Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM STATISTIKA INDUSTRI

Disusun Oleh:
Kelompok/ Kelas : 4 (Empat)/ 2ID02
Nama/ NPM : 1. Aldila Ramadhan N.S./ 30420110
2. Andres Prayoga / 30420184
3. Artanti Lora R / 30420236
4. Isra Agam W / 30420600
5. Nur Alif / 30420983
Modul : Korelasi
Asisten Pembimbing : Nurul Aisyah Fat-Hiyyah, S.T.

LABORATORIUM TEKNIK INDUSTRI DASAR


JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perusahaan manufaktur adalah sebuah badan usaha atau perusahaan yang
memproduksi barang jadi dari bahan baku mentah dengan menggunakan alat,
peralatan, mesin produksi, dan sebagainya dalam skala produksi yang besar.
Perusahaan manufaktur dikenal juga sebagai perusahaan yang menyediakan
produk yang dibutuhkan oleh pasar. Semakin besar permintaan dari pasar, maka
semakin banyak juga proses produksi yang akan dilakukan oleh pihak tersebut.
Perusahaan dalam memproduksi sebuah produk harus mengetahui variabel apa
saja yang akan digunakan pada proses produksi sehingga dapat mengontrol
variabel-variabelnya. Permasalahan yang terjadi ketika perusahaan belum
mengetahui variabel terikat dan variabel bebas yang digunakan, serta belum
mengetahui hubungan antara kedua variabel. Permasalahan tersebut dapat diatasi
dengan ilmu statistika, yaitu korelasi.
Statistika adalah ilmu yang mempelajari mengenai perencanaan,
pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian dan interpretasi data serta
pengambilan keputusan berdasarkan data. Korelasi di dalam ilmu statistika
merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Dua variabel yang saling
berkaitan satu sama lain disebut dengan korelasi bivariat, sementara hubungan
antara lebih dari dua variabel disebut korelasi multivariate. Korelasi merupakan
istilah yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keeratan hubungan
antarvariabel X (variabel bebas) dan variabel Y (variabel terikat). Maka
keterkaitan antara permasalahan dalam suatu perusahaan pastilah terjadi.
Perusahaan ingin mengetahui keeratan hubungan antara frekuensi pemeriksaan
mesin dan waktu pemakaian mesin terhadap jumlah produk rusak/ cacat.
Pengaplikasian korelasi pada perusahaan diharapkan dapat meminimalisir
banyaknya jumlah produk rusak pada hasil produksi suatu perusahaan dengan cara
mengetahui hubungan antarvariabel sehingga perusahaan dapat mengontrol
variabel-variabel tersebut dan dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
Penggunaan korelasi juga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang
ada di perusahaan dan mendapatkan keuntungan yang maksimal.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan akhir modul korelasi ini dibuat untuk
mendapatkan hasil penyelesaian dari permasalahan yang dihadapi perusahaan.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada latar belakang, berikut adalah tujuan
penulisan dari modul korelasi:
1. Mengetahui nilai koefisien korelasi pearson dan determinan antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) terhadap jumlah produk rusak/ cacat
(Y), mengetahui nilai koefisien korelasi pearson dan determinan antara
waktu pemakaian mesin (X2) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y),
serta mengetahui nilai koefisien korelasi pearson dan determinan antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) terhadap waktu pemakaian mesin (X2).
2. Mengetahui nilai koefisien korelasi berganda dan determinan antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dan waktu pemakaian mesin (X2)
terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y).
3. Mengetahui nilai koefisien korelasi parsial dan determinan antara frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y), jika
waktu pemakaian mesin (X2) dianggap konstan.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Korelasi


Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan
antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau
negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien
korelasi. (Sugiyono, 2017).
Korelasi menunjukkan hubungan timbal balik antara variabel X dan Y.
Hubungan timbal balik ini berarti bahwa semata-mata hanya menunjukkan adanya
hubungan, tetapi tidak diketahui apakah variabel X memengaruhi variabel Y atau
sebaliknya. (Rangkuti, 2017)
Korelasi merupakan teknik analisis yang di dalamnya termasuk, teknik
pengukuran asosiasi atau hubungan (measures of association). Pengukuran
asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam
statistik bivariat, yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel. (Jonathan Sarwono, 2011).

2.2 Jenis – jenis Variabel


Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Berikut jenis-jenis variabel
dalam penelitian, yaitu: alam analisis korelasi dikenal 2 jenis variabel yaitu :
1. Variabel Independen
Variabel independen juga disebut dengan variabel bebas yaitu merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen juga disebut dengan variabel terikat yaitu variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
2.3 Nilai Koefisien Korelasi
Keeratan hubungan atau korelasi antarvariabel diberikan nilai – nilai dari
KK sebagai patokan. Koefisien korelasi (KK) memiliki nilai antara -1 dan +1 (-1
≤ KK ≤ +1) (Hasan, 2001).
1. Jika KK bernilai positif, maka variabel-variabel berkorelasi positif. Semakin
dekat nilai KK ini ke +1 semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya.
2. Jika KK bernilai negatif, maka variabel-variabel berkorelasi negatif. Semakin
dekat nilai KK ini ke -1 semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya.
3. Jika KK bernilai 0 (nol), maka variabel – variabel tidak menunjukkan
korelasi.
4. Jika KK bernilai +1 atau -1, maka variabel menunjukkan korelasi positif atau
negatif yang sempurna.
Keeratan hubungan atau korelasi antarvariabel diberikan nilai – nilai dari KK
sebagai patokan. Berikut ini adalah patokan dari nilai KK tersebut.
Koefisien Korelasi Hubungan Korelasi
0 Tidak ada korelasi
0 < KK ≤ 0,20 Korelasi sangat rendah atau lemah sekali
0,20 < KK ≤ 0,40 Korelasi rendah atau lemah tapi pasti
0,40 < KK ≤ 0,70 Korelasi yang cukup berarti
0,70 < KK ≤ 0,90 Korelasi yang tinggi; kuat
0,90 < KK < 1,00 Korelasi sangat tinggi; kuat sekali; dapat diandalkan
1 Korelasi sempurna

2.4 Jenis Korelasi


Terdapat beberapa jenis koefisien korelasi. Berikut merupakan jenis-jenis
koefisien korelasi (Hasan, 2001).
1. Koefisien Korelasi Sederhana
Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur keeratan gubungan antarvariabel. Koefisien korelasi sederhana
merupakan hubungan yang paling sederhana antara 2 (dua) buah variabel X
dan Y. Berikut merupakan macam-macam koefisien korelasi sederhana.
a. Koefisien Korelasi Pearson
Koefsien korelasi pearson adalah indeks atau angka yang digunakan
untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya
berbentuk data interval atau rasio. Disimbolkan dengan “r”. (Hasan,
2001)
1. Metode leasy square
Koefisien korelasi linear dengan metode least square dirumuskan:

…………………………………..…….2.1

2. Metode product moment


Koefisien korelasi (r) dengan metode product moment dirumuskan:
……..……………………………………………….2.2

b. Koefisien Korelasi Rank Spearman


Korelasi rank spearman adalah indeks atau angka yang digunakan untuk
mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya
berbentuk data ordinal (data bertingkat/data ranking). Disimbolkan
dengan “rs”. Koefisien korelasi rank spearman dirumuskan:

..………………………………………………….....2.3

Keterangan :
rs = koefisien korelasi rank spearman
d = selisih dalam ranking
n = banyaknya pasangan rank

c. Koefisien Korelasi Rank Kendall


Koefisien korelasi rank kendall merupakan pengembangan dari koefisien
korelasi rank spearman, Disimbolkan dengan “ (baca tau). Koefsiein
korelasi ini digunakan pada pasangan variabel atau data X dan Y dalam
hal ketidaksesuaian rank, yaitu untuk mengukur ketidakteraturan.
Koefisien korelasi rank kendall dirumusakan:
.……………………………………………2.4

Keterangan :
S = statistic untuk jumlah konkordansi dan diskordansi
C = /- konkordasi
D = /- diskordansi
/- = banyaknya pasangan
N = jumlah pasangan X dan Y

d. Koefisien Korelasi Bersyarat


Koefisien korelasi bersyarat digunakan untuk data kualitatif. Data
kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka, tetapi berupa
kategori-kategori, misalnya data yang berkategorikan kurang, cukup,
sangat cukup atau tinggi, menengah atau sedang, rendah, atau gejala-
gejala yang bersifat nominal (data nominal). Seperti halnya koefisien
korelasi data kuantitatif, koefisien korelasi bersyarat ini disimbolkan “C”
dan mempunyai interval nilai antara -1 dan 1 (-1 < C < 1). Koefisien
korelasi bersyarat dirumuskan:

……….……………………………………………………2.5

Keterangan :
X2 = kai kuadrat
n = jumlah frekuensi
C = koefisien korelasi bersyarat

e. Koefisien Korelasi Data Berkelompok


Koefisien korelasi data berkelompok adalah indeks angka-angka yang
digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antarvariabel dalam
distribusi bivariabel. Koefisien korelasi data berkelompok dapat dihitung
dengan menggunakan metode coding dan metode simpangan baku.
Koefisien korelasi data berkelompok dengan metode coding dirumuskan:

……………………………......2.6

f. Koefisien Penentu (KP) atau Koefisien Determinasi (R2)


Jika koefisien korelasi dikuadratkan akan menjadi koefisien penentu
(KP) atau koefisien determinasi, yang artinya penyebab perubahan pada
variabel Y yang datang dari variabel X, sebesar kuadrat koefisien
korelasinya. Koefisien penentu ini menjelaskan besarnya pengaruh nilai
suatu variabel (variabel X) terhadap naik/turunnya (variasi) nilai variabel
lainnya (variabel Y). Koefisien Penentu dirumuskan:
………………………………………….......2.7

2. Koefisien Korelasi Berganda


Korelasi linear berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan yang
terjadi antara variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas (X 1,
X2, X3, … ,Xn). Dengan korelasi linear berganda ini, keeratan atau kuat
tidaknya hubungan antara variabel variabel tersebut dapat diketahui. Berikut
merupakan macam-macam koefisien korelasi berganda.
a. Koefisien Korelasi Linear Berganda
Koefisien korelasi linear berganda adalah indeks atau angka yang
digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara tiga variabel atau
lebih. Koefisien korelasi linear berganda untuk tiga variabel dirumuskan:

…………………………………………….2.8

b. Koefisien Penentu Berganda (KPB)/ Koefisien Determinasi Berganda


(KDB)
Jika koefisien korelasi berganda dikuadratkan, diperoleh koefisien
penentu berganda (KPB) atau koefisien determinasi berganda (KDB).
Koefisien penentu ini digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan
dari beberapa variabel (X1, X2, X3, ..., Xn) terhadap naik turunnya
(variasi) variabel Y. Jika Y = a + b1X1 + b2X2 , maka KP mengukur
besarnya sumbangan X1 dan X2 terhadap naik turunnya (variasi) Y.
Koefisien Penentu Berganda (KPB)/ Koefisien Determinasi Berganda
(KDB) dirumuskan:
..............................................................................2.9

c. Koefisien Korelasi Parsial


Koefisien korelasi parsial adalah indeks atau angka yang digunakan untuk
mengukur keeratan hubungan antara dua variabel, jika variabel lainnya
konstan, pada hubungan yang melibatkan lebih dari dua variabel.
Koefisien korelasi parsial untuk tiga variabel dirumuskan sebagai berikut.
1. Koefisien korelasi parsila antara Y dan X1, apabila X2 konstan
dirumuskan:
……………………………………………...2.10

2. Koefisien korelasi parsila antara Y dan X2, apabila X1 konstan


dirumuskan:

……………………………………………...2.11

3. Koefisien korelasi parsila antara X1 dan X2, apabila Y konstan


dirumuskan:
……………………………………………...2.12
BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

3.1 Studi Kasus


PT Jaya Utama merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
textile. PT Jaya Utama memproduksi berbagai macam jenis pakaian seperti
kemeja, hoodie, cardigan, sweater, dan blazer. Terjadinya peningkatan
permintaan pasar terhadap produk, maka PT Jaya Utama harus memproduksi
berbagai macam produknya secara masal, oleh karena itu perusahaan melakukan
pengecekan terhadap hasil produksi. Jika ingin mendapatkan hasil produksi yang
berkualitas dan tidak mengecewakan konsumen, maka PT Jaya Utama melakukan
pengecekan bulanan selama 30 bulan terhadap hasil produksi dengan
menggunakan metode korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara
frekuensi pemeriksaan mesin dan waktu pemakaian mesin dengan jumlah produk
cacat/ rusak. Berikut adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan selama 30
bulan.
Tabel 2.1 Data Pengamatan PT Sinar Jaya
Frekuensi Pemeriksaan Waktu Pemakaian Jumlah Produk
Bulan Ke-
Mesin (kali) Mesin (jam) Rusak/Cacat (unit)
1 9 100 48
2 10 100 44
3 8 100 52
4 7 102 68
5 8 101 60
6 10 100 48
7 9 100 42
8 10 100 40
9 8 100 50
10 10 100 45
11 9 100 42
12 10 100 40
13 6 101 60
14 10 100 40
15 7 102 72
16 6 102 66
17 10 100 42
18 8 100 45
19 9 100 55
20 7 101 65
Tabel 2.1 Data Pengamatan PT Sinar Jaya (Lanjutan)

Frekuensi Pemeriksaan Waktu Pemakaian Jumlah Produk


Bulan Ke-
Mesin (kali) Mesin (jam) Rusak/Cacat

21 8 101 56
22 9 100 50
23 10 100 43
24 10 100 48
25 9 100 50
26 10 100 45
27 5 102 75
28 9 100 50
29 10 100 40
30 10 100 42
Total 261 3012 1523

Berdasarkan tabel di atas, perusahaan ingin mengetahui:


1. Koefisien Korelasi Pearson dan Determinasi, antara:
a. Frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan jumlah produk rusak/ cacat
(Y).
b. Waktu pemakaian mesin (X2) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y).
c. Frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2).
2. Menghitung nilai koefisien korelasi berganda dan determinasi antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2)
terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y).
3. Koefisien korelasi parsial dan determinasi antara frekuensi pemeriksaan
mesin (X1) jumlah produk rusak/ cacat (Y) apabila waktu pemakaian mesin
(X2) dianggap konstan.

