100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
20 tayangan3 halaman
Pertumbuhan kegiatan ekonomi yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman Belanda dan dengan semakin luasnya jaringan jalan perkotaan yang berkembang, warga Kota Balikpapan telah menetap di daerah Balikpapan Barat dan telah mengembangkan pusat perdagangan dan jasa yang saat ini tumbuh pesat hingga khususnya pada Jalan Letjen Suprapto. Koridor Jalan Letjen Suprapto menjadi salah satu koridor perdagangan dan jasa tertua yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman Kolonial Belanda. Koridor Jalan Letjen Supr
Pertumbuhan kegiatan ekonomi yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman Belanda dan dengan semakin luasnya jaringan jalan perkotaan yang berkembang, warga Kota Balikpapan telah menetap di daerah Balikpapan Barat dan telah mengembangkan pusat perdagangan dan jasa yang saat ini tumbuh pesat hingga khususnya pada Jalan Letjen Suprapto. Koridor Jalan Letjen Suprapto menjadi salah satu koridor perdagangan dan jasa tertua yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman Kolonial Belanda. Koridor Jalan Letjen Supr
Pertumbuhan kegiatan ekonomi yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman Belanda dan dengan semakin luasnya jaringan jalan perkotaan yang berkembang, warga Kota Balikpapan telah menetap di daerah Balikpapan Barat dan telah mengembangkan pusat perdagangan dan jasa yang saat ini tumbuh pesat hingga khususnya pada Jalan Letjen Suprapto. Koridor Jalan Letjen Suprapto menjadi salah satu koridor perdagangan dan jasa tertua yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman Kolonial Belanda. Koridor Jalan Letjen Supr
Pertumbuhan kegiatan ekonomi yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman
Belanda dan dengan semakin luasnya jaringan jalan perkotaan yang berkembang, warga Kota Balikpapan telah menetap di daerah Balikpapan Barat dan telah mengembangkan pusat perdagangan dan jasa yang saat ini tumbuh pesat hingga khususnya pada Jalan Letjen Suprapto. Koridor Jalan Letjen Suprapto menjadi salah satu koridor perdagangan dan jasa tertua yang ada di Kota Balikpapan sejak zaman Kolonial Belanda. Koridor Jalan Letjen Suprapto adalah bagian dari kawasan perdagangan dan jasa di Kecamatan Balikpapan Barat yang mencakup tingkat lingkungan dan tingkat kota sesuai dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 serta dalam S Rencana Detil Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Balikpapan Tahun 2021-2041, kawasan ini juga disebutkan sebagai Zona Perdagangan dan Jasa, Sub Zona Perdagangan dan Jasa Skala Kota, Sub Zona Perdagangan dan Jasa Skala BWP, serta Zona Transportasi. Aaktivitas sosial dan ekonomi yang ada pada koridor Letjend Suprapto, sebagai kawasan perdagangan dan jasa tingkat lingkungan dan tingkat kota, ditandai dengan terdapatnya pasar dan pertokoan, Hal ini juga meningkatkan mobilitas masyarakat. Namun, sejalan dengan peningkatan mobilitas tersebut terdapat sarana prasarana pendukung kurang memadai. Salah satunya adalah fasilitas jalur pejalan kaki yang belum memadai untuk mendukung aktivitas dan pergerakan berbagai kelompok, mulai dari anak-anak sekolah dari usia (6-13 tahun), pedagang, konsumen, pekerja dari usia produktif (18-65 tahun) dan lansia (>65 tahun). Oleh karena itu untuk mendukung mobilitas ini diperlukan peningkatan sarana prasana jalur pejalan kaki untuk memberikan kenyamanan dan keamanan akses di koridor jalan Lejtend Suprapto. Nyatanya, pemanfaatan jalur pedestrian atau pejalan kaki tidak optimal seiring dengan perkembangan kawasan tersebut. Terdapat faktor yang menghambat fungsi koridor pejalan kaki. Seperti, jalur pejalan kaki sering terputus hanya di beberapa titik lokasi, mengakibatkan sebagian besar area tidak memiliki fasilitas pejalan kaki yang memadai. Kemudian, trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki malah sering dijadikan lahan parkir kendaraan bermotor secara sembarangan. Selain itu, keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan di atas jalur pejalan kaki juga menjadi salah satu hambatan. Ketidakdisiplinan sebagian besar pemilik toko yang menggunakan jalur pejalan kaki untuk kepentingan pribadi juga ikut mempersulit situasi. Kerusakan pada jalur pejalan kaki turut menjadi masalah serius. Terakhir, tidak adanya Guiding block untuk masyarakat dengan kebutuhan khusus semakin memperburuk keadaan dan menciptakan ketidakteraturan yang mencolok dalam pemanfaatan jalur pejalan kaki ini. Sebagaimana yang ditetapkan dalam Perencanaan Teknis Pejalan Kaki Kementerian PUPR Tahun 2018. Hal ini menyempitkan jalur pejalan kaki dan jalur transportasi, menciptakan lebih banyak masalah bagi pengguna jalur pejalan kaki. Keberadaan pedagang kaki lima dan pemilik toko yang menyalahgunakan jalur pejalan kaki menghambat pergerakan orang terutama disabilitas atau kebutuhan khusus. Kerusakan jalur pejalan kaki juga menjadi risiko tambahan bagi pengguna jalan inklusif, seperti orang dengan gangguan penglihatan yang mengandalkan jalur dan tekstur permukaan jalan untuk navigasi. Tanpa Guiding block atau fasilitas khusus untuk masyarakat dengan kebutuhan khusus, pengalaman berjalan bagi pengguna jalan dapat menjadi sulit dan bahkan berbahaya. Secara keseluruhan, permasalahan di jalur pejalan kaki tersebut tidak hanya mempengaruhi kenyamanan, tetapi juga desain jalur pejalan kaki yang tidak standar memberikan dampak langsung terhadap mobilitas dan keamanan pengguna jalan yang inklusif sehingga merubah perilaku pengguna jalan berjalan tidak pada jalurnya. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang komprehensif yang memprioritaskan jalur pejalan kaki yang aksesibel bagi pengguna jalan dan regulasi yang ketat untuk mengendalikan penggunaan ilegal. Salah satu konsep yang dapat menyelesaikan permasalahan terbebut dengan pendekatan inklusif. Pendekatan ini adalah pendekatan desain yang memperhatikan kebutuhan beragam pejalan kaki, termasuk yang memiliki keterbatasan fisik. Keragaman karakteristik pejalan kaki, seperti usia, jenis kelamin, dan kondisi fisik, mengharuskan jalur pejalan kaki dirancang untuk melayani berbagai pengguna. Tujuannya agar setiap orang memiliki akses yang sama dan adil ke trotoar, yang diukur dengan aksesibilitas, keamanan, dan daya tarik jalur tersebut. Pendekatan inklusif ini perlu terintegrasi dengan pendekatan berkelanjutan sebagaimana untuk perencanaan yang berkelanjutan dengan menekankan penggunaan sumber daya yang efisien dan mengurangi dampak lingkungan.