Deskripsi
Cipta dan baca puisi juga lomba membaca berita merupakan salah satu perlombaan yang
akan dilaksanakan dalam rangka “Gebyar Bulan Bahasa” oleh OSIS SMP Negeri 1
Pangandaran dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir membawa air
air
mata
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca seribu tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukannya.
TANAH AIR MATA
Karya: Sutardji Calzoum Bachri
Dari banyaknya warisan budaya di Pangandaran, nampaling masih eksis menjadi kearifan
lokal sejak 4 abad yang lalu. Nampaling merupakan prosesi penangkapan hama di area
sawah pasca musim panen padi.
Saat ini, nampaling masih sering dilalukan warga di Desa Cikalong, Kecamatan
Sidamulih, Kabupaten Pangandaran.
"Nampaling sudah ada sejak tahun 1600-an, dulu memang hanya untuk pengusiran hama
tapi kini dibuatkan festival budaya agar terlihat meriah," ucapnya kepada detikJabar.
Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata dan Wakil Bupati Pangandaran Ujang Endin
Indrawan melakukan kegiatan Nampaling Baca juga: Main Basah-basahan, Ini 5 Tempat
Bodyrafting di Pangandaran. Ia mengatakan Festival Nampaling dalam acara Budaya
Desa Cikalong ini sebagai upaya melestarikan tradisi yang menjadi warisan leluhur warga
Desa Cikalong. Festival Nampaling dilakukan setiap selesai masa panen tiba yang
biasanya masuk bulan September-Oktober.
Sementara kata nampaling diambil dari alat yang digunakan untuk menangkap belalang
yang terbuat dari bambu. "Setelah belalang ditangkap, dimasukan ke dalam wadah yang
bernama toler (Kembu)," ucapnya.
Menurutnya daripada hama harus dibunuh dan mati sia-sia. Maka warga setempat
mengolah belalang menjadi kuliner yang enak.
"Belalang bisa diolah menjadi oseng simeut, rasanya enak dan aman dikonsumsi,"
ucapnya.
Dalam festival nampaling olahan simeut disajikan bersama makanan tradisional seperti
tumpeng, awug, candil dan sebagainya. Di samping prosesi Nampaling warga setempat
memanfaatkan belalang untuk dijual secara umum.
"Di balik acara ini ada warga yang ikut terbantu dari sisi ekonomi. Karena 1 kg simet
dihargai Rp 20 ribu-Rp 30 ribu," ucapnya.
Festival budaya ini juga dimeriahkan bersama seni gondang bubun, eok beluk, dan pentas
seni lainnya.