3.2 Pengolahan Data


Pengolahan data adalah rangkaian pengolahan untuk menghasilkan
informasi atau menghasilkan pengetahuan dari data mentah. Pengolahan data kali
ini menggunakan dua metode yaitu perhitungan manual dan pengolahan software
menggunakan SPSS 25.0.
3.2.1 Perhitungan Manual
Perhitungan data secara manual adalah perhitungan data yang dihitung
menggunakan rumus dan menerapkannya tanpa menggunakan aplikasi, fungsi
perhitungan data secara manual adalah untuk mengetahui darimana hasil akhir itu
berasal. Berikut adalah Tabel 2.2 Perhitungan Manual Korelasi.
Tabel 2.2 Perhitungan Manual Korelasi
Bulan
X1 X2 Y (X1)2 (X2)2 (Y)2 X1Y X2Y X1X2
ke-
1 9 100 48 81 10000 2304 432 4800 900
2 10 100 44 100 10000 1936 440 4400 1000
3 8 100 52 64 10000 2704 416 5200 800
4 7 102 68 49 10404 4624 476 6936 714
5 8 101 60 64 10201 3600 480 6060 808
6 10 100 48 100 10000 2304 480 4800 1000
7 9 100 42 81 10000 1764 378 4200 900
8 10 100 40 100 10000 1600 400 4000 1000
9 8 100 50 64 10000 2500 400 5000 800
10 10 100 45 100 10000 2025 450 4500 1000
11 9 100 42 81 10000 1764 378 4200 900
12 10 100 40 100 10000 1600 400 4000 1000
13 6 101 60 36 10201 3600 360 6060 606
14 10 100 40 100 10000 1600 400 4000 1000
15 7 102 72 49 10404 5184 504 7344 714
16 6 102 66 36 10404 4356 396 6732 612
17 10 100 42 100 10000 1764 420 4200 1000
18 8 100 45 64 10000 2025 360 4500 800
19 9 100 55 81 10000 3025 495 5500 900
20 7 101 65 49 10201 4225 455 6565 707
21 8 101 56 64 10201 3136 448 5656 808
22 9 100 50 81 10000 2500 450 5000 900
23 10 100 43 100 10000 1849 430 4300 1000
24 10 100 48 100 10000 2304 480 4800 1000
25 9 100 50 81 10000 2500 450 5000 900
26 10 100 45 100 10000 2025 450 4500 1000
27 5 102 75 25 10404 5625 375 7650 510
28 9 100 50 81 10000 2500 450 5000 900
29 10 100 40 100 10000 1600 400 4000 1000
30 10 100 42 100 10000 1764 420 4200 1000
Total 261 3012 1523 2331 302420 80307 12873 153103 26179
1. Perhitungan Koefisien Korelasi Pearson dan Koefisien Determinasi antara
Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1), Waktu Pemakaian Mesin (X2) dengan
Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y).
Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan
untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua
variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai
dengan perubahan variabel lainnya, baik dalam arah yang sama ataupun arah
yang sebaliknya.
a. Koefisien korelasi pearson dan koefisien determinasi antara Frekuensi
Pemeriksaan Mesin (X1) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y).
Berikut merupakan perhitungan korelasi pearson antara Frekuensi
Pemeriksaan Mesin (X1) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y).

y =

y = -0,8882

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai korelasi antara


frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dan jumlah produk rusak/ cacat (Y)
sebesar -0,8882. Koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi
negatif (0<r<-1) antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan jumlah
produk rusak/ cacat (Y) dan nilai koefisien korelasi termasuk ke dalam
range 0,70 < KK < 0,90 yang berarti korelasi yang tinggi dan kuat.
Korelasi bernilai negatif disebabkan karena semakin kecil frekuensi
pemeriksaan mesin maka akan semakin banyak jumlah produk
rusak/cacat, dan juga sebaliknya jika semakin besar frekuensi
pemeriksaan mesin maka akan semakin sedikit jumlah produk rusak/
cacat.
Nilai Koefisien Determinasi RX1Y
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengukur persentase variabel
(Y) yang dapat dijelaskan oleh independen variabel (X). Koefisien
Determinasi RX1Y adalah besarnya pengaruh frekuensi pemeriksaan
mesin (X1) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y) dalam bentuk
persentase. Berikut merupakan perhitungan koefisien determinasinya.
2
y = y)

=
= 78,89%
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai determinasi
sebesar sebesar 78,89%. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti
pengaruh dari frekuensi pemeriksaan mesin (X1) terhadap jumlah produk
rusak/ cacat (Y) sebesar 78,89% dan 21,11% sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain.
b. Koefisien korelasi pearson dan koefisien determinasi antara Waktu
Pemakaian Mesin (X2) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y). Berikut
merupakan perhitungan korelasi pearson antara Waktu Pemakaian Mesin
(X2) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y).

y =

=
=

y = 0,9092

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai korelasi antara


waktu pemakaian mesin (X2) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y)
sebesar 0,9092. Koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi positif
(0<r<+1) antara waktu pemakaian mesin (X2) dengan jumlah produk
rusak/ cacat (Y) dan nilai koefisien korelasi termasuk ke dalam range
0,90 < KK < 1,00 yang berarti korelasi sangat tinggi, kuat sekali, dan
dapat diandalkan. Korelasi bernilai positif disebabkan karena semakin
besar waktu pemakaian mesin maka akan semakin banyak pula jumlah
produk rusak/ cacat, dan juga sebaliknya jika semakin sedikit waktu
pemakaian mesin maka akan semakin sedikit pula jumlah produk rusak/
cacat.
Nilai Koefisien Determinasi R X2Y
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengukur persentase variabel
(Y) yang dapat dijelaskan oleh independen variabel (X). Koefisien
Determinasi RX2Y adalah besarnya pengaruh waktu pemakaian mesin
(X2) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y) dalam bentuk persentase.
Berikut merupakan perhitungan koefisien determinasinya.
2
y = y)

=
= 82,66%
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai determinasi
sebesar 82,66%. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti pengaruh dari
waktu pemakaian mesin (X2) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y)
sebesar 82,66% dan 17,34% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
c. Koefisien korelasi pearson dan koefisien determinasi antara Frekuensi
Pemeriksaan Mesin (X1) dengan Waktu Pemakaian Mesin (X2). Berikut
merupakan perhitungan korelasi pearson antara Frekuensi Pemeriksaan
Mesin (X1) dengan Waktu Pemakaian Mesin (X2).

