Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Era globalisai dan perkembangan dunia telah menyebabkan semakin
ketatnya persaingan bagi dunia usaha dalam upaya untuk menembus pasar yang
semakin luas. Persaingan yang ketat dalam perdagangan tidak saja menerpa pada
satu jenis perusahaan saja, namun juga berlaku pada hampir semua jenis
perusahaan salah satunya persaingan bisnis ritel.
Untuk meraih posisi yang lebih baik maka setiap perusahaan harus
memperhatikan kepuasan konsumen dengan cara memberikan pelayanan yang
terbaik. Hal ini dapat memberikan keuntungan dalam waktu yang panjang bagi
perusahaan. Keuntungan tersebut didapat dari adanya pembelian produk.
Kemampuan meningkatkan pembelian produk secara terus menerus merupakan
syarat mutlak bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Pada saat ini perkembangan dunia bisnis di Indonesia semakin pesat, tidak
hanya bisnis ritel tradisional tetapi mulai berkembang juga bisnis ritel modern.
Hal ini dapat dilihat dari para pemilik toko dituntut untuk mempunyai strategi
pemasaran agar dapat bertahan ditengah persaingan usaha ritel yang ketat
sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai yaitu peningkatan keuntungan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Euis tahun 2008 mengenai analisis
industri ritel di indonesia, menyimpulkan bahwa prospek bisnis ritel di indonesia
cukup menarik bagi pendatang baru dimana pasar yang ada saat ini cukup
potensial melihat perekonomian Indonesia. Menurut Avinia dkk. (2013:1)
peningkatan yang terjadi pada bisnis ritel juga disebabkan oleh semakin
banyaknya konsumen yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Salah
satu pusat perbelanjaan yang mudah dan nyaman serta ramai dikunjungi oleh
masyarakat kelas menengah ke atas adalah mall.
2

Menurut Kotler (2012:9):Pemasaran adalah proses sosial yang di


dalamnya individu dan kelompokmendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan,menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai denganpihak lain.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa konsep paling
penting mendasari pemasaran adalah menyangkut keinginan manusia dan
merupakankebutuhan manusia yang dibentuk oleh kultur serta kepribadian
manusia.
Pemasaran juga merupakan salah satu aktivitas penting yang dilaksanakan
olehperusahaan dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan yang bersifat
ekonomisyaitu mengembangkan usahanya agar memperoleh laba dan menjaga
kelangsunganhidup perusahaan. Di era globalisasi sekarang ini, kegiatan bisnis
khususnya pemasaran dari waktu ke waktu semakin meningkat.
Mal merupakan sebuah tempat yang luas dengan berbagai fasilitas dalam
satubangunan yang terdiri dari berbagai macam toko, seperti toko buku,
tokopakaian,supermarket, timezone, caffe, toko elektronik
(handphone,televisi,camera,dansebagainya). Beragam fasilitas tersebut
menjadikan mal sebagai salah satu tempatfavorit sebagai penyedia kebutuhan
yang diinginkan.
Berdirinya mal sebagai pusat perbelanjaan dan tempat hiburan bertaraf
modern di berbagai kota telah berkembang menjadi sangat pesat, sehingga
konsumen lebih banyak memilih untuk berkunjung ke sebuah mal yang memiliki
fasilitas yang minim. Melalui fasilitas serta sarana dan prasarana yang mendukung
tentunya akan membuat konsumen merasa tertarik untuk berkunjung dan melihat-
lihat keseluruhan fasilitas yang ada dalam sebuah mal. Sebagai kota terbesar
nomor 3 setelah Kota Surabaya, Kota malang menjadi pusat perkembangan
ekonomi yang pesat, terbukti dengan adanya beberapa mal yang ramai dikunjungi
masyarakat. Dibawah ini data Mall yang ada di Kota Malang.
3

Tabel 1Daftar Mall di Malang 2019


No Nama Mall di Kota Malang Alamat
1 Malang Town Square (Matos) Jl. Veteran Malang
2 Mall Olympic Garden (MOG) Jl. Kawi No. 24 Malang
3 Malang Plaza Jl. KH. Agus Salim No. 28 Malang,
324674
4 Gajahmada Plaza Jl. KH. Agus Salim No. 18 Malang,
366589
5 Dieng Plaza (Cyber Mall) Jl. Raya Langsep No. 2 Malang,
568030
6 Mall Dinoyo City Jl. MT. Haryono Dinoyo, Malang
Sumber: data diolah, 2019
Salah satu mall terkemuka di Malang adalah Malang Town Square
(Matos). Letak matos yang sangat strategis karena berada dikawasan universitas,
sekolah, dan kantor membuat Matos memiliki daya tarik tersendiri bagi orang di
sekelilingnya. Tercatat dalam data statistik pada saat akhir pekan atau libur
panjang Matos dikunjungi oleh rata-rata 40 ribu orang (2017, radarmalang.id,
diakses pada 22 Januari 2019)
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa sangat ketat sekali persaingan Mall di
Malang dari Mall yang berada di pinggiran Kota hingga di Pusat Kota. Dengan
adanya persaingan yang ketat tersebut maka Matos harus memiliki strategi
pemasaran yang tepat salah satunya dapat memberikan promosi yang menarik dan
store atmosphere yang terbaik untuk membuat konsumen melakukan pembelian
tidak terencana.
Agar tujuan perusahaan untuk meningkatkan hasil penjualan tercapai maka
perusahaan harus mempunyai cara-cara atau metode-metode yang digunakan
sebagai pedoman terutama dalam bidang pemasaran. Strategi pemasaran adalah
cara paling tepat dalam upaya meningkatkan penjualan, caranya ialah dengan
menetapkan harga, promosi serta saluran distribusi, terhadap barang yang bisa
memberikan kepuasan konsumen.
Dari beberapa strategi pemasaran diatas, promosi adalah cara yang tepat
salah ssatunya pemberian potongan harga merupakan bagian yang penting serta
berpengaruh terhadap pengingkatan hasil penjualan. Menurut Kotler dan
4

Amstrong (2008:10) Potongan harga promosi adalah pembayaran atau


pengurangan harga untuk memberi penyalur penghargaan atas partisipasinya
dalam program iklan dan dukungan penjualan.
Tidak hanya memberikan potongan harga saja yang harus dilakukan oleh
perusahaan, ada juga faktor lain yang juga dapat meningkatkan penjualan dan
membuat konsumen nyaman berbelanja di toko. Salah satunya atmosphere toko
juga harus diperhatikan oleh peritel, mulai dari tampak luar toko hingga penataan
barang yang ada di toko.
Menurut Utami (2017:322) Suasana toko (store atmosphere) merupakan
kombinasi dari karakteristik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan,
pemajangan, warna, temperatur, musik aroma yang secara menyeluruh akan
menciptakan citra dalam benak konsumen. Kegiatan ini mendorong dan
mengarahkan konsumen untuk membeli secara tidak terencana.
Kegiatan ini mendorong dan mengarahakan konsumen untuk mebeli,
sehingga penjualan akan meningkat sesuai tujuan yang diharapkan perusahaan.
Menurut Utami (2017:81) pembelian tidak terencana lebih banyak terdapat pada
pada barang yang diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari barang itu tidak
diperlukan konsumen.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi perilaku impulse buying,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Kacen dan Lee (2002) dalam
Herukalpiko (2013) yang menjadi faktor internal dari perilaku impulse buying
adalah isyarat internal konsumen dan karakteristik kepribadian konsumen,
misalnya suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja, termasuk gaya hidup
konsumen yang cenderung hedonis dalam berbelanja.
Sedangkan yang menjadi faktor eksternalnya menurut Yourn dan Faber
(2000) dalam Herukalpiko (2013) adalah berbagai macam stimuli yang
ditempatkan dan diatur oleh pemasar untuk membujuk konsumen melakukan
impulse buying, antara lain lingkungan dan suasana dalam toko, serta promosi
yang ditawarkan saat berbelanja. Impulse buying dapat dipengaruhi oleh potongan
harga dan store atmosphere.
5

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis


melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Potongan Harga dan Store
Atmosphere Terhadap Impulse Buying Pada Matos Malang”
6

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah variabel Potongan Harga berpengaruh secara parsial terhadap
Impulse Buying di Matos Malang ?
2. Apakah variabel Store Atmosphere berpengaruh secara parsial terhadap
Impulse Buying di Matos Malang ?
3. Apakah variabel Potongan Harga dan Store Atmosphere secara simultan
terhadap Impulse Buying di Matos Malang ?
1.3 Batasan Masalah
Agar masalah yang diteliti tidak meluas maka perlu diadakan pembatasan
masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh potongan harga
dan store atmosphere terhadap impulse buying di Matos Malang. Subyek
penelitian adalah konsumen yang berkunjung di Matos Malang.

1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
a. Untuk menganalisis pengaruh variabel potongan harga terhadap
impulse buying konsumen di Matos Malang.
b. Untuk menganalisis pengaruh variabel store atmosphere terhadap
impulse buying konsumen di Matos Malang.
c. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara variabel
potongan harga dan store atmosphere terhadap impulse buying di
Matos Malang.
1.4.2 Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Agar mampu menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama berada
dibangku perkuliahan untuk menghadapi masalah konkrit yang ada
didunia kerja nantinya.
b. Untuk menguji kemampuan dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pemasaran, khususnya mengenai impulse buying.
7

2. Bagi Jurusan Administrasi Niaga


a. Dapat memperluas dan memperkaya bahan refrensi peneletian serta
sumber bacaan bagi yang menginginkannya, khususnya jurusan
Administrasi Niaga.
b. Sebagai salah satu sumber masukan guna menyempurnakan kurikulum
pendidikan yang telah ada untuk disesuaikan dengan keadaan dunia kerja.
3. Bagi Perusahaan
a. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi perusahaan untuk mengambil
keputusan yang berkaitan dengan promosi penjualan agar perusahaan
mampu meningkatkan penjualan.
b. Sebagai bahan pertimbangan dan perkembangan bagi perusahaan dalam
mengatasi masalah yang berkaitan dengan penelitian yang sudah
dilakukan.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Kegiatan pemenuhan kebutuhan pelanggan demi mendapatkan suatu
keuntungan dapat dikatakan sebagai pemasaran. Tujuan utama dari pemasaran
adalah menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai superior serta
mempertahankan pelanggan saat ini dengan memberikan kepuasan. Selain itu,
dalam bisnis kita sudah sangat mengenal istilah pemasaran atau marketing.
Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinikan pemasaran sebagai berikut
pemasaranadalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk
menciptakan,mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelolahubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan
parapemilik sahamnya (Kotler, 2012:6), pemasaran adalah“Suatu proses sosial
dan manajerial yang didalamnya individu dankelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan denganmenciptakan, menawarkan dan
mempertukarkan produk yang bernilaidengan pihak lain.”
Definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti berikut : kebutuhan
(needs),keinginan (wants), dan permintaan (demands) ; produk (barang, jasa
dangagasan); nilai, biaya dan kepuasan ; pertukaran dan transaksi ; hubungan
danjaringan ; pasar ; serta pemasar dan prospek.
Sedangkan menurut J Stanton (2009:7), pemasaran adalah”suatu sistem
total dari kegiatan bisnis yang dirancang untukmerencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikanbarang-barang yang dapat memuaskan
keinginan dan jasa kepadakonsumen-konsumen saat ini maupun konsumen
potensial.”
Menurut Stanton (2005) dalam Priansa (2017:3) menyatakan bahwa
pemasaran adalah suatu sistem total dan kegiatan bisnis yang dirancang untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-
barang yang memuaskaan keinginan dan jasa baik kepada konsumen saat ini
maupun konsumen potensial.
9

Menurut Hasan (2008:1) menyatakan Pemasaran (marketing) merupakan


sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai
kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, pemegang
saham).
Menurut Shimp (2010) dalam Priansa (2017:3) menyatakan bahwa
pemasaran merupakan sekumpulan aktivitas di mana bisnis dan organisasi lainnya
menciptakan pertukaran nilai di antara bisnis dan perusahaan itu sendiri dari para
konsumennya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pemasaran adalah salah satu
kegiatan pokok yang perlu dilakukan perusahaan baik perusahaan barang atau jasa
dalam upaya untuk memperoleh keuntungan dan mempertahankan kelangsungan
hidup usahanya. Hal tersebut disebabkan karena pemasaran merupakan salah satu
kegiatan perusahaan, di mana secara langsung berhubungan dengan konsumen.

2.1.2 Bauran Pemasaran


Dalam pemasaran terdapat strategi pemasaran yang disesbut bauran
pemasaran (marketing mix) yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi
konsumen agar membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaaan. Pada dasarnya perusahaan ingin mencapai suatu tujuan yang di
rencanakan sejak awal berdiri, bahwa perusahaan harusa dapat tumbuh dan
berkembang.
Untuk mencapai pasar yang menjadi sasaran atau segmen
berartimengkombinasikan dan memadukan sumber-sumber yang dapat dikuasai
dandikendalikan oleh manajemen suatu organisasi pemasaran (intern)
dengansumber-sumber yang ada diluar organisasi pemasaran tetapi masih
merupakanbagian dari sistem organisasi pemasaran itu sendiri (ekstern)
kemudianmenyesuaikan kedua sumber tadi dengan unsur lingkungan untuk
merumuskansuatu kegiatan pemasaran. Kegiatan-kegiatan tersebut berwujud
variabel-variabelyang dikendalikan, dapat dipilih dan kemudian dipadukan untuk
meliputi suatupasar yang menjadi sasaran. Perpaduan variabel-variabel yang dapat
10

dikendalikanoleh suatu organisasi pemasaran untuk memenuhi konsumen disebut


BauranPemasaran.
Menurut Kotler ( 2012:204 ) :Bauran pemasaran adalah sarana yang digunakan
perusahaan dalam upayauntuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan
konsumenlangsung atau tidak langsung tentang produk dan merek yang mereka
jual.
Variabel-variabel yang dimaksud dalam definisi tersebut termasuk keputusan-
keputusandalam empat variabel yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi.
Manajemen pemasaran mengenal empat strategi pemasaran yang lazim
disebut bauran pemasaran barang 4P, yaitu produk (product), distribusi (place),
promosi (promotion), dan harga (price).
Kotler dan Amstrong (2012) dalam Priansa (2017:10) menjelaskan empat
komponen dalam bauran pemasaran barang sebagai berikut :
1. Produk (Product)
Mengelola unsur produk termasuk perencanaan dan pengembangan
produk atau jasa yang tepat bagi produk atau jasa yang tepat untuk
dipasarkan dengan mengubah produk atau jasa yang ada dengan
menambah dan mengambil tindakan yang lain yang mempengaruhi
bermacam-macam produk atau jasa.
2. Harga (Price)
Sistem manajemen perusahaan yang akan menentukan harga dasar yang
tepat bagi produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/pemasar dan
harus menentukan strategi yang menyangkut dengan berbagai potongan
harga, pembayaran biaya pengangkutan (transportasi) serta berbagai
variabel biaya lain yang terkait.
3. Distribusi (Place)
Sebagian besar produsen menggunakan perantara pemasaran untuk
memasarkan produk, khususnya barang dengan cara membangun suatu
saluran distribusi yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung
dalam keterlibatan mereka dalam proses yang memungkinkan suatu
11

produk tersedia bagi penggunaan atau konsumsi oleh konsumen atau


pengguna industrial.
4. Promosi (Promotion)
Untuk mengkomunikasikan produk perlu disusun suatu strategi yang
sering disebut dengan strategi bauran promosi (promotion mix) yang
terdiri dari empat komponen utama yaitu priklanan (advertising), promosi
penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relations) dan
penjualan perseorangan (personal selling).

2.1.3 Ritel
2.1.3.1 Pengertian Ritel
Usaha retail banyak bermunculan sebagai akibat tuntutan gaya hidup
(perilaku) masyarakat yang mulai berubah. Perubahan yang dimaksud adalah
semula para konsumen kurang memperhatikan kemudahan atau efisiensi dalam
berbelanja. Dan sekarang para konsumen menginginkan berbelanja secara praktis
tidak banyak membutuhkan banyak waktu misalnya kemudahan memperolah
berbagai macam produk dalam satu tempat, tempat berbelanja yang nyaman, dan
lokasi yang mudah dicapai.
Menurut Utami (2008:2) ritel adalah sekelompok kegiatan yang menjual
atau menambahkan nilai barang dan jasa pada konsumen akhir untuk digunakan
secara pribadi, keluarga, atau rumah tangga.
Menurut Tjiptono (2017:52) retailing merupakan semua kegiatan
penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk
pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis.
Menurut Foster (2008:34) Penualan eceran merupakan salah satu rantai
saluran distribusi yang memegang peranan penting dalam penyampaian barang
atau jasa kepada konsumen akhir.
Dari beberapa definisi retailing tersebut, dapat disimpulkan bahwa
retailing adalah segala sesuatu yang mencakup kegiatan penjualan barang atau
jasa kepada konsumen akhir untuk penggunaan yang sifatnya pribadi, keluarga,
atau rumah tangga bukan bisnis, tanpa ada perjanjian sebelumnya. Dalam
12

salurannya kepada konsumen, bisnis ritel (eceran) merupakan usaha terpenting


yang menghubungkan manufaktur dengan end user. Retailing merupakan tahap
akhir dari proses distribusi yang bukan hanya sekedar berupa proses penjualan
saja melainkan juga proses mengoptimalkan kepuasan dengan memperoleh value
dari pertukaran.
2.1.3.2 Karakteristik Ritel
Menurut Lewinson (1994:5) dalam Foster (2008:35) mengemukakan
bahwa terdapat beberapa ciri/kakteristik dari perdagangan eceran, yaitu :
a. The Retailer as marketing institution (pedagang eceran sebagai
institusi pemasaran).
b. The retailer as a product/cunsumer link (pedagang eceran sebagai
penghubung antar produsen dan konsumen).
c. The retailer as a channel member (pedagang eceran sebagai
perantara).
d. The Retailer as an image creator (pedagang eceran sebagai pencipta
citra).

Menurut Utami (2010:6) Karakteristik dasar ritel dapat digunkan sebagai


dasar dalam mengelompokkan jenis ritel. Terdapat tiga kakteristik dasar yaitu:
1. Pengelompokan Berdasarkan Unsur-unsur yang Digunakan Ritel
untuk Memuaskan Kebutuhan Konsumen
Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk
memuaskan kebutuhan konsumen adalah campuran unsur-unsur yang
digunakan oleh peritel untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan
konsumen. Terdapat empat unsur yang dapat digunakan ritel untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan yang berguna untuk menggolongkan
ritel unsur tersebut adalah sebagai berikut.
a. Jenis barang-barang dagangan yang dijual
b. Perbedaan dan banyaknya barang-barang yang dijual
c. Tingkatan layanan konsumen
d. Harga Barang dagangan
13

2. Pengelompokan Berdasarkan Penggunaan Sarana atau Media


yang Digunakan oleh Ritel
Pada bisnis ritel, terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana
atau media. Dua bentuk utama bisnis ritel tersebut adalah ritel dengan
sistem toko dan ritel dengan sistem non toko.
3. Pengelompokan Berdasarkan Kepemilikan
Ritel dapat diklasifikasikan pula secara luat menurut bentuk
kepemilikan. Berikut adalah klasifikasi utama dari kepemilikan ritel,
yaitu:
a. Pendirian Toko Tunggal atau Mandiri
b. Rangkaian Perusahaan
c. Waralaba

2.1.3.3 Bauran Ritel


Menurut Utami (2010:16) Unsur-unsur bauran ritel meliputi produk,
harga, promosi, layanan, dan fasilitas fisik.
a. Produk
Produk adalah keseluruhan dari penawaran yang dilakukan secara
normal oleh perusahaan kepada konsumen dalam memberikan
pelayanan, letak toko, dan nama barang dagangannya.
b. Harga
Harga sangat berhubungan dengan nilai dasar dari persepsi konsumen
berdasarkan data keseluruhan unsur bauran ritel dalam menciptakan
suatu gambaran dan pengalaman bertransaksi.
c. Promosi
Promosi merupakan kegiatan yang memengaruhi persepsi sikap dan
perilaku konsumen terhadap suatu toko ritel dengan segala
penawarannya.
d. Pelayanan
14

Pelayanan meruapakan suatu kegiatan konsumen untuk dilayani, dan


pelayanan tersebut tentunya berhubungan dengan penjualan produk
yang akan dibeli konsumen.
e. Fasilitas Fisik
Fasilitas fisik merupakan faktor penentu dalam mendominasi pangsa
pasar yang diinginkan oleh perusahaan karena penguasaan pasar dapat
dicapai apabila perusahaan mendapat kedudukan yang baik sehingga
dapat menciptakan citra perusahaan bagi para konsumen.

2.1.4 Potongan Harga


2.1.4.1 Pengertian Potongan Harga
Potonngan harga merupakan salah satu strategi bisnis yang diterapkan oleh
parapelaku bisnis. Strategi potonngan harga diberlakukan dengan tujuan
utama16perputaran uang perusahaan tetap terjaga. Perputaran uang yang
dinamis,perusahaan dapat membiayai biaya operasional dan biaya tenaga
kerja.Transaksi perdagangan selalu melibatkan dua pihak yaitu pihak pembeli
sebagaipihak penerima barang dan penjual sebagai pihak yang
menyerahkanbarang. Sebelum transaksi terjadi kedua belah pihak harus mencapai
kesepakatanmengenai harga dari barang-barang yang diperjualbelikan beserta
syaratsyaratlainnya, termasuk di dalamnya mengenai Diskon. Diskon merupakan
salahsatu cara yang digunakan perusahaan untuk menarik minat pembeli
untukmelakukan transaksi pembelian.
Simamora (2010:154) mengemukakan bahwa “ potonngan harga adalah
potongantunai yang ditawarkan kepada para pelanggan yang membeli barang-
barangdagangan secara kredit.” Menurut Ismaya (2005:252): “ potonngan harga
adalahpotongan terhadap harga penjualan yang telah disetujui apabila
pembayarandilakukan dalam jangka waktu yang lebih cepat dari jangka waktu
kredit,potonngan harga adalah potongan tunai dipandang dari sudut penjual.”
Penjualan yang tercantum dalam laba rugi pada dasarnya adalah penjualan
kotorsebelum dikurangi potongan penjualan. Setelah dikurangi dengan retur
15

penjualanserta potongan penjualan maka didapatkan nilai penjualan yang


sebenarnya ataudalam hal ini adalah penjualan bersih. Penjualan bersih inilah
yang akandiakui sebagai pendapatan yang akan mempengaruhi besar kecilnya
penghasilanperusahaan.
Transaksi perdagan selalu melibatkan dua pihak yaitu pihak pembeli
sebagai pihak penerima barang dan penjual sebagai pihak yang menyerahkan
barang. Sebelum transaksi terjadi kedua belah pihak harus mencapai kesepakatan
mengenai harga dari barang-barang yang diperjualbelikan beserta syarat-syarat
lainnya, termasuk di dalamnya mengenai Diskon. Diskon merupakan salah satu
cara yang digunakan perusahaan untuk menarik minat pembeli untuk melakukan
transaksi pembelian.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:10) Potongan harga promosi adalah
pembayaran atau pengurangan harga untuk memberi penyalur penghargaan atas
partisipasinya dalam program iklan dan dukungan penjualan.
Menurut Tjiptono (2008:236) Diskon merupakan potongan harga yang
diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan atas aktivitas-
aktivitas tertentu yang dilakukan pembeli.

2.1.4.2 Jenis-jenis Potongan Harga


Dalam praktek dunia usaha saat ini, terdapat berbagai macam diskon atau
potongan harga yang digunakan oleh perusahaan untuk menarik minat
pelanggan dan merangsang adanya pembelian dan pembayaran dengan
segera.
Menurut Kotler (2008:5) ada 5 macam diskon atau potongan harga, antara
lain:
1. Potongan harga tunai (cash discount)
Pengurangan harga bagi pembeli yang membayar tagihan mereka
dengan segera.
2. Potongan kuantitas (quantity discount)
Pengurangan harga bagi pembeli yang membeli dalam volume
besar.
16

3. Potongan Harga Funsional (functional/trade discount)


Disebut juga sebagai potongan harga perdagangan, ditawarkan oleh
produsen kepada para anggota saluran perdaganan jika mereka
melakukan fungsi-fungsi tertentu.
4. Potongan Harga Musiman (seasonal discount)
Pengurangan harga untuk pembeli yang membeli barang di luar
musim.
5. Potongan Harga
Penguran harga dari harga resmi

2.1.5 Promosi
Pengertian Promosi Menurut Kotler ( 2012 : 93) :Promosi merupakan
keaktifan yang mengonsumsi kegunaan produk danmenyakinkan konsumen untuk
membelinya.Berdasarkan pengertian di atas menerangkan bahwa konsumen baru
akanmembeli produk yang ditawarkan memiliki keunggulan maupun kegunaan
yangtidak dimiliki oleh produk pesaing. Kegiatan promosi dapat dilakukan
dengancara langsung atau melalui media komunikasi massa. Kegiatan ini dapat
dilakukandengan berdasarkan pada tujuan promosi sehingga dapat membantu
perusahaandalam mencapai tujuan yang dikehendakinya. Secara garis besar tujuan
yangdikehendaki dapat dibagi 2, yaitu:
1. Tujuan jangka pendek.
Misalnya : berusaha untuk meningkatkan volume penjualan
sertamemperkenalkan produk kepada masyarakat.
2. Tujuan jangka panjang.
Misalnya : diharapkan dapat menciptakan nama baik perusahaan
sertamemberikan pelayanan kepada konsumen dan menciptakan reputasi
tinggidisuatu perusahaan.
Menurut Swastha dan Irawan ( 2010:321), tujuan promosi adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi Tingkah Laku
Orang yang melakukan komunikasi mempunyai beberapa alasan antaralain
mencari kesenangan, mencari bantuan, memberikan informasi,
17

danmengemukakan pendapat. Sedangkan promosi dilihat dari segi lain


yaituberusaha merubah tingkah laku serta memperkuat tingkah laku yang
ada.
2. Memberitahukan
Kegiatan promosi dapat ditujukan untuk memberitahu pasar yang
ditujukan perusahaan. Biasanya pada tahap awal siklus kehidupan produk
karenaorang tidak akan memiliki barang atau jasa sebelum mereka
mengetahuiproduk tersebut dan apa kegunaanya.
3. Membujuk
Promosi yang bersifat membujuk diarahkan untuk mendorong
pembelian.Promosi ini akan menjadi jaminan bila produk yang
bersangkutan mulaimemasuki tahap pertumbuhan dalam siklus kehidupan
produk.
4. Mengingatkan
Tujuan ini mempertahankan merek produk dimasyarakat yang
berartiperusahaan berusaha paling tidak mempertahankan pembeli yang
ada.Promosi yang bertujuan mengingatkan perlu dilakukan selama
tahapkedewasaan siklus produk.

2.1.5.1 Bauran Promosi


Menurut Kotler (2012: 129) Bauran promosi adalah ramuan khusus
dari iklanpribadi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat yang
dipergunakanperusahaan untuk mencapai tujuan iklan dan
pemasarannya.Menurut Swastha dan Irawan (2010: 220), bauran promosi
adalah "KombinasiStrategi yang paling baik dari variabel-variabel
Periklanan, PersonalSelling dan alat Promosi lainnya, yang kesemuanya
direncanakan untuk mencapaitujuan program penjualan". Bauran Promosi
terdiri dari:
1. Pengiklanan.
18

Pengiklanan adalah semua bentuk presentasi non personal dan


promosi ide,barang atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dcngan
mendapat bayaran.
2. Promosi Penjualan.
Promosi penjualan merupakan insentif jangka pendek untuk
mendorong keinginanmencoba atau pembelian produk atau jasa.
Menurut Swastha dan Irawan (2010:253) menyebutkan bahwa tujuan
promosiantara lain:
1. Modifikasi tingkah laku
Orang-orang yang melakukan komunikasi itu mempunyai beberapa
alasan, antaralain: mencari kesenangan, mencari bantuan, memberi
pertolongan atau instruksiatau memberikan informasi, mengemukakan
ide dan pendapat. Sedangkanpromosi dari segi lain berusaha
mengubah tingkah laku dan pendapat danmemperkuat tingkah laku
yang ada. Penjual (sebagai sumber) selalu berusahamenciptakan kesan
baik tentang dirinya (promosi kelembagaan) atau
mendorongpembelian barang dan jasa perusahaan.
2. Memberitahu
Kegiatan promosi itu dapat ditujukan untuk meberitahu pasar. Promosi
yangbersifat informasi umumnya lebih sesuai dilakukan pada tahap-
tahap awal didalam siklus kehidupan produk karena sebagian orang
tidak akan membeli barangatau jasa sebelum mereka mengetahui
produk tersebut dan apa faedahnya.Promosi yang bersifat informatif
ini penting bagi konsumen karena dapatmembantu dalam pengambilan
keputusan untuk membeli.
3. Membujuk
Promosi yang bersifat membujuk (persuasi) umumnya kurang
disenangi sebagianmasyarakat. Akan lebih baik manakal perusahaan
lebih mengutamakan untukmenciptakan kesan positif daripada
membujuk. Dengan harapan dapat meberikanpengaruh dalam waktu
yang lama terhadap perilaku pembeli.
19

4. Mengingatkan
Promosi yang bersifat mengingatkan dilakukan untuk mempertahankan
merek
produk di hati masyarakat dan perlu dilakukan selama tahap kedewasaan di salam
siklus kehidupan produk. Ini berarti pula perusahaan berusaha untuk paling tidak
mempertahankan pembeli yang ada.

2.1.6 Store Atmosphere


2.1.6.1 Pengertian Store Atmosphere
Penataan interior amat mempengaruhi konsumen secara visual, sensual
dan mental sekaligus. Semakin bagus dan menarik penataan interior sesuatu gerai
semakin tinggi daya tarik pada panca indra pelanggan: pengelihatan, pendengaran
aroma, rasa, sentuhan, konsep: ide citra dan semakin senang pelanggan berada di
toko itu. Apa yang disebut dengan store atmosphere atau suasana toko merupakan
faktor penting yang mempengaruhi minat beli pada konsumen.
Menurut Utami (2017:322) Suasana toko (store atmosphere) merupakan
kombinasi dari karakteristik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan,
pemajangan, warna, temperatur, musik aroma yang secara menyeluruh akan
menciptakan citra dalam benak konsumen.
Menurut Levy (2001) dalam Sangadji & Sopiah (2016:326) atmosfer toko
adalah suatu rancangan dan suatu desain lingkungan melalui komunikasi visual,
pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang persepsi dan emosi
dari pelanggan, dan akhirnya untuk mempengaruhi perilaku pembelanjaan
pelanggan.
Dari kedua pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
store atmosphere adalah suatu karakteristik fisik sangat penting dimiliki oleh
suatu bisnis ritel untuk dapat mempertahankan konsumen sehingga dapat dengan
tenang memilih produk yang dibutuhkan dan juga dapat merangsang keinginan
membeli yang tidak direncanakan (secara spontan).
20

2.1.6.2 Elemen Store Atmosphere


Menurut Berman (2001) dalam Sangadji & Sopiah (2016:327) Atmosfer
toko terdiri dari empat elemen sebagai berikut:
1. Eksterior (Bagian Luar)
Karakteristik eksterior memiliki pengaruh yang kuat pada citra toko
tersebut sehingga harus direncanakan sebaik mungkin.Eksterior
sebagai media perantara yang menampilkan image perussahaan dan
masyarakat. Tampilan luar toko sering mengacu ke arsitektur dan
mengandung aspek-aspek seperti bahan bangunan, gaya dan rincian
arsitektur, warna dan tekstur. Elemen eksterior ini terdiri dari
subelemen-elemen sebagai berikut:
a. Tampak muka (storefrond)
Bagian depan toko meliputi kombinasi dan marquee pintu masuk,
jendela pencahayaan dan kontruksi gedung. Storefront harus
mencerminkan keunikan, kematangan, kekokohan, atau hal-hal
yang bisa mencerminkan citra toko.
b. Marquee
Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang
nama atau logo suatu toko.
c. Pintu masuk (entrances)
Pintu masuk harus dirancang sebaik mungkin sehingga dapat
mengundang konsumen untuk masuk dan melihat ke dalam toko.
d. Jendela pajang/etalase (window display)
Mempunyai dua tujuan, yaitu pertama adalah untuk
mengidentifikasikan suatu toko dengan memajang barang-barang
yang ditawarkan.Tujuan yang kedua adalah menarik konsumen
untuk masuk.
e. Area parkir (parking)
Tempat parkir merupakan hal yang sangat penting bagi
konsumen. Tempat parkir yang aman, luas, gratis, dan jarak yang
dekat dengan toko akan menciptakan atmosfer yang positif.
21

