Anda di halaman 1dari 73

ANALISIS KEBIJAKAN FILIPINA DALAM SENGKETA LAUT

TIONGKOK SELATAN PADA MASA PEMERINTAHAN DUTERTE

(2016-JULI 2018)

SKRIPSI

HALAMAN JUDUL

Oleh:

REGINA DWI ASTRIA

14323105

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018
ANALISIS KEBIJAKAN FILIPINA DALAM SENGKETA LAUT

TIONGKOK SELATAN PADA MASA PEMERINTAHAN DUTERTE

(2016-JULI 2018)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Program Studi Hubungan Internasional

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Hubungan Internasional

Oleh:
REGINA DWI ASTRIA

14323105

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018

ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji syukur kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan kesempatan, kesehatan, serta rezeki untuk

melanjutkan program studi S1 ini hingga akhir. Kedua, Shalawat serta salam

selalu panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Saya persembahkan karya

sederhana ini untuk beberapa orang yang telah menyayangi saya selama ini, yaitu:

Ibu dan Bapak Tercinta

Terimakasih untuk doa, dukungan, kepercayaan, dan kasih sayang yang tiada

hentinya kepada Regina. Semoga dengan selesainya studi S1 ini akan membuka

perjalanan baru bagi Regina agar bisa menjadi orang yang berhasil dan

bermanfaat bagi dunia dan akhirat. Dan semoga dengan selesainya studi S1 ini

juga bisa membuat Ibu dan Bapak bahagia serta bangga. Penulis ingin

membuktikan bahwa kepercayaan Ibu dan Bapak kepada Regina untuk sekolah di

Jogjakarta bisa selesai dan satu tanggung jawab Regina sebagai anak sudah

tercapai. Semoga Regina bisa mencapai tanggung jawab lain serta Ibu dan Bapak

selalu menemani, mendukung, dan percaya pada Regina hingga akhir. Semoga

Ibu dan Bapak selalu diberikan panjang umur dan kesehatan oleh Allah SWT.

Marina Eka Fiernanda dan Nadia Raisita

Terimakasih atas doa dan dukungan yang diberikan. Semoga kalian besok lebih

baik dari Regina. Sukses selalu.

v
HALAMAN MOTTO

“Barang siapa bersungguh-sungguh, maka dapatlah ia.”

“Opportunities don’t happen, you create the”

--Crish Grosser--

“Talk Less, Do more”

--Amy Poehler--

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat, pertolongan, kelancaran serta

kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini yang dapat selesai tepat pada

waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW. Penulis menyadari bahwa proses dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas

dari motivasi, dukungan, nasehat, bimbingan serta saran dari beberapa pihak. Oleh

karena itu, di sini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Akhmad Setiadi S.sos,.SKM,.MM,. dan

Ibu Norliana. Terimakasih untuk selalu percaya dengan Regina untuk bisa

menyelesaikan S1 ini sampai akhir. Terimakasih untuk motivasi dan

kesabarannya menunggu Regina hingga sampai di saat ini. Semoga Bapak

dan Ibu selalu sehat, umur panjang, dan bisa melihat Regina bisa menjadi

lebih dari ini suatu hari nanti. Teruntuk juga untuk kakak dan adik penulis,

Marina Eka Fiernanda S.Ikom dan Nadia Raisita, semoga kalian selalu

diberikan kemudahan dalam setiap urusan.

2. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas

Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia yang telah

memberikan nasehat, bimbingan dan arahan.

3. Bapak Irawan Jati, S.IP.,M.Hum.,M.S.S selaku Ketua Program Studi

Hubungan Internasional Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya

vii
Universitas Islam Indonesia serta selaku Dosen Pembimbing Akademik

kedua. Terimakasih telah memberikan banyak bantuan terkait hal-hal

menyangkut perkuliahan. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan

umur panjang oleh Allah SWT.

4. Bapak Geradi Yudhistira, S.sos., M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah memberikan nasehat, motivasi, saran, masukan, selalu sabar

dalam membimbing penulis dan rasa positif kepada penulis untuk terus

berusaha menyelesaikan skripsi ini hingga akhir. Semoga Bapak selalu

diberikan kesehatan dan umur panjang oleh Allah SWT.

5. Bapak Hasbi Aswar, S.IP., M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik

pertama. Terimakasih telah memberikan banyak bantuan terkait hal-hal

menyangkut perkuliahan dan memberikan nilai-nilai positif kepada

penulis. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan umur panjang oleh

Allah SWT.

6. Dosen-Dosen HI UII, yaitu: Ibu Karina Utami Dewi, S.IP., M.A., Bapak

Enggar Furi Herdianto, S.IP., M.A., Bapak Hangga Fathana, S.IP.,

B.Int.St., M.A., Ibu Gustrieni Putri, S.IP., M.A., dan. yang telah sabar

untuk mengajarkan banyak ilmu dan pengetahuan. Mohon maaf apabila

selama masa perkuliahan banyak berbuat kesalahan. Semoga para Dosen-

Dosen HI mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT. Dan semoga

selalu diberikan kesuksesan, kesehatan, umur panjang serta kemudahan

dan kelancaran dalam segala urusan.

7. Mbak Mardiatul Khasanah yang telah memberikan kemudahan dalam

segala urusan akademik dan perkuliahan. Dan selalu memberikan kecerian

viii
ketika sedang berada di prodi. Terimakasih juga untuk kenangan kita

bersama, semoga Mbak Diah selalu sehat, diberi umur panjang, dan lancar

dalam segara urusan.

8. Teruntuk kakek tercinta, Abdul Rifai. Terimakasih atas doa, dukungan,

kepercayaan dan kasih sayang kepada Regina selama ini. Semoga kakek

diberikan kesehatan dan umur yang panjang oleh Allah SWT. Terimakasih

juga telah menjadi sponsor dana tambahan untuk Regina sehingga apa

yang Regina impikan perlahan-lahan bisa tercapai hehehe.

9. Keluarga Besar AR, Om Edi, Om Pidit, Om Tomo, Om Apen, Om Endak,

Ibu, Mama Ida, Acil Titin, Tante Agus, sepupuku Jaka, ka Haifa, Mba

Reny, Amelia, Ka Tika, Abang Faldi, Pandi, Halid, Firda, Kiki, Rokib,

Hafidh, Terimakasih atas doa dan dukungan untuk Regina sehingga bisa

menyelesaikan skirpsi. Semoga kalian semua diberikan kesehatan dan

umur yang panjang oleh Allah SWT.

10. Sahabat-sahabat Regina di Tanah Grogot, Khaelda Zahra S.H, Annisa Dea

Safitrti, Tiara Noor Dayana, Novita Sari, Cristina Natalian D.S, S.sos.,

Mardhatila dan Musdhalifa, Syahda Nur Amalia. Terimakasih untuk

dukungan dan doanya untuk Regina agar segera menyelesaikan studi di

Jogjakarta. Sampai ketemu sebentar lagi!

11. Sahabatku geng Hobi Makan, Rosyiana Mutmainnah, Vivid Husnul

Ummahad Sabir, Bayu Kurniahadi, Faheem N Yahya, dan Fariz Abdul

Aziz. Terimakasih selalu menggagalakan diet Regina! Semoga kita bisa

berteman sampai tua dan Regina harap kalian tidak melupakan kenangan

kita selama ini. Kalian penyemangat skripsi ku! Sukses buat kita!

ix
12. Sahabatku geng Ciway yang selalu lincah dan ceria, Nasyrah Acha,

Rizqya Nafiatin, Ima Ganis Mutia Sari dan Desy Fatma Sari. Terimakasih

selalu mewarnai hari-hari Regina di kampus. Kalian selalu memberikan

canda dan tawa serta gosip-gosip hot news di kampus dan kalian juga

menjadi salah satu penyemangat Regina dalam menyelesaikan skripsi.

Regina harap kita selalu berteman hingga tua dan tidak melupakan setiap

kenangan yang telah kita buat di kota rantau kita.

13. Sahabat bolang Regina di Lombok, Elyana Ade Pratiwi. Teman liburanku

di Lombok hahaha Terimakasih El sudah membuat kenangan liburan yang

menyenangkan di Lombok. Terimakasih selalu membantu dan

memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih sudah

menjadi teman yang baik, pengertian dan selalu mendengarkan keluh

kesah selama kuliah. Semoga kita selalu menjadi teman yang baik ya!

Maafkan Regina yang selalu merepotkan. Kalau gak ada El mungkin

Regina bakal kesusahan dalam menyelesaikan skripsi. Semoga El selalu

sukses dan sehat.

14. Sahabat Regina tercinta di kampus kebanggan UII, Aufa Andiani Aziz,

Thalia Adelina, Ina Nafilla Zahra, Afifah Sausan Mizhari, Inneke

Fiersana, Riflan Rifaldi Ridwan, Alfan Syah Youlpi. Kalian yang

membuat hari-hari penulis berwarna, semoga kita sukses semua.

15. Teman-teman DPA Pak Hasbi, Keluarga Besar Komahi Periode

2014/2015, teman-teman KKN Unit 139, dan seluruh teman-teman HI

angkatan 2014 yang telah berjuang bersama selama 4 tahun ini.

Terimakasih telah menjadi tim dan partner terbaik.

x
16. Teruntuk Abi, Terimakasih selalu menjadi inspirasi dan penyemangat

Regina untuk masuk kuliah. Semoga kamu diberikan kemudahan dalam

segala urusan dan bisa menginspirasi orang banyak. Regina percaya suatu

saat kita bisa bertemu lagi.

17. Teruntuk VBF. Terimakasih selalu menyuruh Regina untuk mengerjakan

skripsi dan selalu nanya kabar skripsiku -_-. Semoga kamu diberikan

kesehatan dan umur yang panjang oleh Allah SWT. Sukses buat kamu!

18. Seluruh pihak yang tidak bisa dituliskan seluruhnya oleh penulis. Serta

paling spesial untuk Penulis sendiri, Regina Dwi Astria yang selalu

bersemangat dalam menjalakan segala sesuatu dan tidak menyerah dalam

menulis skripsi. Regina sangat bangga dengan diri sendiri!

Sekali lagi, penulis mengucapkan Terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada beberapa pihak yang telah disebutkan, di mana telah memberikan

banyak kontribusi dalam pengerjaan dan penyelsaian skripsi ini dengan

sebaik mungkin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

dapat menginspirasi pembaca untuk menemukan beberapa penelitian yang

baru dan inovatif.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Regina Dwi Astria

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN .................................. Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK .................. Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
ABSTRAK ......................................................................................................... xvii

BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.4 Signifikansi .................................................................................................... 5
1.5 Cakupan Penelitian ........................................................................................ 6
1.6 Kajian Pustaka ............................................................................................... 7
1.7 Landasan Teori atau Kerangka Konsep ....................................................... 12
1.8 Metode Penelitian ........................................................................................ 15
1.8.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 15
1.8.2 Subjek Penelitian .................................................................................. 16
1.8.3 Alat Pengumpul Data ............................................................................ 16
1.8.4 Proses Penelitian ................................................................................... 17

xii
BAB II
AKTIVITAS PRESIDEN DUTERTE DI LAUT TIONGKOK SELATAN.. 18
2.1 Transformasi Kebijakan Filipina dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan . 18
2.2 Kurangnya Kepercayaan Duterte terhadap Amerika Serikat dan Tingginya
Kepercayaan terhadap Tiongkok ....................................................................... 20
2.3 Perkembangan Kerjasama Filipina dan Tiongkok dalam Sengketa Laut
Tiongkok Selatan ............................................................................................... 22

BAB III
ANALISIS PERUBAHAN KEBIJAKAN FILIPINA DALAM SENGKETA
LAUT TIONGKOK SELATAN ............................................................ 30
3.1 Context......................................................................................................... 30
3.2 Princiole of Action....................................................................................... 32
3.2.1 Memanfaatkan Sumber Daya Alam di LTS ......................................... 32
3.3 Motivation and Value .................................................................................. 34
3.3.1 Motivation ............................................................................................. 34
3.3.2 Value ..................................................................................................... 35
3.4 Cognitive Framework .................................................................................. 37
3.5 Cognitive-evaluative Capabilities ............................................................... 39
3.5.1 Peningkatan Hubungan Bilateral Filipina dan Tiongkok ..................... 39
3.5.2 Peningkatan Investasi Tiongkok di Filipina ......................................... 43

BAB IV
PENUTUP ............................................................................................................ 48
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 48
4.2 Saran ............................................................................................................ 49

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 51

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Aktivitas Presiden Duterte di Laut Tiongkok Selatan ............................ 28


Tabel 2. Tabel Jumlah Perjanjian Filipina dan Tiongkok Pada Periode
Kepemimpinan Presiden di Filipina. ..................................................................... 40

xiv
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Peningkatan FDI Tiongkok di Filipina antara Presiden Benigno Aquino III dan
Presiden Duterte. ............................................................................................................... 44

xv
DAFTAR SINGKATAN

AS : Amerika Serikat

ASEAN : Association of Southeast Asia Nations

BCM : Bilateral Consultation Mechanism

EDCA : The Enhanced Defense Cooperation Agreement

FDI : Foreign Direct Invesment

LTS : Laut Tiongkok Selatan

PAI : Pengadilan Arbitrase Internasional

SDA : Sumber Daya Alam

xvi
ABSTRACT

The South China Sea dispute is an unfinished problem for the Philippines
and China. The Philippines under President Aquino's government is active in
condemning China's problems in the South China Sea and bring the case to
Permanent Court of Arbitration in Den Haag, Netherland. However, in the
President Duterte administrations the attitude of the Philippines began to soften
towards China by supported collaboration in natural resources exploration.
Through Rational Choice Theory, it will explain the main factors for
responsibility from the Philippines in the South China Sea dispute. The historical
bilateral relation was not actually good between the Philippines and China under
President Aquino's previously but getting closer by President Duterte's until the
present. President Duterte agrees that having a good relationship with China will
give greater benefit for Philippines.
Keyword : South China Sea, Philippines, China, Duterte, Aquino.

