Anda di halaman 1dari 24

TEORI ARSITEKTUR

KEMATIAN ARSITEKTUR MODERN

Pada bukunya, pada bagian


awal, Jencks memaparkan argumennya
mengenai kematian arsitektur modern.
Arsitektur modern memperoleh
kematiannya pada tanggal 15 Juli 1972
yang ditandai dengan dirobohkannya
Pruitt – Igoe di St. Louis, sebagaimana

menurut Charles Jencks hal itu Pruitt Igoe

menunjukkan kesalahan – kesalahan


pada urbanisme modern pada era itu.

"Masyarakat kita berada dalam pergolakan dan pergeseran kebudayaan. Seperti


proyek bangunan Pruitt-Igoe, pemikiran dan kebudayaan modernisme sedang
hancur berkepingkeping. Ketika modernisme mati di sekeliling kita, kita sedang
memasuki sebuah era baru - postmodern."
Pada bukunya, ia mencontohkan kegagalan dari arsitektur modern pada IIT
campus building karya Mies Van der Rohe:

“So we see the factory is a classroom, the cathedral is a boiler house, the
boiler house is a chapel, and the President’s temple is the School of Architecture. [. .
.] Of course Mies didn’t intend these propositions, but his commitment to reductive
formal values inadvertently betrays them.”
Menurut Charles Jencks, arsitektur karya Mies ini menimbulkan makna yang
membingungkan sehingga menghasilkan arsitektur yang miskin. Arsitektur modern
dianggap gagal, dan menghilangkan koneksi antara arsitektur dan penggunanya dan
gagal mengkomunikasikan makna dalam sebuah bahasa. Seperti pada contoh lain
“Robin hood gardens”. Bangunan tersebut memiliki tujuan sebagai sebuah
community building dengan membawa ekspresi masyarakat sebagai identitas
bangunan, namun Charles Jencks menilai bangunan ini gagal mencapai tujuan
untuk mengkomunikasikan identitas yang ingin dibawa tersebut.
Pada intinya, Charles Jencks menilai kegagalan – kegagalan arsitektur
modern ini diterangai dengan (dalam bukunya The failure of Modern Architecture):

a. Kebosanan akibat tampilan-tampilan bentuk yang cenderung


seragam/serupa.
b. Kebosanan akibat tampilan/ekspresi bentuk yang terkungkung oleh prinsip
efisiensi danefektivitas bentuk dalam arsitektur.
c. Kebosanan akibat munculnya keseragaman/kemiripan tampilan bentuk
dengan alasan mengangkatciri kesederhanaan.
d. Tiada atau hilangnya identitas tempat atau lokasi – akibat penekanan
bentuk-bentuk kubisme dangeometrik.
e. Tiada atau hilangnya identitas tempat atau lokasi – akibat
penetapan/pemilihan bentuk-bentuk yang rasional-goemetris tanpa
melihat pada aspek sejarah atau lokalitas.
f. Terkungkungnya tampilan bentuk yang cenderung dikuasai oleh produk-
produk massal akibat proses industrialisasi.

THE BIRTH OF POST MODERNISME

Post modern digambarkan dalam sebuah “evolutionary tree” yang


menggambarkan tumbuh kembang berbagai tradisi dari tahun 1955 sampai tahun
1980. Dalam bukunya, postmodernisme dipandang sebagai eklektikisme atau
adhokisme radikal.
Charles Jencks menggunakan analogi ilmu bahasa, dimana Jencks
berpendapat bahwa arsitektur identik dengan bahasa dan bahasi itu sendiri terdiri
dari kata – kata yang di dalam arsitektur dianalogikan dengan adanya unsur – unsur
bangunan seperti dinding, kolom, jendela, atap dan lain – lain. Dan oleh karena itu,
arsitek harus mampu berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dalam arti yang
luas (bangunan yang komunikatif).
Ia beragumen dalam konteks “architectural sign”, ia menganalisa bahwa
terdapat 2 konstituen, yaitu signifier dan signified. Ia menyebut signifier sebagai
“exspression plane”, dan signified sebagai “content plane”. Signifiers memberi
ekspresi pada arsitektur yang ditergambar pada bentuk, ruang, permukaan, warn
dan tekstur. Dan signified menggambarkan ide yang dimaknai dari signifier nya.
Charles Jencks juga membahas tentang komponen lain yang dapat
digunakan dalam melihat arsitektur melalui pendekatan bahasa yaitu; kata-kata,
sitaksis dan semantik. Ia mengidentifikasi kata-kata dalam bahasa (arsitektur)
dengan elemen-elemen seperti pintu, jendela, kolom, partisi, dll., dan makna yang
mereka miliki berasal dari konteks fisik dimana elemen-elemen tersebut
ditempatkan, makna-makna tersebut kemudian dapat dibedakan menjadi iconic,
symbolic dan indexial signs. Oleh karena itu dalam menghadirkan karyanya, seorang
arsitek seharusnya dapat membuat bangunan yang dapat berkomunikasi dengan
lingkungan sekitarnya.

Sintaksis sendiri merujuk pada aturan yang mengatur suatu sistematik,


dalam lingkup bahasa berarti aturan atau prinsip dalam membuat suatu kalimat.
Dalam arsitektur, penyusunan elemen-elemen bangunan (pintu, jendela, kolom, dll.)
secara tepat mampu menghasilkan penampilan visual bangunan yang bermakna.
Sintaksis pada bangunan arsitektur post modern tidak harus mengikuti satu cara dan
“kata-kata” dalam bangunannya tidak harus disusun dalam format yang sama.
Sintaksis berarti pula pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih
sederhana.

Sedangkan semantik adalah pembelajaran tentang makna, unsur ini yang


menentukan gambaran yang tercipta dalam ingatan seseorang dalam mengenali
suatu bangunan. Menurut Charles Jencks sejak dulu masyarakat sudah memiliki
prototype bangunan yang berkaitan dengan penggunaannya, hal ini membantu
pemahaman seseorang tentang apa yang dikomunikasikan bangunan terhadap
lingkungan sekitarnya.

“ Postmodern bisa dimengerti sebagai filsafat, pola berpikir, pokok berpikir,


dasar berpikir, ide, gagasan, atau teori. “

CIRI-CIRI ARSITEKTUR POSTMODERN MENURUT CHARLES JENCKS :


a. Ideological: suatu konsep bersistem yang menjadi asas pendapat untuk
memberikan arah dan tujuan. Jadi dalam pembahasan Arsitektur postmodern,
ideological adalah konsep yang memberikan arah agar pemahaman arsitektur post
modern bisa lebih terarah dan sistematis.
1. Double coding of Style: Bangunan postmodern adalah suatu paduan dari dua
gaya atau style, yakni: arsitektur modern dengan arsitektur lainnya.
2. Popular and Pluralist: Ide atau gagasan yang umum serta tidak terikat terhadap
kaidah tertentu, tetapi memiliki fleksibilitas yang beragam. Hal ini lebih baik dari pada
gagasan tunggal.
3. Semiotic Form: Penampilan bangunan mudah dipahami, karena bentuk-bentuk
yang tercipta menyiratkan makna atau tujuan atau maksud.
4. Tradition and Choice: Merupakan hal–hal tradisi dan penerapannya secara terpilih
atau disesuaikan dengan maksud atau tujuan perancang.
5. Artist or Client: Mengandung dua hal pokok yakni yang bersifat seni (internal) dan
yang bersifat umum (eksternal) yang menjadi tuntutan perancangan sehingga
mudah dipahami secara umum.
6. Elitist and participative: lebih menonjolkan suatu kebersamaan serta mengurangi
sikap borjuis seperti dalam arsitektur modern.
7. Piecemeal: Penerapan unsur–unsur dasar, secara ‘sub’ saja atau tidak
menyeluruh. Unsur–unsur dasar seperti: sejarah, arsitektur vernakular, lokasi, dan
lain–lain.
8. Architect as Representative and Activist: Arsitek berlaku sebagai wakil
penerjemah, perancangan dan secara aktif berperan serta dalam perancangan.

b. Stylistic: adalah gaya adalah suatu ragam (cara, rupa, bentuk, dan sebagainya)
yang khusus. Pengertian gaya-gaya dalam arsitektur postmodern adalah suatu
pemahaman bentuk, cara, rupa dan sebagainya yang khusus mengenai arsitektur
post modern:
1. Hybrid Expression: adalah penampilan hasil gabungan unsur–unsur modern
dengan Vernacular, Local, Metaphorical, Revivalist, Commercial, dan Contextual.
2. Complexity: adalah hasil pengembangan ideologi-ideologi dan ciri-ciri postmodern
yang mempengaruhi perancangan dasar sehingga menampilkan perancangan yang
bersifat kompleks. Pengamat diajak menikmati, mengamati, dan mendalami secara
lebih seksama.
3. Variable Space with Surprise: adalah Perubahan ruang–ruang yang tercipta akibat
kejutan, misalnya: warna, detail elemen arsitektur, suasana interior dan lain–lain.
4. Conventional and Abstract Form: adalah menampilkan bentuk konvensional dan
bentuk-bentuk yang rumit (popular), sehingga mudah ditangkap artiinya.
5. Eclectic: adalah Campuran langgam-langgam yang saling berintegrasi secara
kontinu untuk menciptakan unity.
6. Semiotic adalah arti yang hendak di tampilkan secara fungsi.
7. Varible Mixed Aesthetic: Gabungan unsur estetis dan fungsi yang tidak
mengacaukan fungsi.
8. Pro Organic Applied Ornament: Mencerminkan kedinamisan sesuatu yang hidup
dan kaya ornamen.
9. Pro Representation: Menampilkan ciri–ciri yang gamblang sehingga dapat
memperjelas arti dan fungsi.
10. Pro Metaphor: Hasil pengisian bentuk–bentuk tertentu yang diterapkan pada
desain bangunan sehingga orang lebih menangkap arti dan fungsi bangunan.
11. Pro Historical Reference: Menampilkan nilai-nilai historis pada setiap rancangan
yang menegaskan ciri-ciri bangunan.
12. Pro Humor: Mengandung nilai humoris, sehingga pengamat diajak untuk lebih
menikmatinya.
13. Pro Simbolic: Menyiratkan simbol-simbol yang mempermudah arti dan yang
dikehendaki perancang.

c. Design Ideas: adalah suatu gagasan perancangan. Pengertian ide-ide desain


dalam Arsitektur Post Modern yaitu suatu gagasan perancangan yang mendasari
Arsitektur Post Modern.
1. Contextual Urbanism and Rehabilitation: Kebutuhan akan suatu fasilitas yang
berkaitan dengan suatu lingkungan urban.
2. Functional Mixing: Gabungan beberapa fungsi yang menjadi tuntutan dalam
perancangan.
3. Mannerist and Baroque: Kecenderungan untuk menonjolkan diri.
4. All Pletorical Means: Bentuk rancangan yang berarti.
5. Skew Space and Extensions: Pengembangan rancangan yang asimetris-dinamis.
6. Street Building
7. Ambiguity: Menampilkan ciri-ciri yang mendua atau berbeda tetapi masih satu
kesatuan dalam fungsi.
8. Trends to Asymetrical Symetry: Menampilkan bentuk-bentuk yang berkesan
keasimetrisan yang seimbang.
9. Collage/Collision adalah gabungan atau paduan elemen-elemen yang berlainan

ALIRAN – ALIRAN DALAM POST - MODERN


Dalam bukunya The Language of Post – Modern, ia menunjukkan aliran – aliran
dalam arsitektur Post – Modern. Aliran – aliran ini muncul berdasarkan diagnosa
kegagalan arsitektur modern.

METAPHOR - METAPHYSICS
Metafora dan metafisik dapat dijelaskan sebagai acuan signifying baru, dimana pada
arsitektur metafora, ia mengolah elemen bangunan secara eksplisit maupun implisit
dengan suatu simbol atau sistem pertanda yang biasa dikenal. Sementara metafisik,
mengembangkan nilai – nilai religius atau historis kedalam bentuk arsitektural.

[. . .] the more the metaphors, the greater the drama, and the more they are slightly
suggestive, the greater the mystery. A mixed metaphor is strong, as every student of
Shakespeare knows, but a suggested one is powerful.

Namun pada intinya, sebuah metafora akan lebih kaya akan makna apabila sebuah
bangunan menghadirkan berbagai kode – kode tanda, dibandingkan metafora yang
meniru, seperti hot dog yang dibangun literally seperti hot dog.

Dasar Ideologi:
- Bentuk Semiotik
- Double Coding
- Popular Dan Pluralisme
- Arsitek Sebagai Aktivis Dan Representatif

Dasar Gaya / Style:


- Pro Organis
- Pro Simbiolisme
- Artikulasi Semiotik
- Pro Metafor
- Pro Humor

Dasar Ide Desain:


- Kontekstual
- Ambiguitas

HISTORICISM

aliran Post-modern yang paling awal munculnya. Pada aliran ini komponen-
komponen bangunan yang berasal dari komponen-komponen tradisional tetap
ditampilkan dengan penyelesaian yang modern; misalnya bentuk tradisional yang
dulunya menggunakan bahan dasar kayu lalu diganti dengan bahan beton tetapi
tetap diberi ornamen, bangunan dengan aliran ini banyak terdapat di Jepang dan
Italia.

