Anda di halaman 1dari 14

Accelerat ing t he world's research.

Aulia Febriando_PENELITIAN
MENGENAI PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP PEMBANGUNAN
SENTRAL PASAR MODEREN DI
BERBAGAI KOTA...
Aulia Febriando, S.H.

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

KAJIAN T ENTANG KERJA SAMA PEMBIAYAAN DENGAN SIST EM BUILD OPERAT E AND T RANSF…
Shafira Put ri

GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGE…


Aldian Harikhman

Kamus AT R-BPN_ e-book.pdf


Hasya Aghnia
PROPOSAL PENELITIAN
STUDI PUSTAKA MENGENAI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP
PEMBANGUNAN SENTRAL PASAR MODEREN DI BERBAGAI KOTA YANG
BERMASALAH MELALUI BERBAGAI PENDEKATAN HUKUM
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan
yang diampu oleh: 1. Ikhwan Aulia Fatahilah.,S. H., M. H

Disusun oleh:

NIM. 1163050015 Aulia Febriando

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2018
“STUDI MENGENAI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN SENTRAL
PASAR MODEREN DI BERBAGAI KOTA YANG BERMASALAH MELALUI BERBAGAI
PENDEKATAN HUKUM ”

A. Latar Belakang Masalah

Dengan berbagai Kemajuan pesat yang telah dicapai dalam pembangunan yang dimana tujuan
dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ternyata
diiringi oleh beberapa kemunduran kemampuan sumber daya alam. Beberapa kemunduran tersebut
antara lain seperti kemunduran air, tanah, hutan dan terkurasnya sumber daya alam seperti perikanan,
tambang minyak dan mineral lainnya seperti air tanah. 1 Pelaksanaan Pembangunan yang pada saat
ini juga semangkin beragam yang juga menghasilkan produk sampingan seperti limbah, sampah dan
buangan baik dalam wujud padat, cair, gas maupun tingkat tekanan dan kebisingan.

Yang menjadi pusat perhatian dari penulisan proposal ini adalah pembangunan fisik yang berupa
Pembangunan Pusat Perdagangan/Pertokoan Modern yang mana pusat perdagangan/pertokoan
modern dianggap sebagai simbol dari pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Pembangunan pusat
perdagangan/pertokoan merupakan salah satu pembangunan yang wajib AMDAL, baik sebelum
dilakukannya pra konstruksi, konstruksi maupun setelah beroperasi.

Dalam pelaksanaannya selama ini, pelanggaran terhadap suatu ketentuan hukum mengenai
pentingnya dokumen AMDAL seolah-olah hanya menjadi suatu penyimpangan hukum yang biasa.
Berbagai kasus kerap kali terjadi berkali-kali dibelahan bumi Indonesia, seperti pada saat
pembangunan industri, perkebunan, kehutanan, pertambangan dan prasarana wilayah.

Berkaitan dengan hal tersebut dari berbagai sumber yang penulis temukan, hal tersebut juga
terjadi di kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatra Barat yang juga merupakan Kota kelahiran Penulis.
Dari berbagai berita baik media cetak maupun media online menyebutkan bahwa perubahan fungsi
pada Terminal Lintas Andalas menjadi Plasa Andalas telah menimbulkan berbagai kecaman dari
masyarakat sekitarnya. Hal tersebut dikarenakan karena pada pembangunannya dilakukan sebelum
dikeluarkannya dokumen AMDAL. Pembangunan Plasa Andalas yang mulai beroperasi pada bulan
2
September 2005, jelas merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum lingkungan. Namun
pelanggaran tersebut juga terulang kembali dengan dibangunnya Sentral Pasar Raya yang sebagiannya
memanfaatkan lokasi bekas Terminal Goan Hoat (terjadi peralihan fungsi terminal menjadi bangunan

1
. Aca Sugandhy. Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
1999. hal. 20.
2
www.padangekspres.com. “ Kertas Posisi WALHI Sumatera Barat Terhadap Peletakan Batu Pertama Plasa
Andalas di Eks T L A “, Artikel.

2
pusat perdagangan) pada tanggal 3 Februari 2005, dan sekarang sudah mulai beroperasi. Selain itu,
pembangunannya diduga tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Padang.3

Dengan tidak adanya dokumen AMDAL, maka survei dan penilaian terhadap suatu daerah yang
terkena dampak suatu pembangunan tidak dapat diperhitungkan yang berakibat banyaknya kerugian
yang ditimbulkan atas pembangunan tersebut. Kerugian tersebut antara lain berasal dari para
pedagang itu sendiri yang sebelumnya telah menjalani aktivitas perdagangan tradisional di sekitar
daerah (bekas) Terminal Goan Hoat dan sekitarnya untuk mencari nafkah. Mereka menyebutkan
mereka mederita secara materi, akibat terkena dampak pembebasan lahan tersebuut yang cenderung
levih merugikan mereka. Disamping hal tersebut kemacetan, dan kesemrautan lalu lintas kota di
sekitar lokasi juga menjadi permasalahan baru lainnya yang telah nyata terjadi pada saat
pembangunan pra konstruksi.

Selain Kota Padang, Kota Bukittinggi juga melaksanakan suatu pembangunan pusat pertokoan
modern, pusat pertokoan modern tersebut adalah Pasar Banto yang dibangun kembali dengan nama
Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi. Pembangunan pusat
perbelanjaan ini memang diharapkan dapat memberi kontribusi untuk peningkatan pendapatan dan
perekonomian daerah , namun disisi lain kekhawatiran akan timbulnya dampak lingkungan akibat
pembangunan pusat perbelanjaan ini hendaknya menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah
daerah kota Bukittinggi, sebab sejak dibangunnya gedung parkir dan pusat perbelanjaan tersebut telah
menimbukan kemacetan yang dikarenakan padatnya arus lalu lintas angkutan kota dari berbagai
jurusan melalui pusat perbelanjaan ini. Hal tersebut kalau tidak segera ditangani tentu akan
menimbulkan persoalan lingkungan yang baru, seperti pencemaran udara akibat dari asap kendaraan
angkutan kota yang yang mobilitasnya cukup padat.

Pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi memang
termasuk sesuatu yang masuk kategori wajib AMDAL, kewajiban yang harus dipenuhi adalah Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan ( UPL). Meskipun demikian
dampak lingkungan tetap harus di perhitungkan untuk dikelola, sehingga kota Bukittinggi sebagai
kota wisata di harapkan dapat memberikan suatu kenyamanan bagi warga kota dan masyarakat
pengunjung kota Bukittinggi.

Berdasarkan Latar Belakang Permasalahan tersebut , maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang penegakan hukum lingkungan terhadap Pembanguan Pusat Perdagangan/Pertokoan
modern yang dituangkan dalam bentuk proposal penelitian dengan judul :

3
LBH Padang (2005), Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok
(Class Action) Register Perdata No. 43/Pdt.9/2005 PN

3
“STUDI MENGENAI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN SENTRAL
PASAR MODEREN DI BERBAGAI KOTA YANG BERMASALAH MELALUI BERBAGAI
PENDEKATAN HUKUM ”
Alasan penulis memilih judul ini adalah karena adanya suatu kecendrungan Pemerintah Daerah
untuk membangun Pusat Perdagangan di Pusat Kota seperti halnya di Kota Padang dan Kota
Bukittinggi yaitu dengan dibangunnya Sentral Pasar Raya Kota Padang, Gedung Parkir dan Pusat
Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi, dimana kedua pusat perdagangan/perbelanjaan ini
dibangun persis di jantung Kota yang mobilitanya cukup tinggi. Dibangunnya pusat perbelanjaan
modern ini tentu telah menimbulkan dampak berupa kemacetan dan kesemrautan Kota yang pada
akhirnya menimbulkan masalah terhadap lingkungan

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan

Proposal ini adalah :

1. Bagaimanakah pelaksanaan terhadap ketentuan AMDAL dalam pembangunan

Sentral Pasar Raya Padang dan ketentuan UKL, UPL bagi pembangunan Gedung

Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto di Kota Bukittinggi ?

2. Bagaimanakah penegakan hukum lingkungan terhadap pelanggaran yang dilakukan

pada saat proses pembangunan pusat perdagangan/perbelanjaan Sentral Pasar Raya

dan pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota

Bukittnggi khususnya dalam pelaksanaan AMDAL, UPL dan UKL ?

3. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam rangka Penegakan Hukum Lingkungan

terhadap proses pembangunan Sentral Pasar Raya Padang, pembangunan Gedung

Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi khususnya dalam

pelaksanaan AMDAL, UKL dan UPL ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

4
1. Agar dapat Menganalisis Mengenai suatu Dampak Lingkungan (AMDAL)

khususnya terhadap Pembangunan Sentral Pasar Raya Padang, UKL dan UPL

Pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi.

2. Mengehtahui penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pembangunan Sentral

Pasar Raya Padang, pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar

Banto Kota Bukittinggi, khususnya berkaitan dengan AMDAL, UKL dan UPL

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan penulis dapat memberikan suatu sumbangan ilmu

pengetahuan terhadap hukum lingkungan khususnya dalam pelaksanaan AMDAL,

UKL dan UPL terhadap Pembangunan Pusat Perdagangan/Perbelanjaan di Kota

Padang dan Kota Bukittinggi

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Daerah Kota Padang, dan Pemrintah Daerah Kota Bukittinggi,

diharapkan dapat menjadi suatu bahan referensi untuk mengevaluasi dalam

penerapan hukum AMDAL, UKL dan UPL di masa yang akan datang

b. Bagi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA),

diharapkan dapat menjadi suatu dasar untuk melakukan monitor dan penindakan

hukum secara administratif terhadap inkonsistensi penerapan Rencana

Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

dalam dokumen AMDAL yang dibuat oleh pemrakarsa.

c. Bagi Pengelola Pusat perdagangan/perbelanjaan di Kota Padang dan Kota

Bukittinggi diharapkan kedepannya dapat menjadi suatu pedoman untuk

menjalankan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam suatu Rencana Pengelolaan

5
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) sebagai syarat

izin dalam menyelenggarakan usaha

d. Bagi Masyarakat dan khalayak umum, penulis mengharapkan dapat

meningkatkan kesadaran masyrakat serta dapat berpartisipasi dalam mengelola

dan memantau dampak lingkungan dari pusat perbelanjaan dan pembangunan

lainnya.

E. landasan Teoritis

1. Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Seperti yang kita ketahui bahwasanya lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem
terdiri dari berbagai daerah, yang mana masing-masing terdiri dari berbagai subsistem yang meliputi
aspek sosial budaya, ekonomi dan fisik, dengan suatu corak ragam yang berbeda pula antara
subsistem yang satu dengan yang lainnya, tentu dengan daya dukung lingkungan yang berbeda pula.
Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan tentu akan
meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem yasng berarti juga menigkatkan suatu
ketahanan subsistem.4

Menurut Emil Salim, dia menjelaskan bahwa secara umum lingkungan hidup dapat diartikan
sebagai segala benda, kondisi atau keadaan, beserta pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita
tempati, dan mempengaruhi terhadap hal yang hidup termasuk kehidupan manusia itu sendiri.
Sedangkan Soejono mengartikan bahwa lingkungan hidup merupakan sebagai lingkungan hidup fisik
/ jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat di
dalam alam. 5

Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan itu sendiri juga dijelaskan didalam Pasal 1
butir 13 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 yang mana pembangunan berwawasan lingkungan
adalah suatu upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana
dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.

Pada konfrensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Kota Yokyakarta


pada tanggal 21 Januari 2004, Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan
Berkelanjutan diterima oleh Presiden dan menjadi suatu dasar semua pihak untuk melaksanakannya.

F. Landasan Koseptual

4
Harun M. Husein,Lingkungan Hidup, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Sinar Grafika, Jakarta,t, hal. 48 .
5
Harun. M. Husein .Ibid,hal 7.

