Anda di halaman 1dari 2

1.

Rencana Kegiatan SKPG Tahun 2016

a. Belum berfungsi maksimal sebagai instrument kewaspadaan dini (early warning system) yang
dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah (kabupaten-kota) tentang potensi
terjadinya/ tidak terjadinya kerawanan pangan dan gizi
b. Belum dianggap sebagai instrument penting oleh daerah Pemimpin daerah karena beberapa hal:
(1)Hasilnya dianggap “tidak sesuai kenyataan”; (2) Dampak psikologis bagi Tim SKPG dan Daerah
bila data SKPG yang “berwarna merah” ter-ekspose ke media; (3) Tidak menjadi prioritas
kegiatan – hanya sedikit wilayah yang memiliki anggaran khusus untuk SKPG
c. Untuk tahun 2016 kabupaten/kota tetap menyusun laporan SKPG bulanan dan dikirim setiap
bulan ke provinsi dengan tembusan ke pusat
d. SK Tim Pokja SKPG provinsi ditandatangani oleh Kepala BKP provinsi dengan anggota dari provinsi
(BKP, BPS/Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan)
e. Honor Tim Pokja SKPG kab/kota diberikan kepada kab/kota yang mengirim laporan secara rutin
f. Mensinkronkan antara APBN dan APBD untuk mendukung kegiatan SKPG
g. Setiap provinsi harus menyelenggarakan Apresiasi Penguatan Kapasitas Aparat dengan peserta
yang berasal dari kabupaten/kota dan atau ditambah Tim Pokja provinsi
h. Kabupaten/kota tetap membentuk Tim Pokja SKPG dalam rangka melakukan koordinasi kegiatan
SKPG
i. Indikator analisis SKPG disesuaikan dengan hasil Kajian Instrumen Kerawanan Pangan

2. Kawasan Mandiri Pangan Tahun 2013

Terdapat tiga kawasan yaitu: Kawasan Kepulauan, Kawasan Perbatasan, Kawasan Papua/Papua Barat

Kondisi Sekarang

a. Kelembagaan

- Kelompok, FKK, LKK, Pendamping dan coordinator pendampingpenetapan berdasarkan SK


KPA. Untuk penetapan personil masih ada yang belum memenuhi kualifikasi

b. Pemanfaatan Dana

- Dana tahun 2013 dan 2014 sudah dimanfaatkan tetapi belum maksimal karena ada daerah
yang tidak memanfaatkan (SP2D tidak ada)

- Untuk dana tahun 2015 sudah berada dikelompok tapi belum dimanfaatkan

c. Permasalahan

- Terkendala aturan di pedum yang menghambat pencairan (SP2D)

- Pedum terlalu rinci sehingga daerah dalam menyusun juklak dan juknis sangat sulit untuk
menyesuaikan dengan kondisi ekonomi, social dan budaya
- Instrument evaluasi yang sama setiap daerah

- SDM yang masih rendah

- Kompetensi pendamping tidak sesuai dengan pedum

- Biaya operasional tidaks sesuai dengan kondisi daerah penerima manfaat

- Rendahnya sarana dan prasarana

- Pemasaran hasil yang masih terkendala dengan minimnya transportasi

d. Solusi

- Pedum dibuat lebih fleksibel sehingga pembuatan juklak dan juknis lebih mudah karena
dapat merinci sesuai dengan kebutuhan tanpa harus keluar dari aturan pedum

- Peningkatan SDM melalui pelatihan

- Instrument evaluasi yang harus disesuaikan dengan kondisi daerah

Anda mungkin juga menyukai