Anda di halaman 1dari 1

penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 Ayat (1) UU Narkotika yang melarang

penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan.

Pasal 6 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 mengatur penggolongan narkotika menjadi 3, yakni
golongan I, II, dan III.

penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a menerangkan bahwa narkotika golongan I hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Kemudian, pada Pasal 8 disebutkan bahwa narkotika golongan I tidak boleh dipakai untuk
kepentingan medis.

Menurut Guru Besar Farmakologi Universitas Indonesia, Rianto Setiabudy, sikap konservatif
lebih baik karena manfaat yang ditawarkan belum seimbang dengan risiko yang mungkin timbul
karena penggunaan ganja sebagai obat.

“Urgensi ganja medis pada dunia medis sebenarnya tidak besar, lebih kepada memberikan alternatif
obat, terutama jika obat-obat yang sudah ada tidak memberikan efek yang diinginkan,”

Untuk itu, perlu diatur kebijakan pemanfaatan obat yang berasal dari ganja, terutama jika sudah
mengikuti kaidah riset dan penemuan obat, sampai obat didaftarkan di BPOM. Sementara, tanaman
ganjanya tetap tidak bisa legal, karena berpotensi disalahgunakan,”

Menurut Zullies Ikawati Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, obat lain yang bisa
digunakan untuk penyandang cerebral palsy di luar ganja medis. Pilihan obat yang dimaksud yakni
Phenobarbital, Clonazepam, Phenytoin, dan Carbamazepine .

Ganja itu sendiri dapat memiliki sejumlah efek samping jangka pendek dan jangka panjang,
termasuk:

Gangguan memori jangka pendek

Mood yang berubah

Gangguan koordinasi.

Zat pada ganja:

THC (Tetrahydrocannabinol): senyawa psikoaktif utama dalam ganja yang bisa membuat
mabuk.

CBD (Cannabidiol): senyawa kimia dalam ganja yang tidak memberikan efek mabuk. (yang
dimanfaatkan untuk pengobatan)

Anda mungkin juga menyukai