Anda di halaman 1dari 113

PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA OLEH

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DI KOTA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

diajukan guna pengembangan kompetensi keilmuan terapan


pemerintahan dan salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana
Terapan Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri

Oleh

YOHANA MERY EDITIA PURBA

NPP 30.0159

PRODI PRAKTIK PERPOLISIAN TATAPAMONG


FAKULTAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2023
ABSTRAK

Permasalahan pedagang kaki lima di Kota Pematang siantar sampai


saat ini masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Masih banyak
ditemukan pedagang kaki lima yang berjualan tidak sesuai dengan tempat
yang telah disediakan padahal sudah ada peraturan daerah nomor 9 tahun
1992 tentang wajib bersih lingkungan, keindahan dan ketertiban umum.
Dengan adanya Satuan Polisi Pamong Praja harusnya dapat mengatasi
permasalahan tersebut namun hal tersebut belum terlihat. hal ini menarik
untuk diteliti mengenai bagaimana pelaksanaan penertiban pedagang kaki
lima.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penertiban
pedagang kaki lima yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif,
melalui teknik pengumpulan data wawancara dan dokumentasi. Adapun
informan penelitian yang dilaksanakan terdiri dari Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Pematang siantar, Kepala Bidang ketenteraman dan
ketertiban umum, beberapa anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Pematang siantar, dan Masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan Satuan Polisi
Pamong Praja telah melakukan penertiban pedagang kaki lima namun
belum optimal dalam peleksanaannya. Adapun hambatan dalam
pelaksanaan penertiban ini adalah sarana dan prasarana, kurangnya
sumber daya manusia dan jumlah personil Satpol Pp, serta kurangnya
kesadaran dari pedagang kaki lima sendiri, sehingga peneliti menyarankan
kepada Pemeritah Kota Pematang siantar agar meningkatkan sarana dan
prasarana, perekrutan personil Satpol Pp dan memberikan pelatihan
peningkatan kualitas bagi personil Satpol Pp, serta memberikan
pemahaman kepada pedagang kaki lima melaui sosialisai rutin.

Kata Kunci : Penertiban, Satpol Pp

i
ABSTRACT
The problem of street vendors in Belu Regency is still not in line with
what is expected. There are still many street vendors who sell not according
to the space provided even though there is already a regional regulation
number 9 of 1992 regarding the obligation to clean the environment, beauty
and public order. With the existence of the Civil Service Police Unit, it should
be able to overcome these problems, but this has not been seen. it is
interesting to study about how the implementation of controlling street
vendors.
This study aims to find out how the curbing of street vendors is carried
out by the Civil Service Police Unit. This study uses a qualitative method
with a descriptive approach, through the techniques of collecting interview
data and documentation. The informants of the research carried out
consisted of the Acting Head of the Pematang siantar city Civil Service
Police Unit, the Head of the Public Order and Public Order Division,several
members of the Belu District Civil Service Police Unit, and the community.
Based on the results of research conducted by the Civil Service
Police Unit, they have carried out curbs on street vendors but have not been
optimal in their implementation. The obstacles in the implementation of this
control are facilities and infrastructure, lack of human resources and the
number of Satpol PP personnel, as well as the lack of awareness of street
vendors themselves, so the researchers suggest to the Pematang siantar
Regency Government to improve facilities and infrastructure, recruit Satpol
PP personnel and provide training quality improvement for Satpol PP
personnel, as well as providing understanding to street vendors through
routine socialization.

Keywords: Control, Satpol Pp

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

atas segala berkat dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini. Proposal Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Diploma IV pada

Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

Penulis menyadari dalam proses penyelesaian Proposal Skripsi

yang berjudul “Penertiban Pedagang Kaki Lima Oleh Satuan Polisi

Pamong Praja Di Kota Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara”.

ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan yang

penulis miliki dan terbatasnya waktu yang digunakan dalam penelitian ini.

Penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan petunjuk

dari semua pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan doa

kepada peneliti. Oleh karena itu, perkenankan peneliti menyampaikan

ucapan terima kasih kepada Orangtuaku Hotriaman Purba dan Lisbeth

Sijabat, adikku Gorbi Purba, serta keluarga besar yang ada di Kota

Pematangsiantar, orang terkasih dan tersayang yang telah memberikan

arahan dan motivasi serta dukungan. Ucapan terima kasih juga peneliti

sampaikan kepada :

iii
1. Bapak Dr. Hadi Prabowo, MM selaku Rektor Institut Pemerintahan

Dalam Negeri

2. Dekan Fakultas Perlindungan Masyarakat Bapak Dr. Drs. Udaya

Madjid, M.Pd serta Ketua Program Studi Praktik Perpolisian Tata

Pamong Ibu Dr. Dra. Eva Eviany, M.Si

3. Bapak Prof. Dr. Khasan Effendy, M.Pd selaku Dosen Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan

Skripsi ini;

4. Bapak dan Ibu dosen, pelatih, pengasuh serta seluruh Civitas

Akademika Institut Pemerintahan Dalam Negeri yang memberikan

bekal ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian kepada

peneliti;

5. Kasatpol PP Kota Pematangsiantar Bapak Drs.Robert Samosir,

dan Kabid Trantibum Satpol PP Pematangsiantar Bapak

Mangaraja Tua Nababan yang selama ini telah membantu saya

mengumpulkan data;

6. Segenap korps purna praja yang membantu selama menjalani

pendidikan;

7. Semua pihak yang telah membantu peneliti, yang tidak dapat

disebut satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungan

serta doa kalian sehingga laporan akhir dapat diselesaikan dengan

baik.

iv
Demikian ucapan terimakasih dari peneliti, semoga Skripsi ini

berguna dan bermanfaat para pembaca sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan dan dijadikan referensi dalam penyusunan Skripsi ini.

Sekian dan Terimakasih

Jatinangor, April 2023

Penulis

Yohana Mery Editia Purba

NPP 30.0159

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................i

ABSTRACT ................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iiii

DAFTAR ISI ............................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viiii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................... 6

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................. 7

1.4. Kegunaan Penelitian........................................................ 7

1.4.1 Kegunaan Teoritis ........................................................... 7

1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................ 8

BAB II Tinjauan Pustaka .......................................................................... 9

2.1 Penelitian Sebelumya................................................................. 9

2.2 Landasan Teoritis Dan Legalistik ................................................ 18

2.2.Landasan Teoritis ........................................................................ 18

2.2 .1Pemerintahan..................................................................... 18

vi
2.2.2 Manajemen Pemerintahan Daerah ...................................... 20

2.2.3 Penertiban .......................................................................... 22

2.2.4 Pedagang Kaki Lima ........................................................... 24

2.2.5 Satuan Polisi Pamong Praja ............................................... 29

2.2.6 Ketentraman Dan Ketertiban Umum................................... 30

2.2.7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang no 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang no 23 Tahun
2014tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang ...... 32

2.2.8 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang


Satua Polisi Pamong Praja........................................................... 33

2.2.9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012


tentangPedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima 35

2.2.10 Peraturan Menteri DalamnNegeri Republik Indonesia


Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur
Satuan Polisi Pamong Praja......................................................... 36

2.2.11 Peraturan Daerah Kota Pematang siantar Nomor 9


Tahun 1992 Tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan
Ketertiban Umum ........................................................................... 38

2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 39

BAB III Metode Penelitian ...................................................................... 41

3.1 Desain Penelitian ....................................................................... 41

3.2 Kerangka Konseptual Penelitian ................................................ 45

3.3 Sumber Data dan Informan ........................................................ 47

3.4 Instrumen Penelitian .................................................................. 51

3.5 Teknik Pengumpulan Data......................................................... 52

vii
3.6 Teknik Analisis Data .................................................................. 57

3.7 Lokasi Dan Jadwal Magang ....................................................... 58

3.7.1 Lokasi Magang ................................................................... 58

3.7.2 Jadwal Magang .................................................................. 59

BAB IV Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 61

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 61

4.1.1 Gambaran Umum Kota Pematang Siantar ...................................... 61

4.1.2 Kondisi Demografi .......................................................................... 66

4.1.3 Gambaran Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang Siantar

................................................................................................................... 67

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ........................................................ 76

4.2.1 Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kota Pematang Siantar ........... 76

4.2.1.1 Penertiban Langsung ................................................................... 76

4.2.1.2 Penertiban Tak Langsung ............................................................ 82

4.2.2 Hambatan Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kota Pematang

Siantar ....................................................................................................... 87

4.2.3 Upaya Yang Dilakukan Guna Tertibnya Pedagang Kaki Lima Di Kota

Pematang siantar...................................................................................... 89

BAB V Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 92

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 92

5.2 Saran .......................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 95

viii
9
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Data Jumlah Pedagang Kaki Lima di Kota Pematang Siantar

Tahun 2017-2021 ....................................................................... 5

Tabel 2.1 Kesimpulan Hasil Penelitian Terdahulu .................................... 13

Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep.......................................................... 40

Tabel 3.2 Data Informan .......................................................................... 49

Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Penelitian dan Penyusunan Skripsi Tahun

Akademik 2022/2023 ................................................................ 60

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Pematang Siantar Berdasarkan

Kecamatan ............................................................................... 65

Tabel 4.2 Data kependudukan di Kota Pematang Siantar ....................... 66

Tabel 4.3 Jumlah Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematang Siantar..................................................................... 74

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1 Bagan kerangka pemikiran .................................................. 40
Gambar 4.1 Peta Kota Pematang Siantar ................................................ 64
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Pematangsiantar ......................................................... 72

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketentraman dan ketertiban adalah sebuah permasalahan yang

masih ada di masyarakat dan belum dapat diatasi hingga saat ini.

Ketidaktertiban dan ketentraman yang terjadi di suatu daerah menjadi hal

yang membutuhkan tindakan lanjut oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan

Pasal 11 ayat 2 dalam Undang-Undang no 2 Tahun 2015 Tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang yang

menjelaskan bahwa urusan pemerintahan wajib yang berhubungan dengan

pelayanan dasar yakni pelayanan publik yang berguna melengkapi

kebutuhan dasar setiap warga masyarakat dan urusan pemerintahan non

pelayanan dasar yakni urusan pemerintahan yang tidak secara langsung

memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Dalam Pasal 12 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 huruf (e) mengatakan bahwa

ketentraman masyarakat, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat

merupakan salah satu urusan pemerintahan wajib. Sehingga pemerintah

wajib mengatasi segala masalah yang terjadi terkait urursan ketentraman

dan ketertiban masyarakat.

1
2

Dalam mengatisipasi perkembangan dinamis masyarakat, yang

sesuai dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka keadaan

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah salah satu kebutuhan

yang paling penting bagi seluruh masyarakat di daerah. Salah satu

permasalahan besar yang dihadapi pemerintah saat ini yaitu kemampuan

dalam menerapkan penertiban secara efisien dan efektif. Menindaklanjuti

dari keadaan yang terjadi saat ini maka pemerintah membuat kebijakan

untuk membentuk perangkat daerah yang bertugas untuk membantu kepala

daerah dalam melakukan pelaksanaan tugas terkait urusan daerah.

Pemerintah membentuk perangkat daerah yaituSatuan Polisi Pamong Praja

berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah

sebagai peIaksana PemeIihara dan penyeIenggaraan Ketenteraman dan

Ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan

Kepala Daerah.

Satuan Polisi Pamong Praja yang dimana disingkat Satpol PP

merupakan unsur dari organisasi pemerintahan daerah yang memiliki tugas

utama yaitu untuk menegakkan aturan dan produk hukum pemerintah

daerah seperti Perda, Perkada dan peraturan daerah lainnya dan sebagai

penyelenggara ketertiban umum serta ketentraman dalam bermasyarakat

yang termuat dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Pasal 5

yang berisi tentang fungsi dari Satpol PP.

2
3

Sejalan terkait dengan eksistensi lembaga Satuan Polisi Pamong

Praja dalam pelaksanaan tugasnya yaitu menjadi bagian dari perangkat

daerah otonomi, kontribusi dari satpol PP sangat dibutuhkan untuk

mensukseskan kebijakan Otonomi Daerah yang berkaitan dengan

menegakkan peraturan daerah, dan menciptakan suasana pemerintahan

yang baik dan dapat menjadi sebuah contoh yang baik bagi unsur – unsur

pemerintah daerah lainnya. Oleh karna itu, personil dari polisi pamong praja

berada di garda terdepan dalam mengawali pelaksanaan peraturan daerah

dan upaya penegakannya di masyarakat, serta penegakan hukum dan

penindakan terhadap segala bentuk kecurangan pelanggaran dan aparat

penegak hukum.

Pedagang Kaki Lima adalah kegiatan masyarakat yang saat ini

menjadi perhatian dari pemerintah. Hal ini disebabkan karena dampak

adanya Pedagang Kaki Lima yang mengganggu terselenggaranya

pelaksanaan tugas pemerintahan. Pedagang Kaki Lima ataupun biasa

disebut dengan PKL merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh setiap

masyarakat atau organisasi yang berusaha atau menawarkan barang

dagangannya di trotoar, halaman/pelataran, bahkan sampai ke badan jalan

atau tempat lain yang bukan peruntukannya. PKL kerap kali dikatakan

penjual liar ataupun penjual eceran yang menjual barang dagangannya di

bahu jalan, trotoar, teras toko, alun-alun ataupun area umum lainnya yang

mana izin dari pemerintah belum jelas atau belum ada.

3
4

Pertumbuhan Pedagang Kaki Lima kerap melahirkan persoalan pada

satu daerah. Pedagang Kaki Lima yang mana memakai tempat umum

mengakibatkan lokasi umum tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh

pengguna dengan efektif sesuai dengan kegunaanya. Hal ini tentunya dapat

menjadi penyebab ketidaktentraman dan ketertiban dalam masyarakat.

Selain itu penataan kota adalah hal yang perlu diperhatikan sehingga indah

dilihat oleh mata orang yang dating berkunjung ke daerah tersebut.

Kota Pematang siantar merupakan salah satu kota terbesar kedua

di Provinsi Sumatra Utara dan terletak di tengah–tengah Kabupaten

Simalungun. Kota Pematang siantar menghubungkan jalan darat ke

kabupaten – kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan

Tapanuli Selatan sehingga posisinya sangat strategis sebagai kota transit

perdagangan antar kabupaten dan transit wisata ke Danau Toba Parapat.

Hal ini menjadikan Kota Pematang siantar sebagai layar terdepan yang

paling pertama di lihat, sehingga penataan kota sangat penting sebagai

kesan pertama bagi pendatang dari kabupaten lain.

Permasalahan yang sering terlihat di wilayah perbatasan Kota

Pematang siantar Provinsi Sumatera Utara adalah permasalahan tentang

ketertiban umum dan kententraman masyarakat, hal ini berkaitan dengan

adanya pedagang kaki lima. Permasalahan ini menuntut pemerintah daerah

Kota Pematang siantar untuk melakukan penertiban terhadap para

pedagang (PKL) yang berkeliaran di sekitar jalanan umum yang

mengakibatkan wilayah tersebut terlihat kotor dan kumuh . Untuk mengatasi

4
5

persoalan tentang pedagang kaki lima (PKL) Pemerintah Kota Pematang

siantar menetapkan Peraturan Daerah (Perda) No 9 Tahun 1992 tentang

wajib bersih lingkungan, keindahan dan ketertiban umum. Adanyaperaturan

ini menjadi langkah awal bagi pemerintah untuk mengatasi permasalahan

PKL di Kota Pematang siantar. Berikut data terkait jumlah Pedagang Kaki

Lima di Kota Pematang Siantar Tahun 2017-2021:

Tabel 1.1

Data Jumlah Pedagang Kaki Lima di Kota Pematang Siantar

Tahun 2017-2021

No Kecamatan 2017 2018 2019 2020 2021

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

1. Siantar Barat 24 37 77 116 185

2. Siantar Marimbun 18 22 63 54 93

3. Siantar Selatan 44 58 29 63 107

4. Siantar Utara 18 34 59 77 88

5. Siantar Marihat 9 49 56 97 79

6. Siantar Timur 25 29 97 112 96

7. Siantar Martoba 20 38 34 34 100

8. Siantar Sitalasari 35 12 54 78 70

Jumlah 193 279 469 631 818

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pematang Siantar (2022)

5
6

Dalam pelaksanaannya, peraturan daerah yang ditetapkan belum

mampu menanggulangi persoalan tentang pedagang kaki lima di Kota

Pematang siantar. Berdasarkan Data yang dikeluarkan oleh Satpol PP Kota

Pematang siantar tahun 2021 menunjukkah bahwa sudah terdapat 818

PKLyang berada di Kota Pematang siantar. Berdasarkan tabel diatas maka

dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah PKL di Kota Pematang siantar

mengalami kenaikan setiap tahunnya. Oleh karena itu, pemerintah harus

segera mengatasi masalah tersebut. Sehingga, penulis berkesimpulan

bahwa pelaksanaan peraturan daerah tersebut belum bisa mewujudkan

ketentraman masyarakat dan ketertiban umum di Kota Pematang siantar

khususnya dalam menertibkan pedagang kaki lima (PKL).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengangkat topik

mengenai “Penertiban Pedagang Kaki Lima Oleh Satuan Polisi Pamong

Praja Di Kota Pematang siantar Provinsi Sumatera Utara”. Topik ini

penting diteliti untuk mencegah persoalan berikutnya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi

Pamong Praja di Kota Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara ?

2. Apa faktor penghambat dalam penertiban pedagang kaki lima oleh

Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Pematangsiantar Provinsi

Sumatera Utara ?

3. Apa upaya dalam penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi

Pamong Praja di Kota Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara ?

6
7

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai

oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis penertiban pedagang kaki lima

oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Pematangsiantar Provinsi

Sumatera Utara.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor penghambat penertiban

pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota

Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis upaya dalam penertiban

pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota

Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis diharapkan agar penelitian ini mampu memberikan

kontribusi pemikiran dalam pengembangan konsep penyelenggaraan

ketentraman dan ketertiban kota.

7
8

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi praja sebagai syarat guna menyelesaikan pendidikan Diploma

IV di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), serta turut serta

dalam menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagai

bekal dalam melaksanakan tugas di masyarakat kelak.

2. Bagi Institut Pemerintahan Dalam Negeri diharapkan sebagai

menambah referensi tambahan dan menjadi rujukan dalam

menambah wawasan untuk mengembangkan pengetahuan terkait

ilmu pemerintahan.

3. Bagi lokasi penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan

yang membangun agar lebih baik lagi kedepannya terkait peran

peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penertiban pedagang kaki

lima.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumya

Pada penelitian tentang penertiban pedagang kaki lima oleh

perangkat daerah yaitu Satuan Polisi Pamong Praja telah banyak

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan

memperoleh hasil yang berbeda. Penelitian terdahulu yang menjadi

acuan bagi peneliti yang sesuai dengan penelitian saat ini antara lain:

1. Kajian Peran Satpol PP Dalam Melakukan Komunikasi

Interpersonal Untuk Penertiban Pedagang Kaki Lima (Studi

Kasus Pkl Di Jalan Gajah Mada Kota Samarinda)

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif dengan menekankan pada peran Satpol PP khususnya

dalam membangun komunikasi . penelitian ini dilakukan karena

melihat banyak PKL yang tidak mendukung atau kurangnya partisipasi

pedagang kaki lima terhadap penertiban yang dilakukan oleh Satpol

PP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penertiban dengan cara

komunikasi pesonal yang humanis telah dilakukan terhadap pedagang

kaki lima di Kota Samarinda dan mengetahui operasional keamanan

dan ketertiban yang dilakukan untuk penertiban PKL di Samarinda.

Hasil penelitian ini adalah penertiban dengan cara komunikasi yang

9
10

humanis terhadap PKL telah dilakukan dengan baik di Samarinda dan

operasional keamanan dan ketertiban telah dilakukan untuk

penertiban PKL di Samarinda, namun kesadaran dan partisipasi dari

masyarakat masih kurang terlaksana.

2. Kajian Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten

Minahasa Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kualitatif . penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan beberapa teori kinerja dari Agus Dwiyanto yang

mengatakan bahwa mengukur kinerja dilakukan dengan melihat

responsivitas, akuntabilitas publik dan produktifitas kerja. Penelitian ini

dilakukan karena Satpol PP adalah perangkat daerah yang

mendukung tugas pemerintah kota yang bersifat khusus di bidang

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Hasil dari penelitian ini

menyetakan bahwa kemampuan aparat Satpol PP dalam melakukan

tugas dan fungsinya telah berjalan sesuai dengan prosedur yang ada

namun belum ada ketegasan ataupun tindak lanjut sehingga masih

banyak PKL yang berjualan tidak sesuai dengan peraturan yang

berlaku.
11

3. Kajian Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Dalam

Penegakan Peraturan Daerah (Studi Penertiban PKL Di

Bandar Lampung)

Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kontruktivisme

dan tipe penelitian studi kasus adalah metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini. teori Johan Galtung tentang dimensi

kekerasan merupakan teori yang digunakan dalam penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan karena banyak sekali fenomena konflik dalam

isu penertiban PKL yang terjadi di daerah Surabaya, Kecamatan

Sukolilo, Menur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penindakan

yang dilakukan Satpol PP untuk menertibkan pedagang yang berjualan

tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari hasil penelitian yang

dilakukan fenomena konflik yang terjadi menggambarkan bahwa isu

penertiban PKL merupakan dampak dari praktik kekerasan Satpol PP

dalam melaksanakan penertiban.

4. Kajian Penertiban Pedagang Kaki Lima (Studi Kebijakan

Pemerintah Kota Banda Aceh Dalam Menata Kebersihan

Kota)

Penelitian ini menggunakan metode kualitataif yang berbasis

lapangan. Teori implementasi dari Limbong (2006) adalah teori yang

digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan karena masih

terdapat pedagang kaki lima yang melanggar aturan yang terdapat di


12

dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2007 Pemerintah Kota Banda Aceh

tentang sistematika peraturan berkaitan dengan pedagang kaki lima.

5. Kajian Strategi Satuan Polisi Pamong Praja Dalam

Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Belopa

Utara Kabupaten Luwu.

Metode metode penelitian kualitatif. Teori yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teori strategi dengan dua konsep berbeda

yaitu penertiban dan sosialisasi. Penelitian ini dilakukan karena

banyak kendala yang dialami Satuan Polisi Pamong Praja dalam

melakukan penertiban pedagang kaki lima di Kabupaten Luwu

Kecamatan Belopa. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan

bahwa Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Luwu dalam

melakukan penertiban menggunaka strategi dengan konsep

penertiban dan sosialisi, pada penertiban yang dilakukan telah

berjalan dengan lancar namun sosialisai yang dilakukan masih sangat

kurang.

Berdasarkan kajian penelitian diatas ada keterkatian antara

penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini yaitu pelaksanaan

penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

Untuk lebih jelasnya hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada

tabel berikut :
13

Tabel 2.1
Kesimpulan hasil penelitian
terdahulu
Research Gap
NO Peneliti dan
Penelitian Sebelumnya Penelitian saat ini
judul judul
1. 2. 3. 4.
1. Ifan Wardani 1.Fokus: 1. Fokus :
Harsan, 2017,
peran Satpol Pp Mengkaji peran Satpol Pp Mengkaji
dalam dalam melakukan penertiban pedagang kaki
melakukan komunikasi interpersonal
lima oleh Satuan Polisi
komunikasi untuk penertiban PKL di
interpersonal Jalan Gajah Mada Kota Pamong Praja di Kota
untuk Samarinda
Pematang siantar
penertiban  lebih menekankan padasikap
pedagang kaki spontanitas Satpol Pp dalam 2. Teori:
lima (studi kasus menyampaikan pesan dan Teori yang digunakan
pkl di jalan infomasi secarahumanis adalah teori Penertiban
Gajah Mada . Dari Retno Wijajanti (2000)
Kota 2. Teori :
Samarinda) Teori peran menurut kanfer 3. Metode : Kualitatif
(1987)
3. Metode : Kualitatif 4.Hasil :
4. Hasil :
 penertiban telah  Satuan Polisi Pamong
dilaksanakn dengan cara Praja Kota Pematang
komunikasi yang humanis, siantar telah
operasional keamanan dan melakukan penertiban
ketertiban juga telah pedagangkaki lima
dilakukan untuk melalui sosialisasi,
penertiban PKL di operasi langsung,
Samarinda, namun serta pemberian sanksi
kesadaran dan partisipasi Namun belum
dari masyarakat dan PKL dilaksanakan dengan
masih kurang terlaksana. optimal , tidak adatindak
lanjut yang tegas untuk
memberikan efek jera
kepada pedagang kaki
lima.
14

1. 2. 3. 4.
 Faktor pendukung  Hambatan dalam
komunikasi interpersonal penertiban PKL ini yaitu
Satpol PP yaitu sikap,skill, kurangnya sarana dan
usia, dan gender. prasarana, kurangnya
 Faktor penghambat sdm anggota satuan
komunikasi interpersonal polisi pamong praja,
Satpol PP biasanya kurangnya jumlah
muncul dari para personil satpol pp,
pelanggar yang keras kurangnya kesadaran
kepala dan tidak mau dari masyarakat untuk
mengikuti prosedur yang bekerjasama, dan
telah diberikan oleh kurangnya kesadaran
pemerintah daerah. dari pedagang kaki lima
itu sendiri
 Upaya yang dilakukan
oleh satpol pp adalah
meningkatkan sarana
dan prasarana
Pendukung,Peningkatan
kualitas sumber daya
manusia dan
penambahan jumlah
personil Satpol PP,
2. Veronica A. 1. Fokus : memberikan sosialisasi
kepada masyarakat agar
Runtu1, Sarah
Mengkaji kinerja Satpol Pp bekerjasama dengan
2
Sambiran , dalam melakukan penertiban satpol pp dalam
pedagang kaki lima di melakukan penertiban,
Alfon
Kabupaten Minahasa. sosisalisasi kepada
3
Kimbal ,2016, 2. Teori : pedaagang kaki lima
Teori kinerja dari Agus agar menumbuhkan
kinerja Satuan
Dwiyanto (2008) kesadaran untuk
Polisi Pamong 3. Metode : kualitatif menaati peraturan
4. Hasil :
Praja
 kemampuan aparat Satpol
Kabupaten Pp dalam melakukan
Minahasa dalam tugas dan fungsinya telah
berjalan sesuai dengan
penertiban prosedur yang ada namun
pedagang kaki belum

lima
15

1 2. 3. 4.

ada ketegasan ataupun


tindak lanjut sehingga
masih banyak PKL yang
berjualan tidak sesuai
dengan peraturan yang
berlaku.
 Faktor penghambat
kurangnya jumlah personil
satuan polisi pamong praja
kabpaten minahasa
sehingga penertiban tidak
dilaksanakan secara rutin
 Upaya pendukung
menambah jumlah personil
satuan polisi pamong praja
melalui seleksi terbuka.

3. Riyawan 1. Fokus :
Pamordi,
Mengkaji penindakan yang
2018,Penertiban dilakukan Satpol Pp dalam
menertibkan pedagang kaki
Satpol Pp pada
lima. penelitian lebih kepada
pedagang kaki kekerasan yang yang
dilakukan Satuan Polisi
lima (analisis
Pamong Praja
kritis menurut 2. Teori :
teori Johan Galtung tentang
teori Johan
dimensi kekerasan.
Galtung dalam 3. Metode : Kualitatif
4. Hasil :
konteks
 mengetahui penindakan yang
masyarakat dilakukan Satpol Pp untuk
Menur menertibkan pedagang yang
berjualan tidak sesuai
Surabaya) dengan peraturan yang
berlaku.
 Mengetahui bahwa
fenomena konflik yang terjadi
menggambarkan bahwa isu
dari penertiban PKL
merupakan dampak dari
praktik kekerasan Satpol Pp
dalam penertiban.
16

1. 2. 3. 4.
4. Zulkardi, 2019, 1. Fokus:
Penertiban
pedagang kaki  Mengkaji penertiban
lima (studi pedagang kaki lima
kebijakan berdasarkan Qanun nomor 3
pemerintah Kota tahun 2007 pemerintah Kota
Banda Aceh Banda Aceh
dalam menata 2. Teori :
kebersihan kota) Teori implementasi dari Meter
dan Horn
3.Metode : kualitatif
4. Hasil :
 Kebijakan pemerintah Kota
Banda Aceh Dalam
Penertiban PKL sudah
Sesuai dengan peraturan
dan Qanun
 Pemerintah telah
melakukan sosialisasi
qanun melalui selebaran
yang ditempel di pasar,
media sosial dan website
resmi Pemko Banda Aceh
dan g dimana petugas
langsung menjumpai para
PKL untuk
mengumumkannya
 terlaksananya penerapan
Qanun merupakan suatu
keberhasilan Pemko Banda
Aceh dalam menata
kebersihan kota.
5. Muh. Arfah 1. Fokus :
Parintak ,2021,
Strategi Satuan Mengkaji strategi yang
Polisi Pamong digunakan Satpol Pp
Praja dalam Kabupaten Luwu untuk
penertiban menertibkan PKL
pedagang kaki 2. Teori:
lima di Teori strategi dengan dua
Kecamatan konsep berbeda yaitu
Belopa Utara penertiban dan sosialisai.
Kabupaten 3. Metode : kualitatif
Luwu, muh.
Arfah Parintak
17

1. 2. 3. 4.
4.Hasil :
 Satuan Polisi Pamong Praja
di Kabupaten Luwu dalam
melakukan penertiban
menggunaka strategi dengan
konsep penertiban dan
sosialisi, pada penertiban
yang dilakukan telah berjalan
dengan lancar,namun
sosialisai yang dilakukan
masih sangat kurang
 kendala yang dialami oleh
Satpol PP dalam kegiatan
penertiban PKL dari segi
internal kurangnya personil
Satpol PP dan inventaris,
dari segi eksternal yaitu
kurangnya pemahaman luas
PKL Kecamatan Belopa
yang membuat Satpol PP
kesulitan memberikan
penjelasan mengenai Perda
yang berlaku
Sumber: Diolah peneliti, 2022

Berdasarkan tabel diatas perbedaan penelitian sebelumnya dengan

penelitian saat ini terletak pada fokus kajian yang diteliti, teori yang

digunakan, dan subjek penelitian serta hasil pnelitian yang berbeda. Setiap

kajian penelitian diatas menggunakan teori yang berbeda dalam menangani

permasalahan yang ada sehingga menemukan upaya untuk mengatasi

permasalahan yang terjadi.


18

2.2 Landasan Teoritis Dan Legalistik

2.2.1 Pemerintahan

Secara etimologis pemerintahan dapat diartikan sebagai (1)

melakukan pekerjaan menyeluruh, (2) pemerintah berarti badan yang

melakukan kekuasaan memerintah, (3) pemerintahan berarti perbuatan,

cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut. Menurut

Koswara yang dimaksud pemerintahan secara luas adalah semua kegiatan

yang berhubugan dengan bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif,

sedangkan pemerintahan dalam arti sepit berhubungan dengan bidang

eksekutif.

Menurut Ermaya membedakan antara pemerintah dan

pemerintahan. Pemerintah adalah lembaga atau badan –badan politik yang

berfungsi melaksanakan upaya guna mencapai tujuan negara, sedangkan

pemerintahan adalah segala kegiatan lembaga atau badan yang

menjalankan fungsinya guna mencapai tujuan negara.

Secara umum ada empat fungsi utama pemerintahan. Mengacu pada

definisi pemerintahan diatas fungsi pemerintahan di bagi menjadi :

1. Fungsi Pelayanan

Fungsi pelayanan yang diberikan pemerintah yaitu berhubungan

dengan pelayanan dasar yakni pelayanan publik yang berguna melengkapi


19

kebutuhan dasar setiap warga masyarakat. Salah satu fungsi pelayanan

dasar yang wajib oleh pemerintah yaitu penyelenggaraan ketentraman

masyarakat, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.

2. Fungsi pemberdayaan

Fungsi pemberdayaan ini bertujuan untuk mendukung otonomi

daerah sehingga mampu mengelola atau mengatur sumber dayanya secara

optimal . demi mencapai tujuan ini, pemerintah harus meningkatkan

partisipasi masyarakat dan sektor swasta dalam pembangunan dan

pemerintahan.

3. Fungsi Pengaturan

Dalam menjalankan sistem pemerintahan baik pemerintah pusat

maupun daeah, memiliki tugas untuk membuat undang undang dan

peraturan guna mengatur hubungan manusia dalam masyarakat untuk

mencapai hidup lebih harmonis dan dinamis.

4. Fungsi Pengembangan

Salah satu fungsi pemerintah yaitu sebagai alat perkembangan,

baik di pusat ataupun daerah. Perkembangan yang dimaksud adalah

pengembang infrastruktur serta mental dan spritual warga.

Berdasarkan fungsi pemerintahan yang telah dijelaskan di atas yaitu

salah satu fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat


20

memberikan tanggung jawab kepada setiap pemerintah di daerah untuk

mewujudkan ketentraman dan ketertiban melalui penertiban oleh Satuan

Polisi Pamong Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima yang

mengganggu ketentraman masyarakat.

2.2.2 Manajemen Pemerintahan Daerah

Berdasarkan Undang-Undang nomor 2 Tahun 2015 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang menjelaskan

bahwa pemerintahan daerah sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang

berurusan dengan pemerintahan daerah dan DPRD harus berdasarkan

asas otonomi daerah dan juga tugas pembantuan yang memiliki prinsip

otonomi daerah yang telah dibentuk secara luas dalam suatu system dan

prinsip negara kesatuan republik indonesia seperti yang telah di cantumkan

dalam UUD tahun 1945. Berkaitan dengan hal ini pemerintah daerah

berperan sebagai segala hal yang dilakukan pada otonomi daerah yang

merupakan suatu hak, kewajiban, dan wewenang pemerintah daerah dalam

mengatur dan mengurus semua yang menjadi urusan pemerintahan dan

juga kepentingan masyarakat sekitar berdasarkan Peraturan Undang-

Undang yang ada.

Fungsi dari manajemen pemerintahan daerah adalah sebagai

perangkat daerah yang menjalankan, melaksanakan dan mengatur


21

jalannya pemerintahan. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2015

Pemerintah Daerah memiliki fungsi sebagai berikut :

5. Pemerintah daerah sebagai yang mengurus dan mengatur sendiri

urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas

pembantuan.

6. Menyelenggarakan otonomi yang seluas-luasnya, yang bertujuan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan masyarakat

umum serta daya saing daerah.

7. Pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan

mempunyai hubungan pemerintahan pusat terhadap

pemerintahan daerah. Yang mana hubungan tersebut tersusun

dari wewenang, pelayanan umum, keuangan, pemanfaatan

sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang yang telah

dijelaskan diatas pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan dasar

kepada masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

salah satunya yaitu mewujudkan ketentraman, ketertiban umum, dan

perlindungan masyarakat. Keberadaaan pedgang kaki lima di Kota


22

Pematangsiantar yang tidak sesuai ketentuan mengakibatkan tidak

terwujudnya suatu ketentraman dan ketertiban umum. Peran perangkat

daerah dalam hal ini Satuan Polisi Pamong Praja untuk menertibkan

pedagang kaki lima sangat diperlukan guna mewujudkan fungsi pelayanan

dari pemeritah daerah.

2.2.3 Penertiban

Menurut W.J.S Poerwadarminta yang dilansir dalam kamus besar

bahasa indonesia istilah penertiban berasal dari kata tertib sehingga

menemukan pengertian dari penertiban merupakan proses, cara, perbuatan

menertibkan dan tindakan. Secara tata bahasa menurut Satjipto Raharjo,

penertiban berasal dari kata tertib yang memiliki arti aturan, rapi, apik

penertiban, dan kekacauan merupakan proses sosial yang

berkesinambungan. Keduanya dapat dipisahkan dan sama sama ada

dalam asas kehidupan sosial. Adanya kekacauan membutuhkan penertiban

dan adanya penertiban karna muncul kekacauan.

Berdeda dengan Budi Santoso (2011:6), Ketertiban adalah komponen

penentu apakah area kawasan sekitar kita sudah baik atau masih kurang, atau

masih kotor. Untuk membangun kesadaran manusia kepada lingkungan hidup di

sekelilingnya, unsur yang terpenting untuk dijalankan ialah dengan caramenyentuh

perasaan. Jika kesadaran sudah tercapai dan perubahan sikap serta pola pikir

terhadap sekitar telah tecapai, maka bisa dilakukan peningkatan pengetahuan dan

pemahaman tentang lingkungan hidup, dan peningkatan keterampilan mengelola

lingkungan hidup.
23

Istilah penertiban diawali dengan kata tertib dalam kamus besar bahsa

indonesia adalah aturan sedangkan penertiban adalah poses, cara, perbuatan

menertibkan dan tindakan13. menurut tata bahasa, penertiban berasal dari kata

tertib yaitu aturan, rapi dan apik, penertiban dan kekacauan sama sama ada dalam

asas proses sosial yang bersambung keduanya tidak berseberangan, tetapi sama

sama ada dalam sati asas kehidupan sosial. Penertiban bersambung dengan

kekacauan dan kekacauan membangun penertiban baru, demikian seterusnya.

Tertib diartikan sebagai refleksi suatu sikap disiplin, konsisten, efisien,

teratur dan tidak menyebabkan kegaduhan. Untuk menciptakan halitu pemerintah

harus lebih aktif dalam bidang kehidupan masyarakat, terutama social dan

ekonomi. Sedangkan penertiban adalah proses atau cara yang digunakan untuk

mengatur sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang

Pedoman Polisi Pamong Praja, penertiban merupakan tindakan yang

bertujuan untuk menumbuhkan ketaatan warga masyarakat sehingga tidak

melanggar ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta peraturan

daerah dan keputusan kepala daerah. Penertiban memiliki tujuan yaitu

untuk mengurangi ataupun menghilangkan segala bentuk ancaman,

gangguan, masalah terhadap ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat serta menjaga agar pelaksanaan pemerintahan dan peraturan

perundang-undangan daerah dapat berjalan secara efisien, sehinga

pemerinntah dan masyarakat dapat mewujudkan suatu kondisi yang aman,

tertib, dan teratur .

Penertiban dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan

dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan, tetapi tindakan tersebut

hanya terbatas pada tindakan larangan dan peringatan, penghentian


24

sementara, bimbingan dan pengarahan serta pengawasan kegiatan yang

melanggar Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Dan Keputusan

Kepala Daerah, dan produk hukum lainnya. Sedangkan putusan final atau

pelanggaran tersebut dapat dapat merupakan kewenangan instansi atau

pejabat yang berwenang. oleh karena itu tindakan penertiban yang

dimaksud adalah penertiban yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong

Praja. Penertiban pada sektor pedagang kaki lima (PKL) dilaksanakan guna

mengoptimalisasi pemanfaatan wilayah penampungan usaha informal yang

disiapkan oleh pemerintah dan menghindari dampak negatif kegiatan

informal pedagang kaki lima.

2.2.4 Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima atau PKL merupakan sebutan untuk penjual

dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah tersebut sering ditafsirkan

karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut terdiri dari

dua kaki penjual dan tiga kaki gerobak yang digunakan. Saat ini istilah

pedagang kaki lima dipakai untuk pedagang yang berjualan di jalanan pada

umumnya. Menurut Gasper Liaw menyatakan bahwa pedagang kaki lima

(PKL) memiliki pengertian yang hampir sama dengan hawkers, artinya

sebagai individu atau kelompok yang menjual jasa ataupun barang di lokasi

umum, terutama pinggiran jalan dan trotoar.


25

Menurut Alma pengertian pedagang kaki lima adalah orang-orang

dari kelompok ekonomi yang kurang mampu (pedagang), yang menjual

barang kebutuhan harian, makanan, atau jasa dengan menggunakan modal

yang kecil, modal orang lain atau modal sendiri, yang berjualan di tempat

yang tidak sesuai.

Menurut Breman, pedagang kaki lima adalah masyarakat

berpenghasilan rendah yang melakukan usaha kecil dan memiliki modal

yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, para pedagang ini termasuk sektor

informal. Sedangkan menurut Mcee dan Yeung, pedagang kaki lima adalah

mempunyai pengertian yang sama dengan “hewkers” yaitu orang yang

menjual barang ataupun jasa yang dijual di tempat umum, terutama di bahu

jalan maupun trotoar.

Alma menyatakan bahwa ciri-ciri pedagang kaki lima secara umum

yaitu:

1. Kegiatan usaha yang tidak terorganisasi dengan baik


2. Tidak memiliki surat izin usaha
3. Kurang teratur dalam melakukan kegiatan usah, dilihat dari lokasi
dan waktu kerja
4. Berkerumun di bahu jalan, trotoar atau pusat pusat keramaian
5. Menjual barang dagangannya sambil berteriak, dan berlari
mendekati konsumen.

Salah satu ciri yang paling terlihat dari pedagang kaki lima ini adalah

ketidakpastian harga, harga dagangan yang awalnya tinggi dapat berubah

serendah mungkin.
26

Menurut Wijoyo pedagang kaki lima berkaitan dengan istilah di

prancis yang sedang berkembang yaitu trotoir (baca: trotoar) di sepanjang

jaIan di prancis, dimana pada lantai paling bawah bangunan tingkat yang

ada di prancis disediakan ruang untuk pejalan kaki (trotoir) selebar 5 kaki

dan setara dengan 1,5 meter. Dalam perkembangannya pedagang yang

menempati tempat tersebut untuk berjualan, sehingga muncullah istilah

pedagang kaki lima.

Pengertian pedagang kaki lima dapat dijelaskan melalui ciri-ciri

umum yang dikemukakan oleh Kartono dkk. yaitu: (1) Merupakan pedagang

yang kadang- kadang juga sekaligus berarti produsen. (2) Ada yang

menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ketempat

yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat atau stan yang

tidak permanentserta bongkar pasang). (3) Menjajakan bahan makanan,

minuman, barang-barang konsumsi lainnya yang tahan lama secara eceran

(4) Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik

modal dengan mendapatakan sekedar komisi sebagai imbalan atas jerih

payahnya. (5) Kualitas barang-barang yang diperdagangkan relatif rendah

dan biasanya tidak berstandar. (6) Volume peredaran uang tidak seberapa

besar, para pembeli merupakan pembeli yang berdaya beli rendah. (7)

Usaha skala kecil bisa berupa family enterprise, dimana ibu dan anak- anak

turut membantu dalam usaha tersebu, baik langsung maupun tidak

langsung. (8) Tawar menawar antar penjual dan pembeli merupakan iciri

yang khas pada usaha pedagang kaki lima. (9) Dalam melaksanakan
27

pekerjaannya ada yang secara penuh, sebagian lagi melaksanakan setelah

kerja atau pada waktu senggang, dan ada pula yang melaksanakan

musiman.

Menurut Bromley menyatakan bahwa pedagang kaki lima

merupakan usaha atau kegiatan yang dilakukan secara nyata dan penting

terdapat di kebanyakan Kota di Timur Tengah, Asia, Afrika, Dan Amerika

Latin. Meskipun begtitu para pedagang kaki lima tidak banyak yang

mendapatkan perhatian akademik jika dibandingkan dengan usaha,

kegiatan lainnya.

Menurut Agustinawati pedagang kaki lima merupakan orang atau

sekelompok orang yang membuka usaha produksi dengan modal yang

relatif rendah, penjualan berupa barang maupun jasa untuk memenuhi

kebutuhan konsumen di dalam kehidupan masyarakat , yang dilaksanakan

di tempat-tempat umum yang strategis dalam situasi lingkungan informal.

Menurut Soedjana , pedagang kaki lima adalah seseorang atau

sekelompok orang yang menjajalkan atau menjual dagangannya berupa

barang ataupun jasa di atas trotoar atau tepi di pinggir jalan, di sekitar pusat

pembelanjaan( pertokoan) , pusat hiburan, perkantoran, pusat pendidikan,

baik secara menetap ataupun nomaden, yang dilaksanakan pada waktu

yang tidak tepat.


28

Menurut penelitian Karafi dalam Umboh, pedagang kaki lima

dikelompokkan menjadi empat belas berdasarkan dagangan mereka yaitu

pedagang minuman, pedagang makanan, pedagang buah buahan,

pedagang sayuran, pedagang daging dan ikan, pedagang rokok dan obat-

obatan, pedagang buku( majalah dan surat kabar), pedagang tekstil dan

pakaian, pedagang kelontong, pedagang loak, pedagang oderdil

(kendaraan, bensin , dan minyak tanah), pedagang beras, dan penjual jasa.

Pada dasarnya istilah pedagang kaki lima sudah ada sejak masa

penjajahan kolonial Belanda. Pada saat itu pemerintah telah menetapkan

bahwa setiap jalan raya umum dibangun hendak menyediakan sarana untuk

pejalan kaki. Luas area untuk pejalan adalah lima kaki atau satu setengah

meter. Di sisi lain Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu faktor

pendukung dalam perekonomian masyarakat pinggiran. Dalam hal ini

pedagang kaki lima sangat berpengaruh sebagai produsen penting bagi

masyarakat mengengah dan ke bawah.

PKL atau pedagang kaki lima pada hakekatnya dapat di

kelompokkan menjadi tiga yaitu; PKL yang tidak menetap ( mobile), PKL

yang menetap ( tidak mobile), PKL yang menggelar dagangannya pada

waktu dan tempat tertentu (static knock down). Pedagang kaki lima adalah

permasalahan yang ada di setiap kabupaten kota dan memerlukan

perhatian khusus dari pemerintah. Para pedagang memiliki kepentingan

mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, disisi lain

pemerintah juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memperindah


29

kota, memberikan ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat.

Kesimpulan umum dari penjelasan tentang pedagang kaki lima ini

adalah pedagang yang mendagangkan barang dan jasa, tidak mempunyai

tempat berjualan yang menetap, dan modal penjualan yang minim serta

kemampuan usaha yang kurang.

2.2.5 Satuan Polisi Pamong Praja

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mempunyai tugas

menegakkan peraturan daerah untuk menciptakan situasi dan kondisi yang

tertib, tentram, dan aman. Disamping menegakkan peraturan daerah

maupun peraturan kepala daerah Satpol PP juga mempunyai tugas

membantu kepala daerah dalam penyelenggraan pemerintahan agar dapat

berjalan dengan efektif dan efisien.

Polisi pamong praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah

anggota Satpol PP yang merupakan satuan khusus pemerintah dan

termasuk dalam pegawai negeri sipil yang diberikan tugas serta tanggung

jawab sesuai dengan Peratuan Perundang- Undangan guna menegakkan

Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan

ketertiban umum, ketentraman manusia, perlindungan manusia.


30

Aparat Satuan Polisi Pamong Praja merupakan perangkat daerah

yang memiiki fungsi yang sangat strategis dalam memperkokoh otonomi

daerah, Satpol PP juga memiliki fungsi sebagai pelayan publik di daerah,

sehingga peran Satpol PP dalam penegakan peraturan daerah dan

peraturan kepala daerah dapat terwujud. keberadaan Satuan Polisi Pamong

Praja diharapkan mampu mewujudkan kepastian hukum.

2.2.6 Ketentraman Dan Ketertiban Umum

Ketertiban dan ketentraman berasal dari kata tertib dan tentram

yang dilansir dari kamus besar bahasa indonesia (KBBI) yang dikemukan

oleh Poerwadarminta , yaitu: tertib ialah aturan, peraturan yang baik,

contohnya tertib dalam acara aturan dalam sidang ( rapat dan sebagainya),

acara program, tertib dalam hukum adalah yang bertalian hukum. Tentram

adalah aman atau tidak rusuh, misalnya di daerah yang aman, masyarakat

hidup dengan tenang.

Menurut J.S Badudu dan Z.M Zein mendefinisikan bahwa :

ketentraman adalah keamanan, kesentosaan,ketenangan, kedamaian,

adalah keteraturan, keadaan teratur contohnya ketertiban harus wajib

dijaga guna terwujudnya kelancaran pekerjaan”. Ketentraman dan

ketertiban adalah suatu keadaan yang aman dan terkendali, tidak ada

kerusuhan dan kekacauan sehingga suatu daerah aman dan nyaman,

Orang orang yang bekerja di daerah tersebut juga merasa aman dan
31

menyebebkan terciptanya kelancaran dalam melakukan berbagai aktivitas.

Menurut Suradinata ketentraman dan ketertiban umum merupakan

ketentraman merupakan keadaan agar pemerintah dan rakyat mampu

melakukan aktivitas secara aman, tertib dan teratur. Ketentraman dan

ketertiban ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya

pelanggran peraturan yang berlaku, sehingga menyebabkan terganggunya

ketertiban dan ketentraman masyarakat, bencana alam maupun non alam

oleh manusia maupun organisasi lainnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Pemerintah Daerah Pasal 12 ayat (1) hufuf E urusan pemerintah wajib

berkaitan dengan ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan

masyarakat dan berdasarkan Pasal 255 ayat satu (1) dan dua (2) yang

berwenang untuk melaksanakan penertiban umum, ketentraman manusia

dan perlindungan manusia adalah Satuan Polisi Pamong Praja. Satpol Pp

juga memiliki kewenagan untuk menindak masyarakat, aparatur maupun

badan hukum yang melanggar peraturan daerah maupun peraturan kepala

daerah .

Berdasarkan beberapa pengertian diatas ketertiban umum adalah

suatu kondisi yang aman, tentram, nyaman, dan kondusif yang terbebas

dari gangguan, kekacauan, dan permasalahan sehingga terciptanya

kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan dan sesusai hukum

yang berlaku. Hal ini membuktikan bahwa ketertiban dan ketertiban


32

masyarakat sangat penting dan sebagai penentu lancarnya roda

pemerintahan dan pelaksanaan kegiatan pemerintahan.

2.2.7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang no 2 Tahun

2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang no 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang

Urusan pemerintah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2015 Pasal sembilan (9) tentang Pemerintah Daerah. urusan

pemerintah terdiri dari urusan pemerintah absolut, urusan pemerintah

konkuren, dan urusan pemerintah umum. Urusan pemerintah yang

seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat merupakan urusan

pemerintah absolut. Urusan pemerintah konkuren adalah urusan

pemerintahan yang terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah

provinsi maupun daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum

merupakan urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawan presiden

sebagai kepala pemerintahan.


33

Berikutnya berdasarkan Pasal 11 ayat (1) menyebutkan urusan

pemerintahan konkuren terdiri dari urusan pemerintahan wajib dan urusan

pemerintahan pilihan. Berdasarkan pasal tersebut pemerintah daerah Kota

Pematangsiantar melaksanakan urusan pemerintahan wajib yaitu

penyelenggaraan ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan

masyarakat.

Pada Pasal 225 ayat satu (1) yang bertangungjawab untuk

membantu kepala daerah dalam penegakan peraturan daerah atau

peraturan kepala daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

2.2.8 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan

Polisi Pamong Praja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 2

ayat satu (1) “ untuk membantu kepala daerah dalam penegakan peraturan

daerah atau peraturan kepala daerah dan penyelenggaraan ketertiban

umum, ketentraman masyarakat, serta perlindungan masyarakat

pemerintah telah membentuh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol Pp).


34

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 6

menyebutkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja memiliki fungsi:

A. Penyusunan program penegakan perda dan perkada,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat serta perlindungan masyaraakat.

B. Pelaksanaan kebijakan penegakan perda dan perkada,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat.

C. Pelaksanaan koordinasi penegakan perda dan perkada,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat serta pelindungan masyarakat denganinstansi

terkait

D. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum

atas pelaksanaan perda dan perkada

E. Pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh

kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang

undangan.

Berdasarkan penjelasan diatas Satpol Pp merupakan pasukan

khusus pemerintah yang mempunyai tugas menegakkan peraturan daerah

dan peraturan kepala daerah guna mewujudkan ketertiban umum,

ketentraman masyarakat, dan pelindungan manusia.


35

2.2.9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang

Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012

tentang Pedoman Penataan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Pasal 1

ayat dua (2), “ penataan pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan

pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan

melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi

pedagang kaki lima dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial,

estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan

lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012

tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima memiliki tujuan

yaitu:

1. Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan

lokasi sesuai dengan peruntukkannya

2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha

Pedagang Kaki Lima menjadi usaha ekonomi yang tangguh dan

mandiri

3. Untuk Mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman

dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan

berwawasan lingkungan.
36

Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima merupakan

tanggung jawab pemerintah daerah dengan memperhatikan asas tanggung

jawab negara, asas kelanjutan, dan asas manfaat.

2.2.10 Peraturan Menteri DalamnNegeri Republik Indonesia Nomor 54

Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Satuan

Polisi Pamong Praja

Standar Operasional Prosedur Satuan polisi pamong praja yang

selanjutnya disebut SOP Satpol PP adalah prosedur bagi aparat Polisi

Pamong Praja, dalam rangka meningkatkan kesadaran pada saat

melaksanakan tugas menegakan peraturan daerah dalam rangka

meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat, aparat serta badan

hukum terhadap peraturan daerah, peraturan kepala daerah maupun

keputusan kepala daerah. Maksud Standar Operasional Prosedur Satuan

Polisi Pamong Praja sebagai pedoman bagi Satpol PP dalam

melaksanakan tugas untuk meningkatkan kepatuhan dan ketaatan.

Masyarakat terhadap peeraturan daerah, peraturan kepala daerah dan

keputusan kepala daerah serta menyelenggarakan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat. Standar Operasional Prosedur Satuan polisi

pamong praja bertujuan untuk mewujudkan keseragaman pelaksanaan

tugas Satpol PP dalam penegakan Perda, Perkada dan keputusan kepala

daerah serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat. Standar Operasional Prosedur Satuan polisi pamong praja


37

yaitu:

a) SOP Satpol PP penegakan peraturan daerah;

b) SOP Satpol PP ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

c) SOP Satpol PP pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan

massa;

d) SOP Satpol PP pelaksanaan pengawalan pejabat/orang-orang

penting;

e) SOP Satpol PP pelaksanaan tempat-tempat penting; dan SOP

Satpol PP pelaksanaan operasional patroli.


38

2.2.11 Peraturan Daerah Kota Pematang siantar Nomor 9 Tahun 1992

Tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban

Umum

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pematang siantar Nomor 9

Tahun 1992 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 huruf h mendefinisikan

ketertiban umum adalah keadaan atau kondisi aman, teratur dan tertib di

Kotamadya Daerah Tingkat II Pematangsiantar. Dalam Pasal 7 ayat (21)

dijelaskan bahwa setiap orang atau badan hukum dilarang berjualan,

menyimpan dan meletakkan barang-barang jualan atau barang – barang

lain sepanjang jalan umum, kaki lima atau tanah lapang umum tanpa izin

kepala daerah.

Dalam Pasal 7 ayat (22) dijelaskan bahwa setiap orang atau badan

hukum dilarang mendirikan warung-warung, tempat-tempat masak atau

tempat jualan barang-barang pada tempat yang nampak dari jalan umum

tanpa izin dari Kepala Daerah. Di kota Pematangsiantar ini masih banyak

sekali ditemui kegiatan masyarakat yang masih mendirikan warung ataupun

tempat jualan barang-barang pada tempat yang nampak dari jalan tanpa

ada izin. Selain itu, banyak sekali masyarakat yang berjualan di pinggir jalan

yang sangat merusak tatanan keindahan kota Pematangsiantar. Ini

merupakan hal yang harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah

setempat untuk dilakukan tindak lanjut.


39

Dengan adanya peraturan daerah ini, Satuan Polisi Pamong Praja di

Kota Pematangsiantar memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan

urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar di bidang

ketentraman dan ketertiban umum serta pelindungan masyarakat yang

menjadi kewenangan pemerintah daerah. Untuk mewujudkan salah satu

tugas pokok dan fungsi Satpol PP dalam menyelenggarakan penertiban

umum, Satpol PP berkewajiban melakukan penertiban kepada pedagang

kaki lima yang selalu menjadi permasalahan dan menggagu ketertiban

umum di Kota Pematangsiantar.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan cara pemikiran yang akan dijadikan

patokan atau acuan dalam proses pelaksanaan penelitian. Peneliti

melakukan penelitian berpedoman dengan menggunakan konsep dari

Retno Widjajanti dengan alasan bahwa konsep Retno Widjajanti yangpaling

sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Adapun indikator yang dipakai

dalam penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar adalah:

1. Penertiban langsung

2. Penertiban tidak langsung


40

Pada dasarnya kerangka pemikiran ini dibuat untuk memudahkan

peneliti untuk melakukan penelitian.pada penelitian ini peneliti telah

membuat kerangka pemikiran dalam mempertajam penelitian. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini

Gambar 2.1

Bagan kerangka pemikiran

SATPOL PP Kota Pematangsiantar

Penegakan Perda Kota Pematangsiantar nomor 9 tahun 1992


tentang wajib bersih lingkungan, keindahan dan ketertiban umum

KEBERADAAN LAPAK PEDAGANG DI


TEMPAT YANG SALAH

PENERTIBAN

LANGSUNG TAK LANGSUNG

TERCIPTANYA KETERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA


PEMATANGSIANTAR

Sumber : Diolah oleh penulis, 2022


BAB III

Metode Penelitian

Metode penelitian pada hakekatnya bertujuan untuk

mengungkapkan landasan berpikir dalam proses penelitian. Disamping itu

juga berguna untuk mendeskripsikan tahapan-tahapan yang dilakukan

dalam mengungkapkan kebenaran melalui realita social.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu cara atau strategi untuk mencapai

tujuan penelitian yang ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau

penuntun penulis pada seluruh proses penelitian. Pada pelaksanaannya

desai penelitian merupakan rangkaian prosedur ataupun metode yang

digunakan untuk menghimpun dan menganalisis data untuk menentukan

variabel yang akan menjadi topik penelitian.Desain penelitian yang

digunakan peneliti yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan

pendekatan induktif. Menurut Creswell (2014) penelitian kualitatif adalah

metode metode untuk memahami dan mengeksplorasi makna dari sejumlah

individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial

atau kemanusian.

41
42

Berdasarkan pendapat Creswell yang terjemahannya mengatakan

bahwa: Desain penelitian merupakan rencana dan prosedur penelitian yang

meliputi asumsi asumsi luas hingga metode rinci dalam pengumpulan dan

analisis data, rancangan tersebut melibatkan sejumlah keputusan yang

terkait dengan asumsi asumsi filosofis yang mendasari penelitian, prosedur

prosedur penelitian yang digunakan, dan metode metode spesifik yang akan

digunakan dalam pengumpulan, analisis, dan interpretasi data. Pemilihan

atas suatu rancangan atau desain penelitian juga perlu didasarkan pada

masalah atau isu yang ingin diteliti, pengalaman pribadi peneliti dan target

atau sasaran pembacanya.

Penelitian merupakan suatu bentuk praktek yang mengharuskan

untuk turun langsung ke lokasi penelitian, di lokasi penelitian terdapat suatu

gejala atau fenomena yang akan diamati dan dikaji oleh peneliti.

Pengamatan dan pengkajian digunakan untuk menemukan kebenaran

ilmiah. Menurut Hilway dalam Nazir, “Penelitian merupakan suatu metode

studi yang dilakukan seseorang melalui penyidikan yang hati-hati dan

sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang

tepat terhadap masalah tersebut”. Sedangkan menurut Arikunto ,

“Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang dimaksudkan untuk

mengembangkan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Sebuah

kegiatan ilmiah mengandung tiga persyaratan yakni dilakukan bertujuan,

terencana, dan sistematis”.


43

Metode penelitian kualitatif berawal dari fakta fakta di lapangan,

khususnya untuk menemukan kebenaran, dengan menarik kesimpulan

umum dengan mempelajari hal-hal yang menggambarkan objek, sistem

pemikiran, dan hubungan antar fenomena. Hal ini dijelaskan oleh Mawangi

yang menyatakan penelitian lapangan memberikan manfaat terhadap

kehidupan sosisal dalam habitat alaminya.

Metode penelitian kualitatif deskriptif menurut sugiyono adalah

metode penelitian yang mengacu pada filosofi postpositivisme dan

digunakan untuk menguji keadaan suatu benda yang alamiah. Penelitian

merupakan metode kuncinya. Teknik pengumpulan datanya adalah adalah

triangulasi (kombinasi), analisis datanya induktif/ kualitatif, dan hasil

penelitian kualitatif menekankan pada signifikansi, dari generalisasi.

Pendekatan induktif menjelaskan hasil penelitian berdasarkan data

yang diperoleh. Erliana Hasan berpendapat Penelitian induktif adalah riset

yang mengedepankan fakta atas permasalahan sosial yang kemudian

dilakukan analisis secara mendalam melalui pertanyaan. Hingga akhirnya

mampu melahirkan teori yang dianggap sesuai dengan pernyataan hingga

kesimpulan, pendekatan induktif berangkat dari fakta-fakta yang ada di

lapangan, kemudian peneliti menganalisis, membuat pertanyaan dan

dikaitkan dengan teori, dalil, hukum, yang sesuai dengan permasalahan.


44

Penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan induktif merupakan

metode yang menggambarkan permasalahan berdasarkan fakta yang ada

dilapangan kemudian diteliti sehigga memperoleh suatu gambaran yang

mengarah pada penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong

Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima.

Desain penelitian sangat dibutuhkan bagi seorang peneliti untuk

menemukan jawaban pertanyaan penelitian. Selain itu desain penelitian

juga dapat mengarahkan penelitian agar berjalan sesuai dengan harapan

peneliti. Dengan demikian metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk

memahami suatu hal untuk diteliti. Sugiyono menyatakan bahwa , “metode

penelitian pada dasarnya merupakan strategi ilmiah guna memperoleh data

untuk kegunaan dan tujuan tertentu.

Dalam penlitian ini menggambarkan dan menganalisis masalah

masalah terkait dengan penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Pematangsiantar sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya secara sistematis dan realistis sehingga menemukan

gambaran permasalahan dan hubungan dengan fenomena yang terjadi

untuk diambil kesimpulan permasalahan yang ada.


45

3.2 Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian atau operasional konsep,

merupakan teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan konsep-konsep

yang digunakan dalam penelitian. Kegunaan dari operasional konsep ini

adalah untuk membingkai pertanyaan yang peneliti yang tuangkan dalam

pedoman wawancara dan observasi lapangan.

Berdasarkan kajian teoritis yang sudah dijelaskan dengan fokus

penelitian berisi tentang dimensi dan indikator yang digunakan peneliti untuk

melihat penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja di

Kota Pematangsiantar, peneliti mengambil pedoman pada teori Retno

Wijajanti yang mengemukakan dimensi yang cocok untuk menganalisis

penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota

Pematang Siantar. Berkaitan dengan operasional konsep, dapat dilihat

pada tabel berikut:


46

Tabel 3.1

Operasionalisasi Konsep

Judul Konsep Dimensi Sub dimensi

 Aturan hukum yang


Penertiban
Penertiban meregulasi
Langsung
Pedagang Kaki  SOP Penertiban

Lima Oleh Satuan  Pelaksanaan dan


Polisi Pamong mekanisme penertiban
Penertiban
Praja Di Kota  SDM
menurut Retno
Pematangsiantar  Fasilitas penunjang
Wijajanti (2000)
Provinsi Sumatera penyelenggaraan
Utara penertiban

 Partisipasi kelompok

pelaksana

 Hubungan kerja antar

Penertiban tidak organisasi

langsung  Pembatasan sarana

dan prasarana

 Penerapan retribusi

 Sanksi
Sumber: Retno Wijajanti (2000)
47

Operasional konsep tersebut dibuat peneliti berdasarkan teori dari

Retno Widjajanti untuk mempermudah peneliti dalam melihat dan mengukur

pelaksanaan penertiban yang dilakukan oleh Satpol Pp di Kota

Pematangsiantar.

3.3 Sumber Data dan Informan

Data didefinisikan sebagai semua fakta dan angka-angka yang dapat

dijadikan bahan untuk menyusun sebuah informasi . Agar mendapatkan

data dan informasi yang akurat serta menyeluruh, peneliti perlu untuk ikut

serta dan membaur sebagai anggota komunitas dan peneliti harus pandai-

pandai mencari momentum yang tepat untuk memperoleh data. Adapun

sumber data menurut Sugiyono dibagi dua yaitu :

1. Data Primer

Menurut Sugiyono data primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data. Sedangkan data primer menurut

Danang Sunyoto merupakan data asli yang dikumpulkan sendiri oleh

peneliti untuk menjawab masalah penelitiannya secara khusus.

2. Data Sekunder

Data sekunder menurut Sugiyono adalah sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpulan data. Sedangkanmenurut

Danang Sunyoto data sekunder merupakan data yang ada pada suatu

organisasi dan dari sumber lainnya.


48

Informan penelitian merupakan peristilahan yang melibatkan tugas-

tugas sederhana dalam menjawab pertanyaan dari pedoman wawancara

yang dibuat, sehingga apapun kegiatan penelitian yang dilakukan tentunya

membutuhkan keterlibatan pihak lain. Sukandarumidi (2002), Pengertian

informan penelitian adalah orang-orang yang bisa memberikan informasi,

dimana informan penelitian tersebut bisa berupa orang, benda ataupun

lembaga (organisasi), yang sifat keadaanya diteliti. Terkait dengan

penentuan informan, terdapat tiga karakteristik untuk mendapatkaninforman

yang ideal yang diungkapkan oleh W. Lawrance Neuman yaitu :

1. Orang yang benar-benar akrab dengan budaya dan menyaksikan

peristiwa penting menjadi informan yang baik. Ia hidup dan bernafas

dalam budaya dan terlibat dalam rutinitas di lingkungan tersebut

tanpa berpikir tentang rutinitas tersebut.

