A KARTINI
NAMA :
AZKA AVRILLIA PUTRI
KELAS VII A
RA. Kartini masuk sekolah dasar eropa atau Europesche Lagere School
(ELS) pada 1885. Anak pribumi yang diizinkan mengikuti pendidikan bersama anak-
anak bangsa Eropa dan Belanda-Indo di ELS hanya anak pejabat tinggi pemerintah.
Meskipun dari kalangan bangsawan, anak perempuan masuk sekolah dan keluar
rumah merupakan langkah yang bertentangan dengan tradisi saat itu, seperti dikutip
dari Pendidikan Feminis R.A. Kartini oleh Irma Nailul Muna.
Sekolah di ELS, Kartini belajar dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Kemampuan bahasanya makin kuat karena rajin membaca buku dan koran
berbahasa Belanda. Kartini juga belajar bercakap dengan bahasa Belanda sambil
bermain dan menerima tamu bangsa Belanda yang datang ke Jepara.
"Tentang putri Hindia yang gagah berani ini telah banyak kami dengar. Saya masih
bersekolah, ketika pertama kali mendengar tentang perempuan yang berani itu.
Aduhai? Saya masih ingat betul: saya masih sangat muda, anak berumur 10 atau 11
tahun, ketika dengan semangat menyala-nyala saya membaca dia di surat kabar.
Saya gemetar karena gembira: jadi bukan hanya untuk perempuan berkulit putih
saja ada kemungkinan untuk merebut kehidupan bebas bagi dirinya! Perempuan
Hindia berkulit hitam, jika bisa membebaskan, memerdekakan diri."
Namun setelah lulus ELS, Kartini dilarang ayahnya melanjutkan pendidikan di HBS
Semarang. Saat itu, tradisi bangsawan mewajibkan anak usia 12 tahun yang sudah
dianggap dewasa untuk dipingit. Saat dipingit, anak perempuan tidak boleh keluar
rumah, termasuk ke sekolah, karena harus menyiapkan diri untuk menikah dan
menjadi ibu rumah tangga. Karena itu, Kartini juga tidak mendapat izin untuk lanjut
sekolah di Belanda seperti tawaran orangtua Letsy, temannya. Ia lalu dipaksa
belajar aturan putri bangsawan, seperti berbicara dengan suara halus dan lirih,
berjalan setapak dan menundukkan kepala jika anggota keluarga yang lebih tua
lewat.
Kendati tak melanjutkan pendidikan seperti harapan semula, sebelum wafat, Kartini
mencoba berbagai langkah agar dirinya dan perempuan di sekitar bisa maju dengan
pendidikan.
Perjuangan R.A. Kartini untuk Perempuan dan Pendidikan Kartini dikenal dengan
surat-suratnya dengan sejumlah orang di Belanda. Sejumlah surat di antaranya
mengungkapkan bagaimana Kartini ingin memperluas pengetahuannya tentang
berbagai pemikiran. Salah satu suratnya diterjemahkan Armijn Pane dalam buku
Habis Gelap Terbitlah Terang:
"Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat istiadat lama, hanya sedikitlah
memperoleh bahagia dari kemajian pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi
belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan
amat melanggar adat." (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)
"Saya tiada tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang! --Adat sekali-kali
tiada mengizinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak--kami tahu
berbahasa Belanda saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa
saya, saya ingin pandai berbahasa yang lain-lain itu, bukan karena ingin akan
pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah
pikiran penulis-penulis bangsa asing itu." (Surat kepada Nona Zeehandelaar,
Jepara, 25 Mei 1899)
Mendirikan Sekolah Kartini Kartini dan adiknya lalu memutuskan membuka sekolah
untuk anak-anak gadis pada Juni 1903. Sekolah Kartini menekankan pembinaan
budi pekerti dan karakter anak sehingga suasana sekolah diciptakan seperti
suasana di rumah.
Surat lamaran suaminya diterima Kartini dengan syarat sang Bupati Rembang
menyetujui dan mendukung gagasan dan cita-cita Kartini. Kartini juga harus
diizinkan membuka sekolah dan mengajar putri-putri bangsawan di Rembang.
Sekolah yang sudah dirintis Kartini terkendala setelah ia wafat. Keluarga Abendanon
dan Nyonya Van Deventer kelak membangun beberapa sekolah nama Sekolah
Kartini. Seiring waktu, sekolah Kartini berkembang ke kota-kota lain, dengan
program pendidikan yang mendukung keterampilan siswa. dengan demikian kita
harus meneladani sikap R.A kartini yaitu: