Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok baik sandang, pangan maupun papan.
Dalam pandangan islam kebutuhan pokok tersebut (sandang, pangan dan papan) dan
kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu (meliputi pendidikan, kesehatan dan keamanan)
merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Dikatakan sebagai kebutuhan pokok,
sebab berbagai hal tersebut adalah kebutuhan mendasar seorang manusia dengan segala
potensinya, baik itu kebutuhan fisik/biologis maupun kebutuhan pemenuhan naluri
Dalam sejarah perekonomian Indonesia, kegiatan usaha sektor informal sangat
potensial dan berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan
tenaga kerja secara mandiri. Jauh sebelum krisis ekonomi sektor informal sudah ada,
resesi ekonomi nasional tahun 1998 hanya menambah jumlah tenaga kerja yang bekerja
di sektor informal.1
Kegiatan ekonomi di sektor informal semakin berkembang seiring dengan
bertambahnya angka pengangguran khususnya di kecamatan amurang. Pedagang Kaki
Lima (PKL) adalah salah satu sektor informal yang banyak terdapat di perkotaan.
Menurut Hutajulu sebagaimana yang dikutip oleh Muzakir yaitu memberikan batasan
tentang sektor informal adalah suatu bidang kegiatan ekonomi yang untuk memasukinya
tidak selalu memerlukan Pendidikan formal dan keterampilan yang tinggi dan
memerlukan surat-surat izin serta modal yang besar untuk memproduksi barang dan jasa.
Sektor informal memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja,
serta usaha yang menjanjikan sehingga hal ini dapat menekan angka pengangguran dan
kemiskinan terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dalam
keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal.2
Pedagang kaki lima adalah sebutan dari penjaja dagangan baik makanan ataupun
minuman yang menggunakan gerobak yang umumnya gerobak yang digunakannya
memiliki kaki berjumlah lima. Lima kaki tersebut antaranya dua kaki pedagang di

1
Rohmatul Isrohah, ‘Analisis Pengaruh Modal Kerja Dan Jam Kerja Terhadap Pendapatan Bersih Pedagang
Kaki Lima Di Kelurahan Ngaliyan Semarang’ (Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015).
2
Muzakir, ‘Kajian Persepsi Harapan Sektor Informal Terhadap Kebijakan Pemberdayaan Usaha Pemerintah
Daerah Kabupaten Tojo Unauna’, Media Litbang Sulteng, 3.1 (2010), 12–20.
tambah tiga kaki gerobak yang didorongnya. Para pedagang tersebut menggunakan
pinggiran ruas jalan bagi pejalan kaki sebagai tempat mereka berjualan.3
Salah satu lahan yang dijadikan sebagai tempat pedagang kaki lima berada di
sekitaran jalan trans Sulawesi kecamatan amurang. Para pedagang kaki lima berjualan di
trotoar/pinggir jalan. Keberadaan PKL khususnya di jalan trans Sulawesi kecamatan
amurang banyak orang menjadikan pedagang kaki lima sebagai pilihan alternatif bagi
yang tidak tertampung di sektor formal. Memang sejatinya menganggu ketertiban umum
namun tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa dengan adanya pedagang kaki lima maka
semua kebutuhan yang kita inginkan dapat tercapai dengan mudah dan murah
dikarenakan pedagang kaki lima yang tidak membayar sewa tempat sehingga harga yang
ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan dengan barang yang ada ditoko.4
Namun masalah yang sering muncul pada pelaku usaha pedagang kaki lima
kebanyakan orang terhambat memulai usaha atau memperluas usaha karena mereka sulit
untuk mendapatkan modal uang. Pedagang kaki lima di jalan trans Sulawesi kecamatan
amurang banyak yang mengeluhkan susahnya mendapatkan permodalan untuk
mendapatkan pinjaman perlu adanya jaminan yang diserahkan namun banyak yang dari
pedagang kaki lima yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dan tingginya bunga yang
harus di bayar menjadikan permasalahan dari para pedagang kaki lima.

Menurut Rosyidi “modal merupakan faktor produksi yang meliputi semua jenis
barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang lain serta jasa-
jasa. Sebagaimana yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi. Sebab, modal juga
mencakup arti uang yang tersedia di dalam perusahaan untuk membeli mesin-mesin serta
faktor produksi lainnya.”5

Permodalan merupakan faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang. Untuk


mendirikan atau menjalankan suatu usaha diperlukan sejumlah modal (uang) dan tenaga
kerja. tanpa adanya modal usaha tidak akan dapat berjalan. Modal dalam bentuk uang
diperlukan untuk membiayai segala keperluan usaha, Mulai dari biaya prainvestasi, biaya
investasi untuk pembelian aktiva tetap, sampai dengan modal kerja. Tersedianya modal

3
Adam Ramadhan, ‘‘Implementasi Model Zonasi Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Bandung,’ Pandecta,
10.1 (2015), 92.
4
Mohammad Fachri Ardiansyah, ‘Analisis Pengaruh Modal, Jam Kerja, Dan Lokasi Usaha Terhadap
Pendapatan Bersih Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Makam Gus Dur Jombang” (l, 2021), 5.’ (Universitas
Islam Sunan Ampe, 2021).
5
Rosyidi Suherman, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Mikro Dan Makro (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2009).
dalam jumlah yang besar dan berkesinambungan akan memperlancar produksi yang pada
akhirnya akan meningkatkan jumlah produksi yang di hasilkan sehingga pendapatan
yang diperoleh akan meningkat. Sementara itu modal keahlian adalah keahlian dan
kemampuan seseorang untuk mengelola dan menjalankan suatu usaha.6

Menurut

Selain modal usaha, pendapatan bersih pedagang kaki lima juga sering dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor tersebut jam kerja pedagang dan lama usaha karena secara
teorotis jam kerja dan lama usaha pedagang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan.
Semakin lama jam kerja dan lama usaha pedagang akan mendorong pendapatan bersih
yang semakin tinggi.

Berdasarkan observasi awal yang peneliti temukan dari pedagang kaki lima di Jalan
Trans Sulawesi Kecamatan Amurang menjual berbagai jenis aneka makanan dan
minuman. Dimana terdapat beberapa usaha yang memang milik usaha sendiri dan ada
juga hanya sebagai pengelolah usaha orang lain. Namun meskipun jenis dagangan yang
dijual berbeda tujuan mereka tetap sama untuk memperoleh pendapatan. Dalam usaha
sendiri terdapat usaha yang memang modal usaha pribadi dan ada juga alternatif lainya
yaitu lembaga pembiayaan seperti Bank, Koperasi atau lembaga keuangan lainya. dan
untuk pengelola usaha orang lain dimana pengelola hanya menggunakan modal usaha
milik orang lain untuk dikelola sedangkan untuk memperoleh pendapatan tergantung dari
besar kecilnya modal usaha.

Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut apakah modal usaha dari
usaha sendiri maupun usaha orang lain dapat berpengaruh terhadap pendapatan bersih
Pedagang Kaki Lima di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang

B. Identifikasi Masalah

1. Keterbatasan pendidikan menyebabkan banyak orang yang berkerja pada sektor


informal perdagangan.
2. Manfaat modal tambahan mempengaruhi pendapatan PKL.
3. Terdapat faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan faktor tersebut
diantaranya modal usaha, lama usaha, jam kerja pedagang.

6
Kasmir, Kewirausahaan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014).
C. Batasan Masalah

Untuk menghindari luasnya pokok pembahasan skripsi ini, maka penulis membatasi
masalah ini seputar pengaruh modal usaha terhadap pendapatan bersih pedagang kaki
lima di jalan trans Sulawesi Kecamatan Amurang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

Apakah modal usaha berpengaruh terhadap pendapatan bersih pedagang kaki lima di
Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di kemukakan diatas, maka yang menjadi
tujuan peneliti adalah: Untuk mengetahui pengaruh modal usaha terhadap pendapatan
bersih pedagang kaki lima di jalan trans Sulawesi Kecamatan Amurang.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti
terutama tentang berwirausaha.
2. Secara Praktis
a. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman terkait
pengaruh pendapatan bersih pedagang kaki lima.
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan referensi pengetahuan bagi mahasiswa tentang pengaruh modal usaha
terhadap pendapatan bersih pedagang kaki lima.
c. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu informasi dan sumbangan pemikiran
terhadap arah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan pedagang pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya.
G. Definisi Operasional

1. Modal Usaha (X)


Modal usaha adalah uang yang dipakai sebagai pokok untuk berdagang, atau modal
adalah harta benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu.
a. Indikator Modal Usaha
1) Struktur permodalan : modal sendiri dan modal pinjaman
Modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang
tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Oleh karena
itu modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan dana jangka panjang yang
tidak tertentu likuiditasnya. Sedangkan modal pinjaman atau modal asing adalah
modal yang berasal dari luar perusahaan sifatnya sementara bekerja di dalam
perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan utang
yang pada saatnya harus dibayar kembali.
2) Pemanfaatan modal tambahan.
Pengaturan pinjaman modal dari bank atau lembaga keuangan lainnya harus dilakukan
dengan baik. Gunakan modal tambahan sebagaimana tujuan awal yaitu untuk
mengembangkan usaha. Kebanyakan pebisnis gagal dalam mengelola pinjaman
karena memberikan porsi yang lebig banyak pada belanja konsumtif modal eksternal.
3) Hambatan dalam mengakses modal eksternal.
Hambatan untuk memperoleh modal eksternal antara lain: sulitnya persyaratan untuk
mendapatkan kredit perbankan bagi PKL seperti kelayakan usaha, rekening 3 bulan
harus bagus, dan lamanya berbisnis serta teknis yang diminta oleh bank tidak dapat
dipenuhi.
4) Keadaan usaha setelah menambahkan modal.
Tentunya yang diharapkan setelah menambahkan modal, usaha yang di jalankan akan
lebih berkemang.7
2. Pendapatan Bersih (Y)
Adapun yang menjadi indikator pendapatan bersih adalah.
7
K Putri, A. Pradhanawati, and B. Prabawani, ‘Pengaruh Karakteristik Kewirausahaan, Modal Usaha Dan Peran
Business Development Service Terhadap Pengembangan Usaha (Studi Pada Sentra Industri Kerupuk Desa
Kedungrejo Sidoarjo Jawa Timur)’, Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, 3.4 (2014), 313–22.
1) Modal Usaha
Modal usaha adalah sesuatu yang digunakan untuk mendirikan atau menjalankan
suatu usaha. Modal ini berupa uang dan tenaga (keahlian).
2) Lama usaha
Lama pembukaan usaha dapat mempengaruhi tingkat pendapatan, lama seorang
pelaku bisnis menekuni bidang usahanya akan mempengaruhi produktivitasnya
sehingga dapat menambah efisiensi dan menekan biaya produksi lebih kecil daripada
penjualan.

3) Jam kerja pedagang


Analisis jam kerja merupakan bagian dari teori ekonomi mikro, khususnya pada teori
penawaran tenaga kerja yaitu tentang kesediaan individu untuk bekerja dengan
harapan memperoleh penghasilan yang seharusnya didapatkan.8

H. Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :

No Judul Peneliti Hasil Persamaan Perbedaan


Penelitian Penelitian
1. Analisis Rohmatul Modal kerja Persamaan Perbedaannya
Pengaruh Isrohah berpengaruh peneliti ini terletak pada
penambahan
Modal Kerja (2015) posotif dengan yang
variabel jam
dan Jam Kerja terhadap dilakukan kerja yang
Terhadap pendapatan penulis dilakukan
penulis,
Pendapatan pedagang adalah sama-
tempat
Bersih kaki lima di sama penelitian
Pedagang Kaki kelurahan meneliti juga berbeda.
Lima di ngaliyan pengaruh
Kelurahan semarang modal usaha
Ngaliyan terhadap

8
Jelita Puspita, ‘Pengaruh Kemampuan Pedagang Dan Kondisi Pasar Terhadap Pendapatan Bersih Pedagang
Kaki Lima Di Pasar Induk Pagar Dewa Kota Bengkulu’ (IAIN Bengkulu, 2019).
Semarang pendapatan
bersih
pedagang
kaki lima,
2. Analisis Sutrisno Berdasarkan Persamaan Perbedaannya
Faktor-faktor (2005) analisis peneliti ini objek dan
dengan yang
Yang secara tempat
dilakukan
Mempengaruhi simultan penulis penelitian
Tingkat didapatkan adalah sama- berbeda.
sama
Pendapatan bahwa faktor
meneliti
Pedagang Kaki tingkat pengaruh
Lima di Kota pendidikan, modal usaha
terhadap
Surakarta usia
pendapatan
pedagang bersih
kaki lima, pedagang
modal usaha kaki lima.
serta jam
kerja perhari
berpengaruh
terhadap
pendapatan
pedagang
kaki lima
3. Pengaruh Metisia Berdasarkan Persamaan Perbedaannya
Modal Kerja Dhika hasil uji dalam adalah
dan Jenis Labara penelitian penelitian ini penambahan
Usaha (2017) dengan adalah sama- variabel jenis
Terhadap menggunaka sama usaha, dan
Pendapatan n teknik meneliti tempat
Bersih analisis pendapatan penelitian
Pedagang Kaki regresi linier pedagang juga berbeda.
Lima dalam berganda kaki lima,
Perspektif dapat di dan
Ekonomi nyatakan perbedaannya
Islam (Studi secara adalah
Pada Pedagang simultan penambahan
Kaki Lima di bahwa variabel jenis
Pasar Way adanya usaha, dan
Halim Bandar pengaruh tempat
Lampung) positif dari penelitian
variabel juga berbeda.
independent
yaitu modal
kerja (X1)
dan jenis
(X2). Selain
itu
berdasarkan
hasil uji
koefisien
determinasi
menunjukan
besarnya
variabel
independent
yaitu sebesar
0,149% yang
berarti bahwa
pengaruh
variabel
modal kerja
(X1) dan
jenis
dagangan
(X2) terhadap
pendapatan
bersih dalam
model ini
sebesar
14,9%
sedangkan
sisanya
85,1%
dijelaskan
oleh variabel
lain yang
tidak diteliti.
4. Analisis Herta Berdasarkan Persamaan Perbedaannya
Fakor-Faktor Putri Nur hasil dalam adalah tempat
yang Aini penelitian penelitian ini penelitian
Mempengaruhi (2014) faktor modal adalah sama- yang berbeda.
Pendapatan dan faktor sama
Pedagang Kaki jam dagang meneliti
Lima (Studi berpengaruh tentang
Kasus Penjual terhadap pendapatan
Pakaian Bekas pendapatan pedagang
di Kelurahan pedagang kaki lima.
Gilingan kaki lima
Surakarta)
5. Analisis Reski Berdasarkan Persamaan Perbedaannya
Faktor-Faktor Aulia AR hasil dalam adalah tempat
yang (2018) penelitian penelitian ini penelitian
Mempengaruhi menunjukan adalah sama- yang berbeda.
Tingkat bahwa sama
Pendapatan variabel meneliti
Pedagang Kaki modal tentang
Lima Studi mempunyai pengaruh
Kasus Pantai pengaruh pendapatan
Losari Dikota signifikan pedagang
Makassar terhadap kaki lima,
pendapatan
pedagang
kaki lima
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Modal Usaha
1. Pengertian Modal Usaha
Menurut Rosyidi Suherman modal merupakan faktor produksi yang meliputi semua
jenis barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang lain serta
jasa-jasa. Sebagaimana yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi. Sebab, modal
juga mencakup arti uang yang tersedia di dalam perusahaan untuk membeli mesin-mesin
serta faktor produksi lainnya.9
Modal usaha dapat diartikan sebagai dana yang digunakan untuk menjalankan usaha
agar tetap berjalan.10 Dalam menjalankan sebuah usaha, salah satu faktor pendukung
yang dibutuhkan adalah modal, jika kita ibaratkan memulai usaha dengan membangun
sebuah rumah, maka adanya modal menjadi bagian pondasi dari rumah yang akan
dibangun. Semakin kuat pondasi yang dibuat, maka semakin kokoh pula rumah yang di
bangun. Begitu juga pengaruh modal terhadap sebuah bisnis, keberadaannya menjadi
pondasi awal bisnis yang akan di bangun. Beberapa modal yang dibutuhkan dalam
menjalankan bisnis, antara lain tekad, pengalaman, keberanian, pengetahuan, net
working, serta modal uang, namun kebanyakan orang terhambat memulai usaha karena
mereka sulit untuk mendapatkan modal uang. Modal usaha adalah mutlak diperlukan
untuk melakukan kegiatan usaha. Oleh karena itu diperlukan sejumlah dana sebagai
dasar ukuran finansial atas usaha yang digalakan. Sumber modal usaha dapat diperoleh
dari modal sendiri, bantuan pemerintah, lembaga keuangan bank maupun lembaga
keuangan non bank.
Modal adalah faktor usaha yang harus tersedia sebelum melakukan kegiatan.
Besar kecilnya modal akan mempengaruhi perkembangan usaha dalam pencapaian
pendapatan. Sedangkan menurut Bambang Riyanto pengertian modal yang klasik ialah
sebagai “hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut” 11 dimana
setelah berkembang, pengertian modal di tekankan pada nilai daya beli atau ke kuasaan
memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal. 12 Adapun
pengertian modal jika di kaitkan dengan usaha dapat di mengerti sebagai sesuatu yang
9
Rosyidi Suherman, ‘Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Mikro Dan Makro’.
10
Sary Julisty, 'Cerdas Mendapatkan Dan Mengelola Modal Usaha’, 1st edn (Jakarta: Balai Pustaka, 2009).
11
Purwanti Endang, ‘Pengaruh Karaktristik Wirausaha, Modal Usaha, Strategi Pemasaran Terhadap
Perkembangan UMKM Di Desa Dayaan Dan Kalilondo Salatiga’, Among Makarti, 5.9 (2012), 66.
digunakan untuk mendirikan atau menjalankan suatu usaha. Modal usaha diperlukan
sebagai bekal untuk manjalankan sebuah rencana bisnis/usaha demi terpenuhinya
kebutuhan dasar oleh seseorang sehingga terhindar dari kekurangan bahkan kemiskinan.
Modal ini bisa berupa uang dan tenaga (keahlian). Modal uang biasa digunakan untuk
membiayai berbagi keperluan usaha, seperti biaya prainvestasi, pengurusan izin, biaya
investasi untuk membeli asset, hingga modal kerja, sedangkan modal keahlian adalah
kepiawaian seseorang dalam menjalankan suatu usaha.13
Modal sehari-hari dalam usaha dagang lebih mudah disebut sebagai modal lancar
yaitu kekayaan atau aktiva yang diperlukan oleh pedagang untuk menyelenggarakan
kegiatan jual beli yang diharapkan akan terus meningkatkan pendapatan pedagang.
2. Jenis-Jenis Modal
A. Modal menurut sumbernya, yang di bagi menjadi dua yaitu :
1. Modal Sendiri
Modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan dengan cara
mengeluarkan saham. Saham yang dikeluarkan perusahaan dapat dilakukan secara
tertutup atau terbuka. Keuntungan menggunakan modal sendiri untuk membiayai suatu
usaha adalah tidak adanya beban biaya bunga, tetapi hanya akan membayar dividen.
Pembayaran dividen dilakukan apabila perusahaan memperoleh keuntungan dan
besarnya dividen tergantung dari keuntungan perusahaan. Kemudian, tidak ada
kewajiban untuk mengembalikan modal yang telah digunakan. Kerugian menggunakan
modal sendiri adalah jumlahnya sangat terbatas dan relative sulit untuk memperolehnya.
Bagi perusahaan yang sudah atau sedang berjalan modal selain berupa saham dapat juga
diambil dari cadangan laba atau laba yang belum dibagi. Namun, modal ini hanya dapat
digunakan perusahaan untuk sementara waktu. Untuk usaha tertentu seperti Yayasan
dapat menggunakan modal sumbangan atau hibah dari pihak lainnya.
a). Kelebihan modal sendiri:
1. Tidak ada biaya seperti biaya bunga atau biaya administrasi sehingga tidak
menjadi beban perusahaan.
2. Tidak tergantung kepada pihak lain, artinya perolehan dana diperoleh dari
setoran pemilik modal.

12
Riyanto Bambang, ‘Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan’ (Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah
Mada, 1984).
13
Ardi Prawiro, ‘Dasar Manajemen Keuangan’ (yogyakarta: Universitas Gunadarma, 2015).
3. Tanpa memerlukan persyaratan yang rumit dan memkan waktu yang relative
lama.
4. Tidak ada keharusan pengembalian modal, artinya modal yang di tanamkan
pemilik akan tertanam lama dan tidak ada masalah seandainya pemilik modal mau
mengalihkan ke pihak lain.
b). Kekurangan modal sendiri:
1. Jumlahnya terbatas, artinya untuk memperoleh dalam jumlah tertentu sangat
tergantung dari pemilik dan jumlahnya relatuive terbatas.
2. Perolehan dari modal sendiri dalam jumlah tertentu dari calon pemilik baru
(calon pemegang saham baru) relative lebih sulit karena mereka akan
mempertimbangkan kinerja dan prospek usahanya.
3. Kurang motivasi, artinya pemilik usaha yang menggunakan modal sendiri
motivasi usahanya lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan modal asing.
2. Modal Asing (Pinjaman)
Modal asing atau modal pinjaman adalah modal yang diperoleh dari pihak luar
perusahaan dan biasanya diperoleh dari pinjaman. Penggunaan modal pinjaman untuk
membiayai suatu usaha akan menimbulkan beban biaya bunga, biaya administrasi, serta
biaya provisi dan komisi yang besarnya relative. Penggunaan modal pinjaman
mewajibkan pengembalian pinjaman setelah jangka waktu tertentu.
Sumber dana dari modal asing dapat diperoleh dari:
a) Pinjaman dari dunia perbankan, baik dari perbankan swasta, pemerintah,
maupun perbankan asing.
b) Pinjaman dari lembaga keuangan seperti perusaan pegadaian, modal ventura,
asuransi, leasing, dana pension, koperasi, atau lembaga pembiayaan lainnya.
c) Pinjaman dari perusahaan nonkeuangan.14
1. Kelebihan modal pinjaman:
a. Jumlahnya tidak terbatas.
artinya dapat mengajukan modal pinjaman ke berbagai sumber, selama
dana yang diajukan perusahaan layak, perolehan dana tidak terlalu sulit.
Banyak pihak berusaha menawarkan dananya ke perusahaan yang dinilai
memiliki prospek cerah.
b. Motivasi usaha tinggi.

14
Kasmir, Kewirausahaan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012).
Hal ini merupakan kebalikan dari menggunakan modal asing, motivasi
pemilik untuk memajukan usaha tinggi, ini disebabkan adanya beban bagi
perusahaan untuk mengembalikan pinjaman.15
2. Kekurangan modal pinjaman:
a. Dikarenakan berbagai biaya seperti bunga dan biaya administrasi.
Pinjaman yang diperoleh dari lembaga lain sudah disertai berbagai kewajiban
untuk membayar jasa seperti: bunga, biaya administrasi, biaya provisi dan
komisi, materai dan asuransi.
b. Harus dikembalikan. Modal asing wajib dikembalikan dalam jangka
waktu yang telah disepakati. Hal ini bagi perusahaan yang sedang mengalami
likuiditas merupakan beban yang harus ditanggung.
c. Beban moral. Perusahaan yang mengalami kegagalan atau masalah
yang mengakibatkan kerugian akan berdampak terhadap pinjaman sehingga
akan menjadi beban moral atas utang yang belum atau akan di bayar.16
3. Modal menurut sifatnya
Berdasarkan sifatnya modal dapat dibedakan menjadi modal tetap dan modal
lancar. Modal tetap adalah modal yang sifatnya tetap, tidak terpengaruh oleh proses
produksi dan tidak habis digunakan dalam sekali proses produksi. Contoh: gerobak,
mesin-mesin dan alat-alat. Sedangkan modal lancar adalah modal yang habis dalam satu
kali proses produksi atau berubah bentuk menjadi barang jadi. Contoh: bahan baku.
4. Modal menurut fungsi bekerjanya
a. Modal tetap
Modal tetap digunakan untuk jangka panjang dan digunakan berulang ulang.
Biasanya umurnya lebih dari satu tahun. Penggunaan utama modal ini adalah untuk
membeli aktiva tetap seperti mesin, peralatan, kendaraan serta inventaris lainnya.
Modal tetap merupakan bagian terbesar komponen pembiayaan suatu usaha dan
biasanya di keluarkan pertama kali saat perusahaan didirikan.
b. Modal kerja

15
Ikhsan Habibi Nasution, ‘“Pengaruh Modal Usaha Dan Perilaku KewirausahaanTerhadap Laba Usaha Mikro
Studi Kasus Pedagang Bakso Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang”’ (Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara, 2018).
16
Danang Faizal Furqon, ‘’Pengaruh Modal Usaha, Lama Usaha, Dan Sikap Kewirausahaan Terhadap
Pendapatan Pengusaha Lanting Di Lemah Duwur Kecamatan Kuwasaran Kabupaten Kebumen,’ (Institut
Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2016).
Modal kerja merupakan kekayaan atau aktiva yang diperlukan oleh perusahaan
untuk menyelenggarakan kegiatan sehari-hari. Seperti membeli bahan baku, listrik, air,
telepon, dan pembayaran lainnya.17
Besar kecilnya modal kerja selalu berubah-ubah. Besar kecilnya modal kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Volume penjualan
Faktor ini adalah faktor yang paling utama karena perusahaan memerlukan
modal kerja untuk menjalankan aktivitasnya yang mana puncak dari aktivitasnya
itu adalah tingginya penjualan. Dengan demikian pada tingkat penjualan yang
tinggi diperlukan modal kerja yang relatif tinggi dan sebaliknya bila penjualan
rendah dibutuhkan modal kerja yang relatif rendah.
2. Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan antara lain:
a) Politik penjualan kredit. Politik penjualan kredit ini bersangkutan dengan
piutang. Panjang pendeknya piutang akan mempengaruhi besar kecilnya
modal kerja dalam satu periode.
b) Politik penentuan persediaan besi. Bila diinginkan persediaan tinggi, baik
persediaan kas, persediaan bahan baku, persediaan bahan jadi maka
diperlukan modal kerja yang relatif besar. Sebaliknya bila ditetapkan
diperlukan persediaan rendah maka diperlukan modal kerja yang relative
rendah.
c) Pengaruh musim. Dengan adanya pergantian musim, akan dapat
mempengaruhi besar-kecilnya barang/jasa kemudian mempengaruhi
besarnya tingkat penjualan. Fluktuasi tingkat penjualan akan
mempengaruhi besar-kecilnya modal kerja yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan kegiatan produksi.
d) Kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi dapat mempengaruhi atau
mengubah proses produksi menjadi lebih cepat dan ekonomis, dengan
demikian akan dapat mengurangi besarnya kebutuhan modal kerja. Tetapi
dengan perkembangan teknologi maka perusahaan perlu mengimbangi
dengan membeli alat-alat investasi baru sehingga diperlukan modal kerja
yang relatif besar.18

17
Atun Nur Isni, ‘Pengaruh Modal, Lokasi, Dan Jenis Dagangan Terhadap Pendapatan Pedagang Pasar
Prambanan Kabupaten Sleman’ (Universitas Negeri Yogyakarta, 2016).
18
Indriyo dan Basri, ‘Manajemen Keuangan’ (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2002).
5. Cara memperoleh modal
Dalam praktiknya pembiayaan suatu usaha dapat diperoleh secara gabungan antara
modal sendiri dengan modal pinjaman. Pilihan apakah menggunakan modal sendiri,
modal pinjaman atau gabungan tergantung dari jumlah modal yang dibutuhkan dan
kebijakan pemilik usaha. Biasanya untuk usaha baru menggunakan modal sendiri karena
sulitnya memperoleh pinjaman terutama dari bank. Bank biasanya jarang memberikan
pinjaman untuk usaha baru, mengingat bank belum mengenal nasabah belum
berpengalaman. Namun, perusahaan dapat memperoleh pinjaman dari perusahaan
nonbank seperti leasing atau pegadaian.19 Beberapa pertimbangan yang perlu
diperhatikan apabila ingin memperoleh suatu modal sebagai berikut:
a) Tujuan perusahaan
Perusahaan perlu mempertimbangkan tujuan penggunaan pinjaman tersebut, apakah
untuk modal investasi atau modal kerja, apakah sebagai modal utama atau hanya
sekedar modal tambahan, apakah untuk kebutuhan yang mendesak atau tidak.
b) Masa pengembalian modal
Dalam jangka waktu tertentu pinjaman tersebut harus dikembalikan ke kreditur
(bank). Bagi perusahaan jangka waktu pengembalian investasi juga perlu
dipertimbangkan sehingga tidak menjadi beban perusahaan dan tidak menganggu
cash flow perusahaan. Sebaliknya jangka waktu pinjaman disesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan.
c) Biaya yang dikeluarkan
Faktor biaya yang harus dikeluarkan harus dipertimbangkan secara matang. Hal ini
penting karena biaya merupakan komponen produksi yang akan menjadi beban
perusahaan dalam menentukan harga jual dan laba.
d) Estimasi keuntungan
Besarnya keuntungan yang akan diperoleh pada masa-masa yang akan datang perlu
menjadi pertimbangan. Estimasi keuntungan diperoleh dari selisih pendapatan
dengan biaya dalm suatu periode tertentu. Besar kecilnya keuntungan sanga
berperan dalam pengembalian dana suatu usaha. Oleh karena itu perlu di buatkan
estimasi pendapatan dan biaya sebelum memperoleh pinjaman modal.20
6. Faktor-faktor Penentuan Jumlah Modal

19
Lantip Susilowatii, Bisnis Kewirausahaan (Yogyakarta: Teras, 2013).
20
Siti Fitrianti, ‘Pengaruh Modal Usaha Dan Kreativitas Terhadap Pengembangan Usaha Penjahit Pakaian Di
Kecamatan Betara Tanjung Jabung Barat’ (Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifudin Jambi, 2019).
Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan
bukan merupakan hal yang mudah, karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu
perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a) Sifat atau jenis perusahaan.
Kebutuhan modal kerja tergantung pada jenis dn sifat dari usaha yang dijalankan.
b) Waktu yang diperlukan untuk memproduksi dan memperoleh barang yang akan
dijual.
Ada hubungan langsung antara jumlah modal kerja dan jangka waktu yang
diperlukan utuk memproduksi barang yang akan dijual pada pembeli makin lama
waktu yang diperlukan untuk memproleh barang dari luar negeri, jumlah modal
kerja yang diperlukan makin besar.
c) Cara-cara atau syarat-syarat pembelian dan penjualan.
Kebutuhan modal kerja perusahaan dipengaruhi oleh syarat pembelian dan penjual.
Makin banyak diperoleh syarat kredit untuk membeli bahan dari pemasok maka
lebih sedikt modal kerja yang di tanamkan dalam persediaan. Sebaliknya semakin
longgar syarat kredit yang diberikan pada pembeli maka akan lebih banyak modal
kerja yang di tanamkan dalam piutang.
d) Perputaran persediaan.
Makin cepat persediaan berputar maka makin kecil modal kerja yang diperlukan.
Pengendalian yang efektif diperlukan untuk memelihara jumlah, jenis, dan kualitas
barang yang sesuai dan mengatur investasi dalam persediaan. Disamping biaya yang
berhubungan dengan persediaan juga berkurang.
e) Perputaran piutang
Kebutuhan modal kerja juga dipengaruhi jangka waktu penagihan piutang. Apabila
penagihan piutang dilakukan secara efektif maka tingkat perputaran piutang akan
tinggi sehingga modal kerja tidak akan terikat dalam waktu yang lama dan dapat
segera digunakan dalam siklus usaha.
f) Siklus usaha (konjungtur)
Dalam masa “Prosperti” (konjungtur tinggi), perusahaan akan berupaya untuk
membeli barang mendahului kebutuhan untuk memperoleh harga yang rendah dan
memastikan adanya persediaan yang cukup sehingga dalam masa “depresi”
(konjungtur menurun) maka volume usaha turun dan banyak perusahaan atau pelaku
usaha turun dan banyak perusahaan atau pelaku usaha yang harus menukar
persediaan dan piutang menjadi uang.
g) Musim
Apabila usaha yang dijalankan tidak dipengaruhi musim, maka penjualan tiap bulan
rata-rata sama. Tetapi jika dipengaruhi musim, usaha memerlukan sejumlah modal
kerja yang maksimum untuk jangka relatif pedek. Ada dua macam musim:
1. Musim dalam hal produktif hanya dilakukan dalam berbulan-bulan tertentu
saja sedangkan dalam bulan lain tidak ada produksi atau sedikit produksinya.
2. Musim dalam hal penjualan, yaitu penjualan hanya dilakukan dalam bulan-
bulan tertentu saja. Sedangkan dalam bulan lain penjualan tidak begitu
banyak.21
7. Modal dalam Perspektif Islam
Dalam pandangan al-qur’an, uang merupakan modal serta salah satu faktor produksi
yang penting, tetapi bukan yang terpenting. Manusia menduduki tempat di atas modal disusul
sumber daya alam. Pandangan ini berbeda dengan pandangan sementara pelaku ekonomi
modern yang memandang uang sebagai segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau
sumber daya alam dianiaya atau ditelantarkan. Dalam sistem ekonomi islam modal
diharuskan terus berkembang agar sirkulasi uang tidak berhenti. Di karenakan jika modal
atau uang berhenti (ditumbun/stagnan) maka hartai tu tidak dapat mendatangkan manfaat
bagi orang lain, namun seandainya jika uang diinvestasikan dan digunakan untuk melakukan
bisnis maka uang tersebut akan mendatangkan manfaat bagi orang lain, termasuk diantaranya
jika ada bisnis berjalan maka akan bisa menyerap tenaga kerja.22
Pengertian modal dalam konsep ekonomi islam berarti semua harta yang bernilai dalam
pandangan syar’i dimana aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha produksinya
denga tujuan pengembangan. Istilah modal tidak harus dibatasi pada harta-harta ribawi saja
tetapi juga meliputi semua jenis harta yang berniai yang terakumulasi selama proses aktivitas
perusahaan dan pengontrolan perkembangan pada periode-periode lain. 23 Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 274:
‫َاَّلِذ ْيَن ُيْنِفُقْو َن َاْمَو اَلُهْم ِباَّلْيِل َو الَّنَهاِر ِس ًّر ا َّو َع اَل ِنَيًة َفَلُهْم َاْج ُر ُهْم ِع ْنَد َر ِّبِهْۚم َو اَل َخ ْو ٌف َع َلْيِهْم َو اَل ُهْم َيْح َز ُنْو َن‬.
Terjemahan:
“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-
sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa
takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
21
Amin Wijaya Tunggal, ‘Dasar-Dasar Analisis Laporan Keuangan’ (Yogyakarta: Rhineka Cipta, 1995).
22
Nurmaya, ‘’Pengaruh Bantuan Usaha Kecil (BMUK) Terhadap Pendapatan Pengusaha Kecil’ (Institut Agama
Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2016).
23
Aliman, Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunah (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
Modal tidak boleh diabaikan, manusia berkewajiban mengunakannya dengan baik, agar
terus produktif dan tidak habis digunakkan. Karena itu seorang wali yang menguasai harta
orang-orang yang tidak atau belum mengurus hartanya, diperintahkan untuk mengembangkan
harta yang berbeda dalam kekuasaannya itu dan membiayai kebutuhan pemiliknya yang tidak
mampu, dari keuntungan perputaran modal, bukan dari pokok modal.24
Pengelolaan modal kerja meliputi usaha mendapatkan dan menyediakan dana yang
dibutuhkan serta usaha untuk menggunakan dana tersebut secara efektif dan efesien dengan
tetap mempertahankan arus pendapatan guna kelangsungan perusahaan dalam membiayai
operasi selanjutnya. Oleh sebab itu, diperlukan manajemen yang baik dalam setiap
pengelolahan modal kerja.
Dalam mengembangkan modal, untuk meningkatkan atau memperbanyak jumlah modal
dengan berbagai upaya yang halal, baik melalui produksi maupun investasi. Semua itu
bertujuan agar harta bisa bertambah sesuai yang diinginkan.
Dalam islam cara mendapatkan modal dan mengembangkannya tidak boleh dilakukan
dengan yang dilarang syari’at islam. Antara lain:
1. Perjudian, karena cara ini dapat menimbulkan permusuhan dan dapat merusak
tatanan kehdupan masyarakat. Pada dasarnya cara pengembangan ini dilakukan tanpa
adanya usaha yang jelas dan hanya bersifat spekulatif semata.
2. Pengembangan harta/modal dengan jalan riba (apapun bentuk dan jumlahnya)
yaitupengambilan keuntungan dengan cara mengekpoitasi tenaga orang lain.
3. Pengembangan modal dengan jalan penipuan (al-ghabn atau at-tadlis). Cara-cara
penipuan dalam segala kegiatan ekonomi yang dilakukan di masyarakat jelas-jelas
dilarang dan diharamkan agama.
4. Pengembangan modal dengan jalan penimbunan. Maksudnya adalah seseorang
mengumpulkan barang-barang dengan tujuan menunggu waktu naiknya harga
barang-barang tersebut, sehingga ia bisa menjualnya dengan harga tinggi menurut
kehendaknya.
Menentukan mekanisme pengembangan dan pengelolaan modal, dimana dalam
mekanisme ini harus jelas cara atau bentuk serta tujuan yang akan dicapai. Prinsipnya
adalah peningkatan dan pembagian hasil untuk menciptakan sirkulasi yang benar dan
tepat bagi setiap golongan masyarakat dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip
ekonomi islam.25
24
Kasmir, ‘Manajemen Perbankan’ (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008).
25
Taqyudin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti,
1996).
B. Pendapatan Bersih
1. Pengertian Pendapatan Bersih
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia pendapatan adalah hasil kerja (usaha atau
sebagainya.26 Sedangkan pendapatan dalam kamus manajemen adalah uang yang diterima
perorangan, perusahaan dan organisasi lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,
ongkos dan laba.27 Sedangkan menurut Zaki pendapatan adalah aliran masuk harta (aktiva)
yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha selama
satu periode tertentu.28
Pendapatan atau income dari seorang warga masyarakat adalah hasil “penjualan-
penjualannya” dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Dan
sektor produksi “membeli” faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input
proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar. Dan harga faktor produksi di pasar
ditentukan oleh kekuatan tarik menarik antara penawaran dan permintaan.29
Pendapatan adalah hasil penjualan barang dagang. Penjualan timbul karena terjadi
transaksi jual-beli barang antara penjual dan pembeli. Tidak peduli apakah transaksi
tersebut di lakukan dengan pembayaran secara tunai, kredit. Selama barang sudah di
serahkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli, hasil penjualan tersebut sudah termasuk
sebagai pendapatan.30 Tujuan perdagangan dalam arti sederhana adalah memperoleh laba
atau pendapatan, secara ilmu ekonomi murni asumsi yang sederhana menyatakan bahwa
sebuah industri dalam menjalankan produksinya adalah bertujuan untuk memaksimalkan
keuntungan (laba/profit) dengan cara dan sumber–sumber yang halal. Kemudian pendapatan
tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha
perdagangannya.31
Menurut Efilia yang di kutip oleh Gusganda Suria Manda bahwa “pendapatan dan beban
tidak dapat dipisahkan, dimana pendapatan adalah hasil yang dapat diperoleh dari kegiatan
operasi yang dilakukan oleh perusahaan sedangkan beban adalah biaya yang dikeluarkan
atau digunakan untuk memperoleh pendapatan yang diharapkan oleh perusahaan. Biaya
yang efisien akan meningkatkan laba yang di inginkan oleh perusahaan. Sistem penggunaan
biaya yang tepat dalam perusahaan akan menghasilkan laba semaksimal mungkin.

26
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998).
27
Marbun, BN, Kamus Manajemen (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003).
28
Zaki Baridwan, Sistem Informasi Akuntansi (Yogyakarta BPPE, 2002).
29
Boediono, ’Ekonomi Mikro(: ), 88., 2nd edn (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2013).
30
Kuswadi, ‘Pencatatan Keuangan Dagang Untuk Orang-Orang Awam’ (Jakarta: PT.Alex Medina
Komputindo, 2008).
31
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam (Jakarta: Zahra, 2008).
Pendapatan adalah penghasilan yang berasal dari aktivitas operasi utama perusahaan,
misalnya aktivitas penjualan bagi perusahaan dagang. Pendapatan diperoleh dari transaksi
penyerahan barang atau jasa atau aktivitas usaha lainnya itu adalah yang berhubungan
secara langsung dengan kegiatan untuk memperoleh laba usaha yang dapat mempengaruhi
terhadap jumlah ekuitas.”32
Menurut Poerwadarminto, pendapatan adalah hasil pencarian atau memperoleh dari
usaha dan bekerja. Pendapatan merupakan jumlah penghasilan yang diterima seseorang baik
berupa uang atau barang yang merupakan hasil kerja atau usaha. Ada tiga kategori
pendapatan yaitu:
a. Pendapatan berupa uang yaitu penghasilan berupa uang yang sifatnya regular dan
yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau konta prestasi.
b. Pendapatan berupa barang adalah segala yang sifatnya regular dan biasa, akan tetapi
selalu berbentuk balas jasa dan diterima dalam bentuk barang dan jasa.
c. Pendapatan yang bukan merupakan pendapatan adalah segala penerimaan yang
bersifat transfer redistribusi dan biasanya membuat perubahan dalam keuangan
rumah tangga.33
Adapun menurut Mardiasmo yang termasuk dalam pendapatan adalah :
a. “Imbalan atau penggantian yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Pendapatan
yang tergolong imbalan yaitu gaji, upah, hononarium, komisi, bonus, uang pension,
dan lain-lain.
b. Hadiah dapat berupa uang ataupun barang yang berasal dari pekerjaan, undian,
penghargaan dan lain-lain.
c. Laba usaha. Pendapatan yang berasal dari laba usaha adalah pendapatan yang di dapat
dari selisih penjualan barang dengan biaya-biaya yang di keluarkan untuk membuat
barang tersebut, yang termasuk biaya-biaya antara lain: biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja, biaya penjualan, dan lain-lain.
d. Keuntungan karena penjualan adalah pendapatan yang di dapat dari selisih penjualan
barang dan biaya-biaya yang di keluarkan untuk mendapatkan barang tersebut, yang
termasuk biaya-biaya antara lain: biaya transportasi, biaya tenaga kerja, biaya
penjualan dan lain-lain.

32
Gusganda Suria Muria, ‘Pengaruh Pendapatan Dan Biaya Operasional Terhadap Laba Bersih Studi Kasus
Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Terdaftar Di BEI Periode 2012-2016’,
Ekonomi Dan Bisnis, 8.1 (2018), 19–33.
33
‘Asri Wahyu Astuti, “Peran Ibu Rumah Tangga Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Di Desa Bejen
Kecamatan Bejen Kabupaten Tanggamus” , ), 20.’ (Universitas Islam Negeri Semarang, 2013).
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan sebagai biaya. Hal
tersebut terjadi karena kesalahan perhitungan pajak yang telah dilakukan.
f. Bunga dari pengembalian utang kredit. Setiap kelebihan pengembalian piutang dari
jumlah uang yang dipinjamkan kepada orang lain termasuk pendapatan dalam
pengertian.
g. Deviden dan pembagian sisa hasil usaha (SHU). Pembagian laba perusahaan ataupun
koperasi yang sebanding dengan modal yang ditanamkan juga termasuk pendapatan.
h. Royalty. Royalty adalah pendapatan yang diterima dari bals jasa terhadap hak cipta
yang digunakan oleh orang lain.
i. Sewa. Sewa adalah pemindahan hak guna dari hak milik kepada orang lain dalam
kurun waktu yang telah ditentukan.
j. Penerimaan atau pembayarann berkala
k. Keuntungan karena pembebasan utang
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n. Premi asuransi.”34
2. Sumber-sumber pendapatan
Menurut Samuelson dan Nordaus yang dikutip oleh Sri Umsiani mengatakan bahwa
sumber-sumber pendapatan sebagai berikut:
a) Gaji dan upah yaitu berupa imbalan yang diterima seseorang setelah mengerjakan
sesuatu baik di perusahaan swasta maupun di perusahaan pemerintah.
b) Pendapata dari kekayaan yaitu pendapatan yang dihasilkan oleh usaha sendiri.
Pendapatan tersebut diperoleh karena mengelola kekayaan yang ada untuk mencapai
hasil yang maksimal berupa pendapatan usaha.
c) Pendapatan dari sebab lain yaitu pendapatan yang dihasilkan tanpa mencurahkan
tenaga kerja.35
3. faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan adalah:
a) Kondisi dan kemampuan pedagang
Transaksi jual beli melibatkan pihak pedagang dan pembeli. Pihak pedagang harus
dapat meyakinkan pembeli agar dapat mencapai sasaran penjualan yang di harapkan
dan sekaligus mendapatkan pendapatan yang di inginkan.
b) Kondisi pasar
34
Mardiasmo, ‘Perpajakan’ (Yogyakarta: Andi, 2003).
35
Sri Umsiani, ‘“Tinjauan Pendapatan Usaha Pedagang Kaki Lima Di Lapangan Pancasila Kota Palopo”’
(Institut Agama Islam Negeri Palopo, 2019).
Kondisi pasar berkaitan dengan keadaan pasar tersebut, jenis pasar, kelompok
pembeli yang ada dalam pasar tersebut, lokasi berdagang, frekuensi pembeli dan
selera pembeli dalam pasar tersebut.
c) Modal
Setiap usaha membutuhkan untuk operasional usaha yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan maksimal. Dalam kegiatan penjualan semakin banyak
produk yang dijual berakibat pada kenaikan jumlah barang dagangan dalam jumlah
besar. Untuk itu dibutuhkan tambahan modal untuk membeli barang dagangan atau
membayar biaya operasional agar tujuan pewirausaha meningkatkan keuntungan
dapat tercapai sehingga pendapatan dapat meningkat.
d) Kondisi organisasi usaha
Semakin besar suatu usaha akan memiliki frekuensi penjualan yang semakin tinggi
sehingga keuntungan akan semakin besar di bandingkan dengan usaha yang lebih
kecil.
e) Faktor lain
Faktor lain mempengaruhi pendapatan berkaitan dengan periklanan dan kemasan
produk.36
f) Kejujuran pedagang
Adalah sifat yang dimiliki oleh pedagang dalam menjual barang dagangan kepada
pembeli dan dalam mendapatkan barang dagangan dari supplier (pemasok).
Pedagang yang jujur berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan pembeli
agar menjadi pelanggan mereka dengan cara transparansi harga, kualitas, timbangan,
dan transaksi sehigga dagangan mereka cepat laku terjual.
g) Jam kerja dagang
Yang dimaksud jam berdagang adalah lamanya pedagang berada di pasar untuk
menjual barang dagangannya per bulan dengan satuan jam. Semakin lama jam kerja
atau operasional maka akan semakin tinggi pula kesempatan untuk memperoleh
pendapatan.
h) Keuletan bekerja
Pengertian keuletan dapat disamakan dengan ketekunan, keberanian untuk
menghadapi segala macam tntangan apabila saat menghadapi kegagalan maka

36
Samsul Ma’arif, ‘“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Pasar Bandarjo
Ungaran Kabupaten Semarang”’ (Universitas Negeri Semarang, 2013).
kegagalan tersebut dijadikan sebagai bekal untuk meniti kearah kesuksesan dan
keberhasilan.37
4. Pendapatan dalam Islam
Istilah pendapatan atau keuntungan adalah sinonim dengan istilah laba (Indonesia), profit
(inggris), dan riba (arab). Muanna Naga menyatakan yang dikutip oleh Djojohadikusumo
Sumitro bahwa pendapatan adalah berupa jumlah uang yang diterima oleh seseorang atau
lebih anggota keluarga dari jerih payah kerjanya.
Pendapatan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada subjek ekonomi
berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari profesi yang
dilakukan sendiri atau usaha perorangan dan pendapatan kekayaan.38
Dalam islam kebutuhan menjadi alasan untuk mencapai pendapatan minimum,
sedangkan kecukupan dalam standar hidup yang baik (nhisab) adalah hal yang paling
mendasari distribusi, retribusi kekayaan, setelah itu baru dikaitkan dengan kerja dan
kepemilikan pribadi.39
Islam mendorong umatnya untuk bekerja dalam memproduksi, bahkan menjadikan
sebagai sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu, lebih dari itu Allah akan
memberi balasan yang setimpat yang sesuai dengan amal/kerja dan sesuai dengan firman
Allah dalam Q.s An-Nahl (16) ayat 97:
‫َم ْن َع ِم َل َص ا ِلًح ا ِم ْن َذ َك ٍر َأ ْو ُأ ْن َث ٰى َو ُه َو ُم ْؤ ِم ٌن َف َلُن ْح ِي َي َّن ُه َح َي ا ًة َط ِّيَب ًة ۖ َو َلَن ْج ِز َي َّن ُه ْم َأ ْج َر ُه ْم ِب َأ ْح َس ِن َم ا‬
‫َك ا ُن وا َيْع َم ُل وَن‬
Terjemahan:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan.40
Islam memandang sebuah pendapatan sebagai penghasilan yang diperoleh harus
bersumber dari usaha yang halal. Pendapatan yang halal akan membawa keberkahan, harta
yang di dapati dari kegiatan yang tidak halal seperti mencuri, korupsi, dan perdagangan
barang haram bukan hanya mendatangkan bencana atas siksa didunia namun juga siksa di

37
Wuji Hastuti, ‘“Pengaruh Modal Dan Jam Kerja Terhadap Pendapatan Petani Nira Di Desa Purbosari
Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma”’ (IAIN Bengkulu, 2019).
38
Djojohadikusumo Sumitro, Sejarah Pemikiran Ekonomi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005).
39
Kaelany HD, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan’ (Jakarta: Bumi Aksara, 2000).
40
Al-Qur’an dan Terjemahannya Departemen Agama RI, Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan
Terjemahannya.
akhirat. Harta yang diperoleh secara halal akan membawa keberkahan didunia akan
keselamatan di akhirat.41
C. Pedagang Kaki Lima (PKL)
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL)
Istilah PKL adalah untuk menyebut pedagang yang menggunakan gerobak beroda. Jika
roda gerobak di tambhakan dengan kaki pedagang, maka berjumlah lima, maka disebutlah
pedagang kaki lima atau PKL.
Menurut Gilang Permadi istilah pedagang kali lima (PKL) di runut hingga masa
penjajahan Belanda di Indonesia. Dahulu penjajah belanda membuat peraturan bahwa setiap
jalan raya yang di bangun harus menyediakan sarana untuk pejalan kaki, sarana pejalan kaki
tersebut disebut trotoar. Lebar trotoar untuk pejalan kaki ada lima kaki (kaki: satuan ukuran
panjang yang diguanakan mayoritas bangsa eropa) atau sekitar satu setengah meter.
Kemudian saat Indonesia merdeka, trotoar untuk pejalan kaki itu dimanfaatkan oleh
pedagang untuk berjualan. Selain trotoar, emperan toko juga digunakan tempat berjualan,
waktu itu disebut pedagang emperan, lam-lama disebut pedagang kaki lima.
Sedangkan menurut William Liddie yang dikutip oleh Gilang Permadi aturan trotoar
lima kaki justru dari bahasa inggris, five foot (lima kaki), Liddie mempercayai bahwa yang
membuat aturan pembangunan trotoar di Indonesia bukanlah belanda, tetapi inggris. Inggris
memang pernah mengambil alih kekuasaan atas Indonesia dari belanda, yang membuat
trotoar di Indonesia adalah gubernur jendral asal inggris yaitu Sir Stamford Raflles.42
Pedagang kaki lima dapat diartikan sebagai pedagang kecil yang pada permulaanya
mempunyai peranan sebagai penyalur barang-barang dan jasa ekonomi perkotaan atau
dengan kata lain, pedagang kaki lima termasuk pedagang eceran yang bermodal kecil yang
berpendapatan rendah dan berjualan di tempat-tempat umum seperti emper-emper toko,
ditepi jalan raya, taman-taman dan pasar.43
Kesulitan dalam mencari pekerjaan serta keterbatasan kemampuan modal untuk mendirikan
usaha bagi masyarakat golongan ekonomi lemah mendorong mereka untuk melakukan suatu
usaha dalam mempertahankan hidupnya. Untuk mempertahankan hidupnya mereka mencari
nafkah yang sesuai dengan kekuatan serta kemampuan yang dimilikinya yang serba terbatas.
Wujud keterbatasan ini adalah keterbatasan modal, keterbatasan tentang pengetahuan dalam

41
Dian Permata Sari, ‘“Analisis Peran Tenaga Kerja Wanita Di Luar Negeri Dalam Meningkatkan Pendapatan
Keluarga Menurut Perspektif Ekonomi Islam”’ (UIN Raden Intan Lampung, 2017).
42
Gilang Permadi, Pedagang Kaki Lima: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini (Jakarta: Yudistira, 2007).
43
Andjar Prasetyo and Mohamad Zaenal Arifin, ‘Analisis Biaya Pengelolahan Limbah Makanan Restoran’
(Jakarta: Indocamp, 2017).
tatanan atau peraturan yang berlaku membuat mereka para masyarakat ekonomi lemah untuk
berusaha dalam bentuk usaha dagangan berupa pedagang kaki lima (PKL) yang mereka
laksanakan di kota-kota besar di Indonesia. Usaha atau menjajakan dagangannya di tempat-
tempat yang menurut peraturan dilarang yaitu menempati tanah milik Negara yang berada
pada pinggir jalan, di taman umum, di lapangan, di taman sekitar monumen atau tempat-
tempat yang mereka anggap strategis untuk dagangannya menjadi laku. Tindakan yang
dilakukan adalah dengan mendirikan bangunan-bangunan seadanya yang dapat dipergunakan
untuk mencari nafkah berupa kios-kios, warung-warung, dengan model bangunan temporer
dengan struktur yang sangat sederhana tanpa memperhatikan keindahan arsitektur yang justru
cenderung kearah bangunan yang kumuh/kotor.44
Keberadaan pedagang kaki lima yang menjadi alternatif lapangan pekerjaan membuat
angka pengangguran dapat ditekan dan keberadaanya di butuhkan oleh masyarakat kelas
bawah karena harga yang relative murah dari toko atau restoran. Namun keberadaan
pedagang kaki lima selain menguntungkan juga mendatangkan permasalashan baru. Kegiatan
para pedagang kaki lima dianggap sebagai kegiatan liar karena penggunaan ruang tidak
sesuai dengan peruntukannya sehingga mengganggu kepentingan umum seperti kegiatan
pedagang kaki lima yang menggunakan trotoar, jalan, badan jalan, area parkir, ruang-ruang
terbuka, taman-taman, dan terminal sebagai tempat berdagang, pemasangan reklame yang
sembarangan dan perilaku menyebrang jalan sembarangan.45
Ciri-ciri pedagang kaki lima menurut Kartini Kartono:
1. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus prudusen
2. Ada yang menetep pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat
lain
3. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan
mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atas jerih payahnya
4. Kualitas barang yang diperdagangkan relatif rendah dan kadang tidak berstandar
5. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya merupakan
pembeli yang berdaya beli rendah.
6. Usaha skala kecil bisa berupa family enterprise, dimana ibu dan anak ikut membantu
dalam usaha tersebut, baik langsung maupun tidak langsung.

44
Djoko Pratikto, ‘“Pengaruh Pertumbuhan Dan Perkembangan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima (PKL)
Terhadap Citra Wajah Arsitektur Kota Surakarta”’.
45
David Cardona, Strategi Komunikasi Pembangunan Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima, Cetakan Pertama
(Surabaya: Scorpindo Media Pustaka, 2020).
7. Menjajakan makanan, minuman dan barang-barang konsumtif lainnya yang
dibutuhkan masyarakat.46
a. Jenis barang dan jasa
Jenis dagangan pedagang kaki lima dikelompokkan menjadi 4 yaitu:
1) Makanan yang tidak di proses atau semi olahan. Makanan tidak diproses seperti
buah-buahan, sayur-sayuran. Sedangkan makanan semi proses seperti beras, dsb.
2) Makanan siap saji (prepared food), seperti pedagang nasi pecel, es buah, roti bakar,
dsb.
3) Barang bukan makanan (non food items) seperti penjual kaset DVD, penjual celana,
dsb.
4) Jasa (Service), seperti penjahit, sol sepatu, potong rambut, dsb.47
Informasi yang banyak diperoleh dari masyarakat adalah tentang sisi negative
keberadaan PKL dalam memanfaatkan akses public. Pemanfaatan akses public terpaksa
dilakukan oleh PKL karena beberapa faktor yaitu tidak adanya tempat yang disediakan oleh
pemerintah, tidak mampu untuk menyewa tempat. Disamping sisi negative keberadaan PKL
dianggap dapat membantu masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhan dengan harga
yang terjangkau. Dalam hal ini PKL hanya minta untuk diperhatikan dan diberi fasilitas yang
layak dari pemerintah setempat karena kehadiran mereka bukan semata-mata ingin
memperoleh pendapatan tetapi juga tuntutan pasar yang membutuhkan jasa PKL, selain itu
kehadiran PKL mampu menghidupkan dan membuat kota selalu semarak tidak sepi dan
dinamis.
Banyak juga hal-hal yang menghalangi aktifitas PKL salah satunya adalah cuaca.
Berdasarkan jenis tempat usaha yang digunakan oleh para PKL dalam menjalankan
aktifitasnya banyak yang menggunakan sarana seperti gelaran, lesehan, tenda dan juga ada
yang menggunakan roda dua, roda tiga, roda empat, sementara berdasarkan lokasi yang
digunakan oleh PKL adalah fasilitas umum seperti trotoar, badan jalan dan lainnya. Dengan
kondisi tersbut jika cuaca tidak mendukung seperti hujan maka secara otomais aktifitas
berdagang bisa terhenti atau bahkan tidak berjualan dan ini juga berdampak terhadap
pendapatan.48
2. Pedagang kaki lima dalam Perspektif Ekonomi Islam

46
Kartini Kartono, ‘Pedagang Kaki Lima’ (Universitas Parahyangan, 1980).
47
Dwi Romadina, ‘“Pengaruh Modal Kerja Jam Kerja Dan Lama Usaha Terhadap Pendapatan Pedagang Kaki
Lima Perempuan Dalam Perspektif Ekonomi Islam Studi Kasus Pasar Bambu Kuning Tanjung Karang Pusat
Bandar Lampung”’ (Islam Universitas Negeri Raden Intan Lampung, 2018).
48
Dorris Yadewani, ‘Memilih Menjadi Pedagang Kaki Lima’ (Sumbar: Pustaka Galeri Mandiri, 2020).
Agama Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan jual beli.
Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut
menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya
seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapat berkah dan ridha Allah SWT
di dunia dan akhirat.
Sebagaimana pada Qs. An-nisa ayat 29

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْمَو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِآاَّل َاْن َتُك ْو َنِتَج اَر ًة َعْن َتَر اٍض ِّم ْنُك ْم ۗ َو اَل َتْقُتُلْٓو ا‬
‫َاْنُفَس ُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبُك ْم َر ِح ْيًم ا‬
Terjemahannya:
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu”49
Allah menganjurkan umat Islam untuk bekerja agar tercukupi kehidupan dunianya.
Sebagaimana Islam telah mengatur kehidupan ekonomi kaum muslimin agar tidak keluar dari
koridor syariat.
Selain memotivasi umat Islam agar giat dalam bekerja, Rasulullah juga tak lupa berpesan
bahwa setiap pekerja harus mendapatkan hasil yang halal.
Berusaha untuk mendapatkan penghasilan halal merupakan kewajiban, di samping sejumlah
tugas lain yang telah diwajibkan. Bagi orang-orang beriman, standar ukuran perilaku, lebih
khusus dalam berdagang, hendaknya selalu diselaraskan dengan perilaku Rasulullah.
Rasulullah telah banyak mengajarkan bagaimana aturan yang benar dalam bedagang. Maka
seorang pedagang harus menyelaraskannya dengan aturan Rasulullah. Yusuf Qardhawi
menjelaskan bahwa Islam memiliki nilai dan norma berdagang dalam Islam, yaitu:
1. Larangan memperdagangkan barang-barang haram
Larangan mengedarkan atau memperdagangkan barang-barang haram merupakan norma
pertama yang harus diperhatikan oleh para pedagang muslim.
2. Bersikap benar
Pedagang yang benar adalah mereka yang tidak menipu ketika mempromosikan produk
atau harga dan tidak sumpah palsu.
3. Amanah

49
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT.Syaamil Cipta Media, 2005).
Amanah yang di maksud adalah mengembalikan haka pa saja kepada pemiliknya, tidak
melebihi haknya dan tidak pula mengurangi hak orang lain. Amanah juga berarti
bertanggung jawab terhadap barang yang didagangkan.
4. Jujur
Jujur merupakan bekal yang harus dimiliki oleh setiap pedagang.
5. Tidak Menipu
Seburuk-buruknya adalah pasar. Hal ini lantaran pasar atau tempat dimana orang jual
beli itu dianggap sebagai sebuah tempat yang didalamnya penuh dengan penipuan,
sumpah palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah pola manusia.
6. Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para
pembeli maupun diantara sesama pedagang.
7. Murah Hati
Murah hati dalam pengertian ramah tamah, sopan santun, murah senyum, suka
mengalah, namun tetap penuh tanggung jawab.50
Adapun yang menjadi kekuatan dan kelemahan pedagang kaki lima yaitu
a. Kekuatan pedagang kaki lima antara lain:
1) Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat
pada negara-negara sedang berkembang.
2) Dalam praktiknya, mereka bisa menawarkan barang-barang dan jasa dengan harga
bersaing, mengingat mereka tidak dibebani pajak.
3) Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada pedagang kaki lima,
mengingat faktor kemudahan dan barang-barang yang ditawarkan relative lebih
murah terlepas dengan mempertimbangkan kualitas barang.
b. Kelemahan pedagang kaki lima, antara lain:
1) Modal yang relative kecil sehingga menyebabkan laba relative kecil padahal pada
umumnya banyak anggota keluarga yang bergantung pada hasil minim ini.
2) Kurangnya perhatian terhadap unsur efisiensi karena rendahnya pendidikan dan
kurangnya keterampilan sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi usaha.
3) Sering kali terdapat unsur penipuan dan penawaran dengan harga tinggi sehingga
menyebabkan citra masyarakat tentang pedagang kaki lima kurang positif.51
c. karakteristik pedagang kaki lima yaitu:
50
Islahuddin, ‘“Peranan Pedagang Kaki Lima Dalan Menanggulangi Tingkat Pengangguran Dalam Perspektif
Ekonomi Islam Di Kota Makassar”’ (UIN Alauddin, 2017).
51
Gasper Liauw, ‘Administrasi Pembangunan Studi Kajian PKL’ (Bandung: Refika Aditama, 2015).
1. Kelompok pedagang yang kadang-kadang sabagai produsen yaaitu pedagang
makanan dan minuman yang memasaknya sendiri.
2. Pedagang kaki lima memberikan konotasi bahwa mereka umumnya menjajakan
barang dagangannya pada gelaran tikar dipinggir jalan dan didepan toko yang
dianggap strategis, juga pedagang yang menggunakan meja, kereta dorong dan kios
kecil.
3. Pedagang kaki lima pada umumnya menjual barang secara eceran.
4. Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil bahkan sering dimanfaatkan pemilik
modal dengan memberikan komisi sabagai jerih payah.
5. Pada umumnya pedagang kaki lima adalah kelompok marginal bahkan adapula yang
masuk dalam kelompok sub-marginal.
6. Pada umumnya kualitas barang yang dijual kualitasnya relative rendah bahkan ada
yang khusus menjual barang-barang dengan kondisi sedikit cacat dengan harga yang
lebih murah.
7. Omset penjualan pedagang kaki lima pada umumnya tidak besar.
8. Para pembeli pada umumnya berdaya beli rendah.
9. Jarang ditemukan kasus pedagang kaki lima yang sukses secara ekonomi sehingga
kemudian meningkat dalam jenjang hirarki pedagang.
10. Pada umumnya pedagang kaki lima merupakan usaha “family enterprise” dimana
anggota keluarga turut membantu dalam usaha tersebut.
11. Mempunyai sifat “one man enterprise”
12. Barang yang ditawarkan pedagang kaki lima biasanya tidak berstandar dan perubahan
jenis barang yang diperdagangkan sering terjadi.
13. Tawar menawar antara pembeli dan pedagang merupakan ciri yang khas pada usaha
pedagang kaki lima.
14. Sebagian pedagang kaki lima melaksanakan secara penuh yaitu berupa “full time
job” sebagian lagi melakukannya setelah jam kerja atau pada waktu senggang dalam
rangka usaha mencapai pendapatan tambahan.
15. Sebagian pedagang kaki lima melakukan pekerjaannya secara musiman dan kerap kali
terlihat jenis barang dagangannya berubah-ubah.
16. Barang-barang yang dijual oleh pedagang kaki lima biasanya merupakan barang yang
umum jarang sekali pedagang kaki lima menjual barang khusus.
17. Pada umumnya pedagang kaki lima berdagang dalam kodisi tidak tenang karena takut
sewaktu-waktu usaha mereka ditertibkan dan dihentikan oleh pihak berwenang.
18. Masyarakat sering beranggapan bahwa para pedagang kaki lima adalah kelompok
yang menduduki status sosial yang rendah dalam masyarakat.
19. Mengingat adanya faktor pertentangan kepentingan, kelompok pedagang kaki lima
adalah kelompok yang sulit bersatu dalam bidang ekonomi meskipun perasaan setia
kawan yang kuat diantara mereka.
20. Pada umumnya waktu menunjukkan pola yang tetap hai ini menunjukan seperti pada
ciri perusahaan perorangan.
21. Pedagang kaki lima mempunyai jiwa “Entrepreneuship” yang kuat.52
Adapun lokasi yang digunakan PKL untuk berdagang adalah tempat yang sering
dikunjungi orang dalam jumlah besar yang dekat dengan pasar public, terminal, dan tempat
keramaian lainnya.
Pedagang kaki lima dalam menentukan jenis dagangan yang dijual pada umumnya
menyesuaikan dengan lingkungan disekitar lokasi tempat pedagang kaki lima tersebut
berdagang.
Jenis dagangan PKL sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di sekitar Kawasan
dimana pedagang tersebut beraktivitas. Misalnya di suatu Kawasan perdagangan, maka jenis
dagangan yang ditawarkan akan beranekaragam, bisa berupa makanan dan minuman, barang
kelontong, pakaian.
Jenis dagangan PKL dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok sebagai berikut:
a. Makanan yang tidak diproses dan semi olahan (unprocessed and Semi Processed
Food), makanan yang tidak diproses termasuk makanan mentah seperti buah-buahan,
sayur-sayuran sedangkan makanan semi proses adalah beras.
b. Makanan siap saji (Prepared Food) yaitu pedagang makanan dan minuman yang
sudah dimasak.
c. Barang bukan makanan (Non Food Items) kategori ini terdiri dari barang-barang
dalam skala yang luas mulai dari tekstil sehingga obat-obatan.
d. Jasa (Service) terdiri dari beragam aktivitas seperti jasa perbaikan soal sepatu dan
tukang potong rambut jenis komoditas ini cenderung menetap.53
3. Sejarah Pedagang Kaki Lima
Istilah pedagang kaki lima pertama kali dikenal pada zaman Hindia Belanda, tepanya
pada saat Gubernur Jenderal Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan peraturan yang
mengharuskan pedagang informal membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar 1,2 meter dari
52
Ahmadi Widodo, ’Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima’
Semarang’. (Semarang: BP Diponegor, 2000).
53
Rusli Ramli, “Sektor Informal Perkotaan: Pedagang Kaki Lima” (Jakarta: Ind-Hill-Co, 2002).
bangunan formal di pusat kota, peraturan ini di berlakukan untuk melancarkan jalur pejalan
kaki sambil tetap memberikan kesempatan kepada pedagang informal untuk berdagang
tempat pedagang informal yang berada 5 kaki dari bangunan formal di pusat kota inilah yang
kelak dikenal dengan “kaki lima” dan pedagang yang berjualan pada tempat tersebut dikenal
dengan sebutan “pedagang kaki lima atau PKL”
Hingga saat ini istilah PKL juga digunakkan untuk semua pedagang yang bekerja di
trotoar, termasuk para pemilik rumah makan yang menggunakan tenda dengan mengkooptasi
jalur pejalan kaki maupun jalur kendaraan bermotor. Sebenarnya istilah kaki lima berasal
berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintah waktu itu menetapkan
bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki,
lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Sekian puluh
tahun setelah itu saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak
dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang
emperan jalan sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal menurut sejarhnya, seharusnya
namanya adalah pedagang lima kaki.
Berawal dari situ maka pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai
pedagang kaki lima buah pikiran dari pedagang yang berjualan di area pinggir perlintasan
para pejalan kaki atau trotoar yang mempunyai lebar lima kaki tidak disertai dengan
ketersediaan wadah yang menaunginya dan seolah kurang memberi perhatian terhadap
pedagang kaki lima.
Pedagang kaki lima atau yang disingkat PKL merupakan sebuah komunitas yang
kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya untuk mencari nafkah
dengan menggelar dagangannya atau gerobaknya di pinggir-pinggir jalan raya. Bila melihat
sejarah dari permulaan adanya pedagang kaki lima sudah ada sejak masa penjajahan Kolonial
Belanda.
Pada masa Kolonial peraturan permintaan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan
raya yang di bangun hendaknya menyediakan sarana untuk para pejalan kaki yang sekarang
ini disebut dengan trotoar. Pemerintah pada waktu itu juga menghimbau agar sebelah luar
dari trotoar diberi ruang yang agak lebar atau agak jauh dari pemukiman penduduk untuk
dijadikan taman sebagai penghijauan dan resapan air. Dengan adanya tempat atau ruang yang
agak lebar itu kemudian para pedagang kaki lima mulai banyak menempatkan gerobaknya
untuk sekedar beristirahat sambil menunggu adanya para pembeli yang membeli
dagangannya. Seiring perjalanan waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut
sebagai tempat untuk berjualan sehingga mengundang para pejalan kaki yang kebetulan lewat
untuk membeli makanan dan minuman sekaligus beristirahat.54

D. Kerangka Pemikiran

Modal Usaha Pendapatan Bersih


(X) (Y)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Keterangan :

X : Modal Usaha

Y : Pendapatan Bersih

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. 55 adapun


hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

Ha = modal usaha berpengaruh terhadap pendapatan usaha pedagang kaki lima di


kecamatan amurang.

Ho = modal usaha tidak berpengaruh terhadap pendapatan usaha pedagang kaki lima
dikecamatan amurang.

54
Nurhadi, ‘“Pedagang Kaki Lima Perspektif Ekonimi Islam,”’ At-Tamwil: Kajian Ekonomi Syariah, 1.1
(2019), 62--63.
55
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D” (Bandung: Alfabeta, 2017).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di jalan trans Sulawesi kecamatan amurang dimulai dari
bulan September-Oktober 2021.

B. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk
menguji hipotesa dari data-data yang dikumpulkan sesuai dengan teori dan konsep
sebelumnya. Penelitian kuantitatif dapat diartikan suatu proses menentukan pengetahuan
yang menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan apa
yang ingin kita ketahui.56

Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner/angket yang di bagikan kepada


pedagang kaki lima di jalan trans Sulawesi kecamatan amurang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel apakah berpengaruh antara variabel X
dengan variabel Y.

C. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah wilayah generilisasi yang terdiri atas, obyek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.57 Populasi dengan segala batasnya
harus didefinisikan secara jelas sehingga generalisasi hasil penelitian dapat dirumuskan
secara akurat. Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah pedagang kaki
lima di jalan trans sulawesi kecamatan Amurang.

b. Sampel

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Nonprobability Sampling, dan


cara pengambilan sampel yang digunakan yaitu Sampling Jenuh.
56
S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, VII (Ja: Rineka Cipta, 2007).
57
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D”.
Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel. Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil,
kurang dari 30 atau peneliti ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat
kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan
sampel.58
Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh dari populasi yamg di ambil, yaitu Pedagang Kaki Lima di jalan trans
Sulawesi kecamatan amurang yang berjumlah 36 pedagang.

D. Data dan Instrumen


a. Sumber Data
1) Data Primer

merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan


menggunakan alat pengukur berupa kuesioner atau angket. Kuisioner atau angket
merupakan data yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang diberikan kepada
responden. Adapun data primer yang diambil dari seluruh pedagang kaki lima di jalan
trans Sulawesi kecamatan amurang.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber internal maupun eksternal. Data

sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung oleh media perantara.59

b. Instrumen

Instrument dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner) yang berisi daftar pernyataan
secara tertulis dan akan di jawab oleh responden dan disebarkan secara langsung kepada
pedagang kaki lima di jalan trans Sulawesi kecamatan amurang. Data yang diperoleh dari
58
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D”.
59
Eko Putra Widoyoko, ‘Teknik Instrumen Penelitian’ (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).
hasil pengisi kuesioner selanjutnya akan di analis dengan menghitung masing-masing skor
dari setiap pernyataan. Selanjutnya kesimpulan akan diperoleh mengenai kondisi setiap item
pernyataan pada objek yang diteliti.
Dalam penelitian ini menggunakan instrumen dengan Skala Likert yang menurut
Kinnear, Skala Likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap
sesuatu.60

E. Teknik pengumpulan data


Metode pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan hal, sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi (Pengamatan) ini dilakukan dengan cara turun atau datang langsung ke
lokasi penelitian yaitu di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang untuk mengamati
secara langsung

2. Kuesioner (Angket)
Kuesioner berisi pernyataan mengenai Pengaruh Modal Usaha Terhadap Pendapatan
Bersih Pedagang Kaki Lima di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang.
3. Dokumentasi
Menurut Ridwan metode dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data
langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-
peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, data yang relevan penelitian.61
Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu foto-foto penelitian dan beberapa data yang
sudah diuji menggunakan SPSS 24

F. Teknik analisis data

Analisis data adalah kegiatan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi


kode atau tanda, dan mengategorikan data sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan
hipotesis kerja berdasarkan data tersebut. Analisis data berguna untuk mereduksi
kumpulan data menjadi perwujudan yang dapat dipahami melalui pendeskripsian secara
60
Husein Umar, Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000).
61
Riduwan, Metode Dan Teknik Menyusun Tesis (Bandung: Alfabeta, 2004).
logis dan sistematis sehingga focus studi dapat ditelaah, diuji, dan dijawab secara
cermat dan teliti.62

1. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengukuran skala likert.63

Tabel 3.1

Skala Likert

No Nilai Keterangan

1 5 Sangat Setuju

2 4 Setuju

3 3 Ragu-Ragu

4 2 Tidak Setuju

5 1 Sangat Tidak Setuju

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear sederhana dengan pengolahan data
SPSS 24 for windows.

2. Uji Validitas dan Reabilitas


a. Uji Validitas
Menurut bawono, sebuah data yang didapat dari kuesioner sebaiknya diuji
validitas. Uji validitas dilakukan untuk mengungkapkan apakah pernyataan pada
kuesioner tersebut valid atau tidak.64
b. Uji Reabilitas

62
Mansyur Semma, Negara Dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia, Dan
Perilaku Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008).
63
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D” (Bandung: Alfabeta, 2014).
64
Bawono Anton, Multivariate Analisis Dengan SPSS (Salatiga: Stain Press, 2006).
Jika alat ukur dinyatakan valid selanjutnya reabilitas alat ukur tersebut diuji.
Reabilitas adalah suatu nilai yang menunjukan konsisten suatu alat pengukur
didalam mengukur gejala yang sama. 65 Uji ini digunakan untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variable atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.66

3. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah data mengalami penyimpangan
atau tidak:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi
data. Uji normalitas menjadi hal yang penting karena salah satu syarat pengujian
parametric-test (uji parametrik) adalah data yang harus memiliki distribusi
normal.67
Kriteria sebuah data residual terdistribusi normal atau tidaknya dengan
pendekatan Normal P-P Plot dapat dilakukan dengan melihat titik-titik tersebut
mendekati atau rapat pada garis lurus (diagonal) maka dikatakan bahwa data
residual terdistribusi normal, namun apabila sebaran titik-titik tersebut menjauhi
garis maka tidak terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinieritas
Merupakan metode untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinieritas
dalam suatu model regresi berganda. Salah satu metode untuk mendeteksi
multikolinieritas menggunakan metode VIF dan tolerance. Jika nilai VIF kurang
dari 10 kata tidak ada masalah multikolinieritas dan angka tolerance tidak
mendekati angka 0.
c. Uji Autokolerasi
Merupakan kolerasi anatara variabel gangguan satu observasi dengan variabel
gangguan observasi lain. Autokolerasi ini sering sekali muncul pada data time
series. Metode yang digunakan adalah metode Durbin Watson (DW), jika nilai d

65
Husein Umar, Research Methods in Finance and Banking (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000).
66
Wiratna Sujarweni, Metode Penelitian Bisnis Dan Ekonomi Pendekatan Kuantitatif (Yogyakarta: Pustaka
Baru Press, 2018).
67
Hariadi Sarjono and Winda Julianita, SPSS Vs LISREL ‘Sebuah Pengantar Aplikasi Untuk Riset’ (Jakarta:
Salemba Empat, 2011).
mendekati 2 maka tidak ada autokolerasi sebaliknya jika nilai mendekati 0 atau 4
maka diduga ada autokolerasi positif atau negative.68

d. Uji Linearitas
Uji linearitas merupakan uji prasyarat analisis untuk mengetahui pola data,
apakah data berpola linear atau tidak. Uji ini berkaitan dengan penggunaan
regresi linear. Jika akan menggunakan jenis regresi linear, maka datanya harus
menunjukkan pola (diagram) yang berbentuk linear (lurus). Jika akan
menggunakan jenis regresi nonlinear, maka datanya tidak perlu menunjukkan
pola linear.
4. Analisis Regresi Linear Sederhana
Regresi linear sederhana adalah proses mengestimasi sebuah fungsi hubungan antara
variabel digunakan untuk memprediksi seberapa jauh perubahan nilai variabel dependen.
Bila nilai variabel independen dimanipulasi/dirubah-rubah
Y = a + bX
Dimana :
Y = subyek dalam variabel dependen yang dipresisikan (Pendapatan)
a = Konstanta
b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan
ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada perubahan
variabel independent
X = Modal Usaha
5. Koefisiensi Determinasi (R2)
Nilai koefisiensi determinasi merupakan sumbangan dari suatu ukuran yang
menujukkan besar sumbangan dari variabel penjelas dan respon. Dengan kata lain
koefisiensi determinasi menunjukkan ragam (variasi) naik turunnya Y yang diterangkan
oleh pengaruh linear X. Jadi kegunaan koefisiensi determinasi adalah mengukur besar
proporsi (presentase) dari jumlah ragam yang diterangkan dengan model regresi atau
untuk mengukur besar sumbangan variabel penjelas X terhadap variabel ragam Y.69

68
Agus Widarjon, Analisis Statistika Multivariat Terapan (Yogyakarta: STIE YKPN, 2010).
69
Dergibson Siagian and Sugiarto, Metode Statistika Untuk Bisnis Dan Ekonomi (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2000).
Koefisien Determinan (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
variabel-variabel dependen. Nilai koefisien determinan (R2) adalah nol dan satu. Nilai
R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen amat terbatas. Jika koefisien determinan sama dengan nol, maka
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika besarnya
koefisien dterminasi mendekati angka 1, maka variabel dependen berpengaruh sempurna
terhadap variabel dependen. Dengan mnggunakan model ini maka kesalahan penganggu
diusahakan minimum sehingga R2 mendekati 1, sehingga perkiraan regresi akan lebih
mendekati keadaan sebenarnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kota Amurang, ibukota Kabupaten Minahasa Selatan, unik pertumbuhannya. Kota ini
telah mulai berbentuk sejak Portugis dan Spanyol datang di awal abad ke-16 dan
membangun benteng di Amurang dan Kawangkoan Bawah. VOC yang menggantikan
memanfaatkan Amurang sebagai markas militer dengan sebutan Borgo untuk pertahanan
kota (burgerwacht), schutterij, terutama dalam menangkal serangan bajak laut yang masa
itu merajalela. Lambat laun Amurang berkembang menjadi pemukiman para Borgo, dan
seperti di tempat lain yang negerinya maju pesat pendatang Tionghoa pun berdatangan
dan membentuk komunitas Cina Amurang.
Sebelum itu, penduduk Tontemboan dari pedalaman Minahasa Tengah pun telah
merambah ke pantai Teluk Amurang. Dari Pakasaan dan lalu Balak Tombasian Atas
(kini masuk Kecamatan Kawangkoan Barat), pionirnya keluar dan mendirikan negeri-
negeri: Pondang, Maliku, Ritei, Malenos, Lopana, dan Ranomea (kini di Kecamatan
Amurang Timur).
Tidak kalah Balak Kawangkoan, mereka mendirikan negeri Buyungn yang sangat
dekat dengan pemukiman kaum Tionghoa dan Borgo Amurang. Di sebelah barat,
pemukim kawangkoan ini mendirikan negeri kawangkoan bawah (kini Kecamatan
Amurang Barat) sebagai tempat kedudukan Kumarua (Hukum Kedua), untuk
memerintah wilayahnya di seberang Ranoiapo.
Balak Rumoong mendrikan Rumoong Bawah berdekatan Kawangkoan Bawah
sebagai ibukota baru, dipindah dari Rumoong Atas (kini di Kecamatan Tareran), selain
banyak negeri lain yang kini membentuk Kecamatan Tenga, dan Sinosayang.

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Responden


Penelitian dilakukan di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang. Penelitian ini
dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada para pedagang kaki lima di Jalan
Trans Sulawesi Kecamatan Amurang sebanyak 36 pedagang yang sesuai dengan
populasi sekaligus dengan sampelnya dengan menggunakan teknik sampling jenuh
(teknik sensus). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui karakterisktik dari para
pedagang.
Tabel 4.1

Pengelompokkan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)


Laki-laki 21 58%
Perempuan 15 42%
Total 36 100%
Sumber data kuisioner

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui jumlah responden atau pedagang kaki lima
di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang berdasarkan jenis kelamin di bagi 2 menjadi
laki-laki berjumlah 21 atau 58,% berdasarkan persentase.

Sedangkan untuk responden untuk responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 15


atau 42% berdasarkan persentase. Dapat diketahui jumlah responden laki-laki 21 responden
dan perempuan berjumlah 15 responden.
Tabel 4.2

Pengelompokkan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase (%)


< 20 - 0
21 – 30 13 36%
31 – 40 16 44%
41 – 50 7 20%
Total 36 100%
Sumber data kuisioner

Dari tabel 4.2 menunjukan usia responden atau pedagang kaki lima di Jalan Trans
Sulawesi Kecamatan Amurang, disini dapat diketahui usia 21-30 memiliki yaitu 13
responden atau 36,1%. Usia 31-40 memiliki 16 responden atau 44,4% dan usia 41-50
terdapat 19,5% Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pedagang kaki lima berada di
jumlah usia 31-40 dengan presentase 44,4%

Tabel 4.3

Pengelompokkan pedagang kaki lima berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Jumlah Persentase (%)


SD 2 5%
SMP/Sederajat 10 28%
SMA/Sederajat 23 64%
Sarjana Muda (D2) 1 3%
Total 36 100%
Sumber data kuisioner

Berdasarkan tabel 4.3 diatas ternyata pendidikan terakhir pedagang kaki lima yang paling
banyak adalah SMA dengan jumlah 23 atau 64%.
Tabel.4.4

Pengelompokkan pedagang kaki lima berdasarkan kepemilikan usaha

Kepemilikan Usaha Jumlah Persentase (%)


Sendiri 25 69%
Orang Lain 11 31%
Total 36 100%
Sumber data kuisioner

Berdasarkan tabel 4.4 diatas berdasarkan kepemilikan usaha yang paling banyak adalah
milik sendiri dengan jumlah 25 atau 69 %

Tabel.4.5

Pengelompokkan pedagang kaki lima berdasarkan waktu lamanya berdagang

Waktu lamanya berdagang Jumlah Persentase (%)


< 5 Tahun 22 61%
6-10 Tahun 12 33%
11-15 Tahun 2 6%
>21 Tahun - 0
Total 36 100%
Sumber data kuisioner

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui karakteristik responden berdasarkan waktu lamanya


berdagang di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang yang paling banyak adalah <5
tahun Dengan jumlah 22 atau 61%.

2. Jawaban Responden
Dari hasil penelitian terhadap pernyataan yang terbagi menjadi 2 variabel, antara
variabel bebas yaitu Modal Usaha (X) dan variabel terikat yaitu Pendapatan (Y). yang
dilaksanakan di Jalan Trans Sulawesi di Kecamatan Amurang yang berjumlah 36
responden. Dengan menggunakan metode skala likert.
Tabel 4.6 Skala Likert

No. Nilai Keterangan


1 5 Sangat setuju
2 4 Setujuh
3 3 Ragu ragu
4 2 Tidak setujuh
5 1 Sangat tidak setujuh

Tabel 4.7
Data variable x
Modal Usaha

No PERNYATAAN SS S RR TS ST
S
1 Modal usaha saya dari modal pribadi 20 6 1 9 0
2 Modal yang dipergunakan sangat 13 23 0 0 0
bermanfaat untuk perkembangan usaha
saya
3 Biaya saya untuk membeli bahan baku 12 22 2 0 0
tidak menghabiskan modal saya
4 Saya dapat menggunakan dana dari 7 28 1 0 0
modal usaha saya untuk membeli
peralatan agar lebih lengkap
5 Saya sering mendapati tawaran dari pihak 9 27 0 0 0
pembiayaan sebagai modal tambahan dari
lembaga keuangan seperti Bank,
Koperasi, Dll.
6 Modal tambahan membuat produksi saya 11 19 3 3 0
lebih meningkat
7 Besar kecilnya modal sangat berpengaruh 11 24 1 0 0
terhadap produksi dan pendapatan yan
akan saya terima
8 Modal usaha yang dimiliki relative 7 24 4 1 0
rendah, saya masih membutuhkan
tambahan modal
9 Saya mempunyai target terhadap 13 23 0 0 0
perputaran modal usaha, agar usaha dapat
berkembang
10 Saya membayar lokasi tempat usaha 6 20 2 8 0
menggunakan modal usaha
TOTAL 109 216 14 20 0
Sumber data kuisioner
Dari hasil data pernyataan variabel terikat atau Y yaitu pendaptan, yang diperoleh dalam
penelitian ini dapat diketahui bahwa total jawaban yang dimiliki terdapat 363 nilai
dengan jawaban sangat setuju (SS) sebanyak 109, setuju (S) sebanyak 216, ragu-ragu
(RR) sebanyak 14 tidak setuju (TS) sebanyak 20 dan sangat tidak setuju (STS) sebanyak
0
Tabel 4.8
Data variable Y
Pendapatan Bersih

No PERNYATAAN SS S RR TS ST
S
1 Modal berupa uang merupakan hal yang 5 18 13 0 0
paling utama yang perlu di perhatikan
untuk memulai usaha karena menentukan
besar kecilnya usaha dan jenis barang
yang dijual
2 Selain faktor modal berupa uang di dalam 16 17 3 0 0
menjalankan usaha, keahlian juga
merupakan modal yang dapat mendukung
kelancaran usaha yang di jalankan
3 Pengalaman dalam menjalankan usaha 16 17 3 0 0
turut menentukan kelancaran usaha yang
saya jalankan
4 Dalam menjalankan usaha, berapa lama 17 16 3 0 0
waktu untuk berjualan juga turut
menentukan tinggi rendahnya pendapatan
yang akan saya terima
5 Lama usaha yang saya jalankan 22 12 2 0 0
menjadikan usaha saya memiliki
pelanggan tetap sehingga meningkatkan
pendapatan
6 Waktu berjualan berkaitan dengan jumlah 17 15 4 3 0
dan jenis barang yang saya jual
7 Saya terus berusaha untuk meningkatkan 25 11 0 0 0
hasil produksi dengan cara meningkatkan
jumlah produksi
8 Saya mempunyai target pendapatan yang 19 15 2 0 0
harus diperoleh setiap harinya
9 Pendapatan yang diterima dipergunakan 26 10 0 0 0
untuk memberi upah karyawan, membeli
bahan baku untuk produksi selanjutnya
dan untuk mengembangkan usaha
10 Lokasi yang mudah dijangkau dapat 26 10 0 0 0
mempengaruhi pendapatan
TOTAL 189 141 30 3 0
Sumber data kuisioner

Dari hasil data pernyataan variabel terikat atau Y yaitu pendaptan, yang diperoleh dalam
penelitian ini dapat diketahui bahwa total jawaban yang dimiliki terdapat 363 nilai
dengan jawaban sangat setuju (SS) sebanyak 189, setuju (S) sebanyak 141, ragu-ragu
(RR) sebanyak 30 tidak setuju (TS) sebanyak 30 dan sangat tidak setuju (STS) sebanyak
0

3. Hasil uji instrument


a. Uji validitas
Hasil uji validitas didapatkan dengan cara membandingkan r hitung dan r
tabel, pernyataan dikatakan valid apabila r hitung atau total person correlation pada
variabel X dan Y lebih besar dari r tabel. Dimana r tabel untuk responden sebanyak 36
sebesar 0,329.
Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas

Variabel Item R hitung R table Keterangan


X.1 0,446 0,329 Valid
X.2 0,710 0,329 Valid
Modal Usaha X.3 0,629 0,329 Valid
(X) X.4 0,475 0,329 Valid
X.5 0,528 0,329 Valid
X.6 0,553 0,329 Valid
X.7 0,724 0,329 Valid
X.8 0,582 0,329 Valid
X.9 0,741 0,329 Valid
X.10 0,481 0,329 Valid
Y.1 0,736 0,329 Valid
Y.2 0,680 0,329 Valid
Y.3 0,667 0,329 Valid
Pendapatan Y.4 0,522 0,329 Valid
Bersih Y.5 0,477 0,329 Valid
(Y) Y.6 0,511 0,329 Valid
Y.7 0,581 0,329 Valid
Y.8 0,479 0,329 Valid
Y.9 0,533 0,329 Valid
Y.10 0,400 0,329 Valid
Hasil data kuisioner yang diolah SPSS 24

b. Uji reabilitas
Uji reabilitas didapatkan dengan melihat apakah kuisioner memiliki konsistensi, dengan
dasar pengambilan dimana nilai dari kuisioner dikatakan reable apabila nilai cronbach
alpha > 6 dengan menggunakan SPSS 24.
Tabel 4.10
Uji Reabilitas

