Anda di halaman 1dari 9

PERKEMBANGAN LAPISAN PERKERSAN JALAN

RECYCLING ASPHALT PAVEMENT (RAP)

NAMA : ANNIHAYATUL MUNA


NIM : 2019731150005
JURUSAN : TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS JAYABAYA
Jl. Raya Bogor Km. 28,8 Kampus C Cimanggis, Jakarta Timur, Telp. (021) 871 9958.

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sejarah perkembangan perkerasan jalan telah dimulai bersamaan dengan sejarah umat manusia
itu sendiri yang selalu berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan berkomunikasi
dengan sesama. Dengan demikian perkembangan perkerasan jalan saling berkaitan dengan
perkembangan umat manusia. Hal ini ditandai dengan adanya jalan setapak pada perkembangan
awal umat manusia yang kemudian berkembang pada masa kerajaan Romawi hingga adanya
lapis perkerasaan yang didesain oleh John Louden Mac Adam (1756-1836) dan Thomas Telford
(1757-1834) yang telah menggunakan batu pecah sebagai lapis perkerasannya. Dan pada abad
ke-20 telah ditemukan bahan pengikat batu pecah tersebut yaitu aspal atau bitumen.

Lapis perkerasan jalan adalah suatu pelapis pada permukaan tanah yang dipadatkan dan diberi
perkeras tambahan yang lebih kuat untuk dapat menahan beban lalu-lintas di atasnya. Untuk
menjaga fungsi perkerasan jalan lebih lama, maka lapis perkerasan tersebut dirancang
sedemikian rupa agar tidak cepat rusak atau lepas. Penemuan aspal yang berfungsi sebagai
pelekat antar batuan/agregat menjadi salah satu solusi permasalahan tersebut. Dengan kombinasi
agregat dan proses pencampuran aspal yang optimal akan mengasilkan suatu lapis perkerasan
jalan yang kuat dan memiliki waktu layan yang panjang.

Namun, pertimbangan ekonomi dan lingkungan telah mendorong manusia melakukan daur ulang
untuk menciptakan suatu inovasi. Tak terkecuali pada teknologi perkerasan jalan raya. Salah satu
inovasi yang dihasilkan adalah teknologi dalam proses pencampuran aspal menggunakan bahan
daur ulang yang berasal dari pengupasan sisa perkerasan lama yang dikombinasikan dengan
bahan yang baru. Permintaan daur ulang lapis perkerasan semakin meningkat yang disebabkan
oleh mahalnya harga aspal yang seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan kelangkaan
agregat yang memenuhi spesifikasi. Hingga saat ini pertimbangan ekonomi dan isu lingkungan
yang semakin mendasari dilakukan daur ulang untuk menjaga kelestarian serta mengurangi
limbah aspal dari penggarukan. Selain itu, perbaikan jalan dengan pelapisan ulang pada
perkerasan lama (overlay) akan menambah elevasi jalan dan apabila dilakukan terus menerus
akan membentuk ketebalan lapisan perkerasan yang tinggi dan akan berakibat terganggunya
drainase, ketinggian bahu dan kerb jalan.

2
Recycling Asphalt Pavement (RAP) adalah istilah yang diberikan pada pemindahan dan proses
pengolahan ulang bahan yang mengandung aspal dan bagregat. Daur ulang aspal merupakan sisa
dari lapis permukaan jalan yang sudah tidak terpakai. Cara untuk mendapatkannya adalah
mengeruk lapis perkerasan jalan yang lama dengan menggunakan alat penggaruk aspal yang
dinamakan alat milling. Metode daur ulang RAP dibedakan menjadi empat hot recycling, cold
recycling, in-situ recycling, dan in-plant recycling.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Macam – Macam Recycling Asphalt Pavement (RAP)

a. Cold-mix Recycling

Daur ulang campuran dingin (cold mix recycling) yaitu material jalan yang sudah dihancurkan
di-tempat, kemudian dicampur dengan semen aspal emulsi atau kombinasi keduanya dengan
sistem pencampuran dingin (tidak perlu memanaskan agregat RAP), sebelum dipadatkan
menjadi konstruksi perkerasan jalan yang baru. Pada teknologi cold-mix recycling yang terkini,
bahan tambah aspal emulsi diganti dengan foamed bitumen yang menghasilkan hasil campuran
yang lebih cepat mengeras, sehingga bias langsung open traffic begitu proses pemadatan selesai
(Sunarjono, 2008).

3
Ilustrasi Recycling dengan teknologi Cold Mix Recycling.

b. Hot- mix Recycling

‘Hot-mix recycling’, konstruksi perkerasan ’aspal yang telah rusak’ digali, digiling dan
dihancurkan dengan mesin, kemudian ditambahkan sedikit aspal baru dengan pencampuran
dalam kondisi panas (sekitar suhu 140°C-180°C). Material yang sudah tercampur rata kemudian
digelar dan dirapikan permukaannya, untuk kemudian dipadatkan dengan ’roller compactor’,
sehingga terbentuklah konstruksi perkerasan jalan yang baru (Sunarjono, 2008).

4
Ilustrasi Recycling dengan teknologi Hot Mix Recycling.

c. Warm-mix recycling

Warm-mix recycling, konstruksi perkerasan ’aspal yang telah rusak’ digali, digiling dan
dihancurkan dengan mesin, kemudian ditambahkan sedikit aspal baru dengan pencampuran
dalam kondisi hangat pada suhu pencampuran sekitar 600 C. Material yang sudah tercampur rata
kemudian digelar dan dirapikan permukaannya, untuk kemudian dipadatkan dengan ’roller
compactor’, sehingga terbentuklah konstruksi perkerasan jalan yang baru (Sunarjono, 2008).
Menurut tempat pencampurannya metode daur ulang dapat dibagi menjadi In-plant recycling dan
In-place recycling.

Ilustrasi Perbedaan suhu pada Cold, Hot, dan Warm Recycling.

5
2.2. Sifat dan Syarat RAP untuk Bahan Perkerasan Beraspal
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil aplikasi di lapangan penggunaan material daur ulang
sering kali menemui beberapa kendala antara lain menurunnya sifat fisik dari material daur
ulang, mengingat selama masa layannya telah menerima beban lalu lintas yang cukup berat.
Selain itu, material daur ulang juga memiliki tingkat variabilitas yang cukup tinggi sehingga
dapat berdampak pada perubahan gradasi dan durabilitas dari campuran.

Secara umum perkerasan daur ulang (recycling) memanfaatkan kembali material (agregat dan
aspal) perkerasan lama untuk dijadikan sebagai perkerasan baru yang ditambahkan agregat baru
dan atau bahan peremaja. Untuk mencapai hasil yang memadai pada umumnya aspal dan agregat
lama perlu diperbaharui baik sifat-sifatnya maupun gradasinya (Novita P. dkk., 2011). Selain itu,
Qiu dkk. (2013) merekomendasikan penggunaan aspal yang telah menua dapat direkonstruksi
dengan menggunakan bahan peremaja (rejuvenile).

Beberapa negara di Eropa telah membatasi penggunaan RAP dalam campuran beraspal, yaitu
berdasarkan kekerasan bitumennya (nilai penetrasi dan atau nilai titik lembek) seperti disajikan
pada Tabel 2-1 (Nono, 2017). Pada Tabel 2-1 terlihat bahwa pada umumnya RAP yang dapat
dimanfaatkan atau digunakan untuk campuran beraspal adalah yang memiliki nilai penetrasi > 15
dmm dan titik lembeknya < 70oC. Belgia dan Perancis masih mengijinkan menggunakan RAP
yang memiliki nilai penetrasinya lebih rendah, yaitu berturut-turut > 10 dmm dan > 5 dmm.

Tabel 2-1. Batasan sifat aspal RAP hasil pemulihan yang direkomendasikan untuk daur ulang.

Negara Sifat Aspal


Penetrasi (dmm) Titik Lembek (°C)
Perancis >5 < 77
Belgia > 10 -
Inggris > 15 -
Jerman, Irlandia, Polandia, Portugal > 15 < 70
Slovakia - < 70

6
Menurut NAPA (2015), sifat RAP hasil pemulihan yang direkomendasikan untuk campuran daur
ulang seperti disajikan pada Tabel 2-2

Tabel 2-2. Sifat aspal RAP hasil pemulihan yang direkomendasikan untuk daur ulang

Karakteristik Persyaratan
Kadar aspal, % Min. 3,8
Penetrasi aspal RAP pada 25°C, 100 g, 5 detik, 0,1 mm Min. 20
Persentase agregat lolos ayakan 75 𝜇m (P200) Max. 5,0

Berdasarkan Copeland A (2011), RAP yang diperoleh dari lapangan harus diproses terlebih
dahulu sebelum digunakan. Cara memproses RAP mencakup beberapa tahap agar homogen atau
konsisten sehingga dapat digunakan dengan persentase yang banyak dan campuran beraspal
memiliki kualitas yang tinggi dan memenuhi persyaratan. RAP harus dipecah agar ukuran
butirannya sesuai yang diharapkan dan kemudian disaring untuk memisahkan ukuran butir RAP
yang fraksi kasar dan halus serta yang berukuran besar (oversize). Pemisahan RAP berdasarkan
ukuran meningkatkan kontrol dan mengurangi variabilitas. Sesuai AASHTO M 323. (2012)
bahwa penggunaan RAP dalam campuran beraspal panas dengan proporsi 15% atau lebih, harus
menggunakan aspal baru yang lebih lunak. Proporsi RAP dalam campuran beraspal panas yang
praktis sesuai Asphalt Institute (1993) adalah sekitar (10 – 35) % untuk unit produksi jenis
takaran, sedangkan untuk unit produksi jenis drum kuantitas yang praktis adalah sekitar (10 – 50)
%.

2.3. Sifat bahan RAP

Bahan daur ulang beraspal (RAP) harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Bahan daur ulang beraspal harus diperoleh
dari hasil pengupasan atau pembongkaran pada perkerasan lama selanjutnya harus diproses
pemecahan menggunakan alat pemecah batu (stone crusher). Pada pemecahan bahan daur ulang
dibagi menjadi 2 fraksi, yaitu fraksi bahan daur ulang kasar (tertahan saringan No. 4) dan fraksi
halus lolos saringan No. 4.

Ukuran butir agregat bahan daur ulang beraspal (RAP) hasil pemecah batu (setelah diekstraksi
sesuai dengan SNI 03-6894-2002) untuk ACWCRAP, AC-BCRAP dan AC-BaseRAP harus
lolos saringan 19,0 mm (3/4 inci), sedangkan untuk LTBA Halus-RAP dan LTBA Kasar-RAP
harus lolos saringan 12,5 mm (1/2 inci).

7
Untuk mengetahui sifat aspal dari bahan daur ulang beraspal (RAP), harus dilakukan
pengambilan contoh sesuai SNI 6889:2014 dan dilakukan ekstraksi sesuai SNI 8279:2016 dan
hasil pemulihan sesuai SNI 4797:2015. Sifat aspal dari RAP hasil pemulihan dan agregat RAP
harus memenuhi persyaratan sesuai Tabel 3-1.

Tabel 3-1. Persyaratan bahan daur ulang beraspal (RAP) hasil ekstraksi dan pemulihan

Karakteristik Standar Uji Persyaratan


Kadar Aspal, % SNI 8279:2016 Min. 3,8
Penetrasi pada 25oC, 100 g, 5 detik, 0,1 SNI 2456:2011 Min. 5
mm
Agregat kasar :
- Partikel pipih dan lonjong SNI 8287:2016 Maks. 10 %
(Perbandingan lengan alat uji terhadap
poros = 1:5)
- Butir pecah pada agregat kasar SNI 7619:2012 95/901)
1)
CATATAN: 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah dua atau lebih.

Aditif rejuvenenile merupakan suatu peremaja bahan pengikat untuk RAP di mana didalamnya
terkandung dan tersusun senyawa aromatik ringan, untuk menggantikan senyawa aromatik
ringan yang menguap atau teroksidasi pada RAP. Kemampuan senyawa aromatik ringan dari
rejuvenile harus dapat menembus lapisan aspal dan berdifusi pada RAP sehingga dapat
merekonstruksi aspal yang telah menua menjadi bahan lapis perkerasan baru (Qiu dkk., 2013).
Rejuvenile merupakan suatu aditif dengan viskositas rendah yang dirancang untuk
mengembalikan sifat-sifat RAP-pengikat dan untuk meningkatkan sifat-sifat campuran aspal
yang mengandung RAP. Peremajaan ideal tidak hanya mengembalikan sifat mekanik aspal,
tetapi juga mengoreksi komposisi kimia dari aspal usia (Lehtimaki, 2012). Bahan rejuvenile dari
senyawa aromatik yang sangat ringan dapat meningkatkan ketahanan terhadap retak pada
temperatur rendah dan deformasi permanen (Lehtimaki, 2012). Sifat bahan peremaja untuk
campuran beraspal panas daur ulang harus memenuhi persyaratan pada Tabel 3-2.

8
Tabel 3-2. Persyaratan sifat bahan peremaja.

Pengujian Standar Uji Persyaratan


Viskositas Kinematis SNI 7729:2011 Maks.1000
pada 60°C; cSt
Titik nyala; °C SNI 2434:2011 Min. 232
Berat Jenis SNI 2441:2011 Min. 0,90
Pengujian hasil TFOT (SNI 06-2440-1991) atau RTFOT (SNI 03-6835-2002):
Berat yang Hilang (%) SNI 06-2440-1991 Maks. 1,5
Rasio Viskositas SNI 7729:2011 Maks. 2,0

BAB III

KESIMPULAN

Metode daur ulang (recycling) menggunakan RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) merupakan
salah satu cara dalam kegiatan rehabilitasi. Teknologi daur ulang perkerasan merupakan suatu
alternatif kegiatan rehabilitasi yang memiliki beberapa keuntungan seperti dapat mengembalikan
kekuatan perkerasan, mempertahankan geometrik jalan serta mengatasi ketergantungan akan
material baru. Metode ini di bagi menjadi tiga yaitu Cold-mix Recycling, Hot- mix Recycling,
dan Warm-mix recycling.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. http://eprints.ums.ac.id/25605/16/Naskah_Publikasi.pdf
2. jbptitbpp-gdl-wellypradi-35422-2-2013ts-1.pdf
3. Naskah Ilmiah HMA Daur Ulang.

Anda mungkin juga menyukai