Umpama
Alangkah bahagia ketika kami mampu menepati janji untuk kembali hadir pada
tahun ini. Dengan tema Tokoh dan Kota, Payakumbuh Poetry Festival 2021 telah
dikunjungi lebih kurang 250 judul puisi dari berbagai daerah di Indonesia. Puisi-puisi
tersebut seolah ragam warna-warni sudut pandang terhadap Payakumbuh Luhak Limo
Puluah. Puisi-puisi yang kemudian seolah-olah melukis selembar peta, apa dan siapa
Payakumbuh Luhak Limo Puluah? Dan kebahagiaan tersebut semakin ternikmati saat
puisi-puisi terbaik serta puisi-puisi pilihan terangkum dalam satu buku antologi.
Buku antologi ini adalah penanda terhadap apa yang kami janjikan tahun lalu,
bahwa dengan segenap daya upaya kami akan memperjuangkan keberlangsungan
Payakumbuh Poetry Festival ini setiap tahun, dengan harapan Payakumbuh Poetry
Festival mampu menjadi sebuah ruang kreatif, ruang kualitas penciptaan, ruang
silaturrahmi, serta ruang tempat merayakan puisi tanpa ada kata henti.
Judul buku ini terinspirasi dari sebuah judul puisi karya Safri Dani yang
kemudian sedikit dipiuh sesuai dengan apa yang kami inginkan dari keberadaan buku ini;
ternikmati dan terpahami. Buku antologi yang berisikan 5 puisi terbaik dan 50 puisi
pilihan ini kemudian kami tambahkan dengan 9 puisi para penyair di luar perlombaan
untuk ikut merayakan kebahagiaan perpuisian di Indonesia.
Dalam lembar ini pulalah kami ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarnya
kepada semua pihak yang dengan ikhlas telah membantu terlaksananya Payakumbuh
Poetry Festival 2021. Terutama kepada Bapak Riri Satria (Jakarta) yang telah
memberikan dukungan dan bantuan yang berarti sekali terhadap keberlangsungan
kegiatan ini. Juga kepada Bapak Supardi yang tak pernah lelah melecutkan motivasi di
setiap kreatifitas yang kami lakukan. Kemudian kepada Bapak, Ibu, Dunsanak, Handai
Taulan yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu yang telah berkontribusi banyak dan
tidak mungkin begitu saja kami lupakan. Dukungan dan bantuan yang diberikan telah
menjadi api semangat bagi kami untuk terus berbuat. Kami merasa berutang pada
dukungan dan bantuan tersebut, dan kami akan berupaya membayarnya dengan kegiatan-
kegiatan yang lebih baik untuk ke depannya.
Akhirnya kami mengucapkan, selamat menikmati buku antologi puisi ini, semoga
ada warna dan makna yang akan memperkaya dunia kesusasteraan di Indonesia.
/1/
dari rahim pajocombo, akulah
yang dulu dilarungkan ke lautan
bersama kapal-kapal
menjangka setiap tanah
merasai segala cuaca
mengeja nasib manusia
dan ibrahim
/2/
dari rahim pajacombo, akulah
datuk yang ditaja dengan cita-cita
menjadi guru, pergi ke negeri belanda
dan pelajaran apakah yang bisa diajarkan
dari halaman sejarah
di hadapan penindasan
maka, izinkan aku pergi dari tanah nagari
tak seperti ibrahim yang mengembara
yang menyapa, kesadaran manusia
dari segala belenggu
fitrah itu
/3/
dari rahim pajacombo, akulah
yang dulu berlari, yang bersembunyi
yang tak lagi dikenali, kecuali nama-nama
seperti kisah legenda, kecuali lantang kata-kata
menjadi merdeka
adalah jalanku menjadi manusia
dari semua yang membelenggu
dari semua yang menindas
entah, bangsa
entah, kuasa
entah, siapa
Damar Sewu (Kebumen)
Diktat
Tuan-Tuan sekalian
Dengarkanlah, Tuan-Tuan
Akulah diktat atas perjalanan hidup Bapakku yang panjang
Aku tumbuh dari pemahaman bahwa Tuhan ada di dalam pergerakan
Dan iblis tidak pernah tertidur
Tuan-Tuan sekalian
Jangan pernah ragu untuk menghamba pada kekayaan dan kekuasaan
Bergeraklah Tuan-Tuan tanpa pemikiran-pemikiran kemanusiaan
Pemikiran-pemikiran kemanusiaan hanya akan menghambat jalan hidup Tuan-Tuan
Usah ragu,Tuan-Tuan
Kami punya sekantung maaf untuk semua kesalahan Tuan-Tuan
Menulislah tanpa memahami makna
Berbicaralah tanpa mendengar ratap kehidupan manusia
Menggonggonglah atas nama kebebasan berekspresi
Menjilatlah atas nama apresiasi seni
Inilah hakikat kebebasan yang sesungguhnya,Tuan-Tuan
Inilah licentia poetica!
Tuan-Tuan sekalian
Benahilah topeng wajah Tuan-Tuan
Tutupilah dengan segala keindahan Dengan politik balas budi Tuan-
Tuan
Dengan apapun!
Atas segala yang pernah Tuan-tuan rampas dari kehidupan kami
Agar kami kagum dan melambungkan hati Tuan-Tuan
Agar kami tak pernah lepas dari genggaman tangan Tuan-Tuan
Sibuklah menghiasi kata-kata
Karena memang hanya itu yang kami butuhkan
Kami tak butuh pendidikanTuan-Tuan!
Seekor merak hanya perlu indah untuk menarik perhatian para betina
Seekor merak tidak peduli pada nuri yang mati di sangkar besi
Tuan-Tuan sekalian
Lembutkanlah suara Tuan-Tuan
Tuan-Tuan bukan barisan para demonstran
Tuan-Tuan mesti menghemat suaraTuan-tuan
Demi topi,tongkat,dan kredibilitasTuan-Tuan
Gunakanlah bahasa-bahasa langit dan istilah Para Dewa yang membingungkan
Usah hiraukan suara mereka
Suara mereka tak ada hubungannya dengan baju Tuan-Tuan
Tuan-Tuan tak boleh asal bicara pada semua orang
Bukankah begitu tabiat orang-orang besar?
Tuan-Tuan sekalian
Garis dan warna kehidupan kita telah ditentukan
Dan aku datang sebagai penyambung lidah kehidupanTuan-Tuan
Maka pada hari ini aku sampaikan diktat dari perjalanan hidup Bapakku yang panjang
Berbahagialah Tuan-Tuan sekalian
Karena pembelajaran ini akan menghapus air mata Tuan-Tuan
Tidak ada penderitaan yang berhak Tuan-Tuan rasakan
Karena inilah wajah kehidupan Tuan-Tuan
Inilah wajah kehidupan kita semua
Bahwa bahagia di atas penderitaan orang lain adalah sebagian dari cinta!
***
"Di mana Bapakmu sekarang?" Dalam perjalanan mencari surganya yang hilang
"Bagaimana keadaannya?"
Sedang dalam masa berani berkelahi dengan siapa saja!
***
2021
M. Rifdal Ais Annafis (Sumenep)
Doa sederhana itu, setelah kau titipkan pada ketan dan gula enau
aku gigit kecil-kecil. Aromanya masih seperti dulu. Roh-roh mengelilingi:
Sebelum atau sesudah Festival Pacu Itik. Setelah mengukur kesedihan.
Setelah di dada kita, Josias Cornelis itu, melukis segala dendam.
1.
2.
3.
