Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Palembang merupakan unsur

pendukung tugas Pemerintah Kota Palembang dalam mengamankan dan

melaksanakan kebijakan Pemerintah Kota yang bersifat khusus di bidang ketentraman

dan ketertiban umum. Adapun tugas dan fungsi dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Palembang sebagai penyelenggara ketentraman dan ketertiban umum masyarakat

Kota Palembang sangat luas, seperti menangani masalah sampah, bangunan liar,

pedagang kaki lima, tindak kejahatan, prostitusi, dan sebagainya.

Berdasarkan Peraturan Walikota Palembang Nomor 71 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Palembang Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) bahwa Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Palembang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Palembang yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada

Walikota melalui Sekretaris Daerah dan mempunyai tugas membantu Walikota

melaksanakan urusan dibidang ketentram dan ketertiban umum serta perlindungan

masyarakat, sub bidang urusan ketentram dan ketertiban umum.1

1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong
Praja
2

Selain itu, kita tidak dapat membayakan bagaimana jadinya jika kehidupan

masyarakat tidak ada hukum yang berlaku. Salah satu usaha masyarakat yang adil dan

makmur, merata,material, spritual berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar

1945. Melalui gerakan pembangunan Nasional yang dilaksanakan secara menyeruh,

terarah, terpadu, bertahap dan berencana serta berlangsung secara continue (berjalan

terus). Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima ( PKL), dikota-

kota besar merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang

akhir-akhir ini banyak terdapat fenomena penggusuran terhadap pedagang kaki lima

marak terjadi. Dalam penggusuran pedagang kaki lima yang dilakukan oleh aparat

pemerintah, seakan-akan para pedagang kaki lima tidak memiliki hak asasi manusia

dalam bidang ekonomi sosial dan budaya. Kegiatan pedagang kaki lima merupakan

salah satu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil, yang dimana mereka

berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok yaitu kehidupan sehari-hari serta

kurangnya kesadaran masyarakat tentang aturan bahwasanya jalur hijau,bahu jalan,

trotoar serta fasilitas Umum lainnya adalah tempat yang dilarang untuk melakukan

jual beli baik skala kecil maupun skala besar.

Keberhasilan pembangunan daerah khususnya Trantibum dan Transmas sangat

ditentukan oleh sikap mental, tekad, semangat, ketaatan, kejujuran, disiplin dan

transparansi `dari para pelaku pembangunan (stakeholder) Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Palembang sehingga mampu untuk menjawab dan mengurangi

permasalahan yang ada khususnya dalam bidang Trantibum dan Transmas dan dapat

meningkatkan aktifitas pertumbuhan ekonomi yang Berkualitas serta meningkatkan


3

kesejahteraan masyarakat lebih baik. Salah satu fungsi penhyelenggaraan pemerintah

yang dilakukan oleh aparatur pemerintah adalah pelayanan publik. Membangun

kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan pemerintah

merupakan kegiatan yang harus terus menerus yang dilakukan pemerintah dalam

fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan

menjamin penyediaan pelayan publik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola

pemerintah yang baik serta untuk memberi pelindungan bagi setiap penduduk dari

penyalahan wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah

maka diperlukan pengaturan hukum yang mendukungnya.

. Terdapat sejumlah pedagang kaki lima yang melanggar Peraturan Daerah

Kota Palembang Nomor 13 Tahun 2007 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum

Khususnya di Kawasan Pasar Sako2 Palembang dengan berjualan diatas trotoar dan

badan jalan, sehingga mengakibatkan kemacetan arus lalu lintas disana. Pedagang

kaki lima itupun ditertibkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota

Palembang.3 Pemerintah Kota Palembang untuk melakukan penertiban pedagang kaki

lima berusaha mengoptimalkan peran Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan

Paragraf 1 Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007, disebutkan bahwa semua

trotoar hanya digunakan oleh pejalan kaki.

Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas yakni membantu Walikota dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketertiban dan ketentraman

2
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum
3
Gilang Permadi,Pedagang Kaki Lima, Riwayat dulu, Nasibmu kini,
(Jakarta: Yudhistira, 2007) hlm 6
4

masyarakat, penegakan peraturan daerah dan perlindungan masyarakat. Kententraman

dan ketertiban akan timbul apabila suatu keadaan yang aman dan teratur pada

masyarakat, tidak datang kerusuhan dan kekacauan sehingga daerah-daerah aman dan

orang-orang didaerah tersebut bekerja dengan tenang dan teratur sesuai peraturan

yang berlaku, menyebabkan terciptanya kelancaran pekerjaan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, mendorong

peneliti untuk mengadakan kajian dengan tema pelaksanaan penertiban pedagang

kaki lima oleh Satuan polisi pamong praja. Berdasarkan observasi awal yang

dilakukan oleh peneliti dilapangan di Pasar Sako Kota Palembang keberadaan

pedagang kaki lima masih banyak melanggar dan cenderung kurang mengindahkan

yang tidak sesuai estetika keberadaan mereka sebagaimana mestinya, hal itu bisa jadi

bukan semata-mata tanggung jawab petugas dilapangan, melainkan masyarakat pada

umumnya yang menggunakan fasilitas umum berupa trotoar atau badan jalan

menyangkut ketertiban umum.

Kebijaksanaan yang ada pada saat ini kurang sesuai karena kurang memadai dengan

pertumbuhan perekonomian kota Palembang. Permasalahannya persaingan usaha

yang begitu ketat mendorong para pedagang berlomba-lomba dalam meningkatkan

perekonomian, namun karena sistem dan Regulasi pedagang kurang tertata, hal terbut

dapat dilihat dari para pedagang yang berjualan dengan seenaknya (berdagang di

trotoar dan badan jalan), dan lapak-lapak yang menghalangi diatas badan jalan jelas

mengganggu pemandangan mata dan bahkan mengganggu pengguna jalan serta

ditemukan pelanggaran-pelanggaran.
5

Semakin Banyaknya Pedagang di trotoar Kota Palembang, masyarakat semakin

kehilangan Hak Asasi Manusianya.4 Biasanya para pedagang tersebut adalah orang

pendatang yang mengadu nasib di Kota Palembang. Misi pertama ke Kota Palembang

adalah untuk mencari masa depan yang baik, tapi karena padatnya penduduk dan

semakin sempitnya lapangan pekerjaan maka para pedagang pun memilih untuk

berjualan. Yang pasti mereka memilih berdagang di tempat yang ramai, seperti di

mall, sekolah, didaerah wisata dan sebagainya untuk menghasilkan pendapatan yang

banyak pula.

Sebenarnya para pedagang tersebut mengerti bahwa tempat yang mereka

tempati adalah tempat yang dilarang. Karena trotoar seharusnya digunakan oleh para

penjalan kaki tapi faktanya malah digunakan oleh sejumlah pedagang. Bukankah itu

melanggar HAM ? Misalnya :

Totoar disepanjang Jalan Siara Kota Palembang salah satu contoh trotoar di gunakan

para pedagang. Seharusnya para pedagang juga harus mengerti tata tertib dalam

berjualan. Dengan merapikan tempat berjualan maka para pejalan kaki mungkin bisa

berjalan dengan santainya. Kalau acak-acakan seperti itu pejalan kaki terpaksa harus

melintas ke pinggir jalan. Kadang pedagang ini juga mengakibatkan kemacetan,

karena tempat untuk parkir tapi digunakan untuk berdagang.

Tak ada salahnya bila para petugas Satpol-PP untuk menertibkan agar pedagang

itu tidak berjualan ditrotoar, atau bila cara itu tidak memungkinkan maka dilakukan

4
Soedjono D, Hak Asasi Manusia Ditinjau Dari Segi Hukum Kenyataan Dalam Masyarakat
(Bandung : PT Karya Nusantara, 1977), hlm 20
6

dengan hukum yang sudah ditetapkan yaitu: Peraturan Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan Dan

Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.5 Oleh karena itu, maka orang yang akan

berjualan ditrotoar menjadi enggan dan tidak ada lagi pedagang yang berjualan di

trotoar. Tetapi Pemerintah harus memberikan tempat yang layak untuk para

pedagang tersebut agar mereka tidak kehilanggan pekerjaannya. Maka pedagang

tersebut tidak merasa dirugikan.

Pengamatan yang dilakukan oleh penulis bahwa : Pedagang Kaki Lima yang

ada dikawasan Jalan Siaran, meskipun sudah tertata dengan rapi tetapi masih

menggangu lalu lintas jalan raya tersebut. Selain itu Para PKL menggunakan

pinggiran jalan untuk menggelar dagangannya, padahal pinggiran jalan itu dibuat

untuk penjalan kaki. Dengan dipakainya pinggiran jalan untuk berjualan, maka

penjalan kaki menggunakan sebagian jalan raya untuk berjalan, hal inilah yang

membuat kemacetan.

