Anda di halaman 1dari 4

Mengapa perlu IDK ?

Paradigma pelayanan kefarmasian meluas dari DRUG ORIENTED → PATIENT ORIENTED, utk
meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pencapaian luaran klinik yang optimal

Pada penilaian luaran klinik pasien diperlukan berbagai indikator :


 Respon klinik pasien
 Pemeriksaan fisik
 Data laboratorium dan diagnostik

Pernyataan American Pharmacist Association (2008) mendukung peran apoteker dlm


keselamatan pasien : perlunya Apoteker mempunyai akses data klinik pasien

Utk mengambil keputusan klinik pd proses terapi, mulai dari pemilihan, penggunaan hingga
pemantauan efektivitas & keamanan obat → Apoteker perlu hasil pemeriksaan Lab → Utk
pertimbangan penggunaan obat, dosis, hingga pemantauan keamanan. contoh : dosis
aminoglikosida

Jika data tdk tersedia/belum direncanakan ?


Apoteker dpt mengusulkan pemeriksaan Lab terkait penggunaan obat.
Apoteker dituntut utk meningkatkan pengetahuan & ketrampilan dlm interpretasi data lab,
khususnya ttg penggunaan obat yaitu pemahaman nilai normal dan implikasi perubahannya
Ex : asetaminofen, diazepam, rifampisin, antidiabetik oral, kloramfenikol dpt menyebabkan
leukopenia

Tujuan APOTEKER perlu memiliki pengetahuan tentang uji laboratorium adl:


► Menilai kesesuaian terapi obat
► Monitoring efek terapetik
► Monitoring reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD)
► Menilai toksisitas obat
► Monitoring kepatuhan minum obat

JIKA data pemeriksaan lab. ingin digunakan secara tepat, maka Farmasis perlu punya
kemampuan berikut:
֍ Rentang fisiologis normal & apa yg disebut sbg perubahan hasil pemeriksaan yg signifikan,
terutama yg terkait dgn penggunaan obat shg dpt memberikan rekomendasi penggunaan obat yg
sesuai dgn kondisi pasien pd saat melakukan pemantauan terapi obat.
֍ Mekanisme homeostasis normal
֍ Penyakit-penyakit yg menyebabkan abnormalitas pemeriksaan lab
֍ Obat-obat yg menyebabkan abnormalitas pemeriksaan lab
֍ Bagaimana menangani hasil pemeriksaan yg tidak normal

Nilai Normal atau “rentang referensi”


Istilah “rentang referensi” lebih disukai dibanding “rentang normal” krn referensi dlm populasi
dapat ditentukan dengan baik
 Nilai rentang normal didasarkan pada data pengukuran dalam populasi  data ini
diasumsikan punya distribusi yang normal.
 Sehingga jika ada perubahan nilai pemeriksaan lab. > 2 kali SD (deviasi standar) bisa dianggap
ada perubahan yang signifikan.
 Jika dalam pengukuran terjadi perubahan < 1 deviasi standar ada kemungkinan tidak ada
perubahan hasil pengukuran.
 Setiap uji lab memiliki Manfaat & Keterbatasan.
 Ex : Hasil pemeriksaan kadar K dlm darah, menunjukkan hipokalium / turunnya kadar kalium
darah (ekstrasel) yg dapat mengindikasikan defisit K (kehilangan K) /pertukaran ion intrasel pd
kasus alkalosis (kekurangan K semu).
 Pengukuran kadar K darah merepresentasikan konsentrasi ekstrasel yg mungkin saja tidak
merepresentasikan konsentrasi intrasel.
 Oleh krn itu diperlukan pemeriksaan lain yg mendukung pengambilan keputusan (akurasi
interpretasi hasil uji).

Menilai ketepatan terapi


Dalam penilaian ketepatan obat, Apoteker seharusnya mempertanyakan :
☻ Apakah obat yg digunakan sesuai dgn indikasi ?
☻ Apakah obat yg diresepkan merupakan ”drug of choice” ?
☻ Apakah pasien memiliki kontraindikasi terhadap obat yg digunakan ?
☻ Apakah pasien dlm kondisi tsb memerlukan penyesuaian dosis ?
☻ Apakah pasien memiliki risiko terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan terhadap obat yang
berikan ?
☻ Apakah pemberian obat memiliki risiko terjadinya interaksi obat ?
☻ Apakah jenis pemeriksaan yang dpt dilakukan utk memonitor efektivitas & ROTD terapi obat ?

Penilaian efektivitas terapi


 Apakah ada efek terapetik yg dpt diukur scr langsung?
Ex: Pemberian K bisa dimonitor lewat pengukuran kadar K serum
 Apakah terdapat respon yg dpt diukur secara langsung walaupun hal itu bukan “end point” ?
Ex: Perpanjangan waktu INR dipakai sbg indikator kemampuan warfarin utk menurunkan risiko
kejadian tromboemboli
 Apakah ∑ obat di dlm tubuh memadai, yaitu: terdapat dlm rentang terapi, di atas batas KEM &
di bawah batas KTM ?

Mendeteksi & mencegah ROTD


Seorang Apoteker dpt menggunakan hasil uji lab sbg bukti terjadinya ROTD (lihat Algoritme
Naranjo)
ex :
 Menurunnya jumlah sel darah putih pd pasien yg mendapat klozapin
 Meningkatnya kadar glukosa darah / kadar lipid darah pd pasien yg mendapat terapi tiazid
PERAN APOTEKER
◙ Menghindarkan pemakaian obat yg tdk direkomendasikan,
ex : menghindari penggunaan ketokonazol pd pasien dgn hasil uji fungsi hati yg abnormal
◘ Merekomendasikan penyesuaian dosis serta monitoring efektivitas & efek samping terapi.
ex : pasien dgn ClCr <30 mL/menit ,maka dosis siprofloksasin harus disesuaikan hingga ½ dari dosis
normal disertai pemeriksaan fungsi ginjal & monitoring efek samping.
Menilai kepatuhan minum obat
Kegagalan terapi pd penyakit kronik sering diakibatkan dari ketidakpatuhan thd terapi obat /pun
non obat.
Apoteker bisa menggunakan hasil lab utk menilai kepatuhan lewat pengukuran :
►Jangka pendek:
☻Kadar glukosa darah pada penggunaan glibenklamid
☻INR pada penggunaan warfarin
☻Kolesterol pada penggunaan statin
☻Kadar kalium serum pada penggunaan spironolakton
► Jangka panjang
☻Hb A1C pd penggunaan obat antidiabetes
• Sebelum merekomendasikan utk dilakukannya uji laboratorium seorang Apoteker selalu
mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri yi:
♣ alasan dilakukannya uji lab tsb,
♣ makna hasil uji tsb, dan
♣ rekomendasi terkait obat yg akan diberikan berdasarkan hasil uji tsb.
• Suatu uji laboratorium akan bernilai hasilnya jika :
Ω Mempengaruhi diagnosis, prognosis / terapi
Ω Memberikan pemahaman yg lebih baik mengenai proses penyakit
Ω Memberikan rekomendasi terkait penyesuaian dosis
• Nilai pemeriksaan lab:
■ Kuantitatif : berupa angka pasti atau rentang nilai. Contoh Hb : 12-16 mg/dL
■ Kualitatif  positif atau negatif tanpa menunjukkan derajat positif atau negatifnya
■ Semikuantitatif  hasil kualitatif yg menyebutkan derajat positif atau negatif tanpa
menyebutkan angka pastinya (+1), (+2), (+3)

Hasil pemeriksaan lab dpt dipengaruhi banyak faktor


FISIOLOGIS CONTOH

Umur Produksi kreatinin menurun seiring dengan umur. Jika hanya SCr 
indikator yang tidak tepat untuk pengukuran fungsi ginjal

Jenis kelamin Nilai Hb perempuan lebih rendah dibanding laki-laki

Ras Kadar asam urat pada ras polinesia lebih tinggi dibanding kaukasia

Variasi diurnal Kadar kortisol pagi hari lebih tinggi dibanding malam hari

Vaiasi dalam siklus Kadar estrogen berfluktuasi sesuai dengan siklus menstruasi

Postur Kadar kolesterol, protein total, & kalsium akan menurun pada pasien
yang berbaring terus-menerus

Asupan makanan Kadar lipid & glukosa  berbeda pada keadaan puasa & post-prandial

PENGARUH OBAT  

 Pengaruh obat Beberapa antibiotik gol. sefalosporin bisa mempengaruhi hasil


terhadap pengukuran kalium  memberikan hasil yg sangat tinggi
pemeriksaan lab.

 Efek farmakologis / Trimethoprim bisa menghambat sekresi kreatinin lewat tubula ginjal
efek toksik secara shg meningkatan kadar SCr tanpa adanya kerusakan ginjal
langsung

SUMBER YANG LAIN  

Spesimen yang rusak Sampel darah yang terhemolisis  memberikan hasil pengukuran
kalium yang sangat tinggi.

Spesimen yang tidak Spesimen urin 24 jam yg tidak dikumpulkan secara lengkap. pada
komplit pengukuran SCr  menyebabkan underestimasi hasil interpretasinya

Diet Konsumsi pisang  meningkatkan kadar katekolamin secara signifikan

Prosedur yang Digital examination yang dilakukan di rectum (Digital rectal


dilakukan pada pasien examination) akan menyebabkan hasil pengukuran prostate specific
antigen (PSA) menjadi lebih tinggi

Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu paket yang disebut PROFIL
Contoh :
 pemeriksaan darah lengkap,
 pemeriksaan fungsi ginjal,
 pemeriksaan fungsi hati

Anda mungkin juga menyukai