Anda di halaman 1dari 27

ABSTRAK

Komunikasi Interpersonal Pelatih Dengan Pemain Tim Sepakbola Arseda Dalam


Membangun Motivasi Pemain Untuk Meningkatkan Prestasi. Bahrudin Yusuf
18121110001.Prodi Komunikasi Penyiaran Islam.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih, yang
memungkinkan pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun nonverbal dengan berbagai efek dan umpan balik (feedback). Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun fokus
peneliti dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal dalam bentuk keterbukaan, empati,
sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan yang terjadi antara pelatih dan pemain dalam
proses latihan maupun pertandingan sepakbola pada tim sepakbola ARSEDA Blokagung.
Penelitian menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi.
.
BAB I

PENDAHULUAN

Sepakbola merupakan olahraga paling terkenal di dunia. Sepakbola tidak hanya diminati

kalangan pria, wanita juga menyukainya. Bukan hanya itu, anak-anak hingga lansiapun

menggemari sepakbola, meskipun hanya sekedar menonton.

Sepakbola adalah cabang olahraga yang menggunakan bola berbahan kulit dan dimainkan

oleh dua tim, masing-masing tim beranggotakan sebelas pemain inti dan beberapa pemain

pengganti. Lapangan sepakbola mempunyai ukuran panjang 100-110 meter dan lebar 64-75

meter. Durasi totalnya adalah 90 menit dan dimainkan dua babak. Setiap babak berlangsung 45

menit. Permainan sepakbola dimenangkan oleh tim yang paling banyakmemasukkan bola ke

gawang lawan berdasarlan aturan permainan.

Sekarang ini sudah banyak tim sepakbola yang berdiri, baik tim sepakbola professional

maupun amatir. Begitupun di pondok pesantren, banyak pondok pesantren yang memiliki tim

sepakbola, seperti pondok pesantren Darussalam Blokagung mempunyai tim sepakbola

ARSEDA (arek sepakbola darussalam). Sepakbola sudah menjadi daya tarik sendiri bagi santri

di pondok pesantren Darussalam Blokagung. Banyak santri yang mengikuti extrakulikuler

sepakbola yang diselanggarakan oleh pengurus olahraga. Waktu latihan tim sepakbola ARSEDA

setiap jumat pagi dan sore.. Seorang pemain sepakbola harus berlatih dalam aspek fisik, teknik,

taktik maupun mental agar mempunyai kemampuan yang baik.

Dalam pembinaan suatu olahraga, tidak dapat dipungkiri bahwa prestasi atlet menjadi tolak

ukur keberhasilan dalam proses pembinaan yang dilakukan. Namun dalam perjalanan untuk

meraih prestasi tersebut, atlet kerap berhadapan dengan berbagai hal yang membuat motivasinya
menurun, seperti beberapa pemain sepakbola yang mempunyai permasalahan menjadi tidak

fokus saat berlatih dan bertanding. Saat akan menghadapi tournament, pemain diminta untuk

menambah program latihan, program latihan itu dilakukan diluar program latihan dari tim. Selain

itu masalah yang sering mengganggu seorang atlet saat menghadapi turnament biasanya

mengenai masalah mental. Masalah mental tersebut membuat atlet mengalami kecemasan, stres,

nervous, tidak tenang dan menggunakan emosi yang berlebihan.

Bagi seorang pemain, pelatih merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan

perkembangannya, fungsi utama pelatih adalah sebagai wahana untuk berkomunikasi, mendidik,

mengasuh, dan mensosialisasikan pemain, mengembangkan kemampuan seluruh anak didiknya

agar dapat menjalankan fungsinya di lingkup olahraga dengan baik. Sering dikatakan bahwa

hubungan pelatih dan atlet adalah jantung pengelolaan yang efektif (Muhammad,2014:172).

Untuk itu komunikasi interpersonal yang terjadi didalam pembinaan khususnya antara pelatih

dengan pemain harus dilakukan dengan efektif, dalam segala kegiatan latihan maupun di dalam

pertandingan. Agar hubungan ini berhasil dan berjalan efektif harus adanya keterbukaan,

empati, dukungan, sifat positif dan kesetaraan antara pelatih dan pemain (Wiryanto, 2005: 36).

Setiap manusia dalam melaksanakan kegiatannya, pada dasarnya didorong dengan adanya

motivasi. Motivasi pemain itu harus nampak dalam pemain setelah pemain tersebut mempelajari

berbagai keterampilan dalam olahraga. Terkait dengan hal tersebut, pelatih harus memiliki

kemampuan untuk memotivasi pemain agar atlet tertarik untuk berlatih keterampilan dan teknik

selanjutnya mampu menerapkannya dalam situasi kompetisi yang sangat kritis. Kemampuan

yang dimaksud terkait dengan beragam strategi yang digunakan oleh pelatih untuk meningkatkan

motivasi pemain (Brewer,2009:8). Komunikasi interpersonal yang efektif oleh pelatih didalam
pembinaan dapat meningkatkan keberhasilan klub serta motivasi pemain klub tersebut (Gunarsa,

2004: 113)

Pola komunikasi yang digunakan antara pelatih dan pemain adalah komunikasi

interpersonal yang dianggap efektif dalam membangun motivasi untuk meningkatkan prestasi

para pemain. Komunikasi interpersonal merupakan salah satu aspek penting didalam hubungan

hubungan antar individu di ruang lingkup pembinaan mereka, baik antara pemain dengan pelatih

maupun pendirinya. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antar orang yang biasanya

dilakukan secara tatap muka dalam situasi yang pribadi maupun non-pribadi (Morissan,2013:14).