-- kedua kaki tegak cagak sejajar
kedua tangan menghujam bak akar
langkah silek nan ampek dibelajar
wudhu disiap, kiblat dihadap --
bismillah alif-lam
bismillah lam-ha
MBoro, 2021
50 Puisi Pilihan
A.Musabbih (Tegal)
: Tan Malaka
2021
Ach. Firmansyah (Sidoarjo)
pada setiap ide-ide Malaka, jarak semakin menciut, satu demi satu pemikiran lunglai
masuk
ke hari senin yang menekan para buruh untuk menerima nasibnya, namun kau akan
melihatku menemanimu berkelindan menjadi aksi massa dari penjara ke penjara
memotong arus
kapitalis dengan berbagai cara.
Alif Maulana (Padang)
Auw Jong
2021
Andini Nafsika (Padang Panjang)
Tengkuluk Merah
Apa yang Akan Kita Kenang dari Sebuah Peristiwa Ini, Tan ?
peristiwa adalah ruang imajiner yang beberapa waktu memahat ingatan kita padanya. ia
menjadi simpul yang enggan beranjak dari relung terdalam. ia dekap yang melekat pada
kisah anak manusia, pada ingatan, pada pantai jauh yang riuh di sebuah minggu pagi yang
lengang, atau pada satu layar ke layar yang lain, pada satu tautan ke tautan yang lain.
ia api yang terus menyala, ia membakar dan menghangatkan segala yang dingin pada
jalan yang kau tempuh, dari satu persingahan ke dua persinggahan lain. ia memungut
keping-keping dari segala yang lemah di bagian lain pada diri kita.
Makassar, 2021
Arif. P. Putra (Pesisir Selatan)
Sandiwara Rantau
X Legaran untuk mamak/datuk/penghulu/rajo
I
kusen yang kau cat dari perjalanan itu adalah aku, tinggal—menempel bagai kayu langka
dari
hutan ulayat. tapi tampak motif yang tak selesai.
II
maka aku tanam serai dan ruku-ruku. lengkap dengan pandan yang tumbuh di atas
kuburanmu.
aku risau bila sewaktu-waktu lupa jalan rumah, dan kupilih tumbuhan sebagai pengingat.
tapi sebentar saja ia berisi, batangnya mulai dipatah. daunnya acap dimintai tanpa kau
jawab iya.
III
rumahmu yang lengkap dengan panggung ambruk adalah kenangan, dicat berpuluh rayap
dan
uir-uir. tapi sayang, kau benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. kecuali tinggal kaba usang
dari
lepau-lepau tak bernama.
di sana pula tumbuh berpuluh batang rumput ranji, berserak bagai tualang para kerabat
yang lupa
jalan pulang. tapi kau jangan marah, aku tau itu ilalang.
VI
kau pasti jengkel mendengar ranji itu. aku sengaja, biar kau mengutuk tanaman yang
tumbuh di
selahan ulayatmu. tempat kau berpetuah—berbusa meninggalkan tuah. tapi kali ini aku
tidak
sedang basabasi, sebab udara kian menyengat ketika kudekati kisah perjalananmu dari
kusen
dari seluruh tumbuhan yang sengaja aku tanam sebagai pengingat jalan. dari gorden-
gorden
kusam, sobek dan tak jelas mana benang mana jaring laba-laba.
V
aku tulis perjalananmu bukan karena kusen tak selesai itu. bukan pula karena ada yang
belum
lansai
VI
ini aku catat saat gerombolan kerbau menerobos semak halaman rumah, ia mulai
berkubang di
sana sat cuaca tidak lagi sempat diterka; cewang dan gabak mendusta.
orang-orang juga mulai lupa mana serai, mana ruku-ruku. pandan hanya menjadi remah-
remah
pesta pernikahan, sampai aku ikut lupa: mana pandan masak, mana pandan berduri.
aaiihh… sejak pincalang jadi pendayung, anak bagan pun serasa tungganai
VII
aku berjalan kian jauh dari rumah, dibuang sebagai perantau ke tanah rantau; kau darek,
aku
rantau. berlipat kepergian disematkan, menjadi sebutan orang buangan. tapi, adakah kau
ingat
orang-orang yang selamat dari nagari rantau?
karib kerabat yang masih menjenguk, menyiangi rumput ranji halaman rumahmu adalah
aku;
menyimpan berpuluh daun serai dan ruku-ruku, menyibak gorden kusam dari kusen karat,
berlapuk hujan, diruntuhi panas, tuahmu melesat, lenyap dari peradaban.
VIII
aku siangi ranji itu saat matahari tegak tali, ketika tubuhku membayang di atas
kuburanmu.
katanya, tuahmu akan melekat saat bayang-bayang melangkahi tanah sirah pandam
kuburan.
IX
yang aku bawa dari sana adalah lenguh doa-doa tengah malam, senyap dan tak pernah
mujarab.
sedang darimu, hanya tinggal kusen dekil tak terawat; lembab dan berlumut.
sial, tuahmu menua seperti tualang-tualang orang buangan. inikah pepatah simalaka:
berselimut kain sarung
ditarik ke atas kaki nampak
ditarik ke bawah kepala terbuka
X
kita layaknya almanak yang usang, kau telah ke haribaan—sedang aku menunggu antrian.
tapi, benarkah ada jalan ke sana. meski kereta yang kita tumpangi tidak pernah sama?
1) Diambil dari puisi A. Damhoeri yang berjudul ―Harau‖ dalam buku ―Biografi A. Damhoeri dan
Karyanya‖, terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta, 1995, halaman 35.
2) Dari Gunung ke Gunung adalah judul novel hasil gerilya A. Damhoeri selama ia aktif dengan
Barisan Penerangan Mobil Kewedanan Militer Payakumbuh Selatan.
3) Terompah Usang jang Tak Sudah Dijahit, novel A. Damhoeri, diterbitkan Balai Pustaka, Jakarta,
1953
Ayu K Ardi (Payakumbuh)
1/
aku menemukan hikayatmu gelisah di ruap malam
meriap dalam memori seorang lelaki*
sebab kisah yang berkelesah minta diteroka
serupa mazmur pencatat umur
2/
Bong, Ciam suatu ketika
dua dada bergelora
menjelma jelata penjaja gambir dan lada
sementara pawang berkecumik menggumam doa tolak bala
hujan belum reda di tanah air kita
Bong, Ciam
membelu belai ular-ular bertaring baja
hingga liuk-latanya menuju arah yang sama
saat matahari bedengkang di puncak kepala
dua perempuan berlanyah menyusur riak Batang Agam
membagul senjata api dari barak kompeni
tersaruk menuju hilir
setiap detik adalah pertaruhan detak
3/
tahun-tahun menetas
tanah payau tumbuh menjadi kota sejuta pesona
dengan aneka tafsir warna dan cecap rasa
pun aku yang tak ingin melupa peristiwa
menziarahi riwayatmu dari bawah tugu*
2021
Dadang Ari Murtono (Mojokerto)
Lintau, 2021
Decky Medani (Bandung)
siang
Chairil,
Kubakar sajak-sajakku semua. Sesal aku, sesesalnya …, kepalaku tiap menit bertukar akal,
Sedang merasakan dingin dari hujan di siang gulita ini, sepi itu terus ada dan memantik
kehangatan dari kertas yang terbakar. sekejap.
malam
Terbaca kegagapanku untuk menyurati sesuatu yang mencekik, semacam rindu yang
menanti setan.
Surat apalah yang sudah aku tulis tentang penghabisan, yang kutasbihkan sebagai sajak-
sajak eksperimental garis maya yang berusaha terwujud. Bertuju kepadamu sebagai
renungan seribu satu tahun untuk berterima kasih.
Aku katakan: ini luka penuh muka!