ABSTRAK

Sengketa Laut Tiongkok Selatan merupakan masalah yang elum


terselesaikan untuk Filipina dan Tiongkok. Filipina dibawah pemerintahan
Presiden Aquino merupakan negara yang aktif dalam mengecam klaim Tionkok di
Laut Tiongkok Selatan hingga melayangkang kasus ini ke pengadilan arbitrase
internasional, Den Haag, Belanda. Namun pada pemerintahan Presiden Duterte
sikap Filipina mulai melunak kepada Tiongkok dan pada pemerintan Presiden
Duterte ini lebih memilih untuk melakukan kerjasama ekplorasi sumber daya alam
yang ada di Laut Tiongkok Selatan. Melalui teori Rational Choice disini akan
dijabarkan mengenai faktor-faktor mendasar yang menjadi alasan perubahan
kebijakan Filipina dalam sengketa laut Tiongkok selatan. Hubungan bilateral yang
buruk antara Filipina dan Tiongkok dibawah pemerintahan Presiden Aquino ini
menjadi tantangan tersendiri oleh Presiden Duterte untuk memperbaiki hubungan
dengan Tiongkok. Presiden Duterte berpikir bahwa memiliki hubungan yang baik
dengan Tiongkok akan mendatangkan keuntungan bagi Filipina.
Kata kunci; Laut Tiongkok Selatan, Tiongkok, Filipina, Duterte, Aquino.

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut Tiongkok Selatan (LTS) merupakan wilayah yang selama ini terus

menjadi sumber permasalahan dan konflik. Kawasan ini tidak hanya diperebutkan

oleh negara-negara di Asia Tenggara saja, namun juga oleh negara tetangga

lainnya. Kawasan ini diperebutkan karena merupakan wilayah perairan terluas

kelima di dunia dan luasnya yang mencapai 3,5 juta km2. LTS dengan memiliki

kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) menjadikan kawasan LTS ini banyak di

perebutkan negara-negara, menurut Lembaga Informasi Energi Amerika (Energy

Information Administration --EIA) kekayaan terbesar di kawasan tersebut adalah

adanya cadangan gas alam sebesar 900 triliun kaki kubik hal ini, juga sama

dengan cadangan minyak yang dimiliki Qatar, serta adanya cadangan minyak

sebanyak 28 miliar barel minyak. Selain itu juga, kawasan LTS ini merupakan

rute utama perkapalan dan merupakan sumber pencarian ikan bagi banyak orang

dari beberapa negara yang berada di sekitar kawasan LTS (Roza, Nainggolan, &

Muhamad, 2013, hal. 4)

Konflik mengenai Laut Tiongkok Selatam berawal pada tahun 1947, ketika

Tiongkok mengeluarkan peta rincian klaim kedaulatan negara. Di dalam peta

tersebut menunjukkan pulau Paracel dan Spratly masuk dalam kawasan Tiongkok.

Pada awalnya Tiongkok percaya bahwa mereka berhak atas pulau Spratly dan

Paracel dengan mencetak peta The Location Map of the South China Sea Islands.

Kepercayaan ini dimulai dari 2.000 tahun yang lalu, bahwa pulau Paracel dan

1
Spratly merupakan bagian dari dinasti sebelumnya. Namun, Vietnam menyanggah

pernyataan itu karena Tiongkok tidak pernah mengklaim kedaulatan dua pulau

tersebut sampai tahun 1940-an. Tidak hanya pada tahun 1947 saja Tiongkok

mengeluarkan peta klaim mereka, tetapi pada tahun 1953 Tiongkok kembali

mengeluarkan peta yang menunjukkan nine-dotted line atau nine-dash line di

LTS, hal ini yang merupakan awal dari 9 garis putus-putus Tiongkok dimulai

(Pudjiastuti & Prayoga, 2015). Selain Tiongkok, kawasan ini juga di klaim oleh

Filipina, dengan mengeluarkan alasan bahwa secara geografis pulau tersebut

berdekatan dengan negaranya. Selain tiga negara tersebut, adanegara lain seperti

Malaysia dan Brunei yang juga ikut mengklaim kawasan LTS (BBC News, 2011).

Dalam konflik teritorial ini, Filipina merupakan pihak yang paling banyak

bersuara dan aktif dalam menentang klaim oleh Tiongkok. Contohnya pada

permasalahan adanya penduduk Tiongkok yang menghuni kepulauan Spratly,

yang dilanjutkan dengan reklamasi pemerintah Tiongkok di pulau itu dan

pemerintah Tiongkok yang melakukan pembangunan di LTS, yang mana pada

saat itu masih dalam persengketaan. Filipina dengan aktif meminta pemerintah

Tiongkok untuk menghentikan upaya pembangunan dan reklamasi di Kepulauan

Spratly, karena reklamasi terbesar terjadi disana (Acharya, 2009, hal. 156).

Ada perbedaan manajemen atau pengelolaan konflik pada masa Aquino dan

Duterte. Pada tahun 2013, Filipina mengajukan tuntutan ke pengadilan arbitrase

internasional terkait konflik klaim teritorial wilayah LTS untuk menindak lanjuti

aktivitas Tiongkok di kawasan sengketa itu. Hal tersebut, diharapkan dapat

menyelesaikan permasalahan LTS (BBC News, 2013). Pada masa kepemimpinan

Benigno Aquino III, Filipina lebih cenderung untuk mendekatkan diri kepada

2
negara sekutunya, Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan sekutu terpenting

mereka dalam bidang keamanan, sehingga dianggap sebagai sekutu yang tepat

untuk membuat Tiongkok terancam. Berlanjut pada tahun 2014, pemerintah

Filipina meminta bantuan kepada Amerika untuk membantu meningkatkan

keamanan, salah satunya melalui kerjasama pertahanan yakni The Enhanced

Defense Cooperation Agreement (EDCA) yang sudah ditandatangani kedua belah

pihak (CNN Philippines, 2015).

Dengan perjanjian ini, Amerika Serikat membuat pangkalan militernya yang

bersifat tetap di Filipina agar dapat membantu Filipina dalam mengawasi aktivitas

Tiongkok di LTS sehingga memberi peluang baru bagi Filipina dalam

memperkuat perannya dalam menjaga kawasan maritim. Peningkatan hubungan

aliansi Amerika dan Filipina ini diharapkan juga dapat menghentikan intimidasi

yang dilakukan Tiongkok terhadap Filipina dalam konflik LTS. Selain itu, adanya

EDCA ini membantu meningkatkan kemampuan militer Filipina dalam

menghadapi Tiongkok di LTS (CNN Philippines, 2015).

Masih di era pemerintah Aquino, pada tahun 2016 PCA (Permanent Court

of Arbitration) telah mengeluarkan hasil gugatan Filipina yang diajukan pada

tahun 2013 yang lalu. PCA menyatakan bahwa nine dash-line Tiongkok tidak sah

di mata Hukum Internasional, dan Tiongkok tidak memiliki wewenang atas LTS.

Hal ini menandakan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan Tiongkok seperti

eksploitasi yang di lakukan di LTS merupakan suatu pelanggaran Hukum

Internasional menurut UNCLOS (Panda, 2016). Kemenangan Filipina di

pengadilan arbitrase internasional ini merupakan sebuah keuntungan bagi Filipina

guna menekan pihak lawan untuk menghentikan aktivitas yang telah dilakukan

3
seperti pembangunan, konstruksi pulau serta militerisasi Tiongkok di LTS.

Dengan ini, ada harapan besar untuk kepemimpinan Presiden selanjutnya untuk

tetap melanjutkan kebijakan Presiden Aquino dalam menjaga keamanan maritim

negara karena ini merupakan salah satu masalah utama yang harus diatasi pada

pemerintahan selanjutnya (Parameswara, 2016).

Pada pertengahan tahun 2016, Filipina mengalami pergantian pemerintah

dari pemerintahan Benigno Aquino III ke pemerintahan Rodrigo Duterte. Namun,

pada pemerintahan Duterte kebijakan yang diterapkan mengenai LTS mengalami

perubahan sikap, dari tegas menjadi melunak kepada Tiongkok dalam sengketa

LTS. Filipina dan Tiongkok saat ini sudah pada tahap berencana untuk membuat

suatu perjanjian dalam eksplorasi bersama LTS untuk cadangan minyak dan gas

alam (Westcott, 2018).

Menurut South China Morning Post, memuat pernyataan Duterte terkait

untuk eksplorasi bersama dengan Tiongkok di LTS.Menurut Duterte, solusi yang

tepat pada sengketa ini adalah eksplorasi bersama dengan Tiongkok untuk

memanfaatkan potensi yang ada di LTS. Hal ini juga untuk mengurangi potensi

terjadinya perang antara kedua negara. Filipina juga tidak memprovokasikan lagi

aktivitas Tiongkok di LTS (South China Morning Post, 2018). Pada era

kepemimpinan Duterte ini lebih mengarah pada cara diplomatik atau negoisasi

antara kedua negara yang bersengketa. Selain itu, Filipina lebih memilih cara

diplomatik untuk memberikan protes atas aktivitas Tiongkok dengan menekankan

pada kepentingan nasional negara (Staff, CNN Philippines, 2018). Perbedaan ini

terlihat pada masa kepemimpinan Aquino yang lebih memilih jalur hukum, hal ini

4
berbanding terbalik dengan masa kepemimpinan Duterte yang lebih memilih jalur

diplomatik dalam penyelesaian LTS dengan Tiongkok.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, tulisan ini akan lebih fokus kepada

perubahan kebijakan Filipina mengenai LTS yang terjadi pada era Duterte.

Sehingga, pertanyaan permasalahan yang akan penulis angkat adalah mengapa

kebijakan Filipina dalam sengketa LTS mengalami perubahan pada era Duterte?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor yang mendukung perubahan kebijakan Filipina dalam

sengketa LTS pasca kepemimpinan Presiden Benigno Aquino III.

2. Mengetahui perkembangan hubungan Filipina dan Tiongkok dalam

sengketa LTS.

1.4 Signifikansi

Perubahan kebijakan yang terjadi pada kepemimpinan Presiden Duterte ini

sangat bertolak belakang dengan kebijakan pada kepemimpinan Presiden

Benigno Aquino III. Penelitian ini akan dilihat melalui Rational Choice menurut

Tom Burns & Ewa Roszkowska. Melalui konsep Rational Choice ini penulis akan

melihat dari beberapa variabel untuk melihat faktor yang mendorong Presiden

Duterte dalam mengambil kebijakan.

Secara akademik, telah banyak penelitian yang membahas mengenai

bagaimana kebijakan Filipina dalam pengelolaan konflik LTS pada masa Presiden

5
Benigno Aquino III. Namun, mengenai kebijakan Filipina dalam LTS pasca

pergantian kepemimpinan Aquino ke kepemimpinan Duterte masih belum banyak

ditemui. Disamping itu, secara praktik penelitian ini akan lebih berfokus pada

analisis perubahan kebijakan Filipina dalam sengketa LTS yang terjadi di masa

kepemimpinan Presiden Duterte dan penelitian ini sebagai pelengkap jurnal

penelitian yang sudah ada sebelumnya. Terkait dengan perubahan kebijakan

Filipina. Hal yang paling penting dalam penelitian ini adalah faktor yang

mempengaruhi atau faktor yang mendorong Presiden Duterte dalam mengambil

kebijakan yang berbeda dari kebijakan sebelumnya.

Dalam beberapa jurnal yang ada di kajian pustaka pada penelitian ini, secara

spesifik dalam membahas faktor pendorong Presiden Duterte dalam mengambil

kebijakan belum banyak dibahas. Sehingga menarik untuk dilihat khususnya pada

kebijakan Filipina dalam sengketa LTS pada masa pemerintahan Duterte

mengingat Filipina merupakan negara yang sangat vokal menentang klaim

Tiongkok. Penulis menduga bahwa adanya keinginan untuk mendapatkan

keuntungan yang besar serta meminimalisirkan konsekuensi dari kebijakan yang

diambil Duterte. Dalam mengambil keuntungan besar dalam sengketa LTS

Duterte memiliki cara yang berbeda dengan mantan Presiden sebelumnya.

1.5 Cakupan Penelitian

Penelitian ini, termasuk dalam studi resolusi konflik Filipina yang berfokus

kepada kebijakan luar negeri terkait konflik LTS. Penulis melihat bahwa terdapat

hal yang berbeda terkait pengelolahan konflik antara masa pemerintahan Benigno

Aquino III dan Rodrigo Duterte. Dengan adanya perubahan tersebut, kasus ini

6
menarik untuk dikaji. Penulis melihat, kebijakan Duterte ini bertolak belakang

dengan kebijakan sebelumnya dan dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui

terkait faktor yang mendorong Presiden Duterte untuk mengambil kebijakan yang

dinilai tidak tepat bagi masyarakat Filipina. Meskipun, kebijakan ini banyak

menuai protes dari masyarakat Filipina tetapi Presiden Duterte enggan untuk

merubah kebijakannya tersebut.

Dalam penelitian ini, penulis memiliki batasan priode penelitian pada masa

kepemimpinan Duterte hingga Juli 2018. Hal ini dikarenakan penulis dalam

membatasi penelitian ini hingga waktu yang ditentukan penulis, kasus ini masih

terus berjalan. Sehingga, penulis membatasinya agar cakupan tidak terlalu luas

dan lebih fokus.

1.6 Kajian Pustaka

Terdapat banyak artikel-artikel yang membahas mengenai sengketa LTS,

termasuk sengketa LTS antara Tiongkok dan Filipina. Dalam artikel jurnal

Nguyen-Dang Thang dan Nguyen Hong Thao yang berjudul „China’s Nine Dotted

Lines in the South China Sea: The 2011 Exchange of Diplomatic Notes Between

the Philippines and China’, jurnal ini menjelaskan tentang klaim Tiongkok atas

nine dash-line dan awal mulai klaim tersebut diciptakan di LTS dan juga adanya

penjelasan klaim terhadapat kepulauan Spratly yang diperebutkan oleh Tiongkok

dan Filipina. Kemudian, jurnal ini juga menjelaskan mengenai klaim Filipina

terhadap kepulauan Spratly bahwa secara geografis berada dalam ZEE Filipina

dan juga, menjelaskan bahwa Filipina menentang nine dash-line yang dikeluarkan

Tiongkok di LTS. Filipina meminta Tiongkok untuk mengeluarkan bukti atau

7
kebenaran nine dash-line tersebut. Dalam jurnal ini juga lebih menekankan

mengenai pertukaran argumen masing-masing negara dalam menentang klaim

satu sama lain di LTS (Thang & Thao, 2012, hal. 36-46)

Hal yang sama seperti jurnal yang berjudul „Philippines-China Relations:

The Case of the South China Sea (Spratly Island) Claim’s’, ditulis oleh Mark

Anthony M. Velasco, dalam jurnal ini membahas mengenai hubungan Tiongkok

dan Filipina dalam sengketa LTS terutama pada klaim pulau Spratly. Sebelumnya,

Velasco menjelaskan potensi yang ada LTS dan juga menjelaskan posisi negara-

negara yang ikut mengklaim bagian yang ada wilayah sengketa. Selain itu,

terdapat juga sub-bab jurnal ini yang membahas mengenai perkembangan

sengketa klaim kepulauan Spratly pada masa kepemimpinan Presiden Ferdinand

Marcos. Dalam penjelasan yang ada di dalam jurnal ini lebih membahas mengenai

hubungan diplomatik kedua negara yang tidak terganggu atas masalah sengketa

yang ada di LTS, karena kedua negara ini juga saling membutuhkan pada

beberapa sektor. Seperti, pada sektor ekonomi dimana Filipina melihat Tiongkok

merupakan salah satu negara yang memiliki peluang besar untuk memajukan

perekonomian Filipina. Sebaliknya, Tiongkok melihat Filipina merupakan salah

satu pasar besar yang ada di Asia Tenggara yang dinilai juga bisa menguntungkan

Tiongkok, dalam menjadikan perekonomian Tiongkok yang lebih maju lagi

(Velaso, 2014, hal. 78-84).