6
1. Istilah dan Pengertian Hukum Lingkungan

Menurut St. Munadjat Danusaputro seperti dikutip oleh Supriadi dalam bukunya
menyebutkan bahwa terdapat beberapa peristilahan hukum lingkungan dalam berbagai bahasa asing
yang antara lain: bahasa Malaysia “Hukum alam seputar” bahasa Tagalok “Batas nan kapaligiran”
bahasa Thailand “Sin-ved-lom-kwahm”, bahasa Jerman “Umweltrecht” bahasa Inggeris
“Environmental Law”, bahasa Belanda “Millieurecht”, bahasa Arab “Qanun Al Biah” sedangkan
Indonesia memakai istilah Hukum lingkungan.6

Dijelaskan juga pada Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa hukum
lingkungan/lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan ruang&semua benda, daya dan keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi suatu kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta antara makhluk hidup lainnya.

Setelah melalui beberapa periode , masalah lingkungan hidup di Indonesia kini diatur dalam sebuah
Undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 mengenai Ketentuan — ketentuan
Pokok Pengelolaan lingkungan hidup (UULH), yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan
memiliki berbagau ciri yang sebagai berikut :

a. Sederhana tapi mencakup berbagai kemungkinan perkembangan yang akan terjadi dimasa
depan, sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat

b. Mengandung berbagai ketentuan-ketentuan pokok yang menjadi dasar bagi suatu peraturan
pelaksanaan lebih lanjut

c. Mencakup segala segi di berbgai bidang lingkungan hidup agar dapat menjadi suatu dasar
bagi pengaturan lebih lanjut mengenai masing-masing segi yang akan dituangkan dalam
bentuk peraturan tersendiri.

Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 1982 itu sendiru terdiri dari sejumlah 10 Bab, 24 Pasal
yang di dalamnya terdapat sebuah instrumen penegakan hukum lingkungan yaitu: administrasi,
perdata dan pidana. Kemudian Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 1982 ini disempurnakan menjadi
Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), UU ini
tterdiri dari 11 Bab, 52 Pasal yang memuat segala macam aspek mengenai hukum lingkungan
termasuk terhadap suatu Baku Mutu Lingkungan, Amdal beserta Izinnya, dan lain-lain. Undang-
undang ini merupakan suatu pembaharuan dan penyempurnaan terhadap suatu pengaturan lingkungan
Indonesia, sehingga pengelolaan lingkungan di Indonesia memiliki landasan yang pokok.

G. Pendekatan Hukum Keperdataan Terhadap di Bangunnya suatu Pusat Perdagangan


Sentral Pasar Raya Melalui Gugatan Class Action .

6
Supriadi. Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta. 2006. hal. 169

7
Seperti yang kita ketahui penegakan suatu Hukum Perdata dapat ditempuh melalui dua cara
yaitu didalam pengadilan dan diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan diluar pengadilan
dilakukan melalui suatu perundingan untuk mencapai suatu kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi atau tindakan tertentu agar menjamin tidak terjadinya atau terulangnya suatu
dampak negatif terhadap lingkungan.
Dalam Pasal 31 Undang-undang No. 23 Tahun 1997 menyatakan :
“Penyelesaian sengketa lingkungan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk
dan besarnya ganti rugi dari suatu tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau
terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan “
Gugatan Class Action ini diakui dalam sistem Hukum di Indonesia, yaitu suatu prosedur
gugatan dimana para penggugat tidak hanya mewakili diri sendiri tetapi sekaligus mewakili korban
lainya. Gugatan dapat mempergunakan tata cara gugatan perwakilan kelompok apabila :
a. Jumlah anggota kelompok sangat banyak, sehingga tidaklah efektif dan efesien jika suatu
gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama satu gugatan.
b. Terdapat suatu kesamaan fakta/peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan dan
bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis suatu tuntutan diantara wakil kelompok
dengan anggota kelompoknya.
c. Wakil kelompok memiliki sifat kejujuran dan kesanggupan untuk melindungi suatu
kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya.7
Dalam hal pembangunan Sentral Pasar Raya Padang, pembangunan ini telah menimbulkan
berbagai masalah dalam masyarakat. Pada kasus ini diajukannya gugatan dengan mekanisme gugatan
kelompok (Class Action) oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang mana LBH padang ini
mewakili Kesatuan Pedagang Pasar (KPP) Padang untuk menggugat Pemerintah Kota padang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan PT. Cahaya Sumbar Raya. Namun pada akhirnya gugatan ini ditolak
oleh Pengadilan Negeri Padang Karena PN Padang menyebutkan bahwa kerugian yang dipaparkan
tidak jelas. Hal ini dikarenakan pada Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup tidak memuat/tidak menjelaskan ketentuan baru terhadap persoalan penyelesaian
gugatan lingkungan keperdataan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 39 yakni :
“Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat dan/atau
organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Perdata yang berlaku.”
Sementara dalam Hukum Acara Perdata, beban pembuktian berada pada tangan penggugat,
yakni Lembaga Bantuan Hukum/LBH Padang. Artinya LBH Padang harus bisa membuktikan bahwa
telah terjadi suatu kerugian oleh individu dan/atau kelompok atas dibangunnya Sentral Pasar Raya
Padang.

7
. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002, Pasal 2 huruf (a), (b), dan (c)

8
H. Pendekatan Hukum Pidana Terhadap Pembangunan Pusat Perdagangan Sentral
Pasar Raya Padang
Penjelasan bagian umum didalam Undang-undang No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa
hukum pidana hendaknya didayagunakan sebagai sanksi bidang hukum lain seperti administrasi,
sanksi perdata dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak cukup efektif atau
perbutannya relatif besar sehingga menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Di Kota Padang
penegakan hukum lingkungan yang dilakukan dengan aspek hukum pidana belum pernah terjadi.
Khususnya terhadap suatu Pembangunan Pertokoan Sentral Pasar Raya, pelanggaran yang terjadi
dalam proses pembangunannya hanya pada hukum administrasi.
Oleh kareba itu penguasa sebagai aparatur negara tidak dapat dipidana akibat dari kurang
cermat dalam menetapkan suatu keputusan. Peraturan perundang-undangan lingkungan yang berlaku
hanya memungkinkan dikenakan sanksi pidana terhadap Badan Hukum keperdataan. Penguasa
sebagai aparatur yang mengemban tugas dan wewenang pengelolaan lingkungan terikat pada
peraturan kepegawaian, sehingga kemungkinan melakukan delik lingkungan kecil sekali. Disamping
itu khusus untuk Indonesia aparatur terikat kepada Sapta Prasetya KORPRI dan Doktrin KORPRI
“Bhinika Karya Abadi Negara”. Kesalahan penguasa dapat terjadi dalam bidang administrasi, yaitu
berbentuk penetapan/keputusan tata usaha negara (beschikking) ) yang keliru atau tidak cermat yang
mungkin saja berakibat fatal, misalnya saja mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekoligis yang
sulit memulihkannya.
Namun demikian penguasa sebagai aparatur yang ditugasi melakukan pengelolaan dan
penetapkan kebijaksanaan lingkungan dapat dikenakan sanksi administrasi sebagai akibat keputusan
tata usaha negara yang keliru atau tidak cermat, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan dan
kerugian bagi korban/penderita pencemaran.
Gugatan terhadap keputusan tata usaha negara dimungkinkan melalui Undang-Undang No. 5
tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara sebagai suatu sarana hukum penting untuk melindungi
suatu kepentingan lingkungan. Peraturan mengenai pembinaan aparatur dijelaskan di dalam undang-
undang No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, yang kemudian diubah dengan undang-
undang No. 43 tahun 1999 dan peraturan pemerintah No. 30 tahun 1980 tentang peraturan disiplin
pegawai negeri sipil. Namun tidak tertutup kemungkinan dikenakannya suati sanksi pidana terhadap
penguasa sebagai pribadi yang terlepas dari tugas dan wewenangnya melakukan delik lingkungan.
Sehubungan dengan hal-hal yang menghapuskan pengenaan pidana terhadap penguasa
terdapat dasar hukumnya dalam Pasal 50 KUHP, bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk
pelaksanaan undang-undang, tidak dipidana. Disamping ketentuan ini terdapat pula pengaturan
tentang perintah jabatan, yaitu Pasal 51 KUHP yang menyatakan bahwa :
1. Barangsiapa melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan
oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

