KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Kimia
dengan lingkungan sekitar dengan tujuan merubah tingkah laku, kebiasaan, sikap,
keterampilan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya (Khairani, 2014: 5). Belajar dan
pembelajaran adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
pembelajaran secara efektif dan efisien (Komalasari, 2013: 3). Dengan kata lain,
pembelajaran merupakan suatu proses yang membantu siswa agar dapat belajar
dengan baik.
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang
materi dan perubahan yang dialami materi dalam proses-proses alamiah maupun
Pendidikan kimia bertujuan untuk membuat siswa melek lebih luas yang
dan mengetahui dampak pengetahuan dan teknologi kimia pada masyarakat (Eilks
12
Dalam pembelajaran kimia, susunan pengetahuan kimia dipelajari pada
dasar pembelajaran kimia (Kahveci & Orgill, 2015: 253). Salah satu masalah
materi pelajaran kimia karna bersifat abstrak dan masih terdapat kesalahan konsep
kimia (Nurbaity & Mustikasari, 2012; Haris & Idrus, 2011). Ketika konsep dasar
konsep dari fenomena kimia dan fenomena serupa yang ditemui ditempat lain
kimia, dan penerapan rumus-rumus kimia. Sebaliknya, dimensi afektif fokus pada
konten kimia apa yang siswa pilih untuk dipelajari dan bagaimana mereka
agar siswa dapat memahami kimia secara sistematis dan memaknai dampak kimia
13
2. Pembelajaran Kimia Berbasis Konteks
Istilah “contexture”dari asal ilmu bahasa berarti fakta, proses atau menenun
dua) hal. Pembelajaran berbasis konteks adalah desain kurikulum dan pendekatan
bertujuan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan dengan konteks
masalah dunia nyata (Rose, 2012). Pilot dan Bulte (2006) menjelaskan bahwa
bertujuan untuk membuat hubungan antara kehidupan nyata dan konten kimia
konsep dan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki
akan menjadi lebih bermakna dan siswa dapat mengaplikasikan konsep yang
14
terjadi dalam kehidupan nyata, baik dalam situasi pribadi, sosial, maupun
profesional.
adalah fase kontak. Pada fase ini guru menyiapkan lingkungan belajar yang
memulai pertanyaan yang menarik minat belajar siswa, sehingga siswa dapat
fase ini guru menggabungkan ide-ide dan minat siswa ke dalam perencanaan
pengembangan. Pada fase ini siswa dituntut aktif dalam pembelajaran. Siswa
15
dominan melakukan aktivitas belajar seperti bertukar pendapat dengan teman
Pada fase ini guru menunjukkan pengetahuan yang harus ditransfer pada konteks
berikutnya dan siswa mengaplikasikan hasil belajarnya dalam sebuah latihan, dan
konteks sebagai aplikasi langsung dari konsep yaitu menjelaskan aplikasi suatu
konsep pada beberapa situasi dianggap penting bagi para siswa. Model kedua,
konteks sebagai hubungan timbal balik antara konsep dan aplikasi yaitu lebih
menekankan pada konsep dan konteks yang saling mempengaruhi satu sama lain,
terutama pada tingkat struktur kognitif. Model ketiga, konteks yang disediakan
oleh aktivitas mental pribadi yaitu peran pribadi siswa di antara hubungan konteks
berperan sebagai seorang peneliti yang bekerja pada aktual atau masalah ilmiah.
Model terakhir yang dibedakan oleh Gilbert adalah konteks sebagai keadaan
sosial yang menganggap dimensi sosial dari suatu konteks itu penting, karna
16
memecahkan masalah adalah metode belajar yang mengharuskan pelajar untuk
dipecahkan, ditemukan sendiri tanpa bantuan khusus akan memberi hasil yang
yang lama untuk membuat rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan, serta
Literasi sains berasal dari gabungan bahasa latin yaitu literatus dan scientia.
17
sedangkan scientia artinya memiliki pengetahuan (Toharudin, Hendrawati, dan
Rustaman, 2011: 1). Literasi sains adalah kemampuan untuk membaca dan
menulis tentang sains dan teknologi yang meliputi tingkat pemahaman istilah-
istilah ilmiah dan memahami inti dan argumen baik pro/kontra dalam surat
104).
Kimia adalah salah satu cabang sains juga memiliki tujuan pendidikan yang
searah dengan sains, yaitu masyarakat yang berliterasi kimia nantinya dapat
gagasan, konsep, dan konsep ilmiah praktik di dalam dan di banyak disiplin ilmu
(Shwartz et al., 2006). Definisi literasi sains memandang literasi sains bersifat
PISA (2015: 23) mendefinisikan literasi sains terdiri dari empat aspek yang
saling terikat, yakni konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap yang dijelaskan
sebagai berikut.
pribadi, lokal, nasional dan global, kejadian masa kini dan sejarah, sesuatu
18
b. Pengetahuan: pemahaman tentang fakta-fakta utama, konsep dan teori
d. Sikap: seperangkat sikap terhadap sains yang ditunjukkan oleh minat pada
kimia harus memahami: (1) ide kimia umum, termasuk penyelidikan ilmiah,
19
perubahan energi, struktur sistem kehidupan, dan kontribusi bahasa ilmiah
untuk kimia.
b. Kimia dalam konteks: menjelaskan bahwa siswa yang berliterasi kimia harus
terkait suatu masalah, dan melihat keterkaitan inovasi dalam kimia dan
sosiologi.
memiliki perspektif kimia dan penerapan yang adil dan rasional. Selanjutnya,
dan sains, tujuan utama dari pendidikan sains adalah untuk membantu siswa
mengembangkan pengetahuan sains lebih lanjut, mngejar karir dalam sains, dan
menggunakan konsep dan metode ilmiah dalam kehidupan mereka. Sikap siswa
terhadap sains berdasarkan tiga aspek dasar yaitu interest in science and
20
technology (tertarik terhadap sains and teknologi), valuing scientific approaches
sehari-hari. Literasi sains dapat dikembangkan melalui wacana dalam buku teks,
buku lembar kerja siswa, maupun dalam soal tes. Aspek-aspek kemampuan
literasi kimia yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari empat aspek
a. Aspek pertama, kimia dalam konteks merujuk pada isu-isi bidang kesehatan
dan penyakit, sumber daya alam, kualitas lingkungan, bahaya, sesuatu yang
21
d. Aspek keempat, sikap yang dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam
4. Keterampilan Kolaborasi
Kolaborasi adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan bersama yang telah
akan tetapi sebagai satu kesatuan kerja, yang semuanya terarah pada pencapaian
tujuan (Nawawi, 1984: 7). Kolaborasi juda didefinisikan sebagai suatu kegiatan
dua atau lebih banyak siswa bekerja bersama dalam tugas untuk memecahkan
suatu masalah atau menghasilkan hasil besama (Ogden, 2000). Dengan kata lain,
pada abad ke-21 ini. Dillenbourg, Baker, Blaye, & O’Malley (1996)
Terdapat dua faktor yang membantu siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran,
merancang proyek dan proses belajar mereka dalam berkolaborasi (OECD, 2018:
4).
22
Griffin (2017) menyatakan bahwa keberhasilan pemecahan masalah
budaya demokratis, dan merupakan salah satu indikator dari lima indikator
perilaku sosial, yakni tanggung jawab, peduli pada orang lain, bersikap terbuka,
dapat menarik perhatian dalam suatu model penilaian (Child & Shaw, 2018).
Empat kompetensi kolaboratif menurut Caufal dan Woods (2018) sebagai berikut.
dijalani dan peran teman dengan profesi yang sama guna untuk menilai dan
dengan prinsip-prinsip dinamika tim yang berfungsi efektif dalam peran tim.
23
Elemen domain sosial dalam pemecahan masalah kolaboratif menurut
a. Keterampilan berpartisipasi
yang lain menjadi aktif ketika diberikan dorongan dan dukungan yang
untuk menanggapi.
aspek motivasi partisipasi, termasuk rasa tanggung jawab atas hasil upaya
menyelesaikan tugas.
tindakan.
24
(2) Keterampilan kesadaran anggota (Audience awareness skills): mengacu
mitra mereka dalam hal seberapa sukses atau berharga aktivitas mitra
lain bekerja pada tugas bersama, rencana ini ditujukan untuk memimpin
25
grup dalam mencari solusi demi kemajuan tim. Keterampilan inisiatif
adalah perilaku seseorang dalam membantu dua orang atau lebih dalam bekerja
kalimat yang jelas, dan dapat memotivasi orang lain melalui kemampuan
dan berkontribusi.
dan penerimaan.
26
d. Keterampilan dalam menyelesaikan tugas adalah keahlian managemen
individu dan orang lain dalam bekerja bersama mencapai tujuan kelompok
5. Motivasi Belajar
pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar (Dalyono, 2005:
55). Astuti, Sunarno, dan Sudarisman (2016) menyatakan bahwa motivasi belajar
adalah dorongan dari dalam diri siswa untuk melakukan belajar. Motivasi
merupakan sebuah proses yang umum dan komprehensif, yaitu efektif dalam
dengan penuh semangat dan tegas. Motivasi merupakan hal yang mempengaruhi
pembelajaran akan sulit mencapai kesuksesan yang optimum (Hamdu & Agustina,
2011).
dalam konten kimia (Onen & Ulusoy, 2014). Pada temuannya, Onen dan Ulusoy
konteks menjadi tiga aspek yaitu antusias, efikasi, dan kinerja. Aspek antusias
27
untuk peristiwa terkait kimia yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.".
peristiwa sehari-hari yang saya dapatkan dari media dan internet dengan kimia”.
Motivasi dan belajar adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar
ditandai dengan perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan berpotensi
menjadi hasil dari praktik atau pengetahuan yang dilandasi untuk mencapai tujuan
tertentu. Uno (2012: 23) menyatakan motivasi belajar dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari hasrat, dorongan kebutuhan
berbasis konteks adalah dorongan dari dalam diri seseorang untuk mempelajari
mereka.
6. Ikatan Kimia
Diantara atom-atom di alam, hanya atom gas mulia yang stabil dan tidak
reaktif. Konfigurasi elektron atom-atom gas mulia yang tidak reaktif dapat
berinteraksi satu sama lain. Atom-atom selain golongan gas mulia cenderung
akan bergabung satu sama lain dengan melakukan serah terima elektron atau
28
menggunakan elektron secara bersama untuk mencapai kestabilan dengan
memiliki konfigurasi elektron seperti gas mulia (Keenan, Kleinfelter, & Wood,
gaya tarik menarik antar atom yang disebut dengan ikatan kimia (Sukarna, 2003:
133).
membentuk kation (ion positif). Ikatan yang terjadi karena serah terima elekron
disebut ikatan ion. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya tarik menarik
elektrostatis antara ion positif dengan ion negatif. Berikut ini adalah proses
Na → Na+ + eˉ
Cl + eˉ → Clˉ
mempunyai konfigurasi elektron seperti gas mulia ( 10Ne). Atom Cl akan mengikat
sebuah elektron yang dilepaskan oleh atom Na tersebut sehingga akan mempunyai
Terjadi tarik menarik antara sebuah ion Na + dengan ion Cl- dan membentuk NaCl.
elektron secara bersama sehingga memiliki konfigurasi elektron seperti gas mulia.
Jika diantara dua atom dalam molekul hanya ada sepasang elektron ikatan, maka
29
ikatannya disebut ikatan kovalen tunggal. Jika ada dua pasang elektron ikatan,
maka disebut ikatan kovalen rangkap dua, dan jika ada tiga pasang elektron ikatan
maka disebut dengan ikatan kovalen rangkap tiga (Chang, 2005: 266). Sepasang
elektron dapat digantikan dengan sebuah garis yang disebut dengan tangan ikatan.
Selain itu, ada jenis ikatan kovalen lainnya yaitu ikatan kovalen koordinasi. Ikatan
kovalen koordinasi terjadi jika pada pembentukan ikatan pasangan elektron yang
hanya berasal dari salah satu atom yang berikatan. Ikatan kovalen koordinasi
disimbolkan dengan sebuah panah yang mengarah kepada atom yang meminjam
sepasang elektron.
OS=O
↓
O
Gambar 3. Ikatan Kovalen Koordinasi
Pada molekul-molekul diatomik seperti H2, O2, dan N2, ikatan yang
muatan. Oleh karena itu kedua atom yang berikatan memiliki kekuatan gaya tarik
elektron yang sama dan berada diantara jarak yang sama pula. Berbeda halnya
pada senyawa HCl, atom klorin memiliki kekuatan gaya tarik elektron yang jauh
lebih kuat daripada hidrogen. Hal ini dapat dilihat dari harga keelektronegatifan
30
hidrogen 2,1, sehingga pasangan elektron lebih tertarik pada atom klorin dan atom
klorin akan membentuk kutub negatif (δˉ), sedangkan atom hidrogen membentuk
kutub positif (δ+). Peristiwa terjadinya kutub akibat pasangan elektron lebih
tertarik ke salah satu atom disebut polarisasi, dan ikatan yang terbentuk disebut
Ikatan kimia antar atom-atom logam tidak termasuk ikatan ion maupun
ikatal kovalen, melainkan merupakan ikatan logam. Ikatan logam dilandasi oleh
teori lautan elektron yang ditemukan Drude dan Lorents. Teori lautan elektron
menjelaskan bahwa kristal logam tersusun atas kation-kation logam yang yang
valensi yang bergerak bebas dalam kisi kristal (Nuraini, 1994: 140). Lautan
elektron pada kristal memegang erat ion-ion positif pada logam sehingga bila
kehidupan nyata, serta berperan penting dalam meningkatkan literasi kimia siswa
pada konsep yang abstrak. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan literasi kimia siswa pada kelas
31
Penelitian selanjutnya oleh Magwilang (2016) yang bertujuan melihat
dalam belajar kimia. Pada penelitian ini data motivasi belajar siswa diperoleh
ketika siswa diberi konteks dari kehidupan sehari-hari sebagai dasar untuk
dan motivasi untuk belajar kimia siswa. Hasil penelitian menunjukkan dampak
positif pada hasil belajar dan motivasi siswa untuk mempelajari kimia. Pendapat
32
menumbuhkan kerja sama siswa yang baik dalam kelompok. Semakin baik siswa
bekerja sama dalam kelompok, maka semakin baik proses belajar siswa yang
belajar siswa. Penelitian yang dilakukan Poluakan (2012) dalam menyelidiki efek
literasi sains yang tinggi dan motivasi untuk berprestasi terhadap guru IPA dalam
menyusun tes yang efektif menunjukkan terdapat pengaruh positif literasi sains
yang tinggi terhadap motivasi untuk berprestasi. Pengaruh positif literasi sains
dalam menyusun tes adalah karena motivasi berprestasi dari dalam diri guru yang
terbiasa berpikir dan bertindak sebagai orang yang berliterasi sains ditunjukkan
dan sikap belajar siswa dalam proses pembelajaran kolaboratif. Siswa memiliki
perubahan yang besar pada pembelajaran kolaboratif, karena beban siswa dalam
pembelajaran berkurang, dan terlebih lagi siswa lebih senang dalam pembelajaran
33
Anfa, Rachmadiarti, dan Winarsih (2016) melakukan penelitian yang
ilmiah.
C. Kerangka Pikir
kimia siswa yang bertujuan agar siswa dapat memahami kimia secara sistematis
berat yaitu dengan menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan dan berbagai
keterampilan abad ke-21, diantaranya yaitu siswa yang mampu berliterasi kimia
34
Salah satu mata pelajaran kimia yang dipelajari siswa SMA adalah ikatan
kimia. Materi ikatan kimia lebih bersifat abstrak, biasanya lebih sulit untuk
dipahami dan hampir sebagian besar siswa mempelajari ikatan kimia dengan cara
ikatan kimia yang rendah pula. Salah satu penyebabnya pembelajaran di sekolah
kurang mengaitkan materi ikatan kimia dengan konteks dalam bentuk isu maupun
dan aplikasi yang terjadi di alam, baik yang bersifat konkrit maupun abstrak agar
siswa untuk menemukan konsep dan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan
konsep baru. Pembelajaran berbasis konteks adalah sarana agar siswa dapat
akan membuat pemikiran siswa akan terbuka, sehingga secara tidak langsung hal
35
dalam mempelajari ikatan kimia maka akan meningkatkan kemampuan literasi
kimia siswa.
Tugas guru hanya sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran berbasis konteks siswa
bekerja dalam kelompok. Siswa yang termotivasi dalam belajar akan terlibat
dalam berinteraksi antar satu sama lain dengan anggota kelompok dalam
pada siswa pada abad ke-21. Pembelajaran berbasis konteks dapat dimanfaatkan
belajar ikatan kimia, dan juga siswa memiliki bekal keterampilan kolaborasi untuk
kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut.
36
Pembelajaran Kimia
Pembelajaran ikatan
kimia berbasis konteks
Kemampuan literasi
kimia
D. Hipotesis Penelitian
motivasi belajar pada materi ikatan kimia antara siswa dengan penerapan
pendekatan saintifik.
37
3. Ada perbedaan kemampuan literasi kimia dan motivasi belajar pada materi
5. Ada perbedaan kemampuan literasi kimia pada materi ikatan kimia antara
6. Ada perbedaan keterampilan kolaborasi pada materi ikatan kimia antara siswa
7. Ada perbedaan motivasi belajar pada materi ikatan kimia antara siswa dengan
kimia, keterampilan kolaborasi, dan motivasi belajar siswa pada materi ikatan
kimia.
38
11. Ada sumbangan pembelajaran berbasis konteks terhadap keterampilan
15. Minimal 85% siswa yang mengikuti pembelajaran ikatan kimia berbasis
16. Minimal 85% siswa yang mengikuti pembelajaran ikatan kimia berbasis
17. Minimal 85% siswa yang mengikuti pembelajaran ikatan kimia berbasis
39