Anda di halaman 1dari 9

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Penyediaan


Jalur Pejalan Kaki Pada Suatu Kawasan
Pinkan Amelinda K. Putri (1), Denny Zulkaidi(2)
(1).

Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),
ITB.
(2).
Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.

Abstrak
Penyediaan jalur pejalan kaki pada suatu kawasan dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik antara pejalan
kaki dengan kendaraan bermotor. Selain itu, jalur pejalan kaki juga bermanfaat sebagai pemenuhan kebutuhan
interaksi masyarakat khususnya dalam aktivitas komersial dan budaya. Pentingnya penyediaan jalur pejalan kaki
telah diatur dalam beberapa pedoman. Pedoman-pedoman teknis tersebut menetapkan perhitungan penyediaan
jalur pejalan kaki pada suatu kawasan. Namun, perhitungan yang dilakukan tersebut kurang mempertimbangkan
sisi permintaan berdasarkan karakteristik kawasan, seperti tingkat vitalitas dan intensitas kegiatan yang terdapat
dalam kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pedoman terkait penyediaan jalur pejalan
kaki dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap penyediaan jalur pejalan kaki pada
suatu kawasan, khususnya kawasan wisata belanja. Penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan lebar minimal
jalur pejalan kaki akan lebih akurat jika mempertimbangkan beberapa faktor, di antaranya adalah fungsi
kawasan, vitalitas kawasan, intensitas kegiatan yang terkait dengan tingkat pergerakan dan tingkat pelayanan
jalur pejalan kaki, serta beberapa fasilitas tambahan yang dapat mendukung aktivitas berjalan pada suatu
kawasan.
Kata-kunci: jalur pejalan kaki, evaluasi pedoman, faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap penyediaan

Pendahuluan
Jalur pejalan kaki merupakan salah satu elemen
penting dalam perancangan kota karena dapat
mengurangi keterikatan terhdap kendaraan di
kawasan pusat kota (Gideon, 1977). Beberapa
manfaat dari penyediaan jalur pejalan kaki, di
antaranya menjamin kenyamanan pejalan kaki,
alat pergerakan internal kota, mendukung
aktivitas komersial dan budaya di lingkungan
kota serta menjadi penghubung moda angkutan
lain (Fruin, 1979). Penyediaan jalur pejalan kaki
terutama dikembangkan pada kawasan dengan
tingkat penduduk tinggi dan memiliki aktivitas
tinggi, seperti pasar, kawasan komersial dan
jasa. Pada kawasan perdagangan, jalur pejalan
kaki dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan
perekonomian kawasan serta peningkatan
kualitas hidup dan sosial masyarakat. Penataan
jalur pejalan kaki dari sisi ekonomi juga dapat
memperbaiki perdagangan lokal.

Pentingnya penyediaan jalur pejalan kaki di


Indonesia telah tertera dalam UU No 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 22
Tahun 2009 tentang Jalan. Pada UU No. 26
Tahun 2007, ketentuan rencana penyediaan dan
pemanfaatan parasarana dan sarana jaringan
pejalan
kaki
harus
disediakan
dalam
perencanaan kota. Dalam UU No. 22 tahun 2009
menyatakan bahwa dimana setiap jalan yang
digunakan untuk lalu lintas umum wajib
dilengkapi dengan perlengkapan jalan, termasuk
fasilitas bagi pejalan kaki. Selain itu, beberapa
lembaga terkait, seperti Kementerian PU
(Petunjuk Perencanaan Trotoar tahun 1990,
Pedoman Tata Cara Perencanaan Fasilitas
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan tahun 1995,
dan Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki
pada Jalan Umum tahun 1999) dan Kementerian
Perhubungan (Pedoman Teknis Perekayasaan
Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota tahun
1997), juga telah mengeluarkan pedoman teknis
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 605

Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Penyediaan Jalur Pejalan Kaki

