Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pemerintah Daerah dalam melaksanakan penertiban

pedagang Kaki Lima atau (PKL) banyak menjadi permasalahan di negara

Indonesia khususnya di kota-kota besar yang penduduknya sangat padat.

Karena kebijakan tersebut dapat merugikan usaha masyarakat kecil dalam

mencari rezeki dan menjalankan usaha. Kebijakan pemerintah Daerah dalam

melaksanakan ketertiban (PKL) pedagang kaki lima terkhusus penjual

sayur, penjual buah, serta warung makan terlebih halnya yang terjadi di

Pasar Ikan Kec. Jatinegara dimana sering mengaitkan petugas yang

melakukan penertiban serta aturan daerah yakni Satpol PP atau Satuan

Polisi Pamong Praja.

Paasar ikan hias dikelurahan bali mester kecamatan Jatinegara ini,

selalu ramai akan pengunjung juga para pedagang yang menjajakan

lapaknya diruas jalan sekitar pasar. Adanya para pedagang kaki lima (PKL)

disekitaran pasar atau tumpah kebadan jalan diluar pasar ini sangat

menganggu aktifitas lalu lintas dan pengguna jalan disekitar pasar.

Aturan daerah yang mengharuskan keadaan yang tenteram dan

selalu tertib dengan baik maka dari itu, PKL (pedagang kaki lima) yang

berjualan di pinggir jalan harus mengikuti pembinaan tentang ketertiban dan

ketenteraman di daerahnya masing-masing. Menggunakan metode

1
2

pendekatan prosperity (kemakmuran) serta security (keamanan) mampu

menanggulangi keadaan ketenteraman serta ketertiban pada suatu daerah.

Sistem pembinaan ini mengikuti pola-polanya secara khusus, baik melalui

usaha pemerintah ataupun usaha masyarakat pada umumnya.

Petugas Satuan Polisi Pamong Praja atau yang dikenal dengan

Satpol pp ketika menjalankan tugasnya untuk menertibkan masyarakat atau

pedagang kali lima memunculkan banyak masalah antara pedagang dan

Satpol pp dapat dilihat ketika Satpol PP menjalankan tugasnya di lapangan.

Namun, seperti yang kita ketahui Satpol PP merupakan pembantu kepala

daerah untuk menertibkan serta memberi ketenteraman pada masyarakat,

serta menjalankan aturan daerah yang telah ditetapkan. Maka dari itu,

petugas Satuan Polisi Pamong Praja harus bisa menciptakan suasana tentram

dan tertib dalam menjalankan tugasnya.

Khusus berhubungan pada eksistensi Satuan Polisi Pamong Praja

ketika menegakkan hukum atau represif, guna perangkat pemerintah daerah,

kontribusi satuan polisi pamong praja digunakan ketika mendukung

keberhasilan melaksanakan aturan daerah. Maka dari itu, petugas Satpol PP

diharuskan bisa menjadi seorang yang memberikan keyakinan kepada

masyarakat dalam melaksanakan aturan daerah serta mengupayakan

menegakkan di sekitar masyarakat, petugas juga diharapkan mampu

bertindak tegas kepada orang-orang yang menyalahgunakan aturan hukum.

Petugas satuan polisi pamong praja ini yakni bukan tugas mudah, tugas
3

utamanya yakni menegakkan aturan yang ada, Tugasnya pun tidak semudah

membolak balikan telapak tangan.

Dalam melaksanakan kewenangannya guna menegakkan

peraturan daerah serta keputusan kepala daerah, sebagai salah satu tugas

utama dari satuan Polisi Pamong Praja. Adanya Peraturan Daerah Khusus

Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum menjadi

landasan bagi aparatur negara sekaligus Satpol PP sebagai Implementator

dari peraturan tersebut.

Dalam Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.8 Tahun

2007 tentang ketertiban umum, dijelaskan bahwa pedagang kaki lima adalah

seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang

menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang

mendapat izin dari pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin

pemerintah daerah antara lain badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau,

taman, bawah jembatan, jembatan penyeberangan.