2. Individu saat ini terlibat di lapangan. Maksudnya adalah seorang

informan juga harus mampu turun ke lapangan atau terlibat langsung

di lapangan, artinya ornag tersebut mengeri seluk beluk

permasalahan yang ada dan informasi yang diperoleh dapat

dijadikan sebagai penguat dalam penelitian

3. Orang tersebut dapat menghabiskan waktu dengan peneliti.

Wawancara yang dilaksanakan dapat memakan waktu yang cukup

lama sehingga informan yang dimaksud adalah seorang yang

memiliki ketersediaan waktu agar informasi yang diperoleh tidak


49

setengah setengah.

Dari ketiga kriteria tersebut menurut W. Laurance Neuman sudah

dapat membantu peneliti dalam menentukan informan yang tepat dalam

penelitian ini. Pada penelitian yang menggunakan desain kualitatif, jenis

sumber data atau informasi ditetapkan secara sengaja sesuai dengan

maksudnya, disebut pengambilan secara ” purposif ”. Hal ini dilakukan

dengan mengambil orang-orang terpilih yang memahami dan mengetahui

terkait dengan tujuan penelitian.

Berikut tabel dibawah ini memberikan informasi tentang informan

yang dapat memeberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini:

Tabel 3.2
Data Informan
No Sumber informan Jumlah

1. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja


Kota Pematang siantar 1
2. Kepala Bidang Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat Satuan Polisi 1
Pamong Praja Kota Pematang siantar
3. Kepala seksi Operasi Dan
Pengendalian Satuan Polisi Pamong 1
Praja Kota Pematang siantar

4. Pedagang kaki lima kawasan pasar


baru Kota Pematang siantar 5
5. Masyarakat
10
Sumber: Diolah Peneliti, 2022
50

Data informan diatas terdiri dari aparatur perangkat daerah Satuan

Polisi Pamong Praja selaku perangkat daerah yang bertugas untuk

menertibkan pedagang kaki lima di Kota Pematangsiantar yaitu KasatSatpol

Pp, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satuan

Polisi Pamong Praja Kota Pematangsiantar, Kepala seksi Operasi Dan

Pengendalian Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematangsiantardengan

tujuan untuk melihat sejauhmana Satpol PP Kota Pematangsiantar

melakukan penertiban pedagang kaki lima.

Masyarakat yang dipilih menjadi informan sebanyak 10 orang adalah

masyarakat yang yang tinggal di Kota Pematangsiantar terutama di

Kecamatan Siantar Timur yang sering merasakan dampak dari keberadaan

pedagang kaki lima yang tidak sesuai dengan tempat semestinya.

Selanjutnya para pedagang kaki lima yang menjadi sumber informasi yaitu

sebanyak 5 orang berasal dari para pedagang berdasarkan

jenisdagangangnya. Alasan peneliti mencari informasi dari kelima informan

yang ada pada tabel diatas yaitu keterlibatan langsung antara pihak-pihak

yang menertibkan dan yang ditertibkan.


51

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan

peneliti untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih efisien secara menyeluruh, lengkap dan sistematis agar

mudah untuk diolah.

Menurut Sugiyono instrumen atau alat penelitian dalam penelitian

kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Sedangkan peneliti sebagai instrumen

berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber

data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,

menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Peneliti

sebgai instrumen dalam penelitian ini juga harus divalidasi agar siap

melakukan penelitian yang selanjutnya siap terjun ke lapangan.

Nasution menyatakan : “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan

selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Hal ini

disebabkan karena segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti.

Masalah fokus penelitian, prosedur penelitian, dan hasil yang diharapkan,

itu semua tidak dapat ditentukan secara jelas dan pasti sebelumnya. Segala

sesuatu masi perlu dikembangkan sepanjang penelitian tersebut. Dalam

keadaan yang tidak jelas dan tidak pasti tersebut, tidak ada pilihan lain dan

hanya peneliti itu sendiri sebagai satu satunya instrumen penelitian.


52

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti mengambil kesimpulan

bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian pada

awalnya adalah tetap peneliti itu sendiri.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Silalahi , “Pengumpulan data adalah suatu proses

mendapatkan data empiris melalui responden dengan menggunakan

metode tertentu”. Untuk merancang metode pengumpulan data yang

sesuai, dapat dilakukan dengan memilih cara tepat atau beberapa metode

pengumpulan data untuk suatu penulisan yang dilakukan, sehingga peneliti

harus memahami data, latar data, jenis data, dan dari mana sumber data

tersebut diperoleh.

Sugiyono menjelaskan teknik pengumpulan data kualitatif dilakukan

dengan data yang dibagi menjadi dua (2) yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer terdiri dari wawancara, kuisioner, dan observasi.

Sedangkan data sekunder terdiri dari dokumen-dokumen sebagai

pendukung dalam melakukan penelitian. Ketiga teknik pengumpulan data

tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Wawancara

Stinback dan Sugiyono menjelaskan bahwa peneliti akan

mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam


53

menginterpretasikan situasi fenomena yang terjadi melalui wawancara yang

tidak di peroleh melalui observasi. Menurut Esterberg dalam Sugiyono

membagi wawancara menjadi tiga (3) macam yaitu :

a. Wawancara Terstruktur

Jenis wawancara ini merupakan jenis wawancara yang telah

dipersiapkan oleh peneliti dengan sistematis. Wawancara ini

digunakan jika peneliti memang sudah tau informasi apa yang

akan diperoleh dari responden. Perlakuan peneliti terhadap

responden yang dimintai keterangan adalah sama. Tidak ada

perbedaan mengenai pertanyaan yang diberikan kepada

responden. Karena sifatnya meminta keterangan maka peneliti

harus menyiapkan alat bantu wawancara seperti alat pencatat,

maupun alat perekam.

b. Wawancara Semi Terstruktur

Jenis wawancara ini agak berbeda dengan wawancara

tertsruktur. Dalam wawancara ini peneliti berusaha menemukan

sisi permasalahan secara lebih terbuka. Dimana pihak yang

dimintai wawancara dapat mengeluarkan pendapat dan opininya

secara bebas serta dapat menyampaikan ide-idenya sesuai

dengan permasalahan yang diajukan.


54

c. Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak tertsruktur merupakan wawancara yang tidak

terikat dengan pedoman yang sistematis, artinya bebas karena

tujuannya untuk memperoleh informasi awal pendahulian tentang

fenomena atau bisa juga untuk mendapatkan informasi yang

mendalam tentang suatu permasalahan. Untuk mendaptkan

informasi awal, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal

tentang berbagai isu yang berkembang sehingga peneliti mampu

menentukan variabel yang harus diteliti. Untuk pendalaman

informasi, peneliti akan mewawancarai pihak-pihak sebagai

perwakilan kelas yang ada dalam objek.

Dari tiga jenis wawancara diatas, peneliti memilih jenis wawancara

semi terstruktur, agar lebih bebas dalam mencari informasi. Dengan jenis

wawancara ini diharapkan informan akan lebih terbuka dan bebas dalam

memberikan pendapat, opini, serta ide tentang permasalahan yang

diangkat.

2. Observasi

a. Observasi Partisipatif

Pada tipe observasi partisipatif, peneliti dituntut untuk terjun

dan terlibat langsung dalam keseharian objek atau orang yang


55

diteliti. Hal ini bertujuan agar peneliti langsung mendapatkan data

yang lebih lengkap dan terpercaya, dan tau makna dari setiap

pelaku yang tampak.

b. Observasi Terus Terang Atau Tersamar

Peneliti pada jenis observasi ini lebih jujur kepada sumber

data bahwa peneliti sedang melakukan observasi. Sehingga

sumber data akan tau semua aktivitas dari peneliti terkait dengan

penelitian yang dilakukan. Tetapi di lain waktu, peneliti akan

menyamar dan tidak memberitahukan kepada sumber data

bahwa peneliti sedang mencari informasi yang sifatnya masih

dirahasiakan.

c. Observasi Tak Berstruktur

Jenis observasi tak berstruktur dilakukan oleh peneliti saat

peneliti belum memiliki fokus yang jelas untuk diteliti. Pada jenis

observasi ini peneliti tidak mempersiapkan apa yang akan diteliti

secara sistematis.

Berdasarkan penjelasan diatas dan kesesuain permasalahan

dengan data yang peneliti butuhkan maka observasi terus terang dipakai

sebagai teknik observasi untuk memperoleh data data yang peneliti

butuhkan di Kota Pematang Siantar.


56

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan kejadian yang telah terjadi

berupa dokumen-dokumen, gambar-gambar,atau sebuah catatan dari

orang. Dokumentasi adalah pelengkap dari pengambilan data

melaluinobservasi dan wawancara. Alasan dokumen berguna dalam

penelitian kualitatif, yaitu:

1. berguna sebagai bukti untuk suatu penguji

2. Sumber yang stabil, kaya, dan mendorong pencarian data lain,

3. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih

memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang

diselidiki,

4. relatif murah dan tidak sukar untuk didapatkan,

5. berguna dan sesuai karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan

konteks, lahir, dan berada dalam konteks.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan melakukan proses

pengumpulan data berupa dokumen dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar. Data-data yang penneliti butuhkan antara lain (1) Profil

Kota Pematangsiantar, (2) Profil Satuan Polisi Pamong Praja, (3) Rencana

Kerja (4) Renja Satuan Polisi Pamong Praja, (5) Arsip Satuan Polisi Pamong

Praja.
57

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitiatif, analisis data berproses sejalan dengan

pengumpulan data sampai pengumpulan data selasai dolaksanakan

(moleong). Maka dari itu, analisis dilakukan bersamaan dengan proses

pengumpulan data dan selesai data dikumpulkan. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan prosedur analisis data seperti yang dikemukakan

oleh Miles dan Hubweman yaitu :

1) Data Reduction (Reduksi Data)

Dalam reduksi data peneliti akan merangkum, memilih, dan

memfokuskan data yang penting untuk mendapatkan tema dan pola. Data-

data yang diperoleh peneliti dari lapangan langsung dicatat, diteliti secara

detail. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya dan mencari data tersebut bila diperlukan.

2) Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduks, langkah selanjutnya adalah peneliti

mendisplaykan data/ menyajikan data, dalam penelitian kualitatif penyajian

data bisa dilakukan dalam bentuk uraian naratif , tabel, grafik, phie chard,

pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, data dapat

terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah

dipahami. 83Penyajian data akan mempermudah peneliti untuk memahami

fakta yang sebenarnya terjadi, merencanakan hal-hal berdasarkan data


58

yang terkumpul secara keseluruhan dan membantu peneliti dalam

membuat kesimpulan.

3) Conclusion Drawing / Veridication

Langkah selanjutnya dalam proses analisis data adalah peneliti

melakukan penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan dalam

penelitian kualitatif digunakan peneliti untuk menjawab rumusan masalah

yang disusun sejak awal, namun tidak semua bisa dijawab. Karena rumusan

masalah dan masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara dan

dapat berubah setelah penelitian di lapangan. Penarikan kesimpulan

dilakukan setelah memperoleh semua data yang diperlukan baik

wawancara, dokumentasi, maupun hasil observasi di Kantor Satuan Polisi

Pamong Praja di Kota Pematangsiantar.

3.7 Lokasi Dan Jadwal Magang

3.7.1 Lokasi Magang

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Pematangsiantar, dengan tujuan

untuk mengamati dan menganalisi penertiban pedagang kaki lima (PKL)

oleh Satuan Polisi Pamong Praja.


59

3.7.2 Jadwal Magang

Dalam penelitian ini natinya dijadwalkan meliputi tahap persiapan

penelitian, tahap pelaksanaan dan tahap pelaporan hasil penelitian.

Penelitian dilaksanakan sesuai dengan kalender akademik Institut

Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tahun ajaran 2022/2023


60

Tabel 3.3

Jadwal Kegiatan Penelitian dan Penyusunan

Skripsi Tahun Akademik2022/2023


TAHUN 2022 TAHUN 2023
JENIS
NO. AGS SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN
KEGIATAN
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan

Judul, Bimbingan
1 dan Penyusunan

Proposal Skripsi

Pengumpulan

2 Proposal Skripsi

Ujian Proposal
3
Skripsi

Perbaikan
4
Proposal Skripsi

Persiapan dan

Pembekalan
5
Penelitian Skripsi

Penelitian dan

6 Pengumpulan

Data Skripsi

Bimbingan dan

7 Penyusunan

Skripsi

8 Ujian Skripsi

Perbaikan dan

9 Pengumpulan

Skripsi

Sumber : Kalender Akademik IPDN Tahun 2022/2023

Keterangan : Pelaksanaan Kegiatan


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1.1 GAMBARAN UMUM KOTA PEMATANG SIANTAR

Sebelum ProkIamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Pematang

siantar adalah suatu Daerah yang berbentuk kerajaan. Pematangsiantar

yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti inii adalah

keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sang Nawaluh Damanik yang

memegang tongkat kekuasaan sebagai raja tahun 1906. Di sekitar Pulau

Holiing kemudian berkembang menjadi lokasi tempat tinggal penduduk

diantaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Bayu, Suhi Kahean, Pantoan,

Suhi Bah Bosar, dan Tomuan. Tempat itu kemudian menjadi sebuah daerah

yang berdiri atas hukum Kota Pematangsiantar yaitu : Pulau Holing menjadi

Kampung Pematang; Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota; Suhi

Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba,

Sukadame, dan Bane; Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo,

Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.

Sesudah Belanda datang ke Daerah Sumatera Utara, Daerah

Simalungun menjadi daerah kekuasaan Belanda sehingga pada tahun1907

berakhirlah kekuasaan raja-raja. Kontroleur Belanda yang semula

berkedudukan di Perdagangan, pada tahun 1907 dipindahkan ke

61
62

Pematangsiantar. Semenjak hal tersebut terjadi, Pematangsiantar

berkembang menjadi daerah yang ramai dikunjungi oleh pendatang,

Keturunan Cina menempati kawasan Timbang Galung dan Kampung

Melayu. Pada tahun 1910 dibentuk Badan Persiapan Kota

Pematangsiantar. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Stad

Blad No. 285 Pematangsiantar berubah menjadi Gemente yang memiliiki

otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No. 717

berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan.

Pada saat Jepang menduduki wilayah Pematangsiantar maka

berubah menjadi daerah Siantar State dan Dewan dihapus. Sesudah

Proklamasi kemerdekaan, daerah Pematangsiantar kembali menjadi

Daerah Otonomi. Berdasarkan Undang-undang No.22/ 1948 Status

Gemente menjadi Kota Kabupaten Simalungun dan Walikota dirangkap

oleh Bupati Simalungun sampai tahun 1957. Berdasarkan UU No.1/ 1957

berubah menjadi Kota Praja Penuh dan dengan keluarnya Undang- undang

No.18/ 1965 berubah menjadi Kota, dan dengan keluarnya Undang-undang

No. 5/ 1974 tentang-Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah berubah

menjadi Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1981 Daerah

Tingkat II Pematangsiantar terbagi atas empat wilayah kecamatan yang

terdiri atas 29 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah 12,48 Km2 yang

diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 17 Maret 1982.


63

1. Aspek Geografis

Kota Pematangsiantar adalah salah satu wilayah administrasi hukum

yang berada di Provinsi Sumatera Utara dan dipimpin oleh seorang

Walikota. Kota Pematangsiantar terletak pada 2o 53’ 20” - 3o 01’ 00”

Lintang Utara dan 99o 1’ 00” - 99o 6’ 35” Bujur Timur, dan berada pada

ketinggian 400 sampai 500 meter di atas permukaan laut, menghubungkan

Kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat yang merupakan dataran tinggi

di wilayah Sumatera Utara. Letak KotaPematangsiantar yang strategis

membuatnya sebagai gerbang menujuKawasan wisata Danau Toba yang

merupakan tempat wisata nasionaldan internasional.

Kota Pematangsiantar tidak hanya menjadi pintu masuk menuju

daerah wisata Danau Toba, juga memiliki tempat wisata lokal sendiri.

