Anda di halaman 1dari 7

Kedatangan Islam Kenusantara.

Menurut M.C. Ricklefs, penyebaran agama Islam di nusantara adalah proses yang sangat penting,
tetapi juga tidak jelas. Lebih jauh, Ricklefs mengatakan pada umumnya proses islamisasi
kemungkinan berlangsung dalam dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan
agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing yang telah menganut Islam
melakukan perkawinan dengan penduduk lokal sehingga mereka telah menjadi orang Indonesia.
Kedua proses itu pun mungkin terjadi secara bersamaan. Masuknya agama dan budaya Islam ke
Indonesia dipengaruhi oleh adanya hubungan perdagangan Asia kuno.

Diskusi tentang asal kedatangan Islam, pembawanya, dan waktu kedatangannya kemudian
melahirkan banyak teori. Masuknya agama dan budaya Islam ke Indonesia dipengaruhi oleh adanya
hubungan perdagangan Asia kuno. Diskusi tentang asal kedatangan Islam, pembawanya, dan waktu
kedatangannya kemudian melahirkan banyak teori. Berikut empat teori tentang masuknya Islam ke
Indonesia.

Teori India.

Teori masuknya Islam menurut pendapat para sarjana dari barat mengatakan bahwa islam masuk ke
nusantara melalui India. Teori ini dikenal dengan Teori India atau Teori Gujarat. Teori India atau
Teori Gujarat pertama kali dikemukakan oleh Pijnappel dari Universitas Leiden. Menurut Pijnappel,
orang-orang Arab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India lah yang membawa Islam ke
Indonesia.

Teori ini kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje, yang menyatakan bahwa saat Islam
mempunyai pengaruh kuat di kota-kota India Selatan, banyak muslim Dakka yang menjadi pedagang
perantara dalam perdagangan antara Timur Tengah dan Indonesia. Mereka dipercaya yang pertama
kali menyebarkan Islam ke Kepulauan Melayu, baru kemudian diikuti oleh orang-orang Arab.
Hurgronje juga menyebut bahwa penyebaran Islam di nusantara bermula pada abad ke-12.
Pendapat Hurgronje didukung adanya inskripsi tertua tentang Islam di Sumatera yang
mengindikasikan hubungan antara Sumatera dan Gujarat. Sumatera Utara khususnya Pasai juga
disebut dalam kisah perjalanan seorang musafir Maroko bernama Ibn Battuta sebagai tempat yang
penting bagi rekonstruksi perkembangan Islam di Kepulauan Sumatera.

Teori ini semakin diperkuat dengan temuan tiga batu nisan muslim dari paruh pertama abad ke-15
Masehi yang ditemukan di daerah Pasai. Ketiga batu nisan tersebut memiliki persamaan dengan
batu nisan Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang meninggal pada 1419 M. Seorang sarjana Belanda
lainnya, J.P. Moquette, berpendapat bahwa Islam di nusantara berasal dari Gujarat. Moquette
mengatakan bahwa batu nisan Maulana Malik Ibrahim bentuknya sama dengan batu nisan yang
terdapat di Cambay, Gujarat.

Berdasarkan bukti sejarah yang berupa nisan kubur dan tata masyarakatnya, maka golongan
pembawa islam ke indonesia adalah para pedagang dari India. Pendapat Moquette banyak didukung
oleh peneliti lain, seperti Kern, Winstedt, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke, dan Hall. Namun, Sir
Thomas Arnold tidak setuju dengan pendapat Moquette dan menyanggah bahwa Islam berasal dari
India bagian Coromandel dan Malabar. Menurut Arnold, pedagang dari Coromandel dan Malabar
yang menyebarkan Islam ke nusantara.
Teori Arab.

Teori Arab atau Teori Mekkah dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold bersama Crawfurd, Niemann,
dan de Hollander. Menurut Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya tempat Islam
berasal, tapi juga dari Arab. Dalam pandangan Arnold, para pedagang Arab menyebarkan Islam
ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-
7 dan ke-8 Masehi. Pengaruh Islam telah masuk ke nusantara sekitar abad VII, dibawa langsung oleh
para pedagang Arab. Buktinya adalah adanya permukiman Islam pada tahun 674 di Baros. Uraian
tersebut merupakan proses masuknya Islam dalam Teori Arab atau Mekkah.

Teori ini juga disetujui oleh beberapa ahli Indonesia, salah satunya adalah Hamka. Naguib Al-Attas
juga pembela Teori Arab, yang berargumen bahwa sebelum abad ke-17, seluruh literatur keagamaan
Islam yang relevan tidak mencatat satu pengarang muslim India. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai yang
ditulis setelah 1350 M, disebutkan bahwa Syaikh Ismail datang dari Mekkah melalui Malabar menuju
Pasai dan mengislamkan rajanya, Merah Silu, yang kemudian bergelar Malik al-Shalih. Selain itu,
Anthony H. Johns mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia disebarkan oleh para musafir dari
Mekkah. Menurut teori ini, penyebar Islam datang ke nusantara pada abad ke-12 dan 13.

Teori Persia.

Teori yang disampaikan oleh P. A. Hoesein Djajadiningrat ini menyatakan bahwa Islam masuk ke
nusantara pada abad ke-13 Masehi di Sumatera. Argumennya didasari oleh persamaan budaya yang
berkembang di kalangan masyarakat Islam nusantara dengan budaya di Persia. Seperti dicatat oleh
Ahmad Mansyur Suryanegara, empat persamaan budaya tersebut diantaranya: Adanya peringatan
10 Muharram atau Asyura untuk memperingati hari kematian Husain di Karbala. Adanya persamaan
antara ajaran Al-Hallaj, tokoh sufi Iran, dengan ajaran Syeikh Siti Jenar. Persamaan dalam sistem
mengeja huruf Arab bagi pengajian Alquran tingkat awal.

Persamaan batu nisan di makam Malik al-Shalih di Pasai dengan makam Maulana Malik Ibrahim
didasari oleh daerah Gujarat yang mendapat pengaruh dari Persia. Teori Persia juga didukung oleh
Muens, yang mengatakan bahwa pada abad ke-5 Masehi, banyak orang-orang Persia yang berada di
Aceh. Selain itu, ketika Ibn Batutah datang ke Aceh, terdapat dua ulama dari Persia, yaitu Tadjuddin
al-Syirazi dan Sayyid Syarif al-Ashbahani. Sementara kata “Pasai” diyakininya berasal dari kata
“Persia”.

Teori Cina.

Teori ini mengemukakan bahwa pada abad ke-9 Masehi banyak muslim Cina di Kanton dan wilayah
Cina Selatan yang mengungsi ke Jawa, Kedah, dan Sumatera. Alasannya, pada masa Huan Chou
terjadi penumpasan terhadap penduduk dari dua wilayah tersebut yang mayoritas beragama Islam.
Teori ini juga didukung dengan temuan bukti berupa artefak yang memiliki unsur-unsur Cina dalam
arsitektur berbagai masjid Jawa Kuno, seperti yang terlihat pada bagian atas masjid Banten,
mustaka, yang berbentuk bola dunia yang menyerupai stupa dikelilingi empat ular.

Selain bukti arsitektur, beberapa catatan sejarah sultan dan sunan yang berperan dalam penyiaran
agama Islam di nusantara diperkirakan keturunan Cina. Misalnya Raden Patah yang mempunyai
nama Cina, Jin Bun, dan lain-lain.
Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perairan laut yang luas. Kondisi perairan laut
tersebut tidak membatasi interaksi antarpulau, bahkan dimanfaatkan sebagai saluran perdagangan.
Aktivitas perdagangan yang terjalin antarpulau satu dengan yang lain menimbulkan terbentuknya
jaringan perdagangan nasional antarpulau di Indonesia.

Begitu pun dengan penyebaran agama Islam, dimana Islam dan jaringan perdagangan antarpulau
sangat erat kaitannya. Kontak dagang Islam dan jaringan perdagangan antarpulau ini sudah
berlangsung sejak abad ke-7, dan jalur perdagangan yang digunakan mengikuti jaringan
perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India,
dan Cina.

Hubungan penyebaran pengaruh agama Islam dan jaringan perdagangan antarpulau ini, ditempuh
melalui 2 jalur perdagangan utama yaitu lewat jalur darat dan jalur laut.

Jalur Darat

Terkenal dengan juluran jalur Sutra (the silk route). Dengan jalur ini, para pedagang Islam melintasi
Jazirah Arab melewati Baghdad, Samarkand, kota-kota di Uzbekistan, Tajkistan, Turkemistan,
kemudian ke daratan Tiongkong.

Sesampainya di Lanzhao, jalur darat terpecah menjadi jalur selatan ke Calcutta dan jalur timur ke
Xian sampai Guangzhou tetapi tujuan utama kedua rombongan ini sama-sama menuju selat malaka.
Dari selat malaka yang strategis, pedagang Islam itu dapat menyebar ke berbagai wilayah di
Indonesia.

Jalur laut

Jalur ini dimulai dari pesisir Jazirah Arab ke Teluk Persia melewati kota-kota pelabuhan di pesisir Irak
dan Iran menuju India. Dari India para pedagang Islam ini berlanjut ke Selat Malaka dan menyebar ke
berbagai wilayah atau kepulauan di Indonesia.
Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia.

Islam seperti diketahui menjadi agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia saat ini.
Sekitar 87,2 persen penduduk Indonesia diketahui beragama Islam. Persentase tersebut tak lepas
dari sejarah yang ada di wilayah Indonesia atau Nusantara. Seperti diketahui ada beberapa kerajaan
Islam besar tersebar di Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu lantas mempengaruhi penyebaran agama
Islam di Indonesia. Berikut ini, adalah 10 kerajaan Islam yang pernah ada di Indonesia.

1.Kerajaan Perlak atau Kesultanan Peureulak (840-1292).

Kerajaan Perlak atau yang dikenal juga dengan Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di
Indonesia yang didirikan pada 840 Masehi. Kerajaan Perlak ini terletak di daerah Peureulak, Aceh
Timur. Ketika itu, wilayah Perlak banyak dikunjungi oleh para pedagang yang berasal dari Arab,
Gujarat, dan Persia karena mampu memproduksi kayu perlak yang menjadi bahan baku dari kapal.
Kedatangan para pedagang dari Timur Tengah itu lantas membuat perkembangan Islam di Perlak
berkemban pesat. Sebab, beberapa wanita lokal menikah dengan para pedagang muslim pendatang.

Alhasil, muncullah Kerajaan Perlak yang pertama kali dipimpin oleh Alaidin Sayyid Maulana Aziz
Syah. Kerajaan Perlak berdiri cukup lama, yaitu dari periode 840 Masehi hingga 1292. Pada akhir
masa kejayaannya, Kerajaan Perlak dipimpin oleh Muhammad Amir Syah yang merupakan mertua
dari sosok penting di Kerajaan Samudera Pasai, yaitu Malik Saleh.

Peninggalan Sejarah:

Peninggalan dari Kerajaan Perlak adalah makam dari salah satu raja bagian Kerajaan Perlak, yaitu
Benoa yang diketahui berada di Sungai Trenggulon. Berdasarkan penelitian batu nisan makam
tersebut diperkirakan dibuat pada abad ke-11 M.

2. Kerajaan Ternate (1257).

Kerajaan Ternate atau yang juga dikenal dengan nama Kerajaan Gapi. Sesuai dengan namanya,
kerajaan ini terletak di wilayah Ternate, Maluku Utara. Kerajaan Ternate pertama kali didirikan oleh
sosok bernama Sultan Marhum pada tahun 1257. Kerajaan Ternate menjadi salah satu kerajaan
tersukses di Maluku karena mereka menjadi salah satu sumber rempah-rempah terbesar.

Oleh karena itu, selain menyebarkan agama Islam, Kerajaan Ternate juga berdagang rempah-rempah
sebagai mata pencaharian. Salah satu pemimpin dari Kerajaan Ternate yang paling terkenal adalah
Sultan Baabullah, putra dari Sultan Harun yang juga pernah menjabat sebagai pemimpin Kerajaan
Gapi. Sultan Baabullah berhasil membawa Kerajaan Ternate meraih kejayaannya.

Peninggalan Sejarah:

Kerajaan Ternate ini menjadi salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia. Peninggalan dari Kerajaan
Ternate antara lain Makam Sultan Baabullah, Masjid Sultan Ternate, Keraton Kesultanan Ternate,
serta Benteng Tolukko.
3. Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521).

Kerajaan Samudera pasai pertama kali didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh atau yang dikenal dengan
nama Meurah Silu. Kerajaan Samudera Pasai pertama kali didirikan pada tahun 1267. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, Sultan Malik Al Saleh merupakan putra dari Muhammad Amir Syah
yang merupakan raja dari Kerajaan Perlak. Oleh karena itu, Kerajaan Samudera Pasai ini merupakan
gabungan dari Kerajaan Perlak dan Kerajaan Pase.

Kerajaan Samudera Pasai menjadi salah satu kerajaan islam tersukses di Nusantara. Sebab,
Samudera Pasai menjadi salah satu pusat perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu, Samudera
Pasai didatangi oleh para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, India, bahkan sampai Tiongkok.
Bahkan, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang dirham atau emas murni untuk menjadi alat tukar
resmi. Pada akhirnya Kerajaan Samudera Pasai runtuh pada 1521 karena adanya konflik internal
yaitu perebutan kekuasaan dan juga perang saudara. Selain itu, mereka juga diserang oleh Portugis.

Peninggalan Sejarah:

Ada banyak peninggalan bersejarah dari Samudera Pasai yang ditemukan. Peninggalan-peninggalan
itu seperti makam raja-raja di Kampung Geudong, Aceh Utara, Dirham, Cakra Donya, dan Naskah
Surat Sultan Zainal Abidin.

4. Kerajaan Gowa (1300-1945).

Kerajaan Gowa pertama berdiri sekitar tahun 1300 di wilayah Sulawesi Selatan. Kerajaan ini juga
menjadi salah satu kerajaan yang memiliki perkembangan yang pesat, terutama saat bergabung
dengan Kerajaan Tallo pada abad ke-16. Gabungan dua kerajaan itu kemudian dipimpin oleh Sultan
Alauddin dan memilih agama Islam sebagai agama resminya.

Letak dari Kerajaan Gowa ini terbilang cukup strategis, karena berada di wilayah jalur pelayaran.
Masa kejayaan dari kerajaan Gowa terjadi ketika dipimpin oleh cucu dari Sultan Alauddin, yaitu
Sultan Hasanuddin. Masyarakat dari Gowa sendiri memiliki mata pencaharian sebagai nelayan,
pedagang, dan juga membuat kapal pinisi.

Peninggalan Sejarah:

Adapun peninggalan dari kerajaan Gowa ini adalah tempat-tempat wisata seperti Istana Tamalate,
Masjid Tua Katangka, Museum Balla Lompoa, Benteng Somba Opu, dan juga Benteng Fort
Rotterdam.

5. Kesultanan Malaka (1405-1511).

Kesultanan Malaka adalah kerajaan Islam Melayu yang terletak di Malaka. Kerajaan ini didirikan pada
tahun 1405 oleh seorang bernama Parameswara. Pada awalnya, masyarakat dari Malaka bukanlah
seorang muslim, tetapi dengan berkembangnya kepemimpinan Kerajaan Malaka, masyarakat mulai
ikut menganut agama Islam. Kerajaan ini juga dikenal menguasai jalur pelayaran dan perdagangan di
Selat Malaka pada abad 15. Kerajaan Malaka terakhir kali dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah.
Kerajaan ini lantas runtuh karena mendapatkan serangan dari Portugis pada 1511. Penyerangan
Portugis terhadap Kerajaan Malaka ini lantas menjadi awal mula serangan militer dari Eropa ke
Nusantara.
Peninggalan Sejarah:

Peninggalan dari Kerajaan Malaka adalah Masjid Baiturrahman Aceh dan Masjid Agung Deli.

6. Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677).

Kerajaan Islam Cirebon pertama kali didirikan pada tahun 1430 oleh Pangeran Walangsungsang.
Kerajaan ini diketahui terletak di pantai utara Pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat. Kerajaan Islam
Cirebon disebut-sebut sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Salah satu pemimpin
paling terkenal dari Kerajaan Islam Cirebon adalah Sunan Gunung Jati yang merupakan keponakan
dari Pangeran Walangsungsang yang merupakan Sultan Cirebon I. Pada masa keruntuhannya,
Kerajaan Cirebon terbagi menjadi dua, yaitu kesultanan Kasepuhan dan kesultanan Kanoman.

Peninggalan Sejarah:

Peninggalan dari Kerajaan Cirebon antara lain Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Keprabon,
Bangunan Mande, Kereta Singa Barong, dan Patung Harimau Putih.

7. Kerajaan Demak (1478-1554).

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini berdiri pada 1478
saat Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan dan dipimpin oleh Raden Patah. Selain pertama di
Pulau Jawa, kerajaan ini juga menjadi salah satu kerajaan terbesar di Pulau Jawa. Kerajaan Demak ini
juga diketahui sebagai kerajaan yang paling berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara. Hal itu
disebabkan karena Kerajaan Demak mendapatkan dukungan dari sembilan tokoh penyebar agama
Islam yang dikenal dengan sebutan Wali Songo.

Raja-raja dari Kerajaan Demak yang paling tersohor adalah Raden Patah, Pati Unus, Sultan
Trenggono, Sunan Prawoto, dan Arya Penangsang. Kerajaan Demak akhirnya runtuh karena adanya
perang saudara yang dilakukan oleh Sultan Trenggono dan Pangeran Surowiyoto. Akhirnya, kerajaan
ini benar-benar runtuh setelah pemberontakan Jaka Tingkir.

Peninggalan Sejarah:

Peninggalan sejarah dari Kerajaan Demak antara lain Masjid Agung Demak, Makam Sunan Kalijaga,
Lawang Bledek, Dampar Kencana, Soko Guru, dan Surya Majapahit.

8. Kerajaan Islam Banten (1526-1813).

Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan putra dari
pimpinan Kerajaan Islam Cirebon, Sunan Gunung Jati pada 1526. Kerajaan ini juga menjadi salah satu
kerajaan yang melawan VOC yang melakukan monopoli perdagangan. Perlawanan kala itu dipimpin
oleh salah satu pemimpin paling terkenal dari Kerajaan Banten, yaitu Sultan Agung Tirtayasa.
Runtuhnya kerajaan ini juga dipicu karena adanya perang saudara yang dilakukan oleh anak dari
Sultan Ageng Tirtayasa yang ingin merebut jabatan ayahnya.

Peninggalan Sejarah:

Kerajaan Banten juga mengembangkan seni bela diri khas Banten yang dikenal dengan debus.
Peninggalan lain dari Kerajaan Banten yaitu Masjid Agung Banten, Benteng Speelwijk, dan juga
Keraton Surosowan.
9. Kerajaan Pajang (1568-1586).

Kerajaan Pajang merupakan kerajaan yang berdiri setelah Kerajaan Demak runtuh. Kerajaan ini
pertama kali didirikan oleh Jaka Tingkir alias Sultan Hadiwijaya. Ketika itu, Jaka Tingkir memindahkan
seluruh kekuasaan dan benda pusaka dari Kerajaan Demak ke Pajang setelah merebut kekuasaan
Demak dari Arya Penangsang. Kerajaan ini berperan dalam penyebaran Islam di pedalaman wilayah
Jawa.

Peninggalan Sejarah:

Keberhasilan dari Jaka Tingkir kemudian melebarkan sayap sampai ke Madiun, Blora, dan Kediri.

Peninggalan sejarah dari Kerajaan Pajang adalah Pasar Laweyan, Makam Jaka Tingkir, dan kompleks
makam para pejabat Pajang.

10. Kerajaan Mataram Islam (1588-1680).

Kerajaan Mataram Islam berdiri pada 1588 di wilayah Kotagede Yogyakarta. Kerajaan ini pertama
kali didirikan oleh dua tokoh, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Sela. Kerajaan ini didirikan
sebagai hadiah yang diberikan Kesultanan Pajang terhadap Ki Ageng Pemanahan atas jasanya. Raja
pertama dari Kerajaan Mataram Islam adalah Raden Mas Sutawijaya alias Panembahan Senapati
yang merupakan putra dari Ki Ageng Pemanahan.

Kerajaan Mataram Islam mengalami masa kejayaan saat dipimpin oleh Sultan Agung. Ketika itu,
Sultan Agung berhasil menguasai nyaris seluruh tanah Jawa dan juga membantu perlawanan
terhadap VOC bersama kerajaan Banten dan Cirebon. Keruntuhan dari Kerajaan Mataram terjadi
karena konflik internal yang menyebabkan terjadinya pembagian wilayah kekuasaan. Saat ini wilayah
kekuasaan itu diketahui sebagai Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Pembagian
wilayah kekuasaan itu tercantum dalam perjanjian yang diberi nama Perjanjian Giyanti.

Peninggalan Sejarah:

Peninggalan Sejarah dari kerajaan Mataram Islam adalah masjid-masjid besar yang tersebar di
wilayah Yogyakarta dan Surakarta, seperti Masjid Kotagede, Masjid Agung Gedhe Kauman, Masjid
Pathok Negara Sulthoni Plosokuning, Masjid Agung Surakarta, serta Masjid Al Fatih Kepatihan Solo.

Aksara Hanacaraka juga merupakan peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam.

Anda mungkin juga menyukai