Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KEFARMASIAN

PRAKTIK PENYALAHGUNAAN OBAT-OBAT TERTENTU


“Polda Banten Sita 370.430 Pil Tramadol dan Hexymer”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Undang-Undang dan Etika Kefarmasian

Dosen Pengampu:
apt. Ika Norcahyanti, S.Farm., M.Sc

Disusun oleh:
Cindy Riana Putri Febriani (172210101132)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2021
I. PENDAHULUAN
Kasus penyalahgunaan obat-obatan daftar G selama Januari hingga Oktober
2020, terjadi di Serang, Banten. Sejumlah 126 pengedar ditangkap oleh Ditresnarkoba
Polda Banten sekaligus mengungkap 108kasus. Jumlah barang bukti obat keras yang
disita pihak kepolisian sebanyak 370.430 butir, hal ini diungkapkan oleh Kapolda
Banten Irjen Pol Fiandar.

Irjen Pol Fiandar mengungkapkan bahwa obat terlarang tersebut di antaranya


hexymer dan tramadol. Modus para pelaku biasanya menjual obat keras seharga
Rp.10.000/tik dengan berjualan di toko kosmetik dan toko kelontongan. Sasaran
pembeli yakni dari kalangan remaja, para pelajar, anak punk, pengamen, hingga orang
dewasa. Motif para pelaku menjual obat terlarang tersebut karena sulitnya mencari
pekerjaan di masa pandemi Covid-19.

Jajaran Polresta Tangerang mengungkap 23 kasus dengan menyita barang


bukti pil sebanyak 226.207 butir. Sementara, Polres Lebak tercatat menangani 23
kasus dengan barang bukti 55.951 butir tramadol dan hexymer. Polres Serang Kota
dan Kabupaten menangani 30 kasus dengan barang bukti 17.332 butir, Polres
Pandeglang 17 kasus dengan barang bukti 9.301 butir. Polres Cilegon 9 kasus dengan
barang bukti mencapai 49.689 butir.

Gambar 1.
Lampiran SS berita (https://www.tagar.id/tagarphoto/123574/Polda+Banten)
II. PEMBAHASAN

Tramadol merupakan analgetik yang bekerja secara sentral yang memiliki


afinitas sedang pada reseptor μ yang lemah. Secara luas, tramadol digunakan sebagai
obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang. Tramadol dapat digolongkan
sebagai narkotika dan bukan psikotropika (Wilder, dkk. 2000). Tramadol masuk
dalam golongan opioid yang biasa diresepkan dokter sebagai analgesik atau pereda
rasa sakit dan tidak memberikan perubahan perilaku penggunanya. Tramadol sering
disalahgunakan karena merupakan obat yang kompeten dalam meredakan rasa nyeri
dengan skala berat, namun dijual cukup murah. Selain itu juga tramadol dapat
memberikan efek menenangkan bahkan sampai halusinasi sebagaimana obat
narkotika lainnya (Bangun, 2014).

Hexymer merupakan obat yang digunakan dalam terapi Parkinson yang


merupakan penyakit saraf dan dapat memburuk secara bertahap serta mempengaruhi
bagian otak yang untuk mengkoordinasikan gerakan tubuh. Selain itu, hexymer juga
digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal yang menyebabkan penderita
melakukan gerakan secara tidak sadar dan sulit dikendalikan. Obat Hexymer 2 adalah
obat yang bekerja pada sistem susunan saraf pusat seperti narkotika dan psikotropika,
yang pada penggunaan diatas dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Tan, dkk. 2002).

Tramadol dan Hexymer termasuk ke dalam kriteria obat-obatan tertentu yang


sering disalahgunakan. Hal ini sebagaimana PBPOM No 28 Tahun 2018 Bab II
bagian Kesatu pasal 2 yang berbunyi:

“Kriteria Obat-Obat Tertentu dalam Peraturan Badan ini terdiri atas obat atau
bahan obat yang mengandung:

a. Tramadol;

b. Triheksifenidil;

c. Klorpromazin;

d. Amitriptilin;

e. Haloperidol; dan/atau

f. Dekstrometorfan.
Pada pasal 2 : Obat-obat Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.

Sedangkan yang berwenang untuk menjual atau menyimpan obat Tramadol


dalam skala besar adalah perusahaan yang berbadan hukum, seperti Apotik dan
sebagainya. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan jelas telah
melarang perseorangan atau individuuntuk menjual dan mengedarkan dan atau
mempromosikan Obat Tramadol tanpa kewenanganna dan keahlian.

Dasar hukum yang mengatur mengenai penyalahgunaan obat adalah Undang-


Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 196 yang berbunyi “Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Selain itu pada pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 “Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”

Larangan untuk mengedarkan obat bagi pihak yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan ini juga dapat lihat dalam Pasal 98 ayat (2) Undang-undang Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan, bahwa : “Setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah,
mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.”

Pada kasus ini yang bertanggung jawab untuk melakukan penyidikan adalah
pihak Kepolisian. Sedangkan yang berwenang mengawasi Obat Tramadol dan
Hexymer adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan. Namun BPOM hingga saat ini
belum memiliki regulasi yang jelas untuk menindak pelaku Pengedar maupun
pengguna obat Tramadol dan Hexymer itu sendiri.

Melihat maraknya peredaran dan penyalahgunaan Obat yang dilarang tersebut


di masyarakat kalangan anak muda oleh karena itu diperlukan peran aktif dari semua
unsur masyarakat maupun lintas sektor penegak hukum lainnya sehingga pengawasan
obat dapat lebih efektif, serta perlunya pemberian informasi dan edukasi secara
intensif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya
penggunaan obat-obatan tanpa rekomendasi dari dokter.
III. PENUTUP

Tramadol dan Hexymer adalah obat-obatan tertentu yang sering


disalahgunakan. Kedua obat ini yang bekerja pada sistem susunan saraf pusat seperti
narkotika dan psikotropika, yang pada penggunaan diatas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Dasar peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai


penyalahgunaan peredaran obat-obatan tertentu adalah Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 pasal 196 dan 197, selain itu juga terdapat PBPOM no 10 tahun 2019
tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obatan Tertentu yang Sering disalahgunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Bangun, A. A. (2014). PENGARUH PEMBERIAN TRAMADOL DAN


KETOROLAK TERHADAP KADAR KORTISOL PLASMA TIKUS
WISTAR YANG MENGALAMI INSISI.

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.

Tan, Hoan Tjay; Kirana Rahardja. (2002). Obat-obat penting : khasiat, penggunaan
dan efek-efek sampingnya / Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja. Jakarta :: Elex
Media Komputindo,.

Wilder-Smith CH, Hill L, Spargo K, Kalla A. Treatment of severe pain from


osteoarthritis with slow-release tramadol or dihydrocodeine in combination
with NSAID's: a randomised study comparing analgesia, antinociception and
gastrointestinal effects. Journal of International Association for The Study of
Pain. 2000 ; 91: 23-3.

Anda mungkin juga menyukai