OLEH :
SISKA ANGGRIA
NBP. 1110431008
JURUSAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ”Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,
tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku
sangat berat.”
(QS. Ibrahim 14 : 7)
Jika anda selalu gagal melakukan sesuatu, itu artinya ada ilmu yang
belum anda ketahui, tapi harus anda ketahui.
Puji syukur kepada Allah SWT atas izin dan kehendak-Nya lah hamba dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Sang pemilik rencana, Maha mengetahui yang
terbaik untuk setiap hamba-Nya. Terimakasih atas waktu dan anugrah yang
telah Engkau berikan kepada hamba. Perjalanan hidup yang luar biasa.
iii
Terima kasih untuk para sahabat sekaligus saudara terbaik sepan-
jang masa. Saudara yang selalu menyemangati ketika kaki mulai goyah un-
tuk melangkah. Saudara yang selalu mengingatkan untuk fastabiqul khairat.
Saudara yang selalu mengingatkan aku untuk selalu bersyukur, taubat, sabar
dan tersenyum. KAM1, ana uhibbukumfillah!! Ainul Mardhiyah, Dahlia Mis-
rika, S.P. Sari, Istiqamah, Fadhilah Afridal. Terima kasih untuk kebersamaan
selama ini, suka dan duka yang sama-sama kita lalui. Terus semangat ya, tak
ada yang tak mungkin jika Allah sudah mengatakan kun fayakun. Disini kita
hanya terus berusaha dan tawakal. Semoga persaudaraan kita selalu diikat den-
gan rabithah-Nya.
iv
silaturahmi kita masih terjaga yaa. Ganbatte semuanya !!
Untuk semua yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima
kasih untuk semua kebaikan yang pernah diberikan. Semoga Allah membalas
dengan kebaikan pula, aamiin yaa Rabbal ’aalamiin...
Tidak ada yang mudah, tapi tidak ada yang tidak mungkin.
v
KATA PENGANTAR
rat Allah SWT atas limpahan berkah dan karunia-Nya, sehingga penulis da-
rahkan kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah menebarkan ilmu dan iman
dalam cahaya Islam. Penulis menyampaikan ungkapan terima kasih dan peng-
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran, serta mem-
2. Bapak Dr. Muhafzan, Ibu Dr. Ferra Yanuar, dan Bapak Zulakmal,
M.Si selaku tim penguji yang telah bersedia membaca, menelaah, dan
bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmu, nasehat, dan penga-
versitas Andalas.
vi
bantuan, mendukung, dan memberikan motivasi kepada penulis dalam
masa studi.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari doa yang tulus, motivasi, doron-
gan semangat, dan bantuan yang senantiasa diberikan oleh kedua orang tua,
yang mulia Papa Masrizal dan yang terkasih Mama Qordia Elma, M.PdI,
yang tercinta dan dibanggakan abang Daniel Eka Putra, S.T, adek-adek
Delvi Yolanda dan Annisa Kartini Putri serta seluruh keluarga besar
penulis.
itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang mem-
bangun agar ke depannya diperoleh hasil yang lebih baik dalam meningkatkan
khasanah ilmu pengetahuan kita. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berman-
vii
ABSTRAK
Pada tugas akhir ini, model optimasi untuk menentukan skenario terbaik dalam
proses evakuasi tsunami diformulasikan dengan menggunakan sejumlah asumsi
sederhana. Model ini kemudian diselesaikan dengan mengambil Kota Padang
sebagai studi kasus. Dalam hal ini, objek observasi dibatasi pada beberapa kelu-
rahan di Kota Padang yang dinilai memiliki dampak resiko terbesar jika terjadi
tsunami. Masalah pemrograman linier yang muncul pada model diselesaikan se-
cara numerik dengan menggunakan metode simpleks pada Matlab. Hasil-hasil
simulasi yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu evakuasi di tiap kelurahan
di daerah rawan memungkinkan kurang dari 15 menit, dengan asumsi adanya
shelter tambahan yang dapat diakses oleh penduduk di Kelurahan Air Tawar
Barat, Kelurahan Ulak Karang Utara, dan Kelurahan Ulak Karang Selatan.
Kata kunci: Pemrograman Linier, Metode Simpleks, Model Evakuasi Tsunami
viii
ABSTRACT
In this final project, the optimization model to determine the best scenario in
the tsunami evacuation process is formulated by using a number of simplified
assumptions. This model is then solved by taking the city of Padang as a case
study. In this case, the object of observation is limited to some regions in the
City of Padang which are considered having a high risk of impact in case of
tsunami. Linear programming problem that arises in the model is solved nu-
merically using a simplex method in Matlab. The simulation results show that
the evacuation time in each high risk region allows less than 15 minutes, by
assuming that there are two extra shelters can be accessed by residents in the
regions of Air Tawar Barat, Ulak Karang Utara and Ulak Karang Selatan.
Keywords : Linear Programming, Simplex Method, Tsunami Evacuation Model
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x
BAB I PENDAHULUAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
x
3.2 Formulasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
3.2.1 Asumsi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
5.1 Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring
Samudera Pasifik sepanjang 40.000 km. Sekitar 90% dari gempa bumi terjadi
di daerah ini dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api
ini [12]. Sebagian besar wilayah Indonesia masuk ke dalam Sabuk Gempa Pasi-
fik, sehingga tidak mengherankan jika di Indonesia sering terjadi gempa bumi
dan letusan gunung berapi (lihat Gambar 1.1.1). Selain itu wilayah Indonesia
juga berada pada pertemuan lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia dan lem-
peng Eurasia. Akibatnya Indonesia menjadi daerah yang beresiko tinggi terjadi
jumlah besar air laut, seperti letusan gunung api, gempa bumi bawah laut,
longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Istilah tsunami sendiri berasal
dari bahasa Jepang, ”tsu” berarti pelabuhan, dan ”nami” berarti gelombang
[15].
laut, seperti yang terjadi di Aceh dan Jepang. Berikut adalah beberapa fakta
Pada 11 Maret 2011, gempa bumi 9,0 skala Richter terjadi di Jepang,
dengan episentrum berada di bawah laut sekitar 373 km dari kota Tokyo.
Jepang dan memakan korban jiwa sebanyak lebih dari 15.000 orang [16].
Pada 26 Oktober 2010, gempa bumi 7,2 skala Richter terjadi di Mentawai.
8,8 skala Richter, menyebabkan 432 orang tewas karena tsunami [17].
Samudera Hindia. Bencana alam ini telah merenggut lebih dari 220.000
jiwa [6].
Dari data di atas dapat dilihat bahwa 2 dari 4 gempa yang disertai
2
tsunami terjadi di Indonesia. Bahkan gempa yang disertai tsunami dan paling
Sejak gempa bumi besar disertai tsunami yang melanda Aceh terse-
but, masyarakat Indonesia mulai memahami dan menyadari akan potensi gempa
dan tsunami yang dapat terjadi di daerah-daerah lainnya, termasuk juga para
peneliti kegempaan yang mulai memetakan daerah-daerah mana saja yang perlu
menjadi perhatian saat ini, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah
maupun para ahli kegempaan akan adanya potensi gempa besar disertai tsunami
megathrust ini terjadi, maka dapat dipastikan tsunami akan menyapu bersih
Jamie Mc Lengley, seorang peneliti kegempaan dan tsunami dari Earth Obser-
Padang akan jauh lebih besar dari gempa yang pernah terjadi pada tahun 2007
agar dapat mencegah atau paling tidak mengurangi jumlah korban baik harta
maupun jiwa. Upaya penyelamatan jiwa manusia apabila terjadi bencana tsunami
Early Warning System (InaTEWS) [10]. Sistem ini dikontrol langsung oleh
gan adanya InaTEWS ini, BMKG dapat mengirim peringatan dini tsunami.
3
evakuasi tsunami adalah kurang dari 30 menit setelah gempa terjadi. Dengan
waktu yang sangat terbatas ini, diperlukan sekali rancangan skenario terbaik
Pada tugas akhir ini akan dibahas konstruksi dan simulasi model opti-
masi dari proses evakuasi tsunami di Kota Padang. Kajian pada tugas akhir ini
merujuk pada studi yang dilakukan oleh Kusdiantara dkk [5] dengan memper-
baiki skenario evakuasi sehingga menjadi lebih realistis serta melakukan pemu-
takhiran dan penambahan data geografis dan demografis yang digunakan pada
simulasi model.
perhitungan yang melibatkan banyak data serta sulitnya memperoleh data yang
akurat, maka simulasi model optimasi evakuasi tsunami pada tugas akhir ini
dibatasi untuk kasus Kecamatan Padang Utara dan Kecamatan Padang Barat
yang difokuskan pada beberapa kelurahan yang memiliki dampak resiko terbe-
4
2. Melakukan simulasi numerik untuk menyelesaikan model optimasi yang
dirancang.
Penulisan pada skripsi ini terdiri atas lima bab. Bab I berisi latar
Selanjutnya pada Bab III dijelaskan skenario dan formulasi model evakuasi
tsunami. Kemudian pada Bab IV dibahas simulasi numerik dari model dan
dan saran.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
data BPS Kota Padang [9], luas wilayah yang dimiliki Kota Padang adalah
694,96 km2 dengan panjang pantai (di luar pulau-pulau kecil) 68,126 km, yaitu
hampir setengah dari total keliling (165,35 km). Penduduk kota ini pada tahun
2012 adalah sebanyak 854.336 jiwa dengan kepadatan 1.229 jiwa per km2 . Per-
Padang bervariasi, yaitu dari 0 sampai 1.853 m di atas permukaan laut. Akan
tetapi 40% dari total luasnya mempunyai ketinggian hanya dari 0 sampai 5 m
[5].
kota ini mengalir 5 sungai besar dan 16 sungai kecil. Sungai terpanjang adalah
Kota Padang memiliki potensi resiko tertinggi di dunia jika terjadi tsunami.
Hal ini karena penduduk Kota Padang cukup banyak berdomisili di daerah
pesisir pantai kota, sementara letak geografis daerah ini berbatasan langsung
dengan Samudera Hindia dan dilalui lempeng Indo-Australia Eurasia yang ak-
tif bergerak empat hingga enam sentimeter per tahun (lihat Gambar 2.2.1).
pat memicu terjadinya gempa bumi yang berpotensi diikuti gelombang tsunami.
Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa 40% dari total luas Kota Padang
2.2.2).
Eurasia [14]
7
Gambar 2.2.2 Pembagian Zona Kota Padang Berdasarkan Ketinggian [18]
tsunami besar akan terjadi di Pulau Siberut Mentawai dalam beberapa dekade
pantai Sumatera Barat (Mentawai) pernah ditimpa gempa dan tsunami yang
cukup besar pada tahun 1797 (magnitudo 8,7 SR) dan tahun 1833 (magnitudo
9,0 SR). Menurut Profesor Kerry Edward Sieh (dalam [13]), pakar dari Earth
LIPI, dari data gempa besar di Mentawai yang terjadi pada tahun 1797 dan
1833 itu, ternyata hampir seluruh megathrust (sesar naik) antara Pulau Pagai
Selatan sampai Pulau Batu belum pernah patah sejak tahun 1797 atau bahkan
12 meter dapat terjadi pada bagian megathrust tersebut (lihat Gambar 2.2.3).
8
Gambar 2.2.3 Potensi Megathrust Terjadi di Mentawai [13]
bersama elemen terkait telah membuat peta zona bahaya tsunami yang di-
susun berdasarkan analisis para ahli gempa dan tsunami (lihat Gambar 2.3.1).
Berdasarkan peta tersebut, daerah Kota Padang terbagi atas 3 zona, yaitu:
1. High Risk Zone (daerah dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap tsunami),
3. Low Risk Zone (daerah dengan tingkat kerentanan rendah terhadap tsunami),
9
Gambar 2.3.1 Zona Rawan Tsunami Kota Padang [8]
10
Sebaran resiko per kecamatan di Kota Padang berdasarkan potensi
pada tahun 2010, Kecamatan Padang Barat merupakan kecamatan yang pen-
duduknya berada pada daerah tsunami paling banyak (100%) dan disusul ke-
Tabel 2.3.1 Penduduk Kota Padang di Zona Bahaya Tsunami Tahun 2010 [4]
11
Selanjutnya berdasarkan analisis kelompok rentan dan letak wilayah-
nya, Kecamatan Padang Barat dan Kecamatan Padang Utara merupakan wilayah
data yang akurat, maka simulasi model evakuasi tsunami pada tugas akhir ini
dibatasi untuk Kecamatan Padang Utara dan Kecamatan Padang Barat yang
difokuskan pada beberapa kelurahan yang memiliki resiko memakan korban ter-
banyak dan terisolasi ketika terjadi tsunami, yaitu Kelurahan Air Tawar Barat,
rahan Purus, Kelurahan Olo, Kelurahan Belakang Tangsi, dan Kelurahan Berok
Nipah [8].
nakan dalam pemecahan persoalan yang terbatas secara optimal. Kata sifat
dalam bentuk linier. Sedangkan kata pemrograman bukan berarti program pada
pemrograman linier adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis den-
ide persoalan pemrograman linier, namun cara pemecahan persoalan ini tidak
berkembang dengan baik di Rusia. Pada tahun 1947, seorang ahli matem-
12
atika Amerika Serikat yang bernama George B. Dantzig menemukan cara un-
tuk memecahkan persoalan pemrograman linier ini, dan berkembang pesat sekali
Optimumkan
n
X
Z= cj x j ,
j=1
dengan batasan
n
X
aij xj (≥≤)bi , untuk i = 1, 2, 3, . . . , m
j=1
xj ≥ 0 , untuk j = 1, 2, 3, . . . , n.
sebagai berikut :
1. Fungsi yang akan dicari nilai optimalnya (Z) disebut fungsi tujuan (ob-
jective function)
xj ≥ 0.
metode simpleks. Penjelasan tentang metode ini diberikan pada subbab berikut.
13
2.5 Metode Simpleks
dengan batasan
n
X
aij .xj = bi , untuk i = 1,2,...,m
j=1
xj ≥ 0, untuk j = 1,2,...,n
aij , bi , cj ∈ R.
Adapun langkah - langkah dalam metode simpleks adalah sebagai berikut [1]:
3. Tentukan kolom kunci dan baris kunci (pivot) di antara variabel yang ada
dalam tabel. Kolom kunci pada tabel dicari dengan melihat angka negatif
paling besar (angka terkecil) sedangkan baris kunci dicari dengan memilih
bi
Rasio (R) =
nilai kolom kunci
14
4. Bentuk tabel berikutnya dengan memasukkan variabel yang masuk (pada
Baris baru selain baris kunci = baris lama - (rasio kunci x baris kunci
lama)
baris kunci lama
Baris kunci baru =
angka kunci
kolom kunci
Keterangan : Rasio Kunci =
angka kunci
tersebut belum terpenuhi, maka ulangi langkah ke-3 sampai kriteria opti-
malisasi terpenuhi.
graman linier untuk kasus maksimasi dan minimasi serta penyelesaiannya den-
dengan batasan
2x1 + x2 ≤ 30,
x1 , x2 ≥ 0.
15
Penyelesaian :
(ii) Cari kolom kunci (pivot) dengan melihat nilai negatif terbesar (positif terke-
cil), yaitu
16
(iii) Cari baris kunci dengan melihat rasio terkecil untuk menentukan titik kunci
(pivot), yaitu
(iv) Ubah nilai pada baris kunci dengan pembagian nilai titik kunci (pivot), dan
lakukan transformasi pada baris - baris selain baris kunci, kemudian cari kolom
(v) Cari baris kunci untuk menentukan titik kunci (pivot), yaitu
(vi) Setelah dilakukan transformasi, diperoleh hasil akhir tabel simpleks maksi-
17
Karena Zj − Cj ≥ 0, maka tabel sudah maksimum, sehingga diperoleh
dengan batasan
x1 + x2 ≥ 4,
x1 + 3x2 ≥ 6,
x1 , x2 ≥ 0.
bentuk standar, yaitu dengan menambahkan variabel slack (s1 , s2 , s3 ) dan vari-
” = ”.
18
(i) Bentuk tabel awal simpleks, yaitu
(ii) Cari baris kunci untuk menentukan titik kunci (pivot) dengan melihat rasio
(iii) Ubah nilai baris kunci dengan pembagian titik kunci (pivot) dan lakukan
sebagai berikut:
19
Karena Zj − Cj ≤ 0 (semua sudah negatif), maka tabel sudah minimal
nakan metode simpleks yang melibatkan banyak variabel keputusan dan banyak
dengan :
f adalah vektor yang mengandung koefisien dari fungsi tujuan yang linier.
linier.
b adalah vektor yang terkait pada sisi sebelah kanan dari kendala per-
tidaksamaan linier.
linier.
beq adalah vektor yang terkait pada sisi sebelah kanan dari kendala per-
samaan linier.
20
BAB III
Pada proses evakuasi tsunami ini, wilayah Kota Padang dibagi dalam
dan beberapa safe area (tempat aman). Selain itu juga ada shared area yang
dapat diakses oleh antar cluster. Adapun skenario evakuasi tsunami yang digu-
tertentu dalam cluster yang sama dengan distribusi yang akan ditentukan
dalam penyelesaian model nantinya. Berbeda dengan skenario pada ref [5]
orang yang dievakuasi, pada tugas akhir ini orang-orang langsung berlari
bar 3.1.1. Pada gambar tersebut, lingkaran hijau menyatakan penduduk yang
21
akan dievakuasi. Mereka berkumpul di muster point untuk kemudian berlari
menuju ke safe area dalam cluster yang sama atau juga dapat menuju ke shared
3.2.1 Asumsi
4. Setiap orang dapat berlari pada jalur evakuasi dalam beberapa lajur
(lane).
22
5. Kendaraan yang terparkir di jalur evakuasi dianggap tidak mengganggu
proses evakuasi karena setiap orang dapat melewati celah-celah yang ada.
6. Penduduk dianggap dalam keadaan siap evakuasi dan sudah berada pada
muster point.
untuk mengevakuasi sejumlah orang pada suatu lajur dengan panjang tertentu.
Misalkan terdapat sejumlah N orang yang melakukan evakuasi pada lajur den-
gan panjang L (lihat Gambar 3.2.1). Setiap orang berlari dengan kecepatan
23
Kita ketahui bahwa waktu adalah perbandingan antara jarak dan kecepatan.
Dari Gambar 3.2.1, jelas bahwa total jarak adalah (N − 1)d + L. Jadi lamanya
(N − 1)d + L
T = . (3.2.1)
v
Misalkan dalam satu cluster terdapat n muster point dan m safe area.
Model satu lajur dan banyak lajur pada subbab sebelumnya dapat dikem-
safe area dalam satu cluster. Gambar 3.2.3 memberikan ilustrasi evakuasi dari
24
Dari Gambar 3.2.3 dapat dilihat bahwa terdapat n muster point, di-
mana masing-masing muster point terdapat sejumlah penduduk yang akan dievakuasi.
adalah
Ni
li
− 1 di + Li
Ti = , (3.2.3)
vi
dimana
Ti adalah waktu yang dibutuhkan dari muster point ke-i menuju safe area,
Ni adalah banyaknya orang dari muster point ke-i menuju safe area,
li adalah banyaknya lajur dari muster point ke-i menuju safe area,
di adalah jarak antar orang dari muster point ke-i menuju safe area,
Li adalah panjang lintasan dari muster point ke-i menuju safe area,
vi adalah kecepatan orang berlari dari muster point ke-i menuju safe area.
Selanjutnya untuk kasus dimana terdapat m safe area yang dituju dari
satu muster point, dapat diilustrasikan dalam Gambar 3.2.4. Dari gambar terse-
25
but dapat dilihat bahwa banyaknya orang yang akan dievakuasikan melibatkan
proporsi orang di setiap jalur yang dilalui. Banyaknya orang yang melewati
jalur ke-j bergantung pada proporsi xj yang berasal dari populasi orang pada
Tj adalah waktu yang dibutuhkan dari muster point menuju safe area ke-j,
lj adalah banyaknya lajur dari muster point menuju safe area ke-j,
xj adalah proporsi orang dari muster point menuju safe area ke-j,
dj adalah jarak antar orang dari muster point menuju safe area ke-j,
Lj adalah panjang lintasan dari muster point menuju safe area ke-j,
vj adalah kecepatan orang berlari dari muster point menuju safe area ke-j.
26
dievakuasi menuju m safe area. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar
3.2.5.
Gambar 3.2.5 Ilustrasi untuk Banyak Muster Point dan Banyak Safe Area
Dari Gambar 3.2.5 dapat dilihat bahwa formulasi untuk waktu evakuasi
dari n muster point menuju m safe area merupakan gabungan dari formulasi
dimana
Tij adalah waktu yang dibutuhkan dari muster point ke-i menuju safe area ke-j,
lij adalah banyaknya lajur dari muster point ke-i menuju safe area ke-j,
xij adalah proporsi orang dari muster point ke-i menuju safe area ke-j,
dij adalah jarak antar orang dari muster point ke-i menuju safe area ke-j,
Lij adalah panjang lintasan dari muster point ke-i menuju safe area ke-j,
vij adalah kecepatan orang berlari dari muster point ke-i menuju safe area ke-j.
27
Formulasi (3.2.5) membangun model optimisasi yang meminimumkan
dij , Lij , dan vij merupakan parameter-parameter yang diketahui. Jadi model
Minimumkan
Ni
n X
X m x
lij ij
− 1 dij + Lij
Tij , dimana Tij = , (3.2.6)
i=1 j=1
vij
dengan kendala :
m
X
1. Untuk setiap i, xij = 1, artinya seluruh penduduk dari tiap muster
j=1
point harus dievakuasi ke safe area.
n
X
2. Untuk setiap j, (Ni xij ) ≤ Cj , artinya kapasitas safe area yang dituju
i=1
(Cj ) tidak boleh lebih kecil dari jumlah penduduk yang harus dievakuasi
ke sana.
Model optimasi satu cluster yang telah dibahas pada subbab sebelum-
nya dapat dikembangkan untuk kasus banyak cluster. Model banyak cluster ini
28
Gambar 3.2.6 Ilustrasi untuk Banyak Cluster
Minimumkan
n(k) m(k) Nik
K X
X X x
lijk ijk
− 1 dijk + Lijk
Tijk , dimana Tijk = , (3.2.7)
k=1 i=1 j=1
vijk
dengan kendala:
m(k)
X
1. (xijk ) = 1 , 1 ≤ i ≤ n , 1 ≤ k ≤ K ,
j=1
n(k)
X
2. (Nik xijk ) ≤ Cjk , 1 ≤ j ≤ m , 1 ≤ k ≤ K ,
i=1
29
3. Tijk ≤ τ , untuk setiap i, j, k,
Variabel keputusan :
xijk , yaitu proporsi orang dari muster point ke-i menuju safe area ke-j pada
cluster ke-k,
Parameter-parameter :
Nik adalah banyaknya orang dari muster point ke-i pada cluster ke-k,
lijk adalah banyaknya lajur dari muster point ke-i menuju safe area
dijk adalah jarak antar orang dari muster point ke-i menuju safe area
Lijk adalah panjang lintasan dari muster point ke-i menuju safe area
vijk adalah kecepatan orang berlari dari muster point ke-i menuju safe
30
3.2.5 Model Optimasi Banyak Cluster dengan Terdapat
Shared Area
sus yang terdapat shared area yang bisa diakses oleh beberapa cluster yang
berdekatan. Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.2.7 untuk ka-
Gambar 3.2.7 Ilustrasi untuk Banyak Cluster dengan Terdapat Shared Area
Minimumkan
n(k) m(k) Nik
K X
X X x
lijk ijk
− 1 dijk + Lijk
Tijk , dimana Tijk = , (3.2.8)
k=1 i=1 j=1
vijk
dengan kendala
m(k)
X
1. (xijk ) = 1 , 1 ≤ i ≤ n , 1 ≤ k ≤ K ,
j=1
31
n(k)
X
2. (Nik xijk ) ≤ Cjk , 1 ≤ j ≤ m , 1 ≤ k ≤ K ,
i=1,(i,j,k)∈SS
/
dimana SS = ∪A
a=1 SSa ,
X
3. (Nik xijk ) ≤ Ca , a = 1, 2, . . . , A
(i,j,k)∈SS
Variabel keputusan :
xijk adalah proporsi orang dari muster point ke-i menuju safe area ke-j pada
cluster ke-k,
Parameter-parameter :
Nik adalah banyaknya orang dari muster point ke-i pada cluster ke-k,
lijk adalah banyaknya lajur dari muster point ke-i menuju safe area
dijk adalah jarak antar orang dari muster point ke-i menuju safe area
Lijk adalah panjang lintasan dari muster point ke-i menuju safe area
vijk adalah kecepatan orang berlari dari muster point ke-i menuju safe
32
BAB IV
SIMULASI NUMERIK
di Kota Padang dibatasi untuk Kecamatan Padang Barat dan Kecamatan Padang
banyak berada pada daerah bahaya tsunami dan memiliki kemungkinan dampak
tsunami yang cukup besar dibandingkan kecamatan yang lain. Dari dua keca-
matan ini, objek studi lebih difokuskan lagi ke 10 kelurahan yang memiliki
dengan bibir pantai dan diapit oleh sungai. Dalam simulasi model ini, pemba-
but memanfaatkan lokasi aman atau safe area buatan seperti gedung bertingkat
atau tempat tinggi yang berfungsi sebagai shelter. Maka dari itu diperlukan data
lokasi muster point, data bangunan potensial sebagai safe area, dan data jarak
muster point ke safe area. Berikut diberikan data perbandingan antara jumlah
dan tempat tinggi diberikan dalam Tabel 4.1.2. Data tersebut diperoleh dari
34
Dari Tabel 4.1.2 terlihat bahwa ada beberapa cluster yang memiliki ka-
pasitas safe area yang kurang dari jumlah populasi di cluster tersebut (ditandai
dengan selisih negatif). Maka dari itu perlu dibangun shelter penghubung an-
tara cluster satu dengan cluster lainnya yang berfungsi sebagai shared area. Di
sini diasumsikan terdapat dua shared area untuk evakuasi, dengan kapasitas
berikut :
Berikut disajikan data dari muster point, safe area, dan jarak di setiap
Google Map.
Cluster 1
35
Tabel 4.1.4 Lokasi dan Kapasitas Safe Area di Cluster 1
Tabel 4.1.5 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 1
36
Cluster 2
Tabel 4.1.8 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 2
37
Cluster 3
Tabel 4.1.11 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 3
38
Cluster 4
Tabel 4.1.14 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 4
39
Cluster 5
Tabel 4.1.17 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 5
40
Cluster 6
Tabel 4.1.20 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 6
41
Cluster 7
Tabel 4.1.23 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 7
42
Cluster 8
Tabel 4.1.26 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 8
43
Cluster 9
Tabel 4.1.29 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 9
44
Cluster 10
Tabel 4.1.32 Jarak Antara Muster Point dan Safe Area di Cluster 10
45
Selanjutnya diberikan data jarak dari muster point ke shared area.
Tabel 4.1.33 Jarak dari muster point ke shared area (Cluster 1 dan 2)
2. Jarak antar orang dari muster point ke-i menuju safe area ke-j pada clus-
3. Kecepatan orang berlari dari muster point ke-i menuju safe area ke-j pada
46
4. Banyaknya lajur dari muster point ke-i menuju safe area ke-j pada cluster
dalam evakuasi tsunami dari muster point ke-i menuju safe area ke-j pada
Untuk nilai-nilai Nik , Lijk , Cjk , SSijk , diambil dari data yang diberikan
pada Subbab 4.1. Sebagai contoh, nilai N23 yang menyatakan jumlah penduduk
yang dievakuasi dari muster point 2 di cluster 3, dapat diambil dari Tabel 4.1.9,
yaitu N23 = 2345 orang. Nilai L123 yang menyatakan jarak antara muster point
ke-1 menuju safe area ke-2 di cluster 3, dapat diambil dari Tabel 4.1.11, yaitu
L123 = 1000 meter. Nilai C45 yang menyatakan kapasitas safe area ke-4 di
cluster 5, dapat diambil dari Tabel 4.1.16, yaitu C45 = 600 orang. Jarak antara
muster point ke-3 menuju shared area ke-2 di cluster 2, dapat diambil dari Tabel
gan solusi model dengan menggunakan solver ’linprog’ pada MATLAB dapat
dilihat pada Lampiran 1. Berikut disajikan hasil simulasi model yang diper-
oleh. Solusi untuk variabel keputusan diberikan pada tabel proporsi penduduk
di setiap cluster.
47
Cluster 1
48
Cluster 2
49
Cluster 3
50
Cluster 4
51
Cluster 5
52
Cluster 6
53
Cluster 7
54
Cluster 8
55
Cluster 9
56
Cluster 10
kendala, yaitu:
1. Jumlah dari proporsi penduduk dari tiap-tiap muster point yang akan
57
dievakuasi ke safe area di setiap cluster bernilai 1. Hal ini berarti seluruh
setiap cluster.
2. Jumlah penduduk yang dievakuasi ke safe area kurang dari atau sama
3. Jumlah penduduk yang dievakuasi ke shared area kurang dari atau sama
4. Waktu yang dibutuhkan penduduk dari tiap-tiap muster point yang akan
dievakuasi ke safe area di setiap cluster kurang dari atau sama dengan 15
menit.
bahan dua shared area yang dapat diakses oleh cluster 1, 2 dan 3, seluruh pen-
duduk dapat dievakuasi dalam waktu kurang dari 15 menit. Dengan demikian
perlu direkomendasikan kepada pemerintah kota dan jajaran terkait untuk mem-
bangun dua shelter tambahan yang dapat diakses oleh penduduk di Kelurahan
Air Tawar Barat, Kelurahan Ulak Karang Utara, Kelurahan Ulak Karang Se-
latan.
58
BAB V
5.1 Kesimpulan
Pada tugas akhir ini telah diformulasi model optimasi dalam menen-
tukan skenario terbaik dalam proses evakuasi tsunami. Model tersebut kemu-
kecamatan di Kota Padang yang dinilai paling rawan terkena dampak tsunami,
berdekatan dengan kapasitas shelter yang ada tidak mencukupi jumlah pen-
duduk. Berdasarkan data dan hasil simulasi yang diperoleh, perlu dibangun dua
shelter tambahan yang dapat diakses oleh penduduk di kelurahan Air Tawar
5.2 Saran
59
valid dan terkini, sehingga hasil-hasil simulasi yang diperoleh dapat menggam-
60
DAFTAR PUSTAKA
2016.
evacuation mathematical model for the city of Padang, AIP Conf. Proc.
1450,305-312 (2012).
potensi-dan-analisa/48-lempeng-megathrust-terus-bergerak-
[7] Nash, S.G., A. Sofer, I. Griva. 2009. Linear and Nonlinear Optimization,
61
[8] Oktiari, D., S. Manurung. 2010. Model Geospasial Potensi Kerentanan
[11] Anonim. 2004. Gempa Bumi dan Tsunami Samudra Hindia 2004.
https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_Samudra_
[12] Anonim. 2011. ”Ring of Fire”, Plate Tectonics, Sea-Floor Spreading, Sub-
couver. Washington.
[13] Anonim. Tanpa Tahun. Awas Padang beresiko tsunami tertinggi di dunia.
15 September 2014.
2016.
62
[17] Anonim. 2016. Gempa Bumi di Chili. https://id.wikipedia.org/wiki/
http://www.academia.edu/422215/Coastal_Management_in_Padang_
63
LAMPIRAN
Pemrograman untuk Perhitungan Solusi Model Evakuasi Tsunami Meng-
clc
clear all
% digits(4)
tic
kec=5000/60
laj=6
dis=1
% z1=1;
% while z1~=0;
%jumlah cluster
c0=10
%jumlah muster point di masing-masing cluster
M=[4 4 4 4 4 4 4 4 4 4];
%jumlah safe area di masing-masing cluster
S=[7 7 9 12 10 4 7 6 7 7];
row=sum(M);
clm=sum(S);
vect=0;
for i=1:c0
vect=M(i)*S(i)+vect;
rest(i)=sum(vect);
j1(i)=sum(M(1:i));
j2(i)=sum(S(1:i));
end
L0=zeros(rest(c0),1);
v0=ones(rest(c0),1);
d0=ones(rest(c0),1);
l0=ones(rest(c0),1);
mu=[m1 m2 m3 m4 m5 m6 m7 m8 m9 m10]
%kapasitas safe area
k1=[5000 3000 400 1000 400 400 700];
k2=[400 500 400 400 600 500 700];
k3=[1000 2500 600 500 500 4000 600 1300 700];
65
k4=[400 4000 1800 600 500 300 3030 1000 1000 1000 800 500];
k5=[500 600 1500 600 500 500 1000 800 600 700];
k6=[4000 4000 2000 1500];
k7=[800 2000 1500 800 1500 800 700];
k8=[600 500 1500 1800 1000 1500];
k9=[2000 2000 600 1500 600 600 3000];
k10=[1500 600 1500 1500 1000 1500 2000];;
k=[k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 k9 k10]
%jarak dari cluster ke safe area
%cluster 1
L1=[1000 650 600 700 1100 950 1000
1000 500 450 550 1000 850 750
1000 950 1000 900 1000 900 950
1000 650 750 700 1100 1100 950];
[n m]=size(L1);
rd=1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j)=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 2
L1=[600 190 1000 800 210 350 100
950 1000 40 1000 1000 1000 1000
1000 1000 350 1000 1000 1000 900
550 1000 500 1000 850 1000 750];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 3
L1=[1000 1000 1000 1000 1000 900 290 450 600
500 700 350 1000 1000 850 1000 1000 900
800 130 650 1000 1000 1000 800 850 1000
1000 950 1000 1000 1000 700 120 270 750];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
66
%cluster 4
L1=[800 1000 750 800 850 900 1000 1000 1000 400 1000 1000
650 800 1000 1000 700 850 1100 600 1000 170 1000 350
950 1100 1000 1100 1000 650 1100 1000 1000 1000 1000 700
1000 1000 280 1000 1000 1000 700 1000 800 900 1000 1000];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 5
L1=[290 700 500 1000 1000 1000 240 30 1000 700
550 800 850 600 700 850 600 750 600 1000
700 1100 1000 900 1100 1000 650 800 900 850
550 800 900 1000 700 800 500 400 1000 1000];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 6
L1=[750 1000 900 650
700 200 850 1000
900 850 1000 450
700 850 210 1000];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 7
L1=[900 350 400 1100 160 950 800
1100 950 500 1000 1000 700 900
700 350 300 900 850 1000 1000
500 400 500 650 650 1000 1000];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
67
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 8
L1=[450 850 1000 1000 1000 1000
1100 650 450 700 1000 1000
1000 700 600 1000 1100 1000
120 650 700 1000 1100 850];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 9
L1=[200 450 850 350 450 500 600
550 400 1000 850 400 450 260
700 550 700 900 500 550 250
1100 1000 600 1000 1000 1000 1100];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
%cluster 10
L1=[1000 1000 1100 900 850 1000 700
800 600 700 500 650 1100 1000
950 650 750 550 900 1000 600
450 160 250 76 900 1000 1000];
[n m]=size(L1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
L0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=L1(i,j);
end
end
clear L1
68
end
end
for c=2:c0
for mc=1:M(c)
for sc=1:S(c)
L(mc+j1(c-1),sc+j2(c-1))=L0((mc-1)*S(c)+sc+rest(c-1));
end
end
end
L
%kecepatan
%cluster 1
v1=(kec)*ones(M(1),S(1));
[n m]=size(v1);
rd=1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j)=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 2
v1=(kec)*ones(M(2),S(2));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 3
v1=(kec)*ones(M(3),S(3));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 4
v1=(kec)*ones(M(4),S(4));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
69
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 5
v1=(kec)*ones(M(5),S(5));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 6
v1=(kec)*ones(M(6),S(6));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 7
v1=(kec)*ones(M(7),S(7));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 8
v1=(kec)*ones(M(8),S(8));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 9
v1=(kec)*ones(M(9),S(9));
[n m]=size(v1);
70
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%cluster 10
v1=(kec)*ones(M(10),S(10));
[n m]=size(v1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
v0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=v1(i,j);
end
end
clear v1
%lanes
%cluster 1
l1=laj*ones(M(1),S(1));
[n m]=size(l1);
rd=1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j)=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 2
l1=laj*ones(M(2),S(2));
[n m]=size(l1);
71
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 3
l1=laj*ones(M(3),S(3));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 4
l1=laj*ones(M(4),S(4));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 5
l1=laj*ones(M(5),S(5));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 6
l1=laj*ones(M(6),S(6));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
72
%cluster 7
l1=laj*ones(M(7),S(7));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 8
l1=laj*ones(M(8),S(8));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 9
l1=laj*ones(M(9),S(9));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
%cluster 10
l1=laj*ones(M(10),S(10));
[n m]=size(l1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
l0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=l1(i,j);
end
end
clear l1
73
for mc=1:M(c)
for sc=1:S(c)
l(mc+j1(c-1),sc+j2(c-1))=l0((mc-1)*S(c)+sc+rest(c-1));
end
end
end
l
%jarak antar orang
%cluster 1
d1=dis*ones(M(1),S(1));
[n m]=size(d1);
rd=1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j)=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 2
d1=dis*ones(M(2),S(2));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 3
d1=dis*ones(M(3),S(3));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 4
d1=dis*ones(M(4),S(4));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
74
clear d1
%cluster 5
d1=dis*ones(M(5),S(5));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 6
d1=dis*ones(M(6),S(6));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 7
d1=dis*ones(M(7),S(7));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 8
d1=dis*ones(M(8),S(8));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 9
d1=dis*ones(M(9),S(9));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
75
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
%cluster 10
d1=dis*ones(M(10),S(10));
[n m]=size(d1);
rd=rd+1;
for i=1:n
for j=1:m
d0((i-1)*m+j+rest(rd-1))=d1(i,j);
end
end
clear d1
76
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0];
ks=[5000 5000];
for i=1:shr
for j=1:row
Sh(j,i)=1;
end
end
ds=dis*Sh;
ls=laj*Sh;
vs=(kec)*Sh;
k=[k ks]
L=[L Ls]
d=[d ds]
l=[l ls]
v=[v vs]
end
B=15;
[n1 m1]=size(L);
dim=n1*m1;
kap=1;
bob=ones(n1,m1);
77
b1(i,j)=bob(i,j)*(-d(i,j)+L(i,j))/v(i,j);
A(j,(i-1)*m1+j)=mu(i);
Aeq(i,(i-1)*m1+j)=1;
A1((i-1)*m1+j)=((B*v(i,j)-L(i,j))/d(i,j)+1)*(l(i,j)*kap/mu(i));
f((i-1)*m1+j)=a(i,j);
if ub((i-1)*m1+j)>=A1((i-1)*m1+j)
ub((i-1)*m1+j)=A1((i-1)*m1+j);
end
if L(i,j)==0
Aeq(i,(i-1)*m1+j)=0;
end
end
end
beq = ones(n1,1);
b=k';
lb = zeros(dim,1);
%Optimasi
options=optimoptions('linprog','Algorithm','simplex');
[xh,fval,exitflag,output,lambda] = ...
linprog(f,A,b,Aeq,beq,lb,ub,[],options);
if exitflag==1
Ttot=0;
for i=1:n1
for j=1:m1
x(i,j)=xh((i-1)*m1+j);
T1(i,j)=((a(i,j)*x(i,j))+b1(i,j))/bob(i,j);
if (a(i,j)*x(i,j))<=exp(-5)
b1(i,j)=0;
x(i,j)=0;
end
orangevac(i,j)=mu(i)*x(i,j);
T(i,j)=((a(i,j)*x(i,j))+b1(i,j))/bob(i,j);
Ttot=T1(i,j)+Ttot;
end
end
'hasil'
proporsi=x
orangeva=round(vpa(orangevac))
menit=vpa(T)
waktu terlama=max(max(T))
for i=1:n1
for j=1:m1
if max(T(i,:))==max(max(T))&& max(T(:,j))==max(max(T))
nm=[i j];
end
end
end
nm
end
toc
78
RIWAYAT HIDUP