Anda di halaman 1dari 6

Nama: Meida Eka Putri

Kelas: XII MIPA 3


Tugas: Bahasa Indonesia

Kritik Sastra Novel Mariposa Karya Luluk HF

 Sinopsis Novel Mariposa:


Novel Mariposa berkisah tentang perjuangan seorang gadis bernama
Natasha Kay Loovi atau Acha dalam mengejar seorang laki-laki yang sulit
didekati seperti kupu-kupu.

Di dalam novel, Acha digambarkan sebagai seorang gadis SMA berparas


cantik dan pintar. Pertemuan pertamannya dengan Iqbal adalah di sebuah camp
olimpiade yang kemudian membuatnya jatuh hati pada sosok laki-laki itu.

Iqbal bukan berasal dari sekolah yang sama dengannya. Berkat informasi
dari sahabatnya, Amanda, Acha berhasil mengetahui sekolah Iqbal, yaitu SMA
Arwana.

Acha kemudian bertekad mengejar Iqbal dengan pindah ke SMA Arwana.


Beruntung, karena Acha dan Iqbal adalah siswa berprestasi, keduanya dipilih
menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti olimpiade sains tingkat nasional.

Ini menjadi kesempatan bagus bagi Acha untuk lebih dekat dengan Iqbal,
karena keduanya harus mengikuti bimbingan bersama selama tiga bulan
menjelang kompetisi.

Kendati demikian, untuk mendapatkan hati Iqbal bukan perkara mudah.


Sosok Iqbal terlalu dingin dan tidak pernah membuka hati dengan perempuan
manapun. Di mata Acha, Iqbal seperti kupu-kupu mariposa yang selalu lari
ketika didekati.

Namun, Acha merupakan sosok yang tidak kenal lelah dan terus mencoba
mendekati Iqbal dengan berbagai cara. Mulai dari mendekatkan diri dengan
sahabat Iqbal hingga memberi Iqbal sekotak kue keju.
Sayangnya, berbagai usaha Acha justru membuat Iqbal kesal dan
menyebutnya sebagai perempuan murahan.

 Analisis Unsur
1) Tokoh
 Acha
 Iqbal
 Amanda
 Ruang
 Glen
 Juna

2) Alur
Alur yang digunakan dalam cerita novel Mariposa yaitu alur
maju. Penulis tidak menceritakan kehidupan di masa lampau.
3) Latar
 Latar tempat
Sebagian besar cerita novel Mariposa, ceritanya berlatar
tempat di sekolah dan di kantin.
 Latar waktu
Latar waktu novel Mariposa yaitu pagi hari, siang hari,
dan sore hari.
 Latar suasana
Lucu, haru, tegang, dan baper
4) Tema
Tema dalam novel Mariposa karya Luluk HF yaitu perjuangan
cinta, atau kisah cinta bertepuk sebelah tangan. Diceritakan dalam
novel, perjuangan tokoh Acha untuk mendapatkan cinta Iqbal.
Tetapi, cintanya tidak pernah terbalas. Kutipan dalam novel:
Acha mengibaskan-ngibaskan tangan, tubuhnya mendadak terasa
panas.
“Acha nggak akan nyerah!”
“Sampai Nobita juara mate-matika se-kecamatan, Acha nggak bakal
menyerah ngejar Iqbal!” (Mariposa, hlm 19).
5) Amanat
Amanat dalam novel Mariposa yaitu sebaiknya tidak
memaksakan perasaan orang lain. Perjuangan apa yang bisa kamu
lakukan, tetapi janganlah kamu mengorbankan harga diri kamu.
 Kritik Sastra Novel Mariposa
 Kelebihan
Kelebihan dari struktur yang dibangun dalam novel Mariposa karya
Luluk HF ialah menggunakan bahasa yang tidak berat dengan gaya
sederhana. Genrenya juga ringan dan enak dibaca, novel yang cukup panjang
ini menjadi terasa singkat di baca karena di sela-sela cerita muncul dialog-
dialog lucu dan cukup menggelitik, novel romantis yang berbalut komedi ini
cocok dibaca oleh remaja jaman sekarang, karena dikalangan remaja cerita-
cerita seperti ini cukup disukai. Seperti pada dialog:
"Cireng Mbak Wati naik harga?" tebak Rian (Mariposa, halaman 15)
"Kalau ketemu Naruto di jalan nggak usah takut. Bilang aja lo temannya
Glen!" sahut Glen tak kalah keras (Mariposa, halaman 18).

 Kekurangan atau Kelemahan


Kekurangan terhadap unsur yang dibangun dalam novel yaitu
kesederhanaan dari proses pembangunan karakter, dan jalan cerita. Novel ini
tidak lebih dari sekadar kisah seorang remaja perempuan yang berambisi
untuk mendapatkan hati laki-laki yang disukainya, seolah hidupnya
dihabiskan hanya untuk mendapatkan hati laki-laki tersebut. Seperti pada
dialog: “Sampai Nobita juara matematika se-kecamatan, Acha nggak bakal
nyerah ngejar Iqbal” (Mariposa, halaman 19).

Dengan jalan cerita yang seperti itu cerita sangat mudah dipahami dan
menimbulkan kelemahan yaitu cerita tersebut menjadi tidak menarik dan
sangat datar. Ketidak menarikan tersebut menimbulkan rasa bosan ketika
sudah membaca hingga pertengahan cerita karena tidak ada sebuah teka teki
yang disembunyikan. Cerita yang dibangun terkesan mengalir begitu saja, hal
tersebut juga didukung penggunaan bahasa standar sesuai dengan kehidupan
sehari-hari.

Kemudian dari segi karakter tokoh, Acha bukanlah contoh tokoh yang
baik untuk kalangan remaja. Karakter tokoh Acha di dalam novel  terkesan
lebay dan pikirannya hanya terfokus pada Iqbal. Seolah dunianya hanya
berpusat pada Iqbal.

Pertama, di dalam novel diceritakan bahwa Acha pindah sekolah hanya


karena suka sama Iqbal. Kedua, Acha ngelabrak adik kelas yang bernama
Tesya hanya karena Tesya meminta diajari Iqbal untuk persiapan olimpiade
bulan depan di kantin sekolah. Padahal Acha adalah siswa yang cerdas dan
berprestasi. Ketimbang sibuk mengejar-ngejar cinta Iqbal,  seharusnya ia
belajar dan mempersiapkan dirinya untuk masuk perguruan tinggi. Hidup
jelas bukan hanya tentang cinta. Manusia tidak bisa setiap hari memikirkan
soal cinta-cintaan.

Sama halnya dengan karakter tokoh Iqbal. Iqbal diceritakan sebagai


laki-laki berwatak dingin, tetapi dinginnya itu justru terasa dipaksakan. Alih-
alih merasa senang karena Acha pergi, justru Iqbal merasa kehilangan.
Kewarasan tokoh Iqbal perlu dipertanyakan disini. Lelaki mana yang merasa
kehilangan saat tahu orang yang suka dengannya secara agresif menyerah
begitu saja? Seharusnya, dia senang karena tidak ada hama yang
mengganggu hidupnya. Seperti pada dialog: “Apa bener yang barusan
dibilang Rian?” Iqbal mulai bersuara sendiri. “Apa mungkin gue suka sama
Acha?” (Mariposa, halaman 176).

Selanjutnya, narasi dalam novel ini pun terkesan main-main. Lebih


banyak tell daripada show. Padahal dua unsur itu harus seimbang. Novel ini
lebih banyak dialog kosong daripada dialog dan narasi yang menunjang plot.

Hampir semua tokoh di dalam novel ini tidak memiliki pengembangan


karakter. Narasi yang minim tidak merepresentasikan secara dalam akan
karakter dari tiap-tiap tokoh sehingga masih terbilang ‘buram’. Karakter
Acha tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita. Masih sama bucin-nya,
masih sama nyebelinnya, dan masih sama agresifnya.

Karakter Amanda, sahabat Acha, pun tidak bisa masuk di nalar saya.
Selain plin-plan, Amanda rela berpacaran dengan laki-laki yang sama sekali
tidak dicintainya hanya untuk menyindir si Iqbal yang tidak peka. Tentu saja,
para pembaca akan berpikir bahwa itu buang-buang waktu. Seperti pada
dialog: “Karena gue single dan nggak punya pacar. Ayo pacaran.” (Mariposa,
halaman 122).

Kemudian, masih terdapat beberapa penggunaan kata yang tidak baku,


seperti kata tau seharusnya “tahu”, lalu kata liat seharusnya menjadi “lihat”.
Namun, mungkin hal itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan konteks
tuturan yang kerap digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Selanjutnya, ada beberapa kalimat yang seharusnya tidak dimasukkan
penulis di dalam novel. Seperti kalimat: Lonceng berbunyi, seorang pembeli
masuk ke dalam kafe, membuat beberapa pasang mata refleks menatap ke
arahnya. Penasaran atau tidak, itu sudah menjadi jalannya impuls manusia
yang dapat menghubungkan reseptor ke efektornya. (Mariposa, halaman 7).
Kalimat seperti itu seharusnya tidak perlu dimasukkan ke dalam novel.
Supaya tidak terkesan info dumping.

Anda mungkin juga menyukai