/1/
ia seperti sungai mangkirai yang gemericik gemilang
yang rimbun matanya sigap dan pikirannya bening.
hatinya kemang lotus yang mekar, beraroma mimpi-mimpi
sedang hati kau teratai yang menggulung diri sendiri
ia seperti sungai mangkirai memecah titik embun dalam jarak nan jauh
pada tapak alirannya ia menjadi juru selamat bagi renta kebebasan.
di riuh kesepianmu, apa kau harus lupa pada jejak alirannya?
sedang cintanya kini semakin hangat mendekap ke seluruh semesta
/2/
bermuara dari rahim pandam gadang; ia mencintai dada anak-anak
yang kelaparan, petani yang memakai topi koran, dan buruh yang tempias
seperti debu di kaki para jenderal. di isak kedalamannya ia berharap
debu tak pantas memenuhi rongga nasib orang-orang kecil
yang tangkal, yang sangkal, di labirin waktu
mengalir sampai jauh ke negeri kincir angin hingga pulang ke hilir nusantara;
ia mencintai peluh yang berdarah sampai rindanglah sagala asih,
segala persih segala kinasih, demi republik yang jaya kemilau,
hingga kau menyebutnya kemerdekaan
dan kini anak cucumu bisa tentram dalam asri
sebab tulus dengan tasbih selalu diucapkan pada setiap tapak alirannya
yang besar akan tumbang. yang kecil kembali mendarah
yang tak adil akan binasa, yang merdeka patut dipuja
mana yang ia pilih adalah apa yang kau pahami dahulu
apa yang tak kau inginkan adalah mana yang ia kenal lebih dini
/3/
(Kupang, 2021)
Dian Hardiana (Bandung)
Kalah :Tan
Bandung 2021
Dian Rennuati ( Palembang)
(Desember 2021)
Dian Rusdiana (Bekasi)
pintu-pintu tirakat
melantunkan alif hingga ya
kitab-kitab kehidupan yang berjajar
selalu menanti untuk dibaca
di sudut sudut ruang tertulis kearifan
tentang sebuah sabda
2021
Ebi Lengkung (Sumenep)
I: potret aku
Baris-baris sajak
Menjerat dan mengurung
O. Jiwa cahaya
Jiwa langit
Dan segala yang membuat tangis bahagia
Baris-baris sajak
yang tersusun dari kristal keringat dan air mata
Di rumah bako Parik Dalam
Yang kian menua-rapuh
Sarat pernik sejarah jingga
Ini hidup senantiasa berbagi; cahaya dan api
Yon punya nyali, punya harga diri mau mati jadi petani
lebih mulia 'kan terpanggang daripada kasak-kusuk sembunyi di ketiak kota
pilih sewa ladang punya orang-- nanti juga kebeli kok, keganti
jadi rumah sepetak, bonus dapat mobil suzuki.
Tidak apa, banyak tidak percaya sama dia punya bibit tanam
Yon suka coba pake plastik mulsa perak berikutnya
biar dari jauh-jauh, itu tanah dataran miliknya menggilap
tahu rasa, orang-orang lihat buah merah panjang menjuntai
mirip ceking lidah api menggapai-gapai tanah ujungnya
biar sekalian bungkuk badan batang pohonnya.
Satu rumpun pake arah baris Utara Selatan, Yon sikat pake kompos
dua kali lipat dari jerami padi, taik sapi sama trikoderma
musim panen minggu pertama, panjang-panjang itu cabe dia punya
lebih panjang dari gantar cita-cita yang orang lainnya idam
sebatas PNS, pegawai kantoran sama pengusaha.
Kini, Yon sudah punya muka cerah dan bawa panggul itu nama
bibit unggul buat hidup petani senang!
Makin panjang rezeki, makin merah berahi itu buah
bikin jauh dari wajah kecut-kusam.
2021
Fatah Anshori (Lamongan)
tuanku,
kini sudah tak ada
--batu-batu
di jembatan ratapan ibu
tak lagi sekelabu
dulu, ketika kami digiring
dan diburu
...
--kendaraan kota
kami masih di sana
bersama patung batu wanita
yang menangis sejak para
belanda menembaki kami
puluhan tubuh jatuh
di aliran batang agam yang
kian legam oleh geram
kita yang:
tuanku!
2021
Fatur Rahman (Pesisir Selatan)
bersama beberapa aktor yang lain kau dihapus dari alur cerita
sebab kau tidak memerankan adegan dengan baik
juga sering tak mengacuhkan nasihat sutradara.
Padang 2021
Hudan Nur (Banjar Baru)
Ha/
bismillah. Kun! izinkan aku masuk, mengetuk salam mengantarkan kepulangan pada diri
yang enggan mencari.
aku mengelanai doadoa, kutiup hio yang terlanjur nyala di dada. ke mana harus kubeli
rasa haus mencari, sementara jiwajiwa sempoyongan, fadilatfadilat kata berserakan di
usia? akukah diri yang jejaknya tak seluas nusantara? o… langkah yang mereras!
Na/
ya tuan Alam Basifat, engkaukah kekasih waktu yang dikabarkan hari?
Ca/
Batu Hampar membacakan aku sebaris alegori, baitbait seperti pepohonan depan suraumu
yang saling berpagutan. reranting semakin berhampiran.
o, sampai juakah aku menikmati larik transfigurasi yang meruang di seluruh rindu. biar
distorsi diri bisa berkecambah ke eskalasi, biar diri tak murung sembunyi.
Ra/
sampailah aku pada laman klasik
kubuka almanak tua,
tanggaltanggal menumpang lewat dalam genangan,
ingatan yang bergelombang.
o… Insan Kamil penerang jalan rompang, meneroka gerantang ke tubir zaman. kau
bopong Tarikat Sammaniyah, menukil pelawang. takzim Minangkabau mengelanai
waktu. zirah Silek Kumango yang tak habishabis diulang ingatan. ah, kaukah tabir
kembang yang dikejar limbang?
Ka/
izinkan aku menyeru langit, meminta berkah sangkala. gigir doa yang kedinginan dalam
setangkup kepastian.
Da/
o… jasa yang berpulang. ke punca hidup yang maha hidup, kau tumbuhkan kebaikan
yang berbelasbelas. diri menali diri, menemu kasih abadi di antara. Adakah jalan yang
bersilang? bila malam telah lumus dalam prakiraan musim?
Ta/
ya rahman… katakata mendedah alif ke dalam
kurebahkan cerita lewat lamun menunggu mata terpejam
Banjarbaru, 2021
Ida Bagus Uttarayana (Bandung)
i/
Kau pun menjadi jalang
Berlari-lari
Menyala-nyala
Bersama apimu yang tak karuan
Meneriaki setiap orang di tepian
―Siapa yang paling jalang di sepanjang jalan ini?‖
Serumu menderu-deru
Lantangmu pada dinding-dimding ibukota yang menyelimutimu
Suara merayap menyusur kulit, menyusur rongga
Udara panas terseok dibentur kobarmu,
sukacitamu
ii/
Kau masih berlari
masih menyala
menghampiri tiap celah
kuasa Kau masih tak
percaya bahwa
Orang-orang masih berjalan lambat
Tepat di belakangmu, menunduk
Sedangkan dirimu mendongkak,
mengoyak
Kau
pelihara
merah
pada mata
pada darah
Dadamu berdebar sedemikian hingga
Menggores sayup sore jingga
Sampai kapan kelana?
iii/
Kau tetap
belari
tetap
menyala
tapi sunyi
tapi papa
“Aku tak bisa dikebiri!”
