam
depan dengan melaporkan ke tiap implementasi kebijakan program BOK di
pemegang program yang ada di Dinkes Puskesmas untuk mencapai tujuan yang
melalui rapat rutin bulanan ataupun telah ditetapkan atau target yaitu
konsultasi langsung. monitoring dan evaluasi, sesuai dengan
hasil wawancara sebagai berikut:
“Setiap akhir tahun Puskesmas membuat
RUK untuk tahun mendatang dan “Yaa… pada mini lokakarya bulanan
melaporkan ke Dinas Kesehatan” (KB) dilakukan dilakukan monitoring evaluasi
setiap kegiatan di Puskesmas, sudah
b. Proses penyaluran dan pertanggung-
terlaksana atau belum setiap
jawaban dana BOK
bulannya… bila belum dilaksanakan,
Dimulai dari tahap persiapan dan
setiap pemegang program diingatkan
pelaksanaan penyaluran dana BOK di
untuk melaksanakan dan ada deadline
Puskesmas. Acuan yang dipakai yaitu
nya atau batas akhir pelaksanaan.
juknis BOK tahun 2019, hasil kordinasi dan
Semua diharapkan sesuai dengan RAB
konsultasi dengan pihak keuangan (kanwil
nya ya jadi memang waktu pelaksanaan
Perbendaharan dan KPPN. Pada tahap
kegiatan sebenarnya sudah jelas, tinggal
pelaksanaan awal, Puskesmas mengajukan
disiplin saja agar semuanya sesuai
Surat Permintaan Uang (SPU) kepada
jadwal” (KP2)
kuasa pengguna anggaran BOK Dinkes
Kota Bekasi dengan melampirkan poa
Berdasarkan hasil dari wawancara
tahunan, POA tahapan pertama sebagai
ketersediaan sumber daya yang ada di
daftar nominative usulan dan fotokopi buku
Puskesmas dalam mendukung program
rekening. Kemudian dilakukan pencairan
BOK dirasakan masih kurang, seperti
dana BOK melalui pengajuan SPM (Surat
kutipan berikut ini:
Perintah Membayar) sesuai dengan
kebutuhan. “Saya rasa masih ada beberapa tenaga
c. Pemanfaatan kegiatan yang kurang ya seperti pengelola Gizi,
Uraian kegiatan yang sudah disusun program dan laporan mereka banyak
159
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
sehingga ga terserap anggarannya, Puskesmas, namun untuk pengumpulan
tenaga administrasi juga yang kelengkapan data perjalanan
membantu bendahara dalam peng –SPJ dinas/pelaporan SPJ tertunda
an BOK masih kurang, harusnya ada dikarenakan setiap pemegang program
tenaga yang fokus membuat kuitansi dan tidak hanya memegang 1 program dan
pelaporan itu jadi ga terganggu” (KP2). harus pelayanan juga” (PB1)
“Sebenarnya tenaga bidan cukup, “Makanya peran kepala Puskesmas, dan
namun karena banyaknya tugas lain Bendahara ya itu, agar selalu
selain program KIA maka ya… itu dia… mengingatkan tentang pelaporan itu,
kami harus pandai mengatur waktu, selain itu saya juga masih baru jadi
sering lembur gitu sampai sore untuk bendahara BOK jadi kadang-kadang
bikin SPJ-nya” (PB1) masih belum paham alurnya” (PB2)
“Masih kurang karena pelaporannya
Sedangkan hambatan yang muncul banyak, selain itu juga double job
dalam pelaksanaan BOK di Kota Bekasi kerjanya ada bidan yang jadi bendahara
pada tahun 2019 sesuai dengan hasil ada juga yang pegang program lain jadi
wawancara adalah sebagai berikut: ya keteteran kerjanya” (BD2)
“Paling ya malas bikin laporan SPJ-nya
sama SDM-nya juga kurang” (KP1) Hambatan lain yang muncul dari segi
sarana dan prasarana, sesuai dengan hasil
“SDM-nya kurang dan SPJ-nya agak
wawancara adalah sebagai berikut:
rumit, tahun 2019 itu kami sedang
menghadapi akreditasi Puskesmas “Ehhh… laptopnya sudah lama dan
sehingga banyak kegiatan program kepenuhan datanya jadi agak lemot, trus
BOK yang tidak dilaksanakan makanya printer juga kadang rusak pas lagi
realisasi anggarannya kurang. Terus harus ngeprint banyak” (PB1)
tahun lalu itu belum ada tenaga
administrasi BOK jadi kasihan Serta tentang Posyandu yang belum
bendahara harus kerja keras disamping mempunyai gedung sendiri dan masih di
dia juga ada program sendiri, nah tahun halaman atau teras rumah warga seperti
2020 ini terbantu sekali dengan adanya pada hasil wawancara berikut ini:
tenaga administrasi BOK semoga “Masih banyak Posyandu yang belum
realisasi anggarannya bisa bagus.” punya gedung sendiri… jadi ya masih di
(KP2) teras rumah warga, namun warga tetap
“Setiap kegiatan berjalan sesuai dengan antusias sih untuk datang ke Posyandu”
Rencana Anggaran Belanja Bulanan (BD3)
Pada tabel diatas terlihat bahwa dialokasikan secara merata dan cukup.