- Dasar ideologinya: bentuk semiotik, double coding, dan pluralisme.


- Dasar gaya/style: kompleks dan berlawanan, electik, pro-sejarah,
penggunaan ornamen, artikulasi semiotik, pro-presentatif.
- Dasar ide desain: mennerism, ambiguitas, kolase (gabungan-
gabungan).

Gymnasium Building karya Kenzo Tange. Perpaduan antara modern dan


tradisional Jepang (double coding)
STRAIGHT REVIVALISM

merupakan ekspresi arsitektur yang secara langsung mengingatkan suatu tradisi.


Ruang, bentuk dan fasadnya dibuat berdasarkan karya arsitektur tradisional atau
klasik (renaissance, gothic, roman) tanpa mengubahnya sama sekali.

- Dasar ideologinya: bentuk semiotik, double coding, pluralisme, elitis,


tradisi.
- Dasar gaya/style: kompleks dan berlawanan, elektik, pro-sejarah,
penggunaan ornamen, tergantung konteks, ekspresi hybrid.
- Dasar ide desain: kontekstual, fungsi bercampuran, ambiguitas.

New Gourna karya Hassan Fathy.

NEO-VERNACULER

merupakan suatu gabungan antara gaya arsitektur modern dengan tradisional


setempat. Produk-produk bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip
bangunan vernacular, unsur-unsur vernacularnya hanya digunakan dalam
penampilan visual bangunan (pemakaian atap miring—batu bata abad sembilan
belas).
- Dasar ideologinya: bentuk semiotik, double coding, popular dan
pluralisme, arsitek sebagai artis dan klien, arsitek sebagai aktivis dan
representatif.
- Dasar gaya/style: kompleks dan berlawanan, elektik, pro-sejarah, pro-
organis, ekspresi hybrid, artikulasi semiotik.
- Dasar ide desain: kontekstual urbanisme, fungsi bercampuran,
ambiguitas, kolase.

Davao International Airport, karya Leandro Locsin di Filipina, salah satu


contoh bangunan Neo Vernacular.

AD-HOC URBANIST

pembaruan kota dengan membuat ekspresi arsitektur yang memberikan penekanan


pada suatu rancangan khusus yang sudah dikenal masyarakat, sebagai aksen
kawasan urban serta dibuat dengan memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ciri
khususnya yaitu Adhocism (penambahan komponen baru pada suatu perancangan
tanpa memikirkan posisi dan lokasi yang tepat).

- Dasar ideologinya: bentuk semiotik, double coding, popular dan


pluralisme, arsitek sebagai artis dan klien, arsitek sebagai aktivis dan
representatif.
- Dasar gaya/style: kompleks dan berlawanan, elektik, pro-organis,
ekspresi hybrid, artikulasi semiotik, kontekstual.
- Dasar ide desain: kontekstual urbanisme, fungsi bercampuran,
ambiguitas, kolase.

Byker Housing di New Castle, karya Ralph Erskine

POST MODERN SPACE

merupakan tanggapan atas pemahaman ruang dalam arsitektur modern yang


dipandang sebagai ruang abstrak sebagai isi dari bentuk (form). Maka dalam aliran
ini ruangnya bersifat historis, irasional atau transformasional, yaitu dimana dua atau
lebih ruang yang berlainan dapat digabung dan saling bertemu sehingga
menghasilkan aliran ruang yang tidak terbatas dan zoningnya ambigu. Dengan
demikian ruang yang dihasilkan akan menjadi misterius, kompleks dan penuh
kejutan.

- Dasar ideologinya: bentuk semiotik, double coding, popular dan


pluralisme, arsitek sebagai aktivis dan representatif.
- Dasar gaya/style: ekspresi hybrid, artikulasi semiotik, kompleks dan
berlawanan, bentuk abstrak, kejutan dalam ruang.
- Dasar ide desain: fungsi bercampuran, bentuk miring, ambiguitas,
keseimbangan asimetris, artinya harfiah.
Model of Biocentrum karya Pieter Eisenman.
STUDI KASUS 1:
WEXNER CENTER FOR THE ARTS
Berlokasi di sisi timur kampus Ohio State University, Wexner Center for the Arts dibangun
untuk mengakomodasi ruang multidisipliner eksplorasi dan pameran seni kontemporer.
Proyek senilai $43 juta ini sangat terkenal saat itu, dengan Michael Graves dan Cesar Pelli
sebagai beberapa arsitek lainnya yang juga terpilih sebagai finalis bersama dengan Peter
Eisenman.

Gambar 1 Wexner Center for the Arts

Bahkan ketika proyek belum selesai, kritikus New York Times Paul Goldberger
mengatakannya sebagai “The Museum That Theory Built.” Peter Eisenman memang banyak
bergelut di bidang dimana ia menyaring bentuk-bentuk arsitektural menurut ilmu teoretis.
Beberapa orang melihat karya ini sebagai validasi dekonstruktivisme dan teori arsitektur,
sementara yang lainnya dengan merujuk kepada masalah-masalah yang terjadi pada hasil
akhir rancangan bangunan ini, melihat teori dalam berarsitektur merupakan hal yang
komplementer

Arsitektur dan Tubuh

Tubuh manusia merupakan salah satu metafor tertua yang digunakan dalam berarsitektur.
Hal ini dapat dilihat pada tulisan-tulisan dan cara-cara arsitek menggunakannya dari era
Vitruvius, melaju ke renaisans, hingga ke periode moderenis arsitektur. Tubuh digunakan
dengan cara digambarkan dan diproyeksikan aspek-aspek fisik internalnya, contohnya
ketakutan, keinginan, kesehatan, dan lain sebagainya. Era terbaru kini adalah dengan
mencoba untuk membalikkan proyeksi oleh tubuh ini untuk kembali ke dalam tubuh masing-
masing. Wexner Centre for the Arts merupakan salah satu contoh skala publik yang paling
awal muncul yang secara signifikan menggunakan metode eksplorasi tubuh arsitektur
Dekonstruktivis ini.

Gambar 2 Contoh seni kontemporer yang 'memancing reaksi'

Dampak terhadap tubuh yang paling pertama muncul adalah kaitannya dengan skala urban.
Eisenman menggunakan kedua grid-grid Ohio State University dan Columbus untuk
diimplementasikan ke dalam desain. Metode ini kemudian membuat rancangan menjadi
hibrida baru antara kedua tempat tersebut. Hasilnya yakni sebuah bangunan yang
memasukkan karakteristik-karakteristik seluruh lingkungan sekitarnya.

Integrasi grid-grid lingkungan sekitar dengan kampus Ohio State ini menciptakan lubang
yang terletak di perbatasan antara kampus dengan kota tersebut. Perpotongan garis-garis x
dan y ini kemudian memunculkan potential event sites. Kemungkinan keberadaan sebuah
tubuh kemudian muncul di perpotongan kedua grid tersebut.

Gambar 3 Proses dekonstruksi grid dan perancah


Dalam skala tektonik, Eisenman kembali mengolah tubuh subyeknya dengan menggunakan
dua media: sistem perancah dan olahan bentuk gudang senjata. Dengan sistem perancah,
Eisenman membelah dua gedung ini melalui jalan setapak eksterior. Jalan setapak ini, yang
memanjang mengikuti grid kota dengan aksis utara-selatan, mengarahkan para pejalan
melalui barisan kolom yang dibentuk oleh perancah-perancah tersebut. Penggunaan
perancah ini merupakan sebuah kiasan dengan pendekatannya terhadap dunia konstruksi,
sifat kesementaraan yang dimilikinya, serta ketidakdapatannya untuk benar-benar menaungi
aktivitas di bawahnya. Kualitas skeletal yang dimiliknya memang bertujuan untuk
memainkan persepsi pejalan kaki di bawahnya, menjadi antara ruang tertutup atau terbuka;
menciptakan sebuah konflik dalam tubuh subyeknya. Hal ini menghasilkan sebuah proyeksi
perancah tersebut ke dalam tubuh subyeknya. Proyeksi ini pun merupakan proyeksi yang
berlawanan; perancah identik dengan ketidakstabilan, sedangkan metafora tubuh digunakan
untuk menggambarkan kestabilan arsitektur tersebut.