= -0,839
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai korelasi antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2)
sebesar -0,839. Koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi negatif
(0<r<-1) antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu
pemakaian mesin (X2) dan nilai koefisien korelasi termasuk ke dalam
range 0,70 < KK < 0,90 yang berarti korelasi yang tinggi dan kuat.
Korelasi bernilai negatif disebabkan karena semakin kecil frekuensi
pemeriksaan mesin maka akan semakin banyak waktu pemakaian mesin,
dan juga sebaliknya jika semakin besar frekuensi pemeriksaan mesin
maka akan semakin sedikit waktu pemakaian mesin.
Nilai Koefisien Determinasi R X1X2
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengukur persentase variabel
(Y) yang dapat dijelaskan oleh independen variabel (X). Koefisien
Determinasi RX1X2 adalah besarnya pengaruh frekuensi pemeriksaan
mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) dalam bentuk
persentase. Berikut merupakan perhitungan koefisien determinasinya.
2
=
=
= 70,39%
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai determinasi
sebesar 70,39%. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti pengaruh dari
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2)
sebesar 70,39% dan 29,61% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
2. Perhitungan Koefisien Korelasi Berganda dan Determinan antara Frekuensi
Pemeriksaan Mesin (X1) dan Waktu Pemakaian Mesin (X2) terhadap Jumlah
Produk Rusak/ Cacat (Y).
Koefisien Korelasi Berganda adalah suatu korelasi yang bermaksud untuk
melihat hubungan antara 3 atau lebih variabel (dua atau lebih variabel bebas
(X1, X2) dan satu variabel terikat (Y). Korelasi berganda berkaitan dengan
interkolasi variabel-variabel independen sebagaimana korelasi mereka
dengan variabel dependen. Koefisien Determinasi digunakan untuk mengukur
persentase variabel dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh independen
variabel (X). Berikut merupakan perhitungan Koefisien Korelasi Berganda
dan Koefisien Determinan.
Diketahui:

KPBy.12 =

=
=

=
KPBy.12 = 0,9378
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai korelasi antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2)
terhadap Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y) sebesar 0,9378. Koefisien
korelasinya termasuk ke dalam korelasi positif (0<r<+1) antara frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) terhadap
Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y) dan memiliki tingkat keeratan hubungan
yang sangat kuat, karena 0,9378 termasuk dalam range 0,90 < KK < 1,00
yang berarti korelasi sangat tinggi, kuat sekali, dan dapat diandalkan.
Korelasi bernilai positif disebabkan karena semakin besar frekuensi
pemeriksaan mesin, semakin besar waktu pemakaian mesin maka akan
semakin banyak pula jumlah produk rusak/ cacat, dan juga sebaliknya jika
semakin sedikit frekuensi pemeriksaan mesin, semakin sedikit waktu
pemakaian mesin maka akan semakin sedikit pula jumlah produk rusak/
cacat.
Nilai Koefisien Determinasi Berganda Ry12
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengukur persentase variabel
dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh independen variabel (X). Koefisien
determinasi berganda merupakan nilai kuadrat dari koefisien korelasi
berganda. Berikut merupakan perhitungan determinasi antara frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) terhadap
Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y).
= (Ry12 )2

=
= 87,95%
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai determinasi sebesar
87,95%. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti pengaruh dari frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) dan waktu pemakaian mesin (X2) terhadap naik
turunnya jumlah produk rusak/ cacat (Y) sebesar 87,95% dan 12,05% sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain.
3. Perhitungan Koefisien Korelasi Parsial dan Determinan antara frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y), jika waktu
pemakaian mesin (X2) dianggap konstan.
Koefisien korelasi parsial merupakan angka yang digunakan untuk mengukur
hubungan antara dua variabel dimana variabel lainnya dianggap konstan.
Berikut merupakan perhitungan koefisien korelasi parsial.
Diketahui:
y = -0,8882

y = 0,9092
= -0,839

ry12 =

= -0,5536
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai korelasi antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) terhadap Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y),
jika waktu pemakaian mesin (X2) dianggap konstan sebesar -0,5536.
Koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi negatif (0<r<-1) antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) terhadap Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y),
jika waktu pemakaian mesin (X2) dianggap konstan dan nilai koefisien
korelasi termasuk ke dalam range 0,40 < KK < 0,70 yang berarti korelasi
yang cukup berarti. Korelasi bernilai negatif disebabkan karena semakin kecil
frekuensi pemeriksaan mesin maka akan semakin besar jumlah produk rusak/
cacat dan juga sebaliknya jika semakin besar waktu pemakaian mesin maka
akan semakin sedikit frekuensi pemeriksaan mesin, apabila waktu pemakaian
mesin dianggap konstan.
Nilai Koefisisen Determinasi Parsial
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengukur persentase variabel
dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh independen variabel (X). Koefisien
determinasi berganda merupakan nilai kuadrat dari koefisien korelasi
berganda. Berikut merupakan perhitungan determinasi antara frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) terhadap Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y), jika
waktu pemakaian mesin (X2) dianggap konstan.
Ry21 =
=
=
= 30,64%
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai determinasi sebesar
30,64%. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti pengaruh dari frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y), jika waktu
pemakaian mesin (X2) dianggap konstan sebesar 30,64% dan 69,36% sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain.

3.2.2 Pengolahan Software


Pengolahan software adalah suatu proses pengumpulan, dan pemrosesan
data berdasarkan data yang telah dikumpulkan agar dapat digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Pengolahan software dalam modul korelasi ini
dilakukan dengan menggunakan software SPSS 25.0. SPSS adalah sebuah
program aplikasi yang memiliki kemampuan untuk analisis statistik cukup tinggi
serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis dengan menggunakan menu-
menu deskriptif dan kotak-kotak dialog yang sederhana sehingga mudah dipahami
untuk cara pengoperasiannya. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
mengolah data menggunakan software SPSS 25.0.
Langkah pertama yaitu membuka aplikasi SPSS 25.0 yang ada pada
desktop dengan cara double klik, kemudian muncul tampilan lembar kerja awal
pada SPSS. Selanjutnya mengklik sheet ‘variable view’ kemudian mengetik
variabel X1 yaitu ‘Frekuensi Pemeriksaan Mesin’, X2 yaitu ‘Waktu Pemakaian
Mesin’, dan variabel Y yaitu ‘Jumlah produk rusak’ kedalam tabel Name.
Mengubah nilai decimals menjadi 0, lalu memilih OK. Berikut merupakan
Gambar 2.1 Variable View.

