DANDY YUDISTIRA
NIM. 200621012
ROHIM MURIZKI
NIM. 200621009
LATARBELAKANG
Dalam penelitian ini, pengamatan terhadap beberapa polimer seperti polyethylene glycol (PEG),
silikon, dan squalane digunakan sebagai polimer karbon komposit berfungsi sebagai sensor gas
yang telah dilakukan ini polimer karbon komposit disintesis dengan kombinasi polimer dan
karbon dalam pelarut yang sesuai. Polar polimer dilarutkan dalam aquademin sedangkan polimer
non polar dilarutkan dalam kloroform. Komposit polimer karbon disintesis dikarakterisasi
menggunakan multi-meter, spektrofotometer IR dan Mikroskop Elektron (SEM). Polimer dapat
ditandai sebagai sensor gas, jika sudah memiliki perubahan resistivitas dan konduktivitas pada
sebelum dan setelah peningkatan uap etanol 90%. Semakin besar konduktivitas polimer komposit
karbon (sebelum meningkatkan uap etanol 90%), semakin baik polimer karbon komposit. Dalam
penelitian ini, polimer dengan konduktivitas terbesar (0,082 mho) adalah PEG 6000 sebelum
penambahan etanol 90%.
MASALAH
Dalam jurnal ini terdapat permasalahan untuk Salah satu pengembangan bahan polimer pada saat ini
adalah komposit polimer-karbon.
ALAT DAN BAHAN
BAHAN :
karbon aktif p.a, sosium lauril sulfat (SLS) p.a, poli etilen glikol (PEG) 6000 teknis, PEG 1540 teknis,
PEG 20 teknis, PEG 200 teknis, silicon DC-200 teknis, squalene p.a, aquademin, dan kloroform p.a,
dan etanol 90% teknis.
ALAT :
beaker glass, botol timbang, kaca arloji, spatula, aluminium foil, pipet tetes, botol semprot, neraca
analitik, board, multimeter, Scanning Electron Microscope (SEM) tipe JSM 35C, dan Buck
Scientific Model 500 Infrared Spectrophotometer
PROSEDUR KERJA
Pembuatan Komposit Polimer-Karbon dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, dan PEG 200
Setelah diketahui perbandingan komposisi yang cocok antara PEG : karbon aktif : SLS yaitu
sebesar 1 : 1 : 0,001, maka PEG 6000, karbon aktif dan sodium lauril sulfat (SLS) ditimbang dengan
perbandingan komposisi tersebut, lalu dicampurkan dalam beaker gelas. Campuran tersebut
ditambahkan aquademin tetes demi tetes hingga membentuk gel. Gel tersebut dilapiskan pada board
yang akan digunakan sebagai sensor gas. Lalu board tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 2
jam dengan suhu 400C. Setelah itu board dikeluarkan dari oven dan diletakkan dalam desikator
selama 24 jam. Langkah di atas diulangi untuk PEG 1540, PEG 20, dan PEG 200.
Analisis Konduktivitas
Komposit polimer-karbon dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, PEG 200, silikon DC- 200, dan
squalane diukur nilai resistansinya dengan menggunakan multimeter. Kemudian dihitung
konduktivitasnya baik sebelum dan setelah penambahan uap etanol 90%.
Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Struktur morfologi permukaan diamati dengan alat Scanning Electron Microscopy tipe JSM 35C.
Analisis morfologi permukaan dilakukan pada sampel komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum
dan setelah penambahan uap etanol 90% yang telah dilekatkan pada boat sensor gas dengan beberapa
kali pembesaran.
HASIL
Analisis Konduktivitas
Setelah terbentuk komposit polimer-karbon yang dibuat dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, PEG
200, silikon DC-200, dan squalane, maka komposit polimer-karbon tersebut diuji sebagai sensor
gas. Gas yang digunakan untuk menguji adalah uap etanol 90%, karena etanol 90% merupakan
senyawa organik volatil. Mula-mula komposit polimer-karbon yang dilekatkan pada board
dihubungkan pada multimeter, kemudian diukur resistansinya sebelum penambahan uap etanol 90%
dan setelah penambahan uap etanol 90%. Cara pemberian uap etanol 90% yaitu dengan melekatkan
komposit polimer-karbon pada mulut botol yang berisi etanol 90%. Karena etanol 90% bersifat
volatil, maka uap etanol akan menguap dan tertangkap oleh komposit polimer-karbon tersebut,
sehingga bisa dihitung nilai resistansinya dengan multimeter. Setelah nilai resistansi didapatkan, maka
dihitung nilai konduktivitasnya. Hasil resistansi dan konduktivitas komposit polimer-karbon
ditunjukkan pada Tabel 2.
Sebelum ditambah uap Setelah ditambah uap
Sensor etanol 90% etanol 90%
No
Komposit
Resistansi Konduktivitas Resistansi Konduktivitas
Polimer-
(kΩ) (mho) (kΩ) (mho)
Karbon
1. PEG 6000 12,2 0,082 24,5 0,04
2. PEG 1540 25,2 0,04 1,295x10 6
7,722x10-7
3. PEG 20 12,3 0,081 15,5 0,065
4. PEG 200 20,4 0,049 16,2 0,062
5. Silikon DC-200 70,5 0,014 69,5 0,014
6. Squalane 101 9.9x10 -3
101,3 9,872x10-3
Tabel 2 Hasil resistansi dan konduktivitas komposit polimer-karbon
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa hasil konduktivitas yang paling besar sebelun
penambahan uap etanol 90% adalah komposit polimer-karbon dari PEG 6000 yaitu 0,082 mho,
sehingga PEG 6000 dapat dikatakan jenis polimer yang paling baek di antara jenis polimer yang
dipakai di atas untuk digunakan sebagai komposit polimer-karbon. Pengukuran nilai konduktivitas
setelah penambahan uap etanol 90% ditujukan untuk menguji sensitivitas dari masing-masing
polimer tersebut terhadap uap etanol 90%. Tiap polimer mempunyai tingkat sensitivitas berbeda
untuk gas yang berbeda pula. Dalam hal ini sensitivitas yang paling tinggi terhadap uap etanol 90%
adalah PEG 20 yaitu sebesar 0,065 mho.
Analisis Spektrofotometer IR
Analisis spektofotometer IR digunakan untuk mengetahui gugus-gugus yang terbentuk dari sampel
yang dihasilkan dan juga memprediksikan reaksi polimerisasi yang terjadi. Analisis ini didasarkan
pada analisis dari panjang gelombang puncak-puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang
gelombang puncak-puncak tersebut menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel,
karena masing-masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi
tertentu.
Berdasarkan nilai konduktivitas PEG 6000 yang paling besar, maka dalam penelitian ini dilakukan
analisis spektrofotometer IR pada komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum dan setelah
penambahan uap etanol 90%. Hasil spektrofotometer IR ditunjukkan pada Gb 3 dan 4
Gambar 3 Spektogram komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan
uap etanol 90%
Spektra IR komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol 90% menunjukkan
hasil yang hampir sama dengan spektra IR komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan
uap etanol 90%. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita-pita serapan pada daerah yang hampir
sama terutama pada daerah pita serapan karakteristik. Namun yang membedakan antara dua spektra
tersebut yaitu pada 3431,4 cm-1gugus –OH yang terdapat pada komposit polimer-karbon PEG
6000 sebelum penambahan uap etanol 90% lebih lebar dibandingkan pada 3442 cm-1 gugus –OH
pada komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90%. Adanya gugus –OH
pada komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan etanol 90% berasal dari PEG 6000.
Sedangkan gugus –OH pada komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan etanol 90%
berasal dari etanol 90%. Gugus –OH yang terdapat pada komposit polimer-karbon PEG 6000
terdesorpsi, karena adanya penambahan uap etanol 90%.
KOMENTAR :
Keunggulan : Polimer yang umumnya bersifat isolator dapat diubah menjadi konduktor yaitu
menjadi komposit polimer-karbon. Komposisi perbandingan yang cocok untuk komposit polimer-
karbon, yaitu komposisi I dengan perbandingan PEG 6000 : karbon aktif : SLS = 1: 1: 1. Semakin
besar nilai konduktivitas komposit polimer-karbon (sebelum penambahan uap etanol 90%), semakin
baik untuk digunakan sebagai komposit polimer-karbon.
DANDY YUDISTIRA
NIM. 200621012
ROHIM MURIZKI
NIM. 200621009
alat spektroskopi. Spektrum inframerah (IR) diukur dengan Shimadzu FTIR, spektrum 1H dan 13C-
NMR diukur menggunakan JEOL JNM A-500 yang bekerja pada 500 MHz (untuk spektrum 1H-
NMR) dan pada 125 MHz (untuk spektrum 13C-NMR) dengan TMS sebagai standar internal,
spektrometri ES-MS (UPLC MS/MS TQD type Waters) dan aliran udara laminar.
PROSEDUR KERJA
Ekstraksi dan Pemurnian Daun kering S. alba (240 g) diekstraksi berturut-turut dengan metanol 96%
(3 × 24 jam), diikuti dengan penyaringan. Filtrat digabungkan dan diuapkan oleh rotary evaporator
pada suhu 45°C menggunakan evaporator rotary buchi untuk memberikan residu. Konsentrat ekstrak
metanol diperoleh sebanyak 13 g konsentrat bergetah dari ekstrak kasar. Ekstrak metanol (10 g)
mengalami kromatografi cair di atas gel silika menggunakan campuran elusi gradien n-heksana-
EtOAc (10:0-0:10) sebagai pelarut eluting, menghasilkan 7 fraksi (A-G). Fraksi C (0,15 g) mengalami
kromatografi kolom di atas gel silika menggunakan campuran n-heksana :EtOAc (9:1) sebagai pelarut
eluting, menghasilkan 30 fraksi (E01– E30) dan memberikan isolasi murni. Hasil pemurnian senyawa
ini ditentukan oleh TLC pada silika gel dan ODS dengan beberapa sistem pelarut dan menunjukkan
satu titik.
Pemisahan Kromatografi Kolom dikemas dengan gel siliga kelas TLC halus G60 digunakan sebagai
bahan pengepakan. Sebuah kolom yang memiliki leght 50 cm dan diameter 5 cm dikemas dengan
silika gel G60 di bawah tekanan yang berkurang. Kolom dicuci dengan metanol dan kemudian dengan
n-heksana untuk memudahkan pengepakan kompak. Ekstrak metanol mengalami kromatografi kolom.
Kolom tersebut kemudian dielusi menggunakan n-heksana (150 mL) diikuti dengan campuran n-
heksana-etyla cetate (10:0-0:10). Sebanyak 10 fraksi (A-J) dikumpulkan masing-masing dalam 250
mL gelas kimia. Fraksi C (0,15 g) mengalami kromatografi kolom di atas silika gel (Kieselgel G60,
mesh 70-230) menggunakan campuran n-heksana :Etil asetat (9:1) sebagai pelarut eluting,
menghasilkan 30 fraksi (C01–C30). Fraksi C19 ditemukan menghasilkan kristal di dinding gelas
kimia. Kristal dicuci dengan n-heksana dengan hati-hati. Akibatnya larutan induk diperoleh
meninggalkan kembali kristal bentuk jarum yang diisolasi.
Uji Triterpenoid dengan Reaksi Liebermann-Burchard Beberapa kristal senyawa 1 dan 2 larut dalam
kloroform dan beberapa tetes asam sulfat pekat ditambahkan ke dalamnya diikuti dengan penambahan
2-3 tetes anhidrida asetid. Dalam hal ini senyawa terisolasi berubah menjadi ungu biru dan akhirnya
terbentuk warna hijau yang menunjukkan adanya triterpenoid10. Senyawa karakterisasi Metode
spektroskopi yang berbeda digunakan untuk menjelaskan struktur senyawa terisolasi. Di antara teknik
spektroskopi IR, 1H dan 13C-NMR, HMQC, HMBC dan H-H COSY dilakukan. Spektrum
inframerah direkam pada Shimadzu affinity-1, 1H dan 13C-NMR spektrum direkam menggunakan
CDCl3 sebagai pelarut pada spektrometer JEOUL NMR 500 MHz.
Isolated compound : white needles. IR (KBr) Ʋmax /cm-1: 3590, 2935, 1687, 1462, 1385, 1236, and
897. 1HNMR (500 MHz, CDCl3) δ: 2.22 (2H, m, H1), 1.65 (2H, m, H2), 3.15 (1H, dd, J15.0, 8.4
Hz, H3), 0.70 (1H, d, H5), 1.42 (2H, m, H6), 1.44 (2H,m, H7), 1.07 (1H, H9), 140 (2H, m, H11),
1.41 (2H, m, H12),0.75 (1H, s, H13), 1.20 (2H, m, H15), 1.39 (2H, m, H16), 0.96(1H, d, H18), 2.23
(1H, d, H19), 2.25 (2H, m, H21), 2.22 (2H, m,H22), 0.94 (3H, s, H23), 0.96 (3H, s, H24), 0.85 (3H,
s, H25),0.75 (3H, s, H26), 1.00 (3H, s, H27), 1.59 (3H,s, H28), 4.58 &4.60 (2H, s, H29), 1.69 (3H, s,
H30). 13CNMR (125 MHz, CDCl3)δ: 39.7(CH2, C1), 28.1 (CH2, C2), 79.7 (CH, C3), 40.1 (Cq, C4),
(CH, C5), 19.6 (CH2, C6), 35.7 (CH2, C7), 43.3 (Cq, C8), 56.9(CH, C9), 38.4 (Cq, C-10), 26.9
(CH2, C11), 28.8 (CH2, C12),40.2 (CH, C13), 48.6 (Cq, C14), 30.9 (CH2, C15), 38.3 (CH2,C16),
49.2 (Cq, C17), 52.1 (CH, C18), 50.5 (CH, C19), 152.2 (Cq,C20), 35.5 (CH2, C21), 42.2 (CH2, C22),
31.8 (CH3, C23), 16.2(CH3, C24), 16.9 (CH3, C25), 16.7 (CH3, C26), 15.2 (CH3, C27),19.5 (CH3,
C28), 110.2 (CH2, C29), 22.2 (CH3, C30).