Tempat wisata lokal yang kerap dikunjungi oleh warga dari luar maupun

dalam kota diantaranya adalah Komplek Vihara Avalokitesvara, Martoba

Waterpark, Taman Hewan Siantar, serta Museum Simalungun yang berada

di tengah kota Pematangsiantar. Tidak hanya tempat wisata, Kota

Pematangsiantar juga memiliki kuliner khas yang menjadi andalannya,

seperti Roti Ganda dan Roti Ketawa yang tokonya selalu menjadi tempat

yang ramai dikunjungi oleh masyarakat baik dari dalam maupun luar kota

yang hendak membawakannya sebagai buah tangan khas

Pematangsiantar.
64

Gambar 4. 1
Peta Kota Pematangsiantar
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa Kota Pematang siantar

dibatasi oleh beberapa wilayah sekitar yaitu :


 Batas Utara : Kabupaten Simalungun
 Batas Selatan : Kabupaten Simalungun
 Batas Timur : Kabupaten Simalungun
 Batas Barat : Kabupaten Simalungun
Wilayah Kota Pematang siantar terbagi atas 8 kecamatan, yaituKecamatan

Siantar Marihat, Kecamatan Siantar Marimbun, Kecamatan Siantar

Sitalasari, Kecamatan Siantar Martoba, Kecamatan Siantar Timur,

Kecamatan Siantar Selatan, Kecamatan Siantar Barat dan Kecamatan

Siantar Utara.
65

Tabel 4. 1
Luas Wilayah Kota Pematangsiantar Berdasarkan Kecamatan

Kecamatan Luas Wilayah Persentase (%)


Siantar Marihat 7,825 km2 9,78
Siantar Marimbun 18,006 km2 22,52
Siantar Sitalasari 22,723 km2 28,41
Siantar Martoba 18,022 km2 22,45
Siantar Utara 3,650 km2 4,56
Siantar Timur 4,520 km2 4,71
Siantar Barat 3,205 km2 4,01
Siantar Selatan 2,020 km2 2,53
Sumber : Kota Pematang Siantar Dalam Angka 2021

Berdasarkan Tabel diatas maka luas wilayah terbesar di Kota

Pematang Siantar terletak pada kecamatan Siantar Sitalasari yaitu 22.723

km2 dan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah kecamatan

Siantar Selatan yaitu 2,53 km2 dengan total luas wilayah Kota Pematang

Siantar yaitu 79,791 km2.


66

4.1.2 Kondisi Demografi

Berikut data kepadatan penduduk Kota Pematang siantar berdasarkan

kabupaten/kota tahun 2020 :

Tabel 4. 2
Data Kependudukan di Kota Pematang Siantar
NO KECAMATAN JUMLAH
(Orang)
1. 20933,00
SIANTAR MARIHAT
2. 20675,00
SIANTAR MARIMBUN
3. 17447,00
SIANTAR SELATAN
4. 37896,00
SIANTAR BARAT
5. 49886,00
SIANTAR UTARA
6. 36744,00
SIANTAR TIMUR
7. 50350,00
SIANTAR MARTOBA
8. 34323,00
SIANTAR SITALASARI
PEMATANGSIANTAR 268254,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar 2020
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa wilayah dengan

tingkat kepadatan penduduk tertinggi berada di wilayah Kecamatan Siantar

Utara dengan 14.772 Jiwa/km2 dan wilayah dengan tingkat kepadatan

penduduk terendah pada Kecamatan Siantar Marimbun dengan 681

Jiwa/Km2, total kepadatan penduduk di Kota Pematang Siantar yaitu 3.151

Jiwa/Km dengan demikian maka akan didapatkan gambaran bagaimana

interaksi sosial yang terjadi masyarakat.


67

4.1.3 Gambaran umum Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang

siantar

Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah Pasal 255 (1) menegaskan bahwa tugas utama Satuan Polisi

Pamong Praja adalah Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk

menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum

dan ketentraman, serta menyelenggarakan pelindungan Masyarakat.

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun

2010 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja, disebutkan bahwa

Satuan Polisi Pamong Praja adalah bagian perangkat daerah dalam

penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat. Untuk melaksanakan amanat tersebut, Satuan

Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar telah menetapkan visi yaitu

“Terwujudnya Kota Pematang siantar Aman, Tertib, dan Kondusif Serta

Mematuhi dan Mentaati Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah”.

Dari visi tersebut, telah ditetapkan misi. Misi tersebut dipandang

sebagai misi yang amat penting dan strategik karena mendasari

kebijakan, program, dan kegiatan Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Misi

tersebut ialah “Menata sistem pelayanan public dalam perwujudan tata

kelola pemerintahan yang baik dalam lingkungan yang tertib, aman, dan

tenteram.
68

Berkaitan dengan yang dijelaskan diatas bahhwa diharapkan agar

selalu dapat mampu menentukan arah dan perkembangan dalam

meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat mampu menjawab tuntutan

terkait dengan perkembangan lingkungan yang strategis.

1. Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar

Perangkat Daerah sesuai dengan Peraturan Walikota Nomor 4

Tahun 2017 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi, Tugas dan

Fungsi, Serta Tata kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Pematangsiantar,

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematangsiantar melaksanakan tugas

pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang ketentraman, dan

ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dan kebakaran.

Dilihat dari struktur organisasi yang ada di Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Pematangsiantar, bahwa bagian yang bertanggung jawab

langsung terhadap penelitian yang saya lakukan di Satpol PP Kota

Pematangsiantar adalah Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum. Oleh

karena itu, penulis menjadikan Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum

sebagai lokus penelitian, mengamati, serta mengambil data yang

dibutuhkan sebagai pendukung penelitian.

Berdasarkan Pasal 64 Peraturan Walikota Nomor 4 Tahun 2017,

Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum mempunyai beberapa tugas

dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum di masyarakat


69

sebagai berikut :

1. Melaksanakan tugas Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum

sesuai dengan pedoman dan petunjuk teknis Bidang Ketentraman

dan Ketertiban Umum peraturan daerah dan peraturan walikota;

2. Mengawasi pelaksanaan peraturan daerah, peraturan

walikota,dan peraturan perundang-undangan lainnya;

3. Menyusun rencana dan program kegiatan pembinaan

ketentraman dan ketertiban umum;

4. Melaksanakan operasi razia penertiban guna menjamin tertibnya

penyelenggaraan peraturan daerah, peraturan walikota dan

peraturan perundang-undangan lainnya berkoordinasi dengan

instansi lainnya;

5. Melaksanakan Tipiring (Tindak Pidana Ringan) terhadap

pelanggaran peraturan daerah;

6. Menyiapkan bahan dalaam rangka penyusunan pentunjuk guna

tentang pengamanan dan penyidikan penyelenggaraan peraturan

daerah serta peraturan perundang-undangan lainnya dan

menyangkut ketertiban dan ketentraman umum; dan

7. Melaaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala

satuan/dinas sesuai bidang tugas dan fungsinya.

Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum mempunyai 3 (tiga)seksi

yang ada dibawahnya, yaitu Seksi Operasional Penertiban, Pengamanan

dan Pengawalan, dan Pengembangan Kapasitas dan


70

Kesamaptaan. Seksi Operasional Penertiban dipimpin oleh seorang kepala

seksi yang mempunyai tugas yaitu melaksanakan tugas sub bidang

operasional penertiban sesuai dengan SOP yang berlaku, mengawasi

pelaksanaan peraturan daerah, menyusun rencana dan program kegiatan

sub bidang operasional penertiban, melaksanakan operasi razia,

melaksanakan tipiring (tindak pidana ringan) terhadap pelanggar peraturan

daerah, dan tugas lainnya.

Sedangakan Seksi Pengamanan dan Pengawalan mempunyai tugas

yaitu melaksanakan tugas seksi pengamanan dan Pengawalan Sesuai

dengan SOP yang berlaku, dan melaksanakan tugas lain yang sesuai

dengan bidang tugas, dan Seksi Pengembangan Kapasitas dan

Kesampataan mempunyai tugas yaitu melaksanakan tugas seksi

Pengembangan Kapasitas dan Kesamptaan sesuai dengan SOP yang

berlaku, dan melaksanakan tugas lain yang sesuai dengan bidang tugas

dan fungsinya.

2. Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja

Kota Pematang siantar

Perangkat daerah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor

1 Tahun 2017 Tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kota

Pematangsiantar, dan Peraturan Walikota Nomor 29 tahun 2016 Tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Pematangsiantar.

Susunan organisasi dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar dengan masing-masing Jabatan Struktural yakni :


71

1. Kepala Satuan

2. Sekretariat

3. Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum

4. Kepala Bidang Perlindungan Masyarakat

5. Kepala Bidang Kebakaran

Adapun struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar secara lengkap adalah sebagai berikut:

1. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar

2. Sekretariat, membawahi:

a. Sub bagian Penyusunan Program dan Keuangan;

b. Sub bagian Umum dan Kepegawaian.

3. Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum, terdiri dari:

a. Seksi Operasional Penertiban;

b. Seksi Pengamanan dan Pengawalan; dan

c. Seksi Pengembangan Kapasitas dan Kesamptaan.

4. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri dari:

a. Seksi Potensi Masyarakat;

b. Seksi Pelatihan Masyarakat;

c. Seksi Kesiapsiagaan dan Pengerahan Pengendalian

5. Bidang Kebakaran terdiri dari :

a. Seksi Operasional;

b. Seksi Penyuluhan dan Bantuan Teknik Pemadaman dan;


72

c. Seksi Pengadaan, Pengembangan, Pemeliharaan dan

Laboratorium

Adapun Struktur Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja

Kota Pematang siantar digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4. 2
Struktur Organisasi Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Pematangsiantar
Sumber : Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar 2022
73

3. Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan satu dari banyak unsur

dalam berorganisasi. Sumber daya manusia juga merupakan sebuah unsur

yang sangat penting dalam berorganisasi, sebab untuk mencapai tujuan

atau visi dalam berorganisasi telah terdapat program kerja yang dirancang

untuk mencapainya, dan program tersebut dijalankan oleh bagian

organisasi yang disebut sumber daya manusia. Dalam organisasi

pemerintahan, sumber daya manusia lebih dikenal dengan istilahAparatur

Sipil Negara (ASN), yang mana komponen ASN ini terdiri dari Pegawai

Negri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja

(PPPK/P3K).

Sumber daya Manusia dalam organisasi pemerintahan tentunya

adalah suatu modal yang sangat penting untuk menjamin tercapainya

target organisasi maupun pelayanan yang diberikan, baik dari segi kualitas

maupun kuantitasnya. Adapun jumlah pegawai Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Pematangsiantar adalah sebanyak 218 orang dengan jabatan

dan tugas masing-masing. Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana

ditampilkan pada SOTK Dinas, dipimpin oleh seorang Kepala Satuan dan

sekaligus yang bertanggung jawab kepada Walikota. Dalam menjalankan

tugasnya kepala satuan dibantu oleh sejumlah pegawai, adapun jumlah

pegawai yang bertugas di Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar adalah 218 orang, jumlah pegawai tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut:


74

Tabel 4. 3
Jumlah Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematangsiantar
No. Jabatan Pangkat / Jumlah
Struktural Golongan
1 Kepala Satuan Pembina 1
Utama, IV/C
2 Sekretaris Pembina 1
Tk.1, IV/B
3 Pembina 2
Kepala Bidang Tk.1, IV/B
Penata Tk.1, 1
III/D

4 Kepala Sub- Penata Tk.1, 1


Bagian III/D
Penata, III/c 1
5 Penata Tk.1, 4
Kepala Seksi III/D
Penata, III/C 2

6 Staff 79
7 THL 126
Sumber : Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar

Tabel diatas menyajikan data tentang jumlah pegawai yang bertugas di

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar. Berdasarkan tabel

diatas diketahui bahwa terdapat 218 pegawai, dengan 13 pegawai yang

menduduki jabatan structural di Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematang siantar dan 79 staff serta 126 Tenaga Harian Lepas (THL), jadi

total seluruh pegawai di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematangsiantar

adalah 218 Pegawai.


75

4. 2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.2.1 Penertiban Pedagang Kaki Lima di Kota Pematang siantar

Pada umumnya keberadaan pedagang kaki lima yang tidak sesuai

dengan peraturan memberikan dampak negatif. Para pedang kaki lima

mengambil ruang dimana-mana terutama ruang yang jelas peruntukannya

secara formal seperti bahu jalan, ruang kota, dan ruang terbuka lainnya.

Alasannya yaitu aksebilitasnya yang tinggi sehingga mendatangkan

banyak konsumen. Keberadaan pedagang kaki lima yang tidak terkendali

ini menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat dalam beraktivitas

sehingga menggagu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, hal

inilah yang menjadi tannggug jawab pemerintah untuk mengatasi

permasalahan pedagang kaki lima.

Upaya menggambarkan penyelenggaraan penertiban pedagang

kaki lima di Kota Pematang siantar dapat dilihat dari beberapa variabel ter,

yaitu: penertiban langsung dan tidak langsung .

4.2.1.1 Penertiban Langsung

Dalam penyelenggaaraan penertiban langsung kepada pedagang kakilima

di Kota Pematang siantar harus melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja

selaku perangkat daerah dan pasukan khusus pemerintahan yang

menyelenggarakan ketentraman masyarakat dan ketertiban umum

sehingga pedagang kaki lima dapat berjualan di tempat yang semestinya

sesuai dengan peraturan yang ada . Berdasarkan hasil wawancara


76

dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar Drs.

Robert Samosir mengatakan bahwa berhasil ataupun tidaknya suatu

penertiban pedagang kaki lima dalam kegiatan perpasaran baik di dalam

pasar maupun di luar dipengaruhi oleh keamanan dan ketertiban pasar itu

sendiri. Kondisi pedagang kaki lima yang tertib akan memberikan situasi

pasar yang aman dan nyaman , hal ini merupakan harapan masyarakat dan

juga pemerintah. Satpol Pp Kota Pematang siantar telah melakukan

penertiban pedagang kaki lima dengan menetapkan sarana dan prasarana

yang sesuai dengan aturan-aturan dalam penertiban pedagang kaki lima.

Hal tersebut tidak akan berjalan maksimal jika tidak ada peran dari

pedagang kaki lima itu sendiri. Adapun indikator atau subdimensi dari

penertiban langsung, yaitu:

A. Aturan Hukum Yang Berlaku

Regulasi adalah suatu aturan yang dibuat dan disusun dengan

tujuan mengikat atau membatasi. Dengan adanya suatu aturan regulasi

akan mengendalikan suatu kelompok, lembaga/ organisasi, dan

masyarakat agar tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran. Selain itu

suatu aturan juga bisa berjalan dengan baik apabila diterapkan untuk

semua orang. aturan regulasi yang mengatur tentang pedagang kaki lima

di Kota Pematang siantar yaitu Peraturan Daerah (Perda) No 9 Tahun 1992

tentang wajib bersih lingkungan, keindahan dan ketertiban umum.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Trantibumas

Mangaraja Tua Nababan, S.Pd mengatakan bahwa Peraturan Daerah


77

Nomor 9 Tahun 1992 ditetapkan dengan maksud sebagai dasar hukum

bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam rangka mewujudkan situasi

dan kondisi wilayah daerah yang tentram, tertib dan harmonis terutama

dalam pelaksaaan penertiban pedagang kaki lima di Kota Pematang

siantar guna mewujudkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Pasal 7 ayat 21 dijelaskan bahwa Peraturan Daerah No 9 Tahun 1992 telah

melarang setiap orang atau badan hukum berjualan, menyimpan dan

meletakkan barang – barang jualan atau barang – barang lain sepanjang

jalan umum, kaki lima atau tanah lapang umum tanpa izin kepala daerah.

Dalam Pasal 7 ayat 22 dijelaskan bahwa setiap orang atau badan hukum

dilarang mendirikan warung – warung, tempat – tempat masak atau tempat

jualan barang – barang pada tempat yang nampak dari jalan umum tanpa

izin dari Kepala Daerah.

Keberadaan pedagang kaki lima bukan hanya mengganggu tata

tertib jalan dan angkutan tetapi juga mengganggu tertib lingkungan dan

persampahan, setiap pedagang kaki lima yang menggunakan tempat

berdagang atas ijin harus bertanggung jawab terhadap

ketertiban,kebersihan dan menjaga kesehatan lingkungan serta keindahan

ditempat berdagang yang bersangkutan. Pada perda no 9tahun 1992 telah

dijelaskan bahwa penyelenggaraan ketertiban umum yang dilaksakan

dalam rangka memelihara dan menciptakan konisi tertib secara teknis

operasional dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.