sebagai acuan dalam penyediaan jalur pejalan


kaki.
Perhitungan penyediaan jalur pejalan kaki
berdasarkan beberapa pedoman tersebut telah
mempertimbangkan sisi permintaan, seperti
penyediaan lebar jalur pejalan kaki berdasarkan
volume pejalan dan penambahan lebar untuk
guna lahan tertentu. Namun, perhitungan yang
ada
belum
memperhatikan
karakteristik
kawasan, seperti intensitas dan vitalitas suatu
kawasan.
Karakteristik
kawasan
dapat
mempengaruhi banyaknya pengunjung atau
pejalan pada suatu kawasan sehingga akan
mempengaruhi kebutuhan penyediaan lebar
jalur pejalan kaki agar tetap nyaman bagi
pejalan. Oleh karena itu, perlu adanya
pengembangan metode untuk menganalisis
kebutuhan penyediaan jalur pejalan kaki yang
lebih memperhatikan kebutuhan pejalan dan
karakteristik kegiatan pada suatu kawasan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
pedoman terkait penyediaan jalur pejalan kaki
dan menjelaskan faktor yang mempengaruhi
permintaan terhadap penyediaan jalur pejalan
kaki pada suatu kawasan.
Tulisan ini terdiri dari empat bagian, yaitu
ketentuan penyediaan jalur pejalan kaki, metode
yang digunakan dalam penelitian, evaluasi
pedoman, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
penyediaan jalur pejalan kaki. Bagian pertama
membahas ketentuan penyediaan jalur pejalan
kaki berdasarkan beberapa pedoman yang telah
ada. Bagian kedua menjelaskan metode yang
digunakan dalam penelitian, baik metode
pengumpulan data maupun analisis data. Bagian
ketiga membahas mengenai evaluasi pedoman
yang telah ada terkait dengan penyediaan jalur
pejalan kaki. Pedoman tersebut digunakan
sebagai masukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor lain yang dibutuhkan dalam penyediaan
jalur pejalan kaki sehingga perhitungan
penyediaan jalur pejalan kaki dapat lebih akurat.
Bagian keempat membahas faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penyediaan jalur pejalan
kaki dilihat dari karakteristik kawasan, seperti
vitalitas dan intensitas kegiatan pada kawasan.

606 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3

Perhitungan penyediaan lebar minimal jalur


pejalan kaki akan lebih akurat apabila
mempertimbangkan beberapa faktor, seperti
fungsi kawasan, vitalitas kawasan, intensitas
kegiatan terkait dengan tingkat pergerakan dan
tingkat pelayanan jalur pejalan kaki, serta
fasilitas tambahan lain yang dibutuhkan. Fungsi
kawasan dapat mempengaruhi penilaian tingkat
vitalitas suatu kawasan. Tingkat vitalitas suatu
kawasan dapat menunjukkan kualitas kawasan
dalam
mendukung
kelangsungan
hidup
warganya
dan
mendukung
produktivitas
kawasan. Intensitas kegiatan terkait dengan
tingkat pergerakan pada suatu kawasan yang
berdampak pada tingkat pelayanan jalur pejalan
kaki pada suatu kawasan. Sedangkan fasilitas
tambahan
diperlukan
untuk
mendukung
aktivitas berjalan pada suatu kawasan.
Ketentuan Penyediaan Jalur Pejalan Kaki
Pemilihan moda berjalan kaki ditentukan oleg
beberapa faktor, yaitu karakteristik bentuk kota
dan karakteristik masyarakat. Karakteristik
bentuk kota terdiri dari pemanfaatan ruang
sepanjang ruas jalan, misalnya guna lahan,
kepadatan, akses terhadap transportasi publik,
ketersediaan fasilitas umum, dan sistem
jaringan
jalan.
Sedangkan
karakteristik
masyarakat dilihat dari kondisi sosial ekonomi
masyarakat,
perjalanan,
dan
persepsi
masyarakat terhadap kondisi fasilitas pejalan.
Pada UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang menyatakan bahwa perencanaan tata
ruang wilayah kota perlu menambahkan rencana
penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
sarana jaringan pejalan kaki yang dibutuhkan
untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai
pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah. Sejak UU No. 22 Tahun
2009 tentang Jalan diberlakukan, setiap
penyelenggaraan jalan, baik jalan nasional,
provinsi,
maupun
kabupaten/kota,
wajib
melaksanakan dan menyediakan fasilitas untuk
pejalan
kaki
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
ditetapkan.
Perlengkapan
jalan
disesuaikan
dengan
kapasitas, intensitas, dan volume lalu lintas.

