Pendidikan Indonesia, seperti yang tertuang dalam Ketentuan Umum Pasal 1 No 20 tahun
2003, menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam hal ini, pemerintah telah
menyarankan kepada pendidik untuk mengutamakan interaksi dalam kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Memenuhi tuntutan ini, berbagai
macam metode pembelajaran pun digunakan. Secara khusus, kegiatan belajar mengajar di
Indonesia harus memenuhi konsep PAIKEM yang berarti pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pembelajaran aktif harus memenuhi kriteria aktif melakukan, aktif mengamati, aktif
berinteraksi dan aktif melakukan refleksi. Hal ini penting sebab menurut hasil riset, siswa
akan mengingat 10% dari yang dibaca dan 20% dari yang didengarkan. Namun, bila
diperlihatkan gambar, video ataupun demonstrasi, pemahaman siswa akan meningkat
hingga 30%, apalagi bila dilibatkan dalam diskusi (50%). Apabila siswa didorong untuk
melakukan presentasi, bermain peran ataupun melakukan simulasi, pemahaman tersebut
1
meningkat hingga 90%. Dengan kata lain semakin siswa terlibat dalam proses pembelajaran,
semakin besar kesempatan keberhasilan proses pembelajaran tersebut.
2
• Shared leadership: Dalam proses pembelajaran, siswa dianjurkan untuk mempunyai
peran dalam kelompoknya. Misalnya, siswa berbagi peran sebagai the initiator, the
contributor, the summarizer, the recorder, dst. Dengan berbagai macam peran yang
diambil, siswa dapat belajar menempatkan diri dan berbagi tanggungjawab dengan
lainnya.
• Social skills: siswa perlu menunjukkan keahlian komunikasi yang efektif, keahlian
interpersonal, dan teamwork. Sehingga mereka bisa bekerjasama dengan siapa saja
dan meningkatkan kepercayaan diri sebagai individu. Keterampilan bersosial yang
harus diajarkan adalah kepemimpinan, mengambil keputusan, membangun
kepercayaan, komunikasi, ketrampilan pengaturan masalah atau konflik.
3
elemen ini, hasil akhir adalah hasil kerja bersama. Yang lebih penting lagi, ada proses
refleksi bersama terhadap hasil akhir.
4
mengelaborasi ide mereka melalui forum. Hal ini juga diperkuat dengan temuan
bahwa dengan strategi TPS, siswa bisa meningkatkan kemampuan komunikasi secara
personal sehingga self-esteem siswa juga meningkat secara signifikan. Lebih lanjut,
saat siswa berdiskusi secara berpasangan juga meminimalisir kemungkinan tidak ikut
serta siswa tertentu dalam proses diskusi. Meski strategi ini terlihat membutuhkan
waktu, tetapi TPS membuat suasana diskusi di kelas menjadi lebih hidup dan
interaktif.
Strategi ini dinilai ideal untuk guru yang baru mempelajari model
pembelajaran kooperatif sebab bisa digunakan dalam konteks yang bervariasi. Untuk
membuatnya lebih efektif, siswa harus diajak untuk memikirkan open-ended
questions, untuk memancing kesempatan berdiskusi lebih dalam. Beberapa guru
biasanya memberikan waktu untuk setiap langkah THINK dan PAIR sehingga siswa
tahu batasan dalam menyampaikan hasil pemikirannya. Dalam langkah SHARE, siswa
bisa menyampaikan pendapatnya dalam beberapa cara. Salah satunya meminta
semua siswa berdiri dan saat setiap siswa selesai menyampaikan hasil diskusi
berpasangan, mereka bisa duduk. Cara lainnya adalah memilih siswa secara acak
untuk menyampaikan hasil diskusi atau sekedar menuliskannya di secarik kertas juga
bisa dilakukan.
5
partner lain untuk berbagi informasi. Ulangi proses berbagi informasi kembali dan
saling mendengarkan. Guru bisa meminta siswa berpindah tempat beberapa kali
tergantung dari seberapa banyak siswa di kelas. Setiap siswa wajib untuk
mengatakan sesuatu dan berbagi informasi. Guru juga bisa menggunakan aktivitas
ini sebagai bagian dari tes formatif untuk mengetahui seberapa jauh siswa
memahami materi yang telah dibahas atau dibaca di kelas.
6
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka
Dalam melakukan strategi TS-TS, ada beberapa kelebihan dan kekurangan yang perlu
diperhatikan. Strategi TS-TS dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan. Strategi
ini bisa membuat proses belajar siswa menjadi lebih bermakna dan lebih
berorientasi pada keaktifan, sehingga siswa akan berani mengungkapkan
pendapatnya. TS-TS juga bisa menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa,
serta kemampuan berbicara siswa. Pada akhirnya, hal ini juga membantu
meningkatkan minat dan prestasi belajar. Akan tetapi, TS-TS membutuhkan waktu
yang lama, serta kemungkinan siswa yang cenderung tidak mau belajar dalam
kelompok bisa terjadi. Bagi guru, TS-TS membutuhkan banyak persiapan (materi,
dana dan tenaga) dan bila tidak berpengalaman, guru bisa kesulitan dalam
pengelolaan kelas. Untuk mengatasi kekurangan TS-TS, maka sebelum pembelajaran,
guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar
yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis.
Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar
dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan
adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa
membantu anggota kelompok yang lain
5. Jigsaw
Jigsaw adalah metode untuk mengatur aktivitas kelas sehingga siswa bisa
saling membantu satu sama lain. Secara singkat, jigsaw membagi kelas menjadi grup
dan membagi tugas besar menjadi tugas kecil untuk disatukan kembali sehingga
menjadi satu kesatuan gambar besar. Teknik ini didesain oleh Elliot Aronson, seorang
psikolog yang berharap Jigsaw bisa membantu menyelesaikan konflik rasial.
7
Jigsaw adalah strategi yang efisien untuk membuat siswa terlibat aktif dalam
proses pembelajaran, mempelajari banyak materi secara cepat, berbagi informasi
dengan grup lain, meminimalisir waktu untuk mendengarkan pelajaran dan
bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari. Aronson membandingkan kelas
yang menggunakan konsep Jigsaw dengan kelas yang dibentuk berdasarkan grup
yang berkompetisi. Hasilnya, siswa yang yang menggunakan konsep Jigsaw prestasi
akademiknya lebih baik dari kelas lainnya.
Dalam teknik ini, kelas dibagi menjadi beberapa grup yang dinamakan
‘HOME’ grup. Masing-masing anggota ‘HOME’ grup mempelajari materi yang
diberikan dengan baik dan sempurna sebelum nanti berbagi di grup lain yang
bernama ‘EXPERT’ grup. Anggota ‘EXPERT’ grup diambil dari setiap perwakilan
‘HOME’ grup yang mempelajari materi yang sama. Dalam sesi diskusi di
‘EXPERT’grup, setiap anggota wajib membagikan informasi yang telah dibaca dalam
‘HOME’ grup masing-masing. Setelah berdiskusi di ‘EXPERT’ grup, masing-masing
anggota kembali ke ‘HOME’ grup masing-masing dan menampilkan hasil diskusi pada
anggota yang lain.
Dalam Jigsaw, guru berperan sebagai fasilitator. Misalnya saat siswa berada
di EXPERT grup, guru bisa mendorong siswa untuk memberikan informasi dengan
kata-kata mereka sendiri. Siswa harus dimotivasi untuk membantu satu sama lain
sebab semua orang dalam grup harus benar-benar paham mengenai materi
tersebut. Apabila guru mengetahui ada siswa yang merasa kesulitan dalam
menjelaskan, maka guru bisa meminta siswa tersebut untuk berpartner dengan
siswa lain yang bisa membantu dalam proses pemahaman tersebut.
Strategi Jigsaw sangat fundamental untuk digunakan dalam berbagai macam
kerja kelompok dalam berbagai konteks. Menggunakan strategi ini secara regular
bisa untuk memaksimalkan interaksi antar siswa. Apabila siswa sudah mulai terbiasa
dalam sharing ide dengan lainnya, maka siswa akan menjadi pembelajar yang
bertanggungjawab. Guru bisa memberikan materi yang berbeda tingkat kesulitannya
setiap kali melakukan Jigsaw. Kuis bisa juga diberikan untuk mengecek pemahaman
siswa setelah Jigsaw dilakukan.
8
6. Numbered Head Together
Numbered Head Together adalah strategi yang mengutamakan aktivitas
siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber
yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali
dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993) yang menekankan pada strategi untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Kagan menghendaki agar para siswa bekerja
dengan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Strategi
tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari kebiasaan di kelas tradisional
seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru
untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini biasanya
menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam
mendapatkan kesempatan untuk menjawab.
Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung
melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta
berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam
pembelajaran.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa lngkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam melaksanakan model pembelajaran ini adalah :
a. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing siswa dalam setiap
kelompoknya mendapatkan nomor urut
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan
permasalahan.
c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
d. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut
melaporkan hasil kerja kelompok.
e. Teman yang lain bisa memberikan tanggapan dan kemudian guru menunjuk
nomor yang lain.
f. Kesimpulan diambil dari hasil jawaban sebelumnya.
Akan tetapi, salah satu kekurangan dari metode ini adalah kelas cenderung
jadi ramai, dan jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik, keramaian itu
9
dapat menjadi tidak terkendali, sehingga bisa mengganggu proses belajar mengajar.
Bisa juga terjadi kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru atau
tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Di lain pihak, kelebihan Number
Heads Together adalah membuat setiap siswa menjadi siap untuk ditanya serta
dapat melakukan diskusi untuk mengajari siswa yang kurang pandai.
10
kelompok diperoleh dengan mengumpulkan skor kemajuan masing-masing
kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok.
11
8. Discussion Web
Seringkali saat mengajak siswa berdiskusi di kelas hanya beberapa siswa yang
turut serta dalam proses tersebut. Discussion Web (Alvermann, 1991) adalah strategi
yang didesain untuk mengikutsertakan semua siswa untuk secara aktif berdiskusi.
Guru berperan sebagai moderator dan penyemangat siswa. Sebagai moderator,
Guru membantu grup tersebut untuk selalu fokus pada topik yang dibicarakan.
Sebagai penyemangat, guru wajib untuk meminta siswa yang enggan berpartisipasi
untuk ikut serta dalam diskusi dan mengekspresikan ide mereka dengan bebas.
Dalam Discussion Web, guru meminta siswa untuk membaca bahan bacaan
yang telah disiapkan atau mendengarkan bahan untuk diskusi. Bacaan yang dipilih
kalau bisa yang mempunyai pandangan bertentangan atau isu kontraversial.
Kemudian, guru memperkenalkan Discussion Web dan fokus pertanyaan yang akan
didiskusikan. Pertanyaan ini sebisa mungkin adalah pertanyaan yang menimbulkan
perdebatan. Siswa bekerja berpasangan untuk mengembangkan jawaban atas
pertanyaan tersebut dari sudut pandang yang berbeda (YES dan NO). Sembari
mendiskusikan pertanyaan, minta mereka untuk menuliskan argumen pada dua sisi
di lembar Discussion Web yang disediakan. Dalam proses ini, penekanan pada
membuat argumen terkuat dari kedua sisi Discussion Web.
Lalu, setiap pasangan dikelompokkan dengan pasangan lain dan saling
berbagi argument/membandingkan pendapat mereka untuk pertanyaan/isu yang
diangkat. Grup terus berdiskusi hingga sampai pada kesimpulan akhir; argumen
terkuat dan alasan atas pilihan tersebut. Kesimpulan grup diambil dan dituliskan di
Discussion Web. Terakhir, minta perwakilan grup untuk menjabarkan kesimpulan
yang diambil dan siswa bisa diminta untuk menuliskan opini pribadi mereka tentang
isu tersebut di akhir diskusi. Discussion Web memberikan kesempatan siswa untuk
berpikir kritis dan melihat baik-baik pendapat dari 2 sisi sebelum memberikan
penilaian.
12
Lembar discussion web yang digunakan bisa seperti yang dibawah ini:
………………… …………………………
………………… ………………………..
REASON
……………….. …………………………
………………… …………………………
TOPIC
………………. ……………………….
………………. ……………………….
………………. ……………………….
………………. CONCLUSIONS ……………………….
13
8. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aspek kognitif, afektif dan kemahiran
social dan tidak hanya berorientasi pada nilai semata.
14
Contoh Graphic Organizer
1. Plus, Minus, Interesting (PMI)
Graphic Organizer ini membantu dalam proses brainstorming yang membantu siswa
untuk melihat permasalahan/isu dari berbagai macam point of view.
2. 4 Square
Graphic Organizer ini seringkali digunakan untuk pengembangan ide saat menulis.
Siswa diminta untuk menuliskan ide sesuai dengan heading yang tertulis di setiap
kotak.
3. Fishbone
Disebut juga Cause and Effect Diagram. Graphic Organizer ini digunakan untuk
mengidentifikasi sebab dari permasalahan dan memberikan kebebasan dalam
mengkategorikan efek yang ditimbulkan.
4. Venn Diagram
Diagram ini digunakan untuk membantu siswa dalam menjelaskan persamaan dan
perbedaan antara 2 hal. Karakteristik setiap hal bisa dijabarkan lebih jelas dalam
setiap bagian dari diagram venn ini.
15
Resources:
Borich, Gary D. 2014. Effective Teaching Methods; Research Based Practice. Pearson
Education: USA.
Buehl, Doug. 2001. Classroom Strategies for Interactive Learning. International Reading
Association, Inc.
Lang, Hellmut R and Evans, David N. 2006. Models, Strategies, and Methods for Effective
Teaching. Pearson Education: USA.
Niemi, Hannele, Nevgi, Anne & Aksit, Fisun. 2016. Active Learning Promoting
Student Teachers’ Professional Competences in Finland and Turkey. European Journal of
Teacher Education. Retrieved from http://dx.doi.org/10.1080/02619768.2016.1212835.
Wolfe, Kara. 2006. Active Learning. Journal of Teaching in Travel & Tourism, 6:1, 77-82
16