Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Sejarah Masuknya Islam Di Indonesia

Datangnya islam di Indonesia tidak seluruhnya bersamaan. Demikian juga dengan


kerajaan dan daerah yang mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang
berlainan. Adanya proses masuknya islam ke Indonesia memunculkan beberapa
pendapat. Diantaranya para tokoh ada yang langsung mengetahui masuk dan
tersebarnya budaya dan ajaran agama islam di Indonesia, ada pula yang melalui
berbagai penelitian. Diantara tokoh-tokoh itu adalah Marcopolo, Muhammad Ghor,
Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted.

 Masuknya Islam di Indonesia Abad ke 7 masehi


Sejarah masuknya islam ke Indonesia dimulai pada abad ke 7 masehi,
berdasarkan para pedagang arab yang berdatangan. Dikaitkan dengan
argument bahwa sejarah masuknya islam di Indonesia terjadi saat kerajaan
Sriwijaya tepat pada abad ke 7 masehi.Wilayah yang dijamah oleh pedagang
arab untuk menyebarkan islam di Indonesia adalah pulau Sumatra bagian
Samudra Pasai, yang dimulai dari selat malaka lalu pulau jawa.
 Masuknya Islam di Indonesia Abad ke 11 masehi
Ahli sejarah lainnya mengatakan bahwa sejarah masuknya islam di Indonesia
dimulai sejak abad 11 masehi. Didasarkan pada bukti adanya sebuah batu
nisan Fatimah binti maimun di Gresik Jawa Timur. Batu ini berangka 1802
masehi.
 Masuknya Islam di Indonesia Abad 13 masehi
Ada juga yang mengungkapkan sejarah msuknya di Indonesia baru mulai
pada abad ke 13 masehi. Bukti yang kuat menyatakan bahwa runtuhnya
Dinasti Abbasiah di Bagdhad (1258), berita dari Marcopolo tahun 1292, batu
nisan kubur Sultan Malik As-Saleh tahun 1297, dan berita Ibnu Batuta tahun
1345. Pendapat ini diperkuat dengan adanya ajaran tasawuf di Indonesia.

Sejarah masuknya islam di Indonesia, dilandasi oleh peran para pedagang arab
yang melakukan penyebaran agama islam di Indonesia. Awal masuknya agama islam
di Indonesia pada abad ke 7 masehi, namun dimasa ini belum banyak yang menganut
dikarenakan masih terpengaruh oleh kekuasaan Hindu-Budha di
Indonesia.Penyebaran agama islam terhitung lama karena dimulai pada abad ke 7
hingga ke 13 masehi. Selama masa tersebut, para pedagang makin intensif dalam
menyebarkan islam. Penyebaran agama islam juga tidak lepas dari peran para
pedagang Indonesia yang sudah memeluk agama islam serta para mubaligh.
Pengaruh islam makin kuat pada masyarakat yang tinggal di daerah pantai. Pada
akhir abad ke 12 masehi. Kekuasaan eonomi dan politik kerajaan Sriwijaya mulai
turun. Seiring merosotnya sriwijaya, pedagang islam makin giat dalam melakukan
peran politiknya. Kemudian sekitar tahun 1285, mulai berdiri kerajaan yang bercorak
islam yaitu Samudra Psai. Berdiri pula kerajaan baru yaituu kesultanan malaka.
Perkembangan agama islam juga tidak lepas dari runtuhnya kerajaan majapahit pada
awal abad ke 15. Banak daerah yang akhirnya melepaskan diri dari majapahit.

1
Teori Masuknya Islam Di Indonesia

Masukya agama islam pertama ke indoesia identic dengan masuknya orang islam
ke Indonesia, yang semakin medekati nilai kebenaran sebuah sejarah. Hal ini di
buktikan dengan adanya literature dan bukti tertulis di kitab arab tetag peta-peta
pekayaran pedagang arab pada masa lalu, juga memperjelas kebenaran sejarah
masuknya islam pertama ke Indonesia. Ada beberapa teori tentang islamisasi awal di
Indonesia, yaitu :

 Teori India
Teori ini dikemukakan oleh Pijnappel, Snouck Hurgrounje, Mouquette, dan
Fatimi. Pada teori ini dijelaskan bahwa islam pertama kali datang di Indonesia
berasal dari benua India sekitar abad ke 13. Pijnappel berpendapat bahwa
islamisasi di Indonesia dilakukan oleh orang Arab, tetapi bukan datang
langsung dari Arab, melaikan dari India, terutama dari Gujarat dan Malabar.
Snouck Hurgronje menyatakan bahwa islam nusantara bukan berasal dari
Arab, karena sedikitnya fakta yang menyebutkan peranan mengenai bangsa
Arab dalam penyebaran agama islam di Indonesia. Ia berpendapat bahwa
islam berasal dari India, karena sudah lama terjalin hubungan dagang antara
Sumatra dan Gujarat. Snouck menyebutkan adanya tiga batu nisan dari abad
ke 15 masehi. Ketiga batu nisan tersebut memiliki kesamaan dengan batu
nisan Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang meninggal pada 1419 masehi.
Moquette berpendabat ada persamaan gaya batu nisan yang ada di pasai,
Sumatra Utara dengan di Cambay, Gujarat. Jadi ada hubungan antara
Indonesia denga Gujarat pada periode tertentu.
 Teori Arab
Teori ini dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawfurd, Niemann, dan De
Holader. Arnold berpendapat bahwa islam juga berasal dari Arab, dengan bukti
adaya kesamaan madzhab antara di Coromandel dan Malabar dengan
madzhab mayoritas masyarakat islam yaitu madzhab syafi'i. yang dibawa oleh
pedagang yang menyebarkan islam di Indonesia antara india dengan
Indonesia. Arnold juga berpendapat bahwa pedagang Arab membawa islam
ke Indonesia sejak abad ke 7 masehi dan ke 8 masehi. Dan mereka melakukan
perkawinan dengan penduduk setempat, sehingga muncullah komunitas
muslim. Crawfurd menyatkan bahwa islam dikenalkan langsung dari Arab.dan
juga menegaskan bahwa hubugan melayu dan Indonesia dengan kaum
muslim di pesisir timur india merupakan faktor penting. Niemann dan hollader
menyatakan islam datang dari Handramaut karena adanya kesamaan
madzhab. Sejumlah para ahli setuju dengan pendapat ini, mereka memberi
alasan bahwa madzhb syafi'I di Makkah mendapat pengeruh yang luas di
Indonesia. Mereka juga berpendapat pada tahun ke 674 masehi telah terdapat
perkampungan Arab islam di pantai Barat Sumatra. Menurut Azyumardi Azra
ada empat hal yang disampaikan histografi tradisional berkaitan dengan
islamisasi Indonesia. Pertama, islamiasi berasal dari Arab. Kedua, islam

2
dibawa oleh juru dakwah professional. Keiga, yang pertama kali masuk islam
yaitu berasal dari kalangan penguasa. Keempat, sebagian besar juru dakwah
datang ke Indonesia pada abad ke 12 dan abad 13 masehi. Tetapi baru abad
ke 12 masehi dampai abad 16 masehi pengaruh islam di Indonesia tampak
jelas dan kuat.
 Teori Persia
Teori ini dikemukakan oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat. Dalam teori ini
dinyyatakan bahwa islam masuk ke idonesia pda abad ke 13 masehi di
Sumatra yang berpusat di samudra pasai. Bukti yang dikemukakan antara lain
: adanya peringatan 10 muharram atau asyura yang merupakan tradisi
berkembang dlam masyarakat syiah untuk memperingati hari kematian Husain
di Karbelaka, adanya persamaan ajaran hallaj yaitu tokoh sufi iran dengan
ajaran Syeikh Siti Jenar, persamaan system mengeja huruf Arab bagi
pengajian Al-Qur'an tingkat awal, adanya persamaan batu nisan yang ada di
makam Malik Shalih dan pada makam Malik Ibrahim.
 Teori Cina
Teori ini menyatakan bahwa islam datang di Indonesia bukan dari timur tengah,
Arab maupun Gujarat atau india tetapi dari Cina. Pada abad ke 9 masehi
adanya pengungsi cina ke jawa, kemudian pada abad ke 8 masehi sampek
abad ke 11 masehi sudah ada pemukiman Arab muslim di Cina dan di Campa.
Cina memiliki peranan yang besar dalam perkembangan islam di Indonesia.
Arsitektur Demak dan juga berdasarkan beberapa catatan sejarah beberapa
sultan dan sunan yang berperan dalam penyebaran agama islam di Indonesia
adalah keturunan Cina, misalya Raden Patah yang memiliki nama Cina Jin
Bung. Nurcholis Majdid mengemukakan bukti bahwa islam tidak berasal dari
Arab dengan adanya kata-kata dari bahasa arab yang tidak murni menurut lafal
aslinya. Proses islamisasi tidak memiliki awal yang pasti, juga tidak berakhir.
Islamisasi merupakak proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi
msa kini, uga masa yang kan datang. Islam telah dipengaruhi oleh
lingkungannya, tempat islam berpijak dan berkembang. Disamping itu islam
menjadi tradisi tersendiri yang tertanam dalam konteks sosio, ekonomi dan
politik.

3
Saluran Penyebaran Agama Islam di Indonesia

Datangnya islam di Indonesia dan penyebarannya dilakukan secara damai.


Adapun saluran-saluran islam yang berkembang adalah :

 Saluran Perdagangan
Secara umum perdagangan yang dilakukan pedagang muslim dapat
digambarkan dengan : mula-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat
perdagangan yang kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik
untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka
berkembang menjadi perkampungan (pejokan). Merupakan saluran yang
dipilih di awal.
 Saluran Perkawinan
Saluran islam yang melalui perkawinan yaitu antara pedagang atau saudagar
dengan wanita pribumi yang memiliki jalinan erat, jalinan baik ini kadang
diterukan dengan perkawinan antara kaum putri pribumi dengan para
pedagang islam yang kemudian wanita tersebut masuk islam. Melalui
perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut ekonomi, para pedagang
muslim memiliki status social yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi,
sehigga penduduk pribumi, terutama putri bangsawan tertarik untuk menjadi
istri saudagar tersebut. Sebelum kawin, mereka di islamkan terlebih dahulu.
Setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas.
Akhirnya timbul kampong-kampung, daerah-drah, dan krajaan-kerajaan
muslim.
 Saluran Pendidikan
Menyebarkan agama islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-
pondok pesantren yang merupakan tempat pengajaran agama islam bagi para
santri. Untuk memperdalam ajaran-ajaran agama islam yang kemudian
menyebarkannya di Indonesia.
 Saluran Kesenian
Penyebaran islam menggunakan media-media kesenian seperti pertunjukan
wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang yang
disisipkan ajaran agama islam. Seni gamelan juga mengundang masyarakat
untuk melihat pertunjukan tersebut, yang selanjutnya diadakan dakwah agama
islam.
 Saluran Tasawuf
Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dalam membentuk kehidupan
social bangsa Indonesia. Dalam hal ini ahli tasawuf hidup dalam
kesederhanaan, dan selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya
dan hidup bersama ditengah-tengah masyarakatnya. Jalur tasawuf, yaitu
proses penyebaran islam yang dilakukan dengan cara menyesuaikan pola pikir
masyarakat Indonesia yang masih berorientasi pada ajaran-ajaran agama
Hindu-Budha di Indonesia dengan nilai-nilai islam yang mudah dimengerti dan
diterima.
 Saluran Dakwah

4
Yaitu proses penyebaran islam yang dilakukan dengan cara memberi
penerangan tentang agama islam seperti yang dilakukan oleh para uama
terutama peran wali songo.

Bukti-Bukti Masuknya Islam di Indonesia

 Surat raja Sriwijaya


Prof. Dr. Azyumardi Azra dalam bukunya 'jaringan ulama nusantara'
menyebutkan bahwa islam masuk di Indonesia pada masa kerajaan Sriwijaya.
Hal ini dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh raja Sriwijaya pada
Umar bin Abdul Aziz yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin
Abdul Aziz sebagai pemimpin dinasti Muawiyah.
 Makam Fatiman binti Maimun
Berdasarkan penelitian sejarah telah ditemukan sebuah akam islam di Leran,
Gresik. Pada batu nisan dari makam tersebut tertulis nama seorang wanita,
yaitu Fatimah binti Maimun dan angka tahun 1082. Artinya, dapat dipastikan
bahwa pada akhir abad ke 11 islam telah masuk di Indonesia. Dengan
demikian, dapat diduga bahwa islam telah masuk dan berkembang di
Indonesia sebelum tahun 1082.
 Makam Sultan Malik As-Saleh
Makam sultan Malik As-Saaleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti
bahwa islam telah masuk dan berkembang di daerah Aceh pada abad ke 12
masehi. Mengingat Malik As Saleh adalah seorang Sultan, maka dapat
diperkirakan bahwa islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik As
Saleh mendirikan samudra pasai.
 Cerita Marco Polo
Pada tahun 1092 Marco Polo, seorang musafir dariVenesia (italia) singgah di
Perlak dan beberapa tempat di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang
melakukan peralanan dari Venesia ke negeri Cina. Ia menceritakan bahwa
pada abad ke 11, islam telah berkembang di Sumatra bagian utara. Ia juga
menceritakan bahwa islam telah berkembang sangat pesat di jawa.
 Cerita Ibnu Battutah
Pada tahun 1345, Ibnu Battutah mengnjungi amudra pasi. Ia menceritakan
bahwa sultan samudra pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya.
Disamping itu, ia menceritakan bahwa samudra pasai merupakan kesultanan
dagang yang sangat maju. Disana Ibnu Battutahbertemu dengan para
pedagang dari India, Cina, dan Jawa.

5
Penerimaan Islam Oleh Pribumi

Islam datang di Indonesia melalui perdagangan-perdagangan dengan damai,


bukan melalui perang, kekerasan atau paksaan. Penerimaan islam melalui beberapa hal
diantaranya:

 Melalui perdagangan oleh pra pedagang yang melakukan pelayaran.


 Dilakukan oleh para mubaligh datang bersama para pedagang, juga para sufi,
mereka adalah sufi pengembara.
 Melalui perkawinan pedagang muslim, mubaligh denga anak bangsawan
Indonesia.
 Para pedaganng yang sudah mapan, mereka mendirikan pusat pendidikan
atau pusat penyebaran islam, kerajaan samudra pasai misalnya sebagai pusat
dakwah.
 Melalui para sufi dengan kelompok terekatnya, menyebar ke Indonesia.
 Dengan demikian pada abad sekitar 13 masehi islam telah menyebar di
Indonesia dan diterima oleh penduduk, bukan saja pada daerah pantai dan
pesisir, akan tetapi sudah diperkirakan sampai ke pelosok-pelosok kampung.

Masa Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia

Islam dimulai dari kehadiran iindividu-individu dari arab, atau penduduk asli yang
telah memeluk islam. Dengan uaha mereka islam tersebar sedikit demi sedikit dan
secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai dilakukan secara besar-
besran ketika dakwah telah memiliki orang-orang khusus untuk menyebarkan
dakwah. Setelah fase itu kerajaan-kerajan islam mulai terbentuk di kepulauan
ini.Diantara kerajan-kerajaan tersebut yaitu :

 Kerajaan Malaka (803-917 H/1400-1511M)


Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Letak geografis malaka
sangat menguntungkan, yang menjadi jalan silang antara Asia Timur dan Asia
Barat. Yang membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas
daerahnya. Malaka menjalin hubungan baik dengan jawa, juga menjalin
hubungan dengan pasai. Dengan kedatangan jawa dan pasai perdagangan di
Malaka menjadi ramai. Kesultanan Malaka merupakan pusat perdagangan
internasioal antara Barat dan Timur. Maka dengan didudukinyakesultanan
Malaka oleh portugis tahun 1511, maka kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh
dan berkembang karena jalur Selat Malaka tidak digunakan lagi oleh pedagang
muslim sebab telah diduduki oleh portugis. Dengan demikian tidaklah akan
dicapai kemajuan oleh kerajaan Malaka jika kerajaan itu tidak mempunyai
peraturan-peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada
keamanan perdagangan. Disamping aturan yang diterapkan juga system
pemerintahannya sangat baik dan teratur.

6
 Kerajaan Aceh (920-1322 H/1514-1904 M)
Pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim (1514-1528), Aceh menerima
islam dari pasai yang kini menjadi bagian wilayah Aceh dan pergantian agama
diperkirakan terjadi mendekati pertengahan abad ke 14. Pada abad ke 16,
Aceh mulai memeganng peranan penting dibagian utara pulau Sumatra.
Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah utara higga sebelah selatan
di daerah Indrapura. Kerajaan Aceh yang letaknya di daerah yang sekarang
dikenal dengan kebupaten Aceh Besar. Disini pula terletak ibu kotanya. Aceh
mengalami kemajuan ketika sudagar-saudagar muslim yang sebelumnya
datang di Malaka kemudian memindahkan perdagangannya ke Aceh, ketika
Portugis menguasai Malaka tahun 1511. Ketika Malaka dikuasai portugis,
maka daerah pengaruhnya yang terdapat di Sumatra mulai melepaskan diri
dari Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai
berkembang. Dibawah kekuasaan Ibrahim, kerajaan Aceh mulai melebarkan
kekuasaannya ke daerah-daerah sekitar. Kejayaan krajaan Aceh ada
puncaknya ketika diperintahkan oleh Iskandar Muda, ia mampu menyatukan
kembali wilayah yang telah memisahkan diri dari Aceh kebawah kekuasaannya
kembali. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun.
Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetapi tatkala beberapa sultan
perempuan menduduki singgasana tahun 1641-1699, beberapa wilayah
taklukannya lepas dan kesultanan menjadi pecah belah. Pada abad ke 18 Aceh
hanya sebagai kenangan masa silam dari bayangannya sendiri. Akhirnya
kesultanan Aceh menjadi mundur.
 Kerajaan Demak (918-960 H/ 1512-1552 M)
Di jawa, islam di sebarkan oleh para wali songo (wali Sembilan), mereka tidak
hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal
pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja baru akan sah
menjadi raja apabila ia sudah diakui dan diberkahi wali songo. Demak
merupakan salah satu kerajaan bercorak islam yang berkembang di pantai
utara pulau jawa, raja pertamanya adalah Raden Patah. Sebelum berkuasa
penuh atas Demak, Demak masih menjadi daerah Majapahit. Baru Raden
Patah berkuasa penuh setelah mengadakan pemberontakan yang dibantu oleh
para ulama atas Majapahit. Dapat dikatakan bahwa pada abad ke 16, Demak
telah menguasai seluruh Jawa. Perkembangan dan kemajuan islam di pulau
jawa ini bersamaan dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal ini memberi
peluang kepada raja-raja islam pesisir uuntuk membngun pusat-pusat
kekuasaan yang independen. Dibawah bimbingan Sunan Kudus, meskipun
bukan yang tertua dari wali songo. Demak akhirnya berhasil menggantikan
Majapahit sebagai keratin pusat.[12] Demak menempatkan pengaruhnya di
pesisir utara Jawa Barat itu tidak dapat diisahkan dari tujuannya yang bersifat
politis dan ekonomi. Politiknya adalah untuk memtahkan kerajaan pajajaran
yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan portugis di Malaka.

7
 Kerajaa Banten (960-1096 H/1552-1684 M)
Banten merupakan kerajaan islam yang mulai berkembang pada abad ke 16,
setelah pedagag-pedagang India, Persia, mulai menghindari Malaka yang
sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografisya, Banten,
pelabuhan yang penting dan ekonominya mempunyai letak yang strategis
dalam penguasa Selat Sunda. Kerajaan islam di Banten yang semula
kedudukannya di Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan, di Banten
lama dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan ini
dimaksudkan untuk memudahkan hubunngan antara pesisir utara jawa dengan
Sumatra, melalui selat sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan
dengan kondisi politik di Asia Tenggara masa itu setelah Malaka jatuh ke
tangan Portugis, para pedagang yang segan berhubungann dengan Portugis
mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda.Tentang keberadaan
islam di Banten, Tom Pires menyebutkan, bahwa di daerah Cimanuk, kota
pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dengan Cirebon, banyak dijumpai orang
islam. Ini berarti pada akhir abad ke 15 masehi di wilayah kerajaan Sunda
Hindu sudah ada masyarakat yang beragama islam. Karena tertarik dengan
budi pekerti dan ketinggian ilmuya, maka Bupati Banten menikahkan Syaraif
Hidayatullah dengan adik perempuannya yang bernama Nhay Kawungaten.
Dan dikaruniai dua anak yang diberi nama Ratu Winoan dan Hasanuddin.
Karena panggilan uwaknya, tugas penyebara islam di Banten diserahkan pada
Hasanuddin. Yang kemudian menikahi puteri Demak. Dan dianggap raja islam
pertma di Banten.
 Kerajaan Goa (Makassar) (1078 H/1667 M)
GoaTallo adalah kerajaan bercorak islam di semenanjug Sulawesi. Kerajaan
ini menerima islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama
umaparisi-Kallona yang yag berkuasa pada akhir abad ke 15 dan permulaan
abad ke 16. Kerajaan Goa Tallo menjalin hubungan dengan Ternate yang
menerima islam dari Gresik atau Giri. Ternate mengajak Goa Tallo untuk
masuk islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk goa Tallo pada waktu
datuk ri Bandang datang ke kerajan Goa Tallo. Sultan Alauddin adalah raja
pertama yang memeluk agama islam tahun 1605 masehi. Penyebaran islam
yng dilakukan Goa Tallo berhasil, hal ini merupakan tradisi yang
mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan hal baik pada yang lain.
Seperti Wulu, Wajo, Sopeg, dan Bone. Luwu terlebih dulu masuk islam,
sedangkan Wajo dan Bone harus melalui peperangan dahulu. Raja Bone yang
pertama masuk islam ialah yang dikenal sebagai Sultan Adam.
 Kerajaan Maluku
Kerajaan Maluku terletak di daerah idonesia bagian timur. Kedatangan islam
ke Indonesia bagian timur yaitu Maluku, tidak bisa dipisahkan dari jalan
perdagangan yang terbentang antar Jawa dan Maluku. Menurut tradisi
setempat, sejak abad ke 14 islam sudah datang di daerah Maluku. Masuknya
islam di Maluku, di bawa oleh Maulana Hasayu. Hal ini terjadi pada masa
pemerintahan Marhum di Ternate. Raja pertama yang benar-benar muslim
adalah Zayn Al-Abidin (1486-1500), ia sendiri mendapat ajaran agama tersebut
dari madrasah Giri. Zainal Abidin ketika di Jawa terkenal sebagai Raja Bulawa,

8
artinya raja cengkeh, karena membawa cengkeh dari Maluku untuk
persembahan.Tetang masuknya islam ke Maluku, Tome Pires mengatakann
bahwa kapal-kapal dagang dari Gresik ialah milik Pate Cucuf. Raja ternate
yang disebut Sultan sedang yang lainnya digelari raja. Di Banda, Hitu, Maluku
dan Bacan sudah terdapat masyarakat muslim. Siuasi politik ketika
kedatangan islam di kepulauan Maluku tidak seperti di jawa. Disana orang-
orang muslim tidak menghadapi kerajan-kerajaan yang sedang mengalami
perpecahan karena usia islam masih muda di ternate. Dalam proses masuknya
islam di Maluku menghadapi persaingan politik dan moopoli peragangan di
antara orag-orang portugis, spanyol, belanda, dan inggris. Persaingan diantara
pedagang-pedgang ini pula menyebabkan persaingan diantara kerajaan-
kerajaan islam sendiri sehingga pada akhirnya daerah Maluku jatuh ke bawah
kekuasaan politik dan ekonomi Belanda.perebutan kekuasaan Negara, mereka
datang dan mengembangkan islam dengan melalui pedagangan, dakwah dan
melalui perkawinan.

Pengaruh Islam terhadap Masyarakat Indonesia

Masuknya kebudayaan Islam memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan


masyarakat. Indonesia. Perpaduan kebudayaan lokal dan Islam menghasilkan akulturasi
dalam berbagai bidang kehidupan di Indonesia. Pengaruh kebudayaan Islam pada
masyarakat tercermin pada berbagai bidang, antara lain sebagai berikut;
 Bidang Politik
Dalam bidang politik masuknya budaya Islam, kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha mulai runtuh dan peranannya mulai digantikan oleh kerajaan-kerajaan
yang bercorak Islam. Dalam sistem pemerintahan rajanya bergelar Sultan atau
Sunan. Nama raja juga disesuaikan dengan nama Islam. Dalam ajaran Islam
menyebutkan bahwa manusia merupakan wakil Tuhan di dunia. ketika
menjalankan roda pemerintahan, sultan didampingi oleh ulama. Sebelum
Islam masuk ke Indonesia, pemerintahan yang bercorak HIndu-Budha telah
berkembang. Tetapi setelah Islam masuk ke Indonesia, kerajaan-kerajaan
bercorak Hindu-Budha mengalami keruntuhan dan digantikan oleh kerajaan-
kerajaan bercorak Islam seperti, Samudra Pasai, Demak, Gowa-Talo, dan lain-
lain. Sistem Pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar sultan atau
sunan seperti halnya para wali. Jika rajanya meninggal, bukan dimakamkan di
candi, melainkan dimakamkan secara Islam.
 Bidang Sosial
Dalam ajaran agama Islam tidak menerapkan sistem kasta serti agama Hindu.
Hal ini menyebakan pengaruh Islam berkembang pesat dan mayoritas
masyarakat Indonesia memeluk agama Islam. Begitu juga dengan sistem
penanggalan, pada awalnya masyarakat Indonesia mengenal kalender Saka
yang merupakan kalender Hindu. Dalam kalender Saka terdapat nama hari
pasaran seperti pahing, pon, wage, kliwon, dan legi. Seiring perkembangan
Islam, Sultan Agung dari kerajaan Mataram menciptakan Kalender Jawa.

9
Kalender itu menggunakan perhitungan seperti Hijriah (Islam). Sultan Agung
mengganti nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadan
diganti dengan Pasa. Nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai
dengan bahasa Arab dan hari pasaran pada Kalender Saka juga dipergunakan.
Kebudayaan Islam tidak menerapkan aturan kasta seperti kebudayaan Hindu.
Pengaruh Islam yang berkembang pesat, membuat mayoritas masyarakat
Indonesia memeluk agama Islam. Hal inilah yang menyebabkan aturan kasta
mulai pudar di masyarakat.Nama-nama Arab seperti Muhammad, Abdullah,
Ali, Hasan, Hamzah, dan lainnya mulai digunakan, Kosakata bahasa Arab juga
banyak digunakan. Contohnya rahmat, berkah, rizki, kitab, majelis, ibadah,
mukadimah, dan masih banyak lagi. Begitu pula dengan sistem penanggalan.
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat telah mengenal kalender
Saka yang dimulai pada tahun 78 M. Dalam kalender ini, ditemukan nama-
nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, kliwon, dan wage. Setelah Islam
berkembang, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bukan (komariah) seperti tahun Hijriah
(Islam).
 Bidang Pendidikan
Pada awal-awal masuknya Islam di Indonesia, mulanya pendidikan agama
dilaksanakan di Masjid, Langgar, atau Surau. Pelajaran yang diberikan adalah
membaca Al-Qur’an, tata cara peribadatan, akhlak, dan keimanan. Seiring
berjalannya waktu, kemudian muncul pesantren yang merupakan
pengadopsian dari agama Hindu. Pesantren adalah sebuah asrama tradisional
pendidikan Islam. Siswa tinggal bersama untuk belajar ilmu keagamaan di
bawah bimbingan guru atau sering dikenal dengan sebutan Kiai. Siswa
diajarkan mendalami ilmu agama Islam sesuai dengan syariat-syariat agama
Islam. Pesantren dalam bahasa Jawa memiliki makna seseorang yang
mengikuti aktivitas gurunya. Pendidikan Islam sudah berkembang di
pesantren2 Islam. Sebenarnya, pesantren telah berkembang sebelum Islam
masuk ke Indonesia. Saat itu pesantren menjadi tempat pendidikan dan
pengajaran agam Hindu. Setelah Islam masuk, mata pelajaran dan proses
pendidikan pesantren berubah menjadi pendidikan Islam. Pesantren adalah
sebuah asrama tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal bersama untuk
belajar ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru (kiai).
 Bidang Agama
Pada masa Islam, sebagian besar masyarakat di Indonesia menganut agama
Islam. Meskipun demikian, masih terdapat masyarakat yang menganut agama
Hindu-Buddha, atau menganut kepercayaan roh halus. Hingga saat ini,
sebagaian besar masyarakat di Indonesia menganut agama Islam.
 Bidang Kebudayaan dan Kesenian
Adat istiadat dan kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat
berupa ucapan salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam
hal kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis,
barzanji dan sholawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur
rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh
arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah. Persebaran bahasa Arab
1
0
lebih cepat daripada bahsa Sanskerta karena dalam Islam tidak ada
pengkastaan. Semua orang dari raja hingga rakyat jelata dapat mempelajari
bahsa Arab. Penggunaan huruf Arab di Indonesia pertama kali terlihat pada
batu nisan di daerah Leran Gresik, yang diduga makam salah satu seorang
bangsawan Majapahit yang telah masuk Islam. Dalam perkembangannya,
huruf dan bahasa Arab terlihat pada karya-karya sastra. Islam telah
memperkenalkan tradisi baru dalam teknologi arsitektur seperti masjid dan
istana. Ada perbedaan antara masjid-masjid yang dibangun pada awal
masuknya Islam ke Indonesia dan masjid yang ada di Timur Tengah. Majis di
Indonesia tidak memiliki kubah di puncak bangunan. Kubah diganti dengan
atap tumpang atau atap bersusun. Jumlah atap tumpang selalu ganjil, tiga
tingkat atau lima tingkat serupa dengan arsitektur Hindu. Islam juga
memperkenalkan seni kaligrafi. Kaligrafi adalah seni menulis aksara indah
yang merupakan kata atau kalimat. Kaligrafi ada yang berwujud gmabar
binatang atau manusia (hany bentuk siluetnya). Ada pula yang berbentuk
aksara yang diperindah. Teks2 dari Al- Qur'an merupakan tema yang sering
dituangkan dalam seni kaligrafi. Media yang sering digunakan adalah nisan
makam, dinding masjid, mihrab, kain tenuna, kayu, dan kertas sebagai
panjangan.

1
1
Sejarah Masuknya Islam Di Kabupatem Pangkep
Penyebaran agama Islam yang bermula dari Kepulauan Melayu - Indonesia
melalui perdagangan laut mulai dari pulau Jawa sampai kebagian Timur Indonesia
termasuk pula Sulawesi Selatan. Awal keberadaan Islam di Semenanjung Melayu ini
bermula pada saat raja pertama Kerajaan Malaka memeluk agama Islam yaitu Raja
Parameswara yang pada akhirnya mengganti namanya menjadi Muhammad Iskandar
Syah dan menjadi Sultan Malaka. Menurut sumber Makassar atau Lontara Makassar
(Patturioloanga ri Togaya), sudah sejak awal abad XVI orang-orang Melayu dari
Semenanjung Melayu sudah mulai berdatangan di Sulawesi Selatan, tepatnya di
Kerajaan Siang (sekarang di Desa Bori Appaka, kecamatan bungoro, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan atau Pangkep), sebuah Kerajaan tua yang berada di pesisir
Makassar (Masa Karaeng Allu menjadi Raja Siang, dan Kerajaan Siang dibawah
dominasi Kerajaan Gowa). Orang Melayu itu adalah kelompok-kelompok pedagang
Melayu yang berasal dari Johor, Malaka, Minangkabau, bahkan juga dari Pattani
(Thailand Selatan).

Pada masa pemerintahan raja Gowa ke X yakni I Manriwagau’ Daeng Bonto,


Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng, orang-orang Melayu telah mendapatkan
tempat tinggal di sekitar benteng utama Somba Opu yaitu di Mangalekana setelah
Nakhoda Bonang menghadap kepada raja Gowa pada saat itu. Sejak menetapnya orang-
orang Melayu di Kerajaan Gowa maka sejak itu pula Islam mulai menancapkan tombak
penyebarannya. Orang-orang Melayu di Kerajaan Gowa bukan hanya sebagai pedagang
dan ulama akan tetapi orang-orang Melayu juga ikut mempengaruhi kehidupan sosial
dan politik Kerajaan, bahkan pada masa pemerintahan raja Gowa ke X Karaeng
Tunipallangga orang-orang Melayu diangkat sebagai syahbandar di Kerajaan Gowa, dan
bergelar Daeng ri Mangallekana. Besarnya jumlah dan peranan orang Melayu di
Kerajaan Gowa pula, yang menyebabkan raja Gowa ke XII Karaeng Tunijallo
membangun sebuah MESJID DI DAERAH MANGALLEKANA (Sekarang adalah Desa di
Kecamatan Labakkang , Kab Pangkep) untuk orang-orang Melayu, sekalipun raja Gowa
sendiri pada saat itu belum memeluk agama Islam.

Perkembang Islam Di Kerajaan Gowa

Islam mengalami perkembangan yang sangat jaya dimasa pemerintahan raja


Gowa ke XIV yaitu IbMangerangi Daeng Manra’bia. Menurut Lontara’ Gowa-Tallo , ialah
pada malam Jum’at, 9 Jumadil-awal 1014 H bertepatan pada tanggal 22 September
1605. Dinyatakan bahwa mangkubumi Kerajaan Gowa/ Raja Tallo, I Malingkaang Daeng
Manyonri, mula-mula menerima Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat dan
sesudah itu barulah Raja Gowa XIV, yaitu I Mangerangi Daeng Manra’bia. Kedua raja
tersebut secara bersamaan menerima Islam dan diberi gelar Sultan Abdullah Awwalul
Islam (I Malingkaang Daeng Manyonri) dan Sultan Alauddin (I Mangerangi Daeng
Manra’bia), dan menetapkan Islam sebagai agama resmi kerajaan Gowa-Tallo.
Selanjutnya timbullah keinginan untuk menyebarluaskan agama Islam di Kerajaan-
Kerajaan tetangga, dan raja-raja negeri sesuai dengan syariat Islam yang diterimanya.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Kerajaan Gowa-Tallo dalam
1
2
menyebarkan agama Islam yaitu dengan cara damai, yakni mengirimkan hadiah melalui
utusan-utusan kebeberapa Kerajaan-Kerajaan kecil yang ada di sekitar Kerajaan Gowa-
Tallo untuk menerima Islam. Seruan itu diterima dengan baik, sehingga berlangsunglah
penyebaran agama Islam di Kerajaan-Kerajaan yang ada di sekitar kerajaan Gowa–Tallo
dengan cara yang damai. Namun Kerajaan-Kerajaan yang ada di daerah Bugis seperti
tiga Kerajaan yang terhimpun dalam Lamumputue ri Timurung (Tellumpoccoe/ Soppeng,
Wajo, dan Bone), tidak mengindahkan seruan raja Gowa-Tallo untuk memeluk agama
Islam, dan mengakibatkan raja Gowa-Tallo harus mengambil jalan lain, yakni dengan
jalan peperangan.

Menurut sumber Bugis atau Lontara Bugis, serangan pertama Gowa-Tallo


dilancarkan ke Soppeng melalui Sawitto pada tahun 1608. Akan tetapi serangan tersebut
berhasil di patahkan dikarenakan Kerajaan Soppeng di bantu oleh sekutunya yaitu
Kerajaan Wajo dan Kerajaan Bone. Tiga bulan selanjutnya raja Gowa-Tallo melancarkan
kembali serangannya. Luwu sebagai kerajaan Islam pertama di Sulawesi Selatan ikut
membantu Gowa-Tallo. Dan akhirnya dapat menundukkan Soppeng sehingga Soppeng
praktis memeluk Islam pada tahun 1609. Setelah kekalahan Kerajaan Soppeng Kerajaan
Gowa-Tallo melancarkan serangannya ke kerajaan Wajo. Sebelum Gowa-Tallo
menyerang Kerajaan Wajo. Namun perang tak berlangsung lama dan Arung Matoa Wajo
menyerah dan meminta perdamaian. Secara otomatis Kerajaan Wajo memeluk Islam
pada tahun 1610. Selanjutnya, Kekalahan sekutuKerajaan Bone yakni Kerajaan Wajo
danKerajaan Soppeng, menyebabkan kekuatan Kerajaan Bone semakin melemah dan
berjuang sendiri. Dan pada tahun 1611, Bone berhasil diislamkan oleh kerajaan Gowa-
Tallo. Adapun sekitar empat tahun peperangan ini, dalam Bugis dikenal dengan istilah
Musu’ asselengngeng (perang pengislaman).

1
3
Kerajaan Siang

Kerajaan Siang adalah sebuah kerajaan yang pernah ada dan berkembang di bagian
barat jazirah Sulawesi Selatan, Bekas pusat wilayahnya berada di Sengkae', kelurahan
samalewa,kecamatan bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan atau Pangkep
saat ini. Dan merupakan lokasi Makam Raja Siang Yang Tepatnya Berada di Kampung
Siang.

Sejarah

Siang dalam nomenklatur Portugis disebut Sciom atau Ciom. Nama “Siang”
berasal dari kata “ kasiwiang”, yang berarti persembahan kepada raja (homage rendu a'
un souverain) . (Pelras, 1977: 253). Bekas pusat wilayah Kerajaan Siang, SengkaE –
sekarang ini terletak di Desa Bori Appaka, Kecamatan Bungoro, Pangkep – telah
dikunjungi oleh Kapal – kapal Portugis antara tahun 1542 dan 1548. (M Ali Fadhillah,
2000 dalam Makkulau, 2007). Pelras mengemukakan bahwa selama masa pengaruh
Luwu di semenanjung timur Sulawesi Selatan, kemungkinan dari Abad X hingga Abad
XVI, terdapat kerajaan besar lain di semenanjung barat, dikenal dengan nama Siang,
yang pertama kali muncul pada sumber Erofah dalam peta Portugis bertarikh 1540.
Menurut catatan Portugis dari Abad 16, Tallo atau Kerajaan Tallo pernah ditaklukkan oleh
Kerajaan Gowa dan Gowa sendiri mengakui Kerajaan Siang sebagai kerajaan yang “lebih
besar” dan lebih kuat dari mereka. (Andaya, 2004). Sumber Portugis menyebutkan Siang
pernah diperintah seorang raja bernama Raja Kodingareng (Gadinaro, menurut dialek
orang Portugis), sezaman dengan Don Alfonso, Raja Portugal I dan Paus Pascal II.
(Pelras, 1985, A Zainal Abidin Farid: 1986 dalam Makkulau, 2007).

Catatan Portugis tentang Kerajaan Siang

Pada tahun 1540 atau jauh sebelumnya, pelabuhan Siang sudah banyak
dikunjungi pedagang dari berbagai penjuru kepulauan Nusantara, bahkan dari Erofah.
Pengamat Portugis, Manuel Pinto, memperkirakan pada tahun 1545 Siang berpenduduk
sekitar 40.000 jiwa. Penguasanya sangat yakin terhadap sumber – sumber daya dan
kekayaan alam yang dimiliki oleh negaranya sehingga menawarkan untuk menyuplai
seluruh kebutuhan pangan Kerajaan Malaka (Pelras 1973: 53). Menurut catatan Portugis
dari Abad 16, Gowa dan Tallo pernah jadi vasal Siang. Tradisi lisan setempat
mempertahankan pandangan ini. Penemuan Arkeologi berharga di bekas wilayah Siang
kelihatannya lebih memperkuat asumsi bahwa kerajaan ini adalah bisa jadi adalah
kerajaan besar di pantai barat Sulawesi Selatan sebelum bangkitnya Gowa dan Tallo
(Pelras, 1973: 54).

Pada Tahun 1542, Antonio de Paiva, menyinggahi pusat wilayah Kerajaan Siang
dan tinggal di Siang untuk beberapa waktu, sebelum melanjutkan perjalanan ke arah
utara menuju Sulawesi Tengah untuk mencari Kayu Cendana (sandal wood) . Ketika
kembali tahun 1544, de Paiva singgah di tiga tempat, yaitu: Suppa, Siang dan Gowa
(Pelras, 1973: 41). Catatan de Paiva menyebutkan bahwa Gowa adalah sebuah kota
yang besar “yang dulunya merupakan kerajaan bawahan Siang, namun tidak lagi begitu”.
1
4
(Pelras, 1973: 47). Laporan de Paiva ini menunjukkan kemungkinan Siang berada pada
puncak kejayaan dan kemasyhuran sekitar Abad 14 – akhir Abad 16. Pelras dari
penelitian awalnya terhadap sumber Erofah dan sumber lokal, menyatakan Siang,
sebagai pusat perdagangan penting dan mungkin juga secara politik antara Abad XIV -
XVI. Pengaruhnya menyebar hingga seluruh pantai barat dan daerah yang dulunya
dikenal Kerajaan Limae Ajattapareng hingga ke selatan perbatasan Kerajaan Makassar,
yakni Gowa-Tallo. Pada pertengahan Abad XVI, Kerajaan Siang menurun pengaruhnya
oleh naiknya kekuatan politik baru di pantai barat dengan pelabuhannya yang lebih
strategis, Pelabuhan SombaOpu. Kerajaan itu tak lain Kerajaan Gowa, yang mulai gencar
melancarkan ekspansi pada masa pemerintahan Raja Gowa IX,Karaeng Tumapakrisika
Kallonna. Persekutuan Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya membawa petaka bagi Siang,
sampai akhirnya mati dan terlupakan, di penghujung Abad XVI. (Pelras 1977: 252-5).

Sumber Lisan dan Tulisan tentang Kerajaan Siang

Abdul Razak Dg Mile menyatakan bahwa Raja Siang yang pertama disebut Tu-
manurunge Ri Bontang (A. Razak Dg Mile, PR: 1975). Sementara M Taliu menyebut
periode pertama Kerajaan Siang, digagas seorang tokoh perempuan, Manurunga ri
Siang, bernama Nasauleng atau Nagauleng bergelar Puteri Kemala Mutu Manikkang.
Garis keturunan Tomanurung Ri Siang inilah yang berganti-ganti menjadi raja di Siang
(asossorangi ma'gauka) sampai tiba masanya Karaengta Allu memerintah di Siang paska
Kerajaan Siang dibawah dominasi Kerajaan Gowa. (Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2005).

Sumber tradisi lisan menyebutkan bahwa penggagas dinasti Siang mempunyai


lima saudara laki-laki dan perempuan yang masing – masing mendirikan Kerajaan Gowa,
Bone, Luwu, Jawa dan Manila. Dalam tradisi tutur yang berkembang di Pangkajene
diyakini bahwa Siang mempunyai tempat istimewa dibandingkan dengan kerajaan
lainnya. Barangkali keterangan Pelras mengonfirmasikan tradisi tersebut, bahwa kendati
Siang telah menjadi vasal Gowa pada akhir Abad XVII, adat Siang mengharuskan agar
Raja – raja dari negeri besar lain yang melintasi teritori Siang memberi hormat pada
“Karaeng Siang”. (M Ali Fadhillah, 2000: 17). Sumber Portugis banyak menunjuk
periode-periode awal pertumbuhan situs-situs niaga di pesisir barat, sebagaimana
catatan Pelras (1977: 243) melihat, gelombang kedatangan Portugis ke Siang sepanjang
pertengahan pertama dan akhir Abad XVI, mengacu pada masa dimana Siang sedang
menurun dalam perannya sebagai kota niaga dan pusat politik di pesisir barat teritori
Makassar. Dugaan itu mempunyai estimasi bahwa Siang mengacu pada apa yang
dilukiskan orang dengan istilah Makassar (Macacar).(M Ali Fadhillah, 2000 dalam
Makkulau, 2007). Dari kesejajaran konteks sejarahnya dengan Bantaeng di pesisir
selatan, Siang dapat diterangkan pada periode pertama sebagai pelabuhan kurang
dikenal, tetapi bukti-bukti arkeologi mendorong kita mengajukan estimasi awal bahwa
Siang telah masuk dalam jaringan perdagangan mungkin langsung dengan pelabuhan-
pelabuhan sebelah barat kepulauan. Apabila Bantaeng dan Luwu pada masa jatuhnya
Kerajaan Majapahit di Jawa mulai pudar peranannya, sebaliknya Siang, semakin
meningkat dengan jatuhnya Kerajaan Malaka berkat gelombang kedatangan pedagang
1
5
Melayu dari Johor, Pahang dan mungkin dari daratan Asia Tenggara daratan lainnya.
(Makkulau, 2005).

Pada periode kedua, sejalan dengan semakin jauhnya garis pantai akibat
pengendapan sungai Siang sebagai akses utama memasuki kota itu, dan kepindahan
koloni pedagang Melayu ke Gowa di pesisir barat, bahkan sampai Suppa dan Sidenreng
di daratan tengah Sulawesi Selatan membuat Siang kehilangan fungsi utamanya sebagai
sebuah pelabuhan penting, dibarengi meredupnya pengaruh pusat politiknya. Sampai
disini, nasib Siang tidak berbeda dengan Bantaeng, eksis tetapi berada dibawah bayang-
bayang kontrol kekuasaan Gowa-Tallo. (Fadhillah et, al, 2000 dalam Makkulau, 2005).
Pusat kerajaan Siang pada mulanya tumbuh berkat adanya sumber-sumber alam:
kelautan, hasil hutan dan mungkin mineral serta padi ladang yang dieksploitasi oleh suatu
populasi penduduk Makassar yang telah lama mengenal jaringan perdagangan laut yang
luas dengan memanfaatkan muara sungai sebagai akses komunikasi utama. Frekuensi
kontaknya dengan komunitas lain membawa perubahan pada pola ekonomi, terutama
setelah mengenal teknologi penanaman padi basah (sawah) dan memungkinkan
peralihan kegiatan ekonomi sampai ke pedalaman dengan pembukaan hutan-hutan
untuk peningkatan produksi padi sebagai komoditas utama. (Makkulau, 2005, 2007).
Tome Pires mencatat bahwa satu tahun setelah jatuhnya Kerajaan Malaka (Tahun 1511)
Pulau-pulau Macacar (Makassar) merupakan tempat – tempat yang terikat dalam
jaringan perdagangan interinsuler. Meskipun Pires menduga bahwa perdagangan
Macacar masih kurang penting, tetapi sejak itu, sudah menawarkan rute langsung ke
Maluku dengan melalui pesisir – pesisir selatan Kalimantan dan Sulawesi ; sebuah
alternatif dari rute tradisional melalui pesisir utara Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara.
Namun kita harus menunggu sampai pertengahan Abad XVI, untuk mengetahui
gambaran Sulawesi Selatan, yaitu sejak perjalanan Antonio de Paiva (1542-1543) dan
Manuel Pinto (1545-1548) ke pesisir barat Sulawesi Selatan. Tome Pires menyebut beras
sebagai produk utama Macacar. Dan kenyataannya, para pelaut Portugis belakangan
telah mempunyai kesan khusus akan kesuburan negeri-negeri Sulawesi Selatan yang
terkenal dengan hasil hutan, beras dan makanan lainnya. (Cortesao, 1944 dalam
Fadhillah,et.al, 2000).

Tonggak sejarah kolonial di Gowa tahun 1667 juga berdampak kuat di Siang.
Kekalahan Gowa menghadapi aliansi Belanda-Bone berarti juga kekalahan dinasti Gowa
dan kebangkitan kembali dinasti Barasa yang mendukung Arung Palakka. I Johoro
Pa'rasanya Tubarania naik sebagai penguasa lokal, I Joro juga digelari Lo'moki Ba'le
(penguasa dari seberang), karena ia kembali dari seberang laut (Jawa dan Sumatra)
mengikuti misi Arung Palakka ke negeri sebelah barat nusantara. (Makkulau, 2005,
2007). Sejarah kekaraengan Lombassang atau Labakkang mulai dikenal sesudah
menurunnya pamor politik ekonomi Siang. Penguasa Labakkang turut membantu Gowa
menundukkan Kerajaan Barasa, dinasti pengganti Siang di Pangkajene. Setelah Gowa
kalah dari Kompeni Belanda (1667), Labakkang lepas dari Gowa dan masuk ke dalam
kontrol VOC sebelum akhirnya menjadi wilayah administrasi Noorderpprovincien, lalu
menjadi Noorderdistrichten dalam kendali administrasi Belanda berpusat di Fort
Rotterdam ( Benteng Jumpandang ). Somba Labakkang ketika itu didampingi anggota
adat Bujung Tallua, yang berkuasa di unit politik dan teritorial sendiri, yakni di Malise,
1
6
Mangallekana dan Lombasang, sebelum lebih kompleks lagi dengan bergabungnya
Penguasa - penguasa kecil lainnya. (Makkulau, 2005, 2008).

Sistem politik yang diterapkan Kerajaan Gowa terhadap negeri – negeri


taklukannya itu adalah menempatkan Bate Ana' Karaeng, biasa disebut bate-bate'a).
kemudian disusul perkawinan keluarga Kerajaan Gowa, pada puncaknya Kerajaan Siang
menjadi negeri keluarga kerajaan Gowa yang tidak lagi bisa dipisahkan sampai tahun
1668. Sampai saat ini tidak ada satupun sumber sejarah dapat memastikan umur
Kerajaan Siang sampai ditaklukkan Kerajaan Gowa – Tallo. Kerajaan Siang dibawah
hegemoni pemerintahan Gowa sekitar 1512 - 1668. (Makkulau, 2005). Sistem budaya
yang mewarnai kehidupan masyarakat Siang adalah tradisi kultural Gowa, terutama
sekali menyangkut hubungan perkawinan antar keluarga raja dan bangsawan Gowa.
Penguasa Siang punya hubungan kekeluargaan dengan keluarga kerajaan Luwu,
Soppeng, Tanete, dan Bone karena pihak keluarga Kerajaan Gowa juga mengadakan
hubungan perkawinan (kawin-mawin) antar keluarga Kerajaan Luwu. Kemudian Luwu
kawin-mawin dengan Soppeng, Soppeng kawin-mawin dengan Tanete dan Tanete
kawin-mawin dengan Bone.

Ringkasnya, keturunan produk sistem kawin - mawin itu telah menjalin hubungan
kekerabatan semakin luas. Siang dan beberapa unit teritori politik seperti Barasa
(Pangkajene), Lombasang (Labakkang), Segeri, Ma'rang dan Segeri juga mengadakan
kawin mawin antar keluarga kerajaan. Barasa berafiliasi Gowa, Bone dan Soppeng.
Demikian pula Ma'rang dan Segeri. Sedang Labakkang dengan Gowa, walaupun pada
awalnya Labakkang merupakan keturunan Raja – raja Luwu, Soppeng dan Tanete.
Tradisi kawin-mawin inilah yang menyebabkan masyarakat Pangkep telah menyatukan
darah orang Bugis Makassar dalam wujud keturunan, bahasa, tradisi dan adat – istiadat.
(Makkulau, 2005, 2007).

Silsilah Keturunan Raja Siang

Silsilah raja – raja Siang setelah tampuk pemerintahan Siang dipegang Karaengta Allu
adalah sebagai berikut: (1) Karaeng Allu ; (2) Johor atau Johoro' (Mappasoro) Matinroe'
ri Ponrok, yang bersama Arung Palakka ke Pariaman pada abad ke-17 ; (3) Patolla Dg
Malliongi ; (4) Pasempa Dg Paraga ; (5) Mangaweang Dg Sisurung ; (6) Pacandak Dg
Sirua (Karaeng Bonto – Bonto) ; (7) Palambe Dg Pabali (Karaeng Tallanga), sezaman
dengan datangnya Belanda di Pangkajene ; (8) Karaeng Kaluarrang dari Labakkang ; (9)
Ince Wangkang dari Malaka ; (10) Sollerang Dg Malleja ; (11) Andi Pappe Dg Massikki,
berasal dari Soppeng ; (12) Andi Papa Dg Masalle ; (13) Andi Jayalangkara Dg Sitaba ;
(14) Andi Mauraga Dg Malliungang ; (15) Andi Burhanuddin ; (16) Andi Muri Dg Lulu.
(Makkulau, 2005 ; 2007).

Setiap ada upacara perayaan seperti pengangkatan raja baru, pergantian raja atau
upacara kebesaran lainnya yang berhubungan dengan raja, maka diwajibkan hadir
Anrong Appaka ri Siang, yaitu: (1) Daeng ri Sengkaya ; (2) Lo'moka ri Kajuara ; (3)
1
7
Gallaranga ri Lesang ; (4) Gallaranga ri Baru-baru. Setelah empat orang bate-bate'a ini
hadir, barulah pelantikan atau acara ‘Kalompoanga ri Siang' dapat dianggap sah. Selain
keempat bate-bate'a ini juga diharapkan hadir Oppoka ri Pacce'lang. (Makkulau, 2005 ;
2007)

Secara sederhana, silsilah Raja – raja Siang saat dibawah dominasi Gowa (
A.Razak Dg Mile, PR: 1957 ) sebagai berikut: (a) Raja – raja dari keturunan
‘Tumanurunga ri Bontang' diperistri oleh yang bergelar ‘Si Tujuh Lengan'. Tidak diketahui
berapa generasi ! (b) Keturunan Karaengta Allu (Setelah Siang ditaklukkan oleh kerajaan
Gowa), juga tidak diketahui berapa generasi. (c) Keturunan I Johor atau Johoro'
(Mappasoro'), sahabat Arung Palakka, dimana Arung Palakka menjadi Raja Bone sejak
tahun 1672. (d) Raja – raja yang berasal dari Kerajaan Siang sendiri, mulai dari keturunan
Pattola Dg Malliongi (pada masa kompeni Belanda). (Makkulau, 2005 ; 2007)

Temuan Arkeologi

Hasil penelitian arkeologi Balai Arkeologi Makassar dan UNHAS menyebutkan


bahwa ibu kota Kerajaan Siang terletak pada sebuah lokasi yang dikelilingi oleh benteng
kota (batanna kotayya). Bentengnya mengelilingi lahan yang sekarang menjadi kompleks
kuburan yang dikeramatkan. Alur benteng Siang (batanna kotayya) diperkirakan
berbentuk huruf U, kedua ujungnya bermuara di Sungai Siang yang telah mati. (Fadhillah,
et.al, 2000: 27). Indikasi arkeologis pada lokasi situs berupa gejala perubahan rupa bumi
dan proses pengendapan telah menjauhkan pusat Kerajaan Siang dari pesisir.
Kemunduran Siang, yang diperkirakan terjadi pada akhir Abad 16.

Kemenangan Gowa-Labakkang atas Barasa memberikan hak kerabat raja Gowa


menduduki tahta Barasa, gelar sesudah matinya: Karaeng Matinroe ri Kammasi yang
diganti oleh Karaeng Allu. Yang terakhir ini mengalihkan pusat politiknya kembali ke
Siang, dan seolah menghidupkan kembali kebesaran Siang dengan memakai gelar
Karaeng Siang, juga membentuk dewan adat Anrong Appaka (empat bangsawan
kepala): Kare Kajuara, Kare Sengkae, Kare Lesang dan Kare Baru-baru . Masing-masing
kare mengepalai pusat kecil kekuasaan dan membentuk konfederasi dibawah otoritas
Siang baru (periode Islam). Karaengta Allu juga yang menempatkan Kalompoang atau
Arajang Siang dibawah pemeliharaan Oppoka ri Paccelang. (Fadhillah, et.al, 2000).
Temuan – temuan fragmen keramik hasil ekskavasi situs Siang di SengkaE, Bori Appaka,
Bungoro berupa Piring dan Mangkuk Ching BW, Cepuk Cing, Mangkuk Swatow BW,
Mangkuk Wangli BW, Mangkuk Ming BW, Piring Ming Putih, Piring Swatow, yang berasal
dari Abad 17 - Abad 18. Juga ada fragmen keramik dari Abad 16 seperti Vas Swankalok,
Mangkuk Ming BW, Piring Ming BW, Piring dan Tempayan Vietnam. Jumlah keseluruhan
temuan sebanyak 38 fragmen keramik. Keramik Asing Dinasti Ching memberi kronologi
relatif lapisan budaya Siang menyampaikan periode relatif berlangsunnya lapisan budaya
negeri Siang, yang sekurang-kurang berasal dari Abad 17 - Abad 18 (M Ali Fadhillah dkk,
2000: 72).

1
8
Pengaruh Masuknya Islam Di Pangkep

Masyarakat suku Bugis di Sulawesi Selatan pada mulanya bukanlah penganut


ajaran Islam. Para penyebar Islam baru datang antara abad 16 dan 17 atau sekira tahun
1600-an, berdasarkan catatan sejarah islamisasi Sulawesi Selatan di beberapa literatur.
Oleh Akhmar (2018) dalam tulisannya Islamisasi Bugis, Ia mengungkapkan kecakapan
dan kehebatan para penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan pada masa itu, sebab ia
berhasil menembus suatu tatanan masyarakat yang dikenal keras dan memegang teguh
ajaran leluhur. Sebagian besar masyarakat suku Bugis, entah itu yang tinggal di daerah
urban, semi urban atau perkampungan sekali pun itu terpencil, telah menganut agama
Islam. Hal ini dapat di buktikan dalam beberapa perjalanan menelusuri beberapa wilayah
di Sulawesi Selatan, kita tidak akan sulit menemukan masjid-masjid. Bahkan di daerah
Pangkep yang masih memiliki banyak bissu (pemangku adat dalam suku Bugis) dikenal
sebagai daerah seribu masjid. Penamaan itu jelas saja karena Pangkep memiliki banyak
masjid dengan bangunan yang cukup megah. Karakter manusia-manusia Bugis yang
kokoh memegang kepercayaan leluhur dan keberhasilan Islamisasi Bugis, menimbulkan
satu kejanggalan. Bisa saja, Islam datang di Sulawesi Selatan, jauh sebelum abad ke-
16. Bisa pula berpuluh abad sebelumnya. Logikanya, masyarakat Bugis tidak akan
semudah itu menerima Islam. Apalagi mereka waktu itu, masih memegang teguh
kepercayaan to riolo (orang dulu). Mereka kemungkinan besar membutuhkan waktu yang
sangat panjang untuk mengerti, memahami, hingga membuka hati pada ajaran baru.

Masyarakat Bugis sejak awal menjadikan seluruh aspek kehidupannya, mulai dari
kelahiran hingga kematian, harus melalui ritual adat dan itu menjadikan mereka tidak
mudah mengubah kepercayaan dan pola hidupnya yang sarat dengan ritual. Hari ini,
pelaksanaan ritual menjadi sangat jarang didapatkan. Keberhasilan islamisasi Bugis
dapat ditelisik melalui panngaderreng. Sebuah sistem, norma dan aturan-aturan adat
dalam suku Bugis. Di dalamnya, seluruh sendi kehidupan masyarakat Bugis diatur. Pada
fase kedatangan Islam, aspek panngaderreng ditambah dengan unsur Islam. Mattulada
dalam bukunya, Latoa (1985), menulis bahwa orang Bugis menyebut pranata Islam
menggenapkan keempat aspek panngaderreng mereka, menjadi lima. Sehingga,
tersusunlah sendi-sendi kehidupan masyarakat Bugis atas ade', bicara, rapang, wari dan
sara'. Hal itu menunjukkan bahwa Islam semakin diterima dan secara langsung telah
menjadi bagian dari jati diri manusia Bugis (panngaderreng). Ade' jika diartikan ke Bahasa
Indonesia bermakna adat. Ada juga yang menyebut ade’ berasal dari Bahasa Arab, yakni
adat yang berarti aturan. Jika demikian, maka istilah ade’ hadir pada masa kedatangan
Islam. Anggapan demikian menurut Mattulada, niscaya salah, karena pengaturan hidup
orang Bugis dengan pranata-pranatannya selalu ada, mendahului adanya kontak dengan
pemakai bahasa Arab atau kebudayaan Islam. Dalam aspek panngaderreng, ade'
mengatur pelaksanaan sistem norma dan aturan-aturan adat dalam kehidupan orang
Bugis. Dalam perspektif barat, ade’ bisa mewakili istilah common custom. Bicara dalam
Bahasa Indonesia berarti berbicara dan dalam aspek panngaderreng dapat dimaknai
sebagai semua keadaan yang bersangkut-paut dengan masalah peradilan. Bicara
membicarakan setiap persoalan yang terkait hak dan kewajiban dalam interaksinya
dengan masyarakat dan badan hukum. Rapang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti
contoh, ibarat, perumpamaan. Menurut fungsinya, rapang berarti undang-undang yang
1
9
pada dasarnya melindungi, menjaga ketetapan, keseragaman dan keberlangsungan
suatu tindakan berlaku konsisten dari waktu yang lalu sampai masa kini dan masa depan.
Jika ditarik dari fungsinya yang melindungi, maka rapang memilki bentuk pemali. Hampir
seluruh bentuk pemali di Tana Ugi (Tanah Bugis) bertujuan melindungi dan secara sistem
dapat digolongkan dalam rapang. Wari dalam Latoa merupakan perbuatan yang
mappallaisange (yang tahu membedakan). Wari berfungsi sebagai tata-negara.
Sementara pranata kelima adalah sara’ yang mengatur tentang syariat Islam. Lalu
melalui pranata sara’, berlangsunglah penerimaan Islam yang lambat laun seolah
menegaskan bahwa Islam identik dengan kebudayaan Bugis dan segala aspek-
aspeknya. Sara' menurut Mattulada, menjelaskan kehadiran budaya baru ke dalam
budaya yang sudah ada, tidak meruntuhkan nilai dan tanpa menghilangkan jati diri asal
kepercayaan terdahulu. Dalam pertemuan dua budaya baru, jika dipikir lebih dalam,
mampu membuat ketegangan. Tetapi dalam kasus pertemuan agama Islam dan budaya
Bugis, justru yang terjadi adalah perpaduan yang saling menguntungkan pada masa itu.
Hadirnya sara' seolah ingin menegaskan bahwa suku Bugis dan ajaran Islam cukup
identik. Kita patut bercuriga bahwa masuknya sara' ke dalam aspek panngaderreng, tidak
lain sebagai strategi dakwah yang dilakukan para penyebar Islam dan ketika itu cara
demikian cukup tepat, karena pendekatan melalui pemahaman atas struktur sosial dan
adaptasi kultural (bukan adaptasi iman) dengan mudah mencapai sasaran penyiarannya.

Selain panngaderreng, dalam La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa We


Attaweq, ternyata terdapat unsur Islam juga dalam kisahnya. Masih dalam penelitian
Akhmar, ia mengulas komposisi-komposisi La Galigo yang di barisnya terdapat doa
bahasa Arab, ayat Alquran dan nama-nama Allah. Kesimpulannya, Islam dan budaya
serta tradisi Bugis berhubungan dekat sejak lama. Lebih dari itu, Gibson (2009) salah
satu peneliti kebudayaan Bugis, melihat bahwa negosiasi adat Bugis dan Islam sangat
bekerja. Baginya, walaupun Islam telah berkembang dan menggeser pemikiran
mengenai animisme, namun raja-raja yang berkuasa tidak pernah benar-benar
meninggalkan mitos, ritual dan benda-benda keramat yang melegitimasi kekuasaan
mereka. Makanya, peranan pemangku adat sangat dibutuhkan dari masa ke masa.
Seiring perkembangannya, Islam semakin tersebar dan masuknya Islam dalam aspek
panngaderreng menegaskan, sejak awal Islam telah menancapkan pengaruhnya dalam
kebudayaan Bugis dan tentu saja, jauh dari abad ke-16 maupun ke 17.

2
0
DAFTAR PUSTAKA

Permana, Rahayu S.Ag, M.Hum. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia. hlm.27

Am, Mirhan. proses Pembentukan Komunitas Muslim Indonesia. (Oktober 2014 hlm. 79-
88)

Hasanah, Mardiana Nur. 2013. Teori Masuknya Islam di Indonesia.

Yusuk, Mundzirin, dkk. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia.Yogyakarta :


Pustaka.

Mustafa, A., dkk. 1998. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : CV. Pustaka
Setia.

Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara,
(Jakarta: LP3ES, 1989)

Hasjmy, A., (1981). Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Bandung:
Al-Ma'arif.

Edyar, Busman, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009).

Tjandrasasmita, Uka, (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka,
1984).

Yatim, Badri, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998).

[1] Ibid., hlm. 201.

[2] Ibid., hlm. 202.

[3] (Badri Yatim, op.cit., hlm. 202).

[4] Ibid., hlm. 203.

[5] Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majlis Ulama
Indonesia, 1991), hlm. 39.

[6] Daerah yang berada di bawah kekuasaan Malaka kebanyakan terletak di Sumatera
diantaranya: Kampar, Minangkabau, Siak, dan kepulauan Riau-Lingga. ( Uka
Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 18).

[7] Busman Edyar, dkk (Ed.), op.cit., hlm. 191.


2
1
[8] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 20.

[9] Daerah- daerah itu adalah Deli (1612), Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619),
Perlak (1620), Nias (1624). (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 22).

[10] (Ibid., hlm. 197-198).

[11] (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 5)

[12] Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 73.

[13] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 29.

[14] Ibid., hlm. 224.

[15] (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 10)

https://afmar.co.id/pengaruh-islam-terhadap-masyarakat-indonesia/
https://brainly.co.id/tugas/1017386
https://historia.id/agama/articles/perkembangan-islam-di-sulawesi-selatan-P9j5m
https://smartcitymakassar.com/2019/05/14/sebuah-masjid-dan-perkenalan-awal-islam-
lewat-perdagangan-di-bungoro-pangkep-sulsel/
http://www.pangkepkab.go.id/index.php/profil/sejarah
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Siang

2
2

Anda mungkin juga menyukai