Anda di halaman 1dari 14

LATAR BELAKANG

Regional menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah 'bersifat kedaerah' atau 'kedaerahan'.
Sedangkan pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada “pandangan identitas”
(Frampton, dan Buchanan). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan menerima tekanan
modernisme yang menciptakan “universalism” (Buchanan); melalaikan “kualitas kehidupan”
(Spence) atau “jiwa ruang” (Yang); dan mengambil “kesinambungan” (Abel).

Arsitektur tradisional tidak menyatu dalam desain modern. Karena arsitektur tradisional
mungkin memiliki karakteristik sendiri untuk setiap wilayah; menciptakan kualitas kehidupan
‘terbaik’ dalam sebuah masyarakat tradisional dan menjadi sangat responsif atas kondisi
geografis dan iklim dalam suatu tempat tertentu; dan menunjukkan sebuah kesinambungan
dalam hasil karya arsitektural dari masa lalu ke masa kini. Tapi bukanlah suatu cara yang
sederhana untuk mengangkat arsitektur tradisional. Pengangkatan arsitektur tradisional ke
dalam desain modern membutuhkan pengertian yang luas dan terbuka atas budaya
internasional (Chardirji).

Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat disimpulkan sebuah
definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini dapat diterima untuk segala jaman, yaitu
definisi menurut Tan Hock Beng.

Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat diklasifikasikan dalam 6 strategi regionalisme,
yaitu:

1. Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkantempat/daerah dan iklim.

2. Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk baru yang lebih
kreatif.

3. Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.

4. Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan internasional.

5. Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini (aktual).

6. Menggunakan tuntutan-tuntutan teknologi modern, dari hal yang tradisional digunakan


sebagai elemen-elemen untuk langgam modern.
Maksud dan Tujuan Regionalisme dalam Arsitektur menurut Wiranto

Maksud dan tujuan daripada regionalisme dalam arsitektur ini adalah untuk menciptakan
arsitektur yang kontekstual yang tanggap terhadap kondisi lokal. Setiap tempat dan ruang
tertentu memiliki potensi fisik, sosial, dan ekonomi dan secara kultur memiliki batas – batas
arsitektral maupun sejarah. Dengan demikian arsitektur regionalis seperti halnya arsitektur
tropis, senantiasa mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.

Misi Regionalisme dalam Arsitektur

Regionalisme dalam ini mempunyai suatu misi yakni mengembalikan benang merah, suatu
kesinambungan masa dahulu dengan masa sekarang dan masa sekarang dengan masa yang
akan datang melalui kekhasan budaya yang dimiliki serta untuk mengimbangi dari kerusakan
budaya akibat dari berbagai macam kekuatan sistem produksi baik rasionalisme, birokrasi,
pengembangan skala besar maupun internasional style (Andy Siswanto,Ir., Msc. M. Arch dan
Eko Budiharja, Prof. Ir., Msc., 1997, 130)

Sasaran Regionalisme dalam Arsitektur

Adapun sasaran daripada Arsitektur Regionalis ini adalah Masayarakat, Para Aktor
Pembangun Arsitektur dan Perkotaan baik swasta maupun aparat birokrasi pemerintah.

Sasaran bagi Masyarakat yang akan membangun

1. Kepada masyarakat di harapkan memiliki sensifitas dalam membangun maupun menilai


lingkungan di sekitarnya, yakni dengan: Penampilan bangunan rumahnya sedikit banyak
mencerminkan adanya regionalisme, Memberikan penilaian positif dan mendukung bangunan
yang terdapat paham regionalisme

2. Sasaran bagi Arsitek bangunan dan perkotaan

Sebesar apapun gerakan regionalisme tetap saja, stake holder dalam hal ini pemerintah
merupakan penentu kebijakan tertinggi. oleh sebab itulah perlu usaha upaya guna menyamakan
persepsi bersama antara aktor pembangun swasta maupun birokrasi pemerintah sehingga
tercipkan suatu persamaan gerak dan pacuan dalam memboomingkan gagasan regionalisme
ini.

3. Sasaran bagi Tim jati diri Arsitektur

Tim jati diri merupakan tim yang memiliki kompetensi kerja dan wawasan yang cukup tinggi
di harapkan mampu memberikan arahan yang tepat dalam proses gerakan Arsitektur
Regionalisme ini

Arah Gerakan Regionalisme di Indonesia

Kita bisa melihat di sekeliling kita, bahwa bangunan yang kemudian di sebut sebagai bangunan
yang memuat aspek – aspek regionalisme adalah bangunan – bangunan dengan bahan serta
teknik modern yang beratapkan joglo atau limasan, jadi seolah – seolah penggolongan
bangunan ini hanya di dasarkan pada bentuk luar bangunan serta ragam budaya tradisional
yang di tawarkan dan telah dimilki oleh masyarakat sebelumnya.

Menurut Eko Budiharjo (1997), arus regionalisme di Indonesia seolah masih tergantung pada
vernakularisme. gerakan regionalisme di Indonesia juga masih cenderung hanya meniru bentuk
fisik, ragam dan gaya – gaya tradisional yang sudah di miliki oleh masyarakat setempat.

PENDAHULUAN

1. Arsitektur Moderen

Munculnya arsitektur modern (baru) yaitu saat adanya usaha untuk mencari hal-hal yang
(inovatif, kreatif) dan tidak lagi untuk mengulangi karya arsitektur masa lampau. Tetapi ada
saatnya, dalam perkembangan arsitektur modern itu timbul usaha untuk mempertautkan antara
yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada arsitektur moderen. Salah satu
sebabnya, gaya arsitektur moderen itu (international style) umumnya mirip dimana-mana, dia
kehilangan identitas budaya. Di New York, Tokyo, Paris dan kota-kota besar dunia umumnya,
muncul bangunan bertipe sama. Pemikiran untuk menolak gaya internasional ini, kemudian
menimbulkan beragam konsep arsitektur seperti tradisionalisme, regionalisme, dan post-
modernisme.
Konsep regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jenks, 1977). Sebagai salah
satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri kedaerahan.
Aliran pemikiran ini tumbuh terutama di negara berkembang. Ciri kedaerahan yang dimaksud
berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya (Ozkan, 1985).

Konsep dan prinsip tradisionalisme dalam arsitektur timbul sebagai reaksi terhadap terputusnya
kesinambungan antara arsitektur yang lama dan yang baru. Gagasan regionalisme merupakan
peleburan antara yang lama dan yang baru (Curtis,1985). Sedangkan gagasan postmodern
dalam arsitektur berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal (Jenks, 1977).

Menurut William Curtis, Regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan yang bersifat
abadi, melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru, antara regional dan universal.
Kenzo Tange menjelaskan bahwa Regionalisme selalu melihat ke belakang, tetapi tidak
sekedar menggunakan karakteristik regional untuk mendekorasi visualisasi bangunan. Jadi
dapat dikatakan bahwa arsitektur tradisional itu termasuk ke dalam lingkup konsep arsitektur
regional. Sedangkan arsitektur modern masuk dalam lingkup konsep arsitektur yang sifatnya
universal. Dengan demikian maka yang menjadi ciri utama regionalisme adalah menyatunya
arsitektur tadisional dan arsitektur modern.

2. Taksonomi Regionalisme

Untuk membahas konsep arsitektur region, kita dapat melihat pemikiran Suha Ozkan yang
membagi Regionalisme menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut ini.

1. Concrete Regionalism

Regionalisme kongkrit atau yang nyata, adalah semua pendekatan kepada ekspresi arsitektur
regional, kepada bagian-bagiannya, atau seluruh bangunan di daerah tersebut. Apabila
bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual maupun simbolisasi yang cocok dengan
kultur lokal. Bentuknya baru bangunan tersebut akan diterima, dengan mengeskpresikan nilai-
nilai lokalnya.

2. Abstract Regionalism

Hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur kwalitas abstrak bangunan, misalnya
massa bangunan, solid dan void, proporsi, sense of space, pencahayaan, dan prinsip-¬prinsip
struktur arsitektur lokal yang telah diolah kembali dalam bentuk baru. Yang terpenting dari
arsitektur regionalisme, adalah cara berpikir tentang arsitektur yang tidaklah berjalur tunggal
tetapi menyebar kepada berbagai jalur, seperti yang diperlihatkan pada taksonomi regionalisme
sebagai berikut ini.

Taksonomi Regionalisme ( Budihardjo, 1997)

Gagasan arsitektur regional bisa berasal dari derivatif, yaitu sekedar mengkopi bangunan yang
asli tetapi tidak sesuai orisinal yang oleh Broadbent dikatakan sebagai hasil tipologi desain.
Kemungkinan lain adalah gagasan transformatif (perubahan bentuk).

Pola derivatif

Desainer yang bekerja dengan pola derivatif, sebenarnya meniru atau memelihara bentuk
arsitektur tradisi atau vernakular, untuk fungsi bangunan baru atau moderen. Dalam hal ini kita
melihat tiga kecendrungan

Tipologis, dimana arsitek berusaha untuk mengelompokkan bangunan vernakular, kemudian


memilih dan membangun salah satu tipe yang dianggap baik untuk kepentingan baru.

Interpretif atau interpretasi, dimana arsitek berusaha untuk menafsirkan bangunan vernakular
kemudian membangunnya untuk kepentingan baru.

Konservasi, dimana perancang berusaha untuk mempertahankan bangunan lama yang masih
ada, kemudian menyesuaikannya dengan kepentingan baru.
Bangunan legislatif pemerintah Karnataka di Bangalore, India Selatan (1954) yang
mengambil gaya Dravida baru, dapat dianggap sebagai pola derivatif-tipologis

Pola transformatif

Gagasan arsitektur regional yang bersifat transformatif, tidak lagi sekedar meniru bangunan
lama. Tetapi berusaha mencari bentuk-bentuk baru, dengan titik tolak ekspresi bangunan lama
baik yang visual maupun abstrak.

Gagasan arsitekur yang bersifat visual dapat dilihat dari usaha pengambilan elemen-elemen
bangunan lama yang yang dianggap baik, menonjol atau ekspresif untuk di ungkapkan kepada
bangunan baru. Pemilihan elemen yang dianggap baik ini disebut eklektik. Kemudian pastiche,
atau mencampur-baurkan beberapa elemen bangunan baik moderen maupun tradisional,
beberapa diantara desain bangunan seperti ini juga dapat menimbulkan kesan ketidakserasian.
Sedangkan reinterpretatif, adalah menafsirkan kembali bangunan lokal itu dalam versi baru.

Pencarian dan penafsiran bentuk-bentuk arsitektur tradisi ini pernah di kritik oleh arsitek
Jepang Kenzo Tange, yang hanya akan melahirkan monster-monster arsitektur lokal. Namun
tidak dapat disangkal bahwa, pola transformasi adalah salah satu cara untuk menciptakan
arsitektur moderen yang dapat merangsang kreativitas arsitek untuk menciptakan karya
arsitektur baru dan moderen, tetapi masih memperlihatkan karakter arsitektur lokal dari masa
silam. Secara umum, pola transformasi dapat diartikan perubahan bentuk lama ke bentuk baru
Portland Building.Pencarian bentuk baru melalui sketsa oleh Michael Grafes untuk gedung
Portland building, 1983, di Oregon USA, yang dianggap sebagai monumen bangunan
Posmoderen.

PEMBAHASAN

Arsitektur dan Regionalisme

Regionalisme (kedaerahan) menekankan pada pengungkapan karakteristik suatu


daerah/tempat dalam arsitektur kontemporer. Pendekatan ini adalah salah satu kritik terhadap
Arsitektur Modern yang memandang arsitektur pada dasarnya bersifat universal.

Regionalisme dalam Arsitektur

Pendekatan ini dapat dibagi menjadi:

1. Regionalisme sebagai Sistem Budaya

2. Regionalisme sebagai Jiwa suatu Papan

3. Regionalisme sebagai ungkapan Identitas

4. Regionalisme sebagai Sikap Kritis

A. Regionalisme sebagai Sistem Budaya

Dalam pendekatan ini, budaya yang berkembang di suatu tempat difahami sebagai sistem yang
utuh yang meliputi berbagai aspek, di antaranya adalah arsitektur yang merupakan perwujudan
bendawi dari nilai-nilai budaya dan wadah bagi kebiasaan masyarakat dalam budaya tersebut,
sebagaimana diungkapkan Rapoport: My basic hypothesis, then, is that house form is not
simply the result of physical forces or any single casual factor, but is the consequence of a
whole range of socio-cultural factors seen in their broadest terms Amos Rapoport, House Form
and Culture, 1969

Kebiasaan masyarakat dalam suatu kelompok budaya yang tidak berubah dalam jangka waktu
yang relatif lama menjadikan bentuk bangunan dan ruang yang mereka ciptakan tetap dapat
melayani kebiasaan-kebiasaan tersebut dengan makna yang mendalam, sebagaimana
diungkapkan oleh Rudofsky: “It is pointless for experts to discuss the finer points of residential
architecture as long as we do not consider how its occupants sit, sleep, eat, bathe, wash
themselves and want to dress [...] The house has to become again what it was in the past: an
instrument for living rather than a machine for living.” Bernard Rudofsky. Architecture
Without Architects: A Short Introduction to Non-pedigreed Architecture (1964)

Dengan umur bangunan yang rata-rata sekitar 20 tahun, Kampung Naga secara fisik sebenarnya
relatif baru. Namun demikian, karena penduduknya mempertahankan cara pandang dan
kebiasaan lama, baik dalam upacara maupun keseharian mereka, arsitektur di Kampung Naga
bertahan dengan karakteristik bentuk, bahan, teknik pengerjaan dan susunan ruangnya dalam
waktu yang sangat lama.

B. Regionalisme sebagai Jiwa Papan

Christian Norberg-Schulz dalam bukunya Genius Loci: Towards a Phenomenology of Place


(1976) memahami papan (place) sebagai wujud nyata (concrete phenomenon) keberadaan
manusia dalam lingkungannya. Lingkungan alam difahami sebagai:

1. ancaman sehingga manusia perlu mewujudkan papan untuk berlindung dari padanya,
sekaligus sebagai

2. idealita sehingga manusia melambangkannya dalam papan ciptaannya Dia menengarai


bahwa papan ciptaan manusia menjalin hubungan dengan alam melalui tiga cara:

a. Manusia memvisualisasikan karakter alam

b. Manusia melengkapi alam

c. Manusia menyimbolkan alam

C. Regionalism sebagai Identitas Bentuk


Pendekatan populer ini mengasumsikan bahwa bentuk-bentuk tertentu menyandang peran
untuk menampilkan ciri daerah tertentu. Sejalan dengan peran arsitektur sebagai Media
Komunikasi Populer yang dirumuskan olh Robert Venturi cs. dalam Learning from Las Vegas,
bentuk ini sering menjadi penanda yang tidak harus terkait dengan apa yang didalamnya.
Pendekatan ini sering dikritik sebagai reproduksi artifisial atas bangunan lokal yang otentik
dan dengan mudah dapat ditempelkan di mana saja (seperti atap gonjong pada rumah makan
Padang)

D. Regionalisme sebagai Sikap Kritis (Critical Regionalism)

Regionalisme sering kali dipendang sebagai terbelakang (berorientasi ke masa silam, tanpa
memiliki visi ke depan) dan sempit (hanya berkutat pada satu dareah dan tidak memiliki
kontribusi dalam lingkup yang lebih luas). Alexander Tsoniz dan Liane Lefaivre mengajukan
istilah Critical Regionalisme untuk menyebut regionalisme yang progresif, berkinerja baik
(high performance) serta memiliki relevansi ekonomis, ekologis dan sosial dengan tantangan
masa kini.

CRITICAL REGIONALISM

Kenneth Frampton menegaskan tantangan filosof Paul Ricoeur “how to become modern and
to return to sources; how to revive an old, dormant civilization, and take part in universal
civilization” (Ricoeur 1965:277) dengan merumuskan Critical Regionalism sebagai: . . . suatu
teori tentang bangunan yang di satu sisi menerima peran potensial arsitektur modern untuk
membebaskan arsitektur dari berbagai kungkungan tapi menentang untuk sepenuhnya terserap
dalam sistem konsumsi dan produksi modern. Kenneth Frampton ‘Six Points for an
Architecture of Resistance’ (1983)

Frampton rumuskan lebih lanjut ciri-ciri Critical Regionalism: Lebih mementingkan papan
(place) yang bersifat konkret ketimbang ruang (space) yang abstrak Lebih mementingkan
keterkaitan dengan bentang alam (topography) ketimbang bentuk bangunan (typology) Lebih
mementingkan teknik-teknik membangun yang estetis (architectonic) ketimbang tampilan
bentuk (scenographic) semata Lebih mementingkan yang alami (natural) ketimbang yang
buatan (artificial) Lebih mementingkan yang dapat dirasakan dengan raga dan peraba (tactile)
ketimbang yang visual semata.
Di Balai Kota Saynatsalo, Alvar Aalto menciptakan bentuk yang sederhana dengan
menegaskan karakteristik bentang alam dan tektonika setempat, dengan karakteristic tectile
yang sangat kuat.

Renzo Piano menafsirkan ulang tektonika bangunan tradisional di New Caledonia dalam
menciptakan Pusat Kebudayaan JeanMarie Tjibaou di Noumea.

Balkrishna Doshi menciptakan studionya di Ahmedabad yang dinamai Sangath dengan


inspirasi dari cara bangunan batu India beradaptasi terhadap iklim.
KONSEP DAN PRINSIP RANCANG PEMIKIRAN PARA ARSITEK TERHADAP
ARSITEKTUR REGIONALISME

Secara geografis, setiap wilayah/region memiliki ciri kedaerahan yang berbeda-beda,


bergantung pada budaya setempat, iklim dan teknologi yang ada. Karenanya, setiap arsitek di
berbagai daerah di seluruh dunia pun memiliki pemikiran tersendiri atas sebuah teori
regionalisme. Regionalisme bukan sebuah gaya, melainkan sebuah aliran pemikiran tentang
arsitektur

1. William Curtis Seorang sejarahwan Willian Curtis melihat Regionalisme dalam


arsitektur sebagai respon alami terhadap hegemoni Barat yang berusaha menciptakan
suatu arsitektur yang lunak dan mirip (serupa) didalam pengembangan pusat-pusat
urban (kota) yang sangat cepat di Dunia Ketiga. William Curtis yang merefleksikan
jalan pemikiran ini, mencatat bahwa disana ada momentum pertemuan suasana hati
yang menolak reproduksi yang fasih menurut formula internasional dan yang sekarang
mencari kontinuitas di dalam tradisi local
2. Rapoport Rapoport menyatakan bahwa Regionalisme meliputi “berbagai tingkat
daerah” dan “kekhasan”, dia menyatakan bahwa secara tidak langsung identitas yang
diakui dalam hal kualitas dan keunikan membuatnya berbeda dari daerah lain. Hal ini
memungkinkan mengapa arsitektur Regional sering diidentifikasikan dengan
Vernakuler, yang berarti sebuah kombinasi antara arsitektur lokal dan tradisional (asli)
3. Frampton ( dalam bukunya Modern Architecture and the Critical Present, 1982 )
Regionalisme tidak bermaksud menunjukkan Vernakuler sebagai suatu hasil hubungan
interaksi iklim, budaya, dan hasil karya manusia, akan tetapi lebih pada
mengidentifikasikan Regional yang tujuannya telah dihadirkan kembali dan disediakan
dalam jumlah tertentu. Regionalisme tertentu, pendefinisiannya pada hasil eksplisit
atau implisit antara masyarakat dan pernyataan arsitektural, maka antara kondisi awal
ekspresi regional tidak hanya kemakmuran lokal tetapi juga rasa yang kuat akan
identitas.
4. Peter Buchanan( dalam bukunya The Architectural Review, Mei 1983 ) Regionalisme
adalah kesadaran diri yang terus menerus, atau pencapaian kembali, dari identitas
formal atau simbolik. Berdasar atas situasi khusus dan budaya lokal mistik,
regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan rasional dan umum arsitektur
modern. Seperti budaya lokal itu sendiri regionalisme lebih sedikit diperhatikan dengan
hasil secara abstrak dan rasional. Dan lebih dengan penambahan fisik, lebih dalam dan
nuansa pengalaman hidup
5. Rory Spence Dalam sebuah artikel yang berjudul “The Concept of Regionalism
Today: Sydney and Melbourne considered as contrasting phenomena “(Transition:
Discourse on Architecture, July 1985), Rory menyatakan bahwa: Regionalisme dalam
arsitektur merupakan bagian dari seluruh pengarahan kembali atas kualitas hidup,
sebagai penentangan terhadap penghapusan paham perluasan ekonomi dan kemajuan
material dalam hal pembiayaan. Hal ini lebih memusatkan perhatian pada para
pengguna bangunan daripada penyediaan perluasan ekonomi dan material. Seharusnya
hal ini juga dibedakan dengan jelas dari keraguan yang berlebihan atas sebuah konsep
arsitektur nasional
6. Chris Abel, dalam Perubahan Regional (The Architectural Review, November 1986)
menyatakan bahwa: Regionalisme berusaha untuk melihat kembali arsitektur
Modernisme yang nampak, yaitu secara berkesinambungan dalam memberi tempat
antara bentuk bangunan masa lalu dengan masa sekarang.
7. Kenza Boussora (Algeria) Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Boussora dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari regionalisme, dalam beberapa kasus, kemunculannya
tidak dapat diterapkan, karena adanya ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara
tujuan dan hubungan secara khusus yang mana sebuah bangunan didirikan. Boussora
mengambil contoh-contoh permasalahan di Algeria yang mana tidak sesuai dengan
tujuan dari regionalisme. Dua diantaranya adalah seperti yang disebutkan dibawah ini:
A. Bagaimana untuk mencapai keselarasan (kesesuaian) dengan sumber-
sumber dimana tidak mencukupi untuk merespon kebutuhan dengan cepat
bagi penyediaan perluasan bangunan.
B. Sebagian besar proyek digambarkan dalam literatur pada regionalisme
sebagai sebuah bangunan kecil terutama bangunan individu dalam plural
area. Masalahnya bahwa arsitektur modern telah mencoba untuk
memecahkan permasalahan yang ada di Algeria; yaitu, bagaimana
menyediakan sejumlah besar tipe-tipe bangunan yang berbeda, bagian-
bagian rumah secara cepat dan rendah biaya pada penyediaannya
8. Tan Hock Beng, dalam bukunya Tropical Architecture and Interiors : Tradition-Based
design of Indonesia-Malaysia-Singapore-Thailand ( 1994) menyatakan bahwa :
Regionalisme dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran untuk membuka kekhasan
tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim, kemudian melahirkan identitas
formal dan simbolik ke dalam bentuk kreatif yang baru menurut cara pandang tertentu
dari pada lebih berhubungan dengan kenyataan pada masa itu dan berakhir pada
penilaian manusia. Hanya ketika kita mengenali bahwa tradisi kita merupakan sebuah
warisan yang berevolusi sepanjang zaman akan dapat menemukan keseimbangan
antara identitas regional dan internasional. Para arsitek perlu untuk memutuskan prinsip
yang mana masih layak untuk saat ini dan bagaimana cara yang terbaik untuk
menyatukan metode persyaratan untuk bangunan modern dan metode konstruksi pada
umumnya. Pada kenyataannya ada beberapa pandangan yang jelas sekali dan ada yang
tidak jelas. Pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada “pandangan identitas”
(Frampton, dan Buchanan). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan menerima
tekanan modernisme yang menciptakan “universalism” (Buchanan); melalaikan
“kualitas kehidupan” (Spence) atau “jiwa ruang” (Yang); dan mengambil
“kesinambungan” (Abel). Arsitektur tradisional tidak menyatu dalam desain modern.
Karena arsitektur tradisional mungkin memiliki karakteristik sendiri untuk setiap
wilayah; menciptakan kualitas kehidupan ‘terbaik’ dalam sebuah masyarakat
tradisional dan menjadi sangat responsif atas kondisi geografis dan iklim dalam suatu
tempat tertentu; dan menunjukkan sebuah kesinambungan dalam hasil karya
arsitektural dari masa lalu ke masa kini. Tapi bukanlah suatu cara yang sederhana untuk
mengangkat arsitektur tradisional. Pengangkatan arsitektur tradisional ke dalam desain
modern membutuhkan pengertian yang luas dan terbuka atas budaya internasional
(Chardirji).

Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat disimpulkan sebuah
definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini dapat diterima untuk segala jaman, yaitu
definisi menurut Tan Hock Beng. Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat diklasifikasikan
dalam 6 strategi regionalisme, yaitu :

1. Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkan tempat/daerah dan iklim.

2. Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk baru yang lebih
kreatif.

3. Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.

4. Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan internasional.


5. Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini (aktual).

6. Menggunakan tuntutan-tuntutan teknologi modern, dari hal yang tradisional digunakan


sebagai elemen-elemen untuk langgam modern

PENUTUP

Kesimpulan

Regionalisme mengandung prinsip– prinsip Arsitektur yang fundamental dalam


menyikapi alam, serta nilai – nilai yang membentuk lingkung binaan yang ideal. Prinsip –
prinsip tersebut diantara-nya melalui aspek penggunaan teknologi modern dan material
setempat, penentu-an faktor lokasi dan wujud transformasi bentuk bangunan, penggunaan
warna – warna modern yang bersinergi dengan unsur dan nilai – nilai lokal, memaksi-
malkan batas – batas antara hubungan ruang dalam dan ruang luar, serta me-maksimalkan
pencahayaan dan penguda-raan alami.Nilai – nilai yang terdapat dalam as-pek lokal suatu
daerah jika dengan tepat diangkat dan diresapi ke dalam rang-kaian upaya penyelesaian
desain, maka akan tercipta suatu bentukan Arsitektur ideal yang selaras dengan
perkembangan jaman, dan sejatinya mencirikan suatu daya tarik tersendiri serta
memunculkan identitas dan jati diri Arsitektur. Dalam hal ini, unsur – unsur yang
berkelanjutan juga terdapat dalam metode–metode yang diterapkan.

LINK

http://nusantaraknowledge.blogspot.com/2015/09/arsitektur-regionalisme_12.html

https://visualheritageblog.blogspot.com/2011/04/masalah-regionalisme-dalam-desain.html

http://chengho3.blogspot.com/2013/09/arsitektur-regional.html

http://thebatabatastudiodesain.blogspot.com/2009/08/pengertian-arsitektur-regionalisme.html

http://ejournals.umn.ac.id/index.php/FSD/article/view/777/575

Anda mungkin juga menyukai