Pinkan Amelinda K.Putri

Sesuai dengan Konsep Pedoman Penyediaan dan


Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan (Departemen
Pekerjaan Umum, tt), penyediaan ruang
pejalan kaki terutama perlu dikembangkan pada
kawasan berikut ini:
1. Kawasan
perkotaan
dengan
tingkat
penduduk tinggi.
2. Jalan-jalan yang memiliki rute angkutan
umum tetap.
3. Kawasan yang memiliki aktivitas tinggi,
seperti pasar, komersial, dan jasa.
4. Lokasi dengan tingkat mobilitas tinggi dan
periode pendek, seperti stasiun, sekolah,
rumah sakit, dan lapangan olah raga.
5. Lokasi dengan mobilitas tinggi pada hari
tertentu, seperti lapangan olah raga dan
tempat ibadah.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif. Pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari
dua jenis, yaitu data sekunder dan data primer.
Data sekunder yang dibutuhkan, antara lain
beberapa ketentuan teknis terkait dengan
penyediaan jalur pejalan kaki pada suatu
kawasan, teori terkait tingkat pergerakan dan
vitalitas kawasan, sistem transportasi, dan
lainnya. Data ini diperoleh dari pedoman, media
internet, penelitian terdahulu, buku, artikel, dan
jurnal.
Data
primer
dibutuhkan
untuk
mengetahui besarnya arus pejalan, tingkat
vitalitas kawasan pada kawasan yang dijadikan
studi kasus. Data ini diperoleh berdasarkan hasil
survei.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah analisis untuk mengetahui faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap
penyediaan jalur pejalan kaki pada suatu
kawasan. Analisis terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Evaluasi pedoman terkait penyediaan jalur
pejalan kaki.
Analisis
evaluasi
dilakukan
untuk
mengidentifikasi metode perhitungan yang
telah ada. Analisis ini dapat digunakan
sebagai
bahan
masukan
dalam
mengidentifikasi faktor lain yang dapat

mempengaruhi penyediaan jalur pejalan


kaki.
2.

Identifikasi sisi permintaan terhadap jalur


pejalan kaki.
Analisis
ini
dilakukan
dengan
mengidentifikasi tingkat pergerakan dan
tingkat vitalitas kawasan.

Evaluasi Pedoman
Berdasarkan Pedoman Teknik Departemen PU
No.032/T/BM/1999
tentang
Pedoman
Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan
Umum, Jalur pejalan kaki adalah lintasan yang
diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa
trotoar,
penyeberangan
sebidang,
dan
penyeberangan tidak sebidang. Jalur pejalan
kaki merupakan fasilitas pendukung kegiatan
lalu lintas dan angkutan yang berada pada
badan jalan maupun di luar badan jalan.
Beberapa ketentuan penyediaan jalur pejalan
kaki, antara lain:
1. Petunjuk
Perencanaan
Trotoar
No.
007/T/BNKT/1990,
Departemen
PU.
Perhitungan dimensi trotoarterdiri dari jalur
hijau, lahan pejalan kaki, jalur fasilitas, dan
kebebasan samping. Lebar trotoar harus
dapat melayani volume pejalan kaki dan
tingkat pelayanan minimal yang disarankan
adalah LOS C. Lebar trotoar dihitung
menggunakan W=V/35+N dengan W=lebar
trotoar (m); V= volume pejalan kaki
rencana (orang/menit/meter); dan N =
lebar tambahan sesuai dengan keadaan.
2. Pedoman Tata Cara Perencanaan Fasilitas
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan No.
011/T/Bt/1995, Departemen PU
Lebar minimum jalur pejalan kaki adalah
1,5 m dengan maksimum arus pejalan kaki
adalah 50 pejalan kaki/menit. Dalam
keadaan ideal, untuk mendapatkan lebar
minimum trotoar digunakan rumus: LT =
Lp+Lh, dengan Lp adalah lebar jalur
pejalan kaki yang diperlukan dan Lh adalah
lebar tambahan.
3. Pedoman Teknis Perekayasaan Fasilitas
Pejalan Kaki di Wilayah Kota No. SK
43/AJ/007/DRDJ/97,
Departemen
Perhubungan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 607

Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Penyediaan Jalur Pejalan Kaki

4.

Penetapan lebar jalur pejalan kaki


berdasarkan penggunaan lahan sekitar,
seperti penyediaan jalur pejalan kaki pada
kawasan pertokoan yaitu lebar minimum 2
m dan lebar yang dianjurkan 4 m
Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki
pada Jalan Umum No. 032/T/BM/1999,
Departemen PU
Penyediaan jalur pejalan kaki menggunakan
W=P/35 + 15, dengan W = lebar total
trotoar (m) dan P = volume pejalan kaki
rencana (orang/ menit/meter)

Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian


Perhubungan telah mengeluarkan beberapa
pedoman teknis yang mengatur ketentuan
perhitungan minimal penyediaan lebar jalur
pejalan kaki pada suatu kawasan telah
mempertimbangkan beberapa sisi permintaan,
seperti volume pejalan dan guna lahan sekitar.
Namun,
perhitungan-perhitungan
tersebut
belum sensitif terhadap sisi permintaan jalur
pejalan kaki berdasarkan karakteristik kawasan.

Karakteristik kawasan dapat ditunjukkan dari


tingkat intensitas kegiatan dan vitalitas suatu
kawasan. Intensitas kegiatan menunjukkan
besarnya tingkat pergerakan yang terjadi di
dalam suatu kawasan yang akan berdampak
pada tingkat pelayanan trotoar pada kawasan
tersebut.
Sedangkan
tingkat
vitalitas
menunjukkan kualitas suatu kawasan dalam
mendukung kegiatan atau aktivitas yang terjadi
di dalam kawasan tersebut.
Selain belum sensitif terhadap perubahan
karakteristik kawasan, perhitungan yang ada
juga tidak dapat digunakan untuk menghitung
kawasan yang direncanakan karena perhitungan
volume pejalan kaki diperoleh berdasarkan hasil
survey pedestrian counting padahal penyediaan
jalur pejalan kaki juga harus telah disediakan
pada kawasan yang akan direncanakan.

