Anda di halaman 1dari 52

TUGAS MATA KULIAH

KIMIA ANALISIS INSTRUMEN


DOSEN PENGAMPU : Dr.Indah Karina Y, M.Pd

ANALISIS JURNAL (Nasional)

(KARAKTERISASI SPEKTROFOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON


MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS DARI BAHAN POLIMER POLY ETHELYN
GLYCOL (P E G))

DANDY YUDISTIRA
NIM. 200621012
ROHIM MURIZKI
NIM. 200621009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2022

AMALISIS JURNAL NASIONAL


KARAKTERISASI SPEKTROFOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON
MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS DARI BAHAN POLIMER POLY ETHELYN
GLYCOL (P E G)
Budi Gunawan1, Citra Dewi Azhari2,2016, karakterisasi spektrofotometri i r dan scanning
electron microscopy (s e m) sensor gas dari bahan polimer poly ethelyn glycol (peg)

LATARBELAKANG

Dalam penelitian ini, pengamatan terhadap beberapa polimer seperti polyethylene glycol (PEG),
silikon, dan squalane digunakan sebagai polimer karbon komposit berfungsi sebagai sensor gas
yang telah dilakukan ini polimer karbon komposit disintesis dengan kombinasi polimer dan
karbon dalam pelarut yang sesuai. Polar polimer dilarutkan dalam aquademin sedangkan polimer
non polar dilarutkan dalam kloroform. Komposit polimer karbon disintesis dikarakterisasi
menggunakan multi-meter, spektrofotometer IR dan Mikroskop Elektron (SEM). Polimer dapat
ditandai sebagai sensor gas, jika sudah memiliki perubahan resistivitas dan konduktivitas pada
sebelum dan setelah peningkatan uap etanol 90%. Semakin besar konduktivitas polimer komposit
karbon (sebelum meningkatkan uap etanol 90%), semakin baik polimer karbon komposit. Dalam
penelitian ini, polimer dengan konduktivitas terbesar (0,082 mho) adalah PEG 6000 sebelum
penambahan etanol 90%.
MASALAH
Dalam jurnal ini terdapat permasalahan untuk Salah satu pengembangan bahan polimer pada saat ini
adalah komposit polimer-karbon.
ALAT DAN BAHAN
BAHAN :
karbon aktif p.a, sosium lauril sulfat (SLS) p.a, poli etilen glikol (PEG) 6000 teknis, PEG 1540 teknis,
PEG 20 teknis, PEG 200 teknis, silicon DC-200 teknis, squalene p.a, aquademin, dan kloroform p.a,
dan etanol 90% teknis.
ALAT :

beaker glass, botol timbang, kaca arloji, spatula, aluminium foil, pipet tetes, botol semprot, neraca
analitik, board, multimeter, Scanning Electron Microscope (SEM) tipe JSM 35C, dan Buck
Scientific Model 500 Infrared Spectrophotometer
PROSEDUR KERJA

Uji Perbandingan Komposisi PEG : Karbon : SLS


PEG 6000, karbon aktif, dan SLS dicampur dalam beaker gelas dengan perbandingan variasi
komposisinya ditunjukkan pada Tabel 3.1. Campuran tersebut ditambahkan aquademin tetes demi
tetes hingga membentuk gel. Gel tersebut dilapiskan pada board yang akan digunakan sebagai sensor
gas. Board tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam dengan suhu 400C. Board dikeluarkan
dari oven dan diletakkan dalam desikator selama 24 jam. Diukur konduktivitas dari ketiga
komposisi tersebut, mana yang lebih besar nilai konduktivitasnya (sebelum penambahan uap
etanol 90%), maka komposisi tersebut dijadikan untuk perbandingan komposisi komposit polimer-
karbon.

Komposis PEG 6000 Karbon aktif SLS


i (gr) (gr) (gr)
I 1 1 0,001
II 1 2 0,001
III 2 1 0,001
Tabel 1 Perbandingan variasi komposisi PEG 6000 : karbon aktif : SLS

Pembuatan Komposit Polimer-Karbon dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, dan PEG 200
Setelah diketahui perbandingan komposisi yang cocok antara PEG : karbon aktif : SLS yaitu
sebesar 1 : 1 : 0,001, maka PEG 6000, karbon aktif dan sodium lauril sulfat (SLS) ditimbang dengan
perbandingan komposisi tersebut, lalu dicampurkan dalam beaker gelas. Campuran tersebut
ditambahkan aquademin tetes demi tetes hingga membentuk gel. Gel tersebut dilapiskan pada board
yang akan digunakan sebagai sensor gas. Lalu board tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 2
jam dengan suhu 400C. Setelah itu board dikeluarkan dari oven dan diletakkan dalam desikator
selama 24 jam. Langkah di atas diulangi untuk PEG 1540, PEG 20, dan PEG 200.
Analisis Konduktivitas
Komposit polimer-karbon dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, PEG 200, silikon DC- 200, dan
squalane diukur nilai resistansinya dengan menggunakan multimeter. Kemudian dihitung
konduktivitasnya baik sebelum dan setelah penambahan uap etanol 90%.
Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Struktur morfologi permukaan diamati dengan alat Scanning Electron Microscopy tipe JSM 35C.
Analisis morfologi permukaan dilakukan pada sampel komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum
dan setelah penambahan uap etanol 90% yang telah dilekatkan pada boat sensor gas dengan beberapa
kali pembesaran.

HASIL

Analisis Konduktivitas
Setelah terbentuk komposit polimer-karbon yang dibuat dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, PEG
200, silikon DC-200, dan squalane, maka komposit polimer-karbon tersebut diuji sebagai sensor
gas. Gas yang digunakan untuk menguji adalah uap etanol 90%, karena etanol 90% merupakan
senyawa organik volatil. Mula-mula komposit polimer-karbon yang dilekatkan pada board
dihubungkan pada multimeter, kemudian diukur resistansinya sebelum penambahan uap etanol 90%
dan setelah penambahan uap etanol 90%. Cara pemberian uap etanol 90% yaitu dengan melekatkan
komposit polimer-karbon pada mulut botol yang berisi etanol 90%. Karena etanol 90% bersifat
volatil, maka uap etanol akan menguap dan tertangkap oleh komposit polimer-karbon tersebut,
sehingga bisa dihitung nilai resistansinya dengan multimeter. Setelah nilai resistansi didapatkan, maka
dihitung nilai konduktivitasnya. Hasil resistansi dan konduktivitas komposit polimer-karbon
ditunjukkan pada Tabel 2.
Sebelum ditambah uap Setelah ditambah uap
Sensor etanol 90% etanol 90%
No
Komposit
Resistansi Konduktivitas Resistansi Konduktivitas
Polimer-
(kΩ) (mho) (kΩ) (mho)
Karbon
1. PEG 6000 12,2 0,082 24,5 0,04
2. PEG 1540 25,2 0,04 1,295x10 6
7,722x10-7
3. PEG 20 12,3 0,081 15,5 0,065
4. PEG 200 20,4 0,049 16,2 0,062
5. Silikon DC-200 70,5 0,014 69,5 0,014
6. Squalane 101 9.9x10 -3
101,3 9,872x10-3
Tabel 2 Hasil resistansi dan konduktivitas komposit polimer-karbon

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa hasil konduktivitas yang paling besar sebelun
penambahan uap etanol 90% adalah komposit polimer-karbon dari PEG 6000 yaitu 0,082 mho,
sehingga PEG 6000 dapat dikatakan jenis polimer yang paling baek di antara jenis polimer yang
dipakai di atas untuk digunakan sebagai komposit polimer-karbon. Pengukuran nilai konduktivitas
setelah penambahan uap etanol 90% ditujukan untuk menguji sensitivitas dari masing-masing
polimer tersebut terhadap uap etanol 90%. Tiap polimer mempunyai tingkat sensitivitas berbeda
untuk gas yang berbeda pula. Dalam hal ini sensitivitas yang paling tinggi terhadap uap etanol 90%
adalah PEG 20 yaitu sebesar 0,065 mho.
Analisis Spektrofotometer IR
Analisis spektofotometer IR digunakan untuk mengetahui gugus-gugus yang terbentuk dari sampel
yang dihasilkan dan juga memprediksikan reaksi polimerisasi yang terjadi. Analisis ini didasarkan
pada analisis dari panjang gelombang puncak-puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang
gelombang puncak-puncak tersebut menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel,
karena masing-masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi
tertentu.
Berdasarkan nilai konduktivitas PEG 6000 yang paling besar, maka dalam penelitian ini dilakukan
analisis spektrofotometer IR pada komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum dan setelah
penambahan uap etanol 90%. Hasil spektrofotometer IR ditunjukkan pada Gb 3 dan 4
Gambar 3 Spektogram komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan
uap etanol 90%

Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi


3431,4 Vibrasi ulur OH dari gugus
PEG
1546,1 dan 1463,1 Vibrasi ulur C=C
2880,9 Vibrasi ulur C-H alifatik dari
metilen
1349 dan 1247 Vibrasi tekuk H-C-H dari
metilen
Deformasi C-H dari aromatik
840,6 dan 671,2 tersubtitusi
1105,2 Vibrasi ulur C-O dari ester
1546,1 dan 1349 N=O (gugus karbon aktif)
1646,4 Vibrasi ulur C=O dari ester

Gambar 4 Spektogram komposit polimer-karbon PEG 6000


setelah penambahan uap etanol 90%

Bilangan Gelombang Gugus Fungsi


(cm-1)
3442 Vibrasi ulur OH dari gugus
PEG
1549,4 – 1459,3 Vibrasi ulur C=C
Vibrasi ulur C-H alifatik
2882,5 dari metilen
Vibrasi tekuk H-C-H dari
1275,3 metilen
Deformasi C-H dari
835,9 dan 670,7 aromatik
tersubtitusi
1106,3 Vibrasi ulur C-O dari ester
1508,1 – 1549,4 N=O (gugus karbon aktif)
1647 Vibrasi ulur C=O dari ester

Spektra IR komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol 90% menunjukkan
hasil yang hampir sama dengan spektra IR komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan
uap etanol 90%. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita-pita serapan pada daerah yang hampir
sama terutama pada daerah pita serapan karakteristik. Namun yang membedakan antara dua spektra
tersebut yaitu pada 3431,4 cm-1gugus –OH yang terdapat pada komposit polimer-karbon PEG
6000 sebelum penambahan uap etanol 90% lebih lebar dibandingkan pada 3442 cm-1 gugus –OH
pada komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90%. Adanya gugus –OH
pada komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan etanol 90% berasal dari PEG 6000.
Sedangkan gugus –OH pada komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan etanol 90%
berasal dari etanol 90%. Gugus –OH yang terdapat pada komposit polimer-karbon PEG 6000
terdesorpsi, karena adanya penambahan uap etanol 90%.

KOMENTAR :

Keunggulan : Polimer yang umumnya bersifat isolator dapat diubah menjadi konduktor yaitu
menjadi komposit polimer-karbon. Komposisi perbandingan yang cocok untuk komposit polimer-
karbon, yaitu komposisi I dengan perbandingan PEG 6000 : karbon aktif : SLS = 1: 1: 1. Semakin
besar nilai konduktivitas komposit polimer-karbon (sebelum penambahan uap etanol 90%), semakin
baik untuk digunakan sebagai komposit polimer-karbon.

Kekurangan : komposit polimer-karbon yang mempunyai nilai konduktivitas paling besar


(sebelum penambahan uap Etanol 90%) adalah PEG 6000
TUGAS MATA KULIAH
KIMIA ANALISIS INSTRUMEN
DOSEN PENGAMPU : Dr.Indah Karina Y, M.Pd

ANALISIS JURNAL (Nasional)

(ISOLATION AND CHARACTERIZATION TRITERPENOID COMPOUND FROM


LEAVES MANGROVE PLANT (Sonneratia Alba) AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY
TEST)

DANDY YUDISTIRA
NIM. 200621012
ROHIM MURIZKI
NIM. 200621009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2022

AMALISIS JURNAL NASIONAL

(ISOLATION AND CHARACTERIZATION TRITERPENOID COMPOUND FROM


LEAVES MANGROVE PLANT (Sonneratia Alba) AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY
TEST)
Weny JA. Musa *1, Suleman Duengo 1 and Boima Situmeang,2018, isolation and characterization
triterpenoid compound from leaves mangrove plant (sonneratia alba) and antibacterial activity
test
LATARBELAKANG
Tanaman mangrove (Sonneratia alba) mudah ditemukan di Indonesia dan berpotensi menjadi obat
herbal. Skrining fitokimia umum mengungkapkan adanya senyawa flavonoid, steroid, triterpenoid,
dan tanin. Tanaman mangrove berbagai digunakan dalam etnomedisin untuk mengobati luka, diare,
dan penyakit demam. Senyawa Lup-20(29)-en-3β-ol (lupeol) adalah gugus triterpenoid pentasiklik.
Lupeol diisolasi dari ekstrak metanol daun mangrove (S. alba). Ekstraksi dilakukan dengan metode
maserasi menggunakan metanol 96% sebagai pelarut. Isolasinya dilakukan dengan kombinasi
kromatografi kolom dan kombinasi n-heksana, etil asetat,
MASALAH
Beberapa mangrove telah digunakan sebagai herbal dan ekstrak memiliki aktivitas biologis pada
manusia, hewan dan bakteri berbahaya tetapi studi tentang metabolit sekunder rahim yang
bertanggung jawab aktivitas biologis masih terbatas4-6. Berdasarkan laporan berbagai penelitian
belum mengungkapkan senyawa aktif antibakteri, diare dan penyakit kulit yang berasal dari daun
tanaman Sonneratia alba. Oleh karena itu dalam penelitian ini diperlukan isolasi senyawa antibakteri
dari bagian daun tanaman dan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab penyakit kulit.
ALAT DAN BAHAN
BAHAN :
etil asetat, n-heksana, metanol, air suling, silika gel G60 (70-320 mesh), kromatografi lapis tipis
(TLC), pelat silika, octadecylsilane (ODS) RP- 18, 10% H2SO4 dalam etanol, alkohol 70%,
ciprofloxacin 100 ppm, amoxylin 100 ppm, bacto agar, dan mueller-Hinton agar.
ALAT :

alat spektroskopi. Spektrum inframerah (IR) diukur dengan Shimadzu FTIR, spektrum 1H dan 13C-
NMR diukur menggunakan JEOL JNM A-500 yang bekerja pada 500 MHz (untuk spektrum 1H-
NMR) dan pada 125 MHz (untuk spektrum 13C-NMR) dengan TMS sebagai standar internal,
spektrometri ES-MS (UPLC MS/MS TQD type Waters) dan aliran udara laminar.
PROSEDUR KERJA

Ekstraksi dan Pemurnian Daun kering S. alba (240 g) diekstraksi berturut-turut dengan metanol 96%
(3 × 24 jam), diikuti dengan penyaringan. Filtrat digabungkan dan diuapkan oleh rotary evaporator
pada suhu 45°C menggunakan evaporator rotary buchi untuk memberikan residu. Konsentrat ekstrak
metanol diperoleh sebanyak 13 g konsentrat bergetah dari ekstrak kasar. Ekstrak metanol (10 g)
mengalami kromatografi cair di atas gel silika menggunakan campuran elusi gradien n-heksana-
EtOAc (10:0-0:10) sebagai pelarut eluting, menghasilkan 7 fraksi (A-G). Fraksi C (0,15 g) mengalami
kromatografi kolom di atas gel silika menggunakan campuran n-heksana :EtOAc (9:1) sebagai pelarut
eluting, menghasilkan 30 fraksi (E01– E30) dan memberikan isolasi murni. Hasil pemurnian senyawa
ini ditentukan oleh TLC pada silika gel dan ODS dengan beberapa sistem pelarut dan menunjukkan
satu titik.

Pemisahan Kromatografi Kolom dikemas dengan gel siliga kelas TLC halus G60 digunakan sebagai
bahan pengepakan. Sebuah kolom yang memiliki leght 50 cm dan diameter 5 cm dikemas dengan
silika gel G60 di bawah tekanan yang berkurang. Kolom dicuci dengan metanol dan kemudian dengan
n-heksana untuk memudahkan pengepakan kompak. Ekstrak metanol mengalami kromatografi kolom.
Kolom tersebut kemudian dielusi menggunakan n-heksana (150 mL) diikuti dengan campuran n-
heksana-etyla cetate (10:0-0:10). Sebanyak 10 fraksi (A-J) dikumpulkan masing-masing dalam 250
mL gelas kimia. Fraksi C (0,15 g) mengalami kromatografi kolom di atas silika gel (Kieselgel G60,
mesh 70-230) menggunakan campuran n-heksana :Etil asetat (9:1) sebagai pelarut eluting,
menghasilkan 30 fraksi (C01–C30). Fraksi C19 ditemukan menghasilkan kristal di dinding gelas
kimia. Kristal dicuci dengan n-heksana dengan hati-hati. Akibatnya larutan induk diperoleh
meninggalkan kembali kristal bentuk jarum yang diisolasi.

Uji Triterpenoid dengan Reaksi Liebermann-Burchard Beberapa kristal senyawa 1 dan 2 larut dalam
kloroform dan beberapa tetes asam sulfat pekat ditambahkan ke dalamnya diikuti dengan penambahan
2-3 tetes anhidrida asetid. Dalam hal ini senyawa terisolasi berubah menjadi ungu biru dan akhirnya
terbentuk warna hijau yang menunjukkan adanya triterpenoid10. Senyawa karakterisasi Metode
spektroskopi yang berbeda digunakan untuk menjelaskan struktur senyawa terisolasi. Di antara teknik
spektroskopi IR, 1H dan 13C-NMR, HMQC, HMBC dan H-H COSY dilakukan. Spektrum
inframerah direkam pada Shimadzu affinity-1, 1H dan 13C-NMR spektrum direkam menggunakan
CDCl3 sebagai pelarut pada spektrometer JEOUL NMR 500 MHz.
Isolated compound : white needles. IR (KBr) Ʋmax /cm-1: 3590, 2935, 1687, 1462, 1385, 1236, and
897. 1HNMR (500 MHz, CDCl3) δ: 2.22 (2H, m, H1), 1.65 (2H, m, H2), 3.15 (1H, dd, J15.0, 8.4
Hz, H3), 0.70 (1H, d, H5), 1.42 (2H, m, H6), 1.44 (2H,m, H7), 1.07 (1H, H9), 140 (2H, m, H11),
1.41 (2H, m, H12),0.75 (1H, s, H13), 1.20 (2H, m, H15), 1.39 (2H, m, H16), 0.96(1H, d, H18), 2.23
(1H, d, H19), 2.25 (2H, m, H21), 2.22 (2H, m,H22), 0.94 (3H, s, H23), 0.96 (3H, s, H24), 0.85 (3H,
s, H25),0.75 (3H, s, H26), 1.00 (3H, s, H27), 1.59 (3H,s, H28), 4.58 &4.60 (2H, s, H29), 1.69 (3H, s,
H30). 13CNMR (125 MHz, CDCl3)δ: 39.7(CH2, C1), 28.1 (CH2, C2), 79.7 (CH, C3), 40.1 (Cq, C4),
(CH, C5), 19.6 (CH2, C6), 35.7 (CH2, C7), 43.3 (Cq, C8), 56.9(CH, C9), 38.4 (Cq, C-10), 26.9
(CH2, C11), 28.8 (CH2, C12),40.2 (CH, C13), 48.6 (Cq, C14), 30.9 (CH2, C15), 38.3 (CH2,C16),
49.2 (Cq, C17), 52.1 (CH, C18), 50.5 (CH, C19), 152.2 (Cq,C20), 35.5 (CH2, C21), 42.2 (CH2, C22),
31.8 (CH3, C23), 16.2(CH3, C24), 16.9 (CH3, C25), 16.7 (CH3, C26), 15.2 (CH3, C27),19.5 (CH3,
C28), 110.2 (CH2, C29), 22.2 (CH3, C30).
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode Kirby- Bauer, dimana pada zona
penghambatan pertumbuhan bakteri digunakan sebagai parameter untuk mengetahui aktivitas
antibakteri. Bakteri yang telah tumbuh pada media padat diberi larutan senyawa uji pada piringan
kertas dengan konsentrasi: 100 μg/ml. Ciprofloxacin digunakan sebagai kontrol positif pada
konsentrasi 100 μg/ml untuk P. aeruginosa dan amoxylin 100 μg/ml untuk E. dan S. aureus dalam air
pelarut, dan metanol/air digunakan sebagai kontrol negatif (3:1). Setelah inkubasi selama 24 jam pada
suhu 35-37 °C secara aerobik dan anaerobik, zona bening di sekitar piringan kertas yang telah diberi
larutan uji (senyawa uji, kontrol positif dan kontrol negatif), diamati dan diukur menggunakan
kaliper). Zona bening ini menunjukkan zona hambat pertumbuhan bakteri yang dihasilkan oleh
senyawa uji11,12.

HASIL

Daun S. alba dikeringkan dan berturut-turut diekstraksi dengan metanol 96%. Oleh karena itu, analisis
fitokimia berikutnya difokuskan pada ekstrak metanol, yang dikromatografi di atas kolumn yang
dikemas dengan silika gel G60 dengan elusi gradien. Fraksi-fraksi tersebut berulang kali mengalami
kromatografi kolom fase normal dan fase terbalik, menghasilkan satu pentasiklik triterpenoid
(Gambar 1). Senyawa (20 mg), muncul sebagai jarum putih.
Data spektral Spektrum IR (KBr) terisolasi menunjukkan frekuensi penyerapan karakteristik pada
3590 dan 1236cm-1 khas peregangan O-H dan getaran ikatan C-O masing-masing; Getaran C-C
berada pada 1687 cm-1. Penyerapan yang diamati pada 897cm-1 disebabkan oleh getaran C-H yang
tidak jenuh; Getaran peregangan dan lentur karena gugus metil diwakili oleh pita pada 2935cm-1 dan
1462cm-1 dan sinyal pada 1385cm-1 disebabkan oleh getaran metilenik (sikloalkana) 13,14.
Spektrum senyawa 1H-NMR menunjukkan adanya tujuh proton metil singlet pada δ 0,75,
0,85, 0,94, 0,96, 1,00, 1,59 dan 1,69 ppm. Senyawa terisolasi juga menunjukkan proton
pada δ 2,23 ppm yang dapat diindikasikan sebagai lupeol. Proton H-3 menunjukkan
multiplet pada δ 3,15 ppm sementara sepasang singlet lebar pada δ 4,58 dan δ 4,60
(masing-masing 1H) menunjukkan proton olefinik pada (H-29). Proton metilen Sp3
menunjukkan pada δH 1,20, 1,39, 1,40, 1,41, 1,42, 1,44, 1,65, 2,22, dan 2,25 ppm.
Penugasan ini sesuai dengan struktur lupeol14-16.

Spektrum 13C-NMR menunjukkan tujuh gugus metil pada δ: 31,8 (C-23), 19,5 (C-28), 16,8 (C-25),
16,7 (C-26), 16,2 (C-24), 15,2 (C-27) dan 22,2 (C-30); sinyal karena gugus eksometilen pada δ: 110,2
(C-29) dan 152,0 (C- 20). DEPT 135º menunjukkan dan milik sepuluh metilen, lima metana dan lima
karbon kuarter ditugaskan dengan bantuan DEPT 135º spektrum15,16. Sinyal deshielded pada δ 79.0
disebabkan oleh C-3 dengan gugus hidroksil yang melekat padanya. Konfirmasi struktur terisolasi
dicapai melalui percobaan 2D-NMR (COSY dan HMBC).

Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)

Figure 1. Structure of isolated compound: Lup-20(29)-en-


3β-ol)
Table 1. NMR data (500 MHz for 1H and 125 MHz for 13C,
in CDCl3) for isolated compound and Compared with
references

Positio C-
13
DEP H -NMR
1
13C-NMR H -NMR
1

nC NMR T H (Int., H (Int.,


C mult) C mult) ref.
(ppm) 135 (ppm) ref.
°
1 39.7 CH 2.22 (2H, m) 38.0 2.37 (2H, m)
2
2 28.1 CH 1.65 (2H, m) 25.3 1.65 (2H, m)
2
3 79.7 CH 3.15 (1H, dd) 78.4 3.20 (1H, dd)
4 40.1 Cq - 38.6 -
5 57.7 CH 0.70 (1H, d) 55.1 0.69 (1H, d)
6 19.6 CH 1.42 (2H, m) 18.1 1.42 (2H, m)
2
7 35.7 CH 1.44 (2H, m) 34.1 1.43 (2H, m)
2
8 43.7 Cq - 41.2 -
9 56.9 CH 1.07 (1H, d) 49.7 1.06 (1H, d)
1 38.4 Cq - 37.3 -
0
1 26.9 CH 1.40 (2H, m) 21.1 1.40 (2H, m)
1 2
1 28.7 CH 1.41 (2H, m) 27.5 1.41 (2H, m)
2 2
1 40.2 CH 0.75 (1H, s) 39.2 0.76 (1H, s)
3
1 48.6 Cq - 42.6 -
4
1 30.9 CH 1.20 (2H, m) 27.6 1.22 (2H, m)
5 2
1 38.3 CH 1.39 (2H, m) 35.6 1.38 (2H, m)
6 2
1 49.2 Cq - 43.2 -
7
1 52.1 CH 0.96 (1H, d) 48.2 0.97 (1H, d)
8
1 50.5 CH 2.23 (1H, d) 47.8 2.38 (1H, d)
9
2 152.2 Cq - 151.6 -
0
2 35.5 CH 2.25 (2H, m) 30.2 2.40 (2H, m)
1 2
2 42.2 CH 2.22 (2H, m) 40.2 2.39 (2H, m)
2 2
2 31.8 CH 0.94 (3H, s) 28.2 0.91 (3H, s)
3 3
2 16.2 CH 0.96 (3H, s) 16.0 0.94 (3H, s)
4 3
2 16.8 CH 0.85 (3H, s) 16.8 0.74 (3H, s)
5 3
2 16.7 CH 0.75 (3H, s) 16.4 0.78 (3H, s)
6 3
2 15.2 CH 1.00 (3H, s) 15.1 1.06 (3H, s)
7 3
2 19.5 CH 1.59 (3H, s) 18.0 1.59 (3H, s)
8 3
2 110.2 CH 4.58 & 4.60 (2H, s) 108.6 4.56 & 4.70
9 (2H, s)
2
3 22.2 CH 1.69 (3H, s) 19.5 1.72 (3H, s)
0 3

Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)

Table 2. Antibacterial activity test result

Bakt lupeol compound Positive control Negative control


eri (mm) (mm) (mm)
S. aureus 18 22 0
P. 14 25 0
aeruginosa
E. coli 13 22 0

Spektrum COSY 1H-1H digunakan untuk mengidentifikasi proton yang berkorelasi dengan tiga jarak
ikatan. Spektrum COSY dari senyawa terisolasi menunjukkan puncak seperti antara δ 2,23, H-19 dan
satu sinyal proton metilen Sp3 (δ 2,25, H-21) dan sinyal proton metana Sp3 lainnya (δ 0,96, H-18);
dan sinyal proton metana beroksigen milik (δ 1,69, sinyal metilen H- 30 dan Sp3 (δ 1,65, H-2)16-19.
Spektrum HMBC digunakan untuk menentukan korelasi antara proton dan karbon dari dua hingga
tiga ikatan (2J dan 3J). Dari spektrum tersebut dapat diamati bahwa H-13 (δH = 0,75 ppm) berkorelasi
dengan C-12 (δC = 28,7 ppm), H-26 (δH = 0,75 ppm) memiliki korelasi dengan C-10 (δC = 38,4
ppm), H-23 (δH = 0,95 ppm) memiliki korelasi dengan C-24 (δC = 16,2 ppm), dan H-28 (δH = 1,0
ppm) memiliki korelasi dengan C-15 (δC = 30,9 ppm). Pasangan singlet luas proton olefinik pada δH
4,58 dan 4,60 menunjukkan puncak silang dengan sinyal karbon metilen [δ 50,5 (C-19) dan δ 22,2 (C-
30)] oleh korelasi J3. Analisis spektral sebelumnya dan perbandingan dengan data yang dilaporkan
(tabel 1), membuat kami mengusulkan struktur compund terisolasi sebagai lupeol, triterpenoid
pentasilik, (gambar 1) di bawah ini.
Hasil pengujian aktivitas antibakteri senyawa terisolasi berdasarkan zona hambat senyawa terisolasi
pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia
ditunjukkan pada Tabel 2. Respon yang berbeda dari tiga kelas bakteri terhadap senyawa terisolasi
disebabkan oleh perbedaan sensitivitas bakteri Gram positif (S. aureus dan E.) dan bakteri Gram
negatif (P. aeruginosa) terhadap senyawa terisolasi. Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif
terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel Gram positif yang
sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan untuk
menemukan tujuan kerja.

KOMENTAR :

Keunggulan : Dalam penelitian ini kami berhasil mengisolasi senyawa triterpenoid pentasiklik Lup-
20(29)-en-3β-ol) dari ekstrak metanol daun Sonneratia alba. Hasil uji aktivitas antibakteri
menunjukkan bahwa senyawa terisolasi efektif menghambat pertumbuhan patogen bakteri ini dengan
zona hambat 18 mm untuk Staphyloccocus aureus, 14 mm untuk Pseudomonas aeruginosa, dan 13
mm untuk Escherichia. Ini adalah laporan pertama senyawa lupeol isolasi dari daun Sonneratia alba
dan menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen dari spesies ini.

Kekurangan : Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia ditunjukkan pada Tabel 2. Respon yang
berbeda dari tiga kelas bakteri terhadap senyawa terisolasi disebabkan oleh perbedaan sensitivitas
bakteri Gram positif (S. aureus dan E.) dan bakteri Gram negatif (P. aeruginosa) terhadap senyawa
terisolasi. Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini
disebabkan oleh struktur dinding sel Gram positif yang sederhana sehingga memudahkan senyawa
antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan untuk menemukan tujuan kerja.
LAMPIRAN

Accelerating the world's research.

KARAKTERISASI SPEKTROFOTOME
Santa Angelia Br Ginting

Related papers Download a PDF Pack of the best related papers

Organizational Learning, Epistemology and Theory Justification: The Absence of the Major Pr…
Doron Faran

EXPERT ASSESSMENTS OF E-COMMERCE IN SUB-SAHARAN AFRICA: A THEORETICAL MODEL OF INFR…


Chitu Okoli

¿Váscones o Wascónes? Acerca del Ducado de Cantabria y la fundación de ciudades en el norte peni
n…
Rafael Barroso Cabrera, Jesús Carrobles Santos
ISSN : 1979-6870

KARAKTERISASI SPEKTROFOTOMETRI I R DAN


SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M)
SENSOR GAS DARI BAHAN POLIMER POLY
ETHELYN GLYCOL (P E G)
Budi Gunawan1, Citra Dewi Azhari2

ABSTRACT
In this research, observation toward some polymers such as polyethylene
glycol (PEG), silicon, and squalane used as polymer carbon composite functioning
as gas sensor has been done these polymer carbon composite was synthesized with
combination of polymer and carbon in suitable solvent. Polar polymer was
dissolved in aquademin while non polar polymer was dissolved in chloroform. The
synthesized polymer carbon composite was characterized using multi-meter,
spectrophotometer IR and Scanning Electron Microscopy (SEM). Polymer can
maked as gas sensor, if it is have change resistivity and conductivity at before and
after increasing ethanol 90% steam. The bigger the conductivity of polymer carbon
composite (before increasing ethanol 90% steam), the better the polymer carbon
composite. In this research, polymer with the greatest conductivity (0.082 mho) is
PEG 6000 before addition of ethanol 90%.
Keywords : polymer, polymer carbon composite, gas sensor, polietilen glikol (PEG), carbon.

ABSTRACT
Dalam penelitian ini, pengamatan terhadap beberapa polimer seperti
polyethylene glycol (PEG), silikon, dan squalane digunakan sebagai polimer karbon
komposit berfungsi sebagai sensor gas yang telah dilakukan ini polimer karbon
komposit disintesis dengan kombinasi polimer dan karbon dalam pelarut yang
sesuai. Polar polimer dilarutkan dalam aquademin sedangkan polimer non polar
dilarutkan dalam kloroform. Komposit polimer karbon disintesis dikarakterisasi
menggunakan multi-meter, spektrofotometer IR dan Mikroskop Elektron (SEM).
Polimer dapat ditandai sebagai sensor gas, jika sudah memiliki perubahan
resistivitas dan konduktivitas pada sebelum dan setelah peningkatan uap etanol
90%. Semakin besar konduktivitas polimer komposit karbon (sebelum
meningkatkan uap etanol 90%), semakin baik polimer karbon komposit. Dalam
penelitian ini, polimer dengan konduktivitas terbesar (0,082 mho) adalah PEG 6000
sebelum penambahan etanol 90%.

Kata kunci: polimer, komposit polimer karbon, sensor gas, polietilen glikol (PEG), karbon

PENDAHULUAN
Salah satu pengembangan bahan polimer pada saat ini adalah komposit polimer-
karbon. Komposit polimer-karbon merupakan bahan polimer yang didoping dengan
bahan tertentu sehingga bersifat konduktor. Karena sifat konduktifitas elektronik
menjadikannya suatu zat
1
Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus
2
Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA ITS Surabaya

KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS


Veronica
1
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
yang berbeda dengan polimer pada umumnya. Bahan polimer mempunyai ikatan
kovalen yang kuat sehingga elektron pada pita terluar sulit untuk lepas, oleh karena itu
polimer pada umumnya tidak mempunyai sifat konduktifitas, tetapi dengan perlakuan
doping zat tertentu polimer bisa menjadi konduktif.
Komposit polimer-karbon pada bidang elektronik mempunyai dua kegunaan, yang
pertama sebagai material untuk pembuatan beberapa alat/instrumen dan yang kedua
sebagai bahan sensor gas. Sensor sesuatu yang digunakan untuk mendeteksi adanya
perubahan lingkungan fisik atau kimia. Sebagai bahan sensor gas komposit polimer-
karbon digunakan sebagai input atau masukan utama bagi suatu sistem instrumentasi
elektronik dimana sensor berfungsi sebagai indra atau peraba untuk membaca besaran
atau variabel dari luar . Penggunaan komposit polimer-karbon sebagai sensor gas
mempunyai keuntungan diantaranya: sensitivitas yang tinggi dan respon waktu yang
pendek pada suhu ruang, portabilitas dan ekonomis.
Dewasa ini industri-industri baik makanan, minuman, dan lain-lain
menggunakan sistem sensor gas untuk membantu dalam proses produksi agar
menghasilkan produk yang baik, misalnya dalam mendeteksi kematangan buah pear
atau apel. Disini sistem sensor gas digunakan untuk mendeteksi gas etilen yang
dikeluarkan oleh buah pear atau apel. Sistem sensor gas juga digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis madu dan juga wilayah geografi madu itu berasal.
Dalam bidang biomedis, sistem sensor gas digunakan untuk mendeteksi
kanker paru- paru dengan menganalisa volatile organic compound (VOC) yang
dikeluarkan saat manusia bernafas, bahan VOC terdiri dari turunan benzena dan turunan
alkana.
Polusi udara dewasa ini memang sangat memprihatinkan terutama di kota-kota
industri, dimana gas buang dari industri sangat bermacam-macam salah satunya adalah
gas amoniak, yang merupakan gas dengan kadar racun yang tinggi. Oleh karena itu
sensor untuk mendeteksi gas amoniak dibutuhkan untuk memonitoring tingkat
konsentrasi dalam industri kimia, baik itu dalam produksi pakan ternak dan produksi
pupuk dimana gas amoniak digunakan atau dihasilkan.
Sensor gas yang dibuat dari bahan komposit polimer-karbon ini mempunyai sifat
selektifitas yang tinggi terhadap jenis gas tertentu, dalam arti jika dipakai untuk
mensensor suatu jenis gas tertentu yang belum diketahui jenisnya, maka akan
membutuhkan sensor dalam jumlah yang banyak. Untuk mengatasi hal tersebut, para
peneliti mencoba melakukan pendekatan alternatif dengan meniru prinsip kerja sistim
penciuman mamalia. Pada pendekatan ini, sistim identifikasi jenis gas menggunakan
sebuah deret sensor yang terdiri
sejumlah elemen sensor dengan setiap elemen sensornya mempunyai tanggapan
terhadap jenis gas tertentu.
Dengan melihat beberapa kegunaan dari komposit polimer-karbon di atas, maka
dalam penelitian ini akan dibuat komposit polimer-karbon yang dapat digunakan sebagai
sensor gas. Komposit polimer-karbon yang dipakai sebagai bahan sensor ini
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari jenis polimer yang
dipakai. Dalam penelitian ini digunakan polimer poli etilen glikol (PEG) 6000, PEG
1540, PEG 20, dan PEG 200 karena bahan-bahan tersebut jenis polimer yang biasa
dipakai sebagai bahan sensor gas. Selain itu, bahan-bahan tersebut mempunyai nilai
konduktivitas dan sensitivitas yang berbeda untuk setiap gas senyawa organik volatil.
Semakin besar nilai konduktivitas (pada penilitian ini sebelum penambahan uap etanol
90%), maka semakin baik bila digunakan untuk komposit polimer-karbon. Komposit
polimer karbon tersebut akan mengalami efek ‘swelling’ atau efek mengembang jika
terkena gas.
Gas yang digunakan dalam penilitian ini adalah etanol 90%. Dengan efek
mengembang ini memungkinkan perubahan luas permukaan komposit polimer-karbon
jika terkena gas. Perubahan luas permukaan ini mempengaruhi perubahan resistansi dari
kondukting polimer sehingga dengan perubahan resistansi ini bisa mempengaruhi juga
nilai konduktivitas polimer yang merupakan kebalikan dari resistivitasnya. Pengujian
karakteristik yang akan dilakukan adalah analisa kualitatif dengan metode Scanning
Electron Microscope (SEM) untuk memonitor morfologi permukaan PEG 6000, PEG
1540, PEG 20, PEG 200, silikon, dan squalane serta spektrofotometri IR untuk
karakterisasi gugus fungsi polimer tersebut.

KAJIAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tentang Polimer


Polimer didefinisikan sebagai makromolekul yang dibangun oleh pengulangan
kesatuan kimia yang kecil dan sederhana yang setara dengan monomer, yaitu bahan
pembuat polimer. Akibatnya, molekul-molekul polimer umumnya mempunyai massa
molekul yang sangat besar. Hal inilah yang menyebabkan polimer memperlihatkan
sifat sangat berbeda dari molekul-molekul biasa meskipun susunan molekulnya sama.
Proses pembentukan polimer dari monomernya disebut dengan polimerisasi.
Polimerisasi tersebut akan menghasilkan polimer dengan jumlah susunan ulang yang
tertentu. Jumlah susunan ulang pada hasil proses polimerisasi dikenal sebagai derajat
polimerisasi (Cowd, 1991).

Sifat Kelistrikan Polimer

KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS


Veronica
3
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
Polimer memiliki resistensi tinggi, sehingga kebanyakan digunakan sebagai
isolator. Tetapi resistansi ini memiliki batas tertentu dimana permukaan polimer akan
berubah menjadi karbon dan menghantarkan arus listrik jika terkena muatan listrik yang
berlebihan.
Selain itu, telah ditemukan sifat elektrik yang tidak lazim dari polimer mengenai
konduktivitas, penyimpanan muatan dan transfer energi. Salah satu dari sifat yang tidak
lazim ini adalah fenomena perubahan energi panas dan energi getaran menjadi energi
listrik. Perubahan energi panas menjadi energi listrik dan sebaliknya dilakukan oleh
piezoelectric. Saat ini, piezoelectric telah dikembangkan menjadi produk mikrofon dan
loudspeaker (Buchler, 1997).

Komposit Polimer-Karbon
Polimer merupakan molekul dasar yang terdiri dari sejumlah besar satuan molekul
sederhana yang tersusun secara berulang. Walaupun semula teknologi polimer
berkembang terlambat, tetapi saat ini polimer termasuk salah satu materi berteknologi
tinggi yang sedang giat dikembangkan. Perkembangan polimer paling menonjol adalah
setelah ditemukan komposit polimer-karbon. Material jenis baru yang bersifat
konduktif ini dapat disebut gabungan sifat-sifat elektrik dan optik semikonduktor
anorganik dengan polimer yang memiliki kelenturan mekanis.
Tidak semua polimer dapat menjadi konduktif. Hanya polimer terkonjugasi yang
bisa menjadi konduktor (ikatan pada rantai berupa ikatan tunggal dan rangkap yang
berposisi berselang-seling). Contoh polimer ini adalah poliasetilen, polianilin,
polythiophene, polyphenilene, polyparaphenylenevynilene, dll. Beberapa atom /
molekul dopant adalah IF6, AsF3, LiClO4, H2SO4. Dopant tidak harus berupa atom
konduktor. Banyak cara melakukan doping pada material tersebut seperti direndam
dalam larutan yang mengandung atom / molekul doping, elektrokimia, diletakkan
dalam uap atom dopant. Dengan melakukan dopping pada level tertentu (kurang dari
10% atom doping per jumlah monomer dalam polimer), konduktivitas dapat meningkat
dengan drastis
Peranan atom / molekul doping adalah menghasilkan cacat dalam rantai polimer
tersebut (cacat struktur). Cacat nilah yang berperan dalam penghantaran listrik. Cacat
dapat bermuatan positif, negative, atau netral. Secara fisika kuantum, cacat berperilaku
seolah-olah sebagai partikel. 3 jenis cacat yang dapat muncul, yang dinamai soiliton,
polaron , dan bipolaron. Cacat dapat berpindah sepanjang rantai, sehingga
menimbulkan aliran muatan. Elektron atau hole juga dapat meloncat dari satu posisi
cacat ke posisi cacat yang lain (cacat tidak berpindah), sehingga timbul pula aliran
listrik. Jumlah cacat bertambah dengan
penambahan jumlah atom dopan yang terlalu banyak dapat menurunkan sifat mekanik
polimer.

Sensor Kimia
Sensor kimia dibuat dari campuran polimer dengan bubuk carbon black. Polimer
adalah bahan dengan resistansi tinggi. Oleh karena itu, polimer berfungsi sebagai
matriks yang bersifat konduktif. Saat campuran dipapar dengan uap bahan kimia, maka
uap bahan kimia akan mengenai permukaan polimer dan berdifusi ke campuran bahan
polimer dengan carbon black dan menyebabkan ukuran permukaan polimer bertambah
luas. Karena telah dicampur dengan carbon black yang bersifat konduktif, maka area
penyebaran carbon black semakin luas dan jarak antar butiran carbon black semakin
besar. Hal ini akan menyebabkan penambahan resistansi campuran bahan polimer
dengan carbon black. Penambahan resistansi akan sebanding dengan persamaan:
ρ. ∆l
∆R = A
Setelah diketahui nilai resistansinya, maka dapat dihitung pula nilai
konduktivitasnya dengan rumus:
1
G=
R
Sensor kimia mampu merespon rangsangan yang berasal dari berbagai senyawa
kimia atau reaksi kimia. Sensor kimia dapat digunakan dalam beberapa bidang
seperti monitoring emisi polutan untuk mendeteksi ledakan. Sensor ini juga digunakan
untuk mengkarakterisasi sample gas dari percobaan di laboratorium dan untuk
mengetahui pergerakan senyawa kimia berbahaya di dalam tanah. Dalam industri kimia,
sensor kimia digunakan untuk proses dan kontrol kualitas selama produksi plastik dan
produksi pengecoran logam dimana sejumlah gas berdifusi mempengaruhi karakteristik
logam misalnya kerapuhan. Sensor kimia juga digunakan monitoring lingkungan
untuk mengontrol ambang batas terhadap kesehatan. Di dunia obat-obatan sensor kimia
digunakan untuk menentukan kesehatan pasien dengan monitoring oksigen dan
pertukaran kandungan gas dalam jantung dan darah. Sensor kimia memiliki dua
karakteristik yang unik yaitu selektivitas yang berkaitan dengan target yang hanya
diinginkan, dengan sedikit atau tidak ada campur tangan spesies lain yang bukan target.
Sensitivitas berkaitan dengan minimal konsentrasi dan perubahan konsentrasi yang
dapat dengan mudah ditangkap oleh peralatan (Fraden, 2003).
Karakterisasi Polimer
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS
Veronica
5
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
Mempelajari sifat dan karakterisasi suatu bahan menjadi salah satu hal yang
mutlak dalam pengembangan material-material baru. Pada sub bab ini akan dijelaskan
beberapa metode karakterisasi bahan polimer yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared
(FTIR), serta analisis morfologi permukaan polimer dengan Scanning Electron
Microscopy (SEM).

Analisis Fourier Transform Infrared (FT-IR)


Jumlah energi yang diperlukan untuk meregangkan suatu ikatan tergantung pada
tegangan ikatan dan massa atom yang terikat. Bilangan gelombang suatu serapan dapat
dihitung menggunakan persamaan yang diturunkan dari Hukum Hooke.

1/ 2
1 「 ( f m1 + m2 )
v= |]
| m1m2
2∐c

Persamaan di atas menghubungkan bilangan gelombang dari vibrasi regangan (v)


terhadap konstanta gaya ikatan (f) dan massa atom (dalam gram) yang digabungkan
oleh ikatan (m1 dan m2). Konstanta gaya merupakan ukuran tegangan dari suatu ikatan.
Persaman tersebut menunjukkan bahwa ikatan yang lebih kuat dan atom yang lebih
ringan menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, makin
besar energi yang dibutuhkan untuk meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi
berbanding terbalik dengan massa atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat terjadi
pada frekuensi yang lebih rendah (Bruice, 2001).
Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum
elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang
mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas di daerah antara 4000 cm-1 dan 666 cm-
1
(2,5-15,0 µm). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra merah dekat,
14.290-4000 cm-1 (0,7-2,5 µm) dan daerah infra merah jauh, 700-200 cm-1 (14,3-50
µm) (Silverstain, 1967).
Gambar 1 Skema IR

Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier
Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia,
seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi
tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan
sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan
permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya,
dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali
lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi
(Kroschwitz, 1990).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada
FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang
terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor
sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler,
1986).
Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas
spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara
digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan
frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal
itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk:
1. Mendeteksi sinyal lemah
2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah
3. Analisis getaran (Silverstain, 1967).

Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)


Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang
menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi
tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas
dan bentuk

KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS


Veronica
7
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut
electron gun.
Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. Cara kerja SEM adalah
gelombang elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi di lensa kondensor
dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi
energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang
mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh
detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan
titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi
Gambar. (Kroschwitz, 1990). Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada
spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar
(Gabriel, 1993).
Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan dahulu,
walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan penyepuhan (coating) cuplikan.
Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antara lain (Gedde, 1995):
1. Pelet dipotong menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air, larutan dan semua
benda yang dapat menguap apabila divakum, dibersihkan.
2. Cuplikan dikeringkan pada 60ºC minimal 1 jam.
3. Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis. Cuplikan logam dapat langsung
dimasukkan dalam ruang cuplikan.
Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa.
Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif
agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke ground. Bila lapisan
cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan emas.
Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi diletakkan
pada tempat sampel di sekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat mempunyai
suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada dalam tabung
dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi
ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju anoda dan ion positif
dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda emas. Hal ini menyebabkan
partikel emas menghambur dan mengendap di permukaan spesimen. Pelapisan ini
dilakukan selama 4 menit. Contoh analisa SEM seperti ditunjukkan pada Gambar 3 yang
memperlihatkan morfologi permukaan untuk sampel polipaduan (PET+PEG)
Gambar 2 Hasil analisis SEM dari polipaduan (Gabriel, 1993).

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang dilakukan adalah metode experimental dengan membuat sensor


polimer dilaboratorium yang kemudian dilakukan pengujian karakteristik. Pengujian
karakteristik yang akan dilakukan adalah analisa kualitatif dengan metode Scanning
Electron Microscope (SEM) untuk memonitor morfologi permukaan PEG 6000, PEG
1540, PEG 20, PEG 200, serta spektrofotometri IR untuk karakterisasi gugus fungsi
polimer tersebut. Adapun langkah- langkah ekperimen dijelaskan sebagai berikut:

Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass, botol timbang,
kaca arloji, spatula, aluminium foil, pipet tetes, botol semprot, neraca analitik, board,
multimeter, Scanning Electron Microscope (SEM) tipe JSM 35C, dan Buck Scientific
Model 500 Infrared Spectrophotometer
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah karbon aktif p.a, sosium lauril
sulfat (SLS) p.a, poli etilen glikol (PEG) 6000 teknis, PEG 1540 teknis, PEG 20 teknis,
PEG 200 teknis, silicon DC-200 teknis, squalene p.a, aquademin, dan kloroform p.a, dan
etanol 90% teknis.

Prosedur Kerja
Uji Perbandingan Komposisi PEG : Karbon : SLS
PEG 6000, karbon aktif, dan SLS dicampur dalam beaker gelas dengan
perbandingan variasi komposisinya ditunjukkan pada Tabel 3.1. Campuran tersebut
ditambahkan aquademin tetes demi tetes hingga membentuk gel. Gel tersebut dilapiskan
pada board yang akan digunakan sebagai sensor gas. Board tersebut dimasukkan ke
dalam oven selama 2 jam dengan suhu 400C. Board dikeluarkan dari oven dan
diletakkan dalam desikator selama 24 jam. Diukur konduktivitas dari ketiga
komposisi tersebut, mana yang lebih besar nilai
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) 9
Veronica
SENSOR GAS DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
konduktivitasnya (sebelum penambahan uap etanol 90%), maka komposisi tersebut
dijadikan untuk perbandingan komposisi komposit polimer-karbon.

Komposisi PEG 6000 (gr) Karbon aktif (gr) SLS (gr)


I 1 1 0,001
II 1 2 0,001
III 2 1 0,001
Tabel 1 Perbandingan variasi komposisi PEG 6000 : karbon aktif : SLS

Pembuatan Komposit Polimer-Karbon dari PEG 6000, PEG 1540,


PEG 20, dan PEG 200
Setelah diketahui perbandingan komposisi yang cocok antara PEG : karbon aktif :
SLS yaitu sebesar 1 : 1 : 0,001, maka PEG 6000, karbon aktif dan sodium lauril sulfat
(SLS) ditimbang dengan perbandingan komposisi tersebut, lalu dicampurkan dalam
beaker gelas. Campuran tersebut ditambahkan aquademin tetes demi tetes hingga
membentuk gel. Gel tersebut dilapiskan pada board yang akan digunakan sebagai
sensor gas. Lalu board tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam dengan suhu
400C. Setelah itu board dikeluarkan dari oven dan diletakkan dalam desikator selama
24 jam. Langkah di atas diulangi untuk PEG 1540, PEG 20, dan PEG 200.

Analisis Konduktivitas
Komposit polimer-karbon dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, PEG 200, silikon
DC- 200, dan squalane diukur nilai resistansinya dengan menggunakan multimeter.
Kemudian dihitung konduktivitasnya baik sebelum dan setelah penambahan uap etanol
90%.

Analisis Spektrofotometer IR
Setelah diketahui nilai konduktivitas dari masing-masing komposit polimer-
karbon tersebut, maka didapatkan nilai konduktivitas yang paling besar (sebelum
penambahan uap etanol 90%) yaitu pada komposit polimer-karbon PEG 6000. Oleh
karena itu pada komposit polimer-karbon PEG 6000 dilakukan analisa sebelum dan
setelah penambahan etanol 90% dengan menggunakan spektrofotometer IR. Analisa
spektrofotometer IR dilakukan untuk melihat gugus yang terkandung dalam
komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum dan setelah penambahan etanol 90%.
Alat yang digunakan adalah Buck Scientific Model 500 Infrared Spectrophotometer.
Pengujian ini dilakukan pada bilangan gelombang 400– 4000 cm-1.
Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Struktur morfologi permukaan diamati dengan alat Scanning Electron Microscopy
tipe JSM 35C. Analisis morfologi permukaan dilakukan pada sampel komposit
polimer-karbon PEG 6000 sebelum dan setelah penambahan uap etanol 90% yang telah
dilekatkan pada boat sensor gas dengan beberapa kali pembesaran.

HASIL PENELITIAN

Analisis Konduktivitas
Setelah terbentuk komposit polimer-karbon yang dibuat dari PEG 6000, PEG
1540, PEG 20, PEG 200, silikon DC-200, dan squalane, maka komposit polimer-
karbon tersebut diuji sebagai sensor gas. Gas yang digunakan untuk menguji adalah uap
etanol 90%, karena etanol 90% merupakan senyawa organik volatil. Mula-mula
komposit polimer-karbon yang dilekatkan pada board dihubungkan pada multimeter,
kemudian diukur resistansinya sebelum penambahan uap etanol 90% dan setelah
penambahan uap etanol 90%. Cara pemberian uap etanol 90% yaitu dengan melekatkan
komposit polimer-karbon pada mulut botol yang berisi etanol 90%. Karena etanol 90%
bersifat volatil, maka uap etanol akan menguap dan tertangkap oleh komposit
polimer-karbon tersebut, sehingga bisa dihitung nilai resistansinya dengan multimeter.
Setelah nilai resistansi didapatkan, maka dihitung nilai konduktivitasnya. Hasil
resistansi dan konduktivitas komposit polimer-karbon ditunjukkan pada Tabel 2.
Sebelum ditambah uap Setelah ditambah uap etanol
Sensor etanol 90% 90%
No Komposit
Resistansi Konduktivitas Resistansi Konduktivitas
Polimer-Karbon
(kΩ) (mho) (kΩ) (mho)
1. PEG 6000 12,2 0,082 24,5 0,04
2. PEG 1540 25,2 0,04 1,295x10 6
7,722x10-7
3. PEG 20 12,3 0,081 15,5 0,065
4. PEG 200 20,4 0,049 16,2 0,062
5. Silikon DC-200 70,5 0,014 69,5 0,014
6. Squalane 101 9.9x10 -3
101,3 9,872x10-3

Tabel 2 Hasil resistansi dan konduktivitas komposit polimer-karbon

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa hasil konduktivitas yang paling


besar sebelun penambahan uap etanol 90% adalah komposit polimer-karbon dari PEG
6000 yaitu 0,082 mho, sehingga PEG 6000 dapat dikatakan jenis polimer yang paling
baek di antara jenis polimer yang dipakai di atas untuk digunakan sebagai komposit
polimer-karbon. Pengukuran nilai konduktivitas setelah penambahan uap etanol 90%
ditujukan untuk menguji sensitivitas dari masing-masing polimer tersebut terhadap uap
etanol 90%. Tiap polimer mempunyai
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Veronica 11
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
tingkat sensitivitas berbeda untuk gas yang berbeda pula. Dalam hal ini sensitivitas
yang paling tinggi terhadap uap etanol 90% adalah PEG 20 yaitu sebesar 0,065 mho.