Komunikasi interpersonal yang dilakukan pelatih, terlebih dalam masa-masa dimana

pemain mengalami penurunan motivasi dan kepercayaan diri nyatanya memberikan dampak

yang positif bagi pemain. Keberadaan pelatih akan dirasakan sebagai sesuatu yang positif. Beban

yang harus dipikul akan terasa lebih ringan jika seorang pelatih hadir sebagai sumber inspirasi

maupun sumber kekuatan dalam suatu pertandingan (Gunarsa, 2004: 55). Faktor tersebut

merupakan catatan pelatih untuk melakukan pembinaan kepada anak didiknya dan menyikapi

pengaruh dari lingkungan olahraga dengan baik. Motivasi dari pelatih memiliki peranan

terpenting dalam membantu menentukan berhasil tidaknya pemain dalam proses berlatih dan

bertanding. Sebaliknya, apabila tidak mendapat dukungan dalam keputusannya, kemungkinan

atlet tersebut akan menurun kualitas kemampuannya dan berpengaruh pada performa bertanding,

karena atlet yang diterima di lingkungan olahraganya akan merasa didukung oleh lingkungan

olahraganya. Maka dari itu, perlu adanya komunikasi interpersonal yang dilakukan pelatih,

terlebih pada saat pemain mengalami penurunan motivasi sehingga memberikan dampak positif

bagi pemain dan menimbulkan pengertian, kenyamanan, pengaruh sikap dan hubungan serta

tindakan yang baik agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan maksimal.
Peneliti melakukan peninjauan dan observasi terhadap beberapa literatur hasil penelitian

yang terdahulu yang setema dengan penelitian peneliti. Berikut rujukan yang sejenis dengan

judul “Pola Komunikasi Pelatih dengan Atlet Basket”. Penelitian tersebut disusun oleh Jennie

Raharjo, mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2015.

Penelitian tersebut berfokus untuk mendeskripsikan dan menganalisis pesan-pesan yang

disampaikan pelatih kepada atlet dalam meningkatkan prestasi atlet basket serta penerimaan

pesan-pesan yang diterima atlet dari pelatih dalam meningkatkan prestasi atlet basket serta

subyek penelitiannya adalah atlet basket.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah

memiliki jenis penelitian yang sama yaitu kualitatif. Perbedaannya terletak pada subjek

penelitian, subjek penelitian dari skripsi tersebut adalah adalah pelatih dan atlet di klub basket

Sritex Dragon Solo, sementara subjek penelitian peneliti adalah pelatih sepakbola ARSEDA

yang berfokus memotivasi anak didiknya untuk meminimalisir rasa kebosanan, stress, tidak

percaya diri, situasi yang tidak di harapkan maupun individualisme dalam meningkatkan

prestasi.

Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan komunikasi seorang pelatih dapat diarahkan

untuk motivasi dan prestasi olahraga para pemain, maka fokus pada penelitian ini adalalah santri

putra yang berkontribusi di dalam tim pada bidang olahraga sepakbola. Apabila tidak adanya

komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet maka pelatih tidak tahu akan keinginan dari

anak didiknya serta para atlet menginginkan pelatih saling terbuka. Apabila tidak ingin terjadi

kesalahpahaman sebaiknya pelatih dengan atlet menjalin komunikasi secara intens dan efektif.

Evaluasi diantara pelatih dan pemain disetiap usai latihan dan pertandingan adalah kunci dimana

kesuksesan berawal,karena dengan adanya evaluasi dapat memperbaiki apa saja yang menjadi
kekurangan tim pada saat bertanding, serta memperbaiki kekurangan tersebut pada pertandingan

selanjutnya. Penelitian ini memilih ARSEDA sebagai obyek penelitian, karena tim sepakbola

ARSEDA Blokagung memiliki banyak pemain potensial dari berbagai wilayah di Indonesia.