Tabel 1. Evaluasi Pedoman


Analisis Keefektifan Penggunaan JPO
Pedoman Tata Cara
Pedoman Teknis
Pedoman
Perencanaan
Perekayasaan
Perencanaan Jalur
Fasilitas Pejalan Kaki
Fasilitas Pejalan
Pejalan Kaki pada
di Kawasan
Kaki di Wilayah
Jalan Umum
Perkotaan No.
Kota No. SK 43/AJ
No.032/T/BM/1999
011/T/Bt/1995
007/DRDJ/97,
Departemen
Departemen
Departemen
Pekerjaan Umum
Pekerjaan Umum
Perhubungan
W = V/35 + N
LT = Lp + Lh
W = P/35 + 1,5
V : volume pejalan
Lp : lebar jalur
P : volume pejalan
kaki rencana
pejalan sesuai
kaki
dengan tingkat
kenayaman
Lh : lebar tambahan
35
35
1,5
N : lebar tambahan
Lebar
sesuai keadaan/guna
berdasarkan guna
lahan
lahan
Lebar trotoar telah
Lebar trotoar
Lebar trotoar telah
mempertimbangkan
telah
mempertimbangkan
volume pejalan dan
mempertimbangk
volume pejalan
guna lahan sekitar
an guna lahan
V merupakan volume
Belum secara jelas
Lebar trotoar
Hanya dapat
rata-rata pejalan
memaparkan cara
disamakan untuk
digunakan untuk
yang dihitung
untuk memperoleh
satu guna lahan
kawasan yang telah
berdasarkan survey
nilai Lp dan Lh
tanpa
terbangun, karena
sehingga hanya
memperhatikan
untuk mendapatkan
dapat digunakan
kegiatan di dalam
nilai P harus
pada kawasan
kawasan tersebut
melakukan
terbangun
pedestrian counting
Tidak mempertimbangkan atau tidak sensitif terhadap karakteristik kawasan, seperti
vitalitas kawasan dan intensitas kegiatan pada kawasan tersebut
Petunjuk
Perencanaan Trotoar
No,
007/T/BNKT/1990,
Departemen
Pekerjaan Umum

Rumus
Komponen

Variabel

Konstanta
Asumsi
Evaluasi

Kelebihan

Kekurangan

Sumber: Hasil Analisis, 2013

608 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3

Pinkan Amelinda K.Putri

Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Penyediaan Jalur Pejalan Kaki

kawasan dipengaruhi oleh vitalitas kawasan dan


intensitas kegiatan pada suatu kawasan.

Berdasarkan hasil evaluasi pedoman (Tabel 1)


dapat dilihat bahwa metode perhitungan
penyediaan
jalur
pejalan
kaki
telah
memperhatikan sisi permintaan, seperti volume
pejalan dan lebar tambahan berdasarkan
beberapa kawasan. Agar penyediaan jalur
pejalan kaki tersebut menjadi lebih efektif maka
analisis penyediaan jalur pejalan kaki pada
suatu kawasan perlu mempertimbangkan
kebutuhan pejalan dan karakteristik kawasan.
Kebutuhan pejalan dapat dilihat dari kebutuhan
ruang gerak optimal pejalan agar pejalan
merasa nyaman ketika berjalan pada jalur
pejalan kaki. Selain itu, kebutuhan pejalan juga
dipenuhi dari penyediaan fasilitas-fasilitas
tambahan
lainnya
untuk
mendukung
kenyamanan berjalan. Sedangkan karakteristik

Dengan menggunakan perhitungan penyediaan


lebar minimal trotoar menggunakan rumus
Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Tahun
1999, yaitu , maka pada kawasan dengan yang
memiliki tingkat vitalitas berbeda namun tingkat
intensitas kegiatan sama akan menghasilkan
lebar jalur pejalan kaki yang sama. Begitupun
pada kawasan yang memiliki intensitas kegiatan
berbeda namun tingkat vitalitas sama akan
menghasilkan lebar jalur pejalan kaki yang
sama. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan
berdasarkan pedoman tersebut, belum sensitif
terhadap perubahan tingkat vitalitas maupun
intensitas
kegiatan.
Analisis
pengujian
sensitivitas terhadap perubahan vitalitas dan
intensitas kegiatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji Sensitivitas Perhitungan Jalur Pejalan Kaki Berdasarkan Pedoman


