Anda di halaman 1dari 58

IBNU TAMIN AL-KANAWI

MUTIARA

KEARIFAN

Pelajaran Berharga Dari Kisah-Kisah Bijak, lucu, cerdas dan beberapa fabel

satiris.

-1-
ii
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tiada tara. Shalawat serta salam semoga

tercurahkan kepada Baginda Rasulullah saw. beserta keluarga dan para pengikutnya.

Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah kumpulan kisah-kisah yang sarat akan pelajaran berharga dan nasihat kehidupan. Dalam sejarah juga

tercatat, bahwa tidak sedikit dari pemimpin Islam yang meminta fatwa dan nasihat keagamaan kepada para ulama dan ahli hikmah. Namun meski buku ini

banyak mengisahkan kisah para ulama, tetap saja tidak tepat jika dikatakan sebagai buku islami, sebab ada juga beberapa kisah-kisah orang non Islam yang kami

tuliskan di dalamnya.

Tradisi nasihat-menasihati ini juga sebenarnya telah diisyaratkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, baik melalui nash perintahnya seperti dalam QS.

Al-‘Ashr ayat 3, maupun melalui kisah-kisah sebagaimana kisahnya Luqman Al-Hakim yang memberi nasihat kepada anak-anaknya.

Beberapa kisah dalam buku ini juga sengaja diberi point penting agar para memudahkan para pembaca dalam memahami maknanya. Perlu

diperhatikan, bahwa tidak semua dari kisah-kisah yang disajikan dalam buku adalah kisah yang shahih periwayatannya. Namun diyakini, buku ini dapat

memberikan kebaikan terutama dalam hal meningkatkan kecerdasan, memotivasi untuk berbuat kebaikan, beramal shalih dan bijaksana dalam mengambil

keputusan.

Melalui tulisan ini saya menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada orang tua saya, Bpk. Mustamin dan Ibu Hamida, atas doa restu

dan dukungannya sehingga saya bisa menyelesaikan buku ini. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan sebesar-besarnya kepada para sanak keluarga saya di

Konawe Utara, Kolaka, dan di Bone atas segala motivasi dan dukungannya.

Saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh kawan-kawan saya di Institut Agama Islam Negeri Kendari (IAIN Kendari), khususnya

di civitas akademika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Akhirnya kepada para pembaca yang meluangkan waktu untuk membaca buku ini, saya ucapkan terima kasih banyak. Semoga buku ini memberi

manfaat bagi dunia dan akhirat. Salam.

Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad.

penulis

iii
Daftar Isi

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS................................................................................................................... i

BAB I KEBIJAKSANAAN, KESHALIHAN....................................................................................

Menjadi Budak.....................................................................................................................................

BAB II HUMOR.................................................................................................................................

Lupa Akan Diri Sendiri........................................................................................................................

Istri Juling............................................................................................................................................

Separuh................................................................................................................................................

BAB III KECERDASAN....................................................................................................................

Sumpah Abu Hanifah dan Amirul Mukminin.......................................................................................

BAB IV KESHALIHAN.....................................................................................................................

Harga Sebuah Kecapi...........................................................................................................................

BAB V KAROMAH...........................................................................................................................

Jin atau Manusia...................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................

TENTANG PENULIS........................................................................................................................

iv
BAB I

KEBIJAKSANAAN DAN KISAH-KISAH HARU

1. MENJADI BUDAK

Suatu hari Khalifaur Rasyidin ketiga, Utsman bin Affan mengutus budaknya untuk memberikan hadiah sejumlah uang kepada Abu Dzar Al-Ghifari.

Beliau berkata kepada budaknya itu, “Kalau Abu Dzar menerima uang ini, maka engkau merdeka.”

Budak itu pun pergi menemui Abu Dzar dengan begitu gembiranya, karena sebentar lagi ia akan merdeka. Setelah bertemu, ia langsung meminta

Abu Dzar untuk menerima hadiah dari Tuannya itu. Akan tetapi, Abu Dzar menolak hadiah tersebut.

“Tuan. Penerimaan Tuan atas hadiah ini adalah sebab kemerdekaanku!” Kata si budak memelas.

“Ya betul. Namun sebaliknya, penerimaanku atas hadiah itu adalah penyebab aku menjadi seorang budak.” Ujar Abu Dzar.

Penjelasan:

1. Abu Dzar Al-Ghifari adalah seorang yang sangat zuhud sehingga menurutnya, bila ia menerima hadiah uang itu, maka hal tersebut bisa

membuatnya menjadi budak harta dan dunia.

2. Adapun Utsman sendiri sebenarnya dari awal sudah menyangka bahwa Abu Dzar Al-Ghifari akan menolak hadiah tersebut.

“Sesungguhnya setiap umat ada ujiannya dan ujian umatku adalah harta kekayaan.”

Muhammad saw.

2. HUSNUDZHAN

Seorang ayah dan anak lelakinya tinggal di bagian utara China. Suatu hari, kuda milik sang anak melarikan diri ke tempat para nomaden di seberang

perbatasan. Tetangganya yang mengetahui hal itu, berbondong-bondong datang ke rumahnya untuk menyatakan rasa simpati. Sang ayah kemudian berkata

kepada anak dan tetangganya, “Apa yang membuat kalian berpikir bahwa ini bukanlah sebuah berkah?”

-1-
Beberapa bulan kemudian, kuda itu kembali dan membawa seekor kuda nomaden yang sangat bagus. Para tetangganya yang mengetahui itu,

berbondong-bondong datang mengucapkan selamat.

“Apa yang membuat kalian berpikir bahwa ini bukan sebuah bencana?” Kata sang ayah.

Beberapa hari kemudian, anaknya yang sangat tertarik dengan kuda nomaden tersebut menungganginya. Namun, nahas, ketika sedang berada di atas

kuda, ia terjatuh dan mengalami patah pada salah-satu kakinya. Para tetangganya yang mendengar kabar itu pun segera datang menjenguk dan menyatakan rasa

prihatin.

“Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah sesuatu yang buruk?” Kata sang ayah.

Beberapa minggu kemudian, para nomaden menduduki China, dan setiap lelaki yang sehat wajib ikut berperang. Mereka kehilangan sembilan dari

sepuluh lelaki yang dikirim dalam konflik perbatasan tersebut. Alhasil, si anak lelaki yang mengalami patah tulang tidak mengikuti peperangan dan selamat.

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

QS. Al-Insyirah : 5-6

3. ISTRI SEMPURNA

Suatu hari, Nasruddin Hoja sedang berbincang-bincang dengan kawannya tentang berbagai persoalan hidup. Sampai ketika masuk pembahasan

tentang pernikahan, maka Nasruddin pun menceritakan tentang kisahnya berpetualang dalam mencari istri yang sempurna. Pertama-tama, ia menjelaskan tentang

definisi istri yang sempurna, menurutnya istri yang sempuna adalah istri yang cantik, patuh terhadap suami, pemaaf, baik hati, pandai, dan taat beragama.

Nasruddin mengisahkan, bahwa setelah ia berkeliling dari satu kota ke kota lain untuk untuk menyeleksi ribuan wanita, ia akhirnya menemukan

satu calon istri yang sempurna. Mendengar kisahnya itu, sang kawan kemudian bertanya kepadanya, “Lalu apakah engkau menikahinya?”

“Sayangnya tidak.” Jawab Nasruddin.

“Mengapa tidak?” Tanya kawannya yang semakin penasaran.

“Sebab, rupanya ia juga sedang mencari suami yang sempurna.” Jawab Nasruddin.

“Berdirilah di depan cermin, sebelum menuntut kesempurnaan dari pasanganmu.”

Penulis

KEKUASAAN TUHAN

Suatu hari seorang santri dari ulama terkenal didatangi oleh seorang Yahudi. Si Yahudi itu bertanya kepadanya, “Dapatkah Tuhanmu memasukkan

dunia ke dalam telur?” si santri kebingungan dengan pertanyaan itu.

Karena merasa pertanyaan itu terlalu sulit, ia pun memutuskan untuk mendatangi gurunya dan menanyakan jawabannya. Sesampainya di kediaman

sang guru, ia langsung mengutarakan pertanyaannya. Namun, bukannya langsung menjawab, sang guru malah menyuruhnya itu untuk mencari jawabannya di

luar.

Ia pun menuruti arahan gurunya dan melakukan perjalanan ke beberapa tempat. Sayangnya, ia belum juga mendapatkan jawaban yang dicarinya.

Merasa usahanya itu akan sia-sia, ia pun kembali kepada sang guru dan menceritakan kegagalannya menemukan jawaban yang dicari. Ketika sampai, ia berkata,

“Guru! Aku tidak menemukan jawaban yang kucari!”

“Memangnya, apa saja yang engkau lihat ketika berjalan di luar?” Tanya sang guru.

2
Ia pun menjawab, “Yah banyak guru. Aku melihat bukit, pepohonan, jalan, rumah-rumah, orang-orang yang berjualan di pasar, dan masih banyak

lagi.”

“Nah, engkau telah menemukan jawabannya!” Kata sang guru sambil tersenyum.

Ia pun semakin bingung dan tak mengerti maksud sang guru, “Di mana jawabannya guru? Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu.” Katanya.

“Jangankan telur, bahkan bola mata yang kau miliki itu telah mampu menampung dunia ini dan segala isinya.” Jawab sang guru.

Ia pun memahami maksud gurunya dan langsung mencari si Yahudi untuk memberitahukan jawabannya.

TANGGUNG JAWAB

Ketika Abdullah bin Al-Mubaraq berada di Damaskus, beliau hendak menulis sebuah hadits namun sayang penanya kebetulan sedang rusak. Lalu

beliau meminjam pena kepada seorang temannya. Setelah dipinjamkan, beliau pun langsung menulis hadits tersebut.

Setelah selesai menulis, ternyata beliau lupa untuk mengembalikan pena tersebut kepada pemiliknya (yakni temannya). Dan beliau baru ingat saat

telah sampai di kampung halamannya, di Merv.

Karena merasa bahwa barang tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya, maka tanpa berpikir panjang beliau langsung kembali ke Damaskus

untuk mengembalikan pena tersebut. Padahal, jarak yang ditempuh dari Merv ke Damaskus kurang lebih 2.922 kilometer.

HUTANG SANG SULTAN

Suatu hari Sultan Hamid II didatangi oleh Pasya (seorang perdana mentri sekaligus sekertaris umunya) untuk melaporkan suatu hal. Namun ketika

hendak mengucapkannya, terlihat Pasya agak ragu. Sang sultan yang melihat itu pun bertanya, “Ada apa Pasya? Katakanlah!”

“Aku malu Tuan.” Kata Pasya.

“Kenapa?” Tanya sultan.

“Tuanku. Seorang gila mengatakan bahwa anda memiliki hutang kepadanya. Kami telah memanggilnya ke istana dan memberinya uang. Namun, ia

tidak mau pergi sebelum bertemu denganmu.” Jelas Pasya.

“Di mana dia? Suruh dia masuk menemuiku!” Perintah sultan.

Ketika menghadap, orang itu berkata kepada Sultan Hamid II, “Tuanku. Anda memiliki hutang kepadaku.”

“Kapan aku memiliki hutang kepadamu?” Tanya sultan yang sedikit kebingungan.

Orang itu pun mulai bercerita, “Tuanku. Aku sibuk berdagang, kemudian aku bangkrut. Aku terlilit hutang yang sangat banyak. Setiap malam ketika

hendak tidur, aku selalu berdoa kepada Allah.”

“Hai pak! Tuanku bertanya akan sumber hutangnya kepadamu!” Potong Pasya yang sedikit kesal.

“Sebagaimana yang telah kukatakan tadi, setiap malam ketika hendak tidur aku selalu berdoa kepada Allah. Dan semalam, aku bermimpi melihat

Nabi kita Shallallahu ‘alaili wasallam, wahai Tuanku. Aku melihat beliau berkata kepadaku, ‘Katakanlah kepada Hamidku, ia selalu menyebutku dengan

shalawatnya setiap malam, akan tetapi tadi malam ia lupa menyebutku. Beliau berkata lagi, ‘Pergilah kepadanya! Dan sebutkan kebutuhanmu darinya ’, wahai

Tuanku.” Jelas orang, itu yang membuat seketika sang sultan berdiri dari singgasananya.

Setelah berdiri, sang sultan terdiam sembari memandang orang tersebut dengan pandangan takjub. Tak lama kemudian beliau berkata, “Apa yang

beliau (Nabi Muhammad) katakan?”

3
Orang itu kemudian baru berkata, “Hamidku!” namun sudah dihentikan oleh sang sultan yang sambil menarik lacinya, mengambil sekantung uang

dan memberikannya kepada orang itu. Orang itu pun kaget bercampur senang dan langsung mengambil uang tersebut.

Belum sempat orang itu mundur, sang sultan berkata kepadanya, “Maukah kau sebutkan sekali lagi apa yang beliau katakan?”

“Hamidku!” Jawab orang itu yang langsung ditahan oleh sang sultan. Lagi-lagi sang sultan mengambil uang dari lacinya dan memberikan kepada

orang itu. “Ambil ini!” Kata sang sultan yang membuat Pasya dan orang itu heran.

“Katakan sekali lagi kepadaku!” Perintah sultan. Orang itu pun menjawabnya, lalu diberikan sekantung lagi. Hal itu berulang sebanyak tiga atau

empat kali, sehingga orang itu mendapatkan empat kantung uang. Ketika orang itu menerima kantung keempat, sang sultan hendak menyuruhnya berkata lagi,

namun Pasya berkata kepada orang itu, “Hai pak. Apa belum cukup uang yang kau terima?”

“Cukup wahai Pasya. Aku akan segera melunasi hutang-hutangku.” Jawab orang itu lalu kemudian pamit untuk pulang.

Setelah orang itu keluar, Pasha berkata kepada sang sultan, “Tuanku. Ia hampir saja mengambil semua harta anda.”

“Apa yang kau katakan Pasya? Demi Allah, seandainya ia meminta seluruh kekayaan dan kerajaanku, niscaya akan kuberikan kepadanya. Semalam

aku bekerja, sampai-sampai ketiduran di mejaku dan melupakan shalawatku. Aku telah berbuat salah wahai Pasya, semoga Allah mengampuniku.” Ujar sang

sultan sambil meneteskan air mata.

Pasha pun menangis menyaksikan kejadian haru ini.

AKHLAK SEEKOR ANJING

Suatu hari Abu Utsman Al-Hiri menerima undanga dari seseorang untuk datang bertamu ke rumahnya. Ketika Abu Utsman telah sampai di depan

pintu rumah orang tersebut, tuan rumah itu malah berkata kepadanya, “Seakarang bukan waktunya bertamu. Pulanglah!”

Abû Utsmân pun kemudian berjalan meninggalkan rumah tersebut tanpa bertanya-tanya. Akan tetapi, belum jauh beliau berjalan, sang tuan rumah

yang tadi mengusirnya, kembali memanggilnya dengan berkata, “Wahai Tuan. Aku memohon maaf atas perkataanku tadi, sekarang datanglah ke rumahku!”

Beliau pun kembali, namun sampainya di depan pintu rumah, tuan rumah itu lagi-lagi mengusirnya dan berkata, “Pergilah! Aku tidak memiliki

makanan.”

Abu Utsman pun kembali meninggalkan rumah itu, namun beberapa saat kemudian sang pemilik rumah kembali mengundangnya. Akhirnya beliau

bolak-balik sebanyak tiga atau empat kali. Meski diperlakukan seperti itu, beliau tidak komplen atau pun merasa kesal.

Melihat kesabaran beliau, sang pemilik rumah itu pun bersimpuh di hadapan Abu Utsman seraya berkata, “Duhai guru, sesungguhnya aku hanya

sedang menguji kesabaranmu. Maafkanlah perlakukanku ini. Duhai guru, sungguh aku mendapatimu sebagai seorang yang berakhlak mulia.”

“Janganlah memujiku atas akhlak yang engkau dapati serupa dengan akhlak seekor anjing. Bukankah anjing juga demikian, bila dipanggil ia datang,

dan bila di usir ia pergi.” Ujar Abû Utsmân Al-Hiri.

Point penting:

1. Abu Utsman Al-Hiri memiliki kesabaran yang luar biasa dan juga menghargai undangan seseorang.

2. Abu Utsman juga adalah seorang yang tidak senang dipuji oleh manusia.

IMAM AL-BUKHARI DAN 1000 DINAR

4
Suatu hari Imam Al-Bukhari naik di sebuah kapal dengan membawa uang sebesar 1000 dinar. Pada saat itu, uang tersebut dianggap jumlah yang

cukup besar. Lalu seorang lelaki mendekati beliau dan memperlihatkan kedekatan serta keceriaan kepada beliau. Dia mendekat dan terus mengajak beliau

berbicara. Ketika sang Imam sudah merasa dekat dengan lelaki tersebut, beliau mengabarkan kepada lelaki tersebut perihal uang 1000 dinar yang beliau bawa.

Suatu hari, ketika lelaki tersebut bangun dari tidurnya, ia (pura-pura) menangis histeris dan meratap sampai semua penduduk kapal mengelilinginya

dan menanyakan sebab tangisannya.

“Aku kehilangan uang sebanyak 1000 dinar!” Katanya sambil terus menangis.

Maka mulailah orang-orang memeriksa seluruh penjuru kapal. Sedangkan sang Imam yang mengetahui keadaan tersebut, beliau lalu secara

sembunyi-sembunyi membuang uangnya ke tengah lautan.

Setelah selesai memeriksa seluruh penjuru kapal, orang-orang kembali tanpa menemukan uang yang dicari. Mereka lalu mulai mencerca lelaki

tersebut dan menyebutnya sebagai pembual.

Ketika perjalanan usai, lelaki tersebut mendatangi Imam Al-Bukhari dan berkata, “Engkau kemanakan uang-uang dinar tersebut?”

“Aku membuangnya ke laut.” Jawab sang Imam.

“Bagaimana bisa engkau sabar kehilangan uang sebanyak itu?” Lelaki tersebut sangat keheranan.

Sang Imam lalu berkata, “Aku telah menghabiskan seluruh hidupku untuk mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan

seluruh dunia telah mengenal kejujuranku. Sama sekali tidak mungkin aku mengorbankan kepercayaan tersebut hanya karena tuduhan mencuri, berapa

banyakpun jumlahnya! Apakah mutiara mahal (yaitu kepercayaan umat) yang telah aku cari sepanjang hidupku akan aku korbankan demi sejumlah uang dinar?”

Mendengar itu, orang tersebut jadi terdiam, lalu beranjak pergi.

NASIHAT AHLI SUFI

Suatu hari seorang raja Tartar sedang berjalan-jalan bersama para bangsawan, ia kemudian bertemu dengan seorang ahli sufi. Ahli sufi itu berseru,

“Barangsiapa yang memberiku seratus dinar, maka aku akan memberikannya nasihat yang baik.”

Sang raja pun berhenti dan berkata, “Nasihat baik apa yang bisa kau berikan dengan uang seratus dinar?”

“Tuan.” Jawab ahli sufi itu, “Berikanlah dulu uang itu kepadaku, baru setelah itu kuberikan nasihatnya.”

Sang raja pun memberikan uang seratus dinar dengan harapan dapat mendengar nasihat yang luar biasa. Lalu ahli sufi berkata kepadanya, “Inilah

nasihatku: Jangan pernah melakukan sesuatu, sebelum engkau merenungkan akhirnya.”

Mendengar nasihat itu seluruh bangsawan yang hadir menjadi tertawa dan menganggap si sufi hanya menipu. Tetapi sang raja berkata, “Kalian tidak

memiliki alasan untuk menertawakan nasihat itu. Tidak ada seorang pun yang tidak menyadari fakta bahwa sebaiknya kita memikirkan dengan seksama sebelum

kita melakukan sesuatu. Tetapi setiap hari kita selalu melukannya, sehingga konsekuensinya pun buruk. Aku menghargai nasihat baik ahli sufi ini.” Sang raja

memutuskan untuk selalu mengingat nasihat baik tersebut. Bahkan, ia meminta agar nasihat tersebut diukirkan dengan tinta emas pada dinding kamar dan piring

peraknya.

Tidak lama setelah itu, seorang pemberontak ingin menghabisi sang raja, dan merebut kerajaannya. Maka disusunlah rencana licik, dengan cara

menyogok ahli bedah kerajaan dengan diiming-imingkan akan dijadikan perdana mentri, jika berhasil menusukkan alat bedah beracun ke lengan sang raja. Ketika

tiba saatnya akan mengeluarkan sebagian darah sang raja, sebuah baskom perak diletakkan untuk menampung darah tersebut. Tiba-tiba si ahli bedah membaca

5
tulisan yang tertulis di baskom perak itu, “Jangan pernah melakukan sesuatu, sebelum engkau merenungkan akhirnya.” Alhasil, si ahli bedah menjadi tersadar,

bahwa jika si pemberontak itu menjadi raja, pria itu bisa saja langsung membunuh dirinya juga dan tidak perlu menepati janji.

Sang raja kemudian melihat si ahli bedah gemetaran dan menanyakan penyebabnya. Si ahli bedah pun menceritakan tentang si pemberontak, niat

liciknya, serta ukiran di baskom yang menjadikannya batal membunuh sang raja. Si pemberontak pun ditangkap, sedang si ahli bedah diampuni.

Kemudian sang raja memanggil semua bangsawan, dan berkata, “Apakah kalian masih menertawakan nasihat si ahli sufi?”

“Pengalaman menunjukkan bahwa, jika seseorang memandang jauh ke depan saat membuat satu rencana tertentu, maka orang itu bisa bertindak gesit saat tiba

saatnya melaksanakan rencananya.”

Kardina Richelieu

INI ADALAH SESUATU YANG BAIK

Pernah ada seorang lelaki yang sangat shalih, yang apabila ditimpa sebuah musibah atau mendapat cobaan, ia selalu berkata, “Ini adalah sesuatu

yang baik.” Pada suatu malam serigala datang memangsa ayam jagonya, kejadian ini dikabarkan kepadanya, dan ia hanya berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.”

Baru beberapa menit setelah ayamnya dimangsa, seseorang secara tiba-tiba memukul anjing penjaga ternaknya hingga mati. Ketika hal itu

disampaikan kepadanya, ia berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.”

Tak beberapa lama, keledainya meringkik, lalu mati. Ia pun lagi-lagi berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik. Insya Allah.” Anggota keluarganya pun

bingung mengapa ia mengatakan demikian.

Bertepatan pada malam itu, orang-orang badui menyerang perkampungan mereka. Mereka membunuh semua orang yang ada di perkampungan itu.

Ternyata orang-orang yang menyerang tersebut menjadikan suara ayam jago, gonggongan anjing, dan ringkikan keledai sebagai tanda bahwa tempat tersebut di

huni oleh manusia. Untungnya semua binatang milik lelaki itu telah mati, para penyerang mengira bahwa rumah mereka tidak berpenghuni. Alhasil, lelaki

tersebut dan seluruh keluarganya selamat dari pembantaian itu.

“Aku (Allah) tergantung persangkaan hamba kepada-Ku.”

Hadits Qudsi

IMAM HASAN AL-BASHRI

Suatu hari Imam Hasan Al-Bashri sedang sakit di kamarnya. Beliau memiliki seorang tetangga Nasrani yang tinggal di kamar loteng atas. Sang

tetangga yang mengetahui keadaan beliau, datang untuk menjenguk. Setelah di persilahkan masuk, sang tetangga duduk di samping beliau sambil mengamati

ruangan di kamar itu.

Beberapa saat kemudian, pandangan sang tetangga tertuju pada sebuah baskom yang ditetesi air di salah-satu sudut kamar itu. Lalu ia bertanya

kepada sang Imam, “Wahai Hasan, air apakah ini?”

“Aku tak tahu.” Jawab beliau.

Orang itu kemudian mengamati lagi dan menyadari bahwa air itu adalah berasal dari kamar kecilnya yang bocor di atas loteng. Orang itu pun

kemudian bertanya lagi, “Sudah berapa lama air ini terus kau tampung?”

“Aku menampungnya di malam hari dan paginya aku buang. Hal ini sudah terjadi selama dua puluh tahun.” Jawab beliau.

Tetangganya itu kaget mendengar hal itu dan sangat merasa bersalah. Ia lalu berkata, “Wahai Hasan! Sesungguh air yang menetes di kamarmu ini

adalah air dari kotoran di kamar kecilku yang sedang bocor. Sudah dua puluh tahun hal ini terjadi dan sudah dua puluh tahun pula engkau menderita dikarenakan

6
aku. Namun mengapa tak pernah engkau sekali pun memberitahuku, mengapa tak pernah sekali pun engkau marah atau bermuka masam ketika melihatku?

Mengapa wahai Hasan?”

“Sebab, Nabi kami mengajarkan untuk memuliakan tetangga. Aku takut jika aku memberitahumu, engkau akan merasa sedih.” Jawab beliau.

Perkataan itu menembus sanubarinya, dan berkata, “Wahai Hasan, sungguh luhur budimu. Saksikanlah: Asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu

anna muhammadar rasuluulullah.”

KEPADA SIAPA ENGKAU MARAH

Suatu hari Imam Syaqiq Al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya tercinta. Ketika telah sampai di rumahnya, ia langsung memberikan buah

itu kepada sang istri. Namun, saat disantap oleh sang istri, ternyata buah tersebut terasa hambar dan sang isteri pun menjadi marah.

Sang Imam kemudian menanggapinya dengan tenang, dan bertanya dengan lembut, “Wahai istriku tercinta, kepada siapakah engkau marah? Apakah

kepada pedagang buahnya? Atau kepada pembelinya? Atau kepada petani yang telah menanamnya? Ataukah kepada yang telah menciptakan buah semangka

itu?”

Mendengar pertanyaan itu, sang istri pun terdiam.

Sembari tersenyum beliau kembali melanjutkan perkataannya,“Dengarkanlah wahai istriku! Seorang pedagang tidak menjual sesuatu, kecuali yang

terbaik. Seorang pembeli pun pasti ingin membeli sesuatu yang terbaik. Begitu pula dengan seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar dapat

menghasilkan buah yang terbaik. Maka jika demikian, sasaran kemarahanmu tidak lain hanya kepada yang menciptakan semangka itu (Allah).”

Pertanyaan Imam Syaqiq menembus ke dalam hati istrinya. Terlihat air mata menetes membasahi kedua pipinya.

KEKAYAAN ATAU KEBIJAKSANAAN

Suatu hari, terlihat Nasruddin Hoja sedang berbincang-bincang dengan seorang hakim kota. Hakim tersebut memulai pembicaraan, “Seandainya saja

semua orang mematuhi hukum dan etika,”

Nasruddin lalu menukas, “Bukan manusia yang harus mematuhi hukum. Namun, justru hukumlah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan.”

