Anda di halaman 1dari 63

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

KUNJUNGAN KERJA PANITIA KERJA (PANJA)


EVALUASI DAN PENGUKURAN ULANG HGU, HGB DAN HPL KOMISI II DPR RI
KE KOTA PEKANBARU-PROVINSI RIAU
TANGGAL 13 SEPTEMBER 2021

I. PENGANTAR
Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan egislative berdasarkan Pasal 69
ayat (1) huruf c UU No. 17 Tahun 2014 jo UU No. 13 Tahun 2019 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Komisi II DPR RI pada tanggal 29 Maret 2021 dalam
agenda pembahasan Rapat Intern menyepakati pembentukan dan penetapan pimpinan
3 (tiga) Panitia Kerja (Panja) di bidang Pertanahan. Adapun Panja Evaluasi dan
Pengukuran ulang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak
Pengelolaan (HPL) dipimpin langsung oleh Bapak Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Panja
Pemberantasan Mafia Pertanahan dipimpin oleh Bapak Junimart Girsang, dan Panja
Tata Ruang dipimpin Bapak Saan Mustopa. Pada rapat intern tersebut membahas
mekanisme tiga panja pertanahan dalam rangka evaluasi dan penyelesaian terhadap
seluruh permasalahan HGU, HGB, HPL, permasalahan pemberantasan mafia
pertanahan dan permasalahan tata ruang.
Dalam Kunjungan Kerja Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan
HPL Komisi II DPR RI di Provinsi Riau tersebut, Panja melasanakan Kunjungan ke
Kantor Pemerintahan Provinsi Riau dengan mengadakan Rapat pertemuan dan dialog
dengan Gubernur Provinsi Riau, Kapolda Riau, Danrem 031/Wira Bima, BPN Kanwil
Riau, PTPN V Riau, PT. Pertamina Hulu Riau, PT. Sinarmas, PT Arara Abadi dan SKK
Migas perwakilan Riau serta turut hadir dari Dirjen Kementrian ATR/BPN yang
merupakan mitra kerja Komisi II DPR RI.

II. TIM KUNJUNGAN


Tim Kunjungan Kerja Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan HPL Komisi
II DPR RI ke Provinsi Riau berjumlah 14 Orang Anggota, yang dipimpin oleh Ketua
Komisi II DPR RI, H. Ahmad Doli Kurnia Tanjung (F-Partai Golkar). Nama-nama anggota
Tim Kunjungan Kerja Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan HPL Komisi
II DPR RI ke Provinsi Lampung selengkapnya adalah sebagai berikut:
NO. NO. NAMA KETERANGAN
ANGGOT
A
1. A-270 DR. H. Ahmad Doli Kurnia Tanjung Ketua Tim
Ketua Komisi II/F-PG
2. A-142 DR. Junimart Girsang, SH, MBA, MH Wakil Ketua Komisi II/F-
PDIP
3. A-367 Saan Mustafa, M.SI Wakil Ketua Komisi II/F-
Nasdem
4. A-022 Luqman Hakim, S.Ag Wakil Ketua Komisi II/F-
PKB
5. A-462 DR.H.Syamsurizal, SE, MM Wakil Ketua Komisi II/F-
PPP
6. A-152 Ir Endro Suswantoro Yahman, M.Sc Anggota/F-PDIP
7. A-240 Drs. Cornelis , MH Anggota/F-PDIP
8. A-246 H.M.Rifqinizami Karsayuda, SH, MH Anggota/F-PDIP
9. A-273 Ir. H.Arsyadjuliandi Rachman, MBA Anggota/F-Golkar
10. A-80 Dr.Ir Sodik Mudjahid, M.Sc Anggota/F-Gerindra
11. A-75 H Ahmad Muzani Anggota/F-Gerindra
12. A-386 Y. Jacki Uly Anggota F-Nasdem
13. A-21 Drs. Mohammad Toha, S.Sos, M.SI Anggota/F-PKB
14. A-570 Anwar Hafid Anggota/F-PD
15. A-417 Drs. H. Chairul Anwar, Apt Anggota/F-PKS
16. A-484 Drs. H, Guspardi Gaus, M.SI Anggota/F-PAN

17. -------- Dahliya Bahnan, SH, MH Kasubag TU Set. Kom II


18. -------- Muhdar Yusa, S.Sos Sekretariat Komisi II
19. -------- Liman Setiawan, S.AP Sekretariat Komisi II
20. -------- Hanung Priasmoro Sekretariat Komisi II
21. -------- Setya Alvino Tenaga Ahli Komisi II
22. -------- Abrar Amir, M.AP Tenaga Ahli Komisi II
23. -------- Dominggus Titiheru TVR Parlemen
24. -------- Sofyan Efendi Media Sosial

Tim kunjungan kerja didampingi oleh 2 (dua) Tenaga Ahli dan 4 (empat) staf dari
Sekretariat Komisi II DPR RI, serta 2 (dua) reporter dari TV parlemen DPR RI.

III. WAKTU KUNJUNGAN


Kunjungan Kerja Panitia Kerja (Panja) Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan
HPL ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 13 September 2021, bertempat di
Auditorium Rumah Dinas Gubernur Provinsi Riau.
IV. HASIL KUNJUNGAN KERJA
A. Sambutan Bapak Ahmad Doli Kurnia Tanjung, Ketua Rombongan Kunjungan
Kerja Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan HPL Komisi II DPR
RI
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa, karena hanya atas perkenan-Nya kita dapat menghadiri pertemuan
hari ini. Terima kasih atas kesediaan waktu saudara-saudara dapat menerima Komisi
II DPR RI dalam rangka Kunjungan Kerja Panitia Kerja (Panja) Evaluasi dan
Pengukuran Ulang HPL, HGU dan HGB ke Pemprov Riau dan Kanwil BPN Provinsi
Riau pada hari in.
Pemerintah merumuskan Visi Indonesia Maju 2045 sebagai langkah strategis
menjadikan Indonesia 5 (lima) besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, pemerintah mengharapkan adanya
“gelombang investasi” untuk mempercepat proses pembangunan melalui UU No. 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang bertujuan untuk menciptakan
iklim berusaha dan investasi yang berkualitas bagi para pelaku bisnis termasuk
UMKM dan investor asing. Keberadaan UU Ciptakerja sangat berkaitan erat dengan
pengaturan pertanahan di Indonesia, khususnya ketersediaan tanah, ganti rugi tanah
masyarakat yang diperuntukan bagi pembangunan, penyelesaian kasus tanah,
perizinan di sektor pertanahan, dan lain – lain. Dalam hal ini, diperlukan peran serta
Kementerian ATR/BPN beserta jajarannya sebagai leading sektor untuk memastikan
pertumbuhan investasi berjalan lancar dan membuka kesempatan kerja bagi
masyarakat dengan tidak merugikan hak – hak rakyat atas tanah.
Reforma agraria merupakan salah satu program strategis nasional yang bertujuan
untuk menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat berbasis
agraria. Reforma agraria terdiri dari 2 komponen yaitu: asset reform (legalisasi asset)
dan access reform (redistribusi tanah). Tanah memiliki fungsi yang sangat strategis,
baik sebagai sumber daya alam maupun sebagai ruang untuk pembangunan. Karena
kesediaan tanah relatif tetap sementara kebutuhan akan tanah terus meningkat, maka
diperlukan pengaturan yang baik, tegas, dan cermat mengenai penguasaan,
pemilikan, maupun pemanfaatan tanah, oleh karenanya bukti kepemilikan tanah
berupa Sertipikat Hak Atas Tanah (SHAT) menjadi sangat penting bagi masyarakat
karena dapat memberikan kepastian hukum (asset reform) dan memberikan akses
masyarakat kepada lembaga keuangan formal sehingga terjadi peningkatan financial
inclusion (access reform). Panja HPL, HGU, dan HGB berupaya mengawasi,
memeriksa dan mengurai permasalahan HPL, HGU, dan HGB terkait sejumlah isu
penting. Isu tersebut antara lain berapa luas lahan HPL, HGU, dan HGB yang
dikuasai negara dan sektor swasta. Berapa jumlah perizinan HPL, HGU, dan HGB
yang telah berakhir jangka waktunya. Berapa luas lahan yang telah diberikan
perizinan HPL, HGU, dan HGB dan berakhir jangka waktunya sehingga menjadi lahan
terlantar yang kemudian menjadi obyek redistribusi lahan atau obyek reforma agraria,
serta berapa luas lahan yang berhasil diredistribusikan oleh Pemerintah untuk
kepentingan umum.
Kami di Komisi II telah mengumpulkan masalah pertanahan, setidaknya ada 3
(tiga) permasalahan mengenai HGU, HGB dan HPL ini, yakni Pertama, ada HGU,
HGB dan HPL yang diberikan izinnnya tapi tidak digarap dengan baik, sehingga
berpengaruh pada benefit atau pada penerimaan negara. Kedua, ada modus
diterbitkan izin HGU, HGB dan HPL dengan luas sekian X hektar tetapi yang digarap
X kuadrat hektar melebihi dari izin yang diberikan, Jumlah hak yang diberikan negara
berbeda penggunaannya pada kondisi ini, biasanya akan bermasalah dan konflik
dengan masyarakat sekitar dimana lahan itu berada, dan Ketiga, Hak-hak pertanahan
yang beririsan dgn hutan lindung. Paska di sahkannya UU Cipta Kerja, ada hampir 3
juta hektar tanah yang beririsan dengan Kawasan hutan yang diputihkan melalui BPN
tanpa dilihat track record, apakah lahan terebut sudah membayar pajak. Atas nama
kepentingan negara, 3 permasalahan tersebut mesti diselesaikan, kami berharap
semua pihak dapat bekerja sama melalui Panja ini.
Secara khusus Kunjungan Kerja Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU,
HGB dan HPL Komisi II DPR RI ke Provinsi Riau ini adalah ingin mendapatkan
masukan maupun informasi yang sejelas-jelasnya berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan yang ada di Provinsi Riau sesuai dengan lingkup tugas Komisi II DPR
RI, antara lain:
1. Jumlah perizinan HPL, HGU dan HGB yang dikuasai oleh Negara (BUMN/BUMD)
dan Swasta.
2. Jumlah perizinan HPL, HGU dan HGB yang telah berakhir jangka waktunya dan
jumlah perizinan HPL, HGU dan HGB yang telah diperpanjang.
3. Luas Tanah terlantar yang sudah menjadi obyek Redistribusi lahan atau Obyek
Reforma Agraria.
4. Kasus dan konflik tanah terlantar yang bersengketa di PTUN/Pengadilan.
5. Luas lahan yang berhasil diredistribusikan oleh Pemerintah untuk kepentingan
umum.
6. Ketidaksesuaiain Izin HPL, HGU dan HGB dengan kenyataan riil yang ada di
lapangan
7. Tanah masyarakat di Provinsi Kalimantan Timur yang sudah disertifikat oleh
Kementrian ATR/BPN RI kemudian diklaim Oleh Kementrian Kehutanan masuk
sebagai tanah Kawasan hutan.
8. Sengketa antara Masyarakat Hukum Adat (MHA) dengan izin HPL, HGU dan HGB
yang dikuasai oleh Perusahaan swasta maupun BUMN/BUMD di Provinsi
Kalimantan Timur.
9. Perizinan HPL, HGU dan HGB yang dinyatakan tumpang tindih dengan kawasan
hutan yang semula bukan Kawasan hutan dan berapa luas semuanya.
10. Perizinan HPL, HGU dan HGB yang dinyatakan tumpang tindih dengan
izin/konsensi pertambangan Swasta maupun BUMN/BUMD.

B. Paparan Gubernur Provinsi Riau


Adapun beberapa hal yang disampaikan oleh Gubernur Provinsi Riau sebagai berikut:
1. Tentang BUMN/BUMD dan Perusahaan Swasta yang memiliki perizinan HPL, HGU
dan HGB di Provinsi Riau berdasarkan data dari Kanwil BPN Provinsi Riau terkait
HPL, HGU dan HGB sebagai berikut:
a. Jumlah HPL yang masih aktif di Provinsi Riau 25 Bidang dengan luas ±
4.760,89 Ha. Dengan rincian sebagai berikut:
• PEMDA sebanyak 22 Bidang dengan luas ± 81,24 Ha.
• BUMN/BUMD sebanyak 2 Bidang dengan luas ± 1,94 Ha.
• Transmigrasi sebanyak 1 Bidang dengan luas ± 4.677,71 Ha.
b. Jumlah HGU BUMN/BUMD dan Swasta yang masih aktif di Provinsi Riau 495
Bidang dengan luas ± 1.001.809 Ha.
• BUMN sebanyak 66 Bidang dengan luas ±192.002 Ha.
• BUMD sebanyak 3 Bidang dengan luas ±1.594 Ha.
• Swasta sebanyak 416 Bidang dengan luas ±806.416 Ha.
• Perorangan sebanyak 10 Bidang dengan luas ± 1.797 Ha.
c. Jumlah HGB BUMN/BUMD dan Swasta yang masih aktif di Provinsi Riau 16.738
Bidang dengan luas ± 15.765,07 Ha. Dengan rincian sebagai berikut:
• BUMN/BUMD sebanyak 9.820 Bidang dengan luas ± 11.496 Ha.
• Swasta sebanyak 6.918 Bidang dengan luas ± 4.269,41 Ha.

2. Menyangkut Perizinan HPL, HGU dan HGB yang diterbitkan atas nama Pemerintah
Provinsi Riau yang dikerjasamakan dengan pihak lain terdapat 2 (dua) Sertifikat
HPL yang diterbitkan atas nama Pemerintah Provinsi Riau, yang dikerjasamakan
dengan:
a. PT. LIPPO KARAWACI (Hotel Aryaduta)
Sertifikat HPL Nomor 0001 tanggal 18 Juli 1994 Luas: 21.370 m2
b. PT. BANGUN MEGAH MANDIRI PROPERTINDO (Kawasan Bisnis Bandar
Serai Riau Town Square)
Sertifikat HPL Nomor 0014 tanggal 5 Juni 2014 Luas: 55.000 m2

3. Menyangkut durasi waktu perizinan HPL, HGU dan HGB yang diterbitkan atas
nama Pemerintah Provinsi Riau Kepada pihak lain belum ada yang berakhir
jangka waktunya. Adapun rincian nya sebagai berikut :
a. PT. LIPPO KARAWACI (Hotel Aryaduta)
Jangka waktu : 25 Tahun (1 Januari 2001 – 1 Januari 2026)
b. PT. BANGUN MEGAH MANDIRI PROPERTINDO (Kawasan Bisnis
Bandar Serai Riau Town Square)
Jangka waktu : 30 Tahun (19 Desember 2011 – 19 Desember 2041)

4. Menyangkut Peraturan Daerah (PERDA) dan Peraturan Kepala Daerah di Provinsi


Riau Mengatur Khusus tentang perizinan penguasaan HPL, HGU dan HGB.
Pemerintah Provinsi Riau tidak menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) atau
Peraturan Kepala Daerah mengenai Perizinan Penguasaan HPL, HGU dan HGB.
Terkait Persyaratan untuk memperoleh HGU dan HGB diatur berdasarkan
ketentuan sebagai berikut:
a. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Dan Pengaturan Pertanahan;
b. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 4 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan
Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
c. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2018 tentang Izin Lokasi.

5. Pelaksanaan amanat dan perintah dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86


tahun 2019 tentang Reforma Agraria di Provinsi Riau. Reforma agraria pada
hakikatnya merupakan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan
aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Kegiatan penataan aset dan penataan akses seyogyanya dilaksanakan secara
berkesinambungan agar tercapai kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Saat ini
pemanfaatan tanah pemegang aset belum optimal, karena pada hakikatnya
kegiatan penataan akses melibatkan banyak pihak, baik dari OPD, Kementerian
lain maupun dari perbankan dan pihak swasta. Sehingga dalam pelaksanaan
kegiatan penataan akses perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi program antar
lembaga, melalui GTRA (Gugus Tugas Reforma Agararia) yang diketuai oleh
Gubernur Provinsi Riau masalah koordinasi dan sinkronisasi program antar
lembaga sudah bisa teratasi karena ikut melibatkan OPD dan Kementerian lain
dalam menyusun program penataan akses.
▪ Pemerintah Provinsi Riau telah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Riau
Nomor : Kpts.80/1/2021 Tentang Gugus Tugas Reformasi Agraria Provinsi
Riau, dan ditindaklanjuti dengan dilaksanakannya Rakor Gugus Tugas
Reformasi Agraria (GTRA)
▪ Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan Surat Keputusan Gubernur Riau
Nomor Kpts.183/II/2018 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi dan Verifikasi
Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Provinsi Riau, dengan tugas-tugas
sebagai berikut:
a. Menerima pendaftaran permohonan inventarisasi dan verifikasi secara
kolektif yang diajukan melalui Bupati/Walikota;
b Melaksanakan pendataan lapangan;
c. Melakukan analisis meliputi:
1) Data fisik dan data yuridis bidang-bidang tanah yang berada dalam
kawasan hutan; dan/atau
2) Lingkungan Hidup.
d. Merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil analisis dan
menyampaiakannya kepada Gubernur. Dalam implementasinya, tugas-tugas
tersebut dominan dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah yang
menjalankan urusan kehutanan dan lingkungan hidup. Sedangkan dari sisi
urusan Pertanahan sifatnya membantu dalam tugas-tugas Koordinasi
Kelompok Kerja (Pokja).

6. Menyangkut penataan aset dan penataan akses reforma Agraria di Provinsi Riau.
Kanwil BPN Provinsi Riau telah melaksanakan Penataan Aset dengan baik
melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan
Pelaksanaan Program Redistribusi Tanah, selanjutnya untuk kegiatan penataan
akses yaitu dengan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada
pemegang aset melalui pendidikan dan pelatihan, penyediaan infrastruktur, akses
permodalan dan pasar maupun bantuan lain juga sudah dilaksanakan melalui
program pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
yang berbasis pada pemanfaatan tanah pemegang aset.

7. Menyangkut pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018


tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta
peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau. Dalam
menjalankan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 untuk penerbitan izin perkebunan yang
baru, tidak ada Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang diterbitkan. Yang dilaksanakan
dalam rangka evaluasi perizinan perkebunan sampai dengan bulan September
2021 bahwa jumlah perusahaan perkebunan tercatat 264 unit perusahaan, yang
mempunyai Izin Usaha Perkebunan (IUP) sebanyak 229 perusahaan dengan luas
IUP ± 1.849.719,3770 Ha, yang telah mendapat pelepasan kawasan hutan ±
1.404.460,8900 Ha. Dari 229 Perusahan yang memiliki IUP tersebut, yang telah
memiliki HGU baru sebanyak 150 perusahaan dengan luas ± 1.079.562,5109 Ha
atau baru sebesar 65,5% dari yang seharusnya memiliki HGU, sehingga jumlah
perusahaan yang belum memilki HGU ada sebanyak 79 perusahaan. Salah satu
penyebab perusahaan belum memiliki HGU karena perusahaan belum
menindaklanjuti sesuai pertauran perundang-undangan yang berlaku. Oleh
karena itu, Pemerintah Provinsi Riau sedang melakukan proses identifikasi
perusahaan-perusahaan yang belum memilki HGU dengan menyurati kepada
Bupati/Walikota agar memberi peringatan kepada perusahaan yang belum
memiliki agar mengurus HGU, jika tidak maka izin perusahaan perkebunannya
atau IUP nya akan dicabut.

8. Menyangkut luas lahan HPL, HGU, dan HGB yang telah diterbitkan izin nya dan
kemudian dan ditetapkan sebagai lahan terlantar di Provinsi Riau. Tanah terlantar
yang sudah ditetapkan sebagai objek redistribusi tanah yaitu seluas 219,18 Ha
yang merupakan tanah eks HGU PT. Alfa Glory Indah yang terletak di Desa Petai
Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuantan Singingi. Penetapan tanah terlantar
eks HGU PT. Alfa Glory Indah menjadi tanah objek redistribusi berdasarkan
Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau Nomor 157/SK-
14.NP.02.03/VII/2020 tanggal 20 Juli 2020 dan Keputusan Kepala Kantor Wilayah
BPN Provinsi Riau Nomor 176/SK-14.NP.02.03/VIII/2020 tanggal 31 Agustus
2020.
▪ PT. Alfa Glory Indah seluas 726,252 Ha ditetapkan menjadi tanah terlantar
berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 10/PTT-HGU/BPN RI/2012 tanggal 18 Januari 2012 tentang
Penetapan Tanah Terlantar Atas Hak Guna Usaha Nomor 03 Atas Nama PT.
Alfa Glory Indah terletak di Desa Petai Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten
Kuantan Singingi Provinsi Riau dan telah ditetapkan menjadi Tanah Cadangan
Umum Negara (TCUN) berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata
Ruang /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6/Pnp-HGU/KEM-
ATR/BPN/VIII/2019 tanggal 22 Agustus 2019 tentang Penetapan Peruntukan
Tanah Cadangan Umum Negara terletak di Desa Petai Kecamatan Singingi
Hilir Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau.
▪ Berdasarkan Berita Acara Panitia Pertimbangan Lendreform Kabupaten
Singingi Nomor 171/BA-14.09.NT.02.03/VIII/2021 tanggal 20 Agustus 2021
tanah terlantar eks HGU PT. Alfa Glory Indah yang terletak di Desa Kebun
Lado Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi seluas 185,78 Ha akan
diusulkan untuk ditetapkan menjadi tanah objek redistribusi.
▪ Sedangkan rekapitulasi Pelaksanaan Redistribusi Tanah di Provinsi Riau dapat
kami jelaskan pada table dibawah ini :

Rekapitulasi Pelaksanaan Redistribusi Tanah di Provinsi Riau


Jumlah
No Kabupaten/Kota Luas (M2) Keterangan
(Bidang)
Tahun 2018
1 Siak 4.000 32.628.555 Pelepasan HGU
Pelepasan Kawasan Hutan,
2 Indragiri Hilir 5.500 35.862.257
Tanah Negara
Total 9.500 68.490.812
Tahun 2019
Pelepasan HGU, Tanah
1 Kampar 4.002 48.245.721
Negara
Tanah Transmigrasi, Tanah
2 Rokan Hulu 4.629 40.016.757
Negara
Jumlah
No Kabupaten/Kota Luas (M2) Keterangan
(Bidang)
Pelepasan HGU, Tanah
3 Siak 1.454 22.779.755
Negara
4 Kuantan Singingi 3.100 29.802.765 SK TOL lama, Tanah Negara

5 Pelalawan 2.804 23.811.913 Tanah Negara

Total 15.989 164.656.911

Tahun 2020

Penyelesaian sengketa
1 Bengkalis 750 10.660.949 pertanahan dan kewajiban
20% pemegang HGU
2 Indragiri Hulu 1.508 15.081.484 Tanah Negara
3 Kampar 3.472 16.069.308 Tanah Negara
4 Dumai 750 4.857.354 Tanah Transmigrasi
Tanah Transmigrasi,
5 Rokan Hulu 3.600 29.438.133
pelepasan HGU
Pelepasan Kawasan Hutan,
6 Rokan Hilir 700 6.682.948
Tanah Negara
7 Siak 750 10.547.995 Tanah Negara
Tanah Negara,
8 Kuantan Singingi 1.100 8.508.811 Pendayagunaan Tanah
Terlantar, SK TOL lama

Total 12.630 101.846.982

Tahun 2021 Masih dalam Proses

Tanah Transmigrasi, kewajiban


1 Rokan Hulu 2.289 17.103.241
20% pemegang HGU
Kewajiban 20% pemegang
2 Rokan Hilir 1.551 17.072.980
HGU
Tanah Negara, Pelepasan
3 Siak 458 3.512.533
Areal Perkebunan
Jumlah
No Kabupaten/Kota Luas (M2) Keterangan
(Bidang)

Total 4.298 37.688.754

Grand Total 42.417 372.683.459

9. Permasalahan tanah terlantar yang bersengketa di Provinsi Riau. Berdasarkan


rekap data konflik pertanahan yang telah masuk ke Pemerintah Provinsi Riau
sejak tahun 2020 hingga 2021 terdapat lebih kurang 60 kasus pertanahan yang
diajukan dan sebagaian telah ditindaklanjuti serta difasilitasi, namun dari jumlah
kasus yang masuk tersebut belum dapat kami tetapkan dalam kategori tanah
terlantar atau tidak. Adapaun peran pemerintah Provinsi Riau dalam penanganan
sengketa tersebut berupa fasilitasi dengan mengundang para pihak.

10. Permasalahan konflik dan sengketa berkepanjangan karena kasus tumpang tindih
antara Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Provinsi Riau dengan pengelola izin
HPL, HGU dan HGB.Peran Pemerintah Provinsi Riau dalam permasalahan konflik
dan sengketa lahan adalah mem-fasilitasi para pihak dan instansi terkait untuk
mencari win-win solution. Sebagai contoh;Klaim Masyarakat Suku Sakai terhadap
HGU PT. ADEI Plantation ± 411 Ha.

11. Perizinan HPL, HGU dan HGB di Provinsi Riau yang dinyatakan tumpang tindih
dengan kawasan hutan. Saat ini Pemerintah Provinsi Riau sedang melakukan
proses pembahasan Revisi Perda No.10 tahun 2018 tentang RTRWProvinsi Riau
(terdapat areal seluas: ±1,3 juta Ha yang pada Perda 10 tahun 1994 bukan
merupakan kawasan hutan menjadi kawasan hutan pada Perda 10 tahun 2018.
Hal ini disebabkan oleh penetapan SK Menteri Kehutanan Nomor
SK.903/Menlhk/Setjen/ Pla.2/12/2016 ). Pemprov Riau mengadaptasi kebijakan
UU No. 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja terkait Keterlanjuran di Kawasan
Hutan dan Berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka
identifikasi dan verifikasi kebun/lahan dalam kawasan hutan. Saat ini telah
dilaksanakan koordinasi dengan Kabupaten Pelalawan dan Kuantan Singingi.
SEBARAN HAK DIDALAM KAWASAN HUTAN SETELAH DITETAPKANNYA SK
903/2016 DAN SEBELUMNYA DITETAPKAN BERDASARKAN TGHK
DI PROVINSI RIAU

HM HGB HGU
No Kabupaten
Jumlah Jumlah Jumlah
Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)
Bidang Bidang Bidang

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Bengkalis 1014 1758,47 44 452,79 10 401,39

2 Indragiri Hulu 6601 12.534,25 55 91,31 18 26.770

3 Indragiri Hilir 1.022 737,42 18 30,03 52 567,56

4 Kampar 20.253 72.245,58 1.107 276,95 24 6.784,41

Kepulauan
5 412 395,06 50 2,04 0 0
Meranti

Kuantan
6 9.071 72.245,58 71 145,1 12 8.966,23
Singingi

7 Pelalawan 1.932 6.581,18 4 1,42 15 5.404,98

8 Rokan Hilir 693 1.773 52 79,34 9 4.007,48

9 Rokan Hulu 5.790 5.724,99 10 64,54 25 3.761,23

10 Siak 550 465 4 17,92 25 1.375,71

11 Dumai 3.202 1.273,56 502 27,83 0 0

12 Pekanbaru 173 118,91 2 0,09 3 1,77

Jumlah 50.713 175.853,21 1.919 1.189,36 193 58.040,76

12. Peran Bank tanah di Provinis Riau dalam menampung aset aset tanah terlantar
dari HGU, HGB dan HPL yang telah melewati jangka waktu dan untuk
dimanfaatkan dan digunakan untuk kepentingan umum. Sejak diterbitkannya
Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2021 Tentang Bank Tanah sampai saat ini
belum ada Petunjuk Teknis/Aturan sebagai dasar pelaksanaan Bank Tanah belum
ada.

13. Permasalahan izin dan pengelolaan HGU, HGB dan HPL dengan UU No. 11
tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kendala yg dihadapi oleh Kanwil BPN Prov. Riau
terhadap permasalahan HGU, HGB dan HPL adalah ditemukannya beberapa
permohonan HAT yang pemanfaatan ruangnya sudah tidak sesuainya dengan
Perda RTRW yang berlaku,sementara pada tanah tersebut sebelumnya telah lahir
Hak ataupun Izin yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang, karna memang
pada saat hak/izin diberikan secara tata ruang pemanfaatannya memang telah
sesuai dengan perda rtrw yang berlaku saat itu, namun dengan disahkannya
UUCK diharapkan permasalahan permohonan HAT yg sebelumnya telah memiliki
Hak ataupun Izin dari Instansi yang berwenang namun sudah tidak sesuai dengan
RTRW yang berlaku saat ini dapat diselesaikan, untuk itu Kanwil BPN Prov. Riau
berharap peraturan pelaksana dari PP 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian
Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah
terutama tentang Keterlanjuran yang dimaksud pada pasal 12 ayat (1) huruf b
dapat segera dikeluarkan oleh Instansi terkait.
Kendala lain diantaranya;
▪ Konflik batas antar daerah dalam perizinan yang tidak sesuai batas
administrasinya
▪ Konflik agraria yang terjadi antara masyarakat dan badan usaha karna tidak
sesuai izin atau hak maupun penguasaan.
▪ Pemanfaatan tidak sesuai dengan tata ruang, lokasipembangunan tdk sesuai
dengan peruntungkan dalam RTRW dan tata ruang
▪ Kerusakan ekologi, penerbitan perizinain yang tidak sesuai.
Kemudian kendala perizinan maupun pengelolaan terkait penerbitan HGU, HGB,
dan HPL adalan irisan dengan pemanfaatan ruang yang telah direncanakan
dalam rencana tata ruang.Setiap kegiatan pada rencana pola ruang telah diatur
lebih lanjut dalam Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi (IAPZSP)
maupun Ketentuan Umum Peraturan Zonasi (KUPZ) pada rencana tata
ruang.Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala diantaranya tumpang tindih
perizinan dengan rencana tata ruang dan kawasan hutan kendati telah diakomodir
dalam IAPZSP dan KUPZ. Penyelesaian kendala tersebut dapat ditindaklanjuti
lebih lanjut pada saat penyusunan revisi rencana tata ruang ataupun berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian
Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah
melalui penilaian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH).
Penilaian DDDTLH dilakukan untuk mengukur aktifitas/kegiatan empiris belum
melampaui DDDTLH.Meski Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang
Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak
Atas Tanah telah mengamanatkan untuk penyelesaian keterlanjuran melalui
penilaian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH), namun
belum memberikan penegasan terhadap institusi yang akan melakukan penilaian.
14. Pemprov Riau dalam menyikapi permasalahan kasus penguasaan tanah oleh PT.
Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) yang membentang sepanjang jalan dari jalan
poros rumbai menuju Dumai sepanjang 180 KM dengan lebar tanah 100 Meter
dikanan dan kiri jalan yang diklaim sebagai lahan konsesi diperuntukan
kepentingan PT. CPI dalam membangun jalan dan membuat jalur pipanisasi
minyak milik PT. CPI. Permasalahan tumpang tindih tanah milik masyarakat
dengan Barang Milik Negara (BMN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia
yang digunakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) PT Chevron Pasifik
Indonesia (PT CPI) dalam rangka kegiatan Hulu Migas sebagaimana surat dari
Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) Tanggal 7 November 2017 Nomor: S-884/KN.4/2017 perihal
Keterangan Barang Milik Negara juga menjadi hambatan dalam Pelaksanaan
Pengadaan Tanah Jalan Tol Pekanbaru-Kandis-Dumai di Provinsi Riau. Adapun
langkah-langkah penyelesaian yang diambil sebagai berikut:
1) Pemberian ganti kerugian hanya untuk tanam-tumbuh dan/atau bangunannya
saja, sedangkan tanah masyarakat yang ada alas haknya (Sertipikat dan surat-
surat tanah yang diterbitkan oleh Kepala Desa/Lurah) nilai tanahnya
dikonsinyasikan ke Pengadilan Negeri setempat;
2) Menerbitkan Berita Acara Penitipan Ganti Kerugian karena obyek Pengadaan
Tanah masih dipersengketakan kepemilikannya ke Pengadilan Negeri
setempat. Pengambilan uang ganti kerugian di Pengadilan dapat dilakukan
setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap;
3) Menerbitkan Pemutusan Hubungan Hukum setelah menerima penetapan
konsinyasi dari Pengadilan Negeri sehingga pembangunan jalan tol tetap dapat
dilaksanakan;
4) Pemprov Riau telah mengajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) untuk membahas permasalahan
ini Bersama dengan BPN dan Kementerian PUPR, namun belum mendapatkan
solusi yang tepat dari DJKN;
5) Permasalahan tersebut sudah pernah dilakukan Dengar Pendapat Umum
(hearing) sebanyak 2 (dua) kali pada tahun 2018 dan tahun 2019 di Kantor
DPRD Kabupaten Siak, antara masyarakat Kecamatan Kandis Kabupaten Siak
(atas nama Medan Br Ribka Surbakti, dkk) dengan turut memanggil perwakilan
dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), SKK Migas dan PT Chevron
Pasifik Indonesia (PT CPI);
6) Permasalahan tersebut juga telah dibahas (mediasi) bersama Komisi Nasional
Hak Azasi Manusia Republik Indonesia cq. Subkomisi Penegakan Hak Azasi
Manusia sebagaimana surat Komnas HAM Nomor: 376/K/Mediasi/VI/2019
Tanggal 18 Juni 2019 dan telah diklarifikasi oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Siak melalui surat Nomor 35/P2T-S/VII/2019 Tanggal 29 Juli 2019
Perihal Klarifikasi Permasalahan Pengadaan Tanah Jalan Tol Pekanbaru-
Kandis, Bersama dengan pemilik tanah di Kecamatan Kandis Kabupaten Siak
(atas nama Medan Br Ribka Surbakti, dkk);
7) Masyarakat (pemilik tanah) yang terkena pembangunan jalan tol di desa Balai
Raja kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis (atas nama Kartua Simbolon
dkk) menggugat Kementerian Keuangan cq. SKK Migas, Kementerian PUPR
dan Kanwil BPN Prov. Riau dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri
Bengkalis. Selanjutnya Pengadilan Negeri Bengkalis mengeluarkan Putusan
Nomor: 36/Pdt.Bth/2020/PN-Bls Tanggal 9 Agustus 2021 menyatakan:
a. Dalam Eksepsi: Menolak eksepsi tergugat, turut tergugat I dan turut tergugat
III untuk seluruhnya.
b. Dalam Pokok Perkara: Menolak gugatan para penggugat seluruhnya,
Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara.
c. Dalam hal ini para penggugat melakukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
8) Masyarakat Dumai (pemilik tanah) yang terkena pembangunan jalan (atas
nama Suwandi dkk) menggugat Kementerian Keuangan cq. SKK Migas,
Kementerian PUPR dan Kanwil BPN Prov. Riau dengan mengajukan gugatan
ke Pengadilan Negeri Dumai. Selanjutnya Pengadilan Negeri Dumai
mengeluarkan Putusan Nomor: 41/Pdt.G/2020/PN-Dum Tanggal 3 Juni 2021
menyatakan:
a. Dalam Eksepsi: Menerima eksepsi tergugat II (Kementerian Keuangan).
b. Dalam Pokok Perkara: Menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat
diterima (NO), Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara.
c. Dalam hal ini para penggugat tidak melakukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi Pekanbaru.

C. Paparan Kepala Kantor Wilayah BPN Riau


Adapun beberapa hal yang disampaikan oleh Kepala Wilayah BPN Provinsi Riau
sebagai berikut:
1. Jumlah perizinan HPL, HGU dan HGB yang dikuasai oleh Negara
(BUMN/BUMD) dan Swasta di Provinsi Riau
a. Jumlah HPL yang masih aktif di Provinsi Riau 25 Bidang dengan luas ±
4.760,89 Ha. Dengan rincian sebagai berikut:
▪ PEMDA sebanyak 22 Bidang dengan luas ±81,24 Ha.
▪ BUMN/BUMD sebanyak 2 Bidang dengan luas ±1,94 Ha.
▪ Transmigrasi sebanyak 1 Bidang dengan luas ± 4.677,71 Ha.
b. Jumlah HGU BUMN/BUMD dan Swasta yang masih aktif di Provinsi Riau 495
Bidang dengan luas ± 1.001.809 Ha.
▪ BUMN sebanyak 66 Bidang dengan luas ±192.002 Ha.
▪ BUMD sebanyak 3 Bidang dengan luas ±1.594 Ha.
▪ Swasta sebanyak 416 Bidang dengan luas ±806.416 Ha.
▪ Perorangan sebanyak 10 Bidang dengan luas ± 1.797 Ha.
c. Jumlah HGB BUMN/BUMD dan Swasta yang masih aktif di Provinsi Riau
16.738 Bidang dengan luas ± 15.765,07 Ha. Dengan rincian sebagai berikut:
▪ BUMN/BUMD sebanyak 9.820 Bidang dengan luas ± 11.496 Ha.
▪ Swasta sebanyak 6.918 Bidang dengan luas ± 4.269,41 Ha.

2. Jumlah perizinan HPL, HGU dan HGB yang telah berakhir jangka waktunya
Provinsi Riau

YANG TELAH BERAKHIR HAK YANG TELAH DI PERPANJANG

KANTOR HGB HPL


NO HGB BADAN HPL BUMN/
PERTANAHAN HGU HGU BADAN BUMN/
HUKUM BUMD
HUKUM BUMD

1 2 3 4 5 6 7 8
1 Kota Pekanbaru 5 626 - 4 626 -
Kabupaten
2
Bengkalis 20 - - 20 - -
Kabupaten
3
Indragiri Hulu 5 - - 5 - -
Kabupaten
4
Indragiri Hilir 2 9 - 2 - -
Kabupaten
5
Kampar - - - - - -
6 Kota Dumai - 19 - - - -
Kabupaten Rokan
7
Hilir 1 2 - - - -
Kabupaten Rokan
8
Hulu 4 11 - 4 - -
9 Kabupaten Siak - - - - - -
Kabupaten
10
Kuantan Singingi 2 11 - 2 - -
Kabupaten
11
Pelalawan 12 441 - 12 441 -
Kabupaten
12
Kepulauan Meranti - 5 - - 4 -
TOTAL 51 1.124 - 49 1071 -
Sumber data: Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Se Provinsi Riau

Catatan:
Berdasarkan PP 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah berbunyi:
Pasal 12 ayat:
(1) “Hak Pengelolaan tidak dapat dijadikan jaminan utang”;
(2) “Hak Pengelolaan tidak dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”;
(3) “Hak Pengelolaan hanya dapat dilepaskan dalam hal diberikan hak milik,
dilepaskan untuk kepentingan umum, atau ketentuan lain yang diatur dalam
peraturan Perundang – undangan.
Pasal 14 ayat:
(1) “Hak pengelolaan hapus karena:
a. dibatalkan haknya oleh Menteri karena:
1. Cacat Administrasi; atau
2. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya;
c. dilepaskan untuk kepentingan umum;
d. dicabut berdasarkan Undang – Undang;
e. diberikan hak milik;
f. ditetapkan sebagai Tanah terlantar; atau
g. ditetapkan sebagai tanah musnah.
(2) Dalam hal Hak Pengelolaan dibatalkan karena cacat administrasi
sebagaimana huruf a angka 1, Hak Atas Tanah diatas HPL dapat dinyatakan
batal apabila dinyatakan dalam surat keputusan pembatalan hak;
(3) Dalam hal Hak Pengelolaan dibatalkan karena pelaksanaan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2, Hak Atas Tanah diatas HPL dapat
dinyatakan batal sepanjang amar putusan pengadilan mencantumkan
batalnya Hak Atas Tanah diatas HPL.

3. Luas lahan HPL, HGU dan HGB ditetapkan sebagai lahan terlantar
a. luas Tanah HPL, HGU, HGB yang terindikasi tanah terlantar yaitu:
▪ Luas HGU seluas 48.798,97 Ha.
▪ Luas HGB seluas 129,19 Ha.
▪ Luas HPL tidak ada.

b. HGU yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar dan sudah ditetapkan yaitu
PT. Alfa Glory Seluas 726.250 Ha. di Kabupaten Kuantan Singingi berdasarkan SK
Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 10/PTT-HGU/BPNRI/2012 tanggal 18
Januari 2012.
Terhadap tanah terlantar yang belum terdata, dapat diketahui setelah dilakukan
Identifikasi terhadap tanah yang terindikasi tanah terlantar, yang pelaksanaan
kegiatannya dilakukan sesuai DIPA.

c. Luas tanah terlantar yang sudah ditetapkan sebagai tanah negara


Luas Tanah HGU yang tanah terlantar dan sudah ditetapkan yaitu PT. Alfa Glory
Seluas 726.250 Ha. di Kabupaten Kuantan Singingi berdasarkan SK Menteri
Agraria dan Tata Ruang No. 10/PTT-HGU/BPNRI/2012 tanggal 18 Januari
2012.
d. Luas Tanah terlantar yang sudah menjadi obyek redistribusi lahan atau obyek
Reforma Agraria.
Bahwa luas tanah yang sudah ditetapkan seluas 726,250 Ha berdasarkan SK
Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 10/PTT-HGU/BPNRI/2012 tanggal 18
Januari 2012, kemudian yang sudah ditetapkan sebagai objek Redistribusi
Tanah untuk tahap pertama seluas 219,18 Ha berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau No. 157/SK-14.MP.02.03/VII/2020
tanggal 20 Juli 2020 dan selanjutnya untuk tahap kedua ditetapkan seluas
185,78 Ha berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi
Riau No. 176/SK-14.MP.02.03/VIII /2020 tanggal 31 Agustus 2020.
Terhadap sisa luas 321,292 ha masih terdapat masalah batas desa yang perlu
diselesaikan: Bahwa pemilik tanah berada diluar letak tanah (absente) dan
banyaknya penguasaan masyarakat terhadap tanah pertanian yang melebihi
batas maksimum (lebih dari 5 Ha).
e. Luas Tanah terlantar yang sudah didayagunakan oleh BPN
Luas Tanah terlantar yang sudah didayagunakan melalui Reforma Agraria;
Tahap pertama tahun 2020 seluas 219,18 Ha sebanyak 175 Bidang.
Tahap kedua tahun 2021 seluas 185,78 Ha sebanyak 120 Bidang.
f. Luas tanah terlantar yang belum di inventarisir oleh BPN
Terhadap tanah terlantar yang belum terdata, dapat diketahui setelah dilakukan
Identifikasi terhadap tanah yang terindikasi tanah terlantar, yang pelaksanaan
kegiatannya dilakukan sesuai DIPA.
g. Luas lahan yang berhasil diredistribusikan oleh Pemerintah untuk kepentingan
umum,
Yang dapat kami laporkan adalah redistribusi tanah untuk kepentingan
masyarakat, yaitu sesuai tabel dibawah ini:
Jumlah
No Kabupaten/Kota Luas (M2) Keterangan
(Bidang)

Tahun 2018

1 Siak 4.000 32.628.555 Pelepasan HGU dari PT MEG

Tanah Negara dari Pelepasan


2 Indragiri Hilir 5.500 35.862.257
Kawasan Hutan

Total 9.500 68.490.812

Tahun 2019

Tanah Negara dari Pelepasan


1 Kampar 4.002 48.245.721 Kawasan Hutan, Penyelesaian
Konflik

Tanah Transmigrasi, 20%


2 Rokan Hulu 4.629 40.016.757
Pelepasan HGU PT SAI

Pelepasan HGU PT MEG, Tanah


3 Siak 1.454 22.779.755
Garapan

4 Kuantan Singingi 3.100 29.802.765 SK TOL lama, Tanah Garapan

5 Pelalawan 2.804 23.811.913 Tanah Garapan

Total 15.989 164.656.911


Jumlah
No Kabupaten/Kota Luas (M2) Keterangan
(Bidang)

Tahun 2020

Penyelesaian sengketa
pertanahan dan kewajiban 20%
1 Bengkalis 750 10.660.949
pemegang HGU PT. ADEI
Plantation

2 Indragiri Hulu 1.508 15.081.484 Tanah Garapan

3 Kampar 3.472 16.069.308 Tanah Garapan

4 Dumai 750 4.857.354 Tanah Transmigrasi

Penyelesaian masalah SKP


5 Rokan Hulu 3.600 29.438.133 Tanah Transmigrasi, 20%
Kewajiban Plasma HGU PT GPH

Tanah Hasil Perubahan Batas


6 Rokan Hilir 700 6.682.948
Kawasan Hutan, Tanah Garapan

7 Siak 750 10.547.995 Tanah Garapan

Tanah Garapan,
Pendayagunaan Tanah
8 Kuantan Singingi 1.100 8.508.811
Terlantar PT Alpha Glory, SK
TOL lama

Total 12.630 101.846.982

Tahun 2021 Masih dalam Proses

1 Rokan Hulu 2.289 17.103.241 Tanah Transmigrasi

Kewajiban 20% pemegang HGU


2 Rokan Hilir 1.551 17.072.980
PT. Jatim Jaya Perkasa

Tanah Garapan, Pelepasan


3 Siak 458 3.512.533
Areal Perkebunan PT.RGM

Total 4.298 37.688.754

Grand Total 42.417 372.683.459

Sumber data: Bidang Penataan Pertanahan Kanwil BPN Provinsi Riau


4. Menyangkut HPL, HGU dan HGB yang melebihi ketentuan batas izin
pengelolaan
Berdasarkan Peraturan Menteri ATR. No. 17 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi dan
Surat Edaran Menteri ATR/Kepala BPN Nomor: 6/SE-HM.01/IX/2019 tanggal 30
September 2019 tentang Pengendalian Pemilik Manfaat dan Perusahaan
Terafiliasi dalam Proses Penetapan dan Peralihan Hak Atas Tanah, bahwa
berdasarkan data Komputerisasi Kantor Pertanahan tidak ditemukan penerbitan
HGU, HGB dan HPL yang diperoleh oleh Badan Hukum Negara/Daerah maupun
Swasta yang melebihi izin lokasi.

5. Permasalahan ketidaksesuaian Izin HPL, HGU dan HGB dengan kenyataan


riil yang ada di lapangan
Ketidaksesuaian Peruntukan terdapat 10 Bidang:
a. Di Kabupaten Pelalawan terdapat 2 bidang HGU No. 146 dan 147 atas nama
PT. Trisetia Usaha Mandiri;
b. Di Kabupaten Kuantan Singingi terdapat 2 bidang HGB 01, HGB 02 atas nama
PT. Citra Riau Sarana;
c. Di Kabupaten Rokan Hulu terdapat 2 bidang HGB No 1 PT. Fortius Agro Asia,
HGB No 03 PT. Sontang Sawit Permai;
d. Di Kabupaten Bengkalis terdapat 3 bidang HGB No. 10, 38, 42 atas nama PT.
Pertamina Persero;
e. Di Kabupaten Rokan Hilir terdapat 1 Bidang HGB No. 01 atas nama PT. Sinar
Dana Caraka.

6. Izin HPL, HGU dan HGB yang belum digunakan sesuai dengan maksud dan
tujuan pemberian haknya karena keterbatasan modal dan karena alasan
lainnya
a. Untuk HGU terdapat 2 (dua) bidang yang belum dimanfaatkan sesuai dengan
maksud dan tujuan pemberian haknya yaitu HGU No. 146 dan 147 atas nama
PT. Trisetia Usaha Mandiri.
b. HGB yang belum digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian
haknya karena keterbatasan modal

HASIL PEMANTAUAN
BELUM
NO KAB/ KOTA LUAS (M2) DIMANFAATKAN
SESUAI (M2)
KARENA KURANG
MODAL (M2)
1 2 3 4 5

1 Kabupaten Bengkalis 58.871 8.545 50.326


Kabupaten Indragiri
2 32.291 - 32.291
Hilir
3 Kabupaten Kampar 28.234 - 28.234

4 Kabupaten Rokan Hilir 5.395 - 5.395


Kabupaten Rokan
5 18.960 - 18.960
Hulu
Kabupaten Kuantan
6 69.484 - 69.484
Singingi
JUMLAH 213.235 8.545 204.690
Sumber data: Kantor Pertanahan Kab/Kota Se Provinsi Riau

7. Izin HPL, HGU dan HGB yang masuk dalam perubahan Rencana Tata Ruang
dan Wilayah
HGU/HGB/HPL dalam
RTRW Kabupaten/Kota
NO Kabupaten/Kota perubahan RTRW
RTRW RTRW Revisi Jumlah (Bidang) Luas (Ha)
1 2 3 4 5 6
Perda RTRW Perda RTRW
1 Kota Pekanbaru 0 0
Nomor 04/1993 Nomor 7/2020
HGU: 679,75
Perda RTRW Masih dalam HGU; 11 Ha
2 Kabupaten Bengkalis
Nomor 19/2004 Proses HGB: 42 HGB: 313,68
Ha
HGU:
Kabupaten Indragiri Masih dalam HGU: 24 29558,71 Ha
3 -
Hulu Proses HGB: 60 HGB: 114,95
Ha
HGU: 2518,41
Kabupaten Indragiri Perda RTRW Masih dalam HGU: 11 Ha
4
Hilir Nomor 02/1994 Proses HGB: 24 HGB: 79,37
Ha
HGU:
Perda RTRW Perda RTRW HGU: 18 8.153,04 Ha
5 Kabupaten Kampar
Nomor 11/1999 Nomor 11/2019 HGB: 1142 HGB: 273,93
Ha
HGU: 0
Perda RTRW Perda RTRW HGU: 0
6 Kota Dumai HGB: 35,05
Nomor 11/2002 Nomor 15/2019 HGB: 350
Ha
HGU: 2.321
Perda RTRW Masih dalam HGU: 5 Ha
7 Kabupaten Rokan Hilir
Nomor 27/2002 Proses HGB: 51 HGB: 88,52
Ha
HGU:
Kabupaten Rokan Perda RTRW Perda RTRW HGU: 31 72.038,28 Ha
8
Hulu Nomor 19/2003 Nomor 1/2020 HGB: 1.906 HGB: 45,45
Ha
Perda RTRW Perda RTRW
9 Kabupaten Siak 0 0
Nomor 01/2002 Nomor 1/2020
HGU: 3670,29
Kabupaten Kuantan Perda RTRW Masih dalam HGU: 12 Ha
10
Singingi Nomor 01/2004 Proses HGB: 70 HGB: 82,92
Ha
HGU:
Perda RTRW Perda RTRW HGU: 53
11 Kabupaten Pelalawan 4.884,16 Ha
Nomor 23/2001 Nomor 7/2019 HGB: 4
HGB: 1,41 Ha
Kabupaten Kepulauan Perda RTRW HGU: 0 HGU: 0
12 -
Meranti Nomor 8/2020 HGB: 9 HGB: 1,23 Ha
HGU :
HGU: 165 123.823,6 Ha
JUMLAH
HGB: 3.658 HGB :
1.036,51 Ha
Sumber data: Bidang Penataan dan Pemberdaan Kanwil BPN Provinsi Riau

8. Izin HGU yang baru maupun yang akan diperpanjang dalam mewajibkan 20%
luas lahan diberikan dari total luas lahan HGU kepada Perkebunan Plasma
No KANTOR JUMLAH HGU YANG TERBIT SETELAH TAHUN 2014 (KEWAJIBAN PLASMA
PERTANA HGU 20%)
HAN KESELU PEMBERIAN PERPANJAN JUMLAH LUAS LUAS
RUHAN HGU GAN/ HGU HGU (Ha) KEWAJIBA
PEMBARUAN N PLASMA
HGU (Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Kota
5 - - - - -
Pekanbaru
2 Kabupaten
38 - 1 1 11.571,17 2.416,82
Bengkalis
3 Kabupaten
Indragiri 89 39 7 46 10.173,53 1.429,41
Hulu
4 Kabupaten
Indragiri 36 - - - - -
Hilir
5 Kabupaten
81 5 - 5 4.099,86 778,6
Kampar
6
Kota Dumai 2 - 1 1 18,71 -
7 Kabupaten
58 - - - - -
Rokan Hilir
8 Kabupaten
41 10 4 14 33.837,38 9.303,08
Rokan Hulu
9 Kabupaten
34 8 - 8 868,38 298,10
siak
10 Kabupaten
7.717,771
Kuantan 26 - 6 6 4.874
3
Singingi
11 Kabupaten 2.796,13
85 16 - 16 8.155,32
Pelalawan
12 Kabupaten
0 - - - - -
Kepulauan
Meranti
TOTAL 495 78 19 97 78.982,47 22.413,93
Sumber data: Komputerisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Kota Se. Provinsi Riau.

Catatan: Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan


Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha untuk HGU di bawah 250
Ha tidak dikenakan kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sekitar.

9. Tanah masyarakat diklaim Oleh Kementrian Kehutanan masuk sebagai


tanah Kawasan hutan

Sertipikat dalam Kawasan hutan


NO Kabupaten/Kota Jumlah
Luas (Ha)
(Bidang)
1 2 3 4

1 Kota Pekanbaru 117 168,10


2 Kabupaten Bengkalis 3.105 3.171,42
3 Kabupaten Indragiri Hulu 8.131 41.155,53
4 Kabupaten Indragiri Hilir 4.454 7.635,97
5 Kabupaten Kampar 10.910 10.000,10
6 Kota Dumai 3.933 1.423,89
7 Kabupaten Rokan Hilir 2.902 5.460,10
8 Kabupaten Rokan Hulu 9.558 13.495,49
9 Kabupaten Siak 2.461 2.823,19
Kabupaten Kuantan
10 5.477
Singingi 9.214,86
11 Kabupaten Pelalawan 7.256 11.578,19
Kabupaten Kepulauan
12 1.219
Meranti 732,59
JUMLAH 23.495 67.423, Ha
Sumber data: Kantor Pertanahan Kab/Kota Se Provinsi Riau dan Bidang Penataan dan
Pemberdayaan Kanwil BPN Provinsi Riau
10. Sengketa yang masuk dalam ranah hukum Pengadilan terkait dengan izin
HPL, HGU dan HGB
Terdapat 11 sengketa yang masuk dalam ranah hukum pengadilan yaitu 3 HGU
dan 8 HGB, yang terdiri dari:
a. HGU No. 02/Kelasa dan HGU No. 3/Payarambai An. PT. Kencana Amal
Tani atas tanah yang terletak di Desa Belimbing, Kelesa, Ringan, dan
Kelurahan Pangkalan Kasai Kabupaten Indragiri Hulu dengan Register
Perkara No. 11/Pdt.G/2020/PN.Rgt antara Masyarakat an. Paijan, Dk.,
dengan PT. Kencana Amal Tani, perkara pada saat ini dalam proses kasasi;
yang inti amar putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru :
Dalam Provisi: Menolak Tuntutan Provisi dari Penggugat.
Dalam Eksepsi: Menolak seluruh eksepsi dari para Tergugat.
Dalam Pokok Perkara: Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya
Upaya Penyelesaian dari Kantor Pertanahan Kabupaten Indragiri Hulu
sebelumnya tidak ada karena para pihak langsung mengajukan gugatan
melalui jalur litigasi
b. HGU No. 03/Sekijang PT. Cipta Daya Sejati Luhur atas tanah yang terletak
di Kelurahan Sekijang Kecamatan Bandar Sekijang Kabupaten Pelalawan
dengan Register Perkara No. 3/G/2017/PTUN.PBR antara Syafri dengan PT.
Cipta Daya Sejati Luhur, perkara pada saat ini sudah selesai (incrach).
Upaya Penyelesaian/penanganan dari Kantor Pertanahan Kabupaten
Pelalawan sebelumnya tidak ada karena para pihak langsung mengajukan
gugatan melalui jalur litigasi/pengadilan
c. HGU No. 11/2005/Pedamaran An. PT. Jatim Jaya Perkasa atas tanah yang
terletak di Desa Pedamaran Teluk Bano, Kecamatan Pekaitan Kab. Rokan
Hilir Dengan Register Perkara No. 75/Pdt.G/2016/PN. RHL Jo.
141/PDT/2017/PT. PBR antara Ali Marwin, Dkk dengan PT. Jatim Jaya
Perkasa dan Kantor Pertanahan Kab. Rokan Hilir, perkara pada saat ini
sudah selesai (Incrach).
Inti amar putusan Pengadilan Tinggi: Menguatkan Putusan Pengadilan
Negeri No. 75/Pdt.G/2016/PN. RHL permohonan banding yang diajukan oleh
Kuasa Hukum Pembanding I, II, III dan IV, semula Penggugat I, II, III dan IV
tersebut ;
Inti amar putusan Pengadilan Negeri: Pengadilan Negeri Rokan Hilir tidak
berwenang untuk memeriksa mengadili Perkara.
Upaya Penyelesaian/penanganan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan
Hilir, para pihak mengajukan gugatan melalui jalur litigasi/pengadilan.
d. HGB No. 4 PT Panca Surya Garden atas tanah yang terletak di Desa
Teratak Buluh, Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar dengan Register
Perkara No. 2/G/2021/PTUN.Pbr antara Sahnan Siregar dengan Kantah
Kab. Kampar, perkara tersebut telah terbit putusan di Pengadilan Tata
Usaha Pekanbaru (PTUN) dan telah berkekuatan hukum tetap;
Upaya Penyelesaian/penanganan dari Kantor Pertanahan Kabupaten
Kampar sebelumnya tidak ada karena para pihak langsung mengajukan
gugatan melalui jalur litigasi/pengadilan
e. Sertipikat HGB No. 6450/Desa Baru An. PT. Torganda atas tanah yang
terletak di Desa Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar dengan
Register Perkara No. 21/Pdt.G/2020/PN.Bkn antara. Jaja Suprijadi dengan
PT. Torganda, dkk, perkara tersebut saat ini telah terbit putusan pengadilan
Tinggi (Banding) dan telah berkekuatan hukum tetap.;
Upaya penyelesaian/penanganan dari BPN (Kantah Kampar) pernah
dilakukan untuk memediasi para pihak serta melakukan peninjauan
lapangan namun tidak terdapat kesepakatan diantara para pihak sehingga
para pihak memilih jalur hukum pengadilan
f. HGB No. 152 PT. Perkebunan Nusantara V atas tanah yang terletak di Desa
Pantai Raja, Penghentian Raja Kabupaten Kampar dengan Register Perkara
No. 90/Pdt.G/2020/PN.BKN antara Gasdianto dengan PT. Perkebunan
Nusantara V, perkara pada saat ini dalam proses banding.
Bahwa pihak Penggugat langsung mengajukan gugatan
g. HGB No. 1/1990 PT. Pelindo Kabupaten Siak dengan Register perkara
No. 32/Pdt.G/2021/PN.Sak antara Katimah dengan PT. Pelindo, perkara
pada saat ini pada tahap mediasi di Pengadilan Negeri Siak;
Upaya penyelesaian/penanganan sengketa difasilitasi Pemerintah Daerah
Siak dengan mengundang Kantor Pertanahan Kabupaten Siak. Karena tidak
tercapai kesepakatan, ditempuh jalur hukum pengadilan.
h. Hak Guna Bangunan No. 524/Delima atas nama RA Maslena Dewi atas
tanah yang terletak di Kelurahan Delima Kecamatan Tampan dengan
Register Perkara No. 184/Pdt.G/2020/PN Pbr antara Mimin Mintarsih
dengan RA Maslena Dewi, perkara tpada saat ini sudah selesai;
Upaya Penyelesaian/penanganan dari Kantor Pertanahan (Kantah Kota
Pekanbaru) sebelumnya tidak ada karena para pihak langsung mengajukan
gugatan melalui jalur litigasi/pengadilan
i. HGB No 29 tahun 1997 an. PT Surya Dumai Land Perkasa, HGB No 30
tahun 1998 an. PT Surya Dumai Land Perkasa,HGB No 32 tahun 1988 an.
PT Surya Dumai Land Perkasa, HGB No 33 tahun 1998 an. PT Surya Dumai
Land Perkasa, HGB No 34 tahun 1998 an. PT Surya Dumai Land Perkasa,
HGB No 35 tahun 1998 an. PT Surya Dumai Land Perkasa, atas tanah yang
terletak Kelurahan Simpang Empat, Kecamatan Pekanbaru dengan Register
Perkara No 17/Pdt.G/2020/PN Pbr antara Busrial dengan PT. Surya
Dumai Land Perkasa, dan Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, perkara pada
saat ini Proses Kasasi;
Upaya Penyelesaian/penanganan dari Kantor Pertanahan (Kantah Kota
Pekanbaru) sebelumnya tidak ada karena para pihak langsung mengajukan
gugatan melalui jalur litigasi/pengadilan.
j. HGB nomor 344/Padang Terubuk dan Sertifikat Hak Guna Bangunan nomor
438/Padang Terubuk atas tanah yang terletak Kelurahan Padang Terbuk,
Kecamatan Senapelan, dengan Register Perkara No. 183/Pdt.G/2021/PN
Pbr antara Paulina Simatupang,dkk dengan Hajjah Mariani,dkk, dan Kantor
Pertanahan Kota Pekanbaru, perkara pada saat ini sedang berjalan di
Pengadilan Negeri Pekanbaru;
Upaya Penyelesaian/penanganan dari Kantor Pertanahan (Kantah Kota
Pekanbaru) sebelumnya tidak ada karena para pihak langsung mengajukan
gugatan melalui jalur litigasi/pengadilan
k. HGB No. 534/Sidomulyo Timur atas tanah yang terletak Kelurahan
Sidomuilyo Timur, Kecamatan Marpoyan Damai dengan Register Perkara
No. 170/Pdt.G/2021/PN Pbr antara ABD. Kadir dengan PT. Hanjaya
Mandala Sampoerna,dkk dan Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, perkara
pada saat ini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Pekanbaru;
Upaya Penyelesaian/penanganan dari Kantor Pertanahan (Kantah Kota
Pekanbaru) sebelumnya tidak ada karena para pihak langsung mengajukan
gugatan melalui jalur hukum litigasi/pengadilan.

11. Sengketa antara masyarakat hukum adat dengan izin HPL, HGU dan HGB
a. Klaim Masyarakat Suku Pantai Raja terhadap HGU PTPN V di Kabupaten
Kampar seluas ± 150 Ha.
b. Klaim Suku Penghulu Setio dirajo terhadap HGU PT. Sarikat Putra ± 6.767,65
Ha.

12. Perizinan HPL, HGU dan HGB tumpang tindih dengan kawasan hutan

HPL HGB HGU


No Kabupaten
Jumlah Jumlah Jumlah
Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)
Bidang Bidang Bidang
1 2 3 4 5 6 7 8

1 - - 44 452,79 10 401,39
Bengkalis
2 - - 55 91,31 18 26.770
Indragiri Hulu
3 - - 18 30,03 52 567,56
Indragiri Hilir
4 - - 1.107 276,95 24 6.784,41
Kampar
Kepulauan
5 - - 50 2,04 - -
Meranti
Kuantan
6 - - 71 145,1 12 8.966,23
Singingi
7 Pelalawan - - 4 1,42 15 5.404,98
8 Rokan Hilir - - 52 79,34 9 4.007,48
9 - - 10 64,54 25 3.761,23
Rokan Hulu
10 - - 4 17,92 25 1.375,71
Siak
11 Dumai - - 502 27,83 - -
12 - - 2 0,09 3 1,77
Pekanbaru
Jumlah - - 1.919 1.189,36 193 58.040,76
Sumber data: Penataan Pertanahaan dan Pemberdayaan Kanwil BPN Provinsi Riau

Terhadap konflik penyelesaian HGU, HGB dan HPL yang semula APL kemudian
menjadi kawasan hutan (HPK), pihak Pemegang Hak Mengajukan permohonan
pelepasan Kawasan Hutan Kepada Menteri KLHK cq. Dirjen Planalogi KLHK.
13. Perizinan HPL, HGU dan HGB tumpang tindih dengan izin/konsensi
pertambangan
Tidak ada tumpang tindih dengan izin/konsensi pertambangan Swasta maupun
BUMN/BUMD, namun dalam Permen ATR/BPN No.7/2017 sudah diberikan ruang
koordinasi lintas sektor, dimana dalam pendaftaran, perpanjangan dan
pembaharuan HGU melibatkan Panitia B yg anggotanya terdiri atas lintas sektor
tersebut. Untuk sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi diwakili Dinas Energi
dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau yg melakukan klarifikasi dan fasilitasi
PPLB (Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama).
Saat ini dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memproses dan
menerbitkan PPRB kepada 11 Pemegang HGU yaitu:
DAFTAR PEMEGANG HGU YANG MEMILIKI PERJANJIAN PEMANFAATAN
LAHAN BERSAMA:
1) PT. Sinar Sawit Sejahtera;
2) PT. Air Jernih;
3) PT. Sumber Alam Makmur;
4) PTPN V;
5) PT. Graha Permata Hijau;
6) PT. Riau Anugrah Sentosa;
7) PT. Riau Agung Karya Abadi;
8) PT. INECDA;
9) PT. Sari Lembah Subur;
10) PT. Kimia Tirta Utama;
11) PT. Sawit Asahan.

14. Perusahaan Swasta yang tidak memilki Izin Lokasi dan Izin Usaha
Perkebunan (IUP)
Berdasarkan :
a. PP Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan
Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah;
b. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 17 tahun 2019 tentang izin lokasi;
c. Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nomor: 6/SE-HM.01/IX/2019 tanggal 30 September 2019 tentang
Pengendalian Pemilik Manfaat dan Perusahaan Terafiliasi dalam Proses
Penetapan dan Peralihan Hak Atas Tanah.
Berkaitan dengan permohonan HPL, HGU dan HGB yang dimohonkan kami
tidak menemukan Perusahaan Swasta yang mendapat pengelolaan Hak
tersebut tetapi tidak memiliki Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).
15. Aturan yang membatasi pengelolaan maksimum HPL dan HGU,
Sampai dengan saat ini untuk batasan maksimum penguasaan HGU belum ada
peraturan yang mengaturnya, pembatasan terhadap pengelolaan maksimum HGU
baru sebatas pemberian terhadap izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang
dimiliki perusahaan, yakni sebagaimana yang diatur pada pasal 5 ayat (1) huruf c
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/kepala BPN RI No 17 Tahun 2019
tentang Izin Lokasi, yaitu untuk komoditas pangan selain tebu 1 (satu) Provinsi
seluas 20.000 Ha, dan untuk seluruh Indonesia seluas 100.000 Ha, dan untuk izin
usaha perkebunan diatur pada Lampiran VI Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor : 98/Permentan/Ot.140/9/2013, yaitu untuk kelapa sawit
maksimal 100.000 Ha, sehingga berdasarkan data Komputerisasi Kantor
Pertanahan Kabupaten Kota Se Provinsi Riau belum terdapat pendaftaran atau
pemberian hak perusahaan/kelompok perusahaan besar yang melebihi dari batas
IUP dan izin lokasi yang telah ditetapkan instansi yang berwenang karena
penerbitan HGU tetap mempedomani luas IUP dan luasan Izin lokasi yang dimiliki
perusahaan.

16. Peran Bank Tanah dalam melakukan pengelolaan tanah terlantar


Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2021 Tentang Bank
Tanah sampai saat ini belum ada Petunjuk Teknis/Aturan sebagai dasar
pelaksanaan Bank Tanah belum ada.
17. Kasus penguasaan masyarakat diatas izin HGU, HGB, dan HPL baik yang
masih aktif maupun yang sudah berakhir
a. HGU An. Rohani Chalid dikuasai masyarakat seluas ± 7,25 Ha di Kota
Pekanbaru;
b. HGU An. PT. Perkebunan Bintan dikuasai masyarakat seluas ± 1.422 Ha di
Kota Pekanbaru;
c. HGU An. PT. Alam Sari Lestari dikuasai masyarakat ± 4.368,27 Ha di Kab.
Inhu;
d. HGU An. PT Meridan Sejati Surya Plantation dikuasai masyarakat ± 947 Ha Di
Kab. Siak;
e. HGU An. PT Wanasari Nusantara dikuasai masyarakat ±411,1 Ha di Kab.
Kuansing;
f. HGB An. PT Panca Belia Karya di Kota Pekanbaru;
g. PT. Inti Kamparindo Sejahtera (SHGU No.03/Desa Senama Nenek, Desa
Danau Lancang Luas 9.554 Ha) di Kab. Kampar;
h. PT. Johan Sentosa (SHGU No. 02/Desa pasir Sialang, Ganting, Petapahan,
Pulau Jambu luas 5.764 Ha) di Kab. Kampar;
i. HGU PT. Cipta Daya Sejati Luhur dengan kelompok tani Makmur Sejati seluas
±194Ha Di. Kab. Pelalawan

18. Perhatian khusus BPN terkait semua permasalahan HGU, HGB, dan HPL
dengan berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
a. Bahwa TIM GTRA baik di Provinsi dan Kab/Kota sudah mulai mendata potensi
TORA pada lahan HGU, yang akan berakhir Haknya, Konflik dengan
masyarakat dan 20% pelepasan kawasan yang akan di redistribusikan untuk
masyarakat sekitar.
b. Kendala yg dihadapi oleh Kanwil BPN Prov. Riau terhadap permasalahan
HGU, HGB dan HPL adalah ditemukannya beberapa permohonan HAT yang
pemanfaatan ruangnya sudah tidak sesuainya dengan Perda RTRW yang
berlaku, sementara pada tanah tersebut sebelumnya telah lahir Hak ataupun
Izin yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang, karna memang pada saat
hak/izin diberikan secara tata ruang pemanfaatannya memang telah sesuai
dengan perda rtrw yang berlaku saat itu, namun dengan disahkannya UUCK
diharapkan permasalahan permohonan HAT yg sebelumnya telah memiliki
Hak ataupun Izin dari Instansi yang berwenang namun sudah tidak sesuai
dengan RTRW yang berlaku saat ini dapat diselesaikan, untuk itu Kanwil BPN
Prov. Riau berharap peraturan pelaksana dari PP 43 Tahun 2021 tentang
Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau
Hak Atas Tanah terutama tentang Keterlanjuran yang dimaksud pada pasal 12
ayat (1) huruf b dapat segera dikeluarkan oleh Instansi terkait
D. Paparan Direktur Utama PTPN V Wilayah Riau
E. Paparan PT Pertamina Hulu Riau (PHR)
1. Profil Perusahaan
▪ PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) adalah anak perusahaan PT Pertamina (Persero) --
yang 100% sahamnya dimiliki Pemerintah Indonesia-- dan dikelola di bawah naungan
PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai subholding upstream PT Pertamina (Persero).
▪ PT PHR atau Regional 1 (Sumatera) dari Pertamina Sub Hodling Upstream meliputi 4
zona, yakni :
Zona 1 (Meliputi wilayah kerja Rantau, Pangkalan Susu, Jambi, Lirik, NSO, Siak-
Kampar, CPP, Jambi Merang, Jabung/Non Operator, dan Kakap/Non Operator).
Zona 2&3 (Meliputi WK Rokan di Provinsi Riau),
Zona 4 (Meliputi wilayah kerja Adera, Pendopo, Limau, Prabumulih, Ramba,
Corridor/Non Operator, Ogan Komering-Raja Tempirai)
▪ Sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dari Pemerintah Indonesia, PT PHR
mengelola Wilayah Kerja (WK) Rokan (Zona2&3) sejak 9 Agustus 2021, yang
merupakan blok terminasi PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI). WK Rokan
mencakup luas sekitar 6.200 km2 yang terletak di 7 kabupaten/kota di Provinsi Riau,
dengan mengelola sekitar 80 lapangan aktif dan 13.600 sumur.
▪ PHR, mengacu pada perusahaan induknya PHE, memiliki visi “Menjadi Perusahaaan
Minyak dan Gas Bumi Kelas Dunia” dan Misi “Melaksanakan pengelolaan operasi dan
portfolio usaha sektor hulu minyak dan gas bumi secara profesional dan berdaya laba
tinggi serta memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan”.

2. Dasar hukum yang melatar belakangi Perusahaan mendapatkan izin HPL atau HGU
atau HGB dari Negara
▪ Beberapa peraturan perundang-undangan terkait:
- UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
- UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
- UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendarahaan Negara;
- PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
- PP 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, sebagaimana telah diubah
beberapa kali, perubahan terakhir melalui PP 55 Tahun 2009;
- PP No.27 Tahun 2014 jo. PP 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan BMN/D;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara Hulu Migas.
▪ Mengacu pada peraturan perundang-undangan di atas, bidang-bidang tanah WK Rokan
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau perolehan lain yang sah dan saat ini
dikelola oleh PHR WK Rokan selaku Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) merupakan
Barang Milik Negara berupa Tanah Hulu Migas.
▪ Bidang-bidang tanah dimaksud disertifikatkan atas nama Pemerintah RI cq.
Kementerian Keuangan RI dengan status Hak Pakai dan jangka waktu tidak
terbatas sepanjang masih digunakan sesuai peruntukan.
▪ Dengan demikian, informasi yang disampaikan oleh PHR WK Rokan pada pertanyaan
ini dan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya akan dijawab dalam konsep Hak Pakai (HP)
a.n. Pemerintah RI cq. Kementerian Keuangan RI terhadap BMN Tanah WK Rokan.
▪ Kewenangan terkait penerbitan HGU, HGB dan HPL berada di Kementerian ATR/BPN

3. Luas tanah dan Durasi HPL atau HGU atau HGB yang digarap oleh Perusahaan
Berdasarkan informasi sementara yang diterima PHR WK Rokan, mengacu pada daftar
BMN Tanah Terminasi WK Rokan yang dialihkelolakan dari operator WK Rokan
sebelumnya kepada Pemerintah RI melalui SKK Migas dan Pusat Pengelolaan BMN
Kementerian ESDM, estimasi luas BMN Tanah WK Rokan adalah ±50.000 ha (lima puluh
ribu hektar) yang tersebar di 5 Kabupaten (Siak, Kampar, Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan
Hilir) dan 2 Kota (Pekanbaru, Dumai).

4. izin HPL atau HGU atau HGB yang telah berakhir jangka waktunya diperpanjang
PHR WK Rokan sebagai KKKS Hulu Migas mitra Pemerintah RI beroperasi pada wilayah
kerja yang merupakan Barang Milik Negara berupa Tanah Hulu Migas a.n. Pemerintah RI
cq. Kementerian Keuangan RI, sepanjang jangka waktu Kontrak Kerja Sama WK Rokan.

5. Izin HPL atau HGU atau HGB yang telah didapatkan Perusahaan terjadi sengketa
Berdasarkan informasi sementara yang diterima oleh PHR, terdapat beberapa gugatan
masyarakat atas BMN Tanah WK Rokan yang diajukan kepada Pengadilan. Namun
demikian, pihak berperkara dari perkara-perkara dimaksud adalah operator WK Rokan
sebelumnya (PT Chevron Pacific Indonesia/CPI) dan SKK Migas.
PHR WK Rokan tidak termasuk dalam pihak yang berperkara.

6. Izin HPL atau HGU atau HGB yang dikuasai oleh Perusahaan dijadikan penguasaan
sepihak dan ilegal oleh perorangan/pribadi atau kelompok
Berdasarkan informasi sementara yang diterima oleh PHR WK Rokan hingga saat ini,
terdapat beberapa penguasaan sepihak dan ilegal oleh perorangan/pribadi atau kelompok
di beberapa lokasi pada wilayah kerja operasional migas WK Rokan (area sumur migas,
jalur pipa penyalur, dan lokasi operasional lainnya).
PHR WK Rokan akan menindaklanjuti informasi ini sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.

7. Izin HPL atau HGU atau HGB oleh Perusahaan masuk dalam perubahan Rencana
Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten/Kota/Provinsi
Berdasarkan informasi sementara yang diterima oleh PHR WK Rokan hingga saat ini,
wilayah kerja WK Rokan berada pada kawasan pertambangan sesuai Perda Provinsi Riau
No.10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau Tahun 2018-2038.

8. Kasus atau sengketa tumpang tindih antara Perusahaan dengan masyarakat


Berdasarkan informasi sementara yang diterima oleh PHR, terdapat beberapa gugatan
masyarakat atas BMN Tanah WK Rokan yang diajukan kepada Pengadilan. Namun
demikian, pihak berperkara dari perkara-perkara dimaksud adalah operator WK Rokan
sebelumnya (PT Chevron Pacific Indonesia/CPI) dan SKK Migas. PHR WK Rokan tidak
termasuk dalam pihak yang berperkara.

9. Penguasaan perizinan HPL atau HGU atau HGB oleh Perusahaan yang dinyatakan
tumpang tindih dengan kawasan hutan
Berdasarkan informasi sampai saat ini yang diterima oleh PHR, terdapat sebagian BMN
Tanah WK Rokan yang dimasukkan dalam Peta Kawasan Hutan Prov. Riau.
Kami mohon DPR dapat membantu penyelesaian permasalahan dimaksud agar kegiatan
produksi/operasional dan pengembangan lapangan migas dapat berjalan lancar demi
mendukung target produksi migas nasional.

10. Permasalahan penguasaan masyarakat diatas perizinan HPL atau HGU atau HGB
yang dikuasai oleh Perusahaan
Berdasarkan informasi sementara yang diterima oleh PHR WK Rokan hingga saat ini,
terdapat beberapa penguasaan masyarakat di beberapa lokasi pada wilayah kerja
operasional migas WK Rokan (area sumur migas, jalur pipa penyalur, dan lokasi
operasional lainnya). PHR WK Rokan akan menindaklanjuti informasi ini sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

11. Realisasi CSR kepada masyarakat setempat yang berdampak dalam aktivitas
Perusahaan terutama pada dampak lingkungan
Perusahaan senantiasa menjalin kemitraan dengan para pemangku kepentingan dalam
mendukung perlindungan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati di sekitar
wilayah operasi PHR WK Rokan.
Beberapa contoh program CSR di bidang lingkungan yang sedang dijalankan oleh
Perusahaan antara lain:

• Program Bank Sampah di Rumbai, Minas, Siak, dan Duri bekerja sama dengan LPPM
UNILAK dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau.
• Program Konservasi Hutan dan Gajah Sumatra bekerja sama dengan Perkumpulan
Gajah Indonesia, Rimba Satwa Foundation dan BBKSDA Riau.
• Inisiatif terkait Gambut untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan di Riau bekerja
sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
• Program Restorasi ekosistem Mangrove di Dumai dan Bengkalis.

12. Kasus penguasaan tanah oleh PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) yang
membentang sepanjang jalan dari Jalan poros Rumbai menuju Dumai sepanjang 180
KM dengan lebar tanah 100 Meter di kanan dan Kiri jalan yang diklaim sebagai lahan
konsensi diperuntukkan kepentingan PT. CPI
▪ Sebagai operator baru di area operasi WK Rokan, PHR WK Rokan siap mendukung
langkah yang akan diambil oleh Pemerintah RI dan pemangku kepentingan terkait atas
permasalahan tersebut di atas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan Kontrak PSC Gross-Split WK Rokan serta menyesuaikan dengan posisi
PHR WK Rokan sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah RI sejak
tanggal 9 Agustus 2021.
▪ Untuk kesinambungan operasi hulu Migas PHR WK Rokan dalam memenuhi target
produksi Migas demi mendukung ketanahan energi nasional, PHR WK Rokan tetap
membutuhkan bidang tanah ROW (jalur lintas) yang membentang dari Rumbai ke
Dumai yang telah terbangun fasilitas produksi berupa jalan, pipa minyak, jalur transmisi
listrik dan fasilitas pendukung produksi migas lainnya.
▪ Berdasarkan informasi sementara yang diterima PHR WK Rokan, selaku operator baru,
bidang tanah ROW di atas telah dibangun oleh operator sebelumnya, jauh sebelum
masyarakat berkegiatan pada lokasi-lokasi tersebut.
▪ Sesuai PMK 140 Tahun 2020 bahwa Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat
BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal
dari perolehan lainnya yang sah.
▪ Untuk itu, apabila ada perubahan atau pencabutan dari suatu keputusan yang sudah
masuk dalam BMN memerlukan persetujuan dari Kementerian Keuangan selalu
pengelola Barang.

F. Paparan PT. Arara Abadi


G. Paparan PT Sinarmas
H. Pendalaman dan Pertanyaan Anggota Panja Komisi II DPR RI
Adapun beberapa pertanyaan Anggota Panja Komisi II DPR RI sebagai berikut:
1) DR Junimart Girsang
▪ Adanya aspirasi dari Masyarakat Kecamatan Kandis kepada Gubernur Riau
tentang Permohonan Pencabutan SK Gubernur Riau Nomor 091/48/59 tanggal
5 Juni 1959 yang telah diperkuat melalui SK Gubernur Riau No.11980/16-1814
tanggal 28 September 1974 selama ini dimilik menjadi sia-sia.
Gubernur Riau perlu menjelaskan permasalahan surat Gubernur kepada Panja
Komisi II DPR RI tentang tanah yang dipinjamkan Pemeintah Daerah Poros
jalan Rumbai ke Dumai sepanjang 180 KM dengan lebar 100 Meter kiri dan
kanan jalan. Hal ini sangat penting dikarenakan menyangkut hak-hak rakyat
yang telah melakukan jual beli tanah dengan bukti Permohonan disampaikan
karena dengan adanya SK Gubernur tersebut hak tanah masyarakat
kepemilikan sertifikat BPN. Sertifikat adalah dokumen yang tidak bisa
dibatalkan. Bagaimana Gubernur menyikapi masyarakat Kecamatan Kandis
sepanjang Poros jalan Rumbai ke Dumai sepanjang 180 KM, Pak Gubernur
boleh menjawab ini dan bisa dijawab tertulis.
▪ Untuk Kawil BPN Riau,kalau kami membaca tentang jawaban secara tertulis
yang kami terima tentang penetapan tanah terlantar, sebenarnya tidak ada
tanah terlantar, yang ada tanah yg ditelantarkan. Setelah mereka mendapatkan
hasil maka mereka akan menelantarkan contoh mereka mendapatkan HGU
mereka ke Bank dan mendapatkan Pinjaman.
▪ Dalam praktek dilapangan itu sesungguhnya terjadi tanah yang diperluas para
penerima HGU yang diperluas termasuk PTPN. Mungkin PTPN V kalo nga di
PTPN II, di PTPN IV juga ada. Artinya para perusahaan yang mendapatkan
HGU saya menjamin 99 % mempeluas daerah HGU nya. Oleh karena itu
dalam pertemuan ini kami harapakan terhadap semua HGU ini yang ada di
Riau dilakukan pengukuran ulang..Kalau tadi disebut pengukuran ulang
masalah Anggaran, Anggaran itu diketok di DPR. Anggaran PTSL besar tapi
diketok juga oleh Komisi II. Jadi jangan bicara masalah Anggran yang sangat
besar,sementara untuk program PTSL yang menyangkut pengukuran bidang
tanah bisa ditambah ini untuk kepentingan rakyat, kami ini wakil rakyat jadi
wajib hukumnya untuk berdiri untuk kepentingan rakyat.
▪ Kita harus sepakat dulu, semua HGU harus kita lakukan pengukuran ulang.
Tidak ada alasan tidak mau. Karena terus terangan para pengusaaha
kayaknya taat hukum tetapi memperalat oknum aparat hukum, ini fakta di
Lapangan.
▪ Kami mendapatkan informasi langsung contoh misalnya PTPN IV tidak
membuka tentang bagimana petani koperasi sawit Makmur. Bagimana
tuntunan mereka 997 Juta. Ini tolong karena sudah menyangkut nama institusi.
▪ Masalah tanah yang selalu membawa konflik konflik tumpang tindih konsesni,
ada konflik sengketa dengan masyarakat ada tumpang tindih lahan konflik
degan Kawasan hutan. Bahwa Komisi II sedang mengkrtisi Kementrian KLHK,
karena Kementrian ini kelihatannya sangat gampang membuat Surat
Keputusan contoh tentang SK 903, belum SK-SK lain, bagainmana mungkin
tanah yang sudah bersetifikat puluhan tahun yang lalu dinyatakan sebagai
Kawasan Hutan, ini akan menimbulkan konflik Horizontal bagaimana Gubernur,
Kepolisan Kejaksaan menyikapi, bagimana BPN sebagi Kementrian
membiarkan begitu saja permasalahan ini. Bagimana mungkin SK 903
Kemetrian KLHK membatalkan Sertifikat. Pada hal sertifikat dibataklakn hanya
oleh BPN dan atau oleh Pengadilan Negeri. Jadi tolong disikapi dengan baik,
supaya masyarakat tidak dirugikan, supaya Pasal 33 UUD 1945 betul-betul
dapat diwujudkan.
▪ Untuk PT Arara Abadi,Kami menerima RDPU dari Koperasi Petani Sawit
Lestari (KOPNI SL) harapan kami dari Komisi II agar Kapolda dapat bisa
koordinasi dan komumikasi dengan berbagai Pihak. Data dikami tentang kasus
ini sudah lengkap, ada perjanijian antara PT.Arara dengan KOPNI SL ada surat
dari Bupati tentang penyerahan dari PT Arara kepada KOPNI SL tetapi setelah
sengketa PT.Arara kembali mengambi dan menguasi info sampai sekarang
masih terjadi sengketa..Ketika terjadi konflik dilapangan, ketika PT. Arara
melaporkan KOPNI SL ke Polres Kampar kasus diproses sedangkan ketika PT
KOPNI SL melaporkan ke Polres Kampar tida pernah diproses.Tolong ini
diselesaikan karena menyangkut tanah, semua dokumen lengkap kami yakin
Kapolda dapat menajdi penengah.

2) DR. H. Syamsurizal
▪ Surat dari masyarakat kepada Gubernur Riau. Pada tahun 1959 yang lalu oleh
Gubernur Swatantra I Riau pada masa itu membuat rencana membuka jalan
baru jalan dari Pekanbaru ke Dumai sepanjang 180 km. Oleh Gunernur
berikutnya, dipertegas, Gubernur pertama selebar 75 m yang dibiayai oleh
Caltex. Gubernur berikutnya Arifin Ahmad tahun 1974 dipertegas meminta
Bupati Bengkalis ketika waktu itu untuk melaksanakan apa yang diperintah
Gubernur tahun 1959 untuk membuka jalan sepanjang 180 KM itu agar
diberikan lebih luas lagi sebesar 100 m kiri dan kanan dan dilaksanakan oleh
PT.Caltex Pasific dan jadilah jalan tersebut. Jarak SK tersebut hingga sekarang
sudah berumur 47 tahun. Dalam proses perkembangan kehidupan masyarakat
kesehariannya, tanah yang ada sudah diperjual belikan oleh masayarakat.
Belakangan ketika jalan itu akan dikembangkan pembagunan Tol, masyarakat
diseiktar situ tidak lagi bisa menggunakan tanah-tanah mereka karena surat-
surat mereka sudah tidak berlaku dan bernilai.Dan barangkali ini bisa
dialamatkan kepada BPN, karena surat tanah mereka sudah tidak bisa siapa-
apakan lagi dan orang lain juga tidak mau membeli tanah mereka. Inilah
persoalan yang kita hadapi dan masayarakat menuntut kita untuk memperoses
permasalahan ini diselesaikan. Maalah ini hendaknya dapat diselesaikan
seacara Bersama, hendaknya Kapolda, Danrem dan Pak Gubernur kita dapat
menyelesaikan persoalan ini. Hingga saaini tetap PT.Caltex yang sekarang
menjadi CPI dan skrg akan diteruskan oleh PHR. Hendaknya Pak Gubernur
dapat menyelesaikan permasalahan ini.
▪ Sekitar seminggu yang lau kami kedatangan dari masyarakat, Koperasi Petani
Sahabat Lestari (KOPNI SL) Koperasi Petani, singkatnya ada tanah yang
selama ini dikuasi terhadap PT Arara Abadi dalam bentuk HTI, ternyata sudah
ada kesepakatan 3 kali dengan pihak PT. Arara Abadi, disitu ada statement
dari PT Arara Abadi menyerahkan hak Kawasan tersebut kepada pihak KOPNI
SL.untuk dikelola kebun sawit, tetapi setelah hak kelola itu didapat oleh KOPNI
SL dan ternyata PT.Arara Abadi tidak berkomitmen karena ada indikasi
bekerja sama dengan yang lain sehingga menjadi perseteuan kedua belah
pihak. Hal ini sudah ditengahi oleh DPRD Riau dan dinyatakan sah PT.Arara
Abdi memberikan hak pengelolaan 1568 Hektar untu dikelola kepada KOPNI
SL.Untuk itu kami ingin meperoleh penjelasannya dari PT. Arara Abadi.
▪ Soal tanah terlantar ini kita tahu persis,ketika HGU diberikan oleh Pemerintah
ternyata HGU tidak optimal pengelolaannya dan terjadi tanah terlantar, kita
akan melakukan evaluasi sejauh mana tahah terlantartersbut dapat diretribusi
dan sejauh mana pula tanah terlantar bisa kita selesaiakn persoalannya.
Karena sudah ada aturan baru di dalam UU Cipteker apabila tanah terlantar
sudah 2 kali tidak diolah akan menjadi Pidana tapi tidak lepas kemungkinan
semacam kepentingan dari pihak daerah yang kana memanfaatkan tanah
tersebut menjadi usahakan bagi petani, kira-kira bagaimana solusinya yang
diinginkan agar Pemda juga mengopyimalkan tanah terlantar ini.

3) Dr. Ir Sodik Mudjahid, M.Sc


▪ Desa air hitam Kabupaten Rokan Hiliri, merka merasakan ada masalah antar
petani dengan apa yang kita sebut Mafia tanah. Kasus yakni dugaan
pemalsuan surat dan penggelapan hak atas tanah seluas 400 hektar yang
dilaporkan oleh Teruna Sinulingga dkk selaku pemilik lahan di Kepenghuluan
Air Hitam Kecamatan Pujud. Pak Kapolda, sampai hari ini sudah ada ditahan
Namanya Rudianto Sianturi oleh Mapolres Rokan Hilir. Mohon penjelasannya
kenapa seperti itu dari Bapak Kapolda dan BPN, bagaimana sesungguhnya
ceritanya sampai terjadi seperti itu.
▪ Aspirasi dari DPRD Prov Riau, Pak Gubernur sudah mengetahui hal ini, yakni
tentang PT Duta Palma Nusantara. Pertama masalahnya adalah lahan diluar
izin HGU seluas 2739 Ha, Bagimana sampai terjadi dan bagaimana solusinya
dari Keanwil BPN dan Juga melanggar tata ruang, daerah aliran sungai,karena
dia menanam didaerah terlarang, bagaimana solusinya.

4) Drs. H, Guspardi Gaus, M.SI


▪ Apa yang disampiakan oleh Pak Gubernur Riau bahwa ada persoalan tumpang
tindih lahan yang harus kita selesaiakan..
▪ Memang ada konflik antara Perusahaan dengan masyarakat, memang menjadi
Pekerjaan Rumah kita antara Komisi II dengan Mentri ATR/BPN tentu
berkoordinasi dengan Pemda untuk menyelesaiakn persoalan-persoalan.
▪ 1.8 Juta Ha kebun yang masuk dalam Kawasan hutan dan itu semua keluahan
hampir disemua daerah yang kami kunjungi. Bagi kami apa solusinya, semua
itu untuk kepentingan masyarakat. Bagaimana Gubernur menyikapi hal ini.
▪ Untuk Kanwil BPN Riau dan juga Pak Dirjen ATR/BPN saya liat HGU pada PT.
Alfa Glory Indah jumlahnya sangat seluas 726,252 Ha ditetapkan menjadi
tanah terlantar. Ini adalah sesuatu yang sia-sai dan SK tentang PT yg dicabut
HGU nya di tahun 2012 tentu saya bertanya kepada Pak Dirjen bagaimana
statusnya sekarang karena luasnya fantastis sementara apa yang didapatkan
PTPN V hanya 79 ribu Perusahaan Pemerintah, ini swasta jumlahnya sangat
dahsyat. Luasnya luar biasa etteapi ditelantarkan.
▪ Harus tertib administrasi dan tertib hukum dalam menjalankan HGU, meminta
Kapolda untuk memback up persoalan-persoalan tanah di Riau ini, begitu juga
dengan penguasaan tanah melebihi hak,
▪ Apresiasi pada PT Sinarmas tidak ada satu pun persoalan dihadapi apakah
masalah konflik maupun perizinan dan lebih hebat keberpihakannya kepada
rakayat melebihi dari PTPN V. Harusnya PTPN V menjadi madel bagi
perusahaan swasta, ternyata PTPN V malah banyak menghadapi
permasalahan.
▪ Rapat kita ini harus melibatkan Menteri Kehutanan karena banyak persoalan
yang harus disampaiakan seperti ada lahan masyarakat dan lahan kebun HGU,
sehingga dinyatakan menjadi Kawasan hutan, Karenai ada kebijakan baru
yang diambil pemerintah dalam hal ini Kementraian Kehutanan, hendakya
Kementrian ATR/BPN untuk berkoordinasi terhadap hal itu persoalan ini hatus
dituntaskan gunanya untuk kepastian hukum dan kenyamanan bagi lahan ya
dipercayakan pasa BUMN dan Swasta.

5) Ir. Endro Suswantoro Yahman, M.Sc


▪ Nawacita terkait dengan kepemilikan lahan supaya tidak timpang, supaya
rakyat mendapatkan tanah yg layak di bumi Pertiwi ini. Karena apapun yang
mengatur pendaftaran tanah adalah Negara, tetapi Negara ada karena rakyat,
jadi rakyat lebih dahulu ini yang harus dipahami sehingga kedepan rakyat
mendapatkan penuntasan hak-haknya, seperti PTSL yang setiap tahun
mengalamai jauh sekalai berkurang pada hal PTSL ini momen bagi rakyat
untuk hak-haknya diakui.
▪ Konflik lahan yang cukup tinggi, ini biasanya kaitannya dengan HGU dengan
rakyat. Kawasan hutan dengan rakyata. Ini kami minta karena ini Panja
Evaluiasi maka layak untuk di evaluasi. Sayan mendengarbeberapa persoalan
tadi, memang sengketa muncul ketika rakyat melaporkan. Kita tidak mungkin
dapat melihat hal-hal semacam ini jika tidak ada laporan.
▪ Kita dorong Kementrian ATR/BPN untuk melakukan pengukuran ulang lahan
HGU dengan menggunakan perangkat teknologi melalui Drone. Biayanya tdak
mahal tetapi keadilan bagi rakyat.
▪ Konflik tanah ini harus dicermati ketidaksingkronan komunikasi antara
Kementrian ATR.BPN dengan Pemda, apakah dengan Provinsi maupun
Kabupaten, tidak ada edukasi kepada masyarakat pada persoalan yang
sebenarnya tidak perlu terjadi.Seperti pengaduan kepada kami terkait PT.
Arara Abadi dengan KOPNI SL yang sudah disampaikan tadi sebelumnya. Ini
terkait ketidak tahuan masyarakat tentang proses-proses pertanahan.
Ketidaktahuan masyarakat atas tumpeng tindih dengan PT Arara Abadi dan
salah pengertian lahan yang sudah dilepas sehingga masyakarakt menuntut,
pada hal masih dikatagorikan belum lepas. Ketidakpahaman masyarakat dan
pemerintah tidak dapat menjelasakan secara baik dimana HTI ini kan pinjam
kawsan hutantetapi setelah selesai harus dibalikan lagi.Hal-hal demikan
sebenarnya perlu diperjelas, proses pelepasan Kawasan hutan otoritas
pemerintah pusat ini yang harus diberi paham kepada masyarakat.
▪ Dan yang lebih penting lagi, kaitan dengan Tanah Adat,sampai sekarang
seharusnya Pemda mendorong supaya konflik degan masayarakat adat
berkurang, Kelembagaan adat didorong kedalam pengakuan dalam Perda
sehingga mendapatkan legalitas yang sah untuk bernegosisasi mendapatkan
haknya.
▪ PT Sinarmas tidak ada konflik itu luar biasa, tetapi harus dilakukan audit
produksi, Apakah audit bahan baku sesuai dengan yang ditanam, jagan sampai
kapasitas produksi melebihi besar dari kebunnya. Jagan sampai terjadi
penadahan mendorong masyarakat untuk merambah hutan menebang kayu
secara liar untuk menjual kayu.
▪ Kami minta Kementrian ATR/BPN lebih serius dalam melakukan evaluasi dan
pengukuran ulang terhadap HGU yang ada suapaya tertib. Tidak sekdear
mengeluarkan izin HGU saja tetapi pengawasannya tiidak ada, inilah masalah
dikemudian hari sampai sekarang.

6) H.M.Rifqinizami Karsayuda, SH, MH


▪ Saat ini metode yang dilakukan Panja merupakan satu metode dari beberapa
metode dalam penyeledikan berbagai persoalan terkait degan evaluasi HGU
HGB HPL di Riau dan karenanya informasi yang kami terima hari ini menjadi
bagian penting kami dengarkan dan bukan satu-satunya sumber akan akan jadi
rujukan dalam Panja. Bukan tidak mustahil akan dilakukan Penyelidikan dalam
tanda kutif berbagai kasus-kasus HGU HGB untuk mengetaui apa yang terjadi
dilapangan. Nampaknya dari Perusahan tidak ada persoalan pada hal sisi lain
ada pengaduan dari masyarakat. Karena itu Pak Kapolda dan Pak Kajati ini
menjadi atensi kita bersama karena ambil contoh permasalahan Hampir 2 jt
lebih ada dikawasan hutan, perlu diklasifikasi, tentu jika besar tidak mungkin
menyangkut orang perorang, apakah ada korporasi di dalamnya dan perlu
dikedepan kan investasi terhadap pendapatan negara, tetapi disis lain apabila
kita biarkan berpuluh-puluh tahun makaakan terjadi tindak pidana korporasi
dan ini lah tugas Panja salah satunya agar kejadian-kejadian semacam tidak
berterusan diberbagai tempat.
▪ Klaim masyarakat terkait dengan penguasaan tanah mereka ditanah-tanah
yang memilki HGU misalnya tanah adat Suku Pantai Raja terhadap HGU PTPN
V di Kab Kampar hamper 150 HA, Selain menggunakan tangan dingin
Gubernur meminta Bupati dan DPRD Kampar agar ada kepastian hukum,
terkait apakah kualifijkasi masuk atau tidak dalam tanah adat atau tanah ulayat.
Disisi lain merupakan pelajaran bagi Kementrian ATR/BPN dalam menetapkan
HGU dengan dasar pemberian yg kurang kuat. Karena selain di Kampar kita
tahu juga ada yang jauh lebih fantastis terkait dengan Klaim Suku Penghulu
Setio dirajo terhadap HGU PT. Sarikat Putra ± 6.767,65 Ha. dan ditempat-
tempat lain juaga ada di Provinsi Riau. KAlau Perdanya tidak ditetapkan maka
dalam kaca mata negara tidak pernah diakui sebagai masyarakat adat dan
tidak pernah dianggap menguasai tanah ulayat. Kepastian hukum itu penting
karena UU yang berkaitan denganKehutanan. Masayarakt Hukum adat diatur
dalam daerah setempat.
▪ Terakhir, salah satu modus HGU yang luasnya X4 Kuadrat. Apabila dilakukan
pendekatan adminitratif pengukuran dan pengukurannya itu normative
berdasarkan UU dan dilakukan dengan manual maka kendalanya bukan saja
dana tapi juga SDM, ada persoalan waktu, ada persoalan energi dan lain-lain.
Jika masalahnya Dana masih bisa dibicarakan. Komisi II mendorong Pendekan
teknologi perlu sebagai data awal dalam pemetaan luas HGU. Seperti tadi
disampaikan menggunakan teknologi Drone, apabila awal Luasannya dikasih
HGU berapa, apakah selebihnya ada aktivitas dan data dapat di bagikan pada
penegak hukum, Kepolisian dan Kejaksaan. Tapi jika ini dibiarkan terus, DPR
akan menjadi tempat berkeluh masyarakat sementara pada sisi yang lain tidak
terjadi tata kelola pemerintahan yang baik terhadap masalah HGU ini, kita
memiliki atensi yang serius dan permasalahan di Riau ini akan menjadi bagian
penting dalam penanganan penyelesaian di daerah lain, adanyan penguasaan
masyarakat diatas HGU HGB dan HPL yang terjadi banyak tempat di Riau PT
Perkebunan Bintan luas hampir 2000 Ha dan PT Lestari hampir 5000 Ha dan
lain-lain, juga harus secara adil penuntasannya kenapa penguasaan itu terjadi
dan dilakukan, apakan penguasan masyarakat yang telah ditetapkan sebagai
HGU dihadapkan dengan hukum formal yang ada, Pak Kapolda apabila begini
terus maka kita akan melihat proses kejahatan terorganisir yang terkadang
mengatasnamakan kepentingan orangper orang di masyarakat untuk sebuah
investasi yang terkadang belum sesuai dengan peraturan perundangan yang
ada.

7) Ir. H.Arsyadjuliandi Rachman, MBA


▪ Apa yang disampaikan Pak Junimart dan Pak Syamsurizal tadi khususnya
mengenai aspirasi surat yang dismpaikan dari masyarakat Kecamatan Kandis
yang ditunjukan kepada Gubernur dan tembusannya kepada Komisi II. Yang
say abaca Pemprov telah menyampaikan permasalahan jalan 180 KM dari
Pekanbaru ke Dumai kepada Menteri Kuangan RI, Kementrian PUPR, namun
belum mednapatkan solusi yangtepat dari DJKM.
▪ Melihat persoalan ini, Kongkrit ini harus kita naikan dan bahas karena
menyangkut mitra komisi lain suapaya ada kejelasan mengenai kasus tanah
ini.. Jika dilihat Surat Gubernur tahun 1959 dan tahun 1974 dan surat ini d
hanya diizinkan kepada NV. Caltex Pasific Oil Company pada waktu itu untuk
membuat jalan.
▪ Dan seharusnya waktu penyerahan status barang milik negara, penyerahan
dari PT Chevron atau SKK Migas menyerahkan ke Kementrian Keuangan
untuk masuk dalam kekayaan negara, seharusnya ini ada informasi kepada
BPN dan Pemerintah daerah. BPN pun sdh mengeluarkan sertifikat sepanjang
jalan tersebut sudah terbit sertifikat hak milik pada masyarat. Dan Pemda sdh
memberikan izin pendirian bangunan, karena Bapak-Bapak dari SKK Migas
sduah melihat sendiei bagaimana masyarakat sudah melakukan investasi yang
tidak sedikit dan harganya mencapai Trilyunan Rupiah. Dan sekarang pun
Masyarakat tidak bisaa apa-apa dengan kepemilkan tanah mereka,sekarang
tidak bisa melakukan jual beli tanah, untuk diagunan ke bank pinjam uang pun
tidak bisa, tidak bisa kredit bank dan tidak bisa termasuk untuk warisan juga
tidak biasa.
▪ Pada kesempatan ini Pak Ketua, ini harus kita dibicarakan lagi dengan lintas
komisi.
▪ BPN tadi Pak Dirjen sudah menyampaikan juga, dengan pertemuan ini terjadi
perbedaan data, tadi Dirjen juga menyampaikan dari Badan Informasi
Geospasial (BIG) untuk satu peta belum selesai baru beebrapa Provinsi. Kamji
mohon juga Pak Dirjen, kapan ini kira-kira rencananya untuk Provinsi Riau.
Bagaimanapun apa yang kita bicarakan seperti sekarang ini, berbagai gugatan
masyarakat dan surat masyarakat mengenai tanah ini, sangat tergantug
terhadap hasil dari BIG.
▪ Ternyata BAPENAS mengeluarkan satu data juga dan apa bedanya dengan
BIG. Saya mohon informs juga supaya sma-sama tahu kita, mohon kejelasan
dari Pak Dirjen mengenai satu peta ini.
▪ Surat ini ditujukan kepada Kementrian ATR/BPN dari Masyarakat Desa Rantau
Kasih Kecamatan Kampar Kiri Hilir Kabupaten Kampar, masalahnya Desa ini
termasuk Desa sudah tua, mungkin PT Nusa Wana Raya (NWR) dan PT.
Nusantara Sentosa Raya NSR), Kehadiran Desa ini lebih duluan dari pada
Perusahan kedua tersebut, ini dikarenakan SK Desanya dari Bupati sudah
sangat lama. Dan ternyata sekarang wilayah desa itu masuk dalam fasilitas
umum desa, pemukiman masyarakat dan juga lahan perkebunan milik
masyarakat itu tumpang tindih dengan HGU Perusahaan dan masyarakat
mengadu tentang tumpang tindih sementara Perusahaan terus begerak
mendekati pemukiman masyarakat, mohon perhatian dari Kanwil BPN dan
Dirjen ATR/BPN.
8) Anwar Hafid
▪ Permasalahan luas tanah terlantar yang sudah didaya gunakan oleh BPN.
Luas Tanah terlantar yang sudah didayagunakan melalui Reforma Agraria;
Tahap pertama tahun 2020 seluas 219,18 Ha sebanyak 175 Bidang. Tahap
kedua tahun 2021 seluas 185,78 Ha sebanyak 120 Bidang. Pertanyaan sayan
mungkin masih terlalu sedikit, apakah ada kendala sehingga menurut saya
belum terlalu maksimal karena dengan pemberdayaan tanah terlantar ini
diharapkan masyarakat dapat menikamati ha katas tanah mereka.
▪ izin HPL, HGU dan HGB di Provinsi Riau yang belum digunakan sesuai dengan
maksud dan tujuan pemberian haknya karena keterbatasan modal, bisa
dijelaskan keterbatas modal itu sampai kapan mereka punya modal? Bukan
menjadi alasan tanah-tanah tersbut menjadi tidak prosuktif.
▪ Kemudian apakah ada tanah masyarakat di Provinsi Riau yang sudah
disertifikat oleh Kementrian ATR/BPN RI kemudian diklaim Oleh Kementrian
Kehutanan masuk sebagai tanah Kawasan hutan, Bahwa apakah dalam
Penetapan kawasan hutan di Riau ini masih mengikuti prosedur dari bawah
dari masyarakat RT RW Camat Bupati dan Gubernur. Apakah penetapan
Kawasan hutan tersbut sama sekali tidak melibatkan Pemerintah Daerah?
▪ Berapa banyak perizinan HPL, HGU dan HGB di Provinsi Riau yang dinyatakan
tumpang tindih dengan kawasan hutan yang semula bukan Kawasan hutan dan
berapa luas semuanya, serta bagaimana peta konflik penyelesaiannya. Saya
punya pengalamana di daerah Sulawesi titipan kepada Kapolda, biasanya
Konflik masyarakat dengan Perusahaan, biasanya banyak Masyarakat jadi
korban, dikriminalisasi sehingga dianggap yang bermasalah hukum itu
masyarakat, hendaknya di Riau melaljui Bapak Kapolda ini menjadi atensi
khusus ketika masyarakat berkonflik dengan Perusahaansaya rasa kearifan
besar dari aparat penegakan hukum untuk bisa secara bijaksana bagaimana
melihat dan melindungi masyarakat kita terutama mereka yang tidak memliki
sertifikat tapi kemudian karena perubahan kawasan hutan mereka terpaksa
keluar dari kawasan hutan. Ini konflik-konfik yang terjadi pada Kawasan hutan..
▪ Panja menghasilkan rekomendasi yang lebih nyata dan berlaku seluruh
Indonesaia sehingga perlindungan kita terhadap hak-hak masyarakat lebih
jelas terutama tentang konflik-konflik Agraria.

9) Drs. Mohammad Toha, S.Sos, M.SI


▪ Terakhir, saya akan menyampaikan Kesimpulan. Menurut saya usul saran saya
agar apparat berwenang dan Pemda menyelesaikan permasalahan sengketa
dan konflik lahan.
▪ Tadi disampaikan dibutuhkan Anggaran besar, tetapi Peizinan HGU hendaknya
dievaluasi dan diukur ulang.
▪ Hendaknya aparat harus punya good will untuk menyelesaikan kasus-kasusnya
banyak yang terjadi di Riau ini.
V. JAWABAN PENDALAMAN DAN PERTANYAAN ANGGOTA PANJA KOMISI II

1. Kanwil BPN Riau


▪ Permasalahan Lahan 180 KM sepanjang Pekanbaru sampai ke Dumai melewati
5 kabupaten sebesar 100 Meter kanan dan kiri jalan, kami Bersama Pak
Gubernur sudah mendata hal ini, berapa bulan lalu Wamen ATR/BPN sudah ke
Riau, kami perioritaskan terlebih dahulu permasalahan jalan Tol nya, karena
jalan Tol Pekanbaru-Jambi dan Pekanbaru-Padang sampai sekarang tertunda
yang semulanya HPL lahannya menjadi kasawan hutan sehingga sertifikat-
sertifikat dan SKGR-SKGR sdudah diterbitkan oleh BPN dan camat sementara
ini nilai tanahnya kami konsinasi sedangkan tanah tumbuhnya kami akan
bayarkan, dan data-data ini untuk pelepasan Kawasan hutan Pak Gubernur akan
menjelaskan lagi lewat surat yang akan disampaikan ke Kementrian Kehutanan.
▪ Masalah tanah terlantar yang disampaikan Bapak Wakil Ketua Junimart, kalimat
Bapak kami sependapat,yakni tanah yang ditelantarkan karena tahan ini sudah
kami beri hak oleh tidak dirawat. JAdi bukan tanah terlantar tetapi tanah yang
ditelantarkan. Kemudian tanah yang tadi oeleh Peusahaan dibuka atau indikasi
meluas dari izin yang diberikan, kami siap menindak lanjutinya, kita akan bentuk
TIM untuk menyelesaikannya karena tidak hanya BPN tetapi ada Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Camat dan Kepala Desa dan Perusahaan
sendiri.
▪ Konfilik tumpang tindih dalam kawasa hutan, ini kebanyakan masyarakat itu tidak
tahu masuk dalam Kawasan hutan, ternyata ketika kita ke lapangan menentukan
koordinatnya ternyata masuk dalam Kawasan hutan dan masyarakat sudah
terkanjur menanam dan bahkan sudah membagun rumah disana, nah ini karena
Kawasan hutan bukan kewenangan BPN melainkan kewenangan Kementrian
Kehutanan.
▪ Masalah tanah terlantar, bukan seluas 726.252 (ribu) Ha pada PT. Alfa Glory
Indah tetapi 726, 252 (ratus) HA. Ada kesalahan pada titik yang harusnya koma.
▪ Kemudian masalah pemilik tanah berada diluar letak tanah (absente), tanah-
tanah masyarakat yang menguasai yang harusnya kita bagikan ke masyarakat
tersebut terkendala pada KTP bukan tempatan letak tanah, dan ini juga saya
sebagai pelaksana mohon maaf dan kami minta pada Pak Dirjen Kementrian
untuk menyelesaikannya karena dalam ketentuan apabila tanah itu absente itu
tidak bisa kami berikan haknya, makanya masih ada sisa lagi sekitar 300 an Ha
yang belum kami bagikan tanahnya.
▪ Untuk tanah kelebihan maksimum kita berdasarkan Perpu No 56 tahun 1960
tentang ada klasifikasi harga pada Kabupaten yang sangat Padat, ada
Kabupaten Padat dan ada Kabupaten yang tidak padat itu masuk dalam batas
maksium 20 HA boleh dimiliki perorangan, Untuk melihat padat dan tidak padat
kami bekerja dengan pihak BPS ayau Pemda Kabupaten/Kota, apabila ada
pengajuan sertifikat maka ada batas maksium pengajuan peroranagan.
▪ Berikutnya yang menjadi masalah yang utama yang ada dilapangan adalah yang
tadinya APL menjadi Kawasan hutan, itu yang setiap hari kami di Demo terus
oleh masyarakat, bagaimana nih BPN sudah menerbitkan sertifikat, masayarakat
tidak bisa diperjualbelikan, tidak bisa agunan di Bank, ini kendala utama kami
untuk menyelesaikan karena sertifikat itu kita terbitkan berdasarkan UU
sedangkan APL yang menjadi Kawsan hutan adalah SK Mentri Kehutanan
Nomor 903 Tahun 2016 Tentang Kawasan hutan di Provinsi Riau.

2. Jawaban Diren Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementrian ATR/BPN


▪ Memang kaitan dengan tanah Kawasan hutan dan APL menjadi diskusi yang
sangat menarik, karena beberapa data yang kita peroleh bukan hanyabatasnya
saja yang berubah teteapi juga kompisisi dari tata ruang hutan itu juga berbeda,
misalnya hutan lindung menjadi hutan produksi, ini mungkin waktu dulu
penetapan Kawasan hutan itu kalau dilepaskan harus melakukan ganti rugi atau
tukar guling 2 kali luasnya yang dilepasakan sehingga mungkin areanya akan
berbeda, sehingga dulunyan tidak hutan menjadi hutan, tetapi sekali lagi dengan
PP yang baru PP 2324 pelepasan kawasan hutan itu bisa dilakukan dengan
pembayaran denda sehingga kedepannya tumpang tindih Kawasan hutan ini
akan terselesaikan.
▪ Terkait dengan tanah adat atau tanah ulayat ini menjadi yang harus kita
perhatikan PP 18 tahun 2021 keberadaan tanah ulayat itu bisa diberikan atau
kita akui sebagai subjek hukum untuk mendapatkan lahan tanah pengelolaan.
Jadi apabila Pemerintah daerah sudah menetapkan Perda tanah adat atau
ulayat bisa kita berikan penguatan terhadap tanah ulayat tersebut. Jadi nanti
Masyarakat yang berada di Papua dan Masyarakat yang berada di Sumatera
Barat nanti biasa kita berikan penguatan dengan memberikan pengelolaan
misalnya Hak pengelolaan, HGB, HGU maupun hak Pakai.
▪ Kebijakan satu data dan kebijakan satu peta ini sedikit ada perbedaan, kebijakan
satu peta ini kita akan mengabungkan seluruh data spasial yang ada untuk
membuat satu peta informasi salah satunya tumpang tindih informasi geospasial
thematik, kawasan hutan kawasan pertambangan, perkebunan, hak atas tanah,
atau konsensi lain itu digabungkan untuk menyelaraskan itu sehingga tumpang
tindih perizinan konsesni hak dan kawasan itu bisa kita selesaikan, Berkembang
Bapenas mengembangkan satu data Indonesia itu bukan hanya data spasial
tetapi data equal juga akan didahulukan, minsalnya untuk data yuridis BPN
masuk dalam data ini, tentang Pajak dll, cita-citanya Indonesian punya satu data
yang dapat diakses semua orang nanti Kemenifo membuat infrastrukturnya
untuk data centernya.
▪ Sepakat dengan penerapan teknologi terhadap untuk monitoring terhadap
semua tanah-tanah yang sudah kita berikan hak katas tanahnya jadi nanti akan
kita buat data-datanya mengenai pengukuran-pengukuran dengan data citra
satelit.

3. Jawaban Diren Pengendalian dan Penertiban Tanah Ruang Kementrian


ATR/BPN
▪ Masalah Teknologi, sebenarnya kami memang kebetulan ada evaluasi ha katas
tanah, penegendalian dan monitoring evaluasi hak atas tanah, Mengenai
teknologi, kalau dulu masih terbatas, kalau pakai drone masih terbatas jadi yang
kita gunakan dengan Citra Satelit dengan ketelitian tinggi. Iu juga baru pada data
indikatif dulu, kalau ada persoalan-persoalan tertentu kita akan turun kepalangan
untuk memastikan apakah itu dapatkan data defenitifnya.
▪ PTPN banyak banyak sekali yang tidak sesuai dengan tata ruang
kabupaten/kotanya, apakah Rencana Tata ruangnya yang salah atau bagaimana
ini akan kami akan prosesnya karena rencana Tata ruang sekarang banyak
revisi-revisi lagi. Ini juga yang menjadi pertanyaan kami kedepan harus ada
kepastian.
▪ Permasalahan PT Palma sebenarnya jugan banyak tidak dikuasi, ada datanya
berapa luasanya tetapi belum semuanya kami cek HGU nya. Memang ada
beberapa PTPN, Masalah PT. Sinarmas kami punya kesulitan, belum tahu group
PT.Sinarmas itu apas aja PT nya, jadi kami belum bisa menyimpulkan untuk
PT.Sinarmas. Untuk PTPN ada yang lahanya tadi 770 dengan luasan hak yang
tidak termanfaatkan dengan luasan yang diberikan. Hasilnya kami akan
rekomendasi apakah diperpanjang atau tidak.
▪ Kawasan yang tidak sesuai peruntukan karena dengan alasan resepan air, dari
PTPN menyampaikan in bukan masalah resean air tetapi masalah tata ruang,
sebenarnya sangat dimungkinkan studi yang disampaikan tadi untuk diklarifikasi
secara bersama-sama dan kalua memang terbukti tentunya akan revisi tata
ruang kedepan. Resapan air itu biasanya tibagian hilir dan tengah dan tidak
mungkin dibagian hulu, sehingga kita bisa cek apabila studinya sudah dilakukan
nanti diklarifikasi dengan Direktorat Jendral kami bagian penegndalian dan akan
disesuiakan dengan UU Ciptaker terhadap rencana Tata Ruang, karena
dinamika nya memang sangat menungkinkan sekali.

4. Jawaban PTPN V
▪ PTPN V kami Istiqomah untuk rakyat, bisa dilihat kita tanam ulang PSL tertinggi
di dunia, mungkin bisa dilihat data Nasional PTPN hampir 21.700 ribu HA sudah
tanahm ulang. Dan kami menjual bibit petani, kami tidak mau petani
mendapatkan bibit palsu yang efeknya pada 25 sampai 30 tahun kedepan.
Sdudah disipakan 3500 petani warga, kami satu-satunya PTPN yang
menggunakan alat panen dari produk UMKM.
▪ Pada tahun 2019 kami diperintahkan Presiden untuk menyerahkan lahan 2400
Ha kepada pemerintah untuk dibagikan kepada masyarakat kami serahkan.
▪ Kaitan dengan Klaim masyarakat terkait dengan penguasaan tanah mereka
ditanah-tanah yang memilki HGU misalnya tanah adat Suku Pantai Raja
terhadap HGU PTPN V di Kab Kampar hamper 150 HA, kita sudah mediasi
Komnas HAM, kemudian juga di DPRD Provinsi, sekarang dalam proses
penyelesaiannya.

5. Respon Kapolda Riau


▪ Berkaitan dengan konflik Kopni SL dengan PT.Arara Abadi bahwa benar terjadi
saling lapor antara Kopni SL dengan PT.Arara Abadi dimana yang kami terima
laporannya terkait dengan yang satu menduduki yang satu pennyerangan
sedang terus dalam penanganan dan kita terus akan komunikasikan iniagar
ketemu sesuai dengan fakta-faktanya untuk menjadi bahan kami untuk medalami
fakta-fakta penyidikan dan akan akan kami selesaikan sesuai dengan
mekanisme hukumnya.
▪ Terkait dengan persoalan di Air Hitam Kab.Rokan Hilir, dapat kami sampaikan
bahwa ini persoalan penyerobotan lahan, jadi pemeilik lahannya Teruna
Sinulingga sebagai pembeli lahan, yang kemudian atas lahan tersebut diserobot
oleh terlapor oleh Rudianto Sianturi, menunjukan surat keterangan, dapat kami
sampaikan pokok persoalannyan adalah kepala desa di Kab Rokan Hilir itu
menerbitkan dua surat sekaligus, pertama untuk Teruna Sinulingga yang
menggarap lahan tersebut selanjutknya kepala Desa ini juga memberikan surat
keterangan juga kepada Rudianto Sianturi sehingga menjadi konflik, pemilik
lahan merasa terus melaporkan dan diproses. Dalam prosesnya Kepala Desa
sudah divonis terlebih dahulu, memang dalam proses pemberkasannya itu dua
orang sekaligus Kepala Desa dan Rudianto Sianturi. Tapi dalam
pemberkasannya berkas Kepala Desanya dulu. Kemudian dengan Vonis MA
bahwa sdr Zamzami Kepala Desa divonis 1 th 6 bulan, proses terkait dengan
penyidikannya sdr Rudianto Sianturi melawan sudah ada peringatan dan
diproses selanjutnya. Proses ini sudah melewati tahapan-tahapan. Terkait
dengan laporan Rudianto Sianturi kepada Propam kami dan pengawas penyidik
kami, dan kemudian sudah dilalui dan diararahkan dalam proses penyidikan,
Rudianto Sianturi pra peradilan dalam proses ini, dalam proses ini kami ingatkan
tidak boleh ada hal-hal lain dalam proses pra peradilan. Dan beberapa waktu
lalau proses pra peradilan Menolak semua tuntunan sdr Rudianto Sianturi
sehingga proses hukumnya kami teruskan. Kami sudah berkoordinasi dengan
Kejaksaan untuk kasus ini sesuai dengan mekanisme hukum yang ada.
▪ Kausus di Polres Kuasing, terkait sengketa lahan antara masyarakat dengan PT
Duta Nusantara karena adanya masyarakat yang ditahan dapat dijelaskan
karena terkait dengan pengrusakan alat berat milik Perusahaan dan ini juga kami
melakukan penahanan dan juga diproses di pengadilan. Ini terkait bagaimana
masayarakat masuk melakukan pengrusakan dan merusak alat berat. Kami juga
akan coba dengarkan keterangan kedua belah pihak. Kami juga berharap
penaganan kasus ini,upaya hukum itu mungkin yang terakhir, tetapi untuk
mediasi sebelumnya. dan kami laporkan permasalahan lahan, penugasan saya
sebagai Polda Riau ini salah satunya yakni penanganan Karhutla, dari kasus ini
dapat melihat, lahan ini community, komunitas bagi orang-orang luar untuk
datang, KAlau kita pergi ke Rupat yang dekat dengan kawsan-kawasan Hutan itu
kita bisa lihat bagaimana masif nya orang-orang, kita bisa mengidetifikasi bahwa
lahan yang sudah dibakar sampai 3 kali tidak akan tetrabakar lagi karena sudah
jadi lahan, kalau tetrbakar baru 1 kali patrol supaya tidak terbakar kedua
kali.Kenapa lahan dibakar karena upahnya cuma 5 juta per hektar. Mungkin
menjadi pikiran kita bahwa konflik lahan ini

6. Jawaban Gubernur Riau


▪ Kaitanyanya dengan PT.Duta Palma, sebenarnya masyarakat selalu berupaya
menyampaikan ada kerugian-kerugian mereka. Mereka melihat proses awalnya,
mulai ada tanah masyarakat adat memberikan tanahnya kepada PT.Duta Palma
dengan membuat perjanjian dengan Masyarakat, akhirnya pihak perusahaan
telah ingkar janji. Memang ada indikasi lahan yang mereka garap sudah jauh
melebihi luas HGU dan tuntutan masyarajat agar pihak Perusahaan menggarap
lahan di dalam HGU saja. Pihak perusahaan harus mengembalikan hak-hak
masyarakat. Berkaitan dengan PT.Duta Palma ini, Bapak Menteri ATR/BPN saat
kunjungan ke Riau menugaskan kepada Bapak Kakanwil BPN Riau untuk
mengambil perusahaan izin Perusahaan ini, agar jelas berapa izin HGU dari
PT.Duta Palma ini, kemudian apakah benar ada tumpang tindih tanah tersebut
degan tana-tanah masyarakat adat yang ada disana. Jadi konflik manyarakat
yang ada di Kuansing dengan PT.Duta Palma, sesuai dengan arahan Bapak
Menteri agar Bapak Kanwil BPN Riau agar segera melasanakan pengecekan
ulang terhadap izin HGU PT.Duta Palma.
▪ Kemudian, saya tambahkan mengenai Kelembagaan Adat, Riau sudah memilki
yakni Lembaga Adat Melayau (LAM) Provinsi Riau, jadi dalam penanganan
masalah-masalah tanah atau pun tanah adat ini juga selalau melibatkan
Lembaga Adat Melayu Provinsi Riau, bahkan LAM-Riau juga ada di
Kabupaten/kota, namun demikian karena Riau ini juga ada bermacam-macam,
karena itu setiap daerah mempunyai Perda Adat yang berbeda sekali antara
Kabupaten yang satu dengan Kabupaten yang lain, tetapi memang tidak semua
Kabupaten/Kota memiliki Perda adat yang sesuai dengan masyarakat di
wilayahnya. Barang kali ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Pemprov
dengan Bupati dan Walikota agar disiapkan juga Perda Adat dimasing-masing
Kabupaten/Kota.
▪ Kemudian saya tambahkan mengenai permasalahan jalan 180 KM sepanjang
Pekanbaru sampai ke Dumai sebesar 100 Meter kanan dan kiri jalan, memang
Kami sudah mengusahakan waktu itu kami yang memfasilitasi Pertemuan di
Jakarta dengan melibatkan Kementrian ESDM, Biro Hukumnya termasuk juga
SKK Migas, bahkan mengundang seluruh Bupati yang terkait masalah ini untuk
hadir. Karena ini adalah keputusan Menteri Keuangan, dan DJKM juga hadir
pada waktu itu, tidak bisa memberikan adanya hak-hak masyarakat sepanjang
jalan 180 KM ini, kami harapkan ini bisa dibantu masalahnya melalui Panja
Komisi II ini. Agar ini diberikan pengelolaan kepada masyarakat, karena kami
melihat ada kejangalan pada waktu itu PT.Chevron langsung mendaftar lewat
SKK MIgas, dan SKK Migas lapor ke Menteri Keuangan, semuanya dicatat itu
adalah asset negara, padahal didalamnya sudah banyak sekali kepemilikan
masyarakat, apalagi sudah berlangsung selama empat puluh enam tahun, jadi
ini barus muncul permasalahannya saat awal mendekati pembagunan Jalan Tol,
bukan dari awalnya, untuk itulah kami harapkan melaui Panja Komisi II ini,
seluruh masayarakat sepanjang jalan dari Pekanbaru samapai ke Dumai
masalah bisa dituntaskan dapat diselesaikan kami berharap kasusus ini dapat
dituntaskan agar masyaralat tidak dirugikan. Menurut kami masalah ini
diputihkan saja sehingga hak-hak masyarakat dikembalikan.
▪ Permasalah kebun yang masuk didalam Kawasan hutan. Adanya kebun-kebun
masyarakat yang sudah berusia 30 tahun harusnya dilakukan peremajaan,
sementara tidak bisa dilakukan Peremajaan karena masuk dalam hutan lindung.
KLHK didorong untuk menuntaskan permasalahan in dan harus clear.
▪ Sebenernya pemberian izin sering tidak melibatkan Pemprov Riau, seperti pada
program Transmigrasi yg diberikan sertifikat oleh Pemerintah Pusat.
▪ Terhadap ada nya perubahan Tata Ruang terjadi adanya pada pemegang izin
102 Perusanan HGU seluas 69 ribu HA. Kami meminta bantuan Panja Komisi II
DPR RI untuk bisa menyelesaikan permasalahan sehingga jelas secara hukum.
▪ Terhadap permasalahan penguasaan lahan Masyarakat Desa Rantau Kasih
Kecamatan Kampar Kiri Hilir Kabupaten Kampar oleh PT Nusa Wana Raya
(NWR) dan PT. Nusantara Sentosa Raya NSR), masyarakat yang ada di Desa
Rantau Kasih sudah sejak lama ada duluan disana secara turun temurun dan
sudah menanam pertanian disana lenih dahulu. Hendaknya Perusahaan
menghentikan kegiatan oprasional pada lahan masyarakat yang menimbulkan
keresahan dan persoalan yang nyata mengancam mata pencarian masyarakat,
terlebih dalam kondisi sulit saat ini. Perusahaan agar merevisi Konsensi lahan
HGU dengan mengeluarkan lahan masyarakat
VI. KESIMPULAN RAPAT
Adapun Kesimpulan Kungker Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB
dan HPL Komisi II DPR RI di Riau sebagai berikut :

1. Permasalahan sengketa hak-hak tanah harus diselesaikan. Kanwil BPN Riau


harus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Riau dimulai degan Kasus
PT Duta Palma di Kabupaten Kuansing sehingga menjadi model penyelesaian
kasus didaerah lain.

2. Membentuk Tim Kanwil dan Kantah BPN dengan Pemda untuk memetakan
selisih masalah data luas antar IUP d HGU yang didapatkan.

3. Adanya Hak pengelolaan dalam kawasan Hutam akan diselesaiakan dengan


Kementrian Kehutanan dan akan membahas dengan Komisi IV DPR RI.

4. Kewenangan Panja dalam.menyelesaikan persoalan.

5. Terhadap usulan Gubernur Riau tentang permasalahan jalan sepanjang 180


KM dari Pekanbaru ke Dumai dengan penguasaan lahan 100 meter kanan dan
kiri jalan, Panja akan memfasilitasi untuk dibahas ke tingkat yg lebih tinggi
bersama Komisi VII DPR dan Komisi XI dengan mengundang Menteri ESDM
dan Menteri Keuangan RI.

VI. PENUTUP
Dengan demikian Laporan Kunjungan Kerja Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang
HGU, HGB dan HPL Komisi II DPR RI yang dapat kami sampaikan. Seluruh masukan
maupun permasalahan yang disampaikan kepada Komisi II DPR RI akan menjadi
catatan yang akan disampaikan kepada mitra-mitra terkait dalam rapat-rapat yang akan
diadakan oleh Komisi II DPR RI. Selain itu segala permasalahan maupun usulan dapat
disampaikan secara tertulis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan ini.
Kepada segenap pihak yang telah membantu terselenggaranya Kunjungan Kerja Panja
ini, kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 13 September 2021
KETUA TIM KUNJUNGAN
PANJA EVALUASI DAN PENGUKURAN ULANG
HGU HGB HPL KOMISI II DPR RI

DR. H AHMAD DOLI KURNIA TANDJUNG, S.SI, M.SI


PHOTO-PHOTO KEGIATAN KUNGKER PANJA EVALUASI DAN PENGUKURAN
ULANG HGU, HGB DAN HPL KOMISI II DPR RI KE PROVINSI RIAU

Anda mungkin juga menyukai