Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),
ITB.
(2).
Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.
Abstrak
Penyediaan jalur pejalan kaki pada suatu kawasan dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik antara pejalan
kaki dengan kendaraan bermotor. Selain itu, jalur pejalan kaki juga bermanfaat sebagai pemenuhan kebutuhan
interaksi masyarakat khususnya dalam aktivitas komersial dan budaya. Pentingnya penyediaan jalur pejalan kaki
telah diatur dalam beberapa pedoman. Pedoman-pedoman teknis tersebut menetapkan perhitungan penyediaan
jalur pejalan kaki pada suatu kawasan. Namun, perhitungan yang dilakukan tersebut kurang mempertimbangkan
sisi permintaan berdasarkan karakteristik kawasan, seperti tingkat vitalitas dan intensitas kegiatan yang terdapat
dalam kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pedoman terkait penyediaan jalur pejalan
kaki dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap penyediaan jalur pejalan kaki pada
suatu kawasan, khususnya kawasan wisata belanja. Penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan lebar minimal
jalur pejalan kaki akan lebih akurat jika mempertimbangkan beberapa faktor, di antaranya adalah fungsi
kawasan, vitalitas kawasan, intensitas kegiatan yang terkait dengan tingkat pergerakan dan tingkat pelayanan
jalur pejalan kaki, serta beberapa fasilitas tambahan yang dapat mendukung aktivitas berjalan pada suatu
kawasan.
Kata-kunci: jalur pejalan kaki, evaluasi pedoman, faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap penyediaan
Pendahuluan
Jalur pejalan kaki merupakan salah satu elemen
penting dalam perancangan kota karena dapat
mengurangi keterikatan terhdap kendaraan di
kawasan pusat kota (Gideon, 1977). Beberapa
manfaat dari penyediaan jalur pejalan kaki, di
antaranya menjamin kenyamanan pejalan kaki,
alat pergerakan internal kota, mendukung
aktivitas komersial dan budaya di lingkungan
kota serta menjadi penghubung moda angkutan
lain (Fruin, 1979). Penyediaan jalur pejalan kaki
terutama dikembangkan pada kawasan dengan
tingkat penduduk tinggi dan memiliki aktivitas
tinggi, seperti pasar, kawasan komersial dan
jasa. Pada kawasan perdagangan, jalur pejalan
kaki dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan
perekonomian kawasan serta peningkatan
kualitas hidup dan sosial masyarakat. Penataan
jalur pejalan kaki dari sisi ekonomi juga dapat
memperbaiki perdagangan lokal.
Evaluasi Pedoman
Berdasarkan Pedoman Teknik Departemen PU
No.032/T/BM/1999
tentang
Pedoman
Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan
Umum, Jalur pejalan kaki adalah lintasan yang
diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa
trotoar,
penyeberangan
sebidang,
dan
penyeberangan tidak sebidang. Jalur pejalan
kaki merupakan fasilitas pendukung kegiatan
lalu lintas dan angkutan yang berada pada
badan jalan maupun di luar badan jalan.
Beberapa ketentuan penyediaan jalur pejalan
kaki, antara lain:
1. Petunjuk
Perencanaan
Trotoar
No.
007/T/BNKT/1990,
Departemen
PU.
Perhitungan dimensi trotoarterdiri dari jalur
hijau, lahan pejalan kaki, jalur fasilitas, dan
kebebasan samping. Lebar trotoar harus
dapat melayani volume pejalan kaki dan
tingkat pelayanan minimal yang disarankan
adalah LOS C. Lebar trotoar dihitung
menggunakan W=V/35+N dengan W=lebar
trotoar (m); V= volume pejalan kaki
rencana (orang/menit/meter); dan N =
lebar tambahan sesuai dengan keadaan.
2. Pedoman Tata Cara Perencanaan Fasilitas
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan No.
011/T/Bt/1995, Departemen PU
Lebar minimum jalur pejalan kaki adalah
1,5 m dengan maksimum arus pejalan kaki
adalah 50 pejalan kaki/menit. Dalam
keadaan ideal, untuk mendapatkan lebar
minimum trotoar digunakan rumus: LT =
Lp+Lh, dengan Lp adalah lebar jalur
pejalan kaki yang diperlukan dan Lh adalah
lebar tambahan.
3. Pedoman Teknis Perekayasaan Fasilitas
Pejalan Kaki di Wilayah Kota No. SK
43/AJ/007/DRDJ/97,
Departemen
Perhubungan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 607
4.
Rumus
Komponen
Variabel
Konstanta
Asumsi
Evaluasi
Kelebihan
Kekurangan
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Penyediaan Jalur Pejalan Kaki
Vitalitas rendah
W=31,1/35+1,5= -
Vitalitas rendah
W=31,1/35+1,5= -
KLB 2
Luas lantai bangunan aktif
2 x 57.351 m2=114.702 m2
W=31,1/35+1,5= -
KLB 2
Luas lantai bangunan aktif
2 x 57.351 m2=114.702 m2
W=31,1/35+1,5= -
Fungsi Kawasan
Pada penelitian kali ini, kawasan yang dijadikan
studi kasus adalah kawasan wisata belanja.
Wisata belanja menawarkan belanja sebagai
kegiatan utamanya dimana wisatawan dapat
mencari segala kebutuhan baran yang
diinginkan mulai dari pasar modern hingga
pertokoan mewah. Wisata belanja juga
dilakukan karena memiliki kekhasan barang
yang ditawarkan atau bagian dari jenis wisata
lain, misalnya Bandung dengan Pusat jins di Jl.
Cihampelas dan Sidoarjo dengan pusat tas di
Tanggulangin (Warpani, 2007).
Aktivitas berbelanja bukan hanya dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan saja tetapi juga
untuk pemenuhan kebutuhan sosial. Kawasan
wisata belanja identik dengan kawasan
perdagangan yang pada umumnya terletak di
pusat kota sehingga kawasan ini berpotensi
memberikan sumbangan bagi perekonomian
kota. Berdasarkan Konsep Pedoman Penyediaan
dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan (Departemen
Pekerjaan Umum, tt), kawasan wisata belanja
yang termasuk ke dalam kawasan komersial
merupakan salah satu kawasan yang memiliki
aktivitas tinggi sehingga menjadi salah satu
kawasan
yang
memerlukan
adanya
pengembangan jalur pejalan kaki. Dalam
perencanaan
suatu
kawasan,
khususnya
kawasan wisata belanja, faktor tepenting yang
perlu dipertimbangkan adalah aksesibilitas yang
dapat
mempengaruhi
pergerakan
serta
kekompakkan antar elemen penghubung yang
dapat
mempengaruhi
vitalitas
kawasan
(Bromley&Thomas,
1993).
Elemen-elemen
penghubung tersebut, antara lain jaringan
pergerakan, parkir dan kendaraan umum, serta
jalur pejalan.
Vitalitas Kawasan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.
18/PRT/M/2010
tentang
Pedoman
Revitalisasi
Kawasan,
vitalitas
kawasan
merupakan kualitas suatu kawasan yang
mendukung kelangsungan hidup warganya dan
mendukung produktivitas sosial, budaya,
ekonomi
dengan
tetap
mempertahankan
610 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3
Lapangan
kerja
Komponen
Kepadatan
pengunjung
(orang/menit/meter)
Banyaknya aktivitas
/toko yang aktif
Lamanya toko
beroperasi
Indikator
>24
orang/menit/meter
>70% dari
kapasitas jalan
>8 jam/hari
Produktivitas
>8,9%
ekonomi *)
*) Pengukuran nilai produktivitas ekonomi berdasarkan
Permen PU No. 18/PRT/M/2010
Sumber: Garvin, 1996; Bromley dan Thomas, 1993; Barnet,
1982; Abramson, 1981; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 18/PRT/M/2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan
Intensitas Kegiatan
Jenis tata guna lahan yang berbeda dapat
memiliki ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda
(Black, 1978 dalam Tamin, 2000). Hal ini terlihat
dari jumlah arus lalu lintas, jenis lalu lintas (baik
Ruang
Pejalan
(m2/orang)
3,25
2,30-3,25
1,40-2,30
0,90-1,40
0,45-0,90
0,45
Kepadatan
Pejalan
(org/menit/m)
23
23-33
33-50
50-66
66-82
82
Vitalitas
Kawasan
*)
Rendah
Baik (Vital)
Baik (Vital)
Baik (Vital)
Baik (Vital)
Baik (Vital)
Kesimpulan
Penyediaan lebar total dari jalur pejalan kaki
terdiri dari lebar efektif jalur pejalan ditambah
dengan beberapa fasilitas tambahan yang dapat
mendukung kegiatan pada kawasan tersebut.
Lebar efektif adalah lebar jalur pejalan kaki yang
dapat digunakan oleh pejalan sedangkan lebar
tambahan adalah lebar yang digunakan untuk
fasilitas tambahan lain untuk mendukung
kegiatan berjalan.
Perhitungan lebar efektif jalur pejalan kaki akan
lebih akurat jika memasukkan beberapa faktor,
di antaranya fungsi kawasan, vitalitas kawasan,
intensitas kawasan, serta fasilitas tambahan
yang dibutuhkan. Fungsi kawasan yang memiliki
tingkat
penduduk
dan
aktivitas
tinggi
merupakan kawasan yang diutamakan untuk
pengembangan jalur pejalan kaki. Pada
penelitian ini, fungsi kawasan telah ditentukan,
yaitu kawasan wisata belanja. Kawasan wisata
belanja termasuk kedalam kawasan komersil
dengan tingkat aktivitas masyarakat yang relatif
tinggi dan pada umumnya berada di pusat kota.
Tingkat vitalitas kawasan dapat mempengaruhi
banyaknya jumlah pengunjung pada suatu
kawasan (Redstone, 1972). Semakin tinggi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 611
Vitalitas Kawasan
Intensitas Kegiatan
Keterangan
- Kawasan komersial
- Kawasan jasa
- Kawasan pendidikan
- Kawasan permukiman
- Kawasan perkantoran
- Kawasan industri
Penilaian
tingkat
vitalitas
berdasarkan kriteria yang telah
disusun
kemudian
diklasifikasikan
kedalam
2
kelompok, tinggi dan rendah
Perhitungan berdasarkan LOS
optimal yang nyaman bagi
pejalan
(pada
kawasan
perdagangan
LOS
optimal
adalah LOS D) dan bersarnya
pergerakan pada suatu kawasan
(volume pejalan)
Lebar Tambahan
1. Window Shopping
2. Street Furniture