Dalam hal ini peneliti ingin sekali mengungkapkan dan meneliti tentang bagaimana pentingnya

komunikasi interpersonal yang baik antara pelatih dengan movitasi dalam membangun prestasi

olahraga tim sepakbola ARSEDA Blokagung.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti memiliki sebuah rumusan

masalah yaitu “Bagaimana Pentingnya Komunikasi Interpersonal Pelatih dalam memotivasi

pemain untuk meningkatkan prestasi di tim sepakbola ARSEDA ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya Komunikasi Interpersonal

apa yang digunakan pelatih dalam memotivasi pemain sepakbola ARSEDA supaya anak

didiknya dalam mengembangkan kualitas sehingga kemampuan/bakat yang dimiliki menjadi

sebuah prestasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang bagaimana Komunikasi Interpersonal Pelatih dengan pemain

sepakbola tim ARSEDA Blokagung dalam Membangun Memotivasi Prestasi Olahraga memiliki

2 manfaat yaitu secara teoritis dan secara praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini penulis mengkaji teori komunikasi interpersonal dan pola komunikasi

yang berkaitan dengan penelitian pentingnya komunikasi interpersonal pelatih dalam memotivasi

dan prestasi olahraga pemain sepakbola tim ARSEDA Blokagung sehingga penulis mampu
menjelaskan pentingnya komunikasi interpersonal antara pelatih dan atlet mempunyai pengaruh

yang signifikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi seluruh generasi

pelatih tim sepakbola ARSEDA dalam mengetahui pentingnya komunikasi interpersonal dalam

memotivasi atletnya terhadap terbentuknya kualitas permainan para atlet sehingga menghasilnya

prestasi.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi adalah suatu proses baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun

perilaku atau tindakan. Pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih

dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang seperti

melalui lisan, tulisan maupun sinyal-sinyal non verbal. Terdapat tiga macam komunikasi (Djoko

Purwanto, 2003:3-4), yaitu :

1. Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) Komunikasi

antar pribadi merupakan bentuk komunikasi yang banyak dijumpai dalam kehidupan

sehari-hari antara dua orang atau lebih mencapai tujuan tertentu.

2. Komunikasi lintas budaya (intercultural communication) Merupakan bentuk komunikasi

yang dilakukan antara dua orang atau lebih, yang masing-masing memiliki budaya yang berbeda.

3. Komunikasi Bisnis Komunikasi Bisnis adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia

bisnis yang mencakup berbagai komunikasi baik komunikasi verbal maupun non verbal.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara

tatap muka, yang memungkinkan pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,

baik secara verbal maupun nonverbal ( Mulyana, 2010 : 81 ).

Arni Muhammad (2005:159) juga mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal adalah

proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau

biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.


Bentuk khusus dari komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi diadik (dyadic

communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat,

guru dan murid, dan sebagainya. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang

berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat, pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan

menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun non verbal ( Tubbs dan

Moss, 2008:8). Keberhasilan komunikasi menjadi tanggungjawab peserta komunikasi.

Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan

atau respons non verbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik

yang sangat dekat. Meskipun setiap orang dalam komunikasi interpersonal bebas mengubah

topik pembicaraan, namun kenyataannya komunikasi interpersonal bisa saja didominasi oleh

suatu pihak ( Mulyana, 2010:81).

2.2 Ciri – Ciri Komunikasi Interpersonal

Kumar (dalam Wiryanto, 2005: 36), bahwa ada lima sikap yang harus dimiliki dalam

komunikasi interpersonal :

2.2.1 Keterbukaan (Openess)

Keterbukaan atau sikap terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi

interpersonal yang efektif. Keterbukaan adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita

terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang

relevan untuk memberikan tanggapan kita di masa kini tersebut.

2.2.2 Empati (Empathy)

Komunikasi interpersonal dapat berlangsung kondusif apabila komunikator (pengirim

pesan) menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima pesan). Menurut Wiryanto (2005:

5) empati dapat diartikan sebagai menghayati perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang
dirasakan orang lain. Sementara Surya (Sugiyo, 2005: 5) mendefinisikan bahwa empati adalah

sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun

yang terkandung, khususnya dalam aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Individu dapat

menempatkan diri dalam suasana perasaan, pikiran dan keinginan orang lain sedekat mungkin

apabila individu tersebut dapat berempati. Apabila empati tersebut tumbuh dalam proses

komunikasi interpersonal, maka suasana hubungan komunikasi akan dapat berkembang dan

tumbuh sikap saling pengertian dan penerimaan.

Kumar (2005: 36) mendefinisikan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk

mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang

orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.

2.2.3 Dukungan (Supportiveness)

Dalam komunikasi interpersonal diperlukan sikap memberi dukungan dari pihak

komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini senada dikemukakan

Wiryanto (2005:6) dalam komunikasi interpersonal perlu adanya suasana yang mendukung atau

memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Rahmat (2005 :133) mengemukakan bahwa “sikap

supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif. Orang yang defensif cenderung lebih

banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya ddalam situasi komunikan dari pada

memahami pesan orang lain.

Dukungan merupakan pemberian dorongan atau pengobaran semangat kepada orang lain

dalam suasana hubungan komunikasi. Sehingga dengan adanya dukungan dalam situasi tersebut,

komunikasi interpersonal akan bertahan lama karena tercipta suasana yang mendukung.

2.2.4 Rasa Positif (positivenes)


Wiryanto (2005: 6) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan

bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan.

Dalam komunikasi interpersonal hendaknya antara komunikator dengan komunikan saling

menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan komunikasi tersebut akan muncul suasana

menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan komunikasi tidak dapat terjadi. Rahmat (2005:

105) menyatakan bahwa sukses komunikasi interpersonal banyak tergantung pada kualitas

pandangan dan perasaan diri; positif atau negatif. Pandangan dan perasaan tentang diri yang

positif, akan lahir pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula.