Hakim itu kemudian mencoba menjebak Nasruddin dengan pertanyaan, “Akan tetapi, coba engkau lihat, jika cendakiawan sepertimu ini diberi

pilihan antara kekayaan atau kebijaksanaan, mana yang akan engkau pilih?”

“Tentu aku akan memilih kekayaan.” Jawan Nasruddin dengan enteng.

Hakim membalasnya dengan sinis, “Memalukan! Engkau ini adalah cendakiawan yang diakui masyarakat. Namun malah lebih memilih kekayaan

daripada kebijaksanaan.”

“Kalau engkau sendiri pilih yang mana?” Tanya Nasruddin.

Hakim menjawab dengan tegas, “Tentu, aku akan memilih kebijaksanaan.”

“Terbukti. Setiap orang akan memilih untuk memperoleh sesuatu yang belum dimilikinya.” Ujar Nasruddin menutup pembicaraan.

Penjelasan:

1. Nashruddin Hoja lebih memilih kekayaan daripada kebijaksanaan, sebab ia sendiri telah memiliki kebijaksanaan.

2. Berbeda halnya dengan sang hakim yang memilih kebijaksanaan, sebab dirinya belum menemukan kebijaksanaan.

MEMULIAKAN TAMU

7
Pada suatu hari, sepuluh orang ulama datang bertamu di kediaman Abdullah bin Al-Mubarak, tetapi beliau tidak memiliki makanan untuk

disuguhkan kepada para tamunya itu. Beliau hanya mempunyai seekor kuda yang dipakainya untuk pergi berhaji dan berperang. Lalu kuda itu disembelih,

dimasak dan kemudian disuguhkan kepada para tamunya.

Lalu istri beliau berkata, “Engkau hanya memiliki harta seekor kuda ini dan engkau malah menyembelihnya?”

Mendengar perkataan istrinya yang terdengar tidak ikhlas menjamu para tamunya itu, membuat beliau tidak senang. Lalu masuk ke kamar

mengambil harta senilai maharnya, kemudian diberikan kepada istrinya dan menceraikannya saat itu juga. Beliau berkata, “Perempuan yang tidak senang

terhadap tamuku, tidak layak menjadi pendampingku.”

Setelah berselang beberapa hari, seorang lelaki kaya datang kepadanya dan berkata, “Wahai Imam! Aku memiliki seorang putri yang ditinggal mati

ibunya. Setiap hari iya menyobek-nyobek pakaiannya lantaran merasa sedih dan belum mengiklaskan kepergian ibunya. Kudengar, ia ingin menghadiri

pengajianmu. Oleh karena itu, tolong katakan sesuatu kepadanya agar ia dapat terhibut!”

Benar saja ketika gadis itu mendengar nasihat-nasihat yang dibawakan Abdullah bin Al-munarak, wanita itu langsung merasa terhibur sembari

berkata kepada ayahnya, “Aku tidak akan menyebut-nyebut ibuku lagi dan tidak akan menyalahkan Tuhanku lagi. Namun ayah, aku memiliki permintaan!”

“Apa itu? Katakanlah!” Ujar sang ayah.

Gadis itu pun berkata kepada ayahnya, “Engkau selalu berkata bahwa banyak pemuda-pemuda baik yang memintaku darimu, dan sesungguhnya aku

bersaksi kepada Allah agar engkau tidak menikahkanku kecuali dengan Abdullah bin Al-Mubarak, karena dia orang yang kuat agamanya.” Lalu sang ayah pun

menikahkannya dengan Abdullah bin Al-Mubarak dan menyiapkan harta yang banyak untuk mereka. Ia juga memberikan Abdullah bin Al-Mubarak sepuluh ekor

kuda untuk dipakainya bejuang menegakkan agama Allah.

Lalu pada suatu hari, Abdullah bin Al-Mubarak bermimpi ada suara yang berkata, “Jika engkau menceraikan perempuan tua karena-Ku, maka aku

memberimu perempuan muda lagi cantik sebagai gantinya. Jika engkau menyembelih seekor kuda karena-Ku, maka sungguh aku menggantikannya sepuluh ekor

kuda, agar engkau yakin bahwasanya satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat.”

Point penting:

1. Pentingnya memuliakan tamu.

2. Pentingnya mencari pasangan yang shalih atau shalihah.

3. Setiap kebaikan akan dilipat gandakan oleh Allah.

HATIM AL-ASHAM

Suatu hari, ulama besar Hatim sedang mengajar di majelisnya. Ketika usai mengajar, seorang wanita datang menemuinya untuk bertanya suatu hal.

Namun, tak diduga di tengah percakapan mereka, tiba-tiba wanita itu tak sengaja kentut dengan suara yang terdengar jelas. Wajah wanita itu pun memerah,

lantaran sangat malu di hadapan ulama besar tersebut.

Melihat hal tersebut, Hatim serta merta memegang kedua telinganya, sambil berkata, “Keraskan suaramu! Aku tak dapat mendengar ucapanmu.

Tolong keraskan ucapanmu!”

Hatim berlagak tuli di hadapan wanita yang kentut itu, demi melenyapkan kegundahan dan rasa malu dari tamunya itu. Alhasil, wanita itupun

kembali tenang, sebab mengira Hatim tak mendengar suara kentutnya.

Sejak saat itulah Hatim dikenal dengan nama Al-Asham yang berarti “Si Tuli”.

8
Point penting:

Dalam hal ini Hatim Al-Asham sama sekali tidak berniat untuk berdusta. Beliau terpaksa melakukannya untuk menjaga perasaan tamunya.

“Semestinya seseorang berusaha menjaga perasaan orang lain. Dan jika seseorang patah hati, maka hendaknya dia bersemangat untuk menjadi pelipur lara

semampunya. Karena pada yang demikian itu terdapat keutamaan yang sangat besar.”

Muhammad Sholih Al-Utsaimin

MAKANAN HARAM

Suatu hari dalam keadaan lemah dan sangat lapar, Abu Bakar didatangi oleh budaknya yang membawakannya makanan. “Makanlah Tuan!” Ujar

sang budak.

Beliau pun langsung memakan makanan itu tanpa banyak bicara. Sang budak yang melihat hal tersebut menjadi heran dan bertanya, “Wahai Tuanku.

Aku heran, tak biasanya engkau memakan makanan dariku tanpa bertanya dulu asal-usulnya. Tahukah engkau dari mana makanan yang engkau makan itu?”

Abu Bakar pun langsung berhenti mengunyah makanan itu, dan berkata, “Astaghfirullah. Aku lupa menanyakannya lantara terlalu lapar.

Memangnya dari mana makanan ini kau dapatkan?”

“Wahai Tuanku. Sesungguhnya di zaman jahiliyah dulu aku pernah dimintai oleh seorang lelaki untuk menyembuhkan anaknya yang tengah

mengalami gangguan setan. Dan aku pun mengobatinya dengan cara-cara jahiliyah, hingga anak tersebut sembuh. Tadi, ketika aku bertemu dengan ayah yang

pernah kuubati anaknya, ia memberiku hadiah sebagai tanda terimakasihnya karena pernah aku tolong. Hadiah itu berupa makanan, yakni yang telah kau makan

itu!”

Mendengar penjelasan budaknya, sontak Abu Bakar langsung berusaha memuntahkan makanan tersebut. Ketika telah berhasil mengeluarkan

makanan tersebut, si budak bertanya, “Mengapa sampai segitunya Tuan? Bukankah makanan itu juga sudah terlanjur masuk di perutmu?”

“Sungguh, aku takut jika sebutir makanan haram masuk ke dalam perutku hingga menjadi daging. Dan daging itu harus dibakar karena berasal dari

makanan haram.” Ujar Abu Bakar sambil menangis.

Point penting:

1. Pentingnya berhati-hati dalam urusan makanan.

2. Terlarangnya meruqiyah dengan cara-cara di luar islam.

“Tidak akan masuk surga sebuah jasad yang diberi makan dengan yang haram.”

Muhammad saw.

MALU KEPADA ALLAH

Suatu hari budak Abdullah bin Umar melakukan kesalahan. Maka, Abdullah bin Umar pun hendak mengkumnya agar ia tidak melakukan kesalahan

itu lagi. Namun, ketika hendak dihukum, budak tersebut berkata, “Tuanku! Tidakkah engkau pernah melakukan kesalahan yang membuatmu begitu takut kepada

Allah?”

“Tentu pernah.” Jawab Abdullah bin Umar.

“Wahai Tuan. Demi Zat yang telah menunda hukumanmu, mengapa engkau tidak menunda hukumanku?” Kata si budak.

Selang beberapa waktu kemudian, si budak melakukan kesalahan lagi. Maka, Abdullah bin Umar pun bermaksud memberinya hukuman. Namun,

lagi-lagi si budak mengatakan sebagaimana saat ia melakukan kesalahan pertama. Sehingga ia pun dimaafkan.

9
Belum lama setelah itu, si budak kembali melakukan kesalahan. Maka Abdullah bin Umar pun memberinya hukuman. Namun yang anehnya, si

budak itu tidak berkata apa-apa. Abdullah bin Umar pun jadi penasaran dan bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak mengatakan seperti pada kedua

kesalahanmu sebelumnya?”

Budak itu menjawab, “Tuan! Sungguh aku sangat malu atas kesabaranmu menghadapi kesalahanku berulan-ulang.”

Abdullah bin Umar seketika menangis mendengarnya, dan berkata, “Aku lebih berhak malu kepada Rabbku. Mulai detik ini, engkau bebas karena

Allah.”

DILAHIRKAN

Suatu hari Alexander Agung mendatangi Diogenes (seorang filsuf) dan bertanya, “Jika seandainya engkau tidak dilahirkan sebagai Diogenes, maka

engkau ingin dilahirkan sebagai siapa?”

Diogenes menjawab, “Jika aku tidak dilahirkan sebagai Diogenes, maka aku tetap ingin dilahirkan menjadi seorang Diogenes.”

Berbeda dengan Diogenes, Alexander berkata, “Padahal aku, seandainya tidak dilahirkan sebagai Alexander, aku ingin dilahirkan sebagai

Diogenes.”

Point penting:

1. Diogenes telah mensyukuri takdir dan menikmati hidupnya, sehingga ia tak mengharapkan menjadi siapa-siapa selain dirinya.

2. Adapun Alexander, walaupun dalam kejayaan dan berlimpahan harta, ternyata ia masih merasa kekurangan dan mengharapkan menjadi

orang lain. Tanda bahwa ia belum menikmati hidupnya.

HADIAH

Suatu hari Imam Hasan Al-Bashri pernah mendapat kabar bahwa seseorang telah berbicara buruk tentangnya. Maka sang Imam kemudian

mengirimkan orang tersebut senampan kurma sebagai hadiah untuknya. Ketika hadiah itu telah sampai kepada orang tersebuat, sontak ia terkejut dan datang

menemui Imam Hasan Al-Bashri.

“Aku telah berbicara buruk tentangmu, mengapa engkau malah mengirim hadiah kepadaku? Tanya orang itu.

“Engkau telah menceritakan kejelekanku, berarti engkau telah menghadiahkan pahala kebaikanmu kepadaku. Makanya aku juga ingin memberikan

balasan kepadamu.” Jawab Imam Hasan Al-Bashri.

Point penting:

1. Hasan Al-Bashri memperlihatkan teladan yang sangat baik. Beliau tidak dendam kepada orang yang menjelek-jelekkannya.

2. Cara yang dilakukan Hasan Al-Bashri adalah cara yang selain terpuji, juga sangat cerdas. Dengan memberi hadiah kepada orang yang

berbuat jahat tersebut, maka dapat dijamin orang tersebut akan merasa bersalah, malu, dan tidak akan mengulangi kejahatannya.

“Barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah.”

QS. Asy-Syura : 40

KESEMPURNAAN

Suatu hari Kahlil Gibran bertanya kepada gurunya, “Wahai guruku, bagaimanakah caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang sempurna dalam

hidup?”

10
Sang Guru kemudian menjawab dengan tenang, “Pergilah ke taman bunga, berjalan lurus lah, lalu petik satu bunga yang paling indah menurutmu,

dan jangan pernah kembali ke belakang!”

Setelah berjalan dan sampai di ujung taman, Kahlil Gibran kembali dengan tangan hampa. Lalu Sang Guru bertanya, “Mengapa engkau tak

mendapatkan bunga setangkai pun?”

Gibran menjawab, “Sebenarnya tadi aku telah menemukan bunga yang paling indah, namun aku tidak memetiknya, karena aku pikir di depan

mungkin ada yang lebih indah. Namun ketika aku telah sampai di ujung, aku baru sadar bahwa yang aku temukan tadi adalah yang paling indah, namun aku tak

bisa kembali ke belakang lagi.”

“Yah, begitulah hidup. Semakin engkau mencari kesempurnaan, maka semakin engkau tak mendapatkannya.” Ucap Sang Guru dengan tersenyum.

“Jika anda mencari kesempurnaan, anda tidak akan pernah puas.”

Leo Tolstoy

UNTA DAN KA’BAH

Ketika pasukan bergajah Abrahah menyerbu Mekkah untuk merobohkan Ka’bah, mereka merampas seluruh harta penduduk Mekkah, termasuk

unta-unta milik Abdul Muthalib (kakek Rasulullah). Abdul Muthalib yang mengetahui hal itu kemudian mendatangi Abrahah di Arafah dan diterima dengan

baik.

Ketika ditanya keperluannya oleh Abrahah, Abdul Muthalib menjawab, “Aku tidak memiliki keperluan apa-apa kepadamu, selain meminta kembali

unta-untaku yang telah engkau rampas.”

