Anda di halaman 1dari 141

Campuran Beraspal Hemat Agregat dan

Aspal
* LIPI ~
c
Campuran
Beraspal
Hemat Agregat
dan Aspal
Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian
dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.
© Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014
All Rights Reserved
Campuran
Beraspal
Hemat Agregat
dan Aspal

No no

LIPI Press
© 2017 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

Katalog dalam Terbitan (KDT)

Campuran Beraspal Hemal Agregat dan Aspal/Nono-Jakarta: LIPI Press, 2017.


xvi him.+ 115 him.; 14,8 x 21 em

ISBN 978-979-799-886-8
I. Aspal 2. Campuran Material

553.27

Copy editor : Moh. Sidik Nugraha


Proofreader : Fadly Suhendra dan Martinus Helmiawan
Penata isi : Nur Aly dan Meita Safitri
Desainer Sampul : Rusli Fazi

Cetakan Pertama : Agustus 2017

Diterbitkan oleh:
LIP! Press, anggota Ikapi
Jln. Gondangdia Lama 39, Menteng, Jakarta 10350
Telp: (021) 314 0228,314 6942. Faks.: (021) 314 4591
E-mail: press@mail.lipi.go.id
IJ LIP! Press
LIPI a @lipi_press
DAFTAR lSI

Daftar Gambar vii


Daftar Tabel ix
Pengantar Penerbit xi
Kata Pengantar xiii
Prakata XV

I. Pendahuluan 1
A. Perkerasan Jalan Beraspal dan Kinerjanya
B. Teknologi Perkerasan Beraspal yang Umumnya Digunakan
dan Persoalan yang Terjadi Selama Ini 6
C. Teknologi Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) sebagai Solusi 13

II. Karakteristik RAP 21


A. Sifat Bahan RAP 21
B. Syarat -Syarat RAP untuk Bahan Perkerasan Beraspal 28
C. Bahan Peremaja (Rejuvenile) dan Bahan Pengikat untuk
Campuran Beraspal Panas Menggunakan RAP 31

III. Spesifikasi Campuran Beraspal 39


A. Sifat dan Gradasi Agregat 39
B. Sifat Bahan Pengikat dan Campuran Beraspal Panas RAP 39
C. Sifat Aspal Cair dan Campuran Beraspal Dingin RAP 42
D. Sifat Aspal Emulsi dan Campuran Beraspal Dingin RAP 43

IV. Pembuatan Rancangan Campuran Beraspal Menggunakan


RAP 45
A. Pembuatan Rancangan Campuran Beraspal Panas
Menggunakan RAP 45
B. Pembuatan Rancangan Campuran Beraspal Dingin RAP
Menggunakan Aspal Cair 51

v
C. Pembuatan Rancangan Campuran Beraspal Dingin RAP
Menggunakan Aspal Emulsi 54

v. Karakteristik Campuran Beraspal Menggunakan RAP 61


A. Analisis Kualitas Campuran Beraspal dan Faktor-Faktor
yang Memengaruhinya 61
B. Campuran Beraspal Panas dengan RAP 72
C. Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair Menggunakan
RAP 88
D. Campuran Beraspal Dingin Aspal Emulsi Menggunakan
RAP 91

VI. Analisis Bahan dan Biaya Pekerjaan Campuran Beraspal 97


A. Penghematan Bahan Campuran Beraspal 97
B. Biaya Pekerjaan Campuran Beraspal 97

VII. Penutup 103

Daftar Pustaka 107


Daftar Singkatan 109
Indeks 113
Biografi Penulis 115

vi Campuran Beraspal Hemat ...


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Indikator Terjadinya Kerusakan Perkerasan 2


Gambar 1.2 Ilustrasi Terjadinya Kerusakan Perkerasan Akibat Air
·dan Beban Lalu Lintas 5
Gambar 1.3 Campuran Beraspal Berdasarkan Jenis Bahan Pengikat 7
Gambar 1.4 Bagan Alir Jenis-Jenis Aspal 8
Gambar 1.5 Pemisahan dan Pencucian Bahan Baku Agregat 11
Gambar 1.6 Skema Pemrosesan Agregat di Lapangan 12
Gambar 1.7 Kandidat Kondisi Perkerasan untuk Pemeliharaan
Preventif dengan Daur Ulang 16
Gambar 1.8 Kandidat Kondisi Perkerasan untuk Direhabilitasi
dengan Daur Ulang 17
Gambar 1.9 Unit Alat Daur Ulang Aspal di Tempat 18
Gambar 1.10 Unit Pencampur Aspal Panas Sistem Timbangan
untuk RAP Dingin 18
Gambar 1.11 Unit Pencampur Aspal Panas Sistem Timbangan
untuk RAP Hangat 19
Gambar 1.12 Unit Pencampur Aspal Panas Sistem Menerus/Drum 19
Gam bar 2.1 Hubungan Temperatur Tinggi Kritis RAP Bogor
dengan G*/Sin (6) 26
Gambar 2.2 Hubungan Temperatur Tinggi Kritis RAP Cikampek
dengan G*/Sin (6) 26
Gambar 2.3 Penimbunan RAP sebelum Dipecah 29
Gambar 2.4 Penimbunan RAP Fraksi Kasar Hasil Pemecahan 30
Gambar 2.5 Penimbunan RAP Fraksi Halus Hasil Pemecahan 30
Gambar2.6 Hubungan antara Temperatur Tinggi Kritis Benda Uji
Fresh dengan Penambahan Variasi Rejuvenile 36
Gambar2.7 Hubungan antara Temperatur Tinggi Kritis Benda Uji
setelah RTFOT dengan Penambahan Variasi Rejuvenile 36

vii
Gambar 2.8 Hubungan antara Temperatur Menengah Kritis Benda
Uji setelah PAY dengan Penambahan Variasi Rejuvenile 37
Gambar 4.1 Hubungan antara Pengujian dan Kinerja Aspal 46
Gambar 5.1 Diagram Komponen-Komponen Campuran Beraspal 62
Gambar 5.2 Struktur Campuran Beraspal 62
Gambar 5.3 Alat Wheel Tracking Machine (WTM) 63
Gambar 5.4 Alat Beam Fatigue Apparatus (BFA) atau Four Point
Bending Apparatus 64
Gambar 5.5 Variasi Gradasi Campuran Rencana 73
Gambar 5.6 Variasi Proporsi dan Temperatur RAP terhadap
Penurunan Temperatur Pencampuran 74
Gambar 5.7 Hubungan antara Nilai Regangan Tarik dan Umur
Kelelahan (Cycles) Campuran Beraspal Panas
dengan dan tanpa RAP dengan Variasi Bahan Pengikat 85
Gambar 5.8 Gradasi Rencana Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair
dengan RAP 88
Gambar 5.9 Gradasi Rencana Campuran Beraspal Dingin Aspal
Emulsi dengan RAP 91

viii Campuran Beraspal Hemat ...


DAFTAR TABEL

Tabel1.1 Produksi Aspal di Empat Unit Kilang Pertamina 9


Tabel 2.1 Pengaruh RAP pada Temperatur Campuran Beraspal
Panas 23
Tabel 2.2 Pengaruh RAP pada Karakteristik Campuran Beraspal
Panas 24
Tabel 2.3 Sifat Fisik RAP dari Bogor dan Cikampek 25
Tabel 2.4 Temperatur Tinggi Kritis {Tc(T)} dan Temperatur Menengah
Kritis {TC(M) } untuk RAP dari Bogor dan Cikampek 27
Tabel 2.5 Batasan Sifat Aspal RAP Hasil Pemulihan yang
Direkomendasikan untuk Daur Ulang 28
Tabel 2.6 Gradasi Agregat Campuran Dingin Menggunakan RAP 31
Tabel2.7 Sifat Bahan Peremaja 32
Tabel 2.8 Sifat Fisik Bahan Pengikat Aspal Pen 60/70 Ditambah
Variasi MG, OLI, dan Rej IRE 34
Tabel 2.9 Temperatur Kritis Bahan Pengikat Aspal Pen 60/70
yang Ditambah Variasi MG, OLI dan RejiRE Hasil
Pengujian DSR 35
Tabel3.1 Ketentuan Gradasi Agregat Campuran Lapis Permukaan
Beraspal 40
Tabel 3.2 Ketentuan Sifat Aspal Pen 60/70 41
Tabel 3.3 Ketentuan Campuran Beraspal Panas 41
Tabel3.4 Ketentuan Sifat Aspal Cair Mengikat Sedang (MC-250) 43
Tabel 3.5 Ketentuan Sifat Campuran Dingin Menggunakan Aspal
Cair 43
Tabel 3.6 Ketentuan Sifat Campuran Beraspal Dingin dengan Aspal
Emulsi 44
Tabel 4.1 Kelas Aspal yang Direkomendasikan Sesuai Proporsi RAP 46
Tabel5.1 Penyebab dan Pengaruh Stabilitas Campuran Beraspal 66

ix
Tabel5.2 Penyebab dan Pengaruh Keawetan 67
Tabel5.3 Penyebab dan Pengaruh Kekedapan 68
Tabel5.4 Penyebab dan Pengaruh Kemudahan Dikerjakan 70
Tabel5.5 Penyebab dan Pengaruh Ketahanan Lelah 71
Tabel5.6 Penyebab dan Pengaruh Kekesatan 72
Tabel5.7 Proporsi RAP yang Diizinkan dan Komposisi Aspal Baru
Berdasarkan Temperatur Tinggi Kritis {Tc(T)} 76
Tabel5.8 Proporsi RAP yang Diizinkan dan Komposisi Aspal Baru
Berdasarkan Temperatur Menengah Kritis {Tc(M)} 77
Tabel5.9 Temperatur Pencampuran dan Pemadatan Aspal Baru
untuk 20% RAP dan 30% RAP 78
Tabel5.10 Sifat Campuran Beraspal Panas tanpa dan dengan 10%
RAP Bahan Pengikat Aspal Pen 60/70 80
Tabel5.11 Sifat Campuran Beraspal Panas dengan 20% RAP
dengan Bahan Pengikat Aspal Pen 60/70 Ditambah
Peremaja 81
Tabel5.12 Sifat Campuran Beraspal Panas dengan 30% RAP
dengan Bahan Pengikat Aspal Pen 60/70 Ditambah
Peremaja 82
Tabel5.13 Ketahanan Deformasi Campuran Beraspal Panas
dengan dan tanpa RAP dengan Variasi Bahan Pengikat 84
Tabel5.14 Hubungan antara Nilai Regangan Tarik dan Umur
Kelelahan (Cycles) untuk Campuran Beraspal Panas
dengan dan tanpa RAP dengan Variasi Bahan Pengikat 86
Tabel5.15 Sifat Aspal Cair Menguap Sedang (MC-250) 89
Tabel5.16 Sifat Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair Mengikat
Sedang (MC-250) Menggunakan Variasi RAP 90
Tabel5.17 Sifat Aspal Emulsi 92
Tabel5.18 Sifat Campuran Beraspal Dingin Aspal Emulsi CSS-lh
Menggunakan Variasi RAP 95
Tabel6.1 Penghematan Bahan Baru Campuran Beraspal 98
Tabel6.2 Harga Bahan Campuran Beraspal untuk Wilayah
Jawa Barat 99
Tabel6.3 Biaya Pekerjaan dan Reduksi Biaya Campuran Beraspal
Panas 100
Tabel6.4 Harga Pekerjaan dan Reduksi Biaya Campuran Beraspal
Dingin Aspal Cair 101
Tabel6.5 Harga Pekerjaan dan Reduksi Biaya Campuran Beraspal
Dingin Aspal Emulsi 102

X Campuran Beraspal Hemat ...


PENGANTAR PENERBIT

Sebagai penerbit ilmiah, LIPI Press mempunyai tanggung jawab


untuk menyediakan terbitan ilmiah yang berkualitas. Upaya terse but
merupakan salah satu perwujudan tugas LIPI Press untuk ikut
serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang
diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Buku ilmiah ini menyajikan kinerja teknologi campuran beraspal
yang memanfaatkan limbah dari basil penggarukan lapis perkerasan
beraspal menggunakan teknologi Reclaimed Asphalt Pavement (RAP).
Selain itu, buku ini juga mengulas analisis dan estimasi biaya bahan
serta proses pencampuran dan penghamparan di lapangan, baik untuk
campuran beraspal panas maupun dingin dengan aspal cair dan yang
menggunakan aspal emulsi.
Diharapkan buku ini dapat menjadi acuan bagi banyak pihak,
khususnya pemerintah dalam menjawab masalah keterbatasan aspal
dan agregat untuk menunjang pembangunan dan pemeliharaan jalan.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia
dapat dipercepat dan ditingkatkan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu proses penerbitan buku ini.

LIPI Press

xi
KATA PENGANTAR

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR)


mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan di bidang pekerjaan
umum, termasuk di dalamnya pelaksanaan, pengelolaan serta
pengembangan bidang jalan dan jembatan guna mendukung
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, pola penyelenggaraannya harus terkait
pada strategi yang berlingkup nasional, regional, dan lokal. Untuk
itu, program pemerintah perlu memperhatikan khusus terkait potensi
lahan dan lingkungan serta sumber daya manusia, baik kuantitas
maupun kualitas.
Dalam rangka menunjang program pemerintah di bidang iptek
jalan dan jembatan, Puslitbang Jalan dan Jembatan, yang bernaung di
bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, menerbitkan buku iptek Campuran
Beraspal Hemat Agregat dan Aspal. Buku ini diharapkan menjadi
bahan masukan untuk menyusun program pemerintah dalam
pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan jalan dan jembatan.
Selain itu, diharapkan menjadi acuan dalam pembinaan sumber daya
manusia, sekaligus sebagai bahan pembelajaran bagi perencana,
pelaksana, pengawas, dan teknisi jalan di Indonesia.

xiii
Atas segala bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak yang
telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini, diucapkan banyak
terima kasih.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat
menjadi acuan dalam menunjang program pemerintah dalam pem-
bangunan jalan dan jembatan.
Bandung,2017
Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Dr. Eng. lr. Herry Vaza, M. Eng. Sc.

xiv Campuran Beraspal Hemat ...


PRAKATA

Kebutuhan aspal dan agregat untuk pembangunan dan pemeliharaan


jalan setiap tahunnya selalu meningkat seiring meningkatnya pem-
bangunan jalan di Indonesia. Untuk memenuhi keperluan terse-
but, aspal selalu diimpor karena produk dalam negeri memiliki
keterbatasan. Selain itu, ketersediaan agregat juga semakin lama
semakin berkurang sehingga sering ditemukan penggunaan agregat
bermutu rendah.
Pemanfaatan RAP merupakan green technology karena dapat
mengurangi penggunaan aspal baru sehingga dapat mengefisienkan
pemakaian produk dari fraksi minyak bumi. Selain itu, dapat
menghemat penggunaan agregat baru yang keberadaannya makin
lama makin berkurang.
Buku ini merupakan hasil pengembangan dari buku Pengembangan
Teknologi Aditif untuk Campuran Beraspal yang Menggunakan
RAP dan Asbuton (Nono, 2015). Buku tersebut mengulas tentang
campuran beraspal pan as menggunakan Reclaimed Asphalt Pavement
(RAP) dengan penambahan rejuvenile berupa minyak goreng, oli,
dan rejuvenile hasil inovasi (RejiRE-1 dan RejiRE-2), dan mengulas
tentang campuran beraspal hangat menggunakan Asbuton dengan
peremaja hangat (hasil inovasi). Adapun buku ini berisikan tentang
campuran beraspal menggunakan RAP, yaitu terdiri atas campuran
beraspal panas dengan penambahan rejuvenile berupa minyak goreng,
oli, dan RejiRE (hasil inovasi yang paling baik), campuran beraspal
dingin dengan aspal cair dan yang menggunakan aspal emulsi.

XV
Selain itu, buku ini berisikan juga analisis bahan dan estimasi biaya
bahan, proses pencampuran dan penghamparan di lapangan, baik
untuk campuran beraspal panas maupun dalam campuran beraspal
dingin dengan aspal cair dan yang menggunakan aspal emulsi. Untuk
itu, dengan menyajikan kinerja teknologi campuran beraspal yang
memanfaatkan limbah dari hasil penggarukan lapis perkerasan
beraspal RAP dan hasil analisis reduksi bahan serta estimasi biayanya,
buku ini diharapkan dapat menjawab masalah keterbatasan aspal dan
agregat untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan dan
terima kasih kepada berbagai pihak, terutama kepada rekan-rekan
peneliti yang mengabdikan dirinya di bidang bahan dan perkerasan
jalan, di Balai Litbang Perkerasan Jalan, Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan, yang telah memberi masukan sehingga buku ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada
Dr. Eng. Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc., selaku Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Jalan dan Jembatan, dan Prof. Dr. Ir. H. R. Anwar
Yamin, M.Sc., selaku Kepala Balai Litbang Perkerasan Jalan, Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang telah
memfasilitasi dan mendorong penulis dalam menyelesaikan buku ini.

Penulis

xvi Campuran Beraspal Hemat ...


PENDAHULUAN

A. Perkerasan Jalan Beraspal dan Kinerjanya


Total panjang jalan, khususnya jalan nasional, selalu meningkat
setiap tahunnya. Peningkatan total panjang jalan nasional tersebut
disebabkan oleh adanya peralihan status jalan dari jalan provinsi
menjadi jalan nasional. Selain itu, ini juga disebabkan adanya pelak-
sanaan pembangunan jaringan jalan baru sesuai dengan kebijakan
pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat. Pembangunan jaringan jalan baru tersebut bertujuan untuk
mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dari seluruh
total panjang jalan nasional tersebut, sebagian besar menggunakan
perkerasan beraspal. Namun, kinerja perkerasan akan menurun
karena pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan. Kerusakan
perkerasan biasanya diukur secara tidak langsung dengan menilai
tingkat kenyamanan (riding quality). Jenis kerusakan struktur
perkerasan beraspal tersebut adalah kedalaman alur dan retak
pada lapis permukaan (Wirtgen, 2012) . Gambar 1.1 menunjukkan
bagaimana tiga fitur tersebut yang biasanya berhubungan dengan
perjalanan waktu dan efek kumulatif dari beban lalu lintas.
Tahapan kerusakan perkerasan disebabkan oleh kombinasi
antara faktor lingkungan dan beban lalu lintas. Kedua faktor tersebut
diuraikan berikut ini.
1) Pengaruh Lingkungan
Pengaruh faktor lingkungan sebagian besar mengakibatkan
permukaan lapisan beraspal retak. Penyebab utama dari fen omena
Kcdalamlln Alur

Waktu atau KumulatifBeban Lalu Lintas


Sumber: Wirtgen (2012)
Gambar l.llndikator Terjadinya Kerusakan Perkerasan

ini adalah pengaruh radiasi ultraviolet dari sinar matahari yang


mengakibatkan penuaan (pengerasan) pada aspal. Pengerasan
atau penuaan aspal mengurangi kelenturan aspal sehingga
mengakibatkan keretakan ketika permukaan perkerasan pada
kondisi dingin. Setelah kinerja permukaan perkerasan hilang
karena retak, kinerja perkerasan cenderung memburuk karena
masuknya air.
2) Pengaruh Lalu Lintas
Behan lalu lintas dapat menyebabkan terjadinya alur pada jejak
roda dan retak pada struktur perkerasan. Setiap kendaraan yang
menggunakan jalan menyebabkan struktur perkerasan secara
lambat mengalami deformasi. Deformasi yang disebabkan oleh
kendaraan ringan adalah sangat kecil sehingga tidak signifikan,
sedangkan pengaruh dari kendaraan berat menyebabkan
deformasi relatif besar. Makin banyak kendaraan memiliki
efek kumulatif yang secara bertahap menyebabkan deformasi
permanen dan atau kelelahan retak. Sumbu beban kendaraan
yang berlebih mempercepat kerusakan pada struktur perkerasan.

2 Campuran Beraspal Hemal ...


Penurunan kondisi pada struktur perkerasan disebabkan
oleh dua mekanisme yang berbeda, yaitu
1) Deformasi permanen yang disebabkan oleh densifikasi.
Tekanan beban berulang menyebabkan individu partikel
dalam lapisan perkerasan bergerak lebih dekat atau rapat
sehingga mengakibatkan hilangnya rongga. Dalam material
berbutir, kehilangan rongga menyebabkan peningkatan ke-
kuatan (bahan padat lebih kuat), tetapi sebaliknya pada cam-
puran beraspal. Penurunan kadar rongga pada campuran ber-
aspal tidak hanya menyebabkan rutting di jejak roda, tetapi
memungkinkan aspal mulai bertindak sebagai pelumas,
menciptakan media untuk tekanan hidrolik yang diakibatkan
oleh beban roda. Hal ini menyebabkan lapisan perkerasan
beraspal mengalami perpindahan lateral (pergeseran), atau
terdorong di sepanjang tepi jejak roda.
2) Retak lelah pada material berpengikat. Retak ini dimulai dari
bagian bawah lapisan beraspal, ketika beban roda kendaraan
menyebabkan terjadinya regangan tarik maksimum pada tepi
bawah lapis beraspal, selanjutnya merambat ke permukaan
perkerasan. Deformasi permanen pada lapisan yang terletak
di bawah lapis beraspal kondisinya semakin memperburuk
karena semakin meningkatkan regangan tarik pada lapis ber-
aspal yang diakibatkan oleh beban roda.
Lapis permukaan adalah perkerasan yang bersentuhan
langsung dengan lalu lintas dan lingkungan. Lapis permukaan
berfungsi untuk melindungi lapis fondasi dan tanah dasar,
memberikan keawetan (durabilitas) dan kedap air.
Lalu lintas memengaruhi lapis permukaan dalam dua cara,
yaitu
1) Tekanan disampaikan di permukaan oleh beban roda yang
terutama di bidang vertikal, tetapi komponen horizontal

Pendahuluan 3
menjadi penting pada daerah tikungan dan pada daerah
turunan, ketika kendaraan mengerem. Karakteristik kekuatan
bahan yang digunakan dalam lapis permukaan harus mampu
menahan semua tekanan terse but tanpa retak atau deformasi.
2) Pengaruh gesekan roda kendaraan, khususnya ketika meni-
kung, cenderung mengikis permukaan sehingga dapat ter-
jadi pengausan yang berpengaruh terhadap pengurangan
ketahanan gesekan (skid resistance) dari lapis permukaan.
Lapis permukaan menjadi licin saat basah dan bisa berbahaya.
Pengaruh lingkungan terhadap lapis permukaan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu pengaruh termal dan radiasi ultraviolet. Oleh
karena itu, lapis permukaan perlu memiliki sifat sebagai berikut:
1) Elastisitas dan tidak peka akibat perubahan temperatur.
2) Daya tahan yang baik terhadap radiasi ultraviolet tanpa
penuaan dini.
Pada umumnya, ada dua faktor yang hampir selalu menjadi
penyebab kerusakan lubang pada permukaan perkerasan, yaitu
air dan lalu lintas. Lalu lintas berat atau faktor-faktor lain dapat
membuat retak, yang memungkinkan air untuk meresap ke dalam
dasar jalan aspal sehingga daya dukung perkerasan menjadi
lemah. Pengaruh merugikan yang disebabkan oleh air pada
perkerasan jalan adalah sebagai berikut (AASHTO, 1993):
1) Air di permukaan as pal dapat mengurangi nilai modulus
campuran beraspal, dan kehilangan kekuatan tarik. Bilamana
permukaan aspal mengalami kejenuhan, itu dapat mengu-
rangi modulus aspal minimum sebesar 30%.
2) Kadar air yang bertambah pada agregat lapis fondasi atas dan
lapis fondasi bawah dapat menyebabkan hilangnya modulus
minimum sebesar 50%.
3) Pada lapisan asphalt treated base, nilai modulusnya dapat
berkurang minimum sebesar 30% dan meningkatkan

4 Campuran Beraspal Hemat ...


kerentanan terhadap erosi pada lapisan cement treated base
atau lime treated base.
4) Butiran tanah halus yang jenuh pada roadbed soil dapat
mengalami pengurangan modulus lebih dari 50%.
Ilustrasi kerusakan permukaan aspal mengalami kejenuhan
air seperti disajikan pada Gambar 1.2. Namun, ketika perkerasan
atau lapis fondasi dan atau tanah dasar tidak dapat mendukung
beban lalu lintas, kerusakan perkerasan berkembang menjadi
kerusakan lebih berat.
Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga, jaringan jalan
nasional yang mengalami rusak berat masih sekitar 11%, yang
rusak sedang sekitar 31%, dan yang rusak ringan sekitar 8%
dari total panjang jalan nasional sepanjang 34.628 km (Sony,
2015). Ketika jaringan jalan baru semakin banyak dibangun,
biaya awal konstruksi adalah masalah yang paling penting

Sumber: Nono dkk. (2016)


Gambar 1.2 llustrasi Terjadinya Kerusakan Perkerasan Akibat Air dan
Beban Lalu Lintas

Pendahuluan 5
karena memerlukan biaya yang besar. Padahal, jaringan jalan
yang lama juga memerlukan biaya pemeliharaan agar umur
pelayanan jalan tersebut dapat dipertahankan sesuai dengan
umur rencana. Oleh karena itu, agar pelaksanaan pemeliharaan
dengan biaya yang lebih efektif dan efisien, khususnya untuk
rehabilitasi dan rekonstruksi, diperlukan teknologi perkerasan
beraspal yang murah, tetapi secara teknis memiliki kekuatan
minimal sama dengan teknologi perkerasan beraspal yang sudah
biasa digunakan.

B. Teknologi Perkerasan Beraspal yang Umumnya


Digunakan dan Persoalan yang Terjadi Selama lni
I. Jenis Campuran Beraspal
Pada umumnya, ruas-ruas jalan di Indonesia menggunakan teknologi
perkerasan lentur atau perkerasan beraspal. Jenis campuran beraspal
yang selama ini digunakan adalah campuran beraspal panas dan
campuran beraspal dingin dengan gradasi menerus (rapat). Pada
dasarnya, campuran beraspal terdiri atas aspal, agregat (kasar dan
halus), dan bahan pengisi atau filler (bila diperlukan). Pada umumnya,
proporsi aspal dalam campuran berkisar an tara 5-l 0% terhadap berat
total campuran, sedangkan proporsi agregat berkisar antara 90-95%
terhadap berat total campuran. Adapun jenis aspal yang umum
digunakan adalah aspal keras (minyak) hasil kilang. Jenis aspal yang
digunakan pada campuran beraspal panas adalah aspal keras atau
aspal modifikasi (aspal keras yang dimodifikasi dengan polimer
sintetis). Pada temperatur ruang, aspal keras atau aspal modifikasi
hampir mendekati sifat benda padat sehingga tidak dapat bercampur
baik dengan agregat. Pada campuran beraspal panas, agar as pal keras
dapat bercampur baik dengan agregat, pencampuran dilakukan pada
temperatur tinggi sesuai dengan temperatur pencampuran aspal.
Temperatur pencampuran aspal adalah temperatur pada saat aspal
memiliki kekentalan optimum untuk dicampur (170 ± 20)cSt. Pada

6 Campuran Beraspal Hemat ...


campuran beraspal dingin, pencampuran dilakukan tanpa pemanasan,
tetapi pada temperatur ruang. Agar aspal dapat bercampur baik
dengan agregat, pada campuran beraspal dingin dapat digunakan
bahan pengikat aspal cair (cutback asphalt) atau aspal emulsi. Aspal
cair adalah aspal keras yang diberi pelarut bensin atau minyak tanah
atau solar sehingga pada temperatur ruang berbentuk cair. Sementara,
aspal emulsi, yang juga pada temperatur ruang berbentuk cair, adalah
aspal keras sebagai fase padat yang berbentuk partikel-partikel kecil
diemulsikan atau didispersikan dalam air sebagai fase cair dengan
bahan tambahan zat pengemulsi (emulsifier) sehingga partikel aspal
cukup stabil berada dalam air.

2. Jenis Aspal
Secara garis besar, jenis-jenis campuran beraspal untuk perkerasan
jalan berdasarkan jenis bahan pengikat (aspal) yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 1.3. Adapun jenis-jenis aspal terdiri atas aspal
alam dan aspal buatan. Aspal buatan terdiri atas aspal keras, aspal
cair, dan aspal emulsi. Aspal emulsi terbagi lagi menjadi 3 jenis sesuai
dengan muatan listriknya, yaitu anionik, non-ionik, dan kationik.
Khusus untuk aspal cair dan aspal emulsi memiliki tiga tingkat
pemantapannya, yaitu cepat (rapid), sedang (medium), dan lambat

Campuran Beraspa l
(Dilihat dar i ba han pe ngikatnya)

Campuran Beraspal Panas


(Bahan pengikat As pal Keras)

Campuran Beraspal D ingin


(Baha n pengikat Aspa l Cair)

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)


Gambar 1.3 Campuran Beraspal Berdasarkan Jenis Bahan Pengikat

Pendahuluan 7
(slow). Ilustrasi jenis-jenis aspal secara garis besar sesuai hagan alir
pada Gambar 1.4.
Sampai tahun 1990-an, produksi aspal kilang dilakukan di empat
unit kilang Pertamina, seperti tercantum dalam Tabel 1.1.
Berkaitan dengan jenis aspal yang diinginkan oleh PU (Bina
Marga), penggunaan blown asphalt tidak lagi populer sehingga unit
blowing di Wonokromo ditutup. Begitu pula, seiring dengan efisiensi
operasi kilang, produksi aspal di kilang Pangkalan Brandan dan Plaju
dihentikan. Saat ini, produksi aspal hanya dilakukan di unit kilang
Cilacap dengan kapasitas terpasang (setelah penambahan Unit Crude 2
dan beberapa kali upgrading) sebesar 720.000 ton per tahun. Realisasi
lifting aspal terbesar tercatat hanya berkisar pada 560.000 ton per
tahun. Perkembangan pembangunan wilayah ataupun pusat-pusat

I Aspa l I
I A s pa l A la m I I A s pa l B u ata n
: B at unn (R ock A:>phn h )
P lus t is (Trinida d )
)I
1 Ca ir ( Benn u d a L u k e A s p h alt)
I
I Aspa l K e ra s I I A s p al C a ir

Rap id Medi u m S low


l ~e ne trnl o n Viscosity Perfo nn u n ce
C u rr in g C u rr ing C u rr ing
Grnd e Grnde Grnd c
(RC) (M C ) (SC)
• P e n 4 0 /5 0 • A C-2.5 •I,G 46-34 • R C - 70 • M C-3 0 • SC-70
• Pe n 6on o • A C-5 • PG 52-28 • R C-25 0 • M C-70 • SC-250
• P e n 8 0 / 100 • A C- 10 • P O 64-40
• R C -800 • M C-250 • SC- 8 00
• R C - 3 000 • M C - 8 00 • SC-3000
• M C - 3 000

I Asp a l E mul s i
I
A n io ni k Non - io n ik K a tion ik

Med ium C at io nic Ra p id C ut io n ic M e d ium C ationic S low


Rupld C uiTing S low C urrin g
C urri n g Settin g S ett ing Setting
(RC) ( SC)
(C R S ) ( C M S) (CSS)
(MC )
• R S -1 • MS- 1 • SS- 1 • C RS- 1 • C MS-2 • CSS- 1
• R S- 2 • M S-2 • SS-2 • C RS - I h • C MS-2h • CSS- I h
• M S-2 h
• H FM S- 1
• HFM S-2
• HFM S-2h
• HFMS-2S

Sumber: Nona dan Mahmud (2014)


Gambar 1.4 Bagan Alir Jenis-Jenis Aspal

8 Campuran Beraspal Hemal .


Tabell.l Produksi Aspal di Empat Unit Kilang Pertamina
Kapasitas
Catatan
ton /tahun
Pangkalan Brandan 10.000
Plaju 8.500
Wonokromo Hanya unit blowing
Cilacap 513 .000

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)

ekonomi mendorong konsumsi aspal untuk pembangunan jalan


sehingga pasokannya tidak lagi dapat dicukupi oleh kapasitas kilang
Cilacap. Untuk mencukupi ini para importir mendatangkan aspal dari
berbagai kilang luar negeri (Singapura, Thailand, Iran, Saudi Arabia,
Irak, dan Malaysia), baik dalam bentuk curah maupun drum.

3. Jenis Agregat
Sesuai dengan uraian sebelumnya, agregat yang digunakan untuk
campuran beraspal berkisar antara 90-95% terhadap berat total
campuran. Jenis agregat yang umum digunakan adalah agregat
(kasar dan halus) dan bahan pengisi atau filler (bila diperlukan).
Agregat dikenal sebagai batuan (rock), material granular, dan agregat
mineral. Agregat adalah material mineral keras, tidak berubah sifat,
dan digunakan sebagai bahan campuran beraspal menurut susunan
butir (gradasi). Contoh agregat adalah pasir, kerikil, terak besi (slag),
atau batu pecah. Karena agregat merupakan bagian terbesar campuran
beraspal dan mempunyai fungsi sebagai pemikul utama beban, kinerja
campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh mutu agregat. Pada
umumnya, agregat yang digunakan untuk campuran beraspal adalah
agregat hasil prosesan. Agregat hasil prosesan merupakan agregat
yang diperoleh melalui pemecahan dan penyaringan. Terdapat dua
sumber utama agregat hasil prosesan, yaitu kerikil dan fragmen batuan
atau batu-batu besar. Terdapat tiga alasan perlunya kerikil, yaitu
untuk mengubah tekstur permukaan butir dari halus menjadi kasar,

Pendahuluan 9
mengubah bentuk butir dari bulat menjadi bersudut, serta untuk
memperbaiki gradasi. Dalam hal fragmen batuan atau batu besar, tujuan
utama pemecahan adalah untuk memperkecil ukurannya menjadi
ukuran yang mudah ditangani. Namun, tujuan untuk mengubah
bentuk dan tekstur permukaan butir juga penting. Penyaringan bahan
setelah dipecah akan menghasilkan agregat yang mempunyai rentang
ukuran butir dan gradasi tertentu. Upaya untuk mempertahankan
gradasi merupakan tahapan penting dalam mendapatkan campuran
beraspal yang baik. Namun, karena pertimbangan biaya, agregat hasil
pemecahan sering langsung digunakan tanpa disaring. Pengendalian
yang saksama dan terus-menerus selama proses pemecahan sangatlah
penting karena akan menentukan keberhasilan dalam mendapatkan
agregat yang mutunya konsisten dan memenuhi syarat. Namun,
ketersediaan agregat yang memenuhi syarat dari tahun ke tahun
semakin sulit diperoleh.
Prosesan agregat untuk campuran beraspal sebelum dilakukan
pemecahan dan penyaringan adalah pembersihan bahan baku
batuan. Beberapa cara pembersihan dapat digunakan, antara lain
dengan pemisahan (scalping), pengerikan (scrubbing), atau pencucian
(dewatering), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.5.
Metode pemisahan (scalping) untuk memisahkan batuan yang
kecil dan besar bertujuan untuk efisiensi alat dan mengurangi
masuknya lempung ke unit pemecah batu. Dengan penggunaan
scalping, kapasitas produksi alat pemecah batu dapat ditingkatkan
sampai dengan 15%. Pengerikan (scrubbing) dilakukan dalam suatu
alat pencuci yang prinsip kerjanya adalah melepaskan kotoran dan
lempung yang menempel pada pasir dan kerikil dengan cara me-
nyemprotkan air dan mengaduk-aduk. Setelah terlepas, kemudian
dilakukan penyaringan untuk memisahkan lempung tersebut dari
pasir dan kerikil. Pencucian (dewatering) dilakukan dengan cara
penyaringan basah menggunakan saringan yang dapat digetarkan
dengan frekuensi yang tinggi. Saringan terbuat dari bahan dengan

10 Campuran Beraspal Hemat ...


tahanan gesek yang rendah, seperti dari bahan plastik atau karet,
sehingga pasir dan kerikil dapat bergerak lebih bebas.
Unit produksi agregat dapat diklasifikasikan berdasarkan
urutan pemecahannya, yaitu pemecah primer, sekunder, tersier, dan
seterusnya (lihat Gambar 1.4 dan Gambar 1.5). Pemecah primer
langsung menerima bahan baku dari kuari, kemudian memperkecil
ukuran bahan baku tersebut dengan cara dipecahkan. Hasil dari
pemecah primer masuk ke pemecah sekunder dan demikian
seterusnya sampai diperoleh ukuran butir yang disyaratkan. Pada
umumnya, jenis pemecah batu yang digunakan untuk tiap-tiap urutan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pemecah Primer: digunakan pemecah batu jenis jaw, gyratory,
atau hammer mill.
2) Pemecah Sekunder: digunakan pemecah batu jenis konus, roll,
atau hammer mill.
3) Pemecah Tersier: digunakan pemecah batu jenis roll, rod mill,
atau ball mill.

a. Metode Scalping b. Metode Scalping dan Washing

Sumber: Pusjatan (2006)


Gambar 1.5 Pemisahan dan Pencucian Bahan Baku Agregat

Pendahuluan 11
A G RE G AT 19· 25,4 mm

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)


Gambar 1.6 Skema Pemrosesan Agregat di Lapangan

Bahan pengisi (filler) dalam campuran beraspal adalah sebagai


pengisi terakhir rongga serta sebagai pengaku (stiffening) film aspal
yang menyelimuti butir-butir agregat. Bahan yang dinilai cocok sebagai
bahan pengisi adalah abu batu, batu kapur, kapur hidrasi (hydrated
lime), atau abu mineral lain yang mengandung sekurang-kurangnya
65% butir yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200). Persyaratan yang
biasa ditetapkan untuk bahan pengisi adalah kehalusan. Namun,
terdapat indikasi bahwa kapur hidrasi, dan mungkin bahan pengisi
aktif yang lain, dapat meningkatkan stabilitas campuran beraspal
pan as.

12 Campuran Beraspal Hemat ...


C. Teknologi Reclaimed Asphalt Pavement {RAP)
sebagai Solusi
I. Sejarah dan Aplikasi RAP di Luar Negeri serta Manfaatnya
Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) adalah pemanfaatan bahan dari
perkerasan beraspallama yang sudah mengalami kerusakan, kemudian
digunakan kembali sebagai bahan campuran beraspal baru untuk
perbaikan perkerasan jalan. Daur ulang perkerasan beraspal menjadi
populer pada tahun 1970-an karena tingginya biaya minyak mentah
selama embargo minyak wilayah Timur Tengah. FHWA menyediakan
dana parsial ke Departemen Transportasi Negara melalui uji coba
sebanyak 39 proyek untuk membangun proyek perkerasan beraspal
menggunakan daur ulang perkerasan. NCHRP memublikasikan
bahan daur ulang untuk jalan pada tahun 1978 dan Pedoman Daur
Ulang Perkerasan Bahan pada tahun 1980 (Copeland, 2011).
Pada awal1990-an, FHWA dan Badan Perlindungan Lingkungan
Amerika Serikat memperkirakan bahwa lebih dari 90 juta ton
perkerasan beraspal direklamasi (yaitu diubah menjadi bahan yang
cocok untuk digunakan) setiap tahun, dan lebih dari 80% dari RAP
yang didaur ulang. Untuk itu, campuran beraspal yang diproduksi
paling banyak yang menggunakan bahan daur ulang (RAP) sehingga
penggunaan agregat dan aspal baru dapat berkurang. Selain itu,
RAP dapat digunakan juga sebagai lapis fondasi atas (base) atau
lapis fondasi bawah (subbase), stabilisasi agregat fondasi, dan bahan
timbunan. Bahan RAP dapat digunakan kembali dalam campuran
beraspal baru karena komponen dari campuran berpengikat aspal
dan agregat masih memiliki nilai. Penggunaan RAP dalam campuran
beraspal baru dapat mengurangi jumlah material baru yang harus
ditambahkan, menghemat biaya dan sumber daya alam. Selain itu,
campuran beraspal panas dengan RAP memiliki performa yang sama
dengan campuran beraspal panas yang dibuat dengan semua material
baru (NCHRP, 2001).

Pendahuluan 13
Penggunaan ulang campuran beraspal dari hasil kupasan
perkerasan lama tidak hanya berlaku untuk agregatnya, tetapi juga
untuk aspal yang menempel pada agregatnya. Dalam hal ini, aspal
masih mempunyai sifat adhesi sehingga dapat digunakan ulang pada
campuran beraspal yang baru. Campuran beraspal dapat didaur ulang
pada unit pencampur konvensional dengan sedikit dimodifikasi.
Pengujian di laboratorium dan di lapangan terhadap campuran
beraspal panas daur ulang menunjukkan bahwa campuran beraspal
panas daur ulang mempunyai sifat-sifat yang sekurang-kurangnya
sama dengan campuran beraspal yang menggunakan agregat baru.
Semua unit pencampur aspal di Minnesota dapat digunakan untuk
mencampur campuran beraspal hasil pengupasan garukan (reclaimed
asphalt pavement, RAP).
Berdasarkan Sumantri dkk. (2014), penggunaan metode daur
ulang untuk mengatasi permasalahan perbaikan jalan atau rekonstruksi
jalan dapat menghemat penggunaan aspal dan batuan, serta tidak
mengganggu atau merusak geometrik jalan akibat penumpukan lapisan
perkerasan yang terus-menerus. Teknologi daur ulang memberikan
beberapa manfaat, antara lain, untuk mengatasi keterbatasan bahan
perkerasan jalan (Subagio, 2009). Untuk itu, teknologi ini bersifat
efisien dan efektif serta dapat mengurangi penggunaan agregat dan
aspal baru sehingga nilai ekonomi bahan kupasan meningkat, hemat
energi, dan geometrik jalan dapat dipertahankan serta melestarikan
sumber daya alam.
Campuran beraspal bekas dapat 100% didaur ulang dan
merupakan bahan daur ulang paling besar di Amerika Serikat
sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap aspal dari
luar. Penggunaan RAP untuk campuran beraspal panas dapat lebih
ekonomis dibandingkan dengan biaya campuran beraspal panas yang
menggunakan agregat dan aspal baru, yaitu dapat menghemat sekitar
30% (NCHRP, 2001). Namun, menurut Xu, Huang, dan Qin (2014),
penggunaan RAP kurang dari 20% yang proses pencampurannya

14 Campuran Beraspal Hemat ...


menggunakan Hot Central Plant Recycling (HCPR) tidak menunjukkan
keuntungan secara ekonomi yang signifikan hila dibandingkan biaya
pembuatan campuran beraspal panas dengan 100% agregat baru.
Bahkan di beberapa daerah dan beberapa proyek, harga campuran
beraspal dengan RAP lebih tinggi daripada harga campuran
beraspal panas dengan 100% agregat baru. Hal demikian bilamana
mempertimbangkan biaya pengangkutan dan pengolahan awal RAP
(proses pemecahan), depresiasi mesin/peralatan tambahan, dan lain
sebagainya. Adapun untuk campuran beraspal dingin dengan aspal
emulsi yang menggunakan 25% RAP lebih ekonomis dibandingkan
biaya campuran beraspal dingin yang menggunakan agregat dan aspal
baru, yaitu sekitar 38% (Chirspus dkk., 2013).
Hasil survei yang dilakukan oleh North Carolina Department
of Transportation (NCDOT) terhadap 50 negara bagian di Amerika
Serikat yang menggunakan RAP sebagai bahan perkerasan jalan
menunjukkan ada 23 negara bagian yang sudah berpengalaman
dengan penggunaan RAP secara rutin lebih dari 25% (Copeland,
2011). Adapun hasil survei yang dilakukan oleh The National Asphalt
Pavement Association (NAPA) pada tahun 2014, diperoleh bahwa
jumlah negara bagian di Amerika Serikat yang menggunakan RAP
~20% pada campuran beraspal panas/hangat adalah sebanyak 27
negara bagian. Selain itu, yang menggunakan RAP antara 10% sampai
dengan 19% adalah 14 negara bagian, dan yang menggunakan RAP
:::;;9% adalah 9 negara bagian (Hansen & Copeland, 2015).
Pemanfaatan RAP untuk perkerasan beraspal sudah dilakukan
juga di Eropa, yaitu sampai dengan tahun 2001 adalah sebanyak 26
negara (EAPA, 2005). Penggunaan RAP di Prancis terus meningkat,
yaitu pada tahun 2012 sebanyak 61,9% dari 6,5 juta ton berupa
campuran beraspal panas/hangat. Penggunaan RAP untuk lapisan
perkerasan beraspal yang dibangun rata-rata adalah sebesar 11,4%
(Olard & Pouget, 2014).

Pendahuluan 15
Penggunaan RAP di Jepang adalah sekitar 47% pada perkerasan
jalan beraspal dan pada beberapa prefektur (provinsi) menggunakan
RAP rata-rata sekitar 50%. Berdasarkan hasil analisis kinerja perkerasan
pada ratusan proyek serta hasil eksperimen di laboratorium dan di
lapangan, penggunaan RAP dengan proporsi tinggi di Jepang telah
terbukti memberikan kinerja yang sama dengan campuran beraspal
panas yang menggunakan agregat baru (West & Copeland, 2015).

2. Penggunaan dan Ilustrasi Pelaksanaan Pekerjaan Reclaimed


Asphalt Pavement (RAP)
Selain untuk campuran beraspal panas, upaya pengoptimalan penggu-
naan RAP dilakukan juga untuk campuran beraspal dingin. Campur-
an beraspal dingin dapat digunakan untuk perkerasan jalan dengan
lalu lintas rendah dan sedang (Asphalt Institute, 1989). Sesuai Asphalt
Institute (1993), yang dimaksud dengan jalan dengan lalu lintas ren-
dah dan sedang adalah jalan yang direncanakan dengan lalu lintas
rencana berturut-turut.$.10.000 dan antara (10.000-1.000.000) Ekui-
valen Behan Sumbu Standar (Equivalent Standard Axle Load, ESAL).
Ilustrasi kondisi perkerasan yang relevan diperbaiki dengan daur
ulang adalah seperti pada Gambar 1. 7 dan Gam bar 1.8.
Pada Gambar 1. 7 terlihat bahwa aspalnya telah mengalami
penuaan (pengerasan) sehingga permukaan perkerasan beraspal kon-
disinya retak-retak, pelepasan butir. Penanganan yang diperlukan pada
kondisi demikian adalah pemeliharaan preventif dengan cara mendaur
ulang di tempat dengan menggunakan mesin/alat khusus (seperti
diilustrasikan pada Gambar 1.9) atau lapisan permukaan perkerasan
dikupas satu lapis (sekitar 5 em) dan pembuatan campurannya di unit
pencampur aspal (Asphalt Mixing Plant, AMP) sistem penimbangan
(Gambar 1.10 atau Gambar 1.11) atau menggunakan unit pencampur
aspal sistem menerus/drum seperti Gambar 1.12.
Perkerasan beraspal pada Gambar 1.8, kerusakannya lebih parah
dengan kedalaman lebih dari satu lapis serta perlu perbaikan geometrik.

16 Campuran Beraspal Hemat ...


Perbaikan untuk kondisi kerusakan seperti pada Gam bar 1.8 tersebut
adalah dengan rehabilitasi. Metode perbaikannya adalah seluruh
lapisan beraspal dikupas dan diangkut ke lokasi unit pencampur

Sumber: ARRA (2001)


Gambar 1.7 Kandidat Kondisi Perkerasan untuk Pemeliharaan Preventif
dengan Daur Ulang

Sumber: ARRA (2001)


Gambar 1.8 Kandidat Kondisi Perkerasan untuk Direhabilitasi dengan Daur
Ulang

Pendahuluan 17
aspal untuk dilakukan proses pemecahan dan penyaringan, kemudian
pembuatan campurannya dilakukan di unit pencampur aspal sesuai
Gambar 1.10, Gambar 1.11, atau Gambar 1.12. Setelah dihasilkan dari
unit pencampur aspal, campuran beraspal dihamparkan lapis demi
lapis pada lokasi yang dikupas tersebut.

Debu bahan Penyangga Pengering drum Alat


pengisi Silo berputar Penghampar

Sumber: EAPA (2005)


Gambar 1.9 Unit Alat Daur Ulang Aspal di Tempat

Buglwu.'>e bahan
Silo bahan

Sumber: EAPA (2005)


Gambar 1.10 Unit Pencampur Aspal Panas Sistem Timbangan untuk RAP
Dingin

18 Campuran Beraspal Hemat .. .


Silo baban B•ghoust baban

Pengering drum bcrpolor


Taogl<iA!pal (RAP) RAP

Unit Bin Diogio

Sumber: EAPA (2005)


Gambar 1.11 Unit Pencampur Aspal Panas Sistem Timbangan untuk RAP
Hangat

Silo baban Boghouse baban

Sikl penyimpanan Drum Pencampur Unit Bin Dingin


campuran beraspal

Sumber: EAPA (2005)


Gambar 1.12 Unit Pencampur Aspal Panas Sistem Menerus/Drum

Pendahuluan 19
KARAKTERISTIK RAP

RAP yang akan digunakan untuk perkerasan beraspal harus diketahui


dan bergantung pada sifatnya, syarat-syarat apa saja sehingga dapat
digunakan dan bahan apa yang dapat meremajakan aspal dari RAP.
Untuk itu, tiap-tiap kriteria tersebut dibahas berikut ini.

A. Sifat Bahan RAP


Berdasarkan hasil penelitian dan penerapan di lapangan, penggunaan
material daur ulang sering kali menemui beberapa kendala, antara
lain menurunnya sifat fisik dari material daur ulang karena selama
masa layannya telah menerima beban lalu lintas yang cukup berat.
Selain itu, material daur ulang juga memiliki tingkat variabilitas yang
cukup tinggi sehingga dapat berdampak pada perubahan gradasi
dan durabilitas dari campuran. Aspal RAP secara signifikan telah
mengalami penuaan pada saat diproduksi, pelayanan terhadap beban
kendaraan, dan pengaruh lingkungan saat menjadi lapisan/struktur
perkerasan. Hal ini dikarenakan reologi aspal telah teroksidasi dan
mempunyai kelelahan sehingga aspal pada RAP menjadi mengeras
(O'Sullivan, 2011). Penurunan sifat fisik RAP selama pada masa
layan dapat dimanfaatkan untuk bahan perkerasan jalan dengan
menambahkan RAP dengan jumlah yang terbatas pada campuran
beraspal baru (Novita dkk., 2011) . Secara umum perkerasan daur
ulang (recycling) memanfaatkan kembali material (agregat dan aspal)
perkerasan lama untuk dijadikan sebagai perkerasan baru yang
ditambahkan agregat baru dan atau bahan peremaja. Untuk mencapai

21
hasil yang memadai pada umumnya aspal dan agregat lama perlu
diperbaharui baik sifat-sifatnya maupun gradasinya (Novita dkk.,
2011). Selain itu, Qiu dkk. (2013) merekomendasikan penggunaan
aspal yang telah menua dapat direkonstruksi dengan menggunakan
bahan peremaja (rejuvenile).
Menurut hasil kajian yang telah dilakukan oleh Suaryana (2008),
pengaruh penambahan RAP pada campuran beraspal panas lapis
antara (AC-BC) tanpa menggunakan bahan peremaja adalah makin
banyak penggunaan RAP makin besar penurunan pada temperatur
campuran (lihat Tabel 2.1). Pengaruh RAP pada karakteristik
campuran sesuai Tabel 2.2 terlihat semakin banyak penggunaan RAP
serta dengan kadar semakin tinggi air maka nilai stabilitas Marshall
dan stabilitas dinamis menurun.
Pada buku ini, contoh bahan RAP bersumber dari 2 lokasi.
Contoh pertama dari Stocpile di PT Jasa Pelayanan Pemeliharaan,
yaitu hasil penggarukan atau pengupasan lapis permukaan perkerasan
jalan beraspal di daerah Bogar. Contoh kedua diambil dari daerah
Cikampek. Sifat fisik RAP yang bersumber dari dua lokasi itu disajikan
pada Tabel 2.3. Pada Tabel 2.3, kedua RAP tersebut mengalami
perubahan gradasi setelah dilakukan ekstraksi. Tingkat kekerasan
aspal RAP Cikampek lebih tinggi dibandingkan yang dari Bogar, yaitu
dicerminkan oleh nilai penetrasi RAP Cikampek hanya 10 dmm. Hal
demikian sejalan dengan nilai viskositasnya, yaitu viskositas aspal
RAP Cikampek lebih dari dua kali lipat viskositas aspal RAP Bogar.
Selain pengujian sifat fisik RAP, sifat reologi aspal RAP juga perlu
diketahui. Sifat reologi aspal RAP dari kedua sumber tersebut dapat
diperoleh dengan melakukan pengujian Dynamic Shear Rheometer
(DSR). Pengujian Dynamic DSR harus dilakukan terhadap benda
uji aspal RAP hasil ekstraksi dan benda uji aspal RAP hasil penuaan
menggunakan alat uji Rolling Thin-Film Oven (RTFO). Sifat reologi
aspal RAP dari kedua sumber hasil ekstraksi dan hasil penuaan
sesuai hasil pengujian dengan alat DSR disajikan pada Gambar 2.1
dan Gambar 2.2.