Gambar 4 Perancah yang membelah bangunan menjadi dua

Lain halnya dengan penggunaan perancah, Eisenman menciptakan dua gestur yang
memperkuat tujuannya untuk mendestabilkan tubuh subyeknya. Pertama, melalui
penggunaan pondasi dari gedung senjata tersebut sebagai rangka kerja dalam
konstruksinya. Kedua, melalui penggunaan pecahan-pecahan gudang senjata tersebut yang
diabstraksi pada selimut Wexner. Ketika tubuh subyek berada di depan figur-figur ini untuk
memproyeksikan dirinya kepada pandangan menyeluruh gedung senjata tersebut, figur-figur
yang terfragmentasi ini merespon dengan memproyeksikan tubuh subyek dan
memfragmentasi pandanganny. Salah satu rangkaian fragmen ini juga dihubungkan dengan
curtain wall gelap, yang mungkin menggambarkan keadaan ketika tubuh manusia
mengingat masa lalu.
Gambar 5 Dekonstruksi pada gedung senjata

Melalui penggunaan perancah dan fragmen-fragmen gedung senjata ini, Eisenman berhasil
untuk mencapai sebuah keadaan yang menurutnya adalah “Visions Unfolding”, yakni
sebagai pengatur hubungan antara figur yang tercipta dengan lingkungan sekitar.

Aspek selanjutnya yang membantu mewujudkan konsep Eisenman adalah interior dari
bangunan tersebut. Grid ganda yang telah dijabarkan sebelumnya, juga digunakan dalam
pengaturan dan pengorientasian elemen-elemen struktural dan fungsional bangunan.
Lantai, lampu, langit-langit, semua mengikuti pola dari grid-grid tersebut. Salah satu yang
menarik adalah konsistensi desainnya mengakibatkan sebuah kolom tampak melayang tak
bertumpu sebagaimana mestinya. Subyek yang mengerti akan tugas kolom pada umumnya,
dimainkan persepsinya akan hal ini. Ia menciptakan destabilisasi tubuh subyek tersebut,
yakni dengan memutuskan hubungan antara otak dan indera pengelihatan secara sesaat
ketika subyek melihat hal ini.
Gambar 6 Konsistensi desain pada interior

Keempat teknik Eisenman dalam mendesain Wexner Center of the Arts ini, yakni
penggunaan grid ganda, figur sistem perancah, pecahan dan memanfaatkan pondasi
gudang senjata, serta jukstaposisi struktur, sebagaimana yang dikatakan Greg Lynn, “To
incite those who move through the building to make connections and see patterns that
assemble in an emerging, covert plot” (Tracing Eisenman 186)
Pengkategorian

Menurut analisa berdasarkan ciri arsitektur postmoderen yang ditulis oleh Charles Jencks,
Wexner Center dapat dimasukkan ke dalam kategori Postmodern Space. Penjelasan lebih
lanjut pada tabel di bawah:

Ciri-ciri: Keterdapatan Penjelasan


Ideological
 Double Coding  Terdapat jejak-jejak arsitektur moderen, seperti
penggunaan kolom-kolom langsing pada jalan
setapak, sistem rigid frame, dsb.
 Popular and  Tidak terikat terhadap kaidah tertentu, memiliki
Pluralist fleksibilitas dalam

 Semiotic Form  Bentuk mengingatkan pada gedung senjata masa


lampau.
 Architect as  Eisenman berperan aktif dalam menerjemahkan
Representative rancangan
and Activist
Stylistic
 Hybrid  Gabungan antara moderen dengan beberapa gaya
Expression seperti metaforis, kontekstual, dsb.
 Complexity  Pengamat diajak menikmati, mengamati, dan
mendalami secara lebih seksama.
 Variable Space  Terdapat konfigurasi-konfigurasi yang dapat
with Surprise menimbulkan reaksi oleh pengguna.
 Conventional and  Penggunaan baik bentuk konvensional (perancah,
Abstract Form dll), maupun bentuk-bentuk abstrak (hasil
dekonstruksi).
 Semiotic  Arsitek mencoba ‘berbicara’ kepada pengguna
melalui bangunan.
Design Ideas
 Functional Mixing  Gabungan beberapa fungsi dalam program ruang.
 Skewed Space  Asimetris – dinamis, ekstensi jalan setapak yang
and Extensions diluar konvensional.
 Ambiguity  Menampilkan ciri-ciri yang mendua atau berbeda
tetapi masih satu kesatuan dalam fungsi.
 Trends to  Menampilkan bentuk-bentuk yang berkesan
Asymmetrical keasimetrisan yang seimbang.
Symmentry
 All Pletorical  Rancangan yang secara keseluruhan memiliki
Means makna yang ingin disampaikan.
STUDI KASUS 1:

VANNA VENTURI HOUSE


Arsitek : Robert Venturi
Lokasi : Pennsylvania, USA
Tahun : 1962 – 1964

Robert ventury merupakan salah satu tokoh dalam era arsitektur post-
modernism yang terkenal dengan doktrinnya “less is bore”. Venturi menulis sebuah
buku yang berjudul complexity and contradiction in architecture. Rumah vanna
venturi ini merupakan sebuah karya sebagai pembuktian teori nya tentang
kompleksitas dari kesederhanaan dan kontradiksi dari kesimetrisan. Rumah ini
dibangun sekitar dua tahun lebih, cukup lama dikarenakan klien dari rumah ini
adalah ibu dari Robert Venturi sendiri sehingga secara kasaran ia dapat lebih
bereksprerimen terhadap ruang bentuk dan pembuktian teori yang telah venturi tulis.
Venturi sendiri memang lebih menyukai elemen yang bersifat hybrid atau
penggabungan daripada asli atau hanya berupa elemen tunggal, kompleks daripada
sederhana, distorsi daripada jujur, ambigu daripada sesuatu yang mudah dibaca,
konvensional daripada sesuatu yang didesain,bosan daripada “menarik”, berulang
daripada simpel, inkonsisten daripada langsung dan jelas.
Salah satu simbol jaman dahulu yang diubah makna nya oleh Venturi adalah
arch atau garis lengkung yang berada di atas pintu masuk. Garis lengkung
menandakan tentang sebuah area masuk dan kesatuan struktur pada arsitektur
kuno. Venturi kemudian menggunakan signifier , yaitu arch ini pada pintu depan
rumah sebagai penanda pintu masuk rumah. Namun, jika pada arsitektur kuno
bentuk lengkung tersebut pada bagian tengah nya memiliki batu kunci ( keystone )
sebagai bagian dari struktur, Venturi justru membelah garis lengkung tersebut
sehingga garis lengkung ini tidak lagi berfungsi sebagai struktur. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Venturi hanya mengunakan signifier atau tanda yang sama akan
tetapi mengandung signified atau makna yang berbeda. Hal ini dikarenakan konsep
daripada postmodernism itu sendiri. Venturi juga menggunakan garis lengkung ini
sebagai manipulasi seperti meninggikan area pintu masuk.
Selain daripada itu dapat dilihat kesimetrisan daripada tampak depan

bangunan. Namun kesimetrisan


ini justru bertolak belakang
dengan perletakkan jendela pada
sisi kanan dan kirinya. Jendela
diletakkan dengan tidak simetris
dan dalam perbandingan panjang dan lebar yang berbeda pula. Dapat dikatakan
bahwa perletakkan jendela tersebut mengikuti daripada fungsi ruang di dalamnya.
Jendela yang panjang berfungsi sebagai dapur, dan jendela yang kecil berfungsi
sebagai kamar mandi.

“the prostrusions above and beyond the rigid outseide wall reflect the
complexity inside.”-Robert Venturi

Dapat dilihat pula disini bahwa tampak samping dan depan rumah ini terlihat
sangat berbeda, seperti bukan pada rumah yang sama. Hal ini dikarenakan
bentukan fasad yang menyelimuti ruang didalamnya sebagai representattif daripada
kompleksitas ruang dalamnya.
Pada fasad depan rumah ini sebetulnya secara keseluruhan juga merupakan
sebuah ikon daripada sebuah rumah, seperti kombinasi adanya pintu masuk dan
jendela yang sederhana, dan bentukan gevel segitiga di atasnya dengan cerobong
asap yang terlihat di balik gevel tersebut. bentukan yang seperti ini sebetulnya
memiliki beberapa alasan dibaliknya bagi venturi
Alasan pertama adalah ia
mendesain rumah ini untuk ibunya
sehingga mendesain sebuah
tampilan yang home sebagai
simbol hubungan antara arsitek
dengan kliennya. Alasan kedua
adalah bentukan ini merupakan
seperti pada bentukan aristektur
vernakular yang ada di
Pennsylvania. Sehingga dapat dikatakan rumah ini memiliki ikon yang langsung
dapat ditangkap oleh orang awam sebagai rumah karena bentukannya, namun
sedikit nyeleneh dengan atap yang membelah dan tidak berfungsi sebagai struktur.

DORMER

PALLADIUM-WINDOW

VANNA VENTURI HOUSE DAN ARSITEKTUR KLASIK

Jika dikaitkan dengan enam poin


yang diungkapkan oleh Charles Jencks,
Vana Venturi House ini ke dalam poin
historicism. Historicism, yaitu bagaimana
arsitektur pada masa itu mengkaitkan
dengan masa lalu, seperti mengingatkan
tentang arsitektur kuno maupun
vernakuler, namun dihadirkan dengan
cara yang berbeda dan dengan desain
yang lebih
bersifat

kontemporer. Hal ini terlihat bagaimana vanna venturi house mengaplikasikan fasad
rumah maupun pada interiornya. Pada bagian depan rumah mengingatkan akan
arsitektur klasik kuno yang memiliki pedimen, lintel, dan lengkungan pada bagian
atas bukaannya. Sedangkan pada tampak samping mengikuti daripada palladian-
window. Selain itu, pada tampak samping juga mengingatkan akan arsitektur
vernakuler dengan diberi sentuhan bentuk dormer, cerobong asap, gewe. Namun,
seperti yang telah dijelaskan semua elemen – elemen arsitektur kuno ini
diaplikasikan dengan cara yang berbeda dan sudah mengalami transformasi atau
signified yang berbeda mulai dari skala, fungsi, dan bentuk.
INTERIOR VANNA VENTURI HOUSE PHILADELPHIA MUSEUM OF ART

Sedangkan pada bagian interiornya dapat dilihat pada tangga rumah ini.
Tangga rumah ini hampir memiliki esensi yang sama seperti tangga pada sebuah
museum di philadelphia. Pada bagian eksterior terdapat tangga yang menjorok ke
jalan, seperti bentukan arsiektur yunanani dahulu yang memiliki tangga ketika
memasuki bangunannya. Tangga ini lebar pada bagian bawahnya seperti memberi
pesan kepada orang yang lalu lalang melwati museum tentang “kebesaran”
penduduknya. Venturi menggunakan elemen arsitektural pada masa lampau namun
ia merubah bentuk dengan menyederhanakan dan merombah makna daripada
elemen arsitektural tersebut. salah satunya adalah tangga yang ada pada rumah ini.
Tangga ini didesain dengan lebar yang semakin menyempit pada bagian atasnya.
Hal ini memberikan pesan yang berbeda lagi pada sebuah tangga. Memberikan
pesan yang membingungkan pengguna. Tangga ini mengelilingi daripada cerobong
asap atau yang biasa disebut chimney.
Rumah ini terkenal dengan tangganya
yang biasa disebut “NOWHERE” tangga ini
adalah tangga buntu seperti tangga biasa
yang disandarkan pada dinding. Fungsi
sebetulnya untuk membantu membersihkan
jendela yang letaknya tinggi sehingga
dibangun tangga ini dan membentuk
keambiguitasnya.

NOWHERE STAIRS
KESIMPULAN:
What arch is
dalam bukunya, Charles Jencks menganalogikan arsitektur sebagai sebuah bahasa
(Linguistic Analogy). Sebagaimana dalam tatanan bahasa, yang menjadi “kata-kata”
adalah elemen-elemen penyusun arsitektur seperti pintu, jendela, kolom dll.,
sedangkan “sintaksis” disini adalah aturan-aturan dalam menempatkan elemen-
elemen penyusun tersebut, dan juga “sematik” yang menjadi tanda-tanda visual
pada bangunan.

What arch should do


dalam teorinya tentang arsitektur post-modern Charles Jencks berpendapat bahwa
arsitektur sebaiknya dapat menyampaikan sebuah informasi, dapat berkomunikasi
kepada pengguna dan juga berhubungan dengan lingkungan sekitar, hal tersebut
merupakan tujuan arsitektur. Baik melalui komposisi elemen-elemen penyusun
(kata-kata) ataupun berdasarkan aturan-aturan (sintaksis) yang membebaskan
seseorang untuk mengiterpretasikan bangunan tersebut, juga melalui tanda-tanda
yang terdapat pada bangunan (sematik).

How best to design


Arsitektur itu bahasa. Bangunan disamakan dengan kata, sehingga arsitektur
tersebut memiliki makna. Pada teori yang dipaparkan oleh Charles Jencks ini
terdapat tahapan konsep (ideology), gaya (stylistik) dan gagasan ide desain yang
bermacam – macam untuk mengkomunikasikan arsitektur kepada pengguna/ arsitek
yang lain.

Anda mungkin juga menyukai