Mendengar hal tersebut, Abrahah kemudian berkata, “Semula aku kagum kepadamu. Tetapi, saat ini kekagumanku talah lenyap. Sebab engkau telah

tahu kedatanganku adalah untuk menghancurkan Ka’bah yang merupakan pusat kegiatan agama kalian. Namun bukannya membicarakan hal itu, engkau malah

datang untuk membicarakan unta-untamu yang telah kurampas.”

“Hai Abrahah! Ketahuilah bahwa unta-unta itu, akulah pemiliknya. Sedangkan Ka’bah adalah milik Allah dan Allah pula yang akan menjaganya.”

Ujar Abdul Muthalib.

JIWA SEORANG PENARI

Suatu hari seorang penari beserta kelompok pemusiknya datang di kediaman pengeran Birkasha, untuk memenuhi undangan sang pangeran.

Tentunya undangan tersebut adalah untuk melihat penampilan tarian mereka. Setelah dipersilahkan, ternyata tarian yang ditampilkan sangat indah dan membuat

pangeran beserta yang lainnya menjadi kagum.

Seusai menari, penari tersebut berdiri di hadapan pangeran untuk membungkuk memberi penghormatan. Pangeran yang merasa kagum dengan

tariannya itu pun berkata, “Wahai wanita yang cantik! Dari mana gerangan datangnya tarianmu itu? Dan bagaimana bisa engkau mengendalikan anggota

badanmu, mengikuti alunan dan irama musik?”

Sang penari kemudian kembali mumbungkuk memberi penghormatan kepada sang pangeran dan berkata, “Yang mulia, hamba sama sekali tidak

tahu jawaban dari pertanyaan itu. Hamba hanya mengetahui bahwa: jiwa seorang filsuf adalah bersarang di otaknya, jiwa seorang penyair terletak di hatinya, jiwa

seorang penyanyi bergema di tenggorokannya, dan adapun jiwa seorang penari mengalir di seluruh tubuhnya.”

PERSATUAN

11
Suatu hari seorang gubernur Khurasan, Yazid bin Muhallab, memanggil anak-anaknya untuk menemuinya. Setelah berkumpul, beliau meminta

beberapa anak panah, lalu berkata, “Wahai anak-anakku. Bagaimana menurut kalian bila anak-anak panah ini disatukan, bisakah kalian patahkan?”

“Tidak bisa, Ayah.” Jawab mereka.

“Bisakah kalian memisahkannya satu-persatu? Tanya Yazid lagi.

“Tentu bisa, Ayah.” Jawab anak-anaknya secara serentak.

Yazid kemudian berkata, “Anak-anakku, begitulah persatuan.”

“Di mana ada persatuan, selalu ada kemenangan.”

Publilius Sirus

CINTA TERSEMBUNYI

Laila pernah ditanya:"Apakah cinta Majnun padamu lebih besar daripada cintamu padanya?"

Laila menjawab," Justru cintaku padanya yang lebih besar."

"Bagaimana bisa?"Kata si penanya.

"Karena cintanya padaku terkenal, sedang cintaku padanya tersembunyi."Jawab Laila.

“Sesuatu yang tersembunyi sering kali lebih berharga dan bernilai dari pada yang nampak, sebagaimana antara mutiara dan bebatuan.”

Penulis

PENDUSTA

Seorang pemuda yang jatuh cinta kepada Rabi’ah Al-Adawiah datang menemuinya. Melihat Si Pemuda, Rabi’ah lantas bertanya, “Wahai Pemuda,

apa yang membuatmu jatuh cinta kepadaku?”

Pemuda itu menjawab, “Karena kesalehanmu, karena keindahan matamu.”

“Kalau begitu, aku mempunyai saudari yang masih muda, lebih cantik dariku, lebih indah matanya, dan lebih shalehah dariku. Pasti ia sangat cocok

denganmu, itu dia, dia di belakangmu” kata Rabi’ah sambil memberi isyarat.

Sontak pemuda tersebut langsung menoleh ke belakang.

Melihat hal terbut, Rabi’ah lantas berkata, “Engkau pendusta, adakah cinta menoleh kepada yang lain?” lanjut Rabi’ah, “Pergilah wahai pendusta,

jika orang benar-benar mencintai, ia tidak akan pernah menoleh kepada yang lain. Pergilah! Engkau tidak pantas di sini.”

KISAH RABI’AH

Ketika Rabi’ah dilamar oleh tiga ulama besar, yakni: Hasan Al-bashri, Malik bin Dinar, dan Tsabit Al-Banna. Ternyata Hasan lah yang dianggap

paling pantas mendampingi Rabi’ah, dikarenakan beliau paling alim diantara ketiganya.

Melihat hal tersebut, Rabi’ah kemudian mengajukan pertanyaan kepada Hasan Al-Bashri, “Beritahukanlah kepadaku wahai Hasan, berapa bagiankah

Allah menciptakan akal,?”

Hasa menjawab, “Sepuluh bagian wahai Rabi’ah, sembilan akal untuk laki-laki dan satu akal untuk perempuan.”

“Lalu berapa bagiankah Allah menciptakan syahwat?” Tanya Rabi’ah.

“Sembilan bagian wahai Rabi’ah, sembilan syahwat untuk perempuan, dan satu syahwat untuk laki-laki” Jawab Hasan dengan mantap.

12
“Wahai Hasan, Allah menciptakanku dengan sembilan syahwat dan hanya ditopang dengan satu akal, namun aku masih mampu menahan

syahwatku. Sedangkan engkau, Allah menciptakanmu dengan sembilan akal dan hanya satu syahwat, namun mengapa engkau tak dapat menahan syahwatmu itu

dengan sembilan akalmu?” Kata Rabi’ah.

Mendengar hal tersebut, Hasan dan kedua ulama tersebut langsung memohon ampun kepada Allah, lalu pergi.

BERTEMPUR KARENA ALLAH

Dalam suatu pertempuran melawan orang-orang kafir, Ali bin Abi Thalib pernah berduel dengan seorang ahli tempur dari pihak musuh. Di dalam

duelnya itu, beliau berhasil menghantam jatuh pedang lawannya dan menjatuhkan musuhnya ke tanah. Pada saat beliau mengangkat pedangnya untuk menebas

leher musuhnya itu, tiba-tiba lawannya itu meludahi wajah beliau.

Setelah wajahnya di ludahi, beliau menahan serangannya dan menyarungkan pedangnya. Lawannya yang masih terbaring itu jadi heran dan

kemudian bertanya, “Ada apa denganmu? Baru saja engkau hendak membunuhku, namun setelah wajahmu kuludahi, engkau malah membiarkanku hidup?”

“Tadi aku hendak membunuhmu karena Allah. Namun setelah engkau meludahiku, itu membuatku marah. Jika aku membunuhmu, maka aku hanya

akan menjadi seorang pembunuh, sebab aku melakukannya karena marah. Aku bersedia bertempur karena Allah, tapi aku tidak ingin membunuh hanya demi

memuaskan hawa nafsuku.” Ujar Ali.

Lawannya yang terjatuh itu pun jadi kagum dan memutuskan untuk memeluk islam.

PENGETAHUAN

Beberapa saat sebelum dieksekusi, Sokrates masih menyibukkan diri untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan. Bahkan ketika mendengar

syair yang amat indah dari salah-satu tahanan, ia meminta agar diajarkan syair tersebut.

Namun si tawanan malah bertanya kepada Sokrates, “Tapi toh untuk apa, engkau juga kan akan segera dieksekusi?”

“Setidaknya aku mengetahui satu hal lagi sebelum aku meninggal” Jawab Sokrates.

NILAI SEBUAH KERAJAAN

Ketika Imam Ibnu Sammak menghadiri undangan Sultan Harun Ar-Rasyid. Sang Sultan sangat gembira dan berkata kepada Imam Ibnu Sammak:

"Hai Imam! Berilah aku nasehat!"

Sang Sultan kebetulan pada saat itu sedang memegang sebuah gelas berisi air. Maka Imam Ibnu Sammak memiliki ide untuk menasehati Sang

Sultan menggunakan segelas air yang dipegangnya.

"Ya Amirul mukminin" Kata Ibnu Sammak, "Jika ada orang yang ingin merebut segelas air minum dari tangan Tuan, apakah Tuan akan

mempertahankannya walau dengan mempertaruhkan kerajaan Tuan?"

"Oh... Tentu!"Jawab Sultan.

"Kalau air segelas itu kemudian Tuan minum dan tertahan di dalam perut anda, sehingga sama-sekali tidak bisa dikeluarkan dengan kencing.

Apakah untuk mengeluarkannya Tuan rela mempertaruhkan kerajaan Tuan?" Tanya Ibnu Sammak.

"Oh... Tentu itu!" Jawab Sultan.

"Kalau begitu, apalah artinya sebuah kerajaan yang ternyata nilainya tidak menyamai segelas air?" Kata Ibnu Sammak.

SEBUAH SUMPAH

13
Suatu hari Kahlil Gibran bertemu dengan seorang tua dan berbincang-bincang dengannya. Pelaut tua itu berkata, “Tuan, tidak ada yang lebih aku

cintai dari pada putriku. Tiga puluh tahun yang lalu, seorang pelaut muda kabur bersama putriku. Dan aku menyumpahi meraka di dalam hatiku.”

“Lantas apa terjadi kepada mereka?” Tanya Kahlil Gibran.

“Belum lama setelah itu, kapal yang ditumpangi si pelaut muda dan putri tercintaku karam di dasar laut. Dan membuat merka semua mati.

Sumpahku telah menghancurkan mereka. Dan sekarang dalam perjalananku menuju kematian, aku memohon ampunan Tuhan.” Jelas si pelaut tua.

Beberapa tahun kemudian, ketika menceritakan kisah ini, Kahlil Gibran berkata, “Demikian cerita orang itu. Namun, aku menangkap ada nada

kesombongan dalam kata-katanya, dan terlihat ia masih membanga-banggakan kekuatan sumpahnya.”

SENYUM DAN TANGIS

Suatu ketika Nabi Isa yang sering tersenyum bertemu dengan Nabi Yahya yang sering menangis. Lalu Nabi Isa bertanya kepada Nabi Yahya,

“Wahai Nabi Yahya. Apakah engkau kehilangan harapan atas kasih sayang Tuhan sehingga engkau selalu menangis?”

Nabi Yahya membalas, “Wahai Nabi Isa. Apakah engkau merasa aman dari murka Tuhan sesingga selalu tersenyum?”

Tak lama kemudian, malaikat turun guna menjelaskan perkara di antara mereka.

Kepada Nabi Isa, malaikat itu berkata, “Wahai Isa tersenyumlah engkau di hadapan umatmu seperti yang selalu engkau lakukan. Tetapi, dikala

kesendirianmu, menangislah engkau seperti Yahya!”

Sedangkan kepada Nabi Yahya, malaikat itu berkaya, “Adapun engkau Yahya. Menangislah engkau dalam kesendirianmu sebagaimana yang selalu

engkau lakukan. Tetapi di hadapan umatmu, tersenyumlah engkau seperti isa, agar umatmu tak kehilangan harapan akan kasih sayang Tuhan.”

MANA YANG LEBIH KHUSYUK

Suatu hari seekor anjing dari kampung Laila lewat di hadapan Majnun. Majnun mengikuti anjing tersebut, hingga tak sadar telah berjalan di depan

orang-orang yang tengah melaksanakan shalat berjama’ah. Seusai shalat, orang-orang itu menegur majnun dan berkata, “Hey Majnun! Mengapa engkau berjalan

di hadapan kami? Apakah engkau tak melihat kami sedang shalat?”

“Maafkan aku. Sungguh aku tidak melihat kalian yang sedang shalat. Pandanganku hanya terfokus pada Anjing dari kampung Laila yang kebetulan

melintas di hadapan kalian.” Jelas Majnun.

“Engkau memang benar-benar sudah gila.” Kata mereka.

“Jika aku melihat Anjing dari kampung Laila saja dapat membuatku tidak melihat kalian yang sedang shalat. Lantas, mengapa kalian yang mengaku

cinta kepada Allah masih dapat melihatku, padahal kalian sedang di hadapan-Nya?” Ujar Majnun.

Orang-orang yang hendak memarahinya pun diam seribu bahasa.

KHOTBAH

Suatu hari selepas shalat jum’at, seorang utusan para budak datang menemui Hasan Al-Bashri. Ia menyampaikan beberapa keluhan para budak yang

selalu mendapat perlakuan buruk oleh majikannya. Mereka meminta kepada Hasan Al-Bashri agar berkhotbah jum’at tentang ganjaran membebaskan budak,

supaya para pemilik budak tergerak hatinya untuk membebaskan mereka.

Hasan Al-Bashri pun berjanji untuk melakukannya, “Insya Allah, aku akan melakukannya.” Ujarnya.

Namun ketika berkhotbah di hari Jum’ar, Hasan Al-Bashri tidak menyinggung tentang keutamaan dan ganjaran memerdekakan budak. Para budak

pun jadi cemas, dan mengingatkan Hasan atas janjinya. Beliau pun mengatakan, “Insya Allah, akan aku lakukan.”

14
Seminggu kemudian, di hari Jum’at Hasan juga belum melakukannya. Dan ketika diingatkan, beliau hanya mengatakan, “Insya Allah akan aku

lakukan.”

Setelah beberapa bulan kemudian barulah Hasan Al-Bashri menepati janjinya itu. Ratusan pemilik budak pun membebaskan para budaknya, karena

tersentuh dengan seruan sang ulama Bashra tersebut.

Setelah dibebaskan, para budak menemui Hasan untuk berterima kasih, sembari menanyakan alasan dibalik penundaan khotbahnya yang dinanti-

nantikan itu.

Setelah ditanya, Hasan pun berkata, “Pantaskah aku menyeru manusia melakukan suatu kebaikan yang aku sendiri belum melakukannya?”

“Apa maksudmu wahai Imam? Tanya salah satu di antara budak.

“Aku menunda khotbahku bukan karena aku lupa terhadap janjiku, melainkan aku harus mengumpulkan uang terlebih dahulu agar dapat

membebaskan seorang budak sebelum aku menyeru orang lain melakukannya.” Jawab Hasan.

HAMKA

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan nama Hamka, adalah seorang ulama besar, sastrawan ternama, penulis buku dan

sekaligus seorang politikus Indonesia.

Suatu hari ketika baru pulang memberikan pengajian di Masjid Al-Azhar, beliau dijemput oleh polisi perintah Soekarno dan dipenjarakan dengan

tuduhan hendak menggulingkan dan berencana membunuh Presiden. Ketika diinterogasi, Hamka merasa sangat terhina lantaran dituduh sebagai penghianat

bangsa. Bahkan hampir saja beliau bunuh diri lantaran tak kuat menanggung hinaan dan perlakuan seperti itu.

Beliau ditahan selama dua tahun empat bulan di dalam penjara, buku-buku beliau pun dilarang terbit dan diedarkan. Padahal di situlah pencaharian

Hamka untuk menafkahi keluarganya. Untuk mengisi kekosongan, beliau menulis di dalam penjara.

Barulah Hamka dibebaskan setelah rezim Presiden Soekarno digantikan oleh Soeharto. Dan Hamka pun telah menyelesaikan tulisannya, Kitab Tafsir

Al-Azhar. Beliau juga kembali dengan kegiatannya semula, berdakwah dan menulis buku.

Sekitar empat kemudian, seseorang yang mengaku ajudan Soekarno datang menemui Hamka dan memberikan sepucuk surat dari Soekarno. Di

dalam surat itu, Soekarno berpesan, “Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku!” Ternyata Soekarno telah wafat di

RSPD.

Setelah membaca isi surat itu, beliau pun langsung berangkat saat itu juga bersama dengan ajudan yang mengantarkan surat. Setelah sampai, beliau

pun menyalati jenazah orang yang pernah memenjarakannya itu. Ketika jenazah selesai dimakamkan, beberapa orang datang menghampiri Hamka dan

menanyakan alasannya menyalati jenazah Soekarno. Sebab, menurut pandangan mereka Soekarno adalah orang zindiq dan munafik yang lebih dekat dengan

golongan anti Tuhan. Bahkan ada yang bertanya, “Apa Buya tidak dendam kepada Soekarno yang telah menahan Buya sekilan lamanya di penjara?”

“Hanya Allah yang mengetahui seseorang itu munafik atau tidak. Yang jelas di akhir hayatnya dia tetap sebagai seorang muslim. Kita wajib

menyelenggarakan jenazahnya dengan baik. Saya tidak pernah dendam kepada orang yang pernah menyakiti saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama dua tahun

empat bulan saya ditahan, saya merasa semua itu adalah anugerah yang tak terhingga dari Allah kepada saya, sehingga saya mampu menyelesaikan Kitab Tafsir

Al-Qur’an 30 Juz. Bila bukan dalam penjara, tentu tidak mungkin ada waktu bagi saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan itu.” Jelas Hamka

dengan santun.

15
Hamka kemudian menambahkan lagi, “Ada lagi jasa besar Soekarno untuk umat Islam di Indonesia. Dua buah masjid, satu di Istana Negara, yakni

Masjid Baitul Rahim, dan satunya lagi masjid terbesar di Asia Tenggara, yakni Masjid Istiqlal. Mudah-mudahan jasa-jasa itu dapat meringankan dosa Soekarno.”

KAOS KAKI SOBEK WARISAN AYAH

Suatu hari Seorang kaya raya yang sedang sakit parah, memanggil semua anak-anaknya dan berwasiat: “Hai anak-anakku, jika ayah meninggal

nanti, tolong pakaikan kaos kaki kesayangan ayah walaupun kaos kaki itu sudah robek, ayah ingin memakai barang kesayangan yang penuh kenangan semasa

bekerja di kantor ayah itu. Dan ayah minta kaos kaki itu tetap dipakekan kepada ayah bila ayah dikubur nanti."

Singkat cerita, akhirnya sang ayah wafat. Saat mengurus jenazah dan saat akan mengkafani, anak-anaknya minta ke pengurus jenazah untuk

memakaikan kaos kaki yang robek itu sesuai wasiat sang ayah. Akan tetapi pengurus jenazah dan ustadz yang hadir menolaknya, dan berkata, "Maaf secara

syariat hanya 2 lembar kain putih saja yang di perbolehkan dipakaikan kepada mayat."

Terjadi perdebatan antara anak-anak yang ingin memakaikan kaos kaki robek dan pak ustadz yang melarangnya. Karena tidak ada titik temu,

dipanggilah penasihat sekaligus notaris keluarga tersebut. Si Notaris menyampaikan, "Sebelum meninggal, bapak menitipkan surat wasiat, mari kita buka

bersama-sama siapa tahu ada petunjuk."

Seteleh dibuka, isinya:

"Anak-anakku, pasti sekarang kalian sedang bingung, karena dilarang memakaikan kaos kaki robek kepada mayat ayah? lihatlah anak-anakku,

padahal harta ayah banyak, uang berlimpah, beberapa mobil mewah, tanah dan sawah dimana-mana, bahkan rumah mewah pun banyak, tetapi tidak ada

artinya ketika ayah sudah mati.

Bahkan kaos kaki robek saja tidak boleh dibawa mati. Hai anak-anakku, Begitu tidak berartinya dunia, kecuali amal ibadah kita dan sedekah kita

yang ikhlas.

Anak-anakku, inilah yang ingin ayah sampaikan agar kalian tidak tertipu dengan dunia yang sementara."

DUA WASIAT

Sebelum menghembuskan nafas terakhir, seorang ayah berwasiat kepada kedua anaknya:

“Anak-anakku, sebelum ayah meninggal, ada dua pesan penting yang ingin ayah sampaikan kepadamu untuk keberhasilan hidupmu. Pertama, jangan

pernah menagih piutang kepada siapapun. Kedua, ketika berangkat kerja, jangan pernah biarkan tubuhmu terkena terik matahari secara langsung!”

Beberapa tahun berlalu, sang ibu menengok anak sulungnya dengan kondisi bisnisnya yang sangat memprihatinkan, sang ibu bertanya, “Wahai anak

sulungku, kenapa kondisi bisnismu demikian?”

Si sulung menjawab, “Saya mengikuti dua wasiat ayah bu: saya dilarang menagih piutang kepada siapapun sehingga banyak piutang yang tidak

dibayar dan lama-kelamaan habislah modal saya. Wasiat yang kedua, ayah melarang saya terkena sinar matahari secara langsung ketika hendak pergi bekerja dan

saya hanya punya sepeda motor, maka itulah sebabnya saya pergi dan pulang kantor selalu naik taxi yang biayanya mahal.”

Kemudian sang ibu pergi ke tempat si bungsu yang keadaannya jauh berbeda. Si bungsu sukses menjalankan bisnisnya. Sang ibu pun kemudian

bertanya, “Wahai anak bungsuku, hidupmu sedemikian beruntung, apa rahasianya?”

Si bungsu menjawab, “Ini karena saya mengikuti dua wasiat ayah, bu. Pesan yang pertama, saya dilarang menagih piutang kepada siapapun. Oleh

karena itu saya tidak pernah memberikan hutang kepada siapapun, tetapi saya beri sedekah sehingga modal saya menjadi berkah. Pesan kedua, saya dilarang

16
terkena sinar matahari secara langsung, ketika hendak pergi bekerja, maka dengan motor yang saya punya, saya selalu berangkat sebelum matahari terbit dan

pulang setelah matahari terbenam, sehingga para pelanggan tahu toko saya buka lebih pagi dan tutup lebih sore.”

Si sulung dan si bungsu menerima pesan yang sama, namun masing-masing memiliki penafsiran dan sudut pandang yang berbeda. Mereka

melakukan cara yang berbeda sehingga mendapatkan hasil yang berbeda pula.

IMAM AL-HADDAD DAN PISAU KURBAN

Suatu hari di bulan Dzulhijjah, seorang ayah menyuruh anak lelakinya untuk pergi menajamkan pisaunya. Ia berkata, “Wahai anakku! Berangkatlah

engkau menajamkan pisau ini ke Haddad (maksudnya: tukang pandai besi) agar dapat digunakan untuk menyembeli kurban nantinya!”

Tanpa bertanya lagi, si anak pun langsung berangkat. Namun, bukannya mendatangi Haddad (tukang pandai besi), ia malah mendatangi Imam Al-

Haddad yang sedang mengisi pengajian. Setelah pengajian selesai, si anak kemudian menghampiri beliau dan berkata, “Apakah engkau Haddad?”

“Ya, benar. Ada perlu apa engkau menemuiku, Nak?” Kata Imam Al-Haddad.

“Ayahku memintamu untuk menajamkan pisau ini! Tapi mohon agar cepat sedikit, karena pisau ini akan digunakan menyembelih kurban.” Ujar si

anak sambil menyerahkan uang bayarannya.

“Oh, baiklah! Besok datanglah ke sini untuk mengambilnya!” Kata Imam Al-Haddad.

Si anak pun langsung pulang. Sesampainya di rumah, sang ayah menanyakan pisaunya, dan berkata, “Mana pisaunya?”

“Besok kata Al-Haddad.” Jawab si anak.

Sang ayah pun jadi heran, sebab biasanya untuk menajamkan pisau tidak perlu membutuhkan waktu sehari. Namun ia tidak menanyakannya. Sampai

keesokan harinya, setelah si anak mengambil kembali pisau itu, ia berkata, “Ayah ini pisaunya. Dan ini uangnya dikembalikan oleh Al-Haddad, sebab ia tidak

mau dibayar.”

Tentunya sang ayah semakin bingung, sebab mana mungkin seorang tukang pandai besi tidak mau dibayar atas pekerjaannya. Ia pun bertanya

kepada anaknya, “Memangnya di mana pisau ini engkau tajamkan?”

“Jauh ayah. di Alhawi.” Jawab si anak.

“Di Alhawi? Haddad siapa di sana?” Tanya sang ayah yang semakin bingung.

“Iya Abdullah Al-Haddad.” Jawab si anak dengan santai.

Sang ayah sangat terkejut mendengarnya, dan berkata, “Astagfirullah! Itu Imam Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad ulama besar, beliau bukan

tukang pandai besi.” Sang ayah kemudian bergegas menemui Imam Al-Haddad untuk memohon maaf.

Setelah bertemu, sang ayah dengan penuh rasa bersalah kemudian berkata, “Wahai Imam. Maafkanlah kelancangan anakku. Dia itu memang sedikit

lambat pemikirannya.”

“Tidak apa-apa. Aku justru berterimakasih, sebab dengan ini aku jadi ikut berpartisipasi di acara kurban nanti.” Ujar Imam Al-Haddad dengan penuh

kelembutan.

STANDFORD UNIVERSITY

Suatu hari, seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sangat sederhana dan usang, turun dari kereta

api di Boston, dan berjalan menuju kantor Rektor Harvard University.

17
Sesampainya di sana, kedua orang yang berpakaian sederhana itu berkata kepada sekertaris Rektor Universitas, “Kami ingin bertemu dengan

pimpinan Harvard!”

Melihat kedua tamu yang berpakaian lusuh tersebut, Sang Sekertaris berpendapat bahwa mereka tidak mungkin ada urusan penting di Harvard dan

bahkan tidak pantas berada di Cambridge. Sang Sekertaris kemudian berkata dengan wajah cuek, “Beliau hari ini sedang sibuk.”

“Kami akan menunggu.” Jawab sang wanita.

Selama empat jam Sekertaris mengabaikan mereka, denga harapan pasangan miskin tersebut patah semangatb dan pergi. Namun nyatanya tidak.

Alhasil, Sang Sekertaris mulai frustrasi dan memutuskan untuk melaporkannya kepada pimpinannya.

“Mungkin jika anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi,” Kata Sang Sekertaris kepada Pimpinan Harvard.

Sang Pimpinan menghela nafas dan keluar menemui pasangan tersebut. Namun, ia langsung memperlihatkan kekurangsenangannya setelah melihat

penampilan pasangan tersebut.

Melihat kedatangan Sang Pimpinan, Sang wanita langsung mengutarakan keperluannya, “Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di

Harvard. Dia sangat bahagia berkuliah di Harvard, namun setahun yang lalu dia meninggal dunia karena kecelakaan. Pak, kami ingin mendirikan peringatan

untuknya di kampus ini. Bolehkah?”

Sang Pimpinan Harvard sama sekali tidak tersentuh mendengar cerita mereka, bahkan ia tampak terkejut lalu berkata dengan agak kasar, “Nyonya,

kami tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, maka Harvard sudah akan seperti kuburan.”

“Oh bukan, kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard.” Sahut Sang wanita dengan

tenang.

Sang pimpinan langsung menatap sekilas pakaian kedua orang tersebu, dan berkata, “Sebuah gedung? Apakah kalian tahu berapa harga sebuah

gedung? Kalian perlu memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard saja.”

Untuk beberapa saat kedua orang tersebut terdiam, sedangkan Sang Pimpinan mulai senang sebab mengira mereka akan segera pergi. Namun, sang

wanita menoleh kepada suaminya, kemudian berkata, “Kalau hanya sebesar itu untuk memulai sebuah Universitas, mengapa kita tidak membuat Universitas

sendiri saja?”

Suami wanita itu mengangguk, sedangkan Sang Pimpinan kebingungan.

Setelah itu, kedua orang tersebut beranjak pergi, dan melakukan perjalanan ke Palo Alto, California. Di sana mereka mendirikan sebuah Universitas.

Kedua orang tersebut adalah Mr. dan Mrs. Lenand Stanford, sedangkan Universitas tersebut adalah Standford University, salah satu universitas terbaik dan

favorit kelas atas di Amerika.

UMUR BUKAN UKURAN

Ketika Sultan Abdul Malik bin Marwan berkunjung di Basrah, beliau dijemput oleh empat ulama sepuh dengan berpakaian kebesaran. Akan tetapi,

empat ulama sepuh tersebut dipimpin oleh seorang pemuda dengan berpenampilan sederhana. Pemuda tersebut bernama Iyas bin Muawiyah.

Melihat hal aneh tersebut, Sang Sultan lantas bertanya: "Apakah di Basrah sudah tidak ada lagi orang tua, sehingga kalian dipimpin oleh seorang

remaja?"

Setelah itu Sang Sultan kemudian menoleh kepada Iyas bin Muawiyah, lalu bertanya:"Hai Nak, Berapa umurmu saat ini?"

18
"Semoga Allah SWT memanjangkan umur Tuan" Kata Iyas,"Umur saya saat ini adalah sama dengan umur Usamah bin Zaid ketika diangkat oleh

Rasulullah menjadi panglima gabung dua brigade, yang di mana di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umur bin Khattab."

Sang Sultan terkesima dengan jawaban Iyas. Usia Iyas saat itu adalah tujuh belas tahun.

AL-QURAN DAN JANJI ALLAH UNTUK MENJAGANYA

Suatu hari, di majelis pertemuan Khalifah Al-Makmun, masuklah seorang pria Yahudi. Ia berbicara dengan sangat bagus dan indah. Seusai majelis

Khalifah pun bertanya kepadanya, “Apakah anda seorang Yahudi?”

“Benar, Tuan” Jawab orang Yahudi itu.

“Masuklah islam maka saya akan memberimu ini dan itu…” Rayu Khalifah.

“Tidak! Aku akan tetap berpegang dengan agamaku dan agama nenek moyangku”

Singkat cerita, setahun kemudian pria yahudi itu muncul kembali, tetapi ia telah menjadi seorang muslim. Seusai majelis Khalifah memanggilnya.

“Bukankah engkau pria yahudi yang dulu pernah hadir pula di majelis ini?” Tanya Khalifah.

“Benar sekali, Tuan.” Jawab Yahudi itu.

“Bagaimana pula kisah keislamanmu?” Tanya Khalifah dengan penasaran.

Orang Yahudi itu pun mulai bercerita, “Saat itu, ketika aku meninggalkan majelis anda ini, aku terpikir untuk menguji satu persatu agama-agama ini.

Dan kebetulan aku mempunyai tulisan yang indah. Aku pun mengambil sebuah kitab taurat, lalu menulisnya sebanyak tiga eksemplar dengan melakukan

penambahan dan pengurangan terhadapnya. Kemudian setelah itu aku menawarkannya ke sebuah sinagog, dan ternyata mereka mau membelinya. Kemudian aku

mengambil sebuah kitab injil, lalu melakukan hal yang sama (yaitu menulisnya sebanyak tiga eksemplar dengan melakukan penambahan dan pengurangan) untuk

kemudian aku tawarkan kepada sebuah gereja. Ternyata mereka pun mau membelinya. Selanjutnya aku mengambil sebuah kitab Al-Qur’an. Kemudian

menulisnya sebanyak tiga eksemplar dengan juga melakukan penambahan dan pengurangan terhadap ayat-ayatnya. Lalu menawarkannya kepada tukang-tukang

kertas. Mereka kemudian memeriksa halaman demi halamannya. Ketika mereka mengetahui adanya penambahan dan pengurangan, mereka pun langsung

menolak dan tidak mau membelinya. Saat itulah aku sadar dan paham bahwa kitab itu (Al-Qur’an) memang akan selalu terjaga. Dan itulah yang menyebabkan

saya masuk islam.”

POHON SARU

Di sebuah negeri, ada pohon saru yang hidup sudah beratus-ratus tahun, akarnya masih mencengkram kuat ke tebing, meski tiupan angin dan

terjangan ombak yang menerpanya sangat kuat namun ia masih kokoh.

Tatkala seorang bijak yang melihat pohon itu, ia langsung menangis tersedu-sedu, sementara muridnya heran melihat tingkah gurunya. Namun tak

lama setelah itu, sang guru berpesan kepada muridnya, “Jadilah engkau seperti pohon saru itu!”

Bingung dengan maksud perkataan gurunya, si murid pun bertanya, “Guru, apakah engkau menginginkan aku menjadi seorang pemimpin layaknya

pohon itu?”

“Tidak!” Jawab sang guru.

“Apakah engkau menginginkan aku menjadi kokoh layaknya pohon itu?”

“Tidak!” Jawab sang guru.

Murid itu bertanya, “Lalu apa yang engkau inginkan dariku, guru?”

19
Sang guru kemudian balik bertanya, “Apakah engkau melihat bahwa pohon itu tetap tumbuh meski tebing itu begitu rapuh?”

“Iya guru,” Jawab murid.

“Muridku, tahukah engkau apa yang akan terjadi bila pohon itu terus tumbuh?” Tanya sang guru lagi.

“Tebing itu bisa roboh, dan pohon saru itu pun akan ikut tumbang.” Jawab murid.

“Lalu menurutmu, mengapa pohon itu bersikeras untuk tumbuh?” Tanya sang guru.

“Aku tak tahu, memangnya kenapa guru?” Kata si murid.

“Sebab, apalah gunanya hidup kalau tak tumbuh” Ujar sang guru.

PINCANG KAKINYA

Seorang laki-laki datang menemui Imam Asy-Syu'by untuk meminta nasehatnya. Laki-laki itu berkata:

"Wahai Imam! Aku baru saja menikahi seorang perempuan, dan ternyata perempuan itu adalah seorang yang pincang kakinya. Bagaimana jika aku

kembalikan saja ia pada ayah-ibunya (maksudnya; diceraikan)?"

"Kalau engkau bermaksud menikahinya untuk mengajaknya berlomba lari, maka ya kembalikanlah!” Jawab Imam Asy-Syu'by

AKAN SAYA MULIAKAN

Suatu hari Majnun sedang duduk bersama seekor anjing. Ia memakaikan pakaian buat si anjing dan memotong menjadi dua bagian rotinya untuk

diberikan ke si anjing.

Seseorang yang melihat hal aneh tersebut mengatakan, “Hai Majnun, engkau semakin lama semakin gila saja. Mengapa anjing kau beri setengah dari

hartamu?”

“Aku memuliakan anjing ini, karena aku tahu matanya pernah memandang kampungnya Laila. Segala hal yang berkaitan dengan Laila , kekasihku,

akan aku muliakan.” Jawab Majnun.

BUKAN PEMILIKNYA

Khalifah Hisyam bin Abdul Malik pernah masuk ke dalam ka'bah. Di dalamnya, beliau bertemu dengan Salim bin Abdullah bin Umar.

Khalifah berkata, “Wahai Salim, mintalah sesuatu padaku!”

Salim menjawab, “Aku malu kepada Allah jika aku meminta kepada selain-Nya, padahal aku sedang berada di rumah-Nya.”

Ketika Salim keluar dari ka’bah, sang Khalifah mengikutinya, kemudian berkata padanya, “Sekarang engkau telah keluar, maka mintalah sesuatu

kepadaku!”

“Kebutuhan dunia atau kebutuhan akhirat?” Kata Salim.

Sang khalifah menjawab, “ Kebutuhan dunia.”

Salim menimpali, “Aku sendiri tidak meminta dunia kepada pemiliknya (Allah), bagamana mungkin aku memintanya kepada orang yang bukan

pemiliknya?”

ILMU DAN MUTIARA

20
Suatu ketika Asy-Syibli hendak berguru kepada syekh Junaid Al-Baghdadi yang dikenal sebagai sultannya para sufi. Setelah bertemu dengan syekh

Junaid, ia memuji beliau dengan berkata, “Ilmumu sangat luas bagaikan samudra, sedang perkataanmu sangat bernilai bagaikan mutiara. Akankah engkau

memberikan mutiara hikmahmu kepadaku?”

“Kalau kuberikan secara cuma-cuma, dikhawatirkan kau tak menyadari betapa tinggi nilainya.” Ujar sang syekh.

“Kalau begitu, juallah padaku?” Tanya Asy-Syibli.

“Kalau kujual padamu, dikhawatirkan kau tak akan sanggup membelinya dengan harga yang sesuai.” Kata sang syekh

“Kalau begitu apa yang harus kulakukan untuk mendapatkannya?” Tanya Asy-Syibli.

“Selamilah samudra! Jika kau menyalaminya dengan kesabaran, niscaya akan kau dapatkan mutiaranya.” Ujar sang syekh.

PEMILIK KEBUN

Seorang murid bertanya kepada gurunya, “Wahai guruku, aku telah menimba ilmu kepadamu selama puluhan tahun, namun tak pernah aku

mendengar sekalipun engkau berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari neraka-Nya. Mengapa demikian?”

Sang guru menjawab, “Sebab aku tak pernah sekalipun takut akan api-Nya, sedang bara api cinta di dadaku terus menyala-nyala untuk-Nya.”

“Baiklah guru, namun mengapa engkau juga tak pernah meminta surga-Nya?” Bertanya si murid

“Sebab tak pernah sekalipun aku menginginkan kebun. Yang aku inginkan adalah berjumpa dengan Sang Pemilik Kebun (Maksudnya: Allah

SWT).” Jawab Sang guru

LUQMAN AL-HAKIM DAN ANAKNYA

Pada suatu hari Luqman Al-Hakim bermaksud memberi nasihat kepada putranya. Ia pun membawa putranya menuju suatu kota dengan menggiring

seekor keledai ikut berjalan bersamanya. Ketika Luqman dan putranya lewat di hadapan seorang lelaki, lelaki itu berkata kepada mereka,“Aku sungguh heran

kepada kalian ini, mengapa keledai yang kalian bawa tidak kalian tunggangi?”

Setelah mendengar perkataan lelaki tersebut Luqman pun menunggangi keledainya dan sang putra mengikutinya sambil berjalan di belakangnya.

Belum berselang lama, dua orang yang menyaksikan mereka, menatap heran kepada Luqman dan berkata,“Wahai orang tua yang sombong! Engkau

seenaknya menunggangi keledai, sementara engkau biarkan anakmu berlari di belakangmu seperti seorang hamba sahaya yang hina!”

Maka, Luqman pun lantas membonceng putranya menunggangi keledai.

Kemudian mereka melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul di pinggir jalan. Ketika mereka melihat Luqman dan anaknya seorang dari

mereka berkata,“Lihatlah! Lihatlah! Dua orang yang kuat ini sungguh tega menunggangi seekor keledai yang begitu lemah, seolah keduanya menginginkan

keledainya mati dengan perlahan. Mereka sungguh orang dzolim.”

Mendengar ucapan itu luqman pun turun dari keledainya dan membiarkan anaknya tetap di atas keledai. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan

hingga bertemu dengan seorang lelaki tua. Lelaki tua itu kemudian berkata kepada anak luqman,"Hai nak. Engkau sungguh durhaka! Engkau tidak malu

menunggangi keledai itu, sementara orangtuamu engkau biarkan merangkak di belakangmu seolah ia adalah pelayanmu!”

Ucapan lelaki tua itu begitu membekas dalam benak sang anak. Ia pun bertanya pada ayahnya,"Wahai ayahku, apakah yang seharusnya kita perbuat

hingga semua orang dapat rida dengan apa yang kita lakukan dan kita bisa selamat dari cacian mereka?”

Luqman kemudian menjawab, “Wahai anakku, sesungguhnya aku mengajakmu melakukan perjalanan ini adalah bermaksud untuk memberimu

pengajaran. Ketahuilah bahwa kita tidak mungkin menjadikan seluruh manusia rida kepada perbuatan kita, juga kita tidak akan selamat sepenuhnya dari cacian

21
karena manusia memiliki akal yang berbeda-beda dan sudut pandang yang tidak sama, maka orang yang berakal, ia akan berbuat untuk menyempurnakan

kewajibannya dengan tanpa menghiraukan perkataan orang lain.”

Kemudian, putranya bertanya lagi, “Ayah, apakah yang seharusnya dilakukan oleh orang yang berakal?”

“Benar dalam berbicara dan diam terhadap hal-hal yang bukan urusanku.” Jawab Luqman.

SANG KEKASIH

Ketika Nabi Ibrahim yang dijuluki kekasih Allah itu akan wafat, beliau berkata:

“Adakah seorang kekasih mencabut ruh kekasihnya?”

Lalu Allah menurunkan wahyu kepadanya, “Adakah seorang kekasih yang tidak suka bertemu dengan kekasihnya?”

Maka Nabi Ibrahim berkata, “Silahkan cabut ruh ini sekarang.”

KEPADA SIAPA ENGKAU MARAH

Suatu hari Syeikh Al-Imam Syaqiq Al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya. Saat disantap sang istri, ternyata buah semangka tersebut

terasa hambar dan sang isteri pun marah dengan hal tersebut.

Sang Syeikh kemudian menanggapinya dengan tenang, dan bertanya dengan halus, “Wahai istriku, kepada siapakah engkau marah? Kepada

pedagang buahnya kah? Atau kepada pembelinya? Atau kepada petani yang menanamnya? Ataukah kepada yang menciptakan buah semangka itu?”

Mendengar pertanyaan suaminya, sang Istri terdiam.

Sembari tersenyum sang syeikh melanjutkan perkataannya,“dengarkanlah istriku! Seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik.

Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula. Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan yang

terbaik. Maka jika demikian, sasaran kemarahanmu berikutnya yang tersisa, tidak lain hanya kepada yang menciptakan semangka itu.”

Pertanyaan Syeikh Al-Imam Syaqiq menembus ke dalam sanubari istrinya. Terlihat butiran air mata menetes perlahan dari kedua pelupuk matanya.

KEUTAMAAN MAJELIS

Seorang Ustadz asal Indonesia yang alim pernah membuka kajian di Madinah Al-Munawwarah. Banyak orang-orang indonesia yang mengikuti

kajiannya, karena memang kajian tersebut dibawakan dengan menggunakan bahasa indonesi.

Namun ada yang aneh, yakni setiap pertemuan seorang lelaki Arab selalu menghadiri kajian ustadz tersebut, padahal kajian tersebut dibawakan

dalam berbahasa indonesia.

Ustadz yang setiap pertemuan melihat lelaki Arab itu menjadi penasaran. Setelah usai membawakan kajian, Sang Ustadz kemudian menghampiri

lelaki Arab itu dan bertanya menggunakan bahasa Arab, “Apakah engkau memahami kajian yang kubawakan, apakah engkau bisa berbahasa indonesia?”

“Tidak ustadz,” Jawab lelaki Arab itu.

Ustadz semakin heran mendengar jawabannya. Ia kemudian bertanya lagi, “Jika engkau tidak memahami kajian yang dibawakan, lalu untuk apa

engkau hadir ditiap pertemuan?”

“Ustadz. Meskipun aku tidak memahami apa yang kalian bicarakan, namun aku mencari pahala keutamaan bermajelis.” Jawab lelaki Arab itu.

MUHAMMAD BIN WASI’

Seorang dai berceramah di dekat masjid Muhammad bin Wasi’. Dai itu berkata:

22
“Kenapa aku tidak melihat hati yang khusyuk, mengapa aku tidak melihat mata yang berlinang, dan mengapa aku tidak melihat tubuh yang

merinding?”

Muhammad bin Wasi’ kemudian berkata, ”Wahai hamba Allah, sesungguhnya pendengar itu hanya menerima dari anda. Sesungguhnya bila

peringatan itu keluar dari hati, maka akan diterima oleh hati pula.”

BERBICARA DAN DIAM

Ada seorang lelaki yang bertanya Amirul Mukmini Umar bin Abdul Aziz, “Kapankah sebaiknya aku harus berbicara?”

“Ketika anda ingin diam.” Jawab Amirul Mukminin.

Orang itu kemudian bertanya lagi, “Lalu kapankah sebaiknya aku harus diam?”

“Ketika anda ingin berbicara.” Jawab Amirul Mukminin.

BUDAK PENJAGA KEBUN

Seorang budak diperintahkan oleh majikannya menjaga kebun anggur. Setelah beberapa bulan, majikannya itu datang untuk melihat kebunnya dan

berkata, “Ambilkanlah aku sedompol anggur!”

Lalu budak itu membawakan sedompol anggur. Ketika dimakan oleh majikannya, ternyata rasanya sangat masam.

“Ambilkan selain ini!” Titah sang majikan.

Budak itu pun mengambil anggur lain, namun ternyata rasanya masih masam. Lalu majikan itu berkata, “Mengapa engkau membawakanku anggur

yang masam, padahal di kebun ini banya buah anggur.”

Lalu budak itu menjawab, “Wahai Tuanku. Aku tidak mengenali mana anggur manis dan mana anggur masam di kebun ini.”

“Maha Suci Allah. Engkau sudah berbulan-bulan menjaga kebun ini, tapi belum bisa membedakan anggur yang manis dan yang masam.” Kata

Majikan dan melanjutkan, “Mengapa engkau tidak mencoba anggur-anggur di kebun ini?”

“Tuan. Sungguh engkau hanya memerintahkanku untuk merawat dan menjaga kebunmu ini, dan aku tidak ingin khianat pada hartamu, apalagi

melanggar perintahmu.” Jelas si budak.

Budak tersebut adalah seorang yang shalih bernama Al-Mubarak, ayah dari ulama besar, Abdullan bin Al-Mubarak.

MENGHORMATI ORANG LAIN

Suatu hari Ali bin Abi Thalib sedang terburu-buru hendak pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah, namun di perjalanan ia

bertemu seorang kakek-kakek yang sedang berjalan pelan di depannya. Demi memuliakan dan menghormati kakek tua itu, Ali tidak mau mendahuluinya,

meskipun suara iqamah sudah terdengar di masjid.

Ketika telah sampai di depan masjid kakek tua itu justru terus berjalan melewati masjid, karena ternyata ia adalah orang Nasrani. Ali yang merasa

sangat ketinggalan berjamaah pun langsung terburu-buru masuk ke dalam masjid. Namun aneh, meskipun tertinggal cuku lama, ternyata Rasulullah dan para

jamaah lain masih melakukan rukuk. Ali pun langsung ikut shalat berjamaah dengan yang lainnya.

Sehabis shalat, para jamaah bertanya kepada Rasulullah akan alasan beliau rukuk dengan waktu yang terbilang lama. Beliau pun menjawab, “Tadi

Jibril datang dan meletakkan sayapnya di atas punggungku dan menahannya cukup lama. Barulah ketika ia melepaskan sayapnya dari punggungku, aku dapat

bangun dari rukukku.”

23
Setelah jamaah bertanya kepada Rasulullah akan alasan Jibril melakukan itu, Jibril pun menyampaikan kepada Rasulullah, “Hai Muhammad. Tadi

Ali tergesah-gesah ingin melaksanakan shalat berjamaah, namun di tengah perjalanan ada seorang kakek yang berjalan di depannya, dan Ali tidak mau

mendahuluinya karena sangat menghormati orang lain, meskipun ia Nasrani.

KECERDASAN,

TAKTIK

DAN SENI MENYANJUNG

ADIL

Suatu hari seorang pria hendak mewariskan tanahnya kepada kedua anak laki-lakinya. Akan tetapi, kedua anaknya itu masing-masing menginginkan

bagian yang lebih besar daripada saudaranya.

Melihat ketamakan kedua anaknya, sang ayah kemudian berkata, “Hai anak-anakku! Salah seorang di antara kalian akan membagi tanah ini menjadi

dua bagian, dan seseorangnya lagi mempunyai hak untuk memilih pertama kali.”

24
Alhasil, anak yang ditunjuk untuk membagi tanah itu pun berusaha untuk membaginya dengan seimbang. Karena, jika ada tidak seimbang, maka

pasti saudaranya akan memilih yang lebih besar.

Akhirnya, tanah itu terbagi dengan adil, dan mereka pun sama-sama puas dengan bagiannya masing-masing.

TUHAN MEMPUNYAI ANAK

Suatu hari Imam Al-Baqillani menghadap kepada Raja Romawi. Kebetulan saat itu sang raja sedang didampingi oleh seorang uskup pimpinan

kerajaan dan beberapa orang pembesar kerajaan. Imam Al-Baqillani bersalaman kepada sang raja, si uskup dan semua orang. Setelah itu beliau menanyakan

bagaimana keadaan anak dan istri si uskup. Sontak semua yang hadir di tempat itu menjadi heran dan menganggap perkataan tersebut sebagai pelecehan. Mereka

pun sangat marah dan menatap Imam Al-Baqillani dengan tajam.

“Wahai Tuan-Tuan yang terhormat! Kalau mengatakan Tuan Uskup mempunyai anak istri dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan lantas

mengapa Tuan-Tuan mengatakan Tuhan mempunyai anak?” Ujar Imam Al-Baqillani.

Mereka pun terdiam dan tak mampu membalas.

KOIN TAKDIR

Suatu hari jendral yang pemberani dan cerdik bernama Oda Nobunaga berencana menyerang musuhnya, meskipun pasukan musuhnya itu berjumlah

jauh lebih banyak dari pasukannya sendiri. Menyadari pasukan lawannya jauh lebih banyak, ia memiliki ide untuk menyemangati pasukannya.

Pertama-tama Oda Nobunaga masuk disebuah kuil dan berdoa. Setelah selesai berdoa, ia mengambil sebuah koin dari sakunya dan berkata, “Aku

akan melempar koin ini. Jika hasilnya kepala, berarti kita akan menang. Namun jika ekor, berarti kita akan kalah. Mari kita lihat bersama suratan takdir kita!”

Setelah koin dilempar ke udara ternyata hasilnya adalah kepala. Semangat seluruh pasukannya pun hidup kembali. Alhasil setelah berperang, mereka

meraih kemenangan.

Seusai pertempuran, seorang letnan berkata kepada Oda Obunaga, “Ternyata tak seorang pun yang dapat mengubah takdirnya.” Sang

jendral hanya tersenyum dan menyerahkan koin tersebut kepada si letnan. Ternyata koin itu, kedua sisinya adalah kepala.

AHMAD DEEDAT VS ATHEIS

Ahmad Deedat adalah seorang da’i ternama dan sekaligus guru dari Zakir Naik. Suatu hari seorang Atheis pernah bertanya kepada Ahmad Deedat,

“Bagaimana perasaanmu jika ternyata saat engkau meninggal nanti, engkau mendapati bahwa kehidupan akhirat itu ternyata hanyalah sebuah kebohongan?”

Ahmad Deedat kemudian menjawab dengan santai, “Itu tidak lebih buruk daripada yang engkau akan rasakan, jika saat engkau meninggal dan

menemukan bahwa ternyata kehidupan akhirat itu benar-benar ada.”

MEMBELAH BAYI

Suatu hari dua orang perempuan masing-masing membawa bayinya untuk keluar rumah. Ketika telah di luar, tiba-tiba seekor serigala memangsa

salah-satu bayi tersebut. Lalu kedua perempuan tersebut bertengkar memperebutkan bayi yang masih hidup. Masing-masing dari mereka mengklaim bahwa bayi

yang masih hidup adalah bayinya.

Karena tidak ada yang mau mengalah, maka mereka mengadukan hal ini kepada Nabi Daud. Beliau kemudian bertanya, “Bagaimana duduk perkara

kalian ini?” Lalu keduanya menceritakan kronologis permasalahannya kepada Nabi Daud. Setelah mendengar penjelasan dari keduanya, Nabi Daud memutuskan

bahwa bayi tersebut adalah milik perempuan yang lebih tua.

25
Mendengar keputusan itu, perempuan yang lebih muda tidak ridha dan tetap berusaha merebut bayi tersebut. Lantas mereka bertengkar lagi, dan

mengadukannya kepada Nabi Sulaiman. Lalu beliau berkata, “Tolong ambilkan aku sebuah pisau! Aku akan membelah bayi ini menjadi dua bagian, dan masing-

masing dari kalian akan mendapatkan separuh bagian.”

Mendengar keputusan yang ngeri itu, sontak si wanita yang lebih muda berkata, “Apakah engkau akan membelahnya wahai Nabi Allah?”

“Ya.” Jawab Nabi Sulaiman.

“Jangan engkau lakukan itu! Biarkan bagianku yang separuh diberikan kepada perempuan yang lebih tua itu asalkan bayi ini tidak dilukai.” Kata

perempuan yang lebih muda dengan wajah memelas.

“Ambillah anak ini! Sesungguhnya dia adalah anakmu.” Kata Nabi Sulaiman kepada perempuan yang lebih muda itu.

Nabi Sulaiman memutuskan bahwa bayi yang diperebutkan itu adalah anak dari perempuan yang lebih muda, karena melihat kekhawatiran

perempuan tersebut dan keinginan kuatnya agar si anak selamat.

CARA MENYIARKAN BERITA

Ketika Umar bin Khattab memeluk islam, beliau menginginkan agar perubahan agamanya itu segera disebarkan kepada seluruh orang dengan cepat.

Beliau kemudian pergi menemui Jamil bin Ma’mar Al-Jumahi yang terkenal suka menyebarkan rahasia orang lain. Rahasia apapun yang diberitakan kepada

Jamil, pasti akan disebarkannya dengan cepat.

Umar bin Khattab kemudian berkata kepada Jamil bin Ma’mar Al-Jumahi, “Aku telah menjadi pemeluk agama Islam. Tolong jangan katakan apa-

apa! Tetaplah rahasiakan informasi ini, dan jangan menyebarkan informasi ini kepada siapa pun!”

Setelah mendengar itu, Jamil langsung pergi ke jalanan dan mulai berteriak, “Apakah kalian percaya bahwa Umar bin Khattab belum memeluk

agama Islam? Sungguh aku tak percaya berita ini. Namun, kuberitahu yah, dia telah menjadi pemeluk agama Islam!”

Berita ini pun segera tersebar ke semua orang, dan memang itulah yang diinginkan Umar.

MEMPEREBUTKAN SEORANG ANAK

Dua orang suami istri yang telah bercerai, bertengkar memperebutkan seorang anak di depan Hakim. Maka sang Hakim menyuruh si anak untuk

memilih salah satu di antara keduanya. Lalu si anak memilih bapaknya.

Ibunya berkata (kepada hakim): “Tanyalah dia, mengapa dia memilih bapaknya?”

Bertanyalah sang Hakim, kemudian anak ini menjawab, “Ibuku setiap hari membawaku ke Kuttab (tempat belajar anak-anak) dan guru memukulku

sedangkan bapak membiarkanku bermain bersama anak-anak lainnya.”

Maka Hakim memutuskan anak itu untuk ibunya dan berkata, “kamu lebih berhak atas anak ini.”

KARYA SASTRA

Suatu hari, seorang profesor hendak menyeberangi sebuah perairan untuk pulang ke rumahnya. Ia pun menaiki sebuah perahu, dan meminta si pelaut

untuk membawanya pulang secepat mungkin. Perahu itu pun perlahan-lahan menjauh dari pelabuhan, dan sang profesof duduk di geledak. Di perjalanan sang

profesor terus mengamati si pelaut dengan seksama dan menyimpulkan bahwa si pelaut pastilah orang tak berpendidikan.

“Hai sobat! Apakah engkau pernah mengecap bangku sekolah atau mempelajari karya sastra?” Tanya sang profesor.

“Tidak.” Jawab si pelaut dengan singkat.

“Kalau begitu, sungguh engkau telah menyia-nyiakan setengah dari hidupmu, sobat!” Kata si profesor dengan nada prihatin.

26
Si pelaut merasa sangat terhina dengan perkataan sang profesor, namun dia tidak terlalu menanggapinya dan tetap melanjutkan pekerjaannya.

Ketika perahu telah berada di separuh perjalanan, tiba-tiba cuaca berubah dan badai yang ganas menerjang perahu. Di tengah hantaman badai, si

pelaut berkata kepada sang profesor, “Tuan profesor yang terhormat. Apakah engkau bisa berenang?”

“Jangan konyol. Tentu saja tidak.” Jawab sang profesor yang mulai ketakutan melihat badai.

“Oh, sungguh sangat disayangkan! Karena sekarang engkau akan menyia-nyiakan sisa hidupmu. Perahu ini terjebak di pusaran air dan satu-satunya

jalan adalah dengan berenang. Sekarang karya sastra yang kau sebutkan itu tidak lagi berguna bagimu. Engkau menganggapku idiot, dan sekarang lihatlah

dirimu! Terjebak di dalam lumpur seperti seekor keledai!” Ujar si pelaut dengan puas.

KARENA MERASA MALU

Suatu hari seorang wanita yang kaya raya dan baik hati bernama Hayya Schechter, datang ke rumah tetangganya miskin untuk membantunya.

Namun, sang tetangga menolak kebaikan dan bantuan darinya, karena merasa gengsi. Ia pun merasa sangat sedih, sebab tidak dapat meringankan beban

tetangganya, padahal ia sudah beberapa kali menawarkan bantuan.

Beberapa hari kemudian, ia mengutus anaknya untuk pergi ke rumah tetangganya. Namun, kali ini, tujuannya bukan untuk menawarkan bantuan,

melainkan untuk meminjam uang. Walaupun sang tetangga sangat heran, namun ia tetap memberikan amplop berisikan uang yang tak seberapa. “Pasti Hayya

berada dalam kesulitan. Sebab mana mungkin ia harus meminjam uang dari seorang tetangga miskin sepertiku, jika tidak dalam keadaan yang sangat mendesak?”

Ujar sang tetangga di dalam benaknya.

Namun anehnya, setelah amplop itu di berikan oleh anaknya, Hayya malah langsung menyimpannya di laci dan tak pernah membuka isi amplopnya.

Anaknya yang bingung pun bertanya, “Ibu, mengapa engkau meminjam uang dari tetangga tapi tidak menggunakannya?”

“Wahai anakku! Ibu sengaja meminjam uang kepada tetangga kita itu, supaya ia tidak lagi merasa malu untuk meminjam uang kepada kita ketika

mereka membutuhkannya.” Jawab Hayya.

SYAIBAN DAN IMAM AHMAD

Suatu hari Imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada Syaiban, “Hai Syaiban! Apa pendapatmu tentang seorang yang shalat empat rakaat, lalu lupa

empat sujud. Apa yang harus dilakukannya?”

“Engkau menanyakannya kepadaku menurut madzhab kami atau menurut madzhabmu?” Balas Syaiban.

Lalu Imam Ahmad berkata, “Apakah ada dua madzhab?”

Dengan santai Syaiban menjawab, “Ya.”

“Jawablah menurut kedua madzhab tersebut!” Kata Imam Ahmad.

Lalu Syaiban menjawab, “Menurut madzhabmu, dia wajib menambah dua rakaat dan sujud sahwi. Adapun menurut madzhab kami, hatinya wajib

disiksa agar tidak mengulanginya lagi.”

Lalu Imam Ahmad melemparinya pertanyaan lagi, “Lalu, apa pendapatmu tentang orang yang memiliki empat puluh ekor kambing dan sudah

sampai setahun? Apa yang harus dilakukannya?”

“Menurut madzhabmu, dia harus membayar satu ekor kambing. Adapun menurut madzhab kami, seorang budak tidak memiliki apa-apa bersama

tuannya.”

Mendengar jawaban itu, Imam Ahmad kemudian menangis dan jatuh pingsan.

27
MENDIDIK

Kelompok Syiah ekstrim adalah kelompok yang membenci dan senang mencela beberapa sahabat Rasulullah, yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab,

Utsman bin Affan, dan istri-istri Rasulullah.

Suatu hari beberapa orang dari kelompok Syiah ekstrim datang menemui Syekh Shalil Al-Ja’fari dan memuji bait-bait qasidah karya beliau yang

berisi pujian terhadap ahli bait (keturunan Rasulullah). Setelah mereka selesai berbicara, sang syekh kemudian menanyakan tentang kealiman guru-guru mereka.

Mereka pun mengatakan bahwa guru-guru mereka adalah guru-guru terbaik dan mempunyai kedudukan serta gelar yang besar.

Sang syekh kemudian bertanya, “Apakah mereka itu sangat baik dalam mendidik murid-muridnya?”

“Oh, tentu saja. Mereka adalah orang yang ahli dalam bidang pendidikan.” Jawab mereka tanpa ragu.

“Apakah guru-guru kalian berhasil dalam mendidik murid-muridnya, sementara Rasulullah tidak berhasil mendidik sahabat-sahabatnya?” Tanya

sang syekh yang sedikit menyindir.

Mereka pun jadi diam dan nampak sangat malu.

Point penting:

1. Syekh Shalih Al-Ja’fari tidak membenarkan pandangan kelompok Syiah ekstrim yang membenci para sahabat Rasulullah.

2. Syekh Shalih Al-Ja’fari menjatuhkan kesombongan mereka dengan sengaja membandingkan kesuksesan guru-guru mereka dengan

kesuksesan Rasulullah.

3. Pada pertanyaan terakhir, sahabat-sahabat yang dimaksudkan Syekh Shalih adalah terkhusus untuk yang dibenci kelompok Syiah

ekstrim, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan para istri-istri Rasulullah.

IYAS VS GURU YAHUDI

Ketika masih kecil, Iyas Al-Muzani pernah belajar ilmu hisab di sebuah sekolah yang gurunya adalah seorang Yahudi ahli dzimmah.

Pada suatu hari, berkumpul lah kawan-kawan sang guru dari kalangan Yahudi, lalu mereka asyik membicarakan masalah-masalah agama mereka,

tanpa menyadari bahwa iyas turut mendengarkan mereka.

Guru Yahudi itu kemudian berkata kepada teman-temannya, “Tidakkah kalian merasa heran terhadap kaum muslimin? Mereka berkeyakinan bahwa

mereka akan makan di surga, namun tidak akan buang kotoran?”

“Wahai guru, bolehkah aku ikut campur dalam perkara yang kalian bicarakan itu?” Potong Iyas

“Silahkan nak!” Kata sang guru.

“Apakah semua yang kita makan di dunia ini, akan keluar menjadi kotoran?” Tanya iyas.

“Tidak semua!” Jawab sang guru.

“Lalu ke mana perginya yang tidak keluar itu?” Tanya Iyas lagi.

“Tersalurkan sebagai makanan jasmani,” Jawab sang guru.

“Kemudian apa alasan kalian mengingkarinya? Jika makanan yang kita makan di dunia saja sebagian hilang diserap oleh tubuh, maka jelas tidaklah

mustahil di surga kelak seluruhnya diserap oleh tubuh, dan akan menjadi makanan jasmani,” Ujar Iyas kemudian.

Merasa kalah dengan argumen Iyas itu, sang guru memberikan isyarat dengan tangannya sambil berkata kepada Iyas, “Semoga Allah mematikanmu

sebelum dewasa.”

28
PENULIS DAN ISTRINYA

Pernah suatu ketika seorang penulis sedang mengalami sakit gigi yang sangat parah. Istri yang tidak mengetahui sakit suaminya itu kemudian

hendak membicarakan suatu hal. Ternyata hal yang dibicarakan tersebut membuat sang penulis menjadi sangat marah dan berkata kasar kepada istrinya.

“Diam kau! Kalau terus berbicara, kukembalikan kau pada ayah ibumu.” Kata sang penulis.

“Mengapa hal sepele seperti itu membuatmu berkata kasar kepadaku?” Kata sang istri.

“Diam kau! Dasar wanita tak tahu diuntung, bodoh!” Kata sang penulis dengan mata membelalak.

“Wahai suamiku. Bijaklah dan menjadi sabarlah engkau, sebagaimana kisah-kisah bijak yang pernah kau tulis di buku karyamu.” Kata sang istri.

Sontak perkataan itu menembus ego sang penulis. Ia lalu pergi menenangkan diri dan mulai memikirkan perkataan istrinya itu. Dalam hati ia

membatin, “Benar apa yang dikatakan istriku itu. Seharusnya aku malu terhadap tulisanku sendiri. Orang-orang nanti akan berkata: sungguh tulisan sangat bijak,

namun sangat disayangkan penulisnya sendiri malah takluk dengan ego dan nafsu amarahnya.”

Setelah kejadian itu sang penulis meminta maaf kepada sang istri bijaknya itu.

“Orang yang tidak mencari nasihat adalah bodoh. Kebodohan itu membuatnya buta terhadap kebenaran dan membuatnya menjadi jahat, keras kepala, dan

ancaman bagi orang-orang di sekelilingnya.”

Kahlil Gibran

SENI MENYANJUNG ALA VOLTAIRE

Ketika sentimen anti-Prancis berada pada puncaknya, Voltaire kebetulan waktu itu sedang mengasingkan diri di London. Suatu hari, ia sedang

berjalan menyusuri jalanan di kota London, kemudian mendapati para gerombolan yang membenci dirinya.

“Gantung dia! Gantung si pria Prancis!” Teriak mereka.

Bukannya marah atau lari, Voltaire malah menyikapinya dengan tenang dan berkata, “Wahai pria Inggris! Kalian ingin membunuhku karena aku

pria Prancis. Apakah aku belum cukup menerima hukum karena tidak dilahirkan sebagai seorang pria Inggris?”

Gerombolan itu pun bersorak-sorai mendengar kata-kata bijak dari Voltaire, mereka menganggap bahwa bahkan Voltaire sendiri ingin dilahirkan

sebagai orang Inggris. Akhirnya, mereka membiarkannya melanjutkan perjalanan dengan selamat.

IMAM AL-BAQILLANI VS PENDETA

Suatu ketika seorang Pendeta berkata dengan nada sinis kepada Imam Al-Baqillani, “Kalian orang-orang islam itu rasis!”

Imam Al-Baqillani kemudian bertanya, “Mengapa anda berkata demikian?”

“Kalian membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Namun kalian melarang orang diluar islam untuk

menikahi anak-anak perempuan kalian,” Kata si Pendeta dengan nada tinggi.

Sang Imam menjawab dengan santai, “Oh, tenang dulu, dengarkan dulu penjelasanku!”

“Kami menikahi wanita Yahudi karena kami beriman kepada musa, dan kami menikahi wanita Nasrani karena beriman kepada Isa. Nah, jika kalian

beriman kepada Muhammad, maka kami tidak masalah jika harus menikahkan anak perempuan kami dengan kalian.” Kata Al-Baqilani sambil tersenyum.

Mendengar jawaban itu, si pendeta jadi terdiam malu.

GIGITAN TIKUS

29
Cao Cao adalah penguasa Kerajaan Wei yang menyukai kuda dan mempunyai beberapa pelana sangat berharga, yang disimpannya di dalam ruang

penyimpanan. Suatu hari petugas yang bertanggung jawab menjaga ruang penyimpanan mendapati salah-satu pelana kesayangan Cao Cao rusak digigit tikus. Ia

pun sangat ketakutan karena tahu bahwa Cao Cao pasti akan menghukumnya.

Dalam keadaan panik itu, anak Cao Cao bernama Cao Chong datang dan melihat wajah khawatir pada orang itu. Setelah ditanya penyebab

kekhawatirannya, orang itu pun menceritakan kejadiannya kepada Cao Chong. Setelah mengetahui kejadiannya, Cao Chong kemudian meminta kepada orang itu

untuk melaporkan hal itu kepada ayahnya, tiga hari kemudian.

Keesokan harinya, Cao Chong membuat beberapa lubang pada bajunya sendiri menggunakan pisau, sehingga terlihat seperti gigitan seekor tikus.

Dengan wajah yang terlihat sedih, ia menemui ayahnya dan berkata, “Ayah! Aku dengar bahwa adalah sebuah pertanda buruk jika pakaian seseorang dilubangi

oleh seekor tikus. Dan pagi ini aku menemukan bekas gigitan tikus di pakaianku.”

“Anakku! Jangan percaya dengan takhayul!” Kata Cao Cao