2. Interior Umum (General Interior)


General interiordari suatu toko harus dirancang untuk
memaksimalkan visual merchandising toko. Display merupakan hal
paling utama yang dapat menarik pembeli setelah berada di toko.
Berikut ini elemen-elemen dari general interior.
a. Tata letak lantai (flooring)
Penentuan jenis lantai (kayu, keramik, karpet), ukiran, desain, dan
warna lantai karena konsumen dapat mengembangkan persepsi
berdasarkan apa yang dilihat.
b. Pewarnaan dan pencahayaan (colors and lighting)
Setiap toko harus mempunyai pencahayaan yang cukup dan
mengarahkan atau menarik perhatian konsumen ke daerah
tertetntu yang memiliki pencahayaan cukup terang.
c. Aroma dan suara (scent dan sound)
Tidak semua toko memberikan layanan ini, tetapi jika layanan ini
dilakukan akan memberikan suasaana yang nyaman pada
konsumen.
d. Tekstur dinding (wall testure)
Tekstur dinding dapat menimbulkan kesan tertentu pada
konsumen dan dapat membuat dinding terlihat menarik.
e. Suhu udara (temperature)
Pengelola toko harus mengatur suhu udara di dalam ruangan,
tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.
f. Kamar ganti (dressing facilities)
Fasilitas kamar ganti dengan warna, desain, serta tata cahaya
dengan privasi yang baik perlu diperhatikan demi kenyamanan
dan keamanan para konsumen.
g. Transportasi vertikal (vertical transportation)
Suatu toko yang terdiri dari beberapa lantai atau tingkat, harus
memerhatikan sarana transportasi seperti escalator dan lift.
h. Area mati (dead areas)
22

Dead areas merupakan ruangan di dalam toko tempat display


yang normal tidak dapat diterapkan karena akan terasa janggal.
i. Teknologi (technology)
Pengelola toko harus dapat melayani konsumen dengan
kecanggihan
j. Kebersihan (cleanliness)
Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama para pelanggan
untuk berbelanja di dalam toko.
3. Store Layout
Tata letak yang merupakan rencana untuk menentukan lokasi dan
pengaturan barang dagangan, peralatan, gang, dan fasilitas lainnya.
4. Interior Display
Adapaun yang memajangkan barang-barang, gambar-gambar, kartu-
kartu harga, poster-poster di dalam toko, misalnya di lantai, di meja,
dan di rak-rak.

2.1.7 Perilaku Konsumen


2.1.7.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Swastha dan Hani (2010: 10) :Perilaku konsumen adalah
kegiatan-kegiatan individu yang secaralangsung terlibat dalam mendapatkan
barang-barang dan jasa-jasa,termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan
pada persiapan danpenentuan kegiatan kegiatan tersebut.Berdasarkan pengertian
diatas, terdapat dua elemen pokok, yaitu:
a. Proses pengambilan Keputusan Pembelian Produk atau jasa
b. Kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan
mempergunakan barang atau jasa.Perilaku konsumen mempelajari dimana, dalam
kondisi macam apa, danbagaimana kebiasaan seseorang membeli produk atau jasa
tertentu. Semua itusangat membantu manajer pemasaran dalam menyusun
kebijakan pemasaranperusahaan. Proses pengambilan keputusan pembelian suatu
barang atau jasa akanmelibatkan berbagai pihak, sesuai dengan peran masing-
masing.
23

Dalam memulai usaha, seorang pelaku bisnis terlebih dahulu memahami


dan menganalisis tentang perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku
konsumen seorang pelaku bisnis dapat mengetahui keinginan dan harapan
konsumen tentang produk yang sedang dibutuhkanya. Selain itu seorang pelaku
bisnis tentunya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan konsumenya.
Menurut Hasan (2008:129) Perilaku Konsumen merupakan respon
psikologis yang kompleks, yang muncul dalam bentuk perilaku – perilaku yang
khas secara perseorangan yang langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan
menggunakan produk, serta menentukan proses pengambilan keputusan dalam
melakukan pembelian produk, termasuk dalam melakukan pembelian ulang.
Menurut Abdurrahman (2015:35) Perilaku konsumen adalah perilaku yang
diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi
dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhanya.
Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2007) dalam Priansa (2017:61)
Perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen
dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk
dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhanya.
Jadi bisa diartikan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan
keputusan dan aktivitas dalam mengavaluasi, memperoleh barang dan jas serta
segala kegiatan, tindakan, proses psikologis. Memahami perilaku konsumen dan
pelanggan tidak sederhana, pelanggan mungkin saja menyatakan kebutuhan dan
keinginan mereka. Tetapi mereka malah bertindak yang lebih dalam dan biasa saja
mereka menanggapi pengaruh yang mengubah pola pikir mereka pada menit-
menit akhir.

2.1.7.2 Keputusan Pembelian Konsumen


Keinginan untuk membeli memiliki hubungan secara positif dengan
persepsi nilai. Pada saat konsumen menilai bahwa pengorbanan yang dilakukan
pada saat membeli produk sesuai dengan manfaat, nilai maupun kepuasan yang
24

akan diterima maka konsumen akan cenderung untuk membeli produk tersebut.
Chapman dan Wahlers (1999) dalam Sutanto (2010:5) mengemukakan bahwa
minat membeli didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk membeli suatu
produk.Konsumen akan memutuskan produk yang akan dibeli berdasarkan
persepsinya terhadap produk tersebut berkaitan dengan kemampuan produk
tersebut dalam memenuhi kebutuhannya. Keputusan pembelian dipengaruhi oleh
nilai tambah suatu produk, dimana biaya yang dikeluarkan seimbang dengan
keuntungan yang akan diperoleh (Grewal, et al, 1998, dalam Sutanto, 2010:5)
Perilaku adalah tindakan spesifik yang secara langsung dapat dilihat dan diamati.
Perilaku Pembelian adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan
seseorang dalam pembelian dan penggunaan produk. Sutanto (2010:5)
menjelaskan bahwa perilaku pembelian adalah kegiatan-kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang
dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan
dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.Pengambilan keputusan oleh konsumen
akan berbeda menurut jenis keputusan pembelian. Cara membedakan empat tipe
perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan
tingkat perbedaan di antara merek, yaitu:
1. Buying Behavior (Perilaku Membeli yang Rumit).
Perilaku membeli yang rumit membutuhkan keterlibatan tinggi dalam
pembelian. Perilaku ini menyingkapkan adanya perbedaan-perbedaan yang
jelas di antara setiap konsumen. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu
membeli produk-produk yang harganya mahal, tidak sering dibeli, berisiko
dan dapat mencerminkan diri pembelinya. Biasanya konsumen tidak tahu
terlalu banyak tentang kategori produk dan harus belajar untuk
mengetahuinya.
2. Dissonance Reducing Buying Behavior (Perilaku Membeli untuk
Mengurangi Ketidakcocokan).
Perilaku membeli mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen
menyadari hanya sedikit perbedaan antara berbagai merek. Perilaku
membeli ini terjadi untuk pembelian produk mahal, tidak sering dilakukan,
25

berisiko, dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan merek tidak
terlihat.Pembeli biasanya mempunyai respons terhadap harga atau yang
memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperhatikan informasi yang
mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
3. Habitual Buying Behavior (Perilaku Membeli Berdasarkan Kebiasaan).
Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan,
bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek.Konsumen memilih produk
secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena sudah mengenal
produk tersebut.Setelah membeli, konsumen tidak mengevaluasi kembali
mengapa mereka membeli produk tersebut karena mereka tidak terlibat
dengan produk.
4. Variety Seeking Buying Behavior (Perilaku Pembeli yang Mencari
Keragaman).
Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat
perbedaan merek yang jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan
mencari keragaman dan bukan kepuasan. Perilaku demikian biasannya
terjadi pada produk-produk yang sering dibeli, harga murah dan konsumen
sering mencoba merek-merek baru.
Sebelum sampai pada keputusan pembelian, konsumen umumnya
melakukan beberapa tahapan yang harus dilalui, lazimnya disebut dengan istilah
tahapan proses minat beli konsumen. Menurut Kottler dan Amstrong (2010:32),
konsumen melalui lima tahap proses keputusan pembelian, yaitu:
1. Pengenalan kebutuhan (Recognitionof the need)
Pada tahap Pengenalan kebutuhan (Recognitionof the need) pengenalan
kebutuhan, konsumen merasakan adanya perbedaan antara keadaan yang
nyata dengan keadaan yang diinginkan untuk dapat dipenuhi, sehingga
melahirkan kebutuhan. Kebutuhan seseorang dapat berasal dari stimuli
intern atau dorongan dari dirinya sendiri juga dapat berasal dari stimuli
ekstern.
Pada kondisi ini konsumen merasakan adanya kebutuhan yang ingin dapat
dipenuhi, sehingga memotivasi konsumen untuk mencari informasi.
26

2. Mencari informasi (Information Search)


Pada tahap information search (pencarian informasi), konsumen yang
tergerak oleh stimuli akan berusaha mencari banyak informasi, baik
informasi dari dalam ingatannya sendiri (internal) maupun informasi dari
lingkungan luar (eksternal) Sumber-sumber informasi konsumen dapat
berasal dari (1) Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan. (2)
Sumber komersial: iklan, tenaga penjual, pedagang, perantara,
pengemasan. (3) Sumber umum: media massa, organisasi penilaian
konsumen.
Banyak informasi yang diperoleh merupakan pembendaharaan di dalam
diri konsumen untuk dievaluasi. Banyaknya pengaruh yang berasal dari
sumber-sumber informasi bervariasi menurut kategori produk dan
karakteristik pembeli.Sebaliknya, kekurangan informasi baik informasi
produk, merek, maupun harga dapat menyebabkan disonansi kognitif
dalam diri konsumen.
3. Evaluasi alternatif (Evaluation of Alternitive)
Pada tahap evaluasi alternative (evaluation of Alternitive) konsumen
mengevaluasi banyak informasi atau alternatif yang masuk dan
menyempitkannya menjadi beberapa alternatif, dan selanjutnya dievaluasi
kembali hingga menemukan satu alternatif yang benar-benar mampu
memberikan manfaat seperti yang diharapkan untuk memuaskan
kebutuhannya. Evaluasi alternatif ini penting, karena dapat atau
menghindari konsumen dari risiko yang akan diterimanya jika melakukan
transaksi. Itulah sebabnya, konsumen hendaknya mengenali tingkat risiko
dari masing-masing alternative merek produk yang akan dipilih dan
berusaha meminimalisir agar tidak terjadi kekecewaan. Disonansi kognitif
atau pertentangan antara dua kognisi yang berbeda di pikiran dapat juga
diketahui dari kekecewaan konsumen.
4. Keputusan pembelian (Purchase Decision)
Pada tahap (Keputusan pembelian) konsumen membentuk preferensi di
antara merek-merek dalam kelompok pilihan. Konsumen juga pada
27

akhirnya membentuk suatu maksud pembelian untuk membeli merek


yang paling disuka dari antara pilihan lainnya.
5. Perilaku setelah pembelian (Postpurchase Behavior)
Pada tahap perilaku setelah pembelian (Post purchase Behavior) konsumen
mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan
harapan sesudah digunakan. Dalam tahap ini konsumen merasakan tingkat
kepuasan atau ketidakpuasan tertentu yang akan mempengaruhi perilaku
berikutnya. Jika konsumen merasa puas akan memperlihatkan peluang
yang besar untuk melakukan pembelian ulang di masa yang akan datang,
sebaliknya jika konsumen merasa tidak puas akan bereaksi dengan
tindakan yang berbeda. Konsumen mungkin tidak melakukan tindakan
apapun, tetapi ada pula konsumen yang akan menyampaikan keluhannya.
Ketidak puasan konsumen setelah melakukan pembelian adalah salah satu
bentuk disonansi kognitif atau ketidaknyamanan perasaan konsumen.
Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca
pembelian, dan pemakaian atau pembuangan pasca pembelian. Perilaku
pembelian yang ditunjukkan kepada produk private label dapat dilihat
berdasarkan tiga hal, yaitu minat untuk membeli produk private label, niat
untuk melakukan pembelian kembali produk private label di masa
mendatang, dan merekomendasikan private label tersebut kepada orang
lain.
Harapan konsumen, ditinjau dari segi harga, secara umum konsumen
memiliki preferensi untuk memperoleh actual price yang lebih rendah dari
reference price. Actual price adalah harga yang dibayar konsumen untuk
medapatkan sebuah produk. Reference price adalah harga standar yang dipakai
konsumen untuk menilai harga suatu produk. Apabila actual price lebih rendah
dari reference price maka konsumen memperoleh harga yang murah dan apabila
konsumen memperoleh actual price yang lebih tinggi daripada reference price
maka konsumen memperoleh harga yang mahal. Reference price merupakan
konsep yang subjektif, artinya bisa berbeda sebagai referensi untuk setiap
konsumen dan tidak harus sama dengan harga sebenarnya di pasar Menurut Kotler
28

dan Armstrong (2010:32) keputusan pembelian konsumen, tidak terlepas dari


bagaimana konsumen melalui beberapa tahap yaitu mengetahui masalah yang
dihadapi sampai dengan terjadinya transaksi pembelian konsumen. Jadi keputusan
pembelian konsumen berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan, proses
pengintegrasian dan pengkombinasian pengetahuan untuk menyeleksi terhadap
dua atau lebih pilihan, untuk mendapatkan solusi dari masalah yang dihadapinya.

2.1.8 Impulse Buying


2.1.8.1 Pengertian Impulse Buying
Pembelian merupakan fungsi dari niat, pengaruh lingkungan dan
perbedaan individu. Umumnya pembelian direncanakan sepenuhnya dalam artian
ada niat untuk membeli produk ataupun merek tertentu. Tetapi pada kenyataannya
konsumen sering tidak menggunakan pikiran rasionalnya dalam menentukan
barang yang benar-benar dibutuhkan sehingga pembelian terjadi tanpa
direncanakan secara khusus.
Menurut Foster (2008:37) Impulse Purchase (pembelian impulsif),
kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan.
Menurut Verplanken & Herabadi (2003) dalam Septila & Aprilia (2017)
menyatakan bahwa impulse buying adalah pembelian tidak rasional dan
diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh
adanya konflik fikiran dan dorongan emosional.
Pembelian tidak terencana, berarti kegiatan untuk menghabiskan uang
yang tidak terkontrol, kebanyakan barang-barang yang dibeli secra tidak terencana
(produk impulsif) lebih banyak pada barang yang diinginkan untuk dibeli, dan
kebanyakan dari barang itu tidak diperlukan oleh konsumen. Kecenderungan
konsumen untuk membeli secara spontan, segera dan cepat yang mendorong
konsumen untuk melakukan keputusan pembelian tanpa terencana dan tiba-tiba
tanpa memikirkan resiko dan keputusan yang diambil.
29

2.1.8.2 Tipe Pembelian Impulsif


Menurut Stern dalam Loudon dan Bitta (1998:81) dalam Utami (2017:81)
menyatakan bahwa ada empat tipe pembelian impulsif, yaitu:
1. Impulse murni (pure impulse)
Pengertian ini mengacu pada tindakan pembelian sesuatu karena
alasan menarik, biasanya ketika suatu pembelian terjadi karena
loyalitas terhadap merk atau perilaku pembelian yang telah biasa
dilakukan.
2. Impuls Pengingat (reminder impulse)
Ketika konsumen membeli berdasrkan jenis impuls ini, hal ini
dikarenakan unit tersebut biasanya memang dibeli juga, tetapi tidak
terjadi untuk diantisipasi atau tercatat dalam daftar belanja.
3. Impuls saran (suggestion impulse)
Suatu produk yang ditemui konsumen untuk pertama kali akan
menstimulasi keinginan untuk mencobanya.
4. Impuls terencana (palanned impulse)
Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan repons konsumen
terhadap beberapa insentif spesial untuk membeli unit yang tidak
diantisipasi.

2.1.8.3 Pengaruh Potongan Harga terhadap Impulse Buying


Potongan harga biasanya dilakukan setelah melihat nilai penjualan bulan
sebelumnya dan jumlah stock barang, dari data tersebut maka perusahaan dapat
melihat dimana kurang maksimalnya penjualan yang telah dilakukan. Konsumen
akan melakukan pembelian tidak terencana terhadap barang yang sudah di
diskon.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wati (2017) mengenai Pengaruh
Potongan Harga (discount) terhadap Pembelian Tidak Terencana (impulse buying)
pada Butik Hoshy di Samarinda menyatakan variabel potongan harga yang diteliti
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pembelian tidak terencana
(impulse buying). Dengan menyediakan beragam produk fashion sesuai dengan
30

minat beli konsumen, kualitas produk yang baik dimana saja dan memberikan
kualitas baik menawarkan harga yang terjangkau disemua kalangan yang saat ini
sangat dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen.
2.1.8.4 Pengaruh Store Atmosphere terhadap Impulse Buying
Atmosfer toko adalah suasana yang terncana yang sesuai dengan pasar
sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli. Atmosfer toko
menyebabkan atau mempengaruhi Pembelian tidak terencana (Impulse Buying).
Menurut Gilbert (2003:129) dalam Foster (2008:61) menjelaksan bahwa
Atmosphere toko merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang telah
direncanakan, atmosphere toko dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap
perancangan lingkungan pembelian yang menghasilkan efek emosional khusus
yang dapat menyebabkan konsumen melakukan tindakan pembelian.

2.1.9 Pembingkaian Harga

Chen et al dalam Pandora dkk (2012) yang berpendapat bahwa


Pembingkaian dapat mempengaruhi kognitif seseorang dalam melakukan
pemilihan dari pengambilan keputusan sebuah masalah. Pendapat Chen et
altersebut, didukung oleh Weber et aldalam Pandora dkk (2012).Menyatakan
bahwa perbedaan perilaku atau pilihan seseorang. Hal ini berarti Pembingkaian
memiliki peran penting dalam perilaku seseorang dalam menetapkan pilihan atau
dalam pengambilan keputusan.Chen et al yang mengatakan, Pembingkaianadalah
suatu hal yang dapat meningkatkan efek tanggapan atau respon masyarakat dari
sebuah presentasi.
Chen et al mengangkat Pembingkaian dari sisi guna pemilihan
pembingkaian dimana Jin et al mengatakan bahwa pemilihan pembingkaian
membantu pembeli untuk memilih dari sekian banyak pilihan yang ada. Jika
dihubungkan dari pengertian Pembingkaian menurut para ahli maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan mengenai pembingkaian, yaitu sebuah alat yang digunakan
pemasar untuk memberikan persepsi lain dari sebuah presentasi sehingga dapat
membuahkan perilaku yang berbeda juga membantu penerima Pembingkaian
untuk dapat menentukan pilihan dari pilihan-pilihan yang ada.
31

2.1.9.1 Efek Pembingkaian


Menurut Chen et al mengatakan bahwa efek Pembingkaian terbagi menjadi
tiga jenis yaitu:
1. Attribute Pembingkaian: Terjadi ketika penilaian individu bervariasi
sebaga fungsi dari label yang digunakan untuk menggambarkan atribut
dari objek tertentu.
2. Tujuan Pembingkaian: Pesan persuasif sebagai bingkai untuk menekankan
konsekuensi positif atau negatif dari perlakuan suatu tindakan atau tidak.
3. Efek Pembingkaian Pilihan Berisiko: Terjadi ketika pilihan berisiko dan
pilihan tanpa risiko sebesar nilai yang diharapkan, ini tergantung pada apa
pilihan yang dijelaskan dalam istilah positif atau negatif.
Sedangkan Menurut Levin et al dalam Pandora dkk (2012) mengatakan bahwa
efek. Pembingkaian juga terbagi menjadi tiga jenis tetapi dengan pengertian yang
berbeda yaitu.
1. Attribute Pembingkaian efek yang mempengaruhi evaluasi karakteristik
objek atau kejadian.
2. Tujuan Pembingkaian, efek yang mempengaruhi persuasi dari komunikasi.
3. Efek Pembingkaian Pilihan berisiko, efek untuk menggambarkan
bagaimana valensi mempengaruhi keinginan dalam pengambilan resiko.

2.1.9.2 Pembingkaian Potongan Harga


Pembingkaian sangat erat kaitannya dengan titik referensi, yaitu sebuah
titik yang dijadikan patokan dalam sebuah perbandingan. Logikanya, sesuatu akan
terlihat lebih rendah ketika berada di bawah titik referensi. Begitu juga sebaliknya,
dapat terlihat sangat tinggi bila berada di atas titik referensi. Dalam pembingkaian,
titik referensi ini menjadi „bingkai‟ seseorang dalam mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkinan. Kemungkinan-kemungkinan yang telah terbingkai
tersebutlah yang kemudian dievaluasi oleh sang pemilih. Salah satu contoh adalah
kebijakan „mencoret harga awal‟ yang dilakukan oleh para retail tersebut. Pada
awalnya dituliskan dengan tinggi berapa harga awal, yang seringkali jauh lebih
mahal, misalnya Rp. 2 juta. Angka yang besar itu secara otomatis menjadi titik
32

referensikarena informasi tersebut didapatkan terlebih dahulu.Kemudian, para


retail tersebut „mencoret harga awal‟ tersebut dan memberikan angka Rp.
500.000 di bawahnya. Tidak lupa dengan menambahkan kata-kata semacam
“turun harga!” atau “Diskon besar-besaran!” atau mungkin kata-kata „ajaib‟
lainnya karena, konsumen awalnya memandang angka Rp. 2 juta sebagai patokan,
harga Rp. 500.000 akan terlihat jauh lebih murah, yang diharapkan tentu saja
konsumen menjadi lebih tertarik pada harga tersebut (Rp. 500.000) dan
memandang biaya tersebut sebagai „biaya yang murah‟.
Selisih antara titik referensi, yaitu Rp. 2 juta dengan harga yang dibayar,
yaitu Rp. 500.000, akan terlihat sebagai keuntungan bagi pembeli. Konsumen
akan merasa membayar (jauh) lebih murah bila dibandingkan dengan apa yang
bisa konsumen dapatkan. Hal ini tentu saja membuat setidaknya beberapa dari
konsumen mulai menyadari keuntungan yang diperoleh. Perasaan „untung‟ itulah
yang dikejar para retail untuk meningkatkan keinginan konsumen membeli barang
yang dimaksud. Dalam Pembingkaian pemakaian bahasa pun bisa menjadi hal
yang sangat penting. Dengan menggunakan bahasa yang mengedepankan sisi
positif, seseorang akan memandang informasi tersebut sebagai informasi yang
menguntungkan, misal pemakaian kata “80% lulusan terserap menjadi tenaga
kerja” lebih dipilih menjadisebuah universitas swasta daripada “20% lulusan
menjadi pengangguran”, meskipun memiliki arti yang sama.
Pembingkaian bagi produsen,mungkin salah satu cara untuk mencari
ketertarikan sebanyak-banyaknyatanpa bermaksud membohongi para konsumen.
Produsen menyampaikan kebenaran meskipun dibungkus sedemikian rupa dengan
bingkai yang cantik tentu saja tidak ada yang salah dengan hal itu. Konsumen pun
tidak dapat dikatakan merugi. Konsumen merasa untung dengan melihat adanya
selisih dari titik referensi dengan harga yang mereka bayar. Analisis
Pembingkaian merupakan suatu ranah studi komunikasi yang menonjolkan
pendekatan multidisipliner dalam menganalisis pesan-pesan tertulis maupun
lisan.Konsep pembingkaian sendiri bukan berasal dari ilmu komunikasi,
melainkan dari ilmu kognitif (psikologis). Akan tetapi, konsep ini lebih populer
dipakai dalam ranah komunikasi massa.
33

Menurut pendekatan psikologi, dalam Pembingkaian yang terutama dilihat


adalah adanya pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri,
sesuatu, atau gagasan tertentu. Teori Pembingkaian banyak berhubungan dengan
teori mengenai skema atau kognitif yang mempelajari bagaimana seseorang
memahami dan melihat realitas dengan skema tertentu. Sebagai contoh adalah
teori atribusi yang melihat manusia pada dasarnya tidak dapat mengerti dunia
yang sangat kompleks. Oleh karenanya, individu berusaha menarik kesimpulan
dari sejumlah besar informasi yang dapat ditangkap oleh pancaindera sebagai
dasar hubungan sebab akibat.Atribut tersebut dipengaruhi baik dari faktor
personal maupun pengaruh dari lingkungan. Ada beberapa komponen yang
menjadi alat analisis dalam analisis Pembingkaian yang dikembangkan oleh
penelitian dalam Pandora dkk (2012), pertamaelemen inti gagasan yaitu ide atau
pemikiran yang dikembangkan dalam teks itu kemudian didukung dengan symbol
tertentu untuk menekankan arti yang hendak dikembangkan dalam teks. Simbol
itu dapat diamati dari pemakaian kata, kalimat, grafis, atau pemakaian foto atau
aksentuasi gambar tertentu. Kedua, perangkat pembingkaian dipakai untuk
memberikan citra negatif maupun positif terhadap suatu teks yang berpotensi
membawa konsekuensi yang merujuk pada suatu gagasan tertentu.
Semua elemen dalam perangkat pembingkai tersebut digunakan untuk
memberi citra tertentu atas seseorang atau peristiwa tertentu. Citra itu juga
dilakukan dengan memberi label terhadap suatu peristiwa dan citra juga dapat
ditekankan dengan melakukan ilustrasi. Perbedaan bentuk pembingkaian harga
akan mengarahkan konsumen terhadap evaluasi yang berbeda pula. Pada sebuah
artikel yang ditulis oleh Kahneman dan Tverskydalam Pandora dkk (2012),
menunjukkan bahwa Pembingkaian potongan hargayang dilakukan untuk kegiatan
promosi dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan penilaian kognitif dari
konsumen. Retailer sering mencoba mempengaruhi persepsi konsumen dan
intense membeli dengan membuat variasi bentuk dari diskon dan juga cara
membingkai promosi.
Gendall, dkk (2006) menyatakan bahwa harga diskon merupakan salah
satu strategi penyesuaian harga yang sering dilakukan oleh pemasar karena diskon
34

dapat merangsang pembelian secara cepat dari produk yang dipromosikan


sehingga dapat meningkatkan penjualan. Cara yang paling efektif untuk
menerapkan harga diskon, termasuk didalamnya adalah cara menampilkannya,
atau disebut pembingkaian ternyata memiliki implikasi manajerial yang penting
bagi para retailer dan juga produsen. Terdapat beberapa cara pembingkaian pesan
untuk menyatakan harga diskon,misalnya adalah, harga diskon yang dinyatakan
dalam bentuk persentase dan dalam bentuk moneter (dalam hal ini adalah rupiah).
Dalam beberapa kasus pula, harga diskon dapat dibingkai dengan kalimat atau
teks seperti “buy one, get one free” atau “two for the price of one”. Dampak atau
efek dari bentuk pembingkaian ini akan tergantung pada konsumen tersebut dalam
memprosesnya dan mengartikan pesannya. Sebuah efek dari pembingkaian
dikatakan terjadi bila timbul deskripsi yang berbeda dari suatu situasi yang sama
sehingga membuat preferensi yang berbeda pula.

2.1.10 Actual Price


Actual price didefinisikan sebagai harga yang harus dibayarkan untuk
membeli produk Chapman dan Wahlers dalam Sutanto (2010:5). Konsep
hargamerupakan konsep merupakan satu-satunya konsep unsur bauran pemasaran
yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga
unsur lainnya (produk, distribusi, dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya.
Berdasarkan sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai
indikator nilai bagaimana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang
dirasakan atas suatu barang atau jasa (Tjiptono, 2007) harga memiliki dua peranan
utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi
dan peranan informasi. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam
membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas
tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya
harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan
daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga
dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang
dikehendaki.
35

Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam “mendidik”


konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama
bermanfaat dalam situasi di mana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai
faktor produk atau manfaatnya secara objektif. Presepsi yang sering berlaku
adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.

2.1.10.1 Reference price


Pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami persepsi harga adalah
dengan pemrosesan informasi. Dalam pemrosesan informasi harga secara kognitif,
konsumen dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan
sebuah harga atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka
untukproduk tersebut. Reference price didefinisikan sebagai harga standar yang
dipakai oleh konsumen dalam menilai harga suatu produk (Wirawan, 2009:5).
Harga dalam benak konsyang digunakan untuk melakukan perbandingan ini
disebut harga referensi internal referensi harga internal merupakan harga yang
dianggap kosnumen sebagai harga yang pantas, harga yang selama ini memang
ditetapkan untuk suatu produk atau apa yang dianggap oleh konsumen sebagai
harga pasar yang rendah atau harga pasar yang tinggi. Pada dasarnya referensi
harga internal bertindak sebagai penuntun dalam mengevaluasi apakah harga yang
ditetapkan dapat diterima konsumen atau tidak.
Harga yang ditetapkan untuk suatu merek tertentu dapat dianggap sebagai
suatu ciri dari produk. Pengetahuan ini kemudian akan dibandingkan dengan
harga dari merek lain dalam satu kelas produk yang sama,ciri-ciri lain dari merek
yang diamati dan dari merek-merek lainnya serta biaya-biaya konsumen lainnya.
Pada akhirnya akan terbentuk sebuah sikap terhadap berbagai alternatif merek
yang ada. Konsumen menggunakan harga sebagai indikator dari kualitas suatu
produk karena konsumen percaya bahwa harga pasar ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran yang kompetitif. Oleh karena itu, jika konsumen
percaya bahwa harga dan kualitas mempunyai hubungan yang positif
menunjukkan bahwa konsumen menggunakan harga sebagai indikator dari
kualitas. Persepsi pengorbanan berdasarkan pada actual price yang harus dibayar
36

sehingga apabila actual price yang dibayar konsumen berkurang maka jumlah dari
persepsi pengorbanan juga akan berkurang. (Chapman dan Wahlers, 1999,
dalam Sutanto, 2010:5).

2.1.10.2 Actual Price


Actual price didefinisikan sebagai harga yang harus dibayarkan untuk
membeli produk Chapman dan Wahlers dalam Sutanto (2010:5). Konsep
hargamerupakan konsep merupakan satu-satunya konsep unsur bauran pemasaran
yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga
unsur lainnya (produk, distribusi, dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya.
Berdasarkan sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai
indikator nilai bagaimana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang
dirasakan atas suatu barang atau jasa (Tjiptono, 2007) harga memiliki dua peranan
utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi
dan peranan informasi. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam
membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas
tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya
harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan
daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga
dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang
dikehendaki.
Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam “mendidik”
konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama
bermanfaat dalam situasi di mana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai
faktor produk atau manfaatnya secara objektif. Presepsi yang sering berlaku
adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.
37

2.1.10.3 Reference price


Pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami persepsi harga adalah
dengan pemrosesan informasi. Dalam pemrosesan informasi harga secara kognitif,
konsumen dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan
sebuah harga atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka
untukproduk tersebut. Reference price didefinisikan sebagai harga standar yang
dipakai oleh konsumen dalam menilai harga suatu produk (Wirawan, 2009:5).
Harga dalam benak konsyang digunakan untuk melakukan perbandingan
ini disebut harga referensi internal referensi harga internal merupakan harga yang
dianggap kosnumen sebagai harga yang pantas, harga yang selama ini memang
ditetapkan untuk suatu produk atau apa yang dianggap oleh konsumen sebagai
harga pasar yang rendah atau harga pasar yang tinggi. Pada dasarnya referensi
harga internal bertindak sebagai penuntun dalam mengevaluasi apakah harga yang
ditetapkan dapat diterima konsumen atau tidak.
Harga yang ditetapkan untuk suatu merek tertentu dapat dianggap sebagai
suatu ciri dari produk. Pengetahuan ini kemudian akan dibandingkan dengan
harga dari merek lain dalam satu kelas produk yang sama,ciri-ciri lain dari merek
yang diamati dan dari merek-merek lainnya serta biaya-biaya konsumen lainnya.
Pada akhirnya akan terbentuk sebuah sikap terhadap berbagai alternatif merek
yang ada. Konsumen menggunakan harga sebagai indikator dari kualitas suatu
produk karena konsumen percaya bahwa harga pasar ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran yang kompetitif. Oleh karena itu, jika konsumen
percaya bahwa harga dan kualitas mempunyai hubungan yang positif
menunjukkan bahwa konsumen menggunakan harga sebagai indikator dari
kualitas. Persepsi pengorbanan berdasarkan pada actual price yang harus dibayar
sehingga apabila actual price yang dibayar konsumen berkurang maka jumlah dari
persepsi pengorbanan juga akan berkurang. (Chapman dan Wahlers, 1999, dalam
Sutanto, 2010:5).
38

2.2 Kajian Empiris


Di dalam suatu penelitian, khususnya pembuatan skripsi sangat penting
untuk mengetahui penelitian yang dilakukan sebelumnya agar dapat digunakan
sebagai dasar acuan atau rangka dalam pembuatan penelitian selanjutnya.
Penelitian terdahulu yang digunakan harus mengenai perilaku konsumen dengan
subyek yang sama, mencakup variabel yang sedang diteliti, memiliki kajian teori
atau metode penelitian yang sama. Berikut kajian empiris dari penelitian ini.
Tabel 2 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Metodologi Penelitian Hasil
(Tahun)
1 Adzimah, 2018 Analisis 1. Menggunakan Besarnya faktor
potongan variabel bebas dan potongan harga dan
harga dan variabel terikat store
store 2. Jenis Penelitian atmosphere
atmosphere kuantitatif terhadap impluse
Terhadap 3. Pengambilan buying adalah
impluse sampel 47,6% dan sisanya
buying pada menggunakan dipengaruhi oleh
konsumen teknik purposive faktor lain.
Surya sampling dengan
swalayan jumlah responden
kwadungan sebanyak 30
responden
4. Menggunakan
kuisioner
2 Amsani, 2016 Pengaruh 1. Menggunakan Discount dan store
discount dan variabel bebas dan atmosphere secara

store variabel terikat bersama-sama


2. Jenis Penelitian mempengaruhi
atmosphere
kuantitatif impulse buying
terhadap
3. Pengambilan sebesar 67,7%.
perilaku
sampel
impulse
menggunakan
buying teknik accidental
39

(studi kasus sampling dan


pada purposive
konsumen
lottemart

No Nama Peneliti Metodologi Penelitian Hasil


(Tahun) Judul
wholesale sampling dengan
semarang) jumlah responden
sebanyak 100
responden
4. Menggunakan
kuisioner

3 Dalihade, 2017 Pengaruh 1. Menggunakan


potongan variabel bebas dan

harga dan variabel terikat


2. Jenis Penelitian
store
kuantitatif
atmosphere
3. Pengambilan
terhadap
sampel
impulse
menggunakan
buying pada
40

matahari teknik accidental


departement sampling dengan

store mega jumlah responden


sebanyak 100
mall manado
responden
4. Menggunakan
kuisioner
4 Anggraeni, 2016 Pengaruh 1. Menggunakan
discount dan variabel bebas dan
elemen- variabel terikat
elemen store 2. Jenis Penelitian
atmosphere kuantitatif
terhadap 3. Pengambilan
impulse sampel
buying menggunakan
(studi kasus teknik purposive
pada samplingdengan

konsumen jumlah responden


sebanyak 100
hypermart
responden
malang town
4. Menggunakan
square kota
kuisioner
malang)
Sumber : data diolah, 2019
41

2.3 Persamaan dan Perbedaan Peneletian Sekarang dan Sebelumnya


Untuk membedakan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya,
peneliti mencantumkan beberapa persamaan dan perbedaan yang dimaksud,
diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sekarang dan Sebelumnya

No Judul Judul Persamaan Perbedaan


Peneliti, Peneliti,
Nama Nama
Peneliti dan Peneliti dan
Tahun Tahun
Penelitian Penelitian
Terdahulu Sekarang
1 Analisis Pengaruh 1. Terdapat dua 1. Objek Penelitian
potongan Potongan variabel x 2. Teknik
harga dan Harga dan yang diteliti Pengambilan data
store Store sama, yaitu menggunkan
atmosphere Atmosphere Potongan wawancara
Terhadap terhadap Harga dan
impluse Impulse Store
buying pada Buying di Atmosphere
konsumen Matos 2. Variabel Y
Surya Malang. sama yaitu
swalayan Prayoga, Impulse
kwadungan. 2019 Buying
Adzimah, 3. Jenis
2018 Penelitian
Kuantitatif
4. Teknik
Pengumpulan
data
menggunaka
Lanjutan Tabel 3 n kuisioner
2 Pengaruh Pengaruh 1. Terdapat dua 1. Objek Penelitian
42

discount Potongan variabel x 2. Teknik


dan store Harga dan yang diteliti Pengambilan data

atmosphere Store sama, yaitu menggunkan


Atmosphere Potongan wawancara
terhadap
terhadap Harga dan
perilaku
Impulse
impulse

Judul Judul
No Peneliti, Peneliti, Persamaan Perbedaan
Nama
Nama
Peneliti dan
Peneliti
Tahun
dan Tahun
Penelitian
Penelitian
Sekarang
Terdahulu
buying BuyingMatos Store
(studi kasus Malang. Atmosphere
pada Prayoga, 2. Variabel Y
konsumen 2019 ssama yaitu
lottemart Impulse
wholesale Buying
semarang) 3. Jenis
Amsani, Penelitian
2016 Kuantitatif
4. Teknik
Pengumpulan
data
menggunaka
43

n kuisioner
3 Pengaruh Pengaruh 1. Terdapat dua 1. Objek Penelitian
potongan Potongan variabel x 2. Teknik

harga dan Harga dan yang diteliti Pengambilan data


Store sama, yaitu menggunkan
store
Atmosphere Potongan wawancara
atmosphere
terhadap Harga dan
terhadap
Impulse Store
impulse
Buying di Atmosphere
buying pada Matos 2. Variabel Y
matahari Malang. ssama yaitu
departement Prayoga, Impulse
store mega 2019 Buying
mall 3. Jenis

manado Penelitian

Dalihade, Kuantitatif
4. Teknik
2017
Pengumpulan
data
menggunaka
n kuisioner
4 Pengaruh Pengaruh 1. Terdapat dua 1 Objek
discount dan Potongan variabel x Penelitian
elemen- Harga dan yang diteliti 2 Teknik
elemen Store Pengambilan

Judul
Judul
Peneliti,
Peneliti,
Nama
No Nama Persamaan Perbedaan
Peneliti Peneliti dan
dan Tahun
44

Penelitian Tahun
Terdahulu Penelitian
Sekarang
store Atmosphere sama, yaitu data menggunkan
atmosphere terhadap Potongan wawancara
terhadap Impulse Harga dan
impulse Buying di Store
buying Matos Atmosphere
(studi kasus Malang. 2. Variabel Y
pada Prayoga, ssama yaitu

konsumen 2019 Impulse


Buying
hypermart
3. Jenis
malang
Penelitian
town square
Kuantitatif
kota
4. Teknik
malang) Pengumpulan
Anggraeni, data
2016 menggunaka
Lanjutan Tabel 3 n kuisioner
Sumber : data diolah, 2019
45

2.4 Konseptual Penelitian


Dalam kerangka konseptual penelitian terdapat 2 (dua) variabel bebas
(independent) yaitu: Potongan Harga (X1) dan Store Atmosphere (X2). Dan
terdapat satu variabel terikat (dependent) yaitu: Impulse Buying (Y). Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari variable potongan
harga dan store atmosphere dan impulse buying (Y). Kerangka konseptual
ditampilkan pada gambar 1. Berikut:

H1
Potongan Harga
(X1)

Impuse Buying
(Y)

H3

Gambar 1 Konseptual Penelitian


Sumber : Peneliti, 2019

Store Atmosphere
(X2)
H2
46

2.5 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2016:64) Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan
masalah penelitian, belum jawaban yang empiric.
Berdasarkan gambar konseptual diatas, adapun yang menjadi hipotesis
dalam penelitian ini adalah :
H1 : Diduga variabel Potongan Harga berpengaruh secara parsial terhadap
impulse buying di Matos Malang.
H2 : Diduga variabel Store Atmosphere berpengaruh secara parsial
terhadap impulse buying di Matos Malang.
H3 : Diduga variabel Potongan Harga dan Store Atmosphere berpengaruh
secara simultan atau bersama-sama terhadap impulse buying di Matos
Malang.
47

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian menggambarkan mengenai luas dan batas-batas
penelitian yang akan dilaksanakan. Pada bagian ini dikemukakan variabel yang
diteliti, subyek penelitian, dan lokasi penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua
variabel bebas yaitupotongan harga(X1) dan store atmosphere(X2). Sedangkan
variabel terikatnya adalah impulse buying (Y).Subyek penelitian ini ada di Matos
Malang.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif.Dimana peneliti melihat hubungan antara variabel bebas (Potongan
Harga dan Store Atmosphere) dengan variabel terikat (Impulse Buying).
Menurut Sugiyono (2016:7) metode penelitian kuantitatif dinamakan
metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga
sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini sebagai metode
ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis.Metode ini juga disebut
metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan
iptek baru.Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa
angka – angka dan analisis menggunakan statistik.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Dalam sebuah penelitian tentunya perlu diketahui sebuah populasi,
dimana populasi tersebut akan menentukan penelitian yang akan diteliti oleh
peneliti.
Menurut Sugiyono (2016:80), Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
48

Berdasarkan hal tersebut maka populasi penelitian ini adalah pengunjung


Matos Malang.Populasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
informasi dari pihak Matos Malang, dengan jumlah konsumen yang pernah
berkunjung di Matos Malangpada bulan Januari.
3.3.2 Sampel
Setelah mengetahui populasi yang akan diteliti, selanjutya kita dapat
menghitung sampel guna untuk mengetahui berapa banyak kuesioner yang akan
disebar nantinya. Menurut Sugiyono (2015:80), “Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.
Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini menggunakan
rumus Slovinsebagai berikut:
n
n=
1+ N ¿ ¿
Dimana :
n = Jumlah elemen / anggota sampel
N =Jumlah elemen / anggota populasi
e = Error level (tingkat kesalahan) (catatan umumnya digunakan 1% atau 0,01,
5% atau 0,05, dan 10% atau 0,1. Catatan dapat dipilih oleh peneliti)
n
n=
1+ N ¿ ¿
1.827
n=
1+1.827 ¿ ¿
1.827
n=
1+1.827 (0,01)
1.827
n=
1+18,27
1.827
n=
19,27
n=94,8 dibulatkan menjadi 95
Jadi, jumlah sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah sebesar 94,8
responden yang kemudian dibulatkan menjadi 95 responden.
3.3.3 Teknik Sampling
49

Setelah mengetahui populasi yang akan diteliti selanjutnya perlu untuk


menentukan teknik sampel yang digunakan untuk dilakukanya penelitian.
Menurut Sugiyono (2011: 91) “Teknik sampling adalah teknik
pengambilan sampel.” Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Menurut Sangadji
& Sopiah (2010:188) “Non-probability sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Menurut Sangadji & Sopiah,
(2010:189) “sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapapun yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel”.
Dalam penelitian ini menggunakan Non-Probability Sampling, Sedangkan
metode yang digunakan adalah sampling aksidental.
3.4 Jenis Data
3.4.1 Data Primer
Menurut Sangadji & Sopiah (2010:44), “Data primer merupakan sumber
data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui
media perantara). Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu
atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik) kejadian atau
kegiatan, dan hasil pengujian”.
Pada penelitian ini data primer yang dimaksud yaitu data gambaran umum
tentang Matos Malang yang berupa data profil perusahaan dan struktur organisasi
dan jawaban dari responden atas pernyataan-pernyataan yang ditulis dalam
kuesioner yang di jawab olehpengunjung Matos Malang.
3.4.2 Data Sekunder
Menurut Sangadji & Sopiah (2010:44), Data sekunder merupakan sumber
data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya
beberapa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data
documenter) yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan.
50

Pada penelitian ini data sekunder yang dimaksud yaitu data-data penelitian
diperoleh dari perpustakaan, laporan dan jurnal penelitian terdahulu. Data
sekunder juga dapat diperoleh dari literatur dan buku yang berkaitan dengan
masalah yang sedang diteliti.
3.5 Definisi Operasional dan Jabaran Variabel
3.5.1 Definisi Operasional
Suatu variabel yang sudah di tentukan untuk diteliti, selanjutnya membuat
definisi operasional guna untuk menentukan item – item.
Menurut Sangadji & Sopiah (2010:133), Definisi Operasional adalah suatu
definisi yang diberikan kepada suatu variabel dan atau konstrak dengan cara
memberikan arti atau melakukan spesifikasi kegiatan maupun memberikan suatu
operasional yang diperlukan untuk mengukur kostrak atau variabel.
3.5.2 Jabaran Variabel
Sebelum membuat kuesioner harus ditentukan terlebih dahulu variabel –
variabel yang akan diteliti.
Menurut Nazir (2003) dalam Sangadji & Sopiah (2010:133),
mendefiniskan variabel sebagai berikut : dalam ilmu-ilmu natura, variabel –
variabel yang digunakan umumnya nyata dapat dimengerti, diraba, dan dapat
dilihat, sehingga kurang menimbulkan keraguan akan maknanya. Di lain pihak,
varibel atau konstrak yang dibangun dalam ilmu sosial memerlukan defines yang
jelas supaya tidak terdapat keragu-raguan dan dapat memperjelas arti untuk
membuat variabel atau konstrak dapat digunakan secara operasonal.

1 Variabel Bebas (Independent Variable)


Menurut Sugiyono (2011: 39) “variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependent (terikat).” Variabel bebas dalam penelitian ini adalah potongan
harga (X1) dan store atmosphere(X2).
2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel Indikator Item
Potongan Harga (X1) 1. Potongan Harga 1. Pembelian lebih
51

( Kotler (2008:5) Musiman 2. Musim natal


(seasonal 3. Musim lebaran
discount)
2. Potongan Harga 4. Cenderung membeli
5. Lebih murah
Store Atmosphere (X2) 1. Exterior (bagian 6. Bangunan kokoh
Sangadji & Sopiah luar toko) 7. Logo
(2016:327) 8. Pintu masuk
9. Etalase
10. Area parkir dekat
2. General Interior 11. Lantai keramik
(bagian dalam 12. Pencahayaan terang
toko) 13. Musik
14. Suhu udara sejuk
15. Kamar ganti
16. Debet card
17. Kebersihan toko
3. Store Layout 18. Penataan barang
19. Jenis barang
20. Meja Kasir
21. Toilet
4. Interior Display 22. Poster
23. Price tag
Impulse Buying (Y) 1. Impuls murni 24. Menarik
Utami (2017:81) 25. Biasa dilakukan
26. Spontan
2. Impuls 27. Biasa dibeli
pengingat 28. Antisipasi
3. Impuls saran 29. Mencoba
30. dipengaruhi
4. Impuls 31. Perencanaan
terencana 32. Kinginan kuat
Menurut Sugiyono (2011: 39) “variabel terikat merupakan variabel
yangdipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.”
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah impulse buying (Y).
52

Tabel 4Definisi Operasional Variabel

3.5.3 Skala Pengukuran


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono
(2016:93), “Skala Likert, digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam
penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian”.
Tabel 5 Skor dan Opsi Pertanyaan
Pilihan Jawaban Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Netral 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: (Sugiyono, 2016:94)
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Wawancara
Menurut Sugiyono (2016:137) wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal – hal dari responden yang lebih mendalam dalam jumlah
respondennya sedikit/kecil.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara secara langsung
kepada manager maupun pegawai Matos Malang.
b. Kuesioner
Menurut Suiyono (2016:142) Kuisioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
53

Dalam hal ini kuesioner dibagikan kepada pengunjungMatos Malang.


c. Observasi
Menurut Sugiyono (2016:145) Observasi sebagai teknik pegumpulan data
mempunya ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu
wawancara dan kuisioner. Kalau wawancara dan kuisioner selalu
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi
juga obyek – obyek alam yang lain.
Dalam hal ini observasi dilakukan pada tempat Matos Malang guna untuk
mengetahui jumlah pengunjung yang datang pada Matos Malang.

3.7 Metode Analisa Data


3.7.1 Statistik Deskriptif
MenurutSugiyono (2011: 147) Statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
3.7.2 Uji Validitas
Menurut Ghozali (2016:52), Uji validitas digunakan untuk mengukur sah
atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan dan kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut.
3.7.3 Uji Reliabilitas
Menurut Ghozali (2016:47), Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk
mengukur suatu kuesioner yang merupakan indicator dari variabel atau konsturk.
Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
54

3.7.4 Uji Asumsi Klasik


3.7.4.1 Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2016:154), “Uji Normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal”.
Ghozali (2016: 156) Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan
melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan uji normalitas ini sebagai
berikut:
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas
b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

3.7.4.2 Uji Multikolonieritas


Menurut Ghozali (2016:103), Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen.Jika variabel independent saling berkorelasi, maka variabel-
variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independent yang
nilai korelasi antar sesama variabel independent sama dengan nol.

3.7.4.3 Uji Heteroskedastisitas


Menurut Ghozali (2016:134), Uji Heteroskedastisitas bertujuann menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual astu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
55

maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang


Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas..

3.7.5 Analisa Regresi Linier Berganda


Menurut Sanusi (2014: 134) regresi linier berganda pada dasarnya
merupakan perluasan dari regresi linier sederhana, yaitu menambah jumlah
variabel bebas yang sebelumnya hanya satu menjadi dua atau lebih variabel bebas.
Dengan demikian, regresi linier berganda penelitian ini dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Keterangan persamaan regresi linier berganda sebegai berikut:
Y : Keputusan Pembelian
a : Konstanta
b1 : Nilai koefisien regresi label halal
b2 : Nilai koefisien regresi harga
X1 : Label Halal
X2 : Harga
e : Variabel penggangu

3.7.6 Analisa Koefisien Determinasi


Menurut Ghozali (2016: 95) koefisien determinasi (R2) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependent. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0 < R2<1 ).
Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam
menjelaskan variasi variabel dependent terbatas.Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependent.
56

3.7 Uji Hipotesis


3.7.1 Uji T
MenurutGhozali, (2016: 97)“Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel penjelas/independent secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependent.”
Menurut Sanusi (2014: 138) langkah-langkah analisis uji t adalah sebagai
berikut:
1. Merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif.
H0 : b1 = 0 (suatu variabel independent tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependent).
H1 : b1 ≠ 0 (suatu variabel independent mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependent).
b1
2. Menghitung nilai t dengan menggunakant= .
Sb 1
3. Membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel yang tersedia pada α tertentu:
(α/2; n – (k+1)).

3.7.2 Uji F
Menurut Sanusi (2014: 137) “uji F adalah uji seluruh koefisien regresi
secara serempak.” Menurut Sanusi (2014: 138) uji F dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif.
a. H0 = 0 artinya diduga tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan
secara simultan.
b. H1 ≠ 0 artinya diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan secara
simultan.
2. Menghitung nilai F dengan menggunakan SPSS for Windows.
3. Membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel yang tersedia pada α tertentu,
misalnya 1%; df = k,n – (k + 1).
57
58

DAFTAR PUSTAKA

Pengaruh discount dan elemen-elemen store atmosphere terhadap impulse buying


(studi kasus pada konsumen hypermart malang town square kota malang),
Anggraeni, 2016
Pengaruh potongan harga dan store atmosphere terhadap impulse buying pada
matahari departement store mega mall manado, Dalihade, 2017
Pengaruh discount dan store atmosphere terhadap perilaku impulse buying
(studi kasus pada konsumen lottemart wholesale semarang), Amsani, 2016
Analisis potongan harga dan store atmosphere Terhadap impluse buying pada
konsumen Surya swalayan kwadungan, Adzimah, 2018
http://repository.radenintan.ac.id/4087/1/SKRIPSI%20VETI%20ANDRIANI.pdf

http://digilib.unila.ac.id/25606/20/SKRIPSI%20TANPA%20BAB
%20PEMBAHASAN.pdf
59

LAMPIRAN KUISIONER

PENGARUH VARIABEL INDEPENDEN TERHADAP


VARIABEL DEPENDEN
Daftar pertanyaan ini hanya dipergunakan untuk penelitian dalam menyelesaikan
studi dalam memperoleh gelar sarjana. Semua jawaban Bapak/Ibu/Saudara sangat
dirahasiakan dan hanya rekapitulasi hasil akhir yang akan dipublikasikan.

DATA IDENTITAS RESPONDEN

Nomor Responden : …………………………….


Umur : ……………………………. Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Status Perkawinan : Belum Sudah
Masa Kerja : ……………………………. Tahun
Pendidikan terakhir : …………………………….

PETUNJUK

1. Setelah Bpk/Ibu/Sdr/Sdri membaca dan memahami pertanyaan-pertanyaan


yang tersedia dan, setiap pertanyaan diikuti lima pilihan jawaban dan
Bpk/Ibu/Sdr/Sdri cukup memilih salah satu dari lima jawaban yang tersedia.
2. Bpk/Ibu/Sdr/Sdri cukup memberi tanda silang (√) pada kolom pilihan
jawaban yang tersedia dan jawaban yang dipilih oleh Bpk/Ibu/Sdr/Sdri itu,
betul-betul berdasarkan apa yang Bpk/Ibu/Sdr/Sdri alami dan rasakan
sekarang.
3. Apabila Bpk/Ibu/Sdr/Sdri merasa jawaban yang telah dipilih kurang tepat,
maka dapat diperbaiki dengan memberi tanda sama dengan (√)

Keterangan Jawaban pertanyaan dari pilihan jawaban yang telah tersedia.


1. Keterangan jawaban pertanyaan nomor :
SS : Sangat Setuju =5
S : Setuju =4
60

N : Netral/ Biasa Saja =3


TS : TidakSetuju =2
STS : Sangat TidakSetuju =1

No Pertanyaan Penilaian

SS S N TS STS

1 Apakah pengaruh
potongan harga bisa
membantu konsumen

2 Diskon mampu
mempengaruhi minat
pembeli

3 Diskon tidak mampu


mempengaruhi minat
pembeli

4 Lingkungan
mempangaruhi daya
beli

Lingkungan tidak
5 mempanguruhi daya
beli

6 Promosi bisa
mempengaruhi daya
tarik konsumen

Promosi tidak bisa


mempengaruhi daya
7
61

tarik konsumen

Model yang diberi


8 diskon merupakan
barang yang tidak laku

9 Barang yang diberi


diskon merupakan
barang ramai dipasaran

10 Barang yang diberi


diskon merupakan
barang keluaran baru

Anda mungkin juga menyukai