Anda di halaman 1dari 75

Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050

PT. HEGAR DAYA

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI


(RUED-P)
PROVINSI PAPUA 2023-2050

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA


Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM)
Alamat : Dinas Otonom Gedung A Lt. III Jalan Raya Abepura Kotaraja
Website : http://pertambanganpapua.web.id,
Email : pertambangan@papua.go.id

PT. HEGAR DAYA


Engineering & Management Consultant
Jalan Taman Saturnus I-9, Telp. (022) 7567305, Bandung 40286
Email : hegardaya@gmail.com

JAYAPURA, 2022

i
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

KATA PENGANTAR

PENYUSUNAN Dokumen RUED Provinsi Papua Tahun 2022 dilaksanakan


untuk melakukan pemodelan akan Kebutuhan dan Suplay Energi di Provinsi
Papua Tahun 2022-2050, sehingga dari hasil pemodelan ini pemerintah Provinsi
Papua dapat melalukan Langkah-langkah dalam pengambilan kebijakan dan
strategi dalam pengelolaan energi yang ada serta kebijakan dalam mengurangi
pemakaian energi fosil dengan memanfaatkan Energi Baru terbarukan untuk
kebutuhan energi di Provinsi Papua sampai tahun 2050.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh
pemangku kepentingan energi di Provinsi Papua yang telah berperan baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Dokumen RUED Provinsi
Papua ini. Akhir kata adalah menjadi harapan penyusun agar laporan ini menjadi
acuan bermanfaat bagi para pihak yang berkepentingan dalam pengaturan
pengelolaan energi yang berkelanjutan di Provinsi Papua.

Jayapura, Desember 2022

Konsultan Penyusun

PT. HEGAR DAYA

ii
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR Ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Ruang Lingkup 3
1.3. Aspek Regulasi 3
1.4. Keterkaitan RUED – P dengan Perencanaan 6
Pembangunan Daerah
1.5. Istilah dalam RUED – P 8
1.6. Sistematika RUED 10

BAB II KONDISI ENERGI DAERAH DAN EKSPEKTASI DI 11


MASA MENDATANG
2.1. Isu dan Permasalahan Energi 11
2.1.1. Isu dan Permasalahan Energi Nasional 11
2.1.2. Isu dan Permasalahan Energi Daerah 22
2.2. Kondisi Energi Saat ini 30
2.2.1. Indikator Sosio-Ekonomi 30
2.2.1.1. PDRB Per Lapangan Usaha 31
2.2.1.2. Pendapatan per Kapita 31
2.2.1.3. Jumlah Penduduk 32
2.2.1.4. Tingkat Kemiskinan 33
2.2.1.5. Jumlah Kendaaan Bermotor 34
2.2.2. Indikator Energi Daerah 35
2.2.2.1. Potensi Energi Daerah 35
2.2.2.2. Bauran Energi Daerah 35
2.2.2.3. Rasio Elektrifikasi Daerah 36
2.2.2.4. Elastisitas dan Intensitas Energi 37
Daerah
2.2.2.5. Pasokan dan Kebutuhan Energi 38
Daerah
2.3. Kondisi Energi Daerah di Masa Mendatang 39
2.3.1. Struktur Permodelan dan Asumsi Dasar 39
2.3.1.1. Demografi 40
2.3.1.2. Ekonomi Makro 41
2.3.1.3. Faktor Elastisitas Aktifitas 41
2.3.2. Hasil Permodelan Energi 43
2.3.2.1. Proyeksi Bauran Energi Primer 43

iii
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2.3.2.2.Proyeksi Elastisitas dan Intensitas 44


Energi
2.3.2.3.Poyeksi Permintaan dan Penyediaan 45
Energi
2.3.2.4. Kebutuhan dan Penyediaan Listrik 47
2.3.2.5. Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca 49

BAB III VISI, MISI, SASARAN, DAN TUJUAN ENERGI DAERAH 51


3.1. Visi Daerah 51
3.2. Misi Daerah 51
3.3. Tujuan Pembangunan Daerah 52
3.4 Sasaran Energi Daerah 52

BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI 54


DAERAH
4.1. Kebijakan Energi Daerah 54
4.2. Strategi Energi Daerah Provinsi Papua 55
4.2.1. Pasokan Energi Primer 55
4.2.2. Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan 56
4.2.3. Konservasi Energi 61
4.3. Kelembagaan Energi Daerah 62
4.4. Instrumen Kebijakan Energi Daerah 62

BAB V PENUTUP 66

iv
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Konsumsi BBM dan Produksi Kilang Tahun 2010-2015 16


Tabel 2.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua 31
(Harga Konstan 2010)
Tabel 2.3. Demografi Provinsi Papua 2011-2015 30
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Papua dan Indonesia 33
Tabel 2.5. Potensi Energi Baru dan Terbarukan Provinsi Papua 35
Tabel 2.6. Elektrifikasi Provinsi Papua 36
Tabel 2.7. Indikator Energi Provinsi Papua Tahun 2015 38
Tabel 2.8. Konsumsi Listrik Papua 2010-2015 39
Tabel 2.9. Kondisi energi saat ini (Tahun 2015) 39
Tabel 2.10. Asumsi Kunci Faktor Demografi 41
Tabel 2.11. Asumsi Kunci Faktor Ekonomi 41
Tabel 2.12. Elastisitas Aktifitas PDRB 42
Tabel 2.13. Asumsi Kunci Sektor Transportasi Jalan Raya 42
Tabel 2.14. Jumlah Kendaraan Tahun 2015-2050 43
Tabel 2.15. Bauran Sumber Energi Primer Skenario RUED 43
Tabel 2.16. Proyeksi Indikator Energi 2015-2050 44
Tabel 2.17. Proyeksi Permintaan Energi Final per Jenis Energi 47
(Ribu TOE)
Tabel 2.18. Penyediaan Energi (Ribu TOE) 47
Tabel 2.19. Proyeksi Pemakaian Listrik per Kapita 48
Tabel 2.20. Proyeksi Kapasitas pembangkit (MW) 48
Tabel 2.21. Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Papua (ribu 50
ton CO2)

v
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Keterkaitan RUEN, RUED dan Perencanaan Lainnya – 7


1
Gambar 1.2. Keterkaitan RUEN, RUED dan Perencanaan Lainnya – 7
2
Gambar 2.1. Subsidi Energi Tahun 2004–2015 17
Gambar 2.2. Bauran Energi Tahun 2015 18
Gambar 2.3. Bauran Produksi Listrik Energi Tahun 2010-2015 18
Gambar 2.4. Peta Sistem Tenaga Listrik Provinsi Papua 24
Gambar 2.5. Posisi Geografis Papua berdasarkan Wilayah Adat 27
Gambar 2.6. Jumlah kendaraan bermotor sesuai jenis seluruh 34
Provinsi Papua
Gambar 2.7. Bauran Energi Primer Provinsi Papua Tahun 2015 36
Gambar 2.8. Struktur Pemodelan dan Variable Asumsi RUED 40
Provinsi Papua
Gambar 2.9. Bauran Energi Primer Provinsi Papua Tahun 2015, 44
2025 dan 2050
Gambar 2.10. Permintaan energi final untuk setiap sektor pengguna 46
energi
Gambar 2.11. Bauran Energi Primer Pembangkit 49

vi
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, peranan energi


sebagai sumber daya alam sangat penting artinya bagi peningkatan ekonomi dan
ketahanan nasional sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan,
pemanfaatan dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan,
berkelanjutan, rasional, optimal dan terpadu.

Secara nasional kebijakan pengelolaan energi diatur dalam Undang-Undang


(UU) Nomor 30 Tahun 2007 yang selanjutnya disebut dengan Kebijakan Energi
Nasional (KEN) yang meliputi ketentuan tentang ketersediaan, prioritas
pengembangan, pemanfaatan sumber daya dan cadangan penyangga energi
secara nasional. Selanjutnya Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)
merupakan kebijakan pemerintah pusat mengenai rencana pengelolaan energi
tingkat nasional yang merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan KEN
yang bersifat lintas sektor untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi.
Ketahanan energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses
masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Sedangkan kemandirian energi adalah terjaminnya ketersediaan energi dengan
memanfaatkan semaksimal mungkin potensi dari sumber daya dalam negeri.

Dalam rangka implementasi RUEN di daerah, maka perlu didukung dengan


adanya suatu perencanaan umum energi di tingkat provinsi. Hal tersebut
dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2014 yang ditindaklanjuti
dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 bahwa Pemerintah Provinsi
menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED) berdasarkan RUEN yang
mengakomodasi kebijakan Pemerintah Provinsi mengenai rencana pengelolaan
energi dan merupakan penjabaran rencana pelaksanaan kebijakan energi yang

1
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

bersifat lintas sektor untuk mencapai sasaran kebijakan energi di tingkat Provinsi
dengan mengutamakan pemanfaatan energi setempat. Penyusunan RUED juga
harus memperhatikan inklusifitas daerah, sebagaimana diatur dalam UU Nomor
2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta kewenangan yang
diberikan sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun
2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi
Khusus Provinsi Papua.

Sistem pengelolaan energi untuk mengetahui permintaan dan penyediaan energi


daerah perlu direncanakan sebaik mungkin untuk menghindari terjadinya krisis
energi akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan penyediaan energi.
Untuk tujuan itu, maka Pemerintah Daerah Provinsi Papua melalui satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) terkait perlu menyusun RUED yang diharapkan dapat
menjadi acuan bagi sistem pengelolaan energi daerah yang integral dalam
mengatasi permasalahan dan tantangan energi menuju ketahanan dan
kemandirian energi di Provinsi Papua. Terlebih Papua adalah provinsi yang
memiliki keunikan tersendiri baik secara geografi maupun kondisi sosial, budaya
dan ekonomi. Hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk menjamin akses ke layanan infrastruktur dasar, termasuk penyediaan
energi di Papua.

Secara umum pemakaian energi saat ini terus meningkat secara pesat sejalan
dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan
teknologi. Pertumbuhan ekonomi Papua di masa datang diproyeksikan sebagai
hasil dari pembangunan hijau, yaitu pertumbuhan ekonomi yang kuat, namun
juga ramah lingkungan, serta inklusif secara sosial dan budaya. Pemanfaatan
energi saat ini sebagian besar masih berasal dari energi fosil, yaitu: minyak bumi,
gas bumi dan batu bara, sedangkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan
(EBT) masih sangat kecil. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hijau, maka
pemanfaatan EBT harus dimaksimalkan, sedangkan pemanfaatan energi fosil
harus efisien dan berbasis teknologi bersih. Dengan demikian RUED yang
dirancang ini menekankan pada pengelolaan dan pengusahaan energi secara
optimal, berkeadilan, berkelanjutan dan terpadu dengan tetap menjaga

2
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta memperhatikan aspek sosial budaya


masyarakat yang menjadi inklusifitas Papua.

1.2 Ruang Lingkup

Ruang penyusunan RUED-P provinsi Papua antara lain dalah:

• Tahun dasar untuk penyusunan data penyediaan dan permintaan energi di


Provinsi Papua adalah berdasarkan data tahun dasar 2015. Validasi terkait
struktur model RUED menggunakan data historis tahun 2016–2019. Adapun
tahun kajian RUED diproyeksikan tahun 2023–2050.

• Skenario RUED merupakan skenario dimana diasumsikan bahwa


pertumbuhan konsumsi energi final akan berkurang dengan menerapkan
program konservasi dan efisiensi energi sesuai dengan target Pemerintah
dalam Kebijakan Energi Nasional. Skenario ini juga meliputi perbaikan dalam
efisiensi peralatan pada sektor pengguna. Dari sisi penyediaan skenario ini
juga mengikuti prinsip-prinsip yang telah diamanatkan dalam RUEN misalnya
meningkatkan penetrasi pemanfatan EBT, mengoptimalkan pemanfaatan
gas, meminimalkan pemanfaatan minyak, dan menjadikan batubara sebagai
penyeimbang pasokan.

• Sumber data untuk penyusunan RUED Provinsi Papua ini diantaranya


berasal dari BPS Indonesia dan Provinsi Papua, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi
Papua, BPH Migas, PT PLN, Bappenas, Bappeda Provinsi Papua,
Pertamina, serta pihak-pihak lain.

1.3 Aspek Regulasi

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah provinsi Papua ini dilandasi aspek
regulasi, perizinan, dan perundang-undangan yang terkait energi, di antaranya:

1. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional:

3
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

a. Keterkaitan dengan pemerintah Provinsi Papua untuk menyusun Rencana


Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) wajib membuat Rencana
Strategis (RENSTRA) oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memuat
Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Kebijakan, Program dan kegiatan
pembangunan yang bersifat indikatif.
b. Keterkaitan dalam Penjabaran Program pada RPJMD Tahun 2019–2023
tersebut tertuang pada Program dan kebijakan Provinsi Papua melalui
kegiatan lintas dinas/instansi yang berkaitan dengan sektor energi.

2. UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang di dalamnya memuat:


a. Pasal 18 ayat (1): “Pemerintah daerah menyusun Rencana Umum Energi
Daerah dengan mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)”
b. Pasal 18 ayat (2): “Rencana Umum Energi Daerah, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah.”

3. UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang meliputi:


a. Penetapan peraturan daerah Provinsi di bidang ketenagalistrikan;
b. Penetapan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi;
c. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha yang
wilayah usahanya lintas kabupaten/kota.

4. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang di dalamnya


memuat Pasal 14 ayat (1): “Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang
kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi.”

5. UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang


Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi,


yang didalamnya memuat:
a. Pasal 2 ayat (1): “Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, pengusaha, dan masyarakat.”

4
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

b. Pasal 5: “Pemerintah daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 2 bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya di wilayah
provinsi yang bersangkutan untuk merumuskan dan menetapkan
kebijakan, strategi, dan program konservasi energi.”

7. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan


Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua,
yang didalamnya memuat Pasal 4 ayat (4) huruf e: Kewenangan Khusus
bidang perekonomian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d meliputi
bidang urusan: (e) energi dan sumber daya mineral.

8. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi


Nasional;

9. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi


Nasional, yang didalamnya memuat Pasal 1 ayat (2): “Rencana Umum Energi
Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat RUED-P adalah kebijakan
pemerintah provinsi mengenai rencana pengelolaan energi tingkat provinsi
yang merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan RUEN yang bersifat
lintas sektor untuk mencapai sasaran RUEN.”

10. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan/TPB; Lampiran Nomor VII: Menjamin akses energi yang
terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua.

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2017
Tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah;

12. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Tahun 2019–2023;

5
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

13. Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013-2033.

1.4 Keterkaitan RUED – P dengan Perencanaan Pembangunan Daerah

Posisi dan keterkaitan RUEN, RUED dan Perencanaan pembangunan dalam hal
ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. RUED Provinsi merupakan penjabaran dari RUEN yang mengakomodasi


potensi dan permasalahan energi yang ada di tingkat provinsi. RUEN
menggunakan pendekatan yang bersifat Top Down, dimana program dan
kebijakan energi yang bersifat nasional, harus diikuti dan dijabarkan oleh
Pemerintah Provinsi dan menjadi rujukan dalam perencanaan pembangunan
daerah. Sedangkan RUED dikembangkan dengan melibatkan proses Bottom
Up menyangkut usulan pembangunan energi dari tingkat bawah (masyarakat)
ditindaklanjuti ditingkat Provinsi yang pada akhirnya menjadi masukan bagi
pemutahiran RUEN.

b. RUED Provinsi merupakan penjabaran dari Peraturan Presiden Nomor 22


Tahun 2017 tentang RUEN, dimana keduanya secara garis besar mencakup
program pencapaian sasaran Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2014
tentang KEN untuk menjamin akses energi yang terjangkau, andal,
berkelanjutan, dan modern untuk semua yang merupakan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan/TPB dalam Lampiran Nomor VII Peraturan
Presiden Nomor 59 Tahun 2017.

c. Keterkaitan RTRW dan RUED Provinsi, dalam hal ini muatan program dan
kebijakan energi yang tertuang dalam RTRW yang mengakomodasi potensi
energi dan jaringan infrastruktur energi yang direncanakan sampai dengan
Tahun 2033 (RTRW Provinsi Papua 2013–2033) dan kemudian periode
berikutnya mengikuti rencana yang tertuang dalam RUED Provinsi Papua
hingga tahun 2050.

6
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Keterkaitan antara RUEN, RUED dan Perencanaan Lainnya dapat dilihat pada
Gambar 1.1 dan 1.2.

Gambar 1.1 Keterkaitan RUEN, RUED dan Perencanaan Lainnya - 1


Sumber: Dewan Energi Nasional

Gambar 1.2 Keterkaitan RUEN, RUED dan Perencanaan Lainnya - 2


Sumber: Dewan Energi Nasional

7
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

1.5 Istilah dalam RUED – P

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang


Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional dijelaskan mengenai
pengertian RUEN dan RUED–P sebagai berikut:
a. RUEN adalah kebijakan Pemerintah mengenai rencana pengelolaan energi
tingkat nasional yang merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan
Kebijakan Energi Nasional yang bersifat lintas sektor untuk mencapai sasaran
Kebijakan Energi Nasional.
b. RUED–P adalah kebijakan pemerintah provinsi mengenai rencana
pengelolaan energi tingkat provinsi yang merupakan penjabaran dan rencana
pelaksanaan RUEN yang bersifat lintas sektor untuk mencapai sasaran
RUEN.

Adapun beberapa singkatan yang terdapat dalam dokumen ini, dijelaskan


sebagai berikut:

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BaU Business as Usual
BBM Bahan Bakar Minyak
BOPD Barrels of Oil Per Day
BPH Migas Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi
BPS Badan Pusat Statistik
BUMN Badan Usaha Milik Negara
DAK Dana Alokasi Khusus
DEN Dewan Energi Nasional
DJK Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan
EBT Energi Baru Terbarukan
EBTKE Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi

8
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

EOR Enhanced Oil Recovery


ESDM Energi dan Sumber Daya Mineral
GDP Gross Domestic Product
KEN Kebijakan Energi Nasional
KESDM Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral
LEAP Low Emissions Analysis Platform
LPG Liquified Petroleum Gas
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
LTSHE Lampu Tenaga Surya Hemat Energi
MTOE Million Tonnes of Oil Equivalent
MW Megawatt
PLN Perusahaan Listrik Negara
PLTD Pembangkit Listrik Tenaga Disel
PLTMH Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
PLTMG Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas
PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya
POME Palm Oil Mill Effluent
PDB Produk Domestik Bruto
PDRB Produk Domestik Regional Bruto
PTSP Pelayanan Terpadu Satu Pintu
RAD-GRK Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca
Renstra Rencana Strategis
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah
RRR Reserve Replacement Ratio
RTRW Rencana Tata Ruang dan Wilayah
RUEN Rencana Umum Energi Nasional
RUED-P Rencana Umum Energi Daerah Provinsi
RUPTL Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
SBM Setara Barel Minyak

9
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah


TOE Tonne Oil Equivalent
TPB Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

1.6 Sistematika RUED

Sistematika penulisan dokumen RUED adalah sebagai berikut:


BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Aspek Regulasi
1.3 Keterkaitan RUED Dengan Perencanaan Daerah Lainnya
1.4 Istilah Dalam RUED
1.5 Sistematika RUED
BAB 2 Kondisi Energi Daerah
2.1 Isu dan Permasalahan Energi
2.2 Kondisi Energi Daerah Saat Ini
2.3 Kondisi Energi Daerah di Masa Mendatang
BAB 3 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengelolaan Energi Daerah
3.1 Visi
3.2 Misi
3.3 Tujuan
3.4 Sasaran
BAB 4 Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Energi Daerah
4.1 Kebijakan dan Strategi
4.2 Pengembangan Energi Daerah
4.3 Kelembagaan dan Instrumen Kebijakan
BAB 5 Penutup

10
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

BAB II

KONDISI ENERGI DAERAH DAN EKSPEKTASI

DI MASA MENDATANG

2.1 Isu dan Permasalahan Energi

Isu dan permasalahan energi baik di nasional maupun daerah Provinsi Papua
dapat diuraikan sebagai berikut:

2.1.1 Isu dan Permasalahan Energi Nasional

Isu dan permasalahan energi nasional di yang diulas pada pada bagian ini
merupakan saduran langsung dari Lampiran Perpres No. 22 tahun 2017 tentang
Rencana Umum Energi Nasional. Ulasan ini ditujukan untuk memberikan
gambaran isu dan permasalahan energi nasional baik langsung maupun tidak
langsung ada kaitannya dengan isu, permasalahan dan potensi solusi energi di
Papua.

Konsumsi energi di Indonesia terus tumbuh sejalan dengan pertumbuhan industri


dan pertambahan penduduk. Dari sisi pasokan, saat ini baufran enrgi di
Indonesia masih didominasi oleh energi fosil khususnya minyak bumi yang
secara alami produksinya mengalami penurunan sehingga meningkatkan
ketergantungan terhadap impor. Berdasarkan RUEN pasokan energi primer di
Indonesia mengalami peningkatan dari 176,3 MTOE di tahun 2013 menjadi 196,6
MTOE di tahun 2014. Beberapa permasalahan atau tantangan pengembangan
energi dalam skala nasional antara lain sebagai berikut:

1. Sumber Daya Energi Masih Diperlakukan Sebagai Komoditas


Sumber daya energi saat ini masih menjadi komoditas andalan untuk
penerimaan negara, belum dimanfaatkan sebagai modal pembangunan.
Contoh yang mudah dianalisa ialah gas dan batubara. Saat ini Indonesia
masih melakukan ekspor gas bumi karena terikat dengan kewajiban kontrak
jangka panjang dan tidak mudah untuk dialihkan. Pendapatan atau devisa

11
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

dari ekspor gas masih digunakan sebagai andalan bagi penerimaan negara.
Namun disisi lain pemanfaatan gas bumi dalam negeri belum optimal karena
terbatasnya infrastruktur gas dan penyerapan konsumsi gas dalam negeri
yang rendah. Akibatnya produksi gas yang melimpah disalurkan dengan
ekspor dan menghasilkan devisa. Lebih lanjut hal ini menyebabkan multiplier
effect bagi ekonomi dalam negeri terutama pengembangan industri,
penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan nilai tambah belum maksimal.

Hal demikian juga terjadi untuk komoditas batubara, Total produksi batubara
nasional pada tahun 2015 ialah 461,6 juta ton, namun pemanfaatan dalam
negeri hanya 20,7% atau 95,8 juta ton dimana sebagian besar dimanfaatkan
oleh pembangkit listrik. Selebihnya, sekitar 79,3% produksi setara dengan
365,8 juta ton diekspor ke berbagai negara. Hal ini menjadikan Indonesia
menjadi salah satu negara eksportir batubara terbesar di dunia, padahal
cadangan batubara Indonesia hanya 3,1% dari cadangan dunia (BP
Statistical Review of World Energi 2014). Tingginya ekspor batubara
mengindikasikan bahwa batubara masih menjadi sumber penghasil devisa.
Untuk mencapai tujuan RUEN dan KEN, produksi batubara perlu
dikendalikan, ekspornya dikurangi secara bertahap dan akan dihentikan
serta pemanfaatan dalam negerinya ditingkatkan. Begitu pula dengan gas
bumi yang akan lebih dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri.

Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) menetapkan bahwa energi


merupakan modal pembangunan nasional, bukan lagi sebagai penghasil
devisa, namun hal tersebut belum sepenuhnya didukung dalam peraturan
perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu, dalam RUEN dijabarkan
berbagai program dan kegiatan untuk benar-benar mewujudkan energi
sebagai modal pembangunan melalui prioritas alokasi energi sebagai bahan
bakar pembangkit listrik dan sebagai bahan bakar atau bahan baku industri
yang mendukung peningkatan nilai tambah pembangunan nasional.

2. Penurunan Produksi dan Gejolak Harga Minyak dan Gas Bumi


Produksi minyak di Indonesia telah dilakukan sejak dahulu dan Indonesia
merupakan salah satu negara produsen minyak tertua di dunia dengan

12
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

cadangan yang relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhannya. Pada saat


ini cadangan minyak bumi terbukti di Indonesia hanya sekitar 0,2% dari
cadangan dunia, yaitu berada di kisaran 3,6 miliar barel. Sejak tahun 1995
produksi minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan dari 1,6 juta
barrel oil per day (BOPD) menjadi hanya 786 ribu BOPD tahun 2015. Dalam
5 tahun terakhir, laju penemuan cadangan dibandingkan dengan tingkat
produksi atau Rasio Pemulihan Cadangan (Reserve Replacement
Ratio/RRR) hanya berkisar 65%. RRR ini tergolong rendah dibandingkan
dengan tingkat RRR ideal sebesar 100% yang berarti setiap melakukan
produksi sebesar 1 barel minyak, idealnya harus menemukan cadangan
sebesar 1 barel juga.

Rendahnya RRR dan penurunan produksi minyak dan gas bumi disebabkan
oleh sejumlah faktor, diantaranya rendahnya kegiatan eksplorasi migas dan
rendahnya tingkat keberhasilan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan
minyak, minimnya keterlibatan pemerintah langsung dalam kegiatan
eksplorasi, maupun iklim investasi migas yang kurang kondusif bagi pelaku
usaha, seperti tumpang tindih lahan, perizinan yang rumit, permasalahan tata
ruang, dan masalah sosial. Selain itu terdapat berbagai kendala teknis antara
lain, penurunan cadangan yang terjadi secara alami pada lapangan-
lapangan yang sudah tua dan belum optimalnya penerapan teknologi
Enhanced Oil Recovery (EOR) pada sebagian besar lapangan-lapangan
minyak tua di Indonesia.

Fenomena turunnya harga minyak dunia dalam beberapa tahun terakhir tidak
pernah diperkirakan sebelumnya. Kecenderungan harga energi yang selalu
meningkat dalam sepuluh tahun terakhir berubah dengan menurunnya harga
minyak, dari sekitar US$ 100 per barel pada tahun 2014 menjadi di bawah
US$ 35 per barel pada akhir tahun 2015.

Kecenderungan rendahnya harga minyak dan gas bumi dunia diperkirakan


akan terus berlangsung hingga beberapa tahun mendatang. Hal ini
disebabkan oleh berlimpahnya pasokan akibat lonjakan produksi migas non-
konvensional yaitu minyak/gas serpih (shale oil/gas) di Amerika Serikat,

13
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

disusul Tiongkok dan Argentina. Sementara itu, pasokan gas dunia


diperkirakan akan melimpah dengan adanya penemuan0penemuan
cadangan gas raksasa dunia (Rusia, Qatar, Iran, PNG, Australia, dan
lainnya) yang dapat menekan harga jual gas di pasar internasional.

Kelebihan pasokan energi tersebut akan membentuk keseimbangan pasar


dan struktur harga energi dunia yang dapat mempengaruhi kebijakan energi
hampir semua negara di dunia. Penurunan produksi migas domestik dan
gejolak harga minyak dunia perlu disikapi dengan tepat dan hati-hati.
Penurunan harga migas menyebabkan pemerintah dapat mengurangi biaya
impor dan mengendalikan harga bahan bakar domestik. Walaupun demikian,
menurunnya harga migas juga menyebabkan penerimaan negara berkurang
secara signifikan, dan menjadi disinsentif bagi kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi migas. Dalam jangka menengah, dampak dari rendahnya
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi adalah semakin berkurangnya produksi
migas nasional, yang dapat mengancam pencapaian tujuan kemandirian
energi nasional.

3. Akses dan Infrastruktur Energi Terbatas


Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia
merupakan anugerah sekaligus tantangan dalam membangun infrastruktur
energi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi secara handal dan merata
di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu bagian dari infrastruktur energi yang
vital dalam penyediaan dan distribusi minyak dan gas yaitu kilang
pengolahan minyak dan pipa transmisi. Keterbatasan kapasitas kilang
menyebabkan Indonesia mengalami ketergantungan dalam hal impor minyak
mentah dan BBM. Volume impor minyak mentah dan BBM cenderung
meningkat setiap tahun. Selain itu, transportasi gas antar pulau yang
menghubungkan Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua belum
terintegrasi sepenuhnya, sehingga gas yang diproduksi tidak dapat langsung
didistribusikan ke pusat-pusat industri dan pembangkit listrik yang
membutuhkan pasokan gas dengan harga yang rasional. Kekurangan
infrastruktur energi ini menyebabkan terjadinya kelangkaan BBM dan LPG di

14
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

sejumlah wilayah, terutama di wilayah Tengah Indonesia. Di samping itu,


adanya disparitas (perbedaan) harga energi yang sangat tinggi antara Pulau
Jawa dan pulau-pulau lainnya membuat biaya aktivitas ekonomi menjadi
tinggi.

Untuk sektor ketenagalistrikan juga masih membutuhkan banyak perbaikan


dan peningkatan. Saat ini transmisi listrik di masing-masing wilayah
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua belum terintegrasi sepenuhnya.
Sebagai dampak belum terintegrasinya infrastruktur ini, rasio elektrifikasi
nasional tahun 2015 baru mencapai 88,5%, yang artinya masih ada sekitar
29,4 juta rumah tangga Indonesia belum mendapatkan akses listrik.
Kapasitas terpasang per kapita Indonesia baru mencapai sekitar 218 Watt
per kapita, sementara konsumsi listrik per kapita penduduk Indonesia tahun
2015 sebesar 910 kWh; kapasitas terpasang pembangkit nasional pada
tahun 2015 baru mencapai sekitar 55 GW. Untuk mencapai konsumsi listrik
sekitar 1.000 Watt per kapita, diperlukan tambahan kapasitas sekitar 200 GW
atau 4 kali total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia saat ini. Ketiadaan
akses listrik ini menyebabkan terhambatnya pembangunan wilayah dan
pengembangan potensi-potensi ekonomi (industri, pariwisata dll).

4. Ketergantungan Terhadap Impor BBM dan LPG


Sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak netto
(net oil importer). Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan minyak yang
terus meningkat sementara produksinya terus menurun. Peningkatan
konsumsi minyak dalam negeri merupakan dampak dari pertumbuhan
ekonomi dan pertambahan penduduk. Peningkatan konsumsi BBM dalam
negeri juga disebabkan pola konsumsi yang sangat boros atau tidak efisien,
salah satunya karena pemakaian BBM yang sebagian masih disubsidi.
Borosnya konsumsi energi penduduk Indonesia tercermin dari tingginya
indikator elastisitas energi, yang merupakan perbandingan antara
pertumbuhan konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi. Nilai ideal dari
elastisitas energi yaitu di bawah 1, namun elastisitas Indonesia dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir (2010-2015) masih di atas 1. Kondisi ini diperburuk

15
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

dengan terbatasnya fasilitas kilang minyak yang tidak mengalami


penambahan secara signifikan sejak pembangunan kilang Balongan pada
tahun 1994; sehingga impor BBM terus meningkat. Saat ini terdapat tujuh
kilang PT. Pertamina (Persero) dan empat kilang non- PT. Pertamina
(Persero) dengan kemampuan produksi BBM sekitar 673 ribu BOPD.
Selanjutnya data konsumsi BBM, produksi kilang, baik BBM maupun non
BBM, dan impor BBM Indonesia pada periode tahun 2010-2015 ditampilkan
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konsumsi BBM dan Produksi Kilang Tahun 2010–2015

Konsumsi Produksi Kilang


Tahun Impor BBM
BBM BBM Non BBM
2010 1.094 646 235 448
2011 1.187 650 285 537
2012 1.206 657 306 549
2013 1.234 671 233 563
2014 1.339 673 266 666
2015 1.229 681 204 548
Sumber: Rencana Umum Energi Nasional - Satuan: Ribu BOPD

Keberhasilan program konversi minyak tanah ke LPG pada tahun 2007-2010


menyebabkan konsumsi LPG dalam negeri naik cukup tajam. Namun,
kapasitas kilang LPG untuk pasokan dalam negeri terbatas. Akibatnya,
sekitar 60% konsumsi LPG domestik dipenuhi melalui impor. Salah satu
upaya untuk mengendalikan pertumbuhan konsumsi LPG adalah dengan
meningkatkan pemanfaatan gas alam di daerah perkotaan melalui ekspansi
jaringan gas kota, namun perkembangan dari upaya ini belum optimal.

5. Subsidi Energi Belum Tepat Sasaran


Salah satu upaya untuk meningkatkan pemanfaatan EBT adalah dengan
mengalihkan subsidi yang semula dialokasikan untuk energi fosil menjadi
subsidi untuk EBT. Subsidi energi sangat membebani APBN. Oleh
karenanya diterapkan subsidi energi yang lebih berkeadilan. Dengan
diterapkannya kebijakan penyesuaian harga BBM dan listrik, maka pada
tahun 2015 subsidi energi mengalami penurunan menjadi Rp. 119,1 triliun
dibandingkan tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 341,8 triliun. Besarnya subsidi

16
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

dipengaruhi oleh dinamika harga minyak dan LPG di dunia. Tren subsidi
energi nasional, baik untuk BBM, LPG dan listrik periode tahun 2004–2015
ditampilkan pada Gambar 2.1 berikut ini:

Rp Triliun
400
341.8
350 306.5 310.0
300 255.6
223.0
250

200
140.0
150
120.6 119.1
104.4 94.6 94.6
100
71.3

50

-
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Subsidi BBM dan LPG Realisasi 69.0 95.6 64.2 87.5 139.1 45.0 82.4 165.2 211.9 210.0 240.0 60.8
Subsidi Listrik Realisasi 2.3 8.9 30.4 33.1 83.9 49.5 57.6 90.4 94.6 100.0 101.8 58.3
Subsidi Energi 71.3 104.4 94.6 120.6 223.0 94.6 140.0 255.6 306.5 310.0 341.8 119.1
Catatan:
1) Subsidi tahun 2004 s.d. 2014, sumber data realisasi subsidi LKPP.
2) Subsidi Tahun 2015, sumber data Kemenkeu (unaudited ).