2.2.5 Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan merupakan perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau

rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga atau

sikap orang lain terhadapnya. Rahmat (2005: 135) mengemukakan bahwa persamaan atau

kesetaraan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis, tidak

menunjukkan diri sendiri lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain karena status, kekuasaan,

kemampuan intelektual kekayaan atau kecantikan. Dalam persamaan tidak mempertegas

perbedaan, artinya tidak mengggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama, yaitu

mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat merasa nyaman,

yang akhirnya proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan lancar.

2.3 Proses Komunikasi Interpersonal

Setiap definisi komunikasi interpersonal diatas, menunjukkan adanya suatu proses dalam

komunikasi. Adapun proses komunikasi merupakan tahapan-tahapan penyampaian pesan dari

pengirim pesan kepada penerima pesan. Kotler dalam Effendy (2006:18) mengatakan bahwa
mengacu pada paradigma Harold Lasswell, terdapat unsur-unsur Komunikasi dalam proses

komunikasi :

1. Sender adalah komunikator yang menyampaikan pesan pada seseorang atau sejumlah

orang.

2. Encoding (penyandian) yaitu proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.

3. Message adalah pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang

disampaikan oleh komunikator.

4. Media adalah saluran Komunikasi tempat berlalunya pesan komunikator kepada

komunikan.

5. Decoding yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang

disampaukan oleh komunikator kepadanya.

6. Receiver adalah komunikan menerima pesan dari komunikator.

7. Response (tanggapan) adalah seperangkat reaksi pada komunikan setelah

ditimpa pesan.

8. Feedback (umpan balik) yaitu tanggapan komunikan apabila pesan

tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.

9. Noise adalah gangguan yang tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi

sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang

disampaikan oleh komunikator kepadanya.

Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan atau informasi seseorang

kepada orang lain berupa ide,fakta, pemikiran serta perasaan. Oleh karena itu komunikasi

interpersonal merupakan suatu jembatan bagi setiap individu, dimana mereka dapat berbagi rasa,

pengetahuan serta mempercepat hubungan antara sesama individu pada masyarakat di


lingkungannya. Komunikasi interpersonal selalu menimbulkan saling pengertian atau saling

mempengaruhi antara seseorang dengan orang lain (Djamadin, 2004:17).

Dengan adanya kesembilan unsur diatas, diharapkan adanya suatu peningkatan hubungan

interpersonal yang baik antara pelatih dan atlet yang dapat terjadi melalui sebuah pembicaraan.

2.4 Tujuan Komunikasi Interpersonal

Ada 5 tujuan komunikasi interpersonal menurut De Vito (2007: 7) adalah:

1. To Learn

Komunikasi interpersonal memungkinkan orang untuk dapat

memahami dunia luar, memahami orang lain dan dirinya sendiri. Dengan membicarakan

diri sendiri dengan orang lain, seseorang dapat mempelajari dirinya sendiri melalui feedback

yang diberikan tentang perasaannya, pemikiran, dan perilakunya. Sesorang juga dapat mengerti

dari feedback yang diberikan, bagaimanakah peniliaian orang terhadap dirinya.

2. To Relate

Salah satu kebutuhan manusia adalah untuk dicintai dan disukai

berinteraksi dan membangun relasi yang baik dengan yang lainnya, begitu pula sebaliknya,

oleh sebab itu manusia harus membangun relasi yang baik dengan sesamanya, dan saling

berinteraksi, salah satu caranya adalah dengan melakukan komunikasi interpersonal.

3. To Influence

Pengaruh sikap dan perilaku dari seseorang kepada orang lainnya

dapat melalui komunikasi interpersonal, misalnya orang tersebut ingin mempersuasi orang

lain untuk melakukan voting terhadap dirinya, membeli buku baru atau mencoba diet baru.

Banyak waktu yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan komunikasi interpersonal yang

bersifat persusif. Berdasarkan penelitian yang ada, para peneliti menyimpulkan bahwa setiap
komunikasi bersifat persuasif dan setiap tujuan dari berkomunikasi mencari hasil yang bersifat

persuasi, contohnya:

3.1 Self presentation, seseorang merepresentasikan dirinya kepada orang

lain, mengenai bagaimana orang itu ingin memiliki imagediri di mata orang tersebut.

3.2 Relationship Goals, seseorang berkomunikasi untuk membentuk suatu relasi yang

sesuai kebutuhannya.

3.3 Instrumental Goals, seseorang berkomunikasi kepada orang lainnya dengan tujuan

orang tersebut melakukan suatu hal yang sesuai keinginannya.

4. To Play

Seseorang memerluk waktu sejenak untuk break dari kejenuhan.

Salah satunya dengan melakukan komunikasi interpersonal seperti berbicara dengan teman

mengenai aktivitas akhir minggu, berdiskusi mengenai olahraga atau kencan, bercerita tentang

suatu kisah atau lelucon, dan berbicara secara umum untuk menghabiskan waktu.

