Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Sejak otonomi daerah diberlakukan dan berdasarkan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah mendorong setiap

daerah untuk melakukan berbagai macam aktivitas pembangunan pada setiap

lini, termasuk diantaranya Pemerintah Provinsi Banten. Pemerintah Provinsi

Banten sebagai penyelenggara tata kelola daerah dan pelayanan publik

bertanggung jawab untuk melaksanakan program pembangunan, baik

pembangunan fisik terkait pembangunan infrastruktur maupun pembangunan

non fisik terkait peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan tujuan

meningkatkan kualitas hidup rakyat.

Secara administratif, Provinsi Banten terdiri dari empat (4) daerah

tingkat Kabupaten meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang,

Kabupaten Lebak dan Kabupaten Tangerang dan empat (4) daerah tingkat Kota

meliputi Kota Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang dan Kota Tangerang

Selatan (Banten dalam Angka, 2019).

Salah satu permasalahan yang umumnya dihadapi oleh daerah-daerah

di Indonesia diantaranya adalah fenomena Pedagang Kaki Lima (PKL).

Sutrisno (2016) mengemukakan fenomena PKL kini seakan-akan menjadi

masalah sosial ekonomi yang tumbuh berkembang sebagai akibat dari

rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya lapangan pekerjaan,

ketatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, biaya hidup yang tinggi,

1
pendapatan yang rendah dan faktor lainnya sebagainya menstimulasi

pertumbuhan PKL pada setiap daerah, tidak terkecuali di Kabupaten

Pandeglang.

Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pelaku usaha yang melakukan

usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak

bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan

dan bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Kota

dan atau swasta baik yang sementara atau menetap. Dengan kata lain, dapat

disimpulkan bahwa PKL adalah seseorang yang melakukan usaha perdagangan

atau berjualan dengan menggunakan sarana prasarana publik yang umumnya di

pinggir jalan raya, di jalur trotoar, di halte bus dan di lokasi lainnya, baik yang

sementara atau menetap.

Salah satu lokasi umum di Kabupaten Pandeglang yang menjadi

tempat Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan terdapat di Alun-alun

Pandeglang. Lokasi tersebut merupakan lokasi strategis bagi para PKL untuk

berjualan karena kawasan tersebut merupakan kawasan yang banyak didatangi

masyarakat baik dari Kabupaten Pandeglang maupun luar Kabupaten

Pandeglang yang ditandai dengan banyak kegiatan yang dilakukan di Alun-

alun Pandeglang selain tempatnya berdekatan dengan lokasi Kantor

Pemerintahan Kabupaten Pandeglang.

Berdasarkan data dari UPT Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan

ESDM Kabupaten Pandeglang terdapat 6 wilayah di Kabupaten Pandeglang yang

sudah terdaftar sebagai lokasi yang diperbolehkan digunakan untuk usaha para PKL.

Lokasi usaha PKL di Kabupaten Pandeglang disajikan pada tabel berikut :

2
Tabel 1

Rekapitulasi Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Pandeglang Tahun 2020

No Lokasi Usaha Jumlah PKL


1 Pasar Badak 112
2 Pasar Plaza 121
3 Sekitaran KODIM 0601 15
4 Jl. Yusuf Martadilaga 50
5 Terminal Anten 21
Jumlah 319
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Kabupaten
Pandeglang, 2020

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui jumlah PKL di Kabupaten

Pandeglang cukup banyak, dimana Kawasan Pasar Plaza menjadi lokasi

dengan jumlah PKL terbanyak dengan jumlah sebanyak 121 PKL. Dimana

hasil observasi peneliti, diketahui sebanyak 137 PKL yang melakukan

pelanggaran atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Kebersihan,

Keindahan dan Ketertiban Lingkungan karena berjualan di sarana dan

prasarana publik, baik di bahu jalan dan trotoar.

Selain di tempat-tempat yang telah terdaftar ada beberapa tempat yang

digunakan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai tempat mereka berjualan

seperti di depan Mesjid Agung Pandeglang dan Alun-Alun Pandeglang, hal ini

lah yang kemudian melandasi untuk ditetapkannya Alun-alun Pandeglang

sebagai lokasi dalam penelitian ini berkenaan dengan Peran Satpol PP dalam

relokasi pedagang kaki lima alun alun pandeglang.

Kawasan Alun-alun Pandeglang yang menjadi lokasi PKL berjualan

yang menyalahi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Kebersihan,

3
Keindahan dan Ketertiban Lingkungan. Penyalahgunaan fungsi Alun-alun

sebagai tempat olahraga oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) menyebabkan

penyempitan badan jalan yang dapat menyebabkan kemacetan, maraknya

parkir motor liar, memperbesar peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas,

menstimulasi jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

seperti pengemis, pengamen, komunitas punk yang dapat menggangu

kenyamanan dan ketertiban umum dari para pengguna jalan maupun

masyarakat yang ingin berolahraga di Alun-alun Pandeglang.

Selain permasalahan di atas, fungsi trotoar yang seharusnya menjadi

prasarana bagi para pejalan kaki tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Hal ini disebabkan oleh PKL yang menyalahgunakan fungsi trotoar sebagai

lokasi berjualan yang membuat pejalan kaki tidak dapat menggunakan trotoar

sebagai tempat berjalan kaki dan terpaksa harus turun ke jalan raya untuk

berjalan yang tentunya dapat membahayakan keselamatan pejalan kaki, trotoar

menjadi kotor akibat sampah dari barang jualan yang dibuang tidak pada

tempatnya dan menyebabkan area di pinggir jalan raya dan jalur trotoar tampak

kumuh.

Menyadari keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) dapat

menimbulkan dampak negatif karena penyalahgunaan fungsi sarana dan

prasarana publik serta dapat mengurangi kebersihan, keindahan, kenyamanan

dan faktor estetika lainnya maka tindakan penataan PKL menjadi kebutuhan

mutlak yang harus dilakukan. Hal ini mengingat selain berdampak negatif,

keberadaan PKL juga memberikan dampak positif terkait kegiatan

perekonomian rakyat atau individu yang menjadikan PKL sebagai mata

4
pencaharian untuk memperoleh pendapatan dan kegiatan perekonomian daerah

karena PKL merupakan rantai terakhir (pengecer) dari komoditi produk yang

dihasilkan oleh produsen hingga dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat

selaku konsumen akhir.

Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai bagian dari pelaku usaha

perekonomian sektor informal perlu dilakukan upaya penataan agar dapat

meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Penataan PKL yang dimaksud

adalah penertiban dan penghapusan lokasi PKL sebagai upaya pengendalian

dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan,

ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Upaya Penataan dan Pemberdayaan PKL dilaksanakan oleh

Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Dalam hal ini, kewenangannya diemban

oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pandeglang. Menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi

Pamong Praja, Pasal 1 ayat 8 menyatakan Satpol PP adalah bagian perangkat

daerah dalam penegakan Peraturan Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketenteraman masyarakat.

Tugas Satpol PP Kabupaten Pandeglang adalah menegakkan

Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat serta perlindungan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis

yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat

melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur. Dalam

5
melaksanakan tugasnya, Satpol PP diantaranya berwenang melakukan tindakan

penertiban non yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan

hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan/atau Peraturan

Kepala Daerah. Upaya penataan dengan cara melaksanakan tindakan

penertiban non yustisial kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) disebabkan

adanya pelanggaran Peraturan Daerah khususnya Peraturan Daerah Kabupaten

Pandeglang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Kebersihan, Keindahan dan

Ketertiban Lingkungan. Pelanggaran tersebut berupa penyalahgunaan fungsi

sarana prasarana publik, membangun bangunan, baik bangunan tetap atau

bangunan sementara di jalur yang tidak diperuntukkan mendirikan bangunan

dan mengganggu ketertiban umum, kebersihan dan keindahan daerah di

Kabupaten Pandeglang.

Pelaksanaan tindakan penertiban oleh Satpol Kabupaten Pandeglang

sebagai bagian dari upaya penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan

Alun-alun Pandeglang sering mendapatkan respon negatif dari para PKL yang

berjualan di lokasi tersebut. Bahkan upaya penertiban Satpol Kabupaten

Pandeglang sering diwarnai dengan situasi yang mengarah kepada tindakan

kericuhan hingga bentrokan yang dilakukan PKL karena tidak mau

dipindahkan dan disita barang-barang jualannya penyalahgunaan fungsi sarana

prasarana publik menjadi lokasi berjualan. Selain itu, Satpol PP Kabupaten

Pandeglang juga bertugas melakukan pengawalan kegiatan demonstrasi yang

dilakukan oleh organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan,

organisasi buruh atau serikat kerja dan lain sebagainya.

6
Resiko pekerjaan yang dirasakan oleh petugas Satpol Kabupaten

Pandeglang dengan kecenderungan selalu menghadapi situasi yang kritis, baik

kericuhan hingga berujung bentrokan jika berlangsung secara terus menerus

maka lambat laun akan menyebabkan petugas Satpol PP Kabupaten

Pandeglang tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal, yakni

menegakkan Peraturan Daerah, menjaga ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat di Kabupaten Pandeglang.

Permasalahan pertama berkaitan dengan pelaksanaan tindakan

penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Alun-alun Pandeglang

dinilai masih sangat kurang. Hal ini ditandai oleh tidak dilakukan tindakan

penertiban secara berkala pada tiap bulannya, minimal 1 kali pada tiap

bulannya di lokasi-lokasi potensial yang perlu ditertibkan seperti Alun-alun

Pandeglang dan tempat lainnya yang ada di Kabupaten Pandeglang (Sumber :

Hasil Wawancara dengan Johanas Waluyo selaku Kepala Bidang Operasi dan

Pengendalian Satpol PP Kabupaten Pandeglang. Pelaksanaan penertiban yang

dilakukan tidak berkala akhirnya membuat PKL yang sudah lama berjualan

semakin berani berjualan di sarana dan prasarana publik dan dapat pula

menstimulasi PKL yang baru mulai berjualan.

Permasalahan kedua berkaitan dengan kualitas pelaksanaan pekerjaan

yang dirasakan perlu ditingkatkan lagi berkenaan dengan pelaksanaan

penertiban PKL di Kabupaten Pandeglang. Hal ini ditandai oleh petugas Satpol

PP Kabupaten Pandeglang yang apabila dalam pelaksanaan penertiban lokasi

PKL cenderung berperilaku kurang baik, tidak ramah atau kasar dan secara

emosional lebih cepat tersinggung, petugas kurang dapat menenangkan PKL

7
dan massa terkait dengan obyek penertiban non yustisial yang berpotensi

kericuhan hingga kerusakan lapak dan barang dagangan PKL saat tindakan

penertiban berlangsung (Sumber : Hasil Wawancara dengan Nurman selaku

PKL Makanan Minuman.

Permasalahan ketiga berkaitan dengan kurang optimalnya komunikasi

yang dilakukan oleh pihak Satpol PP Kabupaten Pandeglang dengan para PKL.

Hal ini ditandai dari tidak dilakukannya kunjungan atau pemeriksaan langsung

yang dilakukan petugas Satpol PP Kabupaten Pandeglang yang ditugaskan

untuk melakukan pemeriksaan kepada PKL secara berkala, minimal 1 kali pada

tiap bulannya untuk memberi arahan, himbauan, pemantauan bangunan lokasi

PKL hingga pemberian surat peringatan agar tidak lagi berjualan di sarana dan

prasarana publik. Kondisi tersebut menyebabkan PKL lebih berani untuk

berjualan, bahkan berani mendirikan lapak semi permanen seperti kios yang

bangunannya terbuat dari kayu dan triplek maupun lapak non permanen seperti

gerobak dorong. Jika dibiarkan berlarut-larut maka jumlah PKL yang berjualan

akan semakin meningkat serta akan lebih sulit untuk ditertibkan (Sumber :

Hasil Wawancara dengan M. Husni selaku Petugas Satpol PP Kabupaten

Pandeglang.

Permasalahan keempat berkaitan dengan Satpol PP Kabupaten

Pandeglang dianggap tidak dapat menyerap aspirasi maupun keluhan dari

masyarakat yang mengunjungi Alun-alun Pandeglang.

Permasalahan kelima berkaitan dengan adanya dugaan praktek

pungutan liar yang dilakukan oknum Satpol PP Kabupaten Pandeglang kepada

para Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal ini ditunjukkan oleh adanya pemberian

8
uang bulanan yang bernilai variatif mulai dari Rp. 100.000 sampai dengan Rp.

300.000 untuk setiap bulannya yang dibayarkan kepada oknum Satpol PP

Kabupaten Pandeglang tanpa adanya kwitansi atau bukti pembayaran yang sah.

Namun uang bulanan tersebut tidak menjamin PKL terbebas dari tindakan

penertiban yang mungkin sewaktu-waktu terjadi. Selain itu, terdapat pula iuran

lain seperti iuran keamanan sebesar 2,000 ribu rupiah yang dibayarkan kepada

oknum masyarakat atau sering disebut preman pada tiap hari (Sumber : Hasil

Wawancara dengan Udin selaku PKL Jamur Krispi.

Permasalahan keenam berkaitan dengan minimnya kendaraan

operasional yang dimiliki Satpol PP Kabupaten Pandeglang dalam penataan

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Alun-alun Pandeglang. Hal ini

ditandai oleh terbatasnya jumlah kendaraan operasional yang dipergunakan

untuk melakukan patroli dilokasi-lokasi yang sudah dijadwalkan untuk

dilakukannya pengawasan pada setiap hari maupun untuk melakukan

penertiban PKL dengan mengangkut barang jualan, seperti gerobak PKL.

Satpol PP Kabupaten Pandeglang tercatat memiliki 2 kendaraaan

operasional untuk melaksanakan kegiatan patroli berbentuk mobil pickup

tertutup dan 1 mobil berbentuk semi truk terbuka untuk mengangkut barang

sitaan dari PKL. Hasil wawancara dengan Agus Langlang Jagat N, S.IP,, MM

selaku Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian Satpol PP Kabupaten

Pandeglang, menyatakan bahwa jumlah kendaraan operasional tersebut

sangatlah minim untuk beban kerja yang relatif padat, khususnya untuk

pelaksanaan kegiatan patroli rutin yang minimal membutuhkan sebanyak 4

mobil pickup tertutup agar pelaksanaan patroli dapat lebih menyeluruh pada

9
daerah-daerah di Kabupaten Pandeglang yang padat dengan penyalahgunaan

fungsi jalan dan trotoar sebagai lokasi berjualan PKL (Sumber : Hasil

Wawancara dengan Agus Langlang Jagat N, S.IP,, MM selaku Kepala Seksi

Operasi dan Pengendalian Satpol PP Kabupaten Pandeglang).

Menyadari pentingnya keberadaan Satpol PP Kabupaten Pandeglang

dalam upaya penegakan Peraturan Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketenteraman masyarakat di Kabupaten Pandeglang sangatlah vital. Oleh

karena itu segala bentuk masalah atau hambatan kerja yang ada harus ditangani

dengan tepat agar Satpol PP Kabupaten Pandeglang dapat melaksanakan

tugasnya dengan seoptimal mungkin.

Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti bermaksud untuk melakukan

kajian secara lebih mendalam dan menyusunnya dalam bentuk penelitian

skripsi dengan judul “Peran Satpol PP dalam relokasi pedagang kaki lima

alun alun pandeglang”.

2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,

maka fokus penelitian ini adalah :

a. Bagaimana peran Satpol PP Kabupaten Pandeglang sebagai pelaksana

Ketertiban dan Keamanan Pemerintah Kabupaten Pandeglang.

b. Upaya yang dilakukan pihak Satpol PP Kabupaten Pandeglang dalam

rangka Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Alun-alun Pandeglang.

10
3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah

sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh

penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana peran dan hambatan Satuan Polisi Pamong

Praja Kabupaten Pandeglang dalam Penataan Pedagang Kaki Lima di

Kawasan Alun-alun Pandeglang.

2. Untuk mengetahui peran dan upaya penegakan Peraturan Daerah terhadap

pedagang kaki lima di Kabupaten Pandeglang.

4. Kegunaan Penelitian

1. Untuk melihat peran Satpol PP Kabupaten Pandeglang sebagai pelaksana

Penertiban dan Keamanan Pemerintah Kabupaten Pandeglang.

2. Untuk melihat hambatan dan upaya yang dilakukan pihak Satpol PP

Kabupaten Pandeglang dalam rangka Penertiban Pedagang Kaki Lima di

Alun-alun Pandeglang.

5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang

masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian dan sistematika penulisan.

11
Bab II : Tinjauan Pustaka, yang menguraikan tentang kajian teori,

penjelasan konsep, kerangka berfikir, argumen penelitian dan

penelitian terdahulu.

Bab III : Metodologi Penelitian, yang di dalamnya mencakup

pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan data,

teknik pengambilan informan, teknik keabsahan data dan

teknik analisis data.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang berisi deskripsi lokus

penelitian, temuan penelitian dan analisis penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Saran, yang merupakan rangkuman hasil

analisis dan pembahasan serta masukan rekomendasi

berkenaan dengan kesimpulan yang diperoleh.

12

Anda mungkin juga menyukai