Anda di halaman 1dari 5

Problematika Mahasiswa PMM (Pertukaran Mahasiswa Merdeka)

dari Berbagai Universitas

Mahasiswa yang telah mengikuti PMM (Pertukaran Mahasiswa Merdeka) tentunya banyak sekali
menyimpan problematika yang kali ini akan saya bahas beritanya dari berbagai Universitas Luar
Jawa. Problematika ini adalah hambatan atau kesulitan yang terjadi ketika mahasiswa PMM
(Pertukaran Mahasiswa Merdeka) banyak mengalami keluhan baik secara keuangan maupun
secara fasilitas yang telah disediakan oleh pihak terkait.

Program ini mungkin masih terbilang baru dan asing, karena belum familiar bagi mahasiswa.
Maka dari itu pihak kampus juga tentunya akan melakukan sosialisai untuk masa pengenalan
lingkungan sekitar. Inovasi yang besar bagi bidang pendidikan saat ini tentunya menguak
kemunculan berbagai program salah satunya yaitu Pertukaran Mahasiswa Merdeka dari berbagai
Universitas baik dari lingkup Perguruan Tinggi ataupun dari Perguruan Swasta yang telah
dirancang oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarin.
Tentunya dengan program ini mahasiswa akan menambah pengetahuan , wawasan, serta
pengalaman yang akan diperoleh selama satu semester.

Program ini memang tentunya akan membawa angin segar bagi mahasiswa dan dosen untuk
menambah pengalaman dan pengetahuan namun tak jarang juga mahasiswa memiliki banyak
hambatan yang dialami ketika menjalankan program Pertukaran Mahasiwa. Tentunya ini tidak
mudah bagi mahasiswa tersebut. Berikut adalah beberapa ulasan
problematika dari aspirasi mahasiswa luar pulau jawa yang
mengikuti program PMM (Pertukaran Mahasiswa Merdeka) Tahun
ajaran 2022-2023 :

Salman Alparisi dengan Nim 10012220301 jurusan akuntasi


semester lima asal kampus Universitas Sulawesi Barat dan asal
daerah Majene, Sulawesi Barat. Salman ini tinggal di asrama
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa bersama teman-temannya yang
berasal dari Aceh, Nusa Tenggara Timur, Ambon, Maluku. Salman
juga kesehariannya untuk belajar itu memiliki banyak hambatan
salah satunya adalah perpindahan tempat belajar seperti bolak-balik Sindangsari, Ciwaru,
Pakupatan. Dengan minimnya infromasi untuk tranportasi menuju kampus salman juga
kebingungan untuk menuju lokasi sehingga ia sering menggunakan shuttelbus yang telah
disediakan oleh pihak Universitas Sultan Ageng Tirtayasa guna mengehemat dana bulanan,
karena jika ingin menggunakan angkutan umum maka harus banyak pengeluaran dana yang
dikeluarkan untuk membayar transportasi pulang pergi dari sindangsari pakupatan yang sangat
jauh ditempuh , namun tak kala shuttelbus ini tidak sesuai harapan yang dimana selalu overload
dalam mengangkut mahasiswa untuk menuju lokasi. Terkadang salman juga sering tidak
kebagian tempat duduk walaupun sudah standbye dipagi hari dikarenakan banyaknya mahasiswa
yang menggunakan angkutan yang telah disediakan oleh pihak Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.

Dan ada beberapa problematika yang dialami oleh salman alparisi, berikut ulasannya “hambatan
bagi saya selama mengikuti PMM di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa itu ada beberapa hal
yang menjadi hambatan saya, yang paling dominan itu adalah dana , karena jujur selama kai
mengikuti PMM. Dana yang kami terima itu baru satu bulan dan kami di Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa ini sudah hampir satu semester, tentunya dengan dana hanya satu bulan yang
jumlahnya hanya sebesar RP. 500.000 bagi penerima KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan bai yang
tida mendapatkan KIP jumlahnya RP. 1.200.000 itu sangat kurang, karena apa ? karena selama di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sangat banyak sekali kebutuhan dari mulai makan sehari-
hari, fasilitas asrama, tranportasi pulang pergi, dan lain sebagainya. Karena dari semua
kebutuhan tersebut menjadi sebuah nilai ekonomi artinya apa? Semua hal-hal yang kita butuhkan
itu membutuhkan dana sedangkan dana yang kami peroleh itu sangat terbatas dan tidak
mencukupi,” kata salman. Disamping adanya hambatan dana yang membuat mahasiswa pmm
bingung dengan kesehariannya, akan tetapi Pihak Kampus Merdeka juga mengadakan Modul
Nusantara yang dilakukan setiap hari weekend (Sabtu- Minggu).

Bagi mahasiswa pmm modul nusantara adalah kegiatan yang sangat menyenangkan , karena di
dalamnya terdapat hal-hal yang sangat menyenangkan di antaranya adalah bisa menikmati dan
menjejelajahi keindahan yang ada di provinsi banten.
Dinda Anjelita yang berasal dari universits Halu Oleo Sulawesi Tenggara Prodi Ilmu
Komunikasi. Ia merupakan salah satu pertukaran mahasiswa kampus merdeka yang saat ini
sedang menjalani program pertukarn pelajar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa selama satu
semester (enam bulan). Ia menceritakan perjalanannya setelah mengikuti kegiatan modul
nusantara yang di adakan rutin setiap hari sabtu dan minggu, dimana kegiatan ini merupakan
salah satu kegiatan wajib yang di selenggarakan oleh pihak kampus merdeka dengan tujuan agar
mahasiswa pertukaran pelajar kampus merdeka mengenal lebih lanjut tentang budaya yang ada
di wilayah provinsi banten Indonesia.

Pada kegiatan wajib ini Dinda Anjelita berkesempatan untuk mengunjungi salah satu tempat
wisata budaya suku baduy luar yang terletak di desa Cibeo Kabupaten Lebak Provinsi Banten
selama dua hari satu malam bersama rombongan grup PMM2 (pertukaran mahasiswa merdeka)
dari tanggal 3 Desember 2022 sampai 4 Desember 2022 menggunakan kendaraan mobil elf yang
telah disediakan oleh pihak kampus Universits Sultan Ageng Tirtayasa.

Dinda Anjelita menceritakan pengalamannya kepada saya pada saat dia berada dua hari satu
malam di wisata budaya baduy yang berletak di kota lebak tersebut dan ini merupakan akhir
kegiatan modul nusantara. Perjalanan dinda anjelita menuju wisata budaya baduy luar
menempuh waktu selama 3 hingga 4 jam, kemudian setelah itu sesampainya di sana dinda
beserta rombongannya melakukan preparing (persiapan) untuk bergegas menuju rumah-rumah
yang ada di baduy luar dengan berjalan kaki selama kurang lebih dua jam, tak mudah medan
yang dia lalui bersama rombongan karena trek yang menanjak serta penuh dengan bebatuan
sehingga membut perjalanan menjadi memakan waktu yang cukup lama dan juga menguras
tenaga. Akan tetapi itu semua tidak membuatnya patah semangat untuk menuju tempat tujuan
karena rasa exacited (rasa ingin tahu) terhadap suku baduy luar membuatnya selalu bersemangat
walaupun harus berjalan kaki selama kurang lebih dua jam.
Setelah sekian lama berjalan akhirnya Dinda dan rombongan sampai di baduy luar.Sesampai nya
di baduy luar itu sekitaran jam 17:40 sore yang matahari nya sebentar lagi terbenam, kemudian
setelah tiba dibaduy luar Dinda dan rombongan di lanjutkan dengan hanya membeli aksesoris
yang tersedia di baduy luar setelah itu mereka semua bersiap-siap untuk makan malam. setelah
selesai acara makan malam, tak di sangka di lanjut dengan persembahan pertunjukan Angklung
Buhun yang bertujuan untuk menyambut tamu dan memperingati ritual penanaman padi suku
baduy. Asal-usul Angklung Buhun berasal dari bahasa sunda yang memiliki artian “kuno”. Hal
ini sejalan dengan lahirnya tradisi yang sudah ada sejak abad ke-16, bersamaan dengan
terbentuknya masyarakat baduy. Maka dari itu tidak heran jika masyarakat baduy telah
menganggap Angklung Buhun ini merupakan pusaka mereka yang begitu sakral. Dan biasanya
angklung buhun di mainkan tiap 6 bulan setelah terjadinya panen raya.