9
2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya suatu pidana, kecuali jika
diperintah, dengan etikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan
pelaksnaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaan
Didalam Ketentuan Pasal 50 dan 51 KUHP diatas sangat jelas bahwa penguasa atau aparatur
sebagai pengelola lingkungan sesuai dengan Pasal 8,9 dan 10 UULH dan Pasal 8,9 dan 10 UUPLH
selama bertindak melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak dipidana apabila terjadi perusakan atau
pencemaran.

I. Pendekatan Hukum Administrasi Pembangunan Sentral PasarRaya Padang


Upaya penegakan Hukum Administrasi dapat diterapkan pada sebuah kegiatan-kegiatan yang
menyangkut persyaratan perizinan seperti AMDAL, Baku Mutu Lingkungan, RKL dan RPL dan
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan lingkungan hidup lainnya.
Sehubungan pelanggaran hukum administrasi yang terjadi terhadap Dokumen AMDAL
Sentral Pasar Raya Padang yang telah diakui telah terjadi dikarenakan Keluarnya terlebih dahulu Izin
Mendirikan Bangunan/IMB Sentral Pasar Raya Padang lada tanggal 21 Februari 2005 sebelum
dikeluarkan Dokumen AMDAL. Sedangkan AMDAL Sentral Pasar Raya dikeluarkan pada tanggal 17
Maret 2005. Kebijakan Pemerintah kota Padang yang mengeluarkan IMB terlebih dahulu dari pada
studi kelayakan lingkungan memang telah menimbulkan berbagaj polemik dalam masyarakat Kota
Padang .
Dokumen AMDAL terdiri dari RKL dan RPL disetujui oleh Komisi AMDAL untuk
pembangunan Pasaelr Sentral Raya Kota Padang pada tanggal 14 Maret 2005, kemudian keputusan
kelayakan lingkungan dituangkan dalam suatu Keputusan Walikota Padang No. 34 Tahun 2005 pada
tanggal 17 Maret 2005. Yang mana disisi lain justru izin mendirikan bangunan telah dikeluarkan
terlebih dahulu sebelum adanya keputusan kelayakan lingkungan, yaitu dengan Kerputusan Walikota
Padang No. 128/IMB/UD/LT.4/PB.07/2005 pada tanggal 21 Februari 2005. Hal ini tentu merupakan
suatu pelanggaran terhadap hukum lingkungan, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 18 Ayat (1)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
1999 tentang analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Sehubungan dengan pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan AMDAL dan perizinan
Pembangunan Pusat Pertokoan Sentral Pasar Raya Padang yakni penjabaran terhadap Pasal 15 Ayat
(1) jo Pasal 18 Ayat (1) UUPLH No. 23 Tahun 1997 jo Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 27
Tahun 1999, hal ini tentu persoalannya terletak pada aparatur pemerintah yang seharusnya berperan
dalam menegakan hukum justru lebih cendrung menghalalkan pelanggaran ini.
Tahap penegakan hukum cukup penting untuk dilakukan oleh aparatur administrasi pasca atau
setelah proses AMDAL dan perizinan adalah suatu tindakan pengawasan yang secara berkala
sebagaimana yang terdapat dalam RKL dan RPL Pembangunan Pusat Pertokoan Sentral Pasar Raya
Padang. Jika pihak investor menyimpang dalam pelaksanaan RKL, RPL dan perizinan yang ada,