Isakmu dalam sepi dan nelangsa
2021
Jaka Junie (Malang)
Oktober 2021
Jemi Batin Tikal (Yogyakarta)
jalan-jalan lengang
sepi pecah di tengah kota
hanya angin, hanya angin
berbisik dari ujung sunyi
Pengembaraan Tan
hari-hari menumpuk
hidup diburu matahari
mengatur siasat sembunyi
dari jejak sendiri
***
***
menekan-nekan dada
2021
Khodadad Azizi (Tanggerang Selatan)
Ciputat, 2021
Kurliyadi (Cirebon)
Epilog Surau Tuo Taram : Ode untuk Syekh Ibrahim Mufti
Taram yang tanahnya gersang telah basah rimbun muasal air Saat tongkat berjalan ke timur
Dibiarkannya tetap menancap sampai sebuah ramalan datang atas wasiat
Bernama kapalo banda tempat orang-orang mengamini peristiwa
Di mana mata air bermuara atas izin tuhan
Yang terus memancarkan tiupan safaat
Didatangkannya sosok malaikat yang kusebut syekh
Lahir besar di tanah payakumbuh
Di mana matahari dan rembulan bersinar atas gema salawat
Yang terus berkumandang dari toa tua
Tempat mengaji anak-anak taram untuk terus melanjutkan apa yang disebut keyakinan
2021
Mairi Nandarson (Batam)
„wegmet de koningin!‟
(enyahkan sang ratu) *1
di Payakumbuh
di tanah kelahirannya
namanya kini (mungkin) entah siapa
koran Kompas yang datang siang
adalah warisannya
Batam.28.10.2021
Di tepi Batang Agam, anak-anak menari meniup batang padi Menunggui si binuang
menghirup wangi daun tembakau
Mereka berharap, dari bangunan tua yang Bung resmikan itu
Lahir para pejuang yang berperang di sawah dan ladang-ladang
Melawan gulma dan hama yang terus menghisap keringat petani
Hingga nikmat biji kopi yang ditanam sendiri
Hanya tercecap dalam mimpi
November 2021
Meifrizal (Pasaman)
(Tan Malaka)
siapa aku
aku yang besar dengan angin perbukitan
sembahyang dan mengaji
layang-layang dan jurus silat
akulah si minang dengan pepatah petitih
akulah si adat
Ibrahim Datuk Tan Malaka
tak berkubang dalam peluk hangat wanita
bebas, merdeka
akulah si elang
melenggang dari kampung ke antah barantah
menyelusup seperti jurus silat
menyeruak dengan pemahaman
mana Karl Marx, mana Lenin
Merdeka!
: Chairil Anwar
Dalam puisi
Kau hidup berkali-kali
Tak pernah benar-benar mati
Sedang di Karet
Segala tentangmu begitu khidmat
Mengecup langit rahmat
1
Di lidahmu, kami masihlah tarhim yang putih
Melengking dengan segenap dalih
2
Hanya di lidahmu, kami tekun menimba kaji
Berulang khatam mengaji sunyi
3
Di lidahmu, kami masihlah tarhim yang putih
Melengking dengan segenap dalih
Berkaum-kaum orang datang
Bubur Hijau Gula Enau Pandan Wangi Kulit Manis Jahe Merah Primadona Kita
Ampas terhempas,
Santan cerai
Mengucur pelan
Ke dalam periuk buburku.
Aku rebus ia
Bersama biji-biji genit kacang hijau,
Aku bumbui ia
Dengan batok merah enau gula
Yang selalu jadi primadona
Di Negeri Tua Lima Puluh Kota.
Cibinong, 29.12.2021
Rori Maidi Rusji (Padang)
27 November 2021
Romy Sastra (Jakarta)
tubuh menjulang rawa bergoyang adalah partitur kaba bersilang sejarah purba. si tukang madah
menguak sunyi torehkan epik-epik liris menuju perjalanan waktu. kemajuan payakumbuh
tumbuh berbakti pemuda-pemudi tinggalkan negeri menyauk bako di tanah tak bersako
bertualang. jejak sebentuk tiang-tiang pancang berpanggung atas perjuangan, seiring kultur
adiluhung subur di bumi minang: ya, payakumbuh
pada bingkai sejarahmu, nama berhias di catatan tambo, lingga pahlawan disematkan di tugu
kota, ornamen pejuang itu memanggul senjata dengan sebatang bambu runcing menukik memekik bisu
dari kesaksian pertempuran "situjuah batua jasad takubuah" aroma darahmu anyir
menghilir mengalir pada bibir generasi membangun bangsa ini: indonesia
lebam mata berkubang lumpur pada tutur leluhur, engkau yang kesepian menyapaku. sebab
pikuk menyuram di taman-taman sembunyi kota berdongeng. sedangkan detak jantung
berpalung bertarannum di nisan atas nama pahlawan. ya, engkau gugur pejuang, dan generasi
yang terbangun menyingkap tabir pahlawan. betapa seranah sejarah sebagai pelita menuju
payakumbuh bertuah setumpuk galamai berdansa di lidah, luka dukamu seroja: payakumbuh,
denai bermadah
membaca tubuh tugu payakumbuh di atas kesetiaanmu pada laju republik berdiri tak berkabut,
dan gunung-gunung di sana menutup pandangan sandal jepit menatap purnama di malam hari,
mata taklah kesandung mengejar teknologi mengajarkan futuristik
aku runduk diam merenungi sejarah silam, payakumbuh sedari dulu dan kini telah menjadi kota
kosmopolitan
1/
Dalam teduh hutan, kita rayakan jiwa yang tetap bernyawa
tubuh daun kering jatuh memecah sepi jiwa
kala angina musim menghembuskan rahasia dengan pelan
setelah bersiap membuka perjalanan yang lain
2/
Yang terhampar melawan hampa
adalah kepunyaan segala suara yang hendak
merayakan kehilangan dengan bersiap melawan
dan kau bicara, dalam ingatan banyak orang yang mencari
kita ingin menjadi nasib yang berharga
sebab di muka bumi ini, kesialan tampak terjaga
menyerang kerapuhan yang terikat di jantung
tapi tidak menyentuh ingatan yang mengenal pulang
2021
Wayan Jengki Sunarta (Denpasar)
Tan Malaka
di Suliki
pohon besar itu berakar
pohon menjulang
bermimpi cahaya
merdeka
ia mengembara
dalam belantara kata
merangkai alenia demi alenia
menyusun buku demi buku
menggaungkan pemberontakan
2021
Yeni Purnama Sari (Lima Puluh Kota)
Liuk jalan
dan pendakian
Bila pulang?
-- Fatris MF
mulutmu, Kalera!
racun biawak purba
menguar asin garam
pantai barat
panas berhama,
bunga-bunganya diterbangkan
angin lebih jauh ke pedalaman
jadi baju dan celana
penutup badan
telanjang
para bujang
& gadis-gadis kalian.
"bukan, bukan
ya Tuhan!
ini kan kesultanan
beri aku sesuatu nama
bagi bengkel kuno kalian
sebisanya akan kutuliskan
di majalah jalan-jalan:
Aduh, Dinda
dasar kau, Siampa!
kau jadikan masalalu kami
sekam-duri
tak tertelan lagi.
Gus tf
Payakumbuh, 2001
Iyut Fitra
entah sejak bila aku diberi nama tan malaka, kata plang nama jalan itu
dari simpang bunian ia bayangkan sebuah perjalanan panjang ke pandam gadang
pada satu kalender ketika tabungan demi tabungan diiurkan
maka sungai yang dilintasi akan bersaksi
batu-batu siap sebagai penarung. duri sikejut terhampar kembang kuncup
ditujulah bukittingi setelah kereta meninggalkan stasiun suliki
lalu sepanjang itu buku-buku berceceran
sepanjang itu pula berbagai ilmu dilipatkan
kamar kos. trotoar menuju kampus
hari-hari yang panjang. noni-noni bermantel dingin melintas riang
pertempuran dan kemerdekaan
sampai pada lagu-lagu orang diburu. aku hanya mendengar kisah itu
lalu mengapa namaku tan malaka, bukankah itu sebuah nama yang angkuh?
tanya plang nama jalan itu, kepada sejarah yang berbaris
sejarah yang kadang dicurigai juga. warnanya barangkali merah
di sebelahnya kandang oto gagak hitam dan sinar riau menyimpan gelak
melihat beban yang dipikul plang itu
kadang ada yang lewat seraya bermata sabak
kadang ada sekedar berfoto lalu menulis entah apa
kadang ada yang bermata sabak itu berfoto sambil hormat sembunyi-sembunyi
mengenang atau berbasa-basi
Pusat Ampenan
(2021)
Nirwan Dewanto
Boogie Woogie
(2007)
Raudal Tanjung Banua
/Bukittinggi-Yogyakarta, 2003-2013
* Diambil dari lirik sebuah lagu klasik Minang, ―Malereng Tabiang‖ ciptaan Aji Sutan
Sati dipopulerkan pertama kali oleh Elly Kasim.