anggaran BOK untuk operasional kegiatan Dana BOK untuk mendukung cakupan
penanganan komplikasi kebidanan sudah penanganan komplikasi kebidanan dari
160
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
total pagu BOK di Puskesmas B memiliki ketiga Puskesmas lainnya yaitu 19.38%.
presentase terbesar dibandingkan dengan
Dari tabel di atas terlihat capaian turun dari tahun 2018 yang mencapai
cakupan penanganan komplikasi kebidanan 86.50% dan tahun 2017 yang mencapai
di empat Puskesmas tahun 2018 dan tahun 88.40%. Permasalahan dan hambatan yang
2019. Cakupan penganan komplikasi muncul dalam pelaksanaan BOK di Kota
kebidanan di Puskesmas A memiliki Bekasi pada tahun 2019, yaitu perubahan
presentase capaian yang paling tinggi yaitu peraturan keuangan dan perubahan aplikasi
94% dibandingkan dengan ketiga keuangan yang tidak disosialisasikan,
Puskesmas lainnya. integrasi program di Puskesmas masih
kurang sehingga mempengaruhi
PEMBAHASAN penyelesaian SPJ, kurangnya SDM
pelaksana kegiatan dan pelaksana
Sasaran program dana BOK adalah keuangan, serta pelaksana BOK merangkap
seluruh masyarakat di wilayah Puskesmas tugas pelaksana program sesuai tupoksi,
itu sendiri. Sasaran program yang didanai sehingga kesulitan merumuskan kegiatan
oleh BOK pada Puskesmas Kota Bekasi dan perencanaan.
sudah sesuai dengan juknis BOK yang Strategi yang dilakukan Dinas
berlaku namun diperlukan perencanaan Kesehatan Kota Bekasi untuk menghadapi
yang baik agar pelaksanaannya bisa masalah ini, antara lain:
maksimal. Perencanaan adalah tahap awal 1. Memanfaatkan kegiatan pertemuan
kegiatan dalam proses manajerial sehingga tingkat dinkes kota yang dihadiri
dengan menyusun perencanaan dengan baik kepala Puskesmas yang membahas
akan dapat menghasilkan suatu kegiatan permasalahan BOK.
yang mempunyai daya ungkit tinggi di 2. Meningkatkan kualitas monev ke
masyarakat. Puskesmas.
Pelaksana BOK di Puskesmas 3. Pembahasan menu-menu kegiatan
mempunyai tugas: a) mencatat semua program prioritas yang bersifat
penerimaan dan pengeluaran terhadap dana promotif dan preventif.
yang dikelolanya ke dalam buku kas tunai, 4. Mengupayakan tenaga administrasi
mempertanggung-jawabkan dan BOK untuk tiap Puskesmas.
melaporkan; b) mempertanggungjawabkan Pelaksanaan administrasi keuangan
dalam bentuk kuitansi atas pelaksanaan BOK pada 4 (empat) Puskesmas yang
kegiatan; c) melaporkan diteliti juga menemui masalah yang hampir
pertanggungjawaban keuangan kepada sama, yaitu ketersediaan SDM yang
bendahara pengeluaran; dan d) menyimpan melaksanakan pengelolaan belum cocok
dengan baik dan aman seluruh bukti dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
pertangungjawaban administrasi BOK. Sebagian besar pengelola BOK memiliki
Capaian serapan dana Bantuan tugas mengelola kegiatan lain. Selain itu
Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2019 pengelola BOK dilaksanakan oleh bidan
di Kota Bekasi mencapai 84.28%. Hal ini atau perawat bahkan dokter gigi. Jika
161
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
dilihat dari kompetensi tugas, tentu saja hal Dalam hal ini penulis dapat
ini tidak sesuai. Hambatan lain dalam menyimpulkan bahwa dana yang cukup
pelaksanan BOK adanya pergantian tidak serta merta dapat memberikan daya
bendahara. Bendahara yang baru tentu saja ungkit pada capaian penanganan
belum memahami dengan benar seluk komplikasi kebidanan. Banyak faktor lain
beluk pembuatan SPJ BOK sehingga yang berpengaruh terhadap pelaksanaan
menghambat pelaporan dan pertanggung program, salah satunya adalah faktor
jawaban, untuk itu diperlukan pelatihan dan kedisiplinan tenaga kesehatan dalam
pendampingan oleh dinas kesehatan. mendata dan mendeteksi ibu hamil risiko
Pengelola KIA dilakukan oleh bidan tinggi di wilayahnya serta pembuatan
karena merupakan bagian dari tugasnya, pelaporan dan pertanggung jawaban yang
namun pengelola BOK terhambat oleh sudah dilaksanakan
ketidaksesuaian antara kualifikasi
pendidikan yang dibutuhkan dengan KESIMPULAN DAN SARAN
pelaksanaan tugasnya. Latar belakang
pendidikan yang seharusnya dimiliki dalam Kesimpulan
melaksanakan pengelolaan BOK atau
sebagai Bendahara adalah SDM dengan Besaran Anggaran BOK untuk
pendidikan dibidang ekonomi atau operasional kegiatan penanganan
akuntansi, namun bendahara BOK adalah komplikasi kebidanan sudah dialokasikan
tenaga kesehatan sehingga agak kesulitan secara merata dan cukup namun daya
dalam pembuatan pelaporan. ungkitnya belum maksimal dan belum
Capaian program cakupan memenuhi target. Hal ini dikarenakan
penanganan komplikasi kebidanan pada tenaga bidan di Puskesmas mengelola
Puskesmas A, B, C dan D pada tahun 2018 program yang lain selain program KIA.
