Anda di halaman 1dari 5

Kepada Yth.

dr. Hanny Nilasari, SpKK(K)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS GONORE

Parikesit Muhammad – 1906450291

PPDS Divisi Infeksi Menular Seksual

Departemen Dermatologi dan Venereologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

ETIOLOGI

Neisseria gonorrhoeae (gonokok) adalah penyebab gonore dan sindrom klinis terkait
gonore (urethritis, servisitis, salpingitis, bakteremia, artritis, dan lain-lain). Gonore mencakup
semua penyakit yang disebabkan N. gonorrhoeae. Kuman tersebut tergolong ke dalam grup
Neisseria bersama tiga spesies lain yaitu N. meningitidis serta dua spesies yang bersifat
komensal, yaitu N. catarrhalis, dan N. pharyngis sicca. Keempat spesies ini sulit dibedakan
kecuali dengan tes fermentasi.

Morfologi Koloni

Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8µ dan
panjang 1,6µ bersifat tahan asam. Kuman ini merupakan bakteri Gram negatif, tidak tahan
lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, serta tidak tahan pada suhu di atas
39°C dan zat disinfektan. Secara morfologik, gonokok terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2
(memiliki pili yang bersifat virulen [P+]) serta tipe 3 dan 4 (tidak memiliki pili dan bersifat
nonvirulen [P-]). Pili akan melekat pada membran mukosa epitel dan menimbulkan reaksi
radang. Mukosa yang paling mudah terinfeksi adalah mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng
yang belum berkembang (imatur), seperti pada uretra, endoserviks, dan vagina wanita
sebelum pubertas.

Gambar 1. Struktur morfologi gonokok (mikroskop elektron). Ket: P: pili; B: blebs.


Struktur Membran

Beberapa struktur gonokok terlibat dalam patogenesis gonore, yaitu pili, pilus-
associated protein, protein porin (Por), protein opacity (Opa), reduction modifiable protein
(Rmp), protein H.8, iron atau oxygen-repressible proteins, Iga1 protease, lipooligosakarida
(LOS), dan peptidoglikan. Pili merupakan struktur terpenting dalam patogenesis gonore
karena berperan pada perlekatan, invasi, dan menjadi target sistem pertahanan pejamu.
Terdapat dua variasi yang dapat terjadi pada pili yaitu variasi antigenik dan variasi fase. Variasi
antigenik mengubah antigen pada pili (P+α menjadi P+β ) sedangkan variasi fase mengubah
gonokok tipe P+ menjadi P-.

Gambar 2. Struktur membran gonokok. Ket: Rmp: reduction modifiable protein; Por B: porin
protein; LOS: lipooligosakarida; Opa: opacity protein; PilQ: pilin accessory Q; PilE: pilin; PilC:
protein membran luar.

Pilus-associated proteins terdiri atas PilQ, PilC, dan PilT. PilQ adalah protein membran
luar utama yang terdiri atas 12 subunit. Struktur tersebut dilalui fibril pilus untuk keluar ke
membran luar. PilQ juga merupakan porin yang dilalui oleh antibiotik, DNA yang
bertransformasi, dan heme. PilC adalah protein membran luar hidrofobik yang menjadi
adhesin yang mengikat gonokok ke sel pejamu. PilT adalah protein minor yang menghasilkan
motilitas berkedut pada sel serta menarik gonokok lebih dekat pada sel pejamu.

Por terletak dekat LOS dan Rmp yang berfungsi membentuk kanal spesifik anion melalui
membran luar yang kaya lipid. Terdapat dua jenis Por yaitu PI.A dan PI.B. Satu strain hanya
memiliki satu jenis Por. Ekspresi Por pada gonokok diatur oleh gen porB sedangkan
meningokokus mengekspresikan gen porA.

Semua gonokok memiliki LOS pada permukaan selnya yang identik dengan
lipopolisakarida (LPS) pada bakteri gram negatif lain. Pada gonokok, LOS tidak
mengekspresikan gula polimer rantai panjang sehingga LOS lebih kecil dibandingkan LPS
bakteri lain. LOS adalah antigen yang dikenali sistem imun. Perbedaan fenotip LOS
berpengaruh terhadap proses imun yang terjadi. LOS rantai pendek sensitif terhadap serum
tetapi dapat menginvasi sel eukariotik sedangkan rantai panjang resisten terhadap serum
namun tidak invasif. Variasi ini disebabkan proses sialilasi atau penambahan asam neuraminat
pejamu pada LOS. LOS rantai pendek tidak dapat disiliasi sedangkan rantai panjang dapat
melalui proses siliasi. Gonokok yang tersiliasi terlindungi secara parsial dari antibodi terhadap
LOS dan Por.

