Anda di halaman 1dari 3

Sinopsis :

Buku karya Armijn Pane yang berjudul“ Habis Gelap Terbitlah Terang “ berisi
tentang surat-surat yang Raden Ajeng Kartini kirim kepada sahabat-sahabatnya yang tinggal
di Belanda. Dalam surat tersebut, Kartini menceritakan isi hatinya, citacita, dan harapannya
untuk memajukan kaum wanita Indonesia agar tidak terbelenggu oleh adat. Disamping itu,
buku tersebut juga berisi tentang perjalanan hidupnya untuk tanah air Indonesia. Penulis buku
ini terinpirasi untuk memberi semangat kaum wanita melalui buku ini. R.A. Kartinilahirpada
21 April 1879 di Jepara.

Raden Ajeng Kartini dilahirkan di pesisir utara Pulau Jawa tepatnya yaitu Kota
Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau adalah seorang putri dari bupati Jepara saat itu
yang bernama Raden Mas Adipati Sastrodiningrat dan merupakan cucu dari Bupati Demak
yang bernama Tjondronegoro. Pada era kartini yaitu abad 19 ahir dan 20 awal perempuan –
perempuan di negeri ini tidak boleh memiliki kebebasan dalam berbagai hal, baik dalam hal
pendidikan maupun dalam hal menentukan jodoh atau suaminya sendiri, Kartini yang terlahir
sebagai seorang perempauan yang tidak bisa memiliki pilihan apapun dengan ditambahnya
perbedaan perlakuan terhadap saudara saudara lelaki nya dan juga teman – temannya serta
kaum perempuan Belanda yang membuatnya merasa iri pun semakin meningkatkan tekad
nya untuk merubah kebiasaan tersebut.

Pada zaman era Kartini sangat terasa sekali diskriminasi yang terjadi kepada kaum
perempuan, Kartini saja yang notabene adalah seorang anak bupati hanya diperbolehkan
untuk sekolah sampai tingkat Sekolah dasar saja yang saat itu bernama Europes Lagere
School (E.L.S) apalagi untuk anak - anak yang orang tuanya tidak memiliki kedudukan
seperti orang tua kartini.

Waktu demi waktu telah berlalu, Kartini kecil pun telah berubah menjadi dewasa
sehingga mengharuskan beliau untuk dipingit di dalam rumah pada saat itu usianya
menginjak 12 tahun hingga tiba saatnya untuk menikah karena di daerahnya ada sebuah adat
yang melekat bahwa seorang gadis perempuan pamali untuk berpergian dan malakukan
aktivitas diluar rumah secara bebas seperti pada waktu beliau masih kecil dulu. Hal ini tentu
sangat menyiksa bagi diri Kartini, dengan adanya hal ini tentu langkah – langkah beliau
semakin terikat dan terbatas, di sini semangat kartini mulai merasa goyah dan tidak sekuat
dahulu. Kartini berjuang seorang diri dalam memperjuangkan hak-hak perempuan agar
setingkat lebih maju dari pada keadaan yang sekarang, banyak pertentangan yang di hadapi
oleh kartini dari orang – orang disekitarnya dikarenakan adat dan budaya yang melekat begitu
kental sehingga sangat sulit untuk menerima perubahan yang ada. Setiap suka duka yang
dirasakan kartini selalu beliau ceritakan kepada sahabat – sahabatnya yang berada di
Belanda.Hanya dengan tulisan dan goresan tangan nya lah kartini dapat mencurahkan isi hati
nya, Surat demi surat kartini kirimkan kepada para sahabatnya.

Waktu luangnya sering ia gunakan untuk membaca buku-buku, beberapa buku yang
sering ia baca sehingga bisa merubah cara pandang dan berpikirnya diantara nya yaitu
membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft ,buku
karangan Multatuli yang berjudul max Havelaar dan juga buku buku karya perempuan –
perempuan pejuang Eropa. Beliau mulai berpikir betapa tertinggal nya kaum wanita
sebangsanya bila dibandingkan dengan kaum wanita lain di benua Eropa. Sejak saat itu beliau
memiliki tekad yang kuat untuk memajukan wanita sebangsanya sendiri yaitu Indonesia,
banyak cara yang dapat dilakukan untuk memajukan kaum perempuan di daerahnya diantara
nya melalaui pendidikan.

Kartini mulai membuka pendidikan secara gratis tanpa di pungut biaya sepeserpun
atau dengan Cuma – Cuma didaerahnya yaitu Jepara. Sekolah tersebut diperuntukkan bagi
kaum perempuan, disini mereka diajarkan berbagai ilmu dan keterampilan seperti menyulam,
menjahit dan memasak. Bahkan demi mewujudkan cita cita nya tersebut Kartini berkeinginan
untuk mengikuti sekolah guru di negeri Belanda melalui jalur beasiswa yang di berika oleh
pemerintah Hindia Belanda. Tetapi Cita citanya itu tidak memperoleh dukungan dan izin dari
orang tua Kartini sehingga pada saat itu Kartini dinikahkan dengan seorang bupati Rembang
bernama Raden Adipati Joyodiningrat.

Kartini merasa beruntung bisa memiliki seorang suami yang memiliki sikap ramah
dan lemah lembut serta mendukung keinginan kartini. Berbagai rintangan tidak menyurutkan
semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah
di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah.

Namun sayang perjuangan Kartini tidak bisa bertahan lama karena Takdir Ilahi berkata
lain , Kartini Meninggal di usia muda yaitu pada usia 25 tahun setelah melahirkan anak
pertamanya dan sekaligus terakhirnya yang bernama R.M. Soesalit, lahir pada tanggal 13
September 1904. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 17 September 1904, Kartini
meninggal dunia pada usia 25 tahun. Jenazah Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan
Bulu, Rembang.
Apa yang dilakukan oleh Kartini dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-
wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di
Semarang pada tahun 1912, kemudian berlanjut di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun,
dan Cirebon. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan
oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Anda mungkin juga menyukai