22 Campuran Beraspal Hemal ...


Tabel 2.1 Pengaruh RAP pada Temperatur Campuran Beraspal Panas
10% RAP 15% RAP 20% RAP
No. Uraian dengan Variasi Kadar Air dengan Variasi Kadar Air dengan Variasi Kadar Air

0% 2% 4% 6% 0% 2% 4% 6% 0% 2% 4% 6%

1. Temperatur 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0 170,0
agregat; ·c
2. Temperatur 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
RAP; ·c
3. Temperatur 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0 155,0
aspal ; ·c
4. Temperatur
campuran
pada : (. C)
Awal 146,8 144,9 143,3 123,3 141,9 133,5 129,0 122,2 137,4 130,4 119,7 113,9
1 menit 146,8 144,9 143,3 123,3 141,9 133,5 128,9 122,2 137,4 130,4 118,3 113,9
2 menit 146,8 144,8 143,4 123,3 141,9 134,4 128,8 122,2 137,4 130,4 118,2 113,8
5 menit 146,8 144,6 143,4 122,0 142,1 134,1 128,6 121,9 137,4 130,3 117,2 112,4
/'::
Ol 10 menit 146,6 144,3 142,8 120,3 141,9 133,7 128,1 121,4 137,2 129,8 115,4 108,4
Cl
;<;"
15 menit 146,3 143,8 141,9 119,1 141,8 132,4 127,4 120,3 136,9 129,9 114,4 102,2
~
~ 30 men it 143,8 141,0 137,9 114,8 138,4 129,4 123,7 116,9 133,2 124,4 112,7 99,1
;;<.:

-o
~ 45 menit 138,5 135,1 132,4 109,6 132,7 123,6 119,9 112,4 126,9 119,3 106,7 97,1
60 men it 132,1 128,1 125,8 104,5 125,2 119,7 114,0 107,2 118,8 112,9 102,6 94,2
N
(;.l

Sumber: Suaryana (2008)


label 2.2 Pengaruh RAP pada Karakteristik Campuran Beraspal Panas

Hasil Pengujian untuk Variasi


No. Karakteristik Campuran Proporsi RAP dalam Campuran
10%RAP 15%RAP 20%RAP
1. Kadar aspal RAP;% 5,4 5,4 5,4
2. Temperatur agregat; ·c 180 180 180
3. Temperatur aspal; ·c 150 150 150
4. Temperatur RAP Temp. Temp . Temp.
Ruang Ruang Ruang
5. Temperatur setelah pencampuran; 151 148 142
·c
6. Kadar aspal optimum; % 5,90 5,90 5,90
7. Kepadatan; gr/cc 2,347 2,350 2,337
8. Rongga dalam mineral agregat 16,23 16,12 16,59
(VMA);%
9. Rongga dalam campuran (VIM) 3,29 3,80 4,14
Marshall; %
10. Rongga dalam campuran (VIM)
pada kepadatan membal (PRO); %
11. Rongga terisi bitumen (VFB);% 79,7 76,4 75,0
12. Stabilitas; kg 843,1 838,9 789,0
13. Kelelehan; mm 4,01 4,36 4,95
14. M arshall quotient; kg/mm 211,8 195,5 162,4
15. Stabilitas dinamis; lintasan/mm 1.615,4 2.520,0 1.615,4

Sumber: Suaryana (2008)

24 Campuran Beraspal Hemal ...


Tabel 2.3 Sifat Fisik RAP d ari Bogo r dan Cikam pe k

Hasil Pengujian
RAP Bogor RAP Cikampek
No. Jenis Pengujian
Asli dari Hasil Asli dari Hasil
Lapangan Ekstraksi Lapangan Ekstraksi
1. Ana lisis saringan; %
berat lolos
1" 100,00 100,00
3/4" 85,63 100 95,83 100
1/2" 74,77 98,09 85,95 99,63
3/8" 68,47 95,13 74,07 98,22
No . 4 51,17 80,92 66,65 92,05
No. 8 35,49 59,96 47,02 77,30
No. 16 22,14 44,19 30,48 59,78
No. 30 12,62 33,94 10,01 44,90
No. SO 6,00 25,91 4,65 32,70
No . 100 2,52 19,85 1,96 24,74
No . 200 0,65 13,95 0,48 18,35
2. Kadar aspal; % 5,93 5,48
3. Kadar ai r;% 1,86 1,06
4. Penetrasi; dm m 22 10
5. Titik lembek; · c 66 76,8
6. Daktilitas; em 11,8 4,2
7. Be rat jen is 1,0584 1,0891
8. Titik nyala; · c 246 260
9. Viskos itas abso lut 3.781,9
pada 6o· c; Pa .s
10. Viskositas ki nematis 1.108,7 2.874,8
pada 13s· c ; eSt
11. Viskositas absol ut
pada 6o· c setelah
TFOT; Pa.s

Sumber: No no (2015 8 )

Karakteristik RAP 25
0 50 100 150 200 250 300

G•/Sin (delta); kPa


+RAPBogprHa.U Eksttaksi . RAPBogprSetelahRTFOT
Sumber: Nono (2015 9 )
Gambar2.1 Hubungan TemperaturTinggi Kritis RAP Bogordengan G* /Sin (6)

100

u 90
I IIII II' II Ill
' '
I

""8-
!:::!.
~
;:
70
80
~ H-+ 1 .+- J . H-+t1 111
0 9
R1= r
y= -7,446ln(x)+ 104,61

lll I 1++++
11+++-Hf++l+t+H 1 +-HI
""
::..:: 60
'&!
t>IJ
.Si 50
1-<

...E' 40 y 6,818ln(x)+83,687 I I
1-<
30
Ill I I I .
R2 =0,9994
''' ''
1
' '

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

G•fSin(delta); kPa

+ RAPCikampekHaruEksttaksi I RAPCikampekSetelahRTF'OT

Sumber: Nono (2015 9 )


Gam bar 2.2 Hubungan Temperatur Tinggi Kritis RAP Cikampek dengan G* I
Sin (o)

26 Campuran Beraspal Hemal ...


Berdasarkan hasil pengujian DSR pada aspal RAP hasil ekstraksi/
pemulihan serta hasil penuaan dengan pengujian RTFO untuk
kedua sumber RAP (Bogor dan Cikampek), dengan mengacu pada
AASHTO M323 (2012) diperoleh temperatur tinggi kritis {Tcm} dan
temperatur menengah kritis {TC(M)} untuk aspal RAP hasil penuaan
dengan RTFO dari kedua sumber. Data temperatur tinggi kritis {TC(T) }
dan temperatur menengah kritis {TC(M ) untuk as pal dari RAP untuk
kedua sumber disajikan pada Tabel2.4. Pada Tabel2.4, terlihat bahwa
aspal RAP Bogor memiliki temperatur tinggi kritis {TC(T) } sebesar
82,53°C (nilai terendah dari hasil DSR aspal hasil pemulihan dan DSR
aspal setelah RTFO) dan temperatur menengah kritis {Tc(M) sebesar
82,53°C. Adapun untuk aspal RAP Cikampek memiliki temperatur
tinggi kritis {TC(T) } dan temperatur menengah kritis {TC(M) sebesar
84,16°C. Berdasarkan temperatur kritis tinggi dan menengah maka
untuk kedua aspal RAP masuk PG 82 (28).
RAP yang dipilih untuk dimanfaatkan dalam campuran beraspal
dan diuraikan lebih lanjut pada buku ini adalah RAP Bogor karena
RAP Cikampek dipandang terlalu keras sehingga kemungkinan
kurang efektif dalam pemanfaatannya.

Tabel 2.4 Temperatur Tinggi Kritis {TCITl} dan Temperatur Menengah Kritis
{TqM) untuk RAP dari Bogor dan Cikampek
Temperat ur Kritis (Tc); oc
Karakt eristik RAP
RAP Bogor RAP Cikamp ek
Temperatu r Ti nggi Kriti s {Tcr }:
- Hasil Ekstraksi 85,82 99,42
- Setelah RTFOT 82,53 84,16
Temperatur Me nenga h Kriti s {TCIMl} 82, 53 84,16
setelah RTFOT

Sumber: Nono (2015 8 )

Karakteristik RAP 27
B. Syarat-Syarat RAP untuk Bahan Perkerasan Beraspal
Beberapa negara di Eropa telah membatasi penggunaan RAP dalam
campuran beraspal berdasarkan kekerasan bitumennya (nilai penetrasi
dan atau nilai titik lembek) seperti disajikan pada Tabel 2.5 (Nono,
2015A). Pada Tabel2.5, terlihat bahwa pada umumnya RAP yang dapat
dimanfaatkan atau digunakan untuk campuran beraspal adalah yang
memiliki nilai penetrasi > 15 dmm dan titik lembeknya <70°C. Belgia
dan Francis masih mengizinkan penggunaan RAP yang memiliki nilai
penetrasi lebih rendah, yaitu berturut-turut >10 dmm dan >5 dmm.
Berdasarkan Copeland (20 11 ), RAP yang diperoleh dari lapangan
harus diproses terlebih dahulu sebelum digunakan. Cara mempro-
ses RAP mencakup beberapa tahap agar homogen atau konsisten
sehingga dapat digunakan dengan persentase yang banyak dan
campuran beraspal memiliki kualitas yang tinggi dan memenuhi
persyaratan. RAP hams dipecah agar ukuran butirnya sesuai dengan
yang diharapkan, kemudian disaring untuk memisahkan ukuran
butir RAP yang fraksi kasar dan halus serta yang berukuran besar
(oversize ) . Pemisahan RAP berdasarkan ukuran meningkatkan
kontrol dan mengurangi variabilitas. Sebelum proses pemecahan dan
penyaringan, RAP tersebut harus sudah diuji dan memiliki sifat yang
konsisten dan mungkin tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut.
Ilustrasi penimbunan RAP dari lapangan disajikan pada Gambar
label 2.5 Batasan Sifat Aspal RAP Hasil Pemulihan yang Direkomendasikan
untuk Daur Ulang
Sifat aspal RAP
Negara
Penetrasi (dmm) Titik lembek (•q
Prancis >5 <77
Belgia >10
lnggris >15
Jerman, lrlandia, Polandia, Portugal >15 <70
Slowakia <70

Sumber: Nona (2015A)

28 Campuran Beraspal Hemat ...


2.3, sedangkan penimbunan RAP hasil pemecahan dan penyaringan
untuk fraksi kasar disajikan pada Gambar 2.4 dan untuk fraksi halus
pada Gambar 2.5.
Sesuai dengan AASHTO M323 (2012), penggunaan RAP dalam
campuran beraspal panas dengan proporsi 15% atau lebih hams
menggunakan aspal baru yang lebih lunak. Proporsi RAP dalam
campuran beraspal panas yang praktis sesuai Asphalt Institute (1993)
adalah sekitar 10-35% untuk unit produksi jenis takaran, sedangkan
untuk unit produksi jenis drum kuantitas yang praktis adalah sekitar
10-50%.
Berdasarkan FHWA (2001), gradasi agregat campuran beraspal
yang menggunakan RAP dapat disesuaikan dengan gradasi RAP yang
akan digunakan. Pada Tabel 2.6, ada empat gradasi untuk campuran
beraspal yang menggunakan RAP, yaitu gradasi dengan ukuran butir
maksimum 37,5 mm, 25,0 mm, 19,0 mm, dan 12,5 mm.

Sumb.e r: Copeland (2011)


Gambar 2.3 Penimbunan RAP sebelum Dipecah

Karakteristik RAP 29
Sumber: Copeland (2011)
Gambar 2.4 Penimbunan RAP Fraksi Kasar Hasil Pemecahan

Sumber: Copeland (2011)


Gambar 2.5 Penimbunan RAP Fraksi Hal us Hasil Pemecahan

30 Campuran Beraspal Hemat ...


label 2.6 Gradasi Agregat Campuran Dingin Menggunakan RAP
Persentase Berat Lolos Saringan untuk Gradasi Tipe
Ukuran saringan
A 8 c D
1,5" {37,5 mm) 100
1" {25,0 mm) 90-100 100
3/4" {19,0 mm) 90-100 100
1/2" {12,5 mm) 60-80 90-100 100
3/8" {9,5 mm) 60-80 90-100
No. 4 {4,75 mm) 25-60 35-65 45-75 60-80
No.8 {2,16 mm) 15-45 20-50 25-55 35-65
No. 50 {0,300 mm) 3-20 3-21 6-25 6-25
No . 200 {0,075 mm) 1-7 2-8 2-9 2-10

Sumber: FHWA (2001)

C. Bahan Peremaja (Rejuvenile) dan Bahan Pengikat


untuk Campuran Beraspal Panas Menggunakan RAP
1. Sifat Bahan Peremaja (Rejuvenile)
Rejuvenile merupakan suatu peremaja bahan pengikat (aspal) dari
RAP yang di dalamnya terkandung dan tersusun senyawa aromatik
ringan untuk menggantikan senyawa aromatik ringan yang menguap
atau teroksidasi pada RAP. Kemampuan senyawa aromatik ringan dari
rejuvenile harus dapat menembus lapisan aspal dan berdifusi pada
RAP sehingga dapat merekonstruksi aspal yang telah menua menjadi
bahan lapis perkerasan baru (Qiu dkk., 2013) .
Rejuvenile merupakan suatu aditif dengan viskositas rendah
yang dirancang untuk mengembalikan sifat-sifat bahan pengikat
(aspal) pada RAP dan untuk meningkatkan sifat-sifat campuran
aspal yang mengandung RAP. Peremajaan yang ideal tidak hanya
mengembalikan sifat mekanik aspal, tetapi harus dapat mengoreksi
komposisi kimia dari aspal yang sudah menua (Lehtimaki, 2012).
Bahan rejuvenile dari senyawa aromatik yang sangat ringan dapat
meningkatkan ketahanan terhadap retak pada temperatur rendah dan

Karakteristik RAP 31
Tabel 2.7 Sifat Bahan Peremaja
Hasil Pengujian
No. Jenis Pengujian
MG Oll RejiRE

1. Viskositas pada 25"C; eSt 103 165 276


Viskositas pada 60"C; eSt 28,6 34,9 39,1
2. Titik nyala; ·c 322 218 296
3. Be rat jenis 0,921 0,874 0,996

Sumber: Nono (2016A)

deformasi permanen (Lehtimaki, 2012). Ekstrak senyawa aromatik


pada peremaja konvensional merupakan suatu molekul aromatik polar
yang dominan, dengan kandungan sekitar 75% campuran minyak dan
resin dengan sedikit minyak jenuh (Yu dkk., 2014). Berdasarkan Dony
dkk. (2012), bahan pelunak atau peremaja (rejuvenile) yang dapat
digunakan untuk campuran beraspal panas yang menggunakan RAP
adalah bahan petrokimia yang asli, minyak goreng, dan aspal yang
lembek dengan penetrasi 160/220.
Pada buku ini, bahan pelunak atau peremaja (rejuvenile) yang
digunakan untuk campuran beraspal panas adalah minyak nabati/
goreng curah (MG), OLI SAE-10, dan RejiRE. Sifat ketiga bahan
peremaja tersebut disajikan pada Tabel 2.7. Pada Tabel 2.7, terlihat
sifat fisik ketiga bahan peremaja memiliki viskositas, titik nyala dan
berat jenis bervariasi. Viskositas MG dan OLI lebih rendah (encer)
daripada RejiRE. Adapun ketiga peremaja memiliki titik nyala cukup
tinggi sehingga aman bila digunakan. Campuran beraspal dingin yang
menggunakan RAP tidak menggunakan bahan pelunak atau peremaja
(rejuvenile) khusus, tetapi hanya menggunakan aspal cair atau aspal
emulsi yang residunya sudah cukup lunak.

32 Campuran Beraspal Hemal ...


2. Sifat Bahan Pengikat untuk Campuran Beraspal Panas
Menggunakan RAP >15%
Sesuai AASHTO M323 (2012), penggunaan RAP dalam campuran
beraspal panas dengan proporsi 15% atau lebih harus menggunakan
aspal baru yang lebih lunak dan untuk membuat bahan pengikat baru
adalah mencampurkan aspal Pen 60/70 dengan variasi tiap-tiap bahan
pelunak atau peremaja, seperti diuraikan di atas. Pencampuran antara
aspal Pen 60/70 dengan variasi tiap-tiap bahan peremaja mengguna-
kan alat pencampur khusus. Proses pencampuran aspal Pen 60/70
dipanaskan sampai dengan 130°C, kemudian bahan peremaja dima-
sukkan dan diaduk selama 10 menit dengan kecepatan 4.000 rpm.
Sifat fisik aspal Pen 60/70 dan bahan pengikat baru (campuran
antara aspal Pen 60/70 dengan variasi tiap-tiap bahan pelunak atau
peremaja) disajikan pada Tabel 2.8. Adapun sifat reologi aspal Pen
60/70 dan bahan pengikat baru, temperatur kritis campuran antara
aspal Pen 60/70 dengan variasi proporsi MG, dengan variasi proporsi
OLI, dan dengan variasi proporsi RejiRE hasil pengujian DSR
disajikan pada Tabel 2.9 serta pada Gambar 2.7 (temperatur tinggi
kritis benda uji fresh), Gambar 2.8 (temperatur tinggi kritis benda uji
setelah RTFO), dan Gambar 2.9 (temperatur menengah kritis {TC(MJ},
yaitu benda uji setelah PAV).
Sifat fisik aspal Pen 60/70 setelah ditambah variasi bahan
peremaja sesuai yang disajikan pada Tabel 2.8, terlihat bahwa makin
banyak penambahan bahan peremaja menaikkan nilai penetrasi dan
menurunkan nilai titik lembek serta menurunkan nilai viskositas.
Penambahan peremaja RejiRE pada aspal Pen 60/70 menaikkan nilai
penetrasi yang paling tinggi dibandingkan kedua peremaja lainnya.
Bila memperhatikan perubahan nilai titik lembek, ketiga peremaja
mengalami penurunan yang relatif sama, kecuali pada penambahan
dengan OLI, penurunan nilai titik lembeknya lebih rendah. Begitu
juga untuk nilai viskositas, kecenderungan penurunan hampir sama.
Berdasarkan hasil pengujian DSR pada contoh aspal Pen 60/70 yang

Karakteristik RAP 33
Tabel 2 .8 Sifat Fisik Bahan Pengikat Aspal Pe n 60/70 Dita mbah Varia s i MG , OLI , dan Rej IRE
w
-1>-
Hasil Pengujian
0
Ol
3 MG + Pen 60/70 Oll + Pen 60/70 RejiRE + Pen 60/70
"0
c

I
til 0 0 0
:l
IJJ
0
0
0 0 0 0 ""'
'0- ""'
'0- ""'
'0-
(1)
0
""'
........
""'0
........ 0 ""'
........
""'
........
0 ""'
'0- ""'
........ 1.0
c
1.0
c
1.0
cQ)
(J)
til No. Jenis Pengujian 1.0 1.0 1.0 1.0
0
1.0 Q) Q)
0 c 1.0 c c. c. c.
"0
c c c c
""'
Q) Q)
~ ........ c. c. Q) Q) Q)
'<I. '<I. '..,.
<I.
0 c.
Q)
c. c. c. co 1.0
I '..,.

- ~
1.0 '<I. <I. '<I. '<I. '..,.
<I. «?'! «?'! «?'!
(1)
3 cQ) co '<I. co 1.0 w w w
0'1 1.0 0'1
Ol c. c; c; c; «?'! «?'! «?'! Ill: Ill: Ill:

iii ~ ~ ~
::::;
0
::::;
0
::::;
0
~
Ill:
~
Ill:
:;.
Ill:
c.
"'
ct
'<I.
N
'..,.
<I. '<I.
1.0
'<I.
N
'..,.
<I. '<I. '<I. '..,.
<I. '<I.
1.0 N 1.0

1. Penetrasi pada 66 104 141 195 91 122 172 102 155 255
25' C, 100 g, 5 detik;
0,1mm
2. Viskositas absolut 211,1 75,9 68,9 40,1 107 93,5 72,6 89,5 75,3 59,9
pada 60' C; Pa .s
3. Vis kositas pada 380,4 305 250 215 350 300 255 330 275 225
135' C; eSt
4. Titik lembek; ' C 48,4 44,7 41,1 38,5 46,0 44,0 41,0 45,5 41,5 39,0
5. Daktilitas pada >140 >140 >140 >140 >140 >140 >140 >140 >140 >140
25 ' C, 5 em/ menit;
em
6. Titik nyala (COC); ' C 287 339 337 333 326 315 302 325 323 307
7. Kelarutan da lam 99,832 99,851 99,828 99,816 99,866 99,854 99,818 99,868 99,801 99,776
C2 HCI 3;%
Tabel2.9 Temperatur Kritis Bahan Pengikat As pal Pen 60/70 yang Ditambah
Vari asi MG, OLI da n RejiRE Hasil Pengujia n DSR
Fresh Setelah RTFOT Setelah PAV

Pere- G*/Sin Tempe- G*/Sin Tempe- G*Sin Tempe-


%
maja (delta) ratur (delta) ratur (delta) ratur
Bahan
Pa, Kritis Pa, Kritis Pa, Kritis
Tam bah
Min. (Tc) Min. (Tc) M in. (Tc)
MG 0 1.000 67,29 2.200 64,34 5.000 19,11
2 63,36 59,68 18,52
4 59,81 56,37 13,85
6 55,49 53,55 10,14
OLI 0 1.000 67,29 2.200 64,34 5.000 19,11
2 64,59 60,26 18,44
4 61,57 58,72 17,16
6 58,55 55,47 14,35
RejiRE 0 1.000 67,29 2.200 64,34 5.000 19,11
2 64,02 60,17 18,3 1
4 56,75 54,93 16,26
6 53,48 52,93 12,63

Sumbe r: No no {2016A)

telah dicampur dengan tiap-tiap peremaja dengan proporsi yang


sama, seperti disajikan pada Tabel 2.9, Gambar 2.7 (temperatur
tinggi kritis benda ujifresh) dan Gambar 2.8 (temperatur tinggi kritis
benda uji setelah RTFO) . Pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8, terlihat
bahwa aspal baru dengan ketiga peremaja mengalami penurunan
nilai temperatur tinggi kritis {Tc(T)} dari benda uji fresh dengan
benda uji setelah RTFO. Ketiga peremaja mengalami penurunan
T C(T) relatif kecil, kecuali RejiRE. Pada Gambar 2.9, terlihat bahwa
temperatur menengah kritis {TC(M)' yaitu benda uji setelah PAV, aspal
baru dengan peremaja MG mengalami perubahan menjadi paling
rendah. Adapun untuk aspal baru dengan peremaja OLI dan RejiRE,
kecender ungannya sama seperti pada temp eratur tinggi

Karakteristik RAP 35
kritis {T c(T)· Berdasarkan Gambar 2 . 9,
penggunaan peremaja MG lebih sedikit dibandingkan ketiga peremaja

70.0 --------,------.,---------,--------.,.-------,--------,------,
I
I
You ~ J- , 4617x + 67 , 386 I
65.0 . R' ~ 0,9993 ... j
-~·
_ , . ' . I

:- : I
60.0
·. ·- ~ - "' ' ····l
~-
.
.:-, .
-1 i
I
55.0 "1
l ~ •·+ I
-~ -~· . I
I
50.0
0 2 4 6
Aspal Pen 60 + % Peremaja
• ou &RejiRE

Sumber: Nona (2016A)


Gambar 2.6 Hubungan antara Temperatur Tinggi Kritis Benda Uji Fresh
dengan Penambahan Variasi Rejuvenile

70.0 -------------------------------------------------------------
. . . . . . '

2:
E=:" oY u ~ -I ,4079x + 63 ,922
u 65.0 ···········•········· · R' ~ 0,9735 + ...........;. ..........,... ·················:
t..,
~
·s. 60.0
I ' - ~: + ~: ·-
.-~ ~ - - ~ -. ~ - J. , - -=:. : :~6 - _ -_-_--_·_ '~.
~
""c
...
~
"...
"c.
E
55.0 ·····················!

"
E-
-~4i
50.0
0 2 4 6
Aspal Pen 60 + % Peremaja
& RejiRE

Sumber: Nona (2016 A)


Gambar 2.7 Hubungan antara Temperatur Tinggi Kritis Benda Uji setelah
RTFOT dengan Penambahan Variasi Rejuvenile

36 Campuran Beraspal Hemal ...


22.0

20.0

18.0

16.0

14.0

12.0

10.0
0 2 As pal P.lm 60 + % lleremaja 5 6 7
+ MG £ Rej [R£

Sumber: Nono (2016 A)


Gambar 2.8 Hubungan antara Temperatur Menengah Kritis Benda Uji
setelah PAV dengan Penambahan Variasi Rejuvenile

Karakteristik RAP 37
SPESIFIKASI CAMPURAN BERASPAL

Bah ini mengulas tentang spesifikasi atau persyaratan bahan, gradasi


campuran dan campuran beraspal, baik campuran beraspal panas
maupun campuran beraspal dingin dengan aspal cair dan aspal
emulsi. Persyaratan-persyaratan tersebut diuraikan berikut ini.

A. Sifat dan Gradasi Agregat


Sifat agregat dan gradasi agregat campuran beraspal, baik untuk
campuran beraspal panas maupun untuk campuran beraspal dingin
dengan aspal cair atau aspal emulsi, mengacu pada Spesifikasi Umum
Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2010 Revisi-3 (Direktorat Jenderal
Bina Marga, 2014). Adapun tipe campuran yang digunakan dalam
pemanfaatan RAP ini adalah gradasi agregat campuran untuk lapis
permukaan beraspal (AC-WC), baik untuk campuran beraspal panas
maupun beraspal dingin dengan aspal cair atau aspal emulsi, yaitu
seperti disajikan pada Tabel 3.1.

B. Sifat Bahan Pengikat dan Campuran Beraspal Panas


RAP
Pada umumnya, tipe bahan pengikat campuran beraspal panas yang
digunakan di Indonesia adalah aspal Pen 60/70 atau aspal Pen 60/70
yarig dimodifikasi polimer. Namun, sesuai AASHTO M323 (2012),
bahan pengikat untuk campuran beraspal panas yang menggunakan
RAP sebanyak 15% atau lebih harus menggunakan aspal yang lebih

39
Tabel 3.1 Ketentuan Gradasi Agregat Campuran Lapis Permukaan Beraspal
Persen Berat lolos terhadap Total
Ukuran Ayakan
Agregat dalam Campuran
Y." {19 mm) 100
Yz" (12,5 mm) 9Q-100
3/8" {9,5 mm) 77- 90
No. 4 (4,75 mm) 53-69
No. 8 {2,36 mm) 33-53
No. 16 {1,18 mm) 21- 40
No. 30 {0,6 mm) 14-30
No . SO {0,3 mm) 9- 22
No. 100 {0,15 mm) 6- 15
No. 200 {0,075 mm) 4-10

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga {2014)

lunak (misal: aspal Pen 80/100 atau aspal pen 60/70 dicampur dengan
bahan peremaja) .
Acuan yang digunakan untuk mengevaluasi campuran beraspal
panas dengan memanfaatkan RAP adalah
1) Sifat agregat dan gradasi agregat untuk campuran beraspal panas
dan campuran beraspal dingin mengacu pada Bah 3 Subbab A.
2) Aspal keras yang akan digunakan berupa aspal Pen 60/70 dan
untuk penggunaan RAP > 15% adalah aspal Pen 60/70 yang
dimodifikasi dengan bahan peremaja. Sifat aspal keras Pen 60/70
harus memenuhi Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan
Tahun 2010 Revisi-3 (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2014),
seperti disajikan pada Tabel3.2.
3) Ketentuan campuran beraspal panas mengacu pada Spesifikasi
Umum Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2010 Revisi-3
(Direktorat Jenderal Bina Marga, 2014), yaitu sesuai Tabel3 .3.
4) Persiapan benda uji untuk pengujian Marshall mengacu pada
ASTM D 6926-10 dan pengujian parameter Marshall sesuai SNI
2489:2014.

40 Campuran Beraspal Hemal ...


label 3.2 Ketentuan Sifat Aspal Pen 60/70
No. Jenis Pengujian Spesifikasi
1. Penetrasi pada 25·c, 100 g, 5 detik; 0,1 mm 6Q-70
2. Viskositas pada 6o·c; Pa .s 160-240
3. Viskositas pada 135•c; eSt :e:300
4. Titik lembek; ·c :e:48
5. Daktilitas pada 25•c, 5 em/men it ; em :e:100
6. Titik nyala (COC); ·c :e:232
7. Kelarutan dalam C HCI ; % :e:99
8. Be rat jenis :e:1,0
9. Kehilangan berat (TFOT);% ::::0,8
10. Penetrasi sete lah TFOT; % :e:54
11. Daktilitas sete lah TFOT; em :e:100
12. Viskositas pada 6o·c sete lah TFOT; Pa.s ::::800

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (2014)

label 3.3 Ketentuan Campuran Beraspal Panas


Laston Lapis Permukaan
Sifat-Sifat Campuran
(AC-WC)
Jumlah tumbukan per bida ng 75
Rasia agregat lolos ayakan 0,075 mm dengan 0,6- 1,4
kadar aspal efektif
Rongga dalam eampuran (VIM);% 3,0-5,0
Rongga dalam agregat (VMA);% Min.14
Rongga terisi aspal (VFB);% Min . 65
Stabilitas Marshall; kg Min . 800
Pelelehan; mm 2-4
Stabilitas Marshall Sisa sete lah perendaman Min. 90
selama 24 jam, 6o·cl'l; %
Rongga dalam eampuran pada kepadatan membal Min . 2
(refusal) 121; %

Keterangan:
1'1 Direksi Pekerjaan dapat menyetujui AASHTO T283-149 sebagai alternatif pengujian
kepekaan terhadap kadar air. Pengondisian beku eair tidak diperlukan . Nilai Indirect
Tensile Strength Retained (ITSR) minimum 80% pada Rongga dalam Campuran
(VIM) 7%±0,5%. Untuk mendapatkan VIM 7%±0,5%, buatlah benda uji Marshall

Spesifikasi Campuran Beraspal 41


dengan variasi tumbukan pad a kadar aspal optimum, misal 2x40, 2x50, 2x60, 2x75
tumbukan. Kemudian, dari setiap benda uji tersebut, hitung nilai VIM dan buat
hubungan antara jumlah tumbukan dan VIM. Dari grafik tersebut, dapat diketahui
jumlah tumbukan yang memiliki nilai VIM 7% 0,5%, kemudian lakukan pengujian
ITSR untuk mendapatkan Indirect Tensile Strength Retained (ITSR) sesuai SNI
6753:2015 atau AASHTO T283-14 tanpa pengondisian
''' Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), disarankan menggunakan
penumbuk bergetar (vibratory hammer) agar pecahnya butiran agregat dalam
campuran dapat dihindari.

C. Sifat Aspal Cair dan Campuran Beraspal Ding in RAP


Tipe aspal cair yang dapat digunakan untuk campuran beraspal dingin
dengan gradasi menerus (rapat) sesuai Asphalt Institute (1989) terdiri
atas MC-250, MC-800, MC-300, SC-250, SC-800, dan SC-3000.
Namun, dalam buku ini, tipe aspal cair yang digunakan adalah aspal
cair MC-250.
Acuan yang digunakan untuk mengevaluasi campuran beraspal
dingin aspal cair dengan memanfaatkan RAP adalah
1) Sifat agregat dan gradasi agregat untuk campuran beraspal din gin
dengan aspal cair mengacu pada Bah 3 Subbab A.
2) Aspal cair yang digunakan adalah aspal cair mengikat sedang
(medium curing, MC), yaitu sesuai SNI 4799:2008, seperti
disajikan pada Tabel 3.4.
3) Ketentuan campuran beraspal dingin aspal cair mengacu pada
Tabel3.5 (Asphalt Institute, 1989).
4) Persiapan benda uji untuk pengujian Marshall mengacu pada
ASTM D 6926-10 dan pengujian parameter Marshall sesuai SNI
2489:2014.

42 Campuran Beraspal Hemat ...


label 3.4 Ketentuan Sifat Aspal Cair Mengikat Sedang (MC-250)

Persyaratan *
No. Jenis pengujian
Minimum Maksimum
1. Vi skositas pada 6o· c ; eSt 250 500
2. Titik nyala (COC); · c 66
3. Kada r air:% 0,2
4. Penyulingan :
Sulingan pada 225· c; % total isi 0 10
26o· c ; %total isi 15 55
315 · c;% total isi 60 87
Sisa penyulingan sampai 36o· c;% lsi 67
5. Kelarutan dalam TCE;% 99
6. Daktilitas; em 100

Keterangan: *) SNI 4799 :2008

label 3.5 Ketentuan Sifat Campuran Dingin Menggunakan Aspal Cair

No. Sifat Campuran Persyaratan*


1. Jumlah tumbukan per bidang 2x75
2. Rongga udara da lam agregat (VMA); % 15
3. Rongga udara da lam eampuran (VIM); % 3-5
4. Stabilitas Marshall pada temperatur 25•c; kg Min. 340
5. Pelelehan; mm 2-4
6. Stabilitas sisa setelah perendaman se lama 4x24 jam Min. 75
pada temperatur 25•c;%

Keterangan: *)Asphalt Institute (1989)

D. Sifat Aspal Emulsi dan Campuran Beraspal Dingin


RAP
Tipe aspal emulsi yang dapat digunakan untuk campuran beraspal
dingin dengan gradasi menerus (rapat) sesuai Asphalt Institute (1989)
terdiri atas aspal emulsi anionik (SS-1, SS-1h dan HFMS-2s) dan aspal
emulsi kationik (CSS-1 dan CSS-1h). Adapun menurut Esenwa dkk.
(2013 ) adalah aspal emulsi High Floats, SS-1, CSS-1, dan CMS-2.

Spesifikasi Campuran Beraspal 43


Tipe aspal emulsi yang digunakan pada campuran beraspal
dingin menggunakan RAP pada buku ini adalah CSS-1h.
Acuan yang digunakan untuk mengevaluasi campuran beraspal
dingin aspal emulsi dengan memanfaatkan RAP adalah
1) Sifat agregat dan gradasi agregat untuk campuran beraspal dingin
dengan aspal emulsi mengacu pada Bah 3 Subbab A.
2) Aspal emulsi CSS-1h mengacu pada SNI 4798:2011 (Spesifikasi
aspal emulsi kationik).
3) Ketentuan campuran beraspal dingin dengan aspal emulsi
mengacu pada Tabel3.6 (Asphalt Institute, 1989).
4) Pengujian campuran dengan alat Marshall sesuai SNI 2489:2014.

Tabel 3.6 Ketentuan Sifat Campuran Beraspal Dingin dengan Aspal Emu lsi
Sifat Campuran Persyaratan*
1. Stabil itas pada tempe ratur 22•c; kg Min. 2SO
2. Ke hilangan sta bilitas setelah vakum dan perendaman Maks . SO
(immersion); %
3. Penyelimutan agregat oleh aspal;% Min . SO

Keterangan : *)Asphalt Institute (1989)

44 Campuran Beraspal Hemat ...


PEMBUATAN RANCANGAN
CAMPURAN BERASPAL
MENGGUNAKAN RAP

Setiap jenis campuran beraspal yang menggunakan RAP, baik untuk


campuran beraspal panas maupun campuran beraspal dingin dengan
aspal cair dan aspal emulsi, memiliki prosedur pembuatan rancangan
yang berbeda-beda. Untuk itu, berikut ini diuraikan prosedur
pembuatan rancangan untuk setiap jenis campuran beraspal yang
menggunakan RAP tersebut.

A. Pembuatan Rancangan Campuran Beraspal Panas


Menggunakan RAP
1. Penentuan Persentase RAP atau Bahan Pengikat (Aspal) Baru
Berdasarkan spesifikasi aspal berdasarkan kelas kinerja (Perfor-
mance Grade, PG), jenis pengujian aspalnya, yaitu mengukur
sifat-sifat fisik yang dapat dikaitkan langsung dengan kinerja di
lapangan menurut prinsip-prinsip teknis. Selain itu, pengujian
aspal berdasarkan kelas kinerja juga dilakukan pada temperatur
perkerasan di lapangan (AASHTO M320, 2012). Adapun pada
Gambar 4.1 ditunjukkan hubungan antara jenis pengujian dan
kinerja aspal.
Salah satu metode yang disarankan untuk meningkatkan
daya tahan campuran beraspal panas dengan proporsi RAP tinggi
adalah untuk menyesuaikan kelas bahan pengikat (aspal) baru
yang akan digunakan. AASHTO M323 (2012) telah mereko-
mendasikan penggunaan bahan pengikat baru didasarkan pada

45
persentase penggunaan RAP, yaitu sesuai Tabel4.1. Adapun cara
pembuatan Grafik Pencampuran mengacu pada AASHTO M323
(2012).

Peralatan Pengujian Sifat-Sifat Kinerja

Rotational Viscom eter (RV) Pengalira n (flow)

Dynamic Shear Rh eometer Alur


(DSR)

Retak st ruktural

Bending Beam Rh eometer Retak pada


(BBR) temperatur rendah
Direct Tension Tester (OTT)

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)


Gambar 4.1 Hubungan antara Pengujian dan Kinerja Aspal

Tabel 4.1 Kelas Aspal yang Direkomendasikan Sesuai Proporsi RAP


Pengguna-
an RAP Kelas Aspal Baru yang Direkomendasikan
(%)
<15 Tidak ada perubahan kelas aspal baru
15-25 Pil ih aspa l ba ru dengan ke las satu tingkat lebih rendah (lebih
lunak) da ri aspal yang biasa digunakan (misal, pilih PG 58 bilaman a
ya ng biasa digunakan PG 64
>25 Direkomendasikan menggunakan Grafik Pencampuran (blending
charts)

Sumber : AASHTO M323 (2012)

46 Campuran Beraspal Hemat .. .


2. Penentuan Persentase RAP atau Bahan Pengikat (Aspal) Baru
yang Diizinkan
1) Pencampuran pada Persentase RAP yang Telah Diketahui.
Jika hasil akhir pencampuran (blending) kelas bahan
pengikat diperoleh, persentase RAP diketahui, dan sifat
bahan pengikat hasil pemulihan dari RAP yang diketahui,
sifat kelas aspal baru dapat ditentukan.
a) Menentukan temperatur kritis bahan pengikat aspal
baru pada propertis tinggi, menengah, dan rendah
menggunakan persamaan berikut (AASHTO M323,
2012):

T = Tblend -(%RAPxTRAP)
baru (1- %RAP)
........................................ ( 1)
Keterangan:
T baru temperatur kritis (tinggi, menengah, dan
rendah) bahan pengikat aspal baru
Tblend temperatur kritis ( tinggi, menengah,
dan rendah) bahan pengikat aspal hasil
pencampuran (final desired)
% RAP = persentase RAP dalam desimal
TRAP temperatur kritis (tinggi, menengah, dan
rendah) bahan pengikat RAP hasil pemulihan
b) Menggunakan Persamaan 1 untuk temperatur kritis
(tinggi, menengah, dan rendah) secara berturut-turut
sifat bahan pengikat aspal baru yang dibutuhkan dapat
ditentukan.
2) Pencampuran dengan Bahan Pengikat Baru yang Diketahui.
Jika hasil akhir pencampuran kelas bahan pengikat, sifat
kelas bahan pengikat aspal baru, dan bahan pengikat RAP
hasil pemulihan diketahui, persentase RAP yang diizinkan
dapat ditentukan.

Pembuatan Rancangan Campuran ... 47


a) Menentukan persentase RAP yang diizinkan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut (AASHTO
M 323, 2012):

%RAP = Tblend -Tbaru


TRAP- Tbaru .................................................... (2)
Keterangan:
Tbaru = temperatur kritis (tinggi, menengah, dan
rendah) bahan pengikat aspal baru
Tblend = temperatur kritis ( tinggi, menengah,
dan rendah) bahan pengikat aspal hasil
pencampuran (final desired)
TRAP = temperatur kritis (tinggi, menengah, dan
rendah) bahan pengikat RAP hasil pemulihan
b) Menggunakan Persamaan 2 untuk temperatur kritis
(tinggi, menengah, dan rendah) secara berturut-turut
persentase RAP diizinkan yang akan dapat ditentukan.

3. Penentuan Kadar Aspal Perkiraan


Dalam menentukan kadar aspal (aspal RAP+ aspal baru) yang
sesuai, umumnya dibuatkan beberapa contoh campuran dengan
kadar aspal yang beragam. Sebagai perkiraan awal kadar aspal,
digunakan Persamaan 3 di bawah ini. Selanjutnya, kadar aspal
divariasikan, minimum lima variasi (0,5% dan 1,0%) di atas dan
di bawah kadar aspal perkiraan awal atau sampai menghasilkan
suatu kurva hubungan antara kadar aspal dengan parameter
campuran sesuai dengan persyaratan (Tabel3.3).
Perhitungan kadar aspal perkiraan, yaitu salah satu rumus
untuk menghitung perkiraan kadar aspal rancangan adalah
(Nono & Mahmud, 2014)
P = 0,05 a+ 0,045 b + Kc + F ...................................................... (3)

48 Campuran Beraspal Hemat ...


Keterangan:
P = perkiraan kadar aspal dalam campuran (% berat
campuran)
a porsi agregat yang tertahan saringan 2,36 mm (No. 8)
b porsi agregat yang lolos saringan 2,36 mm (No. 8) dan
tertahan saringan 0,075 mm (No. 200)
c porsi agregat yang lolos saringan 0,075 mm (No. 200)
K 0,18 apabila 6-10% agregat lolos saringan 0,075 mm (No.
200)
0,20 apabila 5% agregat lolos saringan 0,075 mm (No. 200)
F 0 sampai 2,0%, bergantung pada penyerapan agregat. Apa-
bila tidak ada data, nilai F yang disarankan adalah 0,7.

4. Persiapan Benda Uji


Persiapan benda uji campuran beraspal panas menggunakan
RAP mengacu pada ASTM D 6926-10 (Standard Practice for
Preparation of Bituminous Specimens Using Marshall Apparatus)
Siapkan sejumlah contoh RAP dan atau agregat (minimum 15
benda uji, untuk lima set variasi kadar residu dan setiap set terdiri
dari tiga contoh) dengan massa yang sesuai untuk menghasilkan
tebal campuran padat 63,5 ± 1,3 mm. Umumnya, dilakukan
percobaan pemadatan untuk mengetahui jumlah contoh uji
RAP dan atau agregat yang sesuai. Jika tebal padat benda uji
tidak sesuai dengan yang ditetapkan, dilakukan koreksi jumlah
RAP dan atau agregat yang diperlukan dengan menggunakan
Persamaan 4 (ASTM D 6926-10).
Massa bend a terkoreksi 63,5 x Massa RAP dan atau agregat yang digunakan
Tebal benda uji yang diperoleh ... . ( 4)

Untuk pembuatan benda uji campuran beraspal panas yang


menggunakan RAP, ada dua cara dalam proses pencampurannya,
yaitu
1) Bilamana RAP tidak dipanaskan, agregat dipanaskan pada
temperatur yang cukup tinggi sehingga pada saat dicampur

Pembuatan Rancangan Campuran . . . 49


dengan RAP vang dingin memiliki temperatur sekitar l0°C
di atas yang sesuai dengan temperatur bahan pengikat atau
asoal baru.
2) Bilamana R.-\P dipanaskan untuk menghilangkan air,
agregat dipanaskan pada temperatur yang tidak terlalu
tinggi sehingga pada saat dicampur dengan RAP yang
din gin memiliki temperatur sekitar I ooc di atas yang sesuai
temperatur bahan pengikat atau aspal baru.
Temperatur pencampuran dan pemadatan ditentukan
berdasarkan viskositas bahan pengikat atau aspal baru
yang harus dicapai, lihat Catatan 1 dan 2. Temperatur
pencampuran dan pemadatan ditentukan dengan mengacu
pada kurva hubungan antara viskositas dan temperatur dari
bahan pengikat atau aspal baru yang digunakan, yang dapat
diperoleh dari hasil pengujian.
Catatan 1: Temperatur pencampuran adalah temperatur
yang diperlukan untuk menghasilkan
viskositas bahan pengikat atau aspal baru ( 170
± 20) centistokes.
Catatan 2: Temperatur pemadatan adalah temperatur
yang diperlukan untuk menghasilkan
viskositas bahan pengikat atau aspal baru (280
± 30) centistokes setelah aspal cair tersebut
kehilangan bahan pelarut 50%.
5. Pengujian Stabilitas Marshall
Pengujian stabilitas Marshall dan pelelehan mengacu pada SNI
2489:2014.

6. Analisis Kadar Aspal Optimum


Tentukan kadar aspal optimum, yaitu dengan membuat kurva
hubungan antara kadar aspal (aspal dari RAP dan aspal baru)
dengan parameter campuran sesuai dengan persyaratan (Tabel
3.3).

50 Campuran Beraspal Hemat ...


B. Pembuatan Rancangan Campuran Beraspal Dingin
RAP Menggunakan Aspal Cair
1. Penentuan Kadar Residu Aspal Perkiraan
Untuk memperoleh kadar residu aspal cair yang sesuai, umumnya
dibuatkan beberapa contoh campuran dengan kadar residu aspal
cair yang bervariasi. Sebagai perkiraan awal kadar residu aspal
cair, digunakan Persamaan 5 (Asphalt Institute, 1989) di bawah
ini. Selanjutnya, kadar residu aspal cair divariasikan, minimum
lima variasi (0,5% dan 1,0%) di atas dan di bawah kadar residu
aspal cair perkiraan awal atau sampai menghasilkan suatu kurva
hubungan antara kadar residu aspal cair dan stabilitas yang
menunjukkan tercapainya stabilitas maksimum.
pb = (0,02 ACB + 0,07 BCB + 0,15 CCB + 0,20 DCB) ...................... (5)
Keterangan:
Pb persentase kadar residu aspal cair (terhadap massa kering
agregat)
persentase agregat tertahan saringan 0,30 mm (No. 50)
persentase agregat lolos saringan 0,30 mm (No. 50) dan
tertahan saringan 0,150 mm (No. 100)
Ccs = persentase agregat lolos saringan 0,150 mm (No. 100)
dan tertahan saringan 0,075 mm (No. 200)
Des = persentase agregat lolos saringan 0,075 mm (No. 200)

Persentase agregat yang tertahan pada tiap-tiap saringan


mengacu pada persentase agregat yang dihasilkan dari RAP hasil
pengujian ekstraksi.

2. Prosedur Pengujian Campuran Beraspal Dingin dengan Aspal


Cair
Pengujian campuran dingin RAP menggunakan aspal cair
mengacu pada Asphalt Institute Manual Series No. 14 (MS-14),
sebagai berikut.

Pembuatan Rancangan Campuran . . . 51


1) Persiapan Contoh RAP
Contoh RAP dikeringkan di dalam oven pengering dengan
temperatur 105°C-l10°C sampai mencapai massa konstan
dan pisahkan contoh agregat yang ukuran butirnya lebih
besar daripada ukuran maksimum yang ditentukan
(ukuran butir maksimum 25,0 mm dan 19,0 mm) dengan
menggunakan ayakan yang sesuai.
2) Penentuan Temperatur Pencampuran dan Pemadatan
Temperatur pencampuran dan pemadatan ditentukan
berdasarkan viskositas aspal cair yang harus dicapai, lihat
Catatan 3 dan 4. Temperatur pencampuran dan pemadatan
ditentukan dengan mengacu pada kurva hubungan antara
viskositas dan temperatur dari aspal cair yang digunakan,
yang dapat diperoleh dari basil pengujian aspal cair tersebut.
Catatan 3: Temperatur pencampuran adalah temperatur
yang diperlukan untuk menghasilkan viskositas
aspal cair ( 170 ± 20) centistokes.
Catatan 4: Temperatur pemadatan adalah temperatur yang
diperlukan untuk menghasilkan viskositas aspal
cair (280 ± 30) centistokes setelah aspal cair
tersebut kehilangan bahan pelarut 50%.
3) Persiapan Benda Uji
a) Siapkan sejumlah contoh RAP (minimum 15 benda
uji untuk lima set variasi kadar residu dan setiap set
terdiri dari tiga contoh) dengan massa yang sesuai untuk
menghasilkan tebal campuran padat 63,5 ± 1,3 mm.
Umumnya, dilakukan percobaan pemadatan untuk
mengetahui jumlah contoh RAP yang sesuai. Jika tebal
padat benda uji tidak sesuai dengan yang ditetapkan,
dilakukan koreksi jumlah RAP yang diperlukan dengan
menggunakan Persamaan 6 (ASTM D 6926-10).

52 Campuran Beraspal Hemat ...


. 63,5xMassa RAP yang digunakan
M assa RAP terk orek s1 = ----'- - - - - - ' - ------"-----"'---- -
Tebal benda uji yang diperoleh ....... ( 6)

b) Contoh RAP dipanaskan di dalam oven dengan


temperatur sekitar 14°C di atas temperatur pencampuran.
Persentase agregat yang tertahan pad a tiap- tiap
saringan pada Persamaan 6 adalah persentase agregat
yang dihasilkan dari RAP hasil pengujian ekstraksi.
Selanjutnya, aspal cair dipanaskan sampai mencapai
temperatur yang cukup sehingga mudah dituangkan
ke dalam alat pencampur (temperatur aspal cair tidak
boleh lebih dari temperatur pencampuran).
c) Setelah dipanaskan, RAP ditimbang dan ditambahkan
aspal cair sesuai yang diperhitungkan. Pada tahap ini,
temperatur campuran RAP dan aspal cair harus dalam
batas temperatur pencampuran yang telah ditentukan.
d) RAP dan aspal cair dicampur sampai merata dan
ditempatkan (cured) di dalam oven berventilasi
dengan temperatur sekitar 11 oc di atas temperatur
pemadatan (temperatur pemadatan adalah temperatur
yang diperlukan untuk menghasilkan viskositas aspal
cair (280 ± 30) centistokes setelah aspal cair tersebut
kehilangan bahan pelarut 50%. Setelah 15 menit
pertama dan selanjutnya setiap 10 menit, tim bang
contoh uji untuk mengetahui kehilangan massa bahan
pelarut 50% dari massa awal bahan pelarut.
e) Contoh campuran yang telah mencapai temperatur dan
kehilangan massa bahan pelarut sesuai yang ditentukan,
dituangkan ke dalam cetakan dan dipadatkan atau
ditumbuk dengan alat penumbuk sebanyak 75 kali.
Cetakan dibalik dan dilakukan pemadatan campuran
dengan cara yang sama.

Pembuatan Rancangan Campuran . . . 53


f) Setelah selesai dipadatkan, cetakan berisi benda uji
dibiarkan mendingin. Benda uji dikeluarkan dari dalam
cetakan dan ditempatkan di atas permukaan yang bersih
dan halus sampai siap untuk diuji (minimum 16 jam
setelah dipadatkan).
4) Pengujian Stabilitas Marshall
Pengujian stabilitas Marshall dan pelelehan mengacu pada
SNI 2489:2014.
5) Penentuan Kadar Residu Aspal Cair Desain
Kadar residu aspal cair merupakan rentang kadar residu te-
rendah sampai dengan tertinggi. Pada rentang tersebut semua
karakteristik campuran yang ditentukan dalam spesifikasi
terpenuhi. Kadar residu optimum umumnya diambil dari
nilai rata-rata kadar residu terendah dan tertinggi.