dan 2019 sudah ada peningkatan namun Mereka memiliki beban kerja yang berat
belum signifikan sehingga belum banyak maka pencatatan dan pelaporan kegiatan
mendongkrak capaian target SPM program yang didanai oleh BOK pun
Kesehatan Kota Bekasi. Jika dilihat dari menjadi terbengkalai dan kurang baik.
realisasi dana BOK dihubungkan dengan Pencairan dana BOK sering terlambat
capaian penanganan komplikasi kebidanan bahkan tidak bisa dicairkan karena motivasi
didapatkan hubungan yang tidak signifikan yang kurang dan malasnya pemegang
dimana capaian pada Puskesmas B realisasi program dalam membuat laporan
dana BOK yang cukup tinggi yaitu sebesar pertanggungjawaban. Kompetensi
93.01% namun capaian penanganan bendahara dan pengelola administrasi
komplikasi kebidanan masih masih belum keuangan BOK Puskesmas masih kurang
mencapai target atau msih dalam angka dan belum ada tenaga yang khusus
69%. Pada Puskesmas A relisasi dana BOK menangani administrasi keuangan BOK
sudah sangat baik, yaitu sebesar 93.21%. dengan latar belakang pendidikan
Hal ini berbanding lurus dengan capaian manajemen ekonomi atau akuntansi.
penanganan komplikasi kebidanan yang Bendahara juga hampir selalu berganti tiap
mencapai 94%. Pada Puskesmas D realisasi tahunnya sehingga menghambat laporan
dana BOK masih rendah, yaitu sebesar pertanggung-jawaban dan realisasi
48.31%. Hal ini berbanding lurus dengan anggaran.
capaian komplikasi kebidanannya yang Pengawasan dan pembinaan oleh
masih di angka 68%. Pada Puskesmas C Kepala Puskesmas, bendahara BOK dan
realisasi dana BOK sebesar 55.75%. Hal ini bidan koordinator di Puskesmas dengan
sebanding dengan capaian penanganan realisasi dana BOK yang rendah masih
komplikasi kebidanan yang masih dibawah lemah dibandingkan Puskesmas yang
target, yaitu 73%. realisasi dana BOK-nya tinggi. Faktor
162
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
kedisiplinan dan motivasi yang tinggi dari bisa tercapai. Melakukan perencanaan
para pemegang program merupakan kunci anggaran untuk pembelian alat penunjang
agar implementasi dan realisasi dana BOK administrasi, laptop dan printer dari dana
berjalan dengan lancar serta cakupan JKN/APBD agar pelayanan di Puskesmas
pelaksanaan program dapat dicapai. dapat berjalan lancar dan tidak
menghambat kinerja dalam melaksanakan
Saran program BOK khususnya membuat
laporan.
Saran yang bisa peneliti sampaikan
terkait pemanfaatan dana BOK dan DAFTAR PUSTAKA
hubungannya dengan cakupan penanganan
komplikasi kebidanan di Kota Bekasi 1. Ali, P. B., Siahaan, R. G. M., Solikha,
antara lain Pemerintah Kota Bekasi lebih D. A., Wikanestri, I., Penguatan
mengutamakan peningkatan alokasi Pelayanan Kesehatan Dasar di
anggaran pada sektor kesehatan terutama Puskemas, Jakarta: BAPPENAS;
untuk kegiatan promotif dan preventif 2018.
sebagai pelayanan langsung kepada 2. Ayuningtyas, D., Kebijakan
masyarakat. Mengupayakan kemudahan Kesehatan Prinsip dan Praktik,
dan kecepatan alur pencairan dana BOK Jakarta: Rajawali Pers; 2014.
agar tidak menghambat kegiatan program 3. Basrowi, S., Memahami Penelitian
di Puskesmas. Selain itu dapat Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta;
meningkatkan capaian SPM bidang 2008.
kesehatan di Kota Bekasi dengan 4. Kementerian Kesehatan RI,
mengoptimalkan dana bantuan operasional Permenkes RI Nomor 97 Tahun
kesehatan menuju masyarakat kota bekasi 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan
yang lebih sehat. Mendukung koordinasi Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
antara Puskesmas dengan lintas sektoral Persalinan, dan Masa Sesudah
agar tidak menghambat pelaksanaan Melahirkan, Penyelenggaraan
kegiatan BOK dan memberikan solusi Pelayanan Kontrasepsi, Serta
apabila ada permasalahan yang terjadi pada Pelayanan Kesehatan Seksual,
Puskesmas terkait. Mendukung Puskesmas Republik Indonesia; 2014.
dengan menyediakan tenaga administrasi 5. Kementerian Kesehatan RI,
yang khusus bertugas untuk membuat Permenkes RI Nomor 61 Tahun
laporan dan pertanggungjawaban dana 2017 Tentang Petunjuk Teknis
BOK di Puskesmas. Serta memperbaiki Penggunaan Dana Alokasi Khusus
perencanaan, implementasi dan pelaporan Nonfisik Bidang Kesehatan Tahun
pertanggungjawaban agar pelaksanaan Anggaran 2018, Republik Indonesia:
BOK lebih tepat sasaran sehingga Kemenkes RI; 2017.
masyarakat di wilayah Kota Bekasi 6. Kementerian Kesehatan RI,
mendapatkan pelayanan kesehatan yang Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2019
optimal khususnya pada upaya promotif Tentang Petunjuk Teknis
dan preventif. Kepala Puskesmas Penggunaan Dana Alokasi Khusus
diharapkan memberikan sistem reward dan Nonfisik Bidang Kesehatan, Republik
punishment bagi stafnya yang berkinerja Indonesia: Kemenkes RI; 2019.
baik maupun yang berkinerja buruk agar 7. Kurniati, D. N., Ridwan, Kasim, M.
termotivasi dalam melaksanakan Y., Analisis Pengelolaan Dana
tupoksinya. Melaksanakan berbagai inovasi Bantuan Operasional Kesehatan di
pada Posyandu agar ibu hamil dan balita Puskesmas Wilayah Kerja Dinas
mau memeriksakan kesehatannya sehingga Kesehatan Kabupaten Sigi, e J
cakupan penanganan komplikasi kebidanan Katalogis; 2018, Vol. 6, p.p. 139-150.
163
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 154-164 e-ISSN 2549-6425
8. Laeliyah, S. N., Nadjib, M.,
Hubungan Pemanfaatan Dana
Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) dengan Peningkatan
Cakupan Kunjungan Antenatal K4
di Puskesmas Kota Serang Tahun
2014-2016, J Kebijak Kesehat Indones;
2017, Vol. 6, No. 3, p.p. 115.
9. Martha, E., Kresno, S., Metodologi
Penelitian Kualitatif Untuk Bidang
Kesehatan, Depok: Rajawali Pers;
2016.
10. Mulyana, D., Metodologi Penelitian
Kualitatif: Paradigma Baru,
Bandung: Remaja Rosdakarya; 2001.
11. Nugroho, R., Public Policy, 6th ed.,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo;
2017.
12. Poerwandari, E. K., Pendekatan
Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Anusia, Depok: LPSP3 Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia; 2007.
13. Waryana, Gizi Reproduksi,
Yogyakarta: Pustaka Rihana; 2010.
164
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 165-170 e-ISSN 2549-6425
HUBUNGAN PERAN KELUARGA, KONDISI FISIK LANSIA DAN
PENGETAHUAN DENGAN CAKUPAN PELAYANAN
KESEHATAN LANSIA DI KECAMATAN JAYA BARU BANDA ACEH
Relationship the Role of Family, Pshysical Conditions and Knowledge with the Scope
of Erderly Health Service in Jaya Baru Banda Aceh
ABSTRAK
Latar Belakang: Proyeksi angka harapan hidup penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari 70
tahun pada periode 2010-2015 menjadi 72 tahun pada periode 2030-2035. Salah satu bentuk perhatian yang
serius terhadap lanjut usia adalah terlaksananya pelayanan pada lanjut usia melalui Posyandu lansia. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui hubungan peran keluarga, kondisi fisik lansia dan pengetahuan
dengan cakupan pelayanan kesehtaan lansia di kecamatan Jaya BAru Banda Aceh tahun 2020. Metode:
Penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional. Data di analisis secara univariat, analisis bivariat
dengan uji chi square. Hasil: Penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga (p=0.001), kondisi fisik lansia
(p=0.001), pengetahuan (p=0.001) berhubungan dengan cakupan pelayanan Kesehatan lansia di wilayah kerja
kecamatan Jaya Baru Banda Aceh. Sehinnga dukungan keluarga, kondisi fisik lansia dan pengetahuan
berhubungan dengan cakupan pelayanan lansia. Saran: Kepada instansi terkait (Dinas Kesehatan dan
Puskesmas) disarankan untuk lebih meningkatkan sosialisasi dan memaksimalakan kualitas pelayanan Posyandu
lansia.
ABSTRACT
Background: The projected life expectancy of the Indonesian population continues to increase from 70 years in
the 2010-2015 period to 72 years in the 2030-2035 period. One form of serious concern for the elderly is the
implementation of services for the elderly through the Posyandu for the elderly. This study aims to determine the
relationship between the role of the family, the physical condition of the elderly and knowledge with the
coverage of health services for the elderly in the Jaya Baru sub-district, Banda Aceh in 2020. Methods: This
study is quantitative with a cross-sectional design. Data were analyzed using univariate, bivariate analysis with
chi square test. Result: The study showed that family support (p=0.001), physical condition of the elderly
(p=0.001), knowledge (p=0.001) were related to the coverage of elderly health services in the Jaya Baru
district of Banda Aceh. So that family support, the physical condition of the elderly and knowledge are related
to the coverage of elderly services. Recommendation: Relevant agencies (Health Office and Puskesmas) are
adviised to further increase the socialization and maximize the quality of Posyandu services for the elderly.
165
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 165-170 e-ISSN 2549-6425
PENDAHULUAN rendahnya angka kehadiran lansia ke
Posyandu. Cakupan pelayanan kesehatan
Proyeksi angka harapan hidup lansia di Kota Banda Acet tercatat
penduduk Indonesia terus mengalami sebanyak 34.15%, dengan presentase
peningkatan dari 70 tahun pada periode tertinggi di Puskesmas Lampaseh (69.7%),
2010-2015 menjadi 72 tahun pada periode dan Puskesmas Meuraxa (65.8%),
2030-2035. Disisi lain dengan sedangkan presentase terendah tercatat di
meningkatnya angka harapan hidup ini wilayah kerja Puskesmas Jeulingke
membawa beban bagi masyarakat, karena (24.5%), Puskesmas Ulee Kareng (18.5%),
populasi penduduk usia lanjut meningkat, dan Puskesmas Jaya Baru (16.7%) (Dinkes
salah satunya masalah kesehatan yang Kota Banda Aceh, 2019).
akan menjadi beban dan tantangan baru Berdasarkan pengambilan data awal
dunia kesehatan (Sunaryo, 2015). menunjukkan bahwa jumlah lansia di
Berdasarkan data badan pusat Puskesmas Jaya Baru tahun 2019 sebanyak
statistik menunjukkan bahwa penduduk 1.609 lansia. Sedangkan yang
lanjut usia di Indonesia pada tahun 2020 mendapatkan cakupan pelayanan hanya
meningkat menjadi 20.24 juta jiwa 109 lansia. Berdasarkan observasi awal
selanjutnya pada tahun 2019 meningkat dan wawancara terhadap 10 orang lansia,
menjadi 23 juta jiwa. Pada tahun 2020 tujuh orang diantaranya tidak berkunjung
diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai atau mengikuti program kesehatan lansia
28.8 juta jiwa (11.34 persen) (BPS, 2019). seperti Posyandu lansia. Mereka
Salah satu bentuk perhatian yang serius mengatakan bahwa tidak ada pengawasan
terhadap lanjut usia adalah terlaksananya atau monitoring yang dilakukan petugas
pelayanan pada lanjut usia melalui kesehatan ketika Posyandu lansia
Posyandu lansia. Posyandu lansia adalah dilaksanakan, petugas Puskesmas lebih
pos pelayanan terpadu untuk lanjut usia, mempercayakan kegiatan tersebut pada
sangat efektif digunakan sebagai sarana kader yang sudah dibina sehingga lansia
dan fasilitas kesehatan bagi lansia untuk merasa tidak ada kegiatan tambahan selain
memonitor maupun mempertahankan timbang berat badan, cek tekanan darah,
status kesehatan lansia serta meningkatkan cek gula darah dan pemberian vitamin.
kualitas hidup lansia (Santoso, 2010). Lansia cenderung datang ke Puskesmas
Berdasarkan laporan Dinas hanya jika ada keluhan fisik saja, adapun
Kesehatan Aceh tahun 2019 bahwa tidak ada anggota keluarga yang mau
cakupan kesehatan lansia yaitu sebanyak mengantar lansia ke Posyandu lansia,
11.8%. Presentase kabupaten dengan kondisi lingkungan lansia yang tidak
cakupan pelayanan lansia tertinggi adalah mendukung kesehatan lansia sehingga
Aceh Timur 97%, Aceh Tengah 92%, lansia tidak mampu pergi ke Posyandu
Langsa 89%, dan Banda Aceh 78%. lansia, peran kader yang kurang aktif
Adapun kabupaten dengan cakupan dalam mengajak lansia untuk aktif ke
pelayanan lansia terendah adalah Aceh Posyandu lansia, kemudian pengetahuan
Tenggara 19% dan Nagan Raya hanya 6% lansia yang kurang baik tentang apa itu
(Dinkes Aceh, 2019). Berdasarkan Posyandu lansia dan manfaat Posyandu
Laporan Dinas Kesehatan Kota Banda lansia berpengaruh terhadap rendahnya
Aceh tahun 2019 bahwa lansia banyak minat lansia untuk datang ke Posyandu
tidak mengetahui tentang manfaat lansia.
Posyandu lansia, keluarga juga kurang
andil dalam meningkatkan motivasi lansia METODE
untuk mengunjungi Posyandu lansia serta
kurangnya penyebaran informasi tentang Penelitian ini merupakan penelitian
Posyandu lansia sehingga mengakibatkan kuantitatif dengan desain penelitian cross
166
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 165-170 e-ISSN 2549-6425
sectional dimana dalam penelitian potong univariat dilakukan dengan tujuan untuk
lintang variabel dependen dan independen mendeskripsikan setiap variabel yang
dinilai secara bersamaan. Data yang diteliti. Analisis bivariatnya menggunakan
digunakan adalah data primer dan data analisis uji chi square yang bertujuan
sekunder. untuk menguji perbedaan persentase antara
Populasi dalam penelitian ini adalah dua kelompok.
seluruh seluruh lansia yang berjumlah
1.522 lansia yang berada di wilayah kerja HASIL
Puskesmas Jaya Baru Kecamatan Jaya
Baru Kota Banda Aceh Tahun 2020. Analisis Univariat
Teknik pengambilan sampel secara
purposive random sampling berjumlah 94 Dari hasil analisis univariat dapat
sampel (Sugiono, 2009) dilihat gambaran distribusi frekuensi
Metode analisis data menggunakan masing-masing variabel yang diteliti.
analisis univariat dan bivariat. Analisis Seperti dalam Tabel 1 berikut.
Variabel N %
Dukungan Keluarga
Mendukung 27 28.7
Kurang Mendukung 67 71.3
Kondisi Fisik Lansia
Baik 35 37.2
Kurang Baik 59 62.8
Pengetahuan
Baik 27 28.7
Kurang Baik 67 71.3
167
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 165-170 e-ISSN 2549-6425
Tabel 2. Lanjutan
168
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 165-170 e-ISSN 2549-6425
mengetahui hal tersebut seharusnya dalam hal ini Dinas Kesehatan dan
pemanfaatan pelayanan Posyandu lansia Puskesmas terkait agar dapat lebih
tidak seperti yang terjadi di lapangan, yaitu meningkatkan upaya promotif dan
masih kecilnya jumlah pemanfaatan lansia konseling kepada keluarga lansia dan lansia
ke Posyandu lansia. Kemungkinan karena sendiri untuk dapat lebih memahami
masih ada lansia yang tidak mengetahui program dan pelayanan apa saja yang ada
bahwasanya kegiatan pelayanan kesehatan di Posyandu lansia serta manfaatnya bagi
di Posyandu lansia diadakan satu kali peningkatan kesehatan lansia itu sendiri
dalam sebulan yang menjadi penyebab
jumlah pemanfaatan pelayanan Posyandu DAFTAR PUSTAKA
lansia masih tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan (Ayu, 2014). 1. Abdul, R., Pendidikan Keperawatan
Pengetahuan lansia sangat berkaitan Gerontik, Jakarta: Penerbit Andi;
dengan sejauh mana pemahaman akan 2016.
pentingnya pelayanan Posyandu lansia, 2. Ali, Z., Dasar-dasar Pendidikan
karena dengan lansia paham maka akan Kesehatan Masyarakat dan Promosi
termotivasi dalam meningkatkan kualitas Kesehatan, Jakarta: Trans Info Media;
diri dengan akses terhadap pelayanan yang 2015.
diberikan di Posyandu. Lansia yang kurang 3. Ayu, F., Analisis Permintaan Jasa
memahami manfaat pelayanan yang Pelayanan Kesehatan Khusus BPJS
diberikan di Posyandu mengakibatkan RSU Haji Padjonga Daeng Ngalle
dampak yang kurang baik dalam Kabupaten Takalar, Jurusan Ilmu
pemeliharaan kesehatannya. Pengetahuan Ekonomi, Makasar, UNHAS; 2014.