Adapun peraturan ini merupakan pembaruan dari peraturan

sebelumnya yakni, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1978 tentang

Pengaturan Tempat dan Usaha serta Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam

Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Makin tingginya angka

pelanggaran dalam penertiban pedagang kaki lima ini khususnya diwilayah

Kota Administrasi Jakarta Timur, di Pasar Ikan Kec. Jatinegara sangatlah

mengganggu fungsi dan guna dari fasilitas umum yang ada.


4

Padahal sudah jelas tertuang pada Peraturan Daerah Khusus

Ibukota Jakarta dalam Pasal 25, yang menyebutkan bahwa :

1) Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar

dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat

usaha pedagang kaki lima.

2) Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di

bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyebrangan orang dan

tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Setiap orang dilarang membeli barang dagangan pedagang

kaki lima sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Juga dijelaskan kembali dalam pasal 26 sebagai berikut :

1) setiap pedagang kaki lima yang menggunakan tempat

berdagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)

harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, serta kebersihan

dan menjaga kesehatan lingkungan serta keindahan di sekitar

tempat berdagang yang bersangkutan.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur

penetapan tempat usaha tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.


5

Ketika melaksanakan tugasnya Satpol PP dibatasi dengan

kewenangan represif bersifat non yustisial. Satpol PP dalam menjalankan

tugasnya selalu mendapatkan berbagai hambatan terutama ketika

berhadapan dengan masyarakat karena masyarakat beradu nasib dan

berharap banyak ketika mencari nafkah di jalanan. Terkadang hal inilah

yang mengakibatkan adanya ketidaksepakatan antara petugas dan

masyarakat.

PKL (pedagang kaki lima) merupakan suatu fenomena yang

terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia yang selalu memberikan dampak

positif dan negatif terhadap wilayah dimana pedagang kaki lima tersebut

beraktifitas dalam hal ini masyarakat Jatinegara khususnya yang beraktifitas

disekitar Pasar Ikan Jatinegara menjadi sangat terganggu. Dampak

positifnya adalah hidupnya perekonomian secara berkelanjutan di wilayah

tempat pedagang kaki lima yang selanjutnya disebut Pedagang Kaki Lima

(PKL) beraktifitas, sedangkan dampak negatífnya adalah terganggunya

beberapa akses publik sebagai akibat keberadaan Pedagang Kaki Lima

(PKL) tersebut seperti macetnya jalan umum, tidak berfungsinya trotoar,

rendahnya tingkat kebersihan pada lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL), serta

terganggunya ketertiban, keindahan, dan kenyamanan kota.

Saat ini wilayah Kecamatan Jatinegara khususnya disekitar Pasar

Ikan Jatinegara perkembangan jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah

cukup pesat karena bagaimanapun perkembangan Pedagang Kaki Lima

(PKL) tidak akan pernah terhenti dan ini timbul seiring dengan
6

pertumbuhan penduduk, salah satu indikasi perkembangan jumlah Pedagang

Kaki Lima (PKL) tersebut adalah bertambahnya tingkat kemacetan yang

disebabkan oleh keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang

menggunakan badan jalan, daerah Pasar Ikan Jatinegara merupakan salah

satu jalan utama yang ada di Kecamatan Jatinegara yang aktifitas kegiatan

masyarakatnya cukup padat mulai dari pertokoan, perkantoran, serta

perdagangan, sehingga lokasi ini dianggap cukup strategis bagi para

Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari, tak

heran jika berbagai macam barang dagangan bisa dijual mulai dari menjual

makanan dan minuman, pakaian, pulsa, bensin, ikan hias, mainan anak

anak, aksesories, dan sebagainya. Sehingga lokasi ini dianggap mampu

menambah penghasilan para Pedagang Kaki Lima (PKL).

Bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) semakin ramai aktifitas akan

memberikan dampak terhadap penghasilannya, selain itu harga barang yang

dijual relatif lebih murah dibanding di pertokoan formal begitu juga dari sisi

pembeli di mana pembeli juga merasa diuntungkan karena dengan adanya

PKL (pedagang kaki lima) di wilayah tersebut.

PKL (pedagang kaki lima) menjadi perhatian khusus dari

pemerintah dan masyarakat seperti yang sering didengar dan dilihat

diberbagai media sosial dan dimuat dimedia massa, di tempat Pedagang

Kaki Lima (PKL) sering melaksanakan aktifitas selalu berdampak dan

terjadi kemacetan, kotor, dan lingkungan tercemar, serta ketika ada kegiatan

ikut terdampak karena adanya PKL ini. Dampak dari pedagang kaki lima ini
7

menimbulkan masalah yang berpanjangan di Wilayah Kota Administrasi

Jakarta Timur, khususnya di Kecamatan Jatinegara hingga saat ini semakin

susah untuk di aturnya pedagang kaki lima tersebut.

Seiring perkembangan ekonomi di zaman sekarang notabenenya

kurang menampakkan adanya tingkat kemajuan berarti dari sudut pandang

masyarakat sederhana, ini merupakan kewajiban mutlak Pemerintah kota

Administrasi Jakarta Timur untuk melaksanakan perbaikan dan

meningkatkan nilai ekonomi ditingkat lokal agar terdapat pemerataan

ekonomi sehingga usaha kecil dapat terangkat derajatnya dan terlihat

eksistensinya dalam pembangunan.

Aktifitas Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan suatu masalah

perkotaan yang serius dan lokasi yang ditempati para Pedagang Kaki Lima

(PKL) menjadi public space yang dipandang dan dianggap mengganggu

ketertiban umum, bahkan dalam skala besar dapat menghambat keadaan

jalanan serta keindahan kota menjadi tercemar. Kota Administrasi Jakarta

Timur adalah salah satu kota di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

yang dianggap terus menerus berada dalam permasalahan berkaitan dengan

kegiatan PKL (pedagang kaki lima).

Pejalan kaki sebagai pengguna jalan raya dipaksa menggunakan

badan jalanan karena area jalan raya dipenuhi dengan gerobak dan meja-

meja tempat jualan para Pedagang Kaki Lima (PKL), keadaan ini

membahayakan para pengguna jalan karena dapat berakibat kecelakaan,


8

situasi semacam ini sering dijumpai di Jl. Bekasi Barat, Jl. Matraman Raya,

serta lokasi-lokasi tertentu disekitar Pasar Ikan Jatinegara.

Pilihan Jenis pekerjaan tersedia bagi para Pedagang Kaki Lima

(PKL) memang sangat terbatas, karena memiliki tingkat pendidikan

yang sangat rendah, tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan yang

dimiliki juga sangat terbatas, serta modal pun sangat rendah, maka

pekerjaan yang mereka pilih adalah menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL),

yaitu pedagang asongan, pemulung, dan sebagainya.

Namun menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) bukanlah keinginan

masyarakat pada umumnya untuk mereka ini adalah sebuah keadaan yang

cukup dramatis dalam hidup mereka. Banyak hal yang telah dirasakan oleh

mereka contohnya saja pembongkaran, pemutusan hubungan kerja,

mengalami penggusuran serta ditinggal keluarga.