Gambar 2.1 Subsidi Energi Tahun 2004–2015


Sumber: Rencana Umum Energi Nasional

Selain jumlah subsidi yang masih relatif tinggi, alokasi dana subsidi juga
masih belum tepat sasaran, karena sebagian besar dari subsidi tersebut
justru dinikmati oleh kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan pemilik
kendaraan bermotor. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah justru
hanya menikmati sebagian kecil dari subsidi tersebut. Menanggapi
permasalahan ini, di tahun 2015 secara bertahap telah dilakukan perubahan
kebijakan harga BBM dan listrik sehingga harga energi mencerminkan
keekonomian dan lebih berkeadilan. Kepentingan masyarakat kurang
mampu tetap terlindungi dengan adanya program bantuan sosial untuk
kelompok masyarakat miskin.

6. Pemanfaatan EBT Masih Rendah


Sektor Energi Baru dan Terbarukan saat ini belum begitu berkembang di
Indonesia. Penyebab harga EBT belum kompetitif yaitu dampak pemberian

17
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

subsidi untuk BBM dan listrik yang berlangsung cukup lama serta masih
mahalnya biaya dari sebagian besar teknologi EBT. Akibatnya hingga tahun
2015 EBT masih kalah bersaing dengan energi fosil. Biaya Pokok
Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik Nasional yang masih belum memadai
menyebabkan pengembangan dan pemanfaatan EBT masih terkendala,
tidak maksimal dan mengakibatkan ketergantungan yang besar pada energi
fosil.

Potensi EBT seperti panas bumi, air, bioenergi, sinar matahari dan
angin/bayu sangat melimpah di Indonesia. Kawasan hutan Indonesia seluas
120 juta hektar memiliki potensi sumber biomassa, energi air, dan panas
bumi yang sangat besar. Pada tahun 2015 porsi EBT hanya sebesar 5%
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Minyak bumi
Batu bara
Gas bumi
5%
Energi baru dan terbarukan 23%

166
MTOE 46%
26%

Sumber Data: Unaudited


Gambar 2.2 Bauran Energi Tahun 2015
Sumber: Rencana Umum Energi Nasional

15.0% 12.0% 11.4% 12.3% 11.3% 10.5%


EBT

Batubara 38.0% 44.1% 50.3% 51.6% 52.9% 56.1%

Gas 25.0% 21.0%


23.4% 23.6% 24.1%
24.9%
BBM* 22.0% 23.0%
15.0% 12.5% 11.8% 8.6%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Catatan:
*) sudah termasuk BBN

Gambar 2.3 Bauran Produksi Listrik Energi Tahun 2010-2015


Sumber: Rencana Umum Energi Nasional

18
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Pada tahun 2015 porsi EBT dalam bauran energi nasional di sektor
kelistrikan juga relatif masih rendah, yaitu sebesar 10,5% dari total produksi.
Sebagian besar energi yang digunakan pada pembangkit listrik bersumber
dari batubara sebesar 56,1% kemudian diikuti oleh gas bumi sebesar 24,9%
dan BBM sebesar 8,6% sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Rendahnya pemanfaatan dan pengembangan EBT pada pembangkit listrik


disinyalir terjadi karena berbagai permasalahan, diantaranya:
§ Insentif untuk pemanfaatan EBT belum optimal;
§ Minimnya ketersediaan instrumen pembiayaan yang sesuai dengan
kebutuhan investasi;
§ Proses perizinan yang relatif rumit dan memakan waktu yang cukup lama
di tingkat pusat atau daerah;
§ Permasalahan lahan dan tata ruang.

Salah satu contoh terkait dengan permasalahan pemanfaatan potensi EBT


yaitu pada pengembangan panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia
adalah yang terbesar di dunia dan telah dikembangkan sejak tahun 1972.
Namun begitu pemanfaatannya belum optimal karena seringkali terkendala
dengan izin khusus dan isu kelestarian hutan; hal ini disebabkan lokasi
sumber panas bumi di Indonesia umumnya terletak di kawasan hutan lindung
dan hutan konservasi. Kendala lainnya yaitu risiko eksplorasi panas bumi
yang masih tinggi, rasio keberhasilan pengeboran (drilling success ratio)
yang masih rendah, dan tingginya impor komponen fabrikasi khususnya
komponen pembangkit dan fasilitas produksi.

7. Pemanfaatan Energi Belum Efisien


Pemanfaatan energi yang belum efisien dapat dilihat dari indikator efisiensi
penggunaan energi yaitu intensitas energi nasional, sebesar 543 TOE/US$
(berdasarkan harga konstan tahun 2005) dan elastisitas energi rata-rata lebih
dari 1 selama 5 tahun terakhir (tahun 2010-2015). Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan energi oleh masyarakat di Indonesia masih belum
efisien. Pemanfaatan energi yang belum efisien ini diantaranya disebabkan
oleh hal-hal berikut:

19
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

§ Kewajiban konservasi energi yang diamanatkan dalam PP 70 tahun 2009


belum dilaksanakan secara konsisten;
§ Ketersediaan standar dan label hemat energi belum mencakup seluruh
peralatan dan perangkat yang diwajibkan untuk hemat energi, dan belum
optimalnya pelaksanaan pemberian standar dan label hemat energi untuk
produk-produk yang beredar di pasar domestik (khususnya yang wajib
hemat energi);
§ Program restrukturisasi mesin atau peralatan industri dalam rangka
meningkatkan efisiensi energi oleh penggunaan teknologi belum
dilaksanakan secara luas pada industri-industri yang lahap energi (selain
industri tekstil, alas kaki, dan gula);
§ Sistem transportasi massal belum secara luas diterapkan;
§ Insentif untuk pelaksanaan efisiensi energi dan konservasi energi masih
terbatas;
§ Subsidi terhadap harga energi menjadi disinsentif bagi penghematan;
§ Belum konsistennya pelaksanaan disinsentif bagi pengguna energi yang
tidak melaksanakan efisiensi dan konservasi energi;
§ Masih tingginya harga peralatan atau teknologi yang efisien atau hemat
energi;
§ Belum berjalannya Energi Service Company (ESCO) di industri dan
bangunan komersial (ESCO merupakan usaha efisiensi energi dengan
kontrak kinerja yang menjamin penghematan biaya energi);
§ Sistem monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan konservasi energi lintas
sektor belum tersedia;
§ Terbatasnya jumlah manajer dan auditor energi serta keterbatasan
sumber daya pelatih dan fasilitas pelatihannya;
§ Pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat maupun industri
terhadap manfaat efisiensi dan konservasi energi masih terbatas;
§ Penelitian dan pengembangan terkait efisiensi energi masih belum
berkembang secara optimal.

20
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

8. Penelitian, Pengembangan, dan Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi Masih Terbatas
Hasil-hasil penelitian, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi (P3IPTEK) nasional belum mampu memberikan kontribusi
secara optimal untuk mendukung kemandirian industri energi nasional. Hal
ini diantaranya disebabkan oleh:
§ Budaya inovasi dan keberpihakan penggunaan inovasi dalam negeri
masih lemah;
§ Ketersediaan material penelitian yang masih terbatas;
§ Masih terbatasnya sarana dan prasarana penelitian;
§ Masih lemahnya kerjasama dan jaringan inovasi;
§ Masih lemahnya sinergitas antara lembaga penelitian, industri dan
Pemerintah;
§ Anggaran penelitian beserta sistem administrasinya yang belum
mendukung;
§ Masih rendahnya insentif bagi peneliti dan perekayasa.

Permasalahan tersebut di atas dapat menghambat upaya-upaya penciptaan


teknologi baru, kemampuan alih teknologi, kerja sama serta partisipasi
peneliti dan perekayasa ke dalam industri beserta upaya perolehan paten.
Khusus di bidang energi, kelemahan itu dapat dilihat dari terbatasnya
penemuan sumber energi yang baru terutama kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi untuk mempertahankan produksi migas, mengembangkan EBT,
penguasaan teknologi konversi energi dan pengembangan standardisasi
komponen.

9. Kondisi Geopolitik Dunia dan Isu Lingkungan Global


Eksploitasi sumber daya energi dan pemanfaatannya tentu menimbulkan
dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang telah menjadi perhatian
masyarakat global. Dampak penggunaan bahan bakar fosil untuk energi
listrik dan aktivitas transportasi dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
pemanasan global dan perubahan iklim dengan segala dampaknya yang
mengancam kehidupan dan kelestarian bumi.

21
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Pertemuan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim ke


21 di Paris pada bulan Desember tahun 2015 telah menyepakati Paris
Agreement yang menyatakan bahwa kenaikan suhu Bumi harus dikendalikan
menjadi kurang dari 2⁰C. Kesepakatan tersebut berlaku untuk semua negara
dan mengikat secara hukum, dengan prinsip common but differentiated
responsibilities (CBDR). Pemerintah Indonesia telah menyampaikan
Intended Nationally Determine Contribution (INDC) kepada United Nations
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dimana dalam
naskah tersebut Indonesia memberikan janji untuk menurunkan emisi (yang
umum diketahui sebagai usaha mitigasi) GRK sebesar 29% dibandingkan
Business as Usual (BAU) dan dengan tambahan 12% menjadi 41% dengan
bantuan internasional pada tahun 2030. Selanjutnya pada konferensi
perubahan iklim ke-27 di Mesir, Pemerintah menargetkan penurunan emisi
menuju nol emisi bersih (net zero emission_NZE) pada tahun 2060. Seiring
dengan target tersebut, maka penurunan emisi GRK yang pernah
disampaikan oleh Indonesia pada tahun 2015 lalu tidak cukup untuk
mencapai komitmen Pemerintah Indonesia pada Paris Agreement. Dengan
kata lain, target mitigasi GRK dari sektor energi yang menjadi kontributor
kedua emisi GRK (setelah tata-guna lahan dan kehutanan) diharapkan turun
bertahap menuju nol bersih melalui proses transisi energi menuju
pemanfaatan energi dan teknologi yang rendah karbon.

KEN dan penjabarannya dalam RUEN menjadi sangat strategis untuk


merespon kecenderungan dan agenda-agenda global seperti yang tersebut
di atas. KEN mempunyai tujuan ganda yaitu percepatan pengembangan EBT
sekaligus menekan laju pertambahan emisi GRK dari penggunaan energi
fosil. Konsistensi implementasi pokok-pokok kebijakan dalam KEN yang
dituangkan pada RUEN menjadi kunci keberhasilan Indonesia meningkatkan
ketersediaan dan akses energi (kemandirian dan ketahanan energi),
sekaligus membangun sistem energi yang rendah karbon.

22
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2.1.2 Isu dan Permasalahan Energi Daerah

Isu dan permasalahan energi daerah yang ada di Provinsi Papua sesuai dengan
karakteristik Provinsi Papua dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Sumber Daya Minyak Bumi dan Gas Bumi Masih Diperlakukan sebagai
Komoditas yang Menjadi Sumber Devisa Negara, Belum sebagai Modal
Pembangunan Daerah
Provinsi Papua merupakan salah satu daerah penghasil minyak bumi dan
gas bumi di Indonesia). Potensi minyak bumi dan gas terdapat di berbagai
cekungan di Provinsi Papua. Jumlah keseluruhan cadangan sumber daya
minyak bumi dan gas di Provinsi Papua adalah 93.154,13 BSCF (Sumber:
Bappeda Papua, Profil Infrastruktur, 2014). Dari keseluruhan cadangan ini,
sumber daya minyak bumi dan gas yang telah terambil adalah 49.702,24
BSCF atau sebesar 53,35%. Cadangan sumber daya minyak bumi dan gas
yang terbesar terletak di Cekungan Palung Aru. Besar cadangan sumber
daya di Cekungan Aru sebesar 39.602,82 BSCF. Dari besar cadangan ini,
66,24% sudah terambil di tahun 2010. Cekungan Waropen merupakan
cekungan dengan cadangan sumber daya minyak bumi dan gas yang
memiliki dangan terbesar kedua setelah Cekungan Palung Aru. Cekungan
Waropen memiliki cadangan sumber daya sebesar 26.979,89 BSCF. 74,27%
dari cadangan yang terdapat di Cekungan Waropen telah terambil.
Cekungan Jayapura memiliki cadangan minyak bumi dan gas sebesar
3.400,91 BSCF. Sumber daya minyak bumi dan gas yang terdapat di
Cekungan Jayapura telah terambil sebanyak 75,94%. Cekungan Akimeugah
merupakan cekungan dengan sumber daya minyak bumi dan gas terbesar
ketiga setelah Cekungan Palung Aru dan Cekungan Waropen. Besar
cadangan sumber daya minyak bumi dan gas yang terdapat di Cekungan
Akimeugas adalah sebesar 22.942,79 BSCF. Sumber daya minyak bumi dan
gas yang telah terambil dari Cekungan ini adalah sebesar 783,35 BSCF atau
hanya sebesar 3,41%. Cekungan Jayapura, Manuai, dan Biak merupakan
cekungan dengan cadangan sumber daya minyak bumi dan gas yang
tergolong kecil jika dibandingkan dengan cekungan lainnya. Cadangan
sumber daya minyak bumi dan gas yang terdapat di Cekungan Jayapura
23
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

adalah sebesar 3.400,91 BSCF dan 75,94% dari cadangan yang ada telah
terambil. Untuk Cekungan Manui, besar cadangan sumber daya minyak bumi
dan gas adalah sebesar 178,01 BSCF dan 25,65% dari cadangan yang ada
telah terambil. Cekungan Biak memiliki cadangan sumber daya minyak bumi
dan gas yang terkecil di Provinsi Papua. Besar candangan sumber daya
minyak bumi dan gas adalah sebesar 49,75 BSCF dan 41,62% dari
cadangan ini telah terambil. Di samping cekungan-cekungan yang telah
dieksploitasi di atas, Pemerintah sedang memfokuskan pengembangan
eksplorasi minyak dan gas di Cekungan Warim (perbatasan Papua dan
Papua Nugini) yang diperkirakan memiliki potensi yang sangat besar (giant),
bahkan lebih besar dari potensi Blok Marsela. Cadangan minyak di
Cekungan Warim diperkirakan mencapai 25.968 MMBO sedangkan gas
bumi mencapai 47,27 TCF.

Sayangnya dari total produksi minyak bumi dan gas yang dihasilkan,
beberapa persennya minyak bumi tersebut diekspor ke luar negeri melalui
kapal tanker. Tidak adanya stasiun kilang minyak bumi di Provinsi Papua
meyebabkan kebutuhan impor BBM dari daerah lain. Kebutuhan akan BBM
di Provinsi Papua tidak diimbangi dengan produksi BBM, sehingga multiplier
effect bagi ekonomi Provinsi Papua untuk penyediaan BBM dari produksi
sendiri, dan peningkatan nilai tambah pendapatan daerah Provinsi Papua
belum maksimal.

Untuk mencapai tujuan KEN, perlu dipertimbangkan untuk membangun


instalasi kilang minyak di Provinsi Papua, sehingga ekspor minyak bumi yang
dihasilkan dapat dikurangi secara bertahap bahkan dihentikan, serta
pemanfaatanya untuk kebutuhan domestik Papua dan Nasional dapat
ditingkatkan. Melalui RUED-P Papua ini akan dijabarkan program-program
untuk mewujudkan energi sebagai modal pembangunan daerah melalui
prioritas alokasi energi sebagai bahan bakar pembangkit listrik dan bahan
bakar/bahan baku industri yang mendukung peningkatan nilai tambah
pembangunan daerah Provinsi Papua.

24
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2. Rendahnya Akses Masyarakat terhadap Listrik


Provinsi Papua terdiri dari 28 Kabupaten dan 1 Kota, dengan sebaran lokasi
ibukota kabupaten yang saling berjauhan. Sebagian besar sistem masih
menggunakan sistem 20 kV dan masih isolated, sebagian lagi menggunakan
jaringan tegangan rendah 220 Volt langsung ke beban, tetapi untuk Kota
Jayapura sendiri sudah beroperasi jaringan SUTT (70 kV dan 150 kV). Saat
ini ada delapan sistem tenaga listrik di Provinsi Papua ditampilkan pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Peta Sistem Tenaga Listrik Provinsi Papua


Sumber: RUPTL 2021 – 2030, PLN

Dari data statistik ketenagalistrikan tahun 2021, tingkat penetrasi kelistrikan


rumah tangga yang didapat dari indikator rasio elektrifikasi telah mencapai
angka 95,43% sedikit dibawah rata-rata nasional sebesar 99,45%. Namun
dari data tersebut, hanya 51% yang dilistriki oleh PLN (rata-rata nasional
93%). Sisanya merupakan pelanggan rumah tangga yang bergantung pada
pembangkit listrik non-PLN. Terdapat beberapa ibukota kabupaten yang
belum mendapatkan layanan listrik dari PLN yaitu Kabupaten Puncak,
Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Intan Jaya,
Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, dan Kabupaten

25
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Mamberamo Raya. Pembangkit listrik non PLN ini terdiri dari berbagai jenis
sumber energi seperti energi fosil berupa PLTD, serta pembangkit EBT yang
umumya terdiri dari Pembangkit Listrik tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit
Listrik tenaga Air-Mikro Hidro (PLTA/PLTMH). Pengguna PLTS umumnya
terbagi dalam 2 kelompok yaitu: PLTS terpusat/komunal dan PLTS tersebar,
termasuk lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE). Jumlah pengguna
LTSHE cukup besar, yaitu lebih dari 200.000 unit terpasang dari tahun 2017-
2021. Hal ini berdampak signifikan terhadap rasio elektrifikasi di Papua,
namun hanya memberikan pelayanan dasar penerangan dengan waktu 6 –
8 jam sehingga masih dikategorikan sebagai pra-elektrifikasi. Sedangkan
jumlah rumah tangga yang belum menikmati listrik sebanyak 45.541 KK. Dari
data juga menunjukkan masih ada 292 desa yang belum berlistrik.
Penggunaan sumber energi terbarukan yang masih rendah dan dominasi
pembangkit yang berbahan bakar minyak (PLTMG dan PLTD) berdampak
pada tingginya harga keekonomian dari produksi listrik. Di samping itu
ketersediaan jaringan transmisi dan distribusi masih menjadi salah satu
kendala. Kondisi geografis dan tersebarnya penduduk secara komunal
menyebabkan penyediaan listrik secara on grid menjadi tantangan tersendiri.

3. Pemanfaatan BBM tidak tepat sasaran


Aktifitas penambangan masyarakat yang marak di beberapa wilayah Papua
menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan bakar terutama BBM. BBM ini
dipenuhi dari BBM subsidi yang tersedia di SBPU yang tersebar di berbagai
wilayah Papua. Sebagai aktifitas ekonomi non-formal, kebutuhan energi
untuk penambangan masyarakat tidak dapat teralokasi baik pada
perencanaan kebutuhan BBM Papua. Padahal BBM juga dibutuhkan untuk
aktifitas ekonomi lainnya, seperti perkebunan masyarakat dan nelayan.
Akibatnya BBM yang dialokasikan untuk sektor transportasi tidak
termanfaatkan dengan tepat sasaran. Fakta di lapangan menunjukkan
panjangnya antrian masyarakat yang akan membeli BBM di SPBU dan setiap
hari rata-rata dalam kurang dari 4 jam BBM yang tersedia tersebut habis. Hal
ini juga memicu adanya disparitas harga BBM di masyarakat Papua.

26
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

4. Disparitas harga energi antar wilayah


Pemerintah menetapkan kebijakan BBM satu harga melalui Peraturan
Menteri ESDM Nomor 36 tahun 2016. Namun sampai saat ini disparitas
harga BBM di Papua masih sangat tinggi akibat dari pembiayaan distribusi
menggunakan moda transportasi yang masih mengandalkan jalur udara di
sebagian wilayah sehingga sangat berdampak pada harga BBM. Selain itu
adalah kelangkaan BBM yang sering terjadi terutama sejak awal tahun 2022.
Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan dalam sektor Migas.

Penyediaan bahan bakar gas di Papua selama ini baru dapat dirasakan
hanya di sebagian daerah pesisir. Permasalahan ini juga akibat dari belum
tersedianya Depo LPG di sebagain besar wilayah di Papua. Selain itu
penyediaan BBG yang ada bukan merupakan BBG subsidi (3 kg), sehingga
hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat mampu perkotaan
saja.

Poin-poin permasalahan di atas merupakan objek maupun kondisi yang ada


dari permasalahan tentang energi di Papua. Disparitas harga juga
dipengaruhi oleh geografis wilayah papua dan pola kehidupan sosial dan
budaya dari setiap kelompok adat yang tersebar di Papua. Permasalahan
lainnya adalah subjek sebagai unsur yang memiliki hak dan kewajiban atau
diberikan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
telah disahkan/ditetapkan terkait permasalahan diatas. Dalam hal ini adalah
peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang terkait dengan
kebijakan dan pengelolaan energi di Provinsi Papua yang masih belum ada.

27
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Gambar 2.5 Posisi Geografis Papua berdasarkan Wilayah Adat

5. Potensi besar namun pemanfaatan EBT masih rendah


Potensi EBT pada suatu daerah jumlahnya pasti akan berbeda dengan
daerah yang lainnya, karena besarnya potensi EBT sangat dipengaruhi oleh
kondisi geografis. Potensi tenaga air yang terdapat di Provinsi Papua sangat
bervariasi yang dapat dikelompokkan ke dalam potensi tenaga air: skala
besar, mini hidro, mikro hidro, dan piko hidro. Potensi tenaga air merupakan
salah satu potensi EBT terbesar di Papua, yang tersebar hampir di seluruh
wilayah. Potensi tenaga air skala besar yang terdapat di Provinsi Papua
mencapai 22.232,16 MW. Potensi tenaga air skala besar di Kabupaten
Mamberamo Tengah merupakan yang terbesar di Provinsi Papua, yaitu
sebesar 11.476,35 MW. Potensi tenaga air di Kabupaten ini berasar dari
Sungai Mamberamo dengan potensi sebesar 9.932,00 MW dan Sungai
Borneso dengan potensi sebesar 1.544,35 MW. Sungai Yuliana dan Sungai
Digoel juga memiliki potensi tenaga air yang cukup besar, yaitu: 2.291,00
MW dan 1.522,00 MW. Kedua potensi ini terdapat di Kabupaten Boven
Digoel. Potensi tenaga air skala besar lainnya terdapat di Kabupaten Mimika

28
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

yang berasal dari 7 sungai dengan total potensi 3.775,24 MW. Sungai Tuga
dan Sungai Urumuka merupakan sungai-sungai dengan potensi yang besar
di Kabupaten Mimika, yaitu: 1.625,00 MW dan 1.253,00 MW. Kabupaten
Waropen memiliki potensi tenaga air skala besar yang berasal dari 6 sungai.
Sungai Warena merupakan sungai dengan potensi tenaga air terbesar di
Kabupaten Waropen dengan potensi sebesar 1.583,00 MW. Keseluruhan
potensi tenaga air skala besar di Kabupaten Waropen mencapai 2.066,34
MW. Kabupaten Nabire, Asmat, Tolikara, Sarmi, Yalimo, dan Jayawijaya
memilki potensi tenaga air skala besar yang kurang dari 500 MW. Potensi
keseluruhan dari kabupaten-kabupaten ini adalah sebesar 1.101,23 MW.
Sampai saat ini, pemanfaatan potensi tenaga air dengan skala besar di
Provinsi Papua baru ada di Jayawijaya yaitu sebesar 20 MW.

Potensi tenaga air skala mini hidro berdasarkan data yang telah diperoleh,
terdapat di 3 Kabupaten, yaitu Kepulauan Yapen, Nabire, dan Jayapura.
Besar potensi tenaga air skala mini hidro di Kabuapten Kepulauan Yapen
adalah sebesar 5,26 MW. Potensi tenaga air di Kabupaten Kepulauan Yapen
berasal dari 3 buah sungai, yaitu: Sungai Wamen, Mariarotu, dan Tatui
dengan besar potensi berturut-turut adalah sebesar 2,00 MW, 2,00 MW dan
1,26 MW. Potensi tenaga air skala mini hidro yang terdapat di Kabuapten
Nabire berasal dari Sungai Kalibumi 1 dan Kalibumi 2 dengan potensi
berturut-turut sebesar 2,6 MW dan 2,5 MW. Sedangkan potensi tenaga air
skala mini hidro yang berada di Kabupaten Jayapura berasal dari Sungai
Amai dengan potensi sebesar 1,1 MW.

Di Kabupaten Jayawijaya, data potensi tenaga air skala mini hidro belum
tersedia. Namun demikian, terdapat 4 unit PLTM yang telah memanfaatkan
potensi tenaga air ini dalam pembangkitan energi listrik. Unit-unti PLTM
tersebut adalah Sinagma, Walesi, Wamena 1, dan Wamena 2. Unit PLTM
Sinagma dan Walesi memilki kapasitas terpasang masing-masing sebesar
400 kW dan 100 kW. Unit PLTM Wamena 1 dan Wamena 2 yang digunakan
untuk melayani kebutuhan energi listrik di Kota Wamena masing-masing
memiliki kapasitas terpasang 280 kW dan 120 kW.

29
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Selain potensi tenaga air, Papua juga memiliki potensi EBT berupa energi
surya dan bayu. Potensi energi surya berkisar antara 1300-1400
kWh/kWp/tahun (±3.7 kWh/kWp/hari), adapun potensi energi bayu yang ideal
sebagai PLTB (kecepatan > 4m/s) terletak di daerah Selatan Papua, yaitu
Merauke dan sekitarnya.

Dari sektor pertanian, perkebunan, dan pengolahan hutan, Provinsi Papua


memiliki potensi biomassa yang berasal dari limbah sektor-sektor tersebut.
Limbah yang berasal dari aktivitas pertanian padi, jagung, dan ubi kayu
berturut-turut diperkirakan adalah sebesar 114.011,09 ton/tahun, 11.018,91
ton/tahun, dan 47.733,00 ton/tahun. Sektor perkebunan yang banyak
terdapat di Provinsi Papua adalah perkebunan kelapa sawit, kopi, dan coklat.
Limbah yang dihasilkan dari tiga jenis perkebunan ini berturut-turut adalah
sebesar 71.400,00 ton/tahun, 23.680,20 ton/tahun, dan 62.917,35 ton/tahun.
Dari sektor pengolahan hutan, limbah yang dihasilkan diperkirakan mencapai
3.950.488,26 ton/tahun. Dengan demikian, limbah dalam bentuk biomasa
yang dapat diproduksi dari aktivitas pertanian, perkebunan, dan pengolahan
hutan dalam satu tahun mencapai 4.281.248,81 ton. Limbah yang dihasilkan
dalam satu tahun ini setara dengan energi listrik 1.991,51 GWh-e/tahun.
Dengan asumsi efisiensi termal pembangkit listrik sebesar 30% dan faktor
kapasitas sebesar 70%, limbah biomasa dapat digunakan sebagai energi
primer PLTBM dengan kapasitas 325 MW. Contoh pembangkit Biomassa
yang telah beroperasi di Papua berada di Merauke dengan kapasitas 3 MW
dengan memanfaatkan limbah sekam dan kayu. Potensi bio-fuel yang
terdapat di Provinsi Papua dibagi menjadi biodisel dan bioethanol. Potensi
biodisel berasal dari tanaman kelapa, kelapa Sawit, dan nyamplung. Ketiga
jenis tanaman diperkirakan dapat memprodukti biodisel berturut-turut
sebesar 8.310 kL/tahun, 2.796 kL/tahun, dan 2.212 kL/tahun. Dari ketiga
jenis tanaman ini dapat digunakan sebagai sumber energi dengan kadungan
energi sebesar 68.283 SBM. Bio-ethanol dihasilkan dari jenis-jenis tanaman
kelapa, sagu, nipah, dan rotan. Bio-ethanol yang dapat diproduksi dari jenis-
jenis tanaman ini diperkirakan adalah 3.479.202 kL/tahun atau dengan
kandungan energi sebesar 12.571.928 SBM.

30
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Potensi biogas berasal dari aktivitas peternakan. Di Provinsi Papua, terdapat


3 jenis peternakan, yaitu peternakan sapi, babi, dan unggas. Dari peternakan
Sapi, potensi biogas yang dapat diproduksi adalah sebesar 53.085 m3/tahun.
Produksi biogas dari peternakan sapi merupakan yang paling besar jika
dibandingan dengan jenis peternakan yang lainnya. Peternakan babi
berpotensi menghasilkan biogas sebesar 15.382,56 m3/tahun. Sedangkan
peternakan unggas menghasilkan biogas sebesar 21.846,87 m3/tahun
(Sumber: BPI, Hasil Pemantuan Energi & Listrik). Rendahnya pemanfaatan
dan pengembangan EBT sebagai sumber energi di Papua terjadi karena
berbagai permasalahan, antara lain:
• Jarak antara lokasi potensi dan pemanfaat yang terlalu jauh;
• Infrastruktur pendukung ke lokasi EBT yang masih minim (aksesabilitas);
• Belum maksimalnya pelaksanaan kebijakan harga;
• Ketidakjelasan subsidi EBT pada sisi pembeli(off-taker) untuk
pembangkit;
• Regulasi yang belum dapat menarik investasi;
• Belum adanya insentif pemanfaatan EBT;
• Minimnya ketersediaan instrumen pembiayaan yang sesuai dengan
kebutuhan investasi;
• Permasalahan lahan dan tata ruang.

2.2 Kondisi Energi Daerah Saat Ini

Sub-bab kondisi energi daerah Provinsi Papua saat ini berisi tentang
inventarisasi dan verifikasi data pengelolaan energi daerah Provinsi Papua pada
tahun dasar pemodelan (2015), yang mencakup antara lain:

2.2.1 Indikator Sosio-Ekonomi

Indikator yang mempengaruhi dan mencerminkan kondisi energi daerah saat ini
meliputi indikator sosio-ekonomi terbagi atas jumlah penduduk, penduduk
pedesaan dan perkotaan, jumlah tenaga kerja dan tingkat pengangguran, tingkat
kemiskinan, PDRB Per Lapangan Usaha, PDRB per Kapita dan Jumlah
kendaraan bermotor, yang akan dibahas berikut ini.

31
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Kondisi sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang sentral dalam


pembangunan daerah, kedudukannya sebagai subjek pembangunan dan juga
sekaligus sebagai objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan, dalam
hal ini mengacu pada demografi, diharapkan dengan jumlah penduduk yang
besar dapat memberikan keuntungan ekonomis diantaranya biaya tenaga kerja
yang relatif murah dan terjaminnya persediaan tenaga kerja. Dalam lingkup
perencanaan, sebagai subjek, penduduk membuat perencaaan yang diwakili
oleh perencana. Sedangkan sebagai objek pembangunan mengandung arti
bahwa segala upaya yang dilakukan oleh pembangunan sasarannya adalah
guna meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penduduk. Dalam hal
perencanaan, tingkah laku dan perkembangan penduduk merupakan bagian
pokok dalam proses perencanaan.

2.2.1.1 PDRB Per Lapangan Usaha

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Papua adalah


kemampuan wilayah Provinsi Papua untuk menciptakan nilai tambah pada suatu
waktu tertentu. Terdapat dua pendekatan dalam menghitung PDRB, salah
satunya adalah PDRB per lapangan usaha. PDRB per lapangan usaha membagi
kelompok lapangan usaha ke dalam 18 jenis kegiatan (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua (Harga Konstan
2010)
PDRB Atas Harga Konstan 2010
Jenis Kegiatan (Miliar Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan dan
15.160,43 15.628,65 16.132,39 16.598,37 16.926,94
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 52.626,19 59.923,95 61.991,36 68.619,72 39.642,01
Industri Pengolahan 2.649,34 2.792,62 2.923,90 3.033,83 3.017,38
Pengadaan Listrik dan Gas 41,60 46,50 48,65 51,72 54,19
Pengadaan Air, Pengelolaan
73,44 76,78 79,61 83,37 83,37
Sampah
Konstruksi 13.099,48 14.350,96 15.364,73 16.357,48 17.637,39
Perdagangan Besar dan
10.082,77 10.824,09 11.453,80 12.221,56 13.029,81
Eceran, Reparasi
Transportasi dan Pergudangan 4.769,16 5.213,48 5.630,00 6.039,92 6.426,94
Penyediaan Akomodasi &
937,86 1.004,27 1.063,54 1.124,02 1.180,73
Makan Minum

32
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

PDRB Atas Harga Konstan 2010


Jenis Kegiatan (Miliar Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
Informasi dan Komunikasi 4.810,56 5.103,45 5.443,19 5.747,38 5.999,05
Jasa Keuangan dan Asuransi 1.909,11 2.018,98 2.067,47 2.177,01 2.270,50
Real Estate 3.153,63 3.363,90 3.550,06 3.726,23 3.917,66
Jasa Perusahaan 1.477,22 1.556,07 1.634,40 1.762,18 1.867,32
Administrasi Pemerintahan 9.376,69 10.189,89 10.751,98 11.491,74 12.161,90
Jasa Pendidikan 2.607,89 2.784,90 2.950,89 3.125,38 3.258,02
Jasa Kesehatan dan Sosial 1,909.88 2,054.71 2,188.21 2,335.34 2.497,04
Jasa lainnya 1,317.26 1,396.52 1,478.68 1,584.46 1.674,18
Pendapatan Domestik
126,002.52 138,329.74 144,752.85 156,079.71 131.644,43
Regional Bruto
Sumber: BPS Provinsi Papua 2020

2.2.1.2 Pendapatan per Kapita

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Provinsi Papua adalah
besaran pendapatan rata-rata penduduk wilayah Provinsi Papua. PDRB per
kapita Provinsi Papua pada tahun 2015 adalah sebesar 40.008.737,62 , −.
Dengan perhitungan sebagai berikut:

PDRB pada tahun 2015


Pendapatan per kapita tahun 2015 =
jumlah penduduk tahun 2015
𝑅𝑝. 126.002.518.040.000
Pendapatan per kapita tahun 2015 =
3.149.375 Jiwa
Pendapatan per kapita tahun 2015 = Rp. 40.008.737,62 per kapita di tahun 2015
Adapun rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua pada periode 2015 –
2019 berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu mencapai
7,69%.

2.2.1.3 Jumlah Penduduk

Pada tahun 2016, jumlah penduduk Provinsi Papua adalah 3.207.450 jiwa dan
mengalami pertumbuhan sebesar 1,84% dari tahun sebelumnya. Kota Jayapura
masih merupakan daerah yang memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 288.786
jiwa atau 9% dari total penduduk Provinsi Papua tahun 2016. Dari total 3.207.450
jiwa penduduk Provinsi Papua terdapat 754.393 rumah tangga, rata-rata jumlah

33
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

anggota keluarga dari setiap rumah tangga adalah 4,03. Jumlah penduduk
tersebut merupakan hasil proyeksi berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010.
Rasio jenis kelamin pada tahun 2016 adalah 111,37, artinya setiap 100 penduduk
perempuan ada sekitar 111 penduduk laki-laki. Adapun kepadatan penduduk di
Provinsi Papua mencapai 10,1 orang per km2. Prosentasi penduduk yang tinggal
di daerah perkotaan ada 38%. Demografi Provinsi Papua tahun 2015-2019
ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Demografi Provinsi Papua 2015-2019


No Indikator Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah
1 Jiwa 3.149.375 3.207.450 3.265.202 3.322.526 3.379.302
Penduduk
Laju
2 Pertumbuhan % 1,89% 1,84% 1,80% 1,76% 1,71%
Penduduk
3 Jumlah RT RT 859.150 911.330 897.690 917.630 926.360
Jumlah
4 Jiwa 3,8 3,6 3,7 3,7 3,7
Anggota RT
Penduduk
5 Jiwa 859.150 911.330 897.690 917.630 926.360
Miskin
Sumber: BPS Provinsi Papua 2020

2.2.1.4 Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan merupakan salah satu indikator sosio-ekonomi. Kemiskinan


itu sendiri dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran, termasuk memenuhi kebutuhan dasar di bidang energi. Dilihat dari
sudut pandang pengelolaan energi, hal ini menunjukkan pentingnya menentukan
strategi pengelolaan energi yang dapat menimbulkan multiplier effect sehingga
diharapkan berkontribusi mengurangi jumlah penduduk miskin di provinsi Papua.
Berdasarkan data dari BPS, persentase jumlah penduduk miskin Provinsi Papua
terhadap total penduduk miskin nasional cenderung menurun pada periode 2015
– 2019 sebagaimana disajikan pada Tabel 2.4 berikut:

34
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Papua dan Indonesia

2015 2016 2017 2018 2019


Jumlah penduduk miskin
859.150 911.330 897.690 917.630 926.360
Papua
Jumlah penduduk miskin
38.484.510 37.699.640 55.542.420 51.899.930 50.289.720
Nasional
Jumlah penduduk miskin
Papua dibanding 2,23% 2,42% 1,62% 1,77% 1,84%
nasional
Sumber: Pengolahan data dari Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi
di Indonesia, 2015 -2019 BPS

2.2.1.5 Jumlah Kendaraan Bermotor

Berdasarkan ketersediaan data pada tahun 2018, sektor transportasi adalah


sektor dengan konsumsi energi ketiga terbesar setelah rumah tangga dan
industri. Jumlah kendaraan beserta jenis teknologinya menjadi penentu
konsumsi energi di sektor ini. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui jumlah
kendaraan beserta jenis teknologinya dalam rangka mengestimasi kebutuhan
energi beserta upaya-upaya untuk menurunkan konsumsi energi dan emisi di
sektor transportasi. Data jumlah dan kendaraan bermotor sesuai jenisnya dapat
dilihat pada Gambar 2.6 berikut:

10.701 58.993

40.749

554.375

Mobil Penumpang Mobil Bis Mobil Barang Sepeda Motor

Gambar 2.6 Jumlah kendaraan bermotor sesuai jenis di Provinsi Papua


Sumber: BPS Provinsi Papua 2018

35
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Berdasarkan data tersebut, jumlah kendaraan yang mendominasi di Provinsi


Papua adalah sepeda motor dengan jumlah 554.375 unit, disusul mobil bis, mobil
barang dan mobil penumpang dengan nilai berturut-turut sebesar: 58.993 unit,
40.749 unit dan 10.701 unit. Hal ini memberikan gambaran bahwa program
transportasi umum berpotensi untuk mengurangi konsumsi di sektor transportasi
di masa yang akan datang melalui transfer atau perpindahan penumpang dari
motor dan mobil ke bus atau moda transportasi umum lainnya.

2.2.2 Indikator Energi Daerah

Indikator energi daerah Provinsi Papua sebagai bagian dari kondisi daerah saat
ini terdiri atas komponen sebagai berikut:

2.2.2.1 Potensi Energi Daerah

Potensi energi yang terdapat di Provinsi Papua, terdiri dari potensi energi fosil
dan energi baru terbarukan. Seluruh jenis energi fosil ada cadangannya,
sementara untuk EBT hanya panas bumi yang tidak ada apabila ditinjau dari
aspek teknis dan komersial layak dikembangkan sebagai sumber energi. Kondisi
ini merupakan modal dasar dan kekuatan daerah dalam mengembangkan sistem
pengelolaan energi. Adapun cadangan energi fosil dan potensi EBT ditampilkan
pada Tabel 2.5 sebagai berikut:

Tabel 2.5 Cadangan Energi Fosil dan Potensi EBT Provinsi Papua
Jenis Satuan Potensi
Minyak Bumi MMBO 25.968,0
Gas Bumi TCF 47,3
Batubara ton 6.414.800,0
Tenaga Air MW 22.371,0
Mini hidro dan mikrohidro MW 615,0
Biomass MW 81,4
Biogas MW 15,1
Surya MW 92.161,0
Angin MW 19.276,0
Sumber: RUEN, KESDM, Bappeda Provinsi Papua

36
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Potensi EBT secara teknis masih dapat bertambah seiring dengan survei dan
studi potensi yang akan terus dilakukan.

2.2.2.2 Bauran Energi Daerah

Bauran energi primer Provinsi Papua pada tahun 2015 didominasi oleh energi
fosil, yang terdiri dari: minyak bumi sebesar 70,5%, disusul batubara sebesar
23,6% serta gas sebesar 1,4%. Selain itu, bauran energi lainnya berupa energi
baru dan terbarukan menyumbang 4,5% dari keseluruhan bauran energi daerah,
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 2.7 berikut ini:

4,5%

23,6%

1.162,3 TOE 1,4%

70,5%

Batubara Gas Minyak Energi Baru Terbarukan

Gambar 2.7 Bauran Energi Primer Provinsi Papua Tahun 2015

2.2.2.3 Rasio Elektrifikasi Daerah

Pada tahun dasar (2011) rasio elektrifikasi Provinsi Papua baru berada pada
angka 50,11% dan lebih dari 50% desa masih belum terlistriki. Pada tahun 2020
terjadi perbaikan yang signifikan dalam hal elektrifikasi, dimana jumlah rasio
elektrifikasi dan desa terlistriki meningkat karena program pra-elektrifikasi
dengan pemasangan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE). Kondisi
elektrifikasi Provinsi Papua pada tahun 2020, menurut RUPTL PLN 2021 – 2030
adalah sebagai berikut:

37
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Tabel 2.6 Elektrifikasi Provinsi Papua

Satuan Jumlah
Rasio Elektrifikasi % 94,44
Rasio Desa Berlistrik % 94,71
Jumlah Desa Terlistriki desa 5.521
Desa Berlistrik PLN desa 1.255
Desa Berlistrik Non-PLN desa 1.578
Desa Berlistrik LTSHE desa 2.396
Sumber: RUPTL PLN 2021 – 2030

2.2.2.4 Elastisitas dan Intensitas Energi Daerah

Elastisitas dan intensitas energi adalah indikator yang umum digunakan dalam
perhitungan konsumsi energi. Elastisitas energi menggambarkan perbandingan
laju pertumbuhan konsumsi energi dibandingkan pertumbuhan variabel lain,
misalnya pertumbuhan ekonomi. Sehingga, elastisitas energi berguna dalam
menentukan proyeksi konsumsi energi di masa mendatang dengan berbekal
variabel lain yang dijadikan pembanding. Angka elastisitas energi di bawah 1,0
dicapai apabila energi yang tersedia telah dimanfaatkan secara produktif.
Elastisitas pemakaian energi final Provinsi Papua pada tahun 2015 sebesar 1,14.

Di sisi lain, terdapat pula indikator intensitas energi. Intensitas energi


menggambarkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
satuan produk tertentu. Jika yang dimaksud adalah Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Papua, maka intensitas energi adalah jumlah energi yang
diperlukan untuk menghasilkan 1 Miliar rupiah PDRB di provinsi Papua. Dalam
hal ini Intensitas energi menunjukkan tingkat efisiensi perekonomian di provinsi
Papua.

Intensitas Energi Indonesia sebesar 482 TOE (ton-oil-equivalent) per sejuta


dollar AS atau sekitar 0.24 SBM/juta rupiah. Artinya untuk menghasilkan nilai
tambah (GDP) 1 juta dollar AS, Indonesia membutuhkan energi 482 TOE.
Sebagai perbandingan, intensitas energi Malaysia 439 TOE/juta dollar AS, dan
intensitas energi rata-rata negara maju yang tergabung dalam OECD (Organisasi

38
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) hanya 164 TOE/juta dollar AS.
Intensitas energi Provinsi Papua tahun 2015 adalah sebesar 146,25 TOE/Juta
USD.

Indikator energi lainnya adalah pemakaian energi primer per kapita. Hal ini dapat
digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di mana secara umum
makin tinggi pemakaian energi per kapita semakin tinggi taraf hidup masyarakat.
Pemakaian energi primer per kapita Provinsi Papua adalah sangat rendah, yaitu
hanya sebesar 0,37 TOE/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur
energi masih kurang sehingga masyarakat belum bisa mengakses energi dengan
mudah.

Indikator energi selanjutnya adalah pemakaian listrik per kapita. Indikator ini juga
dapat digunakan sebagai indikator taraf hidup masyarakat. Semakin tinggi taraf
hidup masyarakat kecenderungan penggunaan peralatan listrik akan semakin
tinggi pula. Pemakaian listrik per kapita untuk Provinsi Papua adalah sebesar
243 kWh/kapita, yang merupakan terendah dari seluruh provinsi di Indonesia.

Indikator energi terakhir yang digunakan adalah rasio elektrifikasi. Rasio


elektrifikasi Provinsi Papua tahun 2015 berdasarkan data Statistik
Ketenagallistrikan adalah sebesar 50,11%. Namun melalui program pre-
elektrifikasi dengan menggunakan LTSH, maka pada tahun 2020 rasio
elektrifikasi Papua meningkat menjadi 94,44%.

Indikator energi Provinsi Papua tahun 2015 ditunjukkan pada Tabel 2.7 berikut
ini:

Tabel 2.7 Indikator Energi Provinsi Papua Tahun 2015

No. Indikator Energi Nilai Satuan


Elastisitas Pemakaian Energi
1 1,14 -
Final
Intensitas Pemakaian Energi
2 146,25 TOE/Juta USD
Final
Pemakaian Energi Primer per
3 0,34 TOE/kapita
kapita
4 Pemakaian Listrik per Kapita 243 kWh/kapita
5 Rasio Elektrifikasi 50,11 %

39
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2.2.2.5 Pasokan dan Kebutuhan Energi Daerah

Pada Tabel 2.8, terlihat bahwa konsumsi listrik Provinsi Papua selalu meningkat
tiap tahunnya, dengan konsumsi tertinggi berada di sektor komersial, disusul
dengan sektor rumah tangga. Salah satu hal yang perlu dicatat adalah konsumsi
di sektor rumah tangga dan komersial mencapai 99 persen dari total konsumsi
listrik Papua, sehingga dua sektor ini adalah sektor yang berpotensi besar untuk
diterapkan berbagai kebijakan efisiensi energi untuk menghindari defisit pasokan
listrik di Papua. Di sisi lain, penyediaan listrik untuk industri harus dilakukan
percepatan sehingga sektor industri bisa tumbuh dan berkontribusi dengan
maksimal. Rendahnya konsumsi listrik industri mengindikasikan bahwa industri
dan juga sektor lainnya memenuhi kebutuhan listrik secara mandiri. Adapun
untuk konsumsi energi per jenis energi saat ini ditunjukkan Tabel 2.9.

Tabel 2.8 Konsumsi Listrik Papua 2015-2019

Kelompok Penjualan Listrik PLN Menurut Kelompok Pelanggan


Pelanggan Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Rumah Tangga GWh 473 521 540 579 612
Industri GWh 6 5 5 6 8
Komersial GWh 254 269 277 294 296
Publik GWh 105 116 121 131 141
Total GWh 838 911 943 1010 1.057
Sumber: RUPTL PLN 2021-2030

Tabel 2.9 Kondisi energi saat ini (Tahun 2015)

Sektor Rumah
Komersial Transportasi Industri
Jenis Energi Lainnya Tangga
Ribu SBM
Batubara - - - - 0,10
Gas - 31,95 4,10 - 84,21
Minyak 320,31 35,18 313,39 1.174,45 1.319,79
Energi Baru
- 14,94 - - 73,76
Terbarukan
Biomasa Tradisional - - 1.459,93 - -
Listrik - 203,35 267,92 - 3,40
Total 320,31 285,43 2.045,35 1.174,45 1.481,27
Sumber: Pemodelan LEAP Papua

40
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2.3 Kondisi Energi Daerah di Masa Mendatang


2.3.1 Struktur Pemodelan dan Asumsi Dasar
Struktur pemodelan dalam rencana umum energi Provinsi Papua mengacu pada
struktur model RUEN. Struktur ini memiliki sektor Permintaan (Demand),
Penyediaan (Supply), Proses Transformasi (Transformation) serta Variabel
Asumsi (Key Assumption). Struktur ini merupakan struktur yang diperlukan pada
aplikasi pemodelan LEAP dan mengacu pada struktur RUEN sebagaimana diatur
pada Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Umum Energi Nasional.
Sama halnya dengan struktur pemodelan, asumsi-asumsi kunci yang digunakan
juga mengacu kepada asumsi kunci yang digunakan oleh RUEN. Penyesuaian
nilai dari asumsi-asumsi kunci dilakukan untuk mengacu kepada kondisi Provinsi
Papua. Misalnya: PDRB, penggunaan energi listrik sektor rumah tangga, sektor
industri, dan lainnya. Asumsi-asumsi kunci yang digunakan dalam melakukan
pemodelan RUED provinsi Papua antara lain adalah: demografi, ekonomi,
elastisitas aktifitas dan angkutan jalan raya. Struktur Pemodelan secara umum
disajikan pada Gambar 2.8 berikut ini:

Gambar 2.8 Struktur Pemodelan dan Variable Asumsi RUED Provinsi Papua
41
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Dalam model perencanaan energi Papua, digunakan beberapa asumsi dasar


dari sektor-sektor yang mempengaruhi karakteristik permintaan energi yang akan
digunakan dalam perhitungan proyeksi permintaan energi. Asumsi-asumsi
tersebut adalah sebagai berikut:

2.3.1.1 Demografi
Faktor demografi yang merupakan asumsi kunci pada pemodelan adalah jumlah
populasi, pertumbuhan populasi, tingkat urbanisasi, jumlah rumah tangga dan
ukuran rumah tangga. Asumsi kunci faktor demografi ditunjukkan pada Tabel
2.10.

Tabel 2.10 Asumsi Kunci Faktor Demografi

Variabel Asumsi Unit 2020 2025 2050


Jumlah Penduduk Juta Jiwa 3,44 3,70 4,95
Laju Pertumbuhan Penduduk per % 1,65 1,49 1,13
Tahun
Jumlah Rumah Tangga Ribu RT 726,10 790,97 1.109,82
Ukuran Rumah Tangga Jiwa/Ruta 4,73 4,68 4,46
Sumber: Permodelan LEAP Provinsi Papua

2.3.1.2 Ekonomi Makro


Salah satu faktor penggerak roda perekonomian adalah ketersediaan sumber
energi yang cukup. Dengan demikian jumlah konsumsi dan penyediaan energi
memiliki relasi dengan struktur perekonomian di sebuah wilayah
(negara/provinsi). Kebijakan tentang energi untuk sebuah wilayah akan
berdampak langsung pada perekonomian di daerah itu. Dalam pemodelan RUED
Papua, maka beberapa faktor ekonomi dijadikan sebagai asumsi-asumsi kunci,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.11

42
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Tabel 2.11 Asumsi Kunci Faktor Ekonomi

Faktor Ekonomi Unit 2020 2025 2050


Pertumbuhan PDRB % 2,3 8,0 6,3
Pertumbuhan PDRB per Kapita % 1,8 3,9 5,1
PDRB per Kapita Juta rupiah 40,0 48,8 200,5
PDRB Triliun rupiah 135,2 180,5 992,55
Sumber: Permodelan LEAP Provinsi Papua

2.3.1.3 Faktor Elastisitas Aktifitas

Teori ekonomi mikro umumnya menjelaskan bahwa elastisitas dapat dtinjau dari
dua sisi. Elastisitas permintaan adalah pengaruh perubahan harga terhadap
besar kecilnya jumlah suatu produk yang diminta. Sedangkan elastisitas
penawaran adalah sebuah pengaruh perubahan harga terhadap besar kecilnya
jumlah produk yang ditawarkan. Dengan lebih sederhana dapat digambarkan
bahwa elastisitas merupakan perbandingan perubahan besaran sebuah variabel
ekonomi dibandingkan dengan variabel ekonomi yang lain. Pada model RUED
Papua, variabel yang diambil untuk perbandingan dalam menghitung elastisitas
aktivitas adalah pertumbuhan PDRB total dengan pertumbuhan PDRB pada
sektor tertentu. Elastisitas pada sektor Industri, Transportasi, Komersial dan
Lainnya ditunjukkan pada tabel 2.12.

Tabel 2.12 Elastisitas Aktifitas PDRB


Sektor PDRB Elastisitas
PDRB Industri 1,05
PDRB Transportasi 0,95
PDRB Komersial 1,15
PDRB Lainnya 0,90
Sumber: Permodelan LEAP Provinsi Papua

Selain asumsi kunci diatas, untuk sektor transportasi angkutan jalan raya
terdapat asumsi-asumsi kunci khusus yang terkait dengan penggunaan energi di
sektor tersebut. Adapun asumsi-asumsi kunci tersebut ditunjukkan pada Tabel
2.13. Proyeksi jumlah kenderaan pada tahun mendatang didasarkan pada relasi
nilai asumsi pada tahun berjalan dan pertumbuhan PDRB di tahun tersebut.

43
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Sedangkan Jarak Tempuh, Load Factor dan Operasional diasumsikan tetap


selama pemodelan.

Tabel 2.13 Asumsi Kunci Sektor Transportasi Jalan Raya

Asumsi Kunci Unit Mobil Bus Truk* Sepeda Motor


Jarak Tempuh KM per Tahun 15.000 30.000 30.000 7.000
Load Factor Pnp/ Unit 1,8 42,0 8,3 1,3
*Ton/Unit (truk)
Operasional % 54 15 15 60
Sumber: Permodelan LEAP Provinsi Papua

Jumlah kendaraan pada Tabel 2.14 di Provinsi Papua pada tahun 2015 – 2050
selalu mengalami peningkatan sehingga kebutuhan energi untuk transportasi
terutama bahan bakar juga meningkat. Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi
jumlah kendaraan pada tahun 2025 untuk mobil (dalam ribu unit) berjumlah
10,98; bus 56,01; truk 39,89; dan sepeda motor 797,11. Sedangkan pada tahun
2050 jumlah kendaraan mengalami peningkatan sebesar (dalam ribu unit) mobil
30,21; bus 176,99; truk 126,03; dan sepeda motor 1.144,73. Kebutuhan
operasional untuk tiap kendaraan di Provinsi Papua yaitu mobil 54%; bus 15%;
truk 15%; dan sepeda motor 60%. Load factor tiap kendaraan di Provinsi Papua
berdasarkan perhitungan yaitu (dalam Pnp/Unit) mobil 1,8; bus 42; sepeda motor
1,3 truk 8,25 ton/unit. Rata-rata jarak tempuh setiap kendaraan di Provinsi Papua
yaitu (dalam km/Tahun) mobil 15.000; bus 30.000; truk 30.000; sedangkan
sepeda motor 7.000.

Tabel 2.14. Jumlah Kendaraan Tahun 2020 – 2050

Kendaraan Unit 2020 2025 2030 2040 2050


Mobil Ribu Unit 9,84 10,98 13,73 20,75 30,21
Bus Ribu Unit 51,20 56,01 72,04 115,38 176,99
Truk Ribu Unit 35,34 39,89 51,30 82,16 126,03
Sepeda Motor Ribu Unit 630,37 797,11 924,82 1.078,34 1.144,73
Sumber: Permodelan LEAP Provinsi Papua

44
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2.3.2 Hasil Pemodelan Energi

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil pemodelan bauran permintaan
energi primer, penyediaan energi primer, kebutuhan energi per sektor dan per
jenis energi, serta kebutuhan listrik.

2.3.2.1 Proyeksi Bauran Energi Primer

Sumber energi primer merupakan sumber energi yang masih harus


ditransformasikan menjadi sumber energi final. Energi primer ini dapat
bersumber dari fosil maupun dari sumber energi terbarukan. Sumber energi fosil
dikelompokkan menjadi batubara, Gas dan Minyak. Bauran energi primer untuk
tahun 2025 dan 2050 ditunjukkan pada Tabel 2.15 sebagai pembanding
digunakan bauran energi primer pada tahun dasar (2015).

Tabel 2.15 Bauran Sumber Energi Primer Skenario RUED


Sumber Energi Primer 2015 2025 2050
Batubara 23,6% 23,5% 8,4%
Gas 1,4% 3,1% 4,6%
Minyak 70,5% 54,2% 32,2%
Energi Baru Terbarukan 4,5% 19,2% 54,7%
Total 100.0% 100.0% 100.0%
Sumber: Permodelan LEAP Provinsi Papua

Porsi energi baru terbarukan (EBT) pada tahun dasar sebesar 4,5%, yang
meningkat pada tahun 2025 menjadi 19,2% dan pada tahun 2050 diharapkan
porsi EBT menjadi 54,7%. Porsi sumber energi gas diperkirakan akan meningkat
dari 1,4% pada tahun 2015, menjadi 3,1% pada tahun 2025, dan meningkat
menjadi 4,6% pada tahun 2050, sedangkan minyak bumi porsinya akan turun
dari 70,5% menjadi 54,2% pada tahun 2025 dan 32,2% pada tahun 2050.

45
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

100%

80%

60%

40%

20%

0%
2015 2025 2050
Batubara Gas Minyak EBT

Gambar 2.9 Bauran Energi Primer Provinsi Papua Tahun 2015, 2025 dan 2050
Sumber: Permodelan LEAP RUED Papua

2.3.2.2 Proyeksi Elastisitas dan Intensitas Energi


Pada tabel Tabel 2.16 ditunjukkan proyeksi indikator energi yaitu terdiri dari
elastisitas energi, intensitas energi, dan pemakaian energi per kapita, dan rasio
elektrifikasi Provinsi Papua.

Tabel 2.16 Proyeksi Indikator Energi 2015-2050


Tahun
Indikator
2015 2022 2025 2050
Elastisitas Pemakaian Energi Final 1,14 1,02 0,87 0,78
Intensitas Pemakaian Energi Primer
146,25 121,82 111,44 83,62
(TOE/Juta USD)
Konsumsi Energi Primer per kapita
0,34 0,33 0,36 1,0
(TOE/kapita/tahun)
Pemakaian Listrik per Kapita
243 438 547 2.122
(kWh/kapita)
Rasio Elektrifikasi (Persen) 50,11 95,62 100.0 100.0
Sumber: Pemodelan LEAP Provinsi Papua

Sebagaimana tabel di atas, elastisitas energi final di Provinsi Papua mengalami


penurunan dari pada tahun 2015 sebesar 1,14 selanjutnya turun menjadi sebesar
1,02 pada tahun 2022, menjadi 0,87 dan 0,78 pada tahun 2025 dan tahun 2050.
Intensitas energi juga mengalami penurunan pada tahun 2015 sebesar 146,25

46
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

TOE/Juta USD menjadi 121,82 TOE/Juta USD pada tahun 2022 dan menjadi
111,44 TOE/Juta USD dan 83,62 TOE/Juta USD pada tahun 2025 dan tahun
2050. Selanjutnya konsumsi energi primer per kapita mengalami peningkatan
dari pada tahun 2015 sebesar 0,34 TOE/Kapita menjadi sebesar 0,33
TOE/Kapita pada tahun 2022 dan terus meningkat menjadi 0,36 TOE/Kapita dan
1,00 TOE/Kapita pada tahun 2025 dan tahun 2050.

2.3.2.3 Proyeksi Permintaan dan Penyediaan Energi

Proyeksi permintaan energi menurut sektor di masa depan akan didominasi oleh
sektor industri yaitu yang sebelumnya 205,52 ribu TOE pada tahun 2015
meningkat menjadi 252,53 ribu TOE pada tahun 2025 dan 1.017,43 ribu TOE
tahun 2050. Kemudian pada sektor transportasi mengalami peningkatan yaitu
163,11 ribu TOE tahun 2015 meningkat menjadi 222,00 ribu TOE tahun 2025
dan 482,38 ribu TOE tahun 2050.

Selanjutnya sektor rumah tangga mengalami peningkatan, yaitu 279,38 ribu TOE
pada tahun 2015 meningkat menjadi 285,80 ribu TOE tahun 2025 dan 402,17
ribu TOE tahun 2050. Namun secara komposisi, sektor rumah tangga yang saat
ini paling besar mengkonsumsi energi akan menjadi sektor nomor 3 terbanyak
mengkonsumsi energi setelah industri dan transportasi.

Sektor komersial juga akan mengalami peningkatan yaitu 44,52 ribu TOE pada
tahun 2015 meningkat menjadi 68,82 ribu TOE tahun 2025 dan 267,11 ribu TOE
tahun 2050. Sedangkan sektor lainnya menunjukkan pola peningkatan yang
relatif sama dengan sektor-sektor lain. Di akhir tahun analisis, sektor lainnya
masih merupakan sektor dengan konsumsi energi yang lebih kecil dibandingkan
sektor-sektor lain.

Proyeksi permintaan energi final per sektor pengguna secara rinci ditampilkan
pada Gambar 2.10.

47
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2500

2000

1500
Ribu TOE

1000

500

0
2015 2022 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Sektor Lainnya 44,49 46,31 56,88 79,16 106,42 138,94 175,00 211,78
Komersial 44,52 59,75 68,82 87,96 113,90 149,91 199,38 267,11
Rumah Tangga 279,38 281,08 285,80 309,77 332,58 355,80 379,19 402,17
Transportasi 163,11 199,42 221,99 259,33 300,16 349,27 409,44 482,38
Industri 205,52 230,33 252,53 321,85 418,00 554,41 746,67 1.017,43

Gambar 2.10 Permintaan energi final untuk setiap sektor pengguna energi
Sumber: Pemodelan LEAP Provinsi Papua

Proyeksi permintaan energi final dari sumber energi baru terbarukan seperti
biosolar dan biopremium akan meningkat dan diharapkan dapat mensubstitusi
energi fosil batubara dan minyak bumi. Minyak tanah, minyak solar, minyak disel,
dan avtur sudah tidak ada lagi pada tahun 2050. Proyeksi permintaan energi final
per jenis energi Provinsi Papua hingga tahun 2050 ditunjukkan pada Tabel 2.17.

Proses penyediaan energi mencakup transformasi sumber energi primer menjadi


energi final yang dapat langsung dimanfaatkan oleh pengguna. Proses
transformasi energi dapat berlangsung dengan beberapa proses, bergantung
pada sumber energi primer dan hasil akhir energi yang diinginkan.

Setelah mengetahui jumlah permintaan energi yang diperlukan untuk


melaksanakan aktifitas-aktifitas perekonomian, maka analisis penyediaan energi
dapat dilakukan. Penyediaan energi primer dapat dilihat pada Tabel 2.18.

48
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Tabel 2.17 Proyeksi Permintaan Energi Final per Jenis Energi (Ribu TOE)
Jenis Energi Final 2022 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Listrik 133,25 173,78 244,77 338,87 467,84 647,80 902,81
Gas Bumi 19,72 23,35 34,27 49,75 71,79 102,81 146,12
Premium 65,04 65,57 58,38 46,22 31,46 15,72 -
Avtur 27,05 28,48 31,13 31,39 27,83 18,25 -
Minyak Tanah 37,83 36,20 31,59 25,60 18,38 9,89 -
Minyak Solar 209,53 186,72 194,29 188,97 163,32 105,36 -
Minyak Bakar 7,83 - - - - - -
LPG 8,84 13,68 19,77 26,77 34,94 44,56 55,96
Briket 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01
Biogas 1,78 2,84 3,00 3,14 3,29 3,46 3,63
Biomasa Tradisional 168,85 148,09 150,58 151,68 152,52 152,91 152,74
BioSolar 100,87 153,94 206,79 279,90 380,57 515,27 690,83
BioPremium 16,80 27,46 36,68 50,27 70,23 97,44 131,36
Biomasa Komersial 12,90 13,80 22,54 35,62 55,56 85,90 131,95
Bioavtur 4,57 8,92 19,98 37,32 63,55 101,58 154,78
Dimethyl Ether 2,02 3,18 4,30 5,58 7,05 8,74 10,68
Total 816,89 886,01 1.058,06 1.271,07 1.548,33 1.909,69 2.380,87
Sumber: Permodelan LEAP Provinsi Papua

Tabel 2.18 Penyediaan Energi Primer (Ribu TOE)


Energi Primer 2022 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Batubara 301,47 281,19 296,47 342,38 358,10 369,79 367,46
Gas 28,56 37,03 54,04 76,51 106,73 147,38 202,08
Minyak 585,31 647,14 707,65 845,37 1.056,42 1.272,78 1.412,65
Energi Baru Terbarukan 76,36 228,75 480,09 701,55 1.013,50 1.523,87 2.390,08
Biomassa Tradisional 168,85 148,09 150,58 151,68 152,52 152,91 152,74
Total 1.160,56 1.342,21 1.688,83 2.117,50 2.687,27 3.466,72 4.525,01

Sumber: Permodelan LEAP RUED Provinsi Papua

2.3.2.4 Kebutuhan dan Penyediaan Listrik

Konsumsi listrik per kapita umumnya digunakan sebagai indikator kemajuan sebuah
negara. Hal ini disebabkan oleh asumsi bahwa negara tersebut menggunakan energi
dan listrik untuk menghasilkan kegiatan yang memiliki nilai tambah secara ekonomi.
Pada tahun 2015, berdasarkan perhitungan LEAP, rata-rata konsumsi listrik per kapita
Indonesia mencapai 890 kWh per kapita. Dengan angka tersebut, konsumsi listrik per
kapita provinsi Papua yang mencapai 243 kWh/kapita (Tabel 2.19) berada di bawah

49
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

rata-rata nasional. Berdasarkan RUEN target nasional untuk konsumsi listrik per kapita
pada tahun 2025 adalah 2.500 kWh per kapita. Pada tahun tersebut, konsumsi listrik per
kapita Provinsi Papua diperkirakan sebesar 546 kWh per kapita dan pada tahun 2050
sebesar 2.122 kWh per kapita, diharapkan angka konsumsi listrik per kapita Papua akan
terus bertambah.

Tabel 2.19 Proyeksi Pemakaian Listrik per Kapita


Tahun Konsumsi Listrik
2015 243 kWh per Kapita
2022 438 kWh per Kapita
2025 546 kWh per Kapita
2050 2.122 kWh per Kapita
Sumber: Permodelan LEAP RUED Provinsi Papua

Untuk memenuhi kebutuhan listrik per kapita yang meningkat, maka penyediaan
listrik Provinsi Papua meningkat dari 476,71 MW tahun 2015 menjadi
688,20 MW pada tahun 2025 dan 2.273,30 MW tahun 2050. PLTG Gas dan
PLTS diharapkan dapat menjadi pemasok utama kebutuhan listrik di Provinsi
Papua hingga tahun 2050, yaitu mencapai 190 MW dan 481 MW. Selanjutnya
PLTD Biosolar, PLTS, PLTA, PLTM, PLTBg POME, PLTB dan PLT Biomassa
diharapkan dapat mendukung pasokan listrik di Provinsi Papua menggantikan
pembangkit dengan jenis energi minyak solar. Proyeksi kapasitas pembangkit
Provinsi Papua hingga tahun 2050 ditunjukkan pada Tabel 2.20.

Tabel 2.20 Proyeksi Kapasitas pembangkit (MW)


Kapasitas
2015 2022 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Pembangkit
PLTU Batubara 221,00 251,00 251,00 251,00 251,00 251,00 251,00 251,00
PLTG Minyak 82,10 182,10 197,10 227,10 227,10 227,10 227,10 227,10
PLTD BioSolar 141,10 211,05 211,05 211,05 211,05 211,05 211,05 211,05
PLTA 23,15 23,15 23,15 97,15 97,15 97,15 97,15 117,15
PLT Mini_Mikrohidro 4,50 4,50 13,85 28,73 28,73 28,73 28,73 28,73
PLT Biomasa 3,50 3,50 13,50 83,50 110,00 130,00 205,00 305,00
PLT Surya_PLTS 1,36 12,90 138,44 159,37 203,27 303,27 453,27 873,27
PLT Bayu_PLTB - - - - 25,00 45,00 140,00 220,00
PLT Biogas_POME - - 5,00 10,00 15,00 15,00 25,00 40,00
Total 476,71 688,20 853,09 1.067,90 1.168.30 1.308,30 1.638,30 2.273,30
Sumber: Permodelan LEAP RUED Provinsi Papua

50
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Porsi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) pada pembangkit listrik masih
kecil pada tahun dasar yang diharapkan meningkat pada tahun 2025 menjadi
32,0% dan pada tahun 2050 diharapkan porsi EBT menjadi 69,2% (Gambar
2.11). Porsi minyak yang sebelumnya mencapai 55,0% pada tahun 2015,
selanjutnya turun menjadi 27,3% pada tahun 2025 dan menjadi 18,8% pada
tahun 2050. Sedangkan penggunaan energi gas pada pembangkit tidak ada.

100%

80%

60%

40%

20%

0%
2015 2022 2025 2050
Batubara Gas Minyak Energi Baru Terbarukan

Gambar 2.11 Bauran Energi Primer Pembangkit


Sumber: Permodelan LEAP RUED Provinsi Papua

2.3.2.5 Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca

Proyeksi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran bahan
bakar yang digunakan untuk semua sektor disajikan pada Tabel 2.21. Terlihat
bahwa terjadi tren penurunan emisi pada periode 2015–2025 akibat penetrasi
pembangkit EBT yang signifikan setelah tahun 2022, dimana emisi pada tahun
2015 sebesar 3,2 juta ton CO2 meningkat menjadi 2,0 juta ton CO2 dan menurun
menjadi 2,5 juta ton CO2. Setelah tahun 2025, tren emisi kembali meningkat
landai menjadi 4,4 juta ton CO2 tahun 2050. Pembangkit listrik merupakan sektor
penyumbang emisi terbesar, dimana pada tahun 2050 menyumbang 38% dari
total seluruh emisi di Provinsi Papua. Besaran emisi gas rumah kaca dari
berbagai sektor di Provinsi Papua ditunjukkan pada Tabel 2.21.

51
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

Tabel 2.21 Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Papua (ribu ton CO2)
Sumber
2015 2022 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Emisi
Industri 602,18 537,34 524,24 595,19 678,50 774,89 875,61 964,71
Transportasi 490,87 569,15 617,74 688,64 759,94 842,05 940,02 1.055,34
Rumah
148,87 148,52 157,60 160,51 161,07 160,18 158,02 154,43
Tangga
Komersial 26,46 28,11 29,18 34,10 40,37 48,71 59,87 75,18
Sektor Lainnya 138,48 137,92 163,25 217,58 279,62 348,19 417,32 479,31
Pembangkit
1.759,15 1.137,96 1.040,68 1.131,31 1,308,93 1.510,80 1.612,57 1.708,65
Listrik
Total 3.166,00 2.558,99 2.532,68 2.827,32 3.228,42 3.684,82 4.063,42 4.437,62

Sumber: Permodelan LEAP RUED Provinsi Papua

52
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

BAB 3

VISI, MISI, SASARAN, DAN TUJUAN ENERGI DAERAH

3.1 Visi Daerah

Dengan mempertimbangkan isu dan permasalahan energi daerah, tantangan


pembangunan yang dihadapi, dan capaian pembangunan daerah selama ini,
maka visi pengelolaan energi Provinsi Papua adalah harus mendukung Visi
Provinsi Papua, yaitu:

“Papua Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera yang Berkeadilan”

Untuk itu diperlukan Pengelolaan Energi yang Efisien dan Bersih yang Mampu
Memenuhi Kebutuhan Energi Papua yang Besar di Masa Datang dengan
Memanfaatkan Semaksimal Mungkin Potensi Energi yang Ada di Tanah Papua.

3.2 Misi Daerah

Untuk mewujudkan Visi diatas, maka Misi Pengelolaan Energi Provinsi Papua
adalah harus sejalan dengan Misi Provinsi Papua, yaitu:
1. Memantapkan kualitas dan daya saing SDM.
2. Memantapkan rasa aman, tentram, dan damai serta kehidupan demokrasi
dalam memperkuat NKRI.
3. Penguatan tata kelola pemerintahan.
4. Penguatan dan Percepatan Perekonomian Daerah sesuai potensi unggulan
lokal dan pengembangan wilyah berbasis kultural.
5. Percepatan pembangunan daerah tertinggal, terbelakang, terdepan.

Untuk mendukung misi daerah, maka pengelolaan energi di Provinsi Papua


harus dilakukan melalui:
1. Penyiapan SDM di sektor energi yang berkualitas dan berdaya saing tinggi
2. Percepatan pembangunan infrastruktur energi
3. Memaksimalkan pemanfaatan sumber daya energi lokal untuk kebutuhan
domestik

53
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

4. Memaksimalkan pemanfaatan EBT


5. Pemanfaatan teknologi yang efisien dan rendah karbon

3.3 Tujuan Pembangunan Daerah

Tujuan pembangunan Papua adalah:


1. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
2. Meningkatkan kerjasama antar pemerintahan.
3. Terwujudnya pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah.
4. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata.
5. Meningkatkan daya saing industri kecil dan menengah.
6. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
7. Meningkatkan kemampuan ketahanan pangan daerah.
8. Meningkatkan ketahanan lingkungan yang berkelanjutan.
9. Mengoptimalkan implementasi pembangunan berbasis gugus pulau.
10. Meningkatkan sarana dan prasarana wilayah.
11. Peningkatan karakter kehidupan masyarakat berbasis kearifan lokal.
12. Meningkatkan kerukunan antar masyarakat yang damai dan harmonis.
13. Meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha.
14. Meningkatkan ekonomi daerah melalui pengembangan industri dan
pariwisata.
15. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
16. Meningkatkan kualitas hidup kelompok rentan.

3.4 Sasaran Energi Daerah

RUED Pemerintah Daerah Provinsi Papua disusun berdasarkan prinsip – prinsip


pembangunan berkelanjutan dengan sasaran:
1. Berkurangnya kesenjangan antara permintaan dan penyediaan energi.
2. Meningkatnya pemanfaatan potensi energi alternatif yang ditandai dengan
banyaknya pilihan variasi jenis energi.
3. Meningkatnya infrastruktur energi sektor kelistrikan.
4. Terciptanya pangsa energi baru terbarukan sebesar 19,2% persen di tahun
2025 dan persen di tahun 54,7% 2050.
54
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

5. Tercapainya rasio elektrifikasi rumah tangga mendekati 100 persen pada


tahun 2025.
6. Terpenuhinya penyediaan energi primer sebesar 1,7 juta TOE pada tahun
2025 dan 4,5 juta TOE tahun 2050 baik dari sumber setempat maupun
dipasok dari luar Provinsi Papua.
7. Tercapainya konsumsi listrik per kapita sebesar 546 KWh per kapita pada
tahun 2025 dan 2.122 KWh per kapita pada tahun 2050.
8. Tercapainya intensitas energi primer sebesar 111,44 TOE/juta USD tahun
2025 dan 83,62 TOE/juta USD tahun 2050.
9. Tercapainya intensitas energi primer per kapita sebesar 0,36 TOE/kapita
tahun 2025 dan 1,0 TOE/kapita tahun 2050.
10. Tercapainya pengembangan dan eksplorasi blok migas Cekungan Warim.

55
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

BAB IV

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI

DAERAH

4.1 Kebijakan Energi Daerah

RUED Provinsi Papua dilaksanakan dengan mengacu kepada Peraturan


Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN),
yang memuat dua arah kebijakan yaitu kebijakan utama dan kebijakan
pendukung sebagai berikut:

Kebijakan utama, meliputi:


1) Ketersediaan energi untuk kebutuhan daerah Provinsi Papua.
2) Prioritas pengembangan sektor energi terutama pengembangan EBT.
3) Peningkatan pemanfaatan sumber daya energi Provinsi Papua.
4) Peningkatan cadangan energi daerah.

Kebijakan pendukung, meliputi:


1) Konservasi penggunaan energi, konservasi sumber daya alam penghasil
energi, dan diversifikasi energi.
2) Pengurangan emisi GRK, konservasi lingkungan dan keselamatan kerja.
3) Harga, subsidi, dan insentif energi di Provinsi Papua.
4) Peningkatan infrastruktur pendukung penyediaan energi untuk masyarakat
dan industri.
5) Penelitian dan pengembangan yang lebih terfokus kepada penerapan
teknologi dan community development untuk menyokong target dan
keberlanjutan RUED.
6) Kelembagaan dan pendanaan.

KEN mengamanatkan prioritas pemanfaatan sumber daya energi daerah dalam


memenuhi kebutuhan energi daerah. Prioritas tersebut ditentukan berdasarkan
beberapa faktor, di antaranya ketersediaan jenis/sumber energi, keekonomian,
kelestarian lingkungan hidup, kecukupan untuk pembangunan yang

56
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

berkelanjutan, dan kondisi geografis sebagai negara kepulauan. Prioritas


pemanfaatan sumber daya energi daerah tersebut harus berujung pada tujuan
utama KEN 2050 yaitu Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional.

4.2 Strategi Energi Daerah Provinsi Papua

Amanat terpenting dari KEN dan RUEN terkait RUED Provinsi Papua adalah
melaksanakan paradigma baru pengelolaan energi yaitu bahwa energi tidak lagi
dijadikan sebagai komoditas ekspor ke luar daerah atau ke luar negeri melainkan
sebagai modal pembangunan daerah. Untuk mencapai amanat tersebut, maka
akan dilakukan kebijakan dan program-program utama yang meliputi:
1. Percepatan pembangunan infrastruktur energi.
2. Peningkatan nilai tambah sumber daya energi dengan menjadikan sumber
energi tersebut sebagai bahan bakar dan bahan baku industri di daerah.
3. Penyelarasan target fiskal dengan kebijakan energi daerah.
4. Pemanfaatan energi terbarukan secara maksimal dengan memperhatikan
tingkat keekonomian.
5. Penggunaan teknologi konversi energi biomassa, air, surya dan bayu
sebagai andalan pasokan energi daerah dengan menggunakan teknologi
bersih.
6. Pengoptimalan pemanfaatan bahan bakar fosil.
7. Pengoptimalan ekspor sumber daya energi ke luar daerah.
8. Penggunaan teknologi pemanfaatan dan penyediaan energi yang efisien.
9. Penyelenggaraan desa mandiri energi berbasis off grid.

4.2.1 Pasokan Energi Primer

A. Minyak dan Gas Bumi


Saat ini penyediaan minyak dan gas bumi untuk kebutuhan energi di Provinsi
Papua didatangkan dari luar daerah dengan menggunakan kapal tanker. Untuk
memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di masa datang, serta menjamin
ketersediaannya dalam jangka panjang guna mendukung pembangunan di
Provinsi Papua, kegiatan yang akan dilakukan antara lain:
1. Mengurangi ketergantungan BBM dari luar daerah Papua secara bertahap.
57
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2. Memfasilitasi percepatan eksplorasi minyak dan gas bumi di Cekungan


Warim.
3. Memfasilitasi percepatan pembangunan infrastruktur pendukung lapangan
minyak dan gas bumi di Cekungan Warim.
4. Meningkatkan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi untuk daerah-
daerah yang mempunyai cekungan potensi migas di luar Cekungan Warim.
5. Memastikan produksi minyak dan gas bumi di Provinsi Papua secara
maksimal dalam rangka mendukung target produksi minyak bumi nasional.
6. Membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bidang minyak dan gas bumi
untuk mengelola persentase kuota minyak dan gas milik Provinsi Papua
dalam rangka mengoptimalkan minyak dan gas bumi untuk pembangunan
Papua.

B. Batubara
Pemanfaatan batubara saat ini di Provinsi Papua untuk pembangkit listrik saja.
Di masa depan, batubara juga akan dimanfaatkan di sektor industri dalam jumlah
yang terbatas. Papua memiliki potensi sumber energi primer dari batubara di 5
Kabupaten, yaitu: Jayapura, Nabire, Mimika, Paniai, dan Mappi dengan total
cadangan mencapai 6.414.800 Ton. Namun mempertimbangkan biaya produksi
batubara yang masih tinggi dan kebutuhan batubara di Provinsi Papua yang
relatif kecil, maka potensi batubara ini dijadikan cadangan energi di masa depan.
Penyediaan batubara saat ini hingga akhir tahun perencanaan diproyeksikan
berasal dari luar Papua. Kegiatan survey dan penyelidikan kegeologian untuk
mendapatkan gambaran jumlah cadangan batubara serta kualitasnya akan tetap
difasilitasi untuk dilakukan.

4.2.2 Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan

Provinsi Papua memiliki kendala dalam hal pemenuhan rasio elektrifikasi (RE)
dan Rasio Desa Berlistrik (RDB), dimana penyebab utamanya adalah kondisi
geografis Papua dan pola sebaran penduduk. RDB pada tahun 2020 sudah
mencapai 94,71% dari 5.521 desa di Provinsi Papua yang meliputi 1.255 desa

58
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

berlistrik PLN, 1.578 desa berlistrik non PLN dan 2.396 desa berlistrik LTSHE.
Pencapaian rasio desa berlistrik tersebut diperoleh melalui program listrik
pedesaan oleh PLN, yang juga didukung dengan program LTSHE oleh
Kementerian ESDM, selain itu ditambah dengan program listrik Non PLN baik
melalui swadaya masyarakat maupun dari APBD Pemerintah Provinsi Papua.
Program LTSHE memiliki masa garansi selama 3 (tiga) tahun, diharapkan bisa
menikmati listrik yang disuplai secara kontinyu, baik dari PLN ataupun non PLN.
EBT merupakan pilihan sumber energi lokal yang paling cocok untuk
menggantikan LTSHE, khususnya di daerah yang masih sulit untuk di akses.
Untuk mencapai sasaran pengembangan EBT di Provinsi Papua, kegiatan yang
akan dilakukan antara lain:
1. Melakukan studi pendahuluan dan studi kelayakan pembangunan
pembangkit EBT yang dekat dengan kebutuhan beban.
2. Menganggarkan pembangunan infrastruktur EBT secara berkelanjutan untuk
desa desa yang belum terlistriki sehingga terwujud desa mandiri energi.
3. Mendorong dan memfasilitasi investasi swasta untuk mengembangkan dan
memanfaatkan EBT.
4. Menugaskan lembaga pembiayaan infrastruktur Daerah Provinsi Papua
untuk mengurusi pembiayaan proyek pembangunan EBT.
5. Mengembangkan sistem tenaga listrik skala kecil berbasis EBT yang andal
dengan skema off grid untuk penyediaan listrik di wilayah-wilayah yang tidak
terjangkau oleh skema on grid.
6. Memberikan edukasi kepada masyarakat terkait cara pengoperasian dan
pemeliharaan pembangkit listrik EBT skala kecil off grid.
7. Melakukan monitoring dan pendataan teknis secara periodik ke instalasi
pembangkit EBT yang dikelola langsung oleh masyarakat.

A. ENERGI SURYA
Potensi energi surya Provinsi Papua berdasarkan data RUEN adalah sebesar
2.035 MW. Nilai ini termasuk kecil jika dibandingkan dengan potensi energi surya
di provinsi lain di Indonesia. Dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar
4,8 kWh/m2 per hari di wilayah Indonesia dan luasan wilayah Papua yang besar,

59
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

maka potensi tersebut harusnya bisa lebih besar. Pembangkit Listrik Tenaga
Surya, baik yang tersebar atauapun terpusat, akan menjadi EBT yang
merupakan sumber energi utama di Provinsi Papua. Untuk mencapai sasaran
pengembangan dan pemanfaatan energi surya, kegiatan yang dilakukan antara
lain:
1. Memberlakukan kewajiban pemanfaatan sel surya minimum sebesar 30%
dari luas atap untuk seluruh bangunan Pemerintah Provinsi Papua.
2. Memberlakukan pemanfaatan sel surya minimum sebesar 25% dari luas atap
(rooftop) bangunan rumah mewah dan kompleks perumahan melalui Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).
3. Pembangungan PLTS terpusat, baik yang on grid maupun yang
menggunakan baterai, di seluruh wilayah Provinsi Papua untuk menambah
kekurangan kebutuhan energi listrik di masa datang.
4. Menerapkan pemanfaatan sel surya minimum, khususnya pada daerah-
daerah yang aksesnya sulit untuk dijangkau.

B. ENERGI AIR
Provinsi Papua mempunyai potensi energi air skala besar yang sangat besar.
Berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Alam Provinsi Papua,
total potensi energi air skala besar mencapai 22,23 GW. PLTA kedepan akan
menjadi salah satu sumber energi pembangkit yang akan diandalkan di Papua
pada masa datang setelah energi surya. Untuk dapat meningkatkan status dari
kajian potensi menjadi pembangkit (PLTA) terpasang maka dibutuhkan beberapa
rencana program atau kegiatan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas survei potensi energi air di Kabupaten
Memberamo Tengah, Boven Digoel, Mimika, Waropen, Nabire, Asmat,
Tolikara, Sarmi, Yalimo, Sentani dan Jayawijaya.
2. Meningkatkan status kajian dari hanya sekedar kajian potensi tenaga air
menjadi studi kelayakan penerapan PLTA.
3. Wilayah atau gugus pulau dengan konsumsi listrik per kapita paling kecil
mendapat prioritas untuk dilakukan pembangunan PLTA.

60
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

4. Prioritas pembangunan PLTA dilakukan berdasarkan konsumsi listrik per


kapita, pemanfaatan listrik untuk industri dan potensi energi air yang tersedia
di Provinsi Papua.
5. Mengusahakan pembangunan PLTA Orya 2, Memberamo, Sentani dan
Baliem.
6. Mendorong berdirinya industri hydrogen untuk bahan baku industri dan
sumber energi alternatif bagi pembangkit hybrid PLTS-hydrogen.

C. MINI DAN MIKRO-HIDRO


Potensi mini dan mikrohidro banyak tersebar di Provinsi Papua. Beberapa lokasi
aliran sungai yang dekat dengan beban/pemanfaat telah dilakukan studi
kelayakan dan secara bertahap dapat dibangun menjadi PLTM dan PLTMH.
Untuk dapat merealisasikan pemanfaatan mini dan mikrohidro, Pemerintah
Provinsi Papua mempunyai rencana kegiatan secara umum sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas survei potensi mikrohidro di Provinsi


Papua, khususnya di Nabire, Asmat, Tolikara, Sarmi, Yalimo, dan
Jayawijaya.
2. Meningkatkan status kajian dari hanya sekedar kajian potensi tenaga air
menjadi studi kelayakan penerapan PLTMH.
3. Merealisasikan pembangunan PLTMH bagi lokasi yang telah dilakukan studi
kelayakan.
4. Mengusahakan pembangunan PLTM Dogiyai, Nachatawa, Ormuwari,
Deiyai, Mamberamo Raya, Amai, Kalibumi, Digoel, Walesi, Uwe dan
Wabudori.

D. BIOENERGI
Provinsi Papua memiliki potensi yang berasal dari limbah dalam bentuk biomasa
yang dapat diproduksi dari aktifitas pertanian, perkebunan dan pengolahan hutan
dalam satu tahun adalah sebesar 4.281.248,81 ton. Potensi biodisel berasal dari
tanaman kelapa, kelapa Sawit, dan nyamplung sebesar 13.318 kL/tahun. Potensi
biogas berasal dari aktivitas peternakan sapi, babi, dan ungags sebesar 90.315
m3/tahun. Potensi biogas lainnya adalah dari limbah cair pabrik kelapa sawit yang

61
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

total luas perkebunannya mencapai 162,2 ribu Ha. Sayangnya pemanfatan


bioenergi untuk dijadikan pembangkit listrik maupun pengolahan bahan bahan
bakar nabati di provinsi Papua masih sangat minim. Di masa datang, bioenergi
merupakan salah satu EBT yang menjadi sumber energi utama di Papua setelah
air dan surya. Untuk menunjang pemanfaatan bioenergi di Papua, maka akan
dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan studi potensi dan studi kelayakan bioenergi sampai penerapan
pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBM) dan pembangunan pabrik
pengolahan BBN.
2. Memberikan insentif bagi perusahaan/instasnsi yang berhasil menerapkan
PLTBiomassa dan pembangunan pabrik pengolahan BBN.
3. Mengembangkan pembangkit listrik biogas (PLTBg) dari Palm Oil Mill
Effluent (POME) di pabrik kelapa sawit yang terdapat di Provinsi Papua.
4. Mengembangkan dan menerapkan teknologi tepat guna untuk PLTBM skala
kecil (15-100 kVA) yang dapat digunakan secara komunal oleh masyarakat
di daerah yang susah mendapatkan akses tenaga listrik PLN, namun kaya
potensi biomassa.
5. Mengusahakan pembangunan PLTBM di Marauke.

E. ENERGI BAYU
Berdasarkan data potensi energi bayu atau angin dalam dokumen RUEN
menyebutkan bahwa Provinsi Papua menempati urutan 1 dari seluruh provinsi di
Indonesia untuk potensi energi bayu yaitu sebesar 19.276 MW. Akan tetapi,
belum satu daerah pun di provinsi Papua yang telah mengembangkan dan
menerapkan pembangkit listrik tenaga angin.

Untuk menunjang pemanfaatan energi bayu di Provinsi Papua, maka akan


dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas survei dan pemetaan potensi tenaga
angin/ bayu di wilayah pegunungan dan pantai Provinsi Papua, khususnya
wilayah selatan Papua.
2. Melakukan survei potensi tenaga angin/bayu lanjut di wilayah yang memiliki
potensi yang besar.

62
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

3. Melakukan pra-studi kelayakan untuk wilayah yang sudah mempunyai


pengukuran potensi angin/bayu dan dilanjutkan dengan studi kelayakan
pembangunan pembangkit listrik tenaga·bayu.
4. Memprioritaskan unit pembangkit PLT Bayu di daerah terpencil dan pulau
terluar NKRI.

F. EBT LAINNYA
Selain EBT yang telah diuraikan di atas, Provinsi Papua mempunyai potensi EBT
lainnya yang dapat dikembangkan, yaitu energi laut. Garis pantai yang panjang
dan gugusan pulau yang ada, merupakan alasan logis untuk melakukan kajian
lebih dalam pemafaatan energi ini. Energi laut potensial untuk dikembangkan
menjadi pembangkit listrik: PLT Arus Laut, PLT Samudera, PLT energi panas laut
(ocean thermal energy).

Selanjutnya pemanfaatan energi hydrogen yang dihasilkan dari proses


elektrolisis dengan memanfaatkan potensi PLTA yang besar juga perlu
dipertimbangkan. Pembangkit listrik berbahan bakar hydrogen dapat menjadi
solusi untuk penyediaan energi di daerah yang mengandalkan PLTS terpusat,
dimana intermittensi atau diskontinuitas produksi listrik masih menjadi
permasalahan, sementara baterai memiliki kapasitas penyimpanan yang
terbatas.

Pengkajian, pengembangan dan penerapan teknologi pemanfaatan EBT lainnya


ini dilakukan untuk mendukung pencapaian target bauran energi terbarukan di
masa datang dan sebagai energi alternatif.

4.2.3 Konservasi Energi

Kebijakan tentang konservasi dan efisiensi pemanfaatan energi di Provinsi


Papua sudah tercantum ke dalam sub bab kebutuhan energi untung masing-
masing sektor. Kagiatan konservasi dan efisiensi energi lainnya diantaranya
adalah:
1. Mengembangkan kebijakan Usaha Jasa Konservasi Energi di Provinsi
Papua untuk implementasi proyek efisiensi energi daerah.

63
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2. Melaksanakan audit dan manajemen energi di lingkungan SKPD Provinsi


Papua.
3. Restrukturisasi permesinan industri dan pemberian fasilitas insentif bagi
industri yang melaksanakan efisiensi energi.
4. Melakukan sosialisasi dan edukasi hemat energi melalui jejaring LSM,
instutusi pendidikan tinggi, media elektronik dan media sosial kepada siswa
siswi dari tingkat sekolah dasar sampai SMA atau sederajat untuk
meningkatkan kesadaran akan pentingya hemat energi.

4.3. Kelembagaan Energi Daerah

Pengelolaan energi daerah, terutama dalam implementasi kebijakan, strategi,


dan program terkait energi daerah yang telah ditetapkan akan melibatkan
instansi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing, diantaranya yaitu Perguruan Tinggi Negeri,
Perguruan Tinggi Swasta, Bappeda;Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Papua, Dinas
Perkebunan, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, PTSP, PUPR,
Asosiasi/Swasta, Kementerian ESDM, Dinas Pendidikan, SOPD Terkait,
Lembaga Swadaya Masyarakat, Tokoh Masyarakat, PLN, Pertamina,
Perbankan.

Dalam Pelaksanaan kegiatan pencapaian RUED, instansi yang terlibat langsung


harus melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi lainnya di daerah
serta pemerintah pusat. Hal ini sangat penting dilakukan karena berbagai
sasaran pengembangan energi mendatang hanya dapat tercapai dengan
dukungan dalam bentuk kebijakan dan regulasi lintas sektor.

Kebijakan-kebijakan yang perlu disinkronkan diantaranya: kebijakan tentang


harga energi, konservasi energi, tata ruang dan wilayah, transportasi dan
manajemen lalu lintas, perindustrian dan perdagangan, perizinan, serta
lingkungan hidup. Adapun kegiatan terkait peningkatan perbaikan kelembagaan
dalam mengelola energi daerah diantaranya:
1. Menyederhanakan perizinan melalui periizinan satu pintu.

64
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2. Memperkuat kapasitas kelembagaan di tingkat provinsi/Kabupaten-Kota


yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengembangan, dan
pengelolaan energi.
3. Memfasilitasi kerja dari satuan kerja khusus yang dibentuk untuk memantau
dan mengkoordinasikan penyelesaian masalah birokrasi dan
ketidakselarasan (tumpang tindih) kewenangan daerah.

4.4. Instrumen Kebijakan Energi Daerah

Di dalam melakukan kebijakan dan strategi energi daerah, instrumen kebijakan


daerah yang dapat mendukung implementasi kebijakan dan strategi energi
daerah tersebut diantaranya yaitu:
1. RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik).
2. Renstra (Rencana Strategis) Daerah.
3. RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah).
4. RPJMD Provinsi Papua Tahun 2019 – 2024.
5. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013-2033.
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi.
7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor. 70 Tahun 2009 Tentang Konservasi Energi.
9. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi
Nasional.
10. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Penyediaan Dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.
11. Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penghematan Energi Dan
Air.
12. Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Penyediaan,
Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan
Bakar Lain.
13. Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pembubuhan Label
Tanda Hemat Energi.
14. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Proyek Strategis Nasional.

65
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2016 Tentang


Penetapan Harga Gas Bumi.
16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
17. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2017 Tentang
Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi Bagi Masyarakat Yang
Belum Mendapatkan Akses Listrik.
18. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991 Tentang
Konservasi Energi.
19. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 04
Tahun 2012 Tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero)
dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala
Kecil dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik.
20. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2010 tentang Daftar Proyek
Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Menggunakan Energi
Terbarukan, Batubara dan Gas Bumi serta Transmisi Terkait.
21. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Penugasan Kepada PT. PLN (Persero) untuk
Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero)
dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
22. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Penghematan PemakaianTenaga Listrik.
23. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Energi.
24. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 01 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar
Minyak.

66
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

25. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi
Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
26. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 06 Tahun 2016 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi
Dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi.
27. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Dan Pengguna
Gas Bumi Tertentu.
28. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
29. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 Tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
30. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
107/MIND/PER/11/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perindustrian.
31. Keputusan Menteri Perindustrian Tentang Pemakaian SNI Peralatan Hamat
Energi.
32. Keputusan Menteri ESDM Tentang Manajemen Dan Audit Energi Untuk
Sektor Komersial.
33. Keputusan Menteri Terkait Penggunaan BBN pada Bensin atau Solar sebagai
Bahan Campuran.

67
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

BAB V

PENUTUP

RUED merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan KEN yang bersifat


lintas sektor pada daerah. Penjabaran dalam RUED-P Papua memuat hasil
pemodelan kebutuhan dan pasokan energi di Provinsi Papua untuk periode
tahun 2022–2050 yang juga mencakup kebijakan strategis, program
pengembangan energi, serta kegiatan yang mengacu pada sasaran KEN.
Pengembangan energi daerah mengacu pada prinsip KEN yang berkeadilan,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan
ketahanan energi daerah.

Sebagai perwujudan pengembangan energi yang memperhatikan keseimbangan


keekonomian energi, keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi
lingkungan, maka prioritas pengembangan energi nasional didasarkan pada
prinsip:
1. Memaksimalkan energi terbarukan dengan memperhatikan tingkat
keekonomian.
2. Meminimalkan penggunaan minyak bumi.
3. Mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru.
4. Memanfaatkan potensi sumber daya batubara sebagai andalan pasokan
energi nasional dengan mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan.
5. Pengelolaan energi daerah yang digariskan dalam RUED ini didasari dari
dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

RUED menjadi rujukan bagi SKPD pada Pemerintah Daerah untuk menyusun
dan merevisi rencana strategis dan rencana kerja. Beberapa isu dan
permasalahan penting mengenai energi yang dihadapi Provinsi Papua adalah
sebagai berikut:
1. Sumber daya minyak bumi dan gas bumi masih diperlakukan sebagai
komoditas yang menjadi sumber devisa negara, belum sebagai modal
pembangunan daerah.
68
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Papua 2023-2050
PT. HEGAR DAYA

2. Rendahnya akses masyarakat terhadap listrik.


3. Pemanfaatan BBM tidak tepat sasaran.
4. Disparitas harga energi antar wilayah.
5. Potensi besar namun pemanfaatan EBT masih rendah.

Hasil analisis pemodelan energi dengan skenario RUED menunjukkan bahwa


konsumsi energi Papua di proyeksikan akan terus bertambah dari 1 juta TOE
pada tahun 2015 menjadi 1,7 juta TOE pada tahun 2025 dan 4,5 juta TOE pada
tahun 2050. Dengan sektor industri, transportasi, dan rumah tangga yang
merupakan tiga sektor dengan konsumsi energi final tertinggi.

Pada tahun dasar bauran EBT masih kecil yaitu 4,5%, dengan mengadopsi
skenario RUED bauran EBT meningkat menjadi masing-masing 19,2% dan
54,7% di tahun 2025 dan tahun 2050. Target ini sudah di atas target nasional
dalam RUEN yaitu 23% dan 31% di tahun 2025 dan 2050.

Sebagai perwujudan pengembangan energi yang memperhatikan keseimbangan


keekonomian, keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi lingkungan,
maka prioritas pengembangan energi Papua mengadopsi prinsip pengelolaan
energi didalam RUEN yaitu: memaksimalkan energi terbarukan dengan
memperhatikan tingkat keekonomian, meminimalkan penggunaan minyak bumi,
mengoptimalkan pemanfaatan energi baru, dan memanfaatkan potensi sumber
daya gas bumi sebagai andalan pasokan energi daerah dengan
mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan. Dari berbagai prioritas di
atas, dirumuskan lebih lanjut berbagai kebijakan energi Provinsi Papua yaitu:
ketersediaan energi untuk kebutuhan daerah, konservasi energi, konservasi
sumberdaya energi, diversifikasi energi serta penguatan kelembagaan
pengelolaan energi daerah.

69

Anda mungkin juga menyukai