Anda di halaman 1dari 33

PREFERENSI PENGUNJUNG DARI LUAR DAERAH PADA

PUSAT PERBELANJAAN
( STUDI KASUS : KOTA PADANG)

TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
Strata Satu (S1)

Oleh:

Septyan Ningsih
1410015311074

Pembimbing I : Ir.Hamdi Nur. MTP.


Pembimbing II : Tomi Eriawan S.T, M.T

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki karakterisik yang sangat
berpotensi bagi pengembangan perekonomian, hal ini didukung dengan tingginya
angka demografi dan perilaku konsumsi masyarakat, disamping itu perekonomian
Indonesia mengalami pertumbuhan yang surplus dan mengalami peningkatan yang
signifikan dalam 10tahun terakhir, keadaan ini mengakibatkan timbulnya
perusahaan-perusahaan baru yang memanfaatkan potensi ini. (Zakina Naomi,
2016:4)
Suatu kegiatan perdagangan dan jasa, diperlukan berbagai pertimbangan baik
dari lokasi maupun strategi pemasarannya. Dengan adanya analisis lokasi ini, akan
memberikan pengaruh tertentu, misalnya apabila menentukan suatu lokasi
bangunan swalayan ditengah lingkungan yang tidak padat penduduk, maka laba
yang diperoleh tidak akan maksimal. Perhatian akan kondisi fisik penataan
bangunan lainnya juga menjadi hal yang sangat dipertimbangkan. Selain itu, faktor
kepadatan lalu lintas, kompetensi, gaya hidup, juga menjadi faktor lain yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi perdagangan dan jasa. Disamping lokasi
berdasarkan permintaan konsumen, faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah
fasilitas. Hal ini dikarenakan kecenderungan masyarakat untuk memilih lokasi
dengan kondisi fasilitas yang memadai. (Santika P, 2015:1).
Pusat Perbelanjaan sedianya difungsikan sebagai pusat perdagangan seperti
halnya pada pasar-pasar tradisional yang menjadi pusat jual beli masyarakat yaitu
sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat. Akan tetapi mall lebih mampu
menciptakan daya tarik tertentu yang dapat menarik perhatian lebih banyak
pengunjung. Makin besar daya tarik yang mampu diciptakan sebuah pusat
perbelanjaan, maka makin banyak pula masyarakat atau konsumen yang akan
melirik shopping mall tersebut. Sebagai tempat yang menyediakan kebutuhan
masyarakat, shopping mall saat ini juga telah berevolusi ataupun berkembang dan
berinovasi menjadi tempat aspirasi dan gaya hidup konsumen, sehingga dapat
dikatakan bahwa kini mall tidak hanya menjadi tempat pusat konsumsi namun juga
menjadi tempat rekreasi yang menarik, menyenangkan, aman, dan nyaman bagi
masyarakat untuk sekedar menghilangkan penat. Sesuai perkembangan tersebut,
maka tidaklah salah jika para pengunjung memunculkan harapan lebih pada
pelayanan yang berkualitas serta fasilitas yang bermutu dan berstandar tinggi untuk
sebuah pusat perbelanjaan.
Di era globalisasi sekarang ini kegiatan bisnis khususnya pemasaran semakin
meningkat. Banyak perusahaan yang berusaha memenangkan persaingan dengan
cara memanfaatkan peluang bisnis yang ada dan berusaha menerapkan strategi
pemasaran yang tepat dalam rangka menguasai pasar. Penguasaan pasar merupakan
salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh pengusaha untuk
mempertahankan hidupnya, berkembang dan mendapatkan laba maksimal. Hal
tersebut bisa dicapai oleh suatu perusahaan melalui upaya menghasilkan dan
menyampaikan barang serta jasa yang diinginkan konsumen, dimana kegiatan
tersebut sangat tergantung pada perusahaan atau pedagang dengan bermacam
atribut melalui harga, produk, pelayanan umum, lokasi dan perilaku konsumen
dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli. (Asri, Rani Hapsari Kusuma
2010:23)

Di Kota Padang Pusat perbelanjaan sudah ada sejak tahun 1990-an, dan sampai
saat ini sudah puluhan pusat perbelanjaan yang beroperasi di Kota Padang.
Perekonomian di Kota Padang juga telah banyak mengalami perkembangan.
Hingga tahun 2018 terdapat +/-43 unit pasar modern di Kota Padang yang saat ini
beroperasi secara aktif. Namun yang akan menjadi penelitian adalah Basko
Grandmall, Trans Mart Padang dan Plaza Andalas yang merupakan pusat
perbelanjaan regional di Kota Padang. Perkembangan Kota Padang pun
dipengaruhi oleh modernisasi yang mengubah karakter ruang kota dan pusat
perbelanjaan di Kota Padang juga menjadi tujuan tempat pengunjung dari luar
daerah Kota Padang berbelanja maupun berekreasi.

Jika ditinjau pada saat hari libur di pusat perbelanjaan dipenuhi oleh
pengunjung yang berasal dari luar daerah Kota Padang, hal ini dikarenakan
jangkauan pelayanan Pusat perbelanjaan tersebut mampu melayani masyarakat baik
dari dalam kota maupun luar kota Padang. Sehingga jika pengusaha-pengusaha
yang hendak mendirikan suatu pusat perbelanjaan hendak mengetahui kondisi
persaingan antar pusat perbelanjaan dan persaingan yang terjadi ketika pengunjung
(konsumen) memilih satu diantara keduanya sebagai tempat berbelanja.

Dalam hal ini tentu saja sikap dan perilaku konsumen memiliki pengaruh yang
sangat besar. Oleh karena itu, tugas yang mendasar dan menantang yang dihadapi
perusahaan adalah mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen untuk mengetahui
bagaimana cara konsumen berfikir, merasa dan bertindak didalam suatu pasar.
(James F. Engel, Blacwell dan Miniard, 1995:82)

Berdasarkan berbagai pemikiran diatas itulah penulis tertarik untuk mengangkat


permasalahan perbandingan karakteristik yang berbeda ditiap Pusat Perbelanjaan.
Dengan uraian tersebut, dalam penelitian ini penulis memberikan judul ”
Preferensi Pengunjung Dari Luar Daerah Pada Pusat Perbelanjaan ( Studi
Kasus : Kota Padang)”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa saja yang menjadi daya tarik pengunjung berbelanja di Pusat
Perbelanjaan?
2. Bagaimana karakteristik pengunjung pusat perbelanjaan?
3. Bagaimana preferensi pengunjung dari luar daerah dalam memilih tempat
berbelanja?

1.3 Tujuan dan Sasaran


Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji daya
tarik suatu Pusat perbelanjaan di Kota Padang oleh pengunjung luar daerah.
Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai maka sasaran dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi daya tarik pusat perbelanjaan
2. Mengetahui karakteristik pengunjung pada pusat perbelanjaan di Kota
Padang
3. Mengidentifikasi karakteristik pusat perbelanjaan Kota Padang
4. Analisis Perbandingan Pusat Perbelanjaan di Kota Padang
5. Analisis Karakteristik Pusat Perbelanjaan.