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode Kirby- Bauer, dimana pada zona
penghambatan pertumbuhan bakteri digunakan sebagai parameter untuk mengetahui aktivitas
antibakteri. Bakteri yang telah tumbuh pada media padat diberi larutan senyawa uji pada piringan
kertas dengan konsentrasi: 100 μg/ml. Ciprofloxacin digunakan sebagai kontrol positif pada
konsentrasi 100 μg/ml untuk P. aeruginosa dan amoxylin 100 μg/ml untuk E. dan S. aureus dalam air
pelarut, dan metanol/air digunakan sebagai kontrol negatif (3:1). Setelah inkubasi selama 24 jam pada
suhu 35-37 °C secara aerobik dan anaerobik, zona bening di sekitar piringan kertas yang telah diberi
larutan uji (senyawa uji, kontrol positif dan kontrol negatif), diamati dan diukur menggunakan
kaliper). Zona bening ini menunjukkan zona hambat pertumbuhan bakteri yang dihasilkan oleh
senyawa uji11,12.
HASIL
Daun S. alba dikeringkan dan berturut-turut diekstraksi dengan metanol 96%. Oleh karena itu, analisis
fitokimia berikutnya difokuskan pada ekstrak metanol, yang dikromatografi di atas kolumn yang
dikemas dengan silika gel G60 dengan elusi gradien. Fraksi-fraksi tersebut berulang kali mengalami
kromatografi kolom fase normal dan fase terbalik, menghasilkan satu pentasiklik triterpenoid
(Gambar 1). Senyawa (20 mg), muncul sebagai jarum putih.
Data spektral Spektrum IR (KBr) terisolasi menunjukkan frekuensi penyerapan karakteristik pada
3590 dan 1236cm-1 khas peregangan O-H dan getaran ikatan C-O masing-masing; Getaran C-C
berada pada 1687 cm-1. Penyerapan yang diamati pada 897cm-1 disebabkan oleh getaran C-H yang
tidak jenuh; Getaran peregangan dan lentur karena gugus metil diwakili oleh pita pada 2935cm-1 dan
1462cm-1 dan sinyal pada 1385cm-1 disebabkan oleh getaran metilenik (sikloalkana) 13,14.
Spektrum senyawa 1H-NMR menunjukkan adanya tujuh proton metil singlet pada δ 0,75,
0,85, 0,94, 0,96, 1,00, 1,59 dan 1,69 ppm. Senyawa terisolasi juga menunjukkan proton
pada δ 2,23 ppm yang dapat diindikasikan sebagai lupeol. Proton H-3 menunjukkan
multiplet pada δ 3,15 ppm sementara sepasang singlet lebar pada δ 4,58 dan δ 4,60
(masing-masing 1H) menunjukkan proton olefinik pada (H-29). Proton metilen Sp3
menunjukkan pada δH 1,20, 1,39, 1,40, 1,41, 1,42, 1,44, 1,65, 2,22, dan 2,25 ppm.
Penugasan ini sesuai dengan struktur lupeol14-16.
Spektrum 13C-NMR menunjukkan tujuh gugus metil pada δ: 31,8 (C-23), 19,5 (C-28), 16,8 (C-25),
16,7 (C-26), 16,2 (C-24), 15,2 (C-27) dan 22,2 (C-30); sinyal karena gugus eksometilen pada δ: 110,2
(C-29) dan 152,0 (C- 20). DEPT 135º menunjukkan dan milik sepuluh metilen, lima metana dan lima
karbon kuarter ditugaskan dengan bantuan DEPT 135º spektrum15,16. Sinyal deshielded pada δ 79.0
disebabkan oleh C-3 dengan gugus hidroksil yang melekat padanya. Konfirmasi struktur terisolasi
dicapai melalui percobaan 2D-NMR (COSY dan HMBC).
Positio C-
13
DEP H -NMR
1
13C-NMR H -NMR
1
Spektrum COSY 1H-1H digunakan untuk mengidentifikasi proton yang berkorelasi dengan tiga jarak
ikatan. Spektrum COSY dari senyawa terisolasi menunjukkan puncak seperti antara δ 2,23, H-19 dan
satu sinyal proton metilen Sp3 (δ 2,25, H-21) dan sinyal proton metana Sp3 lainnya (δ 0,96, H-18);
dan sinyal proton metana beroksigen milik (δ 1,69, sinyal metilen H- 30 dan Sp3 (δ 1,65, H-2)16-19.
Spektrum HMBC digunakan untuk menentukan korelasi antara proton dan karbon dari dua hingga
tiga ikatan (2J dan 3J). Dari spektrum tersebut dapat diamati bahwa H-13 (δH = 0,75 ppm) berkorelasi
dengan C-12 (δC = 28,7 ppm), H-26 (δH = 0,75 ppm) memiliki korelasi dengan C-10 (δC = 38,4
ppm), H-23 (δH = 0,95 ppm) memiliki korelasi dengan C-24 (δC = 16,2 ppm), dan H-28 (δH = 1,0
ppm) memiliki korelasi dengan C-15 (δC = 30,9 ppm). Pasangan singlet luas proton olefinik pada δH
4,58 dan 4,60 menunjukkan puncak silang dengan sinyal karbon metilen [δ 50,5 (C-19) dan δ 22,2 (C-
30)] oleh korelasi J3. Analisis spektral sebelumnya dan perbandingan dengan data yang dilaporkan
(tabel 1), membuat kami mengusulkan struktur compund terisolasi sebagai lupeol, triterpenoid
pentasilik, (gambar 1) di bawah ini.
Hasil pengujian aktivitas antibakteri senyawa terisolasi berdasarkan zona hambat senyawa terisolasi
pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia
ditunjukkan pada Tabel 2. Respon yang berbeda dari tiga kelas bakteri terhadap senyawa terisolasi
disebabkan oleh perbedaan sensitivitas bakteri Gram positif (S. aureus dan E.) dan bakteri Gram
negatif (P. aeruginosa) terhadap senyawa terisolasi. Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif
terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel Gram positif yang
sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan untuk
menemukan tujuan kerja.
KOMENTAR :
Keunggulan : Dalam penelitian ini kami berhasil mengisolasi senyawa triterpenoid pentasiklik Lup-
20(29)-en-3β-ol) dari ekstrak metanol daun Sonneratia alba. Hasil uji aktivitas antibakteri
menunjukkan bahwa senyawa terisolasi efektif menghambat pertumbuhan patogen bakteri ini dengan
zona hambat 18 mm untuk Staphyloccocus aureus, 14 mm untuk Pseudomonas aeruginosa, dan 13
mm untuk Escherichia. Ini adalah laporan pertama senyawa lupeol isolasi dari daun Sonneratia alba
dan menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen dari spesies ini.
Kekurangan : Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia ditunjukkan pada Tabel 2. Respon yang
berbeda dari tiga kelas bakteri terhadap senyawa terisolasi disebabkan oleh perbedaan sensitivitas
bakteri Gram positif (S. aureus dan E.) dan bakteri Gram negatif (P. aeruginosa) terhadap senyawa
terisolasi. Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini
disebabkan oleh struktur dinding sel Gram positif yang sederhana sehingga memudahkan senyawa
antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan untuk menemukan tujuan kerja.
LAMPIRAN
KARAKTERISASI SPEKTROFOTOME
Santa Angelia Br Ginting
Organizational Learning, Epistemology and Theory Justification: The Absence of the Major Pr…
Doron Faran
¿Váscones o Wascónes? Acerca del Ducado de Cantabria y la fundación de ciudades en el norte peni
n…
Rafael Barroso Cabrera, Jesús Carrobles Santos
ISSN : 1979-6870
ABSTRACT
In this research, observation toward some polymers such as polyethylene
glycol (PEG), silicon, and squalane used as polymer carbon composite functioning
as gas sensor has been done these polymer carbon composite was synthesized with
combination of polymer and carbon in suitable solvent. Polar polymer was
dissolved in aquademin while non polar polymer was dissolved in chloroform. The
synthesized polymer carbon composite was characterized using multi-meter,
spectrophotometer IR and Scanning Electron Microscopy (SEM). Polymer can
maked as gas sensor, if it is have change resistivity and conductivity at before and
after increasing ethanol 90% steam. The bigger the conductivity of polymer carbon
composite (before increasing ethanol 90% steam), the better the polymer carbon
composite. In this research, polymer with the greatest conductivity (0.082 mho) is
PEG 6000 before addition of ethanol 90%.
Keywords : polymer, polymer carbon composite, gas sensor, polietilen glikol (PEG), carbon.
ABSTRACT
Dalam penelitian ini, pengamatan terhadap beberapa polimer seperti
polyethylene glycol (PEG), silikon, dan squalane digunakan sebagai polimer karbon
komposit berfungsi sebagai sensor gas yang telah dilakukan ini polimer karbon
komposit disintesis dengan kombinasi polimer dan karbon dalam pelarut yang
sesuai. Polar polimer dilarutkan dalam aquademin sedangkan polimer non polar
dilarutkan dalam kloroform. Komposit polimer karbon disintesis dikarakterisasi
menggunakan multi-meter, spektrofotometer IR dan Mikroskop Elektron (SEM).
Polimer dapat ditandai sebagai sensor gas, jika sudah memiliki perubahan
resistivitas dan konduktivitas pada sebelum dan setelah peningkatan uap etanol
90%. Semakin besar konduktivitas polimer komposit karbon (sebelum
meningkatkan uap etanol 90%), semakin baik polimer karbon komposit. Dalam
penelitian ini, polimer dengan konduktivitas terbesar (0,082 mho) adalah PEG 6000
sebelum penambahan etanol 90%.
Kata kunci: polimer, komposit polimer karbon, sensor gas, polietilen glikol (PEG), karbon
PENDAHULUAN
Salah satu pengembangan bahan polimer pada saat ini adalah komposit polimer-
karbon. Komposit polimer-karbon merupakan bahan polimer yang didoping dengan
bahan tertentu sehingga bersifat konduktor. Karena sifat konduktifitas elektronik
menjadikannya suatu zat
1
Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus
2
Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA ITS Surabaya
KAJIAN PUSTAKA
Komposit Polimer-Karbon
Polimer merupakan molekul dasar yang terdiri dari sejumlah besar satuan molekul
sederhana yang tersusun secara berulang. Walaupun semula teknologi polimer
berkembang terlambat, tetapi saat ini polimer termasuk salah satu materi berteknologi
tinggi yang sedang giat dikembangkan. Perkembangan polimer paling menonjol adalah
setelah ditemukan komposit polimer-karbon. Material jenis baru yang bersifat
konduktif ini dapat disebut gabungan sifat-sifat elektrik dan optik semikonduktor
anorganik dengan polimer yang memiliki kelenturan mekanis.
Tidak semua polimer dapat menjadi konduktif. Hanya polimer terkonjugasi yang
bisa menjadi konduktor (ikatan pada rantai berupa ikatan tunggal dan rangkap yang
berposisi berselang-seling). Contoh polimer ini adalah poliasetilen, polianilin,
polythiophene, polyphenilene, polyparaphenylenevynilene, dll. Beberapa atom /
molekul dopant adalah IF6, AsF3, LiClO4, H2SO4. Dopant tidak harus berupa atom
konduktor. Banyak cara melakukan doping pada material tersebut seperti direndam
dalam larutan yang mengandung atom / molekul doping, elektrokimia, diletakkan
dalam uap atom dopant. Dengan melakukan dopping pada level tertentu (kurang dari
10% atom doping per jumlah monomer dalam polimer), konduktivitas dapat meningkat
dengan drastis
Peranan atom / molekul doping adalah menghasilkan cacat dalam rantai polimer
tersebut (cacat struktur). Cacat nilah yang berperan dalam penghantaran listrik. Cacat
dapat bermuatan positif, negative, atau netral. Secara fisika kuantum, cacat berperilaku
seolah-olah sebagai partikel. 3 jenis cacat yang dapat muncul, yang dinamai soiliton,
polaron , dan bipolaron. Cacat dapat berpindah sepanjang rantai, sehingga
menimbulkan aliran muatan. Elektron atau hole juga dapat meloncat dari satu posisi
cacat ke posisi cacat yang lain (cacat tidak berpindah), sehingga timbul pula aliran
listrik. Jumlah cacat bertambah dengan
penambahan jumlah atom dopan yang terlalu banyak dapat menurunkan sifat mekanik
polimer.
Sensor Kimia
Sensor kimia dibuat dari campuran polimer dengan bubuk carbon black. Polimer
adalah bahan dengan resistansi tinggi. Oleh karena itu, polimer berfungsi sebagai
matriks yang bersifat konduktif. Saat campuran dipapar dengan uap bahan kimia, maka
uap bahan kimia akan mengenai permukaan polimer dan berdifusi ke campuran bahan
polimer dengan carbon black dan menyebabkan ukuran permukaan polimer bertambah
luas. Karena telah dicampur dengan carbon black yang bersifat konduktif, maka area
penyebaran carbon black semakin luas dan jarak antar butiran carbon black semakin
besar. Hal ini akan menyebabkan penambahan resistansi campuran bahan polimer
dengan carbon black. Penambahan resistansi akan sebanding dengan persamaan:
ρ. ∆l
∆R = A
Setelah diketahui nilai resistansinya, maka dapat dihitung pula nilai
konduktivitasnya dengan rumus:
1
G=
R
Sensor kimia mampu merespon rangsangan yang berasal dari berbagai senyawa
kimia atau reaksi kimia. Sensor kimia dapat digunakan dalam beberapa bidang
seperti monitoring emisi polutan untuk mendeteksi ledakan. Sensor ini juga digunakan
untuk mengkarakterisasi sample gas dari percobaan di laboratorium dan untuk
mengetahui pergerakan senyawa kimia berbahaya di dalam tanah. Dalam industri kimia,
sensor kimia digunakan untuk proses dan kontrol kualitas selama produksi plastik dan
produksi pengecoran logam dimana sejumlah gas berdifusi mempengaruhi karakteristik
logam misalnya kerapuhan. Sensor kimia juga digunakan monitoring lingkungan
untuk mengontrol ambang batas terhadap kesehatan. Di dunia obat-obatan sensor kimia
digunakan untuk menentukan kesehatan pasien dengan monitoring oksigen dan
pertukaran kandungan gas dalam jantung dan darah. Sensor kimia memiliki dua
karakteristik yang unik yaitu selektivitas yang berkaitan dengan target yang hanya
diinginkan, dengan sedikit atau tidak ada campur tangan spesies lain yang bukan target.
Sensitivitas berkaitan dengan minimal konsentrasi dan perubahan konsentrasi yang
dapat dengan mudah ditangkap oleh peralatan (Fraden, 2003).
Karakterisasi Polimer
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS
Veronica
5
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
Mempelajari sifat dan karakterisasi suatu bahan menjadi salah satu hal yang
mutlak dalam pengembangan material-material baru. Pada sub bab ini akan dijelaskan
beberapa metode karakterisasi bahan polimer yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared
(FTIR), serta analisis morfologi permukaan polimer dengan Scanning Electron
Microscopy (SEM).
1/ 2
1 「 ( f m1 + m2 )
v= |]
| m1m2
2∐c
Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier
Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia,
seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi
tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan
sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan
permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya,
dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali
lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi
(Kroschwitz, 1990).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada
FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang
terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor
sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler,
1986).
Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas
spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara
digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan
frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal
itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk:
1. Mendeteksi sinyal lemah
2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah
3. Analisis getaran (Silverstain, 1967).
METODOLOGI PENELITIAN
Prosedur Kerja
Uji Perbandingan Komposisi PEG : Karbon : SLS
PEG 6000, karbon aktif, dan SLS dicampur dalam beaker gelas dengan
perbandingan variasi komposisinya ditunjukkan pada Tabel 3.1. Campuran tersebut
ditambahkan aquademin tetes demi tetes hingga membentuk gel. Gel tersebut dilapiskan
pada board yang akan digunakan sebagai sensor gas. Board tersebut dimasukkan ke
dalam oven selama 2 jam dengan suhu 400C. Board dikeluarkan dari oven dan
diletakkan dalam desikator selama 24 jam. Diukur konduktivitas dari ketiga
komposisi tersebut, mana yang lebih besar nilai
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) 9
Veronica
SENSOR GAS DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
konduktivitasnya (sebelum penambahan uap etanol 90%), maka komposisi tersebut
dijadikan untuk perbandingan komposisi komposit polimer-karbon.
Analisis Konduktivitas
Komposit polimer-karbon dari PEG 6000, PEG 1540, PEG 20, PEG 200, silikon
DC- 200, dan squalane diukur nilai resistansinya dengan menggunakan multimeter.
Kemudian dihitung konduktivitasnya baik sebelum dan setelah penambahan uap etanol
90%.
Analisis Spektrofotometer IR
Setelah diketahui nilai konduktivitas dari masing-masing komposit polimer-
karbon tersebut, maka didapatkan nilai konduktivitas yang paling besar (sebelum
penambahan uap etanol 90%) yaitu pada komposit polimer-karbon PEG 6000. Oleh
karena itu pada komposit polimer-karbon PEG 6000 dilakukan analisa sebelum dan
setelah penambahan etanol 90% dengan menggunakan spektrofotometer IR. Analisa
spektrofotometer IR dilakukan untuk melihat gugus yang terkandung dalam
komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum dan setelah penambahan etanol 90%.
Alat yang digunakan adalah Buck Scientific Model 500 Infrared Spectrophotometer.
Pengujian ini dilakukan pada bilangan gelombang 400– 4000 cm-1.
Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Struktur morfologi permukaan diamati dengan alat Scanning Electron Microscopy
tipe JSM 35C. Analisis morfologi permukaan dilakukan pada sampel komposit
polimer-karbon PEG 6000 sebelum dan setelah penambahan uap etanol 90% yang telah
dilekatkan pada boat sensor gas dengan beberapa kali pembesaran.
HASIL PENELITIAN
Analisis Konduktivitas
Setelah terbentuk komposit polimer-karbon yang dibuat dari PEG 6000, PEG
1540, PEG 20, PEG 200, silikon DC-200, dan squalane, maka komposit polimer-
karbon tersebut diuji sebagai sensor gas. Gas yang digunakan untuk menguji adalah uap
etanol 90%, karena etanol 90% merupakan senyawa organik volatil. Mula-mula
komposit polimer-karbon yang dilekatkan pada board dihubungkan pada multimeter,
kemudian diukur resistansinya sebelum penambahan uap etanol 90% dan setelah
penambahan uap etanol 90%. Cara pemberian uap etanol 90% yaitu dengan melekatkan
komposit polimer-karbon pada mulut botol yang berisi etanol 90%. Karena etanol 90%
bersifat volatil, maka uap etanol akan menguap dan tertangkap oleh komposit
polimer-karbon tersebut, sehingga bisa dihitung nilai resistansinya dengan multimeter.
Setelah nilai resistansi didapatkan, maka dihitung nilai konduktivitasnya. Hasil
resistansi dan konduktivitas komposit polimer-karbon ditunjukkan pada Tabel 2.
Sebelum ditambah uap Setelah ditambah uap etanol
Sensor etanol 90% 90%
No Komposit
Resistansi Konduktivitas Resistansi Konduktivitas
Polimer-Karbon
(kΩ) (mho) (kΩ) (mho)
1. PEG 6000 12,2 0,082 24,5 0,04
2. PEG 1540 25,2 0,04 1,295x10 6
7,722x10-7
3. PEG 20 12,3 0,081 15,5 0,065
4. PEG 200 20,4 0,049 16,2 0,062
5. Silikon DC-200 70,5 0,014 69,5 0,014
6. Squalane 101 9.9x10 -3
101,3 9,872x10-3
Analisis Spektrofotometer IR
Analisis spektofotometer IR digunakan untuk mengetahui gugus-gugus yang
terbentuk dari sampel yang dihasilkan dan juga memprediksikan reaksi polimerisasi
yang terjadi. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang gelombang puncak-
puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang puncak-puncak tersebut
menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, karena masing-
masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi
tertentu.
Berdasarkan nilai konduktivitas PEG 6000 yang paling besar, maka dalam
penelitian ini dilakukan analisis spektrofotometer IR pada komposit polimer-karbon
PEG 6000 sebelum dan setelah penambahan uap etanol 90%. Hasil spektrofotometer IR
ditunjukkan pada Gb 3 dan 4
Gambar 3 Spektogram komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol 90%
(a)
(b)
Gambar 5 Komposit polimer-karbon PEG 6000 sebelum penambahan uap etanol 90%; (a) pembesaran 250 kali,
(b)
Gambar 6. Komposit polimer-karbon PEG 6000 setelah penambahan uap etanol 90%, (a) pembesaran 250 kali,
KESIMPULAN
Polimer yang umumnya bersifat isolator dapat diubah menjadi konduktor yaitu
menjadi komposit polimer-karbon. Komposisi perbandingan yang cocok untuk
komposit polimer- karbon, yaitu komposisi I dengan perbandingan PEG 6000 : karbon
aktif : SLS = 1: 1: 1. Semakin besar nilai konduktivitas komposit polimer-karbon
(sebelum penambahan uap etanol 90%), semakin baik untuk digunakan sebagai
komposit polimer-karbon. Nilai konduktivitas masing-masing komposit polimer-karbon
(sebelum penambahan uap Etanol 90%) yaitu untuk PEG 6000 sebesar 0,082 mho,
PEG 1540 sebesar 0,04 mho, PEG 20 sebesar 0,081 mho, PEG
DAFTAR PUSTAKA
Bai, H. 2007, Review: Gas Sensors Based on Conducting Polymer Sensors. Vol: 7,
Hal: 267- 307.
Bassler. 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, edisi keempat, Erlangga,
Jakarta. Bruice, P. Y. 2001, Organic Chemistry, Prentice Hall International, Inc.,
New Jersey.
Buchler, M.G. dan Ryan, M. A.(1997), Temperature and Humidity Dependence of a
Polymer- Based Gas Sensor, Technical Publications of Jet Propulsion
Laboratory, California Institute of Technology, Proceedings of The
International Society for Optical Engineering.
Cowd, M.A. 1991, Kimia Polimer, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Citra, D. A., 2009, Studi Pendahuluan Pembuatan Komposit Polimer-Karbon
Sebagai Sensor Gas Etanol 90%, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Daintith, John (Ed) , 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Eckenfelder, W. 1981, Application of Adsorption to Waste Water Treatment, Enviro
Press Inc., Nashville.
Fox, M. A., dan Whitesell, J. K. 1997, Core Organic Chemistry, Jones and Bartlett
Publishers, Massachusetts.
Fraden, Jacob. 2003, Handbook of Modern Sensors Physics, Designs, and Application, 3th
Edition, San Diego, California.
Gedde, U. W. 1995, Polymer Physics, Chapman and Hall, London.
Kroschwitz, J. 1990, Polymer Characterization and Analysis, John Wiley and Sons,
Inc., Canada.
Lange, U. 2008, Conducting Polymers in Chemical Sensors and Arrays, University
of Regensburg, Germany.
Lonergan, M. C., dkk. 1997, Array-Based Vapor Sensing Using Chemically Sensitive,
Carbon Black-Polymer Resistors, Proceeding of The International Society for
Optical Engineering.
Narkanti, dkk. 1996, Kimia Polimer, Jurusan Kimia FMIPA-ITS,
Surabaya. Odian, G. 1991, Principle of Polymerization, John Wiley and
Sons, Inc., New York.
Rabek, J. F. 1980, Experimental Methods in Polymer Chemistry, John Wiley and Sons,
Inc., New York.
Rivai M. 2007, Pengaruh Principle Component Analysis Terhadap Tingkat
Identifikasi Neural Network Pada Sistem Sensor Gas, TELKOMNIKA Vol.
5, No. 3, 159 – 167.
Rohaeti, E., dan Surdia, N. M. 2003, Pengaruh Variasi Berat Molekul Polietilen
Glikol Terhadap Sifat Mekanik Poliuretan, Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8
No. 2, hal 63
– 66.
Sawyer, Clair N., dkk, 1994, Chemistry for Evironmental Engineering, 4th edition, Mc
Graw Hill Inc, New York
Sharp, P. W. A. 1983, Dictionary of Chemistry, Penguin Books Ltd, England.
Silverstain, R. M., dan Bassler, G. C. 1967, Spectrometric Identification of Organic
Compounds, Second Edition, John Wiley and Sons, Inc., New York.
Stevens, M. P. 2001, Kimia Polimer, Edisi Pertama, Pradnya Paramita, Jakarta.
17
KARAKTERISASI SPEKTROfOTOMETRI I R DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (S E M) SENSOR GAS
Veronica
DARI 8AHAN POLIMER POLY ETHELYN GLYCOL (P E G)
Bndi Gnnawan, Citra Dewi Azhari
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)
Research Article
ISOLATION AND CHARACTERIZATION TRITERPENOID COMPOUND FROM LEAVES MANGROVE
PLANT (Sonneratia Alba) AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST
ABSTRACT
Mangrove plant (Sonneratia alba) is easily found in Indonesia and has the potential of being a herb medicine. General phytochemical screening revealed
the presence of flavonoid, steroid, triterpenoid, and tannin compounds. Mangrove plant variously used in ethnomedicine to treat wounds, diarrhea,
and fever disease. Lup-20(29)-en-3β-ol (lupeol) compound is pentacyclic triterpenoid group. Lupeol was isolated from the methanol extract of the
leaves of mangrove (S. alba). Extraction was done by maceration method using methanol 96% as solvent. Its isolation was carried out by a combination of
column chromatography and combination of n-hexana, ethyl acetate, and methanol solvent. The structure was determined by analysis of IR, 1H-
NMR, 13C- NMR, 2D NMR and MS spectroscopies data, as well as comparison with various reference. The result of antibacterial activity test showed
that isolated compound effectively inhibited the growth of these bacterial pathogens with inhibition zone 18 mm for Staphyloccocus aureus, 14 mm for
Pseudomonas aeruginosa, and 13 mm for Escherichia coli. This is the first report of isolation lupeol compound from the leaves of Sonneratia alba of
this species and antibacterial activity test against Staphyloccocus aureus, Pseudomonas aeruginosa, and Escherichia coli pathogen bacterial.