10
maka pemerintah Kota Padang atas kewenangan yang ada padanya menurut UU No. 32 Tahun 2004
dan Undang-undang No. 23 Tahun 1997, harus memberikan sanksi , baik berupa teguran, paksaan
pemerintah, maupun penghentian kegiatan ataupun operasi, bahkan dimungkinkan untuk melakukan
pencabutan izin atas kegiatan yang sedang dilkukan oleh pihak investor atau pengusaha. Sehingga
dengan demikian akan terlihat keseriusan aparatur administrasi dalam pengawasan terhadap persoalan
lingkungan.
Respon masyarakat akan tegaknya hukum lingkungan di Kota Padang sudah cukup baik, ini
terbukti dengan diajukannya gugatan ganti rugi dengan mekanisme gugatan kelompk (class actions)
oleh Kesatuan Pedagang Pasar (KPP) melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang kepada
Pemerintah Kota Padang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Padang dan PT. Cahaya Sumbar
Raya.
J. Pendekatan Hukum Lingkungan Terhadap Pembangunan Gedung Parkir Dan Pusat Perbelanjaan
Pasar Banto Kota Bukittinggi
Penegakan Hukum Lingkungan di Kota Bukittinggi khususnya terhadap Pelanggaran Upaya
pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) baik secara aspek
administrasi, aspek perdata maupun aspek pidana belum pernah terjadi, karena belum adanya
pengaduan dari masyarakat, dari wawancara penulis dengan Ka. Subsi Pengendalian Dampak
Lingkungan Bagian Perekonomian dan Penanaman Modal Sekretariat Kota Bukittinggi mengatakan
bahwa Bagian Perekonomian dan Penanaman Modal Sekretariat Daerah Kota Bukittinggi selaku
pemrakarsa satu kali 3 bulan melakukan pemantauan maupun pengawasan terhadap pembangunan
Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto .8
Namun bersarkan fakta dilapangan, dapat dilihat tingkat kemacetan disekitar Gedung Parkir
dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto cukup tinggi, karena arus kendaraan angkot yang cukup padat,
hal ini kalau tidak segera diatasi oleh Pemda Kota Bukittinggi tentu akan menimbulkan masalah
lingkungan
J. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum sosiologis (sociological legal research) yaitu
dengan mengumpulkan berbagai bahan dari peraturan-peraturan yang erat kaitannya dengan objek
penelitian dan melihat norma — norma hukum yang berlaku kemudian dihubungkan dengan suatu
kenyataan atau fakta - fakta yang terdapat di lapangan malelaui sumber data yang ada. Pendekatan
penelitian ini berupa pendekatan terhadap undang-undang dan pendekatan kasus

A. Lokasi Penelitian

Penelitian Kepustakaan atau library research penulis lakukan di :

8
. Muhamad Arjoki. Ka subsi Pengendalian Dampak Lingkungan Bagian Perek dan Penanaman Modal
Sekretariat Kota Bukittinggi. Wawancara 8 Mei 2007

11
1) Perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati

B. Pengumpulan data dan instrumen penelitian

Data Primer yang terdiri dari :

1) Bahan Hukum Primer yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan yang


behubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan peraturan-peraturan lainnya yang
terkait dengan dokumen AMDAL

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu mempelajari berbagai literatur (buku-buku, makalah, laporan
penelitian, jurnal, berita-berita baik media cetak maupun media online) yang berkaitan dengan
masalah penegakan hukum lingkungan.

C. Pengolahan dan analisis data

Setelah data dikumpulkan kemudian disortit dan dicatat, dianalisis dan interpretasikan dalam bentuk
suatu analisis. Dalam menganalisa suatu masalah dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan
yang terkait dan teori yang mendukung terhadap penelitian ini. Setelah itu dirumuskan dalam bentuk
uraian dan pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan
atau sedang dibahas

12
DAFTAR PUSTAKA

Aca Sugandhy. Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
1999. hal. 20.
Harun M. Husein,Lingkungan Hidup, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Sinar Grafika, Jakarta,t, hal. 48 .
Supriadi. Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta. 2006. hal. 169
Muhamad Arjoki. Ka subsi Pengendalian Dampak Lingkungan Bagian Perek dan Penanaman Modal
Sekretariat Kota Bukittinggi. Wawancara 8 Mei 2007
www.padangekspres.com. “ Kertas Posisi WALHI Sumatera Barat Terhadap Peletakan Batu Pertama Plasa
Andalas di Eks T L A “, Artikel.
LBH Padang (2005), Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok
(Class Action) Register Perdata No. 43/Pdt.9/2005 PN

13

Anda mungkin juga menyukai