Angklung buhun tidak terpaku untuk perayaan hasil panen saja tetapi angklung buhun juga biasa
di gunakan untuk menarik simpati dari para wisatawan yang sedang berkunjung ke baduy. Tetapi
hal ini tidak senantiasa di lakukan tiap saat hal ini di lakukan demi menjaga kesakralan dari
tradisi bambu buhun ini.

setelah asyik menonton pertunjukan angklung buhun Dinda dan rombongan harus berlanjut lagi
berjalan kaki menempuh waktu 1 jam untuk memasuki wilayah baduy dalam. Trek yang di lalui
oleh dinda dan rombongan pada saat menuju baduy dalam ini tidak jauh beda dengan trek
sebelumnya ketika memasuki baduy luar, yaitu trek yang begitu terjal dan menanjak.

Dinda pada trek yang selanjutnya ini dia hanya mengalami sedikit kelelahan saja tidak secape
trek yang sebelumnya pada saat di baduy luar. Mengapa demikian, karena dinda sudah mengisi
stamninanya tadi dengan makan-makanan yang telah di sediakan.

Selama 1 jam dinda berjalan di tengah gelapnya malam, akhirnya sampai juga di tempat
persistirahatan yang terletak di baduy dalam. Sembari beristirahat dinda dan rombongan
mengobrol dengan salah satu sesepuh yang terdapat di baduy dalam tersebut. Sesepuh tersebut
menceritakan bagaimana sejarah dari baduy. Yang di mana asal-usul suku baduy ini awalnya
julukan dari pihak peneliti belanda yang meneliti keadaan masyarakat baduy yang memiliki
kemiripan dengan kelompok Arab Badawi di Timur Tengah yang pola hidup masyarakatnya
sama dengan gaya hidup masyarakat orang baduy yaitu hidup dengan gaya nomaden. Sementara
itu orang baduy lebih suka menyebut dirinya sesuai dengan wilayah yang ia tinggali.

Selain bercerita tentang asal-usul dari masyarakat baduy sesepuh itu juga bercerita mengenai
perbedaan yang ada antara masyrakat baduy luar dan masyarakat baduy dalam. Dinda juga
melihat sendiri perbedaan mendasar yang paling mencolok antara suku baduy luar dan suku
baduy dalam yaitu dari segi berpakaiannya, baduy dalam cara berpakaiannya masih lebih
tradisional dengan menggunakan pakaian hasil buatan tangannya sendiri dari pelepah pohon.
Sedangkan gaya berpakaian dari orang-orang suku baduy luar lebih tertutup dan lebih modern
sama dengan masyarakat pada umumnya di daerah-daerah lain. Kemudian di lanjut lagi cerita
dari sesepuh tersebut yang masih menerangkan tentang perbedaan baduy luar dan baduy dalam
di antaranya adalah, pada baduy dalam tidak di perkenakan untuk masyarakatnya menggunakan
kendaraan, tidak di perkenaan kan masyarkatnya untuk menggunakan sendal, pintu rumah harus
senantiasa menghadap ke arah mathari terbit yaitu menghadap utara atau di perbolehkan juga
menghadap ke selatan jika dia adalah putri puun, masyaraakat baduy luar sangat sekali melarang
untuk siapapun menggunakan alat elektronik, tidak di perkenaankannya menggunakan pakaian
dari luar atau pakaian modern.

Anda mungkin juga menyukai