Berdasarkan dari cara pandang para Pedagang Kaki Lima (PKL),

Maka Pedagang Kaki Lima (PKL) perlu ditangani secara serius dan

komparatif supaya para Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak sering merasakan

ditindas, digusur, dikejar, serta kehilangan tempat usaha. Cara menangani

Pedagang Kaki Lima (PKL) alangkah lebih baiknya menggunakan strategi

pendekatan memalui keluarga supaya masalah yang ada dalam menangani

Pedagang Kaki Lima (PKL) terletak pada cara penanganan dan

penataannya.
9

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

membahas masalah tersebut untuk di jadikan bahan kajian dalam bentuk

skripsi dengan judul : “Implementasi Tugas Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Di Bidang Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) Berdasarkan

Perda DKI No. 8 Tahun 2007 (Studi Kasus Pasar Ikan Kec. Jatinegara)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka

rumusan masalah dalam penelitian ini yakni sebagai berikut :

1) Bagaimanakah pelaksanaan penertiban Pedagang Kaki Lima

(PKL) yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Administrasi Jakarta Timur?

2) Usaha-usaha apakah yang dilakukan pemerintah dalam

menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Ikan Kec.

Jatinegara ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat

dinyatakan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui pelaksanaan penertiban Pedagang Kaki

Lima (PKL) yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja

Kota Administrasi Jakarta Timur.


10

2) Untuk Mengetahui Usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah

dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Ikan

Kec. Jatinegara.

3) Sebagai syarat bagi peneliti dalam memperoleh gelar Sarjana

Srata I (S1) Hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan

Banten.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan acuan atau konsep baru bagi Pemerintah Kota

Administrasi Jakarta Timur, khususnya Satuan Polisi Pamong Praja

Kota Administrasi Jakarta Timur dalam menentukan kebijakan terkait

dengan penertiban pedagang kaki lima (PKL).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah, dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan

wawasan tentang strategi atau cara dalam mengambil kebijakan

terkait penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL).

b. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan

referensi atau pedoman Untuk perbandingan penelitian selanjutnya

terkait penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL).

c. Bagi peneliti, dapat memberikan khazanah keilmuan dan wawasan

tentang penanganan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL).


11

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Menurut Umar (2003) dalam Yuliarsih (2015:6) menjelaskan bahwa

metode kualitatif adalah pengumpulan, mencatat, menganalisis dan

memberikan uraian serta keterangan singkat terhadap data yang ada

sehingga kesimpulan yang diambil dapat mendekati kenyataan yang

ada.1 Jenis penelitian tersebut digunakan untuk mengkaji dan

menganalisis lebih mendalam tentang “Implementasi Tugas Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Di Bidang Penertiban Pedagang Kaki

Lima (PKL) Berdasarkan Perda DKI No. 8 Tahun 2007 (Studi Kasus

Pasar Ikan Kec. Jatinegara)”. Data hasil penelitian ini berupa fakta-

fakta yang ditemukan pada saat di lapangan oleh peneliti (Sugiyono,

2016).2

2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian menyatakan pokok permasalahan apa yang menjadi

pusat perhatian atau tujuan dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang

menjadi fokus kajian adalah Implementasi Tugas Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima

(PKL) Di Pasar Ikan Kec. Jatinegara.

1
Husein, Umar. (2003). Metode Kualitatif. Jakarta : Ghalia Indonesia. h. 6
2
Sugiyono.2016, Metode Penelitian Kuantiatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. h. 2
12

3. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1) Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lokasi Kantor Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, serta diruas-ruas jalan sekitar Pasar

Ikan Jatinegara dimana keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL).

2) Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan lamanya.

Yaitu dari bulan November 2021 sampai Januari 2022

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder :

1) Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan,

yaitu dengan cara mengumpulkan sejumlah keterangan melalui

wawancara yang dilakukan terhadap Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Di Kota Administrasi Jakarta Timur.

2) Data Sekunder
13

Data sekunder yaitu data yang didapatkan dalam berkas-berkas atau

data-data pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Di

Kota Administrasi Jakarta Timur.