C. Pembuatan Rancangan Campuran Beraspal Dingin


RAP Menggunakan Aspal Emulsi
1. Penentuan Kadar Residu Aspal Emulsi Perkiraan
Tahapan berikutnya dalam perancangan campuran beraspal
dingin RAP dengan aspal emulsi adalah menghitung kadar
aspal emulsi perkiraan. Untuk menghitung kadar aspal emulsi
perkiraan digunakan Persamaan 7 (Asphalt Institute, 1989) di
bawah ini.
p = (0,05 AAE + 0,10 BAE + 0,50 CAE) X 0,70 ............................... (7)
Keterangan:
p = persentase kadar residu aspal emulsi (terhadap massa
kering agregat)
AAE = persentase agregat tertahan ayakan 2,36 mm (No.8)
BAE persentase agregat lolos ayakan 2,36 mm (No. 8) dan
tertahan ayakan 0,075 mm (No. 200)
CAE = persentase agregat lolos ayakan 0,075 mm (No. 200)

54 Campuran Beraspal Hemat ...


Catatan 5: Persentase agregat yang tertahan pada tiap-tiap
ayakan pada Persamaan 7, merupakan agregat RAP
hasil pengujian ekstraksi.

2. Prosedur Pengujian Campuran Beraspal Dingin dengan Aspal


Emulsi
Pengujian campuran dingin RAP menggunakan aspal emulsi
mengacu pada Asphalt Institute Manual Series No. 14 (MS-14)
tahun 1989, sebagai berikut.
1) Persiapan Contoh RAP
Contoh RAP dikeringkan di dalam oven pengering dengan
temperatur 105°C-ll0°C sampai mencapai massa konstan
dan hitung kadar airnya. Kemudian, pisahkan contoh
RAP yang ukuran butirnya lebih besar daripada ukuran
maksimum yang ditentukan (ukuran butir maksimum 25,0
mm dan 19,1 mm) dengan menggunakan ayakan yang sesuai.
2) Penentuan Kadar Air Penyelimutan
Kadar air penyelimutan adalah kadar air contoh RAP yang
diperlukan sebelum dicampur dengan aspal emulsi (pre-
mixing water).
Dalam penentuan kadar air penyelimutan ini, beberapa
contoh RAP kering udara dengan massa yang sesuai untuk
menghasilkan massa kering oven ± 1200 g, dicampur dengan
sejumlah air yang bervariasi dan aspal emulsi sesuai perkiraan
awal (perkiraan awal kadar aspal emulsi ditentukan sesuai
Persamaan 7 lihat Catatan 5 dan Catatan 6, selanjutnya
diamati secara visual kondisi RAP yang terselimuti aspal,
dinyatakan sebagai persentasenya terhadap luas total
permukaan contoh RAP. Dari hasil pengamatan tersebut,
tentukan kadar air terkecil yang menghasilkan penyelimutan
RAP >50%, dan disebut sebagai kadar air penyelimutan.

Pembuatan Rancangan Campuran . . . 55


Catalan 6: Persentase kadar aspal emulsi yang dicampurkan
ke dalam RAP adalah persentase kadar
aspal emulsi perkiraan awal yang sudah
memperhitungkan (dikurangi) kadar aspal RAP
hasil pengujian ekstraksi.

Untuk menghitung massa contoh RAP, air dan


aspal emulsi dalam pengujian penyelimutan, digunakan
persamaan-persamaan, sebagai berikut (Asphalt Institute,
1989):
a) Massa contoh RAP yang dipersiapkan (kondisi basah
atau kering udara)

mm =( 10;_b)x100 ................................................... (8)

b) Massa air yang harus ditambahkan sebelum dicampur


aspal emulsi (pre-mix water)

m = a(f-b-¥) ..................................................... (9 )
w
100
c) Massa aspal emulsi yang ditambahkan

m.., =( adc) .................................................................. (10)

Keterangan:
mm massa contoh RAP basah atau kering udara,
gram
mw massa air yang harus ditambahkan ke dalam
RAP sebelum dicampur dengan aspal emulsi,
gram
mae massa aspal emulsi yang ditambahkan, gram
a = massa kering contoh RAP, gram
b kadar air contoh RAP basah, %

56 Campuran Beraspal He mat ...


c kadar residu aspal yang ditambahkan, % massa
kering contoh RAP
d kadar residu aspal dalam aspal emulsi, %
e = kadar air aspal emulsi = 100- d,%
f kadar air contoh RAP pada saat pencampuran,
% massa kering contoh RAP
3) Penentuan Kadar Air Pemadatan
Sifat campuran adalah sangat bergantung pada kepadatan
benda uji. Oleh karena itu, perlu ditentukan kadar air
pemadatan yang sesuai (kadar air optimum) untuk
menghasilkan kepadatan kering maksimum. Semakin tinggi
kepadatan kering maka umumnya sifat campuran semakin
baik.
Beberapa contoh RAP dicampur dengan air sesuai kadar
air penyelimutan, selanjutnya ditambahkan aspal emulsi
sesuai kadar aspal emulsi perkiraan. Campuran RAP, air dan
aspal emulsi dipadatkan pada kadar air yang bervariasi, lihat
Catalan 7 dan Catalan 8.
Catalan 7: Setiap variasi kadar air pemadatan, dipersiapkan
tiga contoh RAP kering udara dengan massa
yang sesuai untuk menghasilkan tinggi benda
uji padat ( 63,5 ± 1,3) mm atau ± 1.200 g
(kering oven). Umumnya, dilakukan percobaan
pemadatan untuk mengetahui jumlah contoh
RAP yang sesuai. Jika tebal padat benda uji
tidak sesuai dengan yang ditetapkan, dilakukan
koreksi jumlah RAP yang diperlukan dengan
menggunakan Persamaan 6 (ASTM D 6926-10).
Catalan 8: Untuk mendapatkan kadar air pemadatan yang
sesuai dari setiap contoh campuran, dilakukan
pengeringan atau penguapan, dan secara berkala
ditentukan massanya untuk menjamin massa

Pembuatan Rancangan Campuran . . . 57


setelah kehilangan air sesuai yang ditentukan.
Misalkan, kadar air penyelimutan 10,0% maka
kadar air pemadatan untuk tiga contoh pertama
adalah 10,0%, tiga contoh kedua adalah 8,0%,
tiga contoh ketiga adalah 6,0%, dan seterusnya.
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk
menghitung massa contoh RAP kering udara, massa air dan
massa aspal emulsi, kecuali bahwa pada pengujian ini, ada
sejumlah air dalam campuran yang harus dihilangkan atau
diuapkan untuk menghasilkan kadar air pemadatan sesuai
yang direncanakan, lihat Persamaan 11.
Massa air yang harus dihilangkan untuk menghasilkan
kadar air pemadatan sesuai rencana (Asphalt Institute, 1989):

mlw =a(~;) .................................. (11)

Keterangan:
m 1w = massa air dalam campuran yang harus dihilangkan
atau diuapkan, gram
a massa kering contoh RAP, gram
f = kadar air contoh RAP pada saat pencampuran, %
massa kering contoh RAP
g kadar air contoh RAP pada saat pemadatan, % massa
kering contoh RAP
Contoh uji yang sudah dipadatkan sesuai AASHTO
T245-15 (2008) sebanyak 2x50 tumbukan atau 2x75 tum-
bukan, dibiarkan di dalam cetakan selama satu hari pada
temperatur ruang. Selanjutnya, dilakukan pengujian kepa-
datan untuk mendapatkan kadar air optimum pemadatan.
Kadar air optimum pemadatan adalah kadar air yang
memberikan nilai kepadatan tertinggi yang didapat dari
kurva hubungan antara kadar air dan kepadatan.

58 Campuran Beraspal Hemat ...


4) Variasi Kadar Residu Aspal Emulsi
Kadar residu aspal emulsi optimum ditentukan dengan
menyiapkan berbagai kombinasi RAP dan aspal emulsi.
Dibuat beberapa set contoh uji dengan kadar residu aspal
emulsi yang bervariasi (peningkatan 0,5%-1,0%). Misalkan,
hasil perkiraan awal kadar aspal emulsi yang ditentukan
berdasarkan Persamaan 20 adalah 8,5% dengan kadar residu
aspal emulsi adalah 60%. Jika diperlukan lima contoh uji
dengan variasi kadar residu aspal 1,0%, variasi kadar residu
aspal yang diperlukan adalah 5,5%, 6,0%, 6,5%, 7,0%, dan
7,5%. Pada pengujian ini, contoh RAP dicampur dengan air
tambahan yang bervariasi (berkurang sesuai volume air dari
aspal emulsi yang bertambah) untuk menghasilkan kadar
air sesuai kadar air penyelimutan, selanjutnya ditambahkan
aspal emulsi sesuai yang direncanakan, dan dipadatkan
pada kadar air optimum dengan 2x50 tumbukan atau 2x75
tumbukan.
Tiap-tiap kadar residu, disiapkan enam benda uji
Marshall untuk pengujian stabilitas dan stabilitas sisa. Setelah
selesai dipadatkan 2x50 tumbukan atau 2x75 tumbukan,
benda uji beserta cetakan dibiarkan pada temperatur ruang
selama satu hari dan setelah dikeluarkan dari dalam cetakan,
selanjutnya contoh uji dimasukkan ke dalam oven selama
satu hari pada temperatur 38°C.

5) Pengujian Stabilitas Marshall


Stabilitas Marshall merupakan kemampuan maksimum
benda uji campuran beraspal dalam menerima beban sampai
terjadi kelelehan plastis. Dalam perancangan campuran
beraspal dingin menggunakan aspal emulsi, pengujian
stabilitas langsung dilakukan pada tiga dari enam benda
uji yang disiapkan setelah benda uji tersebut dikondisikan
selama 2 jam pada pada temperatur 22°C.

Pembuatan Rancangan Campuran . . . 59


Pengujian stabilitas sisa dilakukan pada tiga benda uji
untuk tiap-tiap kadar residu aspal emulsi dengan tahapan
sebagai berikut:
a) Tempatkan tiap-tiap benda uji pada desikator secara
terpisah, kemudian isi dengan air sampai benda uji
terendam.
b) Lakukan pengisapan udara (vakum) dengan tekanan
100 mmHg selama satu jam.
c) Keluarkan benda uji dari dalam desikator, selanjutnya
lakukan pengujian stabilitas.

6) Analisis Kadar Aspal Optimum


Tentukan kadar aspal optimum desain, yaitu kadar aspal
yang memperhitungkan hasil ekstraksi RAP dan kadar residu
aspal emulsi yang menghasilkan stabilitas maksimum yang
nilainya sama atau lebih dari nilai stabilitas sesuai kriteria
minimum dan stabilitas sisa yang nilainya sama atau lebih
dari yang ditentukan dalam spesifikasi.

60 Campuran Beraspal Hemat ...


KARAKTERISTIK CAMPURAN
BERASPAL MENGGUNAKAN RAP

A. Analisis Kualitas Campuran Beraspal dan Faktor-


Faktor yang Memengaruhinya

1. Analisis Kualitas Campuran Beraspal pada Proses


Perancangan
Karakteristik campuran beraspal yang dianalisis pada perancangan di
laboratorium adalah volumetrik campuran dan parameter Marshall.
Untuk volumetrik, campuran terdiri atas volume rongga dalam
agregat (Voids in Mineral Aggregate, VMA), volume rongga terisi aspal
(Voids Filled with Bitumen, VFB), sering disingkat juga menjadi Voids
Filled with Asphalt (VFA), volume rongga dalam campuran (Void in
Mix, VIM), volume aspal (VB atau sering disebut dengan istilah Pb).
Adapun untuk parameter Marshall adalah pelelehan, stabilitas dan
stabilitas sisa (Nono & Mahmud, 2014).
Untuk memahami lebih jauh tentang sifat-sifat volumetrik
campuran beraspal di atas, terlebih dulu perlu diketahui bahwa
kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh proporsi tiap-tiap
bahan campuran menurut volume meskipun pada saat produksi dan
pengujian campuran dilakukan menurut proporsi berat. Perbedaan
antara proporsi menurut volume dan proporsi menurut berat
ditunjukkan dengan diagram pada Gambar 5.1 dan ilustrasi struktur
campuran beraspal disajikan pada Gambar 5.2.
Khusus untuk menganalisis kinerja campuran beraspal panas
terhadap ketahanan deformasi (alur) dan retak lelah, jenis pengujian

61
VOLUME VMA = volume rongga dalam
BERAT agregat
VMB = vo lum e padat

rr-t
UDARA=O VMM = volume campuran tanpa

[,
rongga
= volume rongga terisi aspal
l_j_ VFB
= volume aspa l efektif

"' t
VFB
~ VIM = volume rongga da lam
"'
"'
0
campuran

1"' < "'~ VB = volume aspal


VMM T = volume aspal yang
VSB
"'"' "'"'
01
VBA
terserap agregat
VSE "'< VSB = volume agregat (untuk
"'~ berat jenis curah)
"'"' VSE = volume agregat (untuk
be rat jenis efektif)

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)


Gambar 5.1 Diagram Komponen-Komponen Campuran Beraspal

Keterangan:
CD Butir-butir agregat
@Aspa l efektif
® Rongga dalam campuran
@) Bagian agregat yang menyerap air (dan
aspal)
® Rongga/pori agregat yang terisi as pal
@ Rongga/pori agregat yang terisi air
(j) Volume agregat untuk berat jenis cura
@Volume agregat untuk be rat jeni s
efektif
®Volume agregat untuk be rat jenis semu

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)


Gambar 5.2 Struktur Campuran Beraspal

yang dapat dilakukan di laboratorium adalah berturut-turut dengan


menggunakan alat Wheel Tracking Machine (WTM) dan Beam Fatigue
Apparatus (BFA) atau Four Point Bending Apparatus. Pengujian
ketahanan terhadap deformasi dan kelelahan umumnya dilakukan
terhadap campuran beraspal panas dengan kadar aspal optimum
sesuai hasil analisis volumetrik serta pengujian Marshall.
Pengujian Wheel Tracking Machine (WTM), seperti disajikan
pada Gambar 5.3, merupakan simulasi dari pembebanan roda
kendaraan pada lapisan perkerasan beraspal, di mana beban roda

62 Campuran Beraspal Hemat ...


Sumber: Nono (2015 8 )
Gambar 5.3 Alat Wheel Tracking Machine (WTM)

bergerak maju mundur melintas di atas benda uji yang dibuat berupa
lapisan perkerasan beraspal. Ketahanan suatu campuran perkerasan
beraspal panas terhadap Deformasi Permanen berupa alur (rutting),
dapat dievaluasi setelah benda uji dilalui sejumlah lintasan atau laju
deformasi (rate of deformation) dalam satuan mm/menit. Pengujian
ketahanan deformasi dengan alat Wheel Tracking Machine (WTM)
dilakukan pada temperatur tinggi kritis, yaitu pada 60°C.
Pengujian kelelahan pada perkerasan dengan campuran beraspal
panas dapat menggunakan alat Beam Fatigue Apparatus (BFA) atau
Four Point Bending Apparatus, seperti disajikan pada Gambar 5.4.
Kelelahan merupakan suatu fenomena timbulnya retak akibat beban
berulang yang terjadi karena pengulangan tegangan atau regangan
yang batasnya masih di bawah batas kekuatan campuran perkerasan
beraspal.
Konsep pengujian kelelahan dengan pembebanan empat titik
ini menggunakan kontrol regangan. Akan tetapi, besarnya regangan
ditentukan terlebih dahulu, kemudian regangan tersebut berusaha
dipertahankan dengan menyesuaikan nilai tegangannya. Kondisi

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 63


Sumber: Nono (2015 8 )
Gambar 5.4 Alat Beam Fatigue Apparatus (BFA) atau Four Point Bending
Apparatus

ketika nilai modulus kekakuan lentur (flexural stiffness) telah ber-


kurang sebesar 50% dari nilai awal maka kondisi ini dianggap sebagai
kondisi failure. Pengulangan pembebanan (cycles) sampai kondisi
failure disebut sebagai umur kelelahan. Pengujian kelelahan dilakukan
pada temperatur rendah kritis, yaitu (20 ± 1) 0 C. Tiap variasi campuran
diuji pada tiga tingkat regangan yang berbeda, yaitu sesuai AASHTO
T 321-14 dengan regangan yang direkomendasikan antara (250-750 )!le.
Ketiga tingkatan regangan ini berusaha dipertahankan dengan
menyesuaikan nilai tegangan. Makin besar regangan yang berusaha
dipertahankan maka makin besar pula tegangan yang terjadi.

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Campuran


Beraspal
Berdasarkan Nono dan Mahmud (2014), mutu atau kinerja campuran
beraspal disumbangkan oleh beberapa sifat yang mencakup stabilitas,
keawetan (durability), kekedapan (impermeability), kemudahan
dikerjakan (workability), kelenturan (flexibility), ketahanan lelah

64 Campuran Beraspal Hemat ...


(fatigue resistance), dan kekesatan (skid resistance). Sifat-sifat tersebut
dipengaruhi beberapa faktor bahan dan campuran. Oleh karena itu,
faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan pada saat perancangan
campuran, yaitu
1) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Stabilitas Campuran Beraspal
Stabilitas merupakan kemampuan campuran beraspal untuk
tidak mudah mengalami deformasi akibat beban roda kendaraan.
Akibat be ban berulang roda kendaraan, campuran beraspal yang
stabil akan mempertahankan bentuk dan kerataannya, sedangkan
campuran beraspal yang tidak stabil akan mudah beralur,
bergelombang, dan menunjukkan gejala lain deformasi. Namun,
stabilitas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan campuran
beraspal menjadi sangat kaku dan kurang awet.
Stabilitas campuran beraspal bergantung pada tahanan
geser dan kohesi campuran. Tahanan geser campuran beraspal
dipengaruhi oleh karakteristik butir-butir agregat, terutama
bentuk dan tekstur permukaan. Kohesi campuran dihasilkan oleh
daya lekat aspal terhadap agregat. Akibat beban roda kendaraan,
campuran yang mempunyai tahanan geser dan kohesi yang
memadai akan mencegah butir-butir agregat untuk tidak mudah
bergeser. Secara umum, butir-butir agregat yang makin bersudut
dan permukaannya makin kasar akan menghasilkan campuran
beraspal makin baiklstabil.
Daya lekat campuran beraspal akan meningkat apabila
viskositas aspal semakin meningkat pula atau apabila temperatur
perkerasan makin menurun. Selain itu, semakin tinggi (sampai
nilai tertentu) kandungan aspal, semakin tinggi daya lekat. Apabila
kandungan aspal melampaui nilai tertentu (optimum), tebalfilm
aspal yang menyelimuti butir-butir agregat akan menjadi tebal
sehingga permukaan butir-butir agregat tidak saling bersentuhan
dan selanjutnya mengakibatkan hilangnya tahanan geser antara
butiran. Kecepatan kendaraan akan berpengaruh pula terhadap

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 65


Tabel 5.1 Penyebab dan Pengaruh Stabilitas Campuran Beraspal
Faktor Penyebab Akibat
Kadar as pal yang terlalu tinggi Mudah bergelombang (corrugation) ,
beralur, atau kegemukan (bleeding)
Butir-butir agregat yang bulat, tekstur Mudah deformasi (rutting and
permukaan butir yang halus channeling)

Sumber: Nona dan Mahmud (2014)

daya lekat; makin cepat kendaraan, semakin tinggi pula daya


lekat.
Stabilitas campuran beraspal yang rendah dapat disebabkan
oleh beberapa faktor dan dapat menimbulkan beberapa akibat,
seperti ditunjukkan pada Tabel 5.1.
2) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keawetan
Keawetan merupakan kemampuan campuran beraspal panas
untuk mempertahankan sifat-sifat aspal (aspal tidak mudah
mengalami polimerisasi dan oksidasi), tidak mudah mengalami
disintegrasi agregat, dan tidak mudah menimbulkan pengelupas-
an film aspal dari butir-butir agregat. Fenomena tersebut dapat
merupakan akibat cuaca, lalu lintas, atau gabungan keduanya.
Keawetan campuran beraspal panas umumnya dapat
ditingkatkan melalui tiga cara, yaitu aplikasi kandungan aspal
yang tinggi (batas maksimum sesuai perancangan), penggunaan
agregat bergradasi menerus dan anti pengelupasan, serta
perancangan dan pemadatan yang menghasilkan kekedapan
maksimum.
Aplikasi kandungan aspal yang tinggi akan menghasilkan
butir-butir agregat yang terselimuti film aspal yang tebal. Karena
film aspal yang tebal akan lebih tahan terhadap penuaan daripada
film aspal yang tipis, aplikasi kandungan aspal yang tinggi akan
menghasilkan campuran beraspal yang lebih awet. Selain itu,
kandungan aspal yang tinggi dapat secara efektif menyumbat
rongga-rongga besar yang saling berhubungan sehingga air dan

66 Campuran Beraspal He mat .. .


udara sulit menembus campuran beraspal. Namun, campuran
beraspal tentunya harus tetap mengandung rongga yang cukup
untuk menampung aspal yang memuai pada saat cuaca panas.
Peningkatan keawetan campuran beraspal panas melalui
penggunaan agregat bergradasi menerus, kuat, dan anti
pengelupasan diperoleh melalui tiga mekanisme. Pertama, butir-
butir agregat bergradasi menerus akan saling bersentuhan secara
lebih rapat sehingga campuran beraspal panas menjadi lebih
kedap. Kedua, agregat yang kuat dan tahan aus tidak akan mudah
mengalami disintegrasi oleh roda kendaraan. Ketiga, agregat yang
bersifa:t anti pengelupasan akan tahan terhadap pengaruh air
dan lalu lintas. Dalam hal tersebut, air dan lalu lintas cenderung
membuat film aspal mengelupas dari butir-butir agregat yang
selanjutnya campuran beraspal panas akan mengalami pelepasan
butir. Pada kasus tertentu, ketahanan campuran beraspal panas
terhadap pengelupasan dapat ditingkatkan melalui penggunaan
bahan tambah anti pengelupasan atau penggunaan bahan pengisi
yang terdiri atas abu batu kapur (hydrated lime).
Perancangan dan pemadatan yang menghasilkan kekedapan
maksimum akan mengurangi sampai sekecil-kecilnya peresapan
udara dan air ke dalam campuran beraspal panas dan selanjutnya
akan meningkatkan keawetan campuran beraspal panas. Pada
Tabel 5.2 ditunjukkan penyebab dan akibat keawetan campuran
beraspal panas yang rendah.

Tabel 5.2 Penyebab dan Pengaruh Keawetan


Faktor Penyebab Akibat
Kadar aspal yang rendah Pelepasan butir
Rongga udara yang tinggi akibat Penuaan dini yang diikuti dengan retak
kesa lahan perancangan atau atau disintegrasi
pemadatan yang kurang
Agregat yang menarik air {hydrop hilic) Se limut aspal mudah terke lupas;
agregat mudah lepas

Sumber: Nona dan Mahmud (2014)

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 67


3) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kekedapan
Kekedapan merupakan kemampuan campuran beraspal untuk
tidak mudah diresapi udara atau air. Kekedapan dipengaruhi
oleh karakteristik rongga udara di dalam campuran beraspal.
Ukuran rongga (baik saling berhubungan maupun tidak saling
berhubungan) dan akses rongga tersebut ke permukaan akan
menentukan kekedapan.
Meskipun kekedapan penting untuk keawetan, pada
kenyataannya, campuran beraspal merupakan bahan perkerasan
yang sampai tingkat tertentu tidak kedap. Ketidakkedapan
campuran beraspal dapat diterima, asalkan masih dalam batas-
batas yang memenuhi spesifikasi. Penyebab dan akibat kekedapan
yang jelek (too permeable) pada campuran beraspal panas
bergradasi menerus normal ditunjukkan pada Tabel 5.3.
4) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemudahan Dikerjakan
Kemudahan dikerjakan (workability) adalah menggambarkan
bahwa campuran beraspal panas mudah dihampar dan
dipadatkan. Kemudahan dikerjakan campuran beraspal panas
dapat ditingkatkan dengan cara mengubah parameter-parameter
perancangan, sumber agregat, dan/atau gradasi agregat.
Campuran beraspal pan as yang kasar ( campuran
mengandung agregat kasar terlalu banyak) cenderung mudah
mengalami segregasi dan sulit dipadatkan. Persoalan tersebut

Tabel 5.3 Penyebab dan Pengaruh Kekedapan


Faktor Penyebab Akibat
Kadaraspa l yangre ndah Sel imut aspal tip is, cepat menua,
pelepa sa n butir
Ro ngga udara yang tin ggi Mud ah di masuki udara da n air, cepat
tero ksidasi, disintegra si
Ke padatan yang rendah Rongga udara ti nggi, air mudah
meresap, pen urunan kekuatan

Su mber: Nona dan Ma hmud {2014)

68 Campuran Beraspal Hemal ...


dapat diatasi dengan cara menambahkan agregat halus dan aspal
yang takarannya ditetapkan melalui percobaan di laboratorium.
Dalam melakukan percobaan di laboratorium, perlu diperhatikan
persyaratan yang harus dipenuhi pada campuran beraspal.
Bahan pengisi yang terlalu banyak dalam campuran beraspal
juga dapat memengaruhi kemudahan dikerjakan. Kemudahan
dikerjakan terutama sangat penting apabila diperlukan pekerjaan
manual yang cukup banyak. Pekerjaan manual (penaburan dan
perataan) di sekitar lubang saluran drainase, tikungan tajam,
dan lokasi lain memerlukan campuran beraspal yang mudah
dikerjakan.
Campuran beraspal yang terlalu mudah dikerjakan pada
saat dihampar dan dipadatkan bersifat tidak stabil atau mudah
terjadi pergeseran. Campuran beraspal yang mempunyai sifat
tersebut sering dari akibat kandungan bahan pengisi yang
kurang, kandungan pasir medium yang terlalu banyak, butir-
butir agregat yang bentuknya bulat dan permukaannya halus,
dan/atau campuran yang mengandung air. Selain itu, aspal
juga memberikan sumbangan terhadap kemudahan dikerja-
kan meskipun biasanya tidak signifikan. Seperti halnya pada
campuran beraspal panas, hal tersebut disebabkan oleh tempe-
ratur campuran akan memengaruhi viskositas aspal sehingga
temperatur campuran beraspal panas yang terlalu rendah akan
mengakibatkan campuran beraspal panas sulit dikerjakan.
Tingkat kekerasan aspal juga dapat memengaruhi kemudahan
dikerjakan. Pada Tabel 5.4, ditunjukkan penyebab dan akibat
kemudahan dikerjakan yang rendah.
5) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelenturan
Kelenturan (flexibility) merupakan kemampuan campuran
beraspal untuk menyesuaikan terhadap penurunan yang bertahap
dan perubahan bentuk yang terjadi pada tanah dasar tanpa
mengalami retak. Pada umumnya, campuran beraspal bergradasi

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 69


Tabel 5.4 Penyebab dan Pengaruh Kemudahan Dikerjakan

Faktor Penyebab Akibat


Uku ran maksimum agregat yan g Permukaan ka sar, campuran beraspa l
te rlalu besar sulit diham par
Agregat kasar yan g t erlalu ba nyak Camp uran beraspal sulit dipadatkan
Temperatur pencampura n yang terlalu Butir·butir agregat tidak terse limuti,
renda h tidak awet, permukaan kasa r, sulit
dipadatkan
Kadar pasi r medi um yang ter lalu Akibat roda mesin pemadat mu da h
banyak mengalami sungkur, tetap lembek
Ka nd ungan bah an pengisi yang sedikit Campu ran beraspallembek, porus
Kadar bahan pengisi ya ng banyak Campuran beraspal kering, sulit
ditangani, tid ak awet

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)

terbuka dengan kandungan aspal yang tinggi lebih lentur daripada


campuran beraspal bergradasi menerus (kandungan aspallebih
rendah). Namun, sering terjadi tuntutan kelenturan bertentangan
dengan tuntutan stabilitas. Oleh karena itu, kedua sifat tersebut
perlu dikompromikan.
6) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keawetan
Ketahanan lelah merupakan kemampuan campuran beraspal
panas untuk tidak mudah retak akibat lendutan berulang yang
ditimbulkan oleh be ban roda kendaraan. Ketahanan lelah cam-
puran beraspal panas dipengaruhi rongga udara dalam campuran
beraspal pan as (terkait dengan kandungan aspal) dan viskositas
aspal. Apabila rongga udara tinggi (baik karena perancangan
maupun pemadatan yang kurang), ketahanan lelah campuran
beraspal panas akan berkurang secara drastis. Selain itu, campur-
an beraspal panas yang telah menua akan mempunyai ketahanan
lelah yang pendek.
Tebal dan karakteristik perkerasan serta daya dukung ta-
nah dasar juga mempunyai pengaruh terhadap umur dan dalam

70 Campuran Beraspal Hemat ...


Tabel 5.5 Penyebab dan Pengaruh Ketahanan Lelah
Faktor Penyebab Akibat
Kadar aspa l yang rend ah Mudah retak
Rongga udara yang besar Cepat menua, mudah retak
Kepadatan yang rendah Cepat menua, ya ng diikuti dengan
retak
Teba l lapisa n yang kurang Lendutan yang besar dan diikuti
dengan retak Ieiah .
Kadaraspa lyangre nd ah Mudah retak

Sumber: Nono dan Mahmud (2014)

mencegah retak lelah. Akibat beban roda kendaraan, perkeras-


an yang tebal dan mempunyai daya dukung yang tinggi akan
mengalami lendutan yang lebih kecil daripada perkerasan yang
tipis dan mempunyai daya dukung rendah.
Ketahanan lelah campuran beraspal panas yang rendah
dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan dapat menimbulkan
beberapa akibat, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5.
7) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kekesatan
Kekesatan merupakan kemampuan permukaan campuran
beraspal untuk mengurangi selip pada roda kendaraan, terutama
pada saat permukaan perkerasan beraspal dalam keadaan basah.
Campuran beraspal yang mempunyai kekesatan yang baik maka
permukaan ban yang bergerak pada permukaan perkerasan
beraspal yang basah memungkinkan untuk kontak dengan butir-
butir agregat, tidak melayang pada film air (hydroplaning).
Permukaan campuran beraspal panas yang kasar mempunyai
kekesatan yang lebih tinggi daripada permukaan campuran
beraspal yang halus. Kekesatan paling tinggi dapat diperoleh
pada campuran beraspal bergradasi relatif terbuka dengan
ukuran butir maksimum 9,5 mm. Selain harus mempunyai
permukaan butir yang kasar, agregat untuk campuran beraspal
juga harus tahan terhadap pengausan akibat roda kendaraan.

Karakteristik Campuran Beraspal .. . 71


Tabel 5.6 Penyebab dan Pengaruh Kekesatan
Faktor Penyebab Akibat
Ka dar as pal ya ng ti nggi Kegemu kan, permu kaan li cin
Tekstur permukaan buti r agregat yang Permukaan lici n, berpotensi
halus hydroplaning
Agregat yang mudah aus Permukaan licin

Sumber: Nona dan Mahmud (2014)

Pada campuran beraspal yang memiliki kandungan aspal yang


tinggi dan atau rongga dalam campuran yang rendah (VIM
<3%), aspal cenderung naik ke permukaan (bleeding) sehingga
permukaan campuran beraspal menjadi licin. Pada Tabel 5.6,
ditunjukkan penyebab dan akibat kekesatan campuran beraspal
yang rendah.

B. Campuran Beraspal Panas dengan RAP


Jenis campuran beraspal yang menggunakan RAP pada buku ini
adalah campuran beraspal panas dengan dan tanpa RAP, campuran
beraspal dingin aspal cair dengan RAP dan campuran beraspal dingin
aspal emulsi dengan RAP. Karakteristik tiap-tiap jenis campuran
beraspal tersebut pada skala pengujian di laboratorium dibahas di
bawah ini.

1. Sifat Agregat dan Gradasi Campuran Beraspal Panas dengan


atau tanpa RAP
Agregat yang digunakan untuk bahan campuran beraspal panas
adalah agregat yang bersumber dari Jawa Barat. Adapun data sifat fisik
agregat sesuai hasil pengujian adalah memenuhi persyaratan sesuai
Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2010 Revisi-3.
Gradasi agregat campuran untuk pembuatan campuran beraspal
panas mengacu pada Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan
Tahun 2010 Revisi-3, baik untuk campuran beraspal panas dengan
RAP maupun tanpa RAP. Pada buku ini, pembuatan campuran

72 Campuran Beraspal Hemal ...


beraspal panas dibuat tiga gradasi campuran, yaitu gradasi mendekati
pada batas atas spesifikasi (gradasi atas), pada tengah atau ideal
spesifikasi (gradasi tengah), dan gradasi yang mendekati pada batas
bawah spesifikasi (gradasi bawah), seperti disajikan pada Gambar 5.5.

2. Pengaruh Penambahan RAP terhadap Temperatur


Campuran Beraspal
Untuk mengevaluasi karakteristik campuran beraspal panas yang
memanfaatkan RAP, telah dilakukan uji coba pengaruh penggunaan
variasi proporsi RAP pada campuran beraspal panas terhadap
penurunan temperatur pencampuran. RAP yang digunakan
bersumber dari Bogor (sesuai Tabel 2.3). Aspal yang digunakan
untuk campuran beraspal panas tersebut adalah aspal Pen 60/70.
Aspal Pen 60/70 tersebut, sesuai hasil pengujian, memiliki temperatur
pencampuran antara 150°C-156oC dan temperatur pemadatannya
antara 135°C-145°C. Pada perancangan campuran beraspal panas
yang menggunakan agregat baru dengan menggunakan aspal Pen
60/70, pemanasan agregat baru agar sesuai dengan temperatur
pencampuran target sebesar 155°C adalah sebesar 160°C.

100

80
"'0

-..."'
0
....<
60

~ "' 40
..."'"'=
~ "' 20

0
0.01 0.10 1.00 10.00 100.00
Uku ran Saringan (mm)
- .,_ Spck BM Rev3 ......._, Grad. Atas --+-- Grad. Bawah - - . - • Grad. Tengah

Sumber: Nono (2016A)


Gambar 5.5 Variasi Gradasi Campuran Rencana

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 73


Uji coba yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
variasi proporsi RAP terhadap penurunan temperatur pencampuran
tersebut adalah dengan melakukan pencampuran antara agregat
baru yang telah dipanaskan sebesar 160oC dengan RAP. Penggunaan
RAP pada uji coba tersebut terdiri dari tiga variasi, yaitu RAP pada
temperatur ruang (27°C) atau tanpa melalui pemanasan, RAP yang
dipanaskan 50°C dan yang dipanaskan 70°C. Proporsi RAP yang
digunakan adalah 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% terhadap total berat
campuran. Untuk itu, proporsi agregat baru sudah diperhitungkan
sesuai komposisi RAP yang digunakan. Kemudian, tiap-tiap komposisi
campuran antara agregat baru dengan RAP tersebut dicampur hingga
merata, kemudian temperaturnya diukur. Pengaruh penambahan
variasi RAP terhadap perubahan temperatur pencampuran tersebut
seperti yang disajikan pada Gambar 5.6.
Berdasarkan data pada Gambar 5.6 dengan penggunaan RAP
semakin banyak maka penurunan temperatur semakin besar juga,
baik untuk penambahan RAP pada temperatur ruang (27°C) maupun
untuk penambahan RAP yang dipanaskan 50°C dan 70°C.

Sumber: Nona (2015 8 )


Gambar 5.6 Variasi Proporsi dan Temperatur RAP terhadap Penurunan
Temperatur Pencampuran

74 Campuran Beraspal Hemat ...


Mengacu pada AASHTO M323 (sesuai Tabel 4.1 pada Bab 4
Subbab A), yaitu penggunaan RAP <15% masih dapat digunakan aspal
Pen 60/70 sehingga agar sesuai dengan temperatur pencampuran dan
pemadatan aspal Pen 60/70, untuk penggunaan 10% RAP yang tanpa
pemanasan, diperlukan pemanasan agregat baru yang lebih tinggi,
yaitu sebesar 20°C atau temperatur agregat baru harus dipanaskan
sebesar 180°C. Untuk penggunaan 10% RAP yang dipanaskan 50°C
dan 70°C pada campuran beraspal, diperlukan pemanasan agregat
baru berturut-turut sebesar 177°C dan 172°C. Namun, khusus untuk
penggunaan RAP semakin banyak (~15%) sesuai AASHTO M323,
diperlukan bahan pengikat yang lebih lunak sehingga temperatur
pemanasan agregat baru tidak terlalu tinggi dan aspal dari RAP dapat
teremajakan dan temperatur pencampuran dan pemadatan campuran
beraspal dapat sesuai dengan viskositas aspal yang digunakan.

3. Penggunaan RAP dalam Campuran Beraspal Panas dan


Bahan Pengikat (Aspal) Baru
Proporsi penggunaan RAP dapat ditentukan berdasarkan spesifikasi
gradasi dan kelas bahan pengikat yang tersedia. Untuk itu, sesuai Bab
4 Subbab A (AASHTO M323, 2012), ada dua cara untuk penggunaan
RAP pada campuran beraspal panas, yaitu
I) Pencampuran pada persentase RAP yang telah diketahui
(ditetapkan).
2) Pencampuran dengan bahan pengikat baru yang diketahui.
Bilamana bahan pengikat baru yang diketahui maka berdasarkan
data hasil pengujian dengan alat DSR diperoleh bahwa temperatur
tinggi kritis {TC(T)} untuk RAP= 82,53°C dan Tb/end(RAP+ Asp Pcn60 + Rejuvenile)
yang ditargetkan masuk PG 64 (25) maka dengan variasi TC(T)AspPen
60 + ReJuvenile yang tersedia diperoleh proporsi RAP. Untuk menentukan

komposisi aspal baru, yaitu perbandingan antara aspal Pen 60/70


dengan tiap-tiap bahan peremaja dapat menggunakan Gambar
2.8 (temperatur tinggi kritis, Tc(T)) dan Gambar 2.9 (temperatur
menengah kritis, TC(M)).
Karakteristik Campuran Beraspal . . . 75
Berdasarkan pada Gambar 2.8, yaitu temperatur tinggi kritis
{TC(T) diperoleh proporsi RAP yang diizinkan dan komposisi aspal
baru seperti disajikan pada Tabel5.7.
Pada Tabel 5.7, proporsi penggunaan RAP yang diizinkan
apabila menggunakan aspal baru dengan PG 58 adalah sebanyak
24,5%, untuk aspal baru PG 52 sebanyak 39,3% dan untuk aspal
baru PG 46 sebanyak 49,3%. Adapun proporsi RAP yang diizinkan
dan komposisi aspal baru berdasarkan temperatur menengah kritis
{TC(M) (Gambar 2.9) adalah disajikan pada Tabel5.8. Bilamana T htend
(RAP + Asp Pen 60 + ReJuven ile) pada temperatur menengah kritis {T C(M)} yang

ditargetkan masuk PG 64 (25), pada Tabel 5.8 proporsi penggunaan


RAP yang diizinkan apabila menggunakan aspal baru dengan PG 58
(16) adalah sebanyak 13,5%. Adapun untuk aspal baru dengan PG

Tabel5.7 Proporsi RAP yang Diizinkan dan Komposisi Aspal Baru Berdasarkan
Temperatur Tinggi Kritis {TC(Tl}
Aspal Baru = PG 58 RAP= 24,5 %
Komposisi Aspal Baru :
96,80 % Aspal Pen 60/70 + 3, 20 % MG
95,80 % Aspal Pen 60/70 + 4,20 % OLI

97,00 % Aspal Pen 60/70 + 3,00 % RejiRE

Aspal Baru = PG 52 RAP= 39,3 %


Komposisi Aspal Baru :
93,40 % Aspal Pen 60/70 + 6,60 % MG
91,60 % Aspal Pen 60/70 + 8,40 % OLI

94,00 % Aspal Pen 60/70 + 6,00 % RejiRE

Aspal Baru = PG 46 RAP= 53,7 %


Komposisi Aspal Baru :
90,10 % Aspal Pen 60/70 + 9,90 % MG
87,30 % Aspal Pen 60/70 + 12,70 % OLI

90,90 % Aspa l Pen 60/70 + 9,10 % RejiRE

Sumber: Nono {2016A)

76 Campuran Beraspal He mat . ..


52 (10) adalah sebanyak 20,6% dan untuk aspal baru dengan PG 46
(O) sebanyak 30,2%.
Berdasarkan data di atas, yang menentukan adalah sesuai
temperatur menengah kritis {TC(M) } . Jadi, untuk T blend (bitumen RAP
+ aspal Pen 60 + Rejuvenile) yang ditargetkan masuk PG 64 (25),
proporsi RAP maksimum yang digunakan untuk setiap aspal baru
dapat ditentukan. RAP yang digunakan untuk aspal baru PG 58 (16)
adalah maksimum sebanyak 13%, sedangkan untuk aspal baru PG
52 (10) adalah maksimum sebanyak 20%; dan aspal baru PG 46 (O)
adalah maksimum sebanyak 30%.

Tabel5.8 Proporsi RAP yang Diizinkan dan Komposisi Aspal Baru Berdasarkan
Temperatur Menengah Kritis {TC!MI}
Aspal Baru = PG 58 (16) RAP= 13,5 %

Komposisi Aspal Baru :


96,80 % Aspal Pen 60/70 + 3,20 % MG
95,30 % Aspal Pen 60/70 + 4,70 % OLI

96,00 % Aspal Pen 60/70 + 4,00 % RejiRE

Aspal Baru = PG 52 (10) RAP= 20,6 %

Komposisi Aspal Baru :


94,10 % Aspal Pen 60/70 + 5,90 % MG
91,70 % Aspal Pe n 60/70 + 8,30 % OLI

92,90 % Aspa l Pen 60/70 + 7,10 % RejiRE

Aspal Baru = PG 46 (O) RAP= 30,3 %

Komposisi Aspal Baru :


91,11 % Aspal Pen 60/70 + 8,89 % MG
87,92 % Aspal Pen 60/70 + 12,08 % OLI

89,65 % Aspal Pen 60/70 + 10,35 % RejiRE

Sumber: Nona (2016A)

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 77


4. Sifat Campuran Beraspal Panas dengan dan tanpa RAP
a. Hasil Pengujian Marshall
Gradasi agregat campuran yang digunakan sesuai Bab 5 Subbab B
Butir 1, baik untuk campuran beraspal panas yang tanpa RAP maupun
yang menggunakan RAP, terdiri atas tiga variasi gradasi. Temperatur
pencampuran dan pemadatan sesuai viskositas aspal Pen 60/70, yaitu
temp eratur pencampuran sebesar 155°C dan untuk pemadatan
temperatur adalah 135°C.
Pada saat proses pencam puran dengan penambahan RAP sebesar
10% dalam keadaan dingin (sesuai temperatur ruang sekitar 27°C),
agar sesuai dengan temperatur pencampuran dan pemadatan sesuai
dengan viskositas aspal Pen 60/70, temperatur agregat baru dinaikkan
menjadi 180°C. Penggunaan RAP sebanyak 20% dan 30% maka
bahan pengikat yang digunakan adalah aspal baru atau aspal Pen
60/70 dengan menambahkan peremaja. Aspal baru dengan komposisi
sesuai Bab 5 Subbab B Butir 3, telah dilakukan pengujian viskositas
sehingga diperoleh temperatur pencampuran dan pemadatan, yaitu
seperti disaj ikan pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Temperatur Pen campuran dan Pemadatan As pal Baru untuk 20%
RAP dan 30% RAP
Temperatu r (•C)
Proporsi RAP dan Aspa l Baru
Pencampu ran Pemadatan
20% RAP
Aspal baru dengan MG 139-145 128-133
Aspal baru dengan OLI 138- 144 126-131
Aspal baru denga n Reji RE 137- 142 126- 130
30% RAP
As pal baru denga n MG 137- 143 126- 131
Aspal baru dengan OLI 13 2-138 121-125
Aspal baru dengan Rej iRE 134-139 122-127

Sum ber: Nono (201 6A)

78 Campuran Beraspal He mat .. .


Pembuatan rancangan campuran beraspal panas menggunakan
RAP sebanyak 20% dan 30%, ditetapkan temperatur agregat baru yang
dipanaskan sampai dengan 160°C. Mengacu pada data temperatur
pencampuran dan pemadatan aspal baru pada Tabel 5.9, untuk
penggunaan RAP sebanyak 20% dilakukan pemanasan RAP pada
temperatur 60°C, sedangkan untuk penggunaan RAP sebanyak 30%
dilakukan pemanasan RAP pada temperatur 75°C. Kemudian, tiap-
tiap proporsi RAP yang sudah dipanaskan tersebut dicampur dengan
agregat baru yang sudah dipanaskan sebesar 160°C, selanjutnya
dicampur dengan tiap-tiap jenis aspal baru yang dibuat dari aspal
Pen 60/70 yang telah dicampur dengan bahan peremaja sesuai dengan
komposisi yang telah ditetapkan padaTabel 5.8.
Sifat campuran beraspal panas yang tanpa dan dengan
menggunakan 10% RAP disajikan pada Tabel 5.10. Adapun sifat
campuran beraspal panas menggunakan 20% RAP dan 30% RAP
dengan temperatur pencampuran dan pemadatan sesuai dengan Tabel
5.9 adalah berturut-turut, yaitu Tabel5.11 dan Tabel5.12.
Pada Tabel5.10, terlihat bahwa ketiga gradasi agregat campuran
untuk campuran beraspal panas dengan 10% RAP memiliki kadar
aspal dan rongga terisi aspal (VFB) sedikit lebih rendah daripada
campuran beraspal panas tanpa RAP. Namun, untuk rongga dalam
agregat (VMA) dan rongga dalam campuran (VIM) serta pelelehan
juga lebih tinggi dibandingkan campuran beraspal panas tanpa RAP.
Perbedaan sifat campuran tersebut kemungkinan besar pengaruh
penurunan temperatur pada saat pencampuran atau pemadatan. Pada
Tabel 5.10 sampai Tabel 5.12 terlihat bahwa semua sifat campuran
beraspal, baik yang tanpa dan yang menggunakan RAP memenuhi
persyaratan, sedangkan untuk stabilitas sisa campuran beraspal
panas dengan gradasi atas yang menggunakan 30% RAP dengan
bahan pengikat 10,4% RejiRE + 89,6% Pen 60/70 memiliki stabilitas
sisa kurang dari 90% yang kemungkinan durabilitasnya rendah atau
sedikit di bawah yang disyaratkan (88,8%). Pada umumnya, campuran

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 79


TabeiS.lO Sifat Campuran Beraspa l Panas tanpa dan dengan 10% RAP Bahan
Pengikat Aspal Pen 60/70
Hasil Pengujian

10% RAP tanpa


O%RAP
Parameter Campuran Pemanasan

Gradasi
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Kadar aspal optimum; % 5,90 5,80 5,25 5,80 5,75 5,20
Kepadatan; ton/m 3 2,369 2,359 2,383 2,359 2,374 2,374
Rongga dalam agregat 16,8 16,9 15,8 17,1 16,3 16,1
(VMA); %
Rongga terisi aspal (VFB); 78,07 78,24 76,1 75,62 77,21 73,68
%
Rongga dalam campuran 3,63 3,63 2,95 4,12 3,66 4,21
(VIM) Marshall;%
Rongga dal am campuran 2,70 3,02 3,70 2,80 2,85 2,80
(VIM) PRO;%
Stabilitas; kg 1.145 1.141 1.080 1.141 1.140 1.070
Peleleh an; mm 3,39 3,29 3,33 3,62 3,52 3,46
Stabilitas sisa;% 97,9 93,10 98,7 91,8 95,3 90,5

Sumber: Nono (2016A)

beraspal panas menggunak.an RAP 30% adalah memiliki nilai stabilitas


Marshalllebih rendah daripada Stabilitas Marshall pada campuran
beraspal yang lainnya, namun memenuhi persyaratan (lihat Tabel3.3) .
Rongga dalam campuran (VIM) untuk campuran beraspal dengan
ketiga jenis aspal baru adalah relatif sama dan memenuhi persyaratan
antara 3%-5% (lihat Tabel 3.3), yaitu pada umumnya di bawah 4%.
Begitu juga untuk nilai pelelehan adalah relatif sama, yaitu an tara 3-4
mm dan memenuhi persyaratan (lihat Tabel3.3).

80 Campuran Beraspal Hemal .. .


TabeiS.ll Sifat Campuran Beraspa/ Panas dengan 20% RAP dengan Bahan Pengikat As pal Pen 60/70 Ditambah Peremaja
Hasil Pengujian
5,9% MG + 94,1% Pen 8,3% OLI + 91,7% Pen 7,1% RejiRE + 92,9% Pen
Parameter Campuran 60/70 60/70 60/70
Tipe Gradasi
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah Atas Tengah Baw ah
Kadar as pa l optimum ; % 5,80 5,55 5,15 5,80 5,45 5,25 5,80 5,55 5,20
3
Kepadatan; ton/m 2,367 2,367 2,386 2,357 2,347 2,376 2,359 2,362 2,384
Rongga dalam agregat (VMA) ; % 18,8 16,3 15,6 17,1 17,4 15,9 16,9 16,6 15,7
Rongga terisi aspal (VFB); % 76,77 74,19 73,42 74,29 74,04 74,48 75,62 73,54 73,31
Rongga da lam campuran (VIM) 3,84 4,15 4,09 4,37 4,23 4,14 3,98 4,38 4,18
;;>:; Marshall; %
OJ
til
Rongga dalam campuran (VIM) 2,60 2,45 2,60 2,86 2,48 2,92 2,92 2,43 2,89
"'~ PRO;%
~
Stabilitas; kg 1.141 1.126 1.059 1.141 1.114 1.080 1.141 1.126 1.070
""'
()
OJ
3 Pelelehan; mm 3,29 3,62 3,31 3,72 3,47 3,39 3,62 3,32 3,55
"0
c
til Stabilitas sisa;% 92,0 91,4 90,5 92,1 91,2 91,6 91,2 91,7 90,3
::J
OJ Sumber: Nono (2016A)
CD
til
(/)
"0
~

co
~
00
N Tabel5.12 Sifat Campuran Beraspal Panas dengan 30% RAP dengan Bahan Pengikat Aspal Pen 60/70 Ditambah Peremaja
0 Hasil Pengujian
OJ
3
"0
c 8,9% MG + 91,1% Pen 12,1% OLI + 87,9% Pen 10,4% RejiRE + 89,6% Pen
tl1 Parameter Campuran 60/70 60/70 60/70
:::>
OJ Tipe Gradasi
CD
tl1
(/)
"0
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
~
I Kadar aspal optimum ;% 5,80 5,40 5,10 5,75 5,40 5,15 5,90 5,55 5,30
CD
3 Kepadatan; ton/m 3 2,359 2,370 2,379 2,355 2,363 2,379 2,361 2,357 2,381
~
Rongga dalam agregat (VMA};% 17,0 16,2 15,7 17,1 16,4 16,0 17,1 16,7 15,9
Rongga teri si aspal (VFB};% 74,93 73,61 73,29 74,14 73,02 72,62 74,82 73,50 73,00
Rongga dalam campuran (VIM} 4,25 4,28 4,16 4,39 4,43 4,35 4,29 4,41 4,26
Ma rshall;%
Rongga dalam campuran (VIM} 2,70 2,55 2,40 2,60 2,70 2,40 2,20 2,49 2,50
PRD;%
Stabilitas; kg 1.050 927 944 1038 943 900 1.123 848 859
Pelelehan; mm 2,72 3,47 3,38 3,93 3,53 3,45 4,05 3,54 3,98
Stabilitas si sa;% 92,8 92,3 90,6 91,5 92,5 90,9 88,8 91,9 93,7
Sumber: Nona (2016A)
b. Ketahanan Deformasi Hasil Pengujian Wheel Tracking
Machine
Berdasarkan hasil pengujian ketahanan deformasi dengan alat Wheel
Tracking Machine (WTM), yaitu yang digambarkan dengan hubungan
antara nilai deformasi dan waktu, kecepatan deformasi dan stabilitas
dinamis, seperti disajikan pada Tabel 5.13. Pada Tabel 5.13, diperoleh
bahwa deformasi awal dan deformasi total yang paling tinggi adalah
untuk campuran beraspal panas tanpa RAP dengan bahan pengikat
aspal Pen 60/70 dan dengan 30% RAP dan bahan pengikat 12,1% OLI
+ 87,9% Pen 60/70). Adapun campuran beraspal panas yang memiliki
nilai stabilitas dinamis tinggi atau yang lebih tahan deformasi berturut-
turut adalah campuran beraspal panas 10% RAP dengan aspal Pen
60/70, campuran beraspal panas 20% RAP dan 30% RAP dengan aspal
baru yang menggunakan peremaja RejiRE (7,1% RejiRE + 92,9% Pen
60/70 dan 10,4% RejiRE + 89,6% Pen 60/70). Campuran beraspal
yang memiliki nilai stabilitas dinamis yang terendah adalah campuran
beraspal panas tanpa RAP dengan bahan pengikat aspal Pen 60/70
dan yang menggunakan 30% RAP dengan aspal baru (12,1% OLI +
87,9% Pen 60/70).

c. Ketahanan Kelelahan Hasil Pengujian Beam Fatigue


Apparatus
Kelelahan campuran beraspal panas yang tanpa dan yang menggunakan
RAP dengan variasi bahan pengikat yang menggunakan gradasi
tengah digambarkan dengan hubungan antara nilai regangan tarik dan
umur kelelahan (cycles). Hasil pengujian kelelahan setiap campuran
beraspal panas tersebut, baik yang tanpa maupun yang menggunakan
RAP disajikan pada Tabel5.14 serta Gambar 5.7. Pada Tabel5.14 serta
Gam bar 5. 7 terse but diperoleh bahwa:
1) Campuran beraspal panas dengan bahan pengikat aspal Pen 60/70
dengan menggunakan 10% RAP umur kelelahannya menurun
dibandingkan yang tanpa menggunakan RAP.

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 83


CD
-!» Tabel 5.13 Ketahanan Deformasi Campuran Beraspal Panas dengan dan tanpa RAP dengan Variasi Bahan Pengikat
0 Hasil Pengujian
Q)

3
"0
c O%RAP 10% RAP 20% RAP 30%RAP
Cl
::J Bahan Pengikat
co Waktu
CD Lintasan 7,1% 12,1% 10,4% Satuan
Cl (men it) S,9%MG 8,3% OLI 8,9% MG
(/)
RejiRE OLI + RejiRE
"0
~
Pen Pen + 94,1% + 91,7% + 91,1%
+ 92,9% 87,9% +89,6%
I 60/70 60/70 Pen Pen Pen
CD Pen Pen Pen
3 60/70 60/70 60/70
60/70 60/70 60/70
~
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 mm
1 21 0,79 0,52 1,03 0,32 1,16 0,66 1,17 1,16 mm
5 105 1,57 1,24 1,56 0,79 1,74 1,19 1,91 1,69 mm
10 210 2,09 1,59 1,86 1,05 2,02 1,52 2,37 1,98 mm
15 315 2,48 1,83 2,06 1,26 2,21 1,72 2,71 2,15 mm
30 630 3,30 2,23 2,46 1,66 2,58 2,16 3,50 2,52 mm
45 945 3,88 2,49 2,75 1,96 2,82 2,49 4,14 2,75 mm
60 1260 4,35 2,69 2,97 2,19 3,00 2,78 4,71 2,95 mm
DO = Deformas i 2,47 1,89 2,09 1,27 2,28 1,62 2,43 2,15 mm
Awal
RD =Kecepatan 0,0313 0,0133 0,0147 0,0153 0,0120 0,0193 0,0380 0,0133 mm/
Deformasi me nit
DS =Stabilitas 1.340,4 3.150,0 2.863,6 2.739,1 3.500,0 2.172,4 1.105,3 3.150,0 lintasa n/
Dinamis mm
Sumber: Nona (2015 8 )
800
750
700
650

~
600

i 550
~

i 500
t'' 450
~
400 .................................. ............................. ........~ !':1 !? . ~ !.~ ...... ............... ............ ... ..
350
30 0 +-~

3000 30000 300000


Umm· Ktltlalmu (C)>cl••.r)

Sumber: Nono (2015")


Gambar 5.7 Hubungan antara Nilai Regangan Tarik dan Umur Kelelahan
(Cycles) Campuran Beraspal Panas dengan dan tanpa RAP dengan Variasi
Bahan Pengikat

2) Campuran beraspal panas dengan RAP sebanyak 20% yang


memiliki umur kelelahan terbaik adalah yang menggunakan
7,1% peremaja RejiRE, sedangkan yang menggunakan 30% RAP
adalah dengan 12,1% OLI peremaja dan 10,4% peremaja RejiRE.
3) Modulus campuran beraspal panas dengan menggunakan RAP
meningkat sampai dengan 20%, namun untuk penggunaan 30%
RAP pada campuran beraspal panas dengan ketiga bahan pe-
remaja modulusnya mengalami penurunan. Namun, campuran
beraspal panas dengan menggunakan 30% RAP dan bahan
peremaja 10,4% RejiRE memiliki modulus yang tertinggi di-
bandingkan campuran lain.

Kinerja campuran beraspal panas menggunakan RAP dan aspal


baru (aspal Pen 60/70 ditambah bahan peremaja), yaitu ketahanan
terhadap deformasi (stabilitas dinamis) dan kelelahan, bervariasi

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 85


label 5.14 Hubungan antara Nilai Regangan Tari k dan Umur Kelelahan
(Cycles) untuk Campu ran Beraspal Panas dengan dan tanpa RAP dengan
Variasi Bahan Pengikat

Regangan
Jenis Campuran Modulus Elastisitas
Tarik (11£)
Beraspal Panas Umur
(MPa) Kelelah-
an
Propor- Sa at Sa at
Bahan Rata- (Cycles)
si RAP Awal Peng- Awal Peng-
Pengikat Rata
(%) ujian ujian
0 Pen 60/70 400 399 2.851 1.424 37.550
501 500 2.820 1.405 2.830 13.780
600 601 2.820 1.383 4.630
10 Pen 60/70 400 401 3.139 1.560 37.770
500 500 2.902 1.448 2.941 17.880
600 600 2.781 1.388 10.530
20 5,9% MG + 500 500 3.428 1.708 23.820
94,1% Pen
599 599 3.293 1.643 3.366 12.700
60/70
701 699 3.376 1.675 3.700
8,3% OLI + 499 500 2.982 1.490 41.300
91,7% Pen
600 599 3.240 1.615 3.112 26.020
60/70
701 699 3.115 1.550 17.880
7,1% RejiRE 500 498 3.675 1.837 65.860
+ 92,9% Pen
601 599 3.808 1.899 3.605 21.140
60/70
701 700 3.332 1.664 7.450
30 8,9% MG + 501 499 1.059 520 25.010
91,1% Pen
598 600 1.130 559 1.112 13.360
60/70
702 698 1.147 570 12.780
12,1% OLI + 551 549 1.757 875 14.1120
87,9% Pen
651 651 1.519 758 1.577 52.390
60/70
699 701 1.454 723 37.640
10,4% 500 500 2.555 1.338 14.9620
RejiRE +
601 599 2.161 1.076 2.265 10.1110
89,6% Pen
60/70 701 699 2.078 1.036 49.680
Sumber: Nono (2015 8 )

86 Campuran Beraspal Hemal ...


karena pengaruh beberapa jenis bahan peremaja yang digunakan.
Berdasarkan data kinerja tersebut, efektivitas penggunaan tiap-tiap
bahan peremaja pada campuran beraspal panas tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Bahan peremaja minyak nabati (MG)
Ketahanan terhadap deformasi campuran beraspal panas cukup
baik, tetapi untuk penggunaan RAP makin banyak umur kele-
lahannya menurun atau lebih rendah daripada yang mengguna-
kan peremaja lain sehingga rentan terhadap retak.
2) Bahan peremaja OLI SAE-10 (OLI)
Ketahanan terhadap deformasi campuran beraspal kurang baik,
terutama untuk penggunaan RAP yang makin banyak. Namun,
umur kelelahannya adalah cukup baik dan khusus untuk penggu-
naan RAP 30% memiliki umur kelelahan yang terbaik daripada
campuran beraspal panas yang menggunakan peremaja lain.
3) Bahan peremaja RejiRE
Ketahanan terhadap deformasi campuran beraspal panas
yang menggunakan bahan peremaja RejiRE adalah sangat
baik (umumnya nilai stabilitas dinamis >2.500 lintasan/mm).
Khusus untuk campuran beraspal panas yang menggunakan RAP
sebanyak 30% dengan bahan peremaja RejiRE adalah yang paling
baik daripada campuran beraspal panas yang menggunakan
peremaja lain. Selain itu, campuran beraspal panas yang
menggunakan bahan peremaja RejiRE memiliki umur kelelahan
kedua terbaik di bawah umur kelelahan campuran beraspal panas
yang menggunakan peremaja OLI.
Berdasarkan data tersebut penggunaan bahan peremaja
RejiRE pada campuran beraspal panas yang menggunakan RAP
menjadi salah satu alternatif untuk digunakan.

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 87


C. Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair Menggunakan
RAP
1. Sifat Agregat dan Gradasi Campuran Beraspal Dingin Aspal
Cair
Agregat baru yang digunakan untuk bahan campuran beraspal dingin
aspal cair menggunakan RAP adalah sama dengan yang digunakan
untuk campuran beraspal panas menggunakan RAP.
Gradasi agregat campuran untuk pembuatan campuran beraspal
dingin aspal cair, baik dengan 100% RAP (hasil ekstraksi) maupun
dengan 70% RAP dan gradasi 50% RAP, adalah seperti disajikan pada
Gambar 5.8.
Gradasi agregat campuran beraspal dingin aspal cair yang
menggunakan 100% RAP (hasil ekstraksi) tidak memenuhi
persyaratan karena butiran agregatnya terlalu halus. Namun, pada
buku ini tetap dibahas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruhnya
terhadap sifat campuran beraspalnya.

100
90

c"' 80
0

-.."
~
..l
70

~ "' 60
c

~
."'
~ 50
40
30
20
10
0
0.01
r

0. 1
--- 10 100
Ukuran Saringan

- - - • Spek BM Rev3 - - 50% RAP - • - 70% RAP - I 00% RAP

Sumber: Nona (2015A)


Gambar 5.8 Gradasi Rencana Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair dengan
RAP

88 Campuran Beraspal Hemat ...


2. Sifat Aspal Cair
Bahan pengikat yang digunakan untuk campuran beraspal dingin
adalah aspal cair mengikat sedang (MC-250) dengan sifat sesuai
dengan Tabel5,15 dan memenuhi persyaratan. Pada Tabel5.15 terlihat
bahwa aspal cair mengikat sedang (MC-250) tersebut terdiri atas kadar
residu aspal dari sisa penyulingan sebanyak 76,00% dan sisanya yang
menguap adalah kerosin (minyak tanah) sebanyak 24,00%.
Tabel 5.15 Sifat Aspal Cair Menguap Sedang (MC-250)
Hasil
No. Jenis Pengujian Persyaratan*
Pengujian
1. Viskositas SF pada 60"C; eSt 287 25D-500
2. Titik nyala; •c 68 Min. 66
3. Penyulingan; %total isi
Sulingan pada 190"C 14,6
225"( 37,5 Q-10
260"( 47,9 15-55
315"( 81,3 6Q-87
360"( 100
Sisa penyulingan sampai 360"C; % lsi 76,0 Min. 67
4. Penetrasi; 0,1 mm 220
5. Daktilitas; em >140 M in. 100
6. Kelarutan dalam C1 HCL3 ; % 99,89 Min . 99
7. Berat jenis; gr/em 3 0,965
8. Kadar air;% 0 Maks. 0,2
Keterangan : *) SNI 4799:2008

Sumber: Nono (2015A)

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 89


3. Sifat Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair dengan Variasi
Proporsi RAP
Pengujian campuran dingin aspal cair menggunakan RAP mengacu
pada Asphalt Institute Manual Series No. 14 (MS-14), yaitu sesuai
dengan prosedur pengujian campuran beraspal dingin dengan aspal
cair, seperti telah diuraikan pada Bab 4 Butir B.
Sifat campuran beraspal dingin aspal cair tipe MC-250 menggu-
nakan RAP sesuai dengan hasil pengujian disajikan pada Tabel5.16.
Pada Tabel5.16, terlihat bahwa volumetrik campuran beraspal dingin
dengan MC-250, baik yang menggunakan 100% RAP maupun yang
dikombinasikan dengan agregat baru (70% RAP dan 50% RAP) ,
adalah memenuhi persyaratan. Begitu juga untuk parameter Marshall-
nya, yaitu nilai stabilitas dan stabilitas sisanya memenuhi persyaratan.
Namun, untuk campuran beraspal dingin dengan 100% RAP, nilai

Tabel5.16 Sifat Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair Mengikat Sedang (MC-
250) Menggunakan Variasi RAP

Hasil Pengujian
Parameter Campuran Persyaratan*
100% RAP 70% RAP 50% RAP
Kadar aspal optimum; % 7,70 7,00 5,54
• Kadar residu MC-250; % 1,82 2,08 2,60

• Kadar aspal RAP;% 5,88 4,90 2,94


Kepadatan; ton/m3 2,250 2,267 2,310
VFB; % 79,56 78,17 75,39
VIM Marshall; % 3,68 3,71 3,78 3,o-s,o
VMA; % 18,09 17,65 16,78 Min . 15
Stabilitas; kg 1.089,9 935,1 625,5 Min. 340
Pelelehan; mm 4,7 4,0 3,5 2-4
Stabilitas Sisa; kg 989,6 865,9 601,7
Stabil itas Sisa;% 90,80 92,6 96,20 Min. 75
Keterangan : *)Asphalt Institute (1989)

Sumber: Nono (201SA)

90 Campuran Beraspal Hemal ...


pelelehannya di atas 4 mm atau di atas batas maksimum persyaratan.
Hal demikian dapat dipahami karena gradasi agregatnya terlalu hal us,
yaitu di atas batas persyaratan. Pada Tabel 5.16, terlihat juga bahwa
semakin banyak penggunaan RAP, semakin tinggi nilai stabilitasnya.
Sebaliknya, untuk nilai stabilitas sisa, semakin banyak penggunaan
RAP semakin rendah nilai stabilitas sisanya.

D. Campuran Beraspal Dingin Aspal Emulsi


Menggunakan RAP
1. Sifat Agregat dan Gradasi Campuran Beraspal Dingin Aspal
Emulsi
Agregat baru yang digunakan untuk bahan campuran beraspal dingin
aspal emulsi menggunakan RAP adalah sesuai dengan yang digunakan
untuk campuran beraspal panas. Adapun gradasi agregat campuran
untuk pembuatan campuran beraspal dingin aspal emulsi dengan
RAP adalah terdiri dari 3 gradasi, yaitu gradasi 100% RAP, 70% RAP
dan 50% RAP, seperti disajikan pada Gambar 5.9. Pada Gambar 5.9,

100
90
"'0 80
0

~
-."'....
...:I 70
60
c: 50
~
... 40
Q.; "' 30
20
10
0
0.01 0.1 10 100
Ukura n Saringan

- - - • Spek BM Rev3 - - 50% RAP - • - 70% RAP - I 00% RAP

Sumber: Nona (2016 6 )


Gambar 5.9 Gradasi Rencana Campuran Beraspal Dingin Aspal Emulsi
dengan RAP

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 91


terlihat bahwa gradasi agregat campuran beraspal dingin aspal emulsi
yang menggunakan 100% RAP adalah tidak memenuhi persyaratan.
Namun, tetap dibahas untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat
campuran beraspalnya.

2. Sifat Aspal Emulsi


Bahan pengikat yang digunakan untuk campuran beraspal dingin
aspal emulsi menggunakan RAP adalah aspal emulsi kationik lambat
mengikat dengan tipe residu aspal yang keras atau yang dikenal dengan
istilah CSS-1h. Pada Tabel 5.17, terlihat bahwa sifat aspal emulsi CSS-
1h memenuhi persyaratan dan aspal emulsi CSS-1h tersebut terdiri
atas kadar residu aspal sebanyak 60,08%, kadar minyak sebanyak
1,00%, dan kadar air sebanyak 38,92%.

Tabel 5.17 Sifat Aspal Emu lsi

No. Jenis Pengujian Hasil Pengujian Persyaratan*

1 Viskositas SF pad a 2s·c; detik 25,0 20-100


2 Stab ilitas Penyimpanan 24 jam;% 0,60 Maks. 1
3 Muatan listrik partikel Positif
4 Analisa saringan te rtahan No. 20;% 0 Maks . 0,1
5 Penyu li ngan :
- Kada r air; % isi 38,92
- Kadar minyak;% isi 1,00
-Ka dar residu ;% isi 60,08 M in. 57
6 Penetrasi; 0,1 mm 64 40--90
7 Da kti litas; em >140 M in.40
8 Kelarut an dalam C, HCI3 ; % 99,80 Min. 97,5

Keterangan: *) SNI 4798:2011

Sumber: Nono (2016 6 )

92 Campuran Beraspal Hemat ...


3. Sifat Campuran Beraspal Dingin Aspal Emulsi Variasi
Proporsi RAP
Campuran beraspal dingin aspal emulsi dengan RAP yang diuji
di laboratorium adalah yang menggunakan gradasi rapat seperti
disajikan pada Gambar 5.9, yaitu yang menggunakan 100% RAP, 70%
RAP, dan 50% RAP. Perancangan campuran beraspal dingin aspal
emulsi dengan RAP tersebut dilakukan dengan pemadatan benda uji
2x50 tumbukan dan 2x75 tumbukan. Sifat campuran beraspal dingin
aspal emulsi dengan 100% RAP, 70% RAP, dan 50% RAP tersebut
disajikan pada Tabel 5.18.
Pada Tabel 5.18, terlihat bahwa sifat campuran beraspal dingin
aspal emulsi CSS-1h menggunakan 100% RAP, 70% RAP, dan 50%
RAP, baik yang benda ujinya dipadatkan sebanyak 2x50 tumbukan
maupun yang 2x75 tumbukan, memenuhi persyaratan, yaitu memiliki
nilai stabilitas langsung dan stabilitas setelah vakum nilainya lebih
besar daripada persyaratan serta nilai kehilangan stabilitasnya lebih
kecil daripada persyaratan.
Namun, untuk penggunaan 100% RAP memiliki nilai pelelehan
dan rongga dalam campuran (VIM Marshall) paling tinggi sehingga
campuran beraspal din gin as pal emulsi dengan 100% RAP yang
memiliki gradasi agregat terlalu halus cenderung rentan terhadap
terjadinya pergeseran dan pelepasan butir.
Sifat campuran beraspal dingin aspal emulsi CSS-1h menggunakan
100% RAP, 70% RAP, dan 50% RAP dengan jumlah tumbukan benda
uji 2x75 memiliki nilai stabilitas yang lebih tinggi daripada benda
yang dipadatkan sebanyak 2x50 tumbukan dan kadar residu aspal
optimum serta rongga dalam campurannya juga lebih rendah.
Semakin banyak penggunaan RAP pada campuran beraspal
dingin aspal emulsi, baik yang benda ujinya dipadatkan sebanyak 2x50
tumbukan maupun yang 2x75 tumbukan, dapat meningkatkan nilai
stabilitas dan stabilitas sisa. Namun, hal tersebut berdampak terhadap
nilai rongga dalam campuran (VIM) yang semakin tinggi atau semakin

Karakteristik Campuran Beraspal . . . 93


keropos. Begitu juga untuk nilai pelelehan, semakin banyak RAP
yang digunakan, nilai pelelehannya semakin tinggi. Berdasarkan data
tersebut, penggunaan 100% RAP perlu memperhatikan gradasinya
dan bilamana gradasi RAP terlalu halus atau berada di atas batas
atas spesifikasi gradasi, sebaiknya dilakukan penggabungan dengan
agregat baru. Hal demikian agar sifat campuran beraspal dingin aspal
emulsi yang memanfaatkan RAP memiliki stabilitas dan stabilitas sisa
yang memenuhi persyaratan. Selain itu, campuran beraspal tersebut
memiliki nilai pelelehan serta rongga dalam campuran yang baik
sehingga tidak rentan pelepasan butir dan terjadinya pergeseran.

94 Campuran Beraspal Hemat ...


Tabel 5.18 Sifat Campuran Beraspal Dingin Aspal Emulsi CSS-lh Menggunakan Varias i RAP

Hasil Pengujian
Persya-
No Parameter 70% RAP SO% RAP
100% RAP Bogor rata n*
Bog or Bogor
1 Jumlah tumbukan 2x50 2x75 2x50 2x75 2x50 2x75
2 Kadar air penyelimutan ;% 10,0 10,0 11,0 11,0 12,0 12,0
3 Kadar air pemadatan; % 6,0 6,0 7,0 7,0 8,0 8,0
4 Kadar emu lsi;% 3,30 3,13 3,80 3,63 4,81 4,64
5 Kadar residu aspal emulsi; % 1,98 1,88 2,28 2,18 2,89 2,79
6 Kadar aspal RAP;% 5,52 5,52 4,62 4,62 2,81 2,81
7 Kadar aspal optimum; % 7,50 7,40 6,90 6,80 5,70 5,60
;:>;
Ill 3
8 Kepadatan ; gr/cm 2,064 2,118 2,067 2,120 2,072 2,125
til
~
CD 9 VIM Marshall ;% 7,50 7,00 7,10 6,60 6,30 5,80

-
:::l.
(/)

;<' 10 Stabilitas langsung; kg 481 640 435 597 344 513 >250
0
Ill 11 Stabilitas setelah vakum 100 mmHg, 1 jam ; kg 412 552 369 485 282 351
3
"0
c 12 Kehil angan stabilitas;% 14,3 13,7 15,3 18,8 18,0 31,5 Maks .
til 50
:::l
OJ
CD 13 Pelelehan ; mm 5,0 4,3 4,3 4,2 4,0 3,8
til
(/)
"0 Keterangan : * )Asphalt Institute (1989}
~

Sumber: Nona (2016 8 }


co
(]1
ANALISIS BAHAN DAN BIAYA
PEKERJAAN CAMPURAN BERASPAL

A. Penghematan Bahan Campuran Beraspal


Pemanfaatan RAP dalam campuran beraspal, baik untuk campuran
beraspal panas maupun untuk campuran beraspal dingin aspal cair
dan campuran dingin aspal emulsi, dapat mengurangi penggunaan
aspal baru dan agregat baru. Pada Tabel6.1, terlihat bahwa semakin
banyak RAP yang digunakan maka semakin banyak pula penghematan
as pal baru dan agregat baru. Namun, seperti terlihat pada Tabel 6.1,
penghematan antara aspal baru dengan agregat baru cenderung
berbeda. Hal demikian dapat dipahami bahwa dengan penggunaan
RAP semakin banyak maka untuk agregat baru yang diperlukan
proporsinya sudah tergantikan oleh agregat dari RAP, sedangkan
untuk aspal baru selain untuk melapisi permukaan RAP dan agregat
baru, sebagian lagi terserap oleh agregat baru.

B. Biaya Pekerjaan Campuran Beraspal


Perhitungan biaya campuran beraspal yang tanpa dan menggunakan
RAP, baik untuk campuran beraspal panas dengan variasi bahan
pengikat (aspal) maupun untuk campuran beraspal dingin aspal cair
MC-250 dan aspal emulsi, mengacu pada Pedoman Analisa Harga
Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum Nomor: 28/PRT/M/2016.
Harga beberapa bahan campuran beraspal dan biaya prosesan RAP
(pemecahan dan penyaringan) untuk wilayah Jawa Barat yang
digunakan pada analisis biaya, seperti disajikan pada Tabel 6.1.

97
Tabel 6.1 Penghematan Bahan Baru Campuran Beraspal
Reduksi Bahan pada Variasi
Jenis Campuran Beraspal dan Penggunaan RAP (% terhadap Berat
Proporsi RAP Bahan)
Aspal Baru Agregat Baru
Campuran beraspal panas
O%RAP 0,00 0,00
10% RAP 10,31 9,41
20% RAP 21,37 18,81
30% RAP 32,05 28,22
Campuran beraspal dingin aspal cair
0% RAP 0,00 0,00
50% RAP 53,52 47,04
70% RAP 63,86 65,85
100% RAP 77,01 100,00
Campuran beraspal dingin aspal
emulsi
0% RAP 0,00 0,00
50% RAP 52,95 47,04
70% RAP 61,04 65,85
100% RAP 80,14 100,00

Perhitungan biaya pekerjaan campuran beraspal berdasarkan


penggunaan bahan seperti pada Bah 6 Butir A, biaya bahan campuran
beraspal sesuai dengan Tabel 6.2, proses pencampuran menggunakan
unit pencampur aspal (AMP) dan aplikasi di lapangan. Hasil analisis
menggunakan Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang
Pekerjaan Umum diperoleh biaya pekerjaan campuran beraspal
dengan variasi proporsi RAP dan variasi bahan pengikat (aspal baru)
untuk ketiga jenis campuran beraspal diuraikan di bawah ini.
1) Biaya Pekerjaan Campuran Beraspal Panas
Hasil analisis biaya untuk pekerjaan campuran beraspal panas
yang tanpa dan dengan menggunakan RAP dan variasi bahan

98 Campuran Beraspal Hemal ...


Tabel 6.2 Harga Bahan Campuran Beraspal untuk Wilayah Jawa Barat
Uraian Satuan Harga (Rp)
Aspal Pen 60/70 ton 7.200.000
Aspa l ca ir MC-2 50 to n 8.350.000
Aspal emulsi CSS-1h ton 8.500.000
Agregat baru (prosesan) m' 280.000
Pengo lahan RAP'i ton 90.000
M inyak Goreng (M G) t on 11.500.000
OLI SAE-10 ton 26 .500.000
Rejuveni/e Rej iRE t on 32.000.000
Keterangan : ' i = Tidak termasuk biaya penggarukan pada permukaan perkerasan
yang rusak dan biaya pengangkutan ke lokasi pengolahan (pemecahan)

pengikat (aspal bam) disajikan pada Tabel 6.3. Pada Tabel 6.3,
terlihat bahwa penggunaan RAP pada campuran beraspal panas
dapat menghemat biaya, yaitu
a) Penggunaan 10% RAP dan aspal Pen 60/70 adalah sebesar
5,78%
b) Penggunaan 20% RAP dengan:
• 94,1% Aspal + 5,9% MG (MG-1) adalah sebesar 11,57%
• 91 ,7% Aspal + 8,3% OLI (OLI-1) adalah sebesar 6,20%
• 92,9% Aspal + 7,1% RejiRE (RejiRE-1) adalah sebesar
4,63%
c) Penggunaan 30% RAP dengan:
• 91,1% Aspal + 8,9% MG (MG-2) adalah sebesar 17,77%
• 87,9% Aspal + 12,1% OLI (OLI-2) adalah sebesar 10,30%
• 89,6% Aspal + 10,4% RejiRE (RejiRE-2) adalah sebesar
7,89%
Pada data tersebut, penghematan biaya pekerjaan campuran
beraspal panas tertinggi, baik yang menggunakan RAP sebanyak
20% maupun yang menggunakan RAP sebanyak 30% adalah yang

Analisis Bahan dan . . . 99


~

0 label 6.3 Biaya Pekerjaan dan Reduksi Biaya Campuran Beraspal Panas
0

0 I Besaran Biaya Campuran Beraspal Panas dengan Variasi RAP dan Variasi Bahan Pengikat
Q)

3 I
"0
c
O%RAP 10% RAP 20% RAP 30% RAP
Ql
::::J
Jenis Biaya
OJ
Cll AspaiPen AspaiPen AspaiPen Aspal Pen Aspal Pen AspaiPen
Ql AspaiPen Aspal Pen
60/70 + 60/70+ 60/70 + 60/70 + 60/70+ 60/70 +
I
(f)
"0 60/70 60/70
~ MG-1 OLI-1 RejiRE-1 MG-2 OLI-2 RejiRE-2
I
Cll
3 Total Biaya; 1.093 .650 1.030.400 967.150 1.025.800 1.043.050 899 .300 980.950 1.007.400
2:.
Rp/ton
Penurunan 63.250 126.500 67 .850 50.600 194.350 112.700 86.250
Biaya ; Rp/ton
Penurunan 5,78 11,57 6,20 4,63 17,77 10,30 7,89
Biaya; %/ton
menggunakan rejuvenile Minyak Goreng (MG). Hal ini dapat
dipahami karena proporsi penggunaannya paling sedikit serta
harganya paling murah dibandingkan rejuvenile lain.
2) Biaya Pekerjaan Campuran Beraspal Dingin Aspal Cair
Biaya untuk pekerjaan campuran beraspal dingin aspal emulsi
yang tanpa dan dengan menggunakan variasi RAP adalah disajikan
pada Tabel 6.4. Pada Tabel 6.4, terlihat bahwa penggunaan RAP
semakin banyak dapat menghemat biaya semakin tinggi, yaitu:
a) Penggunaan 50% RAP adalah sebesar 31,50%
b) Penggunaan 70% RAP adalah sebesar 36,60%
c) Penggunaan 100% RAP adalah sebesar 46,90%
3) Biaya Pekerjaan Campuran Beraspal Dingin Aspal Emulsi
Hasil analisis biaya untuk pekerjaan campuran beraspal dingin
aspal emulsi yang tanpa dan dengan menggunakan variasi
RAP disajikan pada Tabel 6.5. Pada Tabel 6.5, terlihat bahwa
penggunaan RAP pada campuran beraspal dingin emulsi dapat
menghemat biaya, yaitu:
a) Penggunaan 50% RAP adalah sebesar 37,10%
b) Penggunaan 70% RAP adalah sebesar 38,60%
c) Penggunaan 100% RAP adalah sebesar 59,80%

Tabel 6.4 Harga Pekerjaan dan Reduksi Biaya Campuran Beraspal Dingin
Aspal Cair

Besaran Biaya Campuran Beraspal Dingin Aspal


Cair MC-250 dengan variasi RAP
Jenis Biaya
O%RAP 50% RAP 70% RAP 100% RAP

Total Biaya ; Rp/ton 1.156.900 792 .350 733 .700 614.100


Penurunan Biaya; Rp/ton 364.550 423.200 542.800
Penurunan Biaya; %/ton 31,50 36,60 46,90

Anal isis Bahan dan .. . 101


Tabel 6.5 Harga Pe kerjaan dan Reduksi Biaya Campuran Beraspal Dingin
Aspal Emulsi
Besaran Biaya Campuran Beraspal Dingin Aspal
Emulsi dengan Variasi RAP
Jenis Biaya
O%RAP SO% RAP 70% RAP 100%RAP

Total Biaya ; Rp/ton 1.309.850 824.550 803.850 526.700


Penurunan Biaya; Rp/ton 485.300 506.000 783.150
Penurunan Biaya; %/ton 37,10 38,60 59,80

102 Campuran Beraspal Hemal .. .


PENUTUP

Penggunaan RAP dalam campuran beraspal panas yang hanya


menggunakan aspal Pen 60/70 adalah maksimum 10%. Penggunaan
RAP lebih dari 10% hams menggunakan aspal baru yang lebih lunak
atau aspal Pen 60/70 ditambah bahan peremaja. Penggunaan aspal
baru dengan bahan peremaja dapat meningkatkan penggunaan RAP
hingga sebanyak 30%. Kinerja campuran beraspal panas yang baik
adalah campuran beraspal panas yang memiliki ketahanan deformasi
dan kelelahan yang baik. Untuk itu, sifat campuran beraspal panas
dengan RAP yang menggunakan peremaja RejiRE adalah yang terbaik
dibandingkan penggunaan peremaja lainnya, baik yang menggunakan
20% RAP maupun 30% RAP. Berdasarkan data tersebut, penggunaan
peremaja RejiRE pada campuran beraspal panas yang menggunakan
RAP menjadi alternatif untuk digunakan.
Volumetrik campuran beraspal dingin aspal cair MC-250 dengan
variasi penggunaan RAP, yaitu 100% RAP, 70% RAP, dan 50% RAP
memenuhi persyaratan. Selain itu, nilai stabilitas dan stabilitas sisanya
juga memenuhi persyaratan. Namun, untuk campuran beraspal din gin
as pal cair dengan penggunaan 100% RAP, nilai pelelehannya di atas 4
mm atau di atas batas maksimum yang disyaratkan. Tingginya nilai
pelelehan tersebut karena gradasi agregat campuran terlalu halus
dan di luar batas persyaratan gradasi. Penggunaan RAP semakin
banyak pada campuran beraspal dingin dengan aspal cair MC-250
memberikan nilai stabilitas yang semakin tinggi. Sebaliknya, untuk
nilai stabilitas sisa, semakin banyak penggunaan RAP, nilai stabilitas

103
sisanya semakin rendah. Untuk itu, perlu memperhatikan gradasi RAP
yang akan digunakan. Bilamana gradasi RAP terlalu halus atau berada
di atas batas spesifikasi gradasi, sebaiknya dilakukan penggabungan
dengan agregat baru.
Penggunaan 100% RAP pada campuran beraspal dingin as pal
emulsi dapat meningkatkan nilai stabilitas, tetapi nilai pelelehan
dan stabilitas sisanya menurun serta makin keropos karena nilai
rongga dalam campuran meningkat. Untuk itu, penggunaan 100%
RAP yang gradasinya terlalu halus dan di luar batas persyaratan pada
campuran beraspal dingin dengan aspal emulsi bersifat kurang awet
atau durabilitas menurun, sedangkan penggunaan 70% RAP dan
50% RAP, meskipun masih menggunakan agregat baru, memiliki
durabilitas lebih baik yang ditunjukkan dengan nilai stabilitas setelah
vakum (stabilitas sisa) masih baik serta memiliki nilai pelelehan dan
rongga dalam campuran yang lebih kecil.
Penggunaan RAP pada campuran beraspal semakin banyak
pada campuran beraspal maka penghematan aspal baru dan agregat
baru semakin tinggi juga. Penghematan agregat baru sesuai dengan
jumlah agregat yang terkandung dalam RAP, sedangkan untuk
penghematan aspal baru tidak sesuai dengan penghematan agregat
baru. Hal demikian disebabkan oleh aspal baru masih diperlukan
untuk meremajakan aspal dari RAP dan atau melapisi tipis permukaan
butiran RAP agar dapat saling mengikat butiran ketika dipadatkan.
Selain itu, bilamana menggunakan agregat baru, aspal baru juga
terserap oleh agregat baru.
Hasil analisis biaya pekerjaan campuran beraspal panas yang
menggunakan RAP dan variasi bahan pengikat (aspal baru) dapat
menghemat biaya, yaitu
1) Penggunaan 10% RAP dan aspal Pen 60/70 sebesar 5,78%.
2) Penggunaan 20% RAP dengan rejuvenile MG sebesar 11,57%,
OLI sebesar 6,20%, dan dengan RejiRE sebesar 4,63%.

104 Campuran Beraspal He mat ...


3) Penggunaan 30% RAP dengan rejuvenile MG sebesar 17,77%,
OLI sebesar 10,30%, dan dengan RejiRE sebesar 7,89%.

Penghematan biaya pekerjaan pada campuran beraspal dingin,


baik yang menggunakan aspal cair maupun aspal emulsi, adalah
sebagai berikut:
1) Penggunaan 50% RAP adalah sebesar 31,50% untuk aspal cair
dan sebesar 37,10% untuk aspal emulsi.
2) Penggunaan 70% RAP adalah sebesar 36,60% untuk aspal cair
dan sebesar 38,60% untuk aspal emulsi.
3) Penggunaan 100% RAP adalah sebesar 46,90% untuk aspal cair
dan sebesar 59,80% untuk aspal emulsi.

Berdasarkan data di atas, pemanfaatan RAP dapat menghemat


biaya serta mengurangi ketergantungan terhadap aspal impor dan
kerusakan lingkungan akibat pembukaan tempat penambangan
agregat baru. Selain itu, sesuai pengalaman dari beberapa negara,
Indonesia perlu memulai pemanfaatan RAP, baik untuk campuran
beraspal panas maupun untuk campuran beraspal dingin aspal cair
dan aspal emulsi, terutama untuk pekerjaan pemeliharaan preventif
dan rehabilitasi pada perkerasan jalan beraspal yang mengalami
kerusakan, yaitu dengan menggunakan metode cut and fill.

Penutup 105
DAFTAR PUSTAKA

AASHTO. (1993). AASHTO Guide for design ofpavement structures. American


Association of State Highway Transportation Officials. Washington, DC.
American Association of State Highway Transportation Officials Standard.
(2012). Standard specification for performance-graded asphalt binder
(AASTHO M320-12). Washington, DC
- - -· (2012). Standard specification for superpave volumetric mix design
(AASTHO M323-12). Washington, DC.
- - -· (2014). Standard method of test determining the fatigue life of
campacted asphalt mixtures subjected to repeated flexural bending
(AASHTO T321-14). Washington, DC.
- - - · (20 14). Standard method of test for resistance of compacted asphalt
mixtures to moisture-induced damage (AASTHO T283-14). Washington,
DC.
- - - · (2015). Standard method of test for resistance to plastic flow of
bituminous mixtures using marshall apparatus (AASTHO T245-15).
Washington, DC.
American Society for Testing and Materials. (2016). Standard practice for
preparation of bituminous specimens using marshall apparatus (ASTM
D 6926-10). Washington, DC.
ARRA. (2001). Basic asphalt recycling manual. Asphalt Recycling and
Reclaiming Associaton. U.S. Department of Transportation-Federal
Highway Administration. USA.
Asphalt Institute. (1989). Asphalt cold mix manual. Manual series no. 14
third edition. Washington, DC: The Asphalt Institute.
- - -· (1993). Mix design methods for asphalt concrete and others hot mix
types. Manual series no. 2 second edition. Washington, DC: The Asphalt
Institute.

107
Badan Standar Nasional. (2008). Spesifikasi aspal cair tipe penguapan sedang,
SNI 4799:2008. Jakarta: BSN.
- - · (2011). Spesifikasi aspal emulsi kationik, SNI 4798:2011, Jakarta.
- - - · (2014). Metode uji stabilitas dan pelelehan campuran beraspal panas
dengan menggunakan alat Marshall SNI 2489:2014. Jakarta: BSN
Chirspus, S. N., Zachary, A. G., & Stephen, M. M. (2013). Suitability of
reclaimed asphalt concrete as a cold mix surfacing material for low
volume roads. International Journal of Engineering and Advanced
Technology (IJEAT); ISSN: 2249-8958, Volume-3, Issue-2, December
2013.
Copeland, A. (2011). Reclaimed asphalt pavement in asphalt mixtures: State
of the practice, Report No. FHWA-HRT-11-021. U.S. Department of
Transportation, Federal Highway Administration. Washington, DC.
Direktorat Jenderal Bina Marga. (2014). Spesifikasi umum bidangjalan dan
jembatan tahun 2010 revisi 3. Jakarta.
Dony, A., Colin, J., Bruneau, D., Drouadaine, 1., & Navaro, J. (2012). Reclaimed
asphalt concretes with high recycling rates: Changes in reclaimed binder
properties according to rejuvenating agent. Elsevier, 175-181.
EAPA. (2005). Industry statement on the recycling of asphalt mixes amd use
of waste of asphalt pavements. Brussels, Belgium: European Asphalt
Pavement Association.
Esenwa, M., Davidson, J. K., Kucharek, A. S., & Moore, T. (2013). 100%
recycled asphalt paving, our experience. Ontario: Canadian Technical
Asphalt Association.
FHWA. (2001). Basic asphalt recycling manual. Federal Highway
Administration U.S. Department of Transportation. New York.
Hansen, K. R, & Copeland, A. (2015). Asphalt pavement industry survey
on recycled materials and warm-mix asphalt usage: 2014. Report No.
Information Series 138 (5th edition), National Asphalt Pavement
Association. Lanham, Maryland.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia.
(2016). Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan
Umum, Nomor: 28/PRT/M/2016. Jakarta: Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia.
Lehtimaki, H. (2012). Rejuvenating RAP with light oil products and a new
mixing method for hot in-plant recycling. In Via 2012 Congress. Espoo:
Aalto University.
National Asphalt Pavement Association. (1996). Hot mix asphalt materials,
mixture design and construction second edition. Maryland: NAPA.

108 Campuran Beraspal Hemal ...


National Research Council. (1994). Superior performing asphalt pavements
(Superpave). SHRP-A-410. Washington DC: TRB.
NCHRP. (2001). Recommended use of reclaimed asphalt pavement in the
superpave mix design method: Technician's manual, NCHRP report 452.
National Cooperative Highway Research Program-Transportation
Research Board National Research Council2101 Constitution Avenue,
N.W Washington, DC.
Nono. (2011). Teknologi preservasi perkerasan lentur: Lapis tipis beton aspal
(thin hot mix asphalt). Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Jalan dan Jembatan.
- - - · (201SAl. Pemanfaatan material daur ulang (RAP) perkerasan beraspal
untuk campuran beraspal dingin bergradasi menerus dengan aspal cair.
Jurnal Jalan-fembatan, 32 (3), 171-18. Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Jalan dan Jembatan.
- - - · (2015 8 ). Pengembangan teknologi aditif untuk campuran beraspal
yang menggunakan RAP dan asbuton. Buku Naskah Ilmiah. Bandung:
CV. ADIKA.
- - - · (2016A). Pengaruh bahan peremaja terhadap kinerja campuran
beraspal panas bergradasi menerus menggunakan daur ulang perkerasan
beraspal. Jurnal Jalan-Jembatan, 33 ( 1). Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Jalan dan Jembatan.
- - - · (2016 8 ). Laporan Akhir Pengembangan Tambalan Cepat Mantap.
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan.
Nono, Dani, H, & Edwin, N. (2016). Tambalan cepat mantap siap pakai:
Solusi penanganan cepat untuk jalan berlubang. Makalah Seminar Hasil
Litbang, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan,
Kementerian PUPR. Jakarta
Nono & Mahmud, S. (2014). Teknologi campuran beraspal panas bergradasi
menerus. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan
Jembatan.
Novita, P., Subagio, B.S., & Rahman, H. (2011). Kinerja kelelahan campuran
beton aspal. Jurnal Transportasi, 11.
Olard, F., & Pouget, S. (2014). Current status of RAP application in France.
Application of reclaimed asphalt pavement and recycled asphalt shingles
in hot-mix asphalt: National and international perspectives on current
practice. Transportation Research Circular E-CJBB. Washington, DC:
Transportation Research Board.

Daftar Pustaka 109


O'Sullivan, K. A. (20 11). Rejuvenation of reclaimed asphalt pavement (RAP)
in hot mix asphalt recycling with high RAP content. Worcester: Worcester
Polytechnic Institute.
Pusjatan. (2006). Buku modul sosialisasi dan diseminasi asbuton. Bandung:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan.
Qiu, J., Schlangen, E., van de Ven, M. F., & Shirazi, M. (2013). Reintroducing
the intrinsic self-healing properties in reclaimed asphalt by rejuvenation.
Proceeding of the 4'" International Conference on Self-Healing Materials
(16-20). Ghent: Ghent University.
Shell Bitumen. (2003). Shell Bitumen handbook fifth edition. London: Thomas
Telford Publishing.
Sony. (2015). Pemerintah terus upayakan perbaikan jalan yang rusak. Diambil
kembali dari www.pu.go.id: http:/ /wwwl.pu.go.id/ uploads/berita/
ppw080606sn.htm.
Subagio B. S., 2009. Perkembangan Desain dan Teknologi Foam Bitumen
untuk Material Daur Ulang. Institut Teknologi Bandung, ITB. Ban dung.
Suaryana, N. (2008). Laporan uji coba daur ulang perkerasan beraspal di !alan
Pantura (lokasi Losari). Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Jalan dan Jembatan.
Sumantri, B., Santiko, H., Djakfar, L., & Bowoputro, H. (2014). Pengaruh
peremaja oli bekas dan solar terhadap karakteristik marshall perkerasan
daur ulang dengan asbuton. Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil (235).
Washington State Department ofTransportation (WSDOT). (2005). Hot mix
asphalt production and testing, construction inspector's training manual.
Washington, DC: WSDOT.
West, R. C., & Copeland, A. (2015). High RAP asphalt pavements: Japan
practice-lessons learned (IS 139). Lanham, Maryland: National Asphalt
Pavement Association.
Wirtgen. (2012). Wirtgen cold recycling technology 1'' edition. Jerman:
Wirtgen Group.
Xu, J., Huang, S., & Qin, Y. (2014). Asphalt pavement recycling in mainland
China. Application of reclaimed asphalt pavement and recycled asphalt
shingles in hot-mix asphalt: National and international perspectives on
current practice. Transportation Research Circular E-C188. Washington,
DC: Transportation Research Board.
Yu, X., Zaumanis, M., Santos, S.d., & Poulikakos, L. D. (2014). Rheological,
microscopic, and chemical characterization of the rejuvenating on asphalt
binders. Elsiviers, 162-171.

110 Campuran Beraspal Hemat ...


DAFTAR SINGKATAN

AASHTO American Association of State Highway and Transportation


Officials
AC-WC Asphlat Concrete Wearing Course
AMP Asphalt Mixing Plant
ASTM American Society for Testing and Materials
BBR Bending Beam Rheometer
BFA Beam Fatigue Apparatus
c Celcius
CMS Cationic Medium-Setting asphalt emulsion
coc Cleveland Open Cup
eSt Centi Stokes
css Cationic Slow-Setting asphalt emulsion
DSR Dynamic Shear Rheometer
DTT Direct Tension Tester
ESAL Equivalent Single Axel Load
BFA Beam Fatigue Apparatus
FHWA Federal Highway Administration
HFMS High Float Medium-Setting asphalt emulsion
HMA Hot Mix Asphalt
ITSR Indirect Tensile Strength Retained
KAO Kadar Aspal Optimum
kPa Kilo Pascal
MC Medium-Curing cutback asphalt
MG Minyak Goreng
mm Millimeter
MPa Mega Pascal
MS Manual Series
NAPA National Asphalt Pavement Association

111
NCHRP National Cooperative Highway Research Program
p Persentase kadar residu aspal emulsi
Pa.s Pascal second
PAV Pressure Aging Vessel
Pb Persentase kadar residu aspal cair
Pen Penetration grade
PG Performance Grade (asphalt binder)
PRD Percentage Refusal Density
RAP Reclaimed Asphalt Pavement
RTFOT Rolling Thin Film Oven Test
RV Rotational Viscometer
sc Slow-Curing cutback asphalt
SF Saybol Furrol
SHRP Strategic Highway Research Program
ss Slow-Setting asphalt emulsion
SSD Saturated Surface Dry
Temperatur kritis (tinggi, menengah dan rendah) bahan
pengikat aspal baru
Tblcnd
Temperatur kritis (tinggi, menengah dan rendah) bahan
pengikat aspal basil pencampuran (final desired)
TCE Trichlor Ethylen
TC(M) Temperatur menengah kritis
TC(T)
Temperatur tinggi kritis
TC(R) Temperatur rendah kritis
TFOT Thin Film Oven Test
TRAP Temperatur kritis (tinggi, menengah dan rendah) bahan
pengikat RAP basil pemulihan
VIM Voids In Mix
VFB Voids Filled with Bitumen
VMA Voids in the Mineral Aggregate

112 Campuran Beraspal Hem at ...


INDEKS

AASHTO, 4, 26, 29, 33, 39, 41, 42, Bahan pengisi, 6, 9, 12, 67, 69, 70
45, 46, 47, 48, 58, 64, 74, 75, Bahan peremaja, 21, 23, 32, 33, 40,
107, 111 75, 79,87,88, 103,109
Agregat, v, vii, viii, 5, 6, 7, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16,21,22,23,29, Campuran beraspal dingin, vii, 6,
31,39,40,41,42,43,44,49,50, 7, 15, 16,32,39,40,42,43,44,
51,52,53,54,55,61,62,65,66, 45, 54, 59, 72, 88, 89, 90, 91,
67,68,69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 92,93,95,97,98, 101,103,104,
78, 79, 80, 81, 82, 88, 90, 91, 105, 109
93,95,97, 98,99, 103,104,105 Campuran beraspal panas, vii, 6, 7,
Aspal baru, vii, 13, 14, 15, 29, 33, 12, 13, 14,15, 16,23,29,32,33,
35, 46, 47, 48, 50, 51, 75, 76, 39,40,45,49,61,62,63,66,67,
77, 78, 79, 80, 83, 87, 97, 98, 68,69,70,71,72,73,75, 78,79,
99, 103, 104, 112 83, 87, 88, 91, 97, 98, 9~ 103,
Aspal cair, vii, 7, 8, 32, 39, 42, 43, 104, 105, 108, 109
45, 50, 51, 52, 53, 54, 72, 88,
89, 97, 98, 99, 103, 105, 108, DSR, 25, 26, 33, 35, 46, 75, 111
109, 112
Aspal emulsi, vii, 7, 8, 15, 32, 39, 43, MG, 32, 33, 34, 35, 36, 76, 77, 78,
44,45,54,55,56,57,58,59,60, 81,82,84, 86,87,99, 100,1 01,
72,91,92,93,94,95,97,98,99, 104, 105, 111
101, 104, 105, 108, 112
Aspal keras, 6, 7, 40 OLI, 32, 33, 34, 35, 76, 77, 78, 81,
Aspal modifikasi, 6 82, 83, 84, 86, 87, 88, 99, 100,
Aspal Pen, 34, 35, 40, 41, 73, 76, 77, 104, 105
80,81,82,99,100
PAV, 33,35,37,112
Bahan pengikat baru, 33, 45, 75

113
Pelelehan, 41, 43, 50, 54, 61, 79, 80, Rejuvenile, vii, 23, 31, 32, 36, 37, 75,
81,82,91,93,94,95, 103,104, 76, 77, 99, 101, 104, 105
108 Reologi, 21, 25, 33
PG, 27, 45, 46, 75, 76, 77, 112 RTFO, 25, 26, 33, 35
RTFOT, 27, 35, 36, 112
RAP, vii, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21,
22,23,24,25,26,27,2 8,29,30, Stabilitas, 12, 23, 24, 41, 43, 44, 50,
31,32,33,39,40,42,4 3,44,45, 51,54,59,60,61,64,6 5,66,70,
46,47,48,49,50,51,5 2,53,54, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 87, 88,
55,56,57,58,59,60,6 1,72,73, 90,91,93,94,95,103, 104,108
74, 75, 76, 77, 78, 79,80,81,82,
83,84,85,87,88,89,9 0,91,92, VFB, 23, 41, 61, 62, 79, 80, 81, 82,
93,94,95,97,98,99, 100,101, 91, 112
102, 103, 104, 105, 108, 109, VIM, 23, 41, 42, 43, 61, 62, 72, 79,
110, 112 80,81,82,91,93,94,9 5, 112
RejiRE, vii, 32, 33, 34, 35, 76, 77, 78, VMA, 23, 41, 43, 61, 62, 79, 80, 81,
79,81,82,83,84,86,8 7,88,99, 82, 91, 112
100, 103, 105

114 Campuran Beraspal Hemal ...


BIOGRAFI PENULIS

Sejak tahun 1993, penulis menjadi pegawai negeri sipil.


Inilah awal dari dimulainya proses kegiatan penelitian
bidang teknologi jalan (bahan dan perkerasan jalan)
di Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan
Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, yang berlokasi di Bandung. Pendidikan
formal yang telah ditempuh adalah Sekolah Dasar
Negeri di Kabupaten Bandung, Sekolah Menengah
Pertama Negeri di Kabupaten Bandung, Sekolah Teknik Menengah Pekerjaan
Umum, Sarjana Muda (D3) teknik sipil dari Akademi Teknik Pekerjaan
Umum (ATPU) Provinsi Jawa Barat di Bandung (1984), Sarjana (S1) Teknik
Sipil dari Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung (1991), Magister
Teknik (S2) Sistem dan Teknik Jalan Raya (STJR) Institut Teknologi Bandung
dan The University of New South Wales Australia (1998).
Pekerjaan utama penulis adalah pejabat fungsional peneliti sejak 2003
dan sekarang sebagai peneliti madya bidang teknologi jalan.

115
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Anda mungkin juga menyukai