5. To Help

Dalam kegiatan sehari-hari komunikasi interpersonal dapat

digunakan seseorang untuk menolong orang lain, seperti memberikan saran, masukan,

nasihat dan sebagainya. Dan hal ini juga dapat terjadi dengan menggunakan media tertentu,

seperti email dan lainnya. Keberhasilan dari fungsi komunikasi interpersonal ini untuk menolong

tergantung dari skill dan pengetahuan dari komunikasi interpersonal orang yang melakukannya

(De Vito, 2007: 7).

2.5 Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal


Menurut Hafied Canggara, (2005: 21) “Komunikasi Interpersonal dapat terjadi jika

didukung oleh unsur-unsur komunikasi yaitu (1) sumber, (2) pesan, (3) media, (4) penerima, (5)

efek, (6) umpan balik, (7) lingkungan”. Unsur-unsur diatas dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, sumber merupakan pembuat atau pengirim informasi bisa dalam bentuk

kelompok, individu maupun kejadian, sedangkan Riyono Pratikto (1987: 22) menjelaskan

sumber merupaka asal atau gagasan yang dijadikan pesan. Jadi, setiap peristiwa maupun individu

yang menyampaikan pesan bisa disebut sebagai sumber.

Kedua, pesan merupakan sesuatu yang disampaikan dalam komunikasi antara komunikator

kepada komunikan. Isi pesan berupa informasi, perintah, pengetahuan dan hiburan. Pesan ada 2

macam yaitu pesan verbal dan nonverbal (Stewart Tubbs & Sylvia Moss, 1996). Pesan verbal

yaitu semua jenis komunikasi dengan pesan secara lisan yang menggunakan satu kata atau lebih.

Sedangkan pesan nonverbal adalah pesan yang disampaikan tanpa menggunakan kata-kata

melainkan dengan bentuk perilaku kita misalnya ekspresi wajah, sikap tubuh, nada suara,

gerakan tangan dan cara berpakaian. Jadi, pesan dalam komunikasi tidak hanya terpakai pada

bentuk pembicaraan yang dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut tetapi termasuk berbagai

perilaku menjadi lambang sebuah pesan menggantikan bahasa.

Ketiga, media merupakan alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari

sumber. Media terdiri bermacam-macam. Misalnya, indera manusia juga termasuk media dalam

komunikasi.

Keempat,penerima merupakan pihak atau sasaran yang akan menerima pesan dari sumber.

Penerima pesan dalam komunikasi sering disebut sebagai komunikan.


Kelima,efek. Adanya perbedaan atau perubahan oleh penerima sebelum dan sesudah

menerima pesan dari sumber pesan mengenai pemikiran, perasaan, dan perilakunya merupakan

efek dari komunikasi.

Keenam,umpan balik merupakan salah satu bentuk tanggapan terhadap pengaruh dari

pesan yang diterima merupakan umpan balik. Adanya umpan balik menandakan bahwa

komunikan sudah menerima pesan yang disampaikan komunikator.

Ketujuh, lingkungan merupakan situasi atau keadaan tempat berlangsungnya komunikasi

interpersonal yang terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis

dan dimensi waktu.

Aspek-aspek tersebut merupakan suatu hal yang penting dan harus ada di dalam suatu

komunikasi. Jika salah satu aspek tidak ada komunikasi tersebut tidak ada komunikasi tersebut

tidak efektif atau bahkan bisa disebut suatu komunikasi.

Uraian diatas dapat dimaknai bahwa komunikasi interpersonal dapat terjadi jika ada

sumber yang menjadi pesan/informasi yang akan disampaikan melalui perantara disampaikan

kepada penerima. Penerima memahami pesan dan menerjemahkannya sehingga menimbulkan

efek yang membuat penerima memberikan tanggapan. Jadi, unsur-unsur tersebut sangat penting

keberadaannya, jika salah satu unsur tidak ada maka komunikasi interpersonal tidak dapat

terjadi.

2.6 Motivasi

Dalam konteks olahraga Sage (1977) dalam (Komarudin, 2011: 23) menyebutkan bahwa

“Motivation can defined simply as the direction and intensity of one’s effort”yang artinya adalah

motivasi dapat didefinisikan sebagai arah dan intensitas usaha seseorang. Maksud direction pada

pendapat tersebut mengacu kepada arah, kegiatan, atau sasaran khusus yang dipilih. Sedangkan
intensity atau effort mengacu kepada seberapa besar usaha atlet untuk melakukan sesuatu pada

situasi tertentu.

Penerapan motivasi merupakan pekerjaan pelatih dan atlet dalam situasi yang spesifik.

Banyak pelatih yang mengatakan bahwa motivasi atlet itu harus nampak dalam atlet setelah atlet

tersebut mempelajari berbagai keterampilan dalam olahraga. Terkait dengan hal tersebut, pelatih

harus memiliki kemampuan untuk memotivasi atlet agar atlet tertarik untuk berlatih keterampilan

dan teknik selanjutnya mampu menerapkannya dalam situasi kompetisi yang sangat kritis.

Kemampuan yang dimaksud terkait dengan beragam strategi yang digunakan oleh pelatih untuk

meningkatkan motivasi atlet. Terkait hal tersebut, Brewer (2009:8) dalam (Komarudin, 2013:33)

menyebutkan tiga strategi yang dapat diterapkan oleh pelatih dalam meningkatkan motivasi atlet:

1. Menetapkan goal-setting

Istilah goal-setting terdiri dari dua kata, yaitu goal yang berarti tujuan dan setting yang

berarti penetapan atau merancang. Dengan demikian Goal-setting merupakan prosedur untuk

menetapkan tujuan, baik tujuan jangka pendek, menengah, sampai pada tujuan jangka panjang.

Goal setting bertujuan untuk memotivasi atlet supaya lebih produktif dan efektif dalam

menampilkan performa. Karakteristik goal terdiri dari isi (content) dan intensitas

(intensity).Content mengacu kepada tujuan yang bersifat alami yang menggambarkan tujuan apa

yang harus dicapai.

Intensity merupakan tujuan yang merefleksikan sumber-sumber yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. 2. Memberikan penguatan atau

umpan balik

Penguatan atau umpan balik bisa bersifat umum apabila merujuk pada gerakan umum.

Pemberian penguatan atau umpan balik sering digunakan pelatih untuk mendorong atlet terus
berlatih. Kata-kata yang sering terungkap seperti ungkapan: wow, hebat, bagus. Kata-kata

tersebut tidak memberi informasi spesifik untuk meningkatkan keterampilan atlet namun dapat

memelihara dan meningkatkan lingkungan latihan yang positif bagi atlet. Selanjutnya penguatan

atau umpan balik bisa bersifat spesifik, apabila berisikan informasi spesifik yang menyebabkan

atlet mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mengetahui bagaimana seharusnya mereka

berlatih.

3. Menciptakan situasi yang menyenangkan

Segala kegiatan yang dilakukan oleh atlet harus didasari oleh

kesenangan, atlet harus senang melakukan aktivitas rutin yang menjadi tanggungjawabnya.

Aktivitas yang dilakukannya tidak didorong oleh paksaan orang lain. Aktivitas rutin yang

menjadi tanggung jawab atlet adalah aktivitas atau kegiatan latihan. Oleh karena itu pelatih harus

mampu menciptakan situasi latihan yang menyenangkan, agar atlet senang dalam melakukan

aktivitas rutin yang menjadi tanggung jawabnya tersebut.

2.7 Tipe-Tipe Motivasi

Menurut Malone dalam Uno (2008: 66) ada dua tipe motivasi yaitu :

a. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari

dalam diri (internal) individu. Individu yang digerakkan oleh motivasi intrinsik, baru akan puas

kalau kegiatan yang dilakukan telah mencapai hasil yang terlibat dalam kegiatan itu. Sedangkan

menurut Singgih D. Gunarsa, (2008:50) motivasi intrinsik merupakan dorongan atau kehendak

yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki

oleh seseorang, semakin besar kemungkinan ia memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk

mencapai tujuan.
b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik dinamakan demikian karena tujuan utama individu melakukan kegiatan

adalah untuk mencapai tujuan yang terletak di luar aktivitas belajar itu sendiri, atau tujuan itu

tidak terlibat di dalam aktivitas belajar. Menurut Singgih D. Gunarsa, (2008:51) yang dimaksud

dengan motivasi ekstrinsik adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui pengamatan sendiri,

ataupun melalui saran, anjuran atau dorongan dari orang lain.

2.8 Prestasi Olahraga

Gunarso (2008,30-34) mengemukakan bahwa prestasi olahraga adalah suatu hasil yang

didapat oleh karena mendapatkan porsi latihan yang baik, fasilitas baik,dan pelatih yang

berkualitas. Sejalan dengan pendapat diatas Irianto (2002:8) menjelaskan usaha mencapai

prestasi merupakan usaha yang multikomplek yang melibatkan banyak faktor baik internal

maupun eksternal, kualitas latihan merrupakan penopang utama tercapainya prestasi olahraga,

sedangkan kualitas latihan itu sendiri ditopang yakni kemampuan atlet itu sendiri.

Menurut UU. No 3 Tahun 2005 tentang sistem Keolahragaan Nasional Pasal 86.1 “Setiap

pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang

berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga diberi penghargaan”. Berdasarkan

beberapa pengertian, dapat diambil kesimpulan bahwa suatu hasil pencapaian yang diterima

olahragawan dengan usaha yang akan diapresiasi dengan penghargaan.

2.9 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian yang telah dilakukan ini dapat digambarkan sebagai

berikut :

Pelatih Bintang Lima FC

Komunikasi Interpersonal
Keterbukaan Empati Dukungan Rasa positif Kesetaraan

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

Komunikasi interpersonal merupakan satu-satunya bentuk komunikasi yang dinilai paling

efektif untuk dilakukan seorang komunikator dalam mempengaruhi komunikan. Konteks

komunikasi interpersonal biasanya mengenai strategi bermain, motivasi, kritik, dan target.

Dengan demikian pelatih dan pemain memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Pemain

ingin mencapai prestasi yang baik dan sesuai target pada sebuah pertandingan, begitu pula

pelatih ingin menunjukkan kreadibilitasnya dalam bidang kepelatihan dengan menghantarkan

anak didiknya berprestasi. Dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan pada bagaimana

komunikasi interpersonal pelatih untuk motivasi prestasi atlet. Sebagaimana diungkapkan Kumar

ada lima tipe yaitu keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesetaraan. Dimana

Komunikasi Interpersonal antara pelatih dengan pemain ini sangat penting dalam membangun

motivasi untuk meraih sebuah prestasi dalam proses pertandingan. Untuk itu dibutuhkan

komunikasi interpersonal yang baik diantara keduanya agar pelatih dan pemain dapat saling

membangun satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah lapangan pondok pesantren Darussalam blokagung,

dengan fokus pada aktivitas komunikasi antara pelatih dan pemain sepakbola ARSEDA

blokagung, yang beralamat di Jl. Pondok pesantren Darussalam blokagung – kecamatan tegalsari

– kabupaten banyuwangi . pemilihan lokasi ini karena lokasi tersebut merupakan tempat yang

sering diadakannya proses pelatihan bagi pelatih dan pemain tim sepakbola ARSEDA. Hal

tersebut juga bertujuan agar peneliti mendapatkan informasi-informasi yang sesuai dan akurat

dengan peristiwa yang terjadi.

3.2 Bentuk dan Strategi Penelitian

Penulis melakukan analisa dengan metode kualitatif deskriptif yaitu dengan cara

menggambarkan dan membahas masalah aktivitas komunikasi interpersonal antara pelatih

dengan pemain pada olahraga sepakbola tim ARSEDA Blokagung.

Strategi yang penulis gunakan adalah studi kasus tunggal terpancang (embedded). Penulis

sudah menentukan fokus penelitian yang variabel utamanya adalah aktivitas komunikasi

interpersonal antara pelatih dan pemain pada olahraga sepakbola tim ARSEDA Blokagung. Akan

tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dari sifat yang

holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada posisi yang saling berkaitan

dengan bagian-bagian dari konteks secara keseluruhan guna menemukan makna yang lengkap

(HB. Sutopo, 2002: 41-42).

3.3 Data dan Sumber Data


Menurut Lofland dab Lofland (Moleong, 2007) sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain. Namun untuk melengkapi data penelitian dibutuhkan dua sumber data, yaitu sumber

data primer dan data sekunder.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para informan

sebagai data primer dan sekunder atau dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan

informan. Data yang digunakan harus relevan dengan tujuan penelitian makan menggunakan

sumber data sebagai berikut :

3.3.1 Data Primer

Data primer adalah pengambilan data dengan instrumen pengamatan, wawancara, catatan

lapangan dan penggunaan dokumen. Sumber data primer merupakan data yang diperoleh

langsung dengan teknik wawancara informan atau sumber langsung. Sumber primer adalah

sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2015:187).

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap informan dan observasi lapangan yang

dikumpulkan oleh peneliti di lokasi latihan Tim sepakbola ARSEDA

3.3.2 Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung data primer yaitu

melalui studi kepustakaan, dokumentasi, buku, majalah, koran, arsip tertulis yang berhubungan

dengan obyek yang akan diteliti pada penelitian ini (Sugiyono, 2015:187). Data tidak diperoleh

langsung dari tindakan peneliti, namun tindakan peneliti bertindak sebagai pemakai data. Sumber

data diperoleh melalui dokumen, buku, data statistik, laporan dan lainnya yang berhubungan

dengan penelitian ini dan data-data yang diolah.

3.4 Teknik Penentuan Narasumber dan Obyek Penelitian


Penelitian ini akan menggunakan teknik Purposive Sampling yang memilih informan yang

dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui

penelitian secara mendalam. Sampel dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan

atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto,

2010:183).

Peneliti akan menentukan kelompok responden yang dijadikan sebagai subjek informasi

kunci (key informations), dan individu-individu juga informan tidak peneliti tentukan. Subjek

penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, serta dengan menentukan kriteria tertentu

terhadap informan. Kriteria-kriteria tersebut diantaranya adalah :

2. Pelatih yang telah melatih Tim sepakbola ARSEDA dalam kurun waktu minimal 2

tahun,

3. Pemain yang telah bergabung dalam Tim sepakbola ARSEDA dalam kurun waktu

minimal 2 tahun.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Langkah penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Burhan Bungin

(2003:83), yang terdiri dari :

1. Orientasi terhadap bacaan dan wawancara di lapangan,

2. Eksplorasi, dengan mengungkapkan data, fokus, dan penelitian yang jelas,

3. Fokus dan penelitian yang jelas. (Ruslan, 2003:216).

3.5.1 Observasi (Pengamatan)

Menurut Lincoln dan Guba mengklarifikasikan observasi sebagai pengamat bertindak

sebagai partisipan atau non partisipan, observasi dapat dilakukan secara terang-terangan

dihadapan responden atau dengan melakukan penyamaran, observasi dilakukan secara alami
(Ruslan, 2004:33). Observasi yang dilakukan peneliti dngan mengamati secara langsung ke

lapangan dan mengikuti proses pelatihan dan latih tanding yang dilakukan pelatih dengan pemain

sepakbola Tim ARSEDA yang berlangsung di Lapangan Pondok Pesantren Darussalam

Blokagung dan

3.5.2 Wawancara

Menurut Moleong (2006:186) yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara

sebagai data primer, yaitu dengan mengumpulkan data berdasarkan tanya jawab dengan sumber

data yang berkaitan dengan masalah peneliti. Wawancara dalam hal ini dilakukan peneliti

terhadap informan yang telah ditunjuk, dimana para key informan tersenit telah menjadi salah

satu pihak yang telah mengalami proses wawancara, wawancara ini dilakukan terhadap pelatih

dan pemain sepakbola ARSEDA.

3.6 Triangulasi Data

Trigulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu. Maksud dari

trigulasi sendiri adalah membandingkan dan mengecek balik segala informasi yang diperoleh

melalui waktu yang telah ditentukan atau dengan wawancara sehingga dengan membandingkan

data ini akan mempersatukan kesamaan pandangan, pendapat atau pemikiran.

Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas

dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2002:7-8). Dalam kaitan ini Patton (dalam Sutopo, 2002:78)

menyatakan bahwa ada empat macam kenik triangulasi, yaitu (1) triangulasi data (data

triangulation) yaitu peneliti dalam mengumpulkan data harus menggunakan beragam sumber

data yang berbeda, (2) triangulasi metode (methodological triangulation) yaitu cara peneliti

menguji keabsahan data dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik
atau metode pengumpulan data yang berbeda, (3) triangulasi peneliti (investigator triangulation)

yaitu hasil penelitian baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya

bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti, dan (4) triangulasi teori yaitu dalam menguji

keabsahan data menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan-

permasalahan yang dikaji, sehingga dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan

menyeluruh.

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teknik triangulasi metode. Penulis

menggunakan metode wawancara, observasi dan survei yang dilakukan kepada pelatih dan

pemain sepakbola Tim ARSEDA Blokagung. Untuk memperoleh kebenaran infrormasi yang

handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, penulis menggunakan metode

wawancara dan observasi atau pengamatan untuk mengecek kebenerannya.

3.7 Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (Sutopo, 2002:94), menyatakan bahwa ada dua model

pokok dalam melakukan analisis dalam penelitian kualitatif, yaitu model analisis jalinan atau

mengalir dan model analisis interaktif. Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif,

yang setelah proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Dari hasil analisis data yang kemudian dapat ditarik kesimpulan , berikut ini adalah teknik

analisis data yang digunakan oleh peneliti :

3.7.1 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan sebagai data penelitian ini adalah melalui pengumpulan data

dilokasi dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam. Data dan informasi yang sudah

diperoleh dilapangan dimasukkan ke dalam transkip wawancara dengan pelatih klub yaitu

Ganjur, serta kapten klub futsal bernama Nasywa. Adapun data yang diperoleh dari teknik
observasi disajikan dalam bentuk uraian melengkapi penjelasan data data yang diperoleh dari

wawancara.

3.7.2 Reduksi Data

Penyajian data pada penelitian kualitatif ini bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

hubungan antar kategori dan sejenisnya. Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa

yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan

teks yang bersifat naratif (Sugiono,2014:249). Cara yang dipakai dalam reduksi data ini

dilakukan dengan seleksi ketat dari ringkasan atau uraian singkat dan menggolongkan ke dalam

suatu pola yang lebih luas. Dari sekian aktivitas kegiatan peneliti menggolongkan atau

mengelompokkan mana yag bentuk komunikasi interpersonal dan mana yang tidak

menggunkana komunikasi interpersonal baik dalam

bentuk bahasa verbal maupun non verbal.

3.7.3 Penyajian Data

Penyajian data adalah kegiatan dalam pembuatan laporan hasil penelitian yang telah

dilakukan agar dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Adapun data

yang diperoleh dari teknik observasi disajikan dalam bentuk uraian melengkapi penjelasan dari

data yang diperoleh dari wawancara. Penyajian data dirubah secara deskriptif dilakukan dengan

menggunakan kalimat-kalimat yang berisi penjelasan atau analisis terhadap hal-hal yang dibahas

dalam penelitian ini.

3.7.4 Penarikan Kesimpulan

Menurut Miles dan Huberman, penarikan kesimpulan dan verifikasi berada dalam analisis

data kualitatif. Verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian

berlangsung. Begitu wawancara disajikan dengan transkip, maka kesimpulan awal dapat
dilakukan. Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam penelitian

deskriptif kualitatif, prinsip pokok teknik analisanya ialah mengolah dan menganalisa data-data

yang terkumpul menjadi dat yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna.

Anda mungkin juga menyukai