3) Informan

Dalam penelitian deskriptif kualitatif, jenis informan/responden ada

dua yaitu informan kunci (key informan) dan informan sekunder

(secondary informan). Informan kunci yaitu mereka yang dianggap

menguasai objek penelitian. Sedangkan informan sekunder untuk

melengkapi informasi data-data objek penelitian untuk

memperbanyak analisis, tetapi tidak harus ada. Adapun informan

kunci dalam penelitian ini yaitu Satpol pp dalam bidang Perda

sebanyak 4 responden, 1 selaku kepala satuan Perda dan 3 sebagai

staff.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan dalam

sebuah penelitian dengan melihat sebab akibat dan tujuan utama penelitian

tersebut. Data yang didapatkan adalah akurat tanpa rekayasa. Teknik

pengumpulan data sangat penting karena berhubungan jenis data yang akan

diambil pada penelitian untuk mendapatkan data yang sesuai dengan standar
14

yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2016:224). Metode yang sering digunakan

adalah : Observasi, wawancara dan pendokumentasian.3

1) Wawancara

Menurut Sugiyono, (2018;239) wawancara adalah percakapan

dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu

pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interview) untuk memberikan jawaban atas

pertanyaan yang diberikan.4 Metode wawancara dilakukan untuk

memperoleh data tentang Strategi Pelayanan dalam Meningkatkan

Pelayanan.

2) Observasi

Observasi merupakan metode atau jalan yang diterapkan dalam

menganalisis dan mencatat dalam pendokumentasian secara runut,

pada banyak orang dan objek-objek tertentu diberbagai alam

(Sugiyono, 2010).5 Teknik observasi pada penelitian kualitatif lebih

dibutuhkan untuk mendapatkan data yang akurat.

3) Dokumentasi

Dokumen adalah catatan uraian kejadian yang sudah lampau yang

berbentuk tulisan maupun gambar, atau karya monumental dari

seseorang. Contoh dokumen yang berbentuk tulisan adalah catatan

harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan kebijakan.


3
Sugiyono.2016, Metode Penelitian Kuantiatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. h. 224
4
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV Alfabeta. h.
239
5
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta. h. 63
15

Menurut Sugiyono (2018:240) Dokumentasi merupakan catatan

peristiwa yang berlalu berbentuk gambar, foto, sketsa dan lain-lain,

Dokumentasi merupakan pelengkap dari pengguna metode

observasi dan wawancara.6

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian akan menjadi kebutuhan bagi peneliti karena

merupakan alat untuk membantu dan berperan dalam pengambilan data

sehingga penelitian bisa berjalan dengan sangat mudah. Pada penelitian

kualitatif seperti yang dijelaskan Sugiyono (2015:306) bahwa segala sesuatu

yang akan dicari belum tampak oleh karena itu harus memiliki instrumen

yang tepat.

Jadi, dalam hal ini peneliti adalah instrument kunci dari penelitian

itu sendiri yakni peneliti yang berperan sebagai perencana, pelaksana,

menganalisis, menafsirkan data hingga pelaporan hasil penelitian. Alat yang

digunakan dalam penelitian lapangan ini meliputi: pedoman wawancara,

kamera, buku catatan, pulpen dan sebagainya.

7. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah teknik yang digunakan dalam

menjawab berbagai macam permasalahan terkait dengan perusahaan.

Analisis data perlu dilaksanakan secara berkesinambungan. Apabila pada

wawancara belum memuaskan maka dilanjutkan dengan mengumpulkan

6
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV Alfabeta. h.
240
16

data di lapangan terkait dengan permasalahan yang diteliti. Begitupun

dengan pertanyaan terus diajukan sampai berhasil menemukan jawaban

yang diinginkan sesuai dengan tujuan penulisan rumusan masalah.

Penyajian data (data deplay), pemeriksaan data (collation) dan penarikan

kesimpulan (conclusion).

Gambar Metode Analisis Data

Sumber : (Miles and Huberman dalam Sugiyono, 2016)

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi Data adalah proses memilih, memusatkan,

memperhatikan kemudian mengabtraksi data. Selanjutnya data tersebut

ditransformasikan menjadi data kasar (Sugiyono, 2016). Data yang

diperoleh dari proses wawancara akan diseleksi kemudian melalui coding


17

dan tulisan ringkas. Data yang tidak sesuai akan dipisahkan sedangkan data

yang sesuai akan dijadikan bahan mentah penelitian.