Tabel 1. Peran struktur membran gonokok yang terlibat pada patogenesis gonore

Struktur (singkatan) Peran dalam proses infeksi


Por Insersi ke membran sel pejamu
Target untuk antibodi opsonik bakterisidal
Opa Perlekatan
Rmp Target untuk blocking antibodies
Pili Perlekatan dan pertahanan terhadap
neutrofil
LOS Toksin jaringan
Target untuk antibodi kemotaktik
bakterisidal
Peptidoglikan Toksin jaringan
Iron-repressible protein Uptake besi dari transferin, laktoferin, dan
hemoglobin
IgA1 protease (?) perlindungan dari IgA1 mukosa

Metabolisme

Metabolisme gonokok memiliki kebutuhan yang kompleks. Gonokok menggunakan


glukosa, laktat, atau piruvat sebagai sumber karbon namun tidak dapat menggunakan
karbohidrat lain. Neutrofil menghasilkan laktat sebagai hasil akhir metabolisme yang menjadi
bahan utama metabolisme gonokok dalam tubuh pejamu. Gonokok
mengoksidasi dimetil atau tetrametil-fenilendiamin secara cepat dan menyebabkan hasil
tes oksidase positif. Gonokok dapat tumbuh pada kondisi anaerob apabila terdapat nitrit
sebagai penerima elektron. Pertumbuhan gonokok distimulasi jika terdapat CO2 5% atau
ditambahkan bikarbonat. Gonokok dapat menghasilkan katalase dalam jumlah besar
yang akan membantu pertumbuhan walaupun terdapat peroksidase yang toksik.

PATOGENESIS

Infeksi gonokok dimulai saat organisme melekat pada permukaan mukosa, menginvasi
sel epitel, dan menetap di lamina propria atau ruang subepitel. Gonokok harus bertahan
terhadap aliran urin dan sekret serviks serta menghindari imunitas mukosa. Tahap
patogenesis N. gonorrhoeae dapat dibagi sebagai berikut:
1. Perlekatan
Pili dan Opa berperan penting pada proses perlekatan gonokok ke sel pejamu. Selain itu
porin dan LOS juga berperan pada proses perlekatan. Pili lebih mudah melekat pada sel
epitel kolumnar dibandingkan sel epitel skuamosa. Sel pejamu yang sudah diinvasi akan
meningkatkan jumlah reseptor terhadap LOS. LOS akan mengganggu motilitas silia dan
menghancurkan sel-sel di sekitarnya sehingga meningkatkan perlekatan.
2. Interaksi dengan leukosit
Pili meningkatkan perlekatan gonokok ke neutrofil dan meningkatkan resistensi terhadap
fagositosis. Gonokok tanpa pili akan lebih mudah difagosit dan dibunuh neutrofil. Porin
akan menghambat maturase fagosom dan menghambat fungsi neutrofil serta
menurunkan ekspresi reseptor CR3 yang dependen terhadap opsonin. Porin juga
memodifikasi pemusnahan oksidatif yang dimediasi mieloperoksidase.
3. Invasi
Gonokok akan menempel pada sel kolumnar secara selektif, ditangkap oleh pseudopodi
dan masuk ke dalam sel epitel. Gonokok bermultiplikasi dan membelah diri di dalam sel.
Saat di dalam sel, gonokok dapat bertahan dari serangan antibodi, komplemen, dan
neutrofil.
4. Kerusakan jaringan
Gonokok akan memproduksi produk ekstraselular yang menyebabkan kerusakan sel
pejamu, seperti enzim fosfolipase dan peptidase. Kerusakan jaringan terutama
disebabkan oleh LOS dan peptidoglikan.
5. Diseminasi
Resistensi terhadap serangan antibodi dan komplemen di serum dapat menyebabkan
bakteremia dengan atau tanpa artritis septik. Dua per tiga gonokok dari infeksi mukosa
sensitif terhadap antibodi serum.
6. Kemotaksis
Gonokok yang resisten terhadap serum seringkali menyebabkan infeksi asimtomatik yang
relatif non-inflamatorik akibat respons kemotaktik terhadap neutrofil yang minimal.
Gonokok yang sensitif terhadap serum lebih jarang menyebabkan bakteremia.
Gambar 3. Patogenesis gonore. N. gonorrhoeae melekat ke sel epitel pejamu dengan
bantuan pili tipe IV (1). Setelah itu gonokok bereplikasi dan membentuk mikrokoloni (2) dan
mungkin biofilm. Terjadi kompetisi dengan flora normal. Gonokok dapat menginvasi sel
epitel dan melakukan transitosis. Pada fase ini gonokok melepaskan fragmen peptidoglikan,
LOS, dan outer membrane vesicle (OMV) (3) yang mengaktifkan Toll-like receptor (TLR) dan
nucleotide-binding oligomerization domain-containing protein (NOD) signalling di dalam sel
epitel, makrofag, dan sel dendritik (DC). Pensinyalan NOD dan TLR dari sel-sel tersebut
menyebabkan aktivasi inflammatory transcription factor dan pelepasan sitokin dan kemokin
(4). Gonokok juga melepaskan heptose-1,7-bisphosphate (HBP), yang mengaktifkan TRAF-
interacting protein dengan imunitas FHA domain-containing protein A (TIFA) (5). Pelepasan
sitokin dan kemokin proinflamasi tersebut menyebabkan rekrutmen PMN atau neutrofil
dalam jumlah besar ke lokasi infeksi (6) dan terjadi fagositosis gonokok. Influks neutrofil
menghasilkan eksudat purulen yang kemudian memfasilitasi transmisi (7).

REFERENSI

1. Sparling PF. Biology of Neisseria gonorrhoeae. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot
P, Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually transmitted diseases. Edisi ke-4. New
York: McGraw-Hill; 2008.h.607-22.
2. Nilasari H, Daili SF. Gonore. Dalam: Daili SF, Nilasari H, Makes WIB, Zubier F, Romawi R, Pudjiati
SR, penyunting. Infeksi menular seksual. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.h.75-83.
3. Quillin, S., Seifert, H. Neisseria gonorrhoeae host adaptation and pathogenesis. Nat Rev
Microbiol 16, 226–240 (2018).

Anda mungkin juga menyukai