Anda di halaman 1dari 16

AKNE VULGARIS

PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan
adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah
wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada
remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih
besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya,
involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.2
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan,
antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor
makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi
bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne
yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe
(komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit (
ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi
dan non-inflamasi.4
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis,
rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet. Pada
umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada
awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang
bersifat permanen.2,5,6

EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat itu
dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak
perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun
dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan
mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai
negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak
laki-laki.5
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada

1
remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang
lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya,
involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas
yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan
berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan
nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.7
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena
stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode
neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo
sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak
terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan
menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.2

ETIOPATOGENESIS
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan,
antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor
makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri
(Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3

Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi
peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi
dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3
Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium aknes,
Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang
terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal
pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus
pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas,
memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus
epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3
Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3
Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal.
Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi
sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum

2
oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon
sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini
mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih
tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3
Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti
coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada
musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.1
Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi duktus
polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne
pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.1

Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor


dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya
keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi
sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak
sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua
kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida
mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak
bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak
bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi
dan dapat menjadi komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan aktifitasnya
pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan
mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum
androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5α-
reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT
poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi
timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis estrogen
yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme

3
dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek
androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan
gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi
gen yang yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2

P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul
(pustul) d) Nodul
(Diambil dari kepustakaan 2 )

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi
primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu
infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari
keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan
pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan
konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal

4
tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang
kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit
dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu
stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas
interleukin (IL)-1α.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk
menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan
androgen yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase merupakan enzim yang
berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT.
Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular
menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan
5α-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat
menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung
peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan
insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam
linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan
menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan
kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic
yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular
dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic
diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum.2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan
pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1
dapat menghambat pembentukan mikrokome.2

5
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif
dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif,
anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne
memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal.
Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada
glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi
yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi
dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses
pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan
faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin
dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear
yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2,
sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.2
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo,
namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului
pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo
dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal
dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk
menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang
mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke
dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan
pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di
sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu
sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang
mengelilingi mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang
saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2

GEJALA KLINIS
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang
memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi
primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit
meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo

6
terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang
membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang
terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm
dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema.
Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk
plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa
atau pus kekuningan.7,8,9
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit
yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan
yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih
gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan.
Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk
termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan
pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan pada badan
dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang
meninggi pada badan dan leher.7
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada
wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung,
dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista
pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher
khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.7
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari
produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12 tahun,
yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi.
Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi
yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon meningkat
pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat
terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung
memiliki kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat
dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit
yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat
muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat
remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam
persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7
KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne
yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (
komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit (
ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi
dan non-inflamasi.4
Klasifikasi sederhana
Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl
mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya

7
< 10 ).4
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-40).
Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai
penyakit yang ringan pada badan.4
Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang sangat
banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang
terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang
luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.4
Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne konglobata
dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama
dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.4
FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan
sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin
terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,
dengna sedikit lesi nodular.4

Gambar.2 Akne vulgaris grade 1 Gambar.3 Akne vulgaris grade 2

Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata

8
DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi
gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan
bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan
merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik,
termasuk demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan
tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat
berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada
area dengan glandula sebacea yang banyak.4
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan
akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi
hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S),
lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu
pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri
oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes
kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat
dilakukan.4

DIAGNOSIS BANDING
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis dengan
adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul) yang
erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain
erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti
kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH.
Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa
disertai demam.8
Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti,
dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri
atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema
intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista,
dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum
dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10
Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul kecil
yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut.
Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut,
namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara

9
pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride,
dan kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu,
yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter
kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor
yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif
terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.12

PENATALAKSANAAN
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2,5,6
Terapi Sistemik
Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih meradang.
Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin)
eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan
akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)
merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai terapi
lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian
resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan
dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena
absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan
dengan air untuk absorbs yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-200mg/ hari
dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya diberikan
100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi
lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama
efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap
P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik
digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis.
Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang lain
dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 2,5,13
Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan untuk
akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi komedogenesis,
mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi
dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi
termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.aknes, ini
menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah P.Aknes yang

10
mengakibatkan inflamasi. 2,13
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan
jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan
pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn yang
berat. 2,6
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan diturunkan
0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan
untuk mngoptimalkan hasil terapi. 2,13
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk lesi
inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat daripada
papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di
punggung dan badan.2,5
Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap
terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik
mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat
mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis
terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen dengan
cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi hormonal harus
diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti
halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan
pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat
terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan
yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan
tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg ethinylestradiol dan 2
mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi
relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan
adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-
200 mg. 2,5
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan target
pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan untuk
hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen reseptor
blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.2
Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak
dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah
untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang
baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk
beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan
topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada
daerah disekitarnya.8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

11
Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
Mengeluarkan komedo yang telah matur.
Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
Menghambat reaksi inflamasi.
Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance terapi.13
Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan
Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini
ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-
inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam
galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution
(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin
prenetration.11,13
Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan
tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55%
setelah 12 minggu pengobatan.13
Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau
solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan
tretinoin 0.025%. 13
Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk akne, di
US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah iritasi,
tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap P.aknes dan S.
Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin ditingkatkan
konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi
produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja
antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada
efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam
saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular
yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam
bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin
1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga
pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi
penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat
menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida
lebih direkomendasikan. 2,5,13

12
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja dalam
mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri dapat
timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada keadaan di
mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan
lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang.
Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak
memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit.
Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam akne.
Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah
produksi sebum. 2,5,13
Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari
substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13
Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan
dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi
mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne yang tidak
mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang penggunaan
topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara
komersial. 2,5,13
Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat
ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan closed
comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan
kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.13
Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-nodul
yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48
jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml
triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang
diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus
ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan
menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-
10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13

13
Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair selama
20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan
mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada
dinding tersebut. 13
Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan menghambat aksi
dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara bersama-sama untuk
meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali
seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60%
dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak
dianjurkan lagi. 2,5,13
Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris.
Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan
hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base
yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi
beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan
tersebut. 5

PROGNOSIS
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan
kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini biasanya
diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan
mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita
akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2

14
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya
bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak seharusnya
berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi
peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari
sekuele yang bersifat permanen.2
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika melewati usia
remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui secara
jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun
perubahan komposisi lemak.14

DAFTAR PUSTAKA
Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.
Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill;
2007. p: 690-703.

15
Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed. Massachusetts:
Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.
Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.htmlX
Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World
Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV,
eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.
Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000.
p: 231-44.
Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics
7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18
Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;2005.
p:10-20.
Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins;
2007. P:175-180

Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:253-
256
Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,
Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ
Books;2003. p:125-131.
Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment. Dermatology,
Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 2002. p:37-42.
2003
Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H,
Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:87-98.
Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from :
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html X

16

Anda mungkin juga menyukai