Oleh sebab itulah Pemerintah Kota Palembang sendiri yang mengacu pada

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 13 Tahun 2007 tentang Ketentraman dan

ketertiban Umum. Perda ini dibuat untuk mengatur dan memberikan pembinaan PKL,

agar PKL tidak lagi menganggu Ketentraman dan Ketertiban Umum Kota

Pelembang. Fenomena-fenomena yang telah terlihat tentunya sudah menjadi tugas

5
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
7

dari seluruh komponen masyarakat untuk berpikir lebih dalam mengenai masalah

Pedagang Kaki Lima hal ini tidak lepas dari peranan Satpol PP Kota Pelembang.

Berdasarkan hal-hal diatas, peneliti berkeinginan untuk menyusun Skripsi dengan

judul “Penegakan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 13 Tahun 2007

Tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum Oleh Satuan Polisi Pamong Praja

Kota Palembang (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Pasar Sako Kota

Palembang)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Kota Palembang

Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum Pada

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang terhadap Pedagang Kaki Lima di

Pasar Sako Kota Palembang?

2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi hambatan yang dihadapi oleh Satuan

Polisi Pamong Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima berdasarkan

PenegakanPeraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan:


8

1. Mengetahui Penegakan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 13 Tahun

2007 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum Pada Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Palembang terhadap Pedagang Kaki Lima di Pasar SakoKota

Palembang.

2. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan yang dihadapi oleh Satpol PP

dalam menertibkan pedagang kaki lima berdasarkan Penegakan Peraturan

Daerah Nomor 13 Tahun 2007.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Bagi Peneliti agar dapat menambah ilmu pengetahuan didalam melakukan

penelitian dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana hukum (S,H.) pada Universitas Taman Siswa Kota Palembang.

2. Bagi mahasiswa memberikan ilmu dan keahlian dalam melakukan penelitian

berbagai permasalahan dalam bidang ketentraman dan ketertiban umum.

3. Bagi Pembaca

Sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian yang akan datang.

E. MetodePenelitian

Dalam Penelitian ini, dilakukan di lokasi kantor Satuan Polisi Pamong Praja

( satpol pp ) kota palembang dan kawasan pasar sako di kota palembang, pada tahun
9

2021 sampai waktu yang penelitian lakukan sampai selesai. Adapun juga alasan yang

penulis lakukan untuk meneliti maupun memilih judul ini yaitu, karena penulis

melihat angka pelanggaran yang di lakukan masyarakat tentang ketertiban umum di

Kota palembang khususnya masalah PKL semakin meningkat tiap tahunnya.

Permasalahan PKL ini sangat beragam, dimulai dari masalah tentang perizinan

sampai dengan masalah tentang penempatannya. Namun yang menjadi puncak

permasalahan ini yaitu, tidak adanya upaya penyelesian ataupun solusi yang diambil

oleh pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini sehingga semakin

mengganggu ketertiban umum di Kota Palembang.

Saatpol PP Kota Palembang adalah aparat yang bertugas dan berfungsi sebagai

pelaksana kebijakan dalam Penegakan Peraturan Daerah serta pelaksana kebijakan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di Kota Palembang.

Dan adapun juga jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Data Primer yaitu merupakan data atau informasi yang diperoleh secara

langsung lalu dikumpulkan dari responden dengan menggunakan wawancara,

penyebaran quesioner dan data ini tentunya berkenaan dengan Peranan Satpol PP

dalam Menegakan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2007 tentang ketentraman dan

Ketertiban Umum (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Pasar Sako Kota

Palembang)
10

saat ini belum terlihat kontribusinya dalam menertibkan PKL yang telah mengganggu

ketertiban umum di Kota Palembang, sementara salah satu wewenang Satpol PP

adalah dapat melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga

masyarakat, aparatur / Badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat atau melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah.

Data Sekunder yaitu merupakan data yang dikumpulkan penulis guna

mendukung data primer, ataupun data yang diperoleh secara tidak langsung yang

berasal dari buku-buku literatur, pendapat para ahli, internet dan peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

F. Definisi Konsep

Menurut Bahri (2008:30), konsep merupakan unsur pokok dari penelitian.

Penentuan dan perincian konsep ini dianggap sangat penting agar persoalan-persoalan

utamanya tidak menjadi kabur. Konsep yang dipilih perlu di tegaskan agar tidak

terjadi kesalahan pengertian mengenai arti konsep-konsep tersebut. Tetapi perlu di

perhatikan, karena konsep merupakan hal yang abstrak, maka perlu di terjemahkan

dalam kata-kata sedemikian rupa, sehingga dapat di ukur secara empiris. Untuk

mempermudah dalam penelitian-penelitian terlebih dahulu mendefinisi konsep di

dalam penelitian terlebih dahulu mendifinisikan konsep di dalam penelitian ini

sebagai berikut:
11

1. Penegakan di artikan sebagai proses, cara, atau perbuatan menegakan dalam

suatu kegiatan hukum seperti Penegakan Hukum.6

2. Ketentraman dan ketertiban umum menurut Peraturan daerah Nomor 13 tahun

2007, mendefinisikan bahwa suatu keadaan agar pemerintah dan rakyat dapat

melakukan kegiatan secara aman, tertib dan teratur.7

G. Definisi Operasional

Dalam penelitian, terdapat satu bagian dari, sub-sub, yang mesti tidak wajib

namun sangat penting jika laporan penelitian tersebut ingin dikatakan lengkap.

Bagian tersebut yaitu “Definisi Operasional” penjelasan variabel yang akan diamati

dalam pemecahan masalah, dalam setiap penelitian pasti terdapat variabel

penelitian.Menurut Surahman dkk., (2016:62) definisi operasional variabel adalah

batasan dan cara pengukuran variabel yang akan diteliti.8

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data merupakan data yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data tersebut (

Sugiyono, 2011 : 224 ). Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utama

6
Kamus besar bahasa indonesia (KBBI ) Hal 63
7
Peraturan Daerah Kota Palembang No. 13 Tahun 2007, Tentang ketentraman dan ketertiban
umum
8
Surahman dkk., Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Metodologi Penelitian, (Metodologi Penelitian
Komprehensif.pdf (kemkes. go. Id), diakses pada tanggal 06 juli 2021 pukul 22.00)
12

adalah terjun ke lapangan dan berusaha mengumpulkan informasi melalui observasi

dan wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan tidak terstruktur.

Untuk memperoleh data dan informasi, keterangan-keterangan dan data-data

yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan

untuk menghimpun data melalui pengamatan dan pengideraan.

2. Wawancara

Wawancara atau interview adalah teknik memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara

dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.

3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui buku-buku

ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

4. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada dalam lokasi

penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan masalah penelitian.


13

I. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini akan menggunakan model interaktif dari Miles

dan Huberman (1994:12),9 yang meliputi tiga komponen analisis, yaitu reduksi,

sajian data dan penarikan kesimpulan.

Pengumpula
n Penyajian
Data Data

Reduksi

Data
Kesimpulan-
Kesimpulan
Gambar /
Verifikasi

Gambar 1 : Model Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman

1. Reduksi (Pengumpulan Data)

9
Ilyas, Pendidikan Karakter Melalui Homeschooling,
(http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jne, diakses pada tanggal 06 juli 2021 pukul 22.00)
14

Melakukan proses pengambilan data melalui observasi, wawancara, dan

dokumentasi data yang didapat dari penelitian kemudian diberikan interprestasi

sehingga dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti.

2. Penyajian Data

Setiap data yang diperoleh disajikan dalam bentuk daftar kategori kemudian

melakukan penafsiran dalam penyesuaian, masaing-masing data yang relevan dan

jelas.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Melakukan pemahaman terhadap informasi yang kemudian mencari makna dari

catatan mengenai pola-pola, penjelasan, alur, sebab akibat serta melakukan

pemeriksaan tentang kebenaran laporan penelitian dengan memberikan simpulan

yang sesuai dengan fokus penelitian.

J. Sistematika Penelitian

Sistematika penelitian pada penyusunan proposal skripsi ini terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Konsep, Definisi Operasional,

Informan Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data,

Sistematika Penelitian.
15

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang Pengertian penegakan, Definisi Penegak Hukum, Pasal

Tentang Penegak Hukum, Definisi Peraturan Daerah, Definisi Keamanan

dan Ketertiban, Ruang lingkup Satuan Polisi Pamong Praja, Definisi

PKL,

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan, Berisi Tentang Mekanisme Penegakan

Paeraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Ketentraman dan

Ketertiban Umum Oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang, dan

faktor-faktor yang menjadi hambatan yang dihadapi oleh Satuan Polisi

Pamong Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima berdasarkan

PenegakanPeraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007.

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan dan Saran, Dari Pembahasan Yang Dikemukakan

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
17

Anda mungkin juga menyukai