Anda di halaman 1dari 9

Hukum Multi Akad

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


A. Pendahuluan
Kami dari pondok pesantren KMI NDM Surakarta
ingin menguraikan hukum transaksi kombinasi jual beli dalam
satu akad
Islam sebagai agama yang sempurna,meliputi berbagai aspek
kehidupan dan diterapkan diberbagai tempat dalam berbagai
keadaan ,al-islam shalih li kulli zaman wa makan.khususnya
dalam bidang amal perbuatan dan hubungan antara sesama
manusia,maka segala macam perkembangan yang terjadi
didalam hidup manusia memiliki hukum yang perlu untuk
disingkap oleh para ulama.
Salah satu perkembangan teknologi dalam ranah jual beli
adalah “Transaksi Multi Akad” yang tak pernah dikenal
sebelumnya dalam islam.

B.Pengertian.
Transaksi Multi akad adalah transaksi yang di
dalamnya terdapat lebih dari satu jenis akad,baik secara
timbal balik atau sekedar penggabungan beberapa
akad.AlImrani memberikan definisi terkait dengan multi akad
sebagai
berikut:
‫مجموعة العقود المالية المتعددة التي يشمل عليها العقد—على سبيل الجمع أو‬
‫ تعتبر جميع الحقوق وااللتزامات المترتبة عليها بمثابة آثار العقد‬#‫التقابل—بحيث‬
‫الواحد‬
Kumpulan sejumlah akad malyah yang beragam yang terdapat
dalam sebuah transaksi baik sejara al’jam,atau taqabul (timbal
balik),yang mana seluruh hak dan kewajiban yang menjadi
konsekuensi dari transaksi itu dianggap seperti akibat dari akad
yang satu.
Dari ta’rif diatas bias ditarik kesimpulan sebagai berikut
1)transaksi multi akad terjadi antara dua pihak atau lebih
2)terjadi dua akad yang beragam atau lebih
3)dari yang kedua,lalu saling terikat dan menjadi satu
kesatuan,dan seakan hanya terjadi satu akad saja.

Terjadinya multi akad bisa secara alami atau tanpa


dibuat”,seperti contohnya akad qard lalu kemudian diikitu oleh
akad rahn (peminjaman di Bank atau pegadaian),atau akad
qard yang diikutu oleh perwakilan dengan upah (wakalah bil
ujrah)seperti go-food,atau shopee food.
Adapun transaksi multi akad yang berupa modifikasi terjadi
dengan satu akad yang bersifat sendiri tanpa tergantung akad
lainnya,yang bertujuan untuk memudahkan penerapan akad
pada transaksi.
Al-Imrani menjelaskan ada lima jenis transaksi multi akad, yaitu:
1) Transaksi multi akad bergantung/bersyarat (al-‘uqud al-
mutaqabilah),
2) Transaksi multi akad yang tergabung menjadi satu (al-‘uqud
al-mujtami’ah),
3) Transaksi multi akad yang berlawanan (al-‘uqud al-
mutanaqidhah, al-mutadhadah, al-mutanafiyah),
4) Transaksi multi akad berbeda (al-‘uqud al-mukhtalifah),
5) Transaksi multi akad sejenis (al-‘uqud al-mutajanis), namun
transaksi nomer 3, 4 dan 5 bisa dimasukkan kepada jenis
transaksi nomer 2 dengan klasifikasi bahwa ada akad yang
kemungkinan besar tidak akan sah, dan ada akad yang memiliki
kemungkinan untuk sah. Lihat: Abdullah bin Muhammad al-
Imrani, al-‘Uqud al-Maliyyah al-Murakkabah, hal. 57-66.

Dari sini dapat di ketahui bahwa ada 2 jenis transaksi multi


akad,yaitu akad yang bergantung dan yang tergabung.
Adapun akad yang bergantung adalah transaksi yang akad
pertamanya memunculkan akad kedua sebagai respon dimana
kesempurnaan akad pertama juga bergantung pada akad yang
pertama.
Adapun akad yang tergabung adalah adanya beberapa transaksi
yang bergabung menjadi satu.
c. permasalahan
1. hukum multi akad dalam go food (qard dan ijarah).

D. pembahasan
Dalam menanggapi hal ini ulama berbeda pendapat. Dalam
hadits riwayat ibnu mas’ud berkata nabi Muhammad
saw.melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan
(shafqatain fi shafqatain) (hadist riwayat ahmad, al-
musnad ,1/398).
Menurut imam taqiyuddin an nabhani hadits ini melarang
adanya dua akad dalam satu akad ,misalnya menggabungkan
dua akad jual beli menjadi satu akad ,atau akad jual beli
digabungkan dalam akad ijarah. (as syakhshiyah al islamiyah,
II/308).
Jumhur ulama melarang praktik multi akad ini, yakni terjadinya
penghimpunan akad jual beli (mu'āwadhah) dengan pinjaman
(qardh) apabila dipersyaratkan. Jika transaksi multi akad ini
terjadi secara tidak disengaja diperbolehkan karena tidak
adanya rencana untuk melakukan qardh yang mengandung
riba.
Ada beberapa hadits yang menunjukkan keharaman multi akad
(Shafqatain fi Shafqah/Ba’iatain fi Ba’iah), di antaranya adalah
hadits-hadits berikut:
1. Hadits Pertama
‫ نهى رسول هللا صلى هللا‬:‫ قال‬،‫ عن أبيه‬،‫عن عبد الرحمن بن عبد هللا بن مسعود‬
)‫عليه وسلم عن صفقتين في صفقة واحدة (رواه أحمد‬
“Dari Abdurrahman dari Abdullah bin Mas’ud dari ayahnya ia
berkata, “Rasulullah SAW melarang dua akad dalam satu
transaksi.” (HR. Ahmad) [1]
Status hadits: Hasan Lighairihi [2]
2. Hadits Kedua
‫ نهى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن بيعتين في بيعة (رواه‬:‫ قال‬،‫عن أبي هريرة‬
)‫أحمد‬
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, “Rasulullah SAW melarang dua
jual beli dalam satu transaksi.” (HR. Ahmad)[3]
Status hadits: sanad-nya hasan [4]
3. Hadits Ketiga
‫ فله‬،‫ من باع بيعتين في بيعة‬:‫ قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬:‫ قال‬،‫عن أبي هريرة‬
)‫أوكسهما أو الربا (رواه أبو داود‬
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Nabi SAW bersabda, “Barang
siapa yang melakukan dua jual beli dalam satu kali transaksi
maka pilihan baginya nilai yang paling sedikit atau riba.” (HR.
Abu Daud).[5]
Status hadits: sanad-nya dha’if (lemah) [6].

Maka dalam hal ini transaksi GO-FOOD menggabungkan dua


akad sekaligus yaitu ijarah dan qardh. Tetapi pertanyaannya
kemudian adalah apakah gabungan dua akad ini masuk ke
dalam kategori gabungan akad yang diharamkan?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita akan coba


mencocokkan skema transaksi GO-FOOD dengan dalil dali di
atas.
Pada dalil pertama , multi akad yang diharamkan adalah multi
akad yang masuk ke dalam kategori bai’atain fi
bai’ah/shafqatain fi shafqah atau bai’ wa salaf. Penafsiran
bai’atain fi bai’ah paling kuat menurut mayoritas ulama adalah
jual beli dengan dua harga tanpa ditentukan harga mana yang
diambil. Jika melihat pada penafsiran ini, jelas transaksi GO-
FOOD tidak masuk ke dalam kategori bai’atain fi bai’ah karena
harga makanan yang ditagihkan kepada pelanggan adalah harga
pasti yang sesuai dengan harga toko di mana makanan itu
dijual.
Kemudian apakah transaksi GO-FOOD termasuk ke dalam
kategori bai wa salaf (gabungan akad jual beli dan hutang)?
Sekilas memang sepertinya transaksi di dalam GO-FOOD
menggabungkan antara jual beli dan hutang, karena ijarah
termasuk ke dalam jual beli jasa/manfaat. Tetapi tentu saja
hadits larangan bai wa salaf tidak dipahami oleh para ulama
secara tekstual.
Jika kita merujuk kepada penafsiran Imam Ahmad, yang juga
dipilih oleh Dr. Ali Muhyiddin, bahwa yang dimaksud
menggabungkan jual beli dan hutang adalah yang sifatnya
mengarah kepada riba yaitu jika si pemberi pinjaman
mensyaratkan kepada peminjam untuk membeli barang darinya
dengan harga yang dilebihkan.
Artinya di sini si pemberi pinjaman memanfaatkan si peminjam
dengan mengambil manfaat darinya berupa pembelian barang
dengan harga mahal, dan dengan terpaksa si peminjam
menerima hal itu karena kebutuhan akan pinjaman tersebut.
Dengan kata lain si pemberi pinjaman di sini menjadi pihak
yang dominan.
Dalam transaksi GO-FOOD hal tersebut tidak terjadi karena
driver sebagai pemberi pinjaman (muqridh) tidak menjadi pihak
yang dominan dan tidak menerima manfaat dari pelanggan
berupa harga makanan yang dipesan oleh pelanggan,
melainkan harga yang dibayarkan adalah harga yang sama
dengan harga normal yang dijual di toko atau restoran.
Sehingga ‘illat riba di sini tidak ada karena pinjaman yang
diberikan oleh driver hanya karena alasan kepraktisan semata,
bukan dengan tujuan ingin mendapatkan nilai tambah atas
pinjaman tersebut.
Kemudian jika melihat dalil hukum multi akad yang kedua di
mana yang diharamkan adalah multi akad yang direkayasa
untuk mengarah kepada hal yang dilarang, maka transaksi GO-
FOOD juga tidak memenuhi kriteria tersebut.
Karena akad ijarah dan akad qardh di dalamnya tidak dilakukan
untuk rekayasa kepada hal yang dilarang melainkan akad qardh

terjadi karena sekedar ‘efek samping’ dari transaksi tersebut.


Begitu juga dalam dalil ketiga disebutkan bahwa multi akad
yang dilarang adalah jika akadakad yang digabung
menghasilkan konsekuensi hukum yang saling bertolak
belakang. Sedangkan akad ijarah dan qardh dalam transaksi
GO-FOOD sama sekali tidak bertolak belakang, melainkan justru
saling menopang dan memudahkan.
Sebab jika driver tidak menalangi pembayaran, pemesan akan
kesulitan karena harus mentransfer uang terlebih dahulu ke
rekening driver. Maka untuk alasan kemudahan itulah
kemudian driver melakukan akad qardh dengan menalangi
pembelian makanan yang dipesan oleh pelanggan. Dan
pelanggan tinggal menggantinya ketika driver telah sampai ke
tempatnya.
Mayoritas ulama Hanâfiyah, sebagian pendapat ulama
Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa
hukum multi akad sah dan diperbolehkan menurut syariat
Islam. Bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal
dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkandan
dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan
atau membatalkannya.
E. kesimpulan
Multi akad dalam pembahasan diatas merupakan kemudahan
dan kemajuan teknologi untuk memudahkan manusia yang
diperbolehkan dan disyariatkan selagi ada manfaat didalamnya
dan tidak bertentangan dengan syariat. karena pada dasarnya
sahnya sebuah akad dalam hukum syara’ adalah tidak
bertentangan dengan hukum syara’ dan bermanfaat bagi
manusia. Meskipun ada juga yang berpendapat bahwa multi
akad diharamkan oleh sebagian ulama berlandaskan dalil-dalil
yang dibawanya, namun hukum asal multi akad ini adalah boleh
seperti yang telah disampaikan.

REFERENSI
 Abdullah bin Muhammad al-Imrani, al-‘Uqud al-Maliyyah
al-Murakkabah, hal. 57-66.
 as syakhshiyah al islamiyah, II/308).
 al-musnad ,1/398).

Anda mungkin juga menyukai