IMUNOPATOLOGI
FERDINANT M.D.
IMUNITAS Respon
dari sistim pertahanan tubuh terhadap mikroba →
imunitas bawaan (alami) maupun imunitas adaptif (didapat)
SISTIM IMUN :
1. Spesifitas → dpt membedakan Ag
2. Keanekaragaman → dpt merespon berbagai Ag
3. Memori :
− ekspansi dan adaptasi sel klon → sel memori
− dasar prosedur imunisasi aktif
4. Pelibatan sistim pertahanan lain
− messenger kimiawi (sitokin) → aktivasi sel radang
− sistim kimiawi → komplemen, amine, kinin, enzim lisosom
IMUNITAS BAWAAN (NONSPESIFIK)
A. Faktor Mekanikal/Fisik :
kulit, epitel mukosa, gerakan silia, dan refleks (batuk, bersin, muntah)
B. Faktor Larut :
Biokimia
lisozim dalam air mata, sekret hidung, ludah, cairan intestinal
sebum pada kulit, keringat dengan pH asam
asam lambung, enzim proteolitik dan empedu dalam usus halus
laktooksidase dan asam neuraminik ASI
keasamaan vagina, spermin dalam sperma
laktoferin dan transferin dalam serum
enzim, antibodi dan mukus saluran napas
IMUNITAS BAWAAN (NONSPESIFIK)
Humoral :
Komplemen
APP (acute phase protein)
Mediator asal lipid
Sitokin (IL-1, IL-6, TNF-α)
C. Faktor Seluler :
lekosit PMN, makrofag
sel mast dan basofil→ prod. mediator pd reaksi radang
sel NK, sel dendrit (DC)
IMUNITAS ADAPTIF (SPESIFIK)
HUMORAL SELULAR
Limfosit B Limfosit T
IgG Th1
IgA Th2
IgM Ts/Tr/Th3
IgE Tdth
IgD CTL/Tc
Sitokin NKT
Th17
Sistim imun nonspesifik
A. Pertahanan sawar fisik/mekanik
Mekanisme imunitas nonspesifik terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit
atau permukaan mukosa (Karnen G. Baratawidjaja, Imunologi Dasar).
1. Bakteri simbiotik/komensal di kulit menggunakan sedikit nutrisi, sehingga
kolonisasi mikroba patogen sulit terjadi.
2. Kelenjar keringat mengeluarkan sebum mengandung asam laktat dengan pH
rendah, merupakan sawar fisik efektif terhadap agen patogen.
3. Sekret di permukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim
terhadap dinding sel bakteri.
4. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar yang mendorong mukus secara
terus menerus ke arah nasofaring.
5. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari sal. napas.
6. Sekresi mukosa sal napas dan saluran cerna mengandung peptida antimirobial.
7. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan
dapat dimusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh fagosit.
B. Pertahanan humoral
Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi lokal, seperti
defensin, katelisidin, dan IFN.
Faktor larut yang diproduksi jauh dan dikerahkan ke jaringan sasaran melalui sirkulasi,
seperti komplemen dan PFA (protein fase akut)
1. Komplemen
Aktivasi komplemen memberikan efek proteksi terhadap infeksi dan berperan
dalam respon inflamasi.
Diproduksi oleh hepatosit dan monosit dan dapat diaktifkan secara langsung oleh
mikroba atau produknya (jalur alternatif, klasik dan lektin).
Komplemen berperan sebagai opsonin untuk fagositosis, faktor kemotaktik,
destruksi/lisis bakteri dan parasit.
Antibodi dan komplemen dapat menghancurkan liposakarida dinding sel bakteri
The activation and functions of the complement system. Activation of complement by different pathways leads to cleavage of C3.
The functions of the complement system are mediated by breakdown products of C3 and other complement proteins, and by the
membrane attack complex (MAC). Downloaded from: Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease (on 21 February 2005 04:57 AM)
Jalur aktivasi komplemen (Karnen G. Baratawidjaja;
Imunologi dasar)
2. Protein fase akut
Selama fase akut infeksi, protein dalam serum meningkat yang disebut APP/APRP
(acute phase response protein)
Hati merupakan tempat sintesis APRP diinduksi oleh sitokin proinflamasi TNF-α, IL-1
dan IL-6
Contoh APP misalnya C-Reactive Protein, Lektin, α1-antitripsin, C9, dll
A. Fagosit mononuklear
1. Monosit
Sum-sum tulang sel progenitor granulosit/monosit → premonosit dalam darah →
monosit matur
Didistribusikan ke organ limfoid dan organ lainnya.
Monosit berperan sebagai APC → mengenal, menyerang mikroba dan sel kanker
Memproduksi sitokin IL-1, IL-6 dan TNF-α → induksi demam, produksi PFA di hati,
hormon kortikotropik adrenal.
2. Makrofag
Limfosit terdiri atas sel B, sel T (Th, Tc/CTL, Tr) dan sel
NK.
Sel NK sekitar 5-15% dari limfosit sirkulasi dan 45%
limfosit dalam jaringan.
Dapat membunuh berbagai sel tanpa bantuan tambahan
Tidak mempunyai penanda sel B maupun sel T atau
immunoglobulin permukaan.
Disebut LGL (large granular lymphocyte) karena bila aktif
berkembang menjadi sel limfosit dengan granula besar.
Sumber IFN-γ yang mengaktifkan makrofag dan berfungsi
dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor
Mempunyai dua reseptor permukaan, KIR (killer inhibitory
receptor) dan reseptor aktivasi.
Reseptor aktivasi → membunuh sel terinfeksi virus, jamur dan
tumor secara langsung tanpa bantuan komplemen (fenomena
ADCC)
Sel NK dapat teraktivasi karena ekspresi abnormal MHC kelas
I.
Sel NK memproduksi IFN-γ dan TNF-α → sitokin pro-
inflamasi poten dapat merangsang pematangan sel dendritik,
aktivasi makrofag dan regulasi perkembangan sel Th.
ADCC. Antibody dependent cell (mediated)
cytotoxicity. (Karnen G. Baratawidjaja; Imunologi dasar)
V. Sel Dendritik (DC)
Sel dendritik berasal dari sel asal dalam sun-sum tulang atau dari precursor
monosit dalam darah, atau dari monosit sendiri.
DC ditemukan dalam jumlah < 0.1% dalam darah.
DC berfungsi sebagai APC (antigen precenting cell) , berperan pada awal
pengenalan protein asing, mengawali respon imunitas selular dan humoral
yang mengaktifkan sel T naif, Th, CTL dan sel B.
APC seperti makrofag, sel B, DC menyajikan antigen melalui protein MHC-
ll → TCR sel Th.
DC adalah APC paling efektif → letak strategis pada kulit, epitel hampir
semua organ, kelenjat limfoid (sel interdigit), parakorteks sinus marginal
limfatik aferen.
DC mengekspresikan fragmen peptide dengan bantuan molekul
kostimulator B7 → dipresentasikan ke sel T.
APC mengaktifkan sel T dengan mempersentasikan peptide ke sel T CD4+
melalui MHC-ll atau ke sel T CD8+ melalui MHC-l .
Sistim imun spesifik
Sistim imun spesifik yang mengenal antigen mikroba akan
tersensitisasi pada pajanan, sehingga pada pajanan kedua kali
antigen tersebut akan lebih cepat dikenali dan dihancurkan.
Dapat bekerjasama dengan sins, seperti komplemen-fagosit-antibodi
atau makrofag-sel T.
Sel imun merespon antigen melalui dua cara :
dengan imunitas humoral →produksi antibodi
dengan imunitas sel perantara (cell mediated
immunity; CMI)
ANTIGEN
Substansi yang mampu merangsang respon imun (imunogen)
--> pembentukan antibodi spesifik atau sel T
Molekul besar (berat > 1000).
Hapten
Molekul kecil yang mengikatkan diri pada molekul pembawa
yang lebih besar → dapat dikenali sistim imun
Epitop, atau antigenic determinant
Adalah bagian dari antigen yang dapat kontak dengan reseptor
antibodi
KOMPONEN SELULER RESPON IMUN
CMI dan imunitas humoral tergantung secara spesifik pada
limfosit responsif yang bereaksi terhadap antigen.
Selama pembentukannya limfosit menjadi committed → hanya
mampu mengenal satu antigen penentu
Limfosit yang bertanggungjawab terhadap CMI adalah Limfosit
T (thymus dependent); prekursornya dimatangkan dalam thymus
→ darah → jaringan limfoid perifer
Pada permukaan sel T terdapat reseptor antigen → untuk
pengenalan antigen → proliferasi → klon limfosit T
prima yang spesifik.
Limfosit yang memproduksi antibodi (imunitas humoral)
dikenal sebagai limfosit B (bursa fabricius, kesamaan dgn
usus).
Stimulasi Ag → proliferasi klon, sebagian berubah menjadi
sel plasma, yang membentuk dan mensekresi
immunoglobulin (Ig).
Sebagian limfosit T atau B yang reaktif spesifik bertahan lama
dan tetap sebagai sel memori → respon imun sekunder
Limfosit T yang membantu limfosit B memproduksi antibodi
disebut sel limfosit T helper, dan yang menekan produksi
antibodi disebut sel limfosit T supresor.
IMUNITAS HUMORAL
Imunoglobulin D (IgD)
Bekerja sebagai reseptor Ag pada permukaan limfosit
IMUNITAS SEL PERANTARA (CMI)
Makrofag
Mengeluarkan MHC kelas II dan disajikan ke sel T helper CD4+
Menghasilkan sitokin yang banyak → efektor penting dalam
imunitas diperantarai sel, misalnya pada reaksi hipersensitivitas
tipe lambat
Memfagosit mikroba yang diikat oleh antibodi atau diopsonisasi
oleh komplemen
Sel Dendrit
Sen non fagositik yang mengeluarkan molekul MHC kelas II
dan kostimulator.
Tersebar dalam jaringan limfoid, dan ruang interstisium
jantung dan paru; pada kulit disebut sel Langerhans
Yang terletak dalam sentrum germinativum folikel limfoid
disebut sel dendrit folikular → membawa reseptor Fc untuk
IgG
Sel Natural killer
Berjumlah 10-15% limfosit darah perifer.
Mengandung granula azurofilik → menghancurkan berbagai sel
tumor, sel terinfeksi virus, tanpa sensitisasi sebelumnya.
Dua reseptor →reseptor aktivasi untuk mengenali molekul yang
diliputi penyakit pada sel target dan KIR (killer inhibitor
receptor) yang menghambat sitolisis NK melalui pengenalan
terhadap molekul MHC-I sendiri.
Sel NK tidak melisiskan sel normal karena semuanya
mengeluarkan molekul MHC kelas I.
Sel NK dapat diidentifikasi melalui adanya dua molekul permukaan
sel, CD16 dan CD56.
CD16 merupakan reseptor Fc untuk IgG → mampu melisiskan sel
target yang teropsonisasi oleh IgG, disebut ADCC.
Juga mensekresi sitokin dan merupakan sumber penting IFN-γ.
SISTIM KOMPLEMEN
Komplemen ("C") :
Berupa protein yang terdapat dalam serum, yang perlu
ditambahkan dalam reaksi Ag-Ab (mediator).
Sifat dan wujud komplemen :
Ada 9 unit komponen yaitu C1 s.d. C9
Tahap I : pengaktifan C1
Tahap II : pembentukan "C3-Convertase"
Tahap III : ikatan C3 dan aktifitas "C3-peptidase"
Tahap IV : komponen C5, C6 dan C7
Tahap V : pengakhiran Kerja berangkai dan
terjadinya lisis
A. Netralisasi
B. Sitolisis yang tergantung akan komplemen
C. Anafilatoksin
D. Faktor kemotaktik
E. Fagositosis
F. Pelepasan Histamin
G. Produksi Kinin
MOLEKUL HISTOKOMPATIBILITAS
SPONDYLO ARTHROPATHY
Menyerang ligamen bukan sinovium ; sakroiliaka
RF (−)
HLA B-27
Contoh :
Ankylosis spondylitis → sakroiliaka ± sendi perifer
Sindroma Reiter : urethritis, conjunctivitis, uveitis
IMUNODEFISIENSI
Imunodefisiensi secara klinis sebagai kecenderungan yang abnormal
untuk menderita infeksi
Kecurigaan perlu bila terjadi ‘opportunistic infections’
Opportunistic pathogens → infeksi ( pneumocystis carinii)
Infeksi superfisial → sistemik ( candida, aspergillus, mucor)
Secara garis besar dibagi :
Defisiensi dari resistensi yang non-spesifik → cacat fungsi neutrofil,
abnormalitas sist. komplemen, peny. sistemik spt DM
Defisiensi pada respon imun yang spesifik
Imunodefisiensi primer – sering genetik
Imunodefisiensi sekunder – pada usia lanjut, penyakit.
IMUNODEFISIENSI PRIMER
Imunodefisiensi kongenital :
Cacat terutama pd fungsi limfosit-B
Agammaglobulinemia tipe Burton
Transien hipogammaglobulinemia
Cacat terutama pd fungsi limfosit-T
Sindroma Di George
Cacat campuran fungsi limfosit T dan B
Severe combined immunodeficiency
Ataksia telangiektasia
Sindroma Wiskott-Aldrich
AGAMMAGLOBULINEMIA TIPE BURTON
TRANSIEN HIPOGAMMAGLOBULINEMIA
Terjadi kemunduran dari maturasi sistim sel B
Defisiensi imunoglobulin biasanya terbatas pd IgG → membaik pd usia 3
tahun.
SINDROMA DI GEORGE
Cacat tejadi pada masa perkembangan emrio
Timus dan kelenjar paratiroid tidak terbentuk
Limfosit T ↓ dlm darah
Kadar Ig biasanya normal
Ig spesifik utk beberapa Ag berkurang → tidak
adanya aktivitas sel T helper
Infeksi berat → virus, jamur, bakteri oportunistik
SEVERE COMBINED IMMUNODEFICIENCY (SCID)
Timus hipoplastik
Kelenjar limfe dengan cacat sentrum germinativum
Limfosit, Ig, dan sel imun perantara sangat sedikit
Herediter X-linked atau suatu kelainan autosomal resesif
ATAKSIA TELANGIEKTASIA
Jarang, khas : lesi telangiektatik pemb darah
Diturunkan sebagai gen autosomal resesif
Defisiensi campuran sel perantara dan imunitas humoral
SINDROMA WISKOTT-ALDRICH
Cacat X-linked → cacat pada limfosit, fu trombosit dan def Ig, tu IgA
Pada anak : ekzema atopik dan infeksi yang mudah rekuren
IMUNODEFISIENSI SEKUNDER
Sekunder karena obat-obatan atau proses penyakit :
Defisiensi protein
hematologik malignansi
Infeksi akut
Gagal ginjal akut
Imunosupresan
Splenektomi
Radioterapi
Sarkoidosis
AIDS
AIDS
Sel target dari virus HIV adalah sel yang memiliki reseptor terhadap
gp120, seperti sel TH (CD4+), monosit dan makrofag.
Virus HIV juga menyebabkan aktivasi poliklonal dari sel B
Sel Th (CD4+) : virus HIV masuk ke dalam sel dan terintegrasi
dalam DNA host dan melakukan aktivitas.
Bila ada infeksi dan sel Th menjadi aktif akan terjadi replikasi virus
HIV yang ada dalam sel dan menyebabkan lisis sel Th.
Masuknya HIV ke dalam sel Th melalui reseptor gp 120 dan
membutuhkan koreseptor.
MONOSIT & MAKROFAG :
Virus masuk melalui reseptor gp 120, selanjutnya terjadi
endositosis dan virus menetap dalam sel tanpa menghancurkan
sel host. Sel makrofag digunakan oleh virus HIV sebagai
penghasil virus serta mobilisasi virus menuju SSP (otak) yang
menyebabkan gangguan fungsi (tidak ada efek sitopatik)
SEL LIMFOSIT B :
terjadi aktivasi poliklonal sehingga terjadi
hipergamaglobulinemia dan gangguan fungsi imunoglobulin
Infeksi oportunistik berupa :
Pneumocystis carinii peumonia
Candidiasis
Infeksi cytomegalo virus
Herpes simplex
Myc. Tbc dan atipical mycobacteria
Neoplasma sekunder berupa :
Kaposi’s sarkoma, Non-Hodgkin Limfoma, limfoma otak, ca cervix uteri
Manifestasi neurologis berupa : AIDS dementia complex
PERJALANAN PENYAKIT INFEKSI HIV
Fase awal / fase akut : bersifat self limited, gejala seperti infeksi akut
umumnya
Fase pertengahan / fase kronis : terjadi replikasi virus HIV yang
berlangsung selama beberapa tahun.
Gejala : (1) dapat asimptomatik (2) terdapat pembesaran kelenjar limfe
menyeluruh dan persisten
Fase akhir / fase krisis (= AIDS) :
Demam, kelelahan, BB↓, diare, sel CD4+ menurun
Infeksi oportunistik (+)
Neoplasma sekunder, gangguan neurologis (+)
Selamat belajar
terimakasih