“So we see the factory is a classroom, the cathedral is a boiler house, the
boiler house is a chapel, and the President’s temple is the School of Architecture. [. .
.] Of course Mies didn’t intend these propositions, but his commitment to reductive
formal values inadvertently betrays them.”
Menurut Charles Jencks, arsitektur karya Mies ini menimbulkan makna yang
membingungkan sehingga menghasilkan arsitektur yang miskin. Arsitektur modern
dianggap gagal, dan menghilangkan koneksi antara arsitektur dan penggunanya dan
gagal mengkomunikasikan makna dalam sebuah bahasa. Seperti pada contoh lain
“Robin hood gardens”. Bangunan tersebut memiliki tujuan sebagai sebuah
community building dengan membawa ekspresi masyarakat sebagai identitas
bangunan, namun Charles Jencks menilai bangunan ini gagal mencapai tujuan
untuk mengkomunikasikan identitas yang ingin dibawa tersebut.
Pada intinya, Charles Jencks menilai kegagalan – kegagalan arsitektur
modern ini diterangai dengan (dalam bukunya The failure of Modern Architecture):
b. Stylistic: adalah gaya adalah suatu ragam (cara, rupa, bentuk, dan sebagainya)
yang khusus. Pengertian gaya-gaya dalam arsitektur postmodern adalah suatu
pemahaman bentuk, cara, rupa dan sebagainya yang khusus mengenai arsitektur
post modern:
1. Hybrid Expression: adalah penampilan hasil gabungan unsur–unsur modern
dengan Vernacular, Local, Metaphorical, Revivalist, Commercial, dan Contextual.
2. Complexity: adalah hasil pengembangan ideologi-ideologi dan ciri-ciri postmodern
yang mempengaruhi perancangan dasar sehingga menampilkan perancangan yang
bersifat kompleks. Pengamat diajak menikmati, mengamati, dan mendalami secara
lebih seksama.
3. Variable Space with Surprise: adalah Perubahan ruang–ruang yang tercipta akibat
kejutan, misalnya: warna, detail elemen arsitektur, suasana interior dan lain–lain.
4. Conventional and Abstract Form: adalah menampilkan bentuk konvensional dan
bentuk-bentuk yang rumit (popular), sehingga mudah ditangkap artiinya.
5. Eclectic: adalah Campuran langgam-langgam yang saling berintegrasi secara
kontinu untuk menciptakan unity.
6. Semiotic adalah arti yang hendak di tampilkan secara fungsi.
7. Varible Mixed Aesthetic: Gabungan unsur estetis dan fungsi yang tidak
mengacaukan fungsi.
8. Pro Organic Applied Ornament: Mencerminkan kedinamisan sesuatu yang hidup
dan kaya ornamen.
9. Pro Representation: Menampilkan ciri–ciri yang gamblang sehingga dapat
memperjelas arti dan fungsi.
10. Pro Metaphor: Hasil pengisian bentuk–bentuk tertentu yang diterapkan pada
desain bangunan sehingga orang lebih menangkap arti dan fungsi bangunan.
11. Pro Historical Reference: Menampilkan nilai-nilai historis pada setiap rancangan
yang menegaskan ciri-ciri bangunan.
12. Pro Humor: Mengandung nilai humoris, sehingga pengamat diajak untuk lebih
menikmatinya.
13. Pro Simbolic: Menyiratkan simbol-simbol yang mempermudah arti dan yang
dikehendaki perancang.
METAPHOR - METAPHYSICS
Metafora dan metafisik dapat dijelaskan sebagai acuan signifying baru, dimana pada
arsitektur metafora, ia mengolah elemen bangunan secara eksplisit maupun implisit
dengan suatu simbol atau sistem pertanda yang biasa dikenal. Sementara metafisik,
mengembangkan nilai – nilai religius atau historis kedalam bentuk arsitektural.
[. . .] the more the metaphors, the greater the drama, and the more they are slightly
suggestive, the greater the mystery. A mixed metaphor is strong, as every student of
Shakespeare knows, but a suggested one is powerful.
Namun pada intinya, sebuah metafora akan lebih kaya akan makna apabila sebuah
bangunan menghadirkan berbagai kode – kode tanda, dibandingkan metafora yang
meniru, seperti hot dog yang dibangun literally seperti hot dog.
Dasar Ideologi:
- Bentuk Semiotik
- Double Coding
- Popular Dan Pluralisme
- Arsitek Sebagai Aktivis Dan Representatif
HISTORICISM
aliran Post-modern yang paling awal munculnya. Pada aliran ini komponen-
komponen bangunan yang berasal dari komponen-komponen tradisional tetap
ditampilkan dengan penyelesaian yang modern; misalnya bentuk tradisional yang
dulunya menggunakan bahan dasar kayu lalu diganti dengan bahan beton tetapi
tetap diberi ornamen, bangunan dengan aliran ini banyak terdapat di Jepang dan
Italia.
NEO-VERNACULER
AD-HOC URBANIST
Bahkan ketika proyek belum selesai, kritikus New York Times Paul Goldberger
mengatakannya sebagai “The Museum That Theory Built.” Peter Eisenman memang banyak
bergelut di bidang dimana ia menyaring bentuk-bentuk arsitektural menurut ilmu teoretis.
Beberapa orang melihat karya ini sebagai validasi dekonstruktivisme dan teori arsitektur,
sementara yang lainnya dengan merujuk kepada masalah-masalah yang terjadi pada hasil
akhir rancangan bangunan ini, melihat teori dalam berarsitektur merupakan hal yang
komplementer
Tubuh manusia merupakan salah satu metafor tertua yang digunakan dalam berarsitektur.
Hal ini dapat dilihat pada tulisan-tulisan dan cara-cara arsitek menggunakannya dari era
Vitruvius, melaju ke renaisans, hingga ke periode moderenis arsitektur. Tubuh digunakan
dengan cara digambarkan dan diproyeksikan aspek-aspek fisik internalnya, contohnya
ketakutan, keinginan, kesehatan, dan lain sebagainya. Era terbaru kini adalah dengan
mencoba untuk membalikkan proyeksi oleh tubuh ini untuk kembali ke dalam tubuh masing-
masing. Wexner Centre for the Arts merupakan salah satu contoh skala publik yang paling
awal muncul yang secara signifikan menggunakan metode eksplorasi tubuh arsitektur
Dekonstruktivis ini.
Dampak terhadap tubuh yang paling pertama muncul adalah kaitannya dengan skala urban.
Eisenman menggunakan kedua grid-grid Ohio State University dan Columbus untuk
diimplementasikan ke dalam desain. Metode ini kemudian membuat rancangan menjadi
hibrida baru antara kedua tempat tersebut. Hasilnya yakni sebuah bangunan yang
memasukkan karakteristik-karakteristik seluruh lingkungan sekitarnya.
Integrasi grid-grid lingkungan sekitar dengan kampus Ohio State ini menciptakan lubang
yang terletak di perbatasan antara kampus dengan kota tersebut. Perpotongan garis-garis x
dan y ini kemudian memunculkan potential event sites. Kemungkinan keberadaan sebuah
tubuh kemudian muncul di perpotongan kedua grid tersebut.
Lain halnya dengan penggunaan perancah, Eisenman menciptakan dua gestur yang
memperkuat tujuannya untuk mendestabilkan tubuh subyeknya. Pertama, melalui
penggunaan pondasi dari gedung senjata tersebut sebagai rangka kerja dalam
konstruksinya. Kedua, melalui penggunaan pecahan-pecahan gudang senjata tersebut yang
diabstraksi pada selimut Wexner. Ketika tubuh subyek berada di depan figur-figur ini untuk
memproyeksikan dirinya kepada pandangan menyeluruh gedung senjata tersebut, figur-figur
yang terfragmentasi ini merespon dengan memproyeksikan tubuh subyek dan
memfragmentasi pandanganny. Salah satu rangkaian fragmen ini juga dihubungkan dengan
curtain wall gelap, yang mungkin menggambarkan keadaan ketika tubuh manusia
mengingat masa lalu.
Gambar 5 Dekonstruksi pada gedung senjata
Melalui penggunaan perancah dan fragmen-fragmen gedung senjata ini, Eisenman berhasil
untuk mencapai sebuah keadaan yang menurutnya adalah “Visions Unfolding”, yakni
sebagai pengatur hubungan antara figur yang tercipta dengan lingkungan sekitar.
Aspek selanjutnya yang membantu mewujudkan konsep Eisenman adalah interior dari
bangunan tersebut. Grid ganda yang telah dijabarkan sebelumnya, juga digunakan dalam
pengaturan dan pengorientasian elemen-elemen struktural dan fungsional bangunan.
Lantai, lampu, langit-langit, semua mengikuti pola dari grid-grid tersebut. Salah satu yang
menarik adalah konsistensi desainnya mengakibatkan sebuah kolom tampak melayang tak
bertumpu sebagaimana mestinya. Subyek yang mengerti akan tugas kolom pada umumnya,
dimainkan persepsinya akan hal ini. Ia menciptakan destabilisasi tubuh subyek tersebut,
yakni dengan memutuskan hubungan antara otak dan indera pengelihatan secara sesaat
ketika subyek melihat hal ini.
Gambar 6 Konsistensi desain pada interior
Keempat teknik Eisenman dalam mendesain Wexner Center of the Arts ini, yakni
penggunaan grid ganda, figur sistem perancah, pecahan dan memanfaatkan pondasi
gudang senjata, serta jukstaposisi struktur, sebagaimana yang dikatakan Greg Lynn, “To
incite those who move through the building to make connections and see patterns that
assemble in an emerging, covert plot” (Tracing Eisenman 186)
Pengkategorian
Menurut analisa berdasarkan ciri arsitektur postmoderen yang ditulis oleh Charles Jencks,
Wexner Center dapat dimasukkan ke dalam kategori Postmodern Space. Penjelasan lebih
lanjut pada tabel di bawah:
Robert ventury merupakan salah satu tokoh dalam era arsitektur post-
modernism yang terkenal dengan doktrinnya “less is bore”. Venturi menulis sebuah
buku yang berjudul complexity and contradiction in architecture. Rumah vanna
venturi ini merupakan sebuah karya sebagai pembuktian teori nya tentang
kompleksitas dari kesederhanaan dan kontradiksi dari kesimetrisan. Rumah ini
dibangun sekitar dua tahun lebih, cukup lama dikarenakan klien dari rumah ini
adalah ibu dari Robert Venturi sendiri sehingga secara kasaran ia dapat lebih
bereksprerimen terhadap ruang bentuk dan pembuktian teori yang telah venturi tulis.
Venturi sendiri memang lebih menyukai elemen yang bersifat hybrid atau
penggabungan daripada asli atau hanya berupa elemen tunggal, kompleks daripada
sederhana, distorsi daripada jujur, ambigu daripada sesuatu yang mudah dibaca,
konvensional daripada sesuatu yang didesain,bosan daripada “menarik”, berulang
daripada simpel, inkonsisten daripada langsung dan jelas.
Salah satu simbol jaman dahulu yang diubah makna nya oleh Venturi adalah
arch atau garis lengkung yang berada di atas pintu masuk. Garis lengkung
menandakan tentang sebuah area masuk dan kesatuan struktur pada arsitektur
kuno. Venturi kemudian menggunakan signifier , yaitu arch ini pada pintu depan
rumah sebagai penanda pintu masuk rumah. Namun, jika pada arsitektur kuno
bentuk lengkung tersebut pada bagian tengah nya memiliki batu kunci ( keystone )
sebagai bagian dari struktur, Venturi justru membelah garis lengkung tersebut
sehingga garis lengkung ini tidak lagi berfungsi sebagai struktur. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Venturi hanya mengunakan signifier atau tanda yang sama akan
tetapi mengandung signified atau makna yang berbeda. Hal ini dikarenakan konsep
daripada postmodernism itu sendiri. Venturi juga menggunakan garis lengkung ini
sebagai manipulasi seperti meninggikan area pintu masuk.
Selain daripada itu dapat dilihat kesimetrisan daripada tampak depan
“the prostrusions above and beyond the rigid outseide wall reflect the
complexity inside.”-Robert Venturi
Dapat dilihat pula disini bahwa tampak samping dan depan rumah ini terlihat
sangat berbeda, seperti bukan pada rumah yang sama. Hal ini dikarenakan
bentukan fasad yang menyelimuti ruang didalamnya sebagai representattif daripada
kompleksitas ruang dalamnya.
Pada fasad depan rumah ini sebetulnya secara keseluruhan juga merupakan
sebuah ikon daripada sebuah rumah, seperti kombinasi adanya pintu masuk dan
jendela yang sederhana, dan bentukan gevel segitiga di atasnya dengan cerobong
asap yang terlihat di balik gevel tersebut. bentukan yang seperti ini sebetulnya
memiliki beberapa alasan dibaliknya bagi venturi
Alasan pertama adalah ia
mendesain rumah ini untuk ibunya
sehingga mendesain sebuah
tampilan yang home sebagai
simbol hubungan antara arsitek
dengan kliennya. Alasan kedua
adalah bentukan ini merupakan
seperti pada bentukan aristektur
vernakular yang ada di
Pennsylvania. Sehingga dapat dikatakan rumah ini memiliki ikon yang langsung
dapat ditangkap oleh orang awam sebagai rumah karena bentukannya, namun
sedikit nyeleneh dengan atap yang membelah dan tidak berfungsi sebagai struktur.
DORMER
PALLADIUM-WINDOW
kontemporer. Hal ini terlihat bagaimana vanna venturi house mengaplikasikan fasad
rumah maupun pada interiornya. Pada bagian depan rumah mengingatkan akan
arsitektur klasik kuno yang memiliki pedimen, lintel, dan lengkungan pada bagian
atas bukaannya. Sedangkan pada tampak samping mengikuti daripada palladian-
window. Selain itu, pada tampak samping juga mengingatkan akan arsitektur
vernakuler dengan diberi sentuhan bentuk dormer, cerobong asap, gewe. Namun,
seperti yang telah dijelaskan semua elemen – elemen arsitektur kuno ini
diaplikasikan dengan cara yang berbeda dan sudah mengalami transformasi atau
signified yang berbeda mulai dari skala, fungsi, dan bentuk.
INTERIOR VANNA VENTURI HOUSE PHILADELPHIA MUSEUM OF ART
Sedangkan pada bagian interiornya dapat dilihat pada tangga rumah ini.
Tangga rumah ini hampir memiliki esensi yang sama seperti tangga pada sebuah
museum di philadelphia. Pada bagian eksterior terdapat tangga yang menjorok ke
jalan, seperti bentukan arsiektur yunanani dahulu yang memiliki tangga ketika
memasuki bangunannya. Tangga ini lebar pada bagian bawahnya seperti memberi
pesan kepada orang yang lalu lalang melwati museum tentang “kebesaran”
penduduknya. Venturi menggunakan elemen arsitektural pada masa lampau namun
ia merubah bentuk dengan menyederhanakan dan merombah makna daripada
elemen arsitektural tersebut. salah satunya adalah tangga yang ada pada rumah ini.
Tangga ini didesain dengan lebar yang semakin menyempit pada bagian atasnya.
Hal ini memberikan pesan yang berbeda lagi pada sebuah tangga. Memberikan
pesan yang membingungkan pengguna. Tangga ini mengelilingi daripada cerobong
asap atau yang biasa disebut chimney.
Rumah ini terkenal dengan tangganya
yang biasa disebut “NOWHERE” tangga ini
adalah tangga buntu seperti tangga biasa
yang disandarkan pada dinding. Fungsi
sebetulnya untuk membantu membersihkan
jendela yang letaknya tinggi sehingga
dibangun tangga ini dan membentuk
keambiguitasnya.
NOWHERE STAIRS
KESIMPULAN:
What arch is
dalam bukunya, Charles Jencks menganalogikan arsitektur sebagai sebuah bahasa
(Linguistic Analogy). Sebagaimana dalam tatanan bahasa, yang menjadi “kata-kata”
adalah elemen-elemen penyusun arsitektur seperti pintu, jendela, kolom dll.,
sedangkan “sintaksis” disini adalah aturan-aturan dalam menempatkan elemen-
elemen penyusun tersebut, dan juga “sematik” yang menjadi tanda-tanda visual
pada bangunan.