lansia akan manfaat Posyandu ini dapat 4. Dinas Kesehatan Aceh, Jumlah
diperoleh dari pengalaman pribadi dalam Kunjungan Posyandu Lansia di
kehidupan sehari-harinya. Dengan Provinsi Aceh Tahun 2019, Aceh:
menghadiri kegiatan Posyandu, lansia akan DINKES Aceh; 2019.
mendapatkan penyuluhan tentang 5. Erfandi, Pengelolaan Posyandu
bagaimana cara hidup sehat dengan segala Lansia, Jakarta: PT Elex Media
keterbatasan atau masalah kesehatan yang Komputindo; 2015.
melekat pada mereka. Dengan pengalaman 6. Erny, C., Faktor yang Berhubungan
ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, dengan Kunjungan Lansia di
yang menjadi dasar pembentukan sikap dan Posyandu Lansia Kelurahan
dapat mendorong minat atau motivasi Sondakan Purwosari Surakarta,
mereka untuk selalu mengikuti kegiatan Skripsi Ilmu Kesehatan, Surakarta:
Posyandu lansia (Sulistyorini, 2015). Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2018.
KESIMPULAN DAN SARAN 7. Ferry, Keperawatan Kesehatan
Komunitas: Teori dan Praktik
Kesimpulan dalam Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika; 2012.
Berdasarkan hasil penelitian 8. Kemenkes, RI., Profil Penduduk
diperoleh dukungan keluarga, kondisi fisik Lanjut Usia Tahun 2010, Jakarta:
lansia dan juga pengetahuan sangat Komnas Lansia; 2010
berhubungan dengan cakupan pelayanan 9. Kemenkes, RI., Profil Penduduk
kesehatan di Posyandu pada lansia. Lanjut Usia Tahun 13, Jakarta:
Komnas Lansia; 2013.
Saran 10. Kemenkes RI., Pedoman Puskesmas
Santun Usia Lanjut Bagi Petugas
Disarankan kepada instansi terkait
169
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 6, No. 2, Oktober 2020: 165-170 e-ISSN 2549-6425
Puskesmas, Jakarta: Kemenkes RI;
2018.
11. Kemenkes, RI., Profil Penduduk
Lanjut Usia dan Keperawatan
Lansia, Jakarta: Kemenkes RI; 2019.
12. Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya, Jakarta: Salemba
Medika; 2015.
13. Notoatmadjo, Promosi Kesehatan
dan Perilaku Kesehatan, Jakarta:
Rineka Cipta; 2011.
14. Pandji, Memahami Dunia Lansia,
Jakarta: PT. Media Elex Komputindo;
2015.
15. Pudjiastuti, Fisioterapi pada Lansia,
Jakarta: EGC; 2016.
16. Santoso, Memahami Krisis Lanjut
Usia, Uraian Medis dan Pedagosis-
Pastoral, Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia; 2010.
17. Sofia, R., Buku Ajar Keperawatan
Gerontik, Yogyakarta: Deepublish;
2014.
18. Sunaryo, Asuhan Keperawatan
Gerontik, Jakarta: Penerbit Andi;
2015.
19. Suryana, Keperawatan Lanjut Usia,
Jakarta: EGC; 2010.
20. Tamher, Kesehatan Usia Lanjut
dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan, Jakarta: Salemba
170
JUKEMA (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh)
Vol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0 e-ISSN 2549-6425
Received: / Accepted:
PENDAHULUAN (12 pt, BOLD, dengan Title Case (huruf depan saja yang
CAPITAL) Kapital kecuali kata sambung). Jarak
(kosong satu spasi,12 pt) antara paragraf adalah satu spasi tunggal.
Petunjuk penulisan ini dibuat untuk Penggunaan catatan kaki/footnote sebisa
keseragaman format penulisan dan mungkin dihindari.
kemudahan untuk penulis dalam proses Notasi sebaiknya ringkas dan jelas
penerbitan naskah di jurnal ini. Naskah serta konsisten dengan cara penulisan yang
ditulis dengan Times New Roman ukuran baku. Simbol/lambang ditulis dengan jelas
12 pt, spasi tunggal, justified dan tidak dan dapat dibedakan seperti penggunaan
ditulis bolak-balik pada satu halaman. angka 1 dan huruf l (juga angka 0 dan
Naskah ditulis dalam bentuk dua huruf O) perlu dibedakan dengan jelas.
kolom dengan jarak antara kolom 1 cm Singkatan sebaiknya tidak digunakan dan
pada kertas berukuran A4 (210 mm x 297 harus dituliskan secara lengkap. Istilah
mm) dengan margin atas 2.54 cm, bawah asing ditulis dengan huruf Italic. Angka
2.54 cm, kiri dan kanan masing-masing perlu dituliskan dalam bentuk kata jika
2.54 cm. Panjang naskah hendaknya tidak digunakan pada awal kalimat.
melebihi 10 halaman termasuk gambar, Tabel ditulis dengan Times New
tabel dan referensi, apabila jauh melebihi Roman berukuran 10-11 pt dan diletakkan
jumlah tersebut maka dianjurkan untuk berjarak satu spasi tunggal di bawah judul
dibuat dalam seri. tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia berukuran 12 pt, Bold dan ditempatkan di
atau bahasa Inggris. Apabila ditulis dalam atas tabel dengan format seperti terlihat
bahasa Inggris sebaiknya telah memenuhi pada contoh. Penomoran tabel
standar data bahasa Inggris baku. menggunakan angka Arab. Jarak tabel
Judul naskah hendaknya singkat dan dengan paragraf adalah satu spasi tunggal
informatif serta diusahakan tidak melebihi (12 pt).
4 baris. Jika naskah bukan dalam bahasa Tabel diletakkan segera setelah
Inggris maka naskah dilengkapi dengan penunjukkannya dalam naskah. Kerangka
abstrak dalam bahasa Inggris yang diawali tabel menggunakan garis setebal 1 pt
dengan judul dalam bahasa Inggris seperti (garis horizontal saja). Apabila tabel
contoh di atas. memiliki lajur yang cukup banyak, dapat
Keyword dalam bahasa Inggris digunakan format satu kolom pada
dituliskan di bawah abstrak untuk setengah atau satu halaman penuh. Jika
mendeskripsikan isi dari naskah. judul pada setiap lajur tabel cukup panjang
Dianjurkan untuk menggunakan daftar dan rumit maka lajur diberi nomor dan
keyword yang biasa digunakan di jurnal keterangannya diberikan di bagian bawah
atau jika sesuai dapat mengikuti klasifikasi tabel. Tabel diletakkan pada posisi paling
berikut: metode teoritis, metode atas atau paling bawah dari setiap halaman
eksperimen, fenomena, obyek penelitian dan jangan diapit oleh kalimat.
dan aplikasinya. (satu spasi tunggal, 12 pt)
Naskah disusun dalam 5 subjudul Tabel 1. Jumlah Pengujian WFF
PENDAHULUAN, METODE Triple NA=15 atau NA=8
PENELITIAN, HASIL, (satu spasi tunggal, 12pt)
PEMBAHASAN, KESIMPULAN DAN NP
SARAN. Subjudul ditulis dengan huruf NC 3 4 8 10
kapital. UCAPAN TERIMA KASIH
(apabila ada) diletakkan setelah subjudul 3 1200 2000 2500 3000
KESIMPULAN DAN SARAN. 5 2000 2200 2700 3400
Sebaiknya penggunaan subsubjudul 8 2500 2700 16000 22000
dihindari, apabila diperlukan maka ditulis
Formulir Berlangganan
Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh
Aceh Public Health Journal
ISSN: 2008- 1592
Nama : ..........................................................
Alamat : ..........................................................
..........................................................
Telepon : ..........................................................
E-mail : ..........................................................
........................... ..............
(........................................)
Jurnal
Kesehatan
Masyarakat
Aceh
Aceh Public Health Journal
Volume 6, Nomor 2, Oktober 2020: 80-170
Analisis Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Kesehatan Balita Kota Depok
Menurut Segitiga Kebijakan Kesehatan
Gabe Gusmi Aprilla
Penggunaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil Penerima Dana PKH
(Program Keluarga Harapan) di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2019
Pasyamei Rembune Kala, Melania Hidayat, dan Vera Nazhira Arifin
Partisipasi Ibu Dalam Bidang Ekonomi terhadap Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di
Indonesia (Analisis Hasil SDKI 2017)
Agustina Kurniasih dan Ella Nurlaela Hadi
Hubungan Peran Keluarga, Kondisi Fisik Lansia dan Pengetahuan dengan Cakupan
Pelayanan Kesehatan Lansia di Kecamatan Jaya Baru Banda Aceh
Anwar Arbi, Agustina, Radhiah Zakaria, dan Badrul Laili
Alamat PKPKM:
Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh Lantai II
Jln. Muhammadiyah No.93 Bathoh-lueng Bata Banda Aceh, Indonesia (23245)
Telpon : 0651 - 28422
Fax : 0651 - 31053
Email : jurnal.jukema@unmuha.ac.id
Website: http://pps-unmuha.ac.id/pusat-kajian-dan-penelitian-kesehatan-masyarakat/
Volume 6 | Nomor 2 | Oktober 2020 : 80 – 170 Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh | Aceh Public Health Journal PKPKM