Anda di halaman 1dari 7

Lampiran I

Tanggal : 20 Agustus 2022


Tentang : Calon Anggota DPD – RI Periode 2019-2024
Daerah Pemilihan PAPUA

Berikut ini kami lampirkan Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD-RI) Daerah Pemilihan Provinsi Papua Periode Tahun 2019 – 2024 hasil Pemilu
Legislatif tahun 2019.
Lampiran II

Tanggal : 09 Juni 2022


Tentang : Kajian Normatif Akademik

USULAN PENGISIAN KEANGGOTAAN


DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) RI
PADA PEMBENTUKAN PROVINSI BARU DI PROVINSI PAPUA.
(Suatu Analisis Normatif)

A. PENDAHULUAN
Proses amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD Negara RI 1945) telah menghadirkan beberapa lembaga negara baru sebagai
konsekuensi pelaksanaan demokrasi dalam kerangka penciptaan pemerintahan yang
bersih dan akuntabel. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
dibentuk sebagai pemenuhan keterwakilan aspirasi daerah dalam tatanan
pembentukan kebijakan ditingkat pusat.

Dalam ketentuan Pasal 22C UUD Negara RI Tahun 1945 pada ketentuan ayat (1) dan
ayat (2) mengatur bahwa Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap
Provinsi melalui Pemilihan Umum (ayat 1). Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari
setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan
Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (ayat
2). Ketentuan Pasal 22C dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwaklan Rakyat Daerah (disingkat UU MPR,
DPR, DPD dan DPRD). Dalam ketentuan Pasal 246 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD
mengatur bahwa DPD terdiri atas wakil daerah Provinsi yang dipilih melalui
pemilihan umum. Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 252 UU MPR, DPR, DPD dan
DPRD mengatur bahwa Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4
(empat) orang (ayat 1). Jumlah anggota DPD tidak melebihi dari 1/3 (satu per tiga)
jumlah anggota DPR.
Mengenai wakil DPD dari Provinsi baru yang dibentuk, dalam ketentuan Pasal 255
mengatur bahwa “Di Provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum
tidak diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya”
(ayat 1). Anggota DPD di Provinsi induk juga mewakili provinsi yang dibentuk setelah
pemilihan umum (ayat 2). Memperhatikan aspek normatif dari ketentuan Pasal 255
tersebut, dapat dimaknai bahwa: pertama, Anggota DPD dari Provinsi induk akan
juga menjadi wakil daerah dari provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan
umum. Kedua, Anggota DPD dari Provinsi induk akan berstatus hukum sebagai wakil
daerah bukan saja dari Provinsi Induk tetapi juga wakil daerah dari Provinsi baru yang
dibentuk (wakil ganda). Dengan demikian Anggota DPD RI bukan saja berstatus wakil
1 (satu) daerah Provinsi tetapi bisa lebih yang disesuaikan dengan jumlah provinsi
baru yang dibentuk dari provinsi induk. Ketiga, untuk sementara waktu, provinsi baru
tidak memiliki anggota DPD sendiri tetapi secara otomatis anggota DPD dari provinsi
induk menjadi wakil daerah provinsi baru yang dibentuk sampai dilakukannnya
pemilihan umum. Ketentuan Pasal 255 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD tidak sejalan
dengan ketentuan Pasal 22C ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang mengatur
bahwa Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap Provinsi melalui
Pemilihan Umum.

Penyelenggaraan Otonomi Daerah saat ini di Provinsi Papua berlangsung dalam 2


(dua) model penerapan otonomi yakni Otonomi Daerah Umum (Otda Umum) dan
Otonomi Khusus (Otsus). Penyelenggaraan pemerintahan daerah berperspektif
Otonomi Khusus didasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Baru). Salah satu materi muatan
yang saat ini menjadi dinamika politik di Papua adalah pelaksanaan ketentuan Pasal
76 UU Otsus Baru yang mengatur mengenai pemekaran provinsi dan kabupaten/kota.
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat telah mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk membentuk/memekarkan 3 (tiga) provinsi
baru di Provinsi Papua dengan mengacu pada ketentuan Pasal 76 UU Otsus Baru. Jika
RUU pembentukan Provinsi baru di Provinsi Papua diterima dan disepakati oleh
Presiden dan DPR RI, maka terbentuk 3 (tiga) Provinsi Baru.
Berdasar uraian diatas, pertanyaan penting adalah:
1. Apakah provinsi baru yang akan dibentuk dari provinsi induk setelah pemilihan
umum, dapat memiliki wakil DPD RI?
2. Apakah calon anggota DPD RI yang tidak mencapai syarat suara dan berstatus
sebagai calon pengganti antar waktu, dapat diangkat sebagai Anggota DPD RI
mewakili Provinsi baru yang dibentuk di Papua?

B. PROVINSI BARU (DOB) DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)


Dalam ketentuan Pasal 22C ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 mengatur bahwa
“Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap Provinsi melalui Pemilihan
Umum”. Sedangkan ketentuan Pasal 255 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD mengatur
bahwa “Di Provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum tidak
diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya”. Dari
rumusan norma tersebut dapat ditarik makna sebagai berikut:
a. Anggota DPD RI dari setiap Provinsi dipilih melalui pemilihan. Artinya tidak
boleh 4 (empat) orang anggota DPD mewakili beberapa Provinsi baru karena
anggota DPD hanya mewakili 1 (satu) Provinsi dan bukan lebih dari satu provinsi.
b. Rumusan norma pada ketentuan Pasal 255 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD tidak
memperkenankan diadakan pemilihan anggota DPD pada provinsi yang baru
dibentuk setelah Pemilu. Dengan demikian ketentuan Pasal 255 menekankan
pada konsep pemilihan. Dengan demikian konsep pemilihan berbeda dengan
konsep ditunjuk/diangkat. Ketentuan Pasal 255 tidak memperkenankan
pemilihan namun tidak melarang untuk adanya penunjukan atau pengangkatan
Anggota DPD berdasarkan urutan daftar tunggu menurut perolehan suara pada
pemilihan umum tahun 2019.

Arti kata “pemilihan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti” proses,
cara, perbuatan memilih”. Kata memilih berasal dari kata dasar “pilih” yang artinya
mementukan (mengambil dan sebagainya) sesuatu yang dianggap sesuai dengan
dengan kesukaan (selera dan sebagainya). Dalam kaitan dengan pertanyaan pertama
“apakah provinsi baru yang akan dibentuk dari provinsi induk setelah pemilihan
umum, dapat memiliki wakil DPD RI?”.

Bertitik tolak pada pemaknaan atas rumusan norma dalam ketentuan Pasal 22C ayat
(1) UUD Negara RI Tahun 1945 dan ketentuan Pasal 255 UU MPR, DPR, DPD dan
DPRD sebagaimana telah diuraikan pada huruf a dan huruf b diatas, maka terhadap
pertanyaan yang diajukan tersebut dapat uraikan argumentasi sebagai berikut:
pertama, ketentuan Pasal 255 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD tidak memberi
peluang untuk menggunakan mekanisme pengangkatan atau penunjukan dalam
pengisian anggota DPD RI pada provinsi baru yang dibentuk. Mekanisme yang
digunakan adalah pemilihan umum. Ketentuan Pasal Pasal 255 UU MPR, DPR, DPD
dan DPRD dapat disebut sebagai norma yang kabur karena memang tidak mungkin
dilakukan pemilihan untuk kedua kali setelah Pemilihan Umum untuk memilih
anggota DPD RI. Pemilu dilakukan sekali dalam lima tahun. Kedua, kelemahan
normatif dari ketentuan Pasal 255 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD dapat dimaknai
bahwa seharusnya bukan dilakukan pemilihan tetapi pengangkatan berupa
penunjukan terhadap calon anggota DPD lainnya yang tidak terpilih pada Pemilu
2019 namun memperoleh suara dan ditetapkan oleh KPU sebagai daftar tunggu
untuk menggantikan anggota DPD yang berhalangan termasuk berhalangan tetap.
Ketiga, supaya 4 (empat) orang anggota DPD menjadi wakil daerah bagi Provinsi
yang dibentuk serta memperhatikan adanya anggota DPD yang telah ikut dalam
pemilihan namun belum memenuhi jumlah perolehan suara sebagaimana
disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 untuk terpilih sebagai
anggota DPD, dapat dimungkinkan untuk diangkat/ditunjuk sebagaimana
perwakilan daerah Provinsi Baru yang dibentuk dengan memperhatikan urusan
perolehan suara hasil pemilu. Masa jabatan sebagai anggota DPD berakhir pada
tanggal pelaksanaan Pemilihan Umum serentak tahun 2024. Masa jabatan anggota
DPD yang diangkat harus dibatasi karena keanggotaannya bukan berlangsung
normal dan sesuai hasil Pemilu. Oleh sebab itu masa jabatannya tidak berakhir pada
saat anggota yang baru mengucapkan sumpah/janji tetapi berakhir berdasarkan
tanggal pelaksanaan pemilihan umum serentak.
C. USULAN RUMUSAN NORMATIF PENGANGKATAN ANGGOTA DPD RI PADA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMBENTUKAN PROVINSI BARU

BAB….
PENGISIAN KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal…
(1) Provinsi memiliki Anggota Dewan Perwakilan Daerah pada kelembagaan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
(2) Keterwakilan Provinsi hasil Pemekaran di DPD masing-masing berjumlah 4
(empat) orang dan ditentukan berdasarkan urutan perolehan suara hasil Pemilu
legislatif mewakili daerah pemilihan di Provinsi Induk.
(3) Perolehan suara yang dimaksud pada ayat (2) adalah perolehan suara hasil pemilu
2019 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.

Pasal…
(1) Gubernur Provinsi induk mengajukan calon Anggota DPD kepada Pemerintah
Pusat berdasarkan hasil penetapan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
pada Pemilihan Umum Tahun 2019 untuk wilayah Provinsi Papua.
(2) Pemerintah memeriksa kelayakan dokumen persyaratan pengajuan sebagai
Anggota DPD untuk ditetapkan dan dilantik.

Pasal…
(1) Setiap calon Anggota DPD yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai
Anggota DPD melengkapi persyaratan lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
(2) Presiden menetapkan Anggota DPD yang memenuhi syarat dalam Surat
Keputusan Presiden untuk disahkan dan dilantik.

Pasal….
(1) Masa jabatan Anggota DPD berakhir pada tanggal pelaksanaan Pemilihan Umum
yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.
(2) Segala weenang, tugas, hak, kewajiban dan tanggungjawab Anggota DPD
disesuaikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Oleh :
Dr.Yusak Rebba,MA
Dosen Tata Negara Universitas Cendrawasih

Anda mungkin juga menyukai