Mereduksi data berarti menyimpan data yang benar-benar akan

dijadikan penelitian sehingga data yang disajikan merupakan rangkuman

atau keterwakilan data yang diinginkan. Hal yang pokok dalam pemilihan

data ini adalah memperhatikan tema dan pola yang digunakan sehingga data

yang disajikan benar-benar valid dan bisa dipertanggungjawabkan.

1) Organisasi Data

Organisasi data adalah mengelola data dengan baik data hasil

wawancara dibuat dalam bentuk format wawancara kemudian

disusun dengan baik sehingga mudah untuk dikerjakan. Format

yang digunakan dalam penelitian ini adalah nama,

pekerjaan/jabatan, tanggal wawancara, tempat wawancara, isi

wawancara, dan lain-lain yang dianggap penting.

2) Coding Data

Coding Data adalah proses memberikan tanda pada data dengan

tujuan untuk memisahkan dan membedakan data pada tabel. Ini

digunakan untuk mendapatkan informasi dan simbol- simbol

umum yang tersirat dalam data. Tujuan yang diharapkan adalah

memberikan pemahaman umum tentang data dan makna data

dalam bentuk teks atau gambar.

3) Mengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola

Jawaban
18

Tujuan dari pengelompokan data ini adalah mengumpulkan data

yang serupa berdasarkan kerangka analis yang sudah disusun.

Sehingga data yang terkumpul dapat dianalisis oleh peneliti dan

dipahami secara menyeluruh dan menemukan tema penting serta

kata kunci dalam penelitian.

4) Pemahaman dan Mengujinya

Data yang sudah dikategori dengan pola tergambar akan

dipahami secara rinci. Data kemudian dicocokkan dan

disamakan dengan hasil wawancara dan landasan teoritis guna

mencapai tujuan yang dirumuskan. Tidak terdapat hipotesis

pada penelitian ini karena tidak ada proses analisa akan tetapi

penelitian ini disusun dilandaskan pada faktor-faktor yang

mempengaruhi konsep yang telah disetujui untuk dijadikan

variabel penelitian.

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, maka peneliti

mulai memahami data rinci. Langkah selanjutnya adalah meninjau kembali

landasan teori pada bab II, sehingga dapat dicocokkan apakah ada kesamaan

antara landasan teori dan hasil yang dicapai. walaupun penelitian ini tidak

memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-

asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor yang

ada.

2. Penyajian Data (Data Display)


19

Dalam penyajian data, menyarankan agar data ditampilkan baik

dalam bentuk uraian (naratif), table, chart, networt dan format gambar

lainnya. Hal ini berfungsi untuk memberikan kemudahan dalam membaca

dan menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data

dalam bentuk uraian (naratif) mengenai esensi dari fenomena yang diteliti.

(Milesdan Huberman 1999 dalam Sugiyono 2016).

3. Pemeriksaan data (Data Collation)

Dimana dalam pemeriksaan data ini menggunakan metode

triangulasi, dimana metode triangulasi merupakan salah satu metode yang

paling umum dipakai dalam uji validitas penelitian kualitatif, metode

triangulasi didasarkan pada filsafat fenomenologi. Fenomenologi

merupakan aliran filsafat yang mengatakan bahwa kebenaran bukan terletak

pada peneliti, melainkan realitas objek itu sendiri. Triangulasi adalah proses

untuk mendapatkan data valid melalui penggunaan variasi instrument (Alsa

dan Asmadi 2004)7

Menurut moleong (2012) Data dapat dibedakan menjadi empat

macam teknik diantaranya adalah :8

1) Triangulasi data atau sumber data

Triangulasi digunakan untuk membandingkan dan mereview

kembali derajat kepercayaan data yang didapatkan pada saat


7
Alsa, Asmadi. 2004. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif serta Kombinasinya dalam penelitian.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar
8
Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
20

penelitian dengan membandingkan dengan beberapa data

sebelumnya dari berbagai macam sumber. Metode ini dapat

dilihat dengan waktu dan alat yang berbeda untuk melihat

kemaknaan suatu penelitian. Cara yang dapat dilakukan adalah :

a) Membuat perbandingan data

b) Membandingkan pernyataan pribadi dan diluar pribadi

c) Membuat perbandingan pernyataan orang dengan ketetapan

yang berlaku sepanjang waktu

d) Membuat perbandingan antara kenyataan dan perspektif

berbagai lapisan dalam masyarakat

e) Membuat perbandingan antara dokumen dengan data hasil

wawancara

2) Triangulasi metode

Pada teknik ini, digunakan macam-macam metode pengumpulan

data dalam mengenali data yang sama. Ada dua strategi yang

diterapkan :

a) Memeriksa data berdasarkan kepercayaan hasil penelitian

dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan

b) Memeriksa data berdasarkan beberapa tempat pengambilan

data yang sejenis

3) Triangulasi peneliti
21

Triangulasi ini akan menggambarkan tentang data penelitian

yang menggunakan pendekatan yang serupa akan mendapatkan

hasil yang serupa juga.

4) Sebuah perspektif teori nantinya akan didukung banyak teori

sehingga kajian penelitian akan lebih beragam dan bermakna

4. Penarikan Kesimpulan (Conclusions)

Tahapan akhir pada penelitian adalah kualitatif ini adalah

membuat kesimpulan dan kebenaran data terkait data yang didapatkan.

Peneliti dapat meminta informan untuk membaca kembali datanya untuk

keperluan verifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman peneliti dengan

informan. Sehingga segala bentuk informasi dan hasil penelitian dapat

dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh

peneliti dan informan.

F. Kerangka Konseptual

Kerangka Konsep ini mendeskripsikan tentang pelaksanaan

penertiban pedagang kaki lima (PKL) oleh satuan polisi Pamong Praja Kota

Administrasi Jakarta Timur Berdasarkan tugas pokok dan fungsi satpol PP

diatas, maka peneliti hanya meneliti tupoksi Satpol PP yang pertama saja

yaitu tentang pelaksanaan ketenteraman dan ketertiban umum dalam hal ini

pelaksanaan penertiban terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL). Untuk lebih

Jelasnya dapat di lihat Kerangka Konsep dibawah ini :


22

Gambar Kerangka Konseptual

Sumber : Data Olahan


G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan

dalam penulisan ini akan disistematisasi sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan bab ini pada hakikatnya menjadi pijakan bagi

penulisan skripsi, baik mencakup background, pemikiran

tentang tema yang dibahas. bab I mencakup Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat

Penelitian, Metodologi Penelitian, Kerangka Konseptual, serta

Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka pada bagian bab ini yang mencakup Tinjauan

Pustaka Mengenai Pengertian Implementasi, Satuan Polisi

Pamong Praja, Konsep Membina dan Penertiban, serta Tinjauan

Pustaka Mengenai Pedagang Kaki Lima.


23

BAB III : Deskripsi Data Penelitian bab ini berisi tentang gambaran umum

atau mendeskripsikan tempat atau lokasi penelitian yang

mencakup sejarah tempat, visi dan misi, serta tugas pokok dan

fungsi.

BAB IV : Pembahasan dan Hasil Penelitian bab ini merupakan pusatnya

penulisan skripsi dimana pada bab ini akan membahas tentang

hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis skripsi.

BAB V : PENUTUP pada bagian ini merupakan penutupan dari akhir

penulisan skripsi dimana dalam bab ini mencakup dari kesimpulan

penulisan skripsi serta saran dari hasil yang di teliti.


24

Anda mungkin juga menyukai