Gambar 2.1 Variable view


Langkah berikutnya yaitu memilih sheet ‘data view’, kemudian
memasukkan data hasil pengecekan produk yang telah diperoleh selama 30 bulan
yaitu sebanyak 30 data ke dalam kolom sesuai dengan variabel yang telah
ditentukan. Berikut merupakan Gambar 2.2 Tampilan Data.
Gambar 2.2 Tampilan Data
Langkah selanjutnya adalah menentukan koefisien korelasi untuk
mengetahui keeratan hubungan antar variabel yang telah di input yaitu dengan
menggunakan data frekuensi pemeriksaan mesin, waktu pemakaian mesin, dan
jumlah produk yang rusak/ cacat. Tahap pertama adalah memilih option analyze,
kemudian memilih correlate, lalu memilih bivariate. Berikut merupakan Gambar
2.3 Tampilan option analyze – correlate – bivariate.

Gambar 2.3 Tampilan option analyze – correlate – bivariate


Kemudian akan keluar tampilan seperti gambar 2.4. Memindahkan
variabel ‘Frekuensi Pemeriksaan Mesin’ dan ‘Jumlah Produk Rusak/ Cacat’ ke
dalam kolom variables, kemudian mengklik ok. Berikut merupakan Gambar 2.4
Bivariate Correlations.
Gambar 2.4 Bivariate Correlations
Berdasarkan langkah-langkah yang telah dilakukan, maka akan
menghasilkan output korelasi antara variabel ‘Frekuensi Pemeriksaan Mesin’ dan
‘Jumlah Produk Rusak/ Cacat’. Berikut merupakan Gambar 2.5 Output Korelasi
Frekuensi Pemeriksaan Mesin dan Jumlah Produk Rusak/ Cacat.

Gambar 2.5 Output Korelasi Frekuensi Pemeriksaan Mesin dan Jumlah Produk
Rusak/ Cacat.
Langkah selanjutnya yaitu memilih kembali kembali option analyze, lalu
memilih correlate, kemudian memilih bivariate. Berikutnya memindahkan
variabel ‘Waktu Pemakaian Mesin’ dan ‘Jumlah Produk Rusak’ ke dalam tabel
variables, kemudian mengklik ok. Berikut merupakan Gambar 2.6 Bivariate
Correlations.

Gambar 2.6 Bivariate Corelations


Langkah di atas akan menampilkan output korelasi antara variabel ‘Waktu
Pemakaian Mesin’ dan ‘Jumlah Produk Rusak’. Berikut merupakan Gambar 2.7
Output Korelasi ‘Waktu Pemakaian Mesin’ dan ‘Jumlah Produk Rusak’.

Gambar 2.7 Output Jumlah Produk Rusak dan Waktu Pemakaian Mesin
Langkah selanjutnya yaitu memilih kembali kembali option analyze, lalu
memilih correlate, kemudian memilih bivariate. Berikutnya memindahkan
variabel ‘Frekuensi Pemeriksaan Mesin’ dan ‘Waktu Pemakaian Mesin’ ke dalam
tabel variables, kemudian mengklik ok. Berikut merupakan Gambar 2.8 Bivariate
Correlations.

Gambar 2.8 Bivariate Correlations


Langkah di atas akan menampilkan output korelasi antara variabel ‘Waktu
Pemakaian Mesin’ dan ‘Jumlah Produk Rusak’. Berikut merupakan Gambar 2.9
Output Korelasi ‘Frekuensi Pemeriksaan Mesin’ dan ‘Waktu Pemakaian Mesin’.

Gambar 2.9 Output Frekuensi Pemeriksaan Mesin dan Waktu Pemakaian Mesin
Langkah selanjutnya yaitu menganalisa korelasi parsial dengan cara
memilih kembali option analyze, lalu memilih correlate, kemudian memilih
partial. Berikut merupakan Gambar 2.10 Tampilan option analyze – correlate –
partial.

Gambar 2.10 Tampilan option analyze – correlate – partial


Langkah berikutnya yaitu menginput variabel ‘Waktu Pemakaian Mesin’
ke dalam kolom Controlling for karena variabel tersebut merupakan variabel
konstan, sedangkan variabel ‘Frekuensi Pemeriksaan Mesin’ dan ‘Jumlah Produk
Rusak’ dipindahkan ke kolom variables. Berikut merupakan Gambar 2.11 Partial
Correlations.

Gambar 2.11 Partial Correlations


Kemudian mengklik ikon Options dan pastikan menceklis ‘Zero-order
correlations’ pada list box Statistic. Kemudian, pada list option box Missing
Values, memilih Exclude cases listwise. Selanjutnya mengklik Continue. Berikut
merupakan Gambar 2.12 Partial Correlations: Options.
Gambar 2.12 Partial Correlations: Options
Langkah-langkah yang telah dilakukan akan menghasilkan output parsial
antara ‘frekuensi pemeriksaan mesin’, ‘waktu pemakaian mesin’ dan ‘jumlah
produk rusak’ yang mana variabel konstannya adalah ‘waktu pemakaian mesin’.
Berikut merupakan Gambar 2.13 Output Korelasi Parsial antara X1 dan Y dimana
X2 sebagai kontrol.