Dalam jurnal yang berjudul „The Sino-Philippine South China Sea Dispute’,

ditulis oleh Shelton Woods ini menjelaskan mengenai sejarah hubungan Filipina

dan Tiongkok, didalam jurnal ini juga sedikit menjelaskan sejarah Filipina

perdagangan dengan Tiongkok. Kemudian, Woods juga menyebutkan beberapa

8
argumen Filipina mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Tiongkok di

LTS yang dianggap tidak sesuai dengan UNCLOS. Selain itu juga, jurnal ini

menjelaskan posisi ASEAN sebagai organisasi kawasan Asia Tenggara yang

dinilai tidak terlalu ikut campur dalam masalah kedua negara tersebut dan negara-

negara ASEAN yang lain seperti Myanmar, Laos dan Thailand yang juga tidak

mau ikut campur dalam sengketa LTS. Dalam jurnal ini Woods lebih menekankan

dalam penjelasan sejarah hubungan Filipina dan Tiongkok serta, hubungan kedua

negara pada masa Presiden Aquino (Woods, 2016, hal. 159-170).

Dalam jurnal George K.Ndi berjudul „Philippines v China: Assessing the

implications of the South China Sea Arbitration’, menjelaskan mengenai sejarah

awal klaim Tiongkok terkait nine dash-line yang dikeluarkan pada tahun 1935 dan

diajukan ke PBB pada tahun 2009 untuk memperkuat klaim di LTS. Kemudian,

dengan adanya klaim Tiongkok ini lah yang merupakan awal dari sengketa LTS

ini di mulai. Munculnya berbagai klaim negara yang berada di LTS ini membuat

masalah ini belum menemukan titik temu. Pada akhirnya 2013, Filipina membawa

kasus ini ke pengadilan arbitrase internasional untuk mengetahui apakah nine

dash-line milik Tiongkok itu sesuai di mata Hukum Internasional. Pada hasil

keputusan pengadilan ini menyatakan bahwa nine dash-line melanggar hukum

dan tidak valid menurut UNCLOS. Keputusan pengadilan ini mendapatkan protes

dari Tiongkok, karena mereka menganggap pengadilan tersebut tidak memiliki

yurisdiksi. Dengan hasil yang sudah dikeluarkan oleh Pengadilan Internasional,

Tiongkok enggan untuk mengikuti atau mematuhi aturan yang ada. Dalam jurnal

ini lebih menekankan pada penjelasan mengenai tindakan yang dilakukan Filipina

9
untuk memperjuangkan hak mereka dalam LTS dengan membawa kasus ini ke

pengadilan arbitrase internasional (Ndi, 2016, hal. 1-15).

Kemudian, Hong Zhao menulis jurnal dengan judul „Sino-Philippine

Relations:Moving Beyond South China Sea Dispute’, membahas mengenai

hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Filipina pada masa kepemimpinan

Marcos dan pada kepemimpinan Arroyo. Pembahasanyang dijelaskan di dalam

jurnal ini juga mengenai perkembangan sengketa LTS pada awal kepemimpinan

Marcos hingga Arroyo, dan juga sedikit membahas mengenai LTS pada

kepemimpinan Aquino. Selain itu, ada satu sub-bab didalam jurnal ini yang

membahas mengenai hubungan Tiongkok dan Filipina dalam bidang ekonomi

serta, sedikit membahas dilema yang dialami Filipina dalam kebijakan luar negeri

(Zao, 2014, hal. 57-76).

Selain itu, didalam jurnal „Pengaruh Kepemimpinan Presiden Duterte

Terhadap Hubungan Bilateral Filipina dengan Cina’ ditulis oleh Bayu Arihito.

Dalam jurnal ini, Arihito mencoba menjelaskan mengenai sejarah hubungan

Filipina dan Tiongkok pada awal masa kolonial hingga pada masa pemerintahan

Duterte. Kemudian, penulis mulai membahas mengenai pengaruh Duterte dalam

hubungan Bilateral Filipina dan Tiongkok dengan melihat dari berbagai sisi

seperti Kepribadian, Nilai, Pengalaman, dan Bakat. Jurnal ini juga, menjelaskan

bagaimana perkembangan hubungan Filipina dan Tiongkok pada masa ke masa

hingga pada kepemimpinan Duterte dengan melihat dari segi perkembangan

10
kerjasama pada bidang ekonomi dan investasi. Serta, menjelaskan mengenai

pengurangan potensi konflik antar kedua negara (Arihito, 2017, hal. 2-14).

Perbedaan dari jurnal yang di tulis oleh Bayu Arihito yakni, tulisan ini lebih

menekankan kepada pembahasan mengenai kepribadian Presiden Duterte yang

mempengaruhi keseluruhan kebijakan Filipina dalam hubungan dengan Tiongkok.

Sedangkan pada peneliatin ini tidak terlalu mendalam membahas mengenai

kepribadian Presiden Duterte dan penelitain ini hanya membahas mengenai

analisis kebijakan Presiden Duterte dalam melakukan kerja sama untuk mengelola

SDA di LTS dengan Tiongkok

Dalam jurnal „Sino-Philippine Joint Development in the South China Sea: Is

Political Will Enough?’, ditulis oleh Carlos Santamaria. Jurnal ini membahas

mengenai kebijakan Duterte yang merangkul Tiongkok untuk eksplorasi bersama

dan membahas mengenai kegagalan Joint Maritime Seismic Undertaking (JMSU)

yang merupakan perjanjian untuk melakukan pengelolaan potensi yang ada di

LTS antara Tiongkok, Filipina dan Vietnam pada tahun 2005-2008. Santamaria

juga menambahkan beberapa saran atau rekomendasi untuk pemerintahanFilipina

dalam melakukan kerjasama di LTS bersama Tiongkok, agar tidak mengalami

kegagalan seperti JMSU (Santamaria, 2018, hal. 2-17).

Perbedaan dengan penelitian ini yakni, pada jurnal yang ditulis oleh Calso

Santamaria lebih menekankan mengenai kegagalan JMSU serta, lebih membahas

mengenai saran-saran yang harus dilakukan Presiden Duterte ketika ingin

melakukan kerjasama untuk menglola LTS bersama Tiongkok agar kerja sama

tersebut tidak gagal sepeti kerja sama JMSU. Sedangkan, pada penelitian ini lebih

11
cenderung membhasa mengenai faktor pendorong Presiden Duterte untuk

melaukan kerja sama bersama Tiongkok di LTS.

Beberapa jurnal diatas, memperlihatkan bagaimana analisis permasalahan

hubungan Filipina dan Tiongkok dalam LTS. Serta, bagaimana sejarah hubungan

Filipina dan Tiongkok sebelum masa kepemimpinan Presiden Duterte. Dengan itu

ini menjadi sangat membantu bagi penulis dalam mengembangkan penelitian.

1.7 Landasan Teori atau Kerangka Konsep

Rational Choice

Landasan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rational Choice.

Dalam pemahaman teori Rational Choice ini, banyak yang telah menyumbangkan

pemahamannya pada teori ini, oleh sebab itu penulis akan lebih fokus terhadap

karya Tom Burns dan Ewa Roszkowska. Dalam jurnalnya „Rational Choice

Theory: Toward a Psychological,Social, and Material Contextualization of

Human Choice Behavior’, Burns dan Roszkowska mencoba untuk meluangkan

pemikiran mereka mengenai teori pilihan rasional, menurut mereka pilihan

rasional merupakan teori yang berfokus pada determinan pilihan individu dan

metode penggabungan dengan perilaku yang didasari pada keputusan aktor

individu. Sebenarnya, teori ini biasanya dipakaidalam model ekonomi yang biasa

disebut Homo Oeconomicus yang artinya mereka merupakan orang yang rasional

dan cenderung lebih mementingkan diri sendiri (Burns & Roszkowska, 2016, hal.

196).

12
Dalam teori pilihan rasional ini juga digunakan untuk menemukan cara yang

dianggap terbaik untuk mencapai sebuah tujuan tertentu, dan teori ini juga lebih

spesifik dalam menghadapi situasi dalam mengambil keputusan seorang aktor

dengan mempertimbangkan beberapa cara alternatif yang dianggap minim

konsekuensi. Teori ini juga berpandangan bahwa aktor sudah mengetahui semua

alternatif serta konsekuensi yang bakal didapat dan juga memikirkan hasilnya di

masa depan. (Burns & Roszkowska, 2016, hal. 196).

Selain itu, teori ini juga lebih menekankan sifat yang ada di aktor tersebut

dan kemampuan dalam membuat keputusan dengan memperhitungkan cost and

benefit (Burns & Roszkowska, 2016, hal. 197). Burns dan Roszkowska

menyebutkan beberapa varian asumsi yang ada di dalam teori pilihan rasional,

yakni;

1) Aktor atau agen yang lebih kolektif dalam situasi pengambilan keputusan

yang mengidentifikasikan atau menentukan tindakan atau urutan tindakan

alternatif. Serta, daftar pilihannya dalam situasi keputusan sudah

diurutkan.

2) Aktor sudah mengetahui semua konsekuensi yang dihasilkan dari

alternatif-alternatif yang sudah ada,seperti mengetahui hasil atau imbalan

dari cara alternatif yang dipilih.

3) Aktor sudah memiliki preferensi diantara opsi preferensi yang ada,

dengan memilih preferensi yang paling konsinsten. Dalam varian ketiga

ini juga mengasumsikan bahwa konsekuensi juga dapat dibandingkan

dengan preferensi yanglain atau utilitas subjektif.

13
4) Aktor menerapkan prosedur keputusan atau memilih cara yang dianggap

paling alternatif untuk memaksimalkan keuntungan bersih dari tindakan

tersebut (Burns & Roszkowska, 2016).

Teori Rational Choice, dimotivasi oleh kepentingan dari diri aktor itu

sendiri yang sudah mengindentifikasikan konsekuensi tersebut. Aktor juga

menilai atau telah membedakan cost and benefit dari tindakan alternatif atau hasil

yang akan mereka dapatkan. Selain itu, aktor juga menggunakan tahapan-tahapan

untuk memperoleh keputusan yang akan mereka ambil dengan memaksimalkan

atau mengoptimalkan utilitas (Burns & Roszkowska, 2016, hal. 199).

Pada teori ini memiliki sembilan variable yaitu context, actor, principle of

action, motivation and values, sacrality or deep values and morality, norms,

institutions, cognitive framework, cognitive-evaluative capabilities (Burns &

Roszkowska, 2016, hal. 204). Tetap, pada penelitian ini penulis hanya mengambil

lima varibel yaitu context, principle of action, motivation and values, cognitive

framework, dan cognitive-evaluative capabilities. hal ini dikarekan kelima

variable tersebut sudah mencakup kesembilan variabel. Pada variabel motivation

and values, norms dan sacrality or deep values and morality memiliki maksud

yang sama. Pada pembahasan variable institutions, penulis menggambungkan di

variabel cognitive framework.

Teori Rational Choice, akan digunakan untuk menganalisis keterkaitan

antara hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan Filipina dalam sengketa

LTS pada masa kepemimpinan Duterte. Teori ini, sangat erat kaitannya dengan

latar belakang Duterte dalam mengeluarkan kebijakan yang berbeda pada masa

pemerintahan sebelumnya. Perbedaan yang dialami pada pemerintahan yang baru

14
ini membuat banyak pertanyaan-pertanyaan publik terkait kebijakan Filipina

dalam sengketa LTS yang mengalami perubahan pasca Presiden Aquino.

Kebijakan yang sebelumnya lebih tegas tetapi berubah menjadi kebijakan

diplomatik yakni, pada kepemimpinan Duterte lebih memilih untuk

menyelesaikan sengketa LTS dengan cara diplomatik, damai dan memilih untuk

mengelola potensi di LTS secara bersama dengan Tiongkok.

Jika dilihat dari apa yang sudah dilakukan oleh Presiden Filipina saat ini

melalui teori Rational Choice ini, tentu Rodrigo Duterte sebagai Presiden Filipina

merupakan aktor disini yang mengubah sebuah kebijakan Filipina dalam sengketa

LTS. Kebijakan Filipina yang sebelumnya diketahui lebih agresif dalam

menangani kasus LTS tetapi pada masa kepemimpinan Duterte terlihat lebih

santai dalam menanggapinya. Dalam penulisan penelitian ini, menggunakan teori

Rational Choice agar bisa lebih banyak mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi

Presiden Duterte dalam membuat kebijakan luar negeri.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini akan menggunakan metode penelitian dengan metode

kualitatif. Metode penelitian kualitatif juga, mengkonstruksi realitas dan

memahami makna. Penelitian kualitatif ini juga memperhatikan proses peristiwa.

Metode penelitian kualitatif menggunakan logika yaitu, teori dan hipotesa diuji

logika sebab dan akibat. Desain kualitatif yang bersifat statis digunakan melalui

adanya penetapan konsep, variabel penelitian serta hipotesis. Metode penelitian

15
kualitatif ini juga lebih mengutamakan penggunaan logika induktif dengan

kategorisasi yang diciptakan dari penemuan penelitian dengan informasi di

lapangan atau bisa juga dengan data-data yang ditemukan (Somantri, 2005, hal.

2)

1.8.2 Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah aktor yang melakukan perubahan kebijakan

Filipina dalam LTS. Rodrigo Duterte menjadi subjek selain dikarenakan menjadi

aktor utama dari perubahan kebijakan Filipina tersebut, namun juga menjadi hal

yang ingin diteliti oleh penulis dalam penelitian ini.

1.8.3 Alat Pengumpul Data

Dalam melakukan pengumpulan data terkait perubahan kebijakan Presiden

Duterte, teknik yang digunakan adalah dengan melakukan studi literatur dengan

cara menelusuri berbagai dokumen-dokumen tertulis seperti, Buku, Jurnal, dan

artikel-artikel yang ada di internet. Dalam mencari artikel terkait studi kasus ini,

yaitu dengan cara mengambil data dari website resmi guna menambah bukti serta

memperkuat argumen pada penelitian ini Penelitian ini sendiri akan mengambil

dari beberapa sumber literatur seperti buku, jurnal, da penelitian.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan data sekunder. Data primer yang akan digunakan adalah data yang berasal

dari laman resmi pemerintahan seperti data dari laman Filipina. Data sekunder

yang akan digunakan ialah tulisan-tulisan akademik dan buku-buku pendukung

yang terkait dengan penelitian ini serta sumber-sumber dari media-media

Internasional.

16
1.8.4 Proses Penelitian

Metode selanjutnya analisis data dari data yang didapat. Teknik dalam

mengelola data yang sudah didapatkan akan di analisis dengan beberapa tahapan

yaitu dengan melakukan kajian studi kasus dengan data yang sudah ditemukan.

Hal itu dilakukan guna memperdalam materi yang dilakukan dengan cara

membaca isi masing-masing sumber agar bisa menemukan gagasan. Setelah itu

tahap selanjutnya adalah pencatatan hasil kajian dan hasil bacaan agar gagasan

yang muncul tersebut dapat disimpan.

Tahap selanjutnya adalah pembagian materi-materi hasil kajian yang

berdasarkan catatan dengan membagi menjadi beberapa sub-bab yang akan

menjadi bagian dari pembahasan terkait penelitian berdasarkan metode dari buku

penelitian (Creswell, 2014, hal. 3). Selanjutnya adalah penjelasan dengan

melakukan deskripsi dari hasil pembagian dari sub-bab terkait. Dan dalam

langkah terakhir adalah hasil pemikiran atau interpretasi dari temuan dan deskripsi

yang terkait yang akan membuat sebuah kesimpulan sebagai hasil dari penelitian.

17
BAB II

AKTIVITAS PRESIDEN DUTERTE DI LAUT TIONGKOK SELATAN

Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai tindakan–tindakan

yang sudah dilakukan Duterte di LTS yaitu adanya perubahan kebijakan Filipina

yang dilakukan pada masa kepemimpinan baru Duterte dalam perubahan aliansi,

dan perkembangan kerjasama Filipina dengan Tiongkok mengenai LTS.

2.1 Transformasi Kebijakan Filipina dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan

Dalam masa pergantian Presiden Filipina pada pertengahan tahun 2016

lalu, membawa perubahan terhadap kebijakan Filipina dalam penyelesaian

sengketa LTS yang berkepanjangan. Perubahan kebijakan dibawah Presiden baru

Filipina Rodrigo Duterte ini mengeluarkan kebijakan yang bertolak belakang

dengan kebijakan Presiden Benigno Aquino III. Kebijakan Presiden sebelumnya

bersikap keras untuk mengecam klaim Tiongkok. Filipina sekarang dalam

sengketa LTS ini lebih memilih untuk melakukan kerjasama bersama dengan

Tiongkok dalam mengeksplorasi potensi yang ada di LTS. Sebelumnya, pada

masa kampanye Duterte yang pada saat itu posisinya ketika masih menjadi calon

Presiden Filipina berjanji akan menyelesaikan konflik LTS dan mengibarkan

bendera Filipina di LTS (Heydarian, 2016).

Pada pertengahan 2016, Filipina mendapatkan ancaman dari Tiongkok,

ancaman ini berupa ancaman perang yang akan dilakukan Tiongkok jika, Filipina

berupaya menekankan keputusan PAI dan melakukan pengeboran minyak di

kawasan LTS. Ancaman yang berasal dari Tiongkok ini akan menjadikan kondisi

kedua negara ini semakin memanas di LTS (Mogato, 2017). Setelah adanya

18
ancaman dari Tiongkok dan sebelum pada akhirnya Duterte memutuskan untuk

melakukan kerjasama dengan Tiongkok, Duterte mengatakan:

“In the play of politics, now, I will set aside the arbitral
ruling. I will not impose anything on China” (South China
Morning Post, 2016)

Duterte akan mengesampingkan hasil keputusan arbitrase internasional

yang dikeluarkan pada pertengahan Juli 2016, untuk tidak memaksa Tiongkok

mematuhi hasil keputusan guna memperbaiki hubungan antara Filipina dengan

Tiongkok. Dengan pernyataan tersebut Presiden Duterte bermaksud untuk

mengubah manajemen penyelesaian LTS (South China Morning Post, 2016).

Pada bulan Mei 2017, Duterte mengadakan kunjungan ke kapal-kapal

perang Tiongkok yang tiba di kota Davao, Filipina. Hal ini dilakukan untuk

pembangunan rasa kepercayaan diri dan niatan yang baik antara Filipina dan

Tiongkok. Disamping itu juga, kunjungan ini dilalukan sebagai bentuk gerakan

pribadi yang dilakukan Duterte, dimana kunjungan yang dilakukan Duterte

tersebut membuktikan keputusannya dalam mengesampingkan hasil arbitrase

internasional lalu (Zhihao, 2017)

Dalam mengesampingkan hasil keputusan arbitrase internasional, Duterte

berpendapat dalam sebuah artikel yang dimuat oleh South China Morning Post:

“The Philippines and other nations are helpless to stop the


island-building, so there is no point challenging China in
diplomatic and legal circle” (South China Morning Post,
2017)
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa Duterte yakin bahwa negara-

negara tidak ada yang bisa menghentikan aktifitas Tiongkok dalam pembangunan

pulau di LTS dan menurut Duterte tidak ada gunanya dalam menantang Tiongkok

19
secara diplomatik maupun hukum, karena Tiongkok tidak akan mau untuk

menaati atau mengikuti peraturan yang ada (South China Morning Post, 2017).

Pernyataan yang dilontarkan Presiden Duterte, membuat banyak pihak

terkejut. Presiden Duterte semakin membenarkan niatnya dalam mengubah

manajemen pengelolaan konflik LTS, Duterte berpendapat bahwa solusi yang

tepat dalam kasus ini adalah melakukan perjanjian bersama Tiongkok untuk

eksplorasi memanfaatkan potensi yang ada di LTS. Dengan cara ini juga dapat

membantu Filipina untuk memanfaatkan SDA di LTS. (South China Morning

Post, 2018). Dalam artikel itu juga Presiden Duterte menambahkanbahwa jika

terjadinya perang antara Tiongkok dan Filipina di LTS maka, Filipina tidak akan

mampu untuk melawan Tiongkok, meskipun Filipina mempunyai negara aliansi

yang besar seperti Amerika Serikatdengan kekuatan militer yang kuat. Duterte

juga berpikir dan mengatakan bahwa tidak ada yang dapat menjamin Amerika

Serikat akan di pihak Asia Tenggara ketika terjadinya perang. Pernyataan yang

dilontarkan ini juga menegaskan bahwa Presiden Duterte ingin mengambil jalan

yang aman dimanakemampuan yang dimiliki Filipina dalam bidang militer masih

dianggap belum cukup untuk melawan militer Tiongkok dalam peperangan (South

China Morning Post, 2018).

2.2 Kurangnya Kepercayaan Duterte terhadap Amerika Serikat dan

Tingginya Kepercayaan terhadap Tiongkok

Pada Oktober 2016, Presiden Duterte mengatakan bahwa Filipina akan

mengurangi atau tidak akan lagi mengambil bagian dari kerjasama patroli

angkatan laut antara Amerika Serikat dan Filipina di LTS (AFP, 2017). Hal ini

20
menjadi salah satu upaya Filipina agar kerjasama untuk eksplorasi bersama

Tiongkok di LTS bisa berjalan lancar. Melihat pada masa kepemimpinan

terdahulu ini sangat berbeda dimana, pada kepemimpinan sebelumnya Amerika

Serikat sering hadir untuk melakukan patroli di LTS. Tindakan Presiden Duterte

untuk tidak lagi melakukan kerjasama patroli bersama Amerika Serikat ini juga

sebelumnya sudah di direncanakan atau dibicarakan Duterte pada awal ia

menjabat sebagai Presiden Filipina. Hal ini dilakukan karena AS tidak mampu

untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Filipina dalam menyelesai konflik

yang ada di kawasan Filipina khususnya pada permasalahan konflik LTS. Adanya

rasa ketidak percayaan Presiden Duterte dengan Amerika Serikat juga meningkat

saat AS mengkritik mengenai “perang narkoba” yang dilakukan Presiden Duterte.

Hal ini yang membuat Presiden Duterte lebih memilih untuk mempererat

hubungan diplomatik dengan Tiongkok yang mendukung kebijakannya (Sims,

2016).

Dalam menjalankan kerjasama dengan Tiongkok, Presiden Duterte

memiliki rasa kepercayaan yang besar terhadap Tiongkok. Presiden Duterte

mengungkapkan rasa kepercayaannya pada Tiongkok dalam pidatonya pada acara

pidato peletakan batu pertama di dua jembatan yang didanai oleh Tiongkok di

Manila. Presiden Duterte mengatakan bahwa dalam menjalin kerjasama dengan

Tiongkok, ia percaya Tiongkok akan bersikap adil dan saling menguntungkan

kedua pihak. Hal ini membuat banyaknya kritik yang didapatkan Presiden Duterte

terkait tingginya rasa kepercayaan terhadap Tiongkok (Placido, 2018). Banyaknya

kritikan diterima oleh Presiden Duterte tidak mempengaruhi kepercayaan terhadap

Tiongkok, hal ini dibuktikan dengan ada kepercayaan Duterte dengan Tiongkok

21
dimasan depan. Presiden Duterte percaya dimasa depan publik akan menyadari

bahwa Tiongkok merupakan negara tetangga yang baik (Placido, 2018). Rasa

kepercayaan ini tumbuh sejak Presiden Duterte mendapatkan dukungan dari

Tiongkok dalam aksinya untuk memberantas narkoba.

Kepercayaan yang tertanam di pemikiran Presiden Duterte ini semakin

meyakinkan bahwa pilihannya untuk melakukan kerjasama dengan Tiongkok

merupakan hal yang benar. Pengalihan kepercayaan dari AS ke Tiongkok ini

bertujuan untuk menjalin dan meningkatkan kembali hubungan bilateral antara

Filipina dan Tiongkok. Keinginan ini diwujudkan dalam bentuk kunjungan yang

dilakukan Presiden Duterte pada bulan Oktober 2016 lalu. Melalui kunjungan

tersebut, Filipina berharap dapat menjadikan Tiongkok sebagai negara sahabat

dalam memulai kerjasama yang dianggap dapat menguntungkan kedua negara

dalam berbagai bidang. Setelah melakukan kunjunganya pada Oktober 2016 lalu,

hubungan kedua negara ini semakin terlihat harmonis.

2.3 Perkembangan Kerjasama Filipina dan Tiongkok dalam Sengketa Laut

Tiongkok Selatan

Pada akhir 2016 lalu, Presiden Duterte mengadakan kunjungan ke

Tiongkok, sebagai langkah awal peningkatan hubungan kedua negara.

Kunjungan tersebut menandakan kerenggangan hubungan Filipina dengan sekutu

lama yakni Amerika Serikat. Dalam beberapa tahun terakhir, pada masa

pemerintahan Presiden sebelumnya hubungan antara Filipina dan Tiongkok tidak

cukup baik atau bisa dikatakan tidak harmonis. Hubungan Tiongkok dan Filipina

ini sudah pernah mencapai hingga titik terendah ketika pada bulan Juli 2016,

22
dimana keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan arbitrase internasional (PAI)

ini diumumkan dan dalam keputusan tersebut pengadilan menyatakan bahwa

Tiongkok tidak memiliki hak atas LTS. Dengan itu, Filipina memiliki hak untuk

meminta pemerintah Tiongkok menghentikan aktifitas yang sudah dilakukan di

LTS (Hunt, Rivers, & Shoichet, 2016).

Mengenai hasil dari PAI pada tahun 2016, dengan adanya gugatan yang

dilayangkan Filipina pada tahun 2013, merupakan hal yang baik bagi Filipina

dalam memanfaatkan hasil keputusan dari PAI guna menekan pemerintahan

Tiongkok untuk mematuhi keputusan yang sudah dikeluarkan oleh PAI. Akan

tetapi, dengan adanya sebuah kesempatan ini tidak dimanfaatkan Presiden Duterte

sebagai Presiden Filipina yang baru. Presiden Duterte lebih memilih untuk

menolak atau mengesampingkan keputusan dari PAI. Hal ini dilakukan karena

Tiongkokingin memberikan penawaran investasi dalam pembuatan kereta api di

Filipina. Tawaran ini dapat mengubah pendirian Duterte atas sengketa LTS dan

tidak memilih penyelesaian dengan pendekatan multilateral dalam menyelesaikan

LTS seperti yang dilakukan pada masa kepemimpinan sebelumnya (Krejsa, 2016).

Dalam acara The Joint Statement of the Republic of the Philippines and the

People’s Republic of China issued, yakni kunjungan Presiden Duterte ke

Tiongkok pada bulan Oktober 2016, merupakan awal mula dari perubahan

kebijakan Filipina pada LTS, walaupun pada pertemuan tersebut Presiden Duterte

dan Presiden Xi Jinping tidak membahas sengketa LTS secara spesifik (Hunt,

Rivers, & Shoichet, 2016).

23
Dalam pertemuan di atas menghasilkan salah satu isi kesepakatan yakni:

“Both sides exchange views on issues regarding the South


China Sea. Both sides affirm that contentious issues are not
the sum total of the Philippines-China bilateral relationship.
Both sides exchange views on the importance of handling the
disputes in the South China Sea in an appropriate manner.
Both sides also reaffirm the importance of maintaining and
promoting peace and stability, freedom of navigation in and
over-flight above the South China Sea, addressing their
territorial and jurisdictional disputes by peaceful means,
without resorting to the threat or use of force, through
friendly consultations and negotiations by sovereign
statesdirectly concerned, in accordance with universally
recognized principles of international law, including the
Charter of the United Nations and the 1982 UNCLOS.”
(Department of Foreign Affairs, 2016).

Kedua negara ini sepakat untuk membahas lebih lanjut pendekatan yang

dapat diterima oleh kedua pihak, dimana kedua negara ini juga saling bertukar

pandangan mengenai pentingnya penanganan di LTS dan menangani insiden serta

perselisihan yang pernah terjadi di LTS antara kedua negara. Kesepakatan ini juga

bisa menjadi sesuatu hal yang penting dalam menjaga dan mempromosikan

perdamaian dan stabilitas di kawasan LTS. Filipina dan Tiongkok juga

mengatakan bahwa isu kontroversial yang ada di LTS tidak mengganggu

hubungan bilateral mereka. Dalam pertemuan ini kedua negara ini mengatakan

akan menangani sengketa LTS dengan cara damai, menyelesaikan masalah tanpa

adanya kekerasan dan ancaman, dan juga mengadakan konsultasi persahabatan

serta negosiasi dengan negara-negara yang bersangkutan secara langsung dan

sesuai dengan prinsip yang ada pada Hukum Internasional dan UNCLOS 1982

(Department of Foreign Affairs, 2016).

24
Kunjungan yang dilakukan Presiden Duterte ini juga sebagai ajang untuk

membuka kembali diskusi bilateral mengenai klaim LTS yang menjadi salah satu

masalah antara Filipina dan Tiongkok, yang sebelumnya pada tahun 2012 diskusi

ini telah ditutup oleh mantan Presiden Filipina Benigno Aquino III. Membuka

kembali diskusi bilateral ini diharapkan akan menjadi sebuah hal yang baik bagi

hubungan bilateral antara kedua negara dan dalam pertemuan ini, Filipina dan

Tiongkok akan mengadakan diskusi mengenai masalah pertahanan dan keamanan

yang lebih luas lagi (Perlez, 2016).

Setelah kunjungan yang dilakukan Presiden Duterte pada tahun 2016 ini

mulai memperlihatkan kedekatan Tiongkok dan Filipina, salah satu buktinya yaitu

peningkatan hubungan antara kedua negara dimana adanya perubahan kebijakan

Filipina dalam sengketa LTS. Perubahan kebijakan pada masa kepemimpinan

Duterte ini menuai banyak pertanyaan publik terkait motif dari perubahan

kebijakan tersebut. Perubahan dilakukan oleh Presiden Duterte ini sangat berbeda

dengan masa kepemimpinan Presiden Benigno Aquino III. Dimana Filipina

merupakan sebuah negara yang sangat aktif dalam membantah dan mengecam

klaim yang dilakukan Tiongkok di LTS. Dibawah kepemimpinan Duterte Filipina

menjadi negara lebih lunak dan memiliki keinginan dalam melakukan kerjasama

untuk eksplorasi SDM yang ada di LTS bersama dengan Tiongkok. Pertemuan

pertama ini juga menegaskan pentingnya dalam menjaga dan mempromosikan

perdamaian dan stabilitas, kebebasan navigasi di dalam maupun di atas LTS

(Department of Foreign Affairs, 2016).

Rencana untuk melakukan kerjasama bersama Tiongkok ini semakin

menampakan hasil. Hal tersebut terlihat dari beberapa kegiatan Presiden Duterte

25
yang melakukan kunjungan kembali ke Tiongkok lebih tepatnya di Guizhou.

Kunjungan yang dilakukan ini juga menjadi salah satu tahapan awal rencana

kerjasama yang sudah direncanakan sebelumnya oleh Presiden Duterte dan

Presiden Xi Jinping. Kunjungan yangdinamakan The Philippines-China Bilateral

Consultation Mechanism on the South China Sea (BMC) ini dilakukan pada bulan

Mei 2017 di Guizhou. Kedua negara saling bertukar pandangan mengenai isu-isu

yang ada di LTS secara ramah, mendalam dan jujur. Filipina dan Tiongkok juga

menegaskan kembali bahwa adanya komitmen kedua negara untuk meningkatkan

rasa percaya satu sama lain (Department of Foreign Affairs, 2016).

Kedua negara juga melakukan peninjauan mengenai pengalaman mereka

dalam LTS dan kerjasama yang sudah disepakati kedua negara ini untuk

menciptakan suasana yang sehat dan stabil bagi hubungan bilateral Filipina dan

Tiongkok. Pertemuan pertama dari kedua negara dalam BCM ini juga sebagai

ajang dalam diskusi mengenai isu-isu yang termasuk promosi kerjasama maritim

praktis untuk melanjutkan ke tahapan-tahapan selanjutnya dan adanya

kemungkinan kedua negara ini untuk membentuk sebuah kelompok kerja teknis

yang relevan. Dilakukanya pertemuan ini juga, memberikan kelancaran bagi

kerjasama yang sedang dijalani Filipina dan Tiongkok (Department of Foreign

Affairs, 2016).

Adanya pertemuan konsultasi bilateral antara Filipina dan Tiongkok pada

Mei 2017 berjalan dengan lancar dan menghasilkan perkembangan yang baik

dalam hubungan keduanya. Sehingga, pertemuan konsultasi bilateral antara

Filipina dan Tiongkok ini kembali diadakan pada 13 Februari 2018 di Filipina.

The 2nd Meeting of the Philippines - China Bilateral Consultation Mechanism on

26
the South China Sea (BCM) ini dilakukan sebagai langkah akan pentingnya

penyelesaian sengketa berkepanjangan LTS dengan cara yang konsisten dengan

semangat persahabatan kedua negara. Filipina dan juga Tiongkok kini mulai

memfokuskan kepada peningkatan dalam hubungan antara kedua negara sebagai

peluang bagi pertumbuhan kerjasama dalam berbagai bidang (Department of

Foreign Affairs, 2018).

Menurut Alan Peter S. Cayetano sebagai Menteri Luar Negeri Filipina,

BCM sebagai tempat bagi Filipina dan Tiongkok untuk menghilangkan perbedaan

yang ada diantara keduanya dengan cara damai. BCM juga sebagai alat untuk

menunjukan kepadapublik bahwa melalui pertemuan ini, perselisihan dapat

ditangani oleh kedua belah pihak secara damai serta, menggambarkan bagaimana

kerjasama ini dapat menguntungkan kedua negara, walaupun perselisihan di LTS

tidak mudah untuk diselesaikan bersama, Cayetano juga menambahkan bahwa

dengan melakukan kerjasama ini tidak berpengaruh dalam komitmen Duterte

untuk menjaga serta melindungi klaim teritorial negara dan hak maritim Filipina

di LTS (Department of Foreign Affairs, 2018).

Tindakan Duterte yang dilakukan melalui pertemuan BCM, telah

memperlihatkan hasil yang baik dari kebijakan luar negeri Duterte, yakni:

 adanya akses bagi nelayan Filipina di kawasan LTS.

 adanya langkah-langkah untuk semua pihak dalam melindungi

lingkungan dan ekosistem laut di LTS.

27
 adanya komitmen Tiongkok dan semua pihak yang terkait untuk

tidak membangun fitur yang tidak dihuni dengan deklarasi perilaku

di LTS (Department of Foreign Affairs, 2018).

Di samping itu, hasil dari pertemuan BCM juga menghasilkan adanya

kegiatan kembali nelayan Filipina di kawasan Beting Scrborough untuk menjalani

mata pencarian mereka dan secara keseluruhan situasi di LTS juga lebih stabil

dari pada tahun-tahun sebelumnya. Cayetano menambahkan bahwa adanya

perbincangan yang sedang berlangsung anatar kedua negara dan ada tindakan

diplomatik berkelanjutan yang dilakukan Filipina guna melindungi kepentingan

negara di LTS (Department of Foreign Affairs, 2018).

Secara singkat dalam merangkum aktivitas-aktivitas Presiden Duterte di

LTS, dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Aktivitas Presiden Duterte di Laut Tiongkok Selatan

Bulan/ Tahun Aktivitas Presiden Duterte

Oktober 2016 Presiden Duterte melakukan kunjungan dalam acara The Joint
Statement of the Republic of Philippine and the People’s Republic
of China Issued di Tiongkok.

Oktober 2016 Presiden Duterte mulai mengurangi aktivitas angkatan laut Amerika
Serikat untuk melakukan patroli di LTS.

Desember Presiden Duterte menginginkan untuk mengesampingkan hasil


2016 keputusan pengadilan arbitrase internasional tahun 2016, untuk tidak
menggunakan keputusan tersebut dalam menyelesaikan konflik LTS.

28
Mei 2017 Presiden Duterte melakukan kunjungan ke kapal perang Tiongkok di
Davao, Filipina.

Mei 2017 Melakukan pertemuan pertama dalam acara The Philippine-China


Bilateral Consultation Mechanism on the South China Sea
diGuizhou, Tiongkok.

Februari 2018 Melakukan pertemuan untuk kedua kali dalam acara The 2nd Meeting
of Philippine –China Bilateral Consultation Mechanism on the South
China Sea di Filipina

29
BAB III

ANALISIS PERUBAHAN KEBIJAKAN FILIPINA DALAM SENGKETA

LAUT TIONGKOK SELATAN

Berdasarkan pada bab sebelumnya yang membahas mengenai aktivitas

yang sudah dilakukan Presiden Duterte di LTS. Pada bab ini penulis akan

menjelaskan faktor yang melatarbelakangi kebijakan atau aktivitas yang sudah

dilakukan Presiden Duterte dalam sengketa LTS. Faktor pendorong ini meliputi

context, principle of action, motivation and values, cognitive framework, dan

cognitive-evaluative capabilities.

3.1 Context

Konteks dalam analisis kebijakan ini merupakan gambaran permasalahan

yang sedang terjadi dan peluang yang dilihat Presiden Duterte sehingga Presiden

Duterte melakukan perubahan kebijakan Filipina dalam sengketa LTS.

Analisis perubahan dilakukan Duterte ini merupakan kebijakan yang sangat

berbeda dari kebijakan sebelumnya. Kebijakan pada masa Presiden Benigno

Aquino III, cenderung lebih keras dalam menyelesaikan sengketa LTS yang

terjadi antara beberapa negara ASEAN dan Tiongkok. Kebijakan Presiden

Benigno Aquino III terdahulu, lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa

melalui jalur Hukum atau jalur Pengadilan dimana Filipina menggugat Tiongkok

pada tahun 2013. Kebijakan ini dilakukan untuk melawan Tiongkok guna

mematahkan klaim-klaim Tiongkok di LTS (Ndi, 2016, hal. 13). Pada

pertengahan 2016, Filipina mengalami pergantian Presiden Benigno Aquino III ke

Presiden Duterte. Kebijakan Filipina dalam sengketa LTS ini juga mengalami

30
perubahan pada masa pemerintahan Presiden Duterte. Naiknya Duterte sebagai

Presiden Filipina yang baru, diharapkan dapat menyelesaikan sengketa LTS.

Harapan ini juga didasari pada janji Presiden Duterte untuk segera menyelesaikan

sengketa LTS dan menjunjung tinggi hak kedaulatan Filipina.

Kebijakan yang diambil Presiden Duterte untuk menjalin kerjasama

dengan Tiongkok ini mendapatkan protes dari masyarakat Filipina. Protes yang

terjadi dikarenkana adanya aktivitas Tiongkok di LTS. Protes mengenai kegiatan

pembangunan yang dilakukan Tiongkok membuat banyak masyarakat Filipina

menginginkan Presiden Duterte untuk memanfaatkan hasil keputusan dari

pengadilan arbitrase internasional yang dikeluarkan pada tahun 2016 (Aljazeera

News, 2018). Hasil keputusan tersebut sangat jelas bahwa aktivitas Tiongkok

yang dilakukan di LTS dianggap sebuah pelanggaran. Masyarakat Filipina ini

berfikir bahwa hasil keputusan tersebut dapat menghentikan aktivitas Tiongkok di

LTS. Hasil keputusan PAI juga sebagai modal Filipina untuk menjaga hak

kedaulatan maritim negara. Adanya modal ini, tidak dimanfaatkan baik oleh

Presiden Duterte. Presiden Duterte lebih memilih untuk mengesampingkan hasil

keputusan tersebut. Presiden Duterte lebih memilih untuk menjalankan kerjasama

untuk mengeksplorasi Sumber daya Alam (SDA) yang ada di LTS bersama

dengan Tiongkok (South China Morning Post, 2016).

Perubahan kebijakan tersebut yang menjadi permasalahan di Filipina.

Perubahan tersebut membuat banyak pertanyaan mengenai indikator atau alasan

yang melatarbelakangi perubahan kebijakan Presiden Duterte dalam

menyelesaikan sengketa LTS.

31
Dalam kebijakan ini Presiden Filipina mengambil peluang untuk

memperbaiki hubungan bilateral kepada Tiongkok. Dengan memiliki hubungan

yang baik antar kedua negara Presiden Duterte berpikir akan mendatangkan

keuntungan bagi Filipina dna negara-negara lain tidak dapat menghentikan

Tiongkok di LTS (South China Morning Post, 2016). Hal ini yang membuat

Presiden Duterte memilih untuk menyelesaikan sengekta LTS melalui kerjasama

dengan Tiongkok.

3.2 Princiole of Action

Prinsip dasar dari kebijakan ini yaitu kemanfaatan. Hal ini yang menjadi

faktor utama yang mendorong tindakan tersebut. sehingga, Presiden Duterte

menginginkan untuk melakukan perubahan kebijakan Filipina dalam sengketa

LTS.

3.2.1 Memanfaatkan Sumber Daya Alam di LTS

Kebijakan untuk melakukan eksplorasi pemanfaatan SDA yang ada di

LTS. Kebijakan ini juga yang dianggap dapat membantu Filipina dalam mengatasi

permasalahan krisis SDA Filipina. SDA yang terdapat di LTS, menjadikan

kawasan LTS sebagai kawasan yang menguntungkan bagi negara yang menguasai

LTS. Permasalahan demi permasalahan telah terjadi di kawasan ini, LTS banyak

diperebutkan berbagai negara di sekitarnya. Filipina dan Tiongkok sudah lama

menjadi salah satu negara yang memperebutkan kawasan ini. Pada akhirnya,

kedua negara ini memutuskan untuk menjalin kerjasama guna memanfaatkan

SDA di LTS. Perubahan kebijakan Filipina yang dilakukan Presiden Duterte juga

dikarenakan, adanya prediksi bahwa cadangan minyak Filipina akan habis pada

32
tahun 2020 (The Economis, 2018). Selain itu, persediaan gas alam Filipina juga

diprediksi akan habis pada tahun 2030 (Hilario, 2018) .

Prediksi ini membuat pemerintah Filipina untuk mencari cadangan SDA

yang baru untuk mencukupi kebutuhan energi di Filipina. Jika menipisnya

cadangan gas alam dan minyak Filipina, maka membuat Filipina harus

mengimpor gas alam dan minyak. Impor gas alam dan minyak untuk mencukupi

kebutuhan negara, Filipina harus mengeluarkan biaya yang besar untuk impor

SDA dari negara lain. Hal ini menjadi masalah yang serius bagi negara Filipina

dan dibutuhkannya solusi yang tepat untuk menangani masalah tersebut. Presiden

Duterte dalam masalah ini lebih memilih untuk melakukan perubahan baru pada

kebijakan Filipina untuk mengatasi masalah krisis SDA yang akan dialami oleh

Filipina. Adanya kekhawatiran ini juga, menjadi salah satu faktor pendukung

perubahan kebijakan Filipina dalam sengketa LTS. Dengan kekayaan SDA yang

dimiliki LTS diperkirakan ada sekitar 900 triliun kaki kubik cadangan gas alam

dimana jumlah tersebut juga setara dengan cadangan minyak yang dimiliki Qatar.

Kemudian, adanya cadangan minyak sebanyak 28 miliar barel menurut

Lembaga Informasi Energi Amerika (Energy Information Administration --EIA)

(Roza, Nainggolan, & Muhamad, 2013, hal. 86).

Memanfaatkan SDA yang ada di LTS ini juga menjadi sebuah

tantangantersendiri untuk Filipina, dimana dalam pemanfaatan SDA yang

terbilang banyak membutuhkan teknologi dan pendanaan keuangan yang besar

juga untuk dapat menikmati hasil SDA di kawasan LTS. Filipina sendiri terbilang

cukup minim dalam hal keuangan dan kurangnya teknologi yang canggih yang

dapat digunakan untuk melakukan pengeboran di LTS (Lee-Brago, 2018). Hal ini,

33
juga yang menjadi salah satu tindakan Presiden Duterte untuk melakukan

eksplorasi pemanfaatkan di LTS. Kemajuan teknologi dan ekonomi Tiongkok

yang terbilang sudah mampu untuk melakukan pengeboran di LTS ini dapat

dimanfaatkan bagi Filipina untuk merangkul Tiongkok dalam kerjasama

memanfaatkan potensi di kawasan LTS.

3.3 Motivation and Value

Motivasi dan Nilai dalam analisis ini juga berpengaruh dalam cara berpikir

Presiden Duterte dalam mempertimbangkan segala sesuatunya untuk

mengeluarkan kebijakan yang dianggap akan menghasilkan keuntungan bagi

Filipina.

3.3.1 Motivation

Motivasi dalam perubahan kebijakan Presiden Duterte ini dipengaruhi dari

beberapa motivasi. Salah satu motivasi adanya perubahan tersebut merupakan

keinginan Presiden Duterte untuk menarik investor Tiongkok ke Filipina.

3.3.1.1 Menarik Investor Tiongkok ke Filipina

Motivasi Presiden Duterte menarik Investor Tiongkok untuk berinvestasi di

Filipina adalah salah satu keinginan dan tujuan Presiden Duterte dalam perubahan

kebijakan Filipina dalam sengketa LTS. Menarik investor Tiongkok ini, guna

membantu pengembangan Filipina pada beberapa sektor dan ketidak percayaan

kepada AS (Santamaria, 2018, hal. 3). Di samping itu, adanya perubahan

kebijakan yang dilakukan Presiden Duterte ini dapat membuat investor Tiongkok

semakin percaya untuk menanamkan saham mereka di Filipina. Kemudian, ini

juga dibuktikan keterbukaan Filipina pada Tiongkok dalam mempererat hubungan

34
bilateral Filipina dan Tiongkok semakin membantu menciptakan kepercayaan

para investor Tiongkok.

Memiliki hubungan yang baik dengan Tiongkok, Presiden Duterte percaya

akan menghasilkan hasil yang baik bagi Filipina seperti, investasi proyek dan

pembangunan infrastruktur di Filipina. Hal itu saat ini sangat dibutuhkan Filipina

dalam pembangunan infrastruktur domestik yang dapat membantu memajukan

Filipina dengan infrastruktur yang bagus.

3.3.2 Value

Nilai yang dianut Presiden Duterte juga menjadi salah satu faktor

pendorong perubahan kebijakan Filipina. Ada beberapa nilai yang dianut Presiden

Duterte, nilai ini yang dianggap menjadi dasar dari pemikiran Presiden Duterte

dalam mengambil kebijakan seperti nilai Independent dan Nasionalism.

3.3.2.1 Independent

Presiden Duterte mendeklarasikan “Independent Foreign Policy” pada

awal kepemimpinannya sebagai Presiden Filipina (Castro, 2016, hal. 140).

Kemandirian yang ditanamkan dalam diri seorang Presiden Duterte ini juga

menjadi salah satu dasar pemikiran dalam mengambil kebijakan. Keinginan untuk

tidak meneruskan kebijakan Presiden Aquino yang melibatkan lembaga atau

badan Hukum dalam permasalahan Filipina, menjadi salah satu alasan Presiden

Duterte mengambil tindakan untuk mengesampingkan hasil keputusan arbitrase

internasional. Hal ini, dilakukan dikarenakan Presiden Duterte tidak tertarik atau

tidak mau untuk melibatkan lembaga atau badan hukum seperti pengadilan

arbitrase internasional dan ASEAN yang dapat berperan mediasi dalam masalah

35
LTS (Santamaria, 2018, hal. 3). Presiden Duterte menginginkan untuk

menyelesaikan segala permasalahan negara dengan cara sendiri, sehingga tidak

adanya campur tangan oleh pihak luar dalam permasalahan Filipina.

Menurut Presiden Duterte negara yang mandiri adalah negara yang dapat

mengeluarkan kebijakannya sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar yang dapat

mempengaruhi kebijakan suatu negara. Kemudian, Presiden Duterte juga merasa

kurangnya minatnya terhadap pemain luar seperti Amerika Serikat (Santamaria,

2018).

3.3.2.2 Pragmatisme

Nilai yang dianut seseorang akan berpengaruh kepada cara berpikir

seseorang, hal ini juga terjadi pada Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. Presiden

Duterte menganut nilai pragmatisme. Sebelum menjabat menjadi Presiden

Filipina, ia terlebih dahulu menjabat sebagai walikota salah satu kota di Filipina

yaitu Davao sejak 1988. Setelah menjabat sebagai walikota kini Duterte menjabat

sebagai Presiden Filipina sejak Juli 2016. Menjabat sebagai Presiden Filipina,

Duterte memiliki tanggung jawab yang besar dimana, pada awal jabatannya

Presiden Duterte harus menyelesaikan konflik dengan Tiongkok pada sengketa

LTS yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Presiden Benigno Aquino III.

Penyelesaian melalui cara Presiden Aquino dengan melibatkan badan Hukum,

yakni Presiden Aquino lebih memilih mencari pihak ketiga dalam sengketa LTS

dengan Tiongkok. Hasil keputusan arbitrase internasional diumumkan ketika

Presiden Duterte baru menjabat sebagai Presiden Filipina.

36
Sebelumnya, Presiden Aquino meminta Presiden Duterte untuk

melasnjutkan kebijakannya untuk menekan Tiongkok untuk mematuhi hasil dari

PAI. Pada saat hasil PAI, Tiongkok memberikan sebuah ancaman perang kepada

Filipina. Dengan adanya perang dari Tiongkok, Presiden Duterte lebih memilih

untuk diam dan menjalin negosiasi dengan Tiongkok karena percaya dengan

melakukan negosiasi merupakan cara dalam menghindari perang. Hal ini,

dilakukan dikarenakan Presiden Filipina menyadari ketidakmampuan Filipina

dalam berperang dengan Tiongkok dan dikarenakan Presiden Duterte lebih fokus

kepada peningkatan perdagangan dan ekonomi hubungan dengan Tiongkok.

Adanya keinginan untuk memperdalam hubungan bilateral dengan Tiongkok.

Presiden Duterte lebih memilih untuk melakukan kerjasama dengan negara-negara

lain ketimbang harus berperang dengan negara lain yang hanya akan mendapatkan

kerugian yang besar satu sama lain (Wong, 2017, hal. 2).

3.4 Cognitive Framework

Kerangka kognitif merupakan gabungan informasi lengkap dan

pengetahuan penuh mengenai situasi pilihan aktor, alternatif dan hasil akhir dari

tiap pilihan. Jadi, variabel ini membahas mengenai informasi lengkap kedua

alternatif Presiden Duterte dalam menyelesaikan sengketa LTS dengan Tiongkok.

Dalam variabel ini juga sedikit membahas mengenai institusi yang mendukung

kebijakan Presiden Duterte.

Presiden Duterte memilih untuk melakukan kerjasama dengan Tiongkok.

Hal ini dilakukan karena Presiden Duterte lebih fokus kepada peningkatan

perdagangan dan ekonomi hubungan dengan Tiongkok kemudian adanya

37
keinginan untuk memperdalam hubungan bilateral dengan Tiongkok. (Wong,

2017, hal. 2). Hasil yang ingin didapatkan Presiden Duterte yakni peningkatan

hubungan bilateral Filipina dan Tiongkok serta peningkatan investasi dengan

Tiongkok. Mengambil tindakan dalam mengeluarkan kebijakan untuk eksplorasi

SDA yang berada di LTS, Presiden Duterte pada dasarnya mempunyai peluang

besar untuk mewujudkan kerjasama tersebut. Terlihat dari adanya dukungan oleh

dua majelis kongres Filipina dan adanya dukungan dari pengadilan yang dapat

membantu dalam mengatasi hambatan dari legislatif, serta adanya dukungan

hukum untuk mengatur pembangunan kerja sama tersebut. Kemudian, proses

dalam reformasi konstitusional pada dasarnya sudah dibuat dan hal ini akan

dipercayakan akan membantu dan mendukung kebijakan Presiden Duterte

tersebut. Dengan adanya dukungan ini menjadi modal Presiden Duterte untuk

segera mewujudkan kerjasama di LTS dengan Tiongkok (Santamaria, 2018, hal.

4). Kerja sama ini dianggap akan menghasilkan keuntungan untuk Filipina dengan

peluang hubungan bilateral yang membaik dan adanya bantuan-bantuan serta

pinjaman yang datang dari Tiongkok.

Pada pilihan alternatif lain yaitu dengan melanjutkan kebijakan Benigno

Aquino III untuk memanfaatkan hasil keputusan arbitrase internasional.

Kebijakan Presiden Benigno Aquino III terdahulu, lebih memilih untuk

menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum atau jalur pengadilan dimana

Filipina menggugat Tiongkok pada tahun 2013. Kebijakan ini dilakukan untuk

melawan Tiongkok guna mematahkan klaim-klaim Tiongkok di LTS (Ndi, 2016,

hal. 13). Kebijakan ini dianggap akan menyelesaikan masalah Filipina dan

Tiongkok di LTS. Tetapi, jika Presiden Duterte menggunakan alternatif ini

38
vesarnya kemungkinan terjadinya perang antara Filipina dan Tiongkok. Pada awal

hasil dikeluarkan PAI, Tiongkok sudah melayangkan ancaman perang kepada

Filipina (Mogato, 2017). Namun, menurut Presiden Duterte militer Filipina tidak

mampu melawan militer Tiongkok (South China Morning Post, 2018). Sehingga

altrenatif ini yang dihindari Presiden Duterte dikarenakan Presiden Duterte tidak

mau mendapatkan kerugian besar dari perang tersebut.

3.5 Cognitive-evaluative Capabilities

Cognitive-evaluative Capabilities yaitu aktor sudah memperhitungkan

pilihan dengan kebenaran dan sesuai dengan fakta yang ada sehingga setelah

dipilih tidak akan menimbulkan dilema.

Setelah melihat hasil yang dibawa dari kebijakan terdahulu hanya akan

membuat permasalah ini semakin rumit. Sehingga, Presiden Duterte lebih

memilih untuk bekerja sama dengan Tiongkok dan lebih terbuka kepada

Tiongkok. Dengan kebijakan yang Presiden Duterte ambil, Presiden Duterte

melihat akan adanya keuntungan dari kebijakan seperti; peningkatan hubungan

bilateral dengan Tiongkok dan peningkatan FDI Tiongkok di Filipina.

3.5.1 Peningkatan Hubungan Bilateral Filipina dan Tiongkok

Perubahan kebijakan yang dilakukan Presiden Duterte ini didasari adanya

peluang untuk memperbaiki hubungan Filipina dengan Tiongkok. Hubungan

Filipina dan Tiongkok dari beberapa tahun yang lalu mengalami kerenggangan.

Kerenggangan hubungan antara kedua negara ini terjadi pada masa pemerintahan

Presiden Benigno Aquino III. Ketidak harmonisan ini, dikarenakan adanya upaya

Presiden Benigno Aquino III untuk menyelesaikan permasalahan LTS melalui

39
jalur Pengadilan (Tuazon, 2014, hal. 6). Presiden Benigno Aquino III mengajukan

mengenai aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan Tiongkok ke PAI di Den Haag,

Belanda. Upaya yang dilakukan ini juga berdampak pada hubungan keduanya,

dimana upaya ini membuat ketegangan antara kedua negara pada sengketa LTS.

Memanasnya konflik LTS ini berpengaruh juga terhadap hubungan diplomatik

kedua negara. Penurunan hubungan kedua negara ini terlihat dari beberapa

kerjasama yang dilakukan keduanya, dimana penurunan hubungan bilateral

tersebut terjadi pada masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino III. Penurunan

kerjasama antara Filipina dan Tiongkok dapat dilihat pada tabel 2;

Table 2. Tabel Jumlah Perjanjian Filipina dan Tiongkok Pada Periode


Kepemimpinan Presiden di Filipina.

No. Presiden Jumlah Perjanjian

1 Ferdinand Marcos (1975- 8 Perjanjian


Januari 1986)

2 Corazon Aquino (Februari 3 Perjanjian


1986-Juni 1992)

3 Fidel Ramos (Juli 1992– 3 Perjanjian


Juni 1998)

4 Joseph Estrada (Juli 1998- 8 Perjanjian


pertengahan Januari 2001)

5 Gloria Macapagal Arroyo 61 Perjanjian


(Januari 2001–Juni 2010)

6 Benigno S Aquino III 2 Perjanjian


(Juni 2010–Juni 2016)

7 Rodrigo Duterte (Juni 13 Perjanjian


2016-saat ini)

Sumber: (Arihito, 2017, hal. 959)

40
Tabel diatas menunjukkan jumlah perjanjian antara Filipina dan Tiongkok.

Pada tabel terlihat jelas jumlah perjanjian yang telah ditandatangani kedua

negara, pada masa pemerintahan di bawah Presiden Benigno Aquino III hanya ada

dua perjanjian. Dua perjanjian ini merupakan perjanjian yang disepakati pada

tahun 2011 dan pada masa pemerintahan Presiden Tiongkok Hu Jintao, mengenai

isu-isu kontroversial yang dapat dipisahkan dari sisi hubungan bilateral keduanya.

Selanjutnya yaitu perjanjian mengenai budaya Filipina dan Tiongkok pada tahun

2015, dengan membuat workshop mengenai “Developing Dialogues for Local

Governance Towards Sustainable and Liveable Communities” acara ini

berlangsung pada 13-14 November 2015 (Department of Foreign Affairs, 2015).

Dengan hanya memiliki dua perjanjian, hal ini menunjukkan hubungan kedua

negara yang kurang harmonis. Dalam masalah ini terlihat peluang baru bagi

Presiden Duterte untuk memperbaiki hubungan Filipina dan Tiongkok.

Tabel di atas juga menunjukkan jumlah perjanjian yang dimiliki kedua

negara pada masa pemerintahan Presiden Duterte dimana perjanjian kedua negara

ini mengalami peningkatan dari pada pemerintahan sebelumnya. Masa jabatan

Presiden Duterte yang belum lama ini telah membuahkan hasil yang bagus dalam

perkembangan hubungan Filipina dan Tiongkok. Ada sekitar tiga belas perjanjian

yang telah Filipina dan Tiongkok sepakati pada awal pemerintahan Presiden

Duterte. Berikut tiga belas penjanjian yang sudah ditandatanganin kedua negara

(Ranada, 2016)

1. Agreement on Economic and Technical Cooperation between the


Government of the Republic of the Philippines and the Government of the
People's Republic of China

41
2. Memorandum of Understanding between the National Economic and
Development Authority of the Republic of the Philippines and the National
Development and Reform Commission of the People's Republic of China
for Developing Cooperation on Production Capacity and Investment
3. Memorandum of Understanding between the Department of
Transportation and the Department of Public Works and Highways of the
Republic of the Philippines and the National Development and Reform
Commission of the People's Republic of China on Transportation
Infrastructure Cooperation Project List
4. Memorandum of Understanding between the Department of Trade and
Industry of the Republic of the Philippines and the Ministry of Commerce
of the Government of the People's Republic of China on Strengthening
Bilateral Trade, Investment and Economic Cooperation
5. Memorandum of Understanding between the National Economic and
Development Authority of the Republic of the Philippines and the Ministry
of Commerce of the People's Republic of China on Formulation of the
Development Program for Economic Cooperation
6. Memorandum of Understanding between the Department of Finance of the
Republic of the Philippines and the Ministry of Commerce of the People's
Republic of China on Supporting the Conduct of Feasibility Studies for
Major Projects
7. Action Plan on Agricultural Cooperation between the Department of
Agriculture of the Republic of the Philippines and the Ministry of
Agriculture of the People’s Republic of China 2017-2019
8. Memorandum of Agreement between the State Council Information Office
of the People’s Republic of China and the Presidential Communications
Operations Office of the Government of the Republic of the Philippines on
News and Information Exchange, Training and for other Purposes
9. Memorandum of Understanding between the Department of Agriculture of
the Republic of the Philippines and the General Administration of Quality
Supervision Inspection and Quarantine of the People’s Republic of China
on Cooperation of Animal and Plant Inspection and Quarantine
10. Memorandum of Understanding between the Philippine Coast Guard and
the China Coast Guard on the Establishment of a Joint Coast Guard
Committee on Maritime Cooperation
11. Implementation Program of the Memorandum of Understanding on
Tourism Cooperation between the Department of Tourism of the Republic
of the Philippines and the National Tourism Administration of the
People’s Republic of China 2017-2022
12. Protocol on Cooperation between the Philippines Drug Enforcement
Agency and the Narcotics Control Bureau of the Ministry of Public
Security of the People’s Republic of China; and

42
13. Memorandum of Understanding on Financing Cooperation between the
Export-Import Bank of China and the Government of the Republic of the
Philippines, represented by the Department of Finance

Hal ini juga semakin membuktikan adanya keinginan Presiden Duterte untuk

mempererat kedekatannya dengan Tiongkok. Kemudian, dengan peningkatan

hubungan kedua negara akan semakin membuka peluang Presiden Duterte untuk

menciptakan hubungan persahabatan dengan Tiongkok. Salah satu upaya dalam

memperbaiki hubungan dengan Tiongkok yaitu melalui kerjasama. Melihat,

perkembangan ekonomi Tiongkok yang kini menjadi salah satu negara dengan

perekonomian yang besar, hal ini yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh

Presiden Duterte. Keinginan Presiden Duterte dalam memeprbaiki hubungan

bilateral dengan Tiongkok ini sudah tercapai.

3.5.2 Peningkatan Investasi Tiongkok di Filipina

Tujuan dalam menjalin hubungan bilateral suatu negara tidak lepas dari

masalah ekonomi, hal ini juga menjadi salah satu tujuan Presiden Duterte dalam

mengubah kebijakan Filipina dalam sengketa LTS. Presiden Duterte melihat

peluang ekonomi yang besar ketika memiliki hubungan baik dengan Tiongkok.

Peluang ekonomi merupakan tujuan dari perubahan kebijakan, dengan

dilatarbelakangi adanya keinginan Presiden Duterte untuk memanfaatkan

perekonomian Tiongkok. Peluang Ekonomi ini dapat dimanfaatkan dengan baik

oleh Presiden Duterte.

Perekonomian Tiongkok yang besar membuat Presiden Duterte untuk

lebih mendekatkan diri kepada Tiongkok. Hal ini, juga diperkuat selama masa

43
jabatan Presiden Duterte bahwa Foreign Direct Investment (FDI) dari Tiongkok

mengalami peningkatan di Filipina. Peningkatan FDI Tiongkok ini terbilang

cukup tinggi dari pada FDI pada masa presiden sebelumnya, Presiden Benigno

Aquino III. Peningkatan ini bisa dilihat pada Grafik 1 yang menggambarkan

peningkatan FDI Tiongkok di Filipina pada waktu 21 bulan awal jabatan Presiden

Benigno Aquino III dan Presiden Duterte (Tiglao, 2018).

Grafik 1. Peningkatan FDI Tiongkok di Filipina antara Presiden Benigno


Aquino III dan Presiden Duterte.

1200
1049.8
1000

800

600

400 313.3

200

0
Jumlah Investasi

Pemerintahan Aquino Dalam 21 Bulan Pertama


Pemerintahan Duterte Dalam 21 Bulan Pertama

Sumber: Bangko Sentral NG Pilipinas (Tiglao, 2018)

Seperti pada tabel di atas terlihat perbedaan jauh FDI Tiongkok antara

masa Presiden Duterte dan Presiden Benigno Aquino III. Peningkatan FDI

Tiongkok menjadi salah satu hal yang menguntungkan bagi Filipina untuk

meningkatkan perekonomian negara. Adanya peningkatan FDI Tiongkok di

Filipina juga menjadikan bukti kedekatan hubungan bilateral antara Filipina dan

Tiongkok dimana hal ini juga sebagai bukti dampak positif dari perubahan

kebijakan Presiden Duterte yang melakukan kerjasama untuk memanfaatkan

44
potensi yang ada di LTS. Karena hubungan baik dengan Tiongkok merupakan

salah satu alasan yang melatarbelakangi perubahan kebijakan Filipina yang

dilakukan Presiden Duterte dalam sengketa LTS. Terbukti karena keberhasilan

dalam memanfaatkan keuntungan ekonomi ini berdampak dengan adanya tiga

belas perjanjian dengan transaksi investasi sebesar $ 13,5 miliar, adanya pinjaman

dengan bunga rendah sebesar $ 9 miliar, dan adanya investasi $ 15 juta untuk

rehabilitas narkoba yang diperuntukkan mendukung kampanye anti-narkoba, hal

ini sebagai bentuk dukungan Tiongkok terhadap kebijakan “perang narkoba” yang

dideklarasikan oleh Presiden Duterte. Pendapatan investasi dan pinjaman tersebut

dihasilkan melalui pertemuan The Joint Statement of the Republic of the

Philippines and the People’s Republic of China issued di Beijing pada tahun 2016

(Koty, 2016) .

Di bawah pemerintahan Presiden Duterte juga, adanya investasi Tiongkok

mengenai kebijakan belt and road initiative. Kebijakan Tiongkok ini dimulai

pada tahun 2013, kebijakan ini dilakukan untuk membuka jalur perdagangan luar

negeri yaitu dengan berinvestasi dalam membangun infrastruktur di 100 negara.

Tiongkok melakukan investasi di Filipina juga karena salah satu kota di Filipina

yaitu Davao merupakan kota yang strategis, dimana Davao ditempatkan sebagai

orang-orang Tiongkok untuk melakukan pengiriman sumber daya mineral.

Tiongkok berinvestasi di Filipina dalam upaya pembaruan infrastruktur senilai $

169 miliar, kontrak ini belaku hingga lima tahun pada masa jabatan Presiden

Duterte. Dengan adanya investasi dengan jumlah yang besar ini juga menjadi

sebuah motivasi dari Filipina untuk mendorong lebih banyak lagi investasi

45
Tiongkok di Filipina (Jennings, 2018). Sehingga, investasi Tiongkok ini juga

dapat membantu Filipina untuk mengembangkan infrastruktur.

keuntungan dalam meningkatkan hubungan bilateral dan investasi dengan

Tiongkok merupakan hal penting bagi Presiden Duterte dalam mengembangkan

Filipina, dikarenakan peningkatan hubungan bilateral dan investasi ini dapat

membantu memajukan Filipina dalam berbagai bidang seperti pada bidang

infrastruktur dan ekonomi negara. Kebijakan untuk melakukan kerjasama ini

dinilai Presiden Duterte akan mendatangkan keuntungan yang banyak bagi

Filipina dari pada kerugian yang didapatkan.

Pembahasan dalam bab ini, dapat diambil kesimpulan dalam

mempertimbangkan cost dan benefit. Cost dari kebijakan ini adalah menurunnya

citra Presiden Duterte di kalangan masyarakat Filipina, bahwa masyarakat

berpikir Duterte sebagai Presiden Filipina ini tidak peduli dengan masyarakat

Filipina dikarenakan Presiden Duterte tidak mendengar aspirasi masyarakat untuk

memanfaatkan hasil keputusan arbitrase internasional yang dikeluarkan pada

tahun 2016.

Di samping itu, kebijakan ini dirasa mendatangkan banyak benefit, yakni

keberhasilan Presiden Duterte dalam meningkatkan hubungan bilateral Filipina

dan Tiongkok sehingga Filipina menerima banyak bantuan atau pinjaman dari

Tiongkok serta peningkatan investasi Tiongkok di Filipina dan adanya aktivitas

nelayan Filipina lagi di LTS dimana pada sebelumnya nelayan Filipina dilarang

oleh Tiongkok untuk mencari mata pencarian di wilayah LTS. Selain itu yang

46
menjadi salah satu tindakan Presiden Duterte untuk melakukan eksplorasi

pemanfaatkan di LTS. Kemajuan tekhnologi dan ekonomi Tiongkok yang

terbilang sudah mampu untuk melakukan pengeboran di LTS ini dapat

dimanfaatkan bagi Filipina untuk merangkul Tiongkok dalam kerjasama

memanfaatkan potensi di kawasan LTS. Sehingga Filipina juga akan mendapat

bagian dari SDA di LTS.

Di samping itu juga, Presiden Duterte tidak memperdulikan Tiongkok

akan mematuhi keputusan PAI atau tidak, Presiden Duterte hanya peduli kepada

bantuan keuangan dari Tiongkok, mengamankan aliran pendapatan di masa

depan, dan royalti pemerintah atas minyak dan gas alam dari LTS serta,

membatasi ketergantungan minyak impor untuk memenuhi kebutuhan minyak

Filipina dan meningkatkan keamanan energi Filipina dalam jangka panjang.

Presiden Duterte dalam kebijakannya lebih memilih untuk memanfaatkan

keuntungan semaksimal mungkin dari Tiongkok sehingga pada akhirnya Presiden

Duterte lebih memilih untuk mendekatkan diri dengan Tiongkok dan melakukan

kerjasama dalam eksplorasi SDA di LTS. Kebijakan yang diambil Presiden

Duterte adalah sebuah kebijakan yang tepat dalam menjaga segala kepentingan

Filipina di masa depan.

Dengan keuntungan yang sudah dipaparkan di atas, terlihat benefit lebih

besar didapatkan dari pada cost, sehingga Presiden Duterte lebih memilih untuk

menggunakan kebijakan baru yaitu bekerja sama dengan Tiongkok di LTS yang

dianggap dapat menyelesaikan sengketa LTS dengan Tiongkok.

47
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini telah dijabarkan mengenai faktor yang mempengaruhi

mengapa Presiden Duterte mengambil kebijakan untuk bekerja sama untuk

mengeksplorasi potensi di LTS bersama dengan Tiongkok. Melalui teori Rational

Choice, analisis mengenai faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut dapat

dijawab yang diklasifikasikan berdasarkan lima variabel yakni context, principle

of action, motivation and values, cognitive framework, cognitive-evaluative

capabilities.

Context secara singkat menjelaskan mengenai inti permasalahan dan

peluang yang dilihat Presiden Duterte dalam kebijakan tersebut. principle of

action menjelaskan mengenai prinsip dasar pemikiran Presiden Duterte dalam

kebijakan tersebut. motivation and values menjelaskan mengenai motivasi yang

ingin diraih dan nilai apa yang mempengaruhi pemikiran mengenai kebijakan

tersebut. cognitive framework menjelaskan mengenai informasi lengkap mengenai

kondisi pilihan yang diambil Presiden Duterte. cognitive-evaluative capabilities

menjelaskan mengenai Presiden Duterte sudah mengkakulasikan pilihan yang

diambil Presiden Duterte dengan mempertimbangkan dengan pilihan dan fakta

yang ada dari hasi kebijakan yang diambil.

48
Lima variable tersebut menjawab, bahwa faktr utama dalam perubahan

kebijakan tersebut adalah kepentingan ekonomi, kepentingan ekonomi terhadap

Tiongkok merupaka faktor utama yang mendukung perubahan kebijakan tersebut.

Telihat dari kelima variabel juga menggambarkan bagaimana pemikiran atau

indikator ekonomi mempengaruhi pola pikir Presiden Duterte dalam

memanfaatakan perekonomian Tiongkok untuk mengembangkan kepentingan

ekonomi Filipina.

Kepentingan ekonomi Filipina ini diwujud dengan kebijakan Presiden

Duterte dalam memperbaiki hubungan dengan Tiongkok sehingga ini juga

berdampak bagus ke perekonomian Filipina, contohnya peningkatan FDI

Tiongkok di Filipina dan adanya bantuan dan pinjaman yang dilakukan Tiongkok.

Selain itu, keuntungan yang didapat adanya harapan besar dalam memanfaatkan

SDA di LTS yang akan menjadi cadangan SDA untuk memenuhi kebutuhan

Filipina dalam jangka panjang. Sehingga keinginann Presiden Duterte dalam

memperbaik dan mengembangkan kerjsaam ekonomi dengan Tiongkok tercapai.

Dengan keuntungan yang banyak ini juga menjadi indikator Presiden Duterte

dalam mengambil kebijakan memilih untuk bekerja sama dengan Tiongkok di

LTS

4.2 Saran

Berdasarkan dari hasil kesimpulan penelitian yang tekah di paparkan di

atas. Penulis menyadi bahwa dalam penelitian ini masih banyak keterbatasan yang

menyebabkan kesimpulan dari skripsi ini secara spesifik hanya dapat digunakan

dalam diskusi terkait sengketa LTS. sehingga sebagai tindak lanjut penelitian ini,

49
penulis memberikan saran atau rekomendasi untuk peneliti selanjutnyaagar

melakukan penelitian terkait bagiamana perkembangan mengenai kebijakan

Filipina untuk kerjasama eksplorasi potensi di LTS dengan Tiongkok. Sehingga

dapat lebih memahami bagaimana perkembangan kerjasama tersebut dilakukan.

50
Daftar Pustaka

Acharya, A. (2009). Constructing a Security Community in Southeast Asia;


ASEAN and The Problem of Regional Orde. New York: Routledge.
AFP. (2017, Juli 1). Philippines, US Hold Joint Patrol in Dangerous Waters.
Dipetik September 1, 2018, dari Daily Mail:
https://www.dailymail.co.uk/wires/afp/article-4657176/Philippines-US-
hold-joint-patrol-dangerous-waters.html
Aljazeera News. (2018, Februari 10). Filipinos protest China's build up in
disputed sea. Dipetik Oktober 6, 2018, dari Aljazeera.com:
https://www.aljazeera.com/news/2018/02/filipinos-protest-china-build-
disputed-sea-180210095558354.html
Arihito, B. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Presiden Duterte terhadap Hubungan
Bilateral Filipina dengan Cina. eJournal Ilmu Hubungan Internasional,
959.
BBC News. (2011, juli 21). Sengketa Kepemilikan Laut China Selatan. Dipetik
mei 18, 2018, dari BBC.Com:
http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2011/07/110719_spratlyco
nflict
BBC News. (2013, januari 22). Filipina Bawa China ke Sidang Arbitrase PBB.
Dipetik juli 20, 2018, dari BBC.Com:
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/01/130122_filipina_cina_lautc
inaselatan_pbb
Burns, T., & Roszkowska, E. (2016). Rational Choice Theory: Toward a
Psychological,Social,and Material Contextualization of Human Choice
Behavior. Theoretical Ecomonics Letters, 195-207.
Castro, R. C. (2016). The Duterte Administration‟s Foreign Policy: Unravelling
the Aquino Administration's Balacing Agenda on an Emergent China.
Journal of Current Southeast Asian Affairs, 139-159.
CNN Philippines. (2015, Desember 11). EDCA helpful to PH in S. China Sea row
- retired U.S. admiral. Dipetik juni 29, 2018, dari CNN:
http://cnnphilippines.com/news/2015/12/11/EDCA-helpful-to-PH-in-S.-
China-Sea-row---retired-U.S.-admiral.html
Creswell, J. W. (2014). Research design: qualitative, quantitative, and mixed
methods approaches. California: SAGE Publications, Inc,3.
Department of Foreign Affairs. (2016). Joint Press Release for the First Meeting
of the Philippines-China Bilateral Consultation Mechanism on the South
China Sea. Dipetik September 11, 2018, dari Philippine Department of
Foreign Affairs: https://dfa.gov.ph/dfa-releases/12694-joint-press-release-

51
for-the-first-meeting-of-the-philippines-china-bilateral-consultation-
mechanism-on-the-south-china-sea.
Department of Foreign Affairs. (2015, November 11). Philippine Foreign Affairs
Secretary Albert F.Del Rosario and Chinese Foreign Minister Wang Yi
Hold Bilateral Meeting in Manila. Retrieved November 15, 2018, from
Department of Foreign Affairs: https://www.dfa.gov.ph/dfa-news/dfa-
releasesupdate/7837-philippine-foreign-affairs-secretary-albert-f-del-
rosario-and-chinese-foreign-minister-wang-yi-hold-bilateral-meeting-in-
manila
Department of Foreign Affairs. (2016, Oktober 21). Departement of Foreign
Affairs. Dipetik September 9, 2018, dari Joint Statement of the Republic
og the Philippines and the People's Republic of China.
Department of Foreign Affairs. (2018, Februari 14). Philippines-China Bilateral
Consultation Mechanism Focuses on Cooperation and Collaboration
while Having Frank and Candid Discussions on Issues where the
Philippines and China Disagree. Dipetik September 9, 2018, dari
Departemnt of teh Foreign Affairs: https://dfa.gov.ph/dfa-news/dfa-
releasesupdate/15567-philippines-china-bilateral-consultation-mechanism-
focuses-on-cooperation-and-collaboration-while-having-frank-and-candid-
discussions-on-issues-whe
Heydarian, R. J. (2016, Juni 5). New Dawn for Philippine-China Relations?
Dipetik September 5, 2018, dari Aljazeera.com:
https://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2016/06/dawn-philippine-
china-relations-duterte-160604101429033.html
Hilario, E. (2018, Juni 11). Joint oil exploration in West Philippine Sea is legal.
Dipetik Oktober 2, 2018, dari BusinessMirror.com:
https://businessmirror.com.ph/joint-oil-exploration-in-west-philippine-sea-
is-legal/
Hunt, K., Rivers, M., & Shoichet, C. E. (2016, 10 20). In China, Duterte
Announces Split with US: 'America has Lost'. Dipetik 9 4, 2018, dari
CCN.Com: https://edition.cnn.com/2016/10/20/asia/china-philippines-
duterte-visit/index.html
Jennings, R. (2018, Oktober 31). China Picks Philippine Port to Extend Belt &
Road Into South Seas. Dipetik November 15, 2018, dari Voa News:
https://www.voanews.com/a/china-picks-philippine-port-to-extend-belt-
and-road-into-south-seas/4636932.html
Koty, A. C. (2016, Oktober 21). China-Philippine Relations: Implications for
Foreign Investment. Dipetik Oktober 3, 2018, dari China Briefing:
http://www.china-briefing.com/news/china-philippines-relations-
implications-foreign-investment/

52
Krejsa, H. (2016, Juli 15). Rodrigo Duterte's Turn in the South China Sea. Dipetik
September 7, 2018, dari The Diplomat.com:
https://thediplomat.com/2016/07/rodrigo-dutertes-turn-in-the-south-china-
sea/
Kreuzer, P. (2018). Dealing With China in the South China Sea: Duterte.
Frankfurt am Main: Hessische Stiftung Friedens- und Konfliktforschung.,
18.
Lee, G. H. (2015). An Appraisal of the Joint Development Approch to the South
China Sea Dispute. Prospects and Challenges, 1-2.
Lee-Brago, P. (2018, Juli 27). Cayetano Pushes Philippines-China Joint Oil
Exploration in South China Sea. Dipetik Oktober 2, 2018, dari
Plistar.com:
https://www.philstar.com/headlines/2018/07/27/1837109/cayetano-pushes-
philippines-china-joint-oil-exploration-south-china-sea
Mogato, M. (2017, Mei 19). Duterte says China's Xi Threatened War if
Philippines Drills for Oil. Dipetik September 18, 2018, dari Reuters.com:
https://www.reuters.com/article/us-southchinasea-philippines-
china/duterte-says-chinas-xi-threatened-war-if-philippines-drills-for-oil-
idUSKCN18F1DJ
Ndi, G. K. (2016). Philippines v China: Assessing the Implications of the South
China Sea Arbitration. Australian Journal of Maritim and Ocean Affairs,
1-15.
Nursalikah, A. (2016, Maret 2). Cina Usir Nelayan Filipina dari Laut Cina
Selatan. Dipetik Oktober 5, 2018, dari Republika.co.id:
https://www.republika.co.id/berita/internasional/global/16/03/02/o3ek4y36
6-cina-usir-nelayan-filipina-dari-laut-cina-selatan
Panda, A. (2016, juni 12). International Court Issues Unanimous Award in
Philippines v China Case on South China Sea. Dipetik juli 16, 2018, dari
The diplomat: https://thediplomat.com/2016/07/international-court-issues-
unanimous-award-in-philippines-v-china-case-on-south-china-sea/
Parameswara, P. (2016, maret 16). Philippines’ South China Sea Policy Should
Continue After Aquino: Ex-Foreign Minister. Dipetik juli 16, 2018, dari
The diplomat: https://thediplomat.com/2016/03/philippines-south-china-
sea-policy-should-continue-after-aquino-ex-foreign-minister/
Perlez, J. (2016, Oktober 20). Rodrigo Duterte and Xi Jinping Agree to Reopen
South China Sea Talks. Dipetik September 9, 2018, dari The New York
Times: https://www.nytimes.com/2016/10/21/world/asia/rodrigo-duterte-
philippines-china-xi-jinping.html

53
Placido, D. (2018, Juli 17). Duterte: China will be Fair. Dipetik September 18,
2018, dari ABS-CBN News: https://news.abs-
cbn.com/news/07/17/18/duterte-china-will-be-fair
Pudjiastuti, T. N., & Prayoga, P. (2015). ASEAN dan Isu Laut Cina Selatan:
Transformasi Konflik Menuju Tata Kelola Keamanan Regional Asia
Timur. jurnal penelitian politik, 105.
Rabena, A. J. (2017, Maret 21). Philippines-China Relations: A Deepening
Partnership. hal. 1.
Ranada, P. (2016, Oktober 20). PH, China sign coast guard cooperation pact, 12
other deals. Dipetik November 15, 2018, dari Rappler.com:
https://www.rappler.com/nation/149774-ph-china-sign-coast-guard-
cooperation-pact
Roza, R., Nainggolan, P. P., & Muhamad, S. V. (2013). Konflik Laut China
Selatan dan Implikasinya terhadap Kawasan. Jakarta: Pusat Pengkajian,
Pengelolaan Data dan Informasi (P3DI),4.
Santamaria, C. (2018). Sino-Philippines Joint Development in the South China
Sea: Is Political Will Enough? Asian Politics & Policy, 2-17.
Sims, A. (2016, Oktober 10). Philippines President Rodrigo Duterte Orders US
Forces Out of Country, Cutting 65 years of Military Ties. Dipetik
September 18, 2018, dari Independet:
https://www.independent.co.uk/news/world/asia/rodrigo-duterte-orders-us-
forces-out-of-the-philippines-cutting-65-years-of-military-ties-
a7353961.html
Somantri, G. R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial
Humaniora, Vol. 9, No 2, 2.
South China Morning Post. (2016, Desember 17). Duterte Says He’ll Set Aside
South China Sea Feud Ruling Against Beijing. Dipetik September 15,
2018, dari South China Morning Post:
https://www.scmp.com/news/asia/southeast-asia/article/2055433/duterte-
says-hell-set-aside-south-china-sea-feud-ruling
South China Morning Post. (2017, Mei 1). Duterte Visits Chinese Warships in
Hometown Davao in First Philippines Port Call Since 2010. Dipetik
September 17, 2018, dari South China Morning Post:
https://www.scmp.com/news/asia/diplomacy/article/2092036/duterte-
visits-chinese-warships-hometown-davao-first-philippines
South China Morning Post. (2018, mei 20). Philippines Powerless to Stop
Beijing’s Militarisation of South China Sea, President Duterte says.
Dipetik juli 16, 2018, dari South China Morning Post.Com:

54
https://www.scmp.com/news/china/diplomacy-
defence/article/2146949/philippines-powerless-stop-beijings-militarisation
Staff, CNN Philippines. (2018, juni 1). Duterte Gov't Filed 'dozens' of Protests vs.
China's Activities in South China Sea, Officials say. Dipetik juli 17, 2018,
dari CNN Philippines.Com:
http://cnnphilippines.com/news/2018/05/31/duterte-south-china-sea-
cayetano-roque.html
Thang, N.-D., & Thao, N. H. (2012). China's Nine Dotted Lines in the South
China Sea: The 2011 Ecxhange of Diplomatic Notes Between the
Philippines and China. Ocean Development & International Law, 36-46.
The Economics. (2018, Juni 21). China Has Militarised The South China Sea And
Got Away Wiith It. Dipetik Oktober 2, 2018, dari Economis.com:
https://www.economist.com/asia/2018/06/21/china-has-militarised-the-
south-china-sea-and-got-away-with-it
Tiglao, R. (2018, Juli 16). Duterte’s $1-B Chinese investments three times
Aquino’s $300M. Dipetik Oktober 3, 2018, dari manilatimes.com:
https://www.manilatimes.net/dutertes-1-b-chinese-investments-three-
times-aquinos-300m/416568/
Tuazon, B. M. (2014). The Highs Lows of Philippines-China Relations: Current
Situation and Prospects. the Guangxi Academy of Social Sciences, Institute
of, 1-10.
Velaso, M. A. (2014). Philippines-China Relations: The Case of the South China
Sea (Spratly Islands) Claims. Asia Pacific Journal of Multidisciplinary
Research, 78-84.
Westcott, B. (2018, mei 29). Duterte will 'go to war' over South China Sea
Resources, Minister Says. Dipetik juli 16, 2018, dari CNN.Com:
https://edition.cnn.com/2018/05/29/asia/duterte-cayetano-south-china-sea-
intl/index.html
Wong, A. C. (2017). The Philippines' Relations with China: A Pragmatic
Perspective Under President Duterte. Relazioni Internazionali e
International Political Economy, 2.
Woods, S. (2016). The Sino-Philippine South China Sea Dispute. America
Journal of Chinese Studies, 159-170.
Zao, H. (2014). Sino-Philippines Relations: Moving Beyond South China Sea
Dispute? The Journal of East Asian Affairs, 57-76.
Zhihao, Z. (2017, Mei 2). Chinese Ships Pay Visit to Philippines. Dipetik
September 17, 2018, dari China Daily:
http://europe.chinadaily.com.cn/a/201705/02/WS59bb95a2a310d4d9ab7ea
f31.html

55
Zverev, A. D. (2014). Security and Cooperation in the South China Sea. Russian
Academy of Sciences, 24.

56

Anda mungkin juga menyukai