1.4 Ruang Lingkup


Agar dapat memberikan batasan dalam tahapan studi yang dilakukan maka
ditentukan lingkup bahasan, pada lingkup studi ini terdiri dari ruang lingkup
wilayah studi dan ruang lingkup materi.
1.4.1 Ruang Lingkup Studi
Ruang lingkup wilayah studi dalam penilitian ini yaitu berada di Kota
Padang Provinsi Sumatera Barat dengan luas wilayah 694,96 km2 dan terdiri
dari 14 Kecamatan Secara geografis wilayah Kota Padang berada antara
00º44’00”-01º08’35”LS dan 100º05’05”-100º34’09” BT. Dengan batas
administrasi sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan
Sebalah Barat berbatasan dengan Kabupaten Solok
Sebelah Timur Berbatasan dengan Selat Mentawai dan Samudera Hindia
Kajian studi berada diberbagai macam Kecamatan di Kota Padang, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1 peta administrasi Kota Padang.

1.4.2 Ruang Lingkup Substansi


Secara umum, ruang lingkup substansi pada studi ini dilakukan dengan
cara deskriptif kualitatif. Dalam studi ini yang ditinjau adalah sikap dan
perilaku masyarakat secara internal dipengaruhi oleh faktor psikologis dan
secara eksteral berkaitan dengan strategi pemasaran. Yang mempengaruhi
konsumen berbelanja di pusat perbelanjaan merupakan salah satu dari bisnis
ritel tersebut melibatkan bauran pemasaran ritel (retailing mix). Adapun batasan
yang telah dijelaskan pernyataan diatas sebagai berikut :
1. Mengetahui klasifikasi Pusat perbelanjaan
2. Daya tarik pusat perbelanjaan
3. Perilaku konsumen dalam berbelanja

1.5 Metodologi Penelitian


1.5.1 Metode Pendekatan
Dalam Penelitian ini ditetapkan beberapa metode pendekatan yang akan
dilakukan dan dipergunakan sebagai dasar acuan suatu proses penelitian. Studi ini
akan menganalisis data dari hasil survei primer dan survei sekunder sesuai
variabel yang sudah ditentukan. Metode penelitian menggunakan metode statistik
deskriptif yaitu statistika yang menggunakan metode numerik dan grafik untuk
mencari pola dalam suatu kumpulan data, meringkas informasi yang terkandung
dalam kumpulan data, dan menghadirkan informasi dalam bentuk yang
diinginkan.

1.5.2 Metode Pengumpulan Data


Proses metodologi penelitian meliputi identifikasi kebutuhan data, baik
primer maupun sekunder dan teknik analisis data yang digunakan untuk
mengolah data mendapatkan hasil sesuai dengan desain penelitian yang telah
ditetapkan. Adapun metode yang digunakan adalah :
1. Pengumpulan Data Primer :
Tahap pengumpulan data primer dilakukan dalam bentuk survey
lapangan secara langsung untuk melihat kondisi eksisting melalui teknik
observasi (pengamatan), kuesioner kepada konsumen pusat perbelanjaan
luar daerah Kota Padang perihal preferensi dalam pemilihan pusat
perbelanjaan di Kota Padang.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder merupakan pengumpulan data-data instansi
pemerintah dan tinjauan pustaka yang berhubungan dengan kajian
penelitian baik itu data, angka atau peta. Hasil data sekunder ini bisa
berasal dari data yang sudah pernah dikumpulkan atau pernah diolah.
Adapun data yang dikumpulkan tersebut adalah :
Tabel 1.1
Kebutuhan Data Penelitian

Jenis Teknik
No Sasaran Kebutuhan Data Sumber Data
Data Perolehan Data
- Kota Padang 1. BPS Kota Padang
dalam Angka 2. Badan Penanaman
Mengidentifikasi 2018 Modal dan
Pusat Perbelanjaan - Referensi yang Pelayanan
1 Sekunder Kompilasi Data
yang ada di Kota terkait dalam Perizinan Terpadu
Padang perilaku pusat Kota Padang
perbelanjaan di 3. Disperindag Kota
Kota Padang Padang
Mengidentifikasi
karakteristik Primer Kuisioner 1. Perpustakaan dan
pengunjung dari luar - Daya tarik pusat internet
2
daerah dan pusat perbelanjaan 2. Pengunjung
perbelanjaan di Kota Sekunder Kompilasi Data (Konsumen)
Padang
Analisis
Perbandingan dan
- Variabel yang
Analisis Pengunjung
3 terpilih dalam Primer Kuisioner
Karakteristik Pusat (Konsumen)
penelitian
Perbelanjaan di
Kota Padang
Sumber : Hasil Analisis, 2019

1.5.3 Metode Pengambilan Sampel


Menurut Sugiyono (2013:149), sampel merupakan bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan Stratified Random Sampling yaitu
teknik pengambilan sampel yang digunakan bila populasi mempunyai
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
(Sugiyono, 2001:58). Sedangkan menurut Akdon dan Hadi (2004) stratified
random sampling ialah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak
dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling ini apabila anggota
populasinya heterogen (tidak sejenis).
Maka sampel yang akan dilakukan dalam penyebaran kuesioner terhadap
pengunjung sebagai responden diasumsikan 10orang dapat mewakili setiap
parameter (pertimbangan) dalam penelitian.
1.5.4 Metode Analisis
Metode analisis merupakan suatu cara pengolahan data yang telah
didapat melalui survei primer dan sekunder, sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Dalam melakukan analisis ini menggunakan metode analisis seperti metode
deskriptif kualitatif. Metode analisis dengan menggunakan statistik deskriptif
yang mana menceritakan hasil dari persentase dan mentabelkan dari hasil
pernyataan kuesioner responden tersebut yang dilakukan secara deskriptif.
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan informasi yang terkait dari
hasil survey lapangan yaitu mengenai variabel perbandingan karakteristik pusat
perbelanjaan. Selanjutnya adalah analisis yang berkaitan dengan menentukan
karakteristik suatu pusat perbelanjaan dengan menggunakan tabulasi silang.

1.6 Keluaran
Berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah dijelaskan diatas, maka keluaran
yang diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengusaha
yang hendak mendirikan pusat perbelanjaan agar nantinya dapat menemukan dan
menerapkan strategi yang tepat agar menguasai pasar, misalnya dengan memiliki
alternatif kepada pengunjung memilih tempat berbelanja untuk memenuhi
kebutuhannya.
1.7 Kerangka Berfikir
Gambar 1. 2
Kerangka Berfikir Penelitian

INPUT ANALISIS OUTPUT

Data Pengunjung
(Kuesioner)
Karakteristik
 Jenis Kelamin
pengunjung pusat
 Usia perbelanjaan
 Pekerjaan
 Asal

Daya tarik pusat


Data Primer terhadap perbelanjaan
Variabel Analisis Perbandingan
 Barang pusat perbelanjaan
 Fasilitas
Pendukung
 Aksesibilitas Analisis Karakteristik
pusat perbelanjaan Preferensi pengunjung
dari luar daerah pada
pusat perbelanjaan di
kota Padang

Kesimpulan dan
Saran

Sumber : Hasil Analisis 2019


1.8 Sistiematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan
masalah yang akan dikaji, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup
penelitian (meliputi ruang lingkup wilayah studi dan ruang lingkup
substansi), jenis metode yang digunakan dalam penelitian (meliputi
metode pendkatan, metode pengumpulan data, metode pengambilan
sampel, dan metode analisis), kerangka berpikir sistematika penulisan
dan keluaran.
BAB II STUDI LITERATUR
Dalam bab ini diuraikan mengenai teori-teori tentang pusat
perbelanjaan, klasifikasi pusat perbelanjaan, perilaku konsumen, dan
serta keputusan perilaku konsumen dan juga variabel-variabel yang
menentukan indikator untuk dijadikan acuan dalam penelitian. Literatur
dijadikan sebagai acuan dalam menganalisis data.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian umum wilayah studi, data dan
informasi yang didapat dari hasil survey primer dan survey sekunder
(instansi).
BAB IV ANALISIS DATA
Dalam bab ini menguraikan hasil paparan data yang didapat melalui
survey primer, kemudian dilakukan analisis tabulasi silang untuk
mengetahui karakteristik pusat perbelanjaan dan preferensi pengunjung
dari luar daerah pada pusat perbelanjaan di Kota Padang, yaitu Basko
Grandmall, Trans Mart Padang dan Plaza Andalas.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan yang dapat ditarik dan
rekomendasi atau saran-saran yang dapat penulis berikan untuk
kelanjutan penelitian ini.
BAB II
STUDI LITERATUR
2.1. Konsep dan Definisi Pusat Perbelanjaan
2.1.1. Pengertian Pusat Perbelanjaan

Di Indonesia penataan pusat pembelajaan haruslah mengikuti Peraturan


Presiden Republik Indonesia nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pada
Perpres ini menjelaskan tentang :
a) Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Lokasi pendirian Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota,
termasuk Peraturan Zonasinya. Batasan luas lantai penjualan Toko Modern
adalah sebagai berikut:
 Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi)
 Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan
5.000 m2 (lima ribu meter per segi);
 Hypermarket, di atas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi);
 Department Store, di atas 400 m2 (empat ratus meter persegi);
 Perkulakan, di atas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi).
b) Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib:
 Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan
Pasar Tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di
wilayah yang bersangkutan;
 Memperhatikan jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional
yang telah ada sebelumnya;
 Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parker 1
(satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 (enam puluh meter
per segi) luas lantai penjualan Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko
Modern; dan
 Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik
yang nyaman.
c) Perdagangan hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan yang sudah
ditentukan sebagai berikut:
 Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan:
Hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri
atau kolektor; dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal
atau lingkungan di dalam kota/perkotaan.
 Supermarket dan Department Store:
Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan tidak
boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam
kota/perkotaan.
 Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk
system jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan
(perumahan) di dalam kota/perkotaan.
Pemahaman terhadap definisi retail, akan jelas jika kita memahami
posisi dari retail, dalam jalur distribusi barang/produk. Dimana terdapat 2 jenis
jalur distribusi barang, yaitu jalur distribusi barang tradisional dan jalur
distribusi barang vertikal. Kedua jenis jalur distribusi barang tersebut dapat
dilihat dari gambar berikut ini:
Gambar 2.1
Jalur Distribusi Barang Tradisional

Pedagang Konsumen
Produsen Besar Ritel Akhir

Sumber: ibid, 2006:5

Dalam jalur distribusi barang tradisional masing-masing pihak memiliki tugas


yang terpisah. Produsen memiliki tugas untuk membuat produk. Produsen tidak
langsung menjual kepada konsumen. Sedangkan pedagang besar membeli,
menyimpan persediaan, mempromosikan, memajang, menjual, mengirimkan dan
membayar kepada produsen. Mereka biasanya tidak menjual langsung kepada
konsumen. Sedangkan retailer menjalankan fungsi membeli, menyimpan
persediaan, mempromosikan, memajang, menjual, mengirimkan dan membayar
kepada agen/distributor. Retailer tidak membuat barang dan tidak menjual
kepada retailer lain.
Dalam bahasa perancis Ritellier, yang berarti memotong atau memecah
sesuatu. (Utami, 2006:4). Definisi lain, dapat mengacu kepada Perpres No. 112
Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, toko modern,
dan pusat perbelanjaan.
Di Indonesia sendiri belum ada peraturan baku yang mendefinisikan
pengertian pusat perbelanjaan. Namun berdasarkan rancangan peraturan daerah
disebut pasar modern, yang dimana pasar dengan menggunakan manajemen
pengelolaan gedung tetap berada di satu tangan yang kegiatan usahanya
menjual dan / atau menyewa tempat usaha sebgai tempat belanja, yang
menggunakan metode manajemen modern, didukung dengan teknologi modern
serta mengutamakan kenyamanan pelayanan berbelanja seperti plaza, mall,
shopping center (pusat perbelanjaan) dan sejenisnya.
Menurut Perwira dan Imansyah, 1998:22-23 (dalam Donny Hondy S,1999),
tempat perbelanjaan modern di Indonesia terbagi secara umum :
1. Pusat Perbelanjaan (Shopping Center)
Pusat perbelanjaan (Shopping center) adalah suatu gedung yang didalamnya
mencakup berbagai toko, departemen store, supermarket, restoran, bioskop,
dan tempat bermain anak. Dengan demikian pusat ritel merupakan
bangunan besar dengan luas lantai mencakup ribuan meter persegi. Pusat
perbelanjaan ini sehari-hari dengan sebutan plaza, mall, dan shopping
center.
2. Departemen store
Departemen store adalah usaha perdagangan eceran yang dilakukan oleh
suatu group/perusahaan tertentu terutama yang menjual barang jenis
pakaian, aksesoris, sepatu dan perlengkapan rumah tangga. Namun
demikian suatu departemen juga dapat menjual kebutuhan sehari-hari.
Tetapi hal ini tidak umum, kalaupun ada biasanya terbatas pada barang-
barang kelontongan. Barang barang yang dijual di tata berdasarkan
kelompok jenis barang dan pembeli dipersilahkan melayani diri sendiri (self
service), mulai dari memilih mengumpulkan barang belanjaan yang diakhiri
dengan membayar pada kasir. Departemen store dapat berlokasi pada pusat
perbelanjaan dan juga bisa berdiri sendiri.
3. Pasar swalayan (supermarket) adalah suatu usaha perdagangan eceran yang
dilakukan oleh suatu perusahaan tertentu yang menjual barang-barang
kebutuhan sehari-hari. Barang-barang yang dijual ditata berdasarkan
kelompok jenis barang dan pembeli dipersilahkan untuk melayani diri
sendiri (self service), mulai dari memilih, mengumpulkan barang belanjaan
dan diakhiri dengan membayar kekasir. Pasar swalayan ini bias berlokasi
pasa pusat perbelanjaan dan bias berdiri sendiri. Dalam sehari-hari dikenal
juga toko serba ada (toserba), kios serba ada, warung serba ada, dan
minimarket yang kesemuanya merupakan bagian dari pasar swalayan
(supermarket).
Pengertian pusat perbelanjaan adalah suatu fasilitas perdagangan yang
disediakan untuk memenuhi kebutuhan akan barang (kegiatan membeli
masyarakat) dan juga untuk maksud – maksud lain yang bersifat rekreatif,
seperti kebutuhan akan perasaan aman, nyaman, dan stabil, kebutuhan yang
berorientasikan pada peningkatan prestasi, gengsi, status kepercayaan diri,
kebutuhan untuk mengetahui dan mengeksplorasi sesuatu kebutuhan akan
keindahan serta kebutuhan - kebutuhan yang berhubungan dengan
pengembangan diri (Mardanus, 1996 : 51). Kebutuhan akan barang ini
meliputi barang – barang untuk kebutuhan sehari - hari seperti bahan
pangan dan pakaian serta kebutuhan sekunder seperti peralatan rumah
tangga dan dapur.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pusat perbelanjaan
adalah suatu kompleks bangunan komersil yang dirancang dan
direncanakan beserta retail-retail dan fasilitas pendukungnya untuk
memberikan kenyamanan dalam aktifitas perdagangan yang diwadahinya.
Aktifitas perdagangan dalam pusat perbelanjaan modern ini tidak disertai
tawar menawar barang seperti halnya pasar tradisional. Pusat perbelanjaan
modern merupakan pusat perbelanjaan dengan sistem pelayanan mandiri
atau dilayani pramuniada, menjual berbagai jenis barang secara
eceran.Pusat perbelanjaan modern biasanya terdiri dari tenant-tenant yang
disewakan kepada pelaku usaha serta terdapat anchor tenant (Penyewa-
penyewa besar) yang berupa departement store atau supermarket.
2.1.2. Klasifikasi Pusat Perbelanjaan
Pusat perbelanjaan dapat dibedakan berdasarkan skala pelayanannya,
ambang batas penduduknya, barang dan jasa yang ditawarkan, serta fasilitas
dan luasan bangunan yang disediakan. Adapun klasifikasi pusat perbelanjaan
tersebut dijelaskan dalam beberapa sumber sebagai berikut:
1. Menurut Standar Perencanaan
Shopping Center atau Pusat Perbelanjaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut
:
a. Pusat Perbelanjaan Lingkungan
Jangkauan pelayanan meliputi 3000-30.000 penduduk. Pada umumnya
barang yang diperdagangkan adalah barang-barang primer (dipakai sehari-
hari). Radius pelayanan 15 menit berjalan kaki, lokasinya berada di
lingkungan pemukiman.
b. Pusat Perbelanjaan Wilayah
Jangkauan pelayanan meliputi 30.000-200.000 penduduk. Pada umumnya
barang yang diperdagangkan adalah barang sekunder (kebutuhan berkala).
Radius pelayanan wilayah/ tingkat kecamatan. Pencapaian 2500 m dengan
kendaraan cepat, 1500 m dengan kendaraan lambat, 500 m dengan berjalan
kaki. Lokasinya berada di pusat wilayah.
c. Pusat Perbelanjaan Kota
Jangkauan pelayanan meliputi 200.000-1.000.000 penduduk. Jenis barang
yang diperdagangkan lengkap dan tersedia fasilitas toko, bioskop, rekreasi,
bank, dan lain-lain. Pencapaian maksimal 25 menit dengan kendaraan.
Lokasinya strategis dan dapat digabungkan dengan lokasi perkantoran.
2. Perbelanjaan Menurut Hartshorn, (1992:378-382)
Adapun hirarki pusat perbelanjaan menurut (Hartshorn, 1992:378-382) adalah:
a. Neighbourhood Shooping Center; adalah tipe pusat perbelanjaan yang
didominasi oleh low order goods dan service yang hanya disediakan untuk
konsumen sejumlah 7.000 – 15.000 orang, dengan luas lahan sekitar 6.500
m2. Barang yang diperdagangkan meliputi kebutuhan sehari-hari dan obat-
obatan. Supermarket menjadi daya tarik utama. Pola lokasi umumnya
dipinggir jalan raya dan dekat lingkungan pemukiman atau perumahan.
b. Community Shooping Center; Tipe pusat perbelanjaan yang relatif lebih
besar dari tipe neighbourhood shooping center. Konsumen yang dilayani
sekitar 30.000 – 50.000, luas area sekitar 15.000 m2. Daya tarik utama
pusat belanja ini adalah department store, discount store, dan super store.
Pertimbangan pemilihan lokasi, umumnya adalah lokasi yang mudah
dijangkau dan ada tempat parkir khusus.
c. Regional Shooping Center: Tipe pusat perbelanjaan yang melayani
konsumen sekitar 50.000 – 200.000. luas area pusat perbelanjaan sekitar
46.000 m2. Kategori produk yang diperdagangkan adalah barang mewah
dalam skala besar. Daya tarik utama adalah enclosed mall.
d. Super Regional Shooping Center; Tipe pusat perbelanjaan ini hampir sama
dengan tipe regional shooping center, namun skala dan jumlah produk
yang diperdagangkan lebih besar. Dengan area luas lahan sebesar 95.000
m2 , sehingga tipe pusat perbelanjaan ini lebih dikenal sebagai mega mall.
3. Berdasarkan U.L.I. Standar (Shopping Centers, Planning,
Development & Administration, Edgar Lion P.Eng)
a. Berdasarkan Aspek Perkotaan
1) Regional Shopping Centers :
Luas areal antara atau lantai penjualan (Gross Leaseble Area / GLA)
antara 300.000 – 1.000.000 squarefeet (27.870 – 92.900 m2), terdiri
dari 2 atau lebih yang seukuran dengan department store dan berbagai
jenis toko. Skala pelayanan antara diatas 150.000 penduduk, Dengan
fasilitas-fasilitas meiputi pasar, toko, bioskop, dan ban yang terletak
pada lokasi yang strategis, tergabung dengan lokasi perkantoran,
rekreasi dan seni.
2) Community Shopping Centre :
Luas areal atau lantai penjualan (Gross Leaseble Area / GLA) antara
100.000 – 300.000 squarefeet (9.290 – 27.870 m2), terdiri atas junior
departmen store, supermarket dan toko-toko, melayani jenis barang
variety store, shop unit dengan jangkauan pelayanan antara 40.000-
150.000 penduduk, terletak pada lokasi mendekati pusat-pusat kota
(wilayah). Luas site yang diperlukan antara 10-30 Ha.
3) Neigbourhood Shopping Centre :
Luas areal antara atau lantai penjualan (Gross Leaseble Area / GLA)
antara 30.000 – 100.000 squarefeet (2.720 – 9.290 m2). Jangkauan
pelayanan antara 5.000-40.000 penduduk. Unit terbesar berbentuk
supermarket, toko-toko yang luas berada pada suatu lingkungan
tertentu dan luas site yang dibutuhkan antara 3-10 Ha.
Tabel 2.1
Klasifikasi Pusat Perbelanjaan
Penyewa Batas luas
Tipe (Area Populasi
Utama dalam GLA Pusat
Tipe Pusat yang pelayanan
(sebagai (Gross Perbelanjaan
Perbelanjaan disewakan minimum
dasar Leasable di Kota Padan
) (orang)
Klasifikasi) Area)
- Grand Citra
a. Neighbourh - Bigmart
Supermarket
ood 50.000 – 2.800 – 9.300 2.500 – Swalayan
atau
Shooping 4.650 m2 m2 10.000 - Minang Mart
Drugstore
Center - Budiman
- dll
- Ramayanan
b. Community Variety - Matahari
150.000 – 40.000 –
Shooping discount atau 29.300 m2 - Suzuya
14.000 m2 150.000
Center dugstore - SJS Plaza
- dll
Satu atau
lebih
departemen - Basko Grand
c. Regional
store 400.000 – 27.900 – 150.000 atau Mall
Shopping
besar/lengka 37.000 m2 83.700 m2 lebih - Trans Mart
Centers
p dengan - Plaza Andalas
GLA
100.000
Tiga atau
lebih
d. Super
departemen
Regional 800.000 – 46.500 – 300.000 atau
store
Shooping 74.400 m2 93.00 m2 lebih
besar/lengka
Center
p dengan
GLA 100.00
Sumber : Uli- The Urban Land Institude. Wasington: Shopping Center Development Handbook,1977
Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pusat perbelanjaan dalam
penelitian ini seperti Basko Grand Mall, TransMart dan Plaza Andalas termasuk
pada klasifikasi Regional Shopping Center.
b. Dilihat dari jenis barang yang dijual (Nadine Beddington, Design for
Shopping Centre, Butterworth Scientific, London, 1982)
1) Demand (permintaan), yaitu yang menjual kebutuhan sehari-hari
yang juga merupakan kebutuhan pokok.
2) Semi Demand (setengah permintaan), yaitu yang menjual barang-
barang untuk kebutuhan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
3) Impuls (barang yang menarik), yaitu yang menjual barang-barang
mewah yang menggerakkan hati konsumen pada waktu tertentu
untuk membelinya.
4) Drugery, yaitu yang menjual barang-barang higienis seperti sabun,
parfum dan lain-lain.
c. Berdasarkan Bauran Jenis Usaha
Berdasarkan bauran jenis usahanya, pusat perbelanjaan dibedakan
menjadi :
1) Pusat perbelanjaan berorientasi keluarga
Pusat perbelanjaan ini menyediakan semua hal dalam satu atap (all
under one roof family–oriented shopping centre), dengan luas bersih
area yang disewakan sekitar 400.000 – 500.000 kaki persegi. Dimana
didominasi oleh hypermarket, pusat hiburan, cinema, area bowling dan
biliar.
2) Pusat perbelanjaan spesialis (specialist shopping centre)
Jenis pusat perbelanjaan ini lebih kecil dari pada pusat perbelanjaan
berorientasi keluarga dan hanya menawarkan satu jenis perdagangan
utama, yang dilengkapi sejumlah toko lain yang mendukung bisnis
utama, seperti makanan, minuman dan pelayanan pendukung lainnya.
3) Pusat perbelanjaan gaya hidup (lifestyle shopping centre)
Pusat perbelanjaan ini melayani para professional muda yang bekerja di
wilayah kota. Dan menawarkan produk tematis yang terkait dengan
gaya hidup. Luas area ini sekitar 100.000 – 200.000 kaki persegi.
d. Berdasarkan Kepemilikan
Berdasarkan kepemilikannya, pusat perbelanjaan dibedakan menjadi :
1) Unit ruang usaha dengan hak milik bersusun (strata title lot)
Merujuk pada pusat perbelanjaan dengan unit-unit toko yang dimiliki
oleh banyak individu dan setiap pemilik unit individu bebas
memperlakukan unit property miliknya sesuai keinginan. Pemilik unit
dapat membuka toko ritel, kantor korporasi kecil, atau menyewakan
propertinya karena setiap pemilik unit membuat keputusan sendiri
berdasarkan kepentingan pribadi mereka.
2) Manajemen kepemilikan tunggal (single owner-ship manajemen)
Dimana suatu tim professional di suatu pusat perbelanjaan dilibatkan
untuk memaksimalkan hasil investasi dari satu property. Manajemen
pusat perbelanjaan bertugas merencanakan, menetapkan nama,
memasarkan, serta mengelola property tersebut.
e. Berdasarkan Cara Pelayanan :
1) Shopping Existing Personal Services
Pembeli dilayani langsung oleh para pelayan.Setelah transaksi, pelayan
langsung meminta pembayaran dan membungkus barang tersebut.
2) Self Selection
Pembeli dapat memilih dan membeli barang-barang, kemudian
mengumpulkan ke pelayan dan meminta bon pembayaran, lalu ke kasir
untuk membayar dan mengambil barang.
3) Self Services
Pembeli dapat memilih dan mengambil barang-barang yang dibutuhkan,
kemudian diletakkan pada keranjang / kereta dorong yang telah
disediakan, lalu langsung dibawa ke kasir untuk pembayaran dan
pembungkusan.
4. Menurut SNI 03-1733-1989
Tentang Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota, terdapat jenis
sarana perdagangan dan niaga menurut fungsi dan skala pelayannannya,
yaitu :
a. Toko/ warung (skala pelayanan unit RT ± 250 penduduk), pada
umumnya menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti
sabun, teh, gula, rempah-rempah dapur,rokok, dan lainnya. Lokasi
warung biasanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki, dan letaknya di
temgah kelompok tetangga.
b. Pertokoan, (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-
barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa
seperti wartel, fotocopy, alat alat kecantikan, bat-obatan sederhan, P&D,
minimarket dan sebagiannya.
c. pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit
kelurahan ≈ 30.000 penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari
termasuk sayur, daging, ikan, buah-buahan, beras, tepung, bahan-bahan
pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat-alat pendidikan, alat-
alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan
sebagainya;
d. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈
120.000 penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari,
pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa
perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan
polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti kantor-
kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.
Tabel 2.2
Standar fasilitas Perdagangan dan niaga menurut SNI 03-1733-1989
Kebutuhan persatuan
Jumlah Kriteria
sarana
penduduk Standard
No Jenis Sarana Luas
pendukug Luas Lantai (m2/jiwa) Radius Lokasi dan
Lantai
(jiwa) Min. (m2) pencapaian penyelesaian
Min. (m2)
Kebutuhan persatuan
Jumlah Kriteria
sarana
penduduk Standard
No Jenis Sarana Luas
pendukug Luas Lantai (m2/jiwa) Radius Lokasi dan
Lantai
(jiwa) Min. (m2) pencapaian penyelesaian
Min. (m2)
Di tengah
kelompok
100 (bila
Toko / 50 (termasuk tetangga. Dapat
1 250 berdiri 0,4 300 m’
Warung gudang) merupakan
sendiri)
bagian dari
sarana lain
Di pusat
kegiatan sub
lingkungan.
2 Pertokoan 6.000 1.200 3.000 0,5 2.000 m’
KDB 40%
Dapat
berbentuk P&D
Dapat
dijangkau
dengan
kendaraan
Pusat umum.
Pertokoan+ Jenis barang
3 30.000 13.500 10.000 0,33 3.000 m
Pasar yang dijual
lingkungan kebutuhan
primer dan
sekunder
dengan harga
murah
Terletak di
Pusat
jalan utama.
Perbelanjaan
Termasuk
dan Niaga
4 120.000 36.000 0,3 sarana parkir
(toko + pasar
sesuai
+ bank +
ketentuan
kantor)
setempat
Sumber : SNI 03-1733-1989 Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota

2.2. Perilaku Konsumen


2.2.1. Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen sangat komplek dan sulit diprediksi. Pendekatan-
pendekatan yang selama ini banyak digunakan untuk menyingkap sikap, minat,
dan perilaku konsumen mengansumsikan bahwa konsumen bersikap rasional
dalam setiap keputusan pembelian. Perilaku konsumen menurut Basu Swastha
D. H. dan T. Hani Handoko (2000:10): ”Perilaku konsumen adalah kegiatan-
kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses
pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan tersebut”.
Menurut Hawkins, Best & Coney, 2001 dalam Fandy Tjiptono (2005:40):
“Perilaku konsumen merupakan studi mengenai individu, kelompok, atau
organisasi dan proses-proses yang dilakukan dalam memilih, menentukan,
mendapatkan, menggunakan, dan menghentikan pemakaian produk, jasa,
pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan, serta dampak prosesproses
tersebut terhadap konsumen dan masyarakat”. Definisi tersebut menjelaskan
bahwa perilaku konsumen adalah tindakantindakan yang dilakukan konsumen
baik individu maupun organisasi dalam mendapatkan produk atau jasa untuk
dikonsumsi, yang mana tindakan tersebut terdapat proses pengambilan
keputusan yang mendahului tindakan mengkonsumsi. Perilaku konsumen
ditinjau dari tingkat keterlibatan seseorang pada situasi pembelian. Pada
keterlibatan yang berbeda akan menimbulkan perilaku berbeda pula.
Menurut Huddleston dan Minahan (2011) ia mendefinisikan aktifitas
berbelanja sebagai aktifitas yang melibatkan pertimbangan pembelian suatu
produk maupun jasa, mencari toko yang menyediakan produk ataupun jasa
yang terbaik, pencarian produk ataupun jasa yang diinginkan di dalam toko
tersebut, serta menentukan keputusan untuk membeli.
Perilaku konsumen (consumer behavior) merupakan interaksi dinamis
antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita dimana manusia
melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Dengan kata lain, perilaku
konsumen melibatkan pikiran dan pengalaman perasaan orang dan tindakan
yang mereka lakukan dalam proses konsumsi. Dari definisi tersebut terdapat 3
(tiga) ide penting perilaku konsumen, yaitu :
1. Perilaku konsumen bersifat di namis. Itu berarti bahwa perilaku seorang
konsumen,grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan
bergerak sepanjang waktu.
2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara afeksi (perasaan) dan kognisi
(pemikiran), perilaku dan kejadian di sekitar.
3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran pemasaran
adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi
dan penerapan strategi pemasaran (AMA dalam Peter & Olson, 2012:5-10).
Sedangkan menurut Kotler & Keller (2012:173) bahwa, “perilaku konsumen
adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih,
membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, gagasan, atau
pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka”.
Menurut Tjiptono (2013) perilaku konsumen merupakan semuan individu
atau pun rumah tangga yang memiliki sejumlah keinginan atau kebutuhan yang
mendorong mereka untuk melakukan pembelian terhadap sejumlah produk atau
jasa yang mereka butuhkan. Semakin tinggi dan mendesak kebutuhan yang di
inginkan akan semakin mendorong meningkatnya hasrat yang dimiliki
konsumen untuk melakukan pembelian sejumlah produk atau jasa yang
dibutuhkan.
Menurut Sopiah dan Syarifuin (2008:13), dimana perilaku konsumen
bukanlan sekedar mengenai pembelian barang. Lebih dari itu Perilaku
konsumen adalah suatu dinamis, yang mencakup suatu hubungan yang
interaktif antara efektif dan kognitif, perilaku, lingkungan. Perilaku konsumen
juga melibatkan pertukaran antara dua pihak atau lebih, dimana masing-masing
pihak memberi dan menerima sesuatu yang berharga.

Berdasarkan uraian ringkas tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku


konsumen adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok
orang atau pun rumah tangga untuk melakukan tindakan pembelian terhadap
sebuah produk atau jasa yang dibutuhkan, adanya kebutuhan akan mendorong
setiap orang mencari informasi tentang cara mendapatkan produk atau jasa
yang mereka butuhkan, informasi akan menciptakan alternatif pilihan, ketika
konsumen telah memilih merek produk atau jasa yang di inginkan maka
tindakan pembelian akan terjadi. Setelah produk atau jasa dibeli maka
konsumen akan mengkonsumsi atau mengunakan produk atau jasa yang mereka
butuhkan, perasaan yang muncul setelah terjadinya proses konsumsi akan
menentukan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan konsumen pada sebuah
produk atau jasa yang telah dibeli. Perilaku konsumen juga merupakan suatu
cara mengubah pandangan jarak dari rumah dan kebutuhan ke toko dan pusat
perbelanjaan dari kombinasi perjalanan, informasi, prefernsi dan keputusan
belanja.
Untuk mengetahui perilaku konsumen yaitu dengan cara mengetahui
perilaku yang diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa,
oleh siapa dan bagaimana barang sudah dibeli dan dikonsumsi.
2.2.2. Sifat Motivasi Pembelian
Setiap konsumen mempunyai dua sifat motivasi pembelian yang saling
tumpang tindih dalam dirinya, emosional dan rasional (Hendri Ma’ruf,
2006:51). 1. Emosional Motivasi yang dipengaruhi emosi berkaitan dengan
perasaan, baik itu keindahan, gengsi, atau perasaan lainya termasuk rasa iba dan
marah. Faktor indah atau bagus dan faktor gengsi akan lebih banyak
pengaruhnya di bandingkan rasa iba atau marah saat berbelanja, umumnya para
konsumen bukan dalam keadaan iba atau marah. 2. Rasional Sikap belanja
rasional di pengaruhi oleh alasan rasional dalam fikiran konsumen. Cara
berfikir seorang konsumen bisa begitu kuat sehingga membuat perasaan seperti
gengsi menjadi amat kecil bahkan hilang. Pada proses membeli suatu barang,
suatu sifat dapat mendominasi sementara sifat lainnya sedikit berperan. Pada
kejadian yang berbeda mungkin saja dominasi terjadi sebaliknya. Sementara
dikejadian lain dapat saja kedua sifat tersebut berimbang. Tetapi kita akan sulit
melihat dengan jelas apakah kedua sifat itu sedang berimbang pada seseorang.
Sebagian orang melihat kedua sifat itu sebagai value (nilai). Maksudnya adalah
bahwa aktivitas pembelian oleh konsumen didorong oleh kombinasi nilai
emosional dan nilai rasional atau oleh dominasi salah satu nilai.
2.2.3. Perilaku di Tempat Belanja
Menurut David Cook dan David Walters dalam buku Hendri Ma’ruf (2006:53)
menggambarkan perbedaan kedua jenis perilaku orang pergi berbelanja seperti
dalam diagram berikut:

Gambar 2.2
Perilaku Berbelanja
Prabelanja Prabelanja
(mencari dan memilih gerai) (mencari dan memilih gerai)
Lokasi mudah dicapai Bergengsi
Cukup parkir Ada toko utama seperti hero, matahari
Dekat dengan gerai lain Pilihan barang banyak
Pilihan marchandise pelengkap atau Merchandise eksklusif
pengganti
Selama belanja
Selama belanja Daya tarik ambience (suasana
Barang yang tersedia internal)
Harga menarik Visual merchandising
Cepat proses pembayaranya (antrean di Fasilitas dalam gerai
kasir tidak terlalu panjang ) Pusat barang dan jasa
Fasilitas kredit
Paska belanja (antaran barang, Paska belanja (antaran barang,
pemasangan, evaluasi, kunjungan pemasangan, evaluasi, kunjungan
ulang) ulang)
Display barang Display tema
Area informasi dan petunjuk bagi Area informasi dan petunjuk bagi
konsumen konsumen

Sumber: Diadaptasi dari David Cook dan David Walters, Retail Marketing, New York et. al: Prentice-Hall,
1991, hlm.210, dalam Hendri Ma’ruf (2006:53)

Menurut David Cook dan David Walters dalam buku Hendri Ma’ruf
(2006:53) menggambarkan perbedaan kedua jenis perilaku orang pergi
berbelanja seperti dalam diagram Gambar 2. Perilaku Berbelanja Sumber:
Diadaptasi dari David Cook dan David Walters, Retail Marketing, New York
et. al: Prentice-Hall, 1991, hlm.210, dalam Hendri Ma’ruf (2006:53) Perbedaan
itu mempengaruhi perilaku sebelum belanja dalam proses belanja dan setelah
belanja. Kebanyakan konsumen di Indonesia yang berbelanja di gerai-gerai
modern cenderung berorientasi “rekreasi”.
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Perilaku Belanja

Menurut Lovelock (2009) pada dasarnya setiap konsumen akan


memiliki perilaku belanja yang berbeda beda antara satu dengan yang lain,
kebutuhan dan jumlah anggaran yang berbeda . Oleh sebab itu bentuk perilaku
belanja yang dimiliki konsumen dapat dikelompokan sebagai berikut:
a) Planed Buying
Merupakan perilaku belanja yang normal terjadi pada setiap orang, perilaku
belanja tersebut didasari pada sebuah rencana yang dimiliki individu. Produk
yang dibeli telah diketahui sebelum tindakan berbelanja muncul.
b) Impulse Buying
Merupakan perilaku belanja yang muncul secara tiba tiba atau bersifat spontan,
tanpa perencanaan sebelumnya. Perilaku belanja tersebut terbentuk karena
adanya sejumlah anggaran yang siap dibelanjakan. Perilaku impulsive hanya
terjadi pada produk produk tertentu yang berukuran kecil dan berharga relatif
terjangkau.
c) Repurchase Intention
Merupakan perilaku belanja yang terjadi berulang ulang, repurchase intention
tentu tidak terjadi pada semua jenis produk atau jasa melainkan hanya terjadi
pada sejumlah produk yang sifatnya pokok, atau produk yang berharga relatif
terjangkau.

Menurut Lovelock (2009) perilaku belanja merupakan tindakan yang


muncul secara alami, perilaku tersebut muncul sebagai refleksi kebutuhan atau pun
kondisi ekonomi yang dimiliki oleh orang yang akan berbelanja. Ketika kebutuhan
muncul maka konsumen akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut, akan tetapi
tindakan tersebut akan terealisasi ketika konsumen memiliki anggaran dan bersedia
untuk membelanjakan anggaran tersebut,
Pada dasarnya konsumen dalam melakukan kegiatan berbelanja, dipengaruhi
oleh 2 jenis kondisi (Erniwati, 1989:10 dalam aulia 2006) yaitu:
1. Kondisi Luar ( Eksternal)
Kondisi ekternal merupakan ransangan pengaruh yang ditimbulkan oleh
keadaan potensi dari tempat-tempat pembelanjaan syakni mencakup dalam hal
yakninya (jarak tempuh ke lokasi berbelanja, daya tarik lokasi, kelengkapan
fasilitas dan sebagiannya, jenis barang/produk yang dipilih.).
2. Kondisi dalam/ pribadi (Internal)
Kondisi internal adalah kondisi rangsangan pengaruh yang timbul dai keadaan
individu melalui struktur mental dan sistem nilainya (biasanya didekati dengan
pengaruh dari faktor sosial ekonomi dengan karakteristik demografi berupa
tingkat kepadatan, modal yang digunakan, usia, pekerjaan, dan motivasi
berbelanja).
Menurut Kotler (2008), faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku orang
berbelanja di pengaruhi faktor eksternal dan faktor internal faktor eksternal utama yang
mempengaruhinya adalah faktor kebudayaan, faktor sosial, sedangkan untuk faktor
internal adalanya sendiri adalah faktor personal/pribadi, dan faktor psikologi. Pada
faktor-faktor tersebut memilki karakteristik yang menjadi elemen pembentuknya
diantaranya yaitu berbagai uraiannya:
1. Faktor Kebudayaaan
Faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku
konsumen. Kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang
diciptakan oeh manusia, ditirukan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan
pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada. Faktor kebudayaan
terdiri dari budaya, sub budaya dan kelas sosial.
2. Faktor sosial.
Faktor yang di pengaruhi oleh dalam lingkungan, dalam hal ini berupa perilaku
kelompok acuan, keluarga, teman serta peran dan status sosial konsumen, yang
menentukan pilihan dalam benak konsumen ketika mengambil keputusan dalam
berbelanja.
3. Faktor pribadi
Yaitu faktor yang mencerminkan atau yang mempengaruhi pribadi ini meliputi
dari situasi sosial ekonomi, gaya hidup, usia, pekerjaan, kepribadian dan konsep
diri.
4. Faktor psikologi.
Yang mempengaruhi dari faktor psikologi ini yaitu motivasi, prespsi, yang
dimaksud dari presepsi ini adalah proses dimana seseorang memilih,
mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membuat sebuah
gambaran yang berarti dari dunia. Dan pada faktor ini dapat mempengaruhi
perilaku berbelanja konsumen dalam mengambil keputusan dalam memilih
lokas belanja. (Kotler, Bowen, Makens, 2003).
Selain dari prespsi ada terdapat juga dengan pembelajaran dan keyakinan sikap.
Selain dari hal tersebut ada juga faktor lain yang mempengaruhi orang
berbelanja yaitu dilihat dari :
a. Faktor spasial/ruang, yaitu memberikan pemahaman mengenai cara sesorang
menggunakan ruang. Ruang tertentu akan mempengaruhi atau membentuk
perilaku tertentu.
b. Faktor waktu yaitu ‘bilamana’ dan ‘berapa lama’ suatu kegiatan yang
dilakukan jika waktu berbeda , maka prilaku pun berbeda.
Kebiasaan membeli para konsumen adalah merupakan dasar pokok bagi
kualitas benda-benda konsumen seperti :
1. Barang kebutuhan Sehari-hari
Merupakan ciri-ciri tertentu pada pembeli, biasanya pembeli memsbeli
secara langsung ke mereka tidak perlu bersusah panyah dan dapat diperoleh
dengan cepat, serta mudah dalam pencapaian. Contoh: Barang P&D,
makanan, minuman, sabun, rokok pasta gigi dan laini-lainnya.
2. Barang -barang Mewah
Secara teliti dibandingkan dengan pembelian convience goods biasanya
orang baru mengambil keputusan untuk membeli, setelah membandingkan
dengan produk lain. Contoh : perhiasan mahal, motor dan lainnya.
3. Barang-barang Tertentu (barang khusus) pada toko
Pada dasarnya tempat ini menjual barang-barang tertentu dimana
pembeli tidak perlu melihat ke tempat lain. Biasanya barang-barang tersebut
mempunyai merek tersendiri, sehingga pembeli dapat mengenalinya. Contoh
: Pakaian , sepatu, jam tangan dll.
2.2.5. Keputusan Membeli
Dalam membeli suatu barang atau jasa, seorang konsumen akan melalui suatu
proses keputusan pembelian. Terdapat tiga proses keputusan pembelian:
1. Proses keputusan panjang untuk barang yang durable menurut Berman dan
Evans dalam buku Hendri Ma’ruf (2006:61).
Gambar 2.3 Proses Keputusan Pembelian

Stimulus kebutuhan mencari info


evaluasi

Transaksi

perilaku pasca pembelian


Sumber: Berman dan Evans dalam Hendri Ma’ruf (2006:61)

Pengertian stimulus adalah situasi yang menyebabkan munculnya


kebutuhan dalam diri konsumen, yang selanjutnya konsumen mencari
informasi tentang kebutuhanya, info yang didapat kemudian dievaluasi
sebelum akhirnya melakukan transaksi pembelian dan pada akhirnya ada
perilaku pasca beli.
2. Proses kebutuhan terbatas sama dengan proses diatas tetapi terjadi secara
lebih cepat dan kadang meloncati tahapan
3. Proses pembelian rutin keputusan pembelian yang terjadi secara kebiasaan
sehingga proses pembelian sangat singkat saja begitu ada kebutuhan
langsung dibeli saja tanpa adanya pertimbangan.
2.2.6. Pola Pergerakan Konsumen
Pola pergerakan konsumen dipertimbangkan dalam penentuan lokasi
pusat perbelanjaan. Pola pergerakan konsumen menggambarkan pola
perjalanan belanja. Pola pergerakan konsumen diklasifikasikan sebagai berikut:
(Hartshorn, 1980:350) :
a. Singgle purpose trip; perjalanan belanja yang diawali di satu titik dan
kembali pada titik yang sama. Rumah dijadikan titik awal dan pusat belanja
dijadikan titik yang dituju. Ini merupakan pola yang sering dilakukan.
Pertimbangan utama dalam pola ini adalah jarak, artinya pusat belanja
dengan jarak terdekatlah yang menjadi titik tujuan.
b. Multi purpose trip; perjalanan belanja dengan titik awal rumah, tetapi titik
yang dituju lebih dari satu (pusat belanja) dan keanekaragaman barang yang
dibeli lebih banyak dibandingkan dengan dengan pola singgle purpose trip,
demikian halnya dengan variabel jarak yang ditempuh relatif lebih jauh.
c. Combined purpose trip; perjalanan belanja sekaligus melakukan kegiatan
bepergian lain seperti perjalanan kerja, baik sebelum/sesudah kerja.
2.3. Teori Lokasi

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegitan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang
langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai
macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Dalam mempelajari
lokasi berbagai kegiatan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu
membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua
arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan
‘gangguan’ ketika manusia berhubungan atau berpegian dari satu tempat ke tempat
lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh
jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya (Tarigan,
2006).
Aksesibilitas adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu
lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas merupakan
tingkat kemudahan di dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari
lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas
dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai
sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan
untuk melalui jalur tersebut.
Adapun hasil kajian dan materi yang ada di teori ada beberapa variabel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini membahas tentang perilaku
orang belanja dalam pemilihan lokasi belanja terhadap jenis barang Jadi adapun
faktor yang digunakan yaitu “
 Faktor Jarak
Berdasarkan dari teori para ahli jarak merupakan faktor yang mempengaruhi
pemilihan lokasi Belanja
 Faktor internal dari pribadi benduduk dengan karakteristik demografi penduduk
dengan status pekerjaan, pendapatan (biaya)
 Lalu untuk perilaku yang dibahas dalam penelitian ini yaitu faktor dalam
pemilihan lokasi beanja dan dilihat cara belanja nya Gaya hidup.
Faktor lokasi ini yang mana konsumen lebih suka berbelanja di tempat yang
lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka. Selain menghemat biaya
transportasi. Kecuali untuk barang-barang yang memang diperjualbelikan terbatas
seperti elektronik, peralatan rumah tangga, pakaian dan lainnya.
2.3.1. Faktor-Faktor Perkembangan Lokasi
Diana (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor penentu berkembangnya
lokasi perdagangan meliputi:
1) Jumlah penduduk pendukung
Setiap jenis fasilitas perdagangan eceran mempunyai jumlah ambang batas
penduduk atau pasar yang menjadi persyaratan dapat berkembangnya
kegiatan. Jumlah penduduk pendukung dapat diketahui dari luas daerah
pelayanan tetapi luas daerah layanan tidak dapat ditentukan sendiri karena
faktor ini bergantung pada faktor fisik yang mempengaruhi daya tarik suatu
fasilitas perdagangan.
2) Aksesibilitas
Aksesibilitas berkaitan dengan kemudahan pencapaian suatu lokasi melalui
kendaraan umum dan pribadi serta pedestrian. Untuk fasilitas perdagangan
kemudahan pencapaian lokasi, kelancaran lalu lintas dan kelengkapan fasilitas
parkir merupakan syarat penentuan lokasi dan kesuksesan kegaiatan
perdagangan.
3) Keterkaitan spasial
Pada kegiatan perdagangan yang bersifat generativ, analisa ambang batas
penduduk dan pasar menjadi hal yang penting sedangkan pada lokasi
perdagangan yang bersifat suscipient, analisa kaitan spasial dari kegiatan
merupakan hal yang penting.
4) Jarak
Kecenderungan pembeli untuk berbelanja pada pusat yang dominan, namun
menyukai tempat yang dekat maka faktor jarak merupakan pertimbangan
penting untuk melihat kemungkinan perkembangan suatu lokasi terutama
pusat perdagangan sekunder yang menunjukkan trade off antara besarnya daya
tarik pusat dan jarak antara pusat.
5) Kelengkapan fasilitas perdagangan
Kelengkapan fasilitas perdagangan menjadi faktor penentu pemilihan lokasi
berbelanja konsumen. Konsumen berbelanja barang-barang tahan lama yang
tidak dibeli secara tidak teratur seperti pakaian, alat-alat elektronik pada
tempat perdagangan yang memiliki banyak pilihan barang yang dapat
diperbandingkan. Oleh karena itu pembeli cenderung untuk berbelanja barang-
barang tahan lama pada pusat perdagangan yang lebih lengkap, tetapi untuk
kebutuhan standar sehari-hari seperti bahan makanan, para konsumen
cenderung masih mempertimbangkan jarak yang dekat kalau terdapat fasilitas
yang memadai.
2.4. Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 3 variabel yaitu:
a. Barang (Produk), sesuatu yang mempunyai nilai, dapat berupa fisik nyata,
yang dapat dilihat dan diraba maupun tidak nyata berupa jasa. Indikator :
- Produk memiliki Merk
- Harga terjangkau
- Bervariasi barang
b. Fasilitas, faktor pendukung yang dibutuhkan oleh konsumen, seperti ATM,
Musholla, penerangan, toilet yang bersih, AC, dan lift/escalator.
- Fasilitas pendukung yang tersedia
- Banyaknya jumlah tempat makan
c. Aksesibilitas, berkaitan dengan kemudahan pencapaian suatu lokasi
melalui kendaraan umum dan pribadi serta pedestrian. Indikator :
- Kemudahan untuk parkir

Variabel
Indikator Parameter Referensi
Pembentuk
A. Daya Tarik Pusat Perbelanjaan
- Harga - Menawarkan harga terendah
- Produk memiliki - Kualitas barang yang ditawarkan
Barang Erniwati,1989
merk bermerk
- Pilihan Barang - Banyak pilihan barang/ produk
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Kelengkapan sebagai daya tarik (Bioskop, tempat
Diana, 2003
Fasilitas fasilitas makan, tempat bermain anak , ATM,
Utami, 2006
pendukung Musholla, Toilet, AC, dan penerangan)
- Jumlah tempat makan
Aksesibilitas - Parkir - Kemudahan untuk parkir Diana, 2003

Anda mungkin juga menyukai