Pendiri Kerajaan
Pendirian Sriwijaya juga merupakan bagian yang sulit dipecahkan oleh peneliti karena
dalam sumber-sumber yang ditemukan tidak ada struktur genealogis yang tersusun rapi antar
raja Sriwijaya. Prasasti Kedukan Bukit (682 Masehi) menyebutkan nama Dapunta Hyang, dan
prasasti Talang Tuo (684 Masehi) memperjelasnya menjadi Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kedua
prasasti ini adalah penjelasan tertua mengenai seseorang yang dianggap sebagai raja atau
pemimpin Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur (686 M) di Pulau Bangka, Sriwijaya diperkirakan telah
berhasil menguasai Sumatra bagian selatan, Bangka dan Belitung, bahkan sampai ke Lampung.
Bukti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa bahkan mencoba untuk melancarkan ekspedisi
militer menyerang Jawa yang dianggap tidak mau berbakti kepada maharaja Sriwijaya, peristiwa
ini terjadi pada waktu yang kurang lebih bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Tarumanagara di
Jawa Barat dan Kerajaan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang bisa saja terjadi karena
serangan yang dilancarkan oleh Sriwijaya.
Raja-raja Sriwijaya
Telah disampaikan sebelumnya bahwa struktur genealogis raja-raja Sriwijaya banyak
terputus dan hanya didukung bukti-bukti yang dianggap kurang kuat. Berikut adalah nama raja-
raja Sriwijaya yang sedikit banyak disepakati oleh para ahli setelah Dapunta Hyang Sri Jayanasa
1. Sri Indrawarman
Penerus dari Sri Jayanasa didapat dari petunjuk prasasti Ligor A (775 Masehi) yang
ditemukan di Thailand Selatan menyebut raja Sriwijaya menyerupai Indra yang
membangun kuil di Ligor, serta Hsin-t’ang-hsu, catatan sejarah Dinasti Sung dari abad
ke-11 menyatakan seorang Raja Sriwijaya mengirim utusan pada 724 M.
2. Raja Dharanindra
Setelah kekuasaan Sri Indramarwan, poros kekuasaan Sriwijaya beralih ke Jawa yaitu
Kerajaan Medang yang berpusat di Mataram, Jawa Tengah. Dharanindra muncul dari
prasasti Ligor B dan prasasti Nalanda di India dengan gelar “Sailendrawamsatilaka Sri
Wirawairimathana” atau Permata Keluarga Sailendra. Sailendra sendiri adalah wangsa
yang tengah berkuasa di Jawa. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa Sriwijaya pada
tahun-tahun penulisan bukti ini telah jatuh ke dalam kekuasaan Sailendra dari Jawa.
Boleh jadi itulah alasan mengapa struktur genealogis Sriwijaya terputus sampai
munculnya Balaputradewa sebagai raja, dikarenakan masuknya Sriwijaya ke dalam
kekuasaan Jawa yang membuatnya tidak lebih dari wilayah koloni semata.
3. Raja Samaratungga
Ada dua pendapat mengenai Samaratungga, apakah ia anak atau cucu dari
Dharanindra. Krom berpendapat bahwa ia adalah anaknya, sementara Slamet Muljana
berpendapat bahwa ia adalah cucunya. Samaratungga tidak gemar berperang, dan
memilih fokus pada kerajaannya. Salah satunya menyelesaikan pembangunan Candi
Borobudur di Muntilan, Jawa Tengah. Samaratungga memiliki putri bernama
Pramodhawardani, yang kemudian dinikahkan dengan Rakai Pikatan untuk
meminimalisir gesekan antara agama Hindu dan Budha di Kerajaan Medang.
4. Rakai Pikatan
Rakai Pikatan bersama Pramodhawardani merupakan anak dari Samaratungga,
sementara Balaputradewa adalah pamannya atau adik Samaratungga. Akibat satu dan
lain hal kemudian memperebutkan kekuasaan dan menyebabkan terusirnya
Balaputradewa kembali ke Sumatra, tanah kakek dan leluhurnya. Balaputradewa
membangun kembali kekuasaan Sriwijaya di Sumatra yang berarti terpecahnya Wangsa
Sailendra menjadi dua bagian.
5. Balaputradewa
Balaputradewa memulai kembali Sriwijaya pada abad ke-IX Masehi, membuat
pelacakan sejarahnya menjadi lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Hubungan
dengan Raja Dewapaladewa dari Benggala, India juga dijelaskan dalam Prasasti
Nalanda. Di mana Balaputradewa mendukung Pendidikan pendeta Buddhis di Nalanda.
Raja ini memulai kegemilangan Sriwijaya menjadi penguasa perdagangan di Melayu,
meninggalkan hubungannya dengan Jawa.
6. Sri Udayadityawarman
Tidak banyak yang diketahui dari Sri Udayadityawarman selain Kitab Sejarah
Dinasti Sung mencatat bahwa pada tahun 960 M dan 962 M, nama raja Sriwijaya
menurut J.L. Moens dapat disamakan dengan Sri Udayadityawarman.
7. Sri Culamaniwarman/Cudamaniwarmadewa
Merupakan raja yang pada kekuasaannya membangun hubungan baik dengan
kerajaan besar Cola di India dan Kekaisaran Cina. Hal ini dikarenakan ancaman serangan
dari Jawa pada tahun 922 M (Prasasti Hujung Langit), meski begitu Sriwijaya kembali
berkuasa ditunjukkan dengan pengiriman utusan ke Cina kembali pada tahun 1003 M. Di
mana Sri Cudamani Warmadewa membangun sebuah candi di salah satu komplek Muara
Takus yang diberi nama “cheng-tien-wan-shou” atau Candi Bungsu. Pembangunan ini
sebagai bentuk hadiah dan kesetiaan terhadap Kekaisaran Cina yang menjadi pelindung
Sriwijaya.
8. Sri Marawijayatunggawarman.
Pada tahun 1008, utusan dari Sriwijaya datang kembali dengan nama rajanya yaitu
“Se-Li-Ma-La-Pi” yang kemudian disamakan dengan Sri Marawijayatunggawarman
putra dari Sri Culamaniwarman. Raja ini pada sekitar tahun 1016 menyerang Raja Jawa
yang sebelumnya menyerbu Palembang, Dharmawangsa Teguh. Serbuan itu kemudian
meruntuhkan kerajaan Medang. Sri Marawi kemudian digantikan oleh putranya.
9. Sri Sanggramawijayatunggawarman
Nama ini diketahui melalui Prasasti Tanjore (1030 M) yang menyatakan bahwa
Sriwijaya telah takluk pada serbuan Rajendracoladewa dari Kerajaan Cola. Meski begitu,
Sriwijaya masih berdiri dan mengirimkan utusan kepada Dinasti Sung pada tahun 1028.
Kerajaan Cola kembali menyerang Sriwijaya pada tahun 1068, namun tidak dijajah dan
Sriwijaya dapat berkuasa kembali. Catatan terakhir dari Cina mengenai utusan Sriwijaya
adalah pada tahun 1178, nama Sriwijaya tidak pernah lagi muncul sampai abad ke XIII
yang menyebutkan bahwa San-Fo-Tsi sebagai kerajaan yang besar dan kuat. Namun
beberapa ahli menyatakan bahwa Sriwijaya yang dinyatakan pada abad ke-XIII sebagai
pusat perdagangan dan pelayaran adalah bagian dari Kerajaan Melayu Dharmasraya
karena Singasari mengirimkan Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275 yang menegaskan
Sumatra telah dikuasai Kerajaan Melayu dan bukan Sriwijaya.