Gambar 2.13 Output Korelasi Parsial antara X1 dan Y dimana X2 sebagai kontrol

3.3 Analisis
Analisis adalah kegiatan penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya. Analisis juga dapat diartikan sebagai
kegiatan menguraikan data-data yang sudah diseleksi untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Pada data pengecekan hasil produksi PT Jaya
Utama, analisis dilakukan terhadap dua bagian yaitu analisis perhitungan manual
dan analisis pengolahan software.
3.3.1 Analisis Perhitungan Manual
Analisis perhitungan manual dilakukan pada data pengecekan hasil
produksi PT Jaya Utama, perhitungan dilakukan terhadap korelasi pearson dan
pada korelasi parsial dengan satu variabel yang konstan. Korelasi pearson pada
perhitungan manual menghubungkan keeratan antara frekuensi pemeriksaan
mesin (X1) dengan jumlah produk rusak/cacat (Y), kemudian antara waktu
pemakaian mesin (X2) dengan jumlah produk rusak/cacat (Y), dan antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2).
Selanjutnya analisis perhitungan manual pada korelasi parsial yang
menghubungkan keeratan antara frekuensi pemeriksaan mesin (X 1) dengan jumlah
produk rusak/cacat (Y) apabila waktu pemakaian mesin (X2) konstan.
Hasil dari perhitungan secara manual yang telah dilakukan maka
didapatkan nilai korelasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dan jumlah
produk rusak/ cacat (Y) sebesar -0,8882. Koefisien korelasinya termasuk ke dalam
korelasi negatif (0<r<-1) antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan jumlah
produk rusak/ cacat (Y) dan memiliki tingkat keeratan hubungan yang kuat.
Korelasi bernilai negatif disebabkan karena semakin kecil frekuensi pemeriksaan
mesin maka akan semakin banyak jumlah produk rusak/cacat, dan juga sebaliknya
jika semakin besar frekuensi pemeriksaan mesin maka akan semakin sedikit
jumlah produk rusak/cacat. Koefisien determinasi antara frekuensi pemeriksaan
mesin (X1) dan jumlah produk rusak/ cacat (Y) sebesar 78,89%, artinya pengaruh
dari frekuensi pemeriksaan mesin (X1) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y)
sebesar 78,89% dan 21,11% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Didapatkan hasil perhitungan secara manual nilai korelasi antara waktu
pemakaian mesin (X2) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y) sebesar 0,9092.
Koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi positif (0<r<+1) antara waktu
pemakaian mesin (X2) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y) dan memiliki
tingkat keeratan hubungan yang sangat kuat. Korelasi bernilai positif disebabkan
karena semakin besar waktu pemakaian mesin maka akan semakin banyak pula
jumlah produk rusak/ cacat, dan juga sebaliknya jika semakin sedikit waktu
pemakaian mesin maka akan semakin sedikit pula jumlah produk rusak/ cacat.
Nilai koefisien determinasi antara waktu pemakaian mesin (X2) dengan jumlah
produk rusak/ cacat (Y) sebesar 82,66% yang berarti pengaruh dari waktu
pemakaian mesin (X2) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y) sebesar 82,66%
dan 17,34% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Didapatkan hasil perhitungan secara manual nilai korelasi antara frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) sebesar -0,839.
Koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi negatif (0<r<-1) antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) dan
memiliki tingkat keeratan hubungan yang kuat. Korelasi bernilai negatif
disebabkan karena semakin kecil frekuensi pemeriksaan mesin maka akan
semakin banyak waktu pemakaian mesin, dan juga sebaliknya jika semakin besar
frekuensi pemeriksaan mesin maka akan semakin sedikit waktu pemakaian mesin.
Nilai koefisien determinasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan
waktu pemakaian mesin (X2) sebesar 70,39%. Berdasarkan perhitungan tersebut
berarti pengaruh dari frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian
mesin (X2) sebesar 70,39% dan 29,61% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Berdasarkan perhitungan manual koefiesien korelasi berganda, didapatkan
nilai korelasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian
mesin (X2) terhadap Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y) sebesar 0,9378. Koefisien
korelasinya termasuk ke dalam korelasi positif (0<r<+1) antara frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) terhadap Jumlah
Produk Rusak/ Cacat (Y) dan memiliki tingkat keeratan hubungan yang sangat
kuat, karena 0,9378 termasuk dalam range 0,90 < KK < 1,00 yang berarti korelasi
sangat tinggi, kuat sekali, dan dapat diandalkan. Nilai koefisien determinasi antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) terhadap
Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y) sebesar 87,95% yang berarti pengaruh dari
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dan waktu pemakaian mesin (X2) terhadap naik
turunnya jumlah produk rusak/ cacat (Y) sebesar 87,95% dan 12,05% sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain.
Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi parsial didapatkan nilai
korelasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) terhadap Jumlah Produk Rusak/
Cacat (Y), jika waktu pemakaian mesin (X2) dianggap konstan sebesar -0,5536.
Koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi negatif (0<r<-1) dan termasuk
korelasi yang cukup berarti, karena -0,5536 termasuk dalam range 0,40 < KK <
0,70. Nilai koefisien determinasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1)
terhadap Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y), jika waktu pemakaian mesin (X2)
dianggap konstan sebesar 30,64% yang berarti pengaruh dari frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) terhadap jumlah produk rusak/ cacat (Y), jika waktu
pemakaian mesin (X2) dianggap konstan sebesar 30,64% dan 69,36% sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain.

3.3.2 Analisis Pengolahan Software


Analisis pengolahan software dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara
kerja suatu perhitungan data statistik dengan lebih cepat dan mudah. Software
yang digunakan untuk data statistik adalah SPSS (Statistical Package for the
Social Sciences) 25.0 yang berfungsi untuk mencari korelasi pearson dan korelasi
parsial dari data yang sudah ada. Analisis pengolahan software dilakukan pada
data pengecekan hasil produksi PT Jaya Utama, pengolahan dilakukan terhadap
perhitungan korelasi pearson dan perhitungan pada korelasi parsial dengan satu
variabel yang konstan. Korelasi pearson pada software SPSS menghubungkan
keeratan antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan jumlah produk
rusak/cacat (Y), kemudian antara waktu pemakaian mesin (X2) dengan jumlah
produk rusak/cacat (Y), dan antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan
waktu pemakaian mesin (X2). Selanjutnya analisis pengolahan software pada
korelasi parsial yang menghubungkan keeratan antara frekuensi pemeriksaan
mesin (X1) dengan jumlah produk rusak/cacat (Y) apabila waktu pemakaian mesin
(X2) konstan.
Output Korelasi Frekuensi Pemeriksaan Mesin dan Jumlah Produk Rusak/
Cacat, menunjukkan nilai korelasi antara antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1)
dengan jumlah produk rusak/cacat (Y) sebesar -0,888. Nilai korelasi yang
dihasilkan dalam hitungan ini termasuk jenis korelasi antar dua variabel yang kuat
dan menunjukkan korelasi antar variabel yang negatif dengan nilai negatif yang
menunjukan perbandingan terbalik, jika banyaknya frekuensi pemeriksaan mesin
meningkat maka jumlah produk rusak akan menurun. Nilai korelasi pearson
antara frekuensi pemeriksan mesin (X1) dengan frekuensi pemeriksaan mesin
(X1) bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut dibandingkan dengan variabel itu
sendiri. Nilai korelasi pearson antara jumlah produk rusak/ cacat (Y) dengan
jumlah produk rusak/ cacat (Y) bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut
dibandingkan dengan variabel itu sendiri. Nilai significant yang didapatkan
sebesar 0,000 yang berarti H0 ditolak karena nilainya dibawah 0,05 yang berarti
kedua variabel tersebut saling berkorelasi. N merupakan banyaknya data
pengamatan yaitu sebanyak 30 data. Tanda ** berarti korelasi signifikan pada
level 0,01 (2-tailed). Pengujian ini menggunakan significant 2-tailed karena arah
hipotesisnya belum jelas apakah negatif atau positif, sehingga digunakan
significant 2-tailed untuk mengetahui arah hubungan antar variabel secara pasti.
Output Korelasi Waktu Pemakaian Mesin dan Jumlah Produk Rusak/
Cacat, menunjukkan nilai korelasi antara antara Waktu Pemakaian Mesin (X2) dan
Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y) sebesar 0,909. Nilai korelasi yang dihasilkan
dalam hitungan ini termasuk jenis korelasi antar dua variabel yang sangat kuat dan
menunjukkan korelasi antar variabel yang positif. Korelasi bernilai positif
disebabkan karena semakin besar waktu pemakaian mesin maka akan semakin
banyak pula jumlah produk rusak/ cacat, dan juga sebaliknya jika semakin sedikit
waktu pemakaian mesin maka akan semakin sedikit pula jumlah produk rusak/
cacat. Nilai korelasi pearson antara waktu pemakaian mesin (X2) dengan waktu
pemakaian mesin (X2) bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut dibandingkan
dengan variabel itu sendiri. Nilai korelasi pearson antara jumlah produk rusak/
cacat (Y) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y) bernilai 1, dikarenakan variabel
tersebut dibandingkan dengan variabel itu sendiri. Nilai significant yang
didapatkan sebesar 0,000 yang berarti H0 ditolak karena nilainya dibawah 0,05
yang berarti kedua variabel tersebut saling berkorelasi. N merupakan banyaknya
data pengamatan yaitu sebanyak 30 data. Tanda ** berarti korelasi signifikan pada
level 0,01 (2-tailed). Pengujian ini menggunakan significant 2-tailed karena arah
hipotesisnya belum jelas apakah negatif atau positif, sehingga digunakan
significant 2-tailed untuk mengetahui arah hubungan antar variabel secara pasti.
Output Korelasi Frekuensi Pemeriksaan Mesin dan Waktu Pemakaian
Mesin, menunjukkan nilai korelasi antara antara Frekuensi Pemeriksaan Mesin
(X1) dan Waktu Pemakaian Mesin (Y) sebesar -0,839. Nilai korelasi yang
dihasilkan dalam hitungan ini termasuk jenis korelasi antar dua variabel yang kuat
dan menunjukkan korelasi antar variabel yang negatif dengan nilai negatif yang
menunjukan perbandingan terbalik, jika banyaknya frekuensi pemeriksaan mesin
meningkat maka jumlah produk rusak akan menurun. Nilai korelasi pearson
antara frekuensi pemeriksan mesin (X1) dengan frekuensi pemeriksaan mesin (X1)
bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut dibandingkan dengan variabel itu sendiri.
Nilai korelasi pearson antara waktu pemakaian mesin (X2) dengan waktu
pemakaian mesin (X2) bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut dibandingkan
dengan variabel itu sendiri. Nilai significant yang didapatkan sebesar 0,000 yang
berarti H0 ditolak karena nilainya dibawah 0,05 yang berarti kedua variabel
tersebut saling berkorelasi. N merupakan banyaknya data pengamatan yaitu
sebanyak 30 data. Tanda ** berarti korelasi signifikan pada level 0,01 (2-tailed).
Pengujian ini menggunakan significant 2-tailed karena arah hipotesisnya belum
jelas apakah negatif atau positif, sehingga digunakan significant 2-tailed untuk
mengetahui arah hubungan antar variabel secara pasti.
Output Korelasi Parsial pada tabel output pertama “-nonea-” menunjukan
nilai korelasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X 1) dengan frekuensi
pemeriksaan mesin (X1) bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut di bandingkan
dengan variabel itu sendiri. Nilai korelasi antara jumlah produk rusak/ cacat (Y)
dengan jumlah produk rusak/ cacat bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut di
bandingkan dengan variabel itu sendiri. Nilai korelasi antara waktu pemakaian
mesin (X2) dengan waktu pemakaian mesin (X2) bernilai 1, dikarenakan variabel
tersebut dibandingkan dengan variabel itu sendiri. Kemudian nilai korelasi antara
frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan jumlah produk rusak/ cacat (Y) sebesar
-0,888, koefisien korelasinya termasuk ke dalam korelasi negatif dan memiliki
tingkat keeratan hubungan yang sangat kuat. Selanjutnya nilai korelasi antara
waktu pemakaian mesin (X2) dengan jumlah produk rusak (Y) sebesar 0,909,
Korelasi bernilai positif disebabkan karena semakin besar waktu pemakaian mesin
maka akan semakin banyak pula jumlah produk rusak/ cacat, dan juga sebaliknya
jika semakin sedikit waktu pemakaian mesin maka akan semakin sedikit pula
jumlah produk rusak/ cacat. Nilai korelasi antara frekuensi pemeriksaan mesin
(X1) dengan waktu pemakaian mesin (X2) sebesar -0,839, koefisien korelasinya
termasuk ke dalam korelasi negatif dan memiliki tingkat keeratan hubungan yang
sangat kuat. Didapatkan hasil output pada tabel kedua “variable control” nilai
korelasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X1) dengan frekuensi pemeriksaan
mesin (X1) bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut di bandingkan dengan
variabel itu sendiri. Nilai korelasi antara jumlah produk rusak/ cacat (Y) dengan
jumlah produk rusak/ cacat bernilai 1, dikarenakan variabel tersebut di
bandingkan dengan variabel itu sendiri. Nilai korelasi antara frekuensi
pemeriksaan mesin dengan jumlah produk rusak/ cacat jika waktu pemakaian
mesin (X2) konstan didapat nilai sebesar -0,553. Nilai tersebut menunjukan
adanya korelasi antara frekuensi pemeriksaan mesin (X 1) dengan jumlah produk
rusak (Y) apabila waktu pemakaian mesin (X2) tergolong korelasi yang cukup
berarti. Dari tabel output di atas terlihat bahwa terjadi penurunan terhadap nilai
korelasi menjadi -0,553. Pengujian ini menggunakan significant 2-tailed karena
arah hipotesisnya belum jelas apakah negatif atau positif, sehingga digunakan
significant 2-tailed untuk mengetahui arah hubungan antar variabel secara pasti.
Nilai significant 2-tailed pada tabel output pertama “-nonea-” bernilai sebesar
0,000 yang berarti H0 ditolak karena nilainya dibawah 0,05 yang berarti kedua
variabel tersebut saling berkorelasi. Sedangkan pada tabel output kedua “variable
control” Nilai significant yang didapatkan sebesar 0,000 yang berarti H0 ditolak
karena nilainya dibawah 0,05 yang berarti kedua variabel tersebut saling
berkorelasi. Nilai df (degree of freedom) adalah selisih antara banyaknya data (N)
dengan variabel yang digunakan. Pada tabel output pertama “-nonea-” didapatkan
nilai df sebesar 28 dikarenakan jumlah data yang digunakan sebanyak 30 data dan
terdapat dua variabel yang digunakan yaitu frekuensi pemeriksaan mesin (X 1) dan
jumlah produk rusak (Y). Sedangkan pada tabel output kedua “variable control”
didapatkan nilai df sebesar 27 karena apabila variabel waktu pemakaian mesin
(X2) digunakan sebagai variabel kontrol, maka nilai df turun dari bernilai 28
menjadi 27 karena total variabel yang ditampilkan menjadi 3 variabel.

2.3.3 Analisis Perbandingan


Analisis perbandingan digunakan untuk membandingkan data sampel yang
telah didapat antara dua atau lebih kelompok sampel data. Analisis perbandingan
yang dilakukan adalah membandingkan antara perhitungan korelasi secara manual
dengan pengolahan korelasi menggunakan pengolahan software yaitu
menggunakan software SPSS 25.0, sehingga didapat hasil sebagai pada tabel
berikut.
Tabel 2.3 Analisis Perbandingan
No Pembanding Manual Software
1 Koefisien Korelasi Pearson antara X1 dengan Y -0,8882 -0,888
2 Koefisien Korelasi Pearson antara X2 dengan Y 0,9092 0,909
3 Koefisien Korelasi Pearson antara X1 dengan X2 -0,8390 -0,839
Koefisien Korelasi Partial antara X1 dengan Y
4 -0,5539 -0,553
apabila X2 konstan

Berdasarkan tabel 2.3 yang menunjukan hasil perbandingan antara kedua


nilai dari pengolahan data pengecekan hasil produksi PT Jaya Utama
menggunakan perhitungan manual dan pengolahan software, didapat hasil
perbandingan yang tidak jauh berbeda. Hasil Koefisien Korelasi Pearson antara
Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y)
didapat hasil dengan perhitungan manual sebesar -0,8882, sedangkan
menggunakan pengolahan software sebesar -0,888, adanya selisih sebesar 0,0002
yang disebabkan karena adanya pembulatan. Hasil Koefisien Korelasi Pearson
antara Waktu Pemeriksaan Mesin (X2) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y)
didapat hasil dengan perhitungan manual sebesar 0,9092, sedangkan
menggunakan pengolahan software sebesar 0,909, adanya selisih sebesar 0,0002
yang disebabkan karena adanya pembulatan. Hasil Koefisien Korelasi Pearson
antara Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1) dengan Waktu Pemakaian Mesin (X 2)
didapat hasil dengan perhitungan manual sebesar -0,839, sedangkan menggunakan
pengolahan software sebesar -0,839. Hasil Koefisien Korelasi Partial antara
Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y) dan
Waktu Pemakaian Mesin (X2) konstan didapat hasil dengan perhitungan manual
sebesar -0,5539, sedangkan menggunakan pengolahan software sebesar -0,553,
adanya selisih sebesar 0,0009 yang disebabkan karena adanya pembulatan.
Berdasarkan hasil perbandingan diatas, maka terdapat perbedaan hasil.
Perbedaan hasil terjadi dikarenakan adanya faktor pembulatan angka pada saat
perhitungan manual, dimana pada perhitungan manual menggunakan empat angka
dibelakang koma dengan pembulatan normal sedangkan hasil pengolahan
software menggunakan tiga angka belakang koma. Hal tersebut menyebabkan
hasil akhir menjadi sedikit berbeda dengan hasil dari pengolahan software.
Kelebihan dalam melakukan perhitungan secara manual adalah kita dapat
mengetahui lebih jelas tentang perhitungan dalam metode statistik korelasi.
Kekurangan dalam melakukan perhitungan manual adalah hasil yang didapat bisa
saja kurang tepat karena kurang teliti dalam melakukan perhitungan dan
melakukan perhitungan secara manual itu memakan waktu yang lama dalam
mengerjakanya. Sedangkan kelebihan hasil pengolahan data oleh software adalah
hasil data yang diperoleh lebih akurat dan tidak memakan waktu yang lama dalam
pengerjaanya. Kelemahanya yaitu meskipun tergolong program yang mudah
digunakan, namun untuk dapat menjalankan program ini, pengguna minimal harus
mengetahui dasar ilmu statistik terlebih dahulu.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan adalah hasil akhir yang menjelaskan mengenai keseluruhan
hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan berdasarkan analisis dari pembahasan bab sebelumnya adalah sebagai
berikut :
1. Koefisien korelasi pearson dan determinasi antara:
a. Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat
(Y) adalah sebesar -0,8882 (manual) dan -0,888 (software) dengan nilai
koefisien determinasinya sebesar 78,85%.
b. Waktu Pemakaian Mesin (X2) dengan Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y)
adalah sebesar 0,9092 (manual) dan -0,909 (software) dengan nilai
koefisien determinasinya sebesar 82,62%.
c. Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1) dengan waktu Pemakaian Mesin (X2)
adalah sebesar -0,839 (manual) dan -0,839 (software) dengan nilai
koefisien determinasinya sebesar 70,39%
2. Nilai korelasi linier berganda antara Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1) dan
Waktu Pemakaian Mesin (X2) terhadap Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y)
adalah sebesar 0,9376 dengan nilai koefisien determinasinya sebesar 87,91%.
3. Nilai korelasi parsial antara Frekuensi Pemeriksaan Mesin (X1) terhadap
Jumlah Produk Rusak/ Cacat (Y), jika Waktu Pemakaian Mesin (X2)
dianggap konstan adalah sebesar -0,5539 (manual) dan -0,553 (software)
dengan nilai koefisien determinasinya sebesar 30,68%.

4.2 Saran
Laporan yang telah kami buat tentunya ada kekurangan dikarenakan
keterbatasan pengetahuan dan waktu. Adapun saran kami untuk perkembangan
laporan sebagai berikut :
1. Agar laporan ini semakin lengkap perlu dasar teori yang lebih luas dan
banyak dari berbagai sumber.
2. Laporan ini diharapkan dapat ditinjau kembali, dengan analisis dan
perhitungan agar lebih bermanfaat.
3. Laporan ini diharapkan dapat ditinjau kembali, dengan analisis dan
perhitungan untuk hasil laporan dibuat lebih rapih dan terperinci.
DAFTAR PUSTAKA

https://eprints.uny.ac.id/13690/5/BAB%20IV.pdf. (n.d.).
Drs. Syafril, M. (2019). Statistik Pendidikan edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Hasan, I. (2001). Pokok - Pokok Materi Statistika 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta:
Bumi Aksara.
Hasan, I. (2001). Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif) Edisi
Kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Umami, A. (2021). Konsep Dasar Biostatistik. Kota Kediri: Penerbit CV. Pelita
Medika.

Anda mungkin juga menyukai