Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kota memiliki kemampuan pembangunan yang terus tumbuh dan
berkembang, baik dari sektor ekonomi maupun sektor sarana dan prasarana kota.
Perkembangan kota yang semakin maju tidak lepas dari alasan kota sebagai pusat
administrasi dan perdagangan. Sektor ekonomi kota juga menjadi yang paling
tinggi karena kegiatan perdagangan dan distribusi barang hampir semua berjalan
di kota. Kota sebagai pusat pembangunan juga menjadi alasan dalam menarik
masyarakat baik untuk pariwisata maupun berniaga serta membuat terjadinya
perpindahan penduduk. Namun, realita kehidupan tidak selalu sesuai dengan
ekspetasi. Masyarakat yang merasa kota adalah tempat yang bagus untuk mencari
nafkah tapi tidak memikirkan bagaimana dinamika kehidupan di kota.
Pertumbuhan penduduk yang cepat tidak sebanding dengan pertumbuhan
kesempatan kerja yang ada di kota.
Fakta lapangan didapati bahwa adanya ketidakmampuan lapangan kerja
dalam mengimbangi jumlah penduduk pencari kerja baik sektor formal maupun
informal. Pada sektor formal memiliki persyaratan kemampuan dan latar belakang
yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Sehingga masih banyak masyarakat yang
tidak lolos seleksi kebutuhan dan membuat peluang kerja menipis. Maka salah
satu jalan untuk mendapatkan pekerjaan selain sektor formal adalah sektor
informal. Pada sektor informal pekerjaan dapat dilakukan mulai dari individu itu
sendiri.
Seperti Kota Padang, dimana rata-rata penduduk Kota Padang memiliki
kepandaian dalam berniaga baik dalam skala besar maupun skala kecil. Dalam
kegiatan berniaga atau perdagangan ini juga memiliki peluang yang lebih besar
dibanding pada sektor formal. Perdagangan juga membuat peluang pada sektor
lain terbuka seperti pariwisata serta dapat menumbuhkan ekonomi kota Padang.
Masyarakat juga tidak perlu mengikuti standar pendidikan karena hanya
keterampilan dalam berniaga saja yang dibutuhkan. Karena rata-rata penduduk di
Kota Padang yang terbesar adalah masyarakat menengah ke bawah, maka timbul
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Namun seiring berjalannya waktu UMKM menjadi tidak terkendali karena
hampir keseluruhan masyarakat Kota Padang menjadi pelaku UMKM demi
mendapatkan penghasilan. Akibatnya, UMKM menjamur di berbagai sudut kota
hingga pusat kota, dimana akan menyebabkan gangguan ketertiban umum. Salah
satunya adalah munculnya Pedagang Kaki Lima (PKL). Pedagang Kaki Lima
(PKL), merupakan istilah untuk menyebut penjual dagangan yang menggunakan
gerobak atau tenda. Sedangkan menurut kamus umum Bahasa Indonesia oleh
W.J.S Poerwadarminta, istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai
penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) dimuka
pintu atau di tepi jalan.1
Awal munculnya PKL khususnya di Kota Padang yaitu dikarenakan krisis
pada tahun 1998, banyak kegiatan ekonomi yang tadinya formal berubah menjadi
informal. hingga sekarang PKL pun merambat dan jumlahnya selalu meningkat
dan terutama menyasar ke ruang publik seperti tempat wisata. Contohnya adalah
maraknya PKL di tepi pantai Padang, dimana para PKL ini berjualan dan
mendirikan dagangannya di tepi pantai bahkan diatas trotoar dari pagi hingga
malam. Tidak terkendalinya ketertiban para PKL ini memunculkan dampak
negatif yang lebih besar ketimbang positifnya. Seperti penyalahgunaan
infrastruktur publik, penyebab kemacetan, meningkatnya sampah dan limbah dari
penjualan PKL bisa mengakibatkan lahan kumuh pada objek wisata, berpotensi
meningkatkan konsumen yang berdesakan hingga menimbulkan tindakan kriminal
(pencopetan).2 Dari beberapa dampak negatif tersebut juga sudah dipastikan
bahwa para pelaku PKL ini melanggar peraturan daerah Kota Padang.
Dalam Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang penataan
dan pemberdayaan pedagang kaki lima, pada BAB II Azaz, Tujuan, dan Ruang
Lingkup. Pada bagian kedua “Tujuan”, yaitu penataan dan pemberdayaan PKL.
Bahwa secara tertulis pemerintah daerah Kota Padang sudah melarang dan
menghimbau dengan tegas ketidakstabilan pertumbuhan munculnya PKL yang

1
Dikutip dari https://www.academia.edu /11397299/Pedagang_Kaki_Lima
2
Di kutip dari jurnal/ https://dspace.uii.ac.id
menggaggu ketertiban umum khususnya pada kawasan wisata pantai Padang.
Berdasarkan persoalan yang timbul dari dampak negatif adanya PKL di kawasan
wisata pantai Padang dan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kota Padang No. 3
Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima, maka perlu
diketahui juga apakah pemerintah Kota Padang dapat mengimplementasikan
Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014 dengan baik dan juga
bagaimana kendala pemerintah Kota Padang dalam mengimplementasikannya.

B. Rumusan Masalah
Dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014
tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima telah dapat mengatasi
tata ruang kota yang sesuai dengan kelayakan dan kepatutan di Kota Padang.
Namun pada kenyataannya implementasi Perda ini belum merata keseluruh yang
ada di Kota Padang dan di kawasan wisata pantai Padang masalah Pedagang Kaki
Lima (PKL) masih belum terselesaikan dari keluarnya Perda ini sampai saat
sekarang tahun 2022. Tentunya ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
kenapa implementasi Perda ini belum dapat menyelesaikan masalah PKL di pantai
Padang. Hal ini membuat peneliti ingin mendalami masalah ini dan menemukan
sebuah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan peneliti.
Dalam merumuskan masalah penelitian, peneliti membutuhkan penelitian
terdahulu yang digunakan sebagai acuan dan proses pengambilan data dalam
penelitian ini. Dalam jurnal yang berjudul Pengawasan Terhadap Pedagang Kaki
Lima Dalam Menertibkan Objek Wisata Pantai Purus Kota Padang, penelitian
yang dilakukan oleh Dian Pertiwi menemukan hasil bahwa pengawasan terhadap
PKL dalam menertibkan objek wisata Kota Padang secara keseluruhan belum
maksimal, telah dilakukan sosialisasi dan pembinaan namun belum adanya
kesadaran pedagang untuk mematuhi peraturan yang telah ditentukan dan belum
menyeluruhnya pembinaan yang dilakukan serta sudah dilakukan berupa
pemberian sanksi bagi yang melanggar, namun belum memberikan efek jera bagi
pedagang.3
Berdasarkan penelitian terdahulu, belum maksimalnya pengawasan
terhadap PKL dalam menertibkan objek wisata di pantai Padang, maka timbul
pertanyaan bagi peneliti yaitu apakah implementasi Peraturan Daerah Kota
Padang No. 3 Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki
lima di pantai Padang berjalan dengan baik? Dan bagaimana kendala pemerintah
Kota Padang dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun
2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di pantai Padang?

C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah didapatkan, maka penelitian ini memiliki
tujuan yaitu untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Padang No. 3
Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di pantai
Padang dan menjelaskan kendala yang dialami pemerintah Kota Padang dalam
mengimplementasikan Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang
penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di pantai Padang.

D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat
yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis/Akademik
Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan pikiran dan
menganalisis implementasi Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014
tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di pantai Padang, serta
memberi dan meningkatkan pengetahuan mengenai implementasi dari peraturan
daerah tersebut.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi dan data untuk
menambah pengetahuan dan memberikan gambaran yang beragam sebagai

3
Dikutip dari Jurnal Pertiwi, Dian. “Pengawasan Terhadap Pedagang Kaki Lima Dalam
Menertibkan Objek Wisata Pantai Purus Kota Padang”. Vol. 1 No. 2 (Oktober, 2014)
referensi untuk para pembaca. Sehingga proposal pada penelitian ini dapat
dijadikan data dan sumber pada penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Pembahasan tentang fenomena Pedagang Kaki Lima (PKL) di pantai
Padang sesungguhnya bukan menjadi hal baru lagi. Telah banyak para pemerhati
penataan dan pemberdayaan PKL yang berasal dari kelompok akademisi maupun
kelompok pemerintah yang melakukan penelitian terkait dengan permasalahan
PKL di pantai Padang. Bahkan dapat dikatakan bahwa isu ini tidak lagi menjadi
isu lokal tapi sudah menjadi isu nasional.
Isu ini mulai dibahas oleh banyak orang sehingga pemerintah
mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang penataan
dan pemberdayaan pedagang kaki lima agar PKL yang ada di pantai Padang dapat
memperhatikan dan menjadi acuan juga bagi pemerintah, satuan dinas, dan juga
bagi para pelaku ekonomi. Dengan harapan PKL di pantai Padang dapat teratasi,
namun pada kenyataannya dari keluarnya Perda ini sampai sekarang tahun 2022
masalah PKL di pantai Padang masih belum dapat teratasi. Berikut beberapa hasil
penelitian yang membahas tentang fenomena PKL di pantai Padang:
1. Dian Pertiwi. “Pengawasan Terhadap Pedagang Kaki Lima Dalam
Menertibkan Objek Wisata Pantai Purus Kota Padang”. Vol. 1 No. 2
(Oktober, 2014)
Latar belakang penelitian yaitu tentang pengawasan Pedagang Kaki Lima
(PKL) di pantai purus Padang. Rumusan masalah penelitian adalah pengawasan
dan faktor yang mempengaruhi pengawasan terhadap PKL di pantai purus Padang.
Dan hasil penelitian yang diperoleh bahwa pengawasan terhadap PKL dalam
menertibkan objek wisata Kota Padang secara keseluruhan belum maksimal, telah
dilakukan sosialisasi dan pembinaan namun belum adanya kesadaran pedagang
untuk mematuhi peraturan yang telah ditentukan dan belum menyeluruhnya
pembinaan yang dilakukan serta sudah dilakukan berupa pemberian sanksi bagi
yang melanggar, namun belum memberikan efek jera bagi pedagang.4
Terakhir, hasil penelitian menunjukkan didalam mengadakan pengawasan
terhadap PKL adanya faktor yang mempengaruhi yaitu kurangnya sumber daya
manusia yang dimiliki oleh Satpol PP dan kurangnya fasilitas dan prasarana yang
ada.5
2. Dewi Anggraini. “Analisis Perilaku Pedagang Kaki Lima Terhadap Kawasan
Citra Pantai Padang”. Vol. 11 No. 76 (Juli, 2017)
Penelitian ini membahas tentang analisis perilaku Pedagang Kaki Lima
(PKL) di kawasan pantai Padang dan fokus pembahasan pada perilaku PKL yang
mempengaruhi citra kawasan pantai Padang dengan mempergunakan beberapa
teori di antaranya teori perilaku tenaga penjual oleh Babakus et. Al, dan konsep
citra menurut Philip Kotler.
Hasil penelitian bahwa dari segi perilaku pedagang dalam pemeliharaan
lingkungan tempat berjualan, pengelolaan kebersihan pantai belum dapat berjalan
dengan baik, sampah yang tidak terangkut, dan bibir pantai yang kotor masih
ditemukan di kawasan pantai Padang. Selain itu, dengan keadaan jalan yang tidak
memadai dan penataan kios yang kurang teratur membuat akses menuju pasar
menjadi sulit membuat pembeli enggan berbelanja ke pasar Dahlia. Serta
banyaknya pedagang pakaian di sekitar Jalan H. A. Rahman membuat persaingan
yang semakin tinggi dan omzet yang menurun hal ini tentunya akan mempersulit
pedagang dalam mengembangkan usaha.6
Perbedaan antara penelitian yang diatas dengan penelitian ini yaitu berada
pada fokus pembahasan penelitian. Fokus dua penelitian diatas lebih melihat
kepada hasil pengawasan dan perilaku Pedagang Kaki Lima (PKL) di pantai
Padang, yang menemukan hasil bahwa ternyata terdapat kelemahan dari
pengawasan sehingga PKL tidak dapat terkendali dan juga perilaku PKL di pantai
Padang masih banyak yang tidak mematuhi aturan menyebabkan terganggunya
4
Dikutip dari Jurnal Pertiwi, Dian. “Pengawasan Terhadap Pedagang Kaki Lima Dalam
Menertibkan Objek Wisata Pantai Purus Kota Padang”. Vol. 1 No. 2 (Oktober, 2014)
5
Dikutip dari Jurnal Pertiwi, Dian. “Pengawasan Terhadap Pedagang Kaki Lima Dalam
Menertibkan Objek Wisata Pantai Purus Kota Padang”. Vol. 1 No. 2 (Oktober, 2014)
6
Dikutip dari Jurnal Anggraini, Dewi. “Analisis Perilaku Pedagang Kaki Lima Terhadap Kawasan
Citra Pantai Padang”. Vol. 11 No. 76 (Juli, 2017)
lingkungan sekitar. Dan penelitian ini nantinya juga ingin mencari tahu dan
membuktikan tentang apakah fenomena yang ditemukan didalam dua penelitian
diatas juga ditemukan didalam implementasi Peraturan Daerah Kota Padang No. 3
Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di pantai
Padang.

B. Teori dan Konsep yang Digunakan


Dalam menganalisis penelitian ini digunakan teori Implementasi, dengan
Kebijakan Publik. Beberapa teori akan digunakan dalam penelitian sebagai bahan
dasar penguat argumen dan menganalisis mengenai implementasi Peraturan
Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan
pedagang kaki lima. Implementasi dapat dipahami atau dihubungkan sebagai
suatu aturan atau kebijakan yang arah tujuan untuk kepentingan masyarakat.
Dalam suatu perencanaan peraturan atau kebijakan, implementasi menjadi
kegiatan yang sangat penting.
Dalam konsep Kebijakan Publik menurut Budi Winarno (2008:16)7
menyebutkan secara umum istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok
maupun suatu lembaga pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang
kegiatan tertentu, pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif
memadai untuk pembicaraan-pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi
kurang memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang kebih bersifat ilmiah dan
sistematis menyangkut analisis kebijakan publik oleh karena itu diperlukan
batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat peneliti ketahui bahwa kebijakan
adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan kepentingan
masyarakat, seperti kebijakan tentang Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun
2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima.
Secara teori Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Budi
Winarno, 2008:146-147) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai

7
Dikuti dari https://eprints.uny.ac.id/18595/4/e.%20Bab%202%2009417144028.pdf
tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini
mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-
tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang
ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi
publik yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. 8
Dalam analasis penelitian ini berdasarkan teori Implementasi menurut Van
Meter dan Van Horn (Subarsono, 2006, hlm 99)9. Ada enam variabel yang
membentuk kaitan dengan kebijakan dan peforma kerja dari pemerintah daerah
Kota Padang, seperti berikut:
1. Standar dan tujuan Kebijakan
2. Sumber daya kebijakan
3. Komunikasi dan aktivitas penguatan antar-organisasi
4. Karakteristik jawatan pelaksana
5. Kondisi ekonomi, politik, dan sosial
6. Disposisi pelaksana.
Salah satu variabel yang paling relevan menurut peneliti dengan analisis
penelitian mengenai implementasi Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun
2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yaitu sumber daya
kebijakan, kondisi ekonomi, politik, dan sosial, serta komunikasi. Sementara itu
yang terjadi di Kawasan wisata Pantai Padang masih belum mampu dalam sumber
daya finansial untuk menerapkan kebijakan tersebut. Penerapan kebijakan
Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang penataan dan
pemberdayaan pedagang kaki lima membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Pemerintah daerah dan pihak terkait harus merombak dan melakukan peremajaan
terhadap sarana dan prasarana di kawasan wisata Pantai Padang. Agar pedagang
yang melanggar mendapatkan tempat yang seharusnya.
Faktor kekurangan sumber daya manusia juga menjadi penghambat proses

8
Dikutip dari https://eprints.uny.ac.id/18595/4/e.%20Bab%202%2009417144028.pdf
9
Dikutip dari http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/1657/5/141801061_file%205.pdf
penertiban dan pemberdayaan pedagang kaki lima di kawasan wisata Pantai
Padang tersebut. Karena dalam pelaksanaan penertiban jumlah personel dengan
masyarakat tidak sebanding dan komunikasi antara dinas terkait yang bertanggung
jawab dalam mengatur pedagang kaki lima yang melanggar serta pelanggaran
lahan di kawasan wisata Pantai Padang masih dirasa kurang baik sebagaimana
mestinya. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya muncul pedagang kaki
lima dan penggunaan fasilitas jalan sebagai lahan parkir yang sangat mengganggu
ketertiban umum. Serta fasilitas pedagang yang kurang layak dan memiliki dana
sewa yang besar yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat sekitar.
Menurut Van Meter dan Van Horn (Leo Agustino, 2006, hlm 144)
seharusnya koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu proses implementasi, maka kesalahan-kesalahan yang akan
terjadi dapat diminimalisir, dan begitu juga sebaliknya10.

C. Skema Penelitian
Berdasarkan teori dan konsep yang telah di jelaskan maka peneliti dapat
menggambarkan skema penelitian mengenai implementasi Peraturan Daerah
Kota Padang No. 3 Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang
kaki lima.

10
Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2006, hlm 144.
Bagan 1. Skema Implementasi Kebijakan
Kebijakan Publik
(Kebijakan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima. )

Implementasi Kebijakan
Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2014
tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima.

Isi kebijakan Konteks Implementasi

a. Kepentingan yang terpengaruhi a. Kekuasaan,


oleh kebijakan. kepentingan, dan strategi
b. Jenis manfaat yang akan aktor yang terlibat.
dihasilkan. b. Karakteristik lembaga
c. Sumber daya yang dihasilkan dan penguasa.
d. (siapa) pelaksana program c. Kepatuhan dan daya
tanggap.

Hambatan Implementasi Kebijakan

Upaya Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dan teknik penelitan adalah langkah selanjutnya yang
dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan dari penelitian. Pendekatan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif (qualitative research
Approach). Menurut Meleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang, apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain lain secara
historic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata kata dan bahasa, pada suatu
konteks yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Artinya
penedekatan kualitatif lebih menekankan pada pengamatan fenomena tentang apa
yang dialami subjek dan meneliti sustansi fenomena tersebut.
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitaif dikarenakan peneliti
ingin memahami dan menganalisa mengenai bagaimana implementasi sebuah
kebijakan dapat berjalan dengan baik. Dengan berjalannya sebuah kebijakan tentu
terdapat berbagai kesulitan untuk menerapkan kebijakan tersebut untuk itu kita
perlu mengetahui secara rinci dan mendalam bagaimana Implementasi Peraturan
Daerah kota Padang No.3 Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan
pedagang kaki lima di pantai Padang. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat
bagaiamana sebuah penerapan Implementasi kebijakan dan apa saja kendala yang
ada dalam penerapan sebuah kebiakan tersebut.
Kemudian teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
dan wawancara. Observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung terhadap
objek yang diteliti untuk mengetahui keaadaan objek, situasi, konteks dan
maknanya dalam upaya mengumpulkan data peneilitian. Wawancara dipakai
sebagai teknik pengumpulan data untuk menemukan permasalahan apa saja yang
harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal hal dari respon lebih
dalam lagi. Dengan wawancara nantinya kita akan mendapatkan info mengenai
fenomena langsung dari objek yang kita teliti. Untuk hal yang akan di observasi
dalam penelitian ini adalah pedagang kaki lima.
B. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan ini pada kesempatan ini, lokasi atau
tempat penelitiannya adalah Kota Padang, tepatnya berada di Pantai Padang,
karena kami peneliti disini membahas sebuah implementasi kebijakan pemerintah
mengenai Pedagang Kaki Lima yang berada di pantai Padang. Untuk mengetahui
sejauh mana sebuah Implementasi Peraturan Daerah kota Padang No.3 Tahun
2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di pantai Padang
dapat terealisasikan dengan baik dan kemudian mengetahui apa saja kendala serta
hambatan dalam menerapkan sebuah kebijakan pemerintah tersebut.

C. Peran Penelitian
Dalam penelitian kualitatif peneliti memiliki peran sebagai orang yang
melakukan rencana lalu mengumpulkan data dan melakukan analisis yang pada
akhirnya ia sebagai pencetus penelitian. Pada dasarnya penelitian kualitatif
menekankan kepada peneliti maupun bantuan orang lain yang merupakan sebagai
alat pengumpul data utama (Moleong, 2012). Oleh karena itu, kunci utama dalam
melakukan penelitian dipegang oleh peneliti. Peran peneliti tidak hanya sebagai
pengambil data, pengolah data, dan penemu data hasil penelitian, melainkan
peneliti juga akan menjadi teman untuk subjek. Alhasil akan menjadi lebih akurat
dan terbukti kebenarannya alasannya karena semakin subjek percaya kepada
peneliti, maka akan memudahkan mereka untuk bercerita jujur atau apa adanya
dan juga dapat meminimalisir terjadi jawaban yang mengada-ada.

D. Teknik Pemilihan Informan


Informan merupakan orang yang akan memberikan informasi dalam
sebuah penelitian yaitu informasi yang berkaitan dengan situasi dan kondisi latar
belakang penelitian. Informan sangatlah dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana
kondisi yang sesuai dengan fakta yang ada di dalam suatu penelitian, terutama
dalam penelitian kami yang berjudul “implementasi Peraturan Daerah Kota
Padang No. 3 Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki
lima”.
Teknik pengumpulan informan yang digunakan pada penelitian ini adalah
teknik purposive sampling, yang di mana teknik pengumpulan datanya itu
dipertimbangkan telebih dahulu bukan dipilih secara acak, yang artinya informan
yang dipilih itu harus benar-benar sesuai dengan kriteria yang sesuai dengan
penelitian yang sedang dilaksanakan. Menurut (Arikunto, 2010) syarat-syarat
yang harus dijadikan pedoman dalam teknik ini yaitu:
1. Pengambilan sampel harus berdasarkan ciri-ciri, karakteristik tertentu, yang
merupakan cirri-ciri pokok populasi.
2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar subjek yang paling banyak
memiliki ciri-ciri yang terdapat pada populasi.
3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi
pendahuluan.
Pengambilan informan harus dilakukan secara cermat, jadi harus memilih
informan yang secara langsung terkait dengan penelitian yang sedang
dilaksanakan, yaitu pedagang-pedagang kaki lima yang berada di kawasan Wisata
Pantai Padang. Setelah sudah ditentukan informannya, tahap selanjutnya yaitu
melakukan wawancara kepada para informan yang sudah ditentukan tersebut
untuk mencapai tujuan-tujuan dari penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data


Peneliti melakukan pengumpulan data mulai dari proses awal hingga
terbentuk laporan penelitian. Untuk mendapatkan informasi yang tepat dalam
penelitian ini, ada dua sumber utama yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam
penelitian ini, yaitu orang dan tempat, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti adalah observasi dan wawancara.
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk
mengetahui keadaan objek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya
mengumpulkan data penelitian. Hal yang diobservasi adalah Amahami lokasi
pedagang kaki lima (PKL).
2. Wawancara
Menurut Sugiyono (2016:317) wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam. Dalam teknik ini, peneliti melakukan wawancara kepada pedagang
kaki lima yang berada di kawasan Wisata Pantai Padang.
(Susan Stainback, 1988) mengemukakan bahwa dengan wawancara,
maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang
partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi,
dimana hal ini tidak dapat ditemukan melalui observasi. Maka dari itu peneliti
memilih melakukan wawancara mendalam bersama informan yang telah
ditentukan sebelumnya.

F. Uji Keabsahan Data (Triangulasi)


Keabsahan data diperlukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh
benar-benar objektif dan nantinya hasil analisis juga objektif. Dalam penelitian ini,
untuk melakukan uji keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi.
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan
peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah
bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh
kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Triangulasi
menurut Susan Stainback bertujuan mencari kebenaran, namun juga
meningkatkan pemahaman peneliti terhadap data dan fakta yang dimilikinya. 11

Menurut Moleong, Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan


memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan
atau pembanding terhadap data yang bersangkutan.12 Artinya pada tahap uji
keabsahan data dengan cara triangulasi ini, peneliti menggunakan orang diluar
narasumber yang telah ditetapkan untuk mendapatkan keabsahan dari data yang
telah dikumpulkan sebelumnya.
Triangulasi data terbagi atas 5 macam, yaitu: triangulasi sumber,
triangulasi waktu, triangulasi teori, triangulasi peneliti, dan triangulasi metode.
Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber data,

11
Sugiyono, A, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),2016, hlm 330
12
Farida Nugrahani, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam penelitian Pendidikan Bahasa, 2014,
hlm 115
yang diperlukan untuk membandingkan atau mencek ulang derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda. Triangulasi sumber
data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan perbandingan
diantara informan penelitian. Pada penelitian ini triangulasi sumber data dilakukan
dengan orang yang paham dengan masalah penelitian. Dalam menentukan
informan triangulasi, peneliti menyiapkan kriteria yang memudahkan peneliti
dalam menentukan informan triangulasi, yaitu: orang yang paham kebijakan
publik dan orang yang seering berurusan dengan PKL serta berada disekitar
Pantai Padang.

G. Teknik Analisis Data


Menurut Sugiyono, analisis data adalah kegiatan lanjutan setelah data dari
seluruh responden atau data lain terkumpul, misalnya menguji keabsahan data
mengenai sikap siswa, maka penghimpunan data dan pengecekan data yang sudah
didapat akan dilaksanakan sumber data.13 Setelah mendapatkan data yang
dibutuhkan, peneliti akan melakukan seleksi terhadap data sebelum akhirnya
dianalisis. Dalam melakukan proses menganalisis data, tentunya peneliti
membutuhkan teknik untuk menganalisis data. Karena teknik analisis data sendiri
bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai hasil penelitian, menentukan serta
mendapatkan kesimpulan dari data penelitian yang telah dikumpulkan.
Dalam penelitian kualitatif teknik analisis data dilakukan selama proses
pengumpulan data dan dilakukan sampai laporan penelitian selesai dikerjakan.
Pengumpulan dan analisis data ini dilakukan secara terpadu, artinya analisis telah
dikerjakan sejak di lapangan, yakni dengan penyusunan data atau bahan empiris
menjadi pola-pola dan berbagai katagori secara tepat. Bahan empiris yang
terhimpun dianalisis dengan menggunakan tiga langkah analisis yang disarankan
Miles dan Huberman yaitu reduksi data, pemaparan bahan empiris dan penarikan
kesimpulan dan verifikasi.14

13
Ibid, hlm 147
14
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S., Handbook of qualitative research, 1994.

Anda mungkin juga menyukai