Analisis Spektrofotometer IR
Analisis spektofotometer IR digunakan untuk mengetahui gugus-gugus yang
terbentuk dari sampel yang dihasilkan dan juga memprediksikan reaksi polimerisasi
yang terjadi. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang gelombang puncak-
puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang puncak-puncak tersebut
menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, karena masing-
masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi
tertentu.
Berdasarkan nilai konduktivitas PEG 6000 yang paling besar, maka dalam
penelitian ini dilakukan analisis spektrofotometer IR pada komposit polimer-karbon
PEG 6000 sebelum dan setelah penambahan uap etanol 90%. Hasil spektrofotometer IR
ditunjukkan pada Gb 3 dan 4

Gambar 3 Spektogram komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol 90%

Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi


3431,4 Vibrasi ulur OH dari gugus PEG
1546,1 dan 1463,1 Vibrasi ulur C=C
2880,9 Vibrasi ulur C-H alifatik dari metilen
1349 dan 1247 Vibrasi tekuk H-C-H dari metilen
Deformasi C-H dari aromatik
840,6 dan 671,2
tersubtitusi
1105,2 Vibrasi ulur C-O dari ester
1546,1 dan 1349 N=O (gugus karbon aktif)
1646,4 Vibrasi ulur C=O dari ester
Gambar 4 Spektogram komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90%

Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi


3442 Vibrasi ulur OH dari gugus PEG
1549,4 – 1459,3 Vibrasi ulur C=C
Vibrasi ulur C-H alifatik dari
2882,5 metilen

Vibrasi tekuk H-C-H dari


1275,3
metilen
Deformasi C-H dari aromatik
835,9 dan 670,7
tersubtitusi
1106,3 Vibrasi ulur C-O dari ester
1508,1 – 1549,4 N=O (gugus karbon aktif)
1647 Vibrasi ulur C=O dari ester

Spektra IR komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol


90% menunjukkan hasil yang hampir sama dengan spektra IR komposit polimer-karbon
PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90%. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
pita-pita serapan pada daerah yang hampir sama terutama pada daerah pita serapan
karakteristik. Namun yang membedakan antara dua spektra tersebut yaitu pada 3431,4
cm-1gugus –OH yang terdapat pada komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum
penambahan uap etanol 90% lebih lebar dibandingkan pada 3442 cm-1 gugus –OH pada
komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90%. Adanya
gugus –OH pada komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan etanol 90%
berasal dari PEG 6000. Sedangkan gugus –OH pada komposit polimer-karbon PEG
6000 setelah penambahan etanol 90% berasal dari etanol 90%. Gugus –OH yang
terdapat pada komposit polimer-karbon PEG 6000 terdesorpsi, karena adanya
penambahan uap etanol 90%.
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS
Veronica
13
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Analisis Morfologi Permukaan (SEM)
Morfologi permukaan
suatu sampel dapat dilihat dengan menggunakan SEM
dari (Scanning Electron
Morfologi dari suatu sampel dapat dilihat dari tiga sisi,
Microscopy).
yaitu: permukaan atas, permukaan samping dan permukaan ruang dalam. Berdasarkan
analisis menggunakan SEM, diperoleh morfologi ruang dalam pada PEG 6000 sebelum
dan setelah penambahan uap etanol 90%. Pada Gambar 5 terlihat morfologi ruang dalam
untuk sampel komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol
90% dan pada Gambar
4.6 terlihat pula morfologi ruang dalam untuk sampel komposit polimer-karbon PEG
6000 setelah penambahan uap etanol 90%.

(a)

(b)
Gambar 5 Komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol 90%; (a) pembesaran 250 kali,

(b) pembesaran 2000 kali

Pada Gambar 5 ditunjukkan morfologi permukaan dari komposit polimer-karbon


PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol 90% dengan menggunakan pembesaran
yang berbeda. Morfologi permukaannya dilihat dari sisi ruang dalam, dimana pada
Gambar 5 (a) dengan pembesaran 250 kali terlihat jelas komposit polimer-karbon PEG
6000 menyebar dan tidak merata, sedangkan pada Gambar 5 (b) dengan
menggunakan pembesaran 2000 kali terlihat dari sisi ruang dalam, matriks polimer
rapat, tetapi tidak menyatu.
(a)

(b)
Gambar 6. Komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90%, (a) pembesaran 250 kali,

(b) pembesaran 2000 kali

Pada Gambar 6 ditunjukkan morfologi ruang dalam dari komposit polimer-karbon


PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90% dengan menggunakan pembesaran
yang berbeda pula. Pada Gambar 6 (a) dengan pembesaran 250 kali terlihat morfologi
ruang dalam dari matriks polimer menyatu dan memadat dengan baik. Hal yang sama
juga terlihat pada Gambar 6 (b) dengan pembesaran 2000 kali, morfologi permukaan
dari sisi ruang dalam terlihat longgar (terdapat kekosongan ruang). Hal ini
dikarenakan adanya swelling atau efek
mengembang dari komposit polimer-karbon jika terkena gas. Efek
‘swelling’ atau
mengembang ini sebanding lurus dengan konsentrasi gas yang dideteksi.
Dengan efek
mengembang ini memungkinkan perubahan luas permukaan polimer konduktif jika
terkena gas.

KESIMPULAN
Polimer yang umumnya bersifat isolator dapat diubah menjadi konduktor yaitu
menjadi komposit polimer-karbon. Komposisi perbandingan yang cocok untuk
komposit polimer- karbon, yaitu komposisi I dengan perbandingan PEG 6000 : karbon
aktif : SLS = 1: 1: 1. Semakin besar nilai konduktivitas komposit polimer-karbon
(sebelum penambahan uap etanol 90%), semakin baik untuk digunakan sebagai
komposit polimer-karbon. Nilai konduktivitas masing-masing komposit polimer-karbon
(sebelum penambahan uap Etanol 90%) yaitu untuk PEG 6000 sebesar 0,082 mho,
PEG 1540 sebesar 0,04 mho, PEG 20 sebesar 0,081 mho, PEG

KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) 15


Veronica
SENSOR GAS DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
200 sebesar 0,049 mho, silicon DC sebesar 0,014 mho, dan squalane sebesar 9,9x10 -3.
Oleh karena itu, komposit polimer-karbon yang mempunyai nilai konduktivitas paling
besar (sebelum penambahan uap Etanol 90%) adalah PEG 6000.

DAFTAR PUSTAKA
Bai, H. 2007, Review: Gas Sensors Based on Conducting Polymer Sensors. Vol: 7,
Hal: 267- 307.
Bassler. 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, edisi keempat, Erlangga,
Jakarta. Bruice, P. Y. 2001, Organic Chemistry, Prentice Hall International, Inc.,
New Jersey.
Buchler, M.G. dan Ryan, M. A.(1997), Temperature and Humidity Dependence of a
Polymer- Based Gas Sensor, Technical Publications of Jet Propulsion
Laboratory, California Institute of Technology, Proceedings of The
International Society for Optical Engineering.
Cowd, M.A. 1991, Kimia Polimer, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Citra, D. A., 2009, Studi Pendahuluan Pembuatan Komposit Polimer-Karbon
Sebagai Sensor Gas Etanol 90%, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Daintith, John (Ed) , 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Eckenfelder, W. 1981, Application of Adsorption to Waste Water Treatment, Enviro
Press Inc., Nashville.
Fox, M. A., dan Whitesell, J. K. 1997, Core Organic Chemistry, Jones and Bartlett
Publishers, Massachusetts.
Fraden, Jacob. 2003, Handbook of Modern Sensors Physics, Designs, and Application, 3th
Edition, San Diego, California.
Gedde, U. W. 1995, Polymer Physics, Chapman and Hall, London.
Kroschwitz, J. 1990, Polymer Characterization and Analysis, John Wiley and Sons,
Inc., Canada.
Lange, U. 2008, Conducting Polymers in Chemical Sensors and Arrays, University
of Regensburg, Germany.
Lonergan, M. C., dkk. 1997, Array-Based Vapor Sensing Using Chemically Sensitive,
Carbon Black-Polymer Resistors, Proceeding of The International Society for
Optical Engineering.
Narkanti, dkk. 1996, Kimia Polimer, Jurusan Kimia FMIPA-ITS,
Surabaya. Odian, G. 1991, Principle of Polymerization, John Wiley and
Sons, Inc., New York.
Rabek, J. F. 1980, Experimental Methods in Polymer Chemistry, John Wiley and Sons,
Inc., New York.
Rivai M. 2007, Pengaruh Principle Component Analysis Terhadap Tingkat
Identifikasi Neural Network Pada Sistem Sensor Gas, TELKOMNIKA Vol.
5, No. 3, 159 – 167.
Rohaeti, E., dan Surdia, N. M. 2003, Pengaruh Variasi Berat Molekul Polietilen
Glikol Terhadap Sifat Mekanik Poliuretan, Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8
No. 2, hal 63
– 66.
Sawyer, Clair N., dkk, 1994, Chemistry for Evironmental Engineering, 4th edition, Mc
Graw Hill Inc, New York
Sharp, P. W. A. 1983, Dictionary of Chemistry, Penguin Books Ltd, England.
Silverstain, R. M., dan Bassler, G. C. 1967, Spectrometric Identification of Organic
Compounds, Second Edition, John Wiley and Sons, Inc., New York.
Stevens, M. P. 2001, Kimia Polimer, Edisi Pertama, Pradnya Paramita, Jakarta.

17
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS
Veronica
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)

INTERNATIONAL RESEARCH JOURNAL OF PHARMACY


www.irjponline.com
ISSN 2230 – 8407

Research Article
ISOLATION AND CHARACTERIZATION TRITERPENOID COMPOUND FROM LEAVES MANGROVE
PLANT (Sonneratia Alba) AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST

Weny JA. Musa *1, Suleman Duengo 1 and Boima Situmeang 2


1
Department of Chemistry, Faculty of Mathematic and Natural Sains, Gorontalo State University, Indonesia
2
Department of Chemistry, Sekolah Tinggi Analis Kimia Cilegon, Banten, Indonesia
*Corresponding Author Email: boimatumeang@stakc.ac.id

Article Received on: 22/02/18 Approved for publication:

22/03/18 DOI: 10.7897/2230-8407.09347

ABSTRACT

Mangrove plant (Sonneratia alba) is easily found in Indonesia and has the potential of being a herb medicine. General phytochemical screening revealed
the presence of flavonoid, steroid, triterpenoid, and tannin compounds. Mangrove plant variously used in ethnomedicine to treat wounds, diarrhea,
and fever disease. Lup-20(29)-en-3β-ol (lupeol) compound is pentacyclic triterpenoid group. Lupeol was isolated from the methanol extract of the
leaves of mangrove (S. alba). Extraction was done by maceration method using methanol 96% as solvent. Its isolation was carried out by a combination of
column chromatography and combination of n-hexana, ethyl acetate, and methanol solvent. The structure was determined by analysis of IR, 1H-
NMR, 13C- NMR, 2D NMR and MS spectroscopies data, as well as comparison with various reference. The result of antibacterial activity test showed
that isolated compound effectively inhibited the growth of these bacterial pathogens with inhibition zone 18 mm for Staphyloccocus aureus, 14 mm for
Pseudomonas aeruginosa, and 13 mm for Escherichia coli. This is the first report of isolation lupeol compound from the leaves of Sonneratia alba of
this species and antibacterial activity test against Staphyloccocus aureus, Pseudomonas aeruginosa, and Escherichia coli pathogen bacterial.

Keywords: Sonneratia alba, antibacterial, triterpenoid, and mangrove.

INTRODUCTION and still a health problem in all levels of society


from low to high socioeconomic levels. Infectious
Mangroves are a group of plants high or shrubs disease of the skin tissue that commonly affects
that grow in coastal areas tropical and the public caused by various microbes. Bacteria
subtropical. This plant has a distinctive cause the most common skin disease and infection
morphological features and can survive in is Staphylococcus aureus, Pseudomonas
environments with high salinity1,2. Mangroves aeruginosa, and
grow in coastal areas and have a unique
adaptation to cope with environmental stresses
such as high salinity, high temperature and
strong sunlight radiation, as well as the
abundance of microorganisms and insects3.
Some mangroves have been used as herbs and
extracts have biological activity in humans,
animals and harmful bacteria but a study of the
womb secondary metabolites responsible the
biological activity is still limited4-6.

Sonneratia alba is one of mangrove plants in


the family of lythraceae. Sonneratia alba
widely known in Indonesia with the name
coastal Pidara white and widely distributed in
the coastal regions of Southeast Asia and the
Indian Ocean7. This plant has been used
traditionally in coastal communities of
Indonesia to the treatment of wounds, diarrhea,
and fever8. In previous study phytochemical
investigation Sonnetaria has been reported
contained triterpenoid, steroid, and flavonoid
compounds.

Infectious disease and parasites are one of the


major disease in the world. According to World
Health Organization (WHO) data in 2011,
infectious diseases and parasites are the third
leading cause of death in the world9. In
Indonesia, infection deseases is one of the major
caused of death especially in north Indonesia
Escherichia coli10,11. Based on reports of octadecylsilane (ODS) RP- 18, 10% H2SO4 in
various studies have not revealed the active ethanol, alcohol 70%, ciprofloxacin 100 ppm,
compounds antibacterial, diarrhea and in skin amoxylin 100 ppm, bacto agar, and Mueller-
disease derived from the leaves of plants Hinton agar.
Sonneratia alba. Therefore in this study,
isolation of antibacterial compounds from Instrumentation
plant leaf parts and antibacterial activity test
against bacterial pathogen causing skin Spectrum measurements were performed using
diseases are needed. a variety of spectroscopy tools. Infrared (IR)
spectra were measured with Shimadzu FTIR, 1H
and 13C-NMR spectra were measured using
MATERIAL AND METHODS JEOL JNM A-500 which works at 500 MHz
(for 1H-NMR spectrum) and at 125 MHz (for
Material 13
C-NMR spectrum) with TMS as an internal
standard, ES-MS spectrometry (UPLC MS/MS
The research specimen is S. alba collected TQD type Waters) and laminar air flow.
from Dulupi village, Boalemo district,
Gorontalo province, Indonesia in july 2016.
The chemicals used in this research were Extraction and Purification
ethyl acetate, n-hexane, methanol, distilled
Dried leaves of S. alba (240 g) was extracted
water, silica gel G60 (70-320 mesh), thin
successively with methanol 96% (3 × 24 hours),
layer chromatography (TLC), silica plate,
followed by filtration. The filtrates

85
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)

were combined and evaporated by rotary Test for Triterpenoid with Liebermann-Burchard Reaction
evaporator at a temperature of 45°C using a
buchi rotary evaporator to give a residu. A few crystals of compound 1 and 2 were dissolve
Concentrate of methanol extract obtained as in chloroform and a few drops of concentrated
much 13 g of a gummy concentrate of the crude sulfuric acid were added to it followed by the
extract. addition of 2-3 drops of anhydride acetid. In this
case isolated compound turned to violet blue and
The methanol extract (10 g) was subjected to finally formed green color which indicates the
liquid chromatography over silica gel using a presence of triterpenoid10.
gradient elution mixture of n-hexane-EtOAc
(10:0-0:10) as an eluting solvent, yielding 7 Characterization compound
fractions (A–G). Fraction C (0.15 g) was
subjected to column chromatography over silica
Different spectroscopic methods were used to
gel using a mixture of n-hexane
elucidate the structure of isolated compound.
:EtOAc (9:1) as an eluting solvent, affording 30 Among the spectroscopic techniques IR, 1H and
fractions (E01– E30) and give pure isolated. The 13
C-NMR, HMQC, HMBC and H-H COSY were
purification results of these compounds were carried out. The infrared spectrum was recorded
determined by TLC on silica gel and ODS with
on Shimadzu affinity-1, 1H and 13C-NMR spectra
several solvent systems and showed a single
were recorded using CDCl3 as solvent on JEOUL
spot.
NMR 500 MHz spectrometer.
Chromatographic Separation
Isolated compound : white needles. IR (KBr) Ʋmax
The column was packed with fine TLC grade /cm-1: 3590, 2935, 1687, 1462, 1385, 1236, and
siliga gel G60 was used as the packing material. 897. 1HNMR (500 MHz, CDCl3) δ: 2.22 (2H, m,
A column having 50 cm leght and 5 cm in H1), 1.65 (2H, m, H2), 3.15 (1H, dd, J
diameter was packed with the silica gel G60 15.0, 8.4 Hz, H3), 0.70 (1H, d, H5), 1.42 (2H, m,
H6), 1.44 (2H,
under reduced pressure. The column was m, H7), 1.07 (1H, H9), 140 (2H, m, H11), 1.41
washed with methanol and then with n-hexane (2H, m, H12),
to facilitate compact packing. The methanol 0.75 (1H, s, H13), 1.20 (2H, m, H15), 1.39 (2H,
m, H16), 0.96
extract was subjected to column (1H, d, H18), 2.23 (1H, d, H19), 2.25 (2H, m,
chromatography. The column was then eluted H21), 2.22 (2H, m,
using n-hexane (150 mL) followed by mixture H22), 0.94 (3H, s, H23), 0.96 (3H, s, H24), 0.85
(3H, s, H25),
of n- hexane-ethyla cetate (10:0-0:10). A total 0.75 (3H, s, H26), 1.00 (3H, s, H27), 1.59 (3H, s,
of 10 fractions (A-J) were collected each in 250 H28), 4.58 &
mL beakers. 4.60 (2H, s, H29), 1.69 (3H, s, H30). 13CNMR
(125 MHz, CDCl3)
δ: 39.7 (CH2, C1), 28.1 (CH2, C2), 79.7 (CH, C3),
The fraction C (0.15 g) was subjected to column
40.1 (Cq, C4),
chromatography over silica gel (Kieselgel G60, (CH, C5), 19.6 (CH2, C6), 35.7 (CH2, C7), 43.3
mesh 70-230) using a mixture of n- (Cq, C8), 56.9
hexane :Ethyl acetate (9:1) as an eluting solvent,
affording 30 fractions (C01–C30). Fraction C19
was found to yield crystal on the wall of the
beakers. The crystals were washed with n-
hexane carefully. As a result mother solution
was obtained leaving back the needle shape
crystals which were isolate as compound. The
purification results of compound were
determined by TLC on silica gel and ODS with
several solvent systems and showed a single
spot (>95% pure).
(CH, C9), 38.4 (Cq, C-10), 26.9 (CH2, C11), 28.8 (CH2, triterpenoid pentacyclic (Figure 1). The
C12),
40.2 (CH, C13), 48.6 (Cq, C14), 30.9 (CH2, C15), 38.3 compound (20 mg), appeared as white needles.
(CH2,
C16), 49.2 (Cq, C17), 52.1 (CH, C18), 50.5 (CH, C19),
152.2 (Cq, Spectral data
C20), 35.5 (CH2, C21), 42.2 (CH2, C22), 31.8 (CH3,
C23), 16.2 The IR spectrum (KBr) of isolated showed
(CH3, C24), 16.9 (CH3, C25), 16.7 (CH3, C26), 15.2
(CH3, C27), characteristic absorption frequencies at 3590
19.5 (CH3, C28), 110.2 (CH2, C29), 22.2 (CH3, C30). and 1236cm-1 typical of the O-H stretching and
C-O bond vibrations respectively; The C-C
vibrations was at 1687 cm-1. The absorption
Antibacterial Activity Test observed at 897cm-1 was due to an unsaturated
out of plane C-H vibration; stretching and
The antibacterial activity test was conducted
bending vibrations due to methyl groups were
using the Kirby- Bauer method, where in the
represented by the bands at 2935cm-1 and
bacterial growth inhibition zone was used as a
1462cm-1 and the signal at 1385cm-1 was due to
parameter to determine the antibacterial
methylenic vibration (cycloalkane) 13,14.
activity. Bacteria that have grown on solid
media were given a test compound solution
The 1H-NMR spectrum of compound showed
on a paper disk with concentration: 100
the presence of seven singlet methyl protons at δ
µg/ml. Ciprofloxacin was used as a positive
0.75, 0.85, 0.94, 0.96, 1.00, 1.59 and 1.69 ppm.
control at a concentration of 100 µg/ml for P.
Isolated compound also showed protons at δ
aeruginosa and amoxylin 100 µg/ml for E. 2.23 ppm ascribable to 19β -H is indicated of
coli and S. aureus in the solvent water, and lupeol. The H-3 proton showed a multiplet at δ
methanol/water are used as negative controls 3.15 ppm while a pair of broad singlets at δ 4.58
(3:1). After the incubation for 24 hours at a and δ 4.60 (1H, each) was indicative of olefinic
temperature of 35-37 °C in aerobic and
protons at (H-29). The methylene proton Sp3
anaerobic, clear zone around the paper disk showed at δH 1.20, 1.39, 1.40, 1.41, 1.42, 1.44,
which has been given a test solution (test
1.65, 2.22, and 2.25 ppm. These assignments are
compound, positive control and negative
in good agreement belonging the structure of
control), was observed and measured using
lupeol14-16.
calipers). This clear zone indicates the
bacterial growth inhibition zone produced by The 13C-NMR spectrum showed seven methyl
the test compound11,12. groups at δ: 31.8 (C-23), 19.5 (C-28), 16.8 (C-
25), 16.7 (C-26), 16.2 (C-24), 15.2
RESULT AND DISCUSSION (C-27) and 22.2 (C-30); the signals due to an
exomethylene group at δ: 110.2 (C-29) and
The leaves of S. alba was dried and
152.0 (C- 20). The DEPT 135º indicated and
successively extracted with methanol 96%.
belonging to ten methylene, five methine and
Therefore, the subsequent phytochemical
five quaternary carbons were assigned with the
analysis was focused on the methanol extract,
aid of DEPT 135º spectrum15,16. The deshielded
which was chromatographed over a coloumn
signal at δ 79.0 was due to C-3 with a hydroxyl
packed with silica gel G60 with gradient
group attached to it. The confirmation of the
elution. The fractions were repeatedly
structure of isolated was accomplished through
subjected to normal-phase and reverse-phase
the 2D-NMR experiments (COSY and HMBC).
column chromatography, yielding one

86
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)

Figure 1. Structure of isolated compound: Lup-20(29)-en-3β-ol)

Table 1. NMR data (500 MHz for 1H and 125 MHz for 13C, in CDCl3) for isolated compound and Compared with references

Position C-NMR
13 DEPT 1
H -NMR 13
C-NMR C 1
H -NMR
C C (ppm) 135° H (Int., mult) (ppm) ref. H (Int., mult) ref.
1 39.7 CH2 2.22 (2H, m) 38.0 2.37 (2H, m)
2 28.1 CH2 1.65 (2H, m) 25.3 1.65 (2H, m)
3 79.7 CH 3.15 (1H, dd) 78.4 3.20 (1H, dd)
4 40.1 Cq - 38.6 -
5 57.7 CH 0.70 (1H, d) 55.1 0.69 (1H, d)
6 19.6 CH2 1.42 (2H, m) 18.1 1.42 (2H, m)
7 35.7 CH2 1.44 (2H, m) 34.1 1.43 (2H, m)
8 43.7 Cq - 41.2 -
9 56.9 CH 1.07 (1H, d) 49.7 1.06 (1H, d)
10 38.4 Cq - 37.3 -
11 26.9 CH2 1.40 (2H, m) 21.1 1.40 (2H, m)
12 28.7 CH2 1.41 (2H, m) 27.5 1.41 (2H, m)
13 40.2 CH 0.75 (1H, s) 39.2 0.76 (1H, s)
14 48.6 Cq - 42.6 -
15 30.9 CH2 1.20 (2H, m) 27.6 1.22 (2H, m)
16 38.3 CH2 1.39 (2H, m) 35.6 1.38 (2H, m)
17 49.2 Cq - 43.2 -
18 52.1 CH 0.96 (1H, d) 48.2 0.97 (1H, d)
19 50.5 CH 2.23 (1H, d) 47.8 2.38 (1H, d)
20 152.2 Cq - 151.6 -
21 35.5 CH2 2.25 (2H, m) 30.2 2.40 (2H, m)
22 42.2 CH2 2.22 (2H, m) 40.2 2.39 (2H, m)
23 31.8 CH3 0.94 (3H, s) 28.2 0.91 (3H, s)
24 16.2 CH3 0.96 (3H, s) 16.0 0.94 (3H, s)
25 16.8 CH3 0.85 (3H, s) 16.8 0.74 (3H, s)
26 16.7 CH3 0.75 (3H, s) 16.4 0.78 (3H, s)
27 15.2 CH3 1.00 (3H, s) 15.1 1.06 (3H, s)
28 19.5 CH3 1.59 (3H, s) 18.0 1.59 (3H, s)
29 110.2 CH2 4.58 & 4.60 (2H, s) 108.6 4.56 & 4.70 (2H, s)
30 22.2 CH3 1.69 (3H, s) 19.5 1.72 (3H, s)
87
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)

Table 2. Antibacterial activity test result

Bakteri lupeol compound (mm) Positive control (mm) Negative control (mm)
S. aureus 18 22 0
P. aeruginosa 14 25 0
E. coli 13 22 0

The 1H-1H COSY spectrum is used to identify a compound of the triterpenoid group.
protons that are correlated with three bond Triterpenoids are compounds that the carbon
spacing. COSY spectrum of isolated compound framework is derived from six isoprene units and
indicates peaks such as between δ 2.23, H-19 synthesized derived from C hydrocarbons 30
and one Sp3 methylene proton signal (δ 2.25, H- acyclic, which is skualena. Based on literature
21) and another Sp3 methine proton signal (δ review, triterpenoid group compounds and steroids
0.96, H-18); and oxygenated methine proton has antibacterial activity with the mechanism of
signal belonging to (δ 1.69, H- 30 and Sp3 action inhibiting synthesis protein20-21.
methylene signal (δ 1.65, H-2)16-19.

The HMBC spectrum used to determine the CONCLUSION


correlation between proton and carbon from two
In this research we successfully isolated
to three bonds (2J and 3J). From the spectrum it
pentacyclic triterpenoid compound Lup-20(29)-en-
can be observed that H-13 (δH = 0.75 ppm)
3β-ol) from methanol extract of leaves Sonneratia
correlates with C-12 (δC = 28.7 ppm), H-26 (δH
alba. The result of antibacterial activity test
= 0.75 ppm) has a correlation with C-10 (δC =
showed that isolated compound effectively
38.4 ppm), H-23 (δH = 0.95 ppm) has a
inhibited the growth of these bacterial pathogens
correlation with C-24 (δC = 16.2 ppm), and H-
with inhibition zone 18 mm for Staphyloccocus
28 (δH = 1.0 ppm) has correlation with C-15
aureus, 14 mm for Pseudomonas aeruginosa, and
(δC = 30.9 ppm). The pair of broad singlets of 13 mm for Escherichia coli. This is the first report
olefinic proton at δH 4.58 and 4.60 showed cross of isolation lupeol compound from the leaves of
peaks with a methylene carbon signal [δ 50.5 Sonneratia alba and test antibacterial activity
(C-19) and δ 22.2 (C-30)] by J3 correlation. The against pathogens bacteria of this species.
forgoing spectral analysis and comparison with
reported data (table 1), led us to propose the
structure of isolated compund as lupeol, a
pentacylic triterpenoid, (figure 1) below.
Antibacterial Test Result

The results of antibacterial activity testing of isolated


compound based on the inhibition zone of isolated compounds
on bacterial growth of Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa and Escherichia coli is shown in Table 2.

Different responses from three classes of


bacteria to isolated compounds is caused by
differences in sensitivity in Gram positive
bacteria (S. aureus and E. coli) and Gram
negative bacteria (P. aeruginosa) against
isolated compound. Gram- positive bacteria
tend to be more sensitive to antibacterial
components. This is caused by the Gram
positive cell wall structure is simple making it
easier for the antibacterial compounds to enter
the cells and to find goals for work.

Lupeol compound were successfully isolated is


ACKNOWLEDGEMENTS activities and phytochemical constituent f the gray
mangrove Avicennia marina (Forssk.) Vierh. Egyptian J. of
Biology, 2003; l(5): 62-69.
The author thank the ministry of research and 7. Kumar VA., Ammani K, Siddhardha B. In vitro antimicrobial
higher education of the Indonesia Republic activity of leaf extract of certain mangrove plants collected
for funding this collaboration from Godavari estuarine of Konaseema delta, India. Int. J.
Med. Arom. Plants. 2011; 1(2): 132-136.
(RISTEKDIKTI) and Mrs. Fajriah, M.Si as 8. Abeysinghe PD, Wanigatunge RP, Pathirana RN. Evaluation
well as Dr. Achmad, M.Si for their help in of antibacterial activity of different mangrove plant
conducting the NMR spectrum measurement. extracts. Ruhuna Journal of Science, 2006; 1: 104-112.
9. Singh, G. S. and Pandeya, S. N. 2011. Natural product in
discovery of potential and safer antibacterial agent. Natural
REFERENCES product in medicinal chemistry. 63-101: 978-81-308-0448-4.
10. Harbone, J B. Phytochemical Methods: A Guide to Modern
1. Prabhu VV & Guruvayoorappan C. Phytochemical Techniques of Plant Analysis. 3 rd Edn., Chapman and Hall,
screening of methanolic extract of mangrove Avicennia London, 1998; 302:129-138.
11. Wang XY, Tang GH, Yuan CM, Zhang Y, Zou T, Yu C, Qing
marina (Forssk.) Vierh. Der Pharmacia Sinica, 2012;
3(1): 64-67. Z. Aphagrandinoids A-D, cycloartane
2. Setyawan AD, Winarno K, Purnama PC. Mangrove triterpenoids with antibacterial activities from
Ecosistem in Java: Restorasi. Biodiversitas. 2003; 5(2): Aphanamixis grandifolia. Fitoterapia.2013;
105-118.
3. Wu J, Xiao Q, Xu J, Li MY, Pana JY, Yang M. Natural
85: 64-68.
12. Gaekwak I, Vinchurkhar AS. Isolation and identification of
products from true mangrove flora: source, chemistry
nicotine bacterial species from tobacco leaves. Int.
and bioactivities. Natural Product Report, 2008; 25:
Research.J.of Pharm. 2018; 9(1):103-106.
955-981.
13. Shu Y, Liu Y, Feng, Lou B, Zhou X, Wu H. Antibacterial
4. Harizon, Pujiastuti B, Kurnia D, Sumiarsa D, Shiono, Y.
Activity Of Quercetin On Oral Infectious Pathogens. Shicuan
Triterpenoid lupan from stem bark of Sonneratia alba.
University. African Journal Of Microbiologi Research. 2011;
Bionatura. 2014 march 1; 16 (1):25-29.
5(30).
5. Ramanathan T, Shamugapriya R, Renugadevi G.
14. Martins D, Carrion LL, Ramos DF, Salome KS, Silva PEA,
Phytochemical characterization and antimicrobial
Barison A, Nunes CV. Triterpenes and antimicrobial of
effiency of mangrove plants Avicennia marina and
Durorra macopyhlla Huber (Rubiaceae). BioMed. Research
Avicennia officianalis. Int. J. Pharm&Bio. 2012; 3(2):
Internationa., 2013; 7: 60583.
348-351.
15. Ayotollahi AM, Ghanadian M, Afsaridove S, Abdella OM,
6. Khafagi I, Gab-Alla A, Salama W, Fouda M. Biological
Murzai M, Aiskan G. Pentacyclic triterpenes in Euphorbia

88
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)

microsciadia with their T-Cell profiration 19. Wal A, Wal P, Rai AK, Raj K. Isolation and modification of
activity. Irian journal of pharmaceutical. pesudohybrid plant (lupeol). J. Pharm. Sci. & Res.2010;
2011; 10 (287-294). 2(1):13-25.
16. Abdullah SM, Musa AM, Abdullah MI, Sule M, Sany YM. 20. Babalola IT, Shode FO. A potencial pentaciclic triterpene
Isolation of lupeol from the steam bark of Lonchocarpus natural product. Phyto journal. 2010; 2(2): 2278-4136.
sericeus. Sch. Acad, J. Brosci. 2013; 1(1): 18-19. 21. Vogt T. Phenylpropanoid Biosynthesis. Molecule. Plant.J.
17. Prakash CV & Prakash I. Isolation and structural 2010; 3(1): 2-20.
characterization of lupane triterpenes from Polypodium
vulgare. Res. J. Pharm. 2012; 1(1): 23-27. Cite this article as:
18. Saha S, Subrahmanyam EVS, Kodangala C, Shastry S.
Isolation and characterization of triterpenoids and fatty Weny JA. Musa et al. Isolation and
acid ester of triterpenoid from leaves of Bauhinia characterization triterpenoid compound from
variegata. Der Pharma Chemica. 2011; 3(4): 28-37.
leaves mangrove plant (Sonneratia Alba) and
antibacterial activity test. Int. Res. J. Pharm.
2018;9(3):85-89 http://dx.doi.org/10.7897/2230-
8407.09347
Source of support: Ministry of Research and Higher education of the Indonesia
Republic, Conflict of interest: None Declared

Disclaimer: IRJP is solely owned by Moksha Publishing House - A non-profit publishing house,
dedicated to publish quality research, while every effort has been taken to verify the accuracy of
the content published in our Journal. IRJP cannot accept any responsibility or liability for the site
content and articles published. The views expressed in articles by our contributing authors are not
necessarily those of IRJP editor or editorial board members.

Anda mungkin juga menyukai