85
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)
were combined and evaporated by rotary Test for Triterpenoid with Liebermann-Burchard Reaction
evaporator at a temperature of 45°C using a
buchi rotary evaporator to give a residu. A few crystals of compound 1 and 2 were dissolve
Concentrate of methanol extract obtained as in chloroform and a few drops of concentrated
much 13 g of a gummy concentrate of the crude sulfuric acid were added to it followed by the
extract. addition of 2-3 drops of anhydride acetid. In this
case isolated compound turned to violet blue and
The methanol extract (10 g) was subjected to finally formed green color which indicates the
liquid chromatography over silica gel using a presence of triterpenoid10.
gradient elution mixture of n-hexane-EtOAc
(10:0-0:10) as an eluting solvent, yielding 7 Characterization compound
fractions (A–G). Fraction C (0.15 g) was
subjected to column chromatography over silica
Different spectroscopic methods were used to
gel using a mixture of n-hexane
elucidate the structure of isolated compound.
:EtOAc (9:1) as an eluting solvent, affording 30 Among the spectroscopic techniques IR, 1H and
fractions (E01– E30) and give pure isolated. The 13
C-NMR, HMQC, HMBC and H-H COSY were
purification results of these compounds were carried out. The infrared spectrum was recorded
determined by TLC on silica gel and ODS with
on Shimadzu affinity-1, 1H and 13C-NMR spectra
several solvent systems and showed a single
were recorded using CDCl3 as solvent on JEOUL
spot.
NMR 500 MHz spectrometer.
Chromatographic Separation
Isolated compound : white needles. IR (KBr) Ʋmax
The column was packed with fine TLC grade /cm-1: 3590, 2935, 1687, 1462, 1385, 1236, and
siliga gel G60 was used as the packing material. 897. 1HNMR (500 MHz, CDCl3) δ: 2.22 (2H, m,
A column having 50 cm leght and 5 cm in H1), 1.65 (2H, m, H2), 3.15 (1H, dd, J
diameter was packed with the silica gel G60 15.0, 8.4 Hz, H3), 0.70 (1H, d, H5), 1.42 (2H, m,
H6), 1.44 (2H,
under reduced pressure. The column was m, H7), 1.07 (1H, H9), 140 (2H, m, H11), 1.41
washed with methanol and then with n-hexane (2H, m, H12),
to facilitate compact packing. The methanol 0.75 (1H, s, H13), 1.20 (2H, m, H15), 1.39 (2H,
m, H16), 0.96
extract was subjected to column (1H, d, H18), 2.23 (1H, d, H19), 2.25 (2H, m,
chromatography. The column was then eluted H21), 2.22 (2H, m,
using n-hexane (150 mL) followed by mixture H22), 0.94 (3H, s, H23), 0.96 (3H, s, H24), 0.85
(3H, s, H25),
of n- hexane-ethyla cetate (10:0-0:10). A total 0.75 (3H, s, H26), 1.00 (3H, s, H27), 1.59 (3H, s,
of 10 fractions (A-J) were collected each in 250 H28), 4.58 &
mL beakers. 4.60 (2H, s, H29), 1.69 (3H, s, H30). 13CNMR
(125 MHz, CDCl3)
δ: 39.7 (CH2, C1), 28.1 (CH2, C2), 79.7 (CH, C3),
The fraction C (0.15 g) was subjected to column
40.1 (Cq, C4),
chromatography over silica gel (Kieselgel G60, (CH, C5), 19.6 (CH2, C6), 35.7 (CH2, C7), 43.3
mesh 70-230) using a mixture of n- (Cq, C8), 56.9
hexane :Ethyl acetate (9:1) as an eluting solvent,
affording 30 fractions (C01–C30). Fraction C19
was found to yield crystal on the wall of the
beakers. The crystals were washed with n-
hexane carefully. As a result mother solution
was obtained leaving back the needle shape
crystals which were isolate as compound. The
purification results of compound were
determined by TLC on silica gel and ODS with
several solvent systems and showed a single
spot (>95% pure).
(CH, C9), 38.4 (Cq, C-10), 26.9 (CH2, C11), 28.8 (CH2, triterpenoid pentacyclic (Figure 1). The
C12),
40.2 (CH, C13), 48.6 (Cq, C14), 30.9 (CH2, C15), 38.3 compound (20 mg), appeared as white needles.
(CH2,
C16), 49.2 (Cq, C17), 52.1 (CH, C18), 50.5 (CH, C19),
152.2 (Cq, Spectral data
C20), 35.5 (CH2, C21), 42.2 (CH2, C22), 31.8 (CH3,
C23), 16.2 The IR spectrum (KBr) of isolated showed
(CH3, C24), 16.9 (CH3, C25), 16.7 (CH3, C26), 15.2
(CH3, C27), characteristic absorption frequencies at 3590
19.5 (CH3, C28), 110.2 (CH2, C29), 22.2 (CH3, C30). and 1236cm-1 typical of the O-H stretching and
C-O bond vibrations respectively; The C-C
vibrations was at 1687 cm-1. The absorption
Antibacterial Activity Test observed at 897cm-1 was due to an unsaturated
out of plane C-H vibration; stretching and
The antibacterial activity test was conducted
bending vibrations due to methyl groups were
using the Kirby- Bauer method, where in the
represented by the bands at 2935cm-1 and
bacterial growth inhibition zone was used as a
1462cm-1 and the signal at 1385cm-1 was due to
parameter to determine the antibacterial
methylenic vibration (cycloalkane) 13,14.
activity. Bacteria that have grown on solid
media were given a test compound solution
The 1H-NMR spectrum of compound showed
on a paper disk with concentration: 100
the presence of seven singlet methyl protons at δ
µg/ml. Ciprofloxacin was used as a positive
0.75, 0.85, 0.94, 0.96, 1.00, 1.59 and 1.69 ppm.
control at a concentration of 100 µg/ml for P.
Isolated compound also showed protons at δ
aeruginosa and amoxylin 100 µg/ml for E. 2.23 ppm ascribable to 19β -H is indicated of
coli and S. aureus in the solvent water, and lupeol. The H-3 proton showed a multiplet at δ
methanol/water are used as negative controls 3.15 ppm while a pair of broad singlets at δ 4.58
(3:1). After the incubation for 24 hours at a and δ 4.60 (1H, each) was indicative of olefinic
temperature of 35-37 °C in aerobic and
protons at (H-29). The methylene proton Sp3
anaerobic, clear zone around the paper disk showed at δH 1.20, 1.39, 1.40, 1.41, 1.42, 1.44,
which has been given a test solution (test
1.65, 2.22, and 2.25 ppm. These assignments are
compound, positive control and negative
in good agreement belonging the structure of
control), was observed and measured using
lupeol14-16.
calipers). This clear zone indicates the
bacterial growth inhibition zone produced by The 13C-NMR spectrum showed seven methyl
the test compound11,12. groups at δ: 31.8 (C-23), 19.5 (C-28), 16.8 (C-
25), 16.7 (C-26), 16.2 (C-24), 15.2
RESULT AND DISCUSSION (C-27) and 22.2 (C-30); the signals due to an
exomethylene group at δ: 110.2 (C-29) and
The leaves of S. alba was dried and
152.0 (C- 20). The DEPT 135º indicated and
successively extracted with methanol 96%.
belonging to ten methylene, five methine and
Therefore, the subsequent phytochemical
five quaternary carbons were assigned with the
analysis was focused on the methanol extract,
aid of DEPT 135º spectrum15,16. The deshielded
which was chromatographed over a coloumn
signal at δ 79.0 was due to C-3 with a hydroxyl
packed with silica gel G60 with gradient
group attached to it. The confirmation of the
elution. The fractions were repeatedly
structure of isolated was accomplished through
subjected to normal-phase and reverse-phase
the 2D-NMR experiments (COSY and HMBC).
column chromatography, yielding one
86
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)
Table 1. NMR data (500 MHz for 1H and 125 MHz for 13C, in CDCl3) for isolated compound and Compared with references
Position C-NMR
13 DEPT 1
H -NMR 13
C-NMR C 1
H -NMR
C C (ppm) 135° H (Int., mult) (ppm) ref. H (Int., mult) ref.
1 39.7 CH2 2.22 (2H, m) 38.0 2.37 (2H, m)
2 28.1 CH2 1.65 (2H, m) 25.3 1.65 (2H, m)
3 79.7 CH 3.15 (1H, dd) 78.4 3.20 (1H, dd)
4 40.1 Cq - 38.6 -
5 57.7 CH 0.70 (1H, d) 55.1 0.69 (1H, d)
6 19.6 CH2 1.42 (2H, m) 18.1 1.42 (2H, m)
7 35.7 CH2 1.44 (2H, m) 34.1 1.43 (2H, m)
8 43.7 Cq - 41.2 -
9 56.9 CH 1.07 (1H, d) 49.7 1.06 (1H, d)
10 38.4 Cq - 37.3 -
11 26.9 CH2 1.40 (2H, m) 21.1 1.40 (2H, m)
12 28.7 CH2 1.41 (2H, m) 27.5 1.41 (2H, m)
13 40.2 CH 0.75 (1H, s) 39.2 0.76 (1H, s)
14 48.6 Cq - 42.6 -
15 30.9 CH2 1.20 (2H, m) 27.6 1.22 (2H, m)
16 38.3 CH2 1.39 (2H, m) 35.6 1.38 (2H, m)
17 49.2 Cq - 43.2 -
18 52.1 CH 0.96 (1H, d) 48.2 0.97 (1H, d)
19 50.5 CH 2.23 (1H, d) 47.8 2.38 (1H, d)
20 152.2 Cq - 151.6 -
21 35.5 CH2 2.25 (2H, m) 30.2 2.40 (2H, m)
22 42.2 CH2 2.22 (2H, m) 40.2 2.39 (2H, m)
23 31.8 CH3 0.94 (3H, s) 28.2 0.91 (3H, s)
24 16.2 CH3 0.96 (3H, s) 16.0 0.94 (3H, s)
25 16.8 CH3 0.85 (3H, s) 16.8 0.74 (3H, s)
26 16.7 CH3 0.75 (3H, s) 16.4 0.78 (3H, s)
27 15.2 CH3 1.00 (3H, s) 15.1 1.06 (3H, s)
28 19.5 CH3 1.59 (3H, s) 18.0 1.59 (3H, s)
29 110.2 CH2 4.58 & 4.60 (2H, s) 108.6 4.56 & 4.70 (2H, s)
30 22.2 CH3 1.69 (3H, s) 19.5 1.72 (3H, s)
87
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)
Bakteri lupeol compound (mm) Positive control (mm) Negative control (mm)
S. aureus 18 22 0
P. aeruginosa 14 25 0
E. coli 13 22 0
The 1H-1H COSY spectrum is used to identify a compound of the triterpenoid group.
protons that are correlated with three bond Triterpenoids are compounds that the carbon
spacing. COSY spectrum of isolated compound framework is derived from six isoprene units and
indicates peaks such as between δ 2.23, H-19 synthesized derived from C hydrocarbons 30
and one Sp3 methylene proton signal (δ 2.25, H- acyclic, which is skualena. Based on literature
21) and another Sp3 methine proton signal (δ review, triterpenoid group compounds and steroids
0.96, H-18); and oxygenated methine proton has antibacterial activity with the mechanism of
signal belonging to (δ 1.69, H- 30 and Sp3 action inhibiting synthesis protein20-21.
methylene signal (δ 1.65, H-2)16-19.
88
Weny JA. Musa et al. Int. Res. J. Pharm. 2018, 9 (3)
microsciadia with their T-Cell profiration 19. Wal A, Wal P, Rai AK, Raj K. Isolation and modification of
activity. Irian journal of pharmaceutical. pesudohybrid plant (lupeol). J. Pharm. Sci. & Res.2010;
2011; 10 (287-294). 2(1):13-25.
16. Abdullah SM, Musa AM, Abdullah MI, Sule M, Sany YM. 20. Babalola IT, Shode FO. A potencial pentaciclic triterpene
Isolation of lupeol from the steam bark of Lonchocarpus natural product. Phyto journal. 2010; 2(2): 2278-4136.
sericeus. Sch. Acad, J. Brosci. 2013; 1(1): 18-19. 21. Vogt T. Phenylpropanoid Biosynthesis. Molecule. Plant.J.
17. Prakash CV & Prakash I. Isolation and structural 2010; 3(1): 2-20.
characterization of lupane triterpenes from Polypodium
vulgare. Res. J. Pharm. 2012; 1(1): 23-27. Cite this article as:
18. Saha S, Subrahmanyam EVS, Kodangala C, Shastry S.
Isolation and characterization of triterpenoids and fatty Weny JA. Musa et al. Isolation and
acid ester of triterpenoid from leaves of Bauhinia characterization triterpenoid compound from
variegata. Der Pharma Chemica. 2011; 3(4): 28-37.
leaves mangrove plant (Sonneratia Alba) and
antibacterial activity test. Int. Res. J. Pharm.
2018;9(3):85-89 http://dx.doi.org/10.7897/2230-
8407.09347
Source of support: Ministry of Research and Higher education of the Indonesia
Republic, Conflict of interest: None Declared
Disclaimer: IRJP is solely owned by Moksha Publishing House - A non-profit publishing house,
dedicated to publish quality research, while every effort has been taken to verify the accuracy of
the content published in our Journal. IRJP cannot accept any responsibility or liability for the site
content and articles published. The views expressed in articles by our contributing authors are not
necessarily those of IRJP editor or editorial board members.