Riri Satria
(Desember 2021)
Warih Wisatsana
Teringat nasehat
bila kelak sesat
kehilangan alamat sahabat
bagai pohonan heninglah sejenak
dengar ricik air bening masa kanak
Plawa, 2021
Biodata Penyair 5 Puisi Terbaik
Payakumbuh Poetry Festival 2021
A. Syauqi Sumbawi
Menulis cerpen, puisi, novel, esai, kritik, dan lain-lain. Sebagian karyanya dipublikasikan di
beberapa media massa. Juga terkumpul dalam antologi bersama.
Bukunya yang telah terbit, yaitu Dunia Kecil; Panggung & Omong Kosong (novel, 2007),
Waktu; Di Pesisir Utara (novel, 2008), 9: sebuah novel (2020). #2 (cerpen, 2006, 2020),
Limapuluh (puisi, 2020), Wajah Puisi dalam Literasi (Catatan Kesan Makalah Bedah Buku,
Perpusda Lamongan, 2021), Tuhan dan Manusia-Abdun (Esai/kritik Sastra, 2021), Empatpuluh
(Novel, 2022) dan C. Snouck Hurgronje dan Wajah Islam di Indonesia (2022).
Beberapa karyanya pernah meraih penghargaan, seperti KSI Award 2013 untuk sayembara
kritik buku puisi, Juara I dan III Lomba Cipta Puisi Surabaya Memori 2014 dan 2015, Juara III
dalam lomba cipta puisi Payakumbuh Poetry Festival 2020, dan lain-lain.
Bukunya, Tuhan dan Manusia-Abdun mendapat perhargaan Anugerah Sutasoma 2021 Balai
Bahasa Jawa Timur untuk kategori buku esai/kritik sastra terbaik. Buku puisinya Waktu Pintu
Batu (dalam persiapan terbit 2022), pernah terpilih sebagai salah satu pemenang dalam
Sayembara Manuskrip Buku Puisi Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) 2021.
Damar Sewu
Lahir di desa kecil, di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, pada 27 Januari 1997. Mulai gemar
membaca sejak tahun 2013 kala bertemu Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Mulai
menekuni dunia tulis-menulis sejak tahun 2021. Puisinya yang berjudul "Anak-anak Aksara"
menjadi juara 1 dalam event yang diadakan oleh 20 grup literasi facebook.
Hoerudin
Penulis beralamat di Babakan Bandung, Kelurahan Nanggeleng Citamiang, Kota Sukabumi,
Jawa Barat
Ach. Firmansyah
Ach. Firmansyah, jebrol di Sidoarjo. Lahir tahun 2000.
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.
Alif Maulana
Lahir di Padang, 9 Agustus 1995. Menulis puisi dan esai. Bergiat di Kalera Sastra. Berdomisili di
Kuranji, Pauh IX, Padang.
Alvian Rivaldi
Lahir di Bekasi tahun 1998 merupakan seorang mahasiswa Sekolah Pascasarjana Uhamka. Ia
mengawali karier kepenulisan saat mengikuti serangkaian kegiatan di komunitas Bemsika saat
kuliah S-1 di Unsika. Puisinya masuk ke dalam antologi Seni & Pandemi (2020), Lurus Jalan ke
Payakumbuh (2020), Kartini Menurut Saya (2021), Situs dan Artefak (2021), Jakarta dan Betawi
(2021) Dari Negeri Poci 11 (2021), Neng Ning Nung Nang (2021) dan lain-lain.
Andini Nafsika
Beralamat di Jalan Sutan Syahrir No 33, Kelurahan Silaiang Bawah,
Kota Padang Panjang. (Kantor SMPN 2 Padang Panjang)
Andreas Mazland
Lahir di Banda Aceh 21 Juni 1997. Menulis esai budaya, cerpen dan puisi. Bergiat di Lapak
Baca Pojok Harapan, sebuah komunitas literasi di Kota Padang.
Arif Hukmi
Lahir di Bombana, Sulawesi Tenggara, 10 Desember 1994 adalah alumni Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Universitas Islam Makassar. Kini melanjutkan studi di Program Studi Magister
Pendidikan Bahasa, Pascasarjana Universitas Negeri Makassar. Menulis Buku Puisi Suhu Udara
(Guepedia, 2020).
Arif. P. Putra
berasal dari Koto Baru, Surantih Pesisir Selatan. Sekarang menetap di Padang. Aktif bersama
Serikat Marewai, sebuah komunitas yang bergiat dibidang kebudayaan; tradisi dan sejarah lokal
di Pesisir Selatan. Alamat: Perumahan Bayamas, kel. Tabiang banda gadang, Nanggalo, Padang.
Blok Permata IV, No. 11.
A’yat Khalili
Menulis karya fiksi dan nonfiksi. Pernah meraih penghargaan Pusat Bahasa Jakarta 2006,
penghargaan Taman Budaya Jawa Timur 2006. Kini tinggal di Jalan Sektor 16 Sudirman Jaya,
Ciledug, tanggerang Selatan.
Ayu K Ardi
Guru dan penulis berdarah Jawa Tengah kelahiran Bandung. Masih menjadi guru honorer sejak
2006. Saat ini berdomisili di Kota Payakumbuh, Sumatra Barat. Puisinya dimuat di media massa
lokal dan nasional. Tercatat pula dalam berbagai antologi berkurasi sejak 2016 sampai sekarang.
Ia bergiat di komunitas Forum Penyair Indonesia (FPI), Penyair Perempuan Indonesia (PPI),
Sastra Sumbar, Zona Literasi Sumbar, Kelas Menulis Daring (KMD), Kelas Puisi Bekasi (KPB).
Budhi Setyawan
Lahir di Purworejo 9 Agustus1969. Buku puisi terbarunya Mazhab Sunyi (2019). Mengelola
komunitas Forum Sastra Bekasi (FSB) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB), serta tergabung di
Komunitas Sastra Kemenkeu (KSK) dan Komunitas Sastra Semanggi. Bekerja sebagai dosen di
kampus PKN STAN Tangerang Selatan. Saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat.
Budi Saputra
Lahir di Padang, 20 April 1990. Menulis cerpen, puisi, esai, feature, dan resensi di berbagai
media massa. Diundang pada Ubud Writers and Readers Festival 2012, Pertemuan Penyair
Nusantara (PPN) 5 Palembang (2011), dan PPN 6 Jambi (2012).
Decky Medani
Tumbuh di KP. Ciparay Hlir, Bandung Selatan, 1999. Bergiat di ASAS UPI, kelompokintrovert
dan Perkara Hidup Productions.
Dhery Ane
Bernama lengkap Aloisius Hestronius Deri. Adalah seorang mahasiswa Ilmu Filsafat Universitas
Katolik Widya Mandira Kupang, NTT. Ia menulis puisi, artikel, dan opini. Artikel, opini, dan
puisinya tersebar di sejumlah media onlline, jurnal sastra, majalah puisi, dan buletin sastra. Juga
tergabung dalam lebih dari sepuluh antologi seperti di antaranya Menenun Rinai Hujan
Bersama Sapardi Djoko Damano (2019), Semesta Jiwa (2020), Antologi Sepeda dan Buku
(2021) pilihan karya dalam festival gowes literasi Sumatera Utara, antologi nomine terbaik
sayembara nasional solusi buku Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian (2021). Kini, bergiat di
Komunitas Sastra Filokalia Kupang.