Nama Variabel Koefisiensi Alpha Keterangan


Modal Usaha (X) 0,703 Realibel
pendapatan (Y) 0,756 Realibel
Sumber data kuisioner diolah SPSS 24
Dari hasil di atas ditunjukan nilai cronbach alpha/koefesiensi alpha untuk variabel
bebas yaitu modal usaha (X) sebesar 0,703 dan variabel terikat yaitu pendapatan (Y)
sebesar 0,756. Dimana dari hasil tersebut >329 sehingga dapat disimpulkan bahwa
data kuisioner tersebut dinyatakan reabel.
c. Uji Asumsi klasik
1. Uji Normalitas
Tabel 4.11
Uji Normalitas

Sumber data kuisioner diolah di SPSS 24

Uji normalitas didapatkan dari data kuisioner yan diolah di SPSS 24


menggunakan metode kolmogrov smirnov yang dilihat pada Asymp Sig di atas
sebesar 0,200 dimana hasil tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga disimpulkan
dalam uji normalitas terhadap data kuisioner ini dapat dinyatakan normal.
2. Uji Multikolinieritas
Tabel 4.12
Uji Multikolinieritas

Sumber data kuisioner diolah di SPSS 24


Uji Multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai VIF pada tabel diatas, pada
nilai Statistics VIF di atas sebesar 1,000 dimana kurang dari 10 atau 1 < 10 sehingga
dapat disimpulkan bebas dari multikolinieritas.
3. Uji Autokolerasi
Tabel 4.13

Uji Autokolerasi

Sumber data kuisioner diolah di SPSS 24

Uji Autkolerasi dilakukan dengan melihat pada tabel di atas hasil dari Durbin
Watson (DW) menggunakan SPSS 24 dan mengetahui nilai dl dan du yang
didapatkan dari nilai pada tabel DW sig 5% dengan jumlah responden sebanyak 36
orang. Dengan menggunakan dasar pengambilan keputusan du < d < 4-du (tidak
terdapat autokolerasi) agar dapat mengetahui apakah terdapat autokolerasi atau
sebaliknya.

D Dl Du 4-dl 4-du
2,356 1,410 1,5245 2,593 2,407
7

Du < d < 4-du = 1,5245 < 2,356 < 2,407

Diketahui nilai du sebesar 1,5245 maka lebih kecil dari nilai d atau dw 2,356 dan
nilai d lebih kecil dari nilai 4 –du 2,407 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
autokolerasi.

4. Uji Linearitas

Tabel 4.14

Uji Linieritas
Sumber data kuisioner diolah di SPSS 24
Uji linearitas dilakukan dengan dasar pengambilan keputusan yang dimana jika
nilai sig pada deviation from linearity pada tabel di atas lebih besar dari 0,05 maka
dapat disimpulkan terdapat hubungan linear. Dapat diketahui nilai sig sebesar 1,33
dan nilai tersebut lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan pada uji kali ini
terdapat hubungan linear.
d. Uji regresi linear sederhana.

Tabel 4.15

Uji Regresi Linier Sederhana

Sumber data kuisioner diolah di SPSS 24

Diketahui pada dasar pengambilan keputusan jika nilai sig < 0,05 terdapat
pengaruh, untuk itu diketahui nilai sig pada tabel di atas sebesar 0,04 maka lebih
kurang dari < 0,05 maka model regresi dapat dipakai atau dapat disimpulkan
terdapat pengaruh antara variabel X (Modal Usaha) terhadap variabel Y
(Pendapatan).
Y = a + bX
Y = 27,439 + 0,409
Artinya :
Nilai konsisten variabel partisipasi sebesar 27,439 dan koefesien regresi X
sebesar 0,409.

Membandingkan nilai thitung dengan ttabel

Tabel 4.16
Nilai thitung
Cara mendapatkan nilai ttabel
Ttabel = (a/2 : n-k-1)
= (0,05/2 : 36-1-1)
= (0,025 : 34)
= 0,028
Berdasarkan nilai t diketahui nilai thitung sebesar 3,078 > ttabel 0,028
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel X berpengaruh terhadap variabel Y.
e. Uji Koefisiensi Determinasi (R2)

Tabel 4.17

Uji Multikolinieritas

Sumber data
kuisioner diolah di SPSS 24

Uji Koefisien bertujuan untuk mengukur seberapa besar (presentase) hubungan


antara variabel X (Modal Usaha) terhadap variabel Y (Pendapatan). pada tabel di
atas dapat dilihat nilai R sebesar 0,467 dan R Square 0,218 maka dapat disimpulkan
bahwa pengaruh antara variabel X (Modal Usaha) terhadap Y (Pendapatan) sebesar
21,8%.

C. Pembahasan
Dapat diketahui bahwa peneliti mencoba mencari tahu apakah Modal Usaha (X) berpengaruh
terhadap Pendapatan (Y) dengan melakukan pengumpulan data terhadap 36 responden (PKL)
yang berada di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang dengan melakukan teknik
pengumpulan data yang dihitung menggunakan SPSS 24. Dalam kuisioner tersebut peneliti
juga mencoba mengumpulkan data gambaran umum responden dan melakukan
perhitungan dengan membedakan beberapa dari hasil pengumpulan data responden pada
kuisioner yand dibagikan seperti Jenis kelamin, Usia, Pendidikan terakhir, Kepemilikan
dan waktu lamanya berusaha.

Dari hasil penelitian diatas Berdasarkan presentase untuk jenis kelamin pada
penilitian ini dapat diketahui bahwa Pedagang laki-laki lebih banyak dari perempuan
dengan persentase laki-laki sebanyak 21 atau 58% dan perempuan sebanyak 15 atau
42%, untuk persentase umur mulai dari umur 21-30 sebanyak 13 atau 36% 31-40
sebanyak 16 atau 44% dan 41-50 sebanyak 7 atau 20% jadi dapat dilihat PKL lebih
banyak berada diantara umur 31-40, untuk persentase pendidikan terakhir dimulai dari
SD sebanyak 2 atau 5% SMP sebanyak 10 atau 28% SMA sebanyak 23 atau 64%
Sarjana Muda/D2 sebanyak 1 atau 3% dapat diketahui juga persentase untuk pendidikan
terakhir para PKL lebih banyak pada tingkat SMA, untuk persentase Kepemilikan usaha
hanya terdapat 2 pilihan yaitu Kepemilikan sendiri dan orang lain dengan perbandingan
sendiri sebanyak 25 atau 69% dan orang lain sebanyak 11 atau 31% jadi dapat diketahui
PKL lebih banyak terdapat pada kepemilikan sendiri, dan untuk persentase waktu
lamanya berdagang lebih banyak pada kurun waktu kurang dari atau <5 tahun dengan
jumlah 22 atau 61%.

Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel X dan Y maka peneliti
melakukan perhitungan menggunkan SPSS 24 dari sumber data kuisioner sebanyak 36
responden, pada uji validitas jawaban responden dinatakan vali dikarenakan semua
jumlah dari r hitung variabel X dan Y lebih besar > r tabel (0,329) dan untuk uji
reabilitas dinyatakan reabel dikarenakan nilai cronbach alpha variabel X danY >0,329.
Pada uji asumsi klasik yang terdapat uji normalitas dimana menggunakan metode
kolmogrov sminorv yang dimana hasil dari uji tersebut > 0,05 maka dinyatakan normal,
untuk uji multikolinearitas dimana dilihat pada nilai VIF kurang dari <10 maka
dinyatakan bebas dari multikolinearitas, untuk uji autokolerasi menggunakan metode
Durbin Watson dimana menggunakan pengambilan keputusan du < d < 4-du = 1,5245 <
2,356 < 2,407 dan hasilnya tidak terjadi kolerasi antara variabel X dan Y, uji linearitas
dimana dapat dilihat hasil sig pada deviation from Linearity lebih besar > 0,05 maka
dinyatakan terdapat hubungan linear. Pada uji regresi linear sederhana dinyatakan
terdapat hubungan antara variabel X dan Y dikarenakan nilai sig kurang dari < 0,05%.
Dan pada uji koefisiensi determinasi dinyatakan terdapat hubungan antara variabel X dan
Y seperti yang dilihat pada nilai r square sebesar 0,218 atau dalam persentase sebesar
21,8%.

A. Modal Usaha.
Modal usaha merupakan salah satu penghambat untuk menjalankan sebuah usaha.
Pada dasarnya pedagang kaki lima (PKL) hanya memiliki persediaan modal yang
relative kecil. Faktor modal dapat mempengaruhi pendapatan pedagang karena semakin
banyak modal yang dimiliki maka semakin besar juga pendapatannya. Dalam penelitian
ini modal pedagang bersumber dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal pedagang
paling banyak berasal dari modal sendiri karena tambahan modal dari pinjaman terhalang
dari kemampuan pedagang yang tidak mampu memenuhi persyaratan pinjaman seperti
jaminan yang harus pedagang berikan untuk mendapatkan pinjaman baik dari bank,
koperasi maupun keuangan lainnya. Dari segi kepemilikan ada beberapa pedagang yang
hanya menjualkan barang orang lain daripada barang dagangannya sendiri (titipan),
sehingga pedagang harus membagi hasil keuntungan yang mereka peroleh Hal ini sejalan
dengan teori I Komang Adi Antara dan Lulu Putu Aswitari yang mengatakan bahwa
modal usaha memiliki pengaruh terhadap peningkatan pendapatan pedagang kaki lima. 70
B. Pendapatan Bersih
Menurut Boediono Pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi
yang dimilikinya kepada sektor produksi, harga faktor produksi dipasar ditentukan oleh
saling menariknya antara penawaran dan permintaan.71 Pendapatan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pada penelitian ini, untuk
menghitung variabel pendapatan dengn rumus pendapatan bersih seperti dalam penelitian
Budi Wahyono, pendapatan bersih adalah penerimaan hasil penjualan dikurangi
pembelian bahan, biaya transportasi, biaya retribusi, atau penerimaan dikurangi biaya. 72
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa lama usaha juga berpengaruh terhadap
pendapatan pedagang pedagang kaki lima. Hal ini sejalan dengan teori Sukirno Sadono
yang mengatakan lamanya suatu usaha dapat menimbulkan pengalaman berusaha,
dimana pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan seseorang dalam bertingkah laku.

70
I Komang Adi Dkk, ‘Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Denpasar
Barat.’, E-Jurnal EP Unud, 5.1, 1265.
71
Boediono.
72
Budi Wahyono, ‘Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Di Pasar Bantul
Kabupaten Bantul’ (Universitas Negeri Yogyakarta, 2017).
Semakin lama seseorang menekuni bidang usaha maka seseorang tersebut akan
mempengaruhi produktivitasnya (kemampuan profesionalnya/keahliannya) sehingga
dapat menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih kecil daripada hasil
penjualan. Dan itu sejalan dengan yang terjadi pada pedagang kaki lima di jalan trans
Sulawesi kecamatan amurang.
Selain lama usaha, jam kerja pedagang juga mempengaruhi pedagang kaki lima dalam
meningkatkan pendapatan. Pedagang kaki lima yang ada di jalan trans Sulawesi
kecamatan amurang umumnya membuka usaha pada pukul 4 sore sampai dengan jam 11
malam. Minimnya jam kerja usaha tentunya menjadi salah satu faktor penghambat untuk
meningkat pendapatan. Semakin banyak jam kerja maka akan semakin banyak pula
jumlah pendapatan. Hal ini sejalan dengan teori Yazid dan Abu yang mengatakan bahwa
jam kerja operasional pedagang kaki lima mempengaruhi tingkat pendapatan yang
diperoleh pedagang kaki lima.73

73
Yazid dan Abu, Fiqih Realitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari analisis yang telah dilakukan dalam penelitian maka dapat
disimpulkan, berdasarkan dari rumusan masalah didaptkan hasil terhadap variabel
modal usaha (X) berpengaruh terhadap pendapatan bersih (Y) pada pedagang kaki lima
di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Amurang Hal ini terlihat dari adanya korelasi
antara variabel bebas atau Modal Usaha (X) dan terikat atau Pendapatan (Y). Dimana
sumber data kuisioner diolah menggunkan SPSS 24 dari hasil tersebut dapat diketahui
bahwa pengaruh antara variabel X (Modal Usaha) terhadap Y (Pendapatan) sebesar
21,8% yang dilihat dari hasil uji Koefesiensi Deteminasi (R2).

B. Saran

1. Diharapkan untuk pemerintah setempat lebih memperhatikan atau membantu


mempermudahkan urusan dalam melakukan usaha PKL terutama untuk para
pedagang yang baru melakukan usaha dengan menggunkan dana yang melalui
pinjaman atau yang membutuhkan pinjaman dan juga diharapkan dapat
menyediakan lokasi atau tempat berjualan untuk pedagang kaki lima yang dapat
dijangkau oleh konsumen
2. Diharapkan bagi PKL dapat melakukan perputaran modal dengan baik sehingga
bisa memperbesar maupun memperluas usaha atau produksinya Dan dapat
memperoleh hasil pendapatan yang lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai