Anda di halaman 1dari 190

0apada

BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 1


NAMBYA SOHIBA
(Penulis Buku “Keajaiban Terima Kasih”)

Bingkai Emas

CINTA
- Sebuah Novel Sufistik -

“Sungguh, cinta dapat mengubah yang pahit


menjadi manis. Debu beralih emas. Keruh menjadi
bening. Sakit menjadi sembuh. Penjara berubah
menjadi telaga. Derita menjadi nikmat”
- JALALUDDIN RUMI -

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 2
BINGKAI EMAS CINTA
(Sebuah Novel Sufistik)

Pertama Terbit :
Tanggal 19 Juni 2018
Penerbit AZMA PUSTAKA
Copyright BK 987 QS

PENULIS :
Alfaqir, Nanang Abdulmalik
(Nambya Sohiba)
FB : Nanang Abdulmalik

SETTING & LAYOUT :


Saung Padi Art

COVER :
Dankcore Art

BUKU INI ADALAH WAKAF :


Sebagai rasa syukur atas Maulid
Pangersa Abah Aos Qs yang ke-71 Tahun
Pada Tanggal : 1 September 2015

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG


(UU RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta)

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................ 4


QUOTE ............................................................................................ 5
PERSEMBAHAN ............................................................................................ 6
PENGANTAR ............................................................................................ 7

1 – Sebuah Album ........................................................................................... 8


2 – Kisah Klasik ........................................................................................... 16
3 – Makna Tersirat ........................................................................................... 23
4 – Kabut Asa ........................................................................................... 31
5 – Munajat Langit ........................................................................................... 38
6 – Harapan Terpendam ........................................................................................... 48
7 – Timbangan Hati ........................................................................................... 55
8 – Suratan Takdir ........................................................................................... 71
9 – Menata Diri ........................................................................................... 81
10 – Bukan Kebetulan ........................................................................................... 91
11 – Senandung Doa ........................................................................................... 102
12 – Simpul Kasih ........................................................................................... 113
13 – Samudera Rahmat ........................................................................................... 122
14 – Untaian Makna ........................................................................................... 133
15 – Sepasang Rasa ........................................................................................... 140
16 – Tidak Terduga ........................................................................................... 152
17 – Telaga Hikmah ........................................................................................... 156
18 – Bingkai Cinta ........................................................................................... 168
19 – Kemilau Berkah ........................................................................................... 171
20 – Potret Kehidupan ........................................................................................... 177
21 – Tiada Akhir ........................................................................................... 186

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 190

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 4
QUOTE
Sabda Pangersa Asy-Syaikh Muhammad Abdul Gaos
Saefulloh Maslul Al-Qodiri An-Naqsyabandi Al-Quthb QS :
Novel ini terilhami oleh Al-Qur’an Surat Ali Imron Ayat 190
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 5
PERSEMBAHAN

“NOVEL INI DIPERSEMBAHKAN UNTUK :

TASYAKKUR BINI‟MAH ULANG TAHUN / MAULID

WALI MURSYID TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA

SYAIKH MUHAMMAD ABDUL GAOS SAEFULLOH MASLUL

AL-QODIRI AN-NAQSYABANDI AL-QUTHB, QS WA RA.

TANGGAL 1 SEPTEMBER 2015. TEPAT 71 TAHUN

USIA BELIAU PADA TAHUN MASEHI”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 6
PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur terbaik hanyalah milik Alloh SWT. Dzat Yang telah
menganugerahi Adam AS dan anak-cucunya khazanah pengetahuan-Nya melalui
perantaraan kalam. Shalawat dan Salam terindah semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Insan terbaik yang menjadi Rahmat bagi seluruh alam. Amin.

Novel yang ada di hadapan Anda ini, sejatinya adalah oleh-oleh spiritual yang penulis
dapatkan dari perjalanan menyelami tasawuf semasa menjalani pengobatan sakit beberapa
tahun yang lalu hingga wafatnya Ibunda penulis belum lama ini. Dengan segala keterbatasan
yang ada, penulis berharap novel ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Terutama bagi para perindu Cinta Sejati. Yaitu Cinta dari Sang Maha Kasih, Alloh Azza Wa
Jalla. Amin.
Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesaikannya Novel ini. Terutama
kepada Yth : Pangersa Asy-Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al-Qodiri An-
Naqsyabandi Al-Quthb QS (Wali Mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya Silsilah ke- 38 –
Pengasuh Pesantren Sirnarasa Ciceuri Ciamis), Seluruh Ahli Bait Pangersa Abah Aos Qs,
Abah Jagat (Dr.KH.B.Rahman Hakim, MSW-Pengasuh Pondok Pesantren Internasional Jagat
Arsy Tangerang), Prof.Dr.KH.Asep Usman Ismail, MA, Dr.KH.Hasan Mud‟is Almabruri,
M.Ag, Ust.Yusuf Abdushomad, S.Pd.I, KH.Dadang Muliawan, M.Kom.I, Ust.Dr.Syuhudul
Anwar, M.Ag, dan Ust.Ucup Pathudin Almaarif, M.Ag, Terima kasih atas semua inspirasinya.
Tidak terlupakan pula, jasa-jasa para guru dan relawan sekolah-sekolah gratis untuk
kaum Dhuafa di seluruh Indonesia. Bil-khusus Ustadz Nurokhim a.k.a Bang Oim (Pendiri dan
pengasuh Sekolah Masjid Terminal (MASTER) Depok). Serta semua pihak yang telah ikut
membantu penulis dalam penyelesaian buku ini, khusushon kepada : Kyai Widyo Mangkoto
Assamarany, A‟Dankcore SM38, H.Dudy AS Al-Fatah, Kang Wawan Muliawan, Kang Nunu
Sirnarasa TV, dan Teh Lhenoy Pondokgede. Terimakasih banyak atas semua bantuannya.
Terakhir, penulis menghaturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas semua
kesalahan dan kekurangan yang terdapat di dalam novel ini, dan menyampaikan perhargaan
setinggi-tingginya untuk setiap saran dan masukan yang hadir demi kebaikan novel ini. „Alaa
Kulli Haal, selamat membaca dan menyelami novel ini! Semoga jumputan inspirasi
menyirami Anda di setiap lembaran halaman yang dibaca dalam novel ini. Amin Ya Alloh Ya
Robbal „Alamin.

Bandung, Juli 2015


Penulis,

NAMBYA SOHIBA

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 7
<1>
SEBUAH ALBUM

“Where we love is truly home;


Home that our feet may leave, but not our hearts” 1
(OLIVER WINDEL HOLMES)

#Mudik_Cinta
Sebelas tahun yang lalu, desa ini rimbun dengan pepohonan hijau dan sawah berundak
yang menguning indah. Tiada rumah yang berpagar beton, apalagi berangka besi nan tinggi.
Kesederhanaan dan keramahan, adalah dua hal yang paling kuingat tentang desa ini dahulu.
Selalu menyisakan kerinduan yang tidak pernah terlupakan.
Tapi…kehidupan memang selalu berubah. Dan memang itulah yang berlaku abadi.
Aura Desa Cisahari yang begitu terkenang sejak dahulu, sekarang telah banyak berubah. Aku
tidak membicarakan apa yang sekedar terlihat di mata. Tapi tentang apa yang aku rasakan
pula di dalam hati.
Dahulu, hampir setiap pintu rumah selalu dibuka jika masa mudik tiba. Lalu ada
sapaan hangat yang hadir, disaat kaki melangkah menyusuri jalan desa.
“Linggih heula atuh!”2 , begitu biasa aku dengar ketika itu. Sebuah ungkapan halus
para penduduk desa, kepada para pemudik dari kota. Semua lelah yang biasa terasa karena
perjalanan panjang, seakan sirna begitu saja berganti gembira.
Ah…itu dahulu. Cisahari saat ini sudah jauh berbeda. Kini hanya sedikit saja rumah
berdinding bilik bambu. Kebanyakan sudah berhias tembok disertai dinding berwarna artistik
gaya modern. Jarang ada pintu rumah yang bisa terlihat. Karena tertutup oleh jalinan pagar
yang tinggi. Seperti itulah harmoni mudik lebaranku tahun ini. Yang aku rekam semenjak
kemarin siang.
Entah kenapa, sekarang aku agak malas berjalan-jalan sekitar desa. Jangankan untuk
berjalan-jalan. Sekedar keluar rumah saja kakiku terasa berat. Mungkin karena tidak ada yang
unik lagi dengan desa ini. Mudik jadi sekedar menabung rehat dan nafas saja. Bukan
silaturahmi seperti dahulu biasa terjadi.

1
Makna bebasnya : “Tempat yang paling kita cintai adalah rumah; Rumah dimana kaki kita bisa saja
meninggalkannya, tapi hati kita tak bisa melupakannya”.
2
Bahasa Sunda. Makna bebasnya : “Mampir dulu dongi!”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 8
Oh iya! Aku jadi lupa memperkenalkan diri. Namaku Nura Hamidah, atau panggil saja
Nura. Tapi dipanggil cantik pun aku rela. Karena aku memang begitu adanya. Hehe.
Sejak kecil, ayah menitipkanku pada kakak pertamaku di Jakarta. Panggilannya Ali.
Nama panjangnya Zawali Anwar. Seorang lelaki pendiam yang lahir di siang hari bolong.
Begitu ayah biasa menjelaskan, jika ada orang yang bertanya tentang arti namanya.
Kembali soal mudik tahun ini. Nampaknya hari ini aku diam di rumah saja. Sambil
menunggu Kak Nia – Kakak keduaku datang, lebih baik aku rapikan saja rumah tua ini.
Rumah yang sudah menjadi saksi cinta ayah dan Amah – panggilanku untuk bapak dan ibu,
empat puluh tahun lamanya.
Ayah dan Amah memang sudah sepuh. Aku maklum rumah terlihat seperti tidak
terurus. Sifat Ayah dan Amah yang sangat gandrung dengan dunia bertani, seakan melupakan
bahwa mereka punya rumah yang menjadi tempatnya berteduh. Ya seperti hari ini. Sudah
sejak pagi mereka berdua seperti masih asyik berduaan di sawah milik mereka. Padahal ini
sudah hampir tengah hari.
Sembari menjelajahi dinding ruang tamu yang penuh dengan foto-foto lama keluarga
kami, kakiku melangkah menuju lemari tua kesukaan Amah. Nampak cangkir-cangkir klasik
di dalam lemari sudah usang berselimut debu. Entah sudah berapa lama mereka tersimpan
tanpa tersentuh.
Dengan hati-hati, aku keluarkan cangkir-cangkir itu satu persatu. Lalu kubersihkan
dengan lap yang kuambil dari dapur.
Subhanalloh…alangkah indahnya cangkir-cangkir ini. Mungkin sekarang aku akan
kesulitan jika mencari motif cangkir seperti ini di Jakarta. Kebanyakan corak gambarnya
bermotif Tionghoa. Klasik namun terlihat berkelas. Dan aku berani bertaruh, rumah se-
modern apapun di Jakarta, belum tentu memiliki cangkir-cangkir klasik seperti ini.
Setelah beberapa waktu membersihkan cangkir, tanganku pun bergerak menuju
tumpukan buku di selasar tengah lemari. Satu persatu aku rapikan posisinya sambil sesekali
aku lihat isinya. Selepas itu, aku pandangi lagi lemari itu dengan seksama. Siapa tahu masih
ada yang belum rapi.
Tiba-tiba mataku tertuju pada sesuatu mirip buku terselip di sela-sela batas lemari.
Kelihatan berdebu sekali. Segera kuambil lalu kubersihkan. Ternyata itu bukanlah buku.
Melainkan sebuah album foto.
“Ah, bagaimana sebuah album bisa terselip begini? Sayang sekali”, gerutuku sambil
mengusap cover depan album yang sangat kusam.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 9
Saat album itu hendak kubuka, dari arah pintu kudengar suara seorang perempuan
berteriak, “Assalamu‟alaikum Amah….Nia sudah sampe nih?”
Ternyata itu Kak Nia. Segera aku berjalan mendekati pintu sambil tanganku masih
memegang album foto. Dengan tergesa-gesa aku lemparkan album foto itu ke tengah kasur di
kamar tempatku biasa tidur. Sejurus kemudian kujawab salam Kak Nia dengan senyuman
lebarku, “Wa‟alaikum salaam…akhirnya kakakku yang baik ini sampai juga”.
“Eh si Bontot rupanya”, ujar Kak Nia sambil berlari memelukku dengan erat.
“Kamu sudah berapa hari disini Ra?”, Tanya Kak Nia lalu melepas pelukannya.
“Baru kemarin, kok kakak baru datang sih? Biasanya kan selalu duluan Kakak yang
kesini...Tumben kakak datang belakangan”.
“Kemarin dua hari kakak kebagian jaga di Rumah Sakit. Namanya dokter ya begini
resikonya. Walaupun libur, kalau kebagian jaga ya mesti siap”, jawab kakak berdiplomasi.
“Nah lho, Mas Gandi, suami kakak kemana? Kok nggak kesini?”, tanyaku kembali.
“Ah kamu, seperti nggak tahu resiko anggota Dewan. Mas Gandi lagi ngurusin
konstituennya di daerah. Ya begitulah kalau jadi wakil rakyat. Nggak ada istilah libur. Kalau
sudah waktunya ketemu konstituen, pasti maju terus lah”.
“Oh begitu, ya sudah kakak duduk istirahat dulu deh. Sini tasnya Nura simpan dulu di
kamar kakak yang sudah disiapin special sama Amah dari kemarin”, balasku sembari
membawakan tas koper milik Kak Nia ke kamarnya. Dan setelah itu, aku dan Kak Nia pun
melepas rasa kangen.
Walaupun aku dan Kak Nia sama-sama di Jakarta, kami memang jarang bisa bertemu.
Aku harus maklum. Kak Nia dan suaminya adalah orang sibuk. Sedangkan aku sendiri, harus
fokus pada skripsi yang mau tidak mau harus cepat selesai. Otomatis, hampir lima bulan kami
tidak bertemu. Syukurlah ada budaya mudik di negeri ini. Setidaknya, momen ini menjadi
salahsatu aset berharga bagi orang-orang seperti keluargaku, yang mempunyai kesibukan
masing- masing di Kota. Alhamdulillah.

#Album_Cinta
Tidak terasa sudah hampir seminggu aku ada di rumah Ayah. Menghabiskan hari-hari
libur mudik bersama. Dan tidak terasa pula, besok aku sudah harus kembali ke Jakarta.
Bercengkrama lagi dengan hiruk pikuk kota besar yang penuh gemerlap fatamorgana dunia.
Aduh….aku lupa, album foto yang kutemukan beberapa hari yang lalu belum aku
buka. Padahal, foto dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya adalah kegemaranku

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 10
semenjak kecil. Dari aneka ragam fotolah, dulu aku belajar menggambar sesuatu. Sampai
akhirnya aku melabuhkan pilihan kuliahku di Jurusan Seni Rupa.
Lebih baik aku tutup pintu kamar, agar bisa menikmati kegemaranku ini secara
sempurna tanpa gangguan siapapun. Siapa tahu, dari album ini ada inspirasi bahan gambar
sketsa untuk skripsiku. Yang memang membahas teknik sketsa dalam ilmu seni rupa modern.
Saat satu persatu halaman album foto itu kubuka, ternyata hanya ada satu foto saja
yang menempel disana. Sisanya adalah beberapa halaman tulisan tangan Amah. Seingatku,
tidak pernah sekalipun aku melihat foto itu. Sebuah foto lawas.
Aku perhatikan foto itu dengan seksama. Awalnya seperti tidak ada yang istimewa
pada foto di album itu. Namun setelah membaca barisan-barisan rapi tulisan tangan Amah di
balik foto itu, aku tak mampu berkata apa-apa. Sungguh tidak mampu kuberkata apa-apa,
hanya airmata membasahi pipi.
Kusebut album ini sebagai Album Cinta. Aku bersyukur telah menemukan dan
membacanya. Dan inilah album itu :
SEBUAH FOTO :
Seorang pemuda kurus sedang berdiri dengan tersenyum lebar pada seorang gadis
berambut ikal di sampingnya. Di belakang mereka tertulis besar RUMAH SAKIT
RANCA BADAK BANDUNG. Di bawah foto tertulis tanggal 14-07-66

HALAMAN CATATAN DI BALIK FOTO :

Inilah tempat pertama Rahma bertemu Baban…. Rumah Sakit….


Takdir memang suka aneh… kenapa aku bertemu dengan cintaku di RS?
Tapi… aku selalu mensyukuri pertemuan itu… selalu…

Ketika itu, aku sedang mendatangi bapak yang sedang berjaga di RS.
Sebagai anak seorang dokter, semula aku ingin menjadi seperti beliau…
Tapi… saat aku telah bertemu Baban di hari itu…
Semua keinginanku itu hilang dan sirna begitu saja…
Aku ingin belajar cinta dari dia…
Aku ingin belajar ketulusan dari dia…
Sebuah ilmu yang tidak mungkin aku dapatkan di kampus manapun…

Siang itu, seperti biasa aku datang ke RS mencari bapak…


Hampir setiap hari aku kesana untuk mengantar makanan titipan mama…

Lalu mataku tertuju pada satu bangsal…


Disana kulihat ada satu orangtua yang sedang dirawat…
Ia lemah tidak berdaya, seakan kematian sudah dekat padanya…

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 11
Duduk di sampingnya, Baban, lelakiku… si pemuda itu…
Sesekali si pemuda memijat ringan badan sang orangtua…
Di lain waktu ia menyeka keringat sang orangtua dengan telaten…
Tidak tahu kenapa aku begitu tersentuh melihat itu….
Dan entah kenapa aku jadi penasaran…
Mungkinkah Tuhan yang menginginkan itu?

Ingin aku mendekat pada sang orangtua sambil bertanya…


Sakit apakah ia dan siapakah pemuda itu?

Tapi aku hanyalah seorang gadis pemalu…


Mana mungkin aku datang lalu bertanya padanya….
Siapa namanya dan seterusnya…
Itu gila… tidak mungkin….

Lama kuberpikir cara…


Bagaimana memberanikan diri menemui sang orangtua…
Sampai akhirnya aku putuskan…
Menunggu saja sampai si pemuda pergi meninggalkannya…

Detik waktu pun berjalan cepat…


Sudah hampir 5 Jam aku diam bertahan di Rumah Sakit…
Sampai bapakku terheran-heran apa sebabnya…
Tidak biasanya aku begitu…

Ah… betapa setianya si pemuda itu pada sang orangtua…


Kapankah dia akan beranjak pergi…
Tapi sekali lagi entah kenapa aku bertahan dalam diam…

Sampai kemudian si pemuda berdiri dan berjalan keluar bangsal…


Ah….inilah waktunya aku datangi sang orangtua…

Takkan sedikit pun kusia-siakan waktu…


Karena kutakut si pemuda datang kembali…
Ketakutan yang bercampur sebuah rasa tak biasa…

Kusapa sang orangtua lalu bertanya…


Kakek sakit apa? Sudah berapa lama disini? Dan seterusnya…
Sang orangtua tersenyum padaku…
Seakan-akan sudah tahu apa maksud di hatiku…

Ia menjawab pelan…
Nak… tentu kamu ingin tahu siapa pemuda tadi kan?....

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 12
Aduh wajahku memerah mendapat jawaban itu….
Belum lepas rasa kagetku ia pun berkata lagi…
Pemuda itu adalah anak kakek satu-satunya…
Dan dia adalah pemuda penuh cinta, nak…

Aku diam membisu tak berani memandang…


Lalu dia melanjutkan lagi…
Pemuda itu… adalah satu-satunya sebab aku bertahan…
Aku tidak pernah membayangkan mempunyai anak sebaik dia…
Sedetik pun aku tidak pernah membayangkannya…

Tahukah kamu anakku…


Hari ini seharusnya adalah hari keberangkatannya ke Inggris…
Sesuatu yang sudah menjadi mimpinya sejak remaja…

Ia mendapat beasiswa penuh dari kedutaan Inggris…


Atas prestasinya di kampusnya selama ini…

Tapi tahukah anakku…


Dia memilih menemaniku disini…hari ini…
Bahkan… ia keluarkan semua tabungannya hanya demi aku….

Hilang sudah kesempatannya belajar di Inggris…


Hilang sudah juga semua tabungan yang ia kumpulkan dengan susah payah…

Anakku… tahukah kamu…


Tabungannya itu ia dapatkan dari keringatnya sendiri sejak ia ditinggal ibunya…
Sejak kecil ia tidak pernah merepotkanku…
Selepas sekolah ia pergi ke pasar membantu siapapun yang mau dibantunya…
Lalu ia pulang membawa bungkus nasi untukku si pesakitan.
Sedang sisa uang hasil keringatnya ia simpan di celengan pemberian ibunya.

Belasan tahun ia begitu… tanpa satu keluhan pun keluar dari mulutnya....
Sungguh aku veteran perang paling beruntung di dunia ini…
Memiliki anak sebaik dia…
Mengorbankan impiannya demi aku si pesakitan tua….

Mendengar kata demi kata sang orangtua, mataku jadi berkaca-kaca….


Aku… anak orang kaya…. tidak pernah mengerti arti cinta….
Sedangkan pemuda itu… anak seorang tentara tua…
Begitu fasih tentang cinta…
Bukan lewat kata… tapi lewat jiwa….
Menangis hatiku… tak mampu menahan rasa…
Pemuda itu… ITUKAH CINTA SEJATIKU?
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 13
Airmata menetes tidak terasa di pipiku…
Sedetik kemudian aku terperanjat….
Si pemuda ada di belakangku berdiri terpaku….

Sedetik kemudian ia memeluk sang orangtua sambil berkata,


Kenapa ayah harus ceritakan semua kisah itu…
Aku yang beruntung menjadi anakmu… ayah… aku yang beruntung…
Beasiswa dari Inggris itu terlalu murah jika dibandingkan keberadaanmu ayah…
Keringat kerja kerasku terlalu murah jika dibandingkan darah perjuanganmu dulu…

Ibu sudah menitipkan cintanya kepadaku duhai ayahku…


Agar cinta itu selalu kujaga sampai kapanpun…

Ya Tuhan… apakah ini nyata… aku bertemu seorang pemuda berhati cinta…
Aku bertemu seorang pemuda berjiwa malaikat… Apakah aku mimpi….??
Begitulah gumam hatiku di hari itu….
Saat bertemu si pemuda itu … LELAKIKU….
YANG KINI TELAH MENJADI AYAH DARI ANAK-ANAKKU…

Panjang jika harus kuceritakan semua kenangan indah itu disini….


Cukup aku bersyukur… betapa kini… 15 tahun sudah pernikahan kami…
Aku menikah dengan pemuda berhati cinta….
TERIMAKASIH TUHAN…..

Sebuah foto penuh cinta


-MENGENANG 15 TAHUN PERNIKAHANKU-
RAHMA ABDULLAH dan SYAHBANI MALIK

Dengan mata yang masih berkaca-kaca, kudengar ketukan pintu kamar disusul suara
Ayah, “Nura, kamu sudah tidur belum nak?”
Sejujurnya, baru kali itu aku merasakan kikuk luar biasa. Ayah di mataku sekarang
ialah ayah yang luar biasa. Seorang pemuda yang penuh cinta. Dengan sedikit tersendat aku
menjawab pelan panggilan ayah, “belum yah…lagi baca-baca dulu”.
“Ayo tidur anakku, besok kamu akan kembali ke Jakarta bukan? Cukupkan
istirahatmu, nak! Jangan terlalu malam membacanya”.
“Iya ayah… sebentar lagi Nura tidur”.
Sekejap kemudian aku bangun dari kasur dan keluar kamar. Apa yang ada dalam
benakku hanya satu, aku ingin memeluk pemuda hebat ini. Ayahku sendiri.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 14
Hughh… kupeluk erat ayah. Sesuatu yang sangat jarang kulakukan pada ayahku. Kini,
sangat ingin terus kupeluk ayahku, Sang pemuda penuh cinta. Ayah diam saja ketika aku
memeluknya. Ada raut kebingungan di wajahnya.
Wajar saja ayah kaget. Aku adalah anak yang kurang dekat dengan beliau. Bukan
karena aku atau ayah tidak mau dekat. Tapi takdir yang menjadikan itu terjadi. Semenjak
lulus SD, aku tinggal di rumah Kak Ali di Jakarta. Demi memperoleh pendidikan yang lebih
baik daripada di desa kami.
Jika bukan karena Album Cinta itu, mungkin aku pun tidak pernah akan mengetahui
seberapa baiknya ayah. Selama ini, yang aku tahu ayah tidaklah terlalu dekat dengan keluarga
besar Amah yang kebanyakan adalah dokter. Satu-satunya orang yang dekat selain Amah di
keluarga itu ialah almarhum Kakekku, ayah dari Amah, Dr. Abdullah, M.Sc.
Bahkan sempat kudengar selentingan kabar dari sepupuku, ayah dianggap bukan
selevel dengan keluarga besar Amah. Padahal seandainya saja mereka tahu. Ayahku adalah
seorang jenius. Di usia mudanya, ia merelakan kehilangan beasiswa ke Inggris demi merawat
dan menjaga almarhum Abah Shamad, bapaknya. Ah… seandainya saja mereka tahu.
Setelah puas memeluk ayah, aku berkata lirih padanya, “Ayah, maaf ya! Nura masih
kangen sama ayah dan Amah. Kalau boleh, Nura ingin sehari lagi saja disini. Nura masih
kangen ayah dan Amah. Masih kangen rumah ini”.
Dahi ayah mengernyit. Mungkin aneh baginya. Baru mudik tahun ini aku merengek
ingin lebih lama bersama mereka bahkan sampai berkata kangen. Padahal, biasanya akulah
yang paling tidak betah diam di rumah ini.
Tapi ayah memang lelaki penuh cinta. Segera ia menganggukkan kepalanya dan
berkata dengan tenang, “Ya sudah, nanti ke Jakarta ayah saja yang mengantar ya! Biar saja
Ali sama keluarganya pulang duluan besok. Kasihan dia. Senin banyak tugas di kampusnya.
Sekarang kamu cepatlah tidur nak, supaya kesehatanmu tetap terjaga!”
“Iya, ayah”, jawabku sambil berjalan menuju kamar. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 15
<2>
KISAH KLASIK

“Darkness may hide the trees and the flowers from


the eyes; But it cannot hide love from the soul” 3
(KAHLIL GIBRAN)

#Ketika_Itu
Melihat Album Cinta Ayah dan Amah tadi malam, membuat mataku masih betah
membaca berulang-ulang tulisan tangan Amah. Hingga… sayup-sayup harmoni panggilan
adzan Shubuh pun menggema di langit desa Cisahari…
Ash-Sholaatu khoyrum minan nauum…
Ash-Sholaatu khoyrum minan naum…4

Bergegas aku rapikan kasur, lalu berdiri hendak keluar kamar. Sementara itu, album
cinta kusimpan di bawah bantal. Tapi belum aku membuka pintu kamar, Amah sudah
mendahului membuka pintu kamar dari luar sambil berkata, “Kirain kamu belum bangun
nak…Ayo kita sholat berjamaah di ruang tamu. Sudah lama kan kita nggak sholat berjamaah?
Mumpung kamu lagi mudik kesini”.
“Berjamaah sama ayah ya Mah?”, sambarku.
“Ayah kamu sudah ke Mushola dari sejam lalu, nak! Ayahmu itu jarang sekali telat ke
mushala. Apalagi kalau waktu shubuh. Kita berjamaah dengan Kak Ali saja. Sekalian dia mau
langsung berangkat ke Jakarta selepas shalat. Tadi dia udah duluan pamit ke ayahmu”, terang
Amah.
Aku mengangguk seraya bergegas mengambil air wudhu. Sambil menyalakan keran,
dalam hati aku berujar, “Sehabis Shubuh aku harus tahu semua kisah cinta orangtuaku dari
Amah langsung. Nggak boleh terlewat. Aku harus tahu semuanya. Aku tidak ingin kehilangan
pelajaran cinta sebagaimana Amah telah mendapatkannya dari Ayah. Aku pun ingin meraih
cinta sejati seperti Amah pada Ayah… semoga”.
Selepas berwudhu, kami pun lantas sholat shubuh berjamaah. Sesuatu yang amat
sangat langka aku lakukan di Jakarta. Sejujurnya saja, jangankan berjamaah shalat,
melakukan sholat sendirian saja aku sering kelupaan. Rasanya aku malu kepada Ayah dan
3
Makna bebasnya : “Kegelapan bisa menyembunyikan pepohonan dan bebungaan dari mata; Tapi kegelapan
takkan bisa menyembunyikan cinta dari sang jiwa”.
4
Makna Bebasnya : “Shalat itu lebih baik daripada tidur”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 16
Amah. Jika aku menelpon kesini, mereka selalu mengingatkanku tentang shalat. Hiks…sedih
jika aku mengingat betapa seringnya aku melupakan nasihat-nasihat Amah dan Ayah.
Hiks…terlalu banyak.
“Ra, kamu mau nginep lagi di sini dulu ya?”, Tanya Kak Ali padaku setelah kami
selesai melaksanakan shalat.
“Iya kak, Nggak apa-apa kan kak? Aku masih kangen disini Kak!”, jawabku.
“Ya sudah nggak apa-apa. Tapi jangan kelamaan. Kamu harus fokus dengan skripsi
kamu Ra! Kakak bulan depan ada tugas ke Malaysia. Jadi nggak mungkin kakak bantuin
skripsi kamu kalau kamu terlalu lama disini. Kakak duluan ke Jakarta ya! Awas jangan terlalu
merepotkan Amah ya disini!”, balas Kak Ali menjelaskan.
“Iya kakakku yang baik, paling cuma satu tahun saja kok disini, hihihi”, jawabku
sambil bercanda. Kak Ali tersenyum ringan sambil menggelengkan kepala. Sejurus kemudian
ia memanaskan mesin mobilnya untuk persiapan kembali ke Jakarta.
Sementara itu, seperti yang sudah kurencanakan… Aku ingin mengorek kisah cinta
Amah. Sambil memeluk Amah yang masih memakai mukena, aku berkata kepadanya,
“Amah… bolehkah Nura meminta sesuatu pada Amah?”
“Meminta apa anakku? Mobil? Rumah? Atau Suami?”, jawab Amah menggodaku.
“Ikh… Apa‟an sih mah? Nura minta jawaban sejujurnya dari Amah! Dan jangan
menolak ya! Soalnya Nura penasaran!”
Amah tersenyum padaku sambil membuka mukenanya dan duduk di kursi ruang tamu.
Aku mengikutinya dengan manja. Seperti seorang anak kecil yang memaksa ibunya dibelikan
jajanan.
“Aku serius… Maah! Ya mah ya?”, desakku lagi.
“Iya mau bertanya apa, silahkan anakku yang cantik!”, jawab Amah sembari mengelus
rambutku.
“Tunggu sebentar ya Mah, Nura mau mengambil sesuatu dulu di kamar”, terangku
sembari berlari kecil ke kamar untuk mengambil si Album Cinta.
Beberapa saat setelah itu, Amah kaget melihatku membawa album itu. Dengan raut
penasaran dan suara tergagap-gagap, ia bertanya padaku, “Lho kok it-it-ituu ad-ad-da di kamu
Ra? Kam-kam-kamu dapat dari man-mana album itu?”
“Emangnya kenapa Mah, rahasiaaa yaaa?”, godaku.
“Mmmh, sudah berbulan-bulan Amah mencari album itu. Amah benar-benar lupa.
Mungkin karena Amah u…udah tua sekarang. Eh… ta…tapiiii kammu… kammu belum
membacanya khan anakku?”, jelas Amah sambil suaranya masih agak terbata-bata.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 17
“Naah, sebelum Nura kasih tahu bagaimana album ini bisa ada di Nura, Amah harus
ceritain dulu bagaimana ceritanya tuh Amah ampe bikin album ini. Pokoknya Nura ingin tahu
“kisah-kasih-amah-ayah”, hehe”, rayuku pada Amah.
“Aduuh kamu ini, Ra! Amah sudah tua”, jawab Amah sambil menutup wajahnya
kecentilan – persis ekspresi anak ABG kalau ditanya siapa pacarnya.
Ya seperti semua orang di rumah paham, aku bukanlah orang yang mudah menyerah
dengan jawaban TIDAK. Sekali aku ingin tahu, ya harus sampai tahu. Tidak bisa tidak.
Karena itulah, dengan rayuan maut aku berkata padanya, “Pasti ini belum dilihat sama Ayah
ya Mah? Hayoh, nanti Nura liatin ke Ayah lho…. hayoh!”
Amah terdiam sejenak lalu berkata dengan nada memelas, “Wah… jangan dong…
jangan. Itu album rahasia Amah”.
“Ya sudah, kalau begitu Amah harus cerita sekarang. Se…kaa…rang!”, desakku.
“Oke-oke Amah cerita. Tapi ingat ya! Album itu kembalikan sama Amah. Itu adalah
salahsatu kesayangan Amah”, jawab Amah pasrah.
Setelah beberapa detik menunggu Amah bercerita, akhirnya ia membuka kisah
lamanya tentang Album itu.
“Nura, saat itu adalah beberapa hari sebelum hari ulang tahun pernikahan kami yang
ke- 15 tahun. Kamu masih berumur 2 tahun. Di hari itu, ayahmu yang masih menjadi dosen,
diberitahu bahwa ia akan menerima penghargaan dari Menteri Pertanian atas salahsatu
penemuannya di kampus.
“Tentu saja ayahmu senang. Karena penghargaan itu pasti ada hadiah uangnya. Dan
yang ayahmu pikirkan waktu itu ya cuma satu. Dia ingin secepatnya membangun rumah
untuk kita, di tanah yang sudah ayahmu beli beberapa tahun sebelumnya.
“Bagaimana pun juga, dengan jumlah anggota keluarga kita yang sudah banyak, kita
memang harus segera punya rumah sendiri. Sudah terlalu lama kita tinggal di rumah dinas
dosen tempat ayahmu bekerja. Yang secara ukurannya pun, sudah terlalu kecil untuk kita
tempati saat itu.
“Setelah ayahmu menerima penghargaan itu, ia segera pulang. Alhamdulillah, kalau
dihitung-hitung, uang hadiahnya insya Alloh bakalan cukup untuk membangun rumah kecil
untuk kita berlima.
“Tiba-tiba jam dua malam, ayah mendapat kabar lewat telepon kalau kakekmu,
Kakek Abdullah jatuh dari WC dan dilarikan ke RS. Hasan Sadikin tempat kakekmu pernah
bekerja. Alangkah kagetnya kami saat itu. Tanpa pikir panjang, Amah dan ayah segera

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 18
berangkat kesana. Kamu dan kakak-kakakmu dititipkan di rumah Pak Suryo, teman ayahmu
sesama dosen.
“Setibanya di Rumah Sakit, kami nggak tahu harus bagaimana. Kakekmu didiagnosa
mengalami serangan jantung dan harus segera diambil tindakan. Sementara semua itu
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Anehnya, disaat seperti itu nggak ada satu pun adik
dari kakekmu yang ada disana. Padahal kami dikasih tahu oleh salahsatu dari mereka.
“Disaat-saat genting itulah, ayahmu berkata lembut pada Amah…”sudah istriku, kita
harus menyayangi bapak dengan setulus hati…biarlah uang hadiah tadi siang kita pakai
untuk biaya tindakan bapak….Ayah mohon Amah ridho ya uang hadiah itu dipakai untuk
operasi bapak!... Deg…..serasa bagaimana hati Amah saat itu. Seakan kembali ke masa lalu,
disaat ayahmu menolong abahnya yang sakit dengan mengorbankan beasiswanya dan
tabungan miliknya…Dan itu dilakukan di rumah sakit yang sama…Hasan Sadikin, yang dulu
namanya “Ranca Badak”. Alangkah tulusnya hati ayahmu, anakku! Padahal seharusnya Amah
yang memohon pada ayahmu demi menolong bapak Amah…ini sebaliknya, Ayahmu yang
memohon pada Amah….Anakku, disaat itulah Amah bersyukur pada Alloh. Betapa Amah
sudah diberikan suami yang menyayangi bapak Amah seperti ayahnya sendiri”.
Mendengar cerita Amah itu, air mataku kembali jatuh. Aku sungguh tidak tahu harus
berkata apa. Lalu dengan agak tersendat-sendat, Amah bercerita lagi, “Anakku…di malam itu
ayahmu kembali ke rumah untuk membawa uang hadiahnya dan langsung membayarkannya
ke Rumah Sakit. Dan tahukah anakku, hanya beberapa puluh ribu saja yang ada di kantong
saku ayahmu ketika itu. Sisa dari uang hadiah yang diterimanya itu. “Amah hanya bisa
menangis saja saat itu. Menangis karena Tuhan sudah begitu baik pada Amah. Ayahmu
laksana malaikat penyambung nyawa bagi kakekmu.
“Keesokan harinya ayahmu berbisik pada Amah, “istriku, jika paman-pamanmu nanti
ada yang datang dan bertanya darimana biaya pengobatan bapak. Ayah mohon jangan
katakan itu dari uang hadiah yang ayah dapatkan kemarin. Katakan saja itu dari tabungan
bapakmu. Ayah tidak ingin bapakmu dihardik lagi oleh adik-adiknya, gara-gara dulu ia
setuju dengan pernikahan kita lalu sekarang mereka tahu kalau bapak adalah pensiunan
dokter sederhana yang tidak memiliki tabungan. Yang mengisi hari-hari tuanya untuk
mengobati orang-orang miskin”.
“Alangkah terkejutnya Amah ketika itu, Nura! … Amah baru tahu apa sebabnya
ayahmu dan kakek begitu dekat!...Mereka adalah dua orang yang berhati sama. Berhati
Cinta… Amah menangis saat itu, anakku. Amah adalah anak satu-satunya kakekmu. Tapi
Amah tidak tahu kalau keseharian kakekmu setelah pensiun adalah mengobati orang-orang
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 19
miskin…sampai-sampai hidupnya sederhana. Yang membuat Amah menangis adalah, yang
tahu semua itu adalah ayahmu…ayahmu, anakku! Amah pun tidak tahu harus berkata apa
ketika itu, anakku! Demi menjaga kehormatan kakekmu, ayahmu itu merelakan begitu saja
uang hadiahnya untuk pengobatan kakekmu. Dan semuanya itu, selalu dikatakannya pada
semua orang sebagai tabungan kakekmu….bukan uang hadiahnya”
Mendengar cerita Amah itu, airmataku semakin deras saja keluar. Ada kesal campur
haru di hatiku. Kesal karena sampai dengan saat ini ayah memang selalu mendapat perlakuan
salah dari keluarga besar Amah. Padahal dimana mereka saat kakek membutuhkan mereka?
Justru ayahlah yang menolong kakek saat itu. Sedangkan kenapa aku merasa haru? Karena
aku memiliki ayah berhati cinta sebagaimana dikatakan Amah. Aku memiliki seorang ayah
yang memiliki cinta seluas samudera.
Kulihat Amah menyeka airmatanya yang mengalir deras. Sambil memeluknya aku
bertanya kembali, “Lalu bagaimana selanjutnya Mah? Apakah saudara-saudara kakek datang
ke RS waktu itu? Apakah mereka ikut membantu? Bagaimana kakek setelah itu?”
“Sayangnya, adik-adik kakekmu itu nggak ada yang datang disaat kakekmu masih di
Rumah Sakit. Dengan berbagai alasan yang Amah tidak tahu benar atau tidaknya, mereka
baru menjenguk kakekmu justru setelah kakekmu sudah kembali ke rumahnya”.
Mendengar itu, darah mudaku bergolak hingga aku berkata sekenanya, “Tapi kenapa
waktu itu Amah nggak marah atau negur mereka? Mereka itu kan adik-adiknya kakek, masa
sikap mereka bisa seperti itu?”
“Anakku, yang Amah pikirkan waktu itu ya kakekmu saja. Sejak Amah menikah
dengan ayahmu, Amah dididik ayahmu untuk nggak terlalu mempedulikan sikap jelek
oranglain…Ayahmu sering bilang pada Amah, “berfokus saja berbuat baik ya! Jangan sampe
bulak-belok”…bagaimana mungkin Amah mau mengingkari pesan ayahmu yang baik itu,
anakku?”, terang Amah sambil tersenyum dan menghela nafas panjang.
Aku terdiam sesaat. Mencoba mengerti keadaan yang Amah rasakan waktu itu.
Beberapa saat kemudian Amah berkata kembali padaku, “Anakku, itulah hadiah ulang tahun
pernikahan terbaik yang ayahmu berikan pada Amah. Dan karena itulah, Amah menulis
curahan hati di album itu, sewaktu pulang dari RS. Sebagai tanda syukur Amah pada Tuhan.
Dan… walaupun sampai beberapa tahun sesudahnya kita masih harus ridho tinggal di rumah
dinas dosen, Amah nggak menyesal. Kenapa? Karena Amah memiliki suami berhati cinta”.
Kembali lagi aku memeluk Amah dengan erat. Pipi-pipi kami berdua sama-sama
basah karena menangis. Dalam simfoni haru itu, kreeek….pintu rumah terbuka sambil
terdengar suara ayah mengucapkan salam, “Assalamu‟alaikum… rumahku surgaku”.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 20
#Tradisi_Klasik
Melihat ayah pulang dari mushala aku segera bangun dan berlari ke kamar bersama
album cinta Amah. Sementara Amah, sambil menyeka airmata ia menyambut suaminya yang
berhati cinta itu. Di balik pintu kamar aku mengintip…lalu kudengar ayah berkata pada
Amah,
“Eh..eh…Amah kenapa seperti menangis begitu?”
“Nggak apa-apa, hanya kangen-kangenan aja sama anak kita, si bungsu”, jawab Amah
sembari menundukkan wajahnya.
Lalu di balik pintu muncul Kak Ali yang baru selesai memanaskan mesin mobilnya
sekalian menjemput Kak Nisa – istrinya, dari rumah orangtuanya yang berjarak sekitar 2 KM
dari rumah ayah. Sengaja Kak Nisa tinggal di rumah orangtuanya sewaktu mudik. Dalam
kondisi hamil besarnya, tentu ia ingin melepas rindu dengan orangtuanya.
“Assalamu‟alaikum, eh ayahku yang ganteng sudah kembali dari Mushala”, ujar Kak
Ali sambil tersenyum pada ayah.
“Jam berapa kamu ke Jakarta, Li?”, Tanya ayah pada Kak Ali dengan raut cuek.
“Insya Alloh sebentar lagi yah, ini sekalian pamit…kami mau berangkat sekarang ya!
Tadi udah manasin mesin mobil sama jemput Nisa”.
“Jaga istrimu baik-baik ya! Kalau perempuan hamil sudah tujuh bulan ke atas itu,
harus benar-benar diperhatiin. Apalagi kamu mau ke Malaysia bulan depan. Pikir-pikirlah
kembali. Atau ajak Nisa sekalian”, pesan ayah.
Kak Ali mengangguk.
“Tuh dengarkan ayah, kang…ajakin Nisa dong kesana!”, ucap Kak Nisa sembari
tangannya menarik ujung baju Kak Ali dengan manja.
Walaupun aku pulang belakangan, aku tidak mau kehilangan momen untuk mengantar
keberangkatan Kak Ali ke Jakarta, hehe, walaupun cuma sampai pintu rumah ayah saja.
Sambil setengah berlari aku keluar kamar dan berkata pada Kak Nisa sambil merangkulnya,
“Eh Kak Nisa sudah disini ternyata. Mau pulang sekarang Kak? Semoga selamat
sampai Jakarta ya Kak”.
“Iya de, sekarang saja pulangnya kakak mah. Kamu juga jangan ampe kelamaan disini
ya! Supaya kakak ada teman ngobrol di Jakarta. Kamu tahu sendiri kan, Kak Ali kalau habis
ngajar dari kampus selalu malam pulangnya”, jawab Kak Nisa.
“Siaap…kakakku yang cantik”, jawabku.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 21
Tidak lama setelah itu, Kak Ali dan Kak Nisa bersimpuh di kaki Amah dan Ayah agak
lama sambil didoakan. Sebuah “tradisi klasik” keluarga kami, yang selalu dilakukan jika
hendak kembali ke Jakarta selepas Mudik. Sebuah tradisi yang selalu membekas di hati kami.
Dan membuat kami selalu rindu pulang ke rumah ayah dan Amah. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 22
<3>
MAKNA TERSIRAT

“Menyerahkan hati untuk mencintai sesuatu,


Berarti menjadikannya sebagai hakim”
(HABIB ALI AL-JUFRI)5

#Harapan_Baru
Kak Ali dan Kak Nia sudah kembali ke Jakarta. Sementara aku, aah…masih betah
bersama Amah. Ingin kudengar semua cerita cinta dia dan ayah, yang tentu saja banyak aku
tidak tahu. Tapi apa mau dikata, sekarang sudah lebih dari empat hari dari rencana pulangku
yang seharusnya. Pasti Kak Ali sudah menungguku di Jakarta. Tugasnya sebagai dosen mata
kuliah penelitian, tentu bukan sesuatu yang membuatnya bisa bersantai setiap hari. Apalagi
beberapa hari ke depan ia ditugaskan kampusnya ke Malaysia.
Jadi, mungkin inilah waktunya aku merapikan semua bawaanku. Packing baju dan
aneka rupa asesoris yang kubawa. Siapa tahu ayah bertanya lagi kapan aku pulang ke Jakarta.
Daripada menunggu ayah siap mengantarku ke Jakarta, lebih baik aku bersiap-siap saja. Agar
kapanpun ayah bertanya, aku sudah siap berangkat.
“Nura, kamu sudah makan belum? Jangan di kamar terus…ayo makan!”, kudengar
Amah berteriak padaku.
“Iya mah, sebentar…lagi beres-beres baju dulu”, jawabku ringkas.
Tiba-tiba saja Amah sudah di depan pintu kamar memperhatikanku dengan wajah
penuh senyum sambil berucap lembut, “Oh kamu sudah siap-siap ke Jakarta anakku! Mmmh,
Amah bakal kangen lagi deh”
“Ya siap-siap saja Mah, siapa tahu ayah nanti bertanya kapan aku pulang. Kalau sudah
siap kan gampang…tinggal berangkat”, jawabku menghibur Amah.
“Eh iya ada yang lupa, album Amah yang kemarin dimana? Kamu simpan?”, Tanya
Amah padaku sembari matanya bergerak menyusuri kamar seperti mencari sesuatu.
Hatiku berbisik, “Aduh, Amah kok ingat saja soal album cinta itu. Padahal aku mau
bawa ke Jakarta”.

5
Seorang pegiat dakwah akhlaq Islam. Lahir di Jeddah Arab Saudi tahun 1971. Beliau merupakan Direktur
Utama Yayasan Tabah. Sampai dengan saat ini, tercatat sebagai dosen tamu dan pembicara publik di berbagai
Negara Eropa dan Asia, serta menjadi pengurus berbagai lembaga sosial di Yaman, Belgia, dan Yordania.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 23
“Lho kok kamu malah ngelamun anakku, Amah bertanya lho! Album yang kemarin
itu ada di mana ya?”, desak Amah.
“Ehm….sebenarnya udah Nura masukin koper Mah! Nura pengen bawa ke Jakarta.
Nura mau ngegambar fotonya terus dipajang deh di kamar Nura…Boleh nggak Mah? Boleh
ya… Boleh?”, rayuku.
“Anakku yang cantik…bukan Amah nggak ngebolehin kamu bawa. Tapi … album itu
adalah salahsatu barang berharga Amah. Suatu saat, mungkin kamu boleh membawa album
itu…tapi nggak sekarang ya anakku”, jelas Amah.
Ingin sekali aku mendesak Amah supaya mau merelakan album cinta itu untuk dibawa
ke Jakarta. Tapi setelah melihat raut wajahnya yang berbinar, aku tidak mampu menolak
keinginannya. Aku mengiyakan saja dan mengambil lagi album cinta yang sudah kusimpan di
saku depan koper.
“Terimakasih anakku…Sebenarnya, masih banyak kenangan yang Amah dapatkan
dari sosok ayahmu. Tapi karena sejak kecil kamu ada di Jakarta, tentu saja kamu belum
banyak tahu soal itu…Insya Alloh nanti kamu akan tahu lagi kenangan-kenangan indah Amah
bersama ayahmu. Ya…minimal sebagai bekal kamu nanti, disaat sudah siap menerima
seorang pria di hatimu”, ujar Amah padaku, sembari memeluk album cintanya.
Aku tersenyum pada Amah. Senyuman seorang anak yang mencoba mengerti bahasa
hati Amah kepada ayah. Aku tahu, cinta… bagi siapapun di dunia ini, adalah salahsatu harta
paling berharga. Karena itulah, aku tidak mau membuat Amah bersedih hanya gara-gara
keinginanku soal albumnya.
Yang jelas, masa mudikku tahun ini amatlah berkesan. Kalau saja tidak sedang
menyusun skripsi, pastilah aku lebih memilih di sini bersama Amah. Menelisik-menyusuri
kisah cintanya yang lain. Yang mungkin akan sama mengharukannya. Ah, bagaimana pun
juga aku harus bersyukur. Kisah album cinta yang sudah Amah ceritakan kemarin adalah
bekal yang sangat berharga bagi masa depanku kelak. Disaat aku akan menjemput satu
harapan baru dalam hidupku. Sebuah harapan, untuk menemukan lelaki berhati cinta seperti
ayah dan kakek. Semoga aku temukan sosok lelaki berhati cinta sebagaimana Amah
menemukannya. Semoga aku menjadi pendamping seorang lelaki berhati cinta sebagaimana
Amah mendampingi ayah… semoga.

#Pelajaran_Cinta
Jam 07.00 WIB di desa Cisahari. Cerah sekali hari Sabtu ini. Dan aku sudah siap
untuk kembali ke Jakarta. Sambil menunggu ayah yang masih sibuk melihat-lihat mesin tua
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 24
mobilnya, aku duduk di teras depan rumah bersama Amah. Kulihat Amah memandangku
dengan tatapan tajam. Seperti hendak mengatakan sesuatu kepadaku.
“Nura, ada satu hal yang sudah lama ingin Amah tanyakan pada kamu. Tapi, Amah
nggak tahu apakah kamu mau menjawabnya atau nggak”, ujar Amah padaku membuka
pembicaraan dengan nada suara serius.
“Memangnya kenapa, mah? Serius banget sih”, jawabku ringan.
Amah tersenyum padaku sembari berbisik, “Kamu sudah punya pacar nak?”
Mendengar bisikan Amah aku spontan menjawab sekenanya, “Rahasia dong!”
“Ya sudah, Amah nggak akan maksa kalau kamu nggak mau ngasih tahu”, balas
Amah sembari mengalihkan pandangannya pada gerak gerik ayah.
“Aduh… Amah sensi banget sih….kalau sudah punya pacar terus bagaimana Mah?
Kalau belum juga bagaimana hayoh?”, godaku mencoba menarik perhatian Amah.
“Nggak apa-apa… Cuman nanya aja kok!”, ketus Amah seakan-akan tidak peduli.
“Ah Amah ini, jangan sewot dong Mah! Masa gadis cantik kesayangannya mau
kembali ke Jakarta dikasih wajah cemberut. Nanti Nura jadi nggak berkah dong di Jakarta
nya!”, rayuku lagi.
Amah tersenyum sedikit sembari terus menghindari pandanganku. Segera aku geser
kursiku untuk mendekat padanya. Sejenak kemudian aku berkata padanya, “Amahku yang
cantik dan baik, khan tahu sendiri bagaimana Kak Ali nerapin peraturan di rumahnya. Nura
pulang-pergi rumah-kampus itu ya mustahil ada kesempatan nongkrong sama teman-teman.
Jangankan punya pacar, punya kesempatan untuk main keluar saja jarang. Ya kalau kira-kira
Nura sudah BT or tidak mood misalnya, biasanya teman-teman Nura yang datang ke rumah.
Jadi mana sempat punya pacar, mah!”
“Syukurlah kalau begitu, anakku. Itu semua demi kebaikanmu kok”, balas Amah
masih terlihat cuek menanggapi penjelasanku.
“Wah Amah nggak asyik ah. Anaknya ingin kangen-kangenan malah dikasih cemberut
gitu”, gerutuku merajuk.
“Bukan begitu anakku…Buat Amah, semua tentang cinta itu serius lho, nak! Bukan
main-main. Makanya Amah nggak suka dengan becandaan kamu tadi”, hibur Amah sambil
tangannya memegang tanganku.
“Cinta itu pelajaran mahal anakku. Pelajaran berharga yang nggak mungkin bisa kamu
dapatkan dari bangku sekolah manapun. Syukurlah kalau kamu belum punya pacar. Syukur-
syukur ya nggak usah lah punya pacar segala. Kalau kamu suatu saat kamu sudah nemuin
laki-laki yang kamu cintai, lebih baik kamu cepatlah bilang sama Amah! Ada pelajaran cinta
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 25
yang harus kamu tahu soal laki-laki. Kamu itu seorang gadis yang sudah mau jadi sarjana
anakku. Terkadang Amah suka khawatir kalau-kalau kamu seperti Nia nantinya. Padahal dulu
Amah sudah sering mengingatkan dia soal milih pasangan hidup. Hmmm”, terang Amah
panjang lebar.
“Lho apa yang salah dengan Kak Nia, mah? Bukankah baik-baik saja?”
“Coba kamu pikir baik-baik. Sudah bertahun-tahun suaminya nggak pernah kesini
dengan berbagai alasan. Dan jika pun Amah yang ke Jakarta, jarang sekali Amah bisa melihat
suaminya ada di rumah. Alasan Nia banyak, suaminya sibuk lah, tugas luar kota lah, dan
alasan lainnya yang menurut Amah aneh.
“Dulu, Amah banyak bertanya pada Nia soal suaminya. Wajar kan orangtua ingin tahu
siapa lelaki yang disukai anaknya? Sayangnya, Nia sering marah kalau Amah sudah mulai
bertanya soal suaminya itu. Yang paling Amah ingat sewaktu Nia belum nikah dahulu, dia
pernah mengatakan, “Amah nggak usah khawatir soal Mas Gandi. Dia itu pengusaha yang
sukses. Dan Nia sudah kenal dia sejak masih SMA. Hidupnya mapan, orangtuanya mapan.
Mau lihat apalagi mah? Nia tidak mau hidup seperti Amah. Sebagai dokter, Nia butuh suami
yang lebih mapan dari Nia. Dan yang pasti lebih bisa mengangkat derajat Nia di depan teman-
teman Nia”, lanjut Amah sembari menghela nafas panjang.
Aku mencoba mengerti apa yang Amah rasakan. Mungkin ada segaris rasa kecewa
Amah pada Kak Nia sewaktu dulu. Karena itulah mungkin Amah jadi begitu sensitif.
“Nura, Amah nggak akan peduli kalau oranglain menghina dan menjelek-jelekkan
hidup Amah bersama ayahmu! Tapi, bagaimana mungkin anak sendiri bisa menghina hidup
orangtuanya? Amah masih sering keingetan soal itu. Amah pikir, Amahlah yang tidak cakap
mendidik Nia sampai dia bisa begitu. Dan mungkin juga, karena Amah kurang dekat dengan
kakakmu itu. Hmm, Amah nggak mau kamu ngerasain itu, anakku! Kamu adalah anak yang
paling dekat sama Amah. Amah nggak ingin mengulangi kesalahan yang sama”, lanjut Amah.
Mendengar hal itu aku terdiam. Bingung sekaligus sedih. Aku tidak tahu kalau Amah
memendam rasa sedih karena sikap Kak Nia di masa lalu. Dan aku pun tidak tahu juga,
seberapa sedihnya Amah karena Kak Nia sempat mengatakan sesuatu yang menurutku tidak
sepantasnya. Menghardik kehidupan orangtuanya sendiri. Mmh, akhirnya aku sedikit
mengerti kenapa Kak Nia tidak pernah lama kalau mudik disini. Mungkin saja kejadian itu
menjadi salahsatu penyebabnya.
Aku tahu pekerjaan Kak Nia sebagai dokter pasti membatasi masa liburnya. Tapi
menurutku itu bukanlah alasan sebenarnya yang membuat Kak Nia hanya mudik satu atau dua
hari saja kesini.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 26
“Nura, bolehkah Amah memberikan sedikit nasehat padamu, anakku?”, Tanya Amah
memecah lamunanku.
“Amah jangan ngomong kayak gitu. Amah boleh menasehati Nura sebanyak yang
Amah mau…jangan kayak gitu dong. Nura nggak mau Amah sedih”, jawabku lirih.
Sembari menghela nafas panjang, Amah memandang wajahku dengan teduh seraya
berkata, “Anakku…kamu harus tahu mengapa dulu Amah nggak jadi kuliah di kedokteran
dan memilih hanya menjadi seorang ibu rumah tangga, dari suami yang bekerja sebagai dosen
biasa. Semua itu adalah karena cinta, anakku! Karena cinta! Mmh…mungkin terlalu klise
untuk dipahami. Tapi…insya Alloh kamu akan mengerti ketika nanti bertemu dengan
seseorang yang kamu cintai”.
Aku menganggukkan kepala saja tanda mengiyakan. Walaupun sebenarnya aku belum
mengerti maksud dari nasehatnya. Sejurus kemudian Amah berkata lagi, “Dulu almarhum
kakekmu menyelipkan secarik kertas di dalam hadiah dompet yang ia berikan pada Amah
sewaktu ulang tahun ke- 20. Secarik kertas itulah yang Amah ingat hingga saat ini. Isinya
adalah kata mutiara dari Lao Tzu…bunyinya begini, “being deeply loved by someone, give
you strength, while loving someone deeply gives you courage” 6 . Pahamilah kata mutiara itu
dengan baik, anakku. Kamu akan mengerti bahwa ada sesuatu yang lebih berarti dari sekedar
uang dan kedudukan dalam hidup ini. Itulah cinta, anakku, cinta! Dan Amah sudah
mendapatkannya dari ayahmu. Sejak pertama kami bertemu, hingga saat ini ketika kami
sudah mulai menua”
Merinding bulu kudukku saat mendengar ucapan Amah itu. Ternyata, dibalik semua
kesederhanaan hidup yang ia lewati puluhan tahun bersama ayah, menyimpan samudera
hikmah yang begitu mendalam. Aku pun terbuai dalam samudera khayal…Aduhai! Ingin
rasanya mendapat lebih banyak pelajaran cinta dari Amah, Semua cerita yang kudapatkan
sejak hari pertama mudik kemarin, telah membuatku penasaran dengan pernak-pernik kata
“cinta”. Sebuah kata yang sangat sering aku dengar, namun masih sedikit kupahami
maknanya. Tapi ahh, aku harus bersabar dulu. Bagaimanapun aku harus ingat pesan Amah
soal skripsiku. Jangan sampai tidak beres-beres.
“Ayo kamu sudah siap, Ra!”, teriak ayah memecah lamunanku.
“siap dong yah! Kita berangkat sekarang? Ayo!”

6
Makna bebasnya : “Sangat dicintai oleh seseorang membuatmu memiliki kekuatan, sementara sangat
mencintai seseorang membuatmu memiliki keberanian”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 27
#Ada_Rahasia
Hujan mengguyur deras di sepanjang jalan yang kami lewati. Di tengah perjalanan,
ayah mengajakku beristirahat di sebuah kedai kecil. Sekedar melepas lelah dan melaksanakan
sholat Dzuhur.
Turun dari mobil, ayah melirikku seraya berkata, “Subhanalloh, sudah lebih dari
sepuluh tahun ayah nggak kesini, Ra! Nggak ada yang berubah, masih seperti dulu”.
Sambil berjalan menuju kedai, ayah kembali berujar dengan bahasa Inggrisnya yang
fasih, “The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched.
They must be felt with the hear”7
Karena penasaran akupun bertanya, “Itu kata-katanya siapa sih Yah? Kok tumben
ngomong pake bahasa Inggris gitu?”
“Itu pernah ayah baca di sebuah buku nak. Kata mutiara itu dibuat oleh Hellen Keller8 .
Kamu tahu dia nggak, Ra?”
Aku menggeleng, karena memang tidak tahu dia siapa.
“Generasi muda kayak kamu harus tahu tentang dia. Dia itu seorang perempuan tuna
netra yang dikenang dunia, nak! Coba kamu baca buku biografi tentang tokoh-tokoh dunia
yang menginspirasi, hampir selalu ada nama dia tercatat disana.
“Kata-kata beliau itu mengingatkan ayah tentang kedai ini. Salahsatu tempat yang
menyimpan kenangan indah di hati ayah. Lihatlah oleh kamu! Jika dilihat dengan mata,
tempat ini biasa-biasa saja bahkan mungkin terlalu sederhana untuk dibandingkan dengan
restoran di hotel-hotel berbintang atau rumah makan internasional. Tapi, bukan tempatnya
yang ayah lihat dan ingat dari kedai ini, nak! Melainkan kenangannya…Sesuatu yang ayah
rasakan di hati”, jelas ayah padaku berfilosofi.
Itu yang paling senang aku dengar jika berbincang dengan ayah. Selalu saja ada
kalimat hikmah yang keluar dari lisannya. Yang semuanya selalu bermuara pada soal hati.
Pantas saja Amah langsung kepincut dengan ayah pada pandangan pertama. Mungkin ini juga
salahsatu alasannya. Hehehe…
“Oh…ada kenangan indah ceritanya…ciye…ciyee..ciyee”, godaku pada ayah.
“Hahahaha….seperti itulah anakku”, jawab ayah tertawa nyaring.
Ditengah rasa penasaranku tentang kenangan apa soal kedai ini, ayah justru ngeloyor
menghampiri pemilik kedai. Memesan beberapa makanan dan dua gelas teh manis hangat

7
Makna bebasnya : “Hal -hal terbaik dan terindah di dunia ini tidak bisa dilihat atau disentuh. Semuanya itu
harus dirasakan dengan hati”
8
Hellen Keller. Lahir di Amerika Serikat pada tahun 1880. Beliau adalah seorang penulis, aktivis, dan
memenangi sejumlah penghargaan dunia. Biografi hidupnya pernah difilmkan dan meraih penghargaan Oscar.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 28
untuk kami. Tidak lama kemudian, sajian makanan datang. Sejumlah makanan dan lalapan
khas Sunda tersaji lengkap di depan meja tempat kami duduk. Membuat aku tidak sabar untuk
segera menyantapnya.
“Ayo kita ngobrol sambil menyantap sajian nikmat ini anakku”, ujar ayah sembari
tangannya menyambar pepes ikan mas dan sambal terasi yang ada di dekatnya.
Tidak mau ketinggalan, aku pun segera mengambil nasi diguyur ulukutek leunca yang
merupakan makanan favoritku.
“Waah…mantap ini yah, makanannya enak-enak…Eh..tapi…Nura masih penasaran
yah, ceritakan dong ada apa dengan kedai ini di hatimu? Ciye ciyee ciyee?”, selorohku.
“Hahahaha, iya dong enak, tempat ini khan tempat favorit Amahmu. Setelah beberapa
hari kami menikah, ke tempat inilah ayah pertama kali diajak Amahmu makan. Waktu itu,
Amahmu nekat banget minjem mobil kakekmu lalu nyulik ayah dari kampus siang-siang
bolong…Hahaha, rasanya ayah jadi anak muda lagi kalau ingat kejadian itu.
“Kamu nggak tahu ya, selagi mudanya, Amahmu itu paling senang bawa kabur mobil
almarhum kakekmu kemana saja yang dia mau. Mmh…mungkin karena sejak remaja
Amahmu sudah kehilangan mamanya, jadi pelampiasannya ya begitu tuh! Jalan-jalan dengan
mobil kemana-mana, mirip kayak anak laki saja.
“Dan, kamu harus tahu, di tempat inilah pertama kalinya kami saling mengetahui sisi-
sisi lain kehidupan kami, yang sama-sama kehilangan sosok ibu sewaktu usia remaja,
pokoknya…tempat ini adalah sweet memory kami”, terang ayah padaku.
“Wah sweet banget kayaknya ya, xixixi”, balasku sambil tertawa kecil.
“Kalau ayah ceritakan, bisa-bisa kamu mewek, Nura! Ayah nggak mau ngeganggu
kenikmatan makan kamu itu! Ayo lanjutkan saja makannya. Ayah lagi pengen bernostalgia
dulu dengan kenangan tempat ini”, lanjut ayah sembari berdiri dan ngeloyor membawa piring
nasinya ke pinggir sebuah kolam di belakang kedai.
Begitulah ayah. Aku tidak pernah banyak bisa dengar cerita dari ayah. Beliau bukan
sosok lelaki yang suka bercerita. Mungkin ayah adalah tipe lelaki yang biasa menyimpan
sendiri kenangan-kenangan indahnya. Hingga sangat jarang aku atau mungkin saudara-
saudaraku yang lain, mengetahui jejak-jejak kehidupan masa lalu ayah. Tapi yang jelas,
dibalik sikap pendiamnya itu aku mengerti. Banyak makna tersirat yang harus aku gali pada
sosok ayahku ini.
Aku bersyukur telah mendapat banyak kenangan indah saat di desa kemarin.
Mengetahui beberapa hal tentang ayah yang sebelumnya aku tidak tahu. Semoga saja akan
banyak lagi yang kutahu dari sosok yang disebut Amah sebagai lelaki berhati cinta ini. [ ]
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 29
<4>
KABUT ASA

“Cintailah sesuatu sesukamu,


maka sesungguhnya kamu akan berpisah”
(HR. AL-HAKIM)

#Cobaan_Hati
Selepas Kak Ali pulang dari tugasnya di Malaysia, kondisi kesehatan Kak Nisa terlihat
melemah. Beberapa kali aku atau Kak Ali membawanya ke Rumah Sakit untuk memeriksakan
keadaannya. Syukurnya, skripsiku sudah mau rampung. Jadi aku bisa lega menemani Kak
Nisa ke Rumah Sakit jika Kak Ali sedang sibuk di kampusnya.
Sesekali, Kak Nia datang ke rumah Kak Ali untuk memeriksa keadaan Kak Nisa jika
tidak memungkinkan untuk datang ke Rumah Sakit. Saat terakhir memeriksa kondisi Kak
Nisa, Kak Nia menyarankan sebaiknya dilakukan serangkaian tes darah dan USG 4 Dimensi.
Untuk melihat dengan lebih jelas keadaan janin yang ada di rahimnya.
Walaupun Kak Nia bukan dokter spesialis kandungan. Ia merasa khawatir dengan
keadaan Kak Nisa yang tekanan darahnya sering tidak stabil. Padahal semua suplemen obat
dan penguat kandungan sudah diberikan. Bahkan dengan dosis maksimal.
Tapi... Entah kenapa Kak Ali tidak terlalu memperhatikan saran Kak Nia. Menurut
Kak Ali, mungkin Kak Nisa hanya kurang istirahat saja. Dengan perhatian yang cukup dari
aku atau dia, mungkin kondisi Kak Nisa akan normal kembali.
Sampai akhirnya kekhawatiran Kak Nia pun benar-benar terjadi. Belum genap 9
bulan usia kandungannya, Kak Nisa sudah mengalami kontraksi. Yang lebih riskan lagi
adalah, Kak Nia mengalami pendarahan dan pingsan ketika baru sampai di Rumah Sakit. Kak
Nia marah ketika ia tahu Kak Ali belum melakukan apa yang disarankannya. Kak Ali hanya
terdiam ketika Kak Nia terus mengomel di Ruang Tunggu Rumah Sakit.
Akhirnya tim dokter yang menangani Kak Nisa menyarankan pada Kak Ali agar
dilakukan tindakan (Operasi Caesar) untuk menyelamatkan Kak Nisa yang lemah dan sang
janin yang ada dalam kandungan.
Dalam kondisi kritis seperti itu, Kak Ali terlihat pasrah dan bingung. Dia menyetujui
saja semua tindakan yang disarankan tim dokter. Sementara itu, Kak Nia yang sudah terlanjur
marah pada Kak Ali, meninggalkan Ruang ICU Rumah Sakit sambil terus menerus
menggerutu. Aku tidak tahu persis apa yang dikatakannya. Namun semenjak Kak Nisa
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 30
dibawa dari Ruang ICU ke Unit Kebidanan untuk kemudian dilakukan operasi, aku tidak
melihat lagi Kak Nia di Rumah Sakit.
Mungkin dia ingin menenangkan diri. Menurutku wajar Kak Nia kesal dan mungkin
marah besar pada Kak Ali. Bagaimanapun Kak Nisa adalah kawan dekatnya semasa kuliah di
kampus yang sama. Walaupun mereka berbeda jurusan, Kak Nia merasa punya tanggung
jawab atas kesehatan Kak Nisa. Kenapa? Karena dialah yang mengenalkan Kak Nisa dengan
Kak Ali, hingga akhirnya mereka berjodoh dan menikah.
Detik demi detik perjalanan waktu terasa begitu lambat. Kak Ali sedang khusyu‟
berdoa di Mushala RS. Sedangkan aku, duduk di Ruang Tunggu bersama Ibu Kak Nisa yang
baru datang beberapa menit yang lalu. Sudah dua jam lebih kami menunggu di luar Kamar
Bedah. Belum ada informasi apapun yang kami dapatkan dari tim dokter. Kak Ali yang sejak
awal kelihatan pucat dan gelisah, berusaha menanyakan pada perawat atau dokter yang keluar
dari Ruang Bedah. Tapi lagi-lagi belum ada informasi apapun.
Selepas tiga jam pasca masuk Kamar Bedah, seorang perawat berkata di ujung pintu
Kamar Bedah, “Kepada Tuan Zawali Anwar, dipersilahkan untuk masuk ke Unit Perawatan
Salsabila, untuk menemui Dokter Frans Artawirya”. Kak Ali langsung meloncat dari tempat
duduknya dan berlari menuju tempat yang diinformasikan perawat tadi. Aku mengikutinya
dari belakang sampai dengan pintu ruang Dokter Frans.
“Anda Pak Zawali Anwar?”
“Benar dok, bagaimana istri dan anak saya dok?”
“Tenang, tolong Anda tenang dulu. Saya akan jelaskan sebentar pada Anda”
“Maaf dok, saya bingung. Jadi bagaimana dok?”
“Saya mengerti perasaan saudara. Tapi mohon bersabar terlebih dahulu. Sekarang tim
dokter sedang melakukan tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan bayi saudara. Ada
beberapa hal yang secara medis tidak bisa kami sebutkan pada Anda. Tapi intinya, bayi
saudara jenis kelaminnya laki-laki. Beratnya 2,2 Kg dan panjang 46 cm. Tolong Anda
bersabar sampai kami memberi informasi kembali pada Anda. Oh iya. Saat ini istri Anda
tekanan darahnya masih dalam monitor kami. Jadi belum bisa Anda temui sekarang. Butuh
waktu sampai ia kembali siuman dari pembiusan pasca operasi atau kondisi fisiknya normal
kembali. Sabar ya pak!”
“Maksud dokter tentang tindakan untuk anak saya, apa dok? Tolong jelaskan!”
“Bayi saudara mengalami beberapa kendala pasca dilahirkan. Salahsatunya karena
bayi tersebut terlilit tali pusar pada saat istri Anda pingsan. Sampai dengan saat ini respon

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 31
bayi Anda atas beberapa rangsangan yang kami lakukan belum maksimal. Sehingga butuh
penanganan yang intensif. Saya mohon Anda bersabar”.
“Lalu kapan saya dapat infonya lagi dok?”
“Tolong Anda bersabar, kami belum dapat menentukan waktunya. Nanti perawat di
bagian informasi akan memberikan informasi lebih lanjut pada saudara. Sekali lagi mohon
bersabar, kami akan berusaha semampu kami”
Kak Ali keluar dari ruang Dr. Frans dengan langkah gontai. Aku memapahnya sekuat
tenaga lalu mendudukkannya di sebuah kursi tunggu yang paling dekat.
Kehidupan memang tidak jelas naik dan turunnya. Sekira dua bulan yang lalu Kak Ali
pulang dari Malaysia dengan penuh rasa bahagia. Ia mendapatkan sertifikasi sebagai peneliti
spesialisasi Ilmu Sosial dari sana. Beberapa hari kemudian kondisi Kak Nisa jadi tidak stabil
hingga akhirnya hari ini kami menemukan cobaan berat seperti ini. Hati seperti terhantam
gelombang, mungkin itu yang Kak Ali rasakan saat ini.
Dan untukku sendiri, kejadian ini adalah pengingat yang sangat jelas tentang betapa
berartinya mensyukuri kehidupan. Aku jadi teringat dengan apa yang dikatakan Henry Van
Dyke, “Be Glad of life, because it gives you the chance to love, to work, to play, and to look
up at the stars”9 . Semoga saja ada keajaiban, dibalik cobaan hati yang tengah Kak Ali
rasakan….Semoga.

#Asa_Terkoyak
Sehari laksana sebulan, mungkin itu yang sedang Kak Ali rasakan saat ini. Menanti
info dari sang dokter yang tidak kunjung tiba, sekedar duduk pun serasa tidak menapak.
Makan serasa tidak perlu. Minum serasa tidak dahaga. Sendu, sedih, lalu sakit dalam hati
tidak menentu seakan menyatu.
Sudah tiga tahun pernikahan Kak Ali dan Kak Nisa. Merintis asa untuk menjadi
seorang bapak dan ibu. Dan disaat penantian itu sudah di ujung mata, sebuah cobaan hadir
dengan tiba-tiba. Menyentak hati Kak Ali hingga tidak sanggup berkata-kata. Apa gerangan
yang menjadi sebab, hingga asa tertutup kabut coba. Seperti itulah mungkin selaksa rasa
dalam hati Kak Ali kini.
Aku sendiri tidak membayangkan, dan tidak pernah mengalami seperti ini. Belum
lama kubaca dari album cinta Amah, tentang masa lalu almarhum kakek yang dioperasi akibat

9
Makna bebasnya : “Syukurilah kehidupan, karena ia memberimu kesempatan untuk mencintai, bekerja,
bermain, dan memandang bintang-bintang”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 32
serangan jantung. Mungkin perasaan dibalik kejadian-kejadian ini ada kesamaan. Berbedanya,
almarhum kakek seakan ditinggal saudaranya lalu ditolong oleh anak dan menantunya.
Sedangkan Kak Nisa, selalu didampingi Kak Ali walau terpisah oleh tembok dan ruang
khusus berkaca.
Yang jelas sampai sekarang aku tidak tahu berapa jumlah biaya yang harus Kak Ali
tanggung. Jika besar tentu bukan persoalan mudah. Dan jika pun terjangkau, pasti bukan
urusan gampang pula. Kak Ali hanya sekedar dosen biasa. Yang penghasilannya pun terbilang
biasa-biasa. Semoga saja ada cukup uang, untuk membiayai kejadian yang luar biasa seperti
ini. Amin.
“Kreek”, terdengar bunyi pintu ruang Dokter Frans memecah lamunanku yang
bercampur risau tidak karuan. Dr. Frans menghampiriku sambil berkata, “Mana Pak Zawali?
Bukankah tadi disini bersama nona?”
“Iya dok, tadi beliau ke Mushala dulu”, jawabku ringkas.
“Tolong beritahu Pak Zawali, saya menunggu di ruangan saya…penting!”
Aku pun berlari sekuatnya menuju Mushala di Lantai Dasar RS. Berharap Kak Ali
ada disana.
Sesampainya di Mushala aku tidak menemukan Kak Ali. Aku berlari lagi ke Lantai 2
tempat kami biasa menunggu. Di sana kulihat sudah banyak orang mengerubungi Kak Ali
yang sedang duduk tertunduk lesu. Segera aku mendekat. Saat aku hendak ucapkan pesan Dr.
Frans, Kak Nia menepuk bahuku sambil memeluk dari belakang berkata,
“Bayinya sudah tenang ke Surga, Ra! Tadi Kak Ali diberitahu Dr. Frans”.
Serasa dunia berhenti saat aku mendengar ucapan Kak Nia tadi. Buah hati yang sudah
Kak Ali nantikan bertahun-tahun tidak dapat diselamatkan. Ia meninggal dalam keadaan
masih suci. Saat ia belum mengenal indahnya cinta di alam fana. Inna Lillahi Wa inna ilayhi
Raji‟un.

#Nafas_Cinta
Sudah empat hari aku menemani Kak Ali. Menunggui Kak Nisa, yang masih terbaring
koma di Rumah Sakit. Aku tidak tahu seberapa hancurnya hati Kak Ali saat menerima cobaan
seberat ini. Sesekali Kak Ali membisikkan sesuatu di telinga Kak Nisa. Berharap Kak Nisa
segera sadar dari koma-nya. Di setiap bisikan lembutnya, mata Kak Ali selalu basah dengan
airmata. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Yang aku tahu, Kak Ali sangat mencintai Kak
Nisa.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 33
Tidak berapa lama kulihat Kak Ali membisikkan kembali sesuatu pada telinga Kak
Nisa. Suara Kak Ali lebih keras dari bisikan-bisikan sebelumnya. Seakan-akan dia ingin Kak
Nisa mendengarnya dengan jelas.
“Istriku, kamu ingat nggak sewaktu pernikahan kita berjalan dua tahun? Waktu itu kita
berdua jadi mulai sensitif hingga bertanya-tanya kenapa kita belum juga dikaruniai anak,
belum juga ada tanda-tanda kamu akan hamil…kamu ingat istriku?
“Waktu itu kita bertengkar hebat sehingga aku sempat khilaf mengatakan bahwa
mungkin salahsatu diantara kita ada yang mandul. Aku menyerahkan padamu apakah ingin
bercerai dariku atau bagaimana? Aku katakan padamu, jika memang bercerai adalah pilihan
yang terbaik untuk kita. Kamu bebas membawa apapun yang kamu mau dari rumah ini.
Apakah mobil, emas atau perhiasan-perhiasan yang kita kumpulkan. Atau mungkin rumah
yang kita tempati.
“Kamu ingat istriku, apa yang kamu katakan padaku hingga membuatku nggak lagi
sanggup jika harus berpisah denganmu, apapun yang terjadi. Hingga membuatku nggak peduli
apakah kita ditakdirkan mempunyai anak ataupun nggak. Hingga membuatku sadar tentang
betapa berartinya dirimu bagiku…kamu ingat istriku?
“Kamu katakan padaku bahwa satu-satunya yang ingin kamu bawa di sepanjang
hidupmu hanyalah aku. Bukan rumah, bukan mobil, bukan perhiasan, dan bukan yang
lainnya. Hanya aku yang kamu anggap paling berarti di rumah kita. Kamu katakan padaku.
Jika benar aku membolehkanmu membawa apapun untuk dibawa dari rumah, maka kamu
hanya ingin membawa satu… YAITU AKU… AKU… kamu ingat istriku?
“Betapa saat itu adalah saat dimana kita saling berpelukan dan membuatku jadi sadar
tentang apa arti cinta dan dicintai… YAITU KAMU… ISTRIKU… KAMU. Karena kata-
katamu itu aku jadi mengerti tentang apa yang penting dalam cinta dan apa yang harus
kuperjuangkan untuk cinta. Bukan harta, bukan kekayaan… tapi saling memiliki satu sama
lain…Saling menyatu satu sama lain…Seakan seperti satu jiwa dalam dua tubuh. Jika satu
sakit maka yang lainnya ikut sakit… Kamu ingat istriku?
“Jadi tolong istriku… Bangunlah!… Bangunlah kekasihku!. Aku nggak sanggup jika
harus kehilanganmu. Sementara aku belum menebus semua kesalahanku padamu, atas semua
sikap burukku ketika itu… Bangunlah istriku!”.
Aku tidak sanggup menahan airmataku saat mendengar bisikan kata Kak Ali itu.
Alangkah tulusnya cinta Kak Nisa pada Kak Ali. Pantas saja kulihat Kak Ali begitu terpukul
dan sering menangis saat melihat kondisi lemah Kak Nisa. Ternyata, ada satu kenangan yang
berbekas dalam benaknya. Yang mengajarinya tentang arti cinta dan dicintai.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 34
Aku jadi teringat dengan ungkapan yang disampaikan oleh Antione De Saint-Exupery,
“Life has taught us that love does not consist in gazing at each other. But looking outward
together in the same direction” 10 .
Tiba-tiba, kelopak mata Kak Nisa meneteskan airmata. Sekejap kemudian kedua
matanya pelan-pelan terbuka lalu bergerak melihat ke sekeliling ruangan. Mengetahui hal itu
Kak Ali langsung berdiri lalu memandang ke arahku. Sejenak kemudian ia berkata lirih
kepadaku, “Nura… nuu… raa… Nisa su... dah… membukaa mataanya, lihaat! Masya Alloh,
masya Alloh, ya Alloh!”, ucap Kak Ali gemetar.
Kemudian Kak Ali melepas masker oksigen di mulut Kak Nisa. Sambil berlinangan
airmata, ia memeluk Kak Nisa dan berkata padanya, “Kamu sudah siuman istriku…kamu
sudah siuman… alhamdulilaah, alhamdulilaah”.
Refleks aku berlari menuju meja perawat di dekat kamar. Untuk memberitahukan
kondisi Kak Nisa yang sudah siuman dari komanya. Menerima informasi itu, bergegaslah dua
orang perawat berjalan cepat menuju kamar. Aku mengikutinya dari belakang dengan
perasaan campur aduk.
Satu sisi aku bahagia karena Kak Nisa sudah siuman. Tapi di sisi lain aku sedih. Aku
tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Kak Nisa, saat mengetahui bahwa bayi yang
telah dikandungnya selama 9 bulan kini telah tiada. Dan yang membuatku sedih, Kak Nisa
tidak sempat melihatnya sama sekali. Satu detik pun tidak. Jika aku saja merasakan sedihnya,
apatah lagi dia yang sudah menunggu- nunggu kehadirannya bertahun-tahun…Hiks.
Melihat kondisi Kak Nisa yang sudah siuman, seorang perawat langsung meminta
Kak Ali untuk menanti ruang tunggu. Karena ada sejumlah langkah yang harus dilakukan
kepada Kak Nisa. Satu orang perawat lagi langsung menghubungi dokter yang mengawasi
perkembangan keadaan Kak Nisa.
Dengan perasaan yang semakin tidak karuan, aku dan Kak Ali duduk di luar kamar.
Satu hal yang berkecamuk dalam hatiku… Bagaimana perasaan Kak Nisa saat dia mengetahui
bahwa anaknya telah berpulang ke Rahmatullah? Saat dia mengetahui, bahwa ia tidak sempat
melihat wajah buah cintanya dengan Kak Ali.
Tanpa ingin banyak berpikir lagi, aku langsung memegang tangan kanan Kak Ali dan
berkata, “Alhamdulillah ya Kak, Kak Nisa sudah siuman”.

10
Makna bebasnya : Hidup telah mengajarkan kita bahwa cinta tidak berisi “saling memandang”. Tapi cinta
berisi “bersama-sama melihat satu arah yang sama”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 35
Kak Ali memandangku dengan wajah sayunya sambil berkata, “Iya Alhamdulillah,
dan… semoga Nisa bisa lebih sabar daripada aku disaat nanti ia tahu bahwa anak yang kami
tunggu-tunggu sejak lama, kini sudah tiada…semoga saja, Nura!”.
Aku hanya bisa mengangguk saat mendengar ucapan Kak Ali itu. Semoga… ada
takdir baru yang indah di esok hari, yang akan Tuhan hadiahkan pada kehidupan Kak Ali dan
Kak Nisa, amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 36
<5>
MUNAJAT LANGIT

“Kepedihan hanya ada dalam perlawanan,


Sukacita hanya ada dalam penerimaan”
(JALALUDDIN RUMI)

#Masih_Berduka
Terbangun aku dikeheningan sebuah malam. Terkagetkan oleh tangis menyayat di
serambi sebuah kamar. Tempat yang biasa terpanjatkan doa dan harapan. Sudah lebih dari
sebulan sejak Kak Nisa keluar dari Rumah Sakit, seperti itulah suasana kamarnya dari malam
ke malam yang kulewati.
Kak Nisa sering menangis di tengah malam. Sementara Kak Ali, lebih banyak
menghabiskan malam dengan membakar batangan rokok yang dihisapnya laik kereta berjalan.
Seperti itulah rekaman hari ke hari yang entah sampai kapan harus kulihat .
Mungkin cobaan yang mereka alami terlalu sulit untuk cepat terlupakan. Walaupun
ayah dan Amah sempat seminggu tinggal disini, tapi tetap saja seperti ini di setiap malam.
Ummi – panggilan akrab ibu Kak Nisa – pun tidak kurang dari dua minggu menemani Kak
Nisa. Tapi lagi-lagi “awan kelabu” seakan terus bergelayut di hati Kak Nisa.
Sedangkan aku, jelas tidak mampu berkata banyak. Sebagai gadis yang belum banyak
tertempa warna kehidupan, tidak ada yang bisa aku berikan pada mereka berdua. Selain tentu
saja hanya sebuah doa sederhana. Semoga air mata mereka segera berganti menjadi suka.
Semoga keindahan segera mengganti kesenduan di hati mereka. Amin.
Dan malam hari ini, mungkin sejumput doa akan kupanjatkan lebih gigih lagi daripada
sebelumnya. Bagaimanapun juga, selain merasa kesedihan, hingga kini Kak Ali masih
memiliki hutang yang cukup banyak akibat musibah yang dialaminya. Seandainya ada yang
bisa kulakukan, tentu apapun akan kuberikan. Tapi apalah daya, hanyalah doa yang aku punya
untuk mereka.
Segera aku berjalan mengambil air wudhu di waktu terbaik memanjatkan doa.
Sepertiga malam terakhir. Waktu, dimana para kekasih Tuhan tidak pernah menyia-
nyiakannya dari Dzikir dan Munajat. Waktu, dimana para perindu Tuhan menyuburkannya
dengan lautan sujud dan airmata taubat. Waktu, dimana para pencinta kesucian jiwa menempa
diri untuk meraih ridho Ilahi.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 37
Selepas melaksanakan beberapa rakaat ringan dan bersiap memanjatkan doa, sebuah
tepukan halus mendarat di bahuku. Aku menengok ke belakang penasaran. Ternyata Kak Nisa
sedang berdiri di belakangku. Sembari wajahnya terlihat sembab karena banyak menangis.
“Maaf ya Nura, Kakak selalu mengganggu istirahatmu hampir setiap malam”, ujar
Kak Nisa sembari tersenyum berat padaku.
“Kenapa kakak minta maaf segala? Jangan begitu kak! Nura mengerti kakak masih
sedih dengan semua musibah ini. Mmh, ada yang bisa Nura bantu kak?”
“Sudah…sudah, kakak hanya mau bilang itu saja, mohon maaf banget ya! Sekarang
kamu lanjutin lagi doanya Ra! Kakak mau bikin teh manis dulu. Tenggorokan kakak rasanya
nggak enak banget”.
Ingin rasanya aku dengarkan semua keluh kesah Kak Nisa. Mungkin saat ini dia
membutuhkan teman ngobrol untuk merajut luka di hatinya. Tapi, aku pun tidak tahu harus
berbuat apa? Kak Nisa yang aku tahu, adalah seorang perempuan pendiam yang tidak mau
membuat oranglain susah. Sejak aku hidup dalam satu rumah bersamanya, sangat jarang kami
berbincang lazimnya saudara. Aku tahu ini bukan karena kami tidak dekat atau kurang akrab.
Melainkan karena Kak Nisa lebih suka berbagi kegembiraan daripada kesempitan hidupnya.
Akhirnya, aku hanya bisa mengangguk. Sambil terus menatap langkahnya ke dapur
yang terlihat begitu berat, dalam hati kuberbisik lirih, “Ya Alloh, kepada-Mu hamba memohon
dengan sangat…Anugerahkanlah kegembiraan di hati Kak Nisa dan Kak Ali selepas musibah
berat ini…hamba mohon ya Alloh, amin”.

#Merajut_Luka
Sejak dua minggu yang lalu, setelah Ustadz Riri – nama panggilan Ustadz Dzikri
Qomarudin, MA : Teman Kak Ali semasa kuliah S-2 di Malaysia – datang bersilaturahmi,
kulihat Kak Ali dan Kak Nisa banyak menghabiskan malamnya dengan melaksanakan sholat
tahajjud dan berdoa. Tidak hanya itu, sudah tiga kali mereka berdua mengikuti pengajian
Dzikir yang biasa diasuh Ustadz Riri. Dan aku, tentu tidak mau ketinggalan untuk mengikuti
apa yang mereka lakukan.
Ada yang berbeda antara pengajian asuhan Ustadz Riri dengan pengajian lainnya yang
biasa aku datangi dan ikuti. Menurut Ghea – teman baruku di pengajian itu – Majelis asuhan
Ustadz Riri bernuansa Tasawuf. Yaitu pengajian yang menitikberatkan pada pembersihan
hati, perbaikan akhlak, dan pendekatan diri kepada Tuhan. Terus terang aku belum terlalu
memahami apa yang diungkapkan Ghea itu.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 38
Tapi, Alhamdulillah aku merasa sreg dengan pengajian ini. Mengapa? Karena topik-
topik yang dibahasnya sangat inspiratif untuk pembelajaran hidupku. Begitu pun dengan Kak
Ali dan Kak Nisa. Bahkan menurutku mereka lebih antusias daripada aku saat mengikuti
pengajian ini.
Aku jadi ingat dengan bahasan pertama pengajian yang kami dengarkan. Saat itu
Ustadz Riri membahas tentang Rahasia Kekuatan Tawakkal. Dengan gaya penyampaian yang
ringan tetapi mudah dicerna, Ustadz Riri menceritakan kisah Ibrahim Bin Adham yang
menunaikan Ibadah Haji. Ketika itu para anggota keluarganya merasa sangat sedih karena
akan ditinggalkan Ibrahim Bin Adham pergi, dengan tanpa sedikitpun bekal yang diberikan.
Tapi ada satu anak beliau yang menghibur para anggota keluarganya dengan berkata, “Aku
tidak bersedih dengan semua ini. Aku menerima semua ini dengan lapang dada dan berserah
kepada-Nya Yang Mahabaik. Aku yakin Alloh Mahapemurah pada kita. Tidak mungkin Tuhan
membiarkan kita kelaparan ditengah perjuangan ayah untuk menjalankan ibadah pada-Nya”.
Semula para anggota keluarga lainnya menganggap perkataan anak beliau sebagai
sesuatu yang mustahil. Tapi akhirnya mereka jadi tersadarkan. Bagaimana bisa demikian?
Semua itu terjadi karena sebuah kejadian ajaib yang dialami sang anak tadi. Tepat di malam
hari setelah kepergian Ibrahim Bin Adham ke tanah suci, ada iring-iringan Sultan ke
perkampungan tempat mereka tinggal. Pada saat itu Sultan merasa kehausan dan ingin
minum. Karena itulah, juru bicara Sultan berteriak di sepanjang jalan agar ada warga setempat
yang berkenan memberi air minum pada Sultan.
Disebabkan waktu sudah larut malam, maka tidak ada satu warga kampung yang
keluar rumah. Kecuali sang anak tadi. Ternyata ia belum tidur, melainkan sedang asyik
berdzikir – mengingat Tuhannya.
Maka dengan segera anak tadi menyerahkan satu gentong berisi air minum pada
Sultan. Singkat cerita setelah air itu diminum, Sang Sultan berkata pada anak buahnya,
“Siapapun yang mengaku sebagai pasukan, komandan, atau jenderal yang taat kepadaku,
isilah gentong ini dengan kepingan-kepingan emas yang ada di kantong baju kalian, lalu
berikanlah pada gadis muda itu”.
Serentak semua anak buah sultan berebut mengisi gentong yang sudah kosong itu
dengan kepingan emas milik mereka. Sedemikian sehingga gentong tersebut penuh bahkan
tidak bisa menampung lagi banyaknya kepingan emas yang diberikan. Menangis terharulah
sang anak tadi sambil bertasbih dan berkata, “Mahasuci Alloh, Dzat yang tidak pernah
meninggalkan hamba-Nya yang berserah diri”. Setelah itu, sang sultan pun berlalu dari
hadapan sang anak sembari mengucapkan terima kasih.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 39
Keesokan harinya, para anggota keluarga Ibrahim bin Adham merasa kaget dengan
banyaknya kepingan emas di rumah mereka. Di tengah kekagetan itu, sang anak berkata :
“Jangan heran saudara-saudaraku! Semua ini adalah hadiah bagi hamba yang berserah diri
kepada-Nya”. Akhirnya mereka semua tidak kekurangan satu apapun sampai Ibrahim bin
Adham pulang kembali ke rumah.
Saat kisah itu selesai disampaikan Ustadz Riri, aku masih ingat, Kak Nisa yang duduk
bersebelahan denganku menangis sambil berkata pelan, “Kakak sudah terlalu lama
memelihara kesedihan ini. Seakan-akan Tuhan tidak pernah baik pada kami. Seakan-akan
kami yang lebih tahu daripada Tuhan. Padahal Tuhan memberikan yang terbaik untuk hamba-
Nya. Hanya kakak saja yang terlalu keras kepala tidak menerima ketentuan terbaik ini…Nura,
cerita Ustadz Riri ini sungguh membuat kakak malu pada Tuhan”.
Setelah itulah seingatku, Kak Nisa dan Kak Ali menjadi rajin melaksanakan sholat
tahajud, berdzikir dan berdoa. Dan hingga kini, tidak kudengar lagi tangisan menyayat hati
Kak Nisa, selain tangisan doanya kepada Tuhan dan Dzikir Tahlil11 yang diucapkannya
berulang-ulang dengan penuh penghayatan.

#Tersenyum_Kembali
Selaksa senyum kini telah sering kulihat dari wajah Kak Nisa dan Kak Ali. Sekalipun
beban masalah belum pergi dari kehidupan mereka, dimana mereka masih memiliki utang
yang cukup besar pada salah seorang teman Kak Nia, tapi semua itu tidak lagi membuat
mereka murung dan kehilangan semangat hidup.
Vitamin spiritual yang sering mereka dapatkan dalam pengajian asuhan Ust. Riri, telah
membentuk jiwa mereka menjadi jiwa-jiwa yang optimis pada rahmat Alloh. Memang seperti
itulah seharusnya seorang hamba menjalani kehidupannya, optimis seraya hanya berserah
pada Alloh atas segala takdir yang diterima, demikian yang biasa Ustadz Riri ungkapkan pada
kami di dalam Majelisnya.
Dan tepat hari ini, Kak Ali sedang menunggu seorang temannya semasa SMA di
rumah. Razi namanya. Dia berencana akan membeli mobil Kak Ali. Bagaimanapun juga, saat
ini Kak Ali memang sedang membutuhkan uang yang tidak sedikit untuk melunasi utangnya.
Dan satu-satunya solusi yang paling memungkinkan ialah, menjual mobil yang telah dibelinya
sejak empat tahun lalu itu.

11
Kalimah Thoyyibah, berupa dzikir “Laa Ilaaha Illallaah” (Tiada Tuhan Selain Allah).

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 40
“Nura, duduklah kesini!”, ujar Kak Ali padaku sembari matanya melihat keluar,
menunggu temannya datang.
“Ada apa kak?”
“Nggak apa-apa. Kakak hanya ingin bercerita sesuatu pada kamu. Sambil nunggu
teman kakak datang”
“Tumben kak, bercerita segala…huhuyy”, godaku.
“Ah kamu ini…ya daripada kamu bengong saja nonton acara TV nggak jelas. Kan
lebih baik dengarkan cerita kakakmu yang ganteng ini, hehe”, jelas Kak Ali bermimik guyon.
Belum lagi Kak Ali mulai bercerita, terlihat seorang lelaki kurus dengan rambut ikal
tidak beraturan berdiri di depan jendela rumah. Tidak terlihat seperti orang yang berpunya
sama sekali. Aku sempat berpikir mungkin ini orang yang mau minta sumbangan. Tapi belum
lagi aku membuka pintu untuk bertanya padanya, Kak Ali mendahului sembari memeluk
orang itu dengan erat. Seperti seorang sahabat yang telah lama tidak bertemu.
“Razi, terima kasih sudah mau datang kesini, sahabatku!”, ucap kakakku padanya.
“Aku yang meminta maaf Li, belum sempat menengok ke rumah sakit waktu itu.
Maafkan aku kawan! Aku lagi ada di Surabaya, menjaga ibuku yang sedang sakit”, jawab
lelaki itu yang ternyata adalah teman yang ditunggu Kak Ali selama ini.
“Ayo silahkan duduk, bagaimana kabar ibumu sekarang Zi? Sudah sehatan?”
“Alhamdulillah… Begitulah kalau sudah sepuh, Li! Pasti ada saja yang kerasa. Tapi
syukurnya ibu orangnya nurut sama dokter. Jadi aku bisa sedikit lebih lega. Harapanku sih ibu
setuju kalau rumah yang di Surabaya dijual saja. Supaya ibu di Jakarta bersamaku. Kalau
berjauhan, repot juga kan? Tapi…ibu belum mau rumah itu dijual. Katanya banyak kenangan
bersama ayah. Aku nggak bisa apa-apa kalau ibu sudah ngomong seperti itu Li! Sekarang
alhamdulillah ada sepupuku yang menemani ibu. Doanya ya Li, semoga ibuku sehat selalu!”,
jawab lelaki itu pada Kak Ali panjang lebar.
“Amin, semoga sehat selalu ya Zi!” Oh iya kamu mau minum apa? Jangan sungkan
brother!”, balas Kak Ali sambil melirik padaku, .
Dengan sigap segera aku langsung merespon lirikan Kak Ali, “Bapak mau minum
apa? Teh manis atau kopi?”
“Waduh Li, emang aku kelihatan sudah tua yang sampe eneng cantik ini manggil
bapak sama aku? Hahaha”, jawabnya sambil melirik pada Kak Ali dengan tertawa lebar.
“Nura, jangan panggil bapak dong! Mas Razi saja gitu…Beliau belum menikah, masa‟
dipanggil bapak”, ujar Kak Ali berbisik padaku.
“Oh iya maksud saya Mas, mau minum apa?”, tanyaku lagi mengkoreksi.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 41
“Kalau ada kopi hitam tanpa gula boleh juga, neng…Eh, ini siapa Li? Adikmu yang
masih kuliah itu kah?”, jawab Mas Razi disusul bertanya pada Kak Ali.
Aku segera bergegas menuju dapur untuk mengambil air kopi hitam tanpa gula yang
dimintanya. Jujur saja, aku baru bertemu dengan lelaki ceplas-ceplos dan cenderung urakan
seperti ini. Dia seperti tidak ada beban kalau berbicara…Aduh laki-laki ini, apakah Kak Ali
tidak salah mempunyai teman seperti dia. Ah biarkan saja, yang penting aku segera siapkan
kopi hitam pesanannya. Bagaimanapun juga aku harus membantu Kak Ali agar proses jual
beli mobilnya berjalan lancar tanpa kendala.
Setelah kopi hitam pesanannya disajikan, aku pun bergegas ke belakang untuk
membantu Kak Nisa yang sedang membuat beberapa masakan. Sesampainya di dapur Kak
Nisa berkata padaku, “Tolong bantu kakak membuat pepes ikan ya Nura, itu masakan
kesukaan temennya Kak Ali itu. Kita harus menjamu dia sebaik-baiknya”
Aku heran dengan sikap Kak Ali dan Kak Nisa yang begitu menaruh hormat pada
lelaki bernama lengkap Ahmad Raziqul Haq itu. Apa rahasia dibalik itu? Aku merasa lelaki
itu biasa-biasa saja, bahkan menurutku tidak ada istimewanya. Apa mungkin karena dia mau
membeli mobil Kak Ali, sehingga diperlakukan sangat special seperti itu? Daripada
penasaran, akupun bertanya pada Kak Nisa, “Kok kayak yang istimewa sih Mas Razi itu kak?
Kenapa sih? Biasanya kan kalau Kak Ali kedatangan temannya ya disajikan apa saja yang
ada. Nggak usah pake makanan kesukaan segala”.
“Duh kamu ini kok jadi cerewet Ra! Entar saja kakakmu itu yang cerita. Pokoknya
tugas kita sekarang adalah menjamu dia sebaik-baiknya. Ayo jangan kebanyakan ngobrol ah!
Supaya kita cepat beres masaknya. Jarang-jarang seorang Raziqul Haq datang ke rumah kita
ini”, jawab Kak Nisa sembari menepok keningku.
Aku menuruti saja perkataan Kak Nisa. Segera aku menyiapkan panci presto dan
mencuci daun kemangi. Sedangkan Kak Nisa, mencuci ikan mas yang telah dibelinya lalu
menyiapkan beberapa daun pisang yang akan digunakan sebagai bungkus pepes ikan yang
akan kami buat.
Hingga lebih dari sejam, pepes ikan mas pun sudah siap disajikan. Tapi, aku lihat Kak
Ali masih begitu betah ngobrol dengan temannya yang “nyeleneh” itu. Sesekali Kak Ali
tertawa terbahak-bahak saat Mas Razi bercerita sesuatu. Di waktu lainnya Kak Ali tersenyum
lebar dan manggut- manggut.
Sekalipun aku tidak tahu apa isi pembicaraan mereka, aku sangat bersyukur. Kak Ali
sudah bisa tersenyum dan tertawa. Sesuatu yang tidak pernah kulihat sejak musibah itu

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 42
terjadi. Sangat jarang pula Kak Ali menerima tamu yang bisa membuatnya tertawa lepas
seperti itu.
“Nah lho! Kamu nguping ya!” gebrak Kak Nisa mengagetkanku.
“Euh…nggak kok, nggak! Hanya bosan saja nunggu mereka berdua kok lama banget
sih kak?”, jawabku refleks.
“Daripada bengong, lebih baik kita bawa saja semua makanan ini ke meja depan,
biarkan saja mereka makan di ruang tamu berdua. Kelamaan kalau menunggu mereka untuk
makan di ruang makan. Bisa-bisa, sore baru makan! Ayo!”, ajak Kak Nisa sembari kedua
tangannya menenteng piring-piring berisi lauk tempe mendoan dan sambal goreng.
Aku pun segera mengikuti Kak Nisa dari belakang. Membawa nampan besar berisi
pepes ikan. Dan begitulah kisah rumah kami hari ini. Kak Ali seakan menemukan kembali
wajah cerianya bersama dengan teman “anehnya” itu. Sedangkan Kak Nisa, memilih untuk
membaca sebuah buku. Hobi lamanya yang baru kali ini kulihat lagi, sejak ia keluar dari
rumah sakit.

#Dibalik_Kesempitan
Desiran angin sejuk menyisir setiap pohon di sekitar rumah Kak Ali. Aku sedang
duduk santai di teras depan. Menikmati suasana pagi Jakarta yang sudah bertahun-tahun aku
alami. Waktu memang seakan melenakan. Serasa baru kemarin aku memakai rok biru menuju
SMP tempatku belajar. Kini aku sudah menjelang dewasa. Menjadi seorang calon sarjana
yang tinggal menunggu waktu untuk wisuda. Sekedip kemudian, mungkin aku akan menikah.
Lalu punya anak, menua dan akhirnya menikmati sisa umur yang ada.
Hari ini, aku sedang menunggu bapak pos. Menanti surat undangan wisuda yang
rencananya datang di minggu ini. Memang undangan itu biasa saja bagi sebagian calon
sarjana di kota besar. Tapi tidak bagiku. Undangan ini adalah sesuatu yang istimewa.
Terutama bagi ayahku. Mengapa? Karena sebagai mantan dosen yang memilih hanya menjadi
seorang petani biasa? Ayah telah berhasil mengantarkan semua anaknya menjadi sarjana.
Tentu saja bukan hanya sarjana biasa. Tetapi istimewa. Bagaimana tidak istimewa?
Kak Ali adalah sarjana Ilmu Statistik yang sudah berhasil menyelesaikan S-2 Pendidikan Ilmu
Sosial dan sertifikasi penelitian sosialnya di Malaysia. Kak Nia adalah seorang dokter yang
sedang mengambil spesialisasi THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Dan aku sendiri, akan
menjadi sarjana seni rupa yang didaulat fakultas sebagai mahasiswa berprestasi dengan IPK
paling besar. 3, 86 berpredikat Cum Laude. Alhamdulillah.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 43
Di tengah penantianku itu, Kak Ali menghampiriku dari dalam rumah lalu berkata,
“bagaimana Nura, kapan kamu akan wisuda? Bapak sama Amah sudah dikasih tahu?”
“Wisuda tinggal dua minggu lagi, kak. Ini Nura lagi menunggu pak pos. Kata teman-
teman sih, kemungkinan undangannya bakal datang hari ini. Nanti kalau surat undangan
wisudanya sudah Nura terima, pasti ayah dan Amah ditelepon”.
“Ya semoga datang hari ini”, jawab kak Ali ringkas.
Sejurus kemudian pak pos yang ditunggu datang. Aku bergegas menghampirinya lalu
bertanya, “Untuk Nura ya pak?”
“Sebentar”, jawab Pak Pos sembari membuka melihat alamat tujuan.
“Bukan neng, ini untuk Bapak Zawali Anwar, M.Pd”.
“Oh!”, jawabku sembari menerima surat tersebut.
Mendengar namanya disebut, Kak Ali menghampiriku ke pagar dan berkata,
“Ada apa Ra? Memangnya surat itu untuk Kakak ya?”
Kuperhatikan alamat pengirim dan menyerahkannya langsung ke Kak Ali.
“Masya Alloh, ini surat dari Australian Social Work Foundation (ASWF). Balasan dari
proposal beasiswa penelitian yang kakak kirimkan setahunan yang lalu…Eh ternyata dibalas
juga. Kakak sempat berpikir mungkin surat yang kakak kirim nggak bakalan dibalas
lagi…Soalnya sudah lama banget dan mungkin aplikasi kakak memang belum rezekinya
untuk diterima”, ujar Kak Ali sambil terus melihat surat itu. Sebentar kemudian Kami pun
bergegas duduk di teras.
Kuperhatikan Kak Ali yang terlihat begitu serius membaca kata demi kata dalam surat
itu. Sejenak kemudian kelopak mata Kak Ali basah. Tanpa kuduga ia langsung berlutut lalu
bersujud syukur. Cukup lama aku lihat kak Ali bersujud, sembari nafasnya agak tersendat
seperti menahan tangis.
Bangun dari sujudnya, Kak Ali langsung memanggil Kak Nisa dengan suara agak
parau menahan tangis. Jarang sekali Kak Ali memanggil Kak Nisa dengan nada suara
sekencang itu. Seperti ada sesuatu yang penting dan genting.
“Ada apa kak? kenapa kakak sujud segala?”, tanyaku penasaran.
“Sebentar…kita tunggu Nisa dulu”, jawab Kak Ali sembari menghela nafas panjang.
Sesampainya di teras, Kak Ali langsung memeluk Kak Nisa dengan erat sambil
berkata, “istriku, Subhanalloh….subhanalloh….luarbiasa kekuasaan Alloh”.
Sambil terengah karena merasa sesak dengan pelukan Kak Ali, Kak Nisa menjawab,
“Ada apa suamiku, ada apa…eu…..ini…seben…taar….lepasin dulu dong pelukannya!”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 44
Spontan kak Ali melepaskan pelukannya sembari menunjukkan surat yang ia baca tadi
kepada Kak Nisa. Kulihat Kak Nisa menggenggam surat tersebut dengan tangan yang gemetar
seraya berkata, “Allohu akbar, Allohu akbar…. ini adalah hadiah Tuhan pada kita,
suamiiku!…hadiah besar!”
Aku hanya bisa terbengong-bengong melihat tingkah Kak Ali dan Kak Nisa. Dengan
nada suara agak manja kucoba menarik perhatian mereka, “ya sudah kalau rahasia, Nura ke
kamar dulu akh! Dicuekin siiiih”
“Eh Nura kamu mau kemana?, Dengerin dulu berita bahagia ini!”, rayu Kak Nisa
sambil memegang tanganku agar tidak pergi.
“Ayo duduk dulu, adikku…sini kakak jelasin! Adikku…Kakak Alhamdulillah dapet
berita yang sangat menggembirakan. Alhamdulillah proposal penelitian kakak diterima. Dan
kakak… boleh membawa satu orang dari keluarga untuk tinggal di Australia. Semua biaya
hidup selama penelitian akan dibiayai sepenuhnya. Itu artinya, kakakmu dan kakak iparmu
yang cantik ini – Nisa, nggak akan terpisahkan. Kami akan segera ke Australia bersama-sama.
Masya Alloh, ini sebuah keajaiban”.
Takdir Tuhan memang menyimpan banyak “rahasia” yang misterius. Hampir tiga
bulan yang lalu, Kak Ali dan Kak Nisa mendapat musibah yang cukup berat. Sekarang Alloh
menunjukkan rahasia dibalik hadirnya musibah itu. Ternyata ada sebuah hadiah besar yang
akan diberikan Tuhan pada Kak Ali dan Kak Nisa. Hadiah beasiswa yang membuat mereka
akan bersama-sama di Australia. Sungguh benar bunyi sebuah ayat yang sering kudengar dari
Ustadz Riri, “Bersama kesulitan selalu ada kemudahan” 12 .
Kalau dipikir secara logika manusia, seandainya saat ini anak Kak Ali itu lahir dengan
selamat, mungkin Kak Ali akan sedikit kebingungan sewaktu membaca surat itu. Bagaimana
tidak bingung? Karena yang ditanggung oleh ASWF hanya untuk satu orang. Itu artinya Kak
Ali harus memilih, antara berangkat sendiri meninggalkan anak yang masih bayi dan istrinya,
atau tidak jadi berangkat karena merasa berat jika harus kehilangan waktu emas bersama
anak. Luarbiasa sekali bagaimana cara Tuhan mengatur takdir-Nya. Di tengah badai cobaan
yang baru saja berlalu dari Kak Ali dan Kak Nisa, ternyata Tuhan menyimpan sebuah kabar
bahagia yang tidak pernah disangka-sangka.
“Eh, kamu kok jadi ngelamun gitu Nura? Bagaimana menurut kamu!”
Aku tidak mampu berkata apa-apa. Hanya mengangguk lalu sekejap kemudian
memeluk Kak Nisa yang pipinya basah dengan airmata.

12
Mafhum (pemahaman) terjemah QS. Al -Insyirah ayat 6

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 45
Tidak berapa lama, Kak Ali kembali berkata padaku,
“Oh iya, berarti nanti Kakak kemungkinan besar nggak bisa ikut wisudamu Ra! Nggak
apa-apa kan? Mau gimana lagi? Besok lusa kakak udah dipanggil untuk melengkapi berkas.
Minggu depannya kakak udah harus berangkat ke Australia”.
“Nggak apa-apa kak”, jawabku ringkas.
“Kamu mau disini atau bagaimana? Atau mau ke rumah ayah saja?”
Tentu saja aku belum tahu akan menjawab apa. Sejujurnya ini adalah sesuatu yang
tidak pernah kuduga. Tinggal sendiri di rumah Kak Ali tentu saja bukan sesuatu yang
menyenangkan jika harus dilakukan selama satu tahun lebih sampai dengan Kak Ali
menyelesaikan penelitiannya. Tapi kalau aku diam terus di rumah ayah selepas wisuda pun,
aku pasti akan bingung mau mengerjakan apa disana.
“Sudah begini saja, kamu pegang saja kunci rumah ini nanti ya Ra! Terserah kamu,
apa mau disini sambil nyari kerjaan, atau pulang kampung, atau rumah ini mau dikontrakin,
itu kita pikirin lagi nanti. Atau kamu mau tinggal dengan Nia, itu juga bagus kok. Jadi Nia ada
yang nemenin kalau suaminya lagi ke luar kota. Sekarang, sementara waktu, kita harus ngasih
tahu Ayah, Amah dan Umi dulu”, ujar Kak Nisa mencoba memberikan solusi.
Kami saling memandang satu sama lain dalam diam. Aku memang belum tahu apa
yang harus dilakukan menghadapi berita gembira ini. Sesaat kemudian Kak Ali berkata lagi
padaku, “Ya sudah begitu saja ya Ra! Sementara waktu, mungkin Kak Ali bakal ngomong
sama Ayah dan Amah supaya nemenin kamu disini sampai wisuda selesai. Setelah itu ya
terserah kamu saja bagaimana baiknya! Toh rumah ini mau kamu kontrakin juga nggak apa-
apa! lumayan kan uang kontrakannya bisa kamu gunain buat kebutuhan kamu selama di sini
nantinya… Atau buat apa kek‟ Terserah kamu!”.
Aku mengiyakan saja semua saran yang diungkapkan Kak Ali dan Kak Nisa itu.
Bagaimana pun juga, soal bagaimana aku setelah wisuda sebenarnya tidak terlalu penting
untuk saat ini. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana aku bisa membantu Kak Ali dan
Kak Nisa agar perjalanan ke Australia minggu depan bisa berjalan dengan baik.
Aku bersyukur dengan berita baik ini. Aku yakin ini adalah hadiah besar yang akan
mengobati kesedihan Kak Ali dan Kak Nisa kemarin. Semoga mereka meraih asa baru dan
samudera kebahagiaan, saat berada di negeri Kangguru itu. Amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 46
<6>
HARAPAN TERPENDAM

“Jangan pernah menyerah untuk terus mencoba apa yang


benar-benar kamu ingin kerjakan … Jika di dalamnya ada cinta dan
inspirasi, saya tidak berpikir bahwa kamu akan salah langkah”
(ELLA FITZGERALD)13

#Takkan_Terlupakan
Sudah dua minggu sejak wisuda, aku menikmati suasana desa Cisahari yang sejuk dan
minim polusi. Tidak banyak kegiatan yang bisa kulakukan disini. Setiap pagi yang kulewati
nyaris sama dari hari ke hari. Memberi makan beberapa ayam ternak dan kambing milik ayah.
Sisanya, membantu Amah menyiapkan sarapan dan bekal ayah untuk ke sawah. Itu saja
rutinitas pagiku tidak pernah berubah.
Dan pagi ini, aku sudah berniat untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Aku tidak
mau hasil belajarku di kota besar selama belasan tahun, berkarat hanya gara-gara aku
kebanyakan bengong di desa ini. Sejak semalam, aku sudah mempersiapkan kamera polaroid
kesayanganku, pensil, dan beberapa peralatan menggambar. Pagi ini aku akan mengabadikan
aktifitas ayah dan Amah sejak mereka ke sawah sampai dengan pulang.
Sebagai seorang sarjana seni rupa yang diberikan anugerah bisa menggambar dan
fotografi oleh Tuhan, aku kira inilah saatnya aku menggunakannya untuk pure seni. Yang
hasil sudah jadinya, akan aku hadiahkan pada ayah dan Amah pada waktu yang tepat. Jujur
saja, sampai saat ini aku belum pernah memberi sesuatu pada ayah dan Amah dari anugerah
bakat seni ini. Padahal seharusnya aku bersyukur memiliki orangtua yang tidak pernah
membatasiku dalam mengerjakan dan mengejar apapun yang aku sukai.
Aku ingat sewaktu dahulu – Tahun 1996 – saat lulus SMA, ayah mengajakku
berbincang sesuatu yang tidak pernah bisa aku lupakan sampai dengan saat ini. Sebuah
perbincangan, yang membuatku yakin memilih seni rupa sebagai pilihan kuliahku.
Ayah berkata, “Anakku, sebulan yang lalu, sewaktu ngeberesin gudang di rumah kita,
ayah melihat tumpukan buku gambar hasil karyamu sewaktu masih SD. Ayah melihat satu

13
Seorang perempuan berkulit hitam yang mengejar mimpinya untuk menjadi seorang penyanyi music Jazz (w.
1996). Ia dikenal sebagai legenda musik Jazz di Amerika Serikat yang memenangi 13 Penghargaan Grammy
Award.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 47
persatu halaman hasil gambarmu itu…Mmmh, menurut ayah itu luar biasa, kamu sangat
berbakat dalam seni rupa, anakku! Nggak semua orang memiliki bakat yang langka itu. Dua
kakakmu saja nggak punya bakat itu. Kalau ayah boleh tahu, apakah sekarang kamu masih
suka menggambar? Gimana perasaan kamu kalau lagi menggambar? Seneng nggak? Suka?”
Aku terdiam beberapa saat. Ada satu perasaan halus dalam hati, yang membuatku
merasa seakan terbang melayang ke angkasa luar. Seperti perasaan bahagia seorang anak
kecil, yang dibelikan mainan kesukaan oleh orangtuanya.
Setelah larut dalam perasaan halus yang membahagiakan itu, aku katakan dengan terus
terang pada ayah bahwa menggambar itu seperti sahabat bagiku. Ketika aku sedih, dengan
menggambar itulah aku bisa ceria lagi. Dan ketika aku sedang bosan, dengan menggambarlah
pula aku jadi semangat kembali. Mana mungkin aku tidak senang atau berhenti menggambar.
Mendengar jawabanku itu, ayah berkata lagi, “Kalau kamu menyukainya dan kalau
kamu merasa nggak bakalan berhenti menggambar, ayah pikir alangkah baiknya jika kamu
menekuninya lebih jauh, anakku! Jangan sampai kamu menyia-nyiakan karunia dan bakat
langka itu”.
“Maksud ayah, lebih baik Nura kuliah di jurusan seni rupa, gitu Yah?”, tanyaku
menebak arah pembicaraan ayah.
Ayah menjawab, “Maksud ayah sih nggak seperti itu, anakku! Maksud ayah, jangan
sampai ketika kamu kuliah nanti, kamu jadi lupa dengan hal-hal yang kamu senangi. Kuliah
itu nggak gampang, anakku! Kamu membutuhkan lebih dari sekedar kecerdasan otak untuk
bisa menjalani kuliah dengan sepenuh hati…Ayah hanya ingin kamu selalu bahagia dan enjoy
dengan apa yang kamu kerjakan…Jangan sampai kamu memilih atau mengerjakan sesuatu
yang membuatmu kehilangan waktu dan kesempatan. Sedangkan waktu itu…kita semua
tahu… Nggak akan pernah bisa kembali jika sudah terjadi.
“Ayah selalu mendukung apapun pilihan jurusan kuliahmu nanti. Apa yang ayah
bicarakan dengan kamu ini, hanya sekedar ingin berbagi tentang arti mensyukuri karunia
Tuhan, anakku! Tuhan kan nggak sembarangan memberimu bakat menggambar! Pasti ada
tujuannya. Pasti ada tujuan dibalik karunia itu!
“Ini hanya pesan seorang ayah pada anaknya. Anak yang memiliki bakat langka. Pesan
seorang ayah, yang nggak mau kalau anaknya kehilangan hal-hal yang disenanginya. Pesan
seorang ayah, yang ingin anaknya semakin berbahagia dengan karunia yang telah diberikan
Tuhan padanya”.
Begitulah…ayah yang aku tahu sejak dari dulu, ialah sosok seorang ayah yang jauh
dari sikap otoriter. Disaat kebanyakan teman-temanku sibuk mempersiapkan diri agar
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 48
diterima di berbagai jurusan perguruan tinggi yang berprospek bagus secara karir, ayah justru
membimbingku untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang “kebahagiaan”.
Dan akhirnya ya seperti sekarang ini! Kini aku telah menjadi seorang sarjana dari
jurusan yang memang sudah seperti nafas bagiku. Aduhai….jika saja bukan karena
perbincangan yang bersejarah itu, maka aku tidak tahu akan seperti apa aku hari ini.
Yang jelas, dari empat sahabatku semasa SMA yang kuliah di Kedokteran, hanya dua
orang saja yang bertahan. Itu pun belum lulus sampai sekarang. Dua orang lagi tidak mampu
bertahan karena alasan yang aku sendiri tidak tahu. Boleh jadi salahsatu sebabnya adalah
seperti yang pernah ayah pernah katakan, “kehilangan hal-hal yang disenanginya”.
“Hallooo cantik! Pagi-pagi sudah ngelamun, kalah dong sama burung!”, gebrak Amah
memecah nostalgiaku di masa lalu.
Sambil menutup muka karena malu aku menjawab, “Bukan ngelamun Mah! Tapi lagi
cari inspirasi…hehehe”.
“Oh begitu toh kalau sudah jadi sarjana seni rupa, kerjaannya itu cari inspirasi ya?
Hahahaha… Kamu mau ikut kami ke sawah nggak? Atau mau seperti kemarin lagi wae,
nongkrong manis di depan kandang Si Jalut – Nama kambing terbesar milik ayah – Gimana
mau ikut nggak?”
Aku segera meloncat dari kasur lalu bergegas mengambil tas berisi perlengkapan
gambar yang sudah dipersiapkan. Beberapa menit kemudian mengikuti langkah ayah dan
Amah menuju sawah. Mengabadikan semua aktifitas mereka di dalam kertas-kertas yang aku
gambar dan jepretan kamera polaroid hadiah Kak Nia setahun yang lalu.
Dan seiring senja di langit desa Cisahari, selesailah “rekaman indah – kisah bersawah
– ayah dan Amah”. Kami pun lantas pulang ke rumah, melepas semua lelah, yang kami lewati
semenjak pagi yang cerah, hingga sore ketika langit mulai memerah.

#Mimpi_Lama
Harmoni suara jangkrik dan katak bersahutan di malam hari desa Cisahari. Seakan
mengiringi kekagumanku dengan jejak-jejak romantisme ayah dan Amah di sawah, yang
tergambar jelas di dalam foto-foto polaroid hasil jepretanku. Kulihat Amah selalu ceria saat
membantu ayah di sawah. Sedangkan ayah, matanya seakan tidak pernah lepas dari
perhatiannya pada Amah. Aku sering bertanya dalam hati, apa rahasia dibalik cinta mereka?
Apakah hanya ada di ayah, yang sering Amah sebut sebagai lelaki berhati cinta? Atau dalam
diri Amah pun ada rahasia, yang membuat ayah selalu seperti seorang anak muda yang baru
kasmaran jika sedang bersama Amah.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 49
Memang banyak misteri yang belum aku tahu dari dua orang terkasihku ini. Dalam
kesederhanaan hidup yang mereka jalani hingga saat ini, kisah cinta indah mereka kupikir
lebih indah dari drama cinta seorang pangeran dan putri jelita. Bagaimanapun juga, cinta
memang tidak akan terukur dengan padanan harta dan materi. Materi bisa membeli kasur
yang empuk, itu pasti. Tapi materi tidak bisa mengubah kepedihan penjara menjadi seperti
istana. Hanya cinta yang bisa menyulap kepedihan menjadi keindahan. Persis seperti kata
mutiara George Sand, “There is one happiness in life – To Love and be loved”14 .
“Nura….ayo kita makan malam dulu…Nuraa!”, teriak ayah agak keras. Memecah
perjalanan imajiku. Segera aku membereskan belasan foto polaroid yang tadi kulihat, lalu
bergegas menuju ruang tengah. Kulihat ayah dan Amah sudah duduk manis menungguku.
“Aduh anak perawan Amah ini, sukanya diam di kamar saja! Ayo sekarang kita makan
dulu. Ayahmu yang ganteng ini, khusus lho membuatkan pepes bakar ikan mas untukmu”,
ujar Amah sembari menatap ayah dengan wajah manja.
“Wah wah, ini kan makanan kesukaanku sejak dulu…makasih ayah!”, jawabku
langsung menyerbu. Ayah dan Amah tersenyum melihat tingkahku, yang seperti belum
makan sejak pagi.
Ditengah nikmatnya menyantap sajian makanan, terdengar bunyi telepon rumah.
“Kriiing….kriiing….kriiiing….kriiiiing” Awalnya kami saling menatap. Sekejap kemudian
aku berdiri lantas berjalan mengangkat telepon. Aku malu jika terus merepotkan ayah dan
Amah dalam segala hal. Ayah dan Amah terlihat sedang khusyu menikmati makanan. Lebih
baik aku saja yang mengangkat telepon.
“Assalamu‟alaikum”
“Wa‟alaikum salam, Nura ya? Ini Kak Ali, bagaimana kabarmu?”
“Eih…kakakku yang pintar, Alhamdulillah kak sehat! Bagaimana kakak dan kak Nisa
di Melbourne sana? Sehat juga kan?”
“Alhamdulillah adikku…sehat juga. Ayah dan Amah bagaimana?”
“Alhamdulillah juga kak, ayah dan Amah sehat selalu”
Terlihat ayah mendekatiku sambil memberi isyarat agar aku memberikan gagang
telepon padanya. Lalu ayah berkata pada Kak Ali, “Apa kabar Li? Bagaimana di Melbourne
kamu sudah bisa menyesuaikan diri dengan cuacanya? Istri kamu bagaimana, sehat?”

14
Makna bebasnya : “Hanya ada satu keba hagiaan saja dalam kehidupan, yaitu mencintai dan dicintai”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 50
“Eh… Ayah, alhamdulillah sehat Yah! Cuacanya memang lagi musim dingin. Tapi
Alhamdulillah saya dan Nisa bisa menyesuaikan diri. Ayah, gimana nih, Nura ngerepotin
nggak di rumah?”
“Masa anak sendiri ngerepotin? Ya nggak lah. Hanya saja adik bungsumu ini lebih
banyak diam di kamar terus beberapa hari ini. Nggak tahu bosan atau apa?”
Aku hanya bisa cemberut saat ayah mengatakan itu. Segera kuambil lagi gagang
telepon dari tangan ayah. Ayah tersenyum lalu duduk kembali di dekat Amah.
“Nggak diem di kamar terus kok, hanya bosen saja kak! Sudah terbiasa dari dulu
berangkat pagi kuliah, buka buku, ini dan itu di Jakarta. Sekarang lebih banyak diam, ya pasti
ada bosannya kan kak, ya nggak?”, ujarku mencoba berkilah.
“Kamu bosan ya Ra? Jadi kamu pengennya gimana?”, Tanya Kak Ali
“Mmmh gimana ya? Ya inginnya sih ada kegiatan rutin apa gitu, daripada banyak
diem di rumah. Tapi kan… Kak Ali juga lagi jauh, ya mau gimana lagi?”.
“Kalau mengajar mau nggak? Jadi guru!”
Aku terdiam sesaat. Mengajar? Itu adalah salahsatu mimpiku sejak dulu. Selain dari
menggambar, aku memang sangat ingin menjadi guru. Tapi menjadi guru apa, aku pun tidak
tahu. Kalau menjadi guru seni rupa, pasti sangat jarang kalau di kota besar seperti Jakarta.
Rasa-rasanya sulit menemukan sekolah yang membutuhkan guru seni rupa.
“Eh kamu ini, Nura…ditanya kok malah diam. Bagaimana kamu mau nggak?”
“Dimana mengajarnya kak? Emang ngajar apa? Di Jakarta kan susah kalau cari
lowongan guru seni rupa mah?”, jawabku sekenanya.
“Udah kamu nggak usah susah-susah mikirin cari lowongan. Kakak kan punya banyak
teman. Kamu ingat sama teman kakak yang namanya Razi nggak? Yang datang ke rumah
kakak buat beli mobil itu lho!”
“Iya masih ingat kak!”, jawabku sambil mengernyitkan dahi, bertanya-tanya apa
hubungannya soal mengajar dan orang itu – Mas Razi.
“Razi itu punya sanggar pendidikan gratis untuk para anak jalanan dan pemulung.
Namanya SAKOLA. Kepanjangan dari Sanggar Kolong Langit. Waktu itu kami ngobrol
kalau sanggarnya itu memang lagi membutuhkan beberapa guru relawan. Siapa tahu sekarang
dia masih membutuhkan, Ra!”
“Sanggar pendidikan gratis? Di daerah mana kak. Boleh juga tuh!”
“Di daerah Pondokgede. Sebentar, kakak lihat dulu kartu nama Razi. Disana ada
alamat sama nomor teleponnya”. Sambil menunggu kak Ali yang mencari kartu nama, aku
pun mengambil pensil di kamar untuk mencatat. Sesaat kemudian Kak Ali melanjutkan,
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 51
“Ini dia alamatnya : SANGGAR KOLONG LANGIT (SAKOLA). Gg. H. Syafii –
Jalan Pondokgede KM 02 – Jakarta Timur. No Telp : (021) 8498644. Tulis jangan lupa! Nanti
kakak bakal nelpon dulu ke Razi, mudah-mudahan dia masih butuh relawan”.
“Iya kak. Terus kapan kepastiannya?”
“Tenang saja, adikku! Lusa nanti kakak telepon lagi ya! Kalau kira-kira kamu sreg, ya
sudah.. Siap-siap saja berangkat ke Jakarta lagi. Eh…tapi kamu mengerti kan artinya guru
relawan? Artinya kamu jangan berharap memperoleh gaji disana. Kata Razi waktu itu sih,
insya Alloh buat pengajar ada uang transportnya tiap sekali ngajar. Tapi kalau soal gaji ya
nggak ada. Bagaimana kamu siap nggak kalau nantinya bakal begitu?”
“Tenang saja kak, yang penting sekarang Nura ada kegiatan dulu deh. Soal uang mah
kan gampang…kan masih ada uang bulanan kontrakan rumah Kakak yang setia mengisi
dompet Nura, hehehe”.
“Oke deh, syukurlah. Salam buat ayah dan Amah ya! Nanti kakak telepon lagi”
“Iya kakakku yang baik… Salam ke Kak Nisa!”
“Iya, adikku… Assalamu‟alaikum!”
“Wa‟alaikum salam!”
Selepas menutup telepon, aku duduk kembali di dekat Amah yang baru selesai makan.
Dengan wajah penasaran, Amah bertanya, “Kamu ditawarin buat ngajar sama Ali, anakku?”
“Iya Mah! Jadi guru relawan katanya!”.
“Bagus dong! Lumayan buat pengalaman kamu nantinya. Hitung-hitung beramal juga
kan! Kapan rencananya?”
“Belum tahu... Nanti mau ditanyain dulu sama Kak Ali ke temennya yang punya
sekolahnya. Sekolah buat anak jalanan katanya”
“Alhamdulillah, apapun namanya yang penting baik. Sekarang mah kamu nggak usah
dulu mikirin uang ya! Ayah dan Amah masih ada, uang kontrakan rumah Ali pun kamu yang
pegang juga kan? Yang penting sekarang kamu ada kegiatan. Apalagi sejak dulu kamu ingin
jadi guru kan, sayang? …Tuh kan, pasti kamu bakal seneng nanti kalau mengerjakan sesuatu
yang memang kamu sukai. Insya Alloh bakal berkah, anakku!”
“Iya Mah, doanya ya Mah!”
“Iya tenang saja. Ya sudah, sekarang kamu lanjutin dulu makan kamu yang belum
beres itu. Terus tolong beresin piring-piringnya ke dapur ya! Ayah dan Amah mau istirahat
dulu. Namanya sudah tua, abis berlama-lama di sawah tadi, pasti cape bawaannya”, ujar
Amah menutup obrolan denganku sembari menggandeng tangan ayah ke kamar.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 52
Sambil kembali meneruskan makan malamku yang belum selesai, aku renungkan lagi
apa yang Amah sampaikan tadi. Kata-katanya memang sederhana. Tapi menurutku
menyimpan hikmah yang mendalam. Seakan-akan Amah ingin mengingatkan, bahwa ada
keberkahan dibalik mengerjakan sesuatu yang disukai. Ada keindahan tersendiri dibalik
melakukan sesuatu yang dicintai. Ya…semoga saja nanti masih ada peluang bagiku untuk
bisa mengajar di Sanggarnya Mas Razi, amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 53
<7>
TIMBANGAN HATI

“Dan orang terbodoh adalah orang yang


tidak yakin atas apa yang ada dalam dirinya”
(ABAH AOS QS)15

#Nostalgia_Cinta
Masa tenang selepas krisis politik Indonesia Tahun 2001, aku sudah berada di Jakarta
lagi. Bedanya, sekarang aku tidak lagi tinggal di rumah Kak Ali, melainkan di rumah Kak
Nia. Rumah Kak Ali aku kontrakkan kepada beberapa adik kelas di kampus. Setidaknya aku
bisa mempercayai mereka untuk menjaga dan merawat perabotan rumah Kak Ali. Selain
murah harga kontraknya, mereka pun mendapat fasilitas gratis seperti komputer, televisi,
peralatan dapur, dan mesin cuci. Sesuatu yang terbilang mewah untuk ukuran mahasiswa. Dan
bagiku sendiri, uang kontrakannya insya Alloh bisa mencukupi keseharianku selama di
Jakarta. Tidak merepotkan Kak Nia ataupun ayah di desa.
Hari ini adalah hari keduaku datang ke Sanggar Kolong Langit (SAKOLA) asuhan
Mas Razi. Pengalaman pertama datang kesana, aku sekedar diwawancarai Mas Razi. Dia
banyak bertanya soal hobi, pendidikan, visi hidup, dan anehnya bertanya juga soal pasangan
hidup. Sesuatu yang sama sekali belum aku pikirkan secara serius.
Aku memang pernah merasa suka pada seorang laki-laki. Yang kuingat hanya dua
kali. Pertama saat aku kelas 3 SMP. Aku suka pada Firman. Itulah namanya. Kenapa aku
suka? Tidak terlalu jelas mengapa. Yang pasti dan aku tahu saat itu, dia menarik dan harum.
Jarang aku temukan ada laki-laki yang harum seperti dia ketika itu. Kebanyakan teman laki-
laki yang aku kenal bau badan dan dekil.
Kedua saat aku kelas 2 SMA. Aku suka pada kakak kelasku. Jerry namanya. Dia
seorang siswa yang biasa-biasa saja. Yang aku suka darinya bukan wajah, kecerdasan, apalagi
“gaya” seperti yang biasa teman-temanku sukai dari anak laki-laki. Jerry hanyalah seorang
anak ibu Kantin sekolah. Tapi…ada yang istimewa darinya. Jerry adalah anak yang mandiri.
Dan itulah yang aku sukai darinya. Berkat kemahirannya bermain Bola Voli, dia mendapat
15
Nama panggilan Asy-Syaikh Muhammad Abdul Gaos SM Al -Qodiri An-Naqsyabandi Al -Kamil QS (Wali Mursyid
TQN PP Suryalaya ke- 38). Beliau telah menulis banyak Karya Tasawuf, baik yang berbahasa Indonesia maupun
Bahasa Arab. Kutipan di atas ialah salahsatu tulisan beliau dalam Kitabnya yang berjudul “Fath al-Jaliil” (Terbit
pada Tahun 2004) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Dr. Syuhudul Anwar, M.Ag dengan
judul “Shifat-shifat Kesempurnaan Lautan Tanpa Tepi” (Hal. 54 : Cetakan Tahun 2012).

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 54
tempat di Tim Voli sekolah dan pernah mewakili Jakarta untuk ikut Pekan Olahraga Daerah
(PORDA) dan Pekan Olahraga Nasional (PON).
Tapi nasib dua kisah cinta monyetku itu lenyap begitu saja. Sekedar suka dan tidak ada
apa-apa selain hanya itu…SEKEDAR SUKA. Sedangkan apa yang Mas Razi ingin tahu
dariku mungkin lebih dari itu. Lebih dari soal suka. Tapi cinta, atau mungkin pacaran. Atau
apalah namanya yang aku belum pernah alami sampai dengan sekarang.
Sejak aku tinggal di Jakarta, Kak Ali sudah banyak memberikanku cinta dan kasih
sayang seorang kakak yang menurutku lebih dari cukup. Mungkin karena itulah aku merasa
tidak pernah terpikir untuk berpacaran seperti teman-temanku yang lainnya. Kak Ali selalu
memberiku kenyamanan ditengah masa beratku sebagai remaja.
Sewaktu dilanda “hujan jerawat” di wajahku semasa SMP, Kak Ali begitu perhatian
memberiku beberapa buku tentang tips merawat wajah. Walhasil, wajahku tidak berlama-
lama dihujani jerawat yang sering bikin anak gadis seusiaku kelabakan dan tidak percaya diri.
Aku pun ingat sewaktu Jakarta dilanda demam film Titanic16 , Kak Ali begitu setia
menemaniku untuk nonton, jalan-jalan, asyik-asyikan, dan bahkan pernah sampai bikin
beberapa temanku naksir pada dia. Yang jelas, aku tidak pernah merasa kesepian selama di
Jakarta. Tidak pernah merasa seperti kehilangan atau kekurangan cinta. Kak Ali selalu
memberikan banyak kenangan yang indah di masa remajaku. Ya mungkin itulah yang
membuat aku belum memikirkan soal pacar atau pasangan hidup secara serius.
Sewaktu aku bertanya apa hubungan SAKOLA dengan pertanyaan pasangan hidup,
Mas Razi menjelaskan bahwa itu penting untuk dia ketahui. Mas Razi menjelaskan lebih jauh
bahwa dia pernah menerima dua orang gadis seusiaku yang ingin menjadi relawan namun
ternyata tidak bertahan lama. Penyebabnya ialah, satu orang terlalu sibuk berpacaran sehingga
sering tidak disiplin mengajar di SAKOLA, dan orang yang kedua berhenti karena terpaksa
harus menikah gara-gara hamil duluan.
“Aku nggak mau kejadian itu terulang lagi, setidaknya berjaga-jaga”, begitu jelas Mas
Razi kala itu. Menurutnya, untuk menjadi relawan secara aktif di SAKOLA itu sangat
diperlukan komitmen yang kuat. Kalau hanya dijadikan sekedar mengisi waktu saja, lebih
baik tidak perlu menjadi relawan. Menurutnya lagi, untuk menjadi relawan di SAKOLA itu
memerlukan kesabaran tingkat tinggi. Karena berhadapan dengan para anak jalanan yang
terbiasa hidup keras. Jadi kalau ada yang ingin menjadi relawan namun bermental manja dan
sekedar coba-coba atau main-main saja, maka pasti tidak akan betah.

16
Film yang terkenal di tahun 1997 dan 1998

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 55
Yang paling digarisbawahi mas Razi soal relawan SAKOLA adalah soal passion –
soal minat atau rasa suka. Seseorang yang ingin menjadi relawan harus berasal dari hati
bahwa dia ingin berbagi sesuatu dengan anak-anak jalanan yang dibina. Tidak jadi soal
relawan itu tidak terlalu pintar. Yang penting ada niat yang kuat untuk memberi sesuatu yang
bermanfaat bagi murid-murid yang ada di SAKOLA. Begitulah pengalaman pertamaku saat
datang ke SAKOLA dan bertemu Mas Razi. Dan sekarang, waktu sudah hampir jam 9 pagi.
Artinya, aku sudah harus berangkat ke SAKOLA. Semangat!!!!

#Terawang_Cinta
Lalu lintas di Jakarta memang menjadi “kenangan” tersendiri bagi siapapun yang
pernah tinggal ataupun sekedar mampir. Kenangan yang dimaksud ialah “Kemacetannya”.
Begitupun aku yang sudah belasan tahun hidup disini, macet sudah jadi makanan sehari-hari.
Seperti itulah yang kualami di hari ini. Aku harus bersabar hingga satu jam setengah lebih
untuk bisa sampai di SAKOLA. Yang berarti telat setengah jam lebih dari janjiku pada Mas
Razi seminggu yang lalu.
Sesampainya di SAKOLA, aku berjalan agak cepat menuju ruangan guru yang tiada
lain adalah sebuah ruangan seluas 4 x 5 m2. Tidak luas memang, tetapi mencukupi untuk diisi
oleh empat orang relawan termasuk aku. SAKOLA memang tidak terlalu luas. Bangunan dan
tanahnya yang seluas 15 x 5 m2 itu, tiada lain adalah warisan dari almarhum ayah Mas Razi
beberapa tahun ke belakang. Begitulah penjelasan yang aku tahu dari Mas Razi saat
pertemuan pertama.
“Assalamu‟alaikum”, sapaku sembari mengetuk pintu ruangan guru.
“Wa‟alaikum salam”, jawab Mas Razi membuka pintu.
“Waduh kamu telat ya neng, ayo sini-sini…kita ngobrol-ngobrol dulu lagi. Kebetulan
hari ini kita libur. Jadi kamu bisa kenalan dan ngobrol dengan teman-teman sesama relawan
disini”, lanjut Mas Razi sembari matanya mengarah pada dua orang teman relawan yang
belum aku kenal.
“Iya mas, jadi bagaimana jadwalku hari ini?”, jawabku kikuk karena malu.
“Ya sudah sekarang jadwalnya santai dan kenalan. Ayo kesini neng, ini meja kamu
ya!”, ujar Mas Razi sembari menunjukkan sebuah meja kosong di sudut belakang ruangan.
“Teman-teman, kenalkan ini rekan baru kita, Nura Hamidah. Yang akan bantuin kita
ngajar menggambar. Silahkan berdiri ibu Nura Hamidah!”, lanjut Mas Razi memberi isyarat
padaku untuk berdiri.
Akupun berdiri cukup lama sambil tetap terdiam.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 56
“Lho kok diem? Kenalan dong?”, Tanya seorang relawan pria yang duduk tepat di
depan mejaku.
“Euh…iya nama saya Nura Hamidah. Hehe, saya belum ibu-ibu, jadi jangan panggil
ibu. Mending panggil nama saya saja, “Nura”. Saya belum banyak pengalaman mengajar,
kawan-kawan! Jadi mohon sarannya ya”, jawabku sekenanya disusul perkataan Mas Razi,
“Oh iya bukan Ibu Nura maksud saya, tapi saudari Nura, teman-teman! Selanjutnya mari kita
kenalan satu persatu. Yang ada di depan Saudari Nura itu namanya Kang Safir. Beliau
rekrutan anak jalanan. Tugasnya adalah menjaga 20 siswa anak jalanan binaan sanggar ini,
agar tetap mau terus belajar disini dan nggak kabur. Beliau ini relawan lapangan. Dan
Alhamdulillah pengabdiannya tidak mengecewakan. Silahkan berdiri Kang Safir!.
“Nah yang mejanya ada di samping kanan saudari Nura, panggil saja Mbak Tiwi.
Nama aslinya Rastiwi Putri. Dia ini seorang lulusan sastra sekaligus penyair terkenal di
kampusnya dulu. Mbak Tiwi ini adalah relawan pertama yang bergabung disini. Jadi kalau
saudari Nura ada perlu ditanyakan, bisa melalui mbak Tiwi. Ayo kita kasih tepuk tangan pada
mbak Tiwi Sang Penyair!
“Dan yang sudah tidak asing lagi adalah orang yang berdiri di hadapan saudara-
saudari semua ini! Inilah saya Raziqul Haq. Panggilan kerennya, Razi. Orang paling bego se-
kolong langit yang ingin menjadi sahabat orang-orang paling cerdas se-kolong langit. dan
bercita-cita…ingin memperjuangkan kecerdasan bagi orang-orang lemah di kolong langit
ini”, jelas Mas Razi panjang lebar memperkenalkan dirinya dan dua relawan lainnya.
Kami semua tersenyum mendengar penjelasan Mas Razi yang terakhir itu. Baru kali
ini aku bertemu dengan orang yang mengaku sebagai orang paling bego tapi memiliki cita-
cita ingin mencetak orang-orang miskin yang pintar. Aneh sekaligus unik.
Ketika pertama kali melihatnya di rumah Kak Ali, aku keliru karena menilainya dari
penampilan saja. Setelah bertemu untuk kedua kalinya ini aku baru mengerti mengapa dahulu
kak Ali bisa ceria kembali saat bertemu Mas Razi. Salahsatu alasannya mungkin karena
sikapnya yang unik itu. Yaitu humoris dan tidak suka menonjolkan diri.
“Ada pertanyaan lain lagi saudari Nura?”, Tanya Mas Razi padaku sembari sedikit
menggebrak mejanya. Sontak aku kaget. Refleks kujawab sekenanya, “Cukup pak, eh Om, eh
Kang, eh Mas!”
Gelak tawa pun langsung riuh mengisi sudut-sudut ruangan guru. Mewarnai obrolan
pertamaku dengan para relawan SAKOLA. Tidak terasa obrolan itu berjalan sekira dua jam
lebih. Ngalor ngidul kemana-mana tidak karuan. Yang paling berkesan adalah gaya bicara
Kang Safir yang bersuara keras dan terlihat kurang mampu menahan bahasa “jalanan” yang
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 57
keluar dari mulutnya. Sesekali Mas Razi menimpalinya dengan humor-humor lepasnya, yang
menghangatkan obrolan kami sehingga tidak jadi membosankan. Sedangkan aku dan mbak
Tiwi, lebih banyak mendengarkan perkataan kedua pria itu.
Sekira Jam satu lewat sepuluh menit aku pamit pada Mas Razi untuk pulang karena
Kak Nia sudah menungguku. Rencananya kami akan mampir ke sebuah pameran seni lukis di
daerah Kota Tua. Sesuatu yang sering aku lakukan semasa menjadi mahasiswa. Hanya saja,
dahulu aku sering datang ke pameran bersama teman-teman kuliah saja. Karena sangat jarang
Kak Ali memiliki waktu kampus. Di hari libur pun, Kak Ali biasanya banyak menghabiskan
waktu di rumah.
Sampai sekarang aku sudah dua kali jalan-jalan dengan Kak Nia selama di Jakarta.
Walaupun Kak Nia seorang dokter, dia tidak pernah ketinggalan untuk soal hiburan dan jalan-
jalan. Kesibukan yang padatlah mungkin yang membuat hiburan menjadi salahsatu
kebutuhannya. Sehingga boleh jadi, hiburan dan jalan-jalan adalah salahsatu penawar ampuh
bagi rasa lelahnya selama ini.
“Nura, bagaimana asyik nggak ngajar di sanggar itu? Anak-anaknya pada bandel
nggak sih?”, Tanya Kak Nia membuka obrolan kami di mobil.
“Belum mulai ngajar kak, tadi hanya perkenalan sesama relawan di SAKOLA saja
kak. Lucu-lucu juga orangnya”, jawabku.
“Maksudnya lucu bagaimana? Kamu naksir salahsatu dari relawan? Waduh bahaya.
Baru dua kali kesana kamu sudah kepincut cowok!”
“Bukan gitu maksudnya, Kak…apa-an sih?”, ketusku.
“Hahahaha, ya nggak apa-apa kamu mau naksir juga! Kamu kan sudah dewasa adikku
yang cantik! Masa sudah dewasa nggak kenal cinta”, balas Kak Nia tertawa lebar.
“Maksudku lucu-lucu itu pada enak ngobrolnya Kak! Nggak kaku dan nggak pada
jaim orangnya..Selow gitu lho”, jelasku.
“Ooooo….begitu toh! Kirain kamu lagi naksir salahsatunya! Ya kalau naksir juga
boleh sih, tapi…..!”
“Tapi apa sih kak? Aneh ah”, tanyaku sambil mencubit lengan Kak Nia.
“Tapi ya lihat-lihat dulu yang jelas orangnya. Jangan sembarangan naksir. Apalagi
kamu khan sudah dewasa, bukan waktunya lagi naksir kayak anak SMP”
“Apa-aaaaan sih Kak Nia ini, jadi ngomongin kayak gitu. Nura nggak naksir noksur
nikser kok…aah, gimana sih kakakku yang satu ini”
“Hahahaha, kamu ini Nura? Udah gede tapi masih kayak bocah. Apa yang kakak
omongin ini bener adanya. Kalau kamu mau naksir, ya jangan sembarangan. Harus dengan
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 58
perhitungan. Dan menurut kakak, memang sudah waktunya kamu kenal cinta. Memangnya
sampai sekarang kamu belum punya pacar atau cowok idaman, gitu?”
Mendengar pertanyaan Kak Nia yang to the point seperti itu, aku menjawab agak
panjang, “Aduduh stop kak! STOP! Kemarin Mas Razi yang bertanya soal itu. Sekarang Kak
Nia. Memangnya nggak ada pertanyaan lain apa? Kalau Mas Razi bertanya kan jelas tujuan
pertanyaannya. Nah Kak Nia bertanya dalam rangka apa?”
Kak Nia kembali tertawa kegelian. Dengan nada penasaran ia kembali berkata padaku,
“Nggak ada itu yang namanya laki-laki bertanya pacar ke perempuan karena alasan yang
jelas. Pasti ada juga tujuan yang nggak kamu tahu, adikku! Kamu kok naif banget sih
Ra?...Daripada nanya-nanya soal dalam rangka, lebih baik nanti di pameran Kakak kenalkan
kamu ke salah satu teman kakak ya! Nggak usah komentar dulu sekarang mah. Kenalan aja
dulu, baru nanti komentar! Kakakmu ini kan sudah terkenal menjadi mak-comblang. Kak Ali
sama Nisa saja kan kakakmu yang cantik ini yang mengenalkan alias nyomblangin. Hayo,
kamu mau meragukan kakakmu ini?”
Terdiam mulutku tidak mampu menjawab pernyataan Kak Nia. Memang benar Kak
Ali dan Kak Nisa sukses menjadi suami-istri karena peran Kak Nia yang mengenalkannya.
Dan aku pun tahu Kak Nia bukan orang yang sembarangan soal cinta mencinta. Kecuali
mungkin soal Amah saja, yang sampai sekarang masih banyak merasa khawatir tentang Kak
Nia dan rumah tangganya.
Daripada aku nekat mengelak pernyataan Kak Nia, lebih baik aku diam saja tidak
melawan lagi perkataan Kak Nia. Dibalik sikap tegas dan blak-blakannya itu, aku tahu Kak
Nia ialah sosok pribadi yang sangat peduli pada keluarganya.
Aku jadi ingat saat Kak Nia berselisih paham dengan Kak Ali soal soal pilihan
kuliahku dahulu. Saat itu Kak Nia bersikap keras mengatakan pada Kak Ali bahwa
kesuksesan seseorang tidak mesti berdasarkan pilihan yang disukai. Tidak semua orang yang
memilih kesukaannya akan meraih kesuksesan. Banyak orang yang bergerak di bidang yang
bukan kesukaannya, tetapi mendapatkan kesuksesan juga.
Menurut Kak Nia, ada yang lebih penting daripada soal pilihan. Yaitu peluang.
Menurutnya peluang itu lebih berharga daripada pilihan atau rasa suka. Aku masih ingat Kak
Nia pernah berkata dengan mengutip tulisan Thomas J. Watson, “If we do not take advantage
of our opportunities, it is our own fault” 17 .

17
Makna bebasnya : “Jika kita tidak mengambil manfaat dari berbagai peluang yang ada, maka itu adalah
kesalahan kita sendiri”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 59
Waktu itu, Kak Nia menjadi salahsatu anggota panitia penerimaan mahasiswa baru
jalur PMDK 18 di fakultas kedokteran kampusnya. Dan menurut Kak Nia, dengan nilai-nilai di
raporku sejak SMA kelas 1 sampai dengan kelas 3, sangat berpeluang besar untuk bisa masuk
ke fakultas kedokteran di kampusnya. Kapan lagi aku akan memiliki peluang emas untuk bisa
masuk kesana jika bukan saat itu. Karena menurut Kak Nia, tahun berikutnya dia akan
memilih karir praktis sebagai dokter, bukan lagi akademisi. Jika aku mau, maka Kak Nia akan
mengusahakan semampunya agar aku dapat masuk sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran
di kampusnya. Gratis, tidak memakai ini dan itu.
Kala itu memilih jurusan seni rupa. Bukan karena aku tidak ingin mengambil peluang
emas, bukan begitu. Melainkan aku tahu bahwa menjalani kuliah selama empat tahun pada
jurusan yang setiap waktu akan berisi hal-hal “eksak”19 pasti akan membuatku kesulitan.
Sejak SMP sampai SMA, aku memang tidak mengalami kesulitan dengan IPA. Tapi saat itu
aku masih bisa mempelajari banyak hal yang aku sukai seperti Sejarah, Bahasa Inggris, dan
Seni Rupa. Aku tidak bisa membayangkan jika setiap hari selama bertahun-tahun, aku harus
mempelajari hal serupa yang bukan menjadi kesukaanku. Mungkin aku akan sanggup
menjalaninya untuk satu atau dua tahun. Lalu bagaimana dengan tahun-tahun berikutnya?
Aku pun ingat dengan nasehat ayah soal itu. Walhasil, akupun yakin dengan pilihanku
di seni rupa. Dan ketika Kak Nia tahu bahwa aku memilih seni rupa, ia menangis. Dengan
lirih ia berkata, “Ayah dan Kak Ali sudah banyak berjasa pada kakak. Izinin sekali saja kakak
memberi arti untuk keluarga ini…minimal untuk adikku sendiri, untukmu Nura! Ini peluang
yang sangat jarang dimiliki seseorang. Sayang jika harus terbuang”.
Mendengar perkataan Kak Nia itu aku jadi tahu betapa Kak Nia menyayangi kami
semua sebagai sebuah keluarga. Bahkan sampai dengan saat ini, Kak Nia masih sering berkata
seperti itu padaku. Termasuk saat Kak Nisa dirawat.
Sebelum pulang ke rumah karena sedih, Kak Nia berbisik padaku sembari menangis,
“Seandainya saja waktu bisa berputar mundur, Kakak ingin terus menemani Nisa sejak
pertama kali kakak tahu ada yang nggak beres dengan kehamilannya. Kalau saja bukan karena
ingin menghormati Kak Ali sebagai suaminya, tentu kakak sudah langsung membantu Nisa
menjalani berbagai Tes dan memberi obat-obatan yang diperlukan… Hiks, sayang semua itu
sudah terlambat sekarang. Kakak belum memberi arti apa-apa bagi keluarga ini, hiks”.

18
PMDK : Penelusuran Minat dan Kemampuan. Jalur khusus masuk perguruan tinggi berdasarkan persyaratan
tertentu (misalnya prestasi) tanpa melalui ujian penerimaan seperti biasanya.
19
Eksak : Pengetahuan Alam; Ilmu Pasti.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 60
Itulah yang aku pahami dari sosok kakak perempuanku satu-satunya. Sosok yang
hatinya begitu baik. Selalu ingin memberikan arti dan kebaikan untuk keluarganya.
“Lho kok kamu jadi diem begitu Ra? Jangan gitu dong…ayo ngomong apa kek!
Jalanan lagi macet nih, mmmh, kapan Jakarta bisa lancar ya?”, ujar Kak Nia berusaha
memecah hening diantara kami.
“Kakak saja deh yang cerita…Nura ingin dengarkan cerita Kak Nia saja ah! He”,
jawabku. Mencoba menghindari perselisihan dengannya.
“Oke deh kakak bakal cerita ya, tapi kamu jangan protes ya! Dengarkan saja okeh?”
“Siap kakakku yang cantik!”, jawabku.
“Nanti di pameran kakak ingin mengenalkan kamu ke temen kakak sewaktu SMA.
Dari sejak dulu dia itu orang cerdas. Sekarang dia sudah jadi orang sukses, Ra! Sudah jadi
salahsatu arsitek tersukses di Jakarta. Namanya Ardian Sonhaji. Panggilannya Iyan. Coba saja
nanti kenalan sama dia. Hobinya itu lho yang bikin kakak tertarik mengenalkan ke kamu. Dia
itu suka juga dengan seni rupa. Persis seperti kamu. Seni rupa dan arsitektur itu kan mirip-
mirip, ya kan? Percuma kakak banyak teman yang sukses, kalau satu saja teman nggak ada
yang bisa dikenalin ke kamu. Ya setidaknya, di usiamu yang sudah mau 23 ini, kamu bisa
belajar mengenal lelaki. Sudah waktunya Ra…sudah waktunya!”
Karena sudah terlanjur berjanji tidak akan memprotes apapun, akhirnya aku pun diam
saja mendengar Kak Nia terus bercerita tentang temannya itu. Bercerita yang lebih mirip
seperti iklan daripada pembaca berita.
“Ardian yang kakak kenal sampai sekarang, adalah kolektor seni Ra! Kapan-kapan
kamu bisa mampir ke studionya, tempat kerjanya. Disana banyak banget karya seni yang jadi
koleksinya. Nanti kakak anterin kalau kamu malu-malu. Tujuan kakak ngenalin kamu ke dia
ya nggak muluk-muluk, adikku! Minimal kamu punya relasi yang bisa menjadi jalan buat
mengembangkan karir seni rupa kamu. Ya kalau jodoh sih, inginnya sekalian saja si Ardian
jadi suami kamu. Cocok kok menurut kakak! Tapi ya itu kalau jodoh, kalau kamunya juga
mau”, terang Kak Nia berpromosi lagi.
Tidak terasa kami telah sampai di daerah Kota Tua Jakarta. Kami pun bergegas
menuju Museum Seni Rupa dan Keramik yang sedang mengadakan pameran seni.
Dan…seperti yang kak Nia rencanakan sebelumnya, aku diperkenalkan dengan temannya
yang bernama Ardian tersebut.
“Akhirnya ketemu juga dengan kamu bos Ardian. Bagaimana kabarnya?”, sapa Kak
Nia mendahului.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 61
“Alhamdulillah bu dokter, baik! Waduh bareng dengan siapa nih bu dokter? Adiknya
yang sarjana seni rupa itu ya?”
“Ya siapa lagi dong yan, pasti adikku lah. Ini kenalin… namanya Nura Hamidah!”
Sambil diam lalu mengangguk, aku memandangnya sekilas. Wajahnya seperti tidak
asing bagiku. Entah aku pernah bertemu dimana tidak tahu. Sepertinya ini bukanlah
pertemuan pertama kali.Oh…iya, aku ingat…aku ingat. Dia seperti wajah kakaknya Merri.
Temanku satu Fakultas. Aku ingat pernah bertemu dengannya sewaktu kami mengadakan
kegiatan bazzar seni beberapa tahun lalu.
“Kenalkan, aku Ardian, panggil saja Bang Iyan”, ujarnya sambil mengulurkan tangan
untuk bersalaman.
Dengan rasa penasaran aku bertanya sambil tanganku reflek menunjuk wajahnya yang
tampak kaku, “ini abangnya Merri bukan ya? Merri yang jurusan desain grafis di UNRA?”
Wajah lelaki yang ingin dipanggil Bang Iyan itu agak kaget. Sejenak kemudian ia
menjawab, “Lho kok bisa tahu? Kita kan baru ketemu? Jangan-jangan adikmu ini paranormal
juga ya Nia?”
Kak Nia lebih kaget lagi. Karena ia memang tidak tahu kalau sebenarnya kami sudah
pernah bertemu sekitar dua tahunan yang lalu. Dengan nada suara bingung Kak Nia berkata,
“Waduh, jangan-jangan kalian sudah pernah ketemu ya?”
Aku tidak mampu menahan tawa saat melihat wajah bingung Kak Nia. Spontan aku
tertawa sembari menjawab santai, “Hahahaha, aku kan paranormal kak. Jadi pasti bakal tahu
si A ini kakaknya siapa, atau adiknya siapa?....hahaha”
“Serius kamu! Pasti sudah pernah ketemu ya?”, desak Kak Nia menarik kain lengan
bajuku agak kencang.
“Iya kak. Kebetulan saja kali. Merri adiknya Bang Iyan itu, teman satu fakultas Kak.
Dulu itu kami ngadain Bazzar Seni. Kebetulan sama-sama panitia. Waktu itu Bang Iyan ini
kalau nggak salah pernah ngerancang dekor panggung Bazzar, ya kan? Kalau aku sih seksi
acaranya waktu itu. Eh…bener kan Bang Iyan yang ngerancang dekornya?”, jawabku sembari
balik bertanya pada Bang Iyan.
“Oh iya…ya…ya. Kebetulan banget ya! Dunia ternyata sempit. Bisa ketemu lagi di
sini ternyata”, jawab Bang Iyan dengan mimik wajah yang masih terlihat kaget.
“Merri sekarang dimana, Bang?”, tanyaku mencoba mencairkan suasana kaku yang
bercampur kebingungan itu.
“Euh… Merri baru aja dapetin beasiswa S-2 ke Amerika bulan kemarin. Dia dapet
kesempatan untuk ngelanjutin belajar Desain Grafis disana”
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 62
“Wah rezeki banget ya Merri itu. Syukur deh”, jawabku. Dan sambil berjalan-jalan
mengelilingi pameran, kami pun semakin tenggelam dalam obrolan sekitar seni rupa dan
fotografi. Sesekali Kak Nia menghangatkan suasana dengan kata-kata gombalnya tentang
cinta-cintaan. Geli deh…
Ah, aku tidak terlalu peduli dengan kata-kata gombal yang Kak Nia lontarkan selama
obrolan kami itu. Yang penting hari ini aku sangat bersyukur karena bisa bertemu dengan
seseorang yang “nyambung” saat membicarakan seni rupa. Sesuatu yang aku sukai semenjak
masih remaja.

#Berita_Mengejutkan
Sudah lebih dari empat bulan lamanya aku tidak mengikuti pengajian yang diasuh
Ustadz Riri. Aku jadi rindu dengan harmoni dzikir dan lantunan ayat-ayat suci-Nya. Saking
terlena dengan aktifitas baru sebagai guru relawan di SAKOLA, aku jadi terlupa untuk
mengurus asupan ruhaniku.
Padahal, bukan hanya jasmani yang membutuhkan asupan gizi yang baik. Ruhani pun
sama membutuhkannya. Dan lewat majelis pengajian itulah sebenarnya aku bisa banyak
mendapatkan asupan gizi spiritual yang sangat diperlukan untuk menjalani hidup di kota besar
seperti Jakarta ini.
Tentu bukan soal pengetahuan agama saja yang bisa aku dapatkan di sana. Melainkan
juga praktik dzikir sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Bagaimanapun juga,
agama memang memiliki peran yang penting dalam kehidupan seseorang. Terutama bagiku
sendiri, yang masih sangat awam dengan pengetahuan dan pemahaman agama. Jika aku hanya
melihat dan menyiasati hidup dari sudut pandang duniawi saja, tentu aku akan mudah
tergelincir pada keburukan. Padahal sebagaimana yang pernah aku dengar dari Ustadz Riri
beberapa waktu yang lalu, kemuliaan seseorang itu bukan dilihat dari hal-hal yang duniawi,
melainkan dari ketakwaan dan dari hatinya. Tuhan tidak melihat seseorang dari seberapa
sukses ia di dunia, atau seberapa hebat ia mendapatkan keberhasilan duniawi. Melainkan
seberapa sukseskah ia menggunakan dunia untuk bekalnya di akhirat kelak.
Emh… Mungkin hari ini aku harus mulai ikut pengajian Ustadz Riri lagi. Tapi, dengan
siapa aku datang ke pengajiannya? Kalau aku mengajak Kak Nia, rasanya tidak mungkin. Kak
Nia baru saja pulang dari tugas jaganya sejak tadi malam. Ah, mungkin aku telpon saja dulu
Ghea. Siapa tahu dia belum berangkat kesana.
“Assalamu‟alaikum?”, sapa penerima telepon yang aku tuju – telepon rumah Ghea.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 63
“Wa‟alaikum Salam, maaf pak ini rumahnya Ghea ya? Bisa saya bicara dengan Ghea
pak?”, jawabku.
“Ade ini siapa ya? Temannya kah?”
“Saya Nura pak, teman mengaji Ghea di Majelisnya Ustadz Riri”
“Oh, yang adiknya Pak Zawali ya? Oh iya ya. Ini saya bapaknya Ghea. Sebelumnya
kami mohon maaf de, kami ndak sempat mengundang ke pernikahan Ghea waktu itu. Maklum
dadakan banget. Suaminya mau berangkat ke Mesir untuk kuliah, jadi dipercepat nikahnya.
Sekarang Ghea sudah ikut dengan suaminya kesana. Barangkali ada yang bisa saya bantu de?
Ada keperluan apa ya?”
Aku tersentak mendapatkan berita bahagia itu. Selama aku berteman dengan Ghea,
tidak pernah sekalipun dia berkata apa-apa soal nikah atau calon suaminya. Masya Alloh,
ternyata sekarang dia sudah menjadi istri. Cepat sekali.
“Bapak, boleh saya tahu nomor telepon Ghea disana pak? Atau mungkin nomor
kontak yang bisa saya hubungi?”, tanyaku sekenanya karena masih kaget dengan berita
pernikahannya itu.
“Ghea punya e-mail, de! Mungkin nanti ade bisa menghubunginya lewat e-mail saja.
Kalau nomor telepon mungkin terlalu mahal nantinya. Sebentar ya, bapak lihat dulu”
“Iya pak”, jawabku sembari menyiapkan selembar kertas dan pensil.
“Ini e-mailnya de, gheani75@yahoo.com. Nanti saya bakal nelpon anak saya lagi
kok! Insya Alloh saya akan sampaikan kalau ade bakal ngirim e-mail. Sekali lagi bapak
mohon maaf ya de! ”.
“Oh iya pak nggak apa-apa. Saya malah yang makasih pak! Kalau begitu insya Alloh
nanti saya akan kirim e-mail ke Ghea deh. Terimakasih ya pak! Assalamu‟alaikum!”
“Wa‟alaikum salam!”
Selepas menelepon aku langsung menyalakan komputer Kak Nia yang memang selalu
terhubung dengan internet. Setelah koneksi internet tersambung, segera kubuka Akun e-mail.
Sudah lama juga aku belum membukanya lagi.
Dan setelah melihat-lihat e-mail dan membuka beberapa website lowongan kerja,
akupun menulis e-mail untuk Ghea. Melepas semua rasa penasaranku :

>Subject : Selamat Menempuh Hidup Baru, Ghea!


>To : gheani75@yahoo.com
>From : NuraidahArt@yahoo.com

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 64
Assalamu‟alaikum Ghea…selamat ya sudah jadi seorang istri. Di Mesir pula, wah aku jadi
penasaran nih bagaimana ceritanya kamu menikah? Sayangnya waktu kamu nikah aku masih
pulang kampung kali yah.

Wah surprise banget, pokoknya aku tunggu ceritanya ya! Jangan pelit-pelit kalau cerita ya
Ibu Ghea yang chanttieq….HappySAMARA^Sakinah^Mawaddah^warahmah.

Temanmu, Nura Hamidah.

Eh…eh…eh, kok aku malah kelupaan dengan tujuan awalku untuk mencari teman
mengaji. Segera aku melihat jam dinding. Ternyata sudah pukul 11 siang lebih. Itu artinya
sudah telat banget.
Masya Alloh, saking asyiknya menggunakan internet aku jadi kebablasan. Ternyata
sudah dua jam lebih aku berselancar di dunia maya. “Nasi sudah jadi bubur, jadwal mengaji
pun menjadi lapur”. Astagfirullahal azhim – ampunilah hamba-Mu ini, Duhai Alloh Yang
Mahaagung.

#Mengenal_Cinta
Malam hari selepas membuat bahan ajar yang akan diserahkan ke Mas Razi besok, aku
kembali membuka internet. Berharap Ghea sudah membalas kiriman e-mailku tadi siang.
Semoga saja Ghea mau menceritakan kisah cintanya yang mengejutkan itu. Baru sebentar aku
buka e-mail, kulihat ada kiriman baru. Dan… ternyata Ghea sudah membalas kiriman e-
mailku. Bergegas aku membacanya dengan seksama :

>To : NuraidahArt@yahoo.com
>From : gheani75@yahoo.com

Wa‟alaikum salaam sobatku di Indonesia …aduh bahagianya aku dikirimin e-mail sama
temen ngajiku yang cantik ini…

Amin…amin…amin, makasih banyak doanya ya Nura. Iya aku sudah nikah nih. Maafin ya
aku nggak sempet ngundang. Abisnya mendadak… Oh iyah, sekarang aku lagi nemenin suami
sekolah di negeri Piramida ini. Yach bakal panjang kalau diceritain satu persatu mah, Ra!
Mmmh, aku ceritakan saja sekilas infonya ya, hehe, ya seperti sinopsis deh kalau di novel
mah, 

Aku dan A‟ Halim – suamiku itu sebenarnya baru kenal dua bulan sebelum kami menikah.
Awalnya sih mungkin kebetulan, tapi, nggak ada yang kebetulan kan di dunia ini? Sudah

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 65
jalannya dari Alloh saja kami berjodoh. Bagaimana ceritanya? Yang tahu cerita banyaknya
sih Ustadz Riri dan bapakku, Ra… Pasti penasaran ya? Hahaha…
Jadi begini, waktu itu, sebelum kami bertemu…Ustadz Riri memberiku sebuah map berisi
data-data isian temannya, yaitu A‟ Halim yang akan mengajukan beasiswa S-2 ke Mesir.
Nah, karena aku lulusan psikologi, Ustadz Riri memintaku untuk memeriksa beberapa poin
pertanyaan yang berkaitan dengan tes psikologi yang sudah dijawab A‟ Halim.

Sewaktu membuka map itu di rumah, aku sekedar membaca data isian psikologi yang diisi A‟
Halim. Emmh…tapi setelah aku melihat fotonya yang ganteng menempel di formulir
pendaftaran beasiswanya….hehehe aku jadi penasaran deh membaca semua isi map itu.

Dan….aku serasa mimpi. Jawaban-jawaban isian data yang ada disana, persis seperti
bayanganku soal sosok lelaki idaman. Ya walaupun tidak 100% seperti bayanganku, kira-kira
mendekati 90% dari harapanku deh.

Besoknya akupun langsung datang ke Madrasahnya Ustadz Riri, menyerahkan map yang
sudah aku baca dan analisis. Aku nggak mau tambah lama menahan map itu bersamaku,
takut membuatku mengkhayal terlalu jauh. Padahal ketemu orangnya saja belum.

Sesampainya di tempat Ustadz Riri, beliau sedang ngobrol dengan seseorang. Aku nggak
tahu siapa. Aku memilih untuk menunggu di ruang tamu madrasah. Ustadz Riri pun datang
padaku dengan tersenyum-senyum agak aneh. Terus dia memberiku sebuah pertanyaan yang
aneh, “Kamu sudah membaca semua lembaran yang ada di Map itu Ghea? Bagaimana?
Kamu tertarik nggak?”

“Lho kok pertanyaannya tertarik sih ustadz? Bukannya aku harus menganalisis beberapa
data isian psikologi aja?”, tanyaku padanya penasaran.

“Iya benar, tapi itu sih bonusnya. Pertanyaan utamanya ya itu tadi. Kamu tertarik nggak
sama Saudara Halim Arham, S.Ag?”

Nah Nura…dari situlah aku baru tahu. Ternyata Ustadz Riri sengaja ingin mengenalkanku
dengan A‟ Halim lewat map itu. Proposal Beasiswa S-2 itu memang benar adanya, tapi itu
hanya sarana saja untuk mengenalkanku dengan A‟Halim.

Kata ustadz Riri, A‟ Halim sudah bertemu dengan bapakku. Dan bapak memberi persetujuan
soal keinginan A‟ Halim yang ingin melamarku. Tinggal soal aku saja, setuju atau nggak
dilamar dia. Saat aku bertanya pada Ustadz Riri soal bagaimana bisa A‟ Halim mau
melamarku, padahal dia belum mengenalku? Ustadz Riri menjelaskan bahwa A‟ Halim
memang nggak mengenalku sama sekali. Tapi dia sering melihatku datang ke pengajian. Itu
saja yang membuatnya nekad melamarku. Semata-mata bermodalkan “Bismillah” saja.

Dan begitulah seterusnya dan seterusnya dan seterusnya, hingga Alloh memudahkan jalanku
untuk menikah dengan A‟ Halim plus berangkat bersamanya ke negeri ini. Mesir.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 66
Jadi gitu deh Nura….Aneh tapi nyata ya? Ya begitulah memang Kehendak Alloh. Kalau
Alloh sudah berkehendak sesuatu, tinggal mengatakan Jadi, maka Jadilah!”20 .

Sekarang tinggal aku nih yang menunggu berita gembira dari kamu. Kita kan hanya beda
satu tahun, kamu sudah 23 tahun sekarang… jangan sampai kelupaan untuk menikah ya!
Bahaya kalau jadi perawan tua…hihihi…Becanda….jangan marah ya!

Udah dulu ya, kepanjangan deh. Jangan bosen ngirim e-mail ya! Aku kangen Indonesia uy,
kangen ngobrol lagi dengan kamu juga. Salam buat jama‟ah pengajian Ust. Riri ya! Jangan
lupa yang rajin ngajinya ya! Siapa tahu ada jodoh kejutan juga buat kamu! Hahahahaha….

Salam rindu dari Mesir,


Gheani Halim

Membaca balasan e-mail dari Ghea itu, aku jadi terkagum-kagum dengan cara Tuhan
dalam mempertemukan dan menyatukan seseorang dengan jodohnya. Terkesima dengan cara
Tuhan dalam mengajarkan arti cinta kepada manusia. Selalu unik pada tiap insannya. Bahasa
kerennya, unpredictable – tidak bisa diprediksi.
Selama hidup 23 tahun di dunia ini, Tuhan telah mengenalkan cinta padaku melalui
berbagai cara-Nya yang unik – termasuk yang terakhir ini, kisah unik Ghea. Setidaknya ada
beberapa cerita cinta yang menginspirasiku. Kesemuanya itu telah menjadi gambaran bagiku
tentang bagaimana seharusnya menemukan cinta sejatiku kelak.
Pertama, kisah unik ayah dan Amah yang kutemukan dalam album cinta mereka
sewaktu mudik kemarin. Kisah cinta mereka memang belum kukorek rahasia lengkapnya.
Tapi dari album cinta mereka aku jadi belajar bahwa makna cinta ialah pengorbanan. Dan
ketika seseorang telah menemukan cintanya, maka tidak ada pengorbanan yang terlalu mahal.
Semua pengorbanan selalu pantas untuk orang yang dicintai. Sesulit atau sebesar apapun itu.
Dari ayahlah, Amah belajar bagaimana berkorban untuk orang yang dicintai.
Sebagaimana ayah berkorban untuk Kakekku – abah Shamad. Lalu Amah yang keluarga
besarnya adalah para dokter dan insinyur, akhirnya memilih menikah dengan ayah yang
berasal dari keluarga veteran perang. Itu pun menurutku adalah pengorbanan. Melupakan soal
derajat keluarga besar, demi menikah dengan ayah yang disebut Amah sebagai lelaki berhati
cinta.

20
Mafhum terjemah bebas QS. Yasin ayat 82

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 67
Kedua, kisah cinta Kak Ali dan Kak Nisa. Mereka bertemu tidak seperti ayah dan
Amah. Melainkan dikenalkan oleh Kak Nia. Ketika aku bertanya pada Kak Ali, kenapa dia
bisa yakin dengan Kak Nisa dahulu? Jawaban yang kudapatkan dari Kak Ali begitu
menyentuh hatiku. Ketika itu kak Ali mengatakan padaku, “Nia telah mengenal kakak
semenjak kecil. Kami telah tumbuh bersama dalam susah dan senang. Sampai dengan bekerja,
kakak belum terpikir apa-apa soal menikah demi menyekolahkan kamu, Nura. Lalu Nia
dengan setulus hati memperkenalkan seorang perempuan yang baik. Yang telah dikenalnya
pula selama beberapa tahun. Kakak yakin, Nia tidak mungkin memperkenalkan pada kakak
seseorang yang tidak layak bagi kakak. Dan kakak pun merasa bersyukur, karena apa yang
terpikir oleh Nisa satu pemikiran juga dengan kakak. Tidak mungkin seorang teman mau
menjerumuskan temannya sendiri. Akhirnya kami pun bismillah mengikat hati kami dalam
pernikahan. Bukan untuk apa-apa, melainkan untuk sama-sama belajar tentang cinta dan
mencintai. Dan dengan segala kekurangan dan kelebihan kami masing-masing, cinta pun
tumbuh dalam hati kami. Dari kecil hingga besar, dari sedikit menjadi semakin banyak.
Alhamdulillaah”. Lewat kisah cinta Kak Ali itulah, aku belajar tentang makna kepercayaan
dan ketulusan dalam cinta. Yang akhirnya bisa kudapatkan pula gambaran keindahannya pada
saat Kak Ali mendapat cobaan kehilangan anak.
Ketiga, kisah cinta Kak Nia dan Mas Gandi. Mereka adalah teman satu SMA yang
bertemu kembali setelah sama-sama lulus S-1 dan sukses. Setelah sempat berpacaran selama
beberapa waktu, akhirnya mereka pun menikah. Aku memang tidak terlalu banyak tahu soal
kisah mereka selengkapnya. Tapi dari mereka-lah aku belajar tentang makna kesabaran dalam
cinta. Mereka berdua adalah orang sibuk yang sama-sama terlihat enjoy saja. Walaupun
sampai dengan saat ini belum juga dikaruniai anak, aku tidak pernah melihat mereka
mengeluh atau bertengkar.
Dan keempat, kisah cinta Ghea yang barusan kubaca. Kisahnya begitu unik. Dia
menikah bukan lewat pertemuan tidak sengaja seperti Amah. Atau dimak-comblangi oleh
saudara seperti Kak Ali. Atau melalui proses pacaran seperti Kak Nia. Melainkan lewat
membaca profil calon suaminya yang diberikan Ustadz Riri. Hanya dalam waktu dua bulan
setelah mereka berkenalan, akhirnya mereka sepakat menikah. Dan sekarang, mereka masih
dalam suasana bulan madu di Mesir.
Kalau dipikir-pikir, aku jadi penasaran tentang cara Alloh dalam mempertemukan
jodoh cinta untukku. Akankah seunik mereka? Atau seperti apa? Aduh, kenapa aku jadi
membayangkan soal jodoh . Soal itu terserah Alloh saja deh. Yang jelas aku sangat berharap

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 68
jodohku nanti adalah seperti ayah yang berhati cinta, memiliki ketulusan dan kesabaran dalam
hatinya, dan tidak mau berlama-lama pacaran atau apalah namanya.
Aku bukan menyalahkan kalau ada orang yang berpacaran, karena setiap orang ada
jalannya masing-masing. Tapi jika mendengar kisah dari Mas Razi soal salahsatu relawan
yang hamil karena kebablasan dalam pacarannya, aku jadi berpikir ulang. Apalagi aku adalah
perempuan. Yang berpotensi besar menjadi korban jika sudah terlanjur seperti itu. Semoga
saja Tuhan memberiku jalan yang indah dalam menemukan cintaku. Tapi mungkin bukan saat
ini. Sekarang aku belum terpikirkan untuk menikah atau apalah namanya soal hubungan
dengan lelaki atau cinta kasmaran.
Aku ingin fokus dengan aktifitasku di SAKOLA. Bagaimanapun juga aku harus
menghargai pesan Mas Razi untuk bisa fokus pada anak-anak binaan SAKOLA. Kalau aku
berpikir pacar atau calon suami, jangan-jangan aku malah jadi kehilangan fokus.
Aduh…kenapa aku jadi terus mikirin soal cinta? Ah…daripada pikiranku terus berkhayal soal
jodoh, pacar, calon suami, lebih baik aku ke kasur saja. Matikan lampu lalu tidur, lelap
dan...Dadah! [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 69
<8>
SURATAN TAKDIR

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,


dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
(QS. AL-BAQARAH : 216)

#Semakin_Intens
Ritme jalanan ibu kota menjelang magrib, bagaikan ritme lebah hutan yang sedang
kembali ke sarangnya. Hiruk pikuk padat merayap bersempitan berbagai moda transportasi,
berkumpul menjadi satu bak aliran darah.
Dan hari ini, telah sebulan aku mengajar di SAKOLA. Ada banyak cerita menarik
yang kutemukan selama sebulan itu. Salahsatunya tentang beberapa kali Bang Iyan main ke
rumah Kak Nia. Memberiku beberapa buku tentang seni rupa kontemporer dan juga sebuah
cindera mata yang dibelinya saat liburan ke Papua dua minggu yang lalu. Sebuah patung asli
buatan Suku Asmat.
Sebenarnya bukan soal pemberian barang-barang itu yang membuatku merasa hal itu
menarik sekaligus lucu. Melainkan karena surat-surat yang diselipkannya pada barang-barang
pemberiannya itu. Lewat surat-surat itu, bang Iyan seakan ingin mengajakku untuk saling
mengenal pribadi masing- masing.
Tapi…..sampai sekarang aku belum membalas surat-surat yang dibuatnya. Bukan
karena aku tidak ingin membalasnya, melainkan aku belum memiliki cukup uang untuk
membeli sesuatu baginya yang bisa kuselipkan sebuah surat di dalamnya. Persis seperti cara
Bang Iyan melakukannya.
Sempat terpikir olehku untuk membelikannya sebuah pena gambar yang biasa
digunakan seorang arsitek. Tapi….setelah aku melihat harganya, kuurungkan niatku
membelinya. Sejujurnya, terlalu mahal bagiku untuk membelinya. Aku harus berpikir dua kali
jika harus membeli sesuatu yang harganya sebanding dengan separuh uang kontrakan yang
kuterima setiap bulannya. Walhasil surat-surat Bang Iyan masih belum terjawabkan sampai
dengan saat ini.
Entah kapan aku akan bisa memberinya sesuatu sebagai ucapan terima kasih atas
kebaikannya selama ini. Aku tahu, mungkin saja aku terlalu ke-GR-an untuk menyebut bahwa
boleh jadi Bang Iyan tertarik padaku dengan pendekatan yang dilakukannya selama ini.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 70
Tapi aku mempunyai firasat bahwa perkiraanku itu 99% benar. Dan aku pun…harus
kuakui, tertarik juga padanya. Setidaknya pada rangkaian kata-kata dalam surat-surat yang
dibuatnya. Ada puisi, pantun, bahkan gombalan-gombalan lucu yang terselip disana hingga
membuatku sering S3 a.k.a senyum-senyum sendiri. Entah serius atau tidak, aku tertarik dan
tersanjung dengan kata-kata dalam surat-suratnya itu.
Tapi….sebagai seorang gadis, sebagaimana yang pernah aku baca di Album Cinta
Amah, adalah sangat “tabu” bagi seorang gadis untuk menunjukkan ketertarikan pada seorang
lelaki secara langsung. Lebih baik aku tidak terlalu jauh “ke-GR-an” dalam menanggapi
pemberian dan surat-surat Bang Iyan itu. Just relax..santai saja, jalani segala sesuatu seperti
air…mengalir bebas tanpa beban.
Oh iya, ada satu lagi cerita menarik yang kudapatkan…dan hal itu terjadi tadi siang,
selepas aku mengajar di SAKOLA. Saat itu, mas Razi tiba-tiba mengajakku berbicara empat
mata di ruang guru. Mas Razi mengungkapkan padaku bahwa pada saat dulu
mewawancaraiku, dia tidak seharusnya melarang relawan untuk memiliki pacar atau menikah
sekalipun. Mas Razi meminta maaf padaku karena terkesan seperti mengatur persoalan
pribadi relawan. Padahal seharusnya hal itu tidak perlu.
Setelah aku tanyakan alasan dia jadi berubah pikiran, Mas Razi memperlihatkan
padaku sebuah undangan pernikahan. Saat kulihat ternyata isinya adalah undangan nikah
Mbak Tiwi. Mas Razi lalu mengungkapkan padaku, “Tiwi itu adalah relawan yang paling
lama membantu saya. Kalau dibanding-bandingkan soal loyalitas dia dengan saya pada
SAKOLA ini, mungkin Tiwi lebih baik daripada saya. Pada saat sakit pun dia tetap mau
mengajar anak-anak disini. Hmm saya telah salah menilai soal cinta.
“Sekarang, setelah saya mendapat undangan nikahnya, saya baru mengerti bahwa soal
“fokus pekerjaan” itu nggak selalu ada hubungannya dengan cinta. Tiwi sudah menjalin
hubungan dengan calon suaminya itu lebih dari empat tahun. Dan… semua pekerjaannya di
SAKOLA tetap baik-baik saja. Bahkan jauh melebihi saya kalau dari produktifitas. Dari
undangan ini saya jadi mengerti bahwa saya telah salah. Saya harap kamu jangan terlalu
mempedulikan kata-kata saya saat wawancara kemarin. Sekarang saya nggak mau membatasi
soal hubungan asmara relawan dengan soal pekerjaan. Yang penting, selama relawan itu
komit dengan pekerjaannya di sini, ya nggak jadi persoalan. Termasuk kamu, Nura! Mau
punya pacar atau mau nikah sekali pun ndak jadi soal. Yang penting bisa seperti Tiwi.
Komitnya kuat sama SAKOLA. Sekali lagi maafin saya ya!”
Mendengar penjelasan Mas Razi itu, tidak tahu kenapa hatiku jadi merasa senang.
Apakah karena aku sedang agak “tertarik” pada Bang Iyan sehingga jadi gembira dengan
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 71
perubahan sikap Mas Razi itu? Entahlah…Mungkin ya mungkin juga tidak. Yang jelas aku
sangat senang. Perkataan Mas Razi itu seakan-akan menjadi obat rasa penat sore ini. Saat
jalanan Jakarta begitu mesra dengan kemacetan dan bunyi klakson yang bertebaran dari depan
dan belakang mobil yang kutumpangi.
Euh, aku terlalu lama mengkhayal ternyata. Sehingga membiarkan Kak Nia serasa
menjadi sopir pribadiku. Matanya yang sayu karena kelelahan, terlihat serius mengarah ke
depan. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya. Atau mungkin aku yang
terlalu egois berkhayal sendiri dan membiarkannya menyetir mobil tanpa kuajak ngobrol.
Sambil tersenyum, kucoba membuka obrolan, “Kak…serius amat sih?”
“Hah!….siapa yang serius? Capek tahu! Lagian kamu juga, berapa kali tadi Kakak
nyoba ngajak kamu ngobrol, eh kayaknya lagi enak-enaknya melamun. Ahhh, ngelamunin
apaan sih? Ampe kakak dicuekin? Lagi ngelamunin Iyan yah?”, sergah Kak Nia menatap
tajam sekilas padaku.
“Euh… Nggak kok, kak!”, jawabku gelagapan.
“Hah! Bohong kamu…pasti lagi ngelamunin dia tuh! Kelihatan banget. Ayo jawab
jujur, iya kan?”
“Ah kakak ini sok tahu ah, nggak kok, lagi ingin diem saja”
“Bohoong!”
“Sok tahu!”, jawabku lagi kehilangan kata-kata.
“Kalau suka sama Iyan ngomong saja sama Kakakmu yang cantik ini Nura! Nggak
usah pura-pura. Nanti kakak yang sampein ke Iyan. Simpel kok”
“Eh…jangan…jangan….jangan! Ngapain sih kakak ini?”
“Hahahahaha, kelihatan banget kamu suka sama Iyan. Nggak usah bohong ya! Bohong
itu dosa, tahu!”, sahut Kak Nia memasang wajah cemberut.
“Bukan suka, Kakakku yang baik! Tapi…mmmh, ya sedikit penasaran lah!” jawabku
berdiplomasi.
“Basiii…sibasi…basi-basi….hahahaha”
Mendengar candaan itu aku langsung memalingkan muka ke arah jendela samping.
Mencoba untuk tidak peduli dengan kata-kata Kak Nia yang tidak puas dengan jawaban yang
kuberikan.
“Seharusnya nama kamu diganti jadi NORAK, bukan NURA, hahaha, masa‟ suka
dibilang penasaran… Suka itu ya suka! Penasaran ya penasaran! Jangan “suka” tapi dibilang
penasaran! Hayo jujur sama kakak, kamu suka kan sama Iyan?”, desak Kak Nia.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 72
“Auw ah….no comment!”, jawabku singkat. Dan seperti itulah…kututup terus
mulutku hingga mobil Kak Nia terparkir di teras rumahnya.
Bagaimanapun juga, terlalu dini menurutku jika ada oranglain yang tahu bahwa aku
mempunyai ketertarikan pada Bang Iyan. Aku pun tidak mau gegabah menyebut itu suka atau
cinta. Boleh jadi ketertarikanku ini hanya karena rasa simpatiku padanya yang telah baik
padaku. Yang sering datang ke rumah dengan memberikan sesuatu dan menulis surat
untukku…Bukan karena benar-benar suka seperti halnya Amah kepada ayah.
Boleh jadi pula itu hanya perasaan seorang adik yang sedang merindukan sosok kakak
lelaki yang sedang jauh – Kak Ali, sehingga hadirnya Bang Iyan seperti mengganti
kekosongan sosok Kak Ali di hatiku….Lagi-lagi, semua itu belum terlalu jelas bagiku. Jadi
terlalu awal bagiku jika sampai Kak Nia tahu soal ketertarikanku ini. Jangan sampai dia
memberitahu Bang Iyan…ah, tidak terbayangkan bagaimana malunya aku jika sampai hal itu
benar-benar terjadi…Tidak terbayangkan.

#Siang_Kelabu
Simfoni tasbih semesta membuka hari ini dengan merdunya suara burung-burung
bebas yang hinggap di rerimbunan pohon sekitar rumah Kak Nia. Rencananya dihari yang
cerah ini aku dan Kak Nia akan datang ke pengajian Ustadz Riri. Pulangnya, kami akan
menghadiri undangan nikah Mbak Tiwi.
Selepas menempuh perjalanan sekitar 50 menitan, kami bergegas duduk di majelis
tersebut. Karena datang agak terlambat, aku dan Kak Nia harus rela hanya kebagian duduk di
luar, pas di dekat tangga masjid. Berjarak sekitar delapan meter dari Ustadz Riri yang sedang
membimbing dzikir berjamaah sebelum memberikan tausyiah (nasihat).
Tapi… meskipun kami terlambat, aku sangat bersyukur masih diberikan kesempatan
untuk mengikuti pengajian ini, yang sering diterangkan Ustadz Riri sebagai majelis yang
insya Alloh dikelilingi para malaikat dan dipenuhi dengan rahmat-Nya21 . Kurang lebih dua
jam kami terhanyut dalam samudera cahaya ilahiah majelis dzikir tersebut. Mereguk mata air
hidayah yang menyejukkan sekaligus menenangkan hati.
Tidak kusangka, walaupun Kak Nia baru sekali mengikuti pengajian ini, pipinya
basah dengan airmata. Sepanjang dzikir hingga tausyiah, kulihat kelopak mata Kak Nia selalu

21
Pernyataan ini berasal dari Hadits Riwayat Muslim yang maknanya : “Tidaklah duduk suatu kaum sambil
berdzikir kepada All oh, kecuali para malaikat akan mengerumuni mereka dan mereka akan dinaungi dengan
rahmat, dan akan diturunkan ke atas mereka ketenangan jiwa...”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 73
basah dengan airmata yang mengalir deras melewati pipinya. Sesekali ia menyekanya lalu
menutup wajah dengan kedua tangannya. Begitulah terus hingga pengajian berakhir.
Sambil berjalan menuju mobil, aku berkata pada Kak Nia, “Bagaimana pengajiannya
tadi kak? Semoga kakak mau ya Nura ajak lagi kesini. Abisnya sekarang Nura nggak punya
temen buat kesininya. Ghea, temenku, lagi di Mesir ikut suaminya. Kak Ali kan lagi di
Australia juga…Padahal sayang banget kalau ampe bolos terus. Pengajian ini kan hanya dua
minggu sekali saja kak! Sayang banget kalau ketinggalan pahala dari jamaah lainnya ”.
“Kakak nggak tahu mau ngomong gimana Nura! Sewaktu tadi ustadznya ngebimbing
dzikir, rasanya bergetar hati kakak. Teringat dosa-dosa kakak selama ini. Terutama dosa
kakak yang kurang bersyukur dengan banyaknya nikmat Tuhan pada kakak selama ini.
Hmm… Kakak nyesel, sejak remaja sampai seumuran gini, jarang banget inget agama.
Jangankan mengaji, melaksanakan sholat yang lima waktu saja kakak sudah lama bolong.
Kakak jadi malu sama Tuhan. Kakakmu yang durhaka ini sudah banyak diberikan kemudahan
dan anugerah, tapi sedikit sekali mengingat-Nya. Apa yang disebut Ustadz tadi soal
ketidakmampuan seorang manusia untuk menghitung nikmat yang diberikan Tuhan22 , udah
ngingetin kakak soal makna syukur. Kakak udah banyak diberi nikmat… menjadi seorang
dokter… Hidup berkecukupan… Hiks, Nggak ada yang kurang… Mmh, kakak menyesal
sudah banyak melupakan Tuhan”, jelas Kak Nia padaku.
Di dalam mobil, kulihat Kak Nia tidak langsung menyalakan mesin mobil. Ia masih
terdiam sambil menunduk. Dengan memberanikan diri aku kembali berkata padanya, “Jadi
kak Nia nggak akan keberatan kalau kita ke pengajian lagi dua minggu ke depan?”
Kak Nia menatapku lembut. Sembari menganggukkan kepala, Kak Nia menjawab,
“Insya Alloh kita harus sering ikut pengajiannya Ra! Terima kasih ya adikku, sudah mau
mengajak kakak datang kesini… terimakasih!”
Langsung kupeluk Kak Nia dengan refleks. Aku sangat bahagia memiliki seorang
kakak yang lembut hatinya. Meskipun telah lebih dahulu ikut pengajian dzikir tersebut, aku
tidak pernah menangis terharu seperti yang kulihat pada Kak Nia. Mungkin inilah yang sering
dikatakan Ustadz Riri sebagai “buah” dari dzikir. Membekaskan kesadaran pada hati
seseorang, sehingga karena dzikir itulah hati menjadi terbangun dari kelalaiannya atas Tuhan
dan nikmat-nikmat-Nya23 .

22
Mafhum terjemah QS. An-Nahl ayat 18
23
Salahsatu faidah dzikir yang ditulis dan diterangkan oleh Syekh Ibnu Qayyim Rahimahullah di dalam Risalah
Alwabilush. Di dalam risalah tersebut dituliskan sebanyak 79 faidah dzikir.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 74
Kemudian kami pun bergegas menuju tempat resepsi pernikahan Mbak Tiwi. Di
sepanjang jalan, kami larut dalam asyik-masyuk obrolan mutiara-mutiara nasihat Ustadz Riri
yang kami dengar tadi pagi. Saking asyiknya, tidak terasa tempat resepsi jadi hampir terlewat.
“Kak….kak….itu…itu janur kuningnya…itu janurnya!..jangan kelewat kak!….belok
di sini kak!”, ucapku mencoba mengingatkan Kak Nia.
Dengan gesit, Kak Nia langsung menurunkan kecepatannya lalu membelokkan mobil
ke sebelah kiri, masuk ke sebuah hotel besar.
Setelah menanyakan pada petugas keamanan, kami pun sampai di tempat resepsi
pernikahan Mbak Tiwi. Sebuah aula hotel yang luas dengan dekorasi warna serba keemasan.
Begitu elegan dan glamour.
Terlihat sudah cukup banyak tamu yang mengantri menyalami Mbak Tiwi dan
suaminya. Satu persatu memberikan doa dan restunya pada dua mempelai yang sedang
berbahagia menjadi raja dan ratu semalam itu. Indah sekali suasana hari ini. Menyaksikan dua
anak manusia yang sama-sama berikrar mengikatkan janji suci cinta seumur hidup, untuk
menjalani bahtera rumah tangga. Mengarungi pahit manis kehidupan. Dan menyelami asam
garam dunia yang fana ini.
Seperti oranglain yang mendoakan Mbak Tiwi dan suaminya, maka akupun seperti
itu. Saat bersalaman dengan Mbak Tiwi kuberkata, “Mbak cantik banget ikh! Selamat ya!
semoga jadi keluarga yang bahagia selamanya ya!”
“Makasih dek‟ Nura! Makasih ya sudah datang…Mana calonnya? ehm..ehm”, jawab
Mbak Tiwi sembari balik bertanya.
“Euh….belum mbak‟e. Dengan Kak Nia, kakakku ini lho”, balasku sembari
memenang tangan Kak Nia mengarahkannya bersalaman pada Mbak Tiwi.
“Iya saya Nia, kakaknya Nura…selamat ya dek! Semoga langgeng dan bahagia ya
pernikahannya”, ujar Kak Nia tersenyum indah pada Mbak Tiwi.
Sesudah bersalaman, seperti biasa kami mencicipi aneka makanan resepsi yang
disajikan. Tidak berapa lama, aku bertemu dengan Mas Razi yang sedang duduk santai sambil
merokok di sudut aula.
“Eh Mas Razi,sudah duluan ternyata!”, sapaku.
“Weleh-weleh… saudari Nura toh! Silahkan-silahkan! Saya sudah duluan dari tadi
Neng! Dari sejak mau akad”, jawab Mas Razi.
Kak Nia menyenggolku sambil bertanya, “Siapa itu Ra? Cakep juga tuh!”
“Ah kakak ini…itu lho pengasuh SAKOLA, yang temen sekolahnya Kak Ali itu”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 75
“Oh…oh…dia itu nanyain ke kamu sudah punya pacar atau belum itu… Oh dia toh…
Hahahaha….jangan-jangan!”, goda Kak Nia.
“Idih, Kak Nia ini apaan sih.sudah ah, kita nikmatin dulu nih makanan-makanannya.
Jangan ngobrol dulu”, jawabku menghindar.
Seiring Mas Razi yang menghilang entah kemana selepas sapaan singkat itu, kami pun
mencicipi berbagai sajian resepsi. Mulai dari Baso Tahu Bandung, Zufa-zufa, hingga makanan
berat seperti Soto Mie Bogor dan Nasi Kebuli.
Selepas itu kami pun berpamitan pada kedua mempelai. Sebelum pulang, tidak seperti
biasanya, Kak Nia mengajakku untuk melaksanakan sholat dzuhur terlebih dahulu. Selepas
mendapat charge ruhaniah di pengajian tadi pagi, Kak Nia begitu bersemangat mencari
Mushola hotel dengan langkah cepat. “Ayo-ayo, ini sudah jam satu lebih, kita belum shalat!
Malu pada Alloh”, ujar Kak Nia memaksaku untuk cepat.
Pada suatu belokan lorong hotel menuju Mushola, tiba-tiba aku dan Kak Nia
terperanjat! Bagaimana tidak kaget, kami berpas-pasan dengan Bang Iyan yang sedang
digandeng mesra oleh seorang perempuan berpakaian super seksi.
Beberapa saat kami tidak mampu berkata apa-apa. Sekejap kemudian kulihat Bang
Iyan mencoba berpaling dari kami dengan raut gelagapan.
“Heh, Iyan! Ini cewek siapa hah? Ngapain kamu di hotel ini?”, bentak Kak Nia pada
Bang Iyan dengan nada keras penuh amarah.
“Sayaang….ini siapa sih cewek tua bangka? Siapaa ini sayaang?”, ujar perempuan
seksi itu mendorong-dorong tubuh Bang Iyan. Aku hanya bisa terdiam melihat hal itu. Pelan-
pelan tidak tahu mengapa, “tegg”….hati ini terasa lemas. Inikah yang disebut dengan sakit
hati? Patah hati? Cemburu? Atau apalah namanya aku tidak tahu.
“Iyan…jawab sekarang! Cewek menor ini siapa? Kamu jangan pura-pura bego ya!
Kamu bilang ingin dikenalkan sama perempuan yang mau kamu ajak menikah, eh setelah aku
kenalin sama adikku…begini kelakuan aslimu hah?”, teriak Kak Nia lebih keras hingga
membuat seorang petugas keamanan hotel berlari menghampiri.
Beberapa detik berjalan seakan pelan… Kak Nia kulihat saling dorong dengan
perempuan seksi itu. Aku semakin lemas melihat kejadian itu… Dan, tubuhku semakin goyah
ketika ternyata… Bang Iyan, yang jalinan kata-kata dalam suratnya telah membuat hatiku
terkesima dan tertarik padanya, berteriak setengah membentak pada petugas keamanan
sembari menunjuk-nunjuk pada Kak Nia, “Pak, tolong usir cewek gila ini sama cewek yang
ada di sebelahnya itu! Masa‟ teriak-teriak model orang gila kayak gitu di hadapan saya dan
pasangan saya! Usir mereka pak! Kami sangat terganggu!”
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 76
Rasanya lututku kehilangan daya untuk menopang kaki untuk berdiri. Terasa begitu
berat tubuhku untuk tetap kuat saat mendengar ucapan Bang Iyan itu. Hingga saat petugas
keamanan hotel hendak menyeret Kak Nia, datanglah Mas Razi entah dari mana, dengan
cepat ia menahan tanganku dari jatuh sambil berteriak sangat kencang pada petugas
keamanan, “Pak…jangan begitu! Dua orang ini tamu resepsi di tempat ini ! Bapak jangan
begitu dong!”.
Mendadak petugas keamanan hotel ciut. Tidak jadi menyeret Kak Nia yang sedang
marah. Dengan gesitnya, Mas Razi memapahku menuju sebuah kursi di dekat mushalla. Lalu
ia berlari lagi menuju arah Kak Nia sambil berbicara dengan petugas keamanan hotel… Entah
berbicara apa aku tidak tahu. Yang jelas aku tidak lagi melihat Bang Iyan dan perempuan
seksi itu di sana. Tiba-tiba…beberapa menit berikutnya…gelap….lemas…aku lunglai pingsan
di atas kursi.

#Pahit_Manis
Malam ini, telah menjadi saksi bagaimana hatiku hancur berkeping-keping. Bang Iyan,
laki-laki yang telah membuatku tertarik sejak sebulan terakhir... telah memperlihatkan wajah
aslinya sebagai lelaki yang tidak pantas untukku. Bang Iyan yang kata-kata puitis dalam surat-
suratnya sempat menerbangkan hatiku menuju langit khayal romantisme, ternyata bukanlah
sosok laki-laki yang pantas untuk hatiku. Dengan bungkus kegombalan dibalik surat-surat
yang ditulisnya, tersimpan kepalsuan yang merobek hatiku.
Di dalam rasa sedih dan kecewa seperti ini, aku jadi teringat dengan pesan Kak Ali
padaku beberapa tahun yang lalu. Kala itu, aku pernah merasa kecewa dan sedih atas
kegagalanku meraih Juara I lomba menggambar tingkat Provinsi DKI Jakarta. Padahal, aku
sangat optimis bisa menjadi juara satu. Mengapa? Karena peserta-peserta lain yang mengikuti
lomba tersebut, merupakan saingan yang pernah kalah olehku pada event-event lomba
menggambar sebelumnya. Disaat kesedihan itulah, Kak Ali memberiku nasihat agar sering
membaca Al-Qur‟an. Menurut Kak Ali, Al-Qur‟an adalah rahmat dan penawar hati orang-
orang yang beriman24 .
Segera kuambil terjemah Al-Qur‟an yang terpajang rapi di lemari buku. Lalu kubuka
sekenanya untuk kemudian membaca pelan dan menyelami maknanya,
“…Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu,

24
Mafhum terjemah QS. Surat Al -Isra ayat 82.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 77
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu,
daripada yang sekarang (permulaan)”.
(Terjemah QS. Adh-Dhuha : 2-4)

Hatiku bergetar saat melihat terjemah dari ayat-ayat yang kubaca sekenanya itu. Aku
seakan-akan sedang diingatkan Tuhan agar jangan terus larut dalam rasa sedih dan kecewa.
Daripada terus hanyut didalam kesedihan dihari ini, maka lebih baik aku berfokus pada hari
esok yang terbuka bagiku untuk membuka lembaran baru yang lebih baik dan lebih
membahagiakan. Jika bukan karena Tuhan sayang dan peduli kepadaku, maka Dia tidak
mungkin menakdirkanku bertemu dengan Bang Iyan tadi siang. Peristiwa kelabu yang
kualami tersebut, ialah tanda bahwa Tuhan selalu memperhatikan apa yang terbaik bagiku
sebagai hamba-Nya.
Tidak terbayangkan jika Tuhan membiarkan hatiku terus larut dalam rasa kagum pada
Bang Iyan hingga akhirnya, misalnya… aku menjadi pasangan atau istrinya. Apa yang terjadi
jika aku baru tahu siapa diri Bang Iyan setelah kami terikat di dalam hubungan yang serius
atau mungkin menikah? Mungkin tidak sekedar sedih atau kecewa saja yang kualami. Aku
akan malu juga kepada Ayah, Amah, Kak Nia, Kak Ali, teman-temanku, dan yang lainnya.
Karena bisa jadi aku akan dipandang mereka sebagai seorang istri yang tidak mampu menjaga
hati suaminya. Sungguh tidak terpikirkan bagaimana jadinya.
Sekarang… seharusnya aku bersyukur pada Tuhan. Karena dengan karunia-Nya yang
Mahaluas-lah, akhirnya kutahu siapa diri Bang Iyan yang sebenarnya. Tuhan telah menyibak
rahasia gelap Bang Iyan, sebelum hatiku terlanjur larut dalam kekaguman yang lebih
mendalam atau bahkan mungkin cinta.
Sambil menutup Al-Qur‟an yang selesai dibaca, kupanjatkan sebait munajat hati
kepada Tuhan :
Terima kasih duhai Tuhan-Ku,
Selalu menyayangi dan pedulikanku,
Selalu memperhatikan yang terbaik untukku,
Maafkan aku yang sering picik menilai takdir-Mu,
Maafkan aku yang sering lalai dari syukur pada-Mu,
Maafkan aku yang sering terlupa dari ingat kepada-Mu.
Terima kasih dan Maafkanlah semua kesalahan dan alfaku.

Kemudian kusungkurkan tubuhku, bersujud dalam syukur pada-Nya, merenungkan


semua jejak peristiwa yang kualami di hari ini. Aku mengerti, apa yang kualami tadi siang
teramat pahit untuk diingat. Tapi akupun tahu, ada hadiah manis dari Tuhan yang kudapatkan

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 78
karena kejadian itu. Yaitu sebuah kesadaran bahwa semua yang kualami dalam hidupku
adalah takdir terbaik untukku. Sudah seharusnyalah aku selalu memohon dan berdoa kepada-
Nya… agar aku, selalu berada dalam lindungan naungan-Nya, di setiap waktu dan setiap
takdir yang kujalani. Amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 79
<9>
MENATA DIRI

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,


dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”
(QS. Asy-Syams : 9-10)

#Memantaskan_Diri
Harmoni dzikir pengajian Masjid Al-Wafa asuhan Ustadz Riri pada hari ini terasa
sangat berbeda. Jama‟ah yang hadir terlihat begitu sesak memenuhi setiap shaf dan sudut
masjid. Nyaris tidak ada ruang kosong yang tersisa disana. Alhamdulillah aku dan Kak Nia
datang lebih awal ke pengajian, sehingga bisa duduk di shaf terdepan. Berjarak sekira 3 meter
dari Ustadz Riri yang biasa duduk di depan.
Semenjak kejadian dua minggu yang lalu, ada hikmah tersendiri bagi kami berdua.
Hikmah yang didapatkan Kak Nia terutama dari pengajian Ustadz Riri yang pertama kali dia
ikuti. Pengajian itu telah mengingatkan Kak Nia tentang indahnya mendekatkan diri kepada
Tuhan. Sedangkan hikmah yang aku dapatkan… justru berasal dari peristiwa pahit saat
bertemu Bang Iyan. Setelah kejadian itu aku jadi merenungi kembali nasehat Amah dan Kak
Ali yang pernah kudengar pada saat mudik ke desa.
Ketika itu, Amah pernah berkata padaku, “Anakku, Amah tahu mungkin di zaman ini
pacaran sudah menjadi biasa. Tapi kamu harus ingat Nura, jodoh itu biasanya adalah
sebanding25 . Jika kamu memilih untuk berpacaran, dan ternyata kamu baru menemukan jodoh
setelah berkali-kali pacaran. Maka jangan salahkan Tuhan jika kamu berjodoh dengan seorang
laki-laki yang juga telah berkali-kali pacaran dengan perempuan lain. Tuhan itu Maha Adil,
anakku…Sangat Adil kepada hamba-hamba-Nya”.
Nasehat Amah tersebut telah menyadarkanku bahwa kenapa Alloh berkehendak
membukakan padaku tentang siapa Bang Iyan sebelum aku tertarik padanya lebih jauh.
Karena boleh jadi kami memang tidak sebanding. Bang Iyan mempunya perilaku seperti itu,
sedangkan aku…pacaran pun tidak pernah. Boleh jadi kejadian pahit yang kualami dua
minggu yang lalu itu adalah buah dari ketidakpantasan kami untuk berjodoh.

25
Selaras dengan mafhum terjemah QS. An-Nur ayat 3 yang artinya, “Laki-laki yang berzina tidak mengawini
melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik…”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 80
Sekarang aku berniat untuk memperbaiki diri dengan semaksimal mungkin. Bukan
untuk siapa-siapa, melainkan untuk diriku sendiri. Agar aku menjadi pribadi yang baik di
mata Tuhan. Sehingga… Tuhan pun akan memberi jodoh yang terbaik pula untukku menurut
kehendak-Nya
Dan sekarang, meskipun belum sepenuhnya mengerjakan semua perintah dan ajaran
agama seperti mengenakan jilbab, rutin melaksanakan Tahajud, membaca Al-Qur‟an dan
sunnah-sunnah lainnya yang sering dijelaskan Ustadz Riri, aku bertekad untuk tidak
menggunakan cara pacaran untuk menemukan cinta terbaikku.
Sebagai seorang perempuan, aku tidak mau ceroboh lagi dalam soal mengelola
perasaan. Apalagi aku sangat lemah dalam mengamalkan tuntunan agama. Jika seorang yang
rajin beribadah saja bisa terjerumus dalam keburukan, apatah lagi aku yang sedikit ibadahnya.
Sudah seharusnya perasaanku ini tidak mudah terbuaikan oleh kata-kata manis yang
diungkapkan lelaki. Sudah cukup pengalamanku atas Bang Iyan kemarin, menjadi pelajaran
berharga untukku di kemudian hari.
Aku teringat dengan nasehat Kak Ali pada saat mudik kemarin. Dengan penuh
kelembutan, Kak Ali berkata padaku, “Nura, kamu sudah dewasa sekarang. Kakak nggak
mungkin lagi seperti dulu yang sering nemenin kamu main kesana kemari. Saat kamu remaja,
kakak memang berusaha untuk menjadi sahabat terbaikmu. Mengapa? Karena kakak mengerti
bahwa banyak permasalahan remaja di zaman ini bukan terjadi karena sikap nakal atau nggak
baik. Melainkan karena kurangnya perhatian dari orang-orang terdekat.
"Saat ini kamu sudah dewasa dan mampu memutuskan mana yang baik untuk kamu
dan mana yang tidak. Kakak nggak bisa memberimu banyak nasehat selain satu, “perdalamlah
agamamu ya Ra!” Kakak menyesal kurang sekali mendalami agama sewaktu masih
seumurmu. Sehingga kakak pontang-panting menjalani setiap episode kehidupan ini tanpa
arah yang jelas. Padahal, agama adalah cahaya kehidupan. Agama adalah tuntunan kehidupan
seorang insan. Dengan agamalah, kita dituntun Tuhan tentang bagaimana cara memperoleh
hidup dan kehidupan dengan baik… Tolong ingat baik-baik pesan kakakmu ini ya Ra!”
Subhanalloh, seandainya aku tidak memiliki orangtua dan kakak yang memberikan
cinta dan perhatian yang tulus, boleh jadi kejadian pahit itu akan membekas begitu mendalam
dalam hatiku. Tapi syukurlah… Tuhan telah menghadiahkan banyak hikmah padaku dibalik
kejadian tersebut. Sehingga sekarang… sekali lagi,aku bertekad untuk berusaha semaksimal
mungkin menjadi Nura Hamidah yang memantaskan diri sebagai muslimah yang baik.
Memantaskan diri meraih yang terbaik dalam cinta. Amin.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 81
#Hadiah_Pengajian
Selepas berdzikir, seperti biasa kami menanti Ustadz Riri untuk menyampaikan
nasihatnya. Satu hal yang aku sukai dengan caranya menyampaikan nasihat. Yaitu sering
menceritakan sebuah kisah inspiratif yang berhubungan dengan tema yang dibahasnya.
Ustadz Riri sangat jarang berpanjang-panjang dalam menyampaikan nasihat. Setahuku, paling
lama 20 menit. Biasanya hanya sepuluh atau lima belas menit saja. Alhamdulillah, hikmah
dari nasihatnya bisa mudah menempel di benak para jamaah. Setidaknya itulah yang pernah
aku dengar dari Ghea dan beberapa jamaah lainnya.
Tidak berapa lama, Ustadz Riri berdiri kemudian mulai berbicara :
“Assalamu‟alaikum Warahmatullohi Wabarokatuh….
“Alhamdulillahirobbil „alamin. Alladzi an‟ama „alayna bi ni‟matil ihsani wal imani
wal islam. Ash-sholatu was-salamu alal habibil anbiya„i wal mursalin. Sayyidina Wa
Maulana Muhammadin, wa 'ala alihi wa shohbihi ajma‟in. Wa ba‟du.
“Syukur Alhamdulillah, hari ini telah hadir di tengah-tengah kita…guru kita semua,
seorang zahid26 yang berjasa bagi pendirian masjid ini. Al-Mukarrom Bapak Haji
Saefulloh Maslul. Tepat pada hari ini dua tahun yang lalu, tempat yang semula kebun
singkong ini berubah menjadi tempat suci. Atas jasa beliaulah, yang gigih membina
al-faqir27 beserta beberapa murid lainnya, untuk berjuang di jalan Alloh menemani
beliau dakwah ke berbagai pelosok pulau Jawa dan Sumatra, akhirnya tempat ini bisa
dibeli tanahnya dan dibangun masjid yang megah ini. Alhamdulillah Tsumma
Alhamdulillah! Hari ini guru kita semua bisa hadir bersama kita untuk mensyukuri
kehadiran masjid ini selama dua tahun.
“Jika orang-orang banyak merayakan ulang tahun kelahiran dengan segala macam
jenis cara. Maka sudah seharusnyalah kita sebagai muslim tidak melupakan rasa
syukur kita atas hadirnya masjid ini… di sini… di tempat ini. Karena melalui
wasilah28 masjid inilah, kita bisa nyaman menuntut ilmu agama dan berdzikir di
tempat ini. Dan…tidak itu saja, tidak kurang dari tiga puluh delapan orang non-
muslim yang berikrar Syahadat di masjid yang mulia ini… Ini adalah anugerah dari
Alloh yang harus kita syukuri.
“Sekarang marilah kita dengarkan nasihat guru kita bersama, Bapak Haji Saefulloh
Maslul… Semoga kita bisa mereguk lautan hikmah dari beliau dengan sebaik-
baiknya. Dan bisa mengamalkannya demi kebaikan hidup kita dunia dan akhirat.
Amin”

26
Istilah dalam tasawuf yang berarti seseorang yang menjalani hidup zuhud. Yaitu sikap hidup tidak tamak
(serakah), meninggalkan apa yang ada pada manusia dan menggantungkan sepenuhnya pada kehendak Alloh.
(Buku Lautan Tanpa Tepi : Hal . 38); berpalingnya hati dari pandangan duniawi kepada pandangan akhirat (Buku
Tasawuf Menjawab Tantangan Global : Hal. 292)
27
Istilah dalam tasawuf yang berarti ungkapan seseorang yang sangat membutuhkan pertolongan Alloh SWT.
28
Istilah bahasa arab yang berarti perantaraan.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 82
Seraya mencium tangan Kyai yang dipanggil Bapak Haji tersebut, Ustadz Riri pun
membantunya untuk duduk di Kursi yang telah disiapkan di depan jamaah.
“Assalamu‟alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh…
“Bapak ibu sekalian, ada pertanyaan yang menarik! Kenapa Alloh membuat telinga
ini menghadap ke depan dan mengapa Alloh membuat lisan ini hanya satu tetapi
telinga ini sepasang? Ada yang tahu jawabannya? (Jama‟ah terdiam… sepi).
“Hadirin… Telinga menghadap ke depan adalah, agar orang yang berbicara menjadi
orang pertama yang mendengar apa yang dibicarakannya. Sehingga ia menjadi orang
yang paling pertama pula dalam mengamalkan apa yang dibicarakannya. Bukan
hanya cuap-cuap basa-basi. Bukan hanya hiasan bibir apalagi sekedar pemanis
bahasa.
“Lalu kenapa lidah hanya satu dan telinga diberi sepasang? Tiada lain adalah agar
setiap orang belajar untuk menjaga lisannya dan lebih sering mendengarkan daripada
berbicara. Mengapa, kenapa dan untuk apa? Agar sebagai manusia, kita bisa lebih
banyak mengamalkan kebaikan daripada hanya berbicara tanpa amal.
“Maka hadirin, bersyukurlah kita duduk di masjid ini tidak banyak ngomong.
Kenapa? Karena disini kita banyaknya beramal. Amal yang baik untuk menghiasi
lisan. Yaitu Berzikir. Ingat pada Alloh Tuhan kita. Itulah salahsatu amal terbaik bagi
lisan kita.
“Oleh karena itu bapak dan ibu sekalian…cukup sekian saja saya berbicara ya!
Supaya saya bisa mengamalkan apa yang saya bicarakan tadi… Terakhir, saya ingin
mengucapkan doa… PANJANG UMURNYA… PANJANG UMURNYA… PANJANG
UMURNYA MASJID AL-WAFA… MASJID AL-WAFA… MASJID AL-WAFA!!!
(Melagukan dengan nada petikan lagu Selamat Ulang Tahun).
“Sekian dari saya… Wassalamu‟alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh”. Serentak
jama‟ah menjawab salam dengan kompak dan senyuman lebar, “Wa‟alaikum salam
wa rahmatullahi Wabarokatuh”.
Tidak lama setelah itu, kami semua mencicipi makanan prasmanan yang telah
disediakan oleh pengurus masjid. Sebuah pengalaman baru yang sangat menyenangkan
bagiku dan Kak Nia. Diawali dengan berdzikir lalu disambung nasihat oleh Ustadz Riri dan
Bapak Haji Saefulloh yang ringkas namun menembus hati, sampai kemudian ditutup makan
berjamaah, aduhai!! Sebuah kenikmatan yang luar biasa.
Aku bersyukur diajak Kak Ali ikut pengajian ini beberapa waktu silam. Pengajian ini
seperti oase untuk hati, di tengah hiruk pikuk Kota Jakarta yang sarat dengan kehidupan serba
materialistik. Aku pun bersyukur hari ini bisa datang ke pengajian dan menyimak mutiara
nasihat dari Bapak Haji untuk pertama kalinya. Sang pendiri masjid yang juga adalah
penggagas pengajian dzikir yang kini diasuh Ustadz Riri.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 83
Sambil menikmati makanan dengan lahap, seorang ibu yang duduk di sampingku
mengajak berbincang, “Eneng mah baru ya ketemu sama Bapak Haji Saefulloh? Sudah lama
nggak ikutan ngaji disini neng?”, tanyanya.
“Iya bu! Baru sekarang ketemu beliau. Kalau mengaji disini sih sudah beberapa
bulan”, jawabku.
“Oh, baru beberapa bulan. Ya pantesan baru ketemu sama Bapak Haji. Karena sejak
setahun yang lalu beliau memang lagi fokus membangun pesantrennya. Hanya beberapa kali
saja datang ke berbagai pengajian yang ada di Jakarta ini”, jelas ibu tersebut.
“Memangnya beliau punya pesantren dimana bu?”
“Pesantren beliau di Panjalu Ciamis, Neng! Pesantrennya yang khusus untuk amaliah
dzikir dan membina korban-korban Narkoba. Beliau ini seorang Sufi, Neng! Beruntung kalau
anak gadis seperti Neng ini sudah mau belajar dzikir dan mengaji pada ulama Sufi seperti
beliau. Saya mah sudah tua baru ingetnya. Tapi… Alhamdulillah ketang, masih kebagian ikut
ngaji…hahahaha”, lanjutnya lagi dengan logat Sunda yang kental sembari tertawa ringan.
Kak Nia lalu menimpali, “Kalau kami mau sowan ke pesantrennya bisa nggak bu?”
“Ya bisa banget atuh neng! Da pesantrennya beliau mah memang suka didatengin
orang dari mana-mana. Di pesantren beliau itu sebulan sekali diadakan pengajian dzikir. Wah
Neng, datangnya teh dari mana-mana geura. Bukan cuma dari sini Neng! Ada yang dari
Sumatra, Kalimantan, eh dari luar negeri seperti Malaysia sama Singapura juga pada ikutan
neng, pokoknya mah banyak neng!”
“Ibu tahu alamat pesantrennya nggak?”, Tanya Kak Nia lagi.
“Kalau soal alamat mah nanyanya sama yang jualan buku-buku karangan Bapak Haji
aja Neng! Itu tuh, yang lagi duduk di dekat WC Akhwat. Di buku-buku tulisan Bapak Haji
juga ada alamat lengkap pesantren beliau kok! Kalau ibu mah, hanya hafal tempat tidak tahu
jalannya, hehe. Sekalian neng dibeli atuh buku-buku beliau, bagus-bagus neng!”, jawab sang
ibu sambil tangannya menunjuk ke arah seorang penjual buku.
Dengan penasaran Kak Nia menengok ke arah teras yang ditunjukkan sang ibu. Dan
selesai kami makan, Kak Nia mengajakku ke arah sang penjual buku. Nampaknya Kak Nia
penasaran dengan jawaban yang diberikan ibu tadi. Sambil berjalan, Kak Nia berkata padaku,
“Nura, kamu tersentuh nggak sama ceramah yang disampaikan Kyai yang dipanggil Bapak
Haji tadi? Kalau kakak sih tersentuh banget! Jadi penasaran pengen ngelihat buku-buku
tulisannya. Ya syukur-syukur nanti kita bisa silaturahmi ke pesantrennya”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 84
“Iya kak, singkat padat dan nyeredet 29 masuk ke hati ya!”, jawabku ringkas.
Beberapa saat kemudian kami pun sampai di teras tempat berjualan buku. Mulailah
kami melihat- lihat buku-buku yang terpajang rapi dengan beralaskan plastik.
“Bade milari naon neng, bukuna Bapak Haji sanes?30 , tanya sang penjual buku.
“Iya nih, ada buku apa saja sih yang ditulis sama beliau itu, Bu?”, tanya Kak Nia pada
sang penjual buku.
“Banyak buku beliau mah, Neng! Ini ada yang baru dua nih, yang judulnya “Kajian
Pembuka Hati” dan “Menggapai Khusnul Khatimah”. Bagus isinya lho Neng!”, jelas sang
penjual berpromosi.
“Di dalam bukunya itu ada alamat pesantren beliau kan Bu?”, tanya Kak Nia penuh
penasaran.
“Ya jelas atuh … Lengkap..kap..kap! Biasanya ditulis di halaman belakang buku.
Lihat saja sendiri neng!”, jawab sang penjual sembari menyodorkan buku yang berjudul
“Kajian Pembuka Hati” kepada Kak Nia.
“Oke deh bu, aku beli dua-duanya ya!… Yang “Kajian” itu beli satu ya! Nah yang
“Khusnul Khatimah” beli dua. Yang satu buat aku… yang satunya lagi tolong diplastikin buat
adikku ini”, pesan Kak Nia pada sang penjual sembari menyerahkan sejumlah uang padanya.
“Iya… ini bukunya ya neng! Semoga bermanfaat ya! Terima kasih, berkah, berkah,
berkah, berkah, amin”, sigap sang penjual melayani pemesanan Kak Nia dengan gesit.
Demikianlah perjalananku bersama Kak Nia di hari Minggu yang cerah. Sekira jam
Sebelas siang kami pulang kembali ke rumah dengan hati yang sejuk, setelah mendapat
multivitamin spiritual dari pengajian. Tidak hanya itu yang kudapatkan dari pengajian itu.
Tapi juga hadiah buku dari Kak Nia. Buku berjudul “Menggapai Khusnul Khatimah” tulisan
Bapak Haji Saefulloh Maslul…. Terima kasih Ya Alloh Ya Tuhanku! Telah menghadiahiku
berbagai kenikmatan di hari ini…Alhamdulillah.

#Wisata_Religi
Belum dua hari sejak kami mendengar nasihat yang disampaikan Bapak Haji, Kak Nia
mendesakku untuk ikut bersamanya bersilaturahmi ke Pesantren yang diasuh oleh beliau.
Semula aku menolak, karena belum meminta izin kepada Mas Razi. Tapi setelah Mbak Tiwi
menjelaskan bahwa Mas Razi sedang keluar kota agak lama dan aku mendapat izin tidak
mengajar selama beberapa hari, kami pun akhirnya jadi untuk berangkat kesana.

29
Bahasa Sunda, bermakna menelusup; menyelinap.
30
Bahasa Sunda, makna bebasnya “mau mencari apa neng, bukunya bapak haji bukan?

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 85
Selepas menyiapkan beberapa pakaian untuk dibawa, kami pun berangkat. Kami
berdua pun sudah sepakat bahwa sepulang dari pesantren itu, Kak Nia akan mengantar aku
untuk ke rumah ayah. Aku mendapat izin tidak mengajar selama beberapa hari. Jadi lumayan
bisa sekalian mengobati rasa kangenku pada Amah. Menikmati sejuknya alam pedesaan,
sekalian refreshing dari segala kepenatan yang kurasakan akhir-akhir ini.
Perjalanan menuju Panjalu Ciamis dari Jakarta memang tidak sebentar. Menurut Mas
Gandi yang sering pergi keluar kota, setidaknya butuh waktu tujuh jam lebih untuk bisa
sampai kesana melalui jalur Cikampek, Karawang, Purwakarta, Bandung, Nagreg, Garut,
hingga Panjalu. Sehingga Kak Nia tidak menyetir mobilnya sendiri. Ia memilih menggunakan
jasa Mang Sarip – sopir Mas Gandi, untuk sampai kesana. Dan mas Gandi sendiri, untuk
sementara menyetir sendiri kendaraan dinasnya selama di Jakarta.
Setelah beberapa kali berhenti untuk istirahat, Kak Nia banyak bercerita padaku
berbagai hal di dalam mobil. Untuk mengalihkan rasa bosan kami. Mulai dari pekerjaannya
hingga hal-hal lucu yang diingatnya semasa kami masih anak-anak.
“Nura, kamu inget nggak dulu kamu pernah jahil pada Kak Ali tapi justru kakak yang
kena semprot dimarahin Kak Ali? Inget nggak?”, ujar Kak Nia mencubit lenganku pelan.
“Yang mana ya! Hehe… Kak Nia kan emang sering kena marah Kak Ali gara-gara
aku, hahaha…yang mana ya?”, godaku.
“Dasar kamu ya! Jadi, kamu sengaja ya waktu itu pengen ngerjain kakak?”
“Namanya juga anak kecil kak, apalagi waktu itu aku kan baru umur enam atau tujuh
tahun. Masa‟ sengaja, hihihi”
“Kamu ini… kakak nggak lupa tuh sewaktu kamu nyimpen kecoa mati dalam buku
pelajaran punya Kak Ali. Mentang-mentang Kak Ali takut sama kecoa, kamu sampai jahil
begitu Ra! Ckckckck! Eh, malah kakak yang kena marah terus. Huh kamu ini, Nura! Telinga
kakak sering merah karena dijewer Kak Ali waktu itu”
Aku tertawa lepas mendengar kisah lama kami yang diceritakan Kak Nia. Beberapa
menit kemudian kami akhirnya sampai di Pesantren Al-Kamil yang diasuh Bapak Haji.
Sebuah pesantren sederhana yang dikelilingi sawah di kanan dan kirinya. Syukurnya,
walaupun perjalanan yang kami tempuh cukup panjang dan lama, Alhamdulillah jalan yang
kami lewati sebagian besarnya mulus dan bagus.
Menurut cerita Mang Sarip, yang mengaku pernah datang ke pesantren Al-Kamil
sewaktu mudanya, Bapak Haji ialah salahsatu murid Abah Anom31 di Tasikmalaya. Seorang

31
Panggilan Wali Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya ke - 37.
Yaitu Asy-Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin RA (w. 2011).
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 86
sufi kharismatik yang juga merupakan guru ruhani Buya HAMKA32 . Mang Sarip
mengetahui tentang hal itu dari mantan anggota DPR yang pernah menjadi majikannya
belasan tahun yang lalu. Sejak tahun 1960-an, Bapak Haji telah menjadi murid Abah Anom
dan dididik secara langsung hingga menjadi salahsatu Wakil Abah Anom dalam memberikan
pembelajaran dzikir di tahun 1990. Semenjak belajar dari Abah Anom itulah, Bapak Haji
dikenal sebagai salahseorang muballigh Tasawuf.
Turun dari mobil, kami langsung diantar seorang santri menuju sebuah rumah salah
seorang tetangga Bapak Haji untuk beristirahat terlebih dahulu. Satu hal yang membuatku
terkesan. Para santri di pesantren tersebut begitu ramah pada kami. Bahkan disediakan sebuah
kamar untuk kami beristirahat selepas menempuh perjalanan jauh. Menurut Ayub – santri
yang mengantar kami, semua bentuk pelayanan yang dilakukan santri dan masyarakat disana
pada tamu-tamu di pesantren itu sama. Bapak Haji selalu mewanti-wanti agar setiap tamu
yang datang bisa merasa nyaman sebelum bisa bertemu dengannya.
“Maaf ibu, silahkan beristirahat dahulu. Sekarang Bapak Haji sedang menerima tamu
jauh juga. Jadi mohon bersabar dahulu ya bu! Nanti Ayub kesini lagi menjemput kesini kalau
Bapak Haji sudah memanggil”, ujar Ayub kepada Kak Nia dengan penuh kesopanan.
Selanjutnya ia pun pamit untuk kembali ke tempatnya semula. Aku dan Kak Nia senyum dan
mengangguk padanya.
“Hmm….sejuk sekali disini ya Ra! Kalau di Jakarta pasti kita butuh AC kalau mau
dingin. Wah di sini mah sudah sejuk dari sananya. Tadi itu, Jang33 Ayub sopan banget ya
pada kita. Wah pasti nggak akan nyesel kita datang kesini Ra!”, ucap Kak Nia padaku
sembari merebahkan diri di kasur yang sudah disediakan.
Belum lagi aku menjawab pertanyaan Kak Nia, datang seorang nenek mengetuk pintu
34
kamar lalu menawarkan teh hangat berikut Opak dan Wajit khas Sunda pada kami. Tentu
saja aku langsung menerima tawarannya dengan senang hati. Biasanya aku hanya mencicipi
dua makanan itu setahun sekali saja. Yaitu pada saat mudik ke rumah ayah. Sekarang ada
penduduk yang menawarkannya dengan penuh keramahan, pasti tidak akan aku tolak.
“Nini teh yang punya rumah ini? Maaf ya jadi merepotkan nini. Punten Pisan!35 ”

32
Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ialah seorang ulama Kharismatik yang bernama asli Haji Abdul
Malik Karim Amrullah (w.1981). Beliau menulis banyak buku keislaman. Salahsatunya ialah “Tasawuf Modern”.
33
Sebutan dalam bahasa Sunda yang bermakna bebas, “Adik atau Dik”
34
Opak : makanan khas Sunda sejenis kerupuk yang dipanggang. Wajit : makanan khas Sunda sejenis dodol
manis.
35
Nini : Bahasa Sunda bermakna Nenek. Punten Pisan : Bahasa Sunda bermakna maaf banget; maaf sekali.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 87
“Ah teu sawios, neng36 . Nini mah senang sekali kalau ada tamu Bapak Haji yang
datang. Seperti dapet hadiah kalau ada tamu beliau teh”
Aku pun mulai mencicipi Wajit dan Opak. Sementara itu, Kak Nia langsung terlelap di
alam mimpi karena kelelahan.
Sekira Pukul Tiga sore – dua jam setelah berada di rumah itu, aku pamit kepada Nenek
Royani – pemilik rumah. Ingin berjalan-jalan di sekitar Pesantren yang asri dengan panorama
pesawahan dan rumah-rumah tradisional. Sambil memegang Kamera Polaroid kesayanganku,
aku pun beraksi mengabadikan keindahan alam pedesaan itu. Mulai dari kediaman Bapak
Haji, masjid yang ada di depan kediaman beliau, kolam besar di samping kediaman beliau,
gugusan hijau pesawahan di belakang pesantren, hingga jajaran rumah tradisional penduduk
desa yang asri dan rapi.
Setelah puas memotret, aku berjalan agak cepat menuju masjid untuk menjemput
panggilan adzan Ashar yang telah berkumandang. Memenuhi undangan Alloh untuk meraih
cahaya ibadah. Serta mensyukuri karunia-Nya, yang memberikan kesempatan padaku
melakukan wisata religi bersama Kak Nia. Alhamdulillahi robbil „alamin.

#Tidak_Menyangka
Sambil berjalan menuju masjid pesantren, aku melihat ke sekeliling desa tempat
Bapak Haji membina santri-santrinya yang kebanyakan berasal dari generasi muda yang
terjerembab dalam jebakan Narkoba. Indah sekali pesantren ini. Udara yang kuhirup masih
begitu murni. Jauh di Selatan pesantren kulihat ada sebuah bukit air terjun yang sedikit
tertutup oleh rerimbunan pepohonan di samping Pesantren. Benar-benar indah.
“Gedebugh”, saking terpesona dengan keindahan pesona desa itu, aku tidak sengaja
menabrak seseorang.
“Eh…kamu Nura! Kamu ada di sini ternyata!”, Cergah orang yang kutabrak yang
ternyata adalah Mas Razi yang berdiri di samping Bapak Haji Saefulloh.
“Ya Alloh, Mas Razi lagi ada di sini juga?”, jawabku kaget.
“Ngobrolnya nanti saja ya! Ashar dulu”, ujar Bapak Haji yang seperti sudah sangat
akrab dengan Mas Razi.
Kami pun lantas melangkah berbeda arah. Mas Razi dan Bapak Haji langsung masuk
ke dalam masjid. Sedangkan aku menuju tempat wudhu perempuan.

36
Bahasa Sunda : Bermakna “Ah tidak apa -apa, nona”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 88
Sambil berwudhu pikiranku berkecamuk dalam penasaran. Ternyata Mas Razi keluar
kota itu adalah kesini, ke pesantren asuhan Bapak Haji. Ada apa gerangan dia datang kesini?
Apakah seperti aku yang hanya bersilaturahmi mengantar Kak Nia? Atau ada tujuan lain? Ah,
aku tidak boleh seperti ini. Ikut campur urusan oranglain. Lebih baik sekarang aku berwudhu
dengan baik lalu sholat Ashar. Adapun masalah untuk apa Mas Razi ke pesantren ini bukan
menjadi urusanku. Dan tidak perlu juga aku mencampuri urusannya. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 89
< 10 >
BUKAN KEBETULAN

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah


khazanahnya (segala sesuatu bersumber dari-Nya); dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”
(QS. Al-Hijr : 21)

#Perbincangan_Sore
Lantunan Dzikir berjama‟ah di Masjid Pesantren Al-Kamil bergema dengan penuh
kekhusyu‟an. Mengetuk pintu-pintu hati para pendzikirnya sehingga teringat akan dosa dan
tergerak dalam taubat pada-Nya. Sore ini…baru pertama kalinya aku menemukan sebuah
jama‟ah dzikir yang gelegar suaranya begitu menghunjam kuat ke dalam hatiku. Tidak
mampu kelopak mataku menahan jatuhnya tetesan airmata. Mengalir begitu saja, seiring
samudera dzikir yang semakin membawa hatiku dalam lautan ketentraman jiwa37 . Yang tidak
bisa tergambarkan melalui himpunan kata-kata seindah apapun.
Dzikir yang dipimpin oleh Bapak Haji ini, kurasakan begitu kuat menembus relung
terdalamku. Aku telah berulang kali mengikuti pengajian dzikir Ustadz Riri. Tapi sejujurnya,
baru kali ini aku merasakan diri ini kecil di mata Tuhan. Sebuah “perasaan” yang seakan
memikat hatiku untuk selalu mengingati Alloh di setiap waktu. Sungguh indah jika seseorang
sudah merasakan kehadiran Tuhan di setiap waktu. Merasa diawasi oleh-Nya. Dan hatinya
selalu berdzikir pada Tuhan tanpa batas ruang dan waktu. Bisakah aku merasakan nikmatnya
dzikir sebagaimana orang-orang itu? Yang disebut Ustadz Riri sebagai Ulul Albab38 .
Oh alangkah berbahagianya jika aku termasuk dalam bagian orang-orang tersebut.
Yang diri dan hatinya selalu hadir bersama Tuhan di setiap aktifitas yang dijalaninya. Yang
setiap langkah hidupnya selalu tertuju pada penghambaan kepada Tuhan.
Hingga semakin lama dzikir itu menggema berdentum merasuk dalam denyut nadi dan
jantungku, aku hanyut dalam samudera munajat,

37
Selaras dengan QS. Ar-Ra’du ayat 28 yang artinya : “…Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram”
38
Selaras dengan QS. Ali Imran : 190-191 yang artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda -tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang
yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia -sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 90
Ya Alloh,
Betapa kecil diri ini,
Terciptakan dari tanah yang hina,
Menjadi ada dari air hina yang memancar,
Tapi saat ia sudah hadir di dunia,
Lalu ia lupa pada dirinya,
Bahkan lupa pada penciptanya…

Ya Alloh,
Ampuni setiap jengkal lalaiku,
Setiap detik kesalahanku,
Yang tak mungkin terhitung dengan angka,
Yang tak mungkin terukur oleh apapun.

Ya Alloh,
Sampaikan aku kepada-Mu,
Naungi aku dengan rahmat-Mu,
Rahmati aku dengan ridha-Mu,

Ya Alloh,
Engkaulah sebaik-baik Penolong,
Sebaik-baik Pemberi,
Dan Sebaik-baik Penjaga.

Ya Alloh,
Ya Alloh…Alloh
Ya Alloh …Alloh …Alloh.
Terimalah aku sebagai Hamba-Mu.

Maha Suci Alloh yang telah menggerakkan tubuh dan hatiku untuk melaksanakan
sholat Ashar berjamaah di masjid ini. Sebuah karunia besar yang takkan mungkin dapat
terlupakan sepanjang hidupku. Sebuah “pengalaman spiritual” yang begitu mendamaikan hati
dan menggetarkan jiwa. Sejuk sekali rasanya…
Selesai sholat berjamaah dan berdzikir, para santri dan penduduk pun kembali ke
aktifitasnya semula. Ada yang kembali ke asramanya, ke warung tempatnya berusaha, ke
kebun tempat mata pencahariannya, hingga yang pulang ke rumahnya setelah seharian
menjalani aktifitas.
Ritme kehidupan di desa ini kulihat demikian khas dan menarik. Wajah-wajah para
santri dan penduduknya begitu ceria serta meneduhkan. Sangat jauh dari raut wajah yang
kusut apalagi menakutkan. Inilah mungkin yang sering dikatakan Ustadz Riri sebagai hikmah

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 91
bagi orang-orang yang gemar berdzikir.39 Di wajahnya akan memperlihatkan kebaikan dan
cahaya kelembutan.
Saat kakiku melangkah keluar masjid, terlihat Mas Razi sedang duduk di teras dekat
pagar Utara Masjid. Semula aku hendak menghindar darinya. Aku tidak mau jadi orang yang
terkesan mengorek urusan oranglain. Tapi…setelah Mas Razi melihat ke arahku dan
melambaikan tangannya, aku pun berjalan mendekatinya.
“Iya mas, ada apa?”
“Nggak apa-apa, hanya ingin ngasih tahu pesan dari Bapak Haji. Kalau kamu mau
bersilaturahmi pada beliau, silahkan nanti sehabis sholat Isya saja. Sekarang beristirahat saja
dahulu! Atau kalau mau jalan-jalan di sekitar pesantren pun tidak apa-apa. Nanti Ayub akan
mengantar kamu buat jalan-jalan kalau mau”, ujar Mas Razi.
“Oh begitu mas. Iya deh. Nura emang mau silaturahmi ke beliau. Tapi bukan Nura
sebenarnya yang pengen ketemu beliau. Tapi Kak Nia. Tapi kayaknya Kak Nia lagi kecapean,
jadi tiduran dulu tadi. Mas Razi sudah selesai silaturahminya?”
“Hahahaha, saya mah bukan silaturahmi, Neng! Tapi nostalgia sekaligus kangen sama
Bapak Haji”, jawab Mas Razi sambil tertawa.
“Oh begitu. Ya deh kalau begitu. Nura mau ke tempat Kak Nia dulu ya Mas! Takutnya
Kak Nia belum sholat nih”
“Iya deh kalau begitu”
Saat aku hendak melangkah keluar melewati pagar masjid, datanglah Ayub dengan
tergesa-gesa sambil berkata, “Teh! itu kakaknya teteh tadi nyari teteh. Katanya mah dia mau
jalan-jalan dulu bareng Nin (Nenek) Royani. Jadi kalau teteh mau ke rumah, ini kuncinya
dititipin sama saya”.
Aku termenung sebentar. Wah, Kak Nia sudah mendahuluiku jalan-jalan. Kalau
begini ceritanya, mumpung ada Ayub disini, maka lebih baik aku memintanya untuk
mengantarku jalan-jalan saja. Atau mungkin Mas Razi pun mau ikut jalan-jalan. Sepertinya
dia sudah tidak asing dengan tempat ini.
“Ayub, mau nggak nganterin teteh jalan-jalan juga? Mmh, Mas Razi mau ikut juga
nggak nganterin aku jalan-jalan disini? Mas Razi sudah biasa ya kesini?”, ujarku.
Ayub menganggukkan kepalanya tanda setuju. Sedangkan Mas Razi terdiam sejenak
seperti berpikir. Kemudian ia berkata, “Ya sudah…boleh…boleh!”

39
Sebagaimana diungkapkan Oleh Ibnu Qayyim Al -Jauziyyah Rahimahullah,. Bahwa Dzikir menjauhkan duka
cita dari hati manusia. Dzikir pun merupakan cahaya hati dan wajah. (Buku Fadhilah Amal : hal.234)

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 92
“Alhamdulillah…makasih ya Ayub! Mas Razi! Terus sekarang kita mau kemana dulu
nih? Aku kan nggak tahu mau kemana!”, balasku.
“Mau melihat taman pesantren nggak teh?”, jawab Ayub menawariku pilihan.
“Oh…iya boleh banget tuh”
Kami pun lantas berjalan keluar masjid. Melewati jalan kecil yang menanjak. Di
tengah perjalanan, Mas Razi berkata padaku,
“Kamu penasaran ya Ra, kenapa saya datang kesini?”
Tentu saja aku bingung mau menjawab apa. Refleks kujawab, “Ah mas ini suka GR
deh! Siapa yang penasaran. Nura hanya kaget aja… Ternyata Mas Razi juga kesini”
“Hahahaha….kamu ini Nura. Yub, tolong jelasin sama nona cantik ini!”, balas Mas
Razi sambil menepuk bahu Ayub. Aku tersenyum saja mendengar untuk yang kesekian
kalinya Mas Razi menyebutku cantik.
“Teteh belum tahu Mas Gondrong ini ya? Itu panggilannya Mas Razi disini. Mas
Gondrong sudah ada disini dari Ayub masih kecil, teh…Ya Kalau soal lainnya tanyain Mas
Gondrongnya saja langsung. Hehehe, takut dimarahin mas Gondrong kalau salah-salah
ngomong, hehehe”, jelas Ayub.
“Wah itu mah nggak ngejelasin apapun atuh. Hanya menjelaskan kalau Mas ini
alumni disini ya? Santri disini gitu maksudnya?”
“Bukan….bukan begitu maksudnya, Ra! Saya bukan santri disini, bukan!”, sergah
Mas Razi seperti agak ragu-ragu melanjutkan bicaranya.
“Jadi…? Ah sudah nggak apa-apa kok Mas! Tenang saja! Nura nggak penasaran ini
kok. Ya hanya kebetulan aja kita bisa ketemu disini kan? Soal kenapa Mas kesini, ya itu mah
urusan mas Razi kan…Masa Nura mau ikut campur?”, balasku.
“Ehm, nggak gitu juga maksud saya Ra! Hanya saya jadi mikir tadi, takut ke-GR-an
seperti kata kamu tadi, hehehehe! Kalau kamu nggak keberatan saya cerita alhamdulillah,
sekalian saya nostalgia dengan tempat ini deh jadinya”, terang Mas Razi.
“Teteh, yang di depan itu tamannya! Yang ada sangkar besar ayam bangkoknya itu!
Ayo teh!”, ujar Ayub memotong obrolanku dengan Mas Razi.
Kami pun berjalan menuju taman yang letaknya di sebuah lembah penuh kolam ikan.
Aku takjub melihat taman ini. Rapi dan asri sekali. Walaupun tidak terlalu luas, namun
terlihat begitu cantik dipandang mata.
“Neng…di sinilah biasanya setiap pagi Bapak Haji moyan40 .

40
Moyan : Bahasa Sunda – Bermakna Berjemur di pagi hari.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 93
“Disini pula dulu saya pernah mendapatkan nasehat yang luarbiasa dari Bapak Haji.
Waktu itu beliau pernah bilang sama saya, “Sedekah itu bukan hanya untuk manusia.
Menyiram tanaman juga sedekah, memberi makan hewan peliharaan dengan sebaik-baiknya
dan penuh ketulusan pun adalah bentuk sedekah pula. Jangankan memberi makan hewan
kayak gini, sekedar senyum atau membuang duri di jalanan saja pun adalah sedekah, Zi
Begitu kan kata Nabi kita?”. Kata-kata Bapak Haji itulah yang akhirnya membuat saya jadi
tergerak untuk membuat Sanggar Kolong Langit, Ra!”, terang Mas Razi padaku.
“Oh, jadi SAKOLA itu terinspirasi dari nasihatnya Bapak Haji ya Mas?”, tanyaku jadi
tambah penasaran.
“Tuh kan bener penasaran? hahaha. Iya Ra! Tapi Bapak Haji bukan saja menginspirasi
saya satu kali. Bahkan Bapak Haji-lah yang dulu menolong saya. Menjadi jalan saya
menemukan takdir baru seperti saat ini… Saya jadi ingin menangis kalau mengingat betapa
baiknya Bapak Haji kepada saya selama disini”, jawab Mas Razi seraya kelopak matanya
membasah.
“Maksudnya Mas?”
“Saya itu dahulu adalah sampah, Ra! Sampah! Nggak pantes ditolong. Tapi Bapak
Haji memperlakukan saya seperti anaknya sendiri…sampai akhirnya saya bisa bangkit seperti
ini…membuat SAKOLA, memiliki aktifitas baru, usaha, dan yang lainnya…Hiks, saya
banyak berhutang budi sama Bapak Haji.
“Dulu… Sewaktu ayah saya meninggal karena serangan jantung, umur saya itu masih
remaja, baru 19 tahun. Hati saya benar-benar seperti hancur karena kehilangan beliau. Sampai
akhirnya! Mmmh… Karena depresi kehilangan ayah, saya terjerat menjadi pemakai Narkoba.
Ibu saya sudah membawa saya kemana-mana agar sembuh. Tapi selalu gagal karena saya
memang nggak pernah berniat untuk sembuh…Saya nggak pernah bisa menerima cara Tuhan
mengambil ayah saya dengan semena-mena. Saya merasa Tuhan nggak adil pada saya.
“Sampai suatu waktu, ada sepupu saya yang meminta ibu untuk membawa saya kesini.
Awalnya saya nggak mau dibawa kemana-mana lagi. Saya sudah putus asa, mati pun nggak
apa-apa… Begitu pikir saya waktu itu. Ternyata… alhamdulillah, justru di sinilah saya mulai
mengenal diri saya, mengenal untuk apa saya hidup, hingga akhirnya saya bangun dari
keterpurukan dan terbebas dari Narkoba”, jelas Mas Razi sambil matanya terus menatap langit
menerawang.
Mendengar cerita itu, refleks aku bertanya lagi, “Terus gimana ceritanya Mas Razi
bisa sembuh? Yang Nura tahu, terbebas dari Narkoba itu nggak gampang kan?”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 94
“Terlalu panjang kalau mau diceritain, Neng! Yang jelas, Bapak Haji memperlakukan
setiap junky41 yang datang kesini dengan penuh kasih sayang. Dengan tangannya sendiri,
beliau memakaikan baju pada kami, memapah kami untuk belajar sholat dan berdzikir.
Memberikan semangat dengan nasihat-nasihatnya yang sangat menyentuh hati, dan terus
seperti begitu… Memperlakukan kami layaknya anak sendiri. Bukan seperti sampah atau
kotoran… Mmh, tapi… Sebenarnya ada sebuah momen bersejarah yang membuat saya jadi
betah disini sampai akhirnya bisa sembuh. Suatu waktu… Ketika saya pernah berniat untuk
kabur, Bapak Haji mendatangi saya dengan membawa seekor ulat di tangannya. Saat itu
beliau berkata, “Anakku, lihatlah ulat ini… Sekarang ulat ini terlihat begitu menjijikkan.
Kebanyakan orang merasa geli dan tidak mau jika harus memegangnya. Tapi, Bapak ingin
bertanya? Apakah orang akan menghindar juga ketika ulat ini sudah menjadi kupu-kupu di
kemudian hari? Tentu saja tidak, anakku! Saat ulat ini sudah menjadi kupu-kupu, kebanyakan
manusia mengagumi keindahannya. Anakku! seharusnya kita bisa belajar tentang hidup dari
ulat ini. Ulat saja bisa bersabar hidup hingga menjadi kupu-kupu. Mengapa kita sebagai
manusia, yang diberikan sangat banyak kemuliaan dibandingkan ulat, malah berputus asa
dari rahmat Tuhan? Anakku…Bapak tidak bisa berpesan banyak kepada kamu, sekedar
berharap kelak kamu bisa menjadi pribadi yang indah seperti kupu-kupu”.
Kulihat tetesan air mata mengalir di kedua pipi Mas Razi. Sambil menghela nafas
panjang ia melanjutkan, “Masya Alloh… Indah sekali bagaimana cara Tuhan memberikan
pelajaran kepada manusia… Mmmh… Eh, kok saya jadi malah kayak artis film India saja
nangis… hehehe. Sudah ya ceritanya.! Lebih baik sekarang kita lanjutin menikmati taman ini!
Menikmati keindahan ciptaan-ciptaan Alloh. Mumpung belum maghrib!”
Sembari tersenyum aku mengiyakan. Kami pun melanjutkan lagi menikmati keasrian
taman. Dan hingga matahari merebah menunjukkan waktu mulai senja, akhirnya aku mengerti
mengapa Mas Razi datang ke pesantren ini. Bukan sesuatu yang biasa-biasa atau kebetulan
semata. Melainkan karena pesantren ini telah membekaskan makna yang berarti baginya.
Yang menjadikan Mas Razi menjadi sosok seperti yang aku kenal sekarang. Sosok lelaki yang
sangat peduli pada nasib anak-anak jalanan di Jakarta.
Memang sungguh indah cara Tuhan dalam memberikan pelajaran hidup kepada
hamba-Nya. Termasuk kepadaku di sore hari ini. Aku…mendapatkan pelajaran berharga
tentang arti hidup dari kisah masa lalu Mas Razi. Terima kasih Tuhan!

41
Istilah yang biasa disematkan pada pemakai Narkoba.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 95
#Menanti_Ayah
Pukul 14.15 Siang hari. Perjalanan dari Ciamis menuju Desa Cisahari sekira empat
jam. Dan saat ini kami sudah hampir sampai. Tidak henti-hentinya di sepanjang perjalanan,
Kak Nia menggodaku soal pertemuan dengan Mas Razi di pesantren kemarin sore. Dia terus
saja memuji Mas Razi yang membelanya ketika nyaris diusir oleh satpam hotel.
“Nura… Kakak lihat Razi itu baik lho. Sekarang mah kakak sudah agak trauma mau
mengenalkan kamu pada teman kakak. Nah itu ada Razi yang sudah kamu kenal dan apalagi
teman sekolahnya Kak Ali, apalagi yang kamu tunggu, adikku? Kamu lupa ya dia pernah
nolongin kamu pas kamu mau pingsan di depan si brengsek Iyan?...Susah cari cowok yang
baik itu, Ra! Jangan sampai kerebut orang lagi!”, kembali Kak Nia membicarakan Mas Razi.
“Aduh kakak ini, dia lagi-dia lagi yang dibahas… Bosan tahu! Kenapa sih nggak
ngebahas soal silaturahmi kemarin pada Bapak Haji aja? Aduduh kakakku ini”, jawabku
sambil menggeleng kepala. Berharap dia berhenti membicarak an Mas Razi.
“Ah kamu ini suka malu-malu kucing… Lihat saja wajahnya Razi, Ra! Kalau kakak
melihat lebih teliti…Kok kalian seperti mirip ya! Apakah itu tanda berjodoh? Hahaha. Lucu
kali ya kalau adikku yang cantik ini nikah sama Razi nanti. Yang satu kelihatan urakan
penampilannya, eh istrinya kelihatan rapi dan elegan. Hehehe…lucu”, lagi-lagi Kak Nia
menggodaku.
“Stop…stop! Berhenti ngebahas Mas Razi nya dong Kak! Kak Nia nggak tahu siapa
Mas Razi itu sebelumnya sih! Mmmh, kalau sampai Kak Nia tahu, belum tentu juga kakak
bakal setuju. Bisa-bisa kakak malah ngelarang!”, ucapku keceplosan.
“Maksudmu apa, Ra? Emang kenapa dengan Razi? Aneh kamu ini! Walaupun urakan
begitu, dia muridnya Bapak Haji juga kan? Artinya dia mengerti soal agama. Bagus kan?
Bagaimana sih kamu ini, Ra? Kenal sama cowok yang baik gitu malah pura-pura nggak suka
kayak gini. Bukan zamannya lagi, neng!”, balas Kak Nia keheranan.
Aku terdiam tidak membalas lagi ucapan Kak Nia. Aku takut keceplosan lebih jauh.
Bagaimanapun juga aku harus menjaga agar Kak Nia tidak usah mengetahui masa lalu Mas
Razi. Kak Nia yang aku kenal adalah orang yang cukup keras soal reputasi dan latar belakang
keluarga. Seperti yang aku sering dengar dari Amah.
Kalau sampai Kak Nia mengetahui bahwa Mas Razi dekat dengan Bapak Haji adalah
karena ia seorang mantan Junky yang dibina oleh Bapak Haji, pasti pandangannya akan
berubah. Lagian sekarang aku belum mau berpikir soal perasaan. Kejadian pahit soal Bang
Iyan saja masih belum hilang dari ingatanku. Lebih baik aku terus berusaha memperbaiki diri

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 96
seperti niat awalku kemarin. Belajar mengamalkan agama dengan sebaik-baiknya. Soal jodoh
insya Alloh tidak akan kemana. Aku yakin soal itu.
“Hey…anak gadis! Ngelamun terus kamu. Kita sudah mau sampai nih! Sisir tuh
rambutmu yang acak-acakan itu. Jangan sampai nanti ayah nyangka kamu nggak keurus
selama tinggal di rumah kakak”, hentak Kak Nia menepuk bahuku agak keras.
Tidak terasa perjalanan kami akhirnya sampai juga di desa Cisahari. Kembali lagi ke
kampung halamanku. Bertemu dengan Ayah dan Amah yang sangat kurindukan. Segera aku
merapikan diri. Berdandan sebentar agar tidak kelihatan lusuh seperti yang Kak Nia katakan.
Sesampainya mobil di teras, terlihat suasana rumah Ayah begitu sepi. Tidak seperti
biasanya. Apakah Ayah dan Amah sedang keluar rumah? Ah, daripada menduga-duga, aku
berlari menuju pintu rumah lalu mengetuknya. Kak Nia mengikutiku dari belakang sembari
melihat ke kanan dan kiri rumah lalu berjalan menuju teras belakang rumah.
“Nura, udah nggak usah ngetuk pintu lagi. Mobil ayah nggak ada di teras belakang
tuh! Mungkin ayah sedang keluar. Sekarang kita duduk saja dulu di teras. Ngaso dulu. Capek
nih. Jangan lupa bantuin Mang Sarip ngangkatin oleh-oleh buat Amah tuh”, ujar Kak Nia
padaku sembari duduk berselonjor di teras depan.
Tidak berapa lama, Bu Jarsih – tetangga terdekat rumah kami, berjalan mendekat ke
arahku dengan terburu-buru. Sambil membawa sebuah kunci ia berkata padaku, “Neng Nura,
ini tadi Pak Baban nitipin kunci rumah sama saya! Katanya Neng Nura mau kesini. Pak
Baban dari pagi sudah ke Kota sama Ibu buat memperpanjang STNK mobilnya. Takut agak
lama disana katanya, jadi kuncinya dititipin sama saya…ini Kuncinya neng!”
“Terima kasih, bu Jarsih! Jadi ngerepotin. Mampir dulu atuh ke dalam?”, jawabku
sembari menerima kunci.
“Nggak apa-apa, neng! Ibu lagi ada kerjaan lagi di rumah. Mangga istirahat atuh.
Kayaknya capek banget. Permisi neng!
Aku mengangguk sembari cepat membuka kantong berisi beberapa dus Dodol Garut
untuk kemudian memberikan dua dus kepadanya. Tidak lama berselang, aku dan Kak Nia
dengan dibantu Mang Sarip, membawa barang bawaan kami ke dalam rumah. Lalu bersama-
sama menyantap makanan yang dibeli sewaktu di jalan. Alhamdulillah….akhirnya kami bisa
sampai di rumah ayah dengan cuaca yang cerah dan perjalanan yang lancar .
Wisata religi yang kami lalui seharian kemarin, telah membekaskan kenangan yang
indah. Terutama untuk hati kami yang sering lalai dari mengingati Tuhan. Pada saat kami
bersilaturahmi di rumah Bapak Haji kemarin, beliau memberikan hadiah pada kami dengan

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 97
memberikan pembelajaran dzikir hati42 secara khusus. Menurut penuturan beliau, dzikir hati
ini merupakan perintah Tuhan yang banyak disebutkan di dalam Al-Qur‟an. Yang intisarinya
ialah, memerintahkan agar para hamba-Nya terus mengingati-Nya sebanyak-banyaknya43 .
Yaitu berdzikir dalam semua keadaan44 , disepanjang waktu seiring detakan jantung tanpa
batasan ruang maupun waktu. Dan melalui dzikir hati itulah akhirnya kami memahami
hakikat “Dzikir sebanyak-banyaknya”.
Pantas saja Ustadz Riri di setiap pengajiannya sering menyebutkan bahwa untuk
mendekatkan diri pada Alloh melalui jalan dzikir, tidak cukup hanya dengan berdzikir di lisan
saja45 . Mengapa? Karena dzikir di lisan itu banyak keterbatasannya. Terutama keterbatasan
dalam ruang dan waktu.
Dzikir lisan itu tidak bisa dilakukan di semua tempat. Misalnya ketika seseorang
sedang berada di WC, dzikir lisan sangat tidak mungkin dilakukan. Dzikir dengan lisan pun
tidak bisa dilakukan pula di setiap keadaan. Misalnya pada saat sedang makan atau tidur.
Lisan tidak mungkin mampu terus berdzikir. Padahal dzikir itu diperintahkan Tuhan dengan
jumlah yang tidak berbatas.
Jadi lewat dzikir hati seperti yang diajarkan Bapak Haji itulah, seseorang dapat belajar
tentang bagaimana mengingati Tuhan secara istiqamah46 . Dzikir yang tidak terlalaikan oleh
aktifitas apapun47 . Sehingga dzikirnya tersebut bisa membekas ke dalam bentuk yang nyata.
Yaitu perbuatan atau akhlak yang mulia.
Bagi aku sendiri, wisata religi tersebut pun telah mengajariku tentang urgensi dzikir
dan amaliah ibadah48 terhadap perbaikan diri dan penyembuhan berbagai penyakit fisik dan
psikis seperti yang dialami Mas Razi. Benar-benar sebuah pengalaman berharga. Semoga di
lain waktu aku bisa bersilaturahmi lagi ke pesantren Al-Kamil. Agar aku dapat membentengi

42
Istilah dalam Tasawuf, dikenal sebagai Talqin Dzikir. Yaitu proses bimbingan seorang guru sufi kepada
muridnya, untuk menanamkan “intisari” dzikir Nafi Itsbat (Laa Ilaaha Illallah), agar meresap ke dalam ruh
sehingga selaras dengan detakan jantung yang berjalan setiap waktu.
43
Sebagaimana tertuang dalam Al -Qur’an seperti dalam QS. Ali Imran : 41; QS. Al -Anfal : 45; dan QS. Al -Ahzab
ayat 41.
44
Tafsir QS. Al-Ahzab : 41 yang diungkapkan oleh Syaikh Abu Laits sebagaimana dikutip oleh Syekh Abd al -
Hamid al-Anquri dalam bukunya 40 Nasihat Langit, hal. 24.
45
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdul Qadir al -Jailani QS : “Pedzikir sejati adalah orang yang berdzikir
kepada Alloh dengan hatinya. Orang yang berdzikir hanya dengan lisan sebenarnya tidaklah (sempurna -peny)
dzikirnya. Karena lisan hanya pembantu dan pengikut hati”. (Fath al-Rabbany : hal.106)
46
Istiqamah : Istilah bahasa Arab bermakna terus menerus atau konsisten.
47
Salahsatu ciri dari orang yang beruntung adalah orang yang selalu berdzikir dengan tanpa dilalaikan ol eh
aktifitas apapun. Sebagaimana tertuang dalam Al -Quran Surat An-Nuur ayat 37 dan 38.
48
Seperti melaksanakan sholat Tahajud, sholat Hajat, sholat Dhuha, Shaum Sunnat, Tilawah Al -Qur’an dan
lainnya. Penjelasan lebih lanjut tentang hikmah amaliah spiritual terutama bagi kesehatan fisik dan mental,
banyak dibahas oleh Mustamir Pedak dalam bukunya yang berjudul Metode SUPERNOL.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 98
diriku dari magnet gaya hidup Kota Jakarta, yang terkadang menyisakan kegersangan dan
kekosongan jiwa seperti yang dialami sebagian orang disana. Amin.
Masya Alloh, tidak terasa Adzan Ashar telah berkumandang. Tapi… Mengapa Ayah
dan Amah belum juga pulang ke rumah? Aku sudah sangat rindu pada mereka berdua. Hmm,
jam berapakah mereka akan kembali ke rumah? Semoga segera bisa bertemu mereka. Rindu
ini sudah sangat menyesakkan dada.

#Kabar_Mengejutkan
Jarum pendek Jam dinding sudah tepat menunjuk angka 7. Artinya sudah sekitar lima
jam lamanya Ayah dan Amah belum kunjung pulang. Daripada aku hanya diam melamun
tanpa aktifitas, lebih baik aku membaca salahsatu buku yang ada di lemari buku ruang depan.
Sambil membuka halaman demi halaman buku tersebut, sesekali aku melihat ke arah jam
dinding. Sementara itu, di luar rumah terdengar halilintar bersahutan. Seperti menandakan
hujan akan datang. Mmh, apa gerangan sehingga ayah dan Amah belum juga pulang? Apakah
bersilaturahmi dahulu ke rumah Om Jefri – teman ayah, yang tinggal di daerah Sarijadi?
Entahlah. Aku tidak bisa menduga-duga. Yang jelas, ayah memang sering bersilaturahmi pada
beberapa teman atau sahabatnya yang ada di Kota.
Tiba-tiba pesawat telepon berbunyi. Aku segera mengangkatnya.
“Halo assalamu‟alaikum”
“Halo wa alaikum salam. Benar ini rumahnya bapak Syahbani Malik?”
“Benar, ada yang bisa saya bantu? Saya anaknya”, jawabku.
“Begini ya mbak, kami dari Polsek Cimahi ingin memberitahukan pada Anda agar
Anda atau siapapun saudaranya bapak Syahbani segera datang ke Ruang ICU Rumah Sakit
Cibabat. Saat ini beliau dan istrinya sedang memperoleh perawatan. Tadi sore mobil beliau
dipepet perampok bermotor hingga menyebabkan beliau dan istrinya mengalami luka-luka
karena dibacok. Saat ini kami masih fokus untuk mengejar pelaku perampokan yang
membawa lari mobil bapak Syahbani. Jadi tolong segera datang langsung ke Rumah Sakit.
Tolong temui Dokter Salami yang menangani bapak dan ibu Anda. Terima kasih”.
Mendapat berita mengejutkan itu aku diam terpaku. Kak Nia menepuk bahuku sambil
bertanya, “Ada apa Ra? Ada apa?”
Mulutku serasa kelu. Dengan sekuat tenaga aku berusaha mengungkapkan pada Kak
Nia, “Ay…yah diram….pok Kak! Sekar…rang ad...da di Ru…ru…mah Sakit Cibabat. Kita
di…disuruuh ke…kesana, Kak!”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 99
Mendadak pucat wajah Kak Nia. Tapi sekejap kemudian ia berteriak pada Mang Sarip
yang sedang tiduran di kursi belakang, “Mang Sarip, mang….Bangun mang! Ayo cepetan kita
berangkat ke RS. Cibabat…darurat…ayo!”
Mang Sarip terbangun dengan terperanjat. Sejurus kemudian menghidupkan mobil dan
membawa kami menuju arah Rumah Sakit. Astaghfirullahal Azhim, semoga Ayah dan Amah
tidak mengalami luka yang parah karena perampokan itu. Sungguh berita yang mengejutkan
sekaligus membuat hatiku menangis. Baru kemarin aku mereguk mata air cinta Tuhan di
Pesantren Al-Kamil, sekarang menerima berita buruk seperti ini. Aku menjerit dalam hati,
“Ya Alloh, lindungilah Ayah dan Amah!…lindungilah ya Alloh”. Amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 100
< 11 >
SENANDUNG DOA

“Tidak ada yang namanya pengalaman buruk,


Pengalaman buruk semata-mata adalah hasil dari
perlawanan Anda terhadap pengalaman itu”
(JALALUDDIN RUMI)

#Tidak_Terduga
Waktu berjalan serasa lambat saat kami berjalan dari parkiran menuju lorong Rumah
Sakit mencari Ruang ICU. Berat rasanya hati ini saat mendengar berita tentang musibah yang
terjadi pada Ayah dan Amah. Apalagi bagiku. Seorang anak bungsu yang belum memberi
apa-apa untuk orangtuaku. Belum memberikan kebanggaan apapun bagi mereka. Dua orang
yang telah sangat berjasa dalam hidupku.
Sesampainya di Ruang ICU, Kak Nia langsung berkoordinasi dengan seorang dokter
disana. Ternyata Ayah dan Amah sudah berpindah tempat. Tidak lagi ada di ruang ICU. Kami
pun diminta untuk bertanya pada Unit Rawat Inap untuk menanyakan bangsal tempat mereka
dirawat. Bergegaslah kami menuju kesana dengan perasaan yang masih campur aduk.
Setelah beberapa menit mencari bangsal yang kami tuju, yaitu Bangsal Cempaka kelas
II, akhirnya kami pun dapat bertemu mereka yang terbaring dengan beberapa balutan perban.
Segera aku berlari ke arah mereka dengan tangis yang tak mampu kutahan. Sementara Kak
Nia… langsung mendatangi dokter jaga.
Menurut Kak Nia, ia akan berkoordinasi untuk mengetahui keadaan medis Ayah dan
Amah secara lengkap. Sebagai seorang dokter, Kak Nia ingin memastikan seperti apa dan
sejauhmana penanganan yang dilakukan pada ayah dan Amah. Dan…
Syukur seluas langit dan bumi, ayah dan Amah ternyata hanya mengalami sejumlah
luka ringan. Tidak separah seperti yang terlintas di pikiranku saat masih dalam perjalanan
menuju Rumah Sakit. Ayah mengalami luka jahit di bagian tangan kiri dan atas kepalanya.
Sedangkan Amah sendiri, mengalami sedikit luka jahit di lengan dan pergelangan tangan
kanannya.
Sambil terus memeluk Amah yang masih terbaring lemah, aku mendengarkan cerita
ayah yang mengungkapkan kronologis musibah perampokan, “Anakku, sudah nggak usah
menangis segala! Alhamdulillah Alloh telah menolong kami sewaktu sore tadi. Jadi tidak
sampai mengalami luka parah. Hanya beberapa luka jahitan saja.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 101
“Ya walaupun harus dirawat akibat banyak mengeluarkan darah pada saat tadi, tapi
syukurlah kami baik-baik saja. Musibah itu begitu cepat terjadinya. Saat melewati prapatan
jalan, kami dipepet oleh dua sepeda motor. Ada dua orang yang membawa golok langsung
memecahkan kaca mobil ayah dan menarik tangan ayah keluar. Kami ditendang beberapa
kali. Sampai pada saat satu orang dari mereka hendak melarikan mobil, ayah mengenggam
kunci mobil dengan seerat-eratnya. Sayangnya, ayah diancam oleh seorang lagi yang
melingkarkan goloknya di leher Amah.
“Terpaksa ayah memberikan kuncinya pada mereka. Tapi ternyata mereka nggak
merasa puas. Setelah mendapatkan kuncinya, mereka menyerang ayah dan Amah dengan
membabi buta…..Mmmh, syukurlah ada seorang anak muda yang nggak tahu datangnya
darimana, menarik tangan ayah dan Amah dengan cepat agar jauh dari jangkauan mereka.
Lalu dia mencoba melawan dengan sengit hingga perampok-perampok itu kabur dengan
membawa mobil ayah…Tapi…tapi, kasihan sekali anak muda tadi! Selepas menolong kami
kesini dengan menggunakan mobilnya, ia langsung jatuh pingsan. Mungkin… efek hantaman
balok ke kepalanya dari salahsatu perampok, baru terasa saat sampai di Rumah Sakit.
Sekarang dia masih ditangani oleh dokter-dokter di ICU”.
“Semoga dia segera sadar lagi ya yah! Amin…Amah, tadi siang Nura dan Kak Nia
membawakan oleh-oleh dari Tasik kesukaan Amah, Ranginang sama Opak…Mmmh, Amah
cepet sembuh ya! Nura sedih banget Amah!...hiks”, jawabku sembari melirik pada Amah.
“Kamu nggak usah cengeng begitu, neng! Insya Alloh besok juga ayah sama Amah
sudah boleh pulang. Tadi itu alhamdulillah kami dikasih tahu dokter kalau kami sudah boleh
pulang. Paling ya semoga saja besok Nia mau menemani ayah sama Amah di rumah dulu.
Seenggaknya ya buat ngeliat perkembangan kesembuhan luka kami…Kalau kamu sendiri,
mau nemenin Amah juga nggak nanti?”, ujar Amah sambil bertanya padaku.
Aku berpikir sejenak atas pertanyaan Amah itu. Aku belum memberitahu Mas Razi
soal ini. Jangan sampai anak-anak di SAKOLA jadi terlantar gara-gara jadwal mengajarku
kosong. Tapi, besok aku akan menelpon ke Mas Razi. Semoga dia mengizinkan dengan
keadaan seperti ini. Musibah yang tidak disangka-sangka.
Sejenak kemudian aku menjawab, “Iya insya Alloh Mah! Nura bakal nemenin dulu di
desa sampai ayah sama Amah sembuh ya!”
Amah tersenyum padaku. Sebuah senyuman khas yang selalu membuatku rindu.
Sayangnya kerinduanku yang terobati di hari ini, harus bercampur dengan rasa sedih karena
musibah yang terjadi.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 102
Dengan berusaha menahan airmata yang nyaris keluar lagi setelah melihat senyuman
itu, aku berkata pada ayah, “Semoga mobil yang dibawa sama para perampok itu pun bisa
cepat ketemu sama polisi ya, yah! Tega-teganya mereka itu! Sudah mah merampok mobil
ayah, berusaha membunuh juga! Syukurlah tadi ada yang menolong ya Yah!”
“Sudah…sudah anakku! Soal mobil nggak usah dipikirin. Yang penting lihatlah ayah
sama Amah sekarang! Alhamdulillah kami udah ditangani dengan baik oleh dokter disini.
Kita nggak boleh mengutuk takdir Alloh. Ayah yakin, kalau mobil itu masih rezeki ayah,
insya Alloh akan kembali lagi ke ayah. Sekarang mah mikirin sehat lagi saja ah, supaya bisa
sholat ke masjid lagi, bisa ke sawah lagi, cukup buat Ayah sama Amah mah…Ya kan Mah?”,
balas ayah sambil memandang Amah dengan lirikan cintanya yang selalu membuatku
terpesona. Lirikan mata penuh getaran cinta.
“Iya anakku…soal mobil mah udah jadi urusan polisi. Kita mah jangan terlalu ambil
pusing. Rezeki seseorang itu sudah ada bagiannya masing-masing… Terus bagaimana
silaturahmi sama Kyainya? Lancar?”, ungkap Amah sembari bertanya.
Saat aku hendak menjawab, tiba-tiba Kak Nia membuka pintu sambil berbicara agak
keras padaku, “Nura…Nura…di Ruang ICU ada Razi lagi pingsan. Dia lagi proses
dipindahkan ke ruang intensif karena denyut jantungnya melemah…Kata dokter disana, Razi
itu yang tadi menolong ayah sama Amah kesini terus dia pingsan. Masya Alloh Nura, kita
harus segera memberitahu keluarganya! Mungkin dia akan secepatnya dioperasi. Ada
pendarahan di otaknya. Kamu tahu nomor telpon salah satu keluarganya?”
Aku terdiam sejenak mendengar perkataan Kak Nia itu. Kaget bercampur bingung.
Tapi sekejap kemudian aku segera tersadar untuk mencoba menghubungi siapapun yang aku
tahu soal Mas Razi. Aku tidak tahu nomor telepon rumah ibunya yang berada di Surabaya.
Yang aku tahu hanya nomor telepon Mbak Tiwi. Salahsatu orang terdekatnya.
Segera aku mencari Wartel di sekitar Rumah Sakit lalu menelepon Mbak Tiwi.
Dan...dari Mbak Tiwi-lah akhirnya aku bisa mengetahui nomor telepon rumah ibu Mas Razi.
Tanpa menunggu lama, aku segera menelepon ke rumah ibunya.
“Assalamu‟alaikum”
“Wa‟alaikum salam…Ibu, maaf bu… Benarkah ini rumah ibunya Mas Razi?”
“Iya betul, ini sopo yo?”
“Saya temannya Mas Razi bu! Ingin memberitahu, saat ini Mas Razi sedang kritis di
Rumah Sakit Cibabat Bandung. Mas Razi mungkin akan dioperasi bu! Ada pendarahan di
otaknya. Maaf bu, adakah salahsatu saudara Mas Razi yang di Bandung? Mungkin operasi itu
harus cepat dilakukan pada Mas Razi. Jadi Rumah Sakit butuh persetujuan keluarganya, bu!”
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 103
Setelah beberapa detik tidak ada jawaban juga, aku kembali bertanya untuk
meyakinkan apakah pesawat telpon ini tidak mati, “Ibu…ibu, maaf ibu bisa mendengar suara
saya nggak?”
“Kaamii, ndak punya saudara di Bandung, nduk!…Paling dekat di Semarang. Kalau
boleh, tolong katakan saya mengizinkan, siapa saja boleh mewakilkan dulu… Sekarang saya
mau minta keponakan untuk mengantar ke Stasiun. Naik kereta ke Bandung. Sekali lagi
tolong, nduk! Bantu anak saya supaya bisa selamet! Tolong nduk!”, jawab ibunya Mas Razi
dengan suara yang pelan sembari terisak-isak.
“Iya bu! Aku nanti bakal ngomong pada dokternya untuk melakukan apa saja yang
bisa untuk menyelamatkan Mas Razi”, jawabku.
“…Tuut…tuuut…tuut”, tiba-tiba suara telepon mati. Aku tidak bisa menebak-nebak
apa yang dirasakan ibunya Mas Razi. Tapi sebagai temannya, aku bisa sedikit merasakan apa
yang mungkin dirasakan beliau.
Aku sungguh tidak menyangka dengan kejadian ini. Dan tidak mengerti tanda apakah
ini? Mas Razi telah menolong keluarga kami dua kali. Pertama, disaat Kak Nia hendak diusir
Satpam dan aku yang hendak pingsan. Lalu kedua, saat orangtuaku dirampok. Sekarang
karena menolong orangtuaku, Mas Razi dalam keadaan kritis. Aku tidak tahu harus berbuat
apa? Hanya berharap, semoga Tuhan masih memanjangkan umurnya sehingga aku bisa
membalas kebaikannya. Semoga!

#Kilas_Balik
Sudah lewat empat hari Mas Razi terbaring koma selepas operasi. Aku sendiri, disuruh
ayah untuk menemani ibunya Mas Razi di Rumah Sakit. Yang sampai dengan saat ini masih
sering menangis saat melihat keadaan Mas Razi.
Sementara itu, alhamdulillah ayah dan Amah sudah ada di rumahnya bersama dengan
Kak Nia yang mengambil Cuti dari tugasnya demi merawat mereka. Dan syukurnya, Mas
Gandi pun datang ke rumah menemani Kak Nia sejak dua hari yang lalu. Sesuatu yang sangat
jarang terjadi dikarenakan kesibukannya.
Memang benar yang dikatakan Ayah padaku saat di Rumah Sakit kemarin. Segala
sesuatu yang ditetapkan Alloh itu tidak boleh kita kutuk. Karena pasti selalu ada hikmah dan
rahasia dibaliknya. Salahsatu hikmahnya sudah terasa. Yaitu kehadiran Mas Gandi di rumah
ayah. Dan bagiku yang tidak menyangka bisa bertemu dengan ibunya Mas Razi, mendapatkan
hikmah tersendiri pula dikarenakan musibah ini.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 104
Salahsatunya adalah dari beberapa cerita yang diungkapkan oleh ibu Fatimah – nama
ibu Mas Razi, tentang anak semata wayangnya itu. Dua hari kemarin misalnya, ketika aku
bertanya pada ibu Fatimah tentang sebab-sebab Mas Razi depresi ketika kehilangan ayahnya
sehingga pernah terjebak dengan Narkoba. Ibu Fatimah menceritakan bahwa pada saat Mas
Razi berumur sekitar 14 tahun, ia adalah anak yang dikenal nakal oleh para tetangga dan
guru-guru di sekolahnya. Sering sekali ayahnya dipanggil ke sekolah atau Ketua RW.
Diingatkan agar mampu mendidik Mas Razi dengan baik. Sayangnya, Mas Razi memang tipe
anak yang susah diatur dan nakal.
Daripada mengikuti nasihat orangtua, Mas Razi justru bersikap lebih liar dengan kabur
dari rumah hingga berkali-kali. Pergaulannya pun akhirnya sangat lekang dengan dunia
jalanan. Sehingga nyaris semua teman Mas Razi adalah para anak jalanan di daerah Surabaya.
Pada satu waktu, Pak Sugih – nama ayah Mas Razi, merasa bahwa sikap Mas Razi
sudah sangat keterlaluan. Sehingga ia memutuskan untuk mengirim Mas Razi ke salahsatu
pesantren yang biasa menerima anak atau remaja nakal di daerah Selatan Bandung. Dengan
tujuan agar Mas Razi jadi tersadarkan dan mampu menjadi anak yang mandiri. Mau tidak mau
Mas Razi pun tidak bisa menolaknya.
Sesampainya di pesantren, dengan disaksikan oleh Pak Sugih, Mas Razi langsung
menanda tangani perjanjian santri dengan pihak pesantren. Yang intisari dari perjanjian itu
ialah : JIka suatu waktu Mas Razi melakukan pelanggaran berat di pesantren. Misalnya
mencuri atau berkelahi. Maka ia harus siap untuk dihukum oleh Pengasuh Pesantren, di depan
orangtuanya sendiri, para santri, dan dewan guru di pesantren.
Adapun hukumannya ada tiga. Pertama, kepalanya digunduli; Kedua, menerima
hukuman cambuk rotan di punggung sebanyak lima kali; dan Ketiga, direndam di kolam
pesantren pada pukul 12 malam sampai dengan jam tiga dinihari tanpa jeda.
Sekalipun sudah menandatangani perjanjian tersebut, ternyata Mas Razi tetap saja
bersikap seenaknya. Mulai dari pelanggaran ringan hingga kemudian terkena pelanggaran
berat. Baru dua bulan menjadi santri di pesantren itu, Mas Razi sudah berani berkelahi dengan
santri senior. Sehingga Pak Sugih pun datang ke pesantren untuk menyaksikan Mas Razi
dihukum sesuai perjanjian.
Pada saat hukuman akan dilaksanakan, tiba-tiba Pak Sugih berjalan ke depan
Pengasuh pesantren sambil berkata dengan mengiba, “Pak Kyai, saya mengetahui bahwa yang
menandatangani perjanjian hukuman itu ialah anak saya dan dia juga yang melakukan
pelanggaran atas janjinya itu…Tapi Pak Kyai, saya mohon, Razi adalah darah daging saya.
Sayalah yang bertanggung jawab atas baik dan buruknya dia sebagai anak saya. Dan saya
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 105
mengakui serta menyadari dengan sepenuhnya bahwa yang sebenarnya bersalah itu adalah
saya… Yang tidak mampu mendidik dan menjadi ayah yang baik bagi dia. Maka saya mohon
Pak Kyai… Berikanlah kesempatan agar anak saya tetap menjadi santri disini tanpa harus
menerima hukuman itu. Biarlah saya sendiri yang menerima hukuman itu, sebagai kifarat atas
dosa saya yang tidak mampu mendidik dengan baik….Saya mohon Pak Kyai! Biarkanlah
saya yang menerima hukuman itu!”
Ketika itu semua santri dan dewan guru yang menyaksikan terdiam. Bahkan Mas Razi
sendiri yang semula bersikap cuek, menurut ibu Fatimah…tiba-tiba mencucurkan airmata.
Mas Razi tidak menyangka ayahnya akan berkata seperti itu, berkorban demi dirinya. Padahal
ia selalu menyangka ayahnya tidak pernah peduli padanya. Mas Razi tidak sedikitpun
menyangka ayahnya akan rela mempermalukan diri demi anaknya yang sudah sering
membuat malu keluarga di hadapan oranglain.
Tapi aturan tetaplah aturan. Harus ditegakkan sebagaimanapun pahitnya. Pak Kyai
Azhar – pengasuh pesantren itu akhirnya menerima permohonan Pak Sugih. Demi Mas Razi,
pada hari itu… Pak Sugih merelakan dirinya digunduli, dicambuk lalu direndam pada malam
harinya di kolam pesantren.
Melihat hal itu, Mas Razi tidak berhenti menangis. Memohon agar Kyai Azhar mau
mengampuni ayahnya. Tapi Kyai Azhar tidak mempedulikannya. Hanya satu kalimat yang
keluar dari mulut beliau saat itu, “ingatlah olehmu kejadian hari ini Razi, betapa ayahmu rela
berkorban untukmu…Jika kamu masih terus bersikap buruk pada ayah dan ibumu setelah hari
ini, peringatan apa lagi yang pantas diberikan untukmu?”
Maka di hari itulah Mas Razi tersadarkan atas semua kesalahan dan kenakalan yang
pernah dilakukannya. Dia akhirnya belajar dengan penuh ketekunan dan tidak lagi melakukan
kenakalan. Sampai akhirnya suatu waktu…empat tahun setelah itu, ayahnya meninggal
mendadak. Batin Mas Razi menjadi goncang. Rohaninya seakan hancur lebur. Ayah yang
sangat dicintainya itu, meninggalkannya dengan tiba-tiba.
Setelah kejadian tersebut Mas Razi menganggap Tuhan telah berbuat jahat dan tidak
adil padanya. Sehingga ia kembali bergaul dengan teman-temannya di masa lalu dan
kemudian terjerat dengan narkoba. Ibu Fatimah menjelaskan bahwa sosok Pak Sugih bagi
Mas Razi lebih dari sekedar ayah. Melainkan juga figur yang membuatnya tersadar akan arti
cinta dan kasih sayang.
Beberapa tahun setelah itu, figur ayah itu alhamdulillah kembali ditemukan Mas Razi
pada sosok Bapak Haji. Beliaulah yang menjadi penyelamat Mas Razi dari jeratan Narkoba
dan membuatnya bangkit kembali.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 106
Saat mendengar kisah yang diceritakan Ibu Fatimah tersebut, airmataku meleleh. Aku
sangat terharu dengan kecintaan Pak Sugih pada Mas Razi yang begitu tulus. Dengan penuh
ketegaran di hadapan Pak Kyai dan warga pesantren, Pak Sugih rela menyatakan bahwa
dirinyalah yang bersalah…lalu kemudian menggantikan hukuman Mas Razi.
Tidak pernah aku mendengar kisah tulus seorang ayah seperti kisah ini. Pantas saja
Mas Razi merasa sangat kehilangan. Benar-benar pelajaran berharga yang kudapatkan dari
cerita ibu Fatimah tersebut.
Mmh…ada satu lagi kisah mengharukan yang kudapatkan dari ibu Fatimah soal Mas
Razi ini. Yaitu tentang perjalanan Mas Razi selepas terbebas dari Narkoba. Aku belum
mendengarnya dari Mas Razi. Alhamdulillah ibu Fatimah mau menceritakannya. Yang
menurut beliau, baru aku saja yang mendengarnya.
Beberapa tahun yang lalu, sepulangnya dari terapi Narkoba di Pesantren Al-Kamil.
Mas Razi mengungkapkan keinginannya kepada ibu Fatimah untuk menikah dengan salahsatu
murid Bapak Haji. Seorang wanita sholihah yang disukai Mas Razi untuk menemaninya
merenda masa depan yang baru. Dilihat secara usia dan rohaniah, Mas Razi memang harus
segera dinikahkan. Dari sisi ekonomi, Mas Razi tidak mengalami kendala apa-apa. Dia adalah
satu-satunya pewaris tunggal dari usaha Pak Sugih yang lumayan besar. Sehingga walaupun
Mas Razi belum memiliki pekerjaan yang tetap, secara ekonomi mencukupi untuk menikah.
Saat mereka hendak menikah, calon istrinya meninggal sebulan sebelum rencana Akad
Nikah. Maka terguncanglah kembali Mas Razi hingga nyaris terjerat kedalam racun Narkoba
lagi. Beruntung ibu Fatimah sudah mengantisipasi hal itu. Dengan segera Mas Razi dibawa
kembali ke Pesantren Al-Kamil dan tinggal disana sekitar dua tahun. Disanalah Mas Razi
mendapatkan banyak bimbingan spiritual dari Bapak Haji. Sedemikian sehingga berniat untuk
membuat satu sekolah gratis bagi anak jalanan. Yang tiadalain ialah SAKOLA.
Perjuangan Mas Razi untuk membangun SAKOLA bukanlah sesuatu yang mudah. Ia
berjuang dari awal dengan peluh keringat. Bagaimana bisa terjadi? Bukankah Mas Razi
adalah pewaris tunggal usaha Pak Sugih? Memang benar menurut ibu Fatimah, Mas Razi
adalah pewaris tunggal usaha suaminya.
Namun saat itu, ia memutuskan untuk menjual usaha tersebut pada oranglain demi
berdirinya SAKOLA secara mandiri. Dan malang pun tidak dapat dihindari. Ternyata Mas
Razi tertipu oleh temannya yang menjadi makelar penjualan usaha tersebut. Sebagian uang
hasil penjualan perusahaan tersebut dibawa kabur oleh temannya itu. Yang hingga saat ini
tidak bisa ditemukan jejaknya.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 107
Saat itu Mas Razi tidak berputus asa. Dia berjuang membangun usaha percetakan
dengan modal menjaminkan sertifikat rumah. Syukurlah usahanya itu sukses dengan baik.
Mulailah ia menggunakan sebagian besar keuntungan dari usahanya untuk memperjuangkan
SAKOLA lagi sampai akhirnya berdiri.
Kemudian ibu Fatimah mengatakan lagi padaku, “Mbak Nura, jangan kaget ya kalau
sampai sekarang Razi belum juga mau menikah! Dia itu sudah terlalu jatuh cinta dengan
SAKOLA! Kalau teman-teman seusianya sih sudah pada punya satu atau dua anak…Sampai
sekarang ibu nggak tahu kapan dia akan menikah?… SAKOLA untuk seorang Razi, adalah
seperti roh bagi jasad. SAKOLA adalah roh, dan Razi adalah jasadnya…begitu katanya. Dia
sering bilang sama ibu, ingin sekali menebus semua kesalahannya di masa lalu lewat
SAKOLA yang didirikannya”.
Lagi-lagi airmataku deras meleleh saat mendengar kisah itu. Entah..entah…entah. Aku
merasa seperti sedang menjadi Amah saat ini. Menemukan sosok lelaki berhati cinta.
Walaupun tentu saja berbeda antara ayah dan Mas Razi yang mempunyai sisi gelap.
Entahlah…itulah yang kurasakan saat ini.
Yang jelas, dari cerita-cerita itu aku dapat merasakan bagaimana beratnya seorang ibu
Fatimah bila harus kehilangan anak semata wayang yang dicintainya itu. Dan aku pun bisa
merasakan, betapa aku sendiri…yang belum begitu mengenalnya dengan jelas, sangat ingin
melihat Mas Razi segera sadar dan sembuh. Lalu membalas jasanya yang telah menolong
orangtuaku. Untuk kemudian ikut membantu Mas Razi untuk membesarkan dan membangun
SAKOLA dengan sepenuh hati.
Hmm, walaupun kemarin Kak Nia mengatakan padaku bahwa kemungkinan Mas Razi
sembuh total hanya 70%, aku tetap berharap semoga Tuhan masih memberi keajaiban pada
Mas Razi untuk sembuh seutuhnya dan kembali mengasuh SAKOLA. Menurutku, saat ini
masih banyak yang membutuhkan Mas Razi. Sosok pejuang pendidikan anak jalanan yang
tulus dan pantang menyerah. Sangat jarang menemukan orang seperti Mas Razi.
Maka… Dengan sepenuh pengharapan, kini aku hanya mampu berdoa dan meminta
kepada Sang Pemilik Kehidupan :
Ya Alloh,
Sembuhkanlah Mas Razi,
Curahilah dia dengan Kasih Sayang-Mu,
Kuatkanlah dia dengan Pertolongan-Mu,
Sembuhkanlah…ya Alloh.
Amin.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 108
#Terpisahkan_Jarak
Baru satu jam aku sampai di rumah Ayah, setelah dijemput Kak Nia pada siang hari
tadi. Sedangkan Ibu Fatimah sudah kembali ke Surabaya bersama dengan Mas Razi yang
telah siuman dari komanya tadi malam. Selepas ditengok dan didoakan oleh Bapak Haji
sehari sebelumnya.
Sekalipun sudah siuman, Mas Razi masih membutuhkan waktu yang tidak pasti untuk
bisa menjalani aktifitas seperti biasa di SAKOLA. Hantaman keras di kepalanya, telah
menyebabkan Mas Razi mengalami sindrom amnesia ringan. Sejenis penyakit lupa atas
beberapa peristiwa dimasa lalu. Untuk menyembuhkan sindrom tersebut, Mas Razi
membutuhkan banyak perhatian dan dukungan dari orang-orang terdekatnya, sehingga
ingatannya bisa kembali lagi seperti biasa.
Para dokter di Rumah Sakit tidak dapat memastikan kapan ingatan Mas Razi bisa
kembali normal. Semuanya tergantung dari keaktifan orang-orang di sekitarnya dalam
merangsang ingatan tentang peristiwa-peristiwa di masa lalunya. MIsalnya dengan cara
mendatangi tempat-tempat yang biasa didatangi Mas Razi, atau banyaknya interaksi soal
dengan orang-orang yang biasa dekat dengan Mas Razi. Dan sesudah bermusyawarah dengan
ibu Fatimah, Mbak Tiwi dan Kang Safir yang datang menengok tadi pagi, maka disepakatilah
bahwa SAKOLA ditangani sementara waktu oleh Kang Safir. Aku dan Mbak Tiwi tetap
beraktifitas seperti biasa sebagai guru relawan. Hanya saja aku diberikan tanggung jawab
yang lebih. Yaitu menggantikan tugas Mas Razi sebagai pembimbing mengaji para murid
SAKOLA.
Sebenarnya aku sempat keberatan dengan tugas tambahan tersebut. Karena aku belum
pernah sekalipun menjadi pembimbing mengaji. Jangankan menjadi pembimbing. Mengaji
saja aku belum lancar dan jarang. Tapi…karena Mbak Tiwi dan Kang Safir tidak bisa mengaji
sama sekali, maka mau tidak mau aku menerima tugas itu. Dan untuk sementara waktu,
SAKOLA diliburkan selama seminggu. Pertama, untuk memberi waktu bagiku pulang ke desa
menjaga ayah dan Amah. Dan kedua, agar Kang Safir dapat mempelajari terlebih dahulu
tugas dan gambaran teknis manajemen SAKOLA yang biasa Mas Razi kerjakan.
Alhamdulillah akhirnya mempunyai waktu beberapa hari untuk merawat orangtuaku.
Menggantikan Kak Nia dan Mas Gandi yang akan kembali ke Jakarta besok. Walaupun aku
masih merasa ngantuk dan capek setelah membantu ibu Fatimah menjaga Mas Razi, aku
harus tetap semangat menjaga kedua orangtuaku.
Wah…aku sampai lupa, sekarang, sudah waktunya Ayah dan Amah minum obat.
Jangan sampai aku kelupaan untuk mengingatkan mereka.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 109
“Ayahku yang ganteng,sudah jam dua nih.sudah minum obat belum?”, ujarku pada
ayah yang sedang berbaring di Kursi Panjang depan.
“Belum, Ra! Itu Amah juga tolong bangunin dulu dong, nak! Takutnya dia belum
sholat dhuhur. Soalnya dari tadi ayah tiduran disini, Amah nggak kelihatan ngambil air
wudhu…Sekarang deh ayah minum obatnya”, jawab ayah.
Akupun segera menuju kamar Amah mengikuti perintah ayah. Ternyata Amah tidak
sedang tidur. Melainkan sedang menghitung sejumlah uang yang disimpannya di laci lemari
bajunya.
“Kirain Amah lagi tidur, tadi ayah bertanya…Amah sudah sholat dhuhur belum ya?
Sekarang sudah waktunya minum obat Mah!”, tanyaku pada Amah.
“Alhamdulillah sudah kalau sholat mah, tadi pas ayahmu ketiduran di kursi, Amah
sudah duluan shalat… Mmh, sebentar lagi deh Amah minum obatnya! Tanggung nih, Amah
lagi ngitung uang dulu buat biaya kontrol ke Rumah Sakit besok lusa”, jawab Amah sembari
kembali berkonsentrasi dengan hitungan uangnya.
Aku merasa kasihan dengan ayah dan Amah. Ada saja orang merampok mobil tua
milik ayah. Padahal mobil itu hanya dipakai pada saat-saat penting saja. Lagian berapa sih
dapat dijualnya untuk ukuran mobil jadul seperti itu? Mungkin tidak nyampe puluhan juta. Ya
walaupun kecil kemungkinannya, semoga saja mobil ayah masih bisa ditemukan oleh polisi
yang sedang mengusut kasusnya.
“Ra, kamu kelihatan pucat dan sayu begitu! Sudah…lebih baik kamu istirahat saja
dulu ke kamar! Tiduran saja dulu beberapa jam. Supaya kondisi kamu lebih fit nantinya.
Jangan sampai malah jatuh sakit gara-gara kecapean”, ujar ayah padaku.
Mendengar ucapan ayah itu, aku segera melihat ke arah cermin. Ternyata, wajahku
memang tidak kelihatan fresh. Mungkin karena aku kurang tidur beberapa hari kemarin, jadi
terlihat pucat. Aku pun mengiyakan saran dari ayah. Segera masuk ke kamar lalu merebahkan
diri di kasur.
Setelah beberapa menit menutup mata, tidak tahu mengapa aku masih belum bisa juga
tidur. Pikiranku terbang dalam ruang hampa… Teringat sosok Mas Razi yang kini sedang
berada di Surabaya…Mmh, bagaimanakah keadaan Mas Razi saat ini? Pertanyaan itu spontan
terucap dalam benakku. Apakah sekarang dia sudah dapat mengingatku? Apakah sekarang dia
sudah ingat dengan kejadian perampokan itu? Apakah selepas ingatannya kembali, aku bisa
bertemu dengannya lagi di SAKOLA? Ah, tiba-tiba benakku dipenuhi dengan rentetan
pertanyaan yang datang silih berganti.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 110
Selepas siuman dari komanya, Mas Razi memang hanya mampu mengingat ibunya.
Sisanya dia tidak ingat sama sekali. Termasuk kepadaku yang sudah beberapa hari
menjaganya bersama ibu Fatimah. Saat pertama kali melihat Mas Razi siuman, aku ingin
sekali ditanya olehnya atau sekedar disapa dengan sapaan “cantik” yang pernah dia katakan.
Tapi setelah tahu bahwa dia mengalami amnesia, tidak tahu mengapa aku jadi merasa sedih.
Pandangan Mas Razi terlihat begitu kosong saat itu. Seperti orang yang sedang
linglung. Yang tidak tahu sedang berada dimana. Setelah siuman, perkataan yang kudengar
darinya hanya satu, “Ibu, Razi sedang dimana ini? Kenapa ada disini?”
Akh…bagaimanapun juga aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Mungkin hanya doa
saja yang bisa kulakukan saat ini. Berharap Mas Razi bisa segera bergabung lagi dengan kami
di SAKOLA. Membimbing para murid disana dengan gaya khas mengajinya yang kini, entah
kenapa, diam-diam membuatku rindu untuk mendengarnya lagi.
Sebuah perasaan aneh yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Mmh, inikah yang
disebut sebagai benih-benih “jatuh cinta” di dalam hati? Aku tidak tahu. Hanya saja aku
seperti diliputi himpunan perasaan yang campur aduk saat ini. Ada rindu, ada sedih, ada
resah… Benar-benar tidak mampu aku jelaskan melalui kata-kata.
Tapi….tiba-tiba aku teringat dengan nasihat Bapak Haji. Saat di pesantren beliau
pernah berkata padaku, “Anakku, jika diri sedang diliputi gelisah yang tidak jelas bentuknya,
jangan terus dibiarkan tanpa makna sehingga membuat hati lalai dari dzikir! Lebih baik segera
ambil air wudhu lalu berdzikirlah kepada-Nya melalui sholat sunnahmu atau bacaan al-
Qur‟anmu. Agar terbebaskan dari bisikan setan, yang biasa bersiasat mengelabui hati dari
pandangan kebaikan”49 .
Karena belum batal wudhu, aku segera bangkit dari kasur untuk mengenakan mukena
lalu mengambil Al-Qur‟an50 di atas meja kamar. Sejurus kemudian kubaca salahsatu surat
favoritku – Surat Ar-Rahman51 .

49
Selaras dengan Nasihat Syaikh Abdul Qadir al -Jailany QS dalam Fath ar-Rabbany hal.18-19 yang berbunyi,
“Tutuplah pintu makhluk! Bukalah pintu hubungan dengan Allah!…” dan Mafhum QS. Az-Zukhruf ayat 36 yang
bermakna, “Barangsiapa yang lalai/berpaling daripada ingatan kepada Alloh Yang Maha Pemurah, kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman ya ng selalu menyertainya”
50
Faidah membaca al -Qur’an diluar sholat terdapat dalam Hadits Riwayat Baihaqi sebagaimana tertulis dalam
Kitab Syu’abul Iman yang artinya, “…membaca Al -Qur’an di luar sholat lebih utama daripada tasbih dan takbir,
tasbih lebih utama dari sedekah, sedekah lebih utama dari shaum, dan shaum adalah perisai dari api neraka”.
51
Surat ke- 67 dalam Al-Qur’an, yang dikenal sebagai surat dengan pengulangan ayat “Fabi’ayyi aalaa
irobbikumaa Tukadz-dzibaan” (Maka Nikmat Tuhan yang Manakah lagi yang mau kamu dustakan?), yang
diulang sebanyak 31x di dalam surat tersebut.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 111
Dan seiring adzan Ashar yang sayup-sayup terdengar saling bersahutan, kugelarkan
sajadah sembari membisikkan senandung doa untuk Mas Razi yang sedang jauh di sana…
Semoga Alloh segera membuatmu sehat seperti biasanya, Mas Razi! Doaku selalu
menyertaimu…Amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 112
< 12 >
SIMPUL KASIH

“Hakikat cinta ialah engkau meleburkan seluruh dirimu,


demi untuk sesuatu/seseorang yang engkau cintai. Sehingga tidak ada
sesuatu pun dari engkau yang tertinggal untuk dirimu sendiri”
(IBNU IBAD ATS-TSANI)

#Mengikat_Makna
Reza – salah seorang murid SAKOLA bertanya padaku, “Bu Nura, Mas Razi kapan ke
Jakarta lagi? Kami sudah kangen sama dia bu!”. Belum sempat aku menjawabnya, Jengki –
murid lainnya menimpali, “Iya bu, kalau nggak ada Mas Razi itu jadi nggak asyik nih
sanggarnya! Kapan bu dia kesini lagi?”.
Dua pernyataan itu bukanlah pertama kalinya aku dengar dari para murid SAKOLA.
Mungkin sudah lebih dari puluhan kali aku mendengarnya sejak mengajar dari tiga hari
kemarin. Para murid SAKOLA terlihat sangat kehilangan sosok Mas Razi. Sejujurnya aku
tidak tahu harus bagaimana menyiasati sikap anak-anak yang kelihatan seperti anak ayam
kehilangan induknya itu. Dari dua puluh murid yang ada, kini hanya 13 anak saja yang tidak
bolos datang ke SAKOLA. Sedangkan tujuh anak lainnya menghilang entah kemana. Saat aku
mencoba bertanya pada Kang Safir, dia tidak bisa memberi alasan atau jawaban apapun.
Begitupun dengan Mbak Tiwi.
Sebenarnya aku ingin sekali mengatakan dengan jujur bahwa Mas Razi sedang
membutuhkan waktu untuk pulih dari Amnesia yang dialaminya. Tapi…karena aku dan
relawan yang lain sudah sepakat hanya memberi tahu anak-anak bahwa Mas Razi sedang
pulang kampung, maka lagi-lagi mereka terus mendesak bertanya kapan dia akan kembali ke
Jakarta. Sebuah pertanyaan yang aku sendiri tidak tahu harus menjawab apa selain berkata
“nggak lama kok” atau “sabar saja anak-anak”.
Dan hari ini, mungkin adalah puncak rasa penasaran anak-anak SAKOLA. Hingga
Kopral – nama panggilan murid paling senior di SAKOLA berkata padaku, “Kalau sampai
besok Mas Razi nggak pulang ke Jakarta, lebih baik aku susul saja ke Surabaya. Aku sudah
kangen banget sama Mas Razi, Bu! Kenapa dia nggak pulang kesini?”
Dengan agak panik aku berkata padanya, “Huss kopral, kamu jangan begitu dong!
Mas Razi pasti bakal marah sama kalian kalau sampai bolos mengaji dan belajar gara-gara

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 113
ingin ketemu dia”. Kopral tetap ngotot sambil berkata, “Mas Razi itu nggak pernah marah
sama kami… dia nggak mungkin begitu Bu!”.
Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Daripada anak-anak yang lain semakin
terprovokasi dengan sikap Kopral, refleks aku akhiri kelas belajar hari ini sambil berkata pada
mereka, “Sudah-sudah…kelas hari ini sampai disini dulu ya! Besok kita belajar lagi dengan
pelajaran menulis puisi sama Mbak Tiwi!...Tolong kasih tahu sama teman-teman kalian yang
hari ini nggak masuk, besok masuk ya! Ingat….jangan kecewakan Mas Razi ya! Dia pasti
ingin kalian rajin-rajin belajarnya!”.
Sambil bubar, anak-anak menyorakiku…”huuu!”. Bergegas aku kembali ke ruang
Guru dengan memendam rasa sedih bercampur bingung. Sedih, karena tidak mampu membuat
anak-anak tenang dengan ketidakhadiran Mas Razi selama ini. Bingung, karena tidak tahu
harus berbuat apa untuk menangani masalah tersebut.
Di dalam ruang Guru, Mbak Tiwi menyapaku,
“Ra! kusut begitu…pasti anak-anak banyak menanyakan lagi Mas Razi ya?”
“Iya, Mbak! Aku juga sudah bingung mau jawab apa. Anak-anak selalu nggak puas
dengan jawabanku…Harus kayak gimana ya kita ini, Mbak?”
“Aku juga ndak tahu Ra! Apa iya kita kasih tahu kalau Mas Razi lagi istirahat karena
sakit? Entar anak-anak malah tambah sedih dan bisa-bisa maksa-maksa untuk menengok ke
Surabaya. Pasti lebih ribet nanti urusane”
Sesaat kemudian kami pun kembali terdiam dalam bingung. Mbak Tiwi pun kembali
membuka sebuah buku yang tadi dibacanya… Sedangkan aku… mungkin akan mencoba
mencari data anak-anak yang sudah bolos beberapa hari ini.
“Mbak, disini ada data pribadi anak-anak nggak? Alamatnya mungkin. Aku jadi
penasaran sama anak-anak yang bolos. Mungkin aku ingin nyoba datengin alamat rumah
mereka”, ujarku kembali bertanya pada Mbak Tiwi.
“Kalau ndak salah, di mejanya Mas Razi ada data tentang anak-anak Ra! Coba kamu
cari sendiri deh! Tapi, kalau kamu beneran mau nengokin anak-anak, coba nanti sore tanya
Kang Safir. Dia juga sedikit tahu soal dimana anak-anak SAKOLA nongkrong. Kalau soal
tinggalnya sih, kamu tahu sendiri kan mereka anak jalanan…Ya ndak punya rumah-lah”, jelas
Mbak Tiwi.
Tanpa pikir panjang, akupun membuka tumpukan berkas yang ada di meja Mas Razi,
berharap akan menemukan data anak-anak itu. Tidak berapa lama aku temukan sebuah Buku
Tulis yang bertuliskan “Anak-anak Kolong Langit” di sampul depannya. Setelah dibuka dan

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 114
dibaca beberapa halamannya, tidak terasa airmataku meleleh. Tidak mampu menggambarkan
betapa besar perhatian dan cinta kasih Mas Razi kepada anak-anak di SAKOLA.
“Kamu kenapa Ra? Kok matamu sampai berkaca-kaca begitu?”, tanya Mbak Tiwi
yang penasaran padaku.
Aku lantas menyeka airmata yang meleleh di pipi kemudian duduk di dekat Mbak
Tiwi. Dengan suara agak parau karena menahan tangis yang nyaris membuncah, aku bertanya
padanya sambil menunjukkan buku tulis tersebut, “Mbak pernah membaca buku ini nggak?”
Mbak Tiwi menggelengkan kepala. Sambil penasaran ia mendekat padaku. Sejenak
kemudian kami membaca buku tulis itu bersama-sama :
Jika ada yang merasa bangga dengan apa yang dimilikinya, dan merasa harus
berkorban apa saja untuk mempertahankannya…Maka akupun mempunyainya. Dan aku tidak
merasa menyesal jika harus berkorban untuk mempertahankannya tetap bersamaku.
Aku bangga kepada mereka…ANAK-ANAK KOLONG LANGIT.
Kusebut begitu, karena seakan-akan langitlah yang menjadi bapak mereka,
dan di bawah langit itulah mereka tetap berusaha tersenyum.

Kopral, anak kolong langit pertama yang kutemui…Lahir dari seorang ibu yang ia
tidak pernah lihat wajahnya entah sejak kapan. Pandangan matanya hanya melihat ke satu
arah saja disaat kutanyakan cita-cita : LANGIT saja yang dilihatnya. Sederhana
perkataannya, Mas Gondrong…bisakah kopral jadi pilot nanti?
Ketika itu umurnya barulah sembilan tahun. Sampai sekarang dia tidak pernah sekali
pun mendapat jawaban dariku. Aku tidak ingin sekedar memberinya jawaban “bisa”. Aku
ingin jadi orang pertama yang memeluknya saat menjadi seorang KAPTEN pesawat.
Raden, anak kolong langit paling putih yang kutemui…Lahir dipungut seorang
mantan TKI, lalu ditinggal mati. Sejak berbulan-bulan menjadi penghuni pojok kios koran di
dekat Stasiun Manggarai, ia telah menjadi salahsatu penjual koran paling piawai disana.
Saat pertama kali kutanyakan cita-cita, ia menunjukkan sobekan koran bekas lusuh
yang disembunyikan di kantong celana bututnya. Dengan senyuman polos ia perlihatkan
padaku…yang ternyata adalah Foto seorang Prof.BJ Habibie di samping pesawat N-235
yang dibuatnya.
Sekarang Raden sudah melumat semua buku fisika SMA yang kuberikan padanya.
Entah sepintar apa anak ini, yang jelas kepadanyalah dahulu kupercayakan pembukuan
usahaku...Raden! Aku belum memberikan apa-apa padanya selain hanya buku-buku. Tapi dia
sudah memberikan aku segalanya dari buku-buku itu. Yaitu pembukuan keuangan yang
cemerlang dari seorang anak berumur delapan tahun. Kini hanya satu harapanku tentang
dia! Menemani disaat ia meraih gelar sarjana pilihan hatinya.
Kepang, anak kolong langit paling unik yang pernah kutemui. Sejak pertama kuajak
bergabung di dalam sanggar, dia berteriak kencang, “asal disana aku boleh main sama si
meong dan si keling, aku mau!”…Anak unik ini…. Entah bahasa apa yang dia gunakan setiap
kali ngobrol dengan dua kucing kesayangannya itu… yang kukagumi satu, bahasa inggrisku
kalah jauh dari anak ini. Jauh…jauh.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 115
Ketika cita-cita hendak kutanyakan padanya, jari telunjuknya mengarah ke sebuah
etalase toko busana muslim di seberang jalan tempat kami ngobrol. Aku tersentak…dibalik
keunikan sifatnya, Kepang ingin menjadi seorang Kyai. Saat aku tanyakan kenapa? Dia
menjawab dengan polos…”supaya aku bisa bawa si meong dan si kelig masuk surga”. Aku
tidak tahu dari mana dia bisa berpikir seperti itu. Tapi apapun alasannya, aku tidak peduli.
Semua ilmu dan pengalamanku sewaktu di pesantren, harus kutularkan padanya sebanyak -
banyaknya. Agar cita-cita luhur yang diharapkannya itu, bisa tercapai bersama sanggar
kolong langit.
Jengki, anak kolong langit bersuara emas. Aku mengenalnya pertama kali saat ia
mengamen di salahsatu Bis Kota. Dengan okulele yang lincah dimainkan tangannya, aku
terkesima…Lagu Rhoma Irama berjudul keramat yang dinyanyikannya, menembus hati para
penumpang Bis saat itu. Banyak penumpang bis menutup wajahnya karena tidak kuat
menahan tangis. Termasuk aku sendiri.
Tapi ada satu hal yang membuat tangisan bisa berhenti tiba-tiba…Apa? Yaitu jika
terlalu dekat dengan mulutnya…Amboi…Entah darimana asal bau mulut menyengatnya
berasal. Panggilan Jengki yang disematkan padanya, mewakili bau mulut khasnya yang tidak
banyak membuat orang tahan.
Jika Jengki ditanya soal cita-cita…dia akan langsung menyanyikan lagu “aku seorang
kapiten” dengan iringan okulelenya. Menjadi jawaban betapa dia ingin menjadi seorang
serdadu suatu saat kelak. Aku harus memastikan dengan sekuatnya, agar dia bisa meraih
mimpinya itu.
Tomboy, anak kolong langit perempuan pertama yang masuk ke dalam sanggar. Satu-
satunya yang aku kaget dari anak ini adalah, ketidaktakutannya pada tikus got. Saat aku
bertemu dengannya untuk kali pertama, dia sedang menenteng dua tikus got yang terkurung
dalam “jebakan tikus” hasil karyanya. Sambil tersenyum polos kepadaku ia berkata, “Om, di
rumahnya ada tikus tidak? Kalau ada, beli jebakan punyaku saja! Murah kok!”. Aku
bingung…bagaimana cara dia membuat karya jebakannya itu. Benar-benar brillian untuk
anak seusianya.
Satu keistimewaan yang kutemukan darinya…kemampuan mendaur ulang. Tangan
Tomboy amat terampil mengubah sampah menjadi apapun yang dia inginkan. Ketika aku
bertanya soal cita-cita. Dia meminjam uang kertas di dompetku. Lalu ditunjuknya tanda
tangan Gubernur BI yang ada di uang tersebut sambil berkata, “aku ingin nama dan tanda
tanganku ada di seluruh uang yang ada di Indonesia”. Sebuah cita-cita besar yang tidak
pernah terbayangkan bisa dimiliki oleh anak sekecil itu. Aku tidak boleh menyia-nyiakan
harapan anak sekreatif ini. Setidaknya untuk mendukungnya mengasah daya kreatifnya di
sanggar yang aku bina.

Saat kami baru membaca tiga halaman buku tulis itu, masuklah Kak Nia ke ruang
Guru dengan senyuman cerahnya yang khas.
“Halo...halo…ibu- ibu guru! Apa kabar?”, sapa Kak Nia.
“Eh ada bu dokter…masuk… masuk bu dokter!”, jawab Mbak Tiwi mendahuluiku.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 116
Sambil menutup buku tulis yang dibaca tadi, aku mendekat ke arah Kak Nia sambil
berkata, “Mana tas baru untuk anak-anak yang kakak janjiin tea? Sudah ada kak?”
“Itu ada di mobil, ambil gih! Kakak baru beli tadi di Tanah Abang”
Mendengar jawaban itu, aku dan Mbak Tiwi langsung berjalan menuju mobil Kak Nia
yang terparkir di depan SAKOLA. Untuk kemudian memindahkan puluhan tas sekolah yang
dihadiahkan Kak Nia untuk SAKOLA. Dan akhirnya, suasana haru ketika membaca buku
tulis Mas Razi pun mendadak jadi hilang. Tergantikan oleh rasa bahagia atas hadirnya tas-tas
baru untuk para murid di Sanggar Kolong Langit. Alhamdulillah.

#Belajar_Mengasihi
Setelah aku membaca berulang-ulang buku “anak-anak kolong langit”, akhirnya aku
mengetahui beberapa rahasia dibalik kedekatan Mas Razi dengan para murid binaan
SAKOLA. Karena itulah, aku dengan dibantu Kang Safir memberanikan diri mendatangi
tempat mangkal para anak SAKOLA yang bolos beberapa hari kemarin. Hasilnya cukup
menggembirakan. Sekarang hanya tinggal tiga anak saja yang bolos dan belum aku ketahui
keberadaannya.
Setidaknya ada tiga hal yang membuat pendekatanku pada anak-anak itu berhasil.
Pertama, aku mendekati mereka dengan sesuatu yang mereka sukai. Dan itu tidak terlalu sulit
aku lakukan. Karena semuanya tertulis di dalam buku Mas Razi. Kedua, aku belajar
mengasihi mereka. Untuk hal ini, aku benar-benar menjiplak cara-cara yang dilakukan Mas
Razi seperti yang ditulis di dalam bukunya. Mulai dari memberikan pembelajaran
menggambar di tempat yang mereka inginkan, hingga mengajak mereka makan bersama tiga
kali sehari. Awalnya memang tidak mudah. Tapi setelah aku melakukannya selama dua-tiga
hari, dengan sendirinya mereka pun menjadi akrab denganku. Dan ketiga, aku belajar menjadi
seorang teman dan kakak, bukan sebagai guru. Dan untuk yang satu ini. Aku belajar banyak
juga dari Kang Safir. Dia sudah biasa dengan kehidupan jalanan dan kebiasaan disana. Untuk
menjadi seorang teman bagi anak jalanan, memang tidak sama dengan menjalin pertemanan
kepada anak-anak perkotaan. Ada beberapa bahasa tubuh yang harus aku pahami saat
berkumpul dengan mereka.
Semula aku tidak mempunyai cukup percaya diri untuk membaur dalam dunia anak
jalanan. Aku pikir, sebagai guru menggambar saja sudah cukup. Tidak perlu seperti Mas Razi
atau Kang Safir yang dekat dengan dunia itu. Tapi setelah aku membaca beberapa bait kalimat
dalam buku Mas Razi, aku jadi merasa bersalah jika terus diam saja dengan bolosnya anak-

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 117
anak binaan kami. Dan akhirnya, aku pun tergerak untuk mengajak kembali anak-anak itu ke
sekolah semampu yang aku bisa.
Dalam buku itu, Mas Razi menulis :
Mereka pernah bertanya kepadaku, mengapa tidak ada satu Presiden pun yang mau
menyalami dan mendengarkan suara-suara perut lapar mereka? Mengapa Presiden justru
mengirimkan pasukan berwajah garang untuk mengejar dan merampas hasil ngamen
mereka? Mengapa Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, Polisi, Tentara, Dokter, Direktur,
jika lewat di jalanan ibukota, tidak pernah membuka jendela mobilnya?
Mereka pernah bertanya padaku, mengapa banyak gedung-gedung di Kota tetapi
tidak ada satu pun yang bisa digunakan untuk menaungi mereka dari dinginnya malam?
Mengapa gedung-gedung tinggi itu hanya bisa mereka lihat tanpa bisa mereka rasakan?
Mengapa gedung-gedung itu masih memiliki tempat untuk menyimpan mobil, motor, kursi,
meja, TV, dan barang-barang lainnya, tetapi tidak ada tempat untuk menyimpan kasur untuk
anak-anak terlantar seperti mereka?
Dan…banyak lagi pertanyaan “mengapa” yang mereka ungkapkan namun tidak
mampu aku jawab sampai sekarang. Dan tidak tahu kapan bisa ku jawab…
Yang jelas, jika aku tetap diam saja disaat mereka memerlukan seseorang yang mau
menyalami mereka, jika aku tetap diam disaat mereka memerlukan seseorang yang mau
mendengarkan suara perut lapar mereka, maka aku akan ikut berdosa jika kelak mereka tidak
mengenal arti persahabatan, maka aku akan ikut bersalah jika kelak mereka tidak mengenal
arti kebersamaan. Aku akan berusaha semampuku menemani kesepian mereka. Aku akan
berusaha sekuatku mengenyangkan lapar mereka. Sehingga mereka tidak banyak bersedih
dengan pedih yang mereka rasa. Tidak banyak kecewa dengan duka yang mereka rasa. Amin.

Dari Mas Razi aku belajar bagaimana mengasihi anak-anak jalanan. Sekarang aku tahu
betapa lembutnya hati mereka, betapa halusnya perasaan mereka. Aku…dan banyak anak-
anak bangsa yang beruntung tidak bernasib seperti mereka, seharusnya bisa dan mau
merangkul mereka sebagai sesama anak bangsa. Seharusnya mau dan mampu menggandeng
tangan mereka sebagai sesama anak bangsa.
Dan hari ini, saat tujuh belas anak kolong langit sudah mau belajar lagi bersama kami,
hanya doa saja yang mampu kami panjatkan untuk Mas Razi…”Semoga Mas Razi segera bisa
bersama kami lagi… kami kangen kehadirannya… kami rindu senyuman lembutnya... Semoga
Alloh mendengar doa kami. Amin.

#Sejuta_Rasa
Sebulan menjelang pergantian tahun 2002, aku, Kak Nia, dan Mbak Tiwi, telah
bersiap-siap di depan Stasiun Kereta. Hendak menengok Mas Razi yang baru semingguan
pulih dari amnesia. Tidak banyak yang bisa kami bawa, selain hanya lembaran-lembaran surat
titipan para anak kolong langit dan beberapa makanan khas betawi kesukaan Mas Razi.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 118
Setelah menunggu sekira lima belas menitan, akhirnya Kereta Jurusan Surabaya
datang. Aku dan Kak Nia tidak pernah ke Surabaya. Karena itulah aku mengajak Mbak Tiwi,
yang pernah mampir ke rumah Mas Razi di Surabaya bersama dengan Kang Safir beberapa
bulan yang lalu.
Selama belasan jam perjalanan, aku dan Kak Nia lebih banyak diam. Mbak Tiwi-lah
yang banyak berbicara. Terutama menceritakan sosok Mas Razi yang sudah dikenalnya cukup
lama. Mbak Tiwi merasa kagum dengan sosok Mas Razi yang konsisten dalam
mempertahankan SAKOLA sampai dengan saat ini.
Menurut Mbak Tiwi, SAKOLA pernah beberapa kali mengalami guncangan hingga
nyaris tutup. Namun berkat kegigihan Mas Razi dalam mempertahankannya, akhirnya
SAKOLA tetap bertahan sampai dengan saat ini. Salahsatu cobaan terberat adalah pada saat
salahsatu relawan SAKOLA ada yang hamil diluar nikah. Ketika itu, warga yang ada di
sekitar sanggar sempat terhasut oleh fitnah seorang preman yang menyebutkan SAKOLA
sebagai sarang prostitusi terselubung.
Mas Razi berusaha mendatangi Ketua RT, Ketua RW, hingga lurah dan Kapolsek
setempat untuk menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Tapi masalah justru semakin
berkembang. Relawan yang hamil diluar nikah itu justru ikut memfitnah Mas Razi sebagai
orang yang telah menjerumuskannya pada prostitusi. Dia memfitnah Mas Razi, menjual
keperawanan dia kepada lelaki yang menghamilinya.
Kondisi tersebut semakin memojokkan SAKOLA. Para polisi dari Polsek pun datang
menggeledah sanggar dan menanyai para anak binaan. Suasana yang tidak kondusif untuk
belajar seperti itu, membuat SAKOLA sempat ditutup selama dua minggu sampai-sampai
dilingkari dengan garis polisi juga.
Syukurlah, beberapa hari setelah itu orangtua dari relawan yang hamil diluar nikah
datang pada ketua RT, RW, dan Kapolsek. Menjelaskan bahwa semua itu hanyalah fitnah.
Orangtua relawan itu merasa berdosa jika membiarkan Mas Razi dan SAKOLA terkena
dampak dari kesalahan anaknya sendiri. Padahal Mas Razi sudah banyak membantu relawan
itu. Mulai dari menyekolahkannya SMA, hingga diterima sebagai relawan.
Orangtua relawan itu pun menjelaskan bahwa preman yang memfitnah tiada lain
adalah orang yang sakit hati pada Mas Razi yang berhasil mengajak anak-anak jalanan
suruhannya untuk belajar dan aktif di SAKOLA. Preman tersebut merasa rugi dan dendam
pada Mas Razi, karena dianggap telah merebut anak-anak suruhannya yang biasa dia jadikan
sarang uang dengan cara mencopet dan mengamen. Preman tersebut seperti mendapatkan

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 119
kesempatan untuk membalaskan dendamnya, setelah ia tahu ada salahsatu relawan yang hamil
di luar nikah. Yang tiada lain dihamili oleh teman dari preman tersebut.
Mendengar cerita Mbak Tiwi itu, aku jadi ingat dengan saat diwawancara Mas Razi
dahulu. Yang sempat mengatakan ada relawan yang hamil di luar nikah. Ternyata serumit ini
cerita aslinya. Pantas saja waktu itu Mas Razi menanyaiku soal pacar, inilah mungkin
salahsatu alasan yang melatar belakanginya. Mas Razi tidak ingin sampai kejadian buruk itu
terulang kembali.
Setelah panjang lebar bercerita, Mbak Tiwi lalu menembakku dengan sejumlah
pertanyaan, “Nura, bagaimana Mas Razi menurut kamu? Tertarik tidak sama pria seperti dia?
Apalagi kamu juga belum punya pacar kan?”
Kak Nia menyerobot, “Wah…Nura bakal rugi kalau orang baik seperti Mas Razi itu
disia-siakan! Tiwi, keluarga kami itu sudah ditolong Mas Razi tiga kali lho! Kamu percaya
nggak Wi?”
“Wah, ditolong tiga kali? Jangan-jangan berjodoh lho! Emang ditolong bagaimana
saja nih Mbak Nia?”, balas Mbak Tiwi.
“Biar Nura saja yang menjelaskan! Ayo Nura…terangin yang sejelas-jelasnya sama
Tiwi! Jangan diam saja kamu”, gertak Kak Nia padaku.
“Euh….kenapa aku yang jadi sasaran sih! Kakak saja yang terangin sendiri! Kenapa
harus aku!”, jawabku mencoba menghindar.
“Dasar malu-malu kucing kamu, Ra! Nerangin segitu saja ndak mau, bagaimana sih
kamu”, ejek Mbak Tiwi sambil bermain mata dengan Kak Nia.
“Ya sudah…aku jelasin. Tapi jangan mikir macam-macam ya sama aku! Gini lho
Mbak! Mas Razi itu pernah nolongin keluarga kami tiga kali. Pertama itu nolongin Kak Ali,
kakak pertamaku. Mas Razi membeli mobil Kak Ali disaat Kak Ali membutuhkan uang untuk
melunasi hutangnya. Kedua nolongin Kak Nia sama aku, yang kejadiannya itu ada di dekat
tempat resepsi Mbak! Tapi soal yang ini nggak usah diceritakan akh! Pengalaman buruk. Nah
ketiga, ya pas nolongin orangtuaku sewaktu kena rampok itu mbak! Jadi pas deh tiga kali
nolongin”, terangku agak terpaksa.
“Wah-wah…ini benar-benar tanda jodoh deh kayaknya!”, balas Mbak Tiwi kembali
menggodaku.
“Udah ikh, godain aku terus..ganti topik kenapa!”, jawabku kesal.
“Hahahaha, Nura jadi GR tuh Tiwi! Kamu godain terus sih! Pokoknya kalau Nura
sampai nggak jadi sama Mas Razi, tenang saja…biarlah Nia yang bertindak. Percuma aku jadi
kakak kalau nggak mau bertindak demi adiknya”, ujar Kak Nia menimpali.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 120
Tidak tahu mengapa, diam-diam hatiku jadi berbunga-bunga saat mereka berdua terus
mendesakku soal Mas Razi. Ada sebuah perasaan aneh yang hinggap di dalam hatiku.
Perasaan yang menggambarkan sejuta pernik rasa yang menggelora. Ada rasa bahagia, rasa
kagum, rasa rindu, rasa penasaran, dan seterusnya. Inikah yang disebut orang sebagai
CINTA? Dan apakah kini aku sedang jatuh cinta pada seorang Ahmad Raziqul Haq?
Aduhai…mungkin hanya waktu yang akan menjawabnya. Mungkin saja ini memang cinta.
Mungkin saja aku memang sedang jatuh cinta…Tapi satu hal yang pasti untuk saat ini, aku
ingin segera bertemu dengannya. Menyerahkan surat-surat titipan para anak kolong langit,
lalu mengucapkan terimakasih atas pengorbanannya menolong ayah yang belum sempat aku
katakan langsung pada saat di Rumah Sakit. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 121
< 13 >
SAMUDERA RAHMAT

“…Sesungguhnya Alloh benar-benar mempunyal karunia yang


dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
(QS. Al- Mu‟min : 61)

#Membaca_Isyarat
Sore hari ini, kami sedang sibuk menyiapkan ruangan kelas SAKOLA yang disulap
menjadi tempat mengaji. Sebagaimana yang diinginkan Mas Razi, rencananya kami akan
melaksanakan pengajian pada Ba‟da Isya nanti. Sebagai bentuk syukur karena Mas Razi
sudah kembali mengasuh SAKOLA. Dan Ustadz Riri, insya Alloh akan datang sebagai
penceramah sekaligus pembimbing dalam pengajian tersebut.
Sebenarnya Ustadz Riri dan Mas Razi adalah sesama anak didik Bapak Haji yang
sudah lama tidak bertemu. Atas jasa Kak Nia-lah, akhirnya mereka bertemu kembali. Yaitu
pada saat Mas Razi hadir dalam pengajian syukuran ulang tahun pernikahan Kak Nia
seminggu yang lalu. Dimana pada saat itu, Ustadz Riri-lah penceramahnya.
Ketika bertemu kembali, mereka langsung berangkulan. Persis seperti dua saudara
yang terpisah lama. Usut demi usut aku jadi tahu. Ust.Riri adalah santri yang ditugaskan
Bapak Haji untuk menemani Mas Razi di Pesantren Al-Kamil beberapa tahun yang lalu. Yaitu
pada saat Mas Razi dibawa ke Pesantren untuk yang kedua kalinya. Tentu saja mereka akrab.
Karena selama di Pesantren itulah, Mas Razi selalu didampingi Ust.Riri dalam menjalani
segala aktifitasnya.
Dunia memang sempit. Dalam waktu yang berlainan aku mengetahui sosok Mas Razi
pada tiga lingkaran kehidupan yang kulalui. Pertama, Mas Razi sebagai teman Kak Ali
semasa sekolah di Bandung. Kedua, Mas Razi sebagai teman Ustadz Riri yang tiada lain
adalah teman Kak Ali semasa kuliah S-2 di Malaysia. Dan ketiga, Mas Razi sebagai murid
dari Bapak Haji yang juga merupakan guruku.
Aku tidak tahu ada isyarat apa tentang ini. Apakah benar ini adalah tanda-tanda bahwa
Mas Razi merupakan jodohku seperti yang dikatakan Mbak Tiwi? Atau sekedar kebetulan
biasa yang tidak ada isyarat apapun di dalamnya. Yang pasti aku tidak mau menebak-nebak
tentang hal itu. Termasuk juga tentang perasaanku yang saat ini sering tidak karuan jika
bertemu dengan Mas Razi. Rasa kagum pada Mas Razi yang ada dalam hatiku, seakan

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 122
tumbuh semakin besar dari hari ke hari. Seperti tumbuhnya benih yang disirami oleh air hujan
dari langit. Semakin banyak air yang menyirami, semakin besar pula pertumbuhan benih itu.
Jika rasa kagum itu tidak semakin membuatku salah tingkah, mungkin tidak terlalu
aku khawatirkan. Tapi semakin lama kekaguman ini kurasakan, semakin membuatku tidak
mampu mengusir wajahnya dari ingatanku.
Ya Alloh, isyarat apakah ini?
Berilah hamba-Mu yang lemah ini secercah cahaya!
Agar terurai rasa ragu berganti ilmu,
Agar tersibak rasa gundah ini berganti indah,
Berilah hamba-Mu yang lalai ini setitik hikmah!
Agar tersingkap rasa yang salah berganti hidayah,
Agar terbuang rasa yang khilaf berganti kasyaf 52 .
Ya Alloh, hamba mohon petunjuk-Mu.
Amin.

#Berkah_Musibah
Pukul 19.30 WIB. Ruang belajar SAKOLA sudah penuh dengan anak-anak kolong
langit dan beberapa jamaah Masjid Al-Wafa yang ikut dengan Ustadz Riri. Selepas sholat
Isya berjamaah dan Dzikir yang dipimpin Ustadz Riri, pengajian syukuran pun dimulai.
Dengan menggunakan Baju Koko dan Peci berwarna Hitam, Mas Razi mulai memberikan
sambutannya,
“Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarokatuh,

“Saya sangat berbahagia, atas Rahmat Alloh SWT masih berada disini mengikuti
pengajian yang penuh berkah ini. Sebuah karunia yang besar karena hingga saat ini
saya masih dapat melihat senyuman indah anak-anak kolong langit. Saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sahabatku, Ustadz Dzikri
Qomarudin, MA. Yang telah berkenan hadir dalam pengajian ini untuk membimbing
kita semua dalam indahnya Majelis Dzikir pada Alloh SWT. Juga kepada para
sahabatku di sanggar ini, Mbak Rastiwi Putri,S.S yang selalu murah senyum, Kang
Safir Fadli yang sabar menjaga anak-anak, dan Saudari Nura Hamidah, S.Sn yang
selalu ceria mengajari anak-anak. Tidak lupa pula kepada Ibu Dokter Afnania Husna
– nama lengkap Kak Nia, yang sudah berbaik hati memberikan sumbangan tas untuk
para anak-anak SAKOLA beberapa waktu yang lalu. Serta kepada semua hadirin
yang telah menyediakan waktunya untuk hadir di tempat ini.

52
Dalam bahasa tasawuf, Kasyaf memiliki makna terangkatnya tirai hijab; kemampuan untuk melihat hakikat
dan wujud perkara-perkara gaib yang sebelumnya terhalang atau tidak terli hat. (Buku Tasawuf Menjawab
Tantangan Global : Hal.275)

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 123
“Malam ini sengaja kita duduk disini untuk mensyukuri segala nikmat yang telah
Alloh berikan pada kita semua. Semoga pengajian ini diterima sebagai nilai ibadah
dan syukur oleh Alloh SWT. Amin Ya Alloh Ya Rabbal „Alamin.

Hadirin…Tidak banyak yang bisa saya sampaikan disini, selain sekali lagi, ucapan
terimakasih atas kehadiran semuanya. Marilah bersama-sama kita simak mutiara-
mutiara hikmah yang akan disampaikan oleh Ustadz Dzikri Qomarudin, MA. Semoga
bisa semakin mempertebal keimanan kita semuanya.

“Itu saja yang bisa saya sampaikan. Atas segala kekurangan yang ada, saya selaku
pribadi dan pengasuh SAKOLA, mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya. Laa
Haula Walaa Quwwata Illaa Billaah 53 . Billaahi tawfiq walhidayah.

“Wassalamu‟alaikum Warahmatulloh Wabarokatuh”.

Aku tidak pernah menyangka, dibalik sikapnya yang cuek dan penampilannya yang
terkesan urakan, Mas Razi memiliki kekuatan kharisma jika sedang berbicara di depan umum.
Itu terlihat pada saat dia sedang menyampaikan sambutannya. Tidak ada seorang pun dari
jamaah pengajian yang tidak memperhatikannya. Apalagi para anak SAKOLA. Mereka
sangat fokus mendengar kalimat demi kalimat yang diungkapkan Mas Razi dalam
sambutannya. Sekalipun baru kali ini mendengar Mas Razi berbicara di depan umum, aku
bisa merasakan aura ketulusan yang terpancar dari kata-katanya yang singkat itu. Yang
membuatku semakin kagum padanya.
Tidak lama setelah itu, Ustadz Riri berdiri membawakan ceramahnya,
“Assalamu‟alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh, Alhamdulillahi robbil „alamin….
Wabihi nasta‟inu „ala umurid dunya waddin.
Wash-sholatu wassalamu ala asrofil anbiya‟i walmursalin, Sayyidina muhammadin,
wa ala alihi washohbihi ajma‟in. Amma ba‟du.
“Syukur alhamdulillah, malam hari ini kita diberikan jalan ibadah,
“Oleh Alloh Wa Jalla, Yang Maha Agung Lagi Maha Indah.
“Shalawat dan salam semoga selalu tercurah,
“Kepada sang insan Kekasih Alloh,
“Sayyidina Muhammad Ibni Abdillah,
“Beserta keluarga, sahabat, dan ummatnya yang istiqamah,
“Di dalam menetapi al-Qur‟an dan as-Sunnah.

53
Dikenal sebagai ungkapan atau bacaan Hauqalah. Yang memiliki makna “tiada daya upaya dan kekuatan
kecuali atas pertolongan Alloh”. (Buku Tasawuf Menjawab Tantangan Global : Hal.270). Dalam beberapa
riwayat hadits, ungkapan Hauqalah memiliki sejumlah faidah atau keutamaan. Salahsatunya adalah sebagai
pelindung daripada kefakiran. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan secara marfu’ dari Asad bin Wada’ah,
Rosululloh saw bersabda, “Barangsiapa mengucapka n Laa Haula Walaa Quwwata illaa Billaah sebanyak
seratus kali setiap hari, niscaya tidak akan ditimpa kefakiran, selama -lamanya.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 124
“Amin…Bapak ibu, sekalian!…Sengaja saya memulainya dengan langgam harmoni
syair…Supaya kita tidak mengantuk. Saya sangat maklum…kalau sudah malam, mata
biasanya susah buat diajak kompromi. Jangankan mendengarkan ceramah atau
tausyiah, mengaji yang hanya sepuluh menit kayak tadi saja, kita-kita ini sudah
banyak yang pada menguap… Betul tidak bapak-ibu?....Jamaah serentak
menjawab…”BETUUL!”
“Karena itu, supaya tidak jadi ngantuk maka ceramahnya jangan panjang-
panjang…benar tidak bapak-ibu?... Jamaah serentak menjawab…”BENAAR!”
“Kalau begitu saya akhiri saja ya ceramahnya sekarang bagaimana? Setuju bapak-
ibu, adik-adik?... Serentak jamaah tertawa dan menjawab, “TIDAAK!”
“Lho kok tidak setuju? Dikasih ceramah yang pendek protes, dikasih ceramah yang
panjang biasanya ngeluh… bagaimana ini?... Serentak jamaah tertawa kembali.
“Ya sudah, sekarang begini saja. Saya tidak usah ceramah, supaya tidak ada yang
protes…Bagaimana kalau saya bercerita saja? Setuju bapak-ibu?”… Jamaah serentak
menjawab “SETUJUUU!”
“Ini cerita soal hikmah musibah, supaya kita bisa dapat hikmah, tidak kebanyakan
ngeluh kalau lagi susah, dan jadi bersyukur sama Tuhan yang Maha Pemurah.
“Suatu waktu Abdullah ibnu Abbas ra, salahsatu sahabat Rosululloh saw, dikabari
oleh seseorang tentang kematian putra tercintanya. Bagaimanakah jawaban Ibnu
Abbas ra tersebut, hadirin?...Jawabannya adalah, “boleh jadi ini adalah aib yang
telah Alloh tutupi, anak adalah titipan Alloh”. Lalu apalagi yang dilakukannya? Dia
menyerahkan urusannya pada Allah54 disaat kesedihannya itu, kemudian mengambil
air wudhu dan melaksanakan sholat dua rakaat. Saat ada orang lain yang bertanya,
maka dia menjawab, “Kami telah melakukan apa yang diperintahkan Alloh SWT.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan (kepada Alloh SWT) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya
Alloh beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 153).55
“Hadirin…dari cerita Ibnu Abbas ra ini kita bisa mengambil setidaknya tiga hikmah,
apa itu? Pertama, Ibnu Abbas menyikapi musibah kehilangan anaknya dengan
berbaik sangka kepada Alloh. Dia menyebut kematian anaknya boleh jadi sebagai
cara Alloh untuk menutupi aibnya dan juga anaknya. Boleh jadi kalau anaknya itu
berumur panjang, maka akan membuat malu Ibnu Abbas sebagai orangtuanya, atau
anak itu akan menjadi orang jahat dan seterusnya. Kedua, Ibnu Abbas menyikapi
musibah kematian anaknya dengan berserah diri pada Alloh. Mengapa demikian?
Karena dia menyadari bahwa Alloh berhak kapan saja mengambil apa yang dititipkan
pada hamba-Nya. Dengan sikap itulah, maka kita bisa belajar menjadi orang yang
sabar dan tawadhu, rendah hati, tidak sombong kalau punya sesuatu. Tidak merasa

54
Penyerahan diri pada Alloh saat musibah dikenal dengan istilah istirja. Yaitu mengucapkan lafadz inna Lillahi
wa inna ilayhi raji’un. Yang bermakna, “Sesungguhnya kami milik Alloh dan akan kembali kepada -Nya). Lihat
lebih lanjut dalam QS. Al-Baqarah : 155-157.
55
Dikutip dari Buku 40 Nasihat langit halaman 203, dengan sedikit perubahan tanpa mengurangi ma kna.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 125
terlalu memiliki. Kenapa? Karena yakin bahwa segala sesuatu itu milik Alloh dan
akan kembali kepada Alloh. Dan Ketiga, Ibnu Abbas menyikapi musibah tersebut
dengan melaksanakan shalat. Ia sadar bahwa sebaik-baik pertolongan dari musibah
itu adalah dari Alloh SWT, dan cara untuk memohon pertolongan Alloh itu adalah
dengan melaksanakan sholat dua rakaat tadi. Bukan dengan cara-cara yang jauh dari
tuntunan Alloh seperti datang ke dukun atau paranormal.
“Karena itu hadirin…mumpung sekarang kita masih sehat, badan masih kuat, dan
makan pun masih nikmat, jangan sampai lupa syukur lupa akhirat… setuju? Jamaah
serentak menjawab “SETUJUU!”
“Dan kalau ada yang dapet musibah, maka ayo kita jadikan cerita Ibnu Abbas tadi
sebagai uswah (contoh) dan ibrah (pelajaran), supaya hidup kita jadi berkah, tidak
susah, dan selalu ada dalam naungan Alloh,…betul, bapak-ibu?...Jamaah serentak
menjawab “BETUUUL!”.
“Cakep, bagus, mantap!...habis sudah nih cerita! Sekarang bagian kita bersyukur
dengan mencicipi hidangan yang sudah disiapin sama guru kita, Ustadz Razi. Setuju
tidak bapak-ibu-adik-adik semua?”….Jamaah serentak menjawab, “SETUJUU!”
Sambil tertawa.
“Sip!... Wabillahi taufiq walhidayah warridha wal-„inayah… Assalaamu‟alaikum
Warohmatullohi Wabarokaatuh!” Jamaah serentak menjawab… ”Wa‟alaikumussalam
Warohmatullohi Wabarokatuh”.

Masya Alloh, ceramah Ustadz Riri yang ringkas dan padat itu telah membekaskan
makna yang mendalam tentang hikmah dibalik musibah. Ustadz Riri seperti mengajak kami
semua untuk melihat musibah tidak sebagai musibah. Melainkan sebagai “jalan” untuk
semakin mendekatkan diri kepada Alloh. Semakin berserah diri kepada Alloh. Dan semakin
menghambakan diri kepada Alloh.
Musibah bukan bertujuan untuk menyiksa atau menghukum seseorang. Melainkan
untuk mengingatkan manusia tentang kelemahan dirinya sebagai makhluk. Supaya tidak
menjadi sombong dengan pencapaian yang dimiliki. Tidak lalai dari tujuan hidupnya di dunia
sebagai hamba Tuhan. Dan tidak menjadi lupa bahwa segala hal yang dia miliki hanyalah
titipan Tuhan. Walhasil, karena musibahlah datangnya berkah56 . Seperti malam hari
ini…Musibah amnesia Mas Razi telah berbuah berkah bagi para jamaah. Yaitu berkah sholat
berjamaah, berdzikir lalu mendengarkan ceramah, dan terakhir…berkah menikmati sajian
ramah tamah. Alhamdulillah. (hahaha-jadi ketularan gaya ceramah Ustadz Riri)

56
Berkah menurut Islam bermakna “kebaikan yang bertambah dan berkembang”. (Tasawuf Menjawab
Tantangan Global : Hal. 266)

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 126
#Kepompong_Cinta
Saat hendak pulang dari pengajian, Ustadz Riri menghampiriku bersama dengan Kak
Nia di belakangnya.
“Nura, ini ada titipan dari seseorang buat kamu”, ujar Ust.Riri.
“Titipan dari siapa ustadz?”, jawabku sembari melihat pada Kak Nia dan Mbak Tiwi.
“Hayo terima saja Ra! Nggak usah banyak bertanya! …Atau… buat kakak saja ya
titipannya!”, goda Kak Nia.
“Eish enak saja! Ini kan titipan buat aku!”, jawabku langsung mengambilnya.
“Terima kasih untuk yang ngasihnya ya tadz!”, lanjutku.
“Ucapan terimakasihnya nanti saja kamu sampaikan sendiri di pengajian hari Sabtu
besok. Orangnya insya Alloh datang juga nanti. Sekarang kamu pulang saja, nggak usah
dibuka segala titipannya! Di rumah saja dibukanya, ok!”, balas Ust.Riri.
“Sip ustadz, perintah dilaksanakan!”
Aku pun langsung pulang bersama Kak Nia. Di dalam mobil, Kak Nia menonjokku
dengan sebuah pertanyaan, “Nura, kamu rencana nikah inginnya kapan?”
“Lho kok kakak bertanyanya seperti itu, calonnya saja belum ada, bagaimana mikirin
nikah kak?”, jawabku berkelit.
“Kamu ini…pinter saja kalau ngeles! Kakak serius nih, jawab dong!”
“Ya itu tadi kak! Calonnya kan belum ada, ngapain mikirin kapan nikah, coba?”
“Terus kalau misalnya besok atau lusa calonnya sudah ada, kapan mau nikah?”
“Aduh…bagaimana ya? Wallahu a‟lam deh kak! Soalnya kan masih “misalnya”,
belum beneran. Jadi masih angan-angan kan?…Nah, kata ustadz Riri, jangan panjang angan-
angan kalau hidup itu! Hehehe”
“Weleh…mentang-mentang sudah sering ngaji, sudah pinter ngedalil ya kamu!
Hahaha…pakai kerudung saja kamu belum, eh sudah berani berdalil. Nggak sah ah!”
“Kakak juga sama belum pakai kerudung, wew!”, jawabku kesal karena tersindir
dengan perkataan Kak Nia.
“Udah dong adikku…jangan muter-muter mulu jawabnya. Kakak hanya ingin tahu
saja, kalau seandainya besok atau lusa kamu ada yang melamar, bagaimana? Siap tidak buat
nikah?”
“Waduh waduh…kakak ini, yang ngelamarnya siapa dulu dong?…Jangan main siap
saja tapi nggak jelas orangnya. Kalau orangnya kayak Mas Razi sih aku mau!”, jawabku
keceplosan. Benar-benar keceplosan…

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 127
Mendengar jawabanku, Kak Nia menyalakan klakson berkali-kali sambil berkata
padaku, “Oh My God! Ternyata benar nih feeling kakak! Kamu suka ya sama Mas Razi yang
ceking itu? Ada bahan jodoh ini!”
Aku tidak mampu berkata apa-apa selain menutup wajahku karena malu. Sekejap
kemudian Kak Nia kembali berkata, “Nggak usah malu gitu Ra! Kita sudah sama-sama
dewasa. Kalau kamu suka sama Mas razi, ya bagus dong! Dia itu kan orang baik. Dari sisi
umur juga sudah mateng, jadi kalau berjodoh bisa ngemong kamu nantinya. Lagian juga dia
kan temen baik Kak Ali”.
Aku masih terdiam tidak berkata apa-apa. Jujur saja, walaupun di dalam hatiku diam-
diam tersipu dengan perkataan Kak Nia itu, tapi aku merasa khawatir kalau-kalau apa yang
kurasakan ini hanya bertepuk sebelah tangan. Apalagi… Saat ke Surabaya, aku melihat ada
seorang gadis yang begitu perhatian menemani ibu Fatimah dan Mas Razi. Seorang gadis
yang setelah kutahu ialah anak dari sahabat almarhum ayahnya Mas Razi. Namanya Hanna.
Kulitnya putih bersih dengan perawakan sedang semampai. Dia masih single sepertiku. Dan
menurutku, penampilan dan pembawaannya menarik.
“Sudah…sudah, kamu jangan melamun gitu! Kakak hanya bertanya doang kok. Kalau
kamu memang belum siap nikah juga nggak masalah buat kakak mah!”, ujar Kak Nia
menyadarkan lamunanku.
Tanpa pikir panjang…tidak tahu mengapa, aku bertanya pada Kak Nia, “Menurut Kak
Nia, Hanna itu pacarnya Mas Razi bukan?”
“Wah…wah…wah, kayaknya perasaan kamu sudah dalem ya! Ampe cemburu sama
Hanna, hahahaha!”
“Bukan begitu kak! Hanya pengen tahu aja menurut Kak Nia bagaimana?”
“Kalau Hanna itu pacarnya Mas Razi, ya pasti Mas Razi nggak akan mau ngasih
titipan itu ke kamu segala, terus pasti nggak akan repot-repot ngomong sama Ustadz Riri
supaya mau jadi jembatan perkenalan dia dengan kamu…hahaha… ups! Kenapa kakak yang
sekarang jadi keceplosan. Aduduh…jadi nggak surprise deh ini ceritanya”
Aku melongo mendengar perkataan Kak Nia itu. Seakan tidak percaya. Namun ada
segaris bahagia di dalam hati yang terasa begitu indah saat mendengar hal itu.
“Kak Nia nggak lagi berbohong kan?” Tanyaku lagi.
“Buktikan saja Sabtu besok! Sekarang waktunya kita istirahat…udah malem. Tuh lihat
rumah sudah di depan matamu. Ayo siap-siap turun”, jawab Kak Nia menutup obrolan dalam
mobil. Yang tidak terasa telah mengantarkan kami sampai di depan rumah.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 128
Sesampainya di rumah, aku duduk selonjoran di sofa besar ruang tamu. Menikmati
keempukannya sekaligus melepas lelah. Sedangkan Kak Nia langsung masuk ke dalam
kamarnya. Besok pagi dia sudah harus siap bekerja lagi. Sehingga malam ini penting sekali
baginya untuk beristirahat.
Belum lama aku duduk selonjoran, telepon rumah Kak Nia berbunyi. Tadinya aku
biarkan saja, siapa tahu Kak Nia keluar dari kamarnya untuk mengangkat telpon. Biasanya
temannya atau dari Rumah Sakit yang menelpon malam- malam begini.
Tapi setelah beberapa kali bunyi telepon itu Kak Nia tidak kunjung keluar kamarnya,
akupun mengangkatnya.
“Malem, assalamu‟alaikum”
“Wa‟alaikum salaam… Kok lama diangkatnya Nura? Ini Kak Ali… Adikku sayang!”
“Masya Alloh Kak Ali, bagaimana kabarnya?sudah sampai mana penelitiannya?”
“Alhamdulillah sehat Ra! Penelitiannya insya Alloh sudah hampir selesai. Eh..eh..eh,
kamu sendiri bagaimana ngajar di tempat Razi, betah?”
“Amin..amin…amin, Semoga segera selesai penelitiannya dan pulang ke tanah air!
Alhamdulillah betah banget Kak…banyak cerita lho! Tapi kepanjangan kalau di telepon
mah…nanti saja kalau Kak Ali dan Kak Nisa sudah pulang, kita cerita-cerita ya…Oh iya, Kak
Nisa bagaimana kabarnya Kak?”
“Amin…Cerita? Ah…kakak sudah banyak tahu kok! Kan ada mata-matanya, Kakak
kan suka nelpon Afnania Husna saudara perempuanmu itu, Nura!...Hahaha, pokoknya kakak
mendukung! Alhamdulillah Nisa sekarang rajin ikut dalam pengajian yang diadakan ikatan
mahasiswa Indonesia di Australia. Banyak cerita juga kami disini…alhamdulillah”
Aku berpikir sejenak. Tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Kak Ali dengan
mendukung. Sekejap kemudian aku bertanya, “Mendukung apa‟an sih kak? Kayak lagi
pemilu saja kakak mah”
“Ya mendukung kamu sama Razi! Kakak mendoakan semoga menjadi jodoh. Kalau
bisa secepatnya… Supaya berkah. Ayah sama Amah di desa juga sudah tahu kok!”
“Apaa…? Tahu apa? Soal apa? Kenapa Nura baru tahu sekarang? Nura belum ada
apa-apa sama Mas Razi? Ngobrol-ngobrol pun biasa saja kak! hanya soal SAKOLA sama
anak-anak binaan saja. Maksud kakak apa‟an sih?”
“Sudah…sudah…adikku! Nggak usah kayak orang kesurupan begitu. Memang sih,
belum ada pembicaraan apa-apa. Tapi semuanya sudah nyambung kan? Kamu suka sama
Razi. Dan Razi pun suka pada kamu. Pokoknya Nia sudah banyak cerita kemarin-kemarin.
Sekarang mah, kamu siapin mental saja!. sholat istikharah jangan lupa! Oh iya, nanti salamin
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 129
ya ke Ustadz Riri! Mohon doanya, semoga akhir Desember sudah kembali ke Indonesia, amin
ya Alloh”
Sambil tetap dalam bingung aku mengiyakan saja perkataan Kak Ali. Dan sesaat
kemudian, Kak Ali pun mengucapkan salam.
Malam ini benar-benar banyak kejutan yang aku terima. Kejutan menerima titipan
yang ternyata dari Mas Razi. Kejutan Kak Nia yang bercerita pada Kak Ali soal aku dan Mas
Razi… Padahal tidak pernah sekalipun aku berbicara soal perasaanku ini kepada Kak Nia.
Apa mungkin Kak Nia melihat bahasa tubuhku saat di Surabaya? Entahlah. Memang kuakui
pada saat di Surabaya aku sempat kesal melihat Kak Razi sedang ngobrol dengan Hanna di
rumahnya. Aku sendiri tidak tahu kenapa sampai harus kesal segala. Apakah ini cemburu,
akupun tidak tahu. Apa mungkin dari kejadian itu Kak Nia jadi semacam detektif dan mata-
mata? Au ah gelap. Lebih baik sekarang aku buka saja titipan yang diberikan Mas Razi.
Sebuah kotak berukuran sedang.
Sempat aku berpikir, mungkin ini semacam Jam Weker atau gelas-gelas cantik.
Ternyata sebuah Kamera klasik dengan sepucuk surat di sampingnya. Tanpa menunggu lama,
akupun membacanya :
Nura Hamidah….assalamu‟alaikum warahmatullah Wabarokatuh…
Terimakasih sudah berbaik hati menemani ibu saya sewaktu di Rumah Sakit.
Terimakasih juga sudah mau menggantikan saya mengasuh anak-anak mengaji.
Dan terimakasih, karena sudah mengantarkan surat anak-anak kepada saya.
Kamera ini adalah sebuah hadiah yang sengaja saya belikan untukmu.
Sebagai tanda terimakasih atas semua kebaikanmu selama ini.
Aku mendengar dari Nia, kamu sangat menyukai fotografi.
Karena itulah aku membeli kamera ini.
Semoga bisa kamu gunakan untuk hobimu itu.
Salam dari ibu saya…kemarin dia bilang kangen ketemu kamu.
Semoga kamu berkenan menerima hadiah kamera ini.
Dari :
AHMAD RAZIQUL HAQ, 02-12-2002

Serasa disiram mata air yang menyegarkan saat aku membacanya. Tidak terbayangkan
bagiku, seorang Razi yang cuek dan cenderung urakan, bisa membelikan sesuatu untuk
seorang perempuan. Lalu… meluangkan waktunya untuk merepotkan diri menulis sebuah
surat dibaliknya. Benarkah rangkaian kata-kata itu ditulis oleh seorang Mas Razi? Benarkah
seorang Mas Razi mau menulis surat untukku? Seorang gadis yang tidak secantik dan
semenarik Hanna. Benarkah seorang Mas Razi yang membelikanku kamera klasik itu?

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 130
Ah…apa yang terjadi malam hari ini telah membuaiku dalam gejolak romantika yang penuh
warna dan rasa.
Laksana drama percintaan yang sering menghiasi Layar Kaca…MUNGKIN, hari ini,
aku telah benar-benar jatuh cinta pada seorang Ahmad Raziqul Haq. Aku tiada berdaya
mengingkari lagi… Benar, aku sedang jatuh cinta kepadanya.

#Menolak_Bujukan
Sungguh benar yang dikatakan para pujangga. Seorang pecinta selalu terhuyung dalam
tunduk kepada kekasihnya. Terjerat pada daya supralogika, yang membuat seakan hanya ada
kekasih saja yang menyata di alam dunia. Hanya Sang Kekasih yang nyata adanya, dan Sang
Pecinta hilang dalam pesona Sang Kekasih.
Itulah pula yang terjadi padaku dan Mas Razi selama beberapa hari kemarin. Kami
tenggelam di dalam asyik-masyuk romansa asmara. Hampir setiap hari kami berduaan.
Awalnya hanya asyik dalam obrolan semata. Lalu magnet nafsu mengarahkan kami pada
sentuhan tangan…Kemudian semakin memperbudak hati kami sehingga merasa berat jika
harus terpisahkan. Dan lambat laun…kami terhanyut dalam romantika penuh bahaya.
Syukurnya, beberapa hari yang lalu Ustadz Riri sempat bertanya kepada kami,
dimanakah letak Alloh disaat hati kami sedang masyuk dalam asmara? Aduhai, kami merasa
malu pada diri sendiri dan juga Tuhan. Telah seringlah dzikir membasahi lisan kami. Telah
seringlah pula nasihat kami dengarkan. Tapi seperti tidak berharga dibanding asmara yang
kami selami. Hingga akhirnya, atas saran Ust.Riri… Mas Razi datang ke rumah Ayah. Nekat
melamarku dengan bermodalkan Basmalah. Dan kami… saat ini, berniat untuk benar-benar
menolak bujukan setan atas cinta yang dititipkan Tuhan pada hati kami.
Dan karena itulah, semenjak lamaran itu, kami bersepakat untuk bersabar tidak akan
bertemu sampai saat dimana Tuhan mempertemukan kami dalam indahnya pernikahan.
Sungguh… berkata sabar itu memang mudah. Berkata rela itu gampang. Tetapi, bagi aku,
seorang perempuan yang hatinya dianugerahi sembilan puluh sembilan kali lipat cinta lebih
besar dari kaum lelaki, sabar itu lebih berat daripada menanggung cinta. Hati sering berbisik
kencang…lebih baik tidak merasakan cinta daripada harus tidak bertemu dengan orang yang
dicinta. Lebih baik tidak mengenal rasanya cinta, jika terpisah dari insan yang dikasihi.
Tapi sekali lagi, pilihan kami hanya dua. Tidak ada pilihan lain apalagi alternatif.
Tidak bertemu demi menghindari “racun” atas cinta kami, atau memilih tetap bertemu yang
berarti harus siap jika suatu saat “racun” itu akan merusak cinta kami. Akhirnya, kami
memilih yang pertama. Tidak bertemu demi menjaga keindahan cinta kami di sisi Tuhan.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 131
Hufth…aku baru merasakan betapa beratnya jika ingin mencintai berlandaskan
kecintaan Tuhan. Pantas saja banyak yang terseok-seok dalam cinta semu yang berujung
duka. Pantas saja banyak yang terhuyung-huyung dalam mabuk cinta yang bermandikan
murka Tuhan. Mengapa? Karena begitulah sifat cinta…selalu tunduk kepada yang dicinta.
Dan satu-satunya cara agar ketundukan itu menjadi tepat adanya ialah : membuka pintu
ketundukan cinta hanya pada waktu yang tepat. Yaitu setelah pernikahan.
Ketergodaan untuk membuka pintu “ketundukan cinta” sebelum pernikahan tiba, akan
membahayakan nasib cinta itu sendiri. Mengapa? Karena tidak ada yang mengetahui takdir
kecuali Tuhan. Apa jadinya jika ketundukan cinta berlabuh bukan kepada takdir sejatinya?
Aduhai…tentu hanyalah penyesalan dan duka cita yang bersisa nantinya.
Apa jadinya jika kemurnian cinta diserahkan kepada orang yang bukan jodoh
sejatinya? Tentu akan banyak berbuahkan gelisah dan kerisauan hati.
Kini, hanya doa saja yang terus kupanjatkan dari waktu ke waktu. Semoga kami
benar-benar kuat dalam menjalani semua ini. Semoga kami terjaga dari segala goda dan rayu
iblis durjana dan nafsu sesaat. Dan semoga kami bertemu dalam cinta yang terberkati di akad
nikah nanti. Cinta yang indah bertaburkan rahmat, antara Nura Hamidah dan Ahmad Raziqul
Haq…Amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 132
< 14 >
UNTAIAN MAKNA

“Saya tidak melihat obat yang baik


bagi kalian selain berserah diri kepada-Nya”
(SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI QS)

#Rindu_Berat
Sudah seminggu aku tinggal di rumah Teh Acha – anak kedua Bapak Haji. Rumahnya
tidak jauh dari rumah Bapak Haji. Hanya berjarak sekira 200 meter saja. Jujur…ingin sekali
aku kabur dari rumah ini. Rasanya tersiksa ketika kerinduan tidak terobati. Rasanya terkutuk
ketika hati hanya ada nama RAZI…RAZI…RAZI. Serasa hilang dzikir “Alloh” dalam hatiku.
Pernah sekali, dua hari yang lalu, aku mengeluh pada Tuhan tentang betapa beratnya
cara menjaga hati ini. Dalam sholatku, dalam dzikir ba‟da shalat, dalam diamku, dalam
lamunanku, bahkan dalam tidurku...Wajah Ahmad Raziqul Haq selalu mengepungku penuh.
Aku mengaduh pada Tuhan dengan sepenuh pengharapan :
Tuhanku Yang Mahabaik,
Aku bukan Zulaikha yang nekat,
Merobek baju Yusuf karena cinta buta.
Aku pun bukan Laila yang sebabkan,
Sang Qais menjadi gila karena terlena cinta.
Aku hanya seorang Nura yang berharap cinta,
Yang selalu suci dari segenap nafsu yang berbahaya.
Lalu mengapa berat harus kujalani ini semua?
Rindu mengepung, gelisah mendera,
Hati sesak, Rasa merana,
Mengapa Tuhan?
Mengapa?
Tuhan?

Tapi lagi-lagi tiada jawab selain rindu yang semakin menggebu. Pantas oh pantas!
Banyak ilmu agama tidaklah menjamin terjaganya cinta. Apalagi aku yang miskin ilmu lemah
agama. Lalu aku harus bagaimana? Saat kemarin kutanya Teh Acha tentang gelisahku ini,
jawabannya terlalu ringkas tanpa mampu menghapus dahaga rinduku. Ia berkata,
“Diperbanyak saja dzikirnya Neng! Karena dzikir itu pasti menenangkan hati!”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 133
Aku tahu soal dzikir menenangkan hati. Tapi dzikir seperti apa yang bisa membuat
rinduku pada Mas Razi tidak menyiksaku terus? Dzikir seperti apa yang bisa luruhkan rindu
liarku ini? Dzikir seperti apa yang bisa menawarkan gelisah rinduku? Bisakah terjawab? Lagi-
lagi aku hanya bisa menanti dan menunggu tanpa jelas kapan kerinduan ini akan
tertundukkan. Lalu...
“Nura...Nura! Kamu lagi tidur nggak?”, tanya Teh Acha mengetuk pintu kamarku.
“Belum teh...Nura belum tidur”
“Ada Abah (Bapak Haji) datang mau ketemu kamu!”
Segera kubuka pintu kamar lalu berjalan menuju ruang tamu.
“Alhamdulillah kamu belum tidur. Bapak sengaja kesini, sekalian lewat tadi ketemu
cucu bapak. Bagaimana kamu betah disini, Nura?”, tanya Bapak Haji membuka pembicaraan.
“Alhamdulillah betah pak…tapi…emmmh”
“Tapi kenapa? Yang sabar ya. Bapak maklum pasti berat bagi kamu, harus berpisah
dengan orang yang kamu cintai… Hidup itu memang serba berat kalau dipikirin terus! Ini
juga yang ingin bapak sampaikan sama kamu. Agar aktifitas kamu disini nggak selalu merasa
berat…Siapa tahu saran bapak bermanfaat”
Terhenyak aku mendengar perkataan Bapak Haji. Bagaimana mungkin Bapak Haji
bisa tahu soal kegundahanku selama di rumah teh Acha. Sekejap kemudian Bapak Haji
kembali berkata, “Sudah, kamu jangan aneh gitu! Kemarin Acha cerita sama bapak soal
pertanyaan kamu tentang dzikir apa yang mampu menghalau keresahan atau kegelisahan.
Itulah kenapa bapak merasa perlu datang kesini, anakku!”
“Euh, Nura jadi malu...hmm, iya bapak! Nura sedang susah untuk khusyu‟ kalau lagi
sholat dan berdzikir. Hati ini rasanya dikepung terus dengan was-was. Nura jadi sedih”
“Anakku, dalam diri setiap manusia ada yang namanya an-Nafs atau jiwa. Disanalah
terletak dua potensi yang saling berlawanan. Potensi positif dan potensi negatif57 . Dalam
tasawuf setidaknya ada tujuh tingkatan dalam an-Nafs ini. Tapi kita nggak akan ngebahas
semuanya. Terlalu panjang kalau dibahas semuanya disini.
“Cukup beberapa saja yang bapak akan jelaskan sedikit disini. Sebagai bahan solusi
bagi masalah yang sedang kamu rasakan saat ini. Anakku! Ada dua tingkatan jiwa yang
sedang kamu rasakan saat ini. Pertama, an-Nafsul „Ammarah. Yaitu jiwa yang cenderung
pada tabiat alamiah manusia. Yang memerintahkan pada kelezatan dan hasrat yang

57
Selaras dengan bunyi ayat QS. Asy-Syams ayat 8 yang artinya : “maka Alloh mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya”
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 134
menyimpang dari ketentuan agama. Intinya, selalu mendorong hati kamu pada aspek-aspek
tercela. Dan efeknya pasti bakal nimbulin kegelisahan, keburukan, dan ketidaktenangan hati.
“Dua, namanya Nafsul Lawwamah. Yaitu jiwa yang mencela keburukan. Menyesali
kesalahan dan menerima pencerahan hati. Dalam tingkatan ini, jiwa selalu ada di dua kutub
yang berbeda. Kutub pertama selalu mencela dan menyesal dengan perilakunya yang salah.
Tapi di kutub yang lain ia belum mampu meninggalkan perilaku salahnya itu58 .
“Inilah mungkin yang sedang kamu alami, Anakku! Satu sisi terus diliputi oleh rasa
rindu yang besar pada kekasihmu. Itu wajar dan manusiawi. Tapi jika berlebihan maka dapat
membahayakan diri kamu sendiri. Kenapa? Karena menjadi penghalang kamu untuk selalu
ingat kepada Alloh. Dan kalau sudah begitu, sangat mudah sekali tergoda dan terbius oleh
bisikan Setan yang menggelincirkan.
“Di sisi yang lain, kamu sadar bahwa hal itu adalah kesalahan yang harus diperbaiki.
Disinilah kamu menyesali dan mencela rasa rindu berlebihan kamu itu. Ingin segera
memperbaikinya sehingga tidak berlebihan.
“Pertanyaannya, bagaimana caranya agar kamu bisa meraih kebaikan dan nggak
terjebak di dalam dua tingkatan jiwa itu terus? Betul begitu kan, anakku? Nah… Caranya
ialah bergerak menuju tingkatan jiwa yang ketiga : An-Nafsul Muthma‟innah. Yaitu jiwa yang
tenang, tenteram, yang menerima pencerahan hati.
“Bagaimanakah cara menggapai tingkatan jiwa ini? Tiada lain adalah dengan ber-
Mujahadah59 di dalam ibadah yang kamu lakukan. Terutama dzikirmu. Lalu bagaimana kalau
dzikir sudah dilakukan tapi tetap saja hati nggak tenang dan selalu liar? Kesalahan bukan
terletak pada dzikirnya, anakku! Tetapi pada cara berdzikirnya yang perlu diperbaiki.
“Nah…nah, anakku!...Besok pagi selepas sholat Dhuha di masjid, kamu datang ya ke
Madrasah bapak. Ada dua orang muallaf yang ingin belajar dzikir pada bapak. Sekalian kamu
ikut ya! Kita belajar lebih jauh tentang dzikir Jahar60 . Kita akan belajar kaifiyyat (cara) dzikir
yang mampu membakar kotoran-kotoran dalam hati, yang mampu membeningkan hati
sehingga mampu menjadi cermin cahaya Ilahi.

58
Penjelasan lebih lanjut tentang tingkatan An-Nafs (jiwa), dapat ditemukan dalam buku Jalan Ke Surga karya
Syaikh Muhammad Amin Al -Kurdi, halaman 134 s.d 137.
59
Mujahadah dalam tasawuf bermakna : “Perjuangan seorang salik (penempuh jalan sufi) guna menyucikan
jiwa dan mendekatkan diri kepada Alloh...” (Buku Tasawuf Menjawab Tantangan Global : Hal.278)
60
Dzikir Jahar dalam istilah Tasawuf dan Thariqah ialah dzikir lisan. Yaitu melafalkan kalimah Thayyibah “La
Ilaha Illallah” dengan suara keras dengan kaifiyyat (cara-cara) tertentu yang telah diajarkan oleh seorang
mursyid (pembimbing dzikir). Lihat juga penjelasannya dalam buku “Tasawuf Menjawab Tantangan Global”
hal.154 dan 267.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 135
“Anakku...kamu harus tahu! Semua dzikir itu baik. Tapi alangkah lebih baik jika
dilakukan dengan cara yang tepat. Mengapa? Karena setiap amaliah itu ada caranya. Nggak
sembarangan. Mengapa harus begitu? Agar membekaskan buah yang baik. Bagaimanapun
juga, dzikir bukan main-main atau hiasan mulut saja.
“Ada teknik dan metodenya dari Rosululloh saw. Kalau hanya sekedar ucapan mulut
saja, burung Beo pun pasti mudah menirukannya, orang yang non-muslim pun bisa juga
mengucapkannya dengan fasih. Kalau dzikir hanya diucapkan sembarangan, maka buah yang
kita rasakan tentu saja nggak akan maksimal.
“Nah besok itu, selain belajar Dzikir Jahar ya sekalian belajar juga beberapa sholat
sunnat khusus yang berdaya guna untuk mujahadah kita mendidik jiwa. Mengapa? Karena
seperti yang kita tahu, sholat mampu menjadi pencegah segala keburukan yang disebabkan
hawa nafsu dan bisikan setan61 . Bagaimana Nura, kamu mau datang besok?”
Spontan aku mengiyakan. Inilah yang aku tunggu-tunggu selama ini. Semoga dengan
bimbingan dzikir dan sholat sunnat yang diberikan Bapak Haji besok, aku bisa kembali
menjalani aktifitas di pesantren ini dengan fokus dan bersemangat. Sehingga aku tidak terus
menerus terjebak dalam galau dan risau. Amin.
“Alhamdulillah kalau mau. Oh iya ada yang lupa. Kamu kan punya hobi fotografi dan
melukis ya? Nah, supaya kamu ada kegiatan yang lebih bermanfaat selama disini, lebih baik
kamu salurkan hobi kamu itu di pesantren ini! Supaya nggak banyak waktu kosong. Coba
kamu fotoin kegiatan Bapak dan anak-anak santri. Atau lukis panorama di sekitar pesantren
ini. Pemandangannya bagus-bagus kalau dilukis atau difoto. Nanti kalau pengen beli kanvas
dan bahan-bahannya, minta saja Acha untuk menemani kamu ke Toko Buku “Asri” di Kota.
Pemilik toko itu teman bapak. Katakan saja pada dia, kamu ini murid bapak dari Jakarta.
Insya Alloh ada diskonnya...Sekarang bapak pulang dulu ya. Ditunggu di Madrasah besok ya!
Assalamu‟alaikum!”.
Kembali aku mengangguk tanda setuju sembari menjawab salam beliau. Tidak lama
setelah itu, Teh Acha keluar dari kamarnya lalu mengantar Bapak Haji hingga depan pintu
rumahnya.
Subhanalloh... Apa yang dikatakan Bapak Haji soal hobiku adalah ide yang sangat
brillian. Boleh jadi penyebab rasa kangenku pada Mas Razi yang semakin liar adalah seperti
yang dikatakan beliau, “terlalu banyak waktu kosong yang tidak kukelola dengan baik”. Insya

61
Selaras dengan Al-Qur’an Surat Al-Ankabut ayat 45 yang bermakna : “...dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya
sholat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Alloh adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Alloh mengetahui apa yang kamu kerjakan”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 136
Alloh mulai besok aku akan menjalankan saran Bapak Haji. Aku akan menggunakan kamera
pemberian Mas Razi untuk mengisi waktu-waktu luangku disini. Sekaligus melukis… hobiku
yang mengasyikkan.

#Jumputan_Berkah
Setelah mengikuti nasihat Bapak Haji, alhamdulillah banyak sekali perubahan yang
bisa kurasakan. Bukan hanya soal hatiku, tapi juga soal hobiku yang semakin terasah dan
menghasilkan uang. Salahsatu muallaf keturunan Belanda yang belajar pada Bapak Haji
bersamaku – Reggy namanya, ternyata adalah seorang kolektor lukisan. Lukisan Curug
Panjalu yang kubuat, dibelinya seharga Dua Juta Rupiah. Dan dalam waktu dekat, ia pun
akan membeli lagi satu lukisanku yang belum selesai. Sungguh sebuah berkah besar bagiku.
Lewat uang hasil pembelian lukisan itu, aku bisa sedikit membantu Ayah dan Amah untuk
persiapan nikahku yang tinggal menghitung hari.
Subhanalloh, bermujahadah untuk mendekatkan diri kepada Alloh memang luar biasa
ajaibnya. Pantas saja Bapak Haji pernah menasihatiku bahwa mendekatkan diri pada Alloh
dengan ketulusan hati melalui berbagai ibadah yang dilakukan, akan membuahkan solusi
segala masalah dan anugerah rezeki yang tidak terduga62 .
Inilah yang sering disebut Bapak Haji sebagai Investasi Akhirat Plus-plus. Di dunia
mendapatkan balasan kebaikan yang berkah dan banyak, dan di akhirat pun akan memanen
hasil yang luar biasa. Insya Alloh.
Sekarang, aku tidak mau lagi memprotes batasan-batasan yang ditentukan Tuhan
didalam kehidupan. Aku menyadari bahwa setiap ketentuan yang diatur oleh Tuhan,
merupakan bentuk kasih sayang-Nya kepada para hamba-Nya. Jika saja semua manusia mau
menjalankan aturan-aturan Tuhan dengan penuh ketulusan, maka pasti akan selalu diliputi
dengan rahmat-Nya dalam segala aspek63 dan keberkahan akan selalu datang menghampiri64
dari segala arah.
Maka, aku tidak boleh lagi terlena dalam cinta yang melalaikanku dari ingat kepada
Tuhan. Aku tidak boleh terjebak lagi dalam rindu yang melemahkan ingatanku pada-Nya.

62
Selaras dengan mafhum QS. Ath-Thalaq ayat 2 dan 3 yang artinya : “...Barangsiapa bertakwa kepada Alloh
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka -
sangkanya”
63
Selaras dengan mafhum QS. Al -Ma’idah ayat 66 yang artinya : “...Dan sekiranya mereka bersungguh-sungguh
menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya
mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka (diliputi rahmat-Nya dari langit dan
dari bumi)...”.
64
Selaras dengan mafhum QS. Al -A’raf ayat 96 yang artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...”
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 137
Dan yang pasti, aku harus mengisi waktu dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan
bernilai ibadah. Sampai akhirnya Tuhan mempertemukan aku dengan Mas Razi dalam
indahnya mahligai pernikahan. Yang merupakan penyempurna agama bagi seorang muslim.

#Semakin_Dekat
Perjalanan waktu terasa begitu cepat. Hanya bersisa beberapa hari saja bagiku dan
Mas Razi untuk menempuh hidup baru dalam kebersamaan. Dalam jumputan hari yang telah
kulewati di Pesantren Al-Kamil, aku belajar tentang indahnya cinta dalam keberserahan diri
kepada-Nya, tentang dahsyatnya cinta yang dipandu petunjuk-Nya, tentang berharganya cinta
yang dinaungi Cinta Ilahi.
Dan hari ini... adalah hari yang cukup berat bagiku. Sudah waktunya aku kembali ke
rumah orangtuaku. Mempersiapkan segala yang diperlukan untuk pernikahanku nanti.
Aduhai... Aku sudah begitu betah tinggal di pesantren ini. Hidangan nasihat dan hikmah yang
selalu Bapak Haji sajikan padaku selama ini telah membuatku jatuh cinta kepada pesantren
ini. Keramahan dan keramahan Teh Acha yang banyak memberikan bantuan dan dukungan
selama di pesantren, telah membuatku serasa enggan untuk meninggalkan pesantren ini.
Rasa-rasanya aku masih ingin tinggal disini setahun atau dua tahun lagi. Menyerap
dan menyelami samudera hikmah yang diberikan Bapak Haji Saefulloh Maslul. Tetapi segala
pertemuan memang selalu ada akhirnya. Selalu ada perpisahan di dalam setiap episode
kehidupan yang dilewati seorang insan. Dan aku pun harus merasakannya saat ini. Berpisah
dengan keluarga besar Pesantren Al-Kamil, setelah beberapa waktu dalam kebersamaan dan
kekeluargaan.
Sekitar Jam 11 siang nanti, Kak Ali yang baru pulang ke Indonesia beberapa hari, akan
datang menjemputku bersama Ayah. Semua bawaanku sudah disiapkan Ayub di teras rumah
Teh Acha. Sambil menunggu Kak Ali datang, aku duduk bersama Teh Acha di ruang tamu
rumah Bapak Haji sambil menikmati sajian teh manis hangat.
“Alhamdulillah akhirnya kamu akan menikah sebentar lagi ya Ra! Jangan sampai lupa
dengan teteh dan pesantren ini ya!”, Ungkap Teh Acha membuka obrolan.
“Masa‟ lupa teh? Pesantren ini kan sudah banyak memberi kenangan manis untukku,
nggak mungkin bisa lupa.Mmmh... Kalau mau jujur, teh! Sebenarnya aku masih pengen
disini, teh!...Tapi, bagaimana lagi. Hehe”
“Syukurlah kalau nggak akan lupa... Semoga pernikahan kamu nanti lancar ya! Insya
Alloh Razi adalah calon suami yang baik, Ra! Selama teteh mengenalnya disini, walaupun dia

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 138
korban Narkoba, hatinya baik insya Alloh. Dulu sewaktu dia masih disini, banyak santri yang
dekat dengannya. Termasuk Abah yang sayang sekali padanya”
“Iya teh”, jawabku ringkas tidak mampu berkata apa-apa lagi.
Mmh, aku sendiri tidak pernah menyangka akan menikah dengan seorang Razi yang
dahulu sama sekali tidak membuatku tertarik. Dari sisi penampilan, dia bukan tipe lelaki yang
kuidamkan. Apalagi kalau berbicara soal latar belakang hidup yang penuh dengan lika-liku
narkoba. Tapi... Akhirnya Tuhan membukakan pintu cinta di dalam hatiku kepadanya. Pintu
cinta yang akan mengantarkan kami menuju tangga hidup selanjutnya. Rumah Tangga.
Di pesantren Al-Kamil inilah, bermulanya aku mengenal Mas Razi lebih dekat. Dan
semua yang kuingat tentang pesantren ini, sejak pertama kali datang hingga hari ini, telah
menghadirkan untaian makna yang indah dalam hidupku. Aku bersyukur...Tuhan memberiku
jalan untuk mengenal dan bertemu dengan orang-orang baik selama hidupku. Semoga akan
selalu begitu sampai kapanpun. Amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 139
< 15 >
SEPASANG RASA

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan


supaya kamu mengingat kebesaran Alloh”
(QS. ADZ-DZARIYAT : 49)

#Simpul_Kasih
Cerah pagi dengan sinar keemasannya, menerobos jendela kamarku yang sudah terhias
begitu indah. Warna-warni emas berbinar putih salju menghiasi permadani cinta yang
disiapkan Ayah dan Amah, di kamar yang telah menjadi sejarah, pernikahan kedua kakakku
bertahun-tahun yang lalu. Kini, akulah yang menjadi pemeran utama, dalam skenario cinta
yang Tuhan hadiahkan padaku di umur dua puluh empat tahun. Menghitung detik-detik
mundur ikrar Mitsaqan Ghalizha65 sudah di depan mata. Dan semakin aku mengingatnya,
semakin berdetak cepat jantungku.
Kak Nia masuk ke dalam kamarku. Lalu menggodaku seenaknya. Membuat Bude‟
Sarmi kaget disaat melukis pensil alis rias ke wajahku.
“Waaah! Adikku cantiknya jauh melebihi artis! Pasti deg-degan ya”, ujar Kak Nia
sambil menggoyang- goyangkan bahuku membuat Bude‟ Sarmi semakin senewen.
“Adueh, nduk! Ya mbo‟ ojo digoyangi ngene pengantinnya”, ucap Bude‟ memasang
wajah cemberut menahan kesal.
Kak Nia tertawa lepas…lalu berceramah padaku – kembali lagi seenaknya, “Dulu
Kakak Nikah sama Mas Gandi warna gaun akadnya merah marun de!, Nah kalau waktu
resepsi warna hijau muda, de! Pokoknya saat itu ialah saat-saat paling indah sekaligus
menegangkan. Dulu kakak dilarang bertemu Mas Gandi lebih dari lima bulan de! Terbayang
kan bagaimana rasa rindu kami berdua! Seperti film India versi desa Cisahari. Udah mah
nggak ketemu lima bulan, eh…eh…eh! ternyata kakak baru bisa dipertemukan dengan Mas
Gandi kalau akad nikahnya sudah selesai. Alias pada saat resepsi. Bagaimana nggak senewen,
de! Hmm, kalau ingat memori nikah, Kakak jadi suka senyum-senyum sendiri. Terutama
sewaktu malam pengantin, whuahahahaha….Entar juga kamu merasakan sendiri serba-
serbinya. Yang penting sekarang jangan banyak pikiran ya adikku yang cantik! Santai saja

65
Sebuah istilah dalam Fi qih Nikah Islam yang memiliki makna bahwa pernikahan merupakan “perjanjian yang
kokoh/kuat”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 140
sebisamu… Lewati semua prosesi pernikahan yang bakal kamu hadapi dengan hati yang
lapang dan tenang”
“Kakak cerewet banget sih! Iya…iya…iya. Pikiran Nura bakal dikandangin dulu deh!
Nggak akan kelayaban dulu kemana-mana….Bahayya kan?”
Dibalik pintu kamar, Ayah memandangku dengan senyuman khasnya. Menyiratkan
sejuta makna seakan ingin berkata banyak padaku. Tapi sebagaimana aku mengenalnya sejak
dahulu. Pandangan khasnya itu menandakan ia tidak hendak mengungkapkan semua yang ada
di dalam pikirannya. Sekedar dua atau tiga kalimat saja mungkin, begitulah biasanya jika aku
sudah melihat raut ayah seperti itu.
“Ayah, kesini dong! Lihat perawan kesayanganmu ini sedang dirias”, godaku pada
ayah. Sekalian menutup peluang bagi Kak Nia untuk berceramah panjang lagi.
“Kamu cantik anakku!”, singkat sekali jawaban Ayah.
Kak Nia menarik tangan ayah ke dalam kamar sembari berkata, “Ayo sinilah Ayah,
coba kasih nasihat pada si bungsu ini! Nampaknya nggak masuk kalau Nia yang ngasih
nasehat! Dasar pengantin!”
Ayah kembali tersenyum padaku. Sejurus kemudian terdengar suara dari dari balik
pintu, “Silahkan Bapak Baban segera menempati kursi Akad Nikah, Alhamdulillah Bapak
Kepala KUA sudah tiba disini!”
Ayah menghampiriku secepat kilat. Memelukku erat. Tanpa kata satupun juga. Hanya
desah tangis yang ditahan yang kudengar. Sebentar kemudian ia berbalik tanpa berkata apa-
apa lagi. Aku penasaran, tapi Bude‟ Sarmi menahan tanganku sambil berkata, “Nanti saja
Nura, kamu sedang finishing make-up. Begitulah seorang ayah jika hendak menikahkan anak
perempuannya. Bude‟ sering melihat saat-saat seperti ini”.
Pandanganku terus mengarah pada langkah kaki ayah yang berjalan keluar kamar.
Sayup-sayup kudengar detik demi detik prosesi Akad Nikah dilaksanakan. Suara Mas Razi
yang terbiasa tenang jika dalam obrolan, mendadak terdengar begitu bersemangat
mengucapkan kalimah Qabul, “Saya terima nikahnya putri bapak yang bernama Nura
Hamidah Binti Syahbani Malik, dengan Maskawin perhiasan emas seberat dua puluh koma
nol tiga gram dibayar Tunai”.
“Sah….sah…sah!”, disambut dengan doa dari Kepala KUA yang bertindak sebagai
Penghulu. Kak Nia yang duduk di sampingku meneteskan airmata. Sejurus kemudian
memelukku dan berkata, “Alhamdulillah, sempurnalah separuh agamamu adikku!
Sempurna… Barokallohu, adikku!”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 141
Tidak berapa lama, Kak Ali datang dan memapahku pelan menuju tempat Akad
Nikah. Ratusan mata menatapku. Entah kagum, entah penasaran atau apalah sebabnya tidak
tahu. Aku memilih menunduk saja sembari terus berdzikir dalam hati sebagaimana
dipesankan Bapak Haji.
Simpul kasih antara Ahmad Raziqul Haq dan Nura Hamidah akhirnya tertambatkan di
dalam naungan pernikahan Islam. Diselimuti dengan doa Robbana Hablana Min Azwaajina
Wa Dzurriyyatina Qurrota A‟yunin Waj‟alna Lilmuttaqina imaamaa” 66 yang dibacakan
penghulu sejenak setelah aku duduk di samping Mas Razi.
Alhamdulillah, syukur sebanyak nafas makhluk diungkapkan kepada Alloh SWT.
Tepat pada tanggal 12-01-2003, Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui KUA
Kecamatan Cilengkrang Kotamadya Bandung, mencatatkan hari bersejarah NURA-RAZI
terikat di dalam pernikahan. Tidak banyak yang kupikirkan tentang masa depan pernikahan
kami. Selain doa agar sebuah singkatan yang sering aku dengar…SAMARA…Sakinah,
Mawaddah wa…Rahmah, menyirami rumah tangga yang kami bina mulai dari detik ini
hingga selanjutnya sampai tiada akhir dan tiada batas. Amin.

#Bukan_Romeo
Semenjak Mas Razi mengajak berbulan madu yang unik selama seminggu yang lalu,
pada akhirnya aku mengetahui berbagai hal yang diinginkannya dariku dalam rumah tangga
yang kami bina. Mas Razi tidaklah mengajak berbulan madu ke sebuah pulau yang romantis
atau berkeliling negara Asia atau Eropa. Tidak seperti itu gaya Mas Razi. Melainkan
mengajakku mengasuh enam murid kesayangannya di SAKOLA, untuk berkunjung menuju
tiga tempat misterius.
Mas Razi berkata padaku sesaat sebelum berangkat berbulan madu dengan mobil
Kijang Super miliknya, “Sudah biasa berbulan madu berdua ke tempat-tempat paling
romantis. Kita harus berbeda. Mas bakal mengajakmu menyelami seni cinta tanpa harus mas
katakan. Dan kita nggak berdua, melainkan berdelapan. Kamu tahu sebabnya, istriku?”.
Aku menggeleng.
“Delapan itu mewakili huruf-huruf awal nama panggilan kita, N-U-R-A R-A-Z-I”,
jawab Mas Razi simpel. Tanpa penjelasan sama sekali.
“Itu saja?”

66
Sebuah Doa yang terdapat dalam QS. Al -Furqan ayat 74 yang bermakna, “"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami, pasangan dan keturunan yang menyejukkan hati (ka mi), dan jadikanlah kami imam bagi orang-
orang yang bertakwa”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 142
“Tidak. Masih ada yang lain”
“Jelasin dong Mas!”, rayuku manja.
“Sudah…kita berangkat saja. Nanti juga kamu tahu sendiri”
Bersoraklah enam anak Kolong langit mendengar gerungan mesin mobil yang
dihidupkan Mas Razi. Kopral, Raden, Kepang, Jengki, Tomboy, dan Reza… Merekalah enam
anak beruntung yang kami ajak dalam judul “bulan madu” yang misterius ini.
Tanpa aba-aba dari siapapun, kopral dengan diikuti lima anak lainnya berdoa lantang,
“Bismillahi tawwakaltu „alalloh laa hawla walaa quwwata illaa billaahil „aliyyil azhiim” 67 .
Mas Razi mengelus kepala Kopral yang duduk tepat di belakangnya sambil berkata, “Bagus
pral, begitulah tugas komandan sejati! Memimpin dalam kebaikan”.
Hampir dua jam kami berkutat di jalanan Arah Selatan Bandung. Menyusuri kelokan
tajam penuh rambu yang banyak dilewati truk-truk besar. Di dalam mobil, sesekali Jengki
melepaskan Bom Kentut yang selalu tidak mampu ditahannya. Di jok paling belakang,
Kepang berulang-ulang mengganggu Reza yang sedang terkantuk-kantuk. Ia dekatkan botol
kecil Balsem berbau tajam ke bawah hidung Reza yang berlubang lebar.
Sebentar kemudian Mas Razi menyetel tape mobil keras-keras dengan kaset Wayang
Golek yang menjadi koleksinya. Sambil berbisik ia berkata padaku, “Lihatlah baik-baik,
nggak akan lewat sepuluh menit mereka semua akan KO. Hanya mendengar cerita wayang
golek saja yang bisa membuat mereka tertidur pulas”.
Aku ingin tertawa tapi secepat kilat tangan besar Mas Razi menutup mulut mungilku.
Dan memang benar adanya. Belum sampai sepuluh menit, suasana mobil senyap. Tidak
terkecuali keenam anak SAKOLA, akupun ikut mengantuk. Hingga… ”Bangun… bangun…
bangun, kita sudah sampai di lokasi pertama”.
Jengki terbangun paling belakang sambil meracau, “Cepot, hampura! Uing moal
sakali-sakali deui hitut sangeunahna…hampura pot!”68 .
Kami semua tertawa lepas mendengarnya. Nampak rasa bersalah atas tragedi Bom
Kentut yang berkali-kali mengepung mobil, telah merasuk dalam bawah sadar Jengki. Hingga
membuat kami tertawa geli.
Belum tuntas kami tertawa, mendadak Kepang mengaduh, “Aduh pedas sekali bibirku
ini, bermimpi makan seratus cabai ternyata aku tidur sambil mencium balsem yang lupa

67
Doa memulai perjalanan, bermakna : “Dengan nama Alloh aku berserah diri kepada All oh, tiada daya dan
upaya kecuali milik Allahlah segalanya, yang Mahatinggi lagi Mahaagung”
68
Bahasa Sunda bermakna, “Cepot (Tokoh wayang), maafkan! Aku tidak akan lagi kentut sembarangan.
Maafkan Pot!”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 143
ditutup”. Usut demi usut, ternyata Kepang tertidur sembari mulutnya menempeli balsem yang
tersandar di jendela tempat kepang duduk.
Kembali tawa kami menggelegar. Terutama Tomboy yang kebanyakan diam saat di
mobil. Ada saja bahan mengocok perut yang datang dari enam anak SAKOLA itu. Membuat
perjalanan kami tidak terasa membosankan.
“Inilah Pesantren Qaf asuhan Kyai Azhar. Tempat Mas pertama kali mengenal yang
namanya dunia pondok dan mengerti arti ketulusan cinta almarhum Ayah”, terang Mas Razi
sembari berjalan menuju Plang Pesantren yang teramat sederhana. Pikiranku terbang ke masa
lalu, disaat ibu Fatimah menceritakan masa lalu Mas Razi. Di pesantren inilah memang, Mas
Razi menyadari seberapa besar cinta Pak Sugih kepadanya. Yang rela menggantikan
hukuman, demi agar anaknya itu tersadarkan dari kenakalannya.
“Ayo anak-anak, kita temui Kyai Azhar pengasuh pesantren ini. Kalau saja dulu Mas
nggak mesantren disini, mana mungkin juga Mas bakalan mau ngurusin SAKOLA dan anak-
anak tengil semacam kalian”
“SIAAAAP!”, jawab anak-anak SAKOLA serentak.
Langkah kaki Mas Razi terlihat semakin cepat menuju arah sebuah rumah bilik di
tengah bangunan pesantren yang sudah usang termakan usia.
“Assalamu „alaikum”, Mas Razi mengucapkan salam sembari mengetuk pintu rumah.
Lalu diulangnya dua kali salam dengan suara agak kencang. Barulah keluar seorang
lelaki sepuh yang berjalan keluar dengan menumpu tongkat kayu.
“Wa‟alaikumussalaam Warahmatullah”, jawab lelaki sepuh tersebut sembari
memandang wajah Mas Razi dengan seksama. Sekejap kemudian ia berkata dengan terbata,
“Raazii…anakku! Inikah kamu, anakku?”
Mas Razi refleks berlutut kemudian mencium kaki lelaki sepuh itu sembari berkata
lirih, “Betul Kyai, ini Razi… Murid nakal yang dahulu sering merepotkanmu”.
Ternyata inilah Kyai Azhar yang pernah diceritakan Ibu Fatimah padaku. Perawakan
beliau tidak tinggi, rambut putih terurai panjang hingga bahu, garis-garis kerutan memenuhi
wajahnya dengan dihiasi jenggot panjang yang nampak tidak pernah dicukur. Suaranya
terbata namun tersimpan kharisma seorang bijak di dalamnya. Seperti halnya yang kudapati
pada Bapak Haji. Mas Razi nampak sangat hormat begitu takzim kepadanya.
“Sudah sangat lama, anakku! Lama sekali kita nggak ketemu ya? Siapakah gerangan
yang bersama kamu ini? Para santri di pesantrenmu kah mereka itu, anakku?”, tanya Kyai
Azhar bersuara pelan sembari menatapku dan anak-anak SAKOLA.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 144
Mas Razi dengan penuh kesantunan, menjelaskan satu persatu dari kami. Mulai dari
Kopral hingga aku yang diperkenalkannya untuk yang terakhir kali. “Inilah istriku, Kyai.
Seseorang yang telah Alloh pilihkan menjadi pelabuhan cintaku di dunia ini. Namanya Nura
Hamidah. Seorang penyuka seni lukis seperti Kyai”, jelas Mas Razi memperkenalkanku pada
Kyai Azhar.
“Subhanalloh, kalian serasi insya Alloh. Ayo masuklah! Masuklah anakku! Dan kalian
semua serdadu SAKOLA! Duduklah…duduklah, sebentar istirahatlah dahulu disini”, jawab
Kyai Azhar sambil mempersilahkan kami masuk ke ruang tamu rumahnya yang polos tanpa
kursi. Hanya dua karpet bermotif Persia nan-elok yang melapisi lantai.
Sejurus kemudian Kyai Azhar berbisik pada Mas Razi beberapa waktu. Anak-anak
SAKOLA yang dipanggil “Serdadu” oleh Kyai Azhar, langsung menyerbu barisan Toples
berisi makanan-makanan ringan khas Sunda di depan mereka. Khusyu‟ sekali kelihatannya.
Terlihat jelas betapa laparnya mereka setelah perjalanan hampir tiga jam menuju pesantren
klasik ini.
Selepas berbisik, Kyai Azhar pergi meninggalkan kami. Mas Razi mengantarnya ke
depan pintu. Dan setelah itu ia berbicara pada kami, “Hari ini, rumah Kyai Azhar dititipkan
pada kita. Beliau tadi berangkat menuju desa sebelah. Mungkin baru besok beliau kembali
kesini. Karena beliau mengisi beberapa pengajian disana ditemani sebagian besar santri disini.
Kopral! Atur teman-temanmu jangan sampai mengotori rumah ini ya! Segera bawa tas-tas
kalian kesini, malam ini kalian tidur di sini saja, di ruangan tamu ini! Siap?”
“Siap, Mas Komandan!”
Lalu Mas Razi menatapku dalam-dalam. Membuat jantungku srenat-srenut melayang
ke langit cinta. Lalu menari-nari di atas awan cinta… Dan semua yang terkait cinta di atas
sana. Pokoknya srenat-srenut tanpa kejelasan makna dalam tata bahasa. Alias ghaibul ghaib.
“Istriku, jangan ngelamun begitu! Ayo kita ke kamar belakang. Kyai mengizinkan kita
untuk menempatinya malam ini. Mari kita rapikan sebentar. Mumpung waktu Ashar belum
datang. Sudah cukup lama kamar itu nggak ditempati. Semenjak anak bungsu Kyai Azhar
berangkat ke Yaman untuk melanjutkan studinya beberapa tahun yang lalu”
Sambil memegang tanganku, Mas Razi menuntunku menuju kamar belakang yang
akan menjadi tempat kami beristirahat malam ini. Sementara itu, anak-anak SAKOLA
kembali menyerbu dan menggempur sajian-sajian makanan yang disediakan Kyai Azhar.
Sesampainya di kamar, Mas Razi mendudukkanku di kasur dan berkata padaku
sembari berlutut, “Istriku, aku bukanlah Romeo yang sering menjadi kiblat cinta para kaum

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 145
muda masa kini. Yang dikarenakan cinta besarnya pada Juliet, ia rela mati berkalang tanah.
Aku bukanlah Romeo yang hidupnya berani digadaikan demi cintanya yang tidak sampai.
“Aku…hanyalah seorang Razi, yang diperkenalkan pada orang-orang hebat pemilik
cinta. Aku…hanyalah seorang Razi, yang diperkenankan Tuhan bisa belajar tentang arti cinta
dari orang-orang hebat. Dan salahsatunya dari Kyai Azhar yang kita temui tadi. Dari beliaulah
aku belajar bahwa cinta yang sebenar bukanlah rela mati berkalang tanah. Melainkan rela
hidup berpeluh keringat demi orang-orang yang dikasihinya. Bukan berani menggadaikan
hidup demi orang yang dicintai, melainkan malu jika hidupnya harus memberi hutang kepada
orang yang dikasihinya.
“Kyai Azhar yang adalah seorang Doktor lulusan Al-Azhar Mesir. Yang karena
orangtuanya sangat berharap beliau sukses kuliah disana, ia diberi nama sesuai universitas itu.
Beliau rela hidup berpeluh keringat setiap hari, berdakwah dari desa ke desa demi menghidupi
para santri miskin yang tinggal di pesantrennya. Beliau nggak mau berpangku tangan apalagi
berputus-asa jika kesulitan ekonomi sedang menghampirinya. Malu hati beliau, jika sampai
mengorbankan para santrinya untuk mendatangi berbagai tempat membawa-bawa proposal
dengan hasil yang nggak seberapa. Biarlah untuk urusan perut, santri nggak usah tahu. Biarlah
para santri terus fokus pada belajarnya.
“Jika bukan karena keinginan beliau untuk mencintai orang-orang yang dikasihi
Rosululloh SAW (yaitu kaum dhuafa/faqir miskin), maka beliau nggak usah berpeluh keringat
sepanjang hari seperti itu. Cukuplah ia menjadi dosen sebuah perguruan tinggi. Pasti diterima
dan dihormati oleh kaum cendekia di tanah air kita. Jika bukan karena keinginan beliau untuk
membuktikan cintanya kepada Alloh SWT lewat kecintaannya pada sesama, maka nggak
usahlah beliau menggadaikan waktunya setiap detik untuk menanggung dan menghidupi
santri-santrinya. Cukuplah ia menikmati rezeki dari hasil berdakwahnya dari desa ke desa,
kampung ke kampung sekedar untuk dirinya dan keluarganya saja. Nggak perlu merepotkan
diri memikirkan perut kosong para santrinya.
“Prinsip beliau itulah yang telah mengajarkan Mas tentang salahsatu hakikat cinta
yang sebenarnya. Dan… Mas kepengen mengikuti prinsip-prinsip cinta yang mas dapatkan
dari beliau di dalam rumah tangga yang sedang kita arungi ini, istriku! Tapi… Maafkanlah
suamimu ini jika antara harapan dan kenyataan masih sangat jauh dari ideal. Maafkan ya
istriku! Jika Mas mencintaimu bukan seperti cintanya Romeo kepada Juliet… Maafkan!”
Aku tertegun mendengar jalinan kata-kata yang disampaikan Mas Razi. Spontan aku
tarik tangannya agar cepat berdiri. Dengan hati yang masih terhipnotis kata-katanya, aku

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 146
terbata-bata mengucapkan sebuah kalimat pendek padanya, “Suamiku, Ahmad Raziqul Haq.
Aaa-aku cintaa kamu suamiku, bukan Romeo!”
Sedetik senyap, sedetik kemudian kami tertawa bersama lalu berpelukan. Mengarungi
jalinan kasih kami dalam selimut doa-doa kepada-Nya. Yang telah mempertautkan cinta
dalam hati kami berdua dengan cara-Nya yang begitu indah.
Dari Razi kubelajar,
Cinta bukanlah rela mati,
Sebagaimana dalam prasasti Romeo,
Bukan pula menggadaikan hidupnya di dunia,
Lalu mati berkalang tanah sebagaimana tragedi Romeo.
Cinta ialah rela hidup berpeluh keringat juang,
Lalu malu mempermainkan hidupnya,
Jika harus menyusahkan hati,
Orang yang dikasihi”.

#Melanjutkan_Perjalanan
Dua hari satu malam kami menghabiskan waktu bersama di Pesantren Qaf. Banyak hal
yang bisa aku dapatkan di tempat ini. Selain teladan cinta Kyai Azhar yang begitu tulus
berkhidmat untuk para santrinya, juga budaya “makan berjamaah” di pesantren ini yang telah
membuatku terkagum-kagum.
Aku baru mengerti mengapa setelah kami menikah, Mas Razi selalu mengajak dua
atau tiga anak Kolong Langit untuk makan bersama kami. Atau ia datang sendiri ke tempat
mangkal mereka di dekat Terminal, membawa berbagai makanan untuk disantap bersama.
Ternyata budaya “makan berjamaah” telah mendarah-daging dalam kebiasaan Mas Razi sejak
remajanya. Menjadi semacam prinsip hidup terselubung yang dipegangnya erat.
Dan untuk para anak Kolong Langit, tentu saja mereka bak mendapat berkat tujuh
lapis langit-bumi seluas jagat. Berbagai makanan tersaji di hadapan mereka – pagi, siang, dan
malam. Mulai dari makanan ringan sederhana, mewah, hingga santapan makan mewah ala
restoran hasil karya para santri Pesantren Qaf. Kopral CS dijamu sedemikian rupa, sehingga
keisengan dan ketengilan mereka seakan-akan sirna berubah pendiam-kalem – saking
kekenyangan dan kesenangan.
Hari ini, kami bersiap menempuh perjalanan selanjutnya. Sengaja Mas Razi memilih
waktu sore untuk memulai perjalanan. Menurutnya, perjalanan akan ditempuh menuju
wilayah yang bercuaca panas dan kering. Kondisi mobil yang diisi delapan orang dengan
pendingin otomatis a.k.a angin sepoi-sepoi saat jendela mobil dibuka, tentu sangat riskan jika
dipaksakan berangkat pada waktu pagi atau siang. Karena akan membuat kami tidak nyaman.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 147
Terutama bagi para anak Kolong Langit. Yang besar kemungkinan watak “jalanan” mereka
akan kambuh jika suhu panas terus menerus menyesaki mobil. Aku sudah mengalaminya dua
hari yang lalu. Sebelum hipnotis Wayang Golek menidurkan mereka.
“Sore ini, kita akan menempuh perjalanan sekitar delapan jam lebih. Insya Alloh kita
akan mampir dulu di sebuah masjid pada waktu Isya nanti. Raden, tolong absen kawan-
kawanmu itu! Pastikan nggak ada barang-barang kalian yang ketinggalan. Terutama ingatkan
Tomboy dan Kopral yang sering kelupaan kalau soal barang-barang bawaan!”
“Siap, Mas”
“Istriku, kamera kamu sudah diamankan belum? Bagaimana cukup puas nggak dengan
lokasi jepretan di pesantren ini?”, lanjut Mas Razi bertanya padaku.
“Mantap Mas. Aku udah nggak sabar ingin melukis pesantren ini. Semuanya sudah
terekam jelas dalam pikiranku. Nanti saja sepulang kita dari “travelling cinta”, Nura bakal
puas-puasin melukis keindahan alam disini”
Mas Razi tersenyum ringan. Sekejap kemudian berjalan menuju mobil lalu
menghidupkan mesinnya. Kami mengikutinya dari belakang dengan terburu-buru. Tomboy
yang biasa paling telat dalam urusan gerak, masih belum kelihatan. Selepas Mas Razi
bertanya, barulah kami tahu kalau dia masih “bersemedi” di dalam toilet Masjid. Membuang
sisa-sisa sampah perutnya yang sudah dimanjakannya selama dua hari.
Sesudah menunggu Tomboy yang “bertapa” hampir dua puluh menitan dengan
khusyu‟ dan penuh penghayatan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju tempat
selanjutnya dengan badan yang sudah segar kembali. Bismillaah...

#Goresan_Takdir
Detik demi detik perjalanan, mencatatkan banyak cerita yang menempel dalam
pikiranku. Terutama tentang seperti apa suamiku. Mas Razi menceritakan banyak hal padaku
di sepanjang jalan yang kami lewati hingga menjelang waktu Isya. Yang semakin
menjelaskan bahwa Mas Razi sangat mengagumi almarhum ayahnya.
Pak Sugih dimata Mas Razi, telah mengajarkannya satu prinsip besar dalam
cinta...YAITU PENGORBANAN. Dan itulah yang ingin Mas Razi contoh dari almarhum
ayahnya. Melalui SAKOLA yang didirikannya, ia ingin menebus kesalahannya pada
almarhum Pak Sugih.
Selama Pak Sugih masih hidup, tidak terhitung pengorbanan beliau demi agar Mas
Razi mau terus sekolah tidak sampai putus ditengah jalan. Hingga yang terakhir adalah soal ia
menggantikan hukuman disiplin pesantren yang seharusnya diterima Mas Razi. Dengan nada
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 148
suara bergetar menahan sedih, Mas Razi berkata padaku sembari memarkirkan mobilnya di
depan sebuah Masjid Besar di pinggir Jalan Garut km 12, “Sepanjang hayat bapak, sedikit
sekali Mas dengar ia berkata “sayang” padaku lewat lisannya... Tapi, jangan ditanya kalau
soal bukti sayangnya padaku, istriku! Setelah beliau wafatlah semua itu tersingkap. Hmm,
sedih kalau Mas mengenang beliau. Karena Mas sama sekali belum bisa membuat bangga
semasa beliau masih hidup”
Aku mengelus rambut Mas Razi, sekedar ingin menghibur hatinya yang masih
memendam kesedihan dengan masa lalunya yang sering mengecewakan Sang Ayah. Sekejap
kemudian ia menoleh ke belakang jok, lalu berkata, “Kepang! Bangunkan teman-temanmu
yang terkapar itu, Sekarang kita sholat dahulu! Jama‟ ta‟khir! Jangan lupa ingatkan mereka
itu, sesudah sholat jangan sampai ngelantur kemana-mana. Kita nggak akan lama istirahat
disini. Sekedar sholat dan makan saja”
“Baik, Mas!”, jawab kepang sigap sembari membangunkan kelima temannya yang
begitu kompak dan akur jika sedang tidur dalam mobil. Terutama kompak dalam “harmoni
ngoroknya” yang keras dan senada.
Waktu semakin larut dan dingin semakin menusuk. Satu jam lebih kami beristirahat.
Saat kami hendak kembali ke mobil, tiba-tiba dari kanan-kiri kami datang beberapa orang
menodongkan pistol. Salahsatu dari mereka berkata setengah membentak, “Angkat tangan
semuanya! Saudara Raziqul Haq, Anda kami tangkap!”
Aku panik. Lemas seluruh sendi tubuh. Lalu gelap....dan hilang serasa seluruh tenaga.
“Mas Razi! Mas Razi!”, aku teriak terbangun dalam bingung. Dimanakah aku?
“Anda tidak usah bingung. Ini ruangan Kapolsek Cicalengka. Tadi Anda pingsan.
Sekarang silahkan Anda tenang terlebih dahulu!”, terang seorang perempuan muda
berpakaian Polri padaku.
“Kenapa kami disini bu?”
“Raziqul itu suami Anda bukan? Jika ya, sekarang kami telah menangkapnya dan
sedang diperiksa intensif di ruangan penyidik! Dua hari yang lalu kami dihubungi Polres
Jakarta Timur bahwa Sanggar yang diasuh suami Anda menyimpan dua puluh gram
Narkotika jenis Kokain. Menurut beberapa orang yang kami mintai keterangan, barang itu
milik suami Anda. Kami diminta melacak keberadaan mobil yang dipakai suami Anda. Dan
baru terlacak tadi. Intinya begitu! Anda juga nanti akan kami mintai keterangan. Sekarang
silahkan duduk saja! Dan silahkan diminum, air yang kami sediakan ada di depan Anda!”,
jawab Sang Polwan sambil keluar dari ruangan.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 149
Kepalaku terasa begitu berat. Pikiranku melayang. Hatiku serasa kosong. Sekejap
kemudian aku teringat dengan nasihat Bapak Haji agar jangan kehilangan dzikir hati dalam
keadaan sesempit apapun. Segera hatiku kufokuskan dalam untaian dzikir hati yang diajarkan
Bapak Haji. Setelah beberapa menit memposisikan diri bertawajjuh69 , pikiranku pun kembali
tenang. Dalam keadaan seperti ini, aku ingat sesuatu. Menghubungi Kak Ali yang memiliki
teman seorang pengacara. Aku yakin, apa yang kami alami ini hanyalah fitnah dan musibah di
awal pernikahan saja. Sebagaimana banyak pasangan pernikahan lain mendapatkannya.
Bukan alamat buruk apalagi sebuah kenyataan rahasia yang baru kuketahui.
Segera aku berjalan keluar ruangan. Di balik pintu berdiri seorang Polisi muda.
“Maaf Pak, kalau boleh, saya ingin menelpon kakak saya!”, tanyaku singkat padanya.
“Silahkan ibu tunggu di dalam dulu! Saya akan menanyakannya pada pak Kanit
kami!” jawabnya tegas.
Aku pun kembali ke ruangan lalu duduk kembali. Ditengah kecamuk dan kepungan
tanda tanya dalam pikiran, aku terus mencoba tenang semampunya. Mengisi setiap detik yang
dilewati dengan dzikir hati. Agar tidak tersisa untuk berburuk sangka kepada Tuhan Sang
Pemilik Takdir. Hingga kemudian polisi muda itu datang kembali dan berkata padaku,
“Silahkan ibu menghadap pada Pak Kanit! Di sebelah kiri ruangan ini”.
Aku bergegas menuju ruangan dimaksud. “Rabbish-rahli shadri wa yassirli amri
wahlul uqdatam-mil-lisani yafqahu qauli”70 lisanku spontan berucap saat membuka pintu
ruangan.
“Silahkan duduk, bu!”, ujar seorang pria kurus berkemeja biru yang duduk di belakang
meja ruangan. Tertulis di depan mejanya sebuah papan nama dari kayu :
A K B P. J A R K A S I H, S H
Kanit Serse Polsek Cicalengka

“Ibu boleh menelpon keluarga, setelah ibu mengisi formulir ini!”, terang pria yang
disebut Pak Kanit oleh Polisi muda tadi.
Dengan seksama dan teliti, kucoba memperhatikan poin-poin yang tertuang dalam
formulir tersebut. Aku mengisinya sebagian. Terutama yang berhubungan dengan biodata

69
Tawajjuh : Istilah dalam tasawuf bermakna mengarahkan pikiran dan perasaan pada qalbu (hati;jantung)
dengan menghunjamkan dzikir qalbu “Allah...Allah...Allah...Al loh” seirama dengan detakan jantung.
70
Sebuah doa dalam QS.Thaha ayat 25 s.d 28 yang bermakna : “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
perkataanku”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 150
pribadiku sebagai istri dari Mas Razi yang saat ini sedang diperiksa. Sisanya aku tidak berani
mengisinya. Bukan apa-apa. Takut salah isi karena memang aku tidak paham soal hukum.
“Ini formulirnya pak! Sudah saya isi sebagian yang saya mengerti. Maaf jika
dibolehkan, saya mengisi sebagiannya lagi setelah menelpon kakak saya terlebih dahulu saja”,
ujarku sembari menyerahkan dua lembar kertas yang diberikan AKBP. Jarkasih, SH.
“Baiklah, silahkan menelpon! Nggak lebih dari dua menit ya! Seperlunya saja!”,
jawabnya ringkas.
Tanpa pikir panjang, akupun segera menelpon rumah Kak Ali melalui Telepon yang
ada di Meja Pak Jarkasih.
“Assalamu‟alaikum, maaf ini siapa malam-malam nelpon?”
“Wa‟alaikum salam kak! Ini Nura Kak...Nura! Aku sedang di Polsek Cicalengka. Mas
Razi ditangkap tadi sore kak! Tolong datang kesini kak! Bersama seorang pengacara kenalan
kakak atau siapa saja yang mengerti hukum. Mas Razi dan aku membutuhkannya! Tolong
banget Kak!”
Di ujung telepon, Kak Ali terdiam sesaat lalu berkata, “Masya Alloh, sabar adikku!
Kakak segera kesana bersama Bang Saragih, SH. Teman di kampus, dosen di fakultas
hukum… Sabar adikku!”
“Ditunggu kak! Tolong jangan beritahu Ayah atau Amah! Nura nggak mau membuat
mereka khawatir karena musibah ini!”
“Tenang saja, kamu yang sabar disana jangan panik! Kakak segera kesana”
“Baiklah kak, Assalamu‟alaikum”
“Wa‟alaikum salam”
“Sudah cukup ya bu! Silahkan ibu kembali ke ruangan tadi. Tunggu informasi dari
kami!”, sergap Pak Jarkasih, SH sekejap setelah aku menutup telepon.
Aku berjalan lunglai lemas menuju ruangan Kapolsek kembali. Bersama harap dan
cemas menanti Kak Ali, aku menghela nafas panjang. Masih seakan tidak percaya dengan
pengalaman hari ini. Ada sepasang rasa yang mengisi hatiku bercampur baur. SUKA dan
DUKA. Rasa suka karena mendapat berbagai momen romantis di sepanjang perjalanan bulan
maduku. Dan kedua rasa duka karena musibah yang masih menyimpan tanda tanya besar ini.
Astaghfirullahal „azhim, semoga apa yang kami alami ini hanyalah musibah yang akan
berbuahkan berkah. Amin. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 151
< 16 >
TIDAK TERDUGA

“Dan berikanlah berita gembira,


Kepada orang-orang yang sabar”.
(QS. AL-BAQARAH : 155)

#Jalan_Berkelok
Dalam kesedihan yang terus menggelayut, aku membaca English Proverb dan
rangkaian kalimat ringkas yang dituliskan Mas Razi dalam selembar kertas yang diberikan
padaku selepas menengoknya di Rumah Tahanan Polres Jakarta Timur tadi siang :

Dear My Wife, “A Smooth sea never made a skilled mariner” 71 .

Jangan menghitung hari-hari pahit! Karena masih lebih banyak hari-hari manis dalam
hidup kita. Mas tidak menyalahkan siapapun dengan musibah yang menimpa kita. Dan
Mas menerima musibah ini dengan ridha. Mas harap, kamu pun bisa begitu! Pasti
bisa!
Kutunggu kedatanganmu minggu depan di sini. Saksi kesabaran cinta kita,

Suami yang sangat mencintaimu, Ahmad Raziqul Haq.

Menetes airmataku membacanya. Sedih bercampur syukur. Sedih karena aku baru bisa
bertemu dua kali saja setelah Mas Razi ditahan. Kesedihanku jadi berlipat karena Mas Razi
nampak kurus. Hanya senyumannya saja yang tidak berubah. Dan aku bersyukur... Karena
telah mendapatkan suami yang begitu ikhlash menerima ujian hidup seperti ini. Bang Saragih
yang telah berusaha dengan segenap kemampuannya agar Mas Razi keluar dari tahanan,
menceritakan padaku bahwa suamiku adalah seorang yang tabah luar biasa.
Jika Bang Saragih sedang menengok, yang ditanyakan Mas Razi hanya tiga saja. Aku,
SAKOLA, dan ibunya. Itu saja. Tidak lebih.
Dan lewat Bang Saragih-lah, Mas Razi menitipkan pesan agar SAKOLA dikelola Kak
Ali bersama dengan Mbak Tiwi. Kang Safir yang biasa dititipi SAKOLA, sampai dengan hari
ini hilang entah kenapa.

71
English Proverb bermakna “Lautan yang tenang (tanpa ombak) tidak pernah bisa melahirkan marinir yang
cakap”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 152
Menurut Bang Saragih, boleh jadi dia takut ditangkap seperti Mas Razi. Atau boleh
jadi pula Kang Safir memiliki peran dengan Kokain yang ditemukan di SAKOLA. Jika ada
orang yang menengok Mas Razi sambil berprasangka buruk tentang Kang Safir, pastilah
suamiku tidak terima dan berkata tegas, “Jangan berpikir buruk kepada Safir! Aku sudah
mengenalnya sejak lama! Dia hilang boleh jadi diculik oleh pemilik Kokain yang ada di
SAKOLA. Atau mungkin dia sedang menengok bapaknya di Sukabumi. Kita doakan saja
semoga dia tetap sehat dan selamat!”
Aduhai, berkelok rasanya perjalanan cinta yang baru seumur jagung kulewati bersama
Mas Razi. Belum sebulan aku mereguk nikmat pernikahan, sudah terhempas oleh ombak
musibah yang menyesakkan dada. Segala cara sudah ditempuh Bang Saragih dengan
pengalaman hukum yang dimilikinya. Tapi segalanya serasa buntu bagi Mas Razi. Semua
bukti, kata Bang Saragih, mengarah pada suamiku. Terkecuali satu hal, hasil uji laboratorium
Narkoba Mas Razi negatif. Sisanya, memojokkan posisi Mas Razi.
“Nura, jangan terus memelototi kertas saja, ayo makan dulu!”, ujar Ayah sembari
menepuk bahuku dari belakang. Memecah kepungan sedih bercampur gelisahku.
Aku mengangguk datar. Sejujurnya saja, sudah seminggu lebih aku tidak berselera
makan. Pahit rasanya lidah ini. Kesat rasanya mulut ini. Habis liurku terhempas oleh
kesedihan yang seakan mengikis akal sehatku. Jika saja tidak ada Amah yang selalu
menghiburku dengan Sholawat Burdah yang dibacanya dengan merdu dan penuh
penghayatan, mungkin kesedihanku ini bisa saja berbuah depresi tahap awal.
Seribu syukur kuungkapkan pada Tuhan. Masih ada Amah yang terus menemaniku
disaat pedih seperti ini. Dan memang selalu begitulah biasanya seorang ibu kepada anaknya.
Dalam segala keadaan, sempit-lapang, susah-senang, suka ataupun duka, ia selalu hadir
sebagai cahaya penguat bagi anaknya. Subhanalloh!

#Akar_Bertumbuh
Ini adalah kali ketiga aku mendapatkan surat dari Mas Razi di balik jeruji besi
tahanan. Dan lagi-lagi aku tidak mampu menahan airmata yang meleleh jatuh :

Dear Honey, “Warriors take chances. Like everyone else, they fear failing, but they
refuse to let fear control them”72 (Ancient Samurai. Catatan : Mas menconteknya dari
Novel bagus seorang teman di tahanan, yang berbaik hati meminjamkannya).

72
Makna bebasnya : “Pejuang merebut kesempatan. Seperti juga oranglain, mereka pun takut gagal. Tetapi
mereka menolak untuk membiarkan rasa takut menguasai mereka”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 153
Istriku, setiap detik hidup kita ialah perjuangan. Jangan anggap apa yang mas alami
disini sebagai musibah...lihatlah ini sebagai perjuangan kita menetapi kesabaran,
perjuangan kita menguatkan keimanan, dan yang pasti perjuangan kita memupuk cinta
yang terhalang jeruji penjara, dengan doa dan berbaik sangka kepada Alloh.

Tetap semangat dan berdoa untukku, cantik! Jangan sampai kita takluk oleh rasa takut!
Dengan sejuta rindu, Ahmad Raziqul Haq

Yang sedang mendapatkan ujian ialah Mas Razi. Yang sedang mengalami kesempitan
adalah Mas Razi pula. Tetapi, sejauh ini, hingga detik ini, akulah yang terus dikuatkan
olehnya dengan motivasi dan nasihat yang indah. Pantaslah kemarin Kak Ali pernah berkata
padaku, “Nura, nggak perlu khawatir dengan keadaan Razi di tahanan. Razi yang kakak kenal
sejak dulu, adalah seorang yang tabah. Dia telah ditempa dengan banyak pengalaman pahit
sejak masih remaja. Lebih baik kamu banyak berdoa agar Tuhan memberikan kelancaran dan
kemudahan bagi suamimu dalam melewati ujian ini. Bang Saragih juga pasti akan membantu
kita semaksimal mungkin”.
Setelah hampir dua bulan pernikahan kami, aku belajar tentang hakikat sejati
perjuangan hidup dari Mas Razi. Aku tidak ingin lagi memprotes pada Tuhan soal musibah
ini. Aku pun tidak ingin terus larut dalam kesedihan. Hari ini aku akan bersiap menuju
Jakarta. Melanjutkan perjuangan sebagaimana pesan Mas Razi. Mengasuh anak-anak
SAKOLA bersama Kak Ali dan Mbak Tiwi. Benar... Tidak mungkin aku terus berpangku
tangan dalam kesedihan. Sudah seharusnya aku bergerak ke depan, menempuh perjuangan
dengan penuh kesabaran, dan menolak kalah dari rasa takut dan sedih. Sebagaimana motivasi
dari Mas Razi dalam suratnya.
Bergegas aku menuju Toilet untuk mandi. Satu jam lagi Kak Ali akan menjemputku
kembali ke Jakarta. Semeter lagi menuju Toilet badanku melemas perutku berontak. Mual
rasanya ingin muntah... Dan... begitu terus menerus sampai tiga menit selanjutnya. Amah
menghampiriku lalu bertanya, “Kamu nggak lagi telat haid, anakku?”
Sejenak aku berpikir kemudian menjawab, “Baru empat hari telatnya Mah!”
“Subhanalloh, mungkin kamu dapet rezeki hamil, Nura! Ayo...kita ke Bidan Siti
tetangga kita. Kita periksakan dahulu keadaan kamu sebelum berangkat ke Jakarta!”
Aku terdiam. Tidak percaya Amah akan berkata seperti itu. Sejenak kemudian ia
merangkul dan memegang tanganku sambil berkata lagi, “jangan berpikir macam-macam ya
anakku! Ini adalah anugerah dari Alloh! Sekarang kamu mandilah dahulu! Kita harus segera
ke rumah Bidan Siti untuk memastikannya”.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 154
Aku mengangguk dengan tatapan penuh tanya – serba penasaran. Mengira Amah
hanya sekedar bercanda sebagaimana biasanya.
Dan masih seperti melayang hingga mendadak hilang rasa mual yang datang, kubuka
pintu toilet lalu mandi. Berkelebat bermacam sangka dalam pikiranku. “Aku hamil,
bagaimana dengan nasib anakku nanti sementara ayahnya di dalam penjara? Apakah aku
sedang mimpi?” Aku segera membaca taawwudz73 di dalam hati. Berlindung kepada Tuhan
daripada segala was-was dan syak wasangka buruk yang hadir dalam hatiku.
Detik pun terasa berjalan lambat bahkan mundur. Dalam guyuran air dingin di
badanku, terbayang senyuman indah Mas Razi saat kami berada di Pesantren Qaf. Senyuman
itu berbekas begitu jelas dalam hatiku. Kata-kata nasihatnya :“Nura, jangan izinkan hatimu
ragu dengan Kemahapemurahan Tuhan disaat Ia menjalankan kehendak -Nya! Manis
ataupun pahit!” seakan menggema dengan begitu jelas dalam hatiku. Mengingatkanku agar
tidak terus larut dalam bayang-bayang prasangka buruk.
Mendapat kepercayaan dikaruniai seorang anak ialah anugerah. Siapapun yang
menikah pasti mengharapkannya. Anak ialah simbol ketersambungan silsilah keluarga, trah
dan penyambung segala mimpi dan harapan yang tidak sempat dicapai kedua orangtuanya.
Dan di dalam Islam, melalui anaklah seseorang akan mendapatkan kebaikan tidak terputus
walaupun ia sudah meninggal dunia. Yaitu melalui kiriman doa-doanya.
Aduhai, aku tidak boleh meragukan ketentuan dan kehendak-Nya. Dan inilah saatnya
aku membuktikan itu kepada diri sendiri. Bismillah...selepas mandi aku bersiap mengikuti
nasihat Amah untuk memeriksakan diri ke Bidan Siti. Seorang bidan sepuh yang hanya
berjarak tidak lebih dari 100 meter dari rumah Amah.
Dan...pendek cerita...benarlah adanya. Melalui pemeriksaan yang dilakukan Bidan Siti
dan hasil Test Pack, aku dinyatakan positif hamil. Akar sudah bertumbuh dalam rahimku.
Akar cinta antara aku dengan Mas Razi. Tiada kalimat yang paling mewakili perasaanku saat
ini selain Alhamdulillahi Robbil „Alamin. Segala Pujian untuk-Mu Ya Alloh, Sang Pemelihara
dan Pemilik Alam Raya ini. Terima kasih telah mempercayakanku dan Mas Razi sebagai
calon orangtua. Kehadiran anugerah indah-Mu ini menjadi salahsatu penghibur hati kami
ditengah cobaan hidup yang sedang mendera. Terima kasih Ya Alloh...Terima kasih. [ ]

73
Yaitu kalimah memohon perlindungan kepada Alloh SWT, dari segala godaan dan tipu daya setan. Redaksi
yang umum yaitu membaca kalimah A’udzubillahi Minasy-syaithanir-Rajim (Aku berlindung kepada Alloh dari
tipu daya setan yang terkutuk).

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 155
< 17 >
TELAGA HIKMAH

“Sungguh, cinta dapat mengubah yang pahit


menjadi manis. Debu beralih emas. Keruh menjadi
bening. Sakit menjadi sembuh. Penjara berubah
menjadi telaga. Derita menjadi nikmat”.
(JALALUDDIN RUMI)

#Surat_Sakti
Dalam temaram sepinya malam berselimut pekat, kudengar sayup-sayup lantunan ayat
suci Al-Qur‟an dibalik kamar Ibu Fatimah. Sudah tiga malam berturut-turut beliau membaca
Surat Yusuf berulang-ulang setiap ba‟da Shubuh dan Isya. Ketika kutanyakan pada beliau
alasan membaca Surat tersebut, Ibu Fatimah tersenyum sambil berkata lembut, “Tahukah
anakku, Surat itu menceritakan perjalanan hidup Nabi Yusuf AS yang dizalimi, dipenjara, lalu
pada akhirnya mendapatkan posisi mulia sebagai seorang bendahara istana dan bertemu
kembali dengan Ya‟kub AS ayahnya dan Bunyamin saudara terkecilnya. Surat itu seperti
penawar kesedihan ibu selama ini…Hmmm, ada baiknya kamu pun membacanya, anakku!
Bukankah membaca Al-Qur‟an ketika hamil akan memberi banyak manfaat bagi janin di
kandunganmu?”
Ketika itu aku hanya bisa mengangguk tanpa kata. Da sekarang…ketika lantunan ayat
suci itu kembali beliau baca, hatiku tergerak untuk mengikuti langkahnya. Membaca Surat
Yusuf lalu merenungkan maknanya. Bagaimanapun, aku tidak boleh terus terlena dengan
kesedihan. Janin yang Alloh titipkan padaku tidak boleh aku didik dengan kesedihan.
Melainkan dengan ketabahan dan kesabaran. Dengan ketegaran dan ridho atas semua
ketentuan-Nya.
Segera kuambil air wudhu dan membuka Mushaf Al-Qur‟an. Ayat demi ayat dalam
Surat Yusuf kubaca dengan tartil sembari mentadabburi maknanya. Semakin lama aku
membacanya, semakin mengertilah aku alasan Ibu Fatimah membaca Surat ini.
Surat Yusuf seperti “Surat Sakti” dari Tuhan kepada kami. Surat dalam Al-Qur‟an
yang memiliki 111 ayat ini, menjadi cermin yang nyata bagiku dalam menyikapi cobaan
hidup Mas Razi. Apa yang dialami Mas Razi saat ini, sesungguhnya hanya “setitik” saja jika
dibandingkan dengan beraneka macam kezaliman yang dialami Nabi Yusuf AS sejak masih
remajanya.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 156
Indah sekali cara Tuhan dalam memberikan pelajaran kepada para hamba-Nya melalui
ayat-ayat Al-Qur‟an. Benarlah Alloh SWT dengan firman-Nya, “Dan sesungguhnya telah
Kami turunkan berturut-turut Al-Quran ini kepada mereka, agar mereka mendapat
pelajaran” (QS. Al-Qashash [28] : 51).

#Hikmah_Tersirat
Langit Ramadhan sudah mendekat, sementara Mas Razi masih terkurung dalam jeruji
besi. Sejujurnya saja, aku ingin menjadi orang yang tabah dan sabar atas cobaan ini. Aku
ingin menjadi sosok hamba Tuhan yang ridho dengan segala takdir yang dilalui. Tapi...aku
hanyalah seorang perempuan biasa. Bebanku teramat berat. Mengandung seorang anak yang
ayahnya sedang ada di dalam penjara, mengurusi keuangan SAKOLA yang begitu amburadul
selepas fitnah yang terjadi, pontang-panting menghemat-hematkan isi dompetku demi
persiapan persalinan yang sudah dekat. Bayangkan saja, bagaimana cara untuk kuat dan
bersabar ditengah himpitan beban yang semakin menggunung ini?
Aku tidak ingin mengeluh. Tapi... kini rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menahan
semua beban ini. Bagaimana bisa Tuhan memberiku cobaan seberat ini? Bukankah aku selalu
berusaha mengingat-Nya di setiap waktu, beribadah kepadanya, sedekah di jalan-Nya,
berbakti kepada orangtua, lalu dimanakah keadilan Tuhan itu?
Tidak sulit bagi Tuhan untuk mengubah kesulitanku menjadi kemudahan. Mengapa
Dia seakan-akan tidak mendengar doaku? Apakah Tuhan senang melihat hamba-Nya susah?
Apakah Tuhan senang melihat hamba-Nya kesulitan? Seperti itukah "gaya" Tuhan pada
hamba-Nya?
Tanpa terasa, airmata pun meleleh di pipiku. Sedih yang sudah kutahan selama
berbulan-bulan, kini pecah menjadi tangisan yang menjadi-jadi. Berkali-kali, di atas sajadah
yang kugelar di ruang tamu, aku mengeluhkan semua pedihku pada Tuhan, meraung pilu
sejadi-jadinya :
Tuhan, Engkaulah Sang Pembalas Terbaik,
Tak adakah satupun kebaikanku yang bisa menebus cobaan ini?
Aku terpuruk Ya Tuhanku, Aku terhempas Ya Tuhanku, Aku Terjatuh ya Tuhanku,
Aku membutuhkan belas kasihan-Mu, saat ini juga Wahai Tuhan!
Aku tidak sanggup lagi Duhai Tuhan.

Dalam kesedihanku yang membuncah, tiba-tiba terdengar salam di balik pintu.


"Assalamu'alaikum. Nura! Ini Kak Nia, kenapa rumahmu dikunci, de?"
Bergegas aku menuju pintu sembari memupus airmataku dengan tisu.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 157
"Wa'alaikum salam Kak! Sebentar...sebentar! Nura baru beres shalat", jawabku
tergesa-gesa sambil menghela nafas menenangkan diri.
Selepas pintu terbuka, Kak Nia menatapku tajam sambil berkata, "Kamu kok seperti
habis menangis, de? Kenapa adikku?"
"Nggak apa-apa kok Kak, hanya kangen Mas Razi saja", jawabku mencoba menutupi
semua kesedihanku yang meledak.
Kak Nia semakin dalam melihatku. Sejurus kemudian ia berkata, "Kakak paham yang
sedang kamu rasakan saat ini. Bertubi-tubi kamu menghadapi cobaan berat di usia pernikahan
yang masih muda dan sedang mengandung pula. Kakak mengerti bagaimana beratnya hatimu
untuk menerima ujian ini...Tapi adikku...."
Kak Nia menghela nafas panjang. Ia hendak mengatakan sesuatu tetapi seakan ragu.
Sedetik kemudian ia berkata padaku panjang lebar, "Kakak sebenarnya berat menceritakan ini
padamu, adikku. Tapi...mungkin sedikitnya bisa menjadi pelajaran bagimu dalam menghadapi
kehidupan ini. Kakak nggak bisa memberi nasehat apapun padamu, karena kita semua punya
masalah masing-masing dengan kesulitan yang berbeda pula. Minimal kakak bisa berbagi
pengalaman sama kamu.
"Adikku, beberapa waktu sebelum kakak ikut pengajian Ust. Riri, sebenarnya saat itu
adalah masa-masa berat bagi Kakak dalam menjalani rumah tangga dengan Mas Gandi.
Alhamdulillah, setelah kakak mengikuti pengajian disana dan datang ke pesantren Bapak Haji
untuk meminta nasihatnya, akhirnya Alloh memberikan jalan keluar di balik masalah yang
Kakak hadapi.
"Selama ini kakak menutupi masalah ini dari siapapun. Karena masalah ini adalah
bagian dari aib keluarga. Tetapi sekarang mungkin waktunya kakak membukanya kepada
oranglain. Yaitu pada kamu, adikku! Ya setidaknya sebagai pengalaman dan pembelajaran
bagi kamu.
"Oranglain mungkin melihat kakak dan Mas Gandi sebagai suami-istri yang sukses
dan beruntung. Tapi mereka sebenarnya nggak tahu bahwa masalah yang kakak hadapi dalam
keluarga kami teramat berat. Beberapa tahun yang lalu, setelah pernikahan berjalan empat
tahun dan belum dikaruniai anak, Mas Gandi sering uring-uringan. Dia menyebut kakak
mandul dan sebagainya. Tentu saja kakak kecewa dengan sikapnya. Tapi kakak sangat
mencintainya dan nggak mau keluarga kami jadi hancur gara-gara keegoisan kakak yang
nggak bisa menahan kesabaran.
“Kakak memilih untuk mengkonsultasikannya pada seorang teman yang merupakan
dokter spesialis kandungan. Atas konsultasi itulah, kakak mengajak Mas Gandi untuk
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 158
melakukan Uji kesuburan di sebuah klinik milik teman kakak itu. Agar kami bisa memikirkan
lebih jauh langkah yang bisa dilakukan jika salahsatu dari kami mandul. Terutama jika aku
yang mandul. Mas Gandi setuju bahkan ingin secepatnya dilakukan. Lalu… Kami pun
melakukannya.
“Setelah uji lab, ternyata Mas Gandi-lah yang mandul. Jujur saja kakak bersedih
dengan hasil itu. Tapi kakak lebih memikirkan perasaan Mas Gandi. Bagaimana jika ia tahu
bahwa permasalahan kami yang sering berujung percekcokan itu berasal darinya? Bagaimana
sedihnya Mas Gandi jika mengetahui bahwa dirinyalah yang punya masalah. Maka kakak pun
meminta teman kakak untuk nggak usah mengatakan soal kemandulan di hadapan Mas Gandi.
Biarlah Mas Gandi hanya tahu bahwa tidak ada masalah dengan rahimku. Ini hanya soal sabar
menunggu rezeki saja.
"Tapi tahukah adikku! Betapa hancurnya hati kakak saat itu. Mas Gandi… Suami yang
kakak cintai dan sayangi, ternyata menikah lagi dengan wanita lain. Aku yang sudah menjaga
rahasia kemandulannya dan setia padanya tanpa sedikitpun berpikir mencari lelaki lain, justru
dikhianati dan dicampakkan dengan masalah yang sebenarnya ada pada dia sendiri. Dialah
yang mandul. Dialah yang bermasalah. Kakak sudah berusaha sabar karena rasa cinta dan
sayang pada Mas Gandi. Tapi mengapa malah dia yang menyakiti kakak?
"Awalnya kakak ingin membuka soal kemandulannya saat itu juga. Tapi lagi-lagi,
karena kakak nggak mau rumah tangga kami hancur, hal itu pun nggak jadi dilakukan. Kakak
lebih memilih diam dan membiarkan dia melakukan apa yang diinginkannya.
"Pada saat seperti itulah, untuk pertama kalinya kakak mau ikut diajak olehmu ke
pengajian sampai akhirnya mengenal dzikir dan meminta nasihat pada Bapak Haji. Kakak
ingin menenangkan diri sekaligus memohon petunjuk dari Tuhan atas masalah berat itu. Sejak
kecil hingga menikah, baru kali itulah kakak menghadapi masalah yang demikian berat.
"Kalau saja kakak ingin menggunakan nafsu, tentu saja sudah dari dulu pernikahan
kami berantakan. Tapi kakak hanya ingin memberikan cinta yang tulus pada Mas Gandi. Itu
saja! Memang benar, kemandulan Mas Gandi itu belum ada solusinya. Tapi untuk soal anak
tentu saja bisa dibicarakan. Kami bisa mengadopsi seorang anak jika memang benar-benar
menginginkan. Kakak mempunyai teman yang biasa mengurusi soal itu. Nggak susah kalau
memang ingin mengangkat atau mengadopsi anak. Sejauh mampu mengasuh dan memberikan
hak-haknya sebagai anak, adopsi adalah sesuatu yang tidak sulit.
"Tahukah kamu, adikku! Hampir setiap hari sejak saat itu, Mas Gandi lebih sering
tinggal di rumah istri barunya. Aku seakan-akan dilupakannya. Tapi tahukah kamu, sejak saat
itu pula kakak mendapatkan jalan untuk lebih sering bermunajat pada Tuhan. Mengikuti
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 159
majelis-majelis dzikir kepada-Nya. Berkumpul dengan para ahli dzikir. Dan banyak hal lain
yang kakak syukuri setelah itu.Hingga kemudian mendapat nasihat dari Bapak Haji untuk
menjalankan lima sikap emas yang berasal dari teladan para Nabi AS disaat mereka sedang
menghadapi masalah yang berat.
“Bapak Haji menjelaskan bahwa jika seseorang mau menjalankan lima sikap emas itu
dengan ikhlash74 , maka masalah seberat apapun pasti akan Alloh berikan jalan keluarnya.
Alloh itu Mahapenolong dan Mahabaik, maka dekatilah DIA yang nggak pernah bosan dan
untuk menolong para hamba-Nya, dan nggak pernah berhenti memberikan kebaikan kepada
para hamba-Nya.
"Tahukah kamu adikku, pertolongan Alloh itu sangat dekat75 dan nyata! Setelah kakak
mengamalkan nasihat Bapak Haji itu selama beberapa waktu, sebuah kejadian yang nggak
pernah kakak duga terjadi. Mas Gandi datang ke rumah, mengacak-acak lemari baju kami
pada saat Kakak sedang tugas di Rumah Sakit.
“Semula ia berniat mengambil sertifikat rumah kami untuk dibaliknamakan pada istri
mudanya. Ternyata Alloh punya rencana lain. Alih-alih bisa mengambil sertifikat rumah yang
sudah kakak titipkan pada Ayah, Mas Gandi justru melihat surat hasil Uji Lab yang aku
sembunyikan di laci lemari.
"Setelah membaca hasil Lab itulah, Mas Gandi langsung menelepon kakak bahwa dia
ingin ke Rumah Sakit menemuiku. Adikku, Masya Alloh, sesampainya di Rumah Sakit, Mas
Gandi langsung berlutut di hadapan kakak dengan berlinangan airmata. Ia meminta maaf
dengan menunduk-nunduk pada kakak sambil mengatakan, "Selama ini Mas sudah buta
dengan ego mas untuk bisa punya anak. Mas ini sudah mendapatkan kamu, istri yang begitu
tulus mencintaiku. Tapi mas justru menyia-nyiakan ketulusanmu. Kamu yang sudah rela
menyimpan rahasia kemandulan Mas, justru Mas disia-siakan... Suami macam apa Mas ini!
Mas malu sama kamu istriku, maafkan mas! Maafkan Mas! Maafkan mas! Tolong Maafkan
Mas, istriku!"
"Adikku, setelah kejadian itu Mas Gandi nggak pernah lagi marah sama kakak. Dan
sejujurnya adikku, setelah Mas Gandi mengetahui bahwa ia mandul, kakak nggak pernah

74
Ikhlash berarti menjalani kehidupan dengan pikiran, perasaan, dan ruhani yang bersih dan bening semata-
mata berorientasi ibadah dan pengabdian kepada Alloh (Tasawuf Menjawab Tantangan Global : Hal. 272)
75
Selaras dengan QS. Al -Baqarah ayat 214 yang artinya : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk
syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang -orang terdahulu sebelum
kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya
pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu amat dekat”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 160
menyuruhnya bercerai dengan istri mudanya. Kakak justru memilih untuk membiarkan Mas
Gandi mengambil langkah terbaik bagi istri mudanya itu. Dan akhirnya Mas Gandi memilih
untuk jujur kepada istri mudanya itu bahwa ia mandul.
“Tidak lama setelah itu Mas Gandi pun digugat cerai oleh istri mudanya. Dan seperti
kamu ketahui sampai dengan sekarang, adikku, Mas Gandi begitu sayang pada kakak. Jika
dulu ia sering mengutamakan bisnis dan hal-hal lain diluar keluarga, sekarang jadi sering
menemani kakak kemana-mana jika sedang terbebas dari dinas atau pekerjaannya sedang bisa
diwakilkan.
"Musibah itu memang berat, tapi membawa banyak hikmah pula buat kakak. Salah
satunya ya seperti yang kamu tahu juga. Kakak jadi memiliki ladang amal yang luas untuk
menyantuni anak-anak asuhmu di SAKOLA ini. Memberikan mereka peralatan sekolah,
beasiswa untuk yang berprestasi, dan lainnya. Alhamdulillah.
"Adikku, sekarang kakak ingin lebih banyak bersyukur dengan segala hal yang telah
dianugerahkan Alloh. Rugi sekali kakak ini, jika terus memikirkan soal memiliki anak tapi
melupakan bahwa masih banyak nikmat lain yang belum kakak syukuri. Hidup di dunia
memang hakikatnya ialah cobaan bagi seorang mukmin mah. Sekarang tinggal kita saja yang
memilih. Ingin menjadi hamba yang bersyukur atau kufur. Semua itu kembali pada diri kita
masing- masing".
Aku terkesima setelah mendengarkan Kak Nia. Luar biasa kakakku yang satu ini.
Akhirnya aku tahu bahwa bukan hanya Ayah yang memiliki hati penuh cinta. Ternyata Kak
Nia pun berhati cinta. Jika aku yang menjadi Kak Nia, belum tentu bisa setabah itu.
"Nura, kok kamu jadi ngelamun? Huss, orang hamil jangan suka melamun...Banyakin
dzikir dong, supaya anaknya jadi anak shaleh juga", ujar Kak Nia memecah bisuku.
"Makasih kak, udah ngingetin Nura", jawabku ringkas kehilangan kata-kata.
"Tenang saja adikku...Mmmh...Tapi, daripada kamu kebanyakan bengong seperti tadi,
mau nggak kakak kasih tahu apa saja lima sikap emas yang sudah diajarin Bapak Haji? Jadi
kakak juga punya amal karena mengamalkan ilmu yang sudah di dapat... Gimana mau nggak
adikku?"
"Mau...mau Kak! Jujur, Nura memang lagi terpuruk kak! Nura butuh banget
pencerahan... Hmm", jawabku keceplosan.
"Tuh khan, Ya sudah besok kita mulai pelajaran lima sikap emasnya ya! Sekarang
kamu harus nemenin kakak dulu ke Tanah Abang, Kakak pengen beli mukena dan baju koko
untuk anak-anak SAKOLA. Ramadhan khan tinggal sebentar lagi. Kakak pengen anak-anak
SAKOLA punya mukena dan pakaian yang baru untuk sholat Tarawih dan aktifitas di bulan
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 161
Ramadhan. Mumpung kakak dan Mas Gandi lagi ada rezeki lebih". Aku mengiyakan dengan
penuh semangat. Dan selepas bersiap-siap selama beberapa menit, kami pun berangkat
menuju Pasar Tanah Abang.
Subhanalloh, sore ini aku telah mendapatkan siraman penyejuk hati yang luar biasa.
Terimakasih ya Allah! Maafkan hamba-Mu yang sempat meragukan kasih sayang dan
kebaikan-Mu...Astaghfirullahal 'azhim.

#Menjemput_Rahmat
Pagi sekali. Sekira pukul enam, Kak Nia sudah nongkrong di teras rumah. Sudah siap
membagikan ilmu sikap emas yang diajarkan Bapak Haji. Aku sendiri, sedang merapikan
beberapa pekerjaan rutinku di Ruang Guru SAKOLA. Baru tiga puluh menit kemudian aku
bergegas menemui Kak Nia yang sudah terlalu lama menungguku.
"Maaf ya Kak, Nura masih banyak pekerjaan tadi"
"Tenang saja. Kakak memang sengaja pagi-pagi langsung kesini. Sebab Jam 9 nanti
kakak ada janji dengan pasien. Mmh, sekarang bagaimana? Mau dimana kita ngobrol biar
nyaman?"
"Di dalam aja Kak! Supaya nggak keganggu suara anak-anak SAKOLA nantinya.
Soalnya sebentar lagi mereka bakalan pada datang. Bisa buyar konsentrasi kalau mereka
sudah datang menyerbu kesini"
"Yowis, ayo!"
Kami pun berjalan ke dalam rumah dan memilih kamarku untuk tempat kami berbagi
ilmu sikap emas.
"Gini lho Nura! Seperti yang Kakak katakan kemarin, Bapak Haji memberikan nasihat
pada kakak agar mengamalkan lima sikap emas teladan para Nabi. Apa gunanya? Tiada lain
adalah untuk menjemput rahmat Alloh. Mungkin kamu akan sedikit bingung kalau kakak
jelasin satu persatu. Supaya enak, lebih baik kakak menjelaskan seperti apa yang Bapak Haji
terangin waktu itu saja.
"Nura, Bapak Haji menamakan lima sikap emas itu dengan singkatan MIRACLE.
Yang kalau diterjemahkan artinya keajaiban. Mengapa beliau menamakan seperti itu? Karena
menurut beliau, lima sikap emas itu memang ajaib dan mengajaibkan siapapun yang ikhlash
dalam mengamalkannya. Seperti kakak sendiri yang telah merasakan keajaiban itu.
"Singkatan dari apakah MIRACLE itu? Baiklah kakak coba jelasin satu persatu ya!
Semoga kamu bisa memahaminya.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 162
"MIRACLE tiada lain ialah singkatan dari Mirroring-Repentance-Acceptance-
Liberation-Expectation. Lima kata itu mewakili lima sikap hidup yang perlu dilakukan
seorang muslim yang ingin meraih rahmat Alloh SWT. Melalui lima sikap itulah, hidup yang
dijalani oleh seorang hamba akan berujung berkah. Kesulitan akan berganti kemudahan.
Kesempitan akan berganti kelapangan. Dan keburukan akan berganti kebaikan. Seperti
apakah MIRACLE itu? Kakak jelaskan satu persatu ya!
“Satu: Mirroring yang berarti bercermin. Dalam bahasa Arab disebut Muhasabah
yang juga bermakna instrospeksi diri. Seseorang yang menginginkan Rahmat Alloh, ialah
insan yang selalu memeriksa dirinya atas segala kesalahan dan kezaliman yang pernah ia
lakukan. Untuk kemudian segera memperbaikinya.
"Di dalam Al-Qur‟an, sikap ini diteladani dari Kisah Nabi Yunus AS yang
melafadzkan Laa Ilaaha Illa Anta, Subhanaka Inni Kuntu Minazh Zholimin76 di dalam
perut ikan paus setelah ia melakukan kezaliman kepada dirinya dan umatnya. Yaitu saat ia
meninggalkan umatnya karena marah atas sikap keras kepala mereka. Seharusnya Nabi Yunus
AS tetap bersabar dalam berdakwah. Tidak bersikap lari dan meninggalkan umatnya begitu
saja, sekeras kepala apapun mereka. Mengapa demikian? Karena urusan hidayah itu ialah
urusan Alloh. Bukan urusan Nabi Yunus AS.
"Nabi Yunus AS pun akhirnya dibebaskan dari perut ikan paus karena mengakui
kesalahan yang dilakukannya. Ia kembali kepada umatnya yang sudah mendapat hidayah dari
Alloh SWT pada saat Nabi Yunus AS tidak berada di tengah-tengah mereka.
“Melalui kisah Nabi Yunus AS itulah, seseorang diingatkan bahwa jika suatu
keburukan terjadi didalam kehidupannya, maka ia perlu melihat kembali ke dalam diri sendiri
lalu merenungkannya. Apa saja kezaliman yang pernah dilakukan lalu setelah itu akuilah!
Sadarilah! Dan ingatlah bahwa hanya Alloh SWT saja yang Mahasuci dan terbebas dari
kesalahan. Insya Alloh, ketika seseorang mau menyadari dan mengakui segala kezaliman
dirinya, maka Tuhan akan memberikannya jalan keluar dari masalah yang dihadapinya... Nah
segitu dulu deh. Ada pertanyaan nggak, Ra?"
"Lanjutin aja kak, penasaran nih! Sekarang Nura nyimak dulu aja akh!", jawabku
ringan. Tidak ingin memotong antusiasme Kak Nia dalam menjelaskan.
"Ok, kita lanjutin lagi ya! Yang kedua : Repentance, yang berarti bertaubat. Dalam
Islam, Taubah bermakna kembali kepada Alloh SWT dengan menjalankan hak-hak-Nya.
Seseorang yang ingin meraih cinta, ampunan, dan pertolongan Alloh SWT, ialah insan yang

76
Lafadz dzikir yang bermakna : “Tiada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang -orang yang
zalim”. Lihat QS. Al-Anbiya : 87-88.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 163
selalu bertaubat atas segala kesalahan yang dilakukannya, kecil maupun besar. Menyadari lalu
berusaha sekuat-kuatnya untuk nggak melakukannya lagi. Sikap yang kedua ini memang
ringan diucapkan namun sangat berat jika sudah berbicara soal prakteknya.
"Di Al-Qur‟an, sikap ini diteladani dari Kisah Nabi Adam AS dan Hawa yang berdoa
kepada Alloh SWT : Rabbana Zhallamna Anfusana Wa Illam Taghfirlana Watarhamna
Lanakunanna Minalkhasirin 77 setelah ia melakukan kesalahan memakan buah khuldi hingga
terusir dari Surga dan terpisahkan satu sama lain.
"Dari waktu ke waktu, Nabi Adam AS dan Hawa terus bertaubat pada Alloh dengan
membaca doa tersebut setiap hari. Sampai akhirnya mereka pun dipertemukan kembali di
Jabal Rahmah. Dan menjalani hidup di dunia dengan segala kemudahan dan kesulitan yang
mereka alami, sampai dengan batas waktu yang ditentukan Alloh pada mereka.
"Nura, lewat sikap emas yang dicontohkan oleh Nabi Adam AS inilah, seseorang
diingatkan untuk nggak pernah lepas dari bertaubat atas segala kesalahan yang pernah
dilakukan. Untuk apa? Supaya hidupnya nggak terus menerus dalam keburukan lalu berujung
pada adzab Tuhan. Agar ia mendapatkan kebaikan dalam hidupnya. Pokoknya mah, apapun
kesalahan yang dilakukan seorang hamba, Alloh SWT pasti nggak pernah bosen untuk
menerima taubatnya. Mengapa demikian? Karena Alloh SWT itu cinta sama orang-orang
yang bertaubat78 .
"Sampai disini gimana adikku? Ada yang nggak ngerti?"
"Insya Alloh ngerti kak! Nanti saja nanyanya, tanggung sekarang mah, heu", jawabku.
"Baiklah! Kita lanjutin ke sikap emas yang ketiga. Yaitu : Acceptance yang berarti
berserah atau menerima. Di dalam khazanah akhlaq Islam dikenal dengan istilah ridho.
Yang bermakna menerima setiap ketentuan dari Alloh. Baik ataupun buruknya.Sikap ini
memberikan pengertian bahwa seorang muslim yang berharapkan cinta dan rahmat-Nya, ialah
insan yang selalu berusaha untuk menerima apapun ketentuan yang diberikan kepada-Nya.
Tanpa "tapi" dan bertanya "kenapa".
"Sikap ini diambil dari Kisah Nabi Ayub AS yang bersikap sabar dan menerima takdir
buruk yang dihadapinya selama bertahun-tahun. Yaitu kemiskinan dan sakit di sekujur
badannya. Yang tiada lain berasal dari reka perdaya Iblis yang memohon pada Alloh SWT
untuk menggoda keimanan Nabi Ayub AS.

77
Lafadz do’a yang bermakna : “Ya Tuhan kami, kami telah zhalim kepada diri kami. Dan (sungguh) jika Engkau
tidak mengampuni dan mengasihi kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. Lihat QS.
Al-A’raf : 23.
78
Lihat QS. Al-Baqarah : 222.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 164
"Tapi tahukah kamu Nura? Ternyata keimanan dan keyakinan Nabi Ayub AS setelah
ditimpa ujian hidupnya itu justru semakin tebal dan kuat. Bahkan ia berkata kepada istrinya,
“Sakit yang kualami selama bertahun-tahun ini, tidak seberapa bila dibandingkan dengan
tujuh puluh tahun sehat dan kenikmatan yang telah diberikan Alloh SWT kepadaku".
Sepanjang waktu ia nggak lepas dari syukur kepada Alloh atas kenikmatan yang udah
diperolehnya di masa lalu dan berdoa kepada Alloh dengan penuh kerendahan hati : "Ya
Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha
Penyayang diantara semua penyayang." 79 .
“Akhirnya Nabi Ayub AS diberikan kesembuhan dan kesejahteraan kembali oleh
Alloh SWT dikarenakan keteguhan hatinya dalam menerima sakit dan kemiskinan. Jadi
adikku, lewat kisah Nabi Ayub AS itu kita diingatkan untuk selalu bersikap menerima segala
ketentuan Alloh dengan sepenuh hati. Baik berupa kelapangan dan kemudahan hidup, maupun
kesempitan atau kesulitan hidup. Sesungguhnya bersama kesulitan itu, selalu ada kemudahan.
Alloh SWT nggak akan segan ngasih karunia kepada seorang hamba yang ridho atas segala
takdir yang dilaluinya.
"Subhanalloh kak, Nura baru mendengar soal ini. Lanjutin lagi kak! Nura jadi tambah
penasaran nih", jawabku semakin bersemangat.
"Okeh, sekarang yang ke- 4 ya! Sikap emas yang ke- 4 ialah : Liberation yang berarti
pembebasan atau memerdekakan diri. Dalam Islam dikenal dengan istilah tawakkal. Yang
bermakna membebaskan diri dari kehendak pribadi dan hanya berserah pada kehendak Alloh
SWT saja.
"Seorang insan yang bertawakal, selalu berusaha melakukan segala sesuatu
semaksimal mungkin dan sebaik-baiknya. Sedangkan mengenai hasilnya, ia yakin dan
percaya bahwa Alloh SWT akan memberikan yang terbaik dalam setiap usaha yang
dilakukannya.
Seseorang yang bertawakal, nggak bakalan tuh menggantungkan harapan pada selain
Alloh. Ia selalu menjadikan Alloh SWT sebagai satu-satunya sandaran dan tempat bergantung
dalam hidupnya. Sehingga jarang sekali hatinya diwarnai rasa kecewa, sedih ataupun takut.
Sikap emas ini bisa ditemuin di Al-Qur‟an, pada Kisah Nabi Ibrahim AS ketika akan dibakar
oleh Namrudz Sang Raja Zalim. Nabi Ibrahim AS sudah berusaha menyadarkan Namrudz dan
rakyatnya untuk berhenti menyembah berhala dan mengagungkan Namrudz. Tapi setelah
menang dalam debatnya dengan Namrudz, Nabi Ibrahim AS justru akan dibakar.

79
Lihat QS. Al-Anbiya : 83-84.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 165
“Dalam Asbabun Nuzul80 Al-Qur‟an Surah Ali Imran ayat 173, ketika Nabi Ibrahim
AS akan dilemparkan oleh Namrudz ke dalam panasnya bara api81 , beliau mengucapkan
“Hasbunallah Wa Ni‟mal Wakil” (Artinya : “Cukuplah Alloh menjadi Penolong kami dan
Alloh adalah sebaik-baik Pelindung”). Ungkapan ini dikenal dengan sebutan Hasbalah.
Sebuah ungkapan penyerahan diri seorang hamba kepada Tuhannya. Disaat beliau
menjeritkan Hasbalah dengan sepenuh hatinya, maka menjadi dinginlah api yang membakar
dan mengepung dirinya. Sehingga beliau pun selamat tanpa luka sedikitpun dari siasat jahat
yang dilakukan Namrudz dan para penasehatnya.
"Nah adikku, melalui kisah Nabi Ibrahim AS ini seorang hamba diingatkan untuk
membebaskan diri dari ketergantungan pada makhluk dan memerdekakan diri dari rasa takut
selain hanya kepada Alloh. Mengapa? Karena hanya Alloh SWT sajalah sebaik-baik tempat
bergantung dan berserah diri"
“Sebentar… sebentar! Kamu masih kuat nggak ngedengerin sikap emas yang terakhir,
Ra? Masih kuat nggak?”
“Yoi…Kak! Ayo akh lanjutin!”
"Sip…sip! Sikap emas yang terakhir ialah : Expectation yang berarti pengharapan
atau berharap. Sikap ini dikenal dengan istilah Raja‟. Yang bermakna berharap kepada
Alloh dengan sepenuhnya dan tanpa dicampuri sedikitpun oleh keragu-raguan dan berburuk
sangka. Seseorang yang bersikap Raja‟ kepada Alloh, nggak akan pernah bosen untuk selalu
berdoa, berharap, dan bermunajat kepada-Nya. Jika takdir buruk menghampiri, maka ia
semakin menguatkan diri dalam pengharapan pada pertolongan Alloh SWT.
"Sikap ini bisa diteladani dari Kisah Nabi Zakaria AS. Dalam Al-Qur‟an dijelaskan
bahwa Nabi Zakaria AS tidak pernah berputus asa dari rahmat Alloh ketika berpuluh-puluh
tahun belum dikaruniai anak. Ia selalu berdoa kepada Alloh dengan tanpa lelah, “Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum
pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku”82 . Setelah beberapa waktu larut
dalam ketabahan dan berdoa, Nabi Zakaria AS akhirnya memperoleh seorang anak shaleh dari
istrinya yang telah mandul, yang juga menjadi seorang nabi. Dialah Nabi Yahya AS.
"So adikku! Kisah Nabi Zakaria AS ini menjadi pelajaran berharga untuk tidak pernah
berputus asa dari rahmat Alloh. Mengapa begitu? Karena rahmat Alloh SWT teramat luas dan
tidak terbatas. Jika Dia berkehendak sesuatu, maka tinggal berkata “jadi, maka jadilah”.

80
Istilah dalam Ilmu Al -Qur’an yang bermakna : Sebab-sebab turunnya (ayat) Al -Qur’an.
81
HR. Bukhari.
82
Lihat QS. Maryam ayat 4.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 166
"Bagaimana adikku? Penjelasan kakak soal MIRACLE ini cukup bisa dipahami
nggak? Sudah bisa disebut ustadzah nggak? Whahahaha"
Aku tersenyum sembari mengangguk setuju. Sekejap kemudian aku bertanya spontan,
"Terus waktu itu, setelah kakak menerima nasihat MIRACLE ini dari bapak Haji, apa yang
kakak lakukan?"
Kak Nia tersenyum padaku sambil berkata, "Ya mengamalkan semua sikap itu dengan
sekuat tenaga. Dimulai dengan bangun malam sholat Tahajud. Berlama-lama membaca
kalimah yang diucapkan Nabi Yunus AS dengan penuh penghayatan. Mengakui segala dosa
dan kesalahan yang pernah kakak lakukan. Lalu membaca doa Nabi Adam AS berulang-ulang
hingga hati benar-benar menyadari kezaliman-kezaliman di masa lalu...Begitu dan begitulah
seterusnya. Sampai dengan Kakak berusaha melepaskan diri dari keputus-asaan"
"Masya Alloh Kak Nia, ini ilmu yang mahal! Insya Alloh Nura bakal mengamalkannya
mulai malam ini ya kak! Semoga Nura bisa menjalankannya dengan sabar. Mohon doanya
buat Mas Razi dong kak! Semoga Mas-ku bisa segera bebas dari tahanan dan menemaniku
dalam persalinan yang tinggal sebulan lagi"
Sambil menepuk bahuku dengan senyuman khasnya, Kak Nia berkata padaku,
"Adikku, kamu jangan lupa ya! “Patience is bitter, but its fruit is sweet” 83 . Resapilah
ilmu MIRACLE itu dengan baik ya! Terus amalin semaksimal mungkin. Kakak yakin, Alloh
pasti akan ngasih jawaban atas cobaan yang sedang kamu hadepin. Jangan mudah terhanyut
dalam kesedihan yang berlebihan ya adikku! Alloh itu Mahabaik...ingat, Alloh itu Mahabaik"
Spontan aku memeluk Kak Nia seeratnya. Aku bersyukur dianugerahi orangtua dan
saudara kandung yang hatinya penuh cinta. Terima kasih ya Alloh! Atas ilmu menjemput
rahmat-Mu yang Engkau berikan padaku lewat Kak Nia di pagi hari ini. Terima kasih. [ ]

83
Sebuah petuah dari Jean Jacques Rousseau yang makna bebasnya, “Kesabaran itu rasanya memang pahit,
tetapi buahnya manis”

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 167
< 18 >
BINGKAI CINTA

“Cinta adalah cinta, murni dan sederhana”


(SHAMS TABRIZ)

#Habis_Gelap
Semburat pagi di hari kedua Bulan Ramadhan. Kulihat Amah tengah sibuk
mempersiapkan beberapa kelengkapan Pesantren Kilat anak-anak SAKOLA yang
disedekahkan oleh Kak Nia. Sementara Ibu Fatimah, sedang menyirami tanaman di depan
rumah. Aku sendiri, baru selesai melaksanakan sholat Dhuha di kamar.
Saat aku hendak ke Ruang Tamu untuk membantu Amah, tiba-tiba "kriiing....kriiing",
telepon rumah berbunyi.
"Selamat Pagi"
"Pagi, Bang Saragih, tumben pagi-pagi menelpon", jawabku yang sudah tidak asing
dengan suaranya yang berdialek Batak.
"Maaf aku mengganggu, Mbak! Terpaksa nelpon pagi-pagi, karena ada kabar yang
perlu aku sampaikan soal suami Mbak"
"Memangnya kenapa, Bang?", tanyaku penasaran.
"Suami Mbak hari ini akan menjalani sidang keduanya. Syukur pada Tuhan, kemarin
kami mendapatkan kabar gembira juga, ada dua orang saksi yang akan meringankan suami
Mbak. Ini diluar perkiraan kami...kami benar-benar bersyukur, Mbak!", jelas Bang Saragih.
"Alhamdulillah, itu artinya apa Bang?", tanyaku lagi.
"Artinya besar kemungkinan suami Mbak akan bebas. Dua orang itu bukan orang yang
asing, Mbak. Melainkan teman Mas Razi sendiri"
Aku termenung sejenak mendengar jawaban itu dan bertanya lagi, "Temannya Mas,
siapa Bang mereka itu? Kenapa mereka disebut saksi kunci?"
"Namanya Safir dan adiknya"
"Masya Alloh, jadi Kang Safir sudah ditemukan? Bagaimana itu bisa terjadi Bang?"
"Panjang ceritanya Mbak. Intinya, Safir dan adiknya minggu kemarin datang pada
kami dan menceritakan yang sebenarnya soal fitnah yang diterima suami Mbak. Mereka
punya beberapa bukti kunci yang bisa jadi senjata kita nanti di pengadilan. Pokoknya,
sekarang Mbak doakan kami agar Sidang memutuskan bebas suami Mbak"

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 168
Mendengar kabar itu airmataku meleleh. Sungguh... Alloh ialah Sang Mahapembalas
Kebaikan dan Mahapemberi Karunia. Baru saja seminggu aku mengamalkan MIRACLE yang
dinasehatkan Kak Nia, Alhamdulillah jalan kemudahan datang dengan cepat pada kami : Mas
Razi akan menjalani Sidang dengan kehadiran Kang Safir dan adiknya sebagai saksi.
Sambil menahan tangis haru yang hampir meledak, aku berkata, "Terimakasih Bang!
Sudah membantu Mas Razi sampai dengan sekarang".
"Sama-sama Mbak! Kami akan berusaha memperjuangkan keadilan untuk suami Mbak
semaksimal yang kami bisa!"
"Sekali lagi terimakasih, Bang!"
"Iya Mbak! Itu saja mungkin untuk sekarang! Saya mohon diri dulu ya Mbak! Mau
siap-siap dulu untuk Sidang, Selamat pagi Mbak!"
"Iya Bang! Pagi ", jawabku ringkas kemudian menutup telepon.

#Terbitlah_Terang
Tidak sulit bagi Tuhan untuk menjadikan sesuatu dari tiada menjadi ada. Apalagi
hanya untuk membuka soal fitnah yang Mas Razi terima. Dengan kehendak-Nya yang
Mahabenar, sidang vonis untuk Mas Razi akhirnya memutuskan bahwa ia tidak bersalah.
Kesaksian Kang Safir yang membongkar dengan sejelas-jelasnya akal bulus seorang oknum
pengusaha properti yang ingin menguasai tanah SAKOLA dengan cara instan dan murah,
telah mengantarkan Mas Razi kepada kebebasannya.
Kami memang merasa kecewa dengan Kang Safir dan adiknya yang telah menerima
uang suap oknum pengusaha itu karena kepepet untuk biaya operasi jantung koroner ayahnya.
Tapi kami harus memaafkan mereka karena telah mengatakan dengan sejujurnya apa yang
sebenarnya terjadi.
Kang Safir yang selama bertahun-tahun telah menemani Mas Razi, kini harus
berurusan dengan kepolisian atas kekhilafannya itu. Tapi satu hal yang tidak pernah kami
bayangkan setelah kejadian ini. Yaitu sikap yang diambil Mas Razi setelah penderitaan yang
dialaminya di penjara.
Ia begitu tulus membingkai cinta di dalam hatinya untuk seseorang yang telah
menyakitinya. Sehari setelah Mas Razi mendapatkan kebebasannya, ia berkata kepada Bang
Saragih, "Bang, tolong bantu sepenuhnya kasus hukum Safir dan adiknya. Anak-anaknya itu
masih kecil. Dia memang telah khilaf. Tapi kejujurannya itu, sudah cukup untuk menebus
semua kesalahannya padaku...Tolong Bang!".

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 169
Tidak hanya itu, pada waktu yang bersamaan, ia pun mengatakan padaku sesuatu yang
tidak pernah kubayangkan : "Nura, aku sudah mengenal dan bersama dengan Kang Safir di
SAKOLA bertahun-tahun. Tolong! Sisihkan separuh hasil usaha Toko Beras kita untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya sampai dengan ia bebas dari penjara. Dan pastikan! anak-
anaknya yang masih kecil tetap bersekolah. Atau biarkanlah mereka sekolah di SAKOLA"
Mas Razi dengan semua kesederhanaan dan sikap cueknya dalam hidup, telah
menunjukkan secara nyata hakikat membingkai cinta didalam hidup. Jika aku yang menjadi
Mas Razi, rasanya tidak mungkin aku akan memaafkan bahkan mengasihi Kang Safir
sedemikian tulus seperti itu. Mas Razi sudah merasakan dinginnya jeruji besi, hinaan dari
sana-sini, dan yang jelas kebebasannya telah terampas selama berbulan-bulan. Tapi... semua
itu dilupakannya begitu saja.
Saat kutanyakan mengapa? Mas Razi hanya menjawab dengan singkat, "Kalau kita
yang menjadi Safir, belum tentu mau bersaksi dan mengakui kesalahan dengan jujur".
Aku terdiam mendengar jawaban itu. Tidak mampu menyanggah apalagi menolak.
Kata-katanya sederhana namun benar adanya. Mas Razi dengan kesederhanaannya, telah
mengajarkan salahsatu hakikat cinta. Yaitu mencintai oranglain sebagaimana mencintai
dirinya sendiri". Orang yang menyadari hakikat cinta, akan memilih berempati daripada
menghakimi, bersimpati daripada mencaci-maki, dan mengasihi daripada memusuhi.
Subhanalloh, alangkah Mahabaiknya Tuhan. Beberapa waktu ini, ditengah kesedihan
yang kualami selama berbulan-bulan, Tuhan menghadiahiku dua pelajaran berharga tentang
ilmu cinta. Pertama, cinta sebagai kesetiaan tanpa batas sebagaimana kesetiaan Kak Nia pada
Mas Gandi. Dan kedua, cinta sebagai ketulusan dalam mengasihi sebagaimana yang kulihat
dari sikap Mas Razi kepada Kang Safir. Aduhai... beruntunglah aku berada ditengah orang-
orang yang hatinya dibingkai dengan ketulusan dan kesetiaan cinta. Alhamdulillah. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 170
< 19 >
KEMILAU BERKAH

“Cinta tak mengajari kita untuk lemah,


tetapi membangkitkan kekuatan”
(BUYA HAMKA)

#Ziarah_Cinta
Beberapa hari selepas kebebasannya, Mas Razi mengajakku ke Semarang. Berziarah
ke makam ayahnya, Pak Sugih, yang sudah lama tidak pernah didatanginya. Dan hari ini
adalah hari kedua kami disini. Menginap di daerah Tembalang yang merupakan rumah Bude'
Zaenab (Bibi Mas Razi) yang tidak jauh dari kampus ternama di Semarang, Universitas
Diponegoro alias UNDIP.
Sejak kemarin, setelah berziarah beberapa waktu di makam alm. Pak Sugih, aku diajak
Mas Razi ke Simpang Lima Semarang. Untuk kemudian berjalan-jalan disana dan berbuka
Puasa di sebuah Warung Nasi Kucing yang ada tepat di depan Masjid Baiturrahman. Ramai
sekali orang disana. Kebanyakannya ialah seusiaku, yang ialah para mahasiswa. Suamiku
sering menyebut mereka PPT alias Para Pencari Takjil.
Dan sore ini, Mas Razi hendak mengajakku ke Lawang Sewu. Sebuah bangunan tua
peninggalan Belanda yang paling sering menjadi tempat wisata di Semarang. Sambil
menyusuri jalanan kota Semarang dengan mobil klasik milik Pakde' Suryo - suami Bude'
Zaenab yang kami pinjam, Mas Razi berkata, "Nura, maafin Mas ya! Nggak sempet
mengajakmu tuntas berbulan madu waktu itu. Anggaplah selama kita di Semarang ini, selain
berziarah ke makam almarhum Bapak, sekaligus juga kita berbulan madu kedua disini. Bukan
hanya berdua, tetapi bertiga dengan anak kita..alhamdulillah".
"Iya Mas, nggak usah minta maaf segala atuh! Aku justru bahagia, karena disaat
kehamilanku ini udah diujung tanduk, ada Mas bersamaku"
"Oh iya ya, Masya Alloh nggak terasa ya kita akan menjadi orang tua sebentar lagi.
Rasanya baru kemarin kita duduk berdampingan di hadapan penghulu, sekarang pernikahan
kita sudah hampir setahun ya istriku, Alhamdulillah", jawab Mas Razi sambil tersenyum.
Tanpa banyak kata setelah itu. Kami hanya saling mencuri pandang dan senyum di
sepanjang jalan. Sesekali kusandarkan kepalaku di bahu Mas Razi sembari memegang
tangannya yang stanby mencengkram persneling mobil. Indah sekali rasanya hari ini.
Meskipun kami tidak berbulan madu ke negara-negara Eropa ataupun Asia, menurutku Kota
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 171
Semarang pun tidak kalah romantis. Sepanjang perjalanan kami melewati berbagai bangunan
Kota Lama yang berjejer rapi da masih terlihat kokoh.
Sebelum Magrib tiba, kami mampir di sebuah Rumah Makan Khas Sunda. Sebuah
restoran tua yang terkenal di Semarang. Mas Razi sengaja mengajakku kesana. Ia tahu betul
lidah Sundaku ini. Menurut Mas Razi, saat pertama kali mencicipi salahsatu makanan khas
Sunda buatan Amah, ia jadi teringat dengan memori semasa masih kecil ketika diajak Pak
Sugih makan disana.
Selepas berbuka puasa, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Lawang Sewu yang
tidak jauh dari sana. Setelah memarkirkan mobil di salahsatu pusat belanja modern yang
berjarak sekira 100 meter dari Lawang Sewu, kami berjalan bergandengan tangan. Menikmati
bulan madu kedua kami yang sudah ditemani janin di dalam rahimku.
"Kamu nggak capek, Ra?", tanya Mas Razi bernada serius.
"Ngggak kok Mas. Seneng malahan. Menjelang persalinan kan memang harus banyak
jalan dan gerak, begitu kata dokter!"
"Alhamdulillah. Memang berapa hari lagi anak kita lahir kalau menurut prediksi
dokter?"
"Sekitar dua atau tiga mingguan lagi Mas"
Mas Razi berhenti sejenak. Ia berjalan menghadap padaku lalu berlutut. Sambil
mencium perutku ia berbisik lembut, "Anakku, kamu yang baik ya di dalam sini! Ayah dan
Bunda malam ini mau berbulan madu dulu... Allahumma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad"
Aku merinding melihat apa yang dilakukan Mas Razi. Inilah kali pertamanya
berbicara dengan anak yang ada dalam rahimku selepas bebas dari penjara. Satu hal yang
selalu aku kagumi dari sosok suamiku ini. Ia selalu menyisipkan sholawat pada Nabi SAW di
setiap perbincangannya dengan siapapun. Tidak terkecuali dengan buah cinta kami.
Sesampainya di pintu gerbang Lawang Sewu, kami pun bergegas membeli tiket masuk
dan meminta jasa seorang pemandu. Setelah itu kami pun mulai menyusuri sudut demi sudut
bangunan tua Lawang Sewu. Berbagai penjelasan diberikan oleh Pak Wahyu soal nama
Lawang Sewu yang sebenarnya hanya berupa kiasan. Bukan menunjukkan bahwa bangunan
tua tersebut memiliki pintu seribu. Melainkan karena banyaknya ventilasi udara, lorong-
lorong ruang bawah tanah dan saluran air yang terpadu dengan baik dalam sistem arsitektur
klasik bangunan tersebut.
Sambil terus menyusuri lorong demi lorong Lawang Sewu dengan diiringi penjelasan
sejarah yang disampaikan Pak Wahyu, aku semakin asyik mengagumi arsitektur bangunan
yang memperhatikan detail fungsinya dengan cermat. Gatal sekali tangan ini ingin
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 172
melukisnya. Sayangnya aku tidak membawa apapun kesini. Kamera klasik pemberian Mas
Razi yang biasa aku bawa kemana-manapun tertinggal di mobil.
"Mbak, coba kita lihat lantai ini, nggak datar melainkan menurun. Seperti sederhana
tetapi ada tujuannya. Yaitu agar air yang masuk menuju teras lantai atas ini nggak jadi
menggenang dan bisa langsung turun melalui saluran air yang dibuat di bawah itu", jelas Pak
Wahyu menjelaskan fungsi teras lantai atas yang dibuat menurun.
Tidak terasa sudah dua puluh menitan kami setiap sudut ruangan Lawang Sewu. Mas
Razi yang sejak pertama terus memandangiku daripada bangunan Lawang Sewu berkata,
"Bener kamu nggak capek, istriku? Bagaimana...masih mau dilanjutin lagi? Masih ada lorong
bawah tanah"
Sejujurnya aku sangat ingin menyusuri semua bangunan dan lorong di Lawang Sewu
ini, tapi bagaimanapun juga aku tidak boleh berlebihan memforsir tenaga. Apalagi besok kami
akan segera kembali ke Jakarta. Dengan berbisik aku menjawab, "Sudah malam Mas,
mending kita kembali saja ke rumah Bude' . Besok kita khan kembali lagi ke Jakarta".
Mas Razi tersenyum padaku sambil menjabat tangan Pak Wahyu lalu mengucapkan
terima kasih padanya. Selesailah perjalanan kami hari ini di Lawang Sewu.
Dalam temaram Ramadhan di Kota Semarang, kami berjalan menuju mobil dengan
hati penuh bahagia. Akhirnya aku merasakan juga kebersamaan dengan suamiku di bulan
Ramadhan ini. Sebulan yang lalu aku masih mengeluh pada Tuhan soal cobaan yang kami
hadapi. Hari ini semua itu sirna begitu saja. Terima Kasih Ya Alloh!

#Pinjaman_Te rbaik
Nikmat sekali rasanya, duduk berduaan dengan suami di sofa ruang tamu rumah cinta
kami. Sebuah rumah mungil yang Mas Razi bangun tiga tahun lalu di samping SAKOLA.
Angin sejuk menelusup ke sela-sela ventilasi rumah. Mewarnai suasana sore itu menjadi
semakin romantis. Aduhai, nikmat manakah lagi yang akan aku dustakan? Suami penuh cinta,
rumah mungil yang unik, orangtua berhati cinta, mertua bijak bestari, kakak-kakak yang
begitu memperhatikanku, semua itu lengkap kurasakan saat ini. Menjadikan aku lupa dengan
sekian bulan cobaan hidup yang aku lewati kemarin. Masya Alloh...
"Nura, kapan kontrol lagi ke dokter?", tanya Mas Razi memecah lamunanku.
"Minggu depan, Mas! Sekalian mau USG boleh Mas? Sejak periksa dan positif hamil,
Nura belum USG. Jadi sampai sekarang belum tahu jenis kelaminnya anak kita"
"Boleh istriku...laki-laki atau perempuan sama saja bukan? Yang penting kita berusaha
mendidiknya sebaik-baiknya"
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 173
"Iya Mas, bener itu"
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Aku segera masuk ke dalam kamar untuk memakai
kerudung. Mas Razi langsung membukakan pintu.
"Assalamu'alaikum, maaf ini benar rumahnya Bapak A. Raziqul Haq"?
"Wa'alaikumussalam, benar pak! Itu saya sendiri. Ada apa ya?", jawab Mas Razi.
"Mohon bapak tanda tangani disini, ada paket kiriman kepada bapak"
"Baiklah. Terimakasih Pak!"
"Sama-sama pak! Saya pamit dulu. Assalamu'alaikum"
Ternyata orang tersebut ialah seorang kurir.
Selepas sang kurir pamit, Mas Razi membaca dengan seksama tulisan dibalik kiriman
paket yang sepertinya sebuah surat itu. Aku mendekat ke arah Mas Razi dengan wajah
penasaran. "Coba dibuka Mas, ada apa isinya?", tanyaku.
Mas Razi segera membuka paket tersebut yang ternyata berupa kertas semacam
undangan. Kami pun membacanya dengan teliti kata demi kata.

YTH : BAPAK AHMAD RAZIQUL HAQ


di TEMPAT

--------------------------------------------SELAMAT--------------------------------------------

Kami, YAYASAN INTELEKTUAL BANGSA (YIB) JAKARTA mengundang


saudara untuk hadir dalam Penganugerahan Hadiah Jasa Pendidikan yang diberikan
kepada Saudara sebagai : PEMENANG PENGHARGAAN PENGGERAK
PENDIDIKAN TAHUN 2003 (Waktu dan Tempat di lembar kedua)

(TTD)
Prof.DR.H.SYAFAR DAULAY, M.Sc

Aku dan Mas Razi saling pandang seakan tidak percaya dengan apa yang kami baca.
Baru beberapa hari Mas Razi terbebas dari cobaannya, Tuhan sudah memperlihatkan
keajaiban lainnya pada kami. Keajaiban yang menjadi bukti nyata bahwa IA akan selalu
membalasi hamba-Nya yang memberikan "pinjaman terbaik". Yaitu menafkahkan harta
dijalan Alloh untuk kebaikan dan kemanfaatan sesama84 .

84
Selaras dengan mafhum QS. At-Taghabun ayat 17 yang maknanya : "Jika kamu meminjamankan kepada Alloh
pinjaman yang baik (Menafkahkan harta dijalan Allah), niscaya Alloh melipat gandakan balasannya kepadamu
dan mengampuni kamu. Dan Alloh Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun"

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 174
Kini Mas Razi tengah memanen "buah manis" perjuangannya di SAKOLA. Tuhan
memang tidak pernah tidur dan lupa untuk mengasihi hamba-Nya yang tulus. Aku tahu betul
bagaimana teguh dan tabahnya Mas Razi dalam memperjuangkan SAKOLA agar tetap berdiri
kokoh ditengah menjamurnya Mall dimana-mana. Dan bagaimana setianya ia dalam
memperjuangkan kaum marginal yang ada di SAKOLA.
Sekalipun godaan dan rayuan beberapa oknum pengusaha properti datang silih
berganti kepadanya, menawari uang milyaran rupiah untuk membeli tanah SAKOLA, Mas
Razi tetap tidak bergeming. Ia lebih memilih menjaga SAKOLA sekuat tenaganya. Tidak
tergiur dengan godaan uang sebesar apapun. Mas Razi memang sangat layak menerima
penghargaan itu. Benar, ia layak mendapatkannya. Alhamdulillah.

#Anugerah_Ramadhan
Ramadhan tahun 2003 (1424 H) tinggal bersisa beberapa hari lagi. Itu artinya semakin
dekat waktuku menuju persalinan. Saat kontrol terakhir ke dokter beberapa hari yang lalu,
hasil USG memperkirakan bahwa anak yang akan kulahirkan berjenis kelamin laki-laki. Dan
hari ini adalah salahsatu hari kritis yang masuk dalam perkiraan waktu persalinanku. Karena
itulah aku tidak berpuasa sejak dua hari yang lalu. Atas saran dokter, aku dianjurkan untuk
memperbaiki asupan makanan. Agar pada saat melahirkan dalam kondisi yang prima. Serta
selesai melahirkan anakku tidak mengalami kendala mendapatkan ASI.
Satu hal yang paling kusyukuri menjelang persalinanku. Yaitu kemurahan Tuhan pada
keluargaku. Dua minggu belakangan, Mas Razi menerima penghargaan dari tiga lembaga
berbeda. Dari sisi nominal uangnya, sungguh tidak pernah kami bayangkan bisa mendapatkan
uang sebesar itu. Jika hendak gengsi-gengsian, tentu membeli satu mobil Minibus terbaru pun
sangat bisa kami lakukan. Tapi Mas Razi tidak ingin seperti itu. Ia memilih menggunakan
sebagian besar dari hadiahnya untuk pengembangan SAKOLA. Sedangkan sisanya digunakan
untuk melaksanakan pengajian Syukuran di SAKOLA selepas anak kami lahir.
Allohu Akbar... Allohu Akbar,
Allohu Akbar... Allohu Akbar...

Terdengar sayup-sayup suara Adzan Dzuhur. Segera aku berjalan menuju Mushala
SAKOLA untuk mengambil air wudhu. Tidak lama kemudian, aku bersama dengan para anak
kolong langit melaksanakan sholat berjamaah yang diimami langsung oleh Mas Razi. Kopral
mengumandangkan Iqomah dengan penuh semangat. Serentak kami ber-takbiratul ihram…
Mengawali shalat kami dengan mengagungkan Nama-Nya… Allohu Akbar!

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 175
Selepas sholat berjamaah, seperti biasa Mas Razi membimbing anak-anak SAKOLA
untuk berdzikir dan berdoa. Gema dzikir kalimah Tahlil membahana menggoncangkan setiap
sudut mushala. Aku pun larut dalam syahdunya harmoni dzikir yang menenangkan hati. Aku
jadi teringat dengan salahsatu ceramah yang dibawakan Bapak Haji saat aku masih tinggal di
Pesantrennya. Ketika itu Bapak Haji membawakan sebuah kisah dialog antara Nabi SAW
dengan Abu Dzar Al-Ghifari RA, salahsatu sahabat beliau.
Pada satu waktu Abu Dzar RA berkata kepada Rosululloh SAW, ”Katakanlah padaku
wahai Rasulullah, ajarilah aku amalan yang dapat mendekatkanku pada surga dan
menjauhkanku dari neraka.” Nabi SAW bersabda, “Apabila engkau melakukan kejelekan
(dosa), maka lakukanlah kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan
mendapatkan sepuluh yang semisal”. Lalu Abu Dzar RA berkata lagi, “Wahai Rasulullah,
apakah „laa ilaaha illallah‟ merupakan kebaikan?” Nabi SAW bersabda, ”Kalimat itu (laa
ilaaha illallah) merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan
berbagai dosa dan kesalahan.”.
Selesai dzikir aku langsung kembali ke rumah. Baru saja melangkahkan kaki keluar
Mushala, perutku langsung kontraksi. Spontan aku berteriak ke dalam Mushala, "Mas,
Kayaknya anak kita akan lahir! Mas!". Mendengar teriakanku yang cukup keras, Mas Razi
langsung loncat berlari ke arahku... Dan beberapa waktu kemudian kami pun bergegas menuju
Rumah Sakit. Menjemput "Anugerah Ramadhan" yang akan datang pada keluarga kami.
Rabbi Yasirlana Walaa Tu'assir alayna, Rabbi Tammim Lana Bilkhairi A'malana. Amin.85 [ ]

85
Doa kemudahan urusan. Makna bebasnya : "Tuhanku, mudahkanlah segala sesuatu bagi kami, dan
janganlah Kau persulit atas kami. Ya Tuhanku, berikanlah kesempurnaan atas kami dengan segala kebaikan
atas perbuatan kami"

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 176
< 20 >
POTRET KEHIDUPAN

“Tidak ada yang lebih baik daripada kesengsaraan yang


kita ambil pelajarannya. Setiap kekalahan, setiap patah hati,
setiap kerugian, mengandung benih pelajarannya sendiri”
(MALCOLM X)

#Lautan_Syukur
Adhan Syahrul Haq, demikianlah nama lengkap anakku. Mas Razi menamakannya
Adhan sebagai singkatan dari "Anugerah Ramadhan". Dengan singkatan nama itu, Mas Razi
berharap anak kami mendapat kemuliaan sebagaimana kemuliaan Ramadhan. Syahrul berarti
bulan, dan Haq berarti kebenaran atau salahsatu dari Nama Alloh yang berarti Mahabenar.
Sehingga melalui nama lengkap yang disematkan padanya, kami berharap agar Adi -
panggilannya, selalu menjadi kebaikan bagi sesama sebagaimana Ramadhan yang merupakan
bulan penuh anugerah dan kebaikan. Amin.
Dan malam ini, rumah kami sedang mengadakan Syukuran Pengajian Aqiqah untuk
Adi yang pada hari ini sudah berumur 14 Hari. Aqiqah ialah tuntunan ibadah sosial dalam
Syari'ah Islam, bagi keluarga yang memiliki anak. Jika memiliki anak lelaki, maka Aqiqah
yang dilakukan ialah dengan menyembelih dua ekor kambing/domba. Sedangkan jika
perempuan maka hanya menyembelih satu ekor kambing/domba. Aqiqah hanyalah tuntunan
bagi orang-orang mampu saja. Sebagai jalan bersyukur kepada Alloh atas karunia anak yang
telah diberikan padanya.
Alhamdulillah, hampir dua jam lebih pengajian dilaksanakan. Ustadz Riri yang
mengisi Tausyiah singkat dalam pengajian ini, membawakan nasihat yang menyentuh hati
dan sangat bermanfaat bagi kami. Terutama bagiku sendiri. Beliau menceritakan Kisah Uwais
Al-Qarni. Seorang pemuda shaleh yang lahir pada masa Rosululloh SAW masih hidup namun
tidak sempat bertemu secara langsung dengan Beliau SAW. Pakaiannya hanya dua helai kain
yang sudah kusut. Satu untuk penutup badan dan yang satunya lagi untuk selendangan. Ia
dikenal sebagai seorang shaleh yang tidak dikenal oleh penduduk bumi, akan tetapi sangat
terkenal di langit.
Apa yang membuat Uwais istimewa sehingga Nabi SAW menyuruh para Sahabatnya
untuk meminta didoakan jika bertemu dengannya? Tiga diantara sebabnya ialah : Pertama,
besarnya khidmat Uwais kepada Sang Ibu. Setiap hari ia bekerja sebagai penggembala domba
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 177
dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang
besar. Menggendong ibunya merupakan kesehariannya.
Kedua, besarnya cinta Uwais kepada Rosululloh SAW. Berkali-kali ia melakukan
perjalanan jauh dengan berjalan kaki dari Yaman ke Madinah (sekitar 400 KM) demi bertemu
dengan Rosululloh SAW namun tidak kesampaian karena beliau sedang berperang. Uwais
tidak bisa terlalu lama menunggu di Madinah karena harus menjaga ibunya. Namun, besarnya
cinta Uwais kepada Nabi SAW tidak dapat diragukan lagi. Ketika terdengar kabar bahwa gigi
Rosululloh SAW patah setelah perang Uhud, serta merta Uwais memukulkan sebuah batu ke
salahsatu giginya hingga patah. Saking ingin merasakan sakitnya Rosululloh SAW. Uwais
RA selalu merindukan Nabi SAW setiap waktu. Jika bukan karena kewajibannya untuk
menjaga sang ibu yang sudah renta, maka pastilah ia akan terus menempuh perjalanan hingga
bisa bertemu dengan Rosululloh SAW.
Ketiga, besarnya cinta Uwais kepada Alloh SWT. Semasa hidupnya ia adalah seorang
yang mudah mencucurkan airmata karena takut kepada Alloh SWT. Malam-malam yang
dilaluinya selalu dihabiskan dengan bersujud dan memohon Ampun kepada Alloh. Pantaslah
Rosululloh SAW pernah kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab, "Suatu
ketika, apabila kalian bertemu dengan dia (Uwais Al-Qorni), mintalah do'a dan istighfarnya,
dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan. Sepeninggal Rosululloh SAW wafat, akhirnya Imam Ali KW
dan Umar RA benar-benar bertemu dan didoakan oleh Uwais Al-Qorni. Banyak kisah yang
menggambarkan berbagai karomah86 beliau selama hidup sampai dengan wafatnya. Satu hal
yang kudapatkan dari kisah Uwais Al-Qorni RA yang diceritakan Ust. Riri, yaitu betapa
besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua yang disandingkan dengan kecintaan pada
Alloh SWT dan Rasul-Nya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Uwais Al-Qorni RA
adalah salahsatu Wali (Kekasih) Alloh SWT yang mendapat kehormatan memberi syafaat di
hari akhirat kepada dua kabilah Yaman.
Subhanalloh, semoga Adi menjadi anak yang shaleh sebagaimana teladan akhlaq
mulia Uwais RA yang begitu besar bakti dan khidmat kepada ibunya. Dan semoga aku serta
Mas Razi yang masih memiliki ibu sampai dengan saat ini, bisa memaksimalkan kekurangan
kami di dalam berbakti kepada Amah dan Ibu Fatimah. Amin.

86
Dalam Tasawuf dimaknai sebagai Kemuliaan yang diberikan Alloh SWT pada diri seorang shaleh atau kekasih -
Nya (Wali). Yang ditunjukkan salahsatunya dengan hadirnya peristiwa -peristiwa khawariq al'adat (diluar l ogika).

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 178
#Jembatan_Sabar
Maha Suci Alloh, yang telah mempergilirkan malam dengan siang, kesempitan dengan
kelapangan, kesulitan dengan kemudahan, kekeringan dengan kesuburan, dan kematian
dengan kehidupan. Tidak terasa Adi sudah berusia tiga tahun. Waktu berputar memang
seakan cepat. Empat tahun lalu aku masihlah seorang gadis muda yang hati dan perasaannya
begitu cinta dengan dunia menggambar dan kamera. Kini, kehadiran Adi sudah mencukupi
semua perasaanku. Senyumannya, kedipan matanya, belaian tangannya, teriakannya, dan
semua yang kulihat darinya telah menjadi magnet cinta bagiku dan Mas Razi.
Sayangnya sudah dua hari ini aku dan Mas Razi tidak bisa tidur dengan tenang. Tidak
biasanya Adi yang biasa ceria dan bersemangat, berubah lesu. Semalam membuatku lebih
khawatir. Ia demam cukup tinggi, perutnya sedikit membengkak, dan mengaku sakit ketika
Buang Air Kecil.
Karena itulah, sebentar lagi aku dan Mas Razi akan berangkat memeriksakan Adi ke
Klinik Anak di dekat rumah. Kami khawatir ini bukan demam biasa. Untuk usia anak di
bawah lima tahun memang harus lebih teliti dan sabar dalam memberikan perhatian.
Sesampainya di Rumah Sakit, Mas Razi langsung mendaftarkan Adi ke Loket Peserta
Umum. Dan setelah menunggu sekira tiga puluh menit, kami pun masuk ke Ruang Periksa
Dr.Feriyandi Timor, Sp.A dan membiarkan beliau memeriksa Adi selama beberapa menit
dengan penuh ketelitian.
"Maaf bapak ibu, sebaiknya Adhan dirawat saja di sini. Kita butuh observasi lebih
lanjut. Cek Hematologi. Rontgen, dan lainnya. Agar didapat hasil diagnosa yang lebih akurat.
Jika melihat suhu badan anak Anda yang tinggi dan perutnya yang membengkak, saya
khawatir nggak akan membaik jika dibawa lagi ke rumah. Bagaimana bapak-ibu?"
Aku dan Mas Razi saling pandang. Tidak lama kemudian Mas Razi menjawab, "Kami
serahkan yang terbaik menurut saran dokter saja"
"Baiklah kalau begitu. Silahkan bapak mengurus ke Bagian Rawat Inap dan bawalah
rujukan Bagian Laboratorium. Kita jangan menunda lagi. Siang ini juga kita lakukan
observasi"
"Baik dok...Tapi anak saya sakit apa dok?"
"Kita masih belum bisa menentukannya. Hanya saja ini perlu ditangani segera"
Entah mengapa, keresahan mulai menelusup kedalam hatiku. Ada sebuah ketakutan
"aneh" yang baru kali ini kurasakan. Inikah yang disebut sebagai perasaan seorang ibu?
Entahlah. Refleks tangan Mas Razi kugenggam erat sambil berkata, "Apa yang terjadi dengan
anak kita Mas?"
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 179
"Sudahlah istriku... Kita harus tenang. Kita serahkan penanganannya pada Dokter.
Insya Alloh anak kita nggak apa-apa. Kita disini ikhtiar sebisanya"
Selesai diperiksa, Mas Razi langsung mengurus administrasi rawat inap dan
laboratorium. Aku menunggunya di Lobby Spesialis Anak sambil menggendong Adi. Dan
setelah semua itu beres, aku bergegas menuju Lantai 2 Rumah Sakit. Tempat dimana Adi
akan dirawat selama beberapa hari sesuai rekomendasi dokter Feri.
Campur-aduk perasaanku saat ini. Selama ini, meskipun Adi pernah beberapa kali
diperiksa ke Dokter karena sakitnya, baru kali ini saja ia dirujuk untuk dirawat. Ada apa
gerangan dengan anakku ini? Semoga bukanlah sakit serius. Dan semoga kami dapat melalui
cobaan ini dengan kesabaran dan kerelaan hati. Amin.
Bagaimanapun juga inilah memang kehidupan. Selalu bergilir dan berganti antara
siang dan malam, gelap dan terang, sedih dan senang, dan seterusnya. Manusia sebagai hamba
Tuhan, hanya dituntut untuk menyikapi semua itu dengan sebaik-baiknya. Yaitu antara dua
hal. Syukur atau sabar. Kini aku hanya mampu berdoa dan berharap, Allahumma Ya Syafiyal
Amradh87 , karuniakanlah kesembuhan kepada anakku. Amin.

#Separuh_Jiwa
Tidak pernah terbayangkan oleh kami. Dalam usia sekecil itu, Adi, harus menanggung
penyakit berat. GAGAL GINJAL, itulah sebutan sederhananya. Setelah melalui serangkaian
tes laboratorium dan lainnya, Adi positif mengidap penyakit ginjal tahap terminal (akhir) yang
mengharuskannya menjalani transplantasi Ginjal secepatnya. Untuk sementara ini,
pengobatan pengganti ginjal masih bisa dilakukan. Tapi tentu saja tidak bisa seterusnya.
Adi membutuhkan segera organ ginjal baru yang bisa menopang dengan baik proses
metabolisme tubuhnya yang masih balita. Adi itu ibarat separuh jiwaku dan jiwa Mas Razi. Di
dalam darahnya mengalir darahku dan darah Mas Razi. Entah bagaimana kami menyikapi
cobaan ini. Apakah hanya keajaiban dari Tuhan saja yang bisa menyembuhkan anakku?
Entahlah. Aku kehilangan akal sehatku.
"Nura, kamu jangan melamun! Bagaimana keadaan Adi sekarang?", sergap Mas Razi
menepuk bahuku. Ia baru saja sampai ke Rumah Sakit setelah menyempatkan waktu sebentar
mengajar anak-anak SAKOLA.
"Masih lemah, Mas. Tadi dokter kesini. Meminta tanda tangan untuk jadwal cuci
darah Adi besok. Hmm...Kita harus bagaimana Mas?Kasihan banget Adi"

87
Dzikir Syifa (Penyembuhan) bermakna : "Ya Alloh Ya Tuhanku Yang Maha Menyembuhkan Segala Penyakit"

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 180
Mas Razi menatapku dengan serius. Sejurus kemudian ia menunduk dan berkata
dengan pelan, "Istriku, tadi sebelum kesini Mas sempat ngobrol dengan Dokter Feri. Mas
ingin tahu dengan pasti tindakan apa yang paling memungkinkan agar anak kita
selamat...Dan..."
"Dan apa Mas...apa yang bisa dilakukan?"
"Hanya satu cara yang paling memungkinkan. Mas mendonorkan satu ginjal Mas
untuk anak kita. Karena menurut Dokter Feri besar kemungkinannya akan cocok dengan Adi.
Walaupun tentu saja masih perlu dilakukan beberapa tes lagi, hmm"
"Nggak boleh gitu Mas! Itu konyol namanya! Bagaimana dengan Mas sendiri kalau
ginjal Mas didonorin, ah nggak boleh Mas!"
Mas Razi berdiri lalu duduk merangkulku, "Kamu jangan seperti ini. Bagaimanapun
juga itu adalah jalan terbaiknya. Kita bisa melakukan apa? Ini adalah yang terbaik. Dan Mas
siap Ra! Mas siap 100%... Apalagi hanya diambil satu ginjal saja insya Alloh nggak akan
berpengaruh banyak"
"Kita tunggu Kak Nia saja Mas! Dia banyak kenalan dokter yang kompeten dan
mungkin punya koneksi untuk mendapatkan donor yang cocok"
"Mau menunggu sampai kapan? Nia masih lama ke Indonesia lagi. Satu bulan dia di
Eropa menemani Gandi. Apakah kita tega membiarkan Adi semakin lemah?", potong Mas
Razi serius.
Aku menunduk kehilangan kata-kata. Kami memang berada di ujung tanduk. Jalan
buntu yang sulit ditemukan jalan keluarnya selain salahsatu dari kami menjadi donor ginjal
untuk Adi.
"Sudahlah istriku, kita harus bersabar. Biarlah Mas kehilangan satu ginjal daripada
harus kehilangan buah cinta kita. Anak kita masih panjang perjalanan hidupnya. Tugas kitalah
untuk menemaninya semampu kita"
Airmataku meleleh...Aku, seorang istri yang beruntung mempunyai suami yang
memiliki jiwa setegar karang dan cinta dalam hatinya yang terbingkai indah. Ia belum lama
lepas dari ujian. Mendekam dalam tahanan selama berbulan-bulan. Kini, ketika anak kami
mengalami cobaan berat seperti ini, Mas Razi pun begitu tegar berkorban mendonorkan
ginjalnya.
Hiks… Aku belum sempat memberikan banyak kebahagiaan pada suamiku. Dialah
yang sudah begitu banyak memberikanku senyuman. Berat rasanya jika harus merelakan ia
mendonorkan ginjalnya. Tapi... Apa yang harus kami lakukan jika inilah jalan terakhir yang
bisa kami ambil.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 181
Aku hanya bisa memohon kepada Sang Pemilik Kehidupan, Allahumma Ya Daafi'al
Baliyyat 88 , hindarkanlah kami dari segala jenis marabahaya, atas cobaan yang sedang kami
alami ini. Amin.

#Selembar_Pesan
Mas Razi benar-benar mendonorkan satu ginjalnya untuk buah hati kami. Karena
itulah, mau tidak mau, gaya hidupnya berubah drastis. Ia tidak lagi merokok, mengkonsumsi
makanan tinggi lemak, dan beraktifitas berat. Kehilangan satu ginjal memang tidak
menimbulkan resiko yang mematikan jika ginjal yang lain dalam kondisi sehat. Tapi untuk
kasus Mas Razi yang memiliki riwayat gaya hidup yang kurang sehat tentu saja menjadi
catatan tersendiri.
Syukurlah kami memiliki saudara seorang dokter, Kak Nia. Lewat bantuan dan
sarannya lah, Mas Razi mendapatkan berbagai tips hidup sehat pasca mendonorkan ginjal.
Sedangkan Adi sendiri. Alhamdulillah sampai dengan hari ini, yang tepat dua bulan setelah
operasi, keadaannya semakin hari semakin membaik. Sekarang dia sedang bermain dengan
Ibu Fatimah. Aku sendiri sedang menunggu Mas Razi yang sejak siang pergi keluar.
Mas Razi pamit akan ke Glodok untuk membeli Handphone (HP) untukku. HP jadulku
memang sudah tidak bisa dipakai lagi setelah dibanting Adi berkali-kali sampai nyemplung
dan sekarat tenggelam di ember air cucian piring. Mas Razi ingin membelikanku HP terbaru
yang sudah poliphonic dan berwarna. Sebagai hadiah ulangtahunku yang sudah lewat
beberapa hari lalu.
Dan... detik waktu terus berjalan hingga malam pun menjelang. Namun Mas Razi
belum kunjung pulang. Hatiku mulai resah tidak tentu arah. Tidak biasanya Mas Razi pergi
lama keluar rumah. Ia adalah tipe lelaki yang betah di rumah. Ada apa gerangan? Hmm...
Sayang sekali HP-ku sudah rusak. Aku tidak bisa mengirim SMS untuk bertanya
padanya. Menelpon lewat telepon rumah pun tidak aktif. Apa mungkin sedang tidak ada
sinyal? Atau Low Batt? Entahlah. Yang jelas aku sedikit khawatir. Tidak biasanya Mas Razi
tidak memberi kabar seperti ini. Dan tidak biasanya juga ia pergi terlalu lama.
Bagaimanapun juga Mas Razi harus bisa menjaga kesehatan dan istirahatnya. Jangan
sampai terlalu kelelahan. Apalagi beberapa hari kemarin mengaku sering pusing padaku.
Padahal jarang sekali Mas Razi sakit kepala atau pusing.

88
Dzikir Daf'ul Balaa (Menolak Bencana/cobaan) yang bermakna : "Ya Alloh Ya Tuhanku Yang Maha Menolak
segala cobaan"

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 182
Mungkin ia kecapean dan butuh istirahat. Hmm... tapi ya itulah Mas Razi. Dia tidak
terbiasa memanjakan tubuhnya.
"Assalaamu'alaikum....assalamu'alaikum!", terdengar teriakan sembari mengetuk
pintu agak keras dan terburu-buru. Suaranya tidak asing. Seperti suara Kopral.
Segera aku menjawab dan membuka pintu, "Alaikum salam, sebentar...sebentar!"
"Teh Nura, Mas Razi sedang di UGD RS A.YANI, teh! Tadi aku nemenin Mas ke
Glodok. Pulangnya istirahat sholat Isya di Masjid pinggir jalan. Kirain abis sholat itu Mas
Razi ketiduran, ternyata dia pingsan teh! Ayo teh kita kesana!"
Serasa tertusuk hatiku mendengar perkataan Kopral. Aku diam mematung sejenak.
Seakan tidak percaya. Sejurus kemudian aku berlari menuju kamar Ibu Fatimah.
"Ibu, Mas lagi di RS. A. YANI, tadi dia pingsan di Masjid kata Kopral"
"Suruh Kopral cari dulu Taksi, Ra! Kita nggak akan bisa cepat kesana kalau pakai
angkot. Sekarang kamu siapin dulu yang bisa dibawa kesana. Pakaian kamu, selimut, dan
lainnya. Biar sama Ibu saja Adi dibangunkan"
Panik. Mungkin itulah kata yang mewakili keadaan kami saat ini. Waktu seperti
berkelebat cepat di depan kami... Sampai akhirnya kami sampai di UGD Rumah Sakit,
seorang perawat datang menghampiriku.
"Maaf Anda istrinya Tuan Raziqul?", tanya sang perawat.
"Benar sus, saya istrinya. Bagaimana Sus?"
"Suami Anda belum bisa didatangi oleh siapapun. Masih dalam observasi intensif oleh
Dokter. Tolong ini diisi formulir riwayat sakit atau penyakit beliau. Saya tunggu secepatnya
bu! Dan tolong ibu tanda tangani formulir ini. Kemungkinan besar suami Anda membutuhkan
CT Scan dan MRI. Sebagai jaga-jaga"
"Euh...iya...ya", jawabku sembari badan serasa masih melayang.
Aku belum sempat melihat Mas Razi. Meskipun aku ingin, tapi aku harus mengurusi
semua administrasi ini dengan cepat. Tidak terasa airmataku meleleh. Sedih, khawatir, takut,
campur aduk perasaan ada disana.
Selesai mengisi formulir-formulir yang diberikan padaku, aku dipanggil ke ruang
Dokter Budi Thamrin (Spesialis Syaraf).
"Suami Anda kemungkinan mengalami pecah pembuluh darah di otaknya, Bu! Tapi
kami belum melakukan tes CT Scan ataupun MRI. Menunggu ibu terlebih dahulu. Maaf
langsung saja ya! Apakah suami ibu pernah punya riwayat benturan keras atau gegar otak
ringan? Atau apakah suami ibu memiliki riwayat sakit seperti tekanan darah tinggi dan
kolesterol?", tanya Dokter Budi.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 183
"Kalau riwayat benturan ada dok! Suami saya sempat koma dan amnesia beberapa
tahun lalu akibat dipukul dengan balok oleh perampok...Tapi kalau riwayat sakit nggak ada
dok! Suami saya sehat saja dok. Dua bulan kemarin dia mendonorkan ginjalnya..Terus apa
ya...nggak ada deh. Mmmh, tapi beberapa hari kemarin suami saya mengaku sering pusing
dok!", jawabku seingatnya.
"Baiklah. Sebentar lagi kita lebih baik melakukan MRI. Karena jelas suami Anda
memiliki riwayat benturan keras sampai dengan koma. Silahkan ibu ditunggu saja di Lobby.
Kami akan berusaha semampu kami", ujar Dokter sembari berjalan meninggalkan
ruangannya.
Aku berjalan gontai menuju Lobby. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi
malam ini. Tadi pagi aku dan Mas Razi masih bercanda dan tertawa...hiks.
Hampir dua jam aku duduk di Ruang Lobby tanpa kejelasan. Kopral membawakanku
sebungkus roti dan menyerahkan dompet Mas Razi sambil berkata, "Teh, makan dulu! Jangan
sampai masuk angin! Maaf ini dompetnya Mas Razi tadi dititipkan ke saya sama susternya
pas Mas Razi diperiksa di Radiologi"
"Terima kasih, ya!", jawabku ringkas. Kusimpan bungkusan roti di sampingku.
Sejurus kemudian aku ciumi dompet Mas Razi. Hiks... Entah mengapa, aku kangen wangi
tubuh Mas Razi. Tiba-tiba jatuh selembar kertas dari dalam dompetnya.
Segera aku ambil kertas tersebut lalu kubuka dan membaca isinya :
Istriku yang shalehah...
Terimakasih sudah menemaniku sampai detik ini...
Entah mengapa, sudah beberapa hari ini. Mas sering mimpi ketemu dengan Bapak...
Mas ingin ngomongin ini sama kamu. Tapi selalu tidak jadi...
Mas tidak mau melihat kamu sedih dan gelisah....

Istriku yang hatinya indah...


Mas mimpi digandeng Bapak menaiki sebuah perahu...
Menyebrangi sebuah lautan yang begitu luas sejauh mata memandang...
Bapak bilang, "Sebentar lagi kita akan bersatu"...
"Akan bersama tidak akan lagi berpisah" ...

Mungkin ini adalah sebuah isyarat, istriku...


Mas akan segera menyusulnya tidak lama lagi...
Mas akan bersama dengan Bapak "disana" menuju-Nya...
Menuju alam yang lebih kekal dan penuh misteri...
Menuju Sang Satu Pencipta segala sesuatu...

Jika firasat ini benar, kekasihku...


Relakan aku dengan penuh ketulusan hati...
Relakan aku dengan doa terbaikmu...

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 184
Dan jika saat itu semakin mendekat...
Mas ingin kamu penuhi harapan seorang anak...
Yang senasib dengan Adi saat di rumah sakit...

Donorkan satu ginjal mas untuknya...


Berikan ia harapan sebagaimana Adi...
Agar tercapai cita-citanya yang mulia...

Namanya Udin, seorang yatim...


Waktunya sudah sangat mendesak...
Semoga harapannya terkabul...

Belum selesai aku membacanya, seorang perawat menghampiriku dan berkata, "Maaf
Bu Nura, Anda diminta dokter untuk segera ke Ruang Intensive Care di lantai II. Suami Anda
sedang kritis. Beliau mengalami pendarahan otak akibat Aneurisma otak. Kami sudah
berusaha semaksimal mungkin. Silahkan ibu saya antar ke tempatnya"
Mendengar ucapannya, lunglai terasa badan ini... Sekilat kemudian badanku seperti
melayang lalu akhirnya gelaplah semuanya... (((Pingsan))).

#Kembali_Melangkah
Tiga puluh delapan hari sudah Mas Razi meninggalkan kami semua. Bukan hanya aku
dan keluargaku yang merasa kehilangannya. Banyak orang yang merasa begitu
kehilangannya. Tapi, kami harus tetap melangkah ke depan. Kami tidak ingin mengecewakan
Mas Razi yang telah banyak menginspirasi, menguatkan, membangunkan, membangkitkan
orang-orang di sekelilingnya.
Mas Razi telah menjadi pribadi yang membingkai cinta di dalam hatinya kepada
orang-orang di sekitarnya. Terutama untuk kaum marginal dan tidak mampu. Di umurnya
yang pendek, ia telah berhasil menunjukkan pada kami intisari dari tujuan hidup. Yaitu
memberi manfaat bagi sebanyak-banyaknya sesama.
Sejak lama ia berjuang mengangkat para anak jalanan dari keterpurukan, melalui
SAKOLA yang didirikannya. Memberi kesempatan kerja kepada para tetangganya, melalui
jaringan Toko Beras yang dibangunnya. Dan terakhir, ia mendonorkan kedua ginjalnya
kepada dua anak yang membutuhkan. Satu pada buah cinta kami, Adhan Syahrul Haq. Dan
yang kedua pada Udin. Teman sekamar Adi semasa dirawat di Rumah Sakit.
Kini, hanya doa yang bisa kami sampaikan untuknya : AHMAD RAZIQUL HAQ.
Seorang suami, ayah, guru, pemimpin, yang telah mengajarkan kami tentang BINGKAI
EMAS CINTA. Selamat jalan Mas! Kami mencintai kamu Karena Alloh. [ ]

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 185
< 21 >
TIADA AKHIR

“Hakikat dari bersyukur adalah memberikan pujian kepada orang


yang berbuat baik dengan menyebutkan kebaikannya”
(ABAH AOS QS)

#Perputaran_Waktu
Sebagaimana yang semua orang ketahui. Ada satu hal yang tidak berubah dalam
kehidupan, yaitu berputarnya waktu. Ia selalu berjalan ke depan apapun cerita yang terjadi
dalam ruang kehidupan. Ia tidak berperasaan. Ia tidak akan pernah menangis ketika ada yang
menangis. Ia tidak akan tertawa ikut girang ketika ada yang sedang bergembira. Waktu hanya
melakukan apa yang sudah menjadi tugasnya sejam zaman azali. Yaitu bergerak maju…entah
sampai kapan.
Sudah empat tahun sejak kami kehilangan sosok Mas Razi. Seorang pembingkai cinta
di dalam hatinya. Selama itu pula selalu merindukan senyuman tulusnya. Di mata kami, Mas
Razi tidak pernah wafat. Dan yang pasti, tidak akan ada yang bisa merebutnya dari hati kami.
Termasuk waktu, yang telah menjadi saksi kehadirannya diantara kami.
Bagiku sendiri, Mas Razi bukan sekedar pembingkai cinta di mahligai keluarga yang
kami bina. Ia adalah pembingkai cinta di setiap lingkaran kehidupan yang berada di
sekitarnya. Di SAKOLA dengan seluruh relawan dan anak-anak asuhannya. Di jaringan Toko
Beras PUTRA BANGSA dan hati para karyawan serta pelanggannya. Begitu pula di hati
seluruh teman, sahabat serta kawan seperjuangannya. Yang tidak terlupakan tentu saja di hati
Ibu Fatimah. Mas Razi telah membuat beliau bangga sekaligus sangat kehilangan anak semata
wayangnya.
Tapi kini, Ibu Fatimah tidak lagi merasa sedih…Adhan Syahrul Haq…Yang menurut
beliau wajahnya sangat mirip dengan Mas Razi semasa kecil, telah menjadi penawar kesepian
dalam hatinya. Ibu Fatimah tinggal bersamaku dalam satu rumah di samping SAKOLA dan
Makam Mas Razi. Sebulan yang lalu, kami membuat Kelompok Usaha untuk para ibu yang
tinggal di bawah kolong jembatan dekat SAKOLA. Banyak hal yang kami lakukan bersama.
Mulai dari Bank Sampah, Kerajinan Daur Ulang, sampai dengan usaha simpan pinjam untuk
beasiswa anak-anak jalanan yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau
universitas.

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 186
Kaum Marginal di tanah air ini, sebagaimana kata Mas Razi, tidak akan pernah
mendapat tempat terbaik dalam hidupnya, selain ketika orang-orang di sekitarnya peduli dan
menggandeng tangan mereka agar bergerak maju dan mandiri dengan kekuatannya sendiri.
Dan waktu akan menjadi saksi bahwa kaum marginal tidak akan kalah sukses dari orang-
orang kaya jika mereka mendapatkan kesempatan yang sama untuk itu.
Kata-kata Mas Razi itu bukan sekedar kata mutiara. Tapi sudah terbukti secara nyata.
Kopral ialah salahsatunya. Siapa yang tidak kagum dengannya. Seorang mantan pengamen
dan penjaja rokok keliling, sekarang tengah menempuh pendidikan Beasiswa S-1 nya di
Belanda. Tiga bahasa asing telah dikuasainya secara fasih, sejak ia lulus dari sebuah Pondok
Modern ternama di Jawa Timur dua tahun yang lalu.
Perputaran waktu…lagi-lagi…memang terus berjalan tidak melambat apalagi maju.
Konstan sesuai titah Sang Mahakuasa kepadanya. Kami yang telah lebih dahulu ditinggalkan
oleh Mas Razi insya Alloh tidak akan melupakan motto yang ditulisnya di dinding Ruang
Guru SAKOLA. “Lebih baik kelelahan karena berusaha, daripada kekenyangan karena
belas-kasihan orang”.

#Lingkaran_Hidup
Sewaktu aku masih SD, seorang guru pernah mengatakan, “hidup itu seperti lingkaran.
Ada kalanya di atas, ada kalanya di bawah. Satu waktu sempit hati, lain waktu lapang. Dan
begitu seterusnya berganti dari waktu ke waktu…Tiada akhir, sampai dengan Tuhan
menghentikan laju lingkaran itu sesuai kehendak-Nya, alias wafat a.k.a mati a.k.a death a.k.a
meninggal a.k.a mampus a.k.a koit a.k.a…dst. Di akhir kalimat filosofi itu, ia menutupnya
dengan berkata, “selama lingkaran hidup itu Tuhan putarkan, maka seharusnya tidak ada
istilah menyerah dalam hidup”.
Aku bersyukur pernah mendengar kata mutiara itu. Dan lebih bersyukur lagi karena
telah menemukan secara nyata orang yang mengamalkan kata mutiara itu. Yang tiada lain
ialah Mas Razi. Suami sekaligus guruku.
Dialah sosok nyata pejuang kaum marginal yang tidak mengenal kata menyerah.
Lembabnya penjara sudah ia rasakan hampir setahun. Memar-memar luka lebam karena
penganiayaan para anak buah oknum pengusaha properti yang ingin mencaplok tanah
SAKOLA pun sudah ia cicipi. Bahkan percobaan pembunuhan oleh seorang Bandar Narkoba
besar pun sudah pernah ia dapatkan. Tapi Mas Razi tetap berdiri tegak tidak menyerah demi
SAKOLA. Kata-katanya lugas tanpa ragu, “Menyerah itu pada Tuhan saja. Kalau pada
ancaman manusia menyerah, maka apa bedanya dengan orang yang bunuh diri? Kalau pada
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 187
uang jadi lemah tunduk lalu menyerah, maka apa bedanya dengan sepotong pisang goreng?
Orang-orang yang tunduk pada uang itu, sama saja dengan sepotong pisang goreng yang
tunduk menyerah dimakan orang yang membelinya”.
Kini, lingkaran kehidupan di dunia sudah selesai dilewati Mas Razi dengan sempurna.
SAKOLA telah diasuh dan dipertahankannya dengan penuh perjuangan. Cinta yang kami bina
telah ia bingkai dengan indah dalam hidupnya. Tinggallah kami, yang seharusnya meneruskan
perjuangan beliau dengan semangat yang menyala-nyala. SAKOLA kini sudah menjelma
menjadi SARJANA (Sekolah Rakyat Jalanan) yang membina ratusan anak jalanan, yatim-
piatu, dan pengamen untuk bisa lulus SD dan SMP lewat jalur Ujian Persamaan dan beasiswa
perguruan tinggi. Bukanlah mudah untuk menjaga SARJANA agar bertahan ditengah laju
perkembangan kota yang semakin pesat. Yang terkadang hanya melihat anak-anak jalanan
dan kaum marginal tidak lebih dari sekedar sampah.
Tapi, sekali lagi, tidak ada kata berhenti bagi kami. Sisa lingkaran hidup yang Tuhan
berikan pada kami tidak boleh menjadi sia-sia hanya karena perputarannya selalu berganti
antara senang dan susah. Amah dan Ibu Fatimah sudah bertekad membina para ibu di kolong
jembatan sampai dengan mereka mendapatkan secercah kesejahteraan. Kopral berjanji pada
Mbak Tiwi untuk ikut mengurusi SARJANA ketika sampai kembali di tanah air. Kak Ali dan
Ayah sudah 100% mendedikasikan seluruh waktunya untuk mengembangkan SARJANA
menjadi sekolah yang refresentatif. Baik kurikulum maupun sarana dan prasarananya. Dan
aku sendiri, menemani tekad dan usaha mereka semaksimal yang kumampu. Semoga Alloh
selalu menguatkan langkah dan gerak kami. Amin.

#Persembahan_Abadi
Kopral sudah lulus dari kuliahnya di Al-Azhar Mesir dan bergabung di SARJANA.
SARJANA sendiri, sudah memiliki Sertifikat tanah wakaf di atas tanah 1,75 Hektar lebih.
Sedangkan usaha yang dibina Amah dan Ibu Fatimah, kini sudah dikuatkan dengan hadirnya
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Al-Haq. Diambil nama al-Haq untuk mengenang Mas Razi
yang menginspirasi kami untuk membina kaum marginal. Semuanya alhamdulillah
berkembang semakin maju.
Dan hari ini, Kopral akan menyampaikan sambutan di hadapan Wakil Presiden, untuk
mewakili SARJANA yang memperoleh penghargaan pada Hari Pendidikan Nasional. Dengan
Jas Coklat nan elegan yang dipakainya plus kopiah hitam berhias bordiran batik di
pinggirnya, pasti tidak ada yang mengira bahwa kopral adalah seorang mantan pengamen dan
anak jalanan yang telah bermetamorfosis menjadi seorang Sarjana lulusan luar negeri.
0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 188
Di dalam ruangan yang mewah, seorang pria gagah yang bertugas sebagai Master
Ceremony (MC) berkata dengan penuh wibawa, “Baiklah bapak-ibu sekalian, inilah saatnya
kita dengarkan sambutan dari Bapak Gunawan Farid, Lc atau biasa dikenal sebagai Bang
Kopral. Perwakilan dari Sekolah Rakyat Jalanan (SARJANA) Jakarta Timur, yang menerima
penghargaan sebagai Lembaga Pendidikan Teladan Tingkat Nasional. Kepadanya
disilahkan!”.
Kopral berjalan dengan langkah kaki penuh percaya diri dan keyakinan. Ia lewati
tempat duduk para pejabat yang terletak di barisan terdepan ruangan dengan senyuman yang
merekah indah. Tiba di belakang mimbar ia membetulkan Mikrofon lalu berkata,
“Ehm… Assalamu‟alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
“Bapak Wakil Presiden, para menteri, gubernur, kepala daerah, dan semua pihak
terkait yang kami hormati serta semua hadirin yang terhormat! Kami tidak mampu
berkata panjang selain ingin mengungkapkan bahwa…Penghargaan ini kami
dedikasikan kepada Almarhum Ahmad Raziqul Haq.
Seorang lelaki sederhana yang telah membangun jiwa-jiwa para anak Jalanan
ibukota, membantu mereka yang dulunya dianggap menjijikkan seperti ulat. Menjadi
kupu-kupu indah, melalui proses metamorfosis di Sanggar Kolong Langit (SAKOLA)
yang didirikannya.
Syukur Alhamdulillah kini SAKOLA telah bermetamorfosis menjadi Sekolah Rakyat
Jalanan atau disingkat SARJANA. Mengasuh lebih dari enam ratus siswa anak
jalanan dan pengamen ibukota pada tahun ini. Sekali lagi, penghargaan ini kami
dedikasikan untuk Mas Razi. Sebuah persembahan abadi dari kami untukmu wahai
guru! Wahai pejuang! Wahai yang membingkai cinta di dalam hatinya, untuk kami
dan orang-orang yang senasib dengan kami. Terimasih Mas!
“Terimakasih semuanya… Wassalamu‟alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh”.

Riuh tepuk tangan mewarnai suasana ruangan. Aku, Amah, Kak Nia, dan Ibu Fatimah,
yang menonton acara itu secara langsung lewat Televisi 21 Inci di rumah kami, meneteskan
airmata berjamaah. Teringat betul dalam hati kami, bayangan nyata seperti kemarin, ada Mas
Razi tersenyum pada kami…Hiks, kami rindu dirimu Mas…Al-Fatihah. [ ]

Selesai di Sirnarasa pada Pukul 07.38,


Hari Senin, 6 Juli 2015 - 19 Ramadhan 1436 H.
Tepat 38 Hari Setelah Wafatnya Ibunda Hj.Hamidah, S.Ag.
Allohummaghfirlaha Warhamha Wa‟afiha Wa‟fu „anha – Allohumma
La Tahrimna Ajroha Wala Taftinna Ba‟daha Waghfirlana Walaha – Bibarkati
Syaikhinal Mukarrom : Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh
Maslul Ash-Shomadany Al-Mahdi Al-Quthb Qoddasallohu
Sirrohu Wa Rodhiyallohu „Anhu - AL-FATIHAH

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 189
DAFTAR PUSTAKA

BUKU :
Abdul Razaq (2012). 365 Renungan Harian Islami. Yogyakarta : Citra Risalah
Allamah Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad (2011). Jalan Menuju Takwa. Jakarta :
Hikmah.
Dr.Javad Nurbakhsy (2008). Psikologi Sufi. Yogyakarta : Pyramedia.
Dr.KH.Asep Usman Ismail, MA (2012). Tasawuf Menjawab Tantangan Global. Jakarta :
Transpustaka Publishing House.
Habib Ali al-Jufri (2011). Terapi Ruhani Untuk Semua. Jakarta : Zaman.
Imam Ratrioso, S.Psi (2004). Kumpulan Petuah Tokoh-tokoh Besar Dunia. Jakarta :
Eska Media.
Maulana Muhammad Zakariyya Al Kandahlawi (tanpa tahun). Himpunan Kitab Ta‟lim
Fadhilah Amal. Bandung : Pustaka Ramadhan.
Mustamir Pedak (2009). Metode SUPERNOL Menaklukkan Stress. Jakarta : Hikmah.
Qitori (2013). The Great Wisdom from The Great Thinkers (Kearifan Orang-orang
Besar). Depok : Edelweiss.
Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki (2011). Doa-doa Para Nabi & Auliya‟. Bandung :
Penerbit Darul Hidayah.
Syaikh Muhammad Abdul Gaos SM Al-Qodiri An-Naqsyabandi Al-Kamil (2006). Lautan
Tanpa Tepi. Bandung : Wahana Karya Grafika.
________________________________________________________ (2012). Shifat-
shifat Kesempurnaan Lautan Tanpa Tepi. Ciamis : YPS dan CV. Malibu.
Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi (2005). Jalan ke Surga. Bandung : Rosda.
Syaikh Shalih Ahmad Asy-Syami (tanpa tahun). Untaian Hikmah Penggugah Jiwa (Seri
Penyucian Jiwa 1). Sukoharjo : Az-Zahra Mediatama.
_____________________________ (2011). Syekh Abdul Qadir al-Jailani (Kisah Hidup
Sultan Para Wali & Rampai Pesan yang Menghidupkan Hati). Jakarta : Zaman.
Syekh Abd al-Hamid al-Anquri (2007). 40 Nasihat Langit. Jakarta : Serambi.

INTERNET :
http://sweet-myheart.blogspot.com
http://www.englishindo.com

0apada
BINGKAI EMAS CINTA - NAMBYA SOHIBA 190

Anda mungkin juga menyukai