Dian Hardiana
Pernah bergiat di Arena Studi Apresiasi sastra (ASAS UPI). Buku puisi pertamanya berjudul
Menghadaplah Kepadaku (buruan & co, 2020). Tinggal dan bekerja di Bandung
Dian Rennuati
Adalah seorang ibu dari 3 putra dan putri. Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
ini menetap di Palembang dan aktif bergiat di Forum Lingkar Pena Sumatera Selatan. Karyanya
berupa cerpen, kisah inspiratif dan puisi terangkum di puluhan buku antologi bersama, yang
terbaru di tahun 2021 adalah antologi puisi Jazirah 8: Ombak, Camar dan Kerinduan. Buku
puisinya "Perempuan Selalu Ingat" terbit tahun 2018.
Dian Rusdiana
Lahir di Jakarta, 14 September 1978. Tergabung dalam komunitas Forum Sastra Bekasi (FSB)
dan Kelas Puisi Bekasi (KPB). Buku puisinya Perisai Bumi (2020). Beberapa puisinya sempat
dimuat di Majalah Horison, koran Indopos, dan beberapa buku antologi bersama. Saat ini tinggal
di Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.
Ebi Lengkung
Lahir dan tinggal di Sumenep. Alumni komunitas Tikar Merah Surabaya. Aktivitas setiap
harinya mengajar, berladang dan memandang laut. Buku puisi pertamanya berjudul Siul Sapi
Betina, 2015.
Faisal Syahreza
Lahir di Cianjur 3 Mei 1987. Buku puisinya Hikayat Pemanen Kentang (2011) dan Partitur
Hujan (2014). Menulis puisi, cerpen, novel, skenario dan naskah drama-- bekerja serta tinggal di
Bandung.
Fatah Anshori
Lahir di Lamongan, 19 Agustus 1994. Bukunya yang telah terbit Ilalang di Kemarau Panjang
(2015), Hujan yang Hendak Menyalakan Api (2018), Melalui Mimpi, Ia Mencari Cinta yang
Niscaya (Frase Pinggir, 2021). Cerpen dan puisinya telah dimuat beberapa media online,
Majalah Suluk (DK Jatim), dan pernah terpilih sebagai Penulis Cerpen Unggulan Litera.co
(2018). Bergiat di Guneman Sastra, Songgolangit Creative Space dan KOSTELA.
Fatur Rahman
Lahir dan besar di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah
Universitas Andalas. Puisi dan tulisan lainnya hanya dimuat di beberapa media cetak saja.
Hudan Nur
Lahir di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 23 November. Menulis puisi, cerpen, esai, dan
artikel ilmiah. Pernah menjadi delegasi Indonesia sebagai alumnus MASTERA (Majelis Sastra
se-Asia Tenggara): puisi tahun 2007 (satu-satunya yang pernah ikut ajang ini dari Kalimantan
Selatan di bidang puisi).
Menerima Penghargaan Sastra dari Gubernur Kalimantan Selatan 2012 dan Wali kota
Banjarbaru 2017. Menulis manuskrip Si Lajang (puisi: 2002), Tragedi 3 November (puisi:
2003), Menuba Laut (puisi: 2016), Enigma (kumcer: 2019), Galuh Kemuning (Cerita Anak:
2019), Jannani (Amsal Banjarbaru di Simpang Waktu) menjadi salah satu Buku Puisi Terpuji
Anugerah Hari Puisi Indonesia Yayasan Hari Puisi 2019. Bersama Ali Syamsudin Arsi dan
Ariffin Noor Hasby menulis buku 50 Tahun Sastra Banjarbaru (Sejarah dan Jejak
Komunitas), Analekta Esai-esai Sastra (2020), aghh… (Nukilan Spektrum Jiwa-jiwa
Kembara) kolaborasinya bersama tiga penulis Banua Ananda Perdana Anwar, Gusti M. Setya A.
Iman, dan HE. Benyamine (2020), IRAI (komik, cerita bergambar) yang digarap bersama
ilustrator Mika August dan penyelaras Herdi Naya Oktawanna.
Iis Singgih
Iis Singgih tinggal di kota Malang. Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis dan
berpuisi. Tergabung dalam komunitas KEPUL dan Competer Indonesia, saat ini sedang bergiat
di kelas puisi binaan penyair Demak Mohammad Iskandar.
Iman Sembada
Lahir di Nglejok, sebuah dusun kecil yang terletak di wilayah Purwodadi, Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah, pada 4 Mei 1976. Selain menulis puisi, ia juga menulis cerita pendek. Karya-
karyanya dipublikasikan di media massa lokal dan nasional. Puisinya terkumpul dalam berbagai
antologi puisi bersama, antara lain Resonansi Indonesia (2000), Senandung Wareng di Ujung
Benteng (2005), Komunitas Sastra Indonesia: Catatan Perjalanan (2008), Kado Sang Terdakwa
(2011), Jejak Tak Berpasar (2015), Tifa Nusantara 2 (2015), Matahari Cinta Samudera Kata
(2016), Gelombang Puisi Maritim (2016), Pasie Karam (2016), Jejak Kata (2017), Puisi untuk
Perdamaian Dunia (2017), Cimanuk, Ketika Burung-Burung Kini Telah Pergi (2017),
Buitenzorg (2017), Senyuman Lembah Ijen (2018), Monolog di Penjara (2018), Jejak Sajak di
Batu Runciang (2018), Perjumpaan (2019), Cincin Api (2019), Sesapa Mesra Selinting Cinta
(2019), Bisik Langit Pasak Bumi (2020), dan lain-lain. Antologi puisi tunggalnya Airmata Suku
Bangsa (2004), Perempuan Bulan Ranjang (2016), dan Orang Jawa di Suriname (2019). Kini ia
bermukim di Kota Depok, Jawa Barat.
Ipoer Wangsa
Lahir di Jakarta 21 Maret. Beralamat di Sumber Manjing Kulon RT 10 RW 03, Pagak,
Kabupaten Malang Jawa Timur.
Irzi
Lahir di Jakarta, 13 November. Puisi-puisinya dimuat di beberapa laman sastra digital serta
beberapa Antologi Puisi Nasional. Buku puisi pertamanya Ruang Bicara, 2019. Saat ini bergiat
di Komunitas Kelas Puisi Bekasi (KPB) dan Komunitas Budaya BetawiKita.
Jaka Junie
Lahir di Surabaya, 6 Juni 1984. Kini berdomisili di Kab Malang. Bergiat pada Komunitas
Belantara Sastra dan Komunitas Kumpulan Karya Sendiri. Menulis dwilogi Sajak Sapardian,
"Negeri Senja" dan "Jangan Tidur Malam Ini Puisiku".
Jemi Batin Tikal
Beralamat di Jl. Harjuna, Jomegatan Rt. )2 Ngestiharjo, Kec. Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55182.
Khodadad Azizi
Lahir di Solok, Sumatera Barat, 16 Desember 1998. Tengah menyelesaikan jenjang pendidikan
S-1 di Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai menekuni puisi sejak
akhir tahun 2018, beberapa puisi telah terbit dalam bentuk buku antologi bersama. Bergiat di
Solok Literasi, suatu komunitas di Solok yang bergerak di ruang-ruang literasi, tak terkecuali
puisi.
Kurliyadi
Kurliyadi kelahiran kepulauan Giligenting Sumenep Madura, Alumni Pondok Pesantren
Mathali‘ul Anwar pangarangan sumenep. Menulis cerpen dan sajak. Beberapa karyanya
ditayangkan di berbagai media massa. Beberapa puisi di event antologi bersamanya terkumpul
dalam antologi Dialog Taneyan Lanjhang ( Majlis Sastra Madura 2012 ) Mengabadikan
Keajaiban Dekapan Hangat Kasih Sayang Ibu ( JPIN 2012 )Indonesia Dalam Titik 13 ( Lintas
Penyair Indonesia, 2013 ) Jejak Sajak di Mahakam( art.lanjong foundation, 2013 ) Kepada
Bekasi ( Forum Sastra Bekasi 2014 ) Solo Dalam Puisi ( Festival Sastra Solo 2014 ) Tifa
Nusantara ( TKSN 2014 ) Goresan-goresan Indah Makna Kasih Ayah Bunda ( 2014 ) Senarai
Diksi ( Pena House 2014 ) LumbungPuisi Sastrawan Indonesia ( Jilid II 2014 ) Jalan Cahaya
Jilid II ( KSI 2014) Jaket Kuning Sukirnanto ( KSI 2014) Sang Peneroka (Gambang Yogyakarta
2014 ) Lentera Sastra II ( Antologi puisi lima negara 2014 ) Merangkai Damai ( APPN,
Nittramaya 2015 ) Dalam Remang Kumengejar Mimpi (KOMCIBA, Pena House 2015) Saksi
Bekasi ( Forum Sastra Bekasi 2015 ) Sajak Puncak ( Forum Sastra Bekasi 2015) Nun ( INDO
POS 2015 ) dll. Sekarang aktif di forum Kelas Puisi Bekasi. Buku kumpulan puisinya ―saatnya
menulis puisi untuk daerah tubuhmu dan sekitarnya (poiesis 2021) menjadi salah satu nominasi
dalam rangka hari puisi indonesia 2021.
Mairi Nandarson
lahir dan besar di Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Aktif menulis
sejak sekolah di KMS, DSKS Mingguan Canang, Harian Singgalang, Harian Haluan. Selain
menulis puisi juga aktif menulis cerpen dan menggambar kartun di media daerah dan nasional, di
antaranya Aneka Yess, The Djakarta Post, Tabloid Bola dan Tabloid Nova. Pernah tinggal di
Palembang, namuns sejak 2003 menetap di Batam, Kepri dan bekerja di Harian Tribun Batam
Sejumlah karya puisi masuk buku kumpulan puisi bersama antara lain 'Puisi 1999 Sumatra Barat'
(Dewan Kesenian Sumatera Barat/1999), 'Bung Hatta Dalam Puisi' (KSP Padang/2003). Ada
juga kumpulan cerpen Kejutan Sebelum Ramadhan – 2013 ( NulisBuku/2013), kumpulan Cerpen
bersama 'Sepenggal Rindu Dibatas Waktu (Palagan Press 2015).
M. Badri
Lahir di Blitar 13 Maret 1981 tapi sudah lama bermukim di Pekanbaru. Menulis cerpen dan
puisi di sejumlah media massa dan antologi bersama. Buku kumpulan cerpen tunggalnya yang
sudah terbit Malam Api (2007). Buku kumpulan puisinya Grafiti Bukit Puisi (2012) menjadi
pemenang buku pilihan Anugerah Kebudayaan Sagang pada 2012.
Meifrizal
Lahir dan menetap di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Kumpulan puisi
tunggalnya: Sihir Waktu (2016), Kisah Sebelum Tidur (2016),Burung yang Lepas dari sangkar
Seperti Angan yang Tamasya ke Bintang-bintang (2017), Sajak Langit, Sepi + Maut, Sedikit
Cinta dan Perempuan (2018)
Muhammad Daffa
Kelahiran Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 1999. Menulis puisi sejak pertengahan tahun 2015.
Puisi-puisinya dipublikasikan di sejumlah surat kabar dan majalah, antara lain: Koran Tempo,
Majalah Mata Puisi, Majalah Sastra Kandaga, Banjarmasin Post, Radar Banjarmasin, Radar
Tasikmalaya, dan Harian Rakyat Sultra. Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Universitas
Airlangga, Surabaya. Bergiat di Kelas Puisi Bekasi(KPB).
Rafki Imani
Rafki Imani, tinggal di Kota Padang dan dosen di Fakultas Teknik UPI YPTK Padang.
Ramoun Apta
Lahir di Muarabungo, Jambi 26 Oktober 1991. Karya-karya pernah dimuat di berbagai media
massa dan buku kumpulan puisi bersama. Buku puisi tunggal yang telah terbit berjudul,
‗Pedagang Batu Mustika di Pasar Raya‘. Selain menulis puisi, karya yang lain berupa cerpen dan
esai. Salah satu pendiri Komunitas Seniman Bungo (KSB) di Kabupaten Bungo. Beberapa kali
menjadi juri lomba Baca Puisi dan Musikalisasi se-Provinsi Jambi. Kini menetap dan bekerja di
Kota Jambi.
Rissa Churia
Adalah penyair yang saat ini tinggal dan menetap di Bekasi, Jawa Barat. Karyanya diterbitkan
dalam buku kumpulan puisi tunggal, yaitu : ―Harum Haramain‖ (2016), ―Perempuan Wetan‖
(2017), ―Blakasuta Liku Luka Perang Saudara‖(2019), ―Matahari Senja di Bumi Osing‖ (2020).
Puisi Rissa juga dimuat di berbagai media cetak, antara lain : Jawa Pos, Radar Banyuwangi,
Radar Bekasi, BMR Fox Kotamobagu,Pemuisi Malaysia, dan lain lain.
Selain itu puisinya juga sudah dimuat di lebih 90 kumpulan puisi bersama, Rissa aktif sebagai
pengurus Komunitas Jagat Sastra Miledia (JSM), Pengurus Istana Puisi, dan aktif mengikuti
berbagai Festival sastra dan tampil membaca puisi, antara lain : Women of Words Poetry Slam
Ubud Writers and Readers Festival (2017 dan 2019), Pertemuan Penyair Nusantara di Singapura
(2017),Pertemuan Penyair dan Akademisi di Universitas Sultan Azlan Syah Negeri Perak (2017),
Penyair Nusantara di Malaysia (2018), Pertemuan Penyair Ziarah Karyawan Nusantara di
Jandabaik-Malaysia (2019), dan lain lain.
Romy Sastra
Lahir di Kubang, Bayang, Pesisir Selatan, Sumatra Barat, berdomisili di Jakarta. Aktif di
komunitas Jagat Sastra Milenia/JSM, ikut membina Sastra Bumi Mandeh/SBM Pesisir Selatan,
serta membina komunitas PenaPadu/GAPADU Malaysia, juga aktif di komunitas Ziarah
Karyawan Nusantara/ZKN tiga negara, Indonesia, Malaysia, Singapura. Romy Sastra dalam
kesehariannya berniaga, menerbitkan buku kumpulan puisi tunggal "Tarian Angin" Agustus
2019. Di antara karya Romy Sastra yang lain saat ini tergabung di 50 lebih buku antologi puisi
bersama. Ikut menghadiri Temu Penyair Dunia Konpen Kelantan Malaysia 2018. Nama Romy
Sastra terdapat di buku "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi
Indonesia/HPI 2019.
Safri Dani
Lahir di Koto Tabang, 02 Desember 1995. Menulis essai dan puisi. Bergiat di Lapak Baca Pojok
Harapan. Sebuah komunitas literasi di Kota Padang.
Wawan Kurniawan
Menulis puisi, cerpen, esai dan menerjemahkan beberapa karya. Menerbitkan buku puisi
pertamanya yang berjudul ―Persinggahan Perangai Sepi (2013‖. Serta diundang sebagai penulis
Indonesia Timur di Makassar International Writers Festival (MIWF) 2015. Buku puisi kedua
terbit Januari 2017 dengan judul ―Sajak Penghuni Surga‖ oleh Penerbit Basabasi. Buku esainya
terbit Februari 2017 dengan judul ―Sepi Manusia Topeng‖ oleh Penerbit Nala Cipta Litera.
Kumpulan Cerita Pendek pertamanya terbit Maret 2021 dengan judul ―Aku Mengeong‖ oleh
Penerbit Indonesia Tera.
Deddy Arsya
Lahir dan menghabiskan masa kecil di Bayang, Pantai Barat Sumatera. Menulis sajak, cerita
pendek, cerita anak, tinjauan buku dan film, esai-esai kesejarahan dan seni budaya di berbagai
Koran, majalah dan jurnal. Buku pertamanya Odong-odong Fort de Kock merupakan nominasi 5
besar Khatulistiwa Literary Award 2013 dan terpilih sebagai Buku Sastra Terbaik tahun 2013
versi Majalah TEMPO. Penyair Revolusioner merupakan nominasi 5 besar Kusala sastra
Khatulistiwa 2017, sedangkan Mendisiplinkan Kawula Jajahan memperoleh Wisran Hadi Award
tahun 2019. Sementara Khotbah Si Bisu terpilih sebagai Buku Sastra Terbaik tahun 2019 versi
Majalah TEMPO. Lainnya sebuah buku prosa berjudul Rajab Syamsudin Penabuh Dulang dan
sebuah kumpulan esai sejarah dan sastra berjudul Celana Pendek dan Cerita Pendek. Yang
termutakhir: sebuah kitab setengah lelucon berjudul Ustad x. & Simalanca: Lelucon-lelucon
Pahit.
Gus tf
Lahir 13 Agustus 1965 di Payakumbuh. Buku puisinya yang telah terbit adalah Sangkar Daging:
sajak-sajak 1980-1995 (1997), Daging Akar: sajak-sajak 1996-2000 (2005), Akar Berpilin:
Sajak-sajak 2001-2007 (2009), Susi: sajak-sajak 2008-2013.
Iyut Fitra
Lahir dan menetap di Payakumbuh. Buku puisinya Lelaki dan Tangkai Sapu (2017) meraih
Penghargaan Sastra Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2020.
Kiki Sulistyo
Lahir di Ampenan, Lombok. Telah menghasilkan tujuh buku kumpulan puisi, serta tiga buku
kumpulan cerpen. Mendapat penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa (2017) dan Buku Puisi
Terbaik Tempo (2018). Ia mengelola Komunitas Akarpohon, di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Nirwan Dewanto
Penyair, esais, editor dan curator. Buku puisinya Jantung Lebah Ratu (2008) dan Buli-Buli Lima
Kaki (2010), telah memperoleh Hadiah sastra Khatulistiwa. Ia juga menulis ulasan tentang
berbagai jenis karya seni dan masalah dalam kesenian. Sebagian esai itu terkumpul dalam buku
kumpualan esai Senjakala Kebudayaan (edisi baru, 2017), Satu Setengah Mata-Mata (2016), dan
Kaki Kata (2020). Dua bukunya Buku Merah (2017) dan Buku Jingga (2018) adalah karya fiksi
–bisa disebut sebagai puisi prosa—yang mengiolah secara ―dekonstruktif‖ aneka karakter dan
motif dari Ramayana dan Mahabrata—dua epik Jawa-Hindu. Buku Jingga terpilih sebagai Fiksi
Terbaik 2018 oleh Majalah Tempo untuk ketajamannya melakukan ―satire dan akrobatik dari
sumber-sumber kuna‖ dan ―bentuknya yang menerobos batas antara puisi, fiksi dan non fiksi‖
Riri Satria
Seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi, lahir di Padang,
Sumatera Barat 14 Mei 1970, saat ini tinggal di kawasan Cibubur, Kabupaten Bogor. Sehari-hari
ia adalah adalah CEO pada Value Alignment Advisory Group, dosen Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia, komisaris di sebuah BUMN, ketua komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM)
serta pimpinan umum Sastramedia.com. Puisinya sudah diterbitkan dalam tiga buku puisi
tunggal, yaitu ―Jendela‖ (2016), ―Winter in Paris‖ (2017), serta ―Siluet, Senja, dan Jingga‖
(2019) di samping lebih dari 50 buku kumpulan puisi bersama penyair lainnya. Buku puisi
terbarunya ―Alienasi‖ akan diterbitkan pada tahun 2022. Selain menulis puisi, Riri juga menulis
berbagai catatan singkat sampai esai yang serius, yang dibukukan ke dalam buku trilogi
―Proposisi Teman Ngopi‖ (2021) terdiri tiga buku ―Ekonomi, Bisnis, dan Era Digital‖,
―Pendidikan dan Pengembangan Diri‖, serta ―Sastra dan Masa Depan Puisi‖. Saat ini Riri banyak
melakukan penelitian tentang dampak perkembangan algoritma dan teknologi digital terhadap
dunia perpuisian dan kepenyairan. Riri juga menyakini bahwa persamaan matematika, algoritma
dan program computer, serta puisi, memiliki satu kesamaan, yaitu mendeskripsikan fenomena
kompleks dengan symbol-simbol yang sederhana. Riri adalah Sarjana Ilmu Komputer lulusan
Universitas Indonesia dan menempuh program Doktor di Paris School of Business, Paris,
Prancis.
Warih Wisatsana
Penyair, esais, kurator. Aktif pula sebagai kurator festival sastra dan seni rupa. Selama 10 tahun
sebagai Kepala Pengelola sekaligus Kurator lembaga kebudayaan Bentara Budaya Bali. Puisi,
cerpen, dan tinjauan seninya dimuat di Kompas, Majalah Horizon, Kalam, Tempo, Bali Post,
Tribun Bali, Le Banian, Jentayu, majalah ESENSI terbitan Badan Bahasa, juga Majalah
KULTUR (Kemendikbud), dll. Meraih Taraju Award, Borobudur Award, Bung Hatta Award,
Kelautan Award, SIH Award, dan pada tahun 2020 menerima Anugerah Bali Jani Nugraha dari
Pemerintah Provinsi Bali.
Puisinya diterjemahkan dalam bahasa Belanda, Italia, Inggris, Jerman, Portugal, dan Perancis.
Buku kumpulan puisi tunggalnya; Ikan Terbang Tak Berkawan (Kompas, 2003), May Fire and
Other Poems (Tiga Bahasa, Lontar, 2015), Batu Ibu (KPG, 2019) meraih Lima Besar Kusala
Sastra Khatulistiwa 2018 dan Buku Puisi Rekomendasi Tempo 2018, Kota Kita (Sahaja Sehati,
2018) merupakan Lima Besar Buku Puisi Pilihan Anugerah Hari Puisi 2018. Kelananya di Paris
dibukukan dalam Rantau dan Renung II (KPG dan Forum Jakarta – Paris, 2002) bersama 20
seniman dan budayawan lainnya, antara lain: Toeti Heraty, Sitor Situmorang, Rahayu
Supanggah, Slamet Abdul Syukur, dll.
Diundang sebagai pembicara dan membaca karya pada festival nasional dan internasional,
semisal; Istiqlal International Poetry Reading (1995), Pesta Sastra Utan Kayu Internasional
Literary Biennale (2003 dan 2009), Winternachten Den Haag (1997), Inalco Paris (1998), Ubud
Writers and Readers Festival, Printemps des Poetes (Indonesia-Perancis), Surabaya Festival
Internasional, Poetry and Sincerity (Festival Puisi Internasional Dewan Kesenian Jakarta),
Jakarta International Literary Festival (JILF) dll.