Anda di halaman 1dari 4

Rokajat Asura

Penerbit: Edelweis

Tebal: 321 Halaman

Novel ini memberikan gambaran tentang bentuk kekejaman kekaisaran dan prajurit Jepang
terhadap perempuan Indonesia. Novel “Jugun Ianfu, Jangan Panggil aku Miyako“ merupakan
kisah kehidupan seorang remaja putri pada periode 1942-1945. Lasmirah begitu remaja putri
berasal dari Suryotarunan, belum pernah mengalami menstruasi, dan tak pernah
membayangkan takdirnya akan menjadi “budak seks atau Ransum Nippon”

Perempuan itu bernama Lasmirah, impian untuk jadi penyanyi, membawanya ke Borneo. Tapi
siapa yang akan mengira bila impian itu seketika sirna, berganti penderitaan panjang tanpa
ujung. Terjebak di Asrama Telawang sebagai seorang jugun ianfu atau budak seks, Lasmirah-
Miyako nama jepagnya, tak punya banyak pilihan, ia tak lebih dari boneka hidup yang siap
digilir sesuka hati tamu.

Telawang 1942, Lasmirah yang kemudian lebih dikenal dengan nama jepangnya Miyako,
terkapar tak berdaya bersama impiannya menjadi seorang penyanyi menguap ke langit
telawang, iantara kesadaran yang tersisa, samar merasakan darah segar mengair keluyar dari
selangkangan, ia duduk sambil menangis meratapi peristiwa yang terjadi, air mata masih
berjejal, berderai tak usai padahal ia mengira air mata telah habis ketika tangan kekar para
lelaki biadab tadi menginjaknya."Ada tamu!” untuk kedua kalinya kata jongos terdengar samar,
diantara darah yang tak henti megalir, perlahan Miyako membuka mata, sosok jongos yang
berdiri di ambang pintu terlihat berbayang.

“Ada tamu!” ucap Jongos lagi masih terdengar samar

“ndak mau!!!” hardik, Miyako anak belasan Tahun.

Itulah pertistiwa yang pertama kali dialami oleh Lasmirah, anak belasan Tahun yang sudah
menjadi yatim piatu, harus menerima keberingasan dari para tentara jepaing yang ingin
melampiaskan nafsunya. Sejak di tinggal oleh ibunya pada waktu Lasmirah dilahirkan, Lasmirah
menjadi sangat dekat dengan Ayahnya, namun setelah Ayahnya meninggal akhirnya miyako
tinggal dan dirawat oleh kakaknya Mbakyu Tari.
“Kenapa harus ke Borneo, Las?” terngiang kembali perkataan Mbakyu Tari, kakaknya, sepekan
setelah menerima ajakan Zus Mer, penyanyi group sandiwara sinar rembulan. Ndoro mangku
yang memperkenalkannya dengan Zus Mer setelah melihat bakat Lasmirah.

Ternyata di Borneo, Lasmirah tidak dijadikan seorang penyanyi seperti yang di janjikan. Ia dan
23 perempuan lainnya yang datang dari jawa dibawa kekota Telawang. Di sana, mereka
ditempatkan di Asrama Telawang, di tempat inilah mimpi buruk Lasmirah dan perempuan-
perempuan lain dimulai. begitu datang mereka langsung dipaksa untuk melayani nafsu-nafsu
budak jepang.

Para jugun ianfu dipaksa setiap harinya untuk melayani tamu tanpa istirahat, mereka juga
sering mendapat siksaan saat melayani para tentara jepang. Bahkan jika ada diantara mereka
yang sampai Hamil, pimpinan asrama Telawang akan menggugurkan secara paksa kandungan
tersebut walaupun seringkali hal ini merusak rahim mereka. Para pengurus Asrama juga tidak
pernah menghargai dan berbelas kasihan kepada para jugun ianfu.

Pada tahun 1943, ada lima orang teman Lasmirah yang dikirim kembali ke jawa tanpa uang
saku, kelima orang ini dipulangkan karena empat orang rahimnya sudah rusak dan satu
orangnya lagi buta tidak bisa

disembuhkan. selain itu, ketika satu orang teman Lasmirah yang meninggal, mayatnya dibiarkan
saja membusuk dipinggir pasar seperti para mayat romusha.

Kehidupan Lasmirah yang lain bukannya selalu menderita, di dalam asrama Telawang inilah,
Miyako menemukan dua orang pria yang mencintainya dengan cara berbeda. Cinta pertama
diperoleh dari seorang perwira menengah angkatan darat Jepag bernama Yamada. Sosok
Yamada memberikan kenyamanan dan harapan keluar dari Asrama. Yamada meberikan janji
untuk memiliki keluarga dan hidup di Jepang ataupun di jawa, namun sosok ini pula yang
beberapa kali memberi miyako masalah selama di Telawang.
Cinta kedua berasal dari seorang tentara PETA yang tinggal bersama kelurga pemusik Sahilatua
disebelah barat Asrama Telawang, bernama Pram atau Pramudia sebelum berkenalan “resmi”
yang disponsori oleh Ayumi atau Rosa, salah seorang penghuni Asrama Telawang dan pemusik
Sahilatua, secara kebetulan miyako pernah melihat Pram sebelum keberangkatannya ke Borneo
stasiun Pasar Turi. Pada pemuda inilah hati miyako tertambat. tak hanya menjanjikan
mengeluarkan miyako dari Telawang, pada akhir kisah dia juga yang menguasahakan agar
impian itu terwujud. Tak hanya janji semata.

Lasmirah mencapai babak baru hidupnya saat Jepang kalah perang pada tahun 1945, Bersama
seorang mantan anggota KNIL bernama Amatia mencoba meritis hidup baru. Ia termasuk dari
sedikit sekali jugun ianfu yang berhasil menemukan kehidupan baru, tetapi tetap saja
pandangan masyarakat sangat sinis terhadap dirinya. Keputusan lasmirah mencari keadilan
dimulai ketika Amat Mingun meninggal dunia pada tahun 1991. Kematian Amat membuat
Lasmirah berani bangkit untuk bersaksi dan berjuang mencari keadilan. Lasmirah segara
mencari teman-teman senasibnya untuk berjuang meminta pertanggung-jawaban dari jepang
atas semua perlakuannya terhadap para jugun ianfu sampai saat ini.

Namun di akhir kisahnya, Lasmirah tidak mendapatkan kebahagiannya bersama Pram, seorang
yang slalu ia sayangi. Di akhir novel ini, Pram di tembak mati oleh Yamada tepat di depan mata
Lasmirah, Yamada akhirnya mengetahui kepada siapa hati Lasmirah tertambat ia marah dan
cemburu terhadap Pram. Namun beberapa saat setelah Yamada menembak Pram ia juga
tertembak dari belakang oleh seorang prajurit tak dikenal.

Anda mungkin juga menyukai