Keterangan

Perhitungan Lebar Jalur Pejalan Kaki

Analisis Sensitivitas terhadap Vitalitas Kawasan


- KLB: 1
Vitalitas tinggi
- LOS minimal D
W=31,1/35+1,5= - Luas lantai bangunan aktif :
57.351 m2
- Trip attraction rate = 0,0175
- Kepadatan pejalan : 31,1
org/menit/m
- Fasilitas tambahan:Window
shopping 0,6m
- KLB: 2
Vitalitas tinggi
- LOS minimal D
W=31,1/35+1,5= - Luas lantai bangunan aktif : 2 x
57.351 m2=114.702 m2
- Trip attraction rate = 0,0175
- Kepadatan pejalan : 31,1
org/menit/m
- Fasilitas tambahan :
- Window shopping : 0,6 m
Analisis Sensitivitas terhadap Intensitas Kegiatan
- Vitalitas Tinggi
KLB 1
- LOS minimal D
- Luas lantai bangunan aktif
- Trip attraction rate = 0,0175
57.351m2
- Kepadatan
pejalan
:
31,1
org/menit/m
W=31,1/35+1,5= - Fasilitas
tambahan
Window
shopping 0,6m
- Vitalitas Rendah
KLB 1
- LOS minimal D
- Luas lantai bangunan aktif
- Trip attraction rate = 0,0175
57.351m2
- Kepadatan pejalan : 31,1
org/menit/m
W=31,1/35+1,5= - Fasilitas tambahan Window
shopping 0,6m

Vitalitas rendah
W=31,1/35+1,5= -

Vitalitas rendah
W=31,1/35+1,5= -

KLB 2
Luas lantai bangunan aktif
2 x 57.351 m2=114.702 m2
W=31,1/35+1,5= -

KLB 2
Luas lantai bangunan aktif
2 x 57.351 m2=114.702 m2
W=31,1/35+1,5= -

Sumber: Hasil Analisis 2013

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 609

Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Penyediaan Jalur Pejalan Kaki

Fungsi Kawasan
Pada penelitian kali ini, kawasan yang dijadikan
studi kasus adalah kawasan wisata belanja.
Wisata belanja menawarkan belanja sebagai
kegiatan utamanya dimana wisatawan dapat
mencari segala kebutuhan baran yang
diinginkan mulai dari pasar modern hingga
pertokoan mewah. Wisata belanja juga
dilakukan karena memiliki kekhasan barang
yang ditawarkan atau bagian dari jenis wisata
lain, misalnya Bandung dengan Pusat jins di Jl.
Cihampelas dan Sidoarjo dengan pusat tas di
Tanggulangin (Warpani, 2007).
Aktivitas berbelanja bukan hanya dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan saja tetapi juga
untuk pemenuhan kebutuhan sosial. Kawasan
wisata belanja identik dengan kawasan
perdagangan yang pada umumnya terletak di
pusat kota sehingga kawasan ini berpotensi
memberikan sumbangan bagi perekonomian
kota. Berdasarkan Konsep Pedoman Penyediaan
dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan (Departemen
Pekerjaan Umum, tt), kawasan wisata belanja
yang termasuk ke dalam kawasan komersial
merupakan salah satu kawasan yang memiliki
aktivitas tinggi sehingga menjadi salah satu
kawasan
yang
memerlukan
adanya
pengembangan jalur pejalan kaki. Dalam
perencanaan
suatu
kawasan,
khususnya
kawasan wisata belanja, faktor tepenting yang
perlu dipertimbangkan adalah aksesibilitas yang
dapat
mempengaruhi
pergerakan
serta
kekompakkan antar elemen penghubung yang
dapat
mempengaruhi
vitalitas
kawasan
(Bromley&Thomas,
1993).
Elemen-elemen
penghubung tersebut, antara lain jaringan
pergerakan, parkir dan kendaraan umum, serta
jalur pejalan.
Vitalitas Kawasan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.
18/PRT/M/2010
tentang
Pedoman
Revitalisasi
Kawasan,
vitalitas
kawasan
merupakan kualitas suatu kawasan yang
mendukung kelangsungan hidup warganya dan
mendukung produktivitas sosial, budaya,
ekonomi
dengan
tetap
mempertahankan
610 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3

kualitas lingkungan. Vitalitas suatu kawasan


bersifat
dinamis
dan
cepat mengalami
perubahan. Suatu kawasan yang tidak dapat
bersaing dengan kawasan disekitarnya maka
tidak akan dapat membangkitkan aktivitas yang
berada di dalam kawasan tersebut sehingga
pada akhirnya orang akan enggan untuk datang
melakukan kegiatan pada kawasan tersebut
(Redstone, 1972).
Tingkat
vitalitas
suatu
kawasan
dapat
menentukan banyaknya jumlah pengunjung
atau pejalan kaki pada suatu kawasan
(Redstone, 1972). Vitalitas kawasan tinggi
artinya kualitas kawasan baik sehingga banyak
orang datang untuk melakukan aktivitas di
dalam kawasan tersebut. Oleh karena itu,
pengukuran nilai vitalitas penting dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana suatu kawasan
dapat mendukung kegiatan dan kelangsungan
hidup warganya. Menurut Garvin, 1996; Bromley
dan Thomas, 1993, Barnet, 1982, Abramson,
1982, dan Permen PU No. 18/PRT/M/2010
tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan, tingkat
vitalitas pada kawasan perdagangan dapat
ditunjukkan
berdasarkan
(1)
jumlah
pengunjung; (2) kegiatan pada kawasan; (3)
kemampuan kegiatan dalam meningkatkan
aktivitas; (4) waktu kegiatan; (5) penilaian
produktivitas ekonomi.
Tabel 3. Kriteria Penilaian Tingkat Vitalitas Kawasan
Kriteria
Penduduk

Lapangan
kerja

Komponen
Kepadatan
pengunjung
(orang/menit/meter)
Banyaknya aktivitas
/toko yang aktif
Lamanya toko
beroperasi

Indikator
>24
orang/menit/meter
>70% dari
kapasitas jalan
>8 jam/hari

Produktivitas
>8,9%
ekonomi *)
*) Pengukuran nilai produktivitas ekonomi berdasarkan
Permen PU No. 18/PRT/M/2010
Sumber: Garvin, 1996; Bromley dan Thomas, 1993; Barnet,
1982; Abramson, 1981; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 18/PRT/M/2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan

Intensitas Kegiatan
Jenis tata guna lahan yang berbeda dapat
memiliki ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda
(Black, 1978 dalam Tamin, 2000). Hal ini terlihat
dari jumlah arus lalu lintas, jenis lalu lintas (baik

Pinkan Amelinda K.Putri

pejalan kaki maupun kendaraan bermotor), dan


lalu lintas pada waktu tertentu. Semakin tinggi
tingkat penggunaan sebidang tanah atau
intensitas kegiatan suatu guna lahan maka akan
semakin tinggi pula tingkat pergerakan yang
dihasilkan. Salah satu ukuran intensitas aktivitas
sebidang tanah adalah kepadatan.
Jenis dan intensitas aktivitas guna lahan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi tarikan pergerakan pada suatu
kawasan. Perkiraan banyaknya jumlah bangkitan
dan tarikan pergerakan merupakan salah satu
tahap
terpenting
dalam
perencanaan
transportasi. Model perhitungan bangkitan dan
tarikan pergerakan dapat digunakan untuk
menentukan jumlah pergerakan dalam suatu
kawasan. Salah satu metode perhitungan yang
dapat digunakan adalah trip rate method. Model
ini digunakan untuk menghitung trip rates,
misalnya jumlah perjalanan pada waktu puncak
dengan asumsi trip rates konstan sepanjang
waktu. Pemodelan pergerakan, khususnya
tarikan pergerakan, dapat dilakukan dengan
metode ini dengan hasil yang diperoleh adalah
adanya trip rate tarikan pergerakan pada
berbagai guna lahan yang didasarkan pada luas
dan estimasi jumlah pergerakan orang atau
barang pada guna lahan tersebut.
Intensitas kegiatan terkait dengan arus dan
kepadatan pejalan pada suatu kawasan serta
tingkat pergerakan yang dihasilkan. Tingkat
pergerakan pejalan kaki pada suatu kawasan
berdampak pada penyediaan jalur pejalan kaki.
Tingkat penyediaan jalur pejalan kaki harus
disesuaikan dengan tingkat pelayanan jalur
pejalan kaki (level of service / LOS). Tingkat
pelayanan jalur pejalan kaki optimal berada
pada LOS D, sesuai dengan kebutuhan ruang
pejalan optimal, yaitu 1,08 m2/orang (Fruin,
1979). Pada kawasan perdagangan, semakin
rendah volume pengunjung pada kawasan dapat
mengindikasikan daya tarik kawasan tersebut
rendah. Tingkat penggunaan jalur pejalan kaki
ini juga terkait dengan tingkat vitalitas kawasan.
Fasilitas Tambahan
Fasilitas tambahan pada jalur pejalan kaki
disediakan untuk mendukung aktivitas pada

suatu kawasan. Pada kawasan perdagangan,


fasilitas tambahan yang dapat disediakan
berupa street furniture (seperti tanaman
peneduh, lampu penerangan, tempat sampah,
dan lainnya). Selain itu, dapat dilakukan juga
penambahan lebar jalur pejalan kaki untuk
aktivitas window shopping bagi bangunan
dengan GSB = 0. Lebar fasilitas tambahan dapat
disesuaikan berdasarkan standar yang telah
tersedia.
Tabel 4. Kategori LOS dan Penilaian Vitalitas Kawasan
LOS
A
B
C
D
E
F

Ruang
Pejalan
(m2/orang)
3,25
2,30-3,25
1,40-2,30
0,90-1,40
0,45-0,90
0,45

Kepadatan
Pejalan
(org/menit/m)
23
23-33
33-50
50-66
66-82
82

Vitalitas
Kawasan
*)
Rendah
Baik (Vital)
Baik (Vital)
Baik (Vital)
Baik (Vital)
Baik (Vital)

*) Vitalitas kawasan berbanding terbalik dengan LOS

Sumber: Rubeinstein (1987), Haris&Dines (1988) dan Dep. PU


(1990)

Kesimpulan
Penyediaan lebar total dari jalur pejalan kaki
terdiri dari lebar efektif jalur pejalan ditambah
dengan beberapa fasilitas tambahan yang dapat
mendukung kegiatan pada kawasan tersebut.
Lebar efektif adalah lebar jalur pejalan kaki yang
dapat digunakan oleh pejalan sedangkan lebar
tambahan adalah lebar yang digunakan untuk
fasilitas tambahan lain untuk mendukung
kegiatan berjalan.
Perhitungan lebar efektif jalur pejalan kaki akan
lebih akurat jika memasukkan beberapa faktor,
di antaranya fungsi kawasan, vitalitas kawasan,
intensitas kawasan, serta fasilitas tambahan
yang dibutuhkan. Fungsi kawasan yang memiliki
tingkat
penduduk
dan
aktivitas
tinggi
merupakan kawasan yang diutamakan untuk
pengembangan jalur pejalan kaki. Pada
penelitian ini, fungsi kawasan telah ditentukan,
yaitu kawasan wisata belanja. Kawasan wisata
belanja termasuk kedalam kawasan komersil
dengan tingkat aktivitas masyarakat yang relatif
tinggi dan pada umumnya berada di pusat kota.
Tingkat vitalitas kawasan dapat mempengaruhi
banyaknya jumlah pengunjung pada suatu
kawasan (Redstone, 1972). Semakin tinggi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 611

Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Penyediaan Jalur Pejalan Kaki

tingkat vitalitas kawasan maka semakin banyak


orang datang untuk beraktivitas pada kawasan
tersebut. Begitupun dengan jenis dan intensitas
kegiatan pada suatu kawasan, semakin tinggi
tingkat intensitas kawasan maka akan semakin
tinggi pergerakan yang dihasilkan.
Lebar efektif dihitung dengan memperhatikan
sisi permintaan terhadap jalur pejalan kaki, baik
berdasarkan kebutuhan pejalan dan karakteristik
kawasan. Lebar efektif berdasarkan kebutuhan
pejalan terkait dengan volume pejalan pada
suatu kawasan. Pada kawasan terbangun,
volume pejalan diperoleh berdasarkan hasil
survey pedestrian counting. Sedangkan pada
kawasan yang akan direncanakan, volume
pejalan diperoleh berdasarkan perhitungan
dengan menggunakan trip rate x intensitas
kegiatan yang direncakan atau trip rate x luas
lantai bangunan aktif dalam kawasan x KLB.
Perhitungan
tingkat
pergerakan
akan
berdampak pada penentuan tingkat pelayanan
trotoar. Pada kawasan perdagangan, tingkat
pelayanan optimal berada pada LOS D. Selain
itu, penentuan lebar efektif juga harus
memperhatikan
vitalitas
kawasan
yang
dikelompokkan ke dalam vitalitas rendah dan
tinggi. Penentuan tingkat vitalitas pada kawasan
terbangun dapat dilakukan menggunakan
criteria yang telah tersedia namun pada
kawasan
yang
direncanakan
dapat
menggunakan asumsi.
Pada kawasan wisata belanja, lebar fasilitas
tambahan yang dibutuhkan adalah penambahan
lebar untuk aktivitas window shopping apabila
GSB bangunan atau toko 0 dan beberapa street
furniture, seperti pohon, lampu, dan lainnya
yang dapat mendukung kenyamanan pejalan.
Penentuan lebar fasilitas tambahan dapat
menggunakan standar-standar yang telah
tersedia.
Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
penyediaan lebar jalur pejalan kaki pada suatu
kawasan ditunjukkan pada Tabel 4.

612 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3

Gambar 1. Lebar Total Trotoar pada Zona Depan


Gedung

Sumber : Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana


dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan,
Kementerian Pekerjaan Umum,

Tabel 4. Faktor yang Mempengaruhi Penyediaan Jalur


Pejalan Kaki
Faktor
Fungsi Kawasan

Vitalitas Kawasan

Intensitas Kegiatan

Keterangan
- Kawasan komersial
- Kawasan jasa
- Kawasan pendidikan
- Kawasan permukiman
- Kawasan perkantoran
- Kawasan industri
Penilaian
tingkat
vitalitas
berdasarkan kriteria yang telah
disusun
kemudian
diklasifikasikan
kedalam
2
kelompok, tinggi dan rendah
Perhitungan berdasarkan LOS
optimal yang nyaman bagi
pejalan
(pada
kawasan
perdagangan
LOS
optimal
adalah LOS D) dan bersarnya
pergerakan pada suatu kawasan
(volume pejalan)

Lebar Tambahan
1. Window Shopping

2. Street Furniture

Dibutuhkan untuk bangunan


toko dengan GSB = 0.
Penentuan lebar minimal 0,6 m
(lebar optimal 1 orang pejalan
kaki). Bangunan dengan GSB
0, lebar minimal untuk window
shopping adalah 0 m.
Penentuan
lebar
dapat
menggunakan standar yang
telah ditetapkan, misalnya:
- Tanaman peneduh: 0,6 m;
- Lampu penerangan 0,75 m;
- Keranjang sampah: 1 m; dan
lainnya.

Sumber: Hasil Analisis, 2013


Rekomendasi
Karakteristik
kawasan,
seperti
intensitas
kegiatan dan tingkat vitalitas suatu kawasan
dapat menjadi faktor yang dipertimbangkan
dalam penyediaan fasilitas jalur pejalan kaki.
Perhitungan penyediaan lebar minimal jalur

Pinkan Amelinda K.Putri

pejalan kaki harus dapat dilakukan baik pada


kawasan yang telah terbangun maupun pada
kawasan yang akan direncanakan. Oleh karena
itu, perlu adanya pengembangan metode untuk
menganalisis kebutuhan penyediaan jalur
pejalan kaki yang memperhatikan karakteristik
kawasan agar perhitungan yang dilakukan lebih
akurat.
Penyediaan jalur pejalan kaki pada kawasan
yang akan direncanakan, memerlukan perkiraan
atau estimasi volume pejalan. Nilai volume
pejalan yang diperoleh dari nilai tingkat
pembangkitan perjalanan x luas lantai bangunan
aktif x KLB. Tingkat pembangkitan perjalanan
(trip rate) dapat diperoleh dengan menghitung
rata-rata tingkat pembangkitan perjalanan dari
kawasan yang telah terbangun. Perhitungan
nilai rata-rata tersebut akan lebih akurat apabila
dilakukan pada banyak kawasan.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr.
Denny Zulkaidi selaku pembimbing atas
bimbingan dan arahan selama penelitian.
Daftar Pustaka
Publikasi Ilmiah
Barnett, Jonathan (1982) An Introduction to
Urban Design. New York: Harper and Row
Publishes
Bromley (1993) Retail Change, Contemporary
Issues. London : UCL
Garvin, Alexander (1996) The American City:
What Works, What Doesnt. New York: Mc
Graw Hill
Redstone, Louise (1972) The New Downtown,
Rebuilding Bussiness District. USA: Mc Graw
Hill Book Company

Rubeinstein, Harvey (1996) A Guide to Site


Planning and Landscape Construction, Fourth
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc
Rubeinstein, Harvey (1992) Pedestrian Malls,
Streetscapes, and Urban Spaces. New York
Tamin (2000) Perencanaan dan Pemodelan
Transportasi. Bandung: Penerbit ITB
Warpani, Suwardjoko. 2007. Perencanaan
Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah.
Bandung: Penerbit ITB
Peraturan dan Perundang-undangan
Pedoman Teknis Perekayasaan Fasilitas Pejalan
Kaki di Wilayah Kota No. SK.43/AJ007/
DRDJ/97, Departemen Perhubungan
Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada
Jalan Umum No.032/T/BM/1999, Kementrian
Pekerjaan Umum
Pedoman Tata Cara Perencanaan Fasilitas
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan No.
011/T/Bt/1995, Departemen Pekerjaan Umum
Pedoman
Penyediaan
dan
Pemanfaatan
Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di
Perkotaan (tt), Kementrian Pekerjaan Umum
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
18/PRT/M/2010 tentang Revitalisasi Kawasan
Petunjuk
Perencanaan
Trotoar
No.
007/T/BNKT/1990, Departemen Pekerjaan
Umum
Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di
Kawasan Perkotaan No. 011/T/Bt/1995,
Kementrian Pekerjaan Umum
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 613

Anda mungkin juga menyukai