78

B. Standar Operasianal Prosedur Dalam Kegiatan Penertiban

Standar Operasional Prosedur dikembangkan sebagai respon

internal terhadap keterbatasan waktu dan sumber daya dari pelaksanan

dan keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-

organisasi yang kompleks dan tersebar luas. SOP yang bersifat rutin

didesain untuk situasi tipikal dimasa lalu mungkin menghambat perubahan

dalam kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi atau program baru.

Dalam pelaksanaan kegiatan penertiban pedagang kaki lima harus

sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku agar

tercapainya suatu tujuan yaitu tertibnya pedagang kaki lima yang berjualan

di Kota Pematang siantar. Berkaitan dengan SOP dalam penertiban

pedagang kaki lima, peneliti mendapat informasi yang dilakukan dnegan

wawancara dengan kepala seksi operasi dan pengendalian Rotario De

Purificacao yang mengatakan bahwa pihak yang berkaitan dengan

pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima harus berjalan sesuai dengan

SOP yang sudah ada, agar suatu program dapat berjalan dengan SOP

yang sudah ada, agar suatu program dapat berjalan dengan terstruktur

sesuai dengan tugas tugas pokok dan fungsinya. Dari wawancara tersebut

peneliti mendapatkan SOP dalam penertiban pedagang kaki lima, yaitu

sebgai berikut :

1. Melakukan pemantauan rutin kepada pedagang kaki lima


oleh instansi terkait dengan melibatkan pihak kecamatan
2. Verifikasi kegiatan usaha pedagang kaki lima
3. Menerbitkan surat teguran kepada pedagang kaki lima untuk
79

menyelesaikan syarat usahanya


4. Mengirimkan surat peringatan kepada pedagang kaki lima
untuk menerbitkan usahanya sendiri oleh Satuan Polisi
Pamong Praja
5. Melakukan koordinasi dengan instansi lain yang berkaiatan
6. Melakukan penindakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja
bersama instansi terkait
7. Membuat laporan hasil penertiban/ tindakan
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menarik

kesimpulan bahwa dalam melakukan kegiatan penertiban pedagang kaki

lima, setiap pihak baik dari pihak pelaksana kebijakan maupun pihak

pembuat kebIjakan harus saling melakukan koordinasi dan komunikasi

agar penertiban dapat berjalan lancer.

C. Pelaksanaan Dan Mekanisme Penertiban

Pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima merupakan cara atau

proses yang dilakukuan agar terciptanya pedagang kaki lima yang tertib

dan teratur, sehingga tata kota menjadi indah, tertib, tertata, dan bersih.

Untuk mengetahui dan memastikan bahwa pelaksanaan penertiban

pedagang kaki lima telah berjalan baik atau belum, maka dilakukan

wawancara bersama informan Satuan Polisi Pamong Praja.

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kepala Satuan

Polisi Pamong Praja Drs. Robert Samosir dan kepala bidang tantribum

Mangaraja Tua Nababan S.Pd mengatakan bahwa pelaksanaan

penertiban pedagang kaki lima di Kota Pematang siantar yang dilakukan

oleh Satuan Polisi Pamong Praja sudah dilakukan, namun masih ditemukan

pedagang kaki lima yang melakukan aktivitasnya kembali setelah

penertiban dilaksanakan. Penertiban juga tidak dilakukan


80

begitu saja, pemerintah Kota Pematang siantar sudah melakukan

pengalokasian tempat yang cukup memadai dan aman bagi pedagang kaki

lima, namun pada kenyataannya, masih banyak pedagang kaki lima yang

berjualan di tempat yang tidak semestinya.

Dalam penyelenggaraam penertiban pedagang kaki lima juga harus

didukung dengan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan,

contohnya mobil patroli dan mobil dalmas. Pihak Satuan Polisi Pamong

Praja yang melaksanakan penertiban terhadap pedagang kaki lima juga

memberikan teguran kepada pedagang kaki lima secara tidak langsung

melalui pembuatan spanduk dan poster berupa peringatan.

Pada pelaksaanaan penertiban pedagang kaki lima ini juga

memerlukan partisipasi dari masyarakat untuk mendukung kelancaran

penyelenggaraan penertiban. Berdasarkan hasil wawancara dengan

masyarakat selaku konsumen dan pengguna jalan di sekitar wilayah pasar

parluasan Kota Pematang siantar mengatakan bahwa pihak masyarakat

sendiri merasa sangat terganggu dengan keberadaan pedagang kaki yang

berjualan di trototar dan bahu jalan sehingga menggagnggu aktivitas para

pengguna jalan dan masyarakat sekitar, namun sebagian besar

masyarakat lainnya selaku konsumen tetap memilih untuk berbelanja di

luar pasar yaitu di sekitar jalan dan bahu jalandikarenakan lebih cepat dan

lebih murah.

Adapun kesimpulan peneliti bahwa, pelaksanaan penertiban

pedagang kaki lima di Kota Pematang siantar belum sepenuhnya berjalan


81

baik karena masih ditemukan pelanggaran yng dilakukan oleh para

pedagang,pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima juga masih

dilakukan sepihak oleh Satpol Pp karena masih kurangnya kesadaran

masyarakat untuk berpatisipasi untuk tidak berbelanja di sekitar bahu

jalanan dann trotoar. maka dari itu masih diperlukan patoli secara rutin

dan pemberian sosialisasi agar menumbuhkan kesadaran dan

pemahaman kepada masyarakat dan pedagang untuk menaati peraturan

yang ada sehingga mewujudkan kondisi tata kota yang teratur, tertib, indah,

dan bersih.

E. Fasilitas Penunjang Penyelenggaraan Penertiban

Sarana dan prasarana di Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematangsiantar sudah lengkap, hal ini ditunjukkan dari data inventaris

barang yang dimiliki Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematangsiantar

yang diperoleh saat magang dan penelitian. Kelengkapan sarana dan

prasarana tersebut tentu dapat menunjang kinerja aparat di Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Pematangsiantar. Apabila ditelaah lebih dalam, sarana

dan prasarana di kantor memang lengkap, tetapi beberapa barang

penunjang dalam kondisi tidak baik. masih terdapat fasilitas penting seperti

mobil patroli yang masih kekurangan armada untuk mengangkut para

personil dalam pelaksanaan tugas di lapangan, perlengkapan huru hara

seperti helm huru-hara, baju huru-hara, tameng yang masih meminjam dari

pihak kepolisian, dll. Sementara alat-alat itu merupakan sebuah fasilitas

yang diberikan dan yang harus dimiliki oleh aparat untuk


82

mempermudah semua pekerjaan yang berkaitan dengan pelaksanaan

patroli dan razia. Pernyataan tersebut didapatkan melalui wawancara

penulis dengan Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Bapak

Mangaraja Tua Nababan, S.Pd.,MM. Bapak Kabid menyampaikan

bahwasanya:

Benar, masih ada beberapa fasilitas penunjang kinerja yang kurang


baik seperti rompi anti huru hara, helm anti huru hara, mobil, mobil patroli,
dan lainnya. Hingga Saat ini ,kami sedang berusaha semaksimal mungkin
untuk memperbaiki fasilitas yang kurang baik.

Tabel 4. 9
Sarana dan Prasarana Satpol PP Kota Pematangsiantar
NO SARANA DAN PRASARANA JUMLAH KET

1. Bangunan Gedung Satpol PP 1

2. Truk 1

3. Mobil Patroli 2

4. Sepeda Motor Dinas 8 1 rusak

5. Sepeda Motor Patwal 3

6. Pakaian Huru hara 40

7. Tameng 74

F. Partisipasi Kelompok Pelaksana

Pelaksanaan suatu kebijakan tidak akan terlaksana dengan baik jika

tanpa adanya partisipasi dari kelompok pelaksana. Partisipasi yang

dimaksud dalam penyelenggaraan penertiban pedagang kaki lima yang

dilaksanakan oleh Satpol Pp Kota Pematangsiantar adalah respon dari


83

pedagang kaki lima itu sendiri terhadap pelaksanaan penegakan peraruran

daerah khususnya penertiban pedagang kaki lima. Sikap penerimaan

maupun penolakan dari pedagang kaki lima sangat berpengaruh dalam

menentukan keberhasian ataupun kegagalan dalam penertiban oleh Satpol

Pp.

Berdasarkan hasil wawancara yang yang dilakukan peneliti dengan

informan Satpol Pp yaitu anggota Satpol Pp mengatakan bahwa sosialisi

dan himbauan sudah diberikan mengnai peraturan-peraturan yangberlaku.

Namun kenyataannya, berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang

kaki lima, masih banyak pedagang kaki lima yang mengaku bahwa belum

mengetahui tentang peraturan-peraturan tersebut. Hal ini menyebabkan

masih banyak ditemukan pedagang kaki lima yangberjualan di tempat yang

tidak semestinya.

Penertiban yang dilakukan di Kota Pematangsiantar juga hanya

sebatas penertiban saja tanpa adanya tindak lanjut setelah penertiban

sehingga mengakibatkan masih ditemukan pedagang kaki lima yang

berjualan di tempat yang telah ditertibkan tersebut. Lokasi untuk berjualan

bagi pedagang kaki lima telah disediakan oleh pemerinah Kota

Pematangsiantar namun dengan jumlah pedagang kaki lima yang sangat

banyak dan tempat yang disediakan pemerintah terbatas mengakibatkan

para pedagang kaki lima tetap berjualan di tempat yang dilarang.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa sosialisasi yang diberikan oleh Satuan Polisi Pamong


84

Praja kepada pedagang kaki lima masih kurang sehingga menyebabkan

masih banyak pedagang kaki lima yang berjualan tidak sesuai dengan

tempat yang semestinya da tempat pengalokasian yang disediakan oleh

pemerintah untuk pedagang kaki lima sangat terbatas tidak sesuai dengan

jumlah pedagang kaki lima itu sendiri.

4.2.1.2. Penertiban Tak Langsung

Dalam melaksanakan penertiban pedagang kaki lima secara tidak

langsung dapat dilakukan melalui kerja sama antara Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Pematang siantar dengan organisasi lainnya yang berkaitan

dalam penanganan masalah penataan pedagang kaki lima dan penataan

ruang wilayah kota untuk mewujudkan wilayah nasional yang aman,

nyaman, tertib,produktif guna tercapainya ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat di Kota Pematang siantar. Adapun indikator atau

subdimensi dari penertiban tidak langsung, yaitu:

A. Organisasi atau Instansi terkait

Pelaksanaan suatu kebijakan memerlukan hubungan yang

baik antar instansi yang saling berkaitan berupa dukungan

komunikasi, koordinasi dan kerja sama. Hubungan antar organisasi

dapat berjalan apabila mengutamakan ke tiga aspek tersebut. Unsur

yang terkait dengan hubungan hubungan antar organisasi dibagi

menjadi komunikasi organisasi dan koordinasi organisasi :

 Komunikasi organisasi atau instansi terkait

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar telah


85

melakukan komunikasi yang cukup baik dengan organisasi

terkait terutama dalam penertiban pedagang kaki lima.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan anggota Satuan

Polisi Pamong Praja mengatakan bahwa, komunikasi dilakukan

dengan berbagai pihak-pihak apabila akan melakukan kegiatan

penertiban pedagang kaki lima melalui sosialisai dengan

membuat spanduk dan poster tentanglarangan dan himbauan

berjualan pada tempat yang telah disiapkan oleh pemerintah.

Komunikasi merupakan salah satu hal terpenting dalam

pelaksanaan kebjakan, sehingga penyelengaraan penertiban

pedagang kaki lima tidak akan berjalan dengan baik apabila

kurangnya komunikasi yang dilakukan antara organisasi terkait

dengan Satuan Polisi Pamong Praja serta pedagang kaki lima

tersebut.

 Koordinasi dan kerja sama

Hubungan kerja di suatu organisasi memerlukan koordinasi

dan kerja sama untuk membantu kelancaran dalam pelaksanaan

suatu kebijakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Arfin

Sinaga, S.Si, Selaku Kepala Seksi Operasi Dan Pengendalian,

peneliti mendapat informasi bahwa dalam menyelenggarakan

kegiatan penertiban pedagang kaki lima, Satpol Pp Kota

Pematang siantar melakukan koordinasi dan kerja sama dengan

organisasi atau instansi yag berkaitan yaitu,


86

dinas perindustrian dan perdagangan (Disperindag), Dinas

Koperasi dan UMKM, Dinas perhubungan, Kecamatan,

Kelurahan, serta TNI dan Polri.

Koordinasi dan kerja sama yang di lakukan oleh Satuan

Polisi Pamong Praja berdasarkan hasil wawancara dengan

informan dilakukan dengan beberapa cara yaitu melaui

pertemuan atau rapat dengan instansi yang berkaitan,

kunjungan oleh Satpol Pp Kota Pematang siantar ke instansi

terkait, dan koordinasi melalui media sosial via whats app (WA).

Pada keadaan sesungguhnya, setelah dilakukan kerjasama

dan koordinasi dengan instansi atau organisasi yang berkaitan

ternyata masih ditemukan pedagang kaki lima yang berjualan

atau berdagang di tempat yang tidak semestinya. Koordinasi

dan kerja sama hanya dilakukan begitu saja tanpa

ditindaklanjuti untuk memberikan efek jera. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Mangaraja Tua Nababan S.Pd, selaku

kepala bidang trantibumas penerliti mendapat informasi bahwa

anggaran yang diberikan untuk melakukan penertiban untuk

melakukan penertiban juga sangat minim sehingga

pelaksanaan penertiban belum maksimal.

Berdasarkan pernyataan diatas, menjelaskan bahwa Satuan

Polisi Pamong Praja telah berusaha melakukan penertiban


87

secara tidak langsungdengan melakukan koordinasi dan kerja

sama dengan instasi terkait namun, dalam penyelenggaraan

penertiban pedagang kaki lima belum dilakukan secara

maksimal karena masih banyak ditemukan pedagang kaki lima

yang berjualan atau berdagang tidak pada tempat yang

semestinya. Seperti di kecamatan Siantar Timur yang

merupakan pusat kota Pematangsiantar,di wilayah atau area

trotoar di sekitaran pasar horas. Koordinasi dan kerja sama

hanya dilakukan begitu saja tanpa ditindaklanjuti untuk

memberikan efek jera. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Mangaraja Tua Nababan, S.Pd selaku kepala bidang

trantibumas penerliti mendapat informasi bahwa anggaran yang

diberikan untuk melakukan penertiban untuk melakukan

penertiban juga sangat minim sehingga pelaksanaan penertiban

belum maksimal.

Berdasarkan pernyataan diatas, menjelaskan bahwa Satuan

Polisi Pamong Praja telah berusaha melakukan penertiban

secara tidak langsung dengan melakukan koordinasi dan kerja

sama dengan instasi terkait namun, dalam penyelenggaraan

penertiban pedagang kaki lima belum dilakukan secara

maksimal karena masih banyak ditemukan pedagang kaki lima

yang berjualan atau berdagang tidak pada tempat yang

semestinya.
88

B. Sanksi

Keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan tidak pada

tempatnya akan mengakibatkan kondisi tata kota yang kotor dan tidak

nyaman, oleh karena itu diperlukan sanksi yang diberikan kepada pedgang

kaki lima yang melanggar. Dalam pasal 11 ayat (1) peraturan daerah no 9

tahun 1992 dijelaskan bahwa pedagang kaki lima yang melakukan

pelanggaran atau kelalaian diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu)

bulan atau denda paling banyak Rp. 30.000. (tiga puluh ribu rupiah).

Dalam pelaksanaanya, pemberian sanksi yang diberikan kepada

pedagang kaki lima yang melanggar sudah berjalan, namun belum sesuai

dengan peraturan daerah yang ada. Berdasarkan informasi yang diperoleh

peneliti dengan melakukan wawancara dengan informan Anggota Satpol

PP Kota Pematang siantar mengatakan bahwa penertiban yang

dilaksanakan hanya secara persuasif, yaitu melalui teguran ilisan dan

peringatan tertulis. Pedagang kaki lima yang tidak taat atau melanggar

akan dipanggil sebagai pertanggungjawaban atas perbutannya dan akan

diberikan pembinaan. Selain itu sanksi yang diberikan juga bersifat non-

yustisi, artinya pedagang kaki lima yang malanggar peraturan akan

membuat surat pernyataan yang menyatakan untuk tidak mengulangi

pelanggarannya.

Berdasarkan penjelasan mengenai pelaksanaan penertiban dan

sanksi terhadap pedagang kaki lima di atas, peneliti mengambil


89

kesimpulan bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pematang siantar telah dilaksanakan akan tetapi belum optimal. Masih

banyak ditemukan pedagang kaki lima yang berjualan di tempat yang

tidak semestinya dan sanksi yang diberikan tidak sesuai denganperaturan

daerah yang menujukkan bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat belum terlaksana dengan baik.

4.2.2 Hambatan Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kota

Pematang siantar

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, hambatan dalam

penertiban pedagang kaki lima di Kota Pematang siantar diakibatkan

karena kurangnya fasilitas pendukung berupa sarana dan prasarana yang

dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar yang

digunakan sebgai fasilitator pada penyelenggaraan penertiban. Dalam hal

ini jumlah sarana dan prasarana yang di sediakan pemerintah untuk Satuan

Polisi Pamong Praja belum memadai, dengan jumlah alat angkutan yang

dapat digunakan untuk pnertiban yaitu 10 motor, 2 mobil patroli, dan 1 truk

dan yang rusak berat atau tidak dapat dihgunakan yaitu 1 motor.

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa sarana dan sarana yang

dimiiliki Satuan Polisi Pamong Praja kurang lengkap. Jumlah personil

Satuan Polisi Pamong Praja tidak sebanding dengan fasilitasatau sarana

dan parasarana yang dimiliki Satpol Pp. Hal ini dibenarkan


90

oleh salah satu anggota Satpol Pp saat peneliti melakkan wawancara

bahwasannya Satpol Pp Kota Pematang siantar masih kekurangan

kendaraan untuk melakukan penertiban serta fasilitas pendukung

pelaksanaan penertiban.

Peneliti juga mendapat informasi dari informan yaitu Satuan Polisi

Pamong Praja bahwa hambatan yang dihadapi dalam rangka

penyelenggraan penertiban pedagang kaki lima terdapat dua hambatan

yaitu hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal dalam

penyelenggaraan penertibn pedagang kaki lima yaitu sumber daya

manusia, dalam hal ini kurangnya ketrampilan atau kemampuan dalam

komunikasi dan pendekatan, tidak hanya itu jumlah personil anggota Satpol

Pp dalam melakukan penertiban juga sangat kurang, serta keterbatasan

anggaran juga merupakan dalah satu hambatan internal dalam

penyelenggaraan penertiban.

Sedangkan hambatan eksternal yang dirasakan Satuan Polisi

Pamong Praja dalam penyelenggaraan penertiban pedagang kaki lima

adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk bekerja sama dengan

Satuan Polisi Pamong Praja dalam pelaksanaan penertiban pedagang kaki

lima di Kota Pematang siantar. Penyelenggaraan penertiban pedagang kaki

lima masih dilakukan sepihak oleh Satuan Polisi Pamong Praja saja dan

sebagian besar masyarakat masih kurang peduli dalam melaksanakan

kerja sama dengan Satpol Pp. Hambatan eksternal lainnya adalah dari

pedagang kaki lima (PKL) itu sendiri, kesadaran yang kurang


91

dari para pedagang tentang adanya peraturan yang berlaku, sehingga para

pedagang kaki lima tetap melakaukan aktifitas berjualan yang melanggar

dan tidak sesuai dengan tempat yang semestinya.

Berdasakan pernyataan di atas, peneliti mengambil kesimpulan

bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki Satuan Polisi Pamong Praja

masih sangat kurang sehingga hal ini menjadi hambatan dalam

penyelenggaraan penertiban pedagang kaki lima di Kota Pematangsiantar,

selain kurangnya sarana dan prasarana, hambatan lainnya dalam

pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima yaitu jumlah personil Satpol

Pp yang masih kurang serta ketrampilan atau kemampuan Satpol Pp dalam

melakukan komunikasi dan pendekatan dengan para pedagang, anggaran

atau dana yang terbatas, kurangnya kerja sama masyarakat, juga

kurangnya kesadaran pedagang kaki lima itu sendiri.

4.2.3 Upaya Yang Dilakukan Guna Tertibnya Pedagang Kaki Lima Di

Kota Pematang siantar

Dalam menyelenggarakan penertiban pedagang kaki lima Satuan

Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar melakukan upaya-upaya untuk

mengatasi permasalahan sehingga dapat mewujudkan suatu tujuan yaitu

ketertiban pedagang kaki lima guna terciptanya keadaan tertib dan tentram.

Bentuk upaya yang dilakukan adalah:

1. Untuk terwujudnya pedagang kaki lima yang teratur dan tetib, harus

dimaksimalkan fasilitas yang berupa sarana dan prasarana


92

penunjang, sehingga dalam pelaksanaan penertiban dapat berjalan

denga baik. Seperti penambahan dan perbaikan mobil dalmas yang

diperguakan untuk mengangkut personil Satuan Polisi Pamong

Praja, penambahan dan perbaikan mobil patroli yang dipergunakan

untuk kegiatan patroli dan pengawasan terhadap aktivitas pedagang

kaki lima, penambahan mobil komando untuk mempermudah

kegiatan penertiban pedagang kaki lima, serta penambahan alat-

alat bantu lainnya seperti helm dan tameng untuk kesalamatan dan

keamanan yang tidak sebanding dengan jumlag anggota Satpol Pp.

2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penambahan

jumlah personil Satuan Polisi Pamong Praja. Peningkatan dilakukan

dengan memberikan pelatihan dan pembinaan kepada personil

Satuan Polisi Pamong Praja sebelum melaksanakan tugasnya untuk

turun ke lapanagan, melakuka peningkatan ketrampilan

berkomunikasi dan pendekatan dengan tidak bersifat arogan

melainkan humanis namun tetap tegas. Penambahan personil

dilakukan dengan perekrutan yang dilakukan secara terbuka untuk

semua orang yang memenuhi syarat dan mengikuti tahap seleksi

baik fisik maupun kemampuan akademik untuk menjadi personil

satuan polisi pemong oraja.

3. Dalam mendukung tugas dari Satuan Polisi Pamong Praja untuk

melakukan penertiban pedagang kaki lima ( PKL), Satpol Pp telah


93

memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar dapat

bekerjasama dan sadar tentang pentingnya tata kota yang bersih

dan rapi, dengan sosialisasi tersebut masyarakat dapat melaporkan

pelanggaran tersebut kepada Satpol Pp sehingga dalam

pelaksanaan penertiban tidak hanya dilakukan sepihak oleh Satpol

Pp Kota Pematang siantar.

4. Meningkatkan kesadaran pedagang kaki lima dengan memberikan

sosialisasi mengenai peraturan yang ada sehingga menumbuhkan

kesadaran pedagang kaki lima agar paham mengenai larangan-

larangan yang berlaku sehingga tidak melakukan aktivitas berjualan

di tempat yang tidak semestinya. Memberikan himbauan kepada

pedagang kaki lima bahwa saknsi akan diberikan apabila terdapat

pelanggaran yang dilakukan pedagang kaki lima.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data terhadap permasalahan penelitian

dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pematang siantar telah

melaksanakan perannya dalam penyelenggaraan penertiban

pedagang kaki lima, namun pada kenyataannya penertiban yang

dilakukan belum optimal oleh Satuan Polisi Pamong Praja Pematang

siantar. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih ditemukannya banyak

pedagang kaki lima yang melakukan pelanggaran seperti berjualan

di tempat yang tidak semestinya.

2. Dalam pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima terdapat

hambatan yang menyebabkan belum optimalnya peran Satpol Pp

Pematang siantar, seperti fasilitas pendukung berupa sarana dan

prasarana yang belum memadai, kurangnya jumlah personil dan

ketrampilan ( kemampuan) personil Satpol Pp, anggaran yang

terbatas, kurangnya partisipati dari masyarakat, dan kurangnya

kesadaran dari pedagang kaki lima.

3. Berdasarkan permaslahan tersebut upaya yang dilakukan

adalah, meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana pendukung

pelaksanaan kegiatan penertiban seperti perbaikan ataupun

penambahan jumlah sarana dan prasarana, menambah jumlah

94
95

personil Satpol Pp, dan meningkatkat kualitas sdm personil Satpol

Pp. Selain itu meningkatkan kesadaran masyarakat dan pedagang

kaki lima itu sendiri untuk bekerja sama dengan pemerintah melalui

sosialisasi yang di berikan oleh Satpol Pp mengenai peraturan-

peraturan yang ada dan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan

pedagang kaki lima maka sanksi harus diberkan secara tegas untuk

memberikan efek jera.

5.2 Saran

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian mengenai penertiban

pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Pematang siantar

Provinsi Sumatera Utara, maka peneliti memberikan saran terhadap

pemerintah daerah kota Pematang siantar ataupun Satuan Polisi Pamong

Praja demi kelancaran dan keberhasilan dalam proses penertiban PKL atau

pedagang kaki lima yaitu sebagai berikut :

1. Satuan Polisi Pamong Praja Pematang siantar hendaknya bisa

lebih tegas lagi dalam melakukan penertiban dan pemberian

sanksi bagi pedagang kaki lima yang melanggar aturan agar

memberikan efek jera bagi pedagang kaki lima, selain itu juga

mengoptimalkan upaya pembinaan dan pengawasan guna

menciptakan ketertiban bagi pedagang kaki lima.

2. Pemerintah daerah Kota Pematang siantar hendaknya

meningkatkan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang ada,

baik melalui perbaikan maupun penambahan karena jumlah


96

sarana dan prasarana yang ada belum memadai dan

menyediakan pengalokasian yang lebih luas agar pedagang kaki

lima tidak lagi berjualan pada tempat yang dilarang. Pemerintah

daerah Kota Pematang siantar juga hendaknya meningkatkan

sumber daya manusia di Satpol Pp baik dari segi jumlah personil

maupun kemampuan dan ketrampilan setiap personil Satuan

Polisi Pamong Praja terutama dalam membangun komunikasi

dan pendekatan dengan masyarakat dan pedagang kaki lima.

3. Pedagang kaki lima hendaknya harus memiliki kesadaran untuk

memahami dan menaati peraturan yang sudah dibuat dan sadar

dengan adanya sanksi yang di tetapkan oleh pemerintah Kota

Pematang siantar.
97

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

ALMA. 2004.KEWIRAUSAHAAN. Semarang : CV. Pilar Nusantara

Nursalam.2013 Metode Penelititian Kualitatif. Edisi 3. jakarta: salemba medick.

Djaali, Dkk. 2001.Wawasan Pengembangan Masyarakat Dan Pembinaan Sektor


Unformal. jakarta: PT penebar swadaya.

Dr.R. Agoes Kmaroellah, Msi.2014.Mnajemen Pemerintahan Daerah. surabaya:


Pustaka Radja.

E,Koswara.2001.Teori PemerintahanDaerah (jakarta: institut ilmu


pemerintahan press)

Gorap, Frets A.2020.Organisasi Dan Manajemene Pemerintah Daerah.


Semarang :CV. Pilar.

Hr, Ridwan.2006. Hukum Administrasi Negara. jakarta: pt rajagrafindo.

Limbong, Dayat. 2006.Penataan Lahan Pk-5 Ketertiban vs Kelangsungan Hidup.


Editedby pustaka bangsa Press. Jakarta
98

Mulyawan, Dr.Rahman.2015.Sistem Pemerintahan Indonesia. bandung:


UNPAD.

Rahman, Fathur.2018.Teori Pemerintahan.UB Press. Malang.

Rahardjo, Satjipto.2006 Membedah Hukum Progresif. jakarta:kompas.

Refida, Erika dkk.2021.Manajemen PelayananPublik.


jakarta : Yayasan Kita Menulis.

Sugiyono.2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D


(bandung: alfabeta.)

Suwandi, basromi dan.2008 Memahami Penelitian Kualitatif. jakarta: PT. rinekacipta.

W.j.s, Poerwadarminta. 2013.Kamus Besar Bahasa Indonsia. jakarta: balai pustaka.

B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang no 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang no 23 Tahun 2014 tentang Pemerinahan Daerah menjadi Undang-
undang

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan
dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992 tentang wajib bersih
lingkungan, keindahan dan ketertiban umum

C. Lain – lain

Blora, satpol pp. “Tugas Pokok Dan Fungsi Satpol Pp.” Last modified 2021.
Accessed August 31, 2021. https://satpolpp.blorakab.go.id/page/tu
gas_pokok_dan_fungsi.
99

Dakwah, Fakultas, D A N Komunikasi, Universitas Islam Negeri Ar-raniry,and Banda


Aceh. “Penertiban Pedagang Kaki Lima” (2019).

Detikriau.id. “PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN
PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA.” Last
modified 2016. Accessed August 31, 2021. https://detikriau.org/2016/10/21/39137/.

fungsi.co.id. “No Title.” Last modified 2021. Accessed November 10, 2021.
https://fungsi.co.id/fungsi-pemerintahan/.

Gitleman, Lisa. “Penertiban Pedagang Kaki Lima.” Paper Knowledge .


Toward a Media History of Documents (2014): 16–31.

Harsan, Ifan Wardani. “STUDI TENTANG PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA” 5,


no. 1 (2017): 145–158.

Hayati, Rina. “Pengertian Informan Penelitian Dan Contohnya.” AccessedSeptember


2, 2021. https://penelitianilmiah.com/informan-penelitian/.

Ichsan, Kak. “Tugas, Fungsi, Kewajiban Satpol Pp.” Last modified 2020.
Accessed August 31, 2021. https://tunas63.wordpress.com/2010/04/16/tugas-
fungsi-kewajiban-satpol-pp/.

Ilmu, Sarana. “No Title.” Last modified 2018. Accessed November 10,
2021. https://www.weschool.id/pemerintah-daerah-pengertian-definisi-
tujuan-dan-fungsinya-lengkap/..

Nur Wijayanti, Septi. “Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014.” Jurnal Media Hukum 23, no. 2 (2017).

Pamungkas, Zhafril setio. “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI


PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA KOTA MALANG (Study
Kasus Pedagang Kaki Lima Di Wisata Belanja Tugu Kota Malang).”
jurnal ilmiah (2015): 4.

PUTRI, AYUNDA. “PENGERTIAN PEDAGANG KAKI LIMA.” Accessed August 31,


2021. https://specialpengetahuan.blogspot.com/2015/04/pengertian- pedagang-
dan-pedagang-kaki.html.

retno widjajanti. “Penataan Fisik Kegiatan Pedagang Kaki Lima Pada Kawasan
Komersial Di Pusat Kota (Studi Kasus: Simpanglima Semarang)’ Tesis Tidak
Untuk Diterbitkan.” institut teknologi bandung, 2000
100

Rukmana, Maris Gunawan. “Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban
Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang.” Jurnal Konstituen 1, no. 2 (2019).

Samarinda, Kota, Lidya Monalisa Francisca, Gajah Mada, Kota Samarinda,


Drs Sugandi, M Si Dra, Rita Kalalinggi, and M Si. “INTERPERSONAL
UNTUK PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA ( STUDI KASUS PKL DI
JALAN GAJAH MADA” 3, no. 1 (2015): 458–
472.

Studi, Program, Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu, Sosial Dan, Ilmu Politik, and
Universitas Muhammadiyah Makassar. “PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI” (2021).

Susiani, Herni. “PENEGAKAN PERATURAN DAERAH ( Studi Penertiban PKL Di


Bandar Lampung ).” Fiat Justisia Journal of Law 10, no. 1 (2016).

Sutjipto, Mira. “Wabup Belu Terima Pegaduan Pedagang Pasar Tradisional Di


Atambua.” Last modified 2020. Accessed August 29, 2021.
https://belukab.go.id/?p=11473.
102

“ARTI KATA TERTIB MENURUT KBBI.” Accessed August 31, 2021.


http://kbbi.co.id/arti-kata/tertib.

“Ketertiban Dan Ketentraman Masyarakat.” SHARE KLIPING ON


SUNDAY. Last modified 2012. Accessed August 31, 2021.
https://ringkasteori.blogspot.com/2012/06/ketertiban-dan-
ketentraman-masyarakat.html.
“KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN MINAHASA
DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA.” JURNAL POLITICO
10, no. 1 (2021).

“Pengertian Pedagang Kaki Lima Ciri-Ciri Pedagang Kaki Lima.” Accessed


September 23, 2021. https://text-
id.123dok.com/document/ozlnkmdgq-pengertian-pedagang-kaki-lima-
ciri-ciri-pedagang-kaki-lima.html.

Anda mungkin juga menyukai