Anda di halaman 1dari 35

Bulan 0 3 Tahun 2 0 1 8

LAPORAN KEGIATAN INTIP - PPTRIM 2018

Nomor : 03/GL 3.0/INTIP/PPTRIM/III/2018

LAPORAN 03

Kajian Pustaka Pola Sinergi Industri Perkapalan

WBS 3.0
Inovasi Teknologi (Klasterisasi) Indutsri Galangan

Kegiatan 002
Inovasi Teknologi Industri Perkapalan

Program 5866
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Rekayasa Industri Maritim

Pusat Teknologi Rekayasa Industri Maritim


Kedeputian Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa - BPPT

Dibuat oleh : Diperiksa oleh : Disetujui oleh :


Group Leader - GL 3.0 Chief Engineer - CE 0.2 Kepala Program - KP 0.1

A. Bisri Buana Ma’ruf Iskendar


Tgl : 29/03/2018 Tgl : 29/03/2018 Tgl : 29/03/2018
Laporan
Kajian Pustaka Pola sinergi Industri Perkapalan
(Proses Produksi Kapal, Manajemen Strategi dan Pola Sinergi Industri Perkapalan)

1. Proses Produksi Kapal

Proses produksi di galangan kapal dalam menghasilkan barang maupun jasa, baik saat
dalam produksi bangunan baru, konstruksi non kapal maupun saat melayani jasa reparasi
terbagi dalam beberapa tahap (multi stages). Untuk menunjang ketercapaian output yang
diinginkan diperlukan dukungan teknologi yang tepat dan terbarukan. Sebelum teknologi
las ditemukan, tiap kapal dibangun dengan cara atau urutan yang sama yaitu setelah lunas
diletakkan gading-gading diletakkan baru kemudian memasang pelat setahap demi setahap,
layaknya pembangunan kapal kayu. Proses ini diistilahkan berorientasi sistem (system
oriented) artinya lunas dirakit sebagai sebuah sistem, kemudian sistem ganding-gading di
rakit, tahap berikutnya sistem kulit dan seterusnya sampai utuh menjadi kapal (Wahyudin,
2011). Setelah teknologi ditemukan dan las menggantikan sistem keling, pengembangan
metode/teknologi pembangunan kapal memungkinkan untuk dapat dilakukan.

Proses pembuatan kapal terdiri dari dua cara yaitu cara pertama berdasarkan sistem, cara
kedua berdasarkan tempat. Proses pembuatan kapal berdasarkan sistem terbagi menjadi
tiga macam yaitu sistem seksi, sistem blok seksi, sistem blok.

1. Sistem seksi adalah sistem pembuatan kapal dimana bagian-bagian konstruksi dari
tubuh kapal dibuat seksi perseksi.

2. Sistem blok seksi adalah sistem pembuatan kapal dimana bagianbagian konstruksi dari
kapal dalam fabrikasi dibuat gabungan seksiseksi sehingga membentuk blok seksi,
contoh bagian dari seksi-seksi geladak, seksi lambung dan bulkhead dibuat menjadi
satu blok seksi.

3. Sistem blok adalah sistem pembuatan kapal dimana badan kapal terbagi beberapa blok,
dimana tiap-tiap blok sudah siap pakai (lengkap dengan sistem perpipaannya).

1.1. Tahapan Proses Produksi Kapal

1
Menurut Richard C. Moore (1995), garis besar pembagunan kapal dapat dibagi menjadi

dua tahap yaitu : Tahap desain dan Tahap pembangunan fisik

a. Tahap desain

Pada tahap ini keinginan serta gagasan dari pemilik kapal (owner) dipelajari secara

seksama berdasarkan data yang telah ada, kemudian dituangkan kedalam garis besar

data sementara dari data kapal yang akan dibangun. Data ini biasanya berupa ukuran

utama kapal seperti panjang, lebar, tinggi, sarat dan kapasitas kapal serta rute

pelayaran.

b. Tahap pembangunan fisik

Tahap ini merupakan tahap yang pengerjaannya membutuhkan waktu yang paling

lama, karena apa yang telah dihitung dan digambarkan dalam desain kemudian

diwujudkan dalam bentuk nyata.

Dalam pembangunan kapal, proses produksi didasarkan atas spesifikasi yang diajukan
sebagai syarat oleh owner (Storch, 1995). Padahal keseluruhan proses produksi
galangan dalam pembangunan kapal dapat berubah apabila terjadi perubahan
spesifikasi atau ikut sertanya pemesan/owner dalam tahapan tertentu.

Secara umum menurut Storch (1995), proses produksi kapal dikelompokan atas:

a) Perumusan persyaratan (Requirements) dari pemesan/owner

Pemilik kapal memesan kapal sesuai kebutuhan dan kepentingan atas kapal tersebut
misal kebutuhan akan kapal penumpang, kapal pesiar, kapal penelitian, kapal barang,
kapal ikan, dan lainnya. Agar kapal yang dibuat nanti dapat mencerminkan keinginan
pemilik kapal, maka owner memberikan spesifikasi khusus yang membedakan kapal itu
dengan kapal yang lainnya.

2
b) Desain konsep (Preliminary/ Concept design)

Berdasarkan deskripsi umum dari kapal yang akan dibangun, sesuai dengan hasil akhir
tahap premilinary design, diperlukan informasi yang lebih detail untuk menyiapkan
kontrak. Informasi ini disebut design kontrak (contract design) yang harus memiliki
detail yang cukup untuk melakukan perkiraan biaya dan waktu pengiriman (delivery
date) dan performa kapal yang diinginkan.

c) Kontrak Design

Berdasarkan deskripsi umum dan kapal yang akan dibangun, sesuai dengan hasil akhir
tahap preliminary design, diperlukan informasi yang lebih detail untuk menyiapkan
kontrak. Informasi ini disebut design kontrak (contract design) yang hams memiliki
detail yang cukup untuk melakukan perkiraan biaya dan waktu yang diperlukan oleh
galangan untuk menyesuaikan pembangunan kapal.

d) Persetujuan Kontrak (bidding/contracting)

Peninjauan ini akan dilakukan oleh pihak galangan yang berhak melakukan
pembangunan kapal. Jika owner telah ikut serta dalam tahap preliminary dengan
negoisasi kontrak yang didasarkan pada design yang menguntungkan dan telah
disetujui bersama, maka tidak perlu diadakan penawaran umum pada galangan-
galangan. Hal yang sering terjadi adalah galangan melakukan penawaran kontrak yang
dianggap kompetitif berdasarkan contract design dan spesifikasi kepada owner. Hal ini
disebut persetujuan kontrak biasanya berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama dan
rumit. Faktor yang mempengaruhi hal diatas adalah biaya waktu pengiriman (delivery
date) dan performa kapal.

e) Perencanaan dan penjadwalan (detail design, planning dan scheduling)

Pada tahap detail design dan planning harus bisa menjawab pertanyaan what, where,
how, when dan by whom. Pertanyaan what ditentukan berdasarkan bagian (part),
pemasangan (assembly), dan sistem apa yang akan dibangun dan komponen apa yang
akan dibeli merupakan awal dari detail design. Where dan how adalah pertanyaan
mengenai penggunaan fasilitas galangan yang termasuk didalamnya penentuan lokasi
3
peralatan pada galangan. Keberhasilan dari pekerjaan galangan secara langsung
berhubungan dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk menentukan
urutan dari keseluruhan pekerjaan, termasuk pembelian dan pembuatan, demikian juga
kebutuhan waktu untuk informasi (design, planning dan approval), maka dibutuhkan
penjadwalan yang baik.

f) Pembangunan (construction)

Tahap selanjutnya adalah pembangunan kapal dimana urutan pekerjaan dan


keseluruhan proses sesuai dengan perencanaan dan penjadwalan (planning dan
scheduling).

g) Penyerahan (delivery)

Setelah proses pembangunan kapal selesai, maka selanjutnya dilakukan penyerahan


(delivery) kapal. Penyerahan meliputi peluncuran kapal (launching), percobaan kapal
(sea trial) dan penyerahan kepada pemilik kapal (owner).

Dalam pembangunan kapal ada berbagai metode dan penggunaan teknologi yang
diterapkan di galangan kapal. Masing-masing galangan kapal memiliki karakteristik
teknologi yang berbeda-beda. Menurut sejarah perkembangannya, teknologi pembangunan
kapal terus mengalami perkembangan, mulai dari tradisional atau konvensional sampai ke
teknologi yang lebih maju dan moderen. Proses pembuatan kapal terdiri dart dua cara yaitu
cara pertama berdasarkan sistem, cara kedua berdasarkan tempat. Proses pembuatan kapal
berdasarkan system terbagi menjadi tiga macam yaitu sistem seksi, sistem blok seksi dan
sistem blok (Marsahban, 2011).

1) Sistem seksi adalah sistem pembuatan kapal dimana bagian-bagian konstruksi dari
tubuh kapal dibuat seksi perseksi.
2) Sistem blok seksi adalah sistem pembuatan kapal dimana bagian-bagian konstruksi
dari kapal dalam fabrikasi dibuat gabungan seksi-seksi sehingga membentuk blok
seksi, contoh bagian dari seksi-seksi geladak, seksi lambung dan bulkhead dibuat
menjadi satu blok seksi.

4
3) Sistem blok adalah sistem pembuatan kapal dimana badan kapal terbagi beberapa
blok, dimana tiap-tiap blok sudah siap pakai (lengkap dengan sistem perpipaannya).

1.2. Konsep Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS)

Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS) pertama kali diperkenalkan


oleh Ishikawajima Heavy Industri (IHI) di Jepang yang kemudian pada tahun 1980an
diadopsi oleh galangan kapal di Asia, Eropa dan Amerika seperti yang dijelaskan
dalam laporan U.S. Department Of Commerce Administrasi Maritim yang bekerja
sama dengan Todd Pacific Shipyards (1980).

Konsep PWBS ini membagi proses produksi kapal menjadi tiga jenis pekerjaan
(Storch, 1985).

➢ Klasifikasi pertama adalah: Hull contruction, outfitting, painting. Dan ketiga jenis
pekerjaan tersebut mempunyai sifat yang berbeda-beda. Selanjutnya setiap jenis
pekerjaan tersebut dibagi lagi ke dalam pekerjaan fabrikasi dan assembly.
➢ Klasifikasi kedua adalah pembagian berdasarkan produk antara (interim product)
misalnya produk antara di bengkel fabrication, assembly, dan bengkel erection.
Pembagian ini berdasarkan sumber daya yang dibutuhkan. Sumber daya tersebut
meliputi:
1. Material, yang dipergunakan untuk produksi (langsung atau tidak langsung)
misalnya pelat, permesinan kabel dan lain-lain.
2. Tenaga kerja, yang dipergunakan untuk produksi (langsung atau tidak langsung)
misalnya tenaga pengelasan, fitting dan lain-lain.
3. Fasilitas, yang dipergunakan untuk produksi (langsung atau tidak langsung)
misalnya gedung, dock, perlengkapan dan lain-lain.
4. Biaya, yang dipergunakan untuk produksi (langsung atau tidak langsung) misalnya
desain, transportasi dan lain-lain
➢ Klasifikasi ketiga adalah klasifikasi berdasarkan tiga aspek produksi, hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan produksi. Aspek produksi yang
pertama adalah zone, ini merupakan sarana unutuk mempermudah proses
5
perencanaan. Dua aspek produksi yang lain adalah problem area dan stage, yang
merupakan sarana pembagi proses pekerjaan mulai dan material sampai pada saat
kapal diserahkan kepada owner.
Definisi dari ketiga aspek produksi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Zone adalah suatu tujuan proses produksi yang merupakan lokasi dari suatu hasil
produksi misalnya ruang muat dan bangunan atas
2. Area adalah pembagian proses produksi menurut kesamaan proses produksi yang
dapat berdasarkan bentuk, kualitas, kuantitas atau macam pekerjaan.
3. Stage adalah pembagian proses produksi sesuai dengan urutan pengerjaannnya
seperti fabrikasi, assembly, erection dan pemasangan outfitting.
Pembagian pekerjaan berdasarkan PWBS secara langsung memepengaruhi desain dan
perencanaan dalam pengaturan organisasi yang secara teknis mengarah pada pembagian
divisi kerja yang sesuai seperti pemisahan antara pekerjaan hull construction, outfitting
dan painting (U.S. Department of Transportation Maritime Administration, 1984). PWBS,
secara menyeluruh mengintegrasikan sumberdaya galangan kapal pada 3 jenis dasar
pengerjaan pembangunan kapal. Pada dasarnya berbagai rincian yang diperlukan untuk
jenis pekerjaan berorientasi produk dalam pekerjaan konstruksi kapal, harus ditentukan
dahulu metode berorientasi - zona (zone Oriented) pekerjaan tersebut yaitu:

1. Hull Block Construction Methode (HBCM)


2. Zone Outfitting Method (ZOFM), dan
3. Zone Painting Method (ZPTM)
Adapaun komponen atau ruang lingkup pekerjaan dari sistem PWBS dapat diperlihatkan
pada gambar 1.

6
PRODUCT WORK
BREAKDOWN
STRUCTURE
(PWBS)

PIPE PIECE
FAMILY
MANUFACTURING
(PPFM)

HULL BLOCK ZONE ZONE


CONSTRUCTION OUTFITTING PAINTING
METHOD METHOD METHOD
(HBCM) (ZOFM) (ZPTM)

Gambar 1 : Komponen Product Work Breakdown Structure (Stroch, R.L. 1995. Ship
Production, second edition)

Tingkat manufaktur atau tahapan untuk Hull Blok Construction Method didefinisikan
sebagai kombinasi dari operasi kerja yang mengubah berbagai masukan ke dalam produk
antara (interim products) yang berbeda, seperti bahan baku (material) menjadi part
fabrication, part fabrication menjadi sub block assembly dan lain-lain.

Dari gambar 2 dapat dijelaskan bahwa tahapan Hull Block Construction Method (HBCM)
menunjukkan tingkatan manufaktur, dimana material atau pelat setelah mengalami
pekerjaan fabrikasi (part fabrication) selanjutnya di proses menjadi produk assembly (part
assembly). Pada tahapan ini terdapat juga produk fabrikasi yang digabung menjadi produk
sub block assembly yang kemudian digabung menjadi blok (block assembly). Tahap
selanjutnya antar block assembly digabung mejadi blok besar (grand block) dan sampai
membentuk suatu badan kapal (hull construction).

Pengelompokan aspek produksi dimulai dengan kapal sebagai zona. Tahap pertama adalah
membagi tahapan pembangunan kapal menjadi tujuh tingkat, empat alur kerja utama dan
tiga dari aliran yang diperlukan seperti yang dijelaskan di atas. Masing-masing produk
antara (interim product) kemudian diklasifikasikan berdasarkan bidang masalah dan tahap
yang diperlukan untuk proses manufaktur.

Pada tahap pertama, perencanaan paket pekerjaan kapal dibagi ke dalam lambung kapal
bagian depan (fore hull), ruang muat (cargo hold), ruang mesin (engine room), lambung
7
belakang (after hull) dan bangunan atas (superstructure) karena masing-masing memiliki
manufaktur dan permasalahan yang berbeda. Tingkat berikutnya, tingkat sebelumnya
kemudian dibagi menjadi blok panel datar dan lengkung yang diklasifikasikan sesuai
dengan bidang masalah. Produk dari semi blok, sub-blok, bagian perakitan dan bagian
fabrikasi, sampai pekerjaan tidak dapat dibagi lagi (hull erection) merupakan tahapan akhir
dari pembangunan konstruksi lambung kapal.

Complete hull is considered as a zone;


fore, hull, aft hull, cargo hold, engine
room,superstructure;
work stage joining, pre-erection

Post-block assembly stage;


two or more block assemblies are joined
to create a larger block;
work stage joining, pre-erection

"BLOCK" s KEY ZONE


Flat, curved, superstructure blocks;
work stage: joining, pre-erection

Pre-block assembly stage;


assists to assemble
partial zones to main block

Assembled structural parts


(e.g. transverses, girders. floors)
work stage: assembly, back assy.

Built up sections
or stiffened brackets
work stage: assembly, bending.

Produce non-subdividable
components&piece parts
work stage: marking, cuting&bending.

Gambar 2 : Tingkat manufaktur atau tahapan Hull Block Construction Method (Stroch,
1995 dalam Odabasi, 2009)

Dengan memperhatikan tujuan-tujuan dalam merencanakan konstruksi lambung dengan


tujuh tingkat seperti ditunjukkan pada gambar 2 yang dimulai dengan tingkat blok,
pekerjaan dibagi ke bagian tingkat fabrikasi untuk tujuan mengoptimalkan alur kerja.
Sebaliknya, pekerjaan yang diperuntukan ditingkat grand block berfungsi untuk
mengurangi durasi yang diperlukan pada saat erection di landasan pembangunan (building

8
berth). Klasifikasi dari aspek produksi Hull Block Construction Method (HBCM) dapat
dilihat pada gambar 3.

Pengelompokan umum berdasarkan aspek produksi yang disajikan dalam gambar 3 adalah
kombinasi horisontal yang mencirikan berbagai jenis aspek pekerjaan yang diperlukan dan
dilakukan untuk setiap tingkat. Sedangkan kombinasi vertikal dari berbagai jenis aspek
pekerjaan menunjukkan jalur proses untuk pekerjaan konstruksi lambung yang berkaitan
dengan urutan dari bawah ke atas menunjukkan tingkat pekerjaan dan dalam proses
perencanaan dilakukan dengan urutan dari atas ke bawah berdasarkan aspek-aspek
produksi.

Dari gambar-gambar tersebut yang paling diperhatikan adalah aspek produksi berdasarkan
problem area, dimana badan kapal dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: after hull (bagian
belakang), cargo hold (bagian ruang muat), engine room (bagian kamar mesin), fore hull
(bagian depan) dan superstructure (bagian bangunan atas).

Pekerjaan badan kapal berdasarkan Hull Block Construction Method (HBCM) dapat dibagi
menjadi beberapa bagian seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Parts Fabrication

Parts fabrication adalah tingkat pengerjaan yang pertama. Pada tahapan ini yaitu terkait
memproduksi komponen atau zona untuk konstruksi lambung yang sudah tidak dapat
dibagi lagi. Jenis paket pekerjaan yang dikelompokkan oleh zona :

➢ Area, yaitu untuk menghubungkan bagian bahan baku (material) yang selesai, proses
fabrikasi dan fasilitas produksi yang sesuai secara terpisah untuk :
1. Parallel parts from plate (bentuk paralel dari pelat)
2. Non parallel part from plate (bentuk non-paralel dari pelat)
3. Internal part from plate (internal dari pelat)
4. Part from rolled shape (bentuk dari material berbentuk roll)
5. Other parts (bentuk yang lain) misalnya pipa, dan lain-lain.
➢ Stage, setelah dilakukan pengelompokan berdasarkan zona, area, dan similarities
(kesamaan) kemudian bagian jenis dan ukuran, sebagai berikut:
9
1. Penggabungan pelat atau nil (tidak ada aliran produksi, sehingga dibiarkan kosong
dan dilewati dalam aliran proses).
2. Penandaan dan pemotongan.
3. Pembengkokan atau nil

Gambar. 3. Klasifikasi dari aspek produksi Hull Block Construction Method (Stroch, R.L.
1995. Ship Production, second edition).

10
Part fabrication yaitu memproduksi komponen atau zona untuk konstruksi lambung yang
tidak dapat dibagi lagi.

2. Part Assembly

Part Assembly adalah tingkat pekerjaan kedua yang bearda di luar aliran kerja utama (main
work flow) dan dikelompokkan oleh area seperti : Built-up parts (bentuk komponen asli)
dan Sub-blok parts.

3. Perakitan sub-blok (Sub-block Assembly)

Sub-block Assembly adalah tingkat pengerjaan ketiga. Pembentukan daerah (zone) pada
umumnya terdiri dari sejumlah fabrikasi atau hasil bentuk assembly. Paket pekerjaan
dikelompokkan herdasarkan tingkat kesulitan untuk:

➢ Similar size in large quality (ukuran yang sama dalam jumlah besar), misalnya besar
melintang frame, balok-balok,floor dan lain-lain.
➢ Similar size in small quality (ukuran yang sama dalam jumlah yang sedikit)

4. Semi-block dan Block Assembly dan Grand-Block Joining

Semi-block, Block Assembly dan Grand-Block Joining terdiri dari tiga tingkat perakitan,
yaitu:

➢ Semi-block assembly
➢ Block assembly dan
➢ Grand-block joining.
Ketiganya merupakan tingkat pengerjaan selanjutnya dengan urutan sesuai dengan urutan
di atas. Dari ketiganya, hanya block-assembly yang termasuk dalam aliran utama
pekerjaan, sedangkan yang lainnya menyediakan alternatif yang berguna untuk tingkat
perencanaan. Semua direncanakan sesuai dengan konsep pengelompokan paket pekerjaan
berdasarkan area dan stage.

Tingkat semi-block asssembly pembagiannya berdasarkan tingkat kesulitan yang sama


seperti tingkat sub-block. Kebanyakan semi-blok ukurannya dan dimensinya agak kecil
sehingga dapat diproduksi di fasilitas perakitan subblock.
11
Di perencanaan kerja, ini harus menjadi titik perbedaan untuk memisahkan perakitan semi-
block dari perakitan blok. Tingkat block assembly yang termasuk dalam aliran utama
pekerjaan, pembagiannya berdasarkan tingkat kesulitan yaitu :

➢ Flat (pelat datar)


➢ Special flat (pelat datar khusus)
➢ Curve (bentuk lengkung)
➢ Superstructure (bangunan atas)
Tingkat Grand-block joining yang berada di luar arus utama diperlukan bila zona divisi
dari sebuah kapal besar yang diterapkan path sebuah kapal kecil untuk mencapai
keseimbangan kerja yang seragam. Ukuran blok yang lebih kecil bergabung menjadi
Grand-blok dalam rangka meminimalkan waktu kerja yang diperlukan dalam
pembangunan kapal di landasan pembangunan (Building berth) untuk di gabung (erection).
Pembagiannya berdasarkan tingkat kesulitan di bagi menjadi : flat panel (panel datar),
curived panel (panel kurva), superstructure (panel bangunan atas).

5. Hull Erection

Erection adalah tingkat paling akhir dan konstruksi lambung kapal, dimana tingkat
kesulitan pada tingkat ini adalah:

➢ Fore hull (bagian depan lambung kapal)

➢ Cargo hold (ruang muat)

➢ Engine room (bagian kamar mesin)

➢ After hull (bagian belakang lambung kapal)

➢ Superstructure (bagian bangunan atas)

Pada tahap ini hanya dibagi menjadi dua jenis pekerjaan yaitu:

1) Erection (penyambungan)

2) Test (pengujian).

Pengujian pada tingkat ini seperti tes tangki, sangat penting ketika sebuah produk antara
(interim product) selesai. Ini diperlukan untuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan

12
sesuai dengan spesifikasi paket. Hasilnya dicatat dan analisis untuk dilakukan perbaikan
lebih lanjut.

Storch (1995), menyebutkan process lane badan kapal dibagi menjadi beberapa bagian/
kategori berdasarkan pada tingkat kesulitan pengerjaannya. Pembentukan kategori blok ini
menentukan aliran dari process lane yang akan dibuat.

Jenis kategori tersebut adalah:

➢ Flat panel, blok- blok dalam jumlah yang banyak dengan prosess assembly paling
mudah. Konstruksinya terdiri dari beberapa bagian pelat datar dengan sedikit pekerjaan
fabrikasi yang diassembly hanya membetuk geladak, sekat, dasar ganda, dan lambung
sisi kapal.
➢ Curved shell block, blok ini sudah terdapat bagian yang melengkung cukup besar
sehingga memerlukan pekerjaan ending yang cukup lama dan peralatan bending yang
memadai khususnya pelat lambung kapal bagian depan, bagian belakang dan daerah
bilga.
➢ Superstructure block, blok ini terdiri dari pelat-pelat datar yang digabung. Pekerjaannya
tidat terlalu sulit dan tidak memerlukan peralatan yang khusus.
➢ Engine room dan inner bottom, blok ini berbentuk datar, tetapi dalam pengerjaannya
perlu ketelitian yang tinggi sehingga memerlukan tenaga kerja yang terampil.
➢ Special block, merupakan bentuk blok yang khusus. Yang termasuk kategori blok ini
adalah konstruksi kemudi, hatch coaming dan lain-lain.
Menurut Storch (1995), penggunaan komputer perlu dilakukan dalam industri
pembangunan kapal, yaitu mencakup; estimasi, desain, rekayasa, penggambaran,
perencanaan, penjadwalan, akuntansi, pembelian, pengendalian material, operasi NC,
robot, accuracy control, jaminan mutu, pengendalian penyimpanan, dan evaluasi.

Teknologi produksi yang lebih maju dalam pembangunan kapal akan mengoptimalkan
pembangunan beberapa kapal niaga seri yang dibangun secara parallel, dimana komponen-
komponen sejenis dapat diproduksi massal dengan metode PWBS dan secara langsung
akan berujung adanya revitalisasi fasilitas dan peralatan, penguasaan teknologi,

13
pengembangan database desain dan standar produk antara, sesuai dengan kapasitas dan tipe
kapal yang menjadi produk unggulan (Ma'ruf, 2014).

1.2. Penerapan PWBS di Indonesia

Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS) yang juga biasa dikenal dengan Full
Outfitting Block System (FOBS) adalah sebuah metode produksi yang sudah mengacu pada
teknologi “Advance Outfitting”. Dengan metode ini, pembangunan kapal sudah dilengkapi
dengan pekerjaan outfitting yang dirakit on unit, on block, dan on board sebelum
disambung di building berth. Pekerjaan outfitting dapat dilakukan bersamaan dengan
pekerjaan konstruksi lambung (hull construction). Teknologi advance outfitting ini sudah
diterapkan oleh hampir semua galangan modern di Negara-negara maju, meskipun
prosentase pekerjaan outfitting yang diselesaikan sebelum peluncuran berbeda-beda.

Keuntungan langsung yang diperoleh dari penerapan metode advance outfitting adalah
peningkatan produktifitas dan waktu pembangunan kapal yang lebih singkat. Peningkatan
produktifitas dimungkinkan karena efisiensi kerja on unit outfitting adalah ½ efisiensi kerja
outfitting on block dan ¼ efisiensi kerja outfitting on board [Weiers,1985 dalam Sukanto
Jatmiko, 2008]. Keuntungan tersebut dimungkinkan karena hal – hal sebagai berikut :

1. Fabrikasi dan instalasi peralatan outfitting dapat dilakukan lebih awal yang berarti
peningkatan utilisasi peralatan dan pekerja outfitting yang merata selama proses
pembangunan kapal. Pada outfitting konvensional utulisasi peralatan terkonsentrasi
pada waktu akhir pembuatan kapal.

2. Urutan pekerjaan yang logis, sesuai dengan proses produksi yang sebenarnya.

3. Peningkatan keselamatan pekerja karena tempat kerja yang lebih lapang, ventilasi yang
lebih baik, cahaya ruangan yang cukup, serta proses transportasi material yang lebih
mudah.

4. Proses perencanaan dan penjadwalan pekerjaan yang lebih sederhana.

5. Pemasangan outfitting dapat dilakukan pada posisi kerja yang paling mudah dan sesuai
dengan keahlian pekerja.

14
6. Lingkungan bengkel produksi biasanya memungkinkan pekerja bekerja dalam keadaan
lebih bersih dan kualitas yag lebih baik dan terkontrol, sehingga prosentase pekerjaan
ulang (rework) dapat dikurangi.

Hal ini yang kemudian disadari oleh PT.PAL Indonesia, sebuah galangan kapal terbesar di
Indonesia, untuk meningkatkan produktifitas. Sehingga pada saat ini, PT.PAL Indonesia
sudah menggunakan metode PWBS biasa disebut FOBS (Full Outfitting Block System)
dalam pelaksanaan produksi pembangunan kapal. Meskipun telah menerapkan metode
FOBS (Full Outfitting Block System) dengan keuntungan yang telah dijabarkan diatas, PT.
PAL Indonesia masih saja sering menghadapi permasalahan, terutama pada ketepatan
waktu penyelesaian produksi sebuah kapal. Beberapa aspek penyebab terjadinya
keterlambatan produksi tersebut adalah masalah aliran material yang belum bisa sesuai
dengan perencanaan proses pekerjaan, keteletian pada saat penyambungan komponen
outfitting maupun komponen konstruksi (Center Girder, Side Girder, pelat kulit dll),
kesiapan sarana produksi (Workshop, bengkel, dan alat angkut/angkat), serta sumber
daya manusia (jumlah, kompetensi, dan pengalaman).

Sukanto Jatmiko (2008) telah melakukan penelitian sejauh mana penerapan PWBS di PT
PAL Indonesia. Pada penelitian ini dikosentrasikan pada proses penerapan Zone Outfitting
Method (ZOFM) atau disebut juga Full Outfitting Block System (FOBS) yang mengacu
pada advance outfitting dalam proses pembangunan kapal. Zone Outfitting atau Advance
Outfitting atau Full Outfitting pada dasarnya membagi pekerjaan outfitting menjadi tiga
tahapan, yaitu : on-unit, on-block dan on-board serta menjadi beberapa zona pekerjaan
[Lamb,1986 dalam Sukanto Jatmiko 2008]. Penelitian dilakukan terhadap pembengunan
kapal Box Shape Bulk Carrier (BSBC) M 229/230 STAR 50 kapasitas 50.000 DWT yang
dibangun pada priode Februarys 2007- April 2008 di PT. PAL Indonesia. Untuk mengkaji
implementasi metode Full Outfitting Block System (FOBS) ditinjau dari beberapa sektor
yaitu:

1. Tahapan design dan engineering


2. Jalur informasi
3. Kontrol material

15
4. Kontrol dimensi
5. Perencanaan produksi dan penjadwalan
6. Kontrol produksi / production control.
Sedangkan untuk mengetahui prosentase pelaksanaan metode Full Outfitting Block System
(FOBS) pada kapal Box Shape Bulk Carrier (BSBC) M 229/230 ini, akan dikaji dari
laporan produksi bulanan yang dititik beratkan pada progess keseluruhan proses produksi
serta perbandingan antara perencanaan /planning dengan realisasi pekerjaan. Hasil
penelitian sebagai berikut :

1. Prosentase pelaksanaan metode Full Outfitting Block System (FOBS) pada produksi
pembangunan kapal Box Shape Bulk Carrier (BSBC) M 230 di PT. PAL Indonesia
71,633 % dengan demikian nilai deviasinya adalah 28,367%.
2. Faktor – faktor penghambat pada pelaksanaan metode Full Outfitting Block System
(FOBS) di PT. PAL Indonesia adalah :
a. Keterlambatan material

Prosentase pengaruh keterlambatan material terhadap pelaksanaan metode FOBS pada


produksi BSBC M 230 di PT. PAL Indonesia adalah sebesar 9,445%. Nilai tersebut
mengindikasikan bahwa terlalu banyak material yang terlambat, khususnya material
outfitting, sehingga memaksa pekerjaan outfitting dilakukan on-board seperti metode
konvensional.
b. Sumber daya manusia

Prosentase pengaruh SDM terhadap pelaksanaan metode FOBS pada produksi BSBC M
230 di PT. PAL Indonesia adalah sebesar 6,551%. Hal ini disebabkan karena kurangnya
tenaga ahli di PT. PAL Indonesia yang menguasai metode FOBS, sehingga membuat
pelaksanaan produksi berjalan lambat.
c. Desain

Prosentase pengaruh desain terhadap pelaksanaan metode FOBS pada produksi BSBC M
230 di PT. PAL Indonesia adalah sebesar 6,1%. Kondisi ini disebabkan karena terdapat
beberapa disain yang belum disetujui oleh pihak klasifikasi, tapi telah dilakukan proses
produksi. Jika desain tersebut kemudian tidak disetujui oleh pihak klasifikasi, maka PT.
16
PAL Indonesia harus melakukan rework karena desain tersebut telah diaplikasikan dalam
proses produksi.
d. Fasilitas produksi

Prosentase pengaruh fasilitas produksi terhadap pelaksanaan metode FOBS pada produksi
BSBC M 230 di PT. PAL Indonesia adalah sebesar 4,351%. Hal ini disebabkan karena
ketidaktersediaan fasilitas saat proses produksi berlangsung. Sebagai contoh adalah
rusaknya beberapa mesin las, dan rusaknya mobile transformer kapasitas 300 Tons.
Sehingga pada saat ini mobile transformer yang dapat beroperasi hanya memiliki kapasitas
angkut/ angkat maksimal 150 Tons saja. Misalkan mobile transformer kapasitas 300 Tons
tersebut tidak rusak atau diperbaiki, maka kapasitas blok yang diangkut/ angkat akan
meningkat jumlahnya menjadi dua kali lipat dari saat ini, sehingga dapat menghemat waktu
dan memperkecil jumlah pekerjaan.
e. Pengalaman

Prosentase pengaruh pengalaman terhadap pelaksanaan metode FOBS pada produksi


BSBC M 230 di PT. PAL Indonesia adalah sebesar 1,919%. Faktor – faktor penghambat
yang terjadi tidak lepas dari pengalaman PT. PAL Indonesia yang baru pertamakali
mengaplikasikan metode Full Outfitting Block System (FOBS) pada proses produksinya.
PT. PAL Indonesia juga merupakan satu – satunya industri galangan kapal di Indonesia
yang menerapkan metode Full Outfitting Block System (FOBS).

2. Konsep manajemen strategik

2.1. Pengertian Umum


Manajemen strategik didefinisikan sebagai seni dan ilmu dari formulasi, implementasi
dan mengevaluasi keputusan lintas-fungsi (strategi) yang memungkinkan perusahaan
untuk mencapai tujuannya. Sesuai dengan definisi tersebut manajemen strategik
memfokuskan manajemen integrasi antara pemasaran, keuangan, produksi, penelitian
dan pengembangan, serta sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi.
Kadang istilah manajemen strategik digunakan untuk merujuk pada formulasi strategi,
implementasi dan evaluasi yang tujuannya adalah mengeksploitasi dan menciptakan

17
peluang baru yang berbeda untuk hari esok. Pendapat lainnya, manajemen strategik
adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja
jangka panjang dari korporasi. Dimana hal ini mencakup environmental-scanning
(eksternal dan internal), formulasi strategi (perencanaan strategik jangka panjang),
implementasi strategi, serta evaluasi dan kontrol. Sehingga studi ini menekankan
monitoring dan mengevaluasi dari peluang dan ancaman eksternal pada kekuatan dan
kelemahan korporasi (David, 2013). Peneliti lain menyebutkan manajemen strategik
melibatkan perumusan dan pelaksanaan dari tujuan utama dan inisiatif yang diambil
oleh top manajemen korporasi atas nama pemilik, berdasarkan pertimbangan sumber
daya dan penilaian terhadap lingkungan internal dan eksternal di mana organisasi
tersebut bersaing (Nag et al., 2007). Mengapa sebuah formulasi strategi itu penting?
Strategi yang berdasarkan pengukuran oleh suatu sistem dapat memecahkan masalah
tentang bagaimana mengkomunikasikan dan mengimplementasikan suatu strategi kita
harus mendeskripsikan suatu strategi sehingga strategi tersebut dapat dikelola dengan
baik. Itulah inti dari manajemen strategi.
Terdapat sembilan syarat utama yang harus terdefinisi dalam manajemen strategik
(David, 2013). Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Competitive Advantage
Bagaimana mendapatkan dan mempertahankan keunggulan yang berdaya saing.
b. Strategist
Individu yang merumuskan strategi dan yang paling bertanggung jawab atas
keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi.
c. Vision and Mission Statements
Vision statements adalah jawaban dari pertanyaan “kita ingin menjadi apa? What do
we want to become?”
Mission statements adalah mempertahankan pernyataan yang fungsinya adalah
pembeda suatu bisnis dengan bisnis lain yang sejenis.
d. External Opportunities and Threats
Peluang/opportunities dan ancaman/threats eksternal adalah 18actor-faktor eksternal
yang tidak dapat dikontrol dari suatu organisasi.

18
e. Internal Strengths and Weaknesses
Kekuatan/strengths dan kelemahan/weaknesses internal adalah faktor- faktor internal
yang dapat dikontrol oleh organisasi tersebut, seperti kegiatan yang dilakukan oleh
organisasi.
f. Long-Term Objectives
Hasil tertentu yang ingin diraih oleh organisasi untuk mencapai misi pokoknya dalam
jangka panjang (lebih dari satu tahun).
g. Strategies
Perumusan apa yang harus dilakukan agar tujuan jangka panjangnya tercapai.
h. Annual Objectives
Hasil dari perencanaan jangka pendek yang harus dicapai sebagai syarat menuju hasil
dari perencanaan jangka panjang.
i. Policies
Peraturan yang rumuskan agar annual objectives dapat tercapai. Berikut adalah
penjelasan strategi-strategi alternatif, secara umum:

2.2. Jenis-jenis Strategi


Strategi pada manajemen strategik, umumnya dikelompokan menjadi empat, yaitu
strategi intensif/intensive, strategi integratif/integrative, strategi
diversifikasi/diversification, dan strategi defensif/defensive.
1. Strategi Intensif
a. Penetrasi Pasar/Market Penetration
Strategi ini dipakai untuk meningkatkan pangsa pasar terhadap produk atau jasa
unggulan pada pasar yang dimiliki, melalui pemasaran yang lebih agresif (David,
2013) yang mampu memberikan skala ekonomi jangka panjang dan profit margin yang
optimal (Ma’ruf, 2010).
b. Pengembangan Pasar/Market Development
Strategi ini berorientasi pada upaya meraih peluang pasar dengan memperkenalkan
produk atau jasa pada lingkungan pasar yang baru (David, 2013) sehingga mampu
memberikan pendapatan dan perolehan laba yang optimal (Ma’ruf, 2010).

19
c. Pengembangan Produk/Product Development
Meningkatkan penjualan melalui pengembangan pada produk atau jasa yang sudah ada,
atau baru (David, 2013). Inovasi pada produk atau jasa harus sesuai dengan kebutuhan
pasar (Manfaat D. , 2013) dan mampu memberikan differensiasi dan nilai tambah
kepada pelanggan dan masih sesuai dengan kompetensi inti (Ma’ruf, 2010).
2. Strategi Integratif (aliansi strategis) dan Joint Venture (Ma’ruf, 2010)
a. Integrasi Kedepan/Forward Integration
Melakukan aliansi dengan customer (industri pengguna) dengan tujuan melindungi
pemasaran produk, sehingga memperkuat daya saing industri di pasar global. Beberapa
faktor yang mempengaruhi efektivitas strategi integrasi ke depan antara lain:
1. Distributor saat ini berbiaya mahal atau tidak andal
2. Ketersediaan distributor yang berkualitas terbatas
3. Perusahaan berada dalam industri yang tumbuh pesat
4. Perusahaan memiliki modal dan sumber daya manusia yang mampu mengelola
usaha baru dibidang distribusi
5. Distributor saat ini menikmati profit margin yang terlampau tinggi
b. Integrasi Ke belakang/Backward Integration
Melakukan aliansi dengan pemasok (bahan baku, jasa, komponen) yang produknya terus
menerus dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan pengendalian dan kelancaran suplai
produk tersebut serta mendapatkan harga yang bersaing (murah). Faktor price of
material ini merupakan faktor eksternal yang memiliki bobot tertinggi di dalam
menciptakan keunggulan daya saing. Beberapa hal yang harus diikuti agar strategi
integrasi ke belakang bisa efektif efektif:
1. Jika perusahaan perlu memperoleh sumber daya yang dibutuhkan secara cepat
2. Pemasok saat ini mahal dan tidak andal
3. Jumlah pemasok terbatas, tetapi jumlah pesaing banyak
4. Pertumbuhan tinggi di sektor industri
5. Perusahaan memiliki modal dan SDM untuk mengelola bisnis baru
6. Pentingnya stabilitas harga pasokan
7. Pemasok yang ada menikmati profit margin yang tinggi
c. Integrasi Horizontal/Horizontal Integration
20
Melakukan aliansi dengan industri sejenis/pemilik kemampuan sehingga dapat
memanfaatkan peluang pasar dan memperkuat daya saingnya di pasar global.
Beberapa hal yang harus diikuti agar strategi integrasi horizontal bisa efektif:
1. Perusahaan punya posisi monopolistic tanpa ada tentangan dari pemerintah
2. Berkompetisi dalam industri yang sedang tumbuh
3. Menaikkan skala ekonomi merupakan keunggulan kompetitif
4. Kebimbangan yang terkait dengan kurangnya keahlian manajerial atau
kebutuhan sumber daya tertentu
5. Memiliki modal dan SDM yang berbakat yang dibutuhkan untuk mengelola
ekspansi bisnis
d. Bekerja sama/Joint Venture
Kerjasama antar perusahaan dalam membentuk perusahaan baru yang dioperasikan
bersama.
3. Strategi Diversifikasi (Ma’ruf, 2010)
a. Diversifikasi Konsentris/Concentric Diversification Pengembangan usaha
diversifikasi produk yang masih berkaitan dengan core kompetensi perusahaan.
b. Diversifikasi Horizontal/Horizontal Diversification
Pengembangan usaha diversifikasi produk yang tidak berkaitan dengan core
kompetensi perusahaan untuk dipasarkan pada pelanggan lama.
c. Diversifikasi Konglomerat/Conglomerate Diversification Pengembangan usaha
diversifikasi produk yang tidak berkaitan dengan core kompetensi perusahaan.
4. Strategi Defensif (Ma’ruf, 2010)
a. Bergabung/Merger

Penggabungan perusahaan yang relatif sekelas menjadi satu perusahaan untuk


tujuan tertentu.
b. Retrenchment (pengurangan ongkos/saving cost)
Pengelompokan ulang kegiatan usaha atau berbalik haluan melalui pengurangan biaya
dan aset untuk mengendalikan penurunan pendapatan dan laba yang berorientasi pada
efisiensi operasi.
c. Divestasi/Divesture
21
Pelepasan aset guna mendapatkan dana untuk melakukan strategi akuisisi atau
melakukan investasi baru yang lebih menguntungkan.
d. Liquidasi/Liquidation
Penjualan seluruh aset perusahaan untuk menghindari kerugian yang lebih besar.

2.3. Aplikasi manajemen strategik untuk industri perkapalan


Pada galangan kapal kategori kelas menengah, bisnis bangunan baru dan reparasi
kapal bukan merupakan business unit yang terpisah, namun tergabung dalam satu
perusahaan saja (Betz, 2001). Galangan kapal merupakan industri yang memiliki
karakter khusus, yaitu padat modal, padat karya, dan waktu pengembalian modalnya
cukup lama. Sehingga untuk menilai daya saing , harus dibandingkan dengan kondisi
persaingan di pasar Internasional (Ma’ruf, 2008). Karena itu diperlukan formulasi
strategi khusus dengan menggunakan faktor-faktor yang dimiliki oleh galangan-
galangan kapal.
Salah satu formulasi strategi yang bisa digunakan, dapat di lihat dalam formulasi yang
disusun oleh David (2013), dimana formulasinya telah digunakan di penjuru dunia
dalam berbagai bidang. Akan tetapi, sekali lagi bahwa sifat alami yang berbeda dari
industri galangan kapal dengan industri lain membuat industri ini membutuhkan
formulasi strategi khusus. Perumusan dan pemilihan strategi dibuat berdasarkan faktor
internal dan eksternal pada bangunan baru dan reparasi kapal. Dalam penelitian
sebelumnya proses perumusan dan pemilihan strategi menggunakan Formulasi Strategi
YARDSTRAT (Ma’aruf et a., 2006).
Dalam penelitiannya, telah memformulasikan strategi khusus untuk industri galangan
kapal berdasarkan karakteristik bisnisnya. Pengembangan dengan penilaian daya tarik
strategi dan klasifikasi dari peringkat perusahaan galangan kapal dimasukkan ke dalam
sebuah matriks portofolio yang disebut Shipyard Business (SB) Matrix. Hasilnya kemudian
dapat digunakan untuk menyusun sebuah model untuk perumusan strategi galangan kapal
dengan mengintegrasikannya ke dalam tahapan formulasi sebagai adopsi kerangka formula
David (2013).
Hasil dari analisis faktor membentuk model lingkungan yang lebih umum untuk

22
galangan kapal kelas menengah. Model ini disebut ten-environtment model, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4. Variabel yang termasuk dalam faktor dikembangkan
pada dua bisnis sub-model, model lingkungan pada bangunan baru dan model
lingkungan pada reparasi (Ma'ruf, 2007b). Menurut Grant (1991) sumber daya dan
kemampuan dari suatu perusahaan adalah pertimbangan utama dalam merumuskan
strategi, dimana sumber daya dan kemampuan adalah konstanta utama perusahaan
yang dapat membangun identitas dalam merumuskan strategi dan sumber utama dari
profitabilitas perusahaan.

Process Shipyard Product Price Yard


Technology Management Performance Quatation Location
Internal
Factors

SHIP SHIP
BUILDING REPAIR

Eksternal
Factors
Building Global Interim Maritime Repair
Order Restriction Support Policies Order

Gambar 4. Ten-boundary environment model (Ma'ruf, 2007b)

Faktor internal dan faktor eksternal, juga digunakan untuk mendesain strategi alternatif yang
memungkinkan dalam kedua matriks, yang disebut Shipbuilding Matrix dan Ship Repair
Matrix. Kedua matriks tersebut juga disebut Shipyard Business Matrix. Pada matriks ini
terdapat 15 strategi alternatif yang dimasukan sesuai dengan strategi David (2013), yaitu:
market penetration (MP), market development (MD), product development (PD), backward
integration (BI), forward integration (FI), horizontal integration (HI), joint venture (JV),
concentric diversification (CD), horizontal diversification (HD), conglomerate diversification
(CtD), merger (M), retrenchment (R), divestiture (D), dan liquidation (L). Pada matriks SB,
matriks reparasi hanya terdapat lima strategi alternatif pada area II (tanpa JV) serta pada area
III dan IV (tanpa PD) (Ma'ruf, 2007b).

23
3. Pola Sinergi Elemen Klaster Industri Perkapalan

Gambar 5 Merupakan Pemodelan Klaster Industri Perkapalan Lamongan yang berbasis


strategi bisnis yang menggambarkan pola sinergi elemen klaster, meliputi: Kelompok
Industri Inti, Kelompok Industri Pengguna, Kelompok Industri Pemasok, Kelompok
Industri Pendukung, dan Institusi Pendukung. Pemodelan tersebut dilengkapi dengan
penentuan aliansi strategis pengembangan Klaster meliputi strategi : Horizontal
Integration (HI) saling beraliansi antar galangan inti; Market Penetration (MP), Market
Development (MD), dan Forward Integration (FI) beraliansi dengan pengguna; Product
Development (PD) beraliansi dengan Institusi Pendukung; dan Backward Integration (BI)
aliansi dengan pemasok dan industri pendukung.

Gambar 5. Pemodelan Klaster Industri Perkapalan Lamongan. (PPTRIM 2017)

Klaster industri adalah konsentrasi dari beberapa industri inti (galangan kapal) disuatu area
yang saling beraliansi (horizontal integration), beraliansi kebelakang (backward
integration) dengan pemasok dan lembaga terkait (pendidikan, penelitian,
asosiasi/organisasi pendukung), beraliansi kedepan (forward integration) dengan pengguna

24
(pelanggan) serta merangkul pemerintah untuk mendukung secara sinergi, dimana
kesemuanya berkompetisi untuk menciptakan inovasi yang berkelanjutan.

Aliansi strategis diartikan hubungan formal antara dua atau lebih kelompok untuk
mencapai satu tujuan yang disepakati bersama ataupun memenuhi bisnis kritis tertentu
yang dibutuhkan masing-masing organisasi secara independen. Aliansi strategis pada
umumnya terjadi pada rentang waktu tertentu, selain itu pihak yang melakukan aliansi
bukanlah pesaing langsung, namun memiliki kesamaan produk atau layanan yang
ditujukan untuk target yang sama. Dengan melakukan aliansi, maka pihak-pihak yang
terkait haruslah menghasilkan sesuatu yang lebih baik melalui sebuah transaksi. Rekanan
dalam aliansi dapat memberikan peran dalam aliansi strategis dengan sumberdaya seperti
produk, saluran distribusi, kapabilitas manifaktur, pendanaan projek, pengetahuan,
keahlian ataupun kekayaan intelektual. Dengan aliansi maka terjadi kooperasi atau
kolaborasi dengan tujuan muncul sinergi. Dengan aliansi, perusahaan dapat saling berbagi
kemampuan transfer teknologi, risiko, dan pendanaan. Aliansi strategis terkait pula dengan
konsep seperti koalisi internasional, jaringan strategis, dan joint venture.

Industri galangan kapal harus mempunyai target pasar, produk apa yang dibuat dan apa
yang dikembangkan (product development). Sehingga diperlukan spesialisasi produk
seperti spesialisasi tipe dan ukuran yang sesuasi dengan karakteristik pelayaran domestik.
Untuk tahap awal dapat difokuskan pada pasar domestik (market penetration) dengan
teknologi yang ada, kedepannya target pasar ditingkatkan ke eksport (market development)
atau pengembangan produk baru lain seperti bangunan lepas pantai (product development
dan market development). Masalah lain kondisi peralatan industri galangan kapal di
Lamongan dan sekitarnya, mayoritas menggunakan peralatan yang konvensional dan sudah
tua. Sehingga diperlukan untuk melakukan pengembangan kapasitas, revitalisasi dan
modernisasi fasilitas serta penerapan teknologi maju (product development).

Pengembangan industri komponen juga merupakan isu penting (backward integration).


Salah satu rahasia kesuksesan pada industri galangan kapal di China, Korea. S, Jepang dan
Vietnam adalah tingkat komponen dalam negerinya yang tinggi. Menurut penelitian
Hidayat, et al. (2015), pengembangan industri komponen dapat menaikan tingkat kandung

25
dalam negeri 21,98 persen. Strategi yang dilakukan di Jepang adalah standarisasi
komponen (product development). China pun menerapkan hal yang sama pada beberapa
produk komponennya, seperti safety equipment yang marine-use. Sehingga standarisasi
komponen adalah komponen yang mempunyai ukuran, bahan, dan klasifikasi yang sama.

Pengembangan industri bahan baku (seperti pelat, kawat las, dll) dan jasa (sub-kon, bank,
dll) adalah sebagai langkah penetrasi pasar (market penetration) lainnya. Sehingga pasar
domestik dapat dikuasai oleh produk dalam negeri, memperbanyak lapangan kerja, dan
mengurangi dana mengalir keluar negeri.

Komitmen Industri Pengguna dalam memanfaatkan produk dalam negeri, peran Industri
dan Institusi Pendukung adalah sangat strategis dalam meningkatkan kopetensi SDM dan
peningkatan mutu produk dan efektifitas klaster. Demikian juga keterlibatan Pemerintah
dan asosiasi industri perkapalan, akan memacu perkembangan klaster Industri Perkapalan.
Keterlibatan dan kerjasama elemen klaster dan penunjangnya yang dilengkapi dengan
strategi bisnis yang dipilih, akan dijelaskan lebih lanjut sebagai Pola Sinergi Elemen
Klaster Industri Perkapalan, sebagai berikut :

3.1. Sinergi antar Kelompok Industri Inti


Sinergi antar Kelompok Industri Inti berdasarkan hasil analisis menggunakan program
Yastrat, maka pilihan strategi fungsionalnya adalah Horizontal Integration HI-01. Strategi
Horizontal Integration HI-01 yaitu : “Pengembangan klaster 26ctor26ry galangan kapal”.
Pengembangan sebuah wadah untuk kerjasama antar 26ctor26ry galangan kapal serta
26ctor26ry lainnya yang berhubungan langsung dengan 26ctor26ry perkapalan.
Melakukan aliansi dengan 26ctor26ry sejenis/pemilik kemampuan sehingga dapat
memanfaatkan peluang pasar dan memperkuat daya saingnya di pasar global. Strategi ini
diharapkan dapat membentuk kesepakatan pola kerja bersama antar galangan, sehingga
sekalipun kompetisi tetap ada untuk menciptakan inovasi-inovasi baru, namun dalam
pengembangannya setiap galangan dapat berkembang lebih maksimal menurut
kemampuannya masing-masing.

Sinergi antar Kelompok Industri Inti dengan strategi Horizontal Integration HI-01, dapat
berupa kerjasama bidang :
26
a) Pemasaran
Melakukan kerjasama pemasaran meliputi : perencanaan program pemasaran;
pameran bersama; dan pembuatan website bersama.
b) Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Teknologi
Melakukan kerjasama peningkatan kopetensi SDM, meliputi : perencanaan
kebutuhan SDM, pelatihan, penelitian, sertifikasi SDM, tukar menukar tenaga
trampil/ahli.
Melakukan kerjasama Teknologi, meliputi : perencanaan program revitalisasi
peralatan, pemanfaatan fasilitas/peralatan, dan pemanfaatan dan pengembangan
software.
c) Proses Produksi.
Melakukan kerjasama dalam proses produksi, meliputi pekerjaan : cutting, bending,
forming, hull contruction, blasting, interior, out fitting, machinery, dan lain-lain.
d) Planing and Design Center
Melakukan kerjasama dalam bidang PPC, meliputi : estimasi kebutuhan material
dan peralatan berdasarkan daftar kuantitas; Network Planning dan Time
Schedule serta pengaturan jam orang (JO); perhitungan kebutuhan material,
perlengkapan dan permesinan kapal; dan pembidangan dan penugasan staff.
Melakukan kerjasama dalam Production Drawing, meliputi : Pembuatan
Rancangan awal (Preliminary Design) ; pembuatan Key Plan, Detail Plan,
dan Production Drawing.
e) MIS (Management Information System)
Melakukan kerjasama dalam manajemen informasi berupa sharing informasi yang
berhubungan dengan kepentingan, tujuan bersama, data teknis, manajemen konflik
dan perubahan situasi.
f) Spesialisasi Produk
Melakukankesepakatan bersama dalam rangka spesialisasi produk baik bangunan
baru maupun reparasi kapal, berdasarkan ukuran atau tipe kapal, yang disesuaikan
dengan kapasitas dan kemampuan galangan masing-masing untuk supaya lebih
professional dan efisien.
g) Pengadaan Material/Bahan
27
Melakukan kerjasama dalam pengadaan barang, tentunya barang yang bersifat
umum. Engan adanya kerjasama ini akan menghemat biaya dan waktu pengadaan
material/bahan.

Peran PT. PAL sebagai galangan yang masuk klasifikasi Besar dan tingkat teknologi
yang dimilikinya, akan sangat dominan dan menjadi 28ctor utama dalam pelaksanaan
sinergi antar Kelompok Industri Inti, disamping peran PT. DPS, PT DUMAS dan DRU
untuk kerjasama dibidang tertentu.

Manfaat Sinergi antar Kelompok Industri Inti bagi dunia usaha dan ekonomi
diantaranya :
a. Meningkatkan keahlian melalui proses pembelajaran bersama antar perusahaan
potensial yang ada dalam klaster
b. Secara bersama-sama akan mendapatkan keahlian komplemen yg tidak akan
didapatkan bila perusahaan-perusahaan tersebut bertindak sendiri
c. Setiap perusahaan yang ada dalam klaster memperoleh potensi economic of scale
dengan adanya spesialisasi produksi serta dengan adanya pasar bersama atau
melalui pembelian bahan mentah bersama sehingga bisa mendapatkan diskon besar
d. Memperkuat hubungan social dan hubungan informal lainnya yang dapat
menumbuhkan penciptaan ide dan bisnis baru.
e. Memperbaiki arus informasi dalam klaster, misalnya memungkinkan penyedia
finansial dalam menentukan pengusaha yang layak pinjam, dan bagi pelaku bisnis
untuk mencari penyedia jasa yang baik
f. Membangun infrastruktur professional, legal finansial dan jasa spesialis lainnya

3.2. Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Industri Pengguna


Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Industri Pengguna berdasarkan hasil
analisis menggunakan program Yastrat, maka pilihan strategi fungsionalnya adalah :
a) Forward Integration (FI) adalah FI-03, yaitu “regulasi dan insentif pemerintah untuk
membangun kapal di dalam negeri”. Melakukan aliansi dengan customer (28egara28c
pengguna) berjuang bersama-sama untuk mengusulkan regulasi dan insentif dengan

28
tujuan melindungi pemasaran produk, sehingga memperkuat daya saing 29egara29c
di pasar global.
Regulasi termasuk yang berkaitan dengan insentif ini adalah sangat penting untuk
dibuat, karena tidak bisa dihindari bahwa harga komponen kapal pasti berhubungan
langsung dengan pajak, surat-surat perijinan, serta regulasi yang lainnya. Sekalipun
dalam program kerja pemerintahan yang baru telah membebaskan beberapa pajak
untuk komponen kapal, akan tetapi regulasi dan pemberian intensif untuk
pembangunan kapal di dalam negeri dirasa sangat perlu. Hal ini dibuktikan
kebanyakan owner masih memilih untuk membangun kapal mereka di 29egara lain
dengan pertimbangan regulasi dan harga yang lebih ringan jika dibandingkan dengan
yang ada di Indonesia.
Kerjasama pengusulan regulasi dan insentif yang dilakukan oleh Kelompok Industri
Inti dan Kelompok Industri Pengguna akan semakin efektif jika melibatkan asosiasi
yang terkait yaitu IPERINDO dan INSA serta asosiasi dibidang komponen kapal
PIKKI.
b) Market Development (MD) adalah MD-01, yaitu “pengembangan pasar ke kawasan
regional”. Strategi pengembangan pasar ke kawasan regional yang mana pasar ini
merupakan pasar yang memiliki kompetisi ketat, sehingga menuntut kualitas terbaik
dari setiap produk yang dibuat. Secara otomatis, 29egara29c galangan kapal harus
segera melakukan perbaikan dalam perusahaan untuk meningkatkan performa dan
kualitas kerja sehingga kualitas produk kapal bisa terjamin dan memberi kesan baik
bagi pasar regional.
Memperkenalkan produk atau jasa pada lingkungan pasar regional yang baru
sehingga mampu memberikan pendapatan dan perolehan laba yang optimal, seperti
produk ekspor. Pada bisnis reparasi, pengembangan pasar diarahkan pada pelanggan
baru yang lebih potensial.
c) Market penetration (MP), adalah strategi MP-01, yaitu “melakukan penetrasi pasar ke
perusahaan pelayaran nasional”. Berdasarkan strategi ini, pertimbangan utama yang
harus dipikirkan oleh 29egara29c galangan kapal di Lamongan dan Sekitarnya ialah
posisi perusahaan-perusahaan pelayaran yang berstatus swasta yang cenderung
memiliki standar pemilihan produk yang lebih tinggi 29egara29c29g perusahaan
29
pemerintah atau BUMN. Sehingga 30egara30c galangan kapal melakukan promosi
sebanyak mungkin serta meningkatkan standar perusahaan dengan skill dan teknologi
yang lebih berkualitas.
Peningkatan pangsa pasar terhadap produk atau jasa unggulan pada pada pasar
30egara30c dengan pemasaran yang lebih agresif, sehingga mampu memberikan
skala ekonomi jangka panjang dan profit margin yang optimal. Pada reparasi kapal,
penetrasi diarahkan pada pelanggan lama yang berpotensi jangka panjang.

Strategi yang perlu diterapkan pada komponen ini adalah melakukan penetrasi pasar ke
perusahaan pelayaran nasional (MP-01) dan pengembangan pasar ke kawasan regional
(MD-01). Selain perusahaan pengguna, tidak menutup kemungkinan terbukanya pasar
baru untuk penjualan produk kapal. Baik itu dari dalam negeri atau dari luar negeri.
Karena itu, galangan kapal harus lebih sering melakukan promosi ke perusahaan
pelayaran nasional sebagai pasar 30egara30c, 30egara 30egara-negara di kawasan
regional khususnya 30egara yang banyak melakukan kegiatan perdagangan dan
transportasi lewat laut maupun sungai.
Kerjasama yang dapat dilakukan dengan Kelompok Industri Pengguna antara lain
bertujuan untuk mendapatkan informasi kebutuhan kapal oleh Pengguna untuk jangka
pendek dan jangka panjang, standart mutu produk, dan jadwal reparasi.

3.3. Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Institusi Pendukung


Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Institusi Pendukung berdasarkan
hasil analisis menggunakan program Yastrat, maka pilihan strategi fungsionalnya
adalah :
Product Development PD-03, yaitu “pengembangan produk kapal khusus standar”.

Kapal khusus standar dirasa perlu untuk dilakukan pengembangan baik dari segi desain
maupun komposisi materialnya. Pasar untuk produk ini pun masih cukup besar. Akan
tetapi perlu disadari bahwa kesiapan teknologi industri galangan kapal di Lamongan
dan sekitarnya masih belum berkembang secara merata di semua galangan yang ada.
Karena itu, perlu dilakukan identifikasi lanjut untuk mengetahui teknologi apa saja

30
yang mungkin untuk diaplikasikan pada pembangunan kapal di industri galangan kapal
di Surabaya dan sekitarnya.

Peningkatan nilai tambah pada produk atau jasa unggulan dan tidak terlalu berdampak
pada biaya produksi, seperti standarisasi tipe dan ukuran kapal, serta standarisasi
komponen. Pada bisnis reparasi, pengembangan diarahkan pada spesialisasi layanan
bernilai tinggi. Strategi ini diharapkan dapat mendorong agar melakukan penelitian-
penelitian tentang produk kapal khusus standar dari segala aspek menurut keahlian
masing-masing perusahaan. Hasilnya dapat dipakai oleh galangan kapal untuk
membangun kapal khusus standar dengan kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Kerjasama yang dapat dilakukan dengan Kelompok Institusi Pendukung antara lain :
a) Kerjasama riset untuk disain kapal khusus dengan PTRIM-BPPT, ITS, PPNS,
ITAT, dan Universitas Hang Tuah
b) Kerjasama riset material dengan ITS
c) Kerjasama peningkatan kopetensi SDM bidang perkapalan dengan ITS
d) Kerjasama peningkatan kopetensi SDM bidang Management Information System
dengan UNAIR

3.4. Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Industri Pemasok


Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Industri Pemasok berdasarkan hasil
analisis menggunakan program Yastrat, maka pilihan strategi fungsionalnya adalah :
Backward Integration BI-01, yaitu “kerjasama pengembangan industri
komponen/pendukung kapal (dengan perusahaan dari dalam dan luar negeri) di dalam
wilayah klaster”. Strategi Backward Integration BI-01 tersebut diatas, cakupan
wilayahnya lebih luas dibandingkan wilayah cakupan BI-03 “Kerjasama
pengembangan industri komponen kapal di Jawa Timur”. Dengan demikian kerjasama
dengan pemasok untuk membangun industri komponen/ pendukung kapal tidak hanya
pemasok dari Jawa Timur namun juga dengan pemasok di Indonesia bahkan pemasok
Luar Negeri.

Industri bahan dan komponen masih menjadi salah satu faktor yang paling
mempengaruhi daya saing industri galangan kapal. Kerjasama untuk membangun
31
industri komponen/pendukung kapal dipilih Industri Pemasok yang produknya terus
menerus dibutuhkan dalam pembangunan atau reparasi kapal, dengan tujuan
meningkatkan pengendalian mutu dan kelancaran suplai produk tersebut serta
mendapatkan harga yang bersaing (murah). Kesesuaian mutu dan kelancaran suplai
bahan dan komponen akan terjamin ketepatan waktu penyelesaian pembuatan maupun
reparasi kapal. Sedangkan faktor harga bahan atau komponen ini merupakan faktor
eksternal yang memiliki bobot tertinggi di dalam menciptakan keunggulan daya saing.

Kerjasama bercirikan: Pengadaan Jangka Panjang untuk kelancaran suplai;


Standarisasi Produk, Mutu; dan Sistem Pembayaran dengan harga bersaing, yang
dapat dilakukan dengan Kelompok Industri Pemasok antara lain :
a) Kerjasama dengan Industri Steel Plate, daftar perusahaan pada tabel 4.15
diutamakan dengan perusahaan yang berada di Zona Steel & Piping Factory,
Kawasan Industri Maritim Lamongan. Selain memasok pelat ukuran standar juga
dalam kerjasama ini dimungkinkan untuk mensuplai pelat potongan yang bentuk
dan ukurannya ditentukan oleh Industri Inti.
b) Kerjasama dengan Industri Paint/Coating, daftar perusahaan pada tabel 4.16
c) Kerjasama dengan Industri Main Switch Board, daftar perusahaan pada tabel 4.17
diutamakan dengan perusahaan yang berada di Zona Mechanical & Electrical
Factory, Kawasan Industri Maritim Lamongan.
d) Kerjasama dengan Industri Piping and Outfitting, daftar perusahaan pada tabel
4.18 diutamakan dengan perusahaan yang berada di Zona Steel & Piping Factory,
Kawasan Industri Maritim Lamongan.
e) Kerjasama dengan Industri Deck Machineries, daftar perusahaan pada tabel 4.19
diutamakan dengan perusahaan yang berada di Zona Mechanical & Electrical
Factory, Kawasan Industri Maritim Lamongan.
f) Kerjasama dengan Industri Marine Navigation and Communication, daftar
perusahaan pada tabel 4.24 diutamakan dengan perusahaan yang berada di Zona
Accomodation Supply Company, Kawasan Industri Maritim Lamongan.

32
g) Kerjasama dengan Industri Interior. daftar perusahaan pada tabel 4.25 diutamakan
dengan perusahaan yang berada di Zona Meauble, Ducting, Accomodation
Company, Kawasan Industri Maritim Lamongan.

Kelompok Industri Pemasok dalam Klaster ini sebagian besar diproyeksikan


berdomisili di Kawasan Industri Maritim (KIM) Lamongan. Dengan demikian antar
Industri Pemasok khusus yang berdomisili di KIM tersebut dapat melakukan sinergi
dengan strategi fungsionalnya adalah Horizontal Integration HI-01. Strategi
Horizontal Integration HI-01 yaitu : “Pengembangan klaster industri galangan kapal”.
Untuk itu antar Industri Pemasok khusus yang berdomisili di KIM, termasuk
didalamnya terdapat perusahaan Steel Fabrication dan Bock Assembly, dapat
melakukan kerjasama seperti pola kerjasama antar Kelompok Industri Inti pada point
3.1.

3.5. Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Industri Pendukung


Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Industri Pendukung berdasarkan
hasil analisis menggunakan program Yastrat, maka pilihan strategi fungsionalnya
adalah : Backward Integration BI-01, yaitu “kerjasama pengembangan industri
komponen/pendukung kapal (dengan perusahaan dari dalam dan luar negeri) di dalam
wilayah klaster”.
Kerjasama bercirikan : kerjasama jangka panjang; Standarisasi Produk, Mutu; dan
Sistem Pembayaran dengan harga bersaing, yang dapat dilakukan dengan Kelompok
Industri Pemasok antara lain :
a) Kerjasama pembuatan disain kapal dengan BTH-BPPT; NasDec; Terafulk
b) Kerjasama Pengujian Model dengan BTH-BPPT
c) Kerjasama pelatihan keterampilan Las dengan KAMPUH
d) Kerjasama jasa klas dengan BKI

3.6. Sinergi Kelompok Industri Inti dengan Kelompok Industri Terkait


Melakukan aliansi strategis dalam pengembangan sumber daya, pemasaran, dan
pertukaran informasi, dalam pengelolaan manajemen perusahaan. Pengelolaan
memegang peranan penting dalam peningkatan daya saing untuk kemajuan industri.
33
Semakin unggul manajemen suatu industri dan segala sumber daya nya, maka akan
semakin tinggi daya saing industri di pasar global. Dengan demikian diharapkan dapat
memungkinkan terbentuknya kreativitas, komunikasi dan aplikasi pengetahuan
berbagai pola untuk mencapai tujuan utama industri kapal. Kerjasama antara lain
dapat dilakukan dengan BBI, IPTN, dan IKI.

Dalam sebuah klaster industri perkapalan, jika elemen-elemen klaster saling


berkolaborasi dan integrasi diantara anggotanya perihal unsur-unsur penting
diantaranya proses, produk, dan sumberdaya serta pertukaran informasi untuk
pengelolaan klaster, maka akan mendapatkan manfaat untuk :
a) Meningkatkan Pertambaan Nilai Industri Perkapalan
b) Membantu Pengembangan Agenda Bersama
c) Menghimpun Sumber Daya Kolektif
d) Memperoleh Manfaat Ekonomi
e) Pemasaran Bersama
f) Kerjasama Bisnis Untuk Memperkuat Industrinya
g) Memengaruhi Hubungan Antara Pemasok Dan Pembeli
h) Membantu Mengurangi Kekhawatiran Persaingan Antar Industri
i) Aliansi strategis nasional maupun internasional dan pengakuan nasional dan
internasional
j) Memperkuat keterkaitan yang saling menguntungkan antar stakeholder, tingkat
nasional dan internasional
k) Memberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan terarah termasuk penyediaan
infrastruktur
l) Memungkinkan investasi infrastruktur informasi yang terakseskan dan
mempunyai daya dongkrak signifikan untuk meningkatkan kinerja klaster industri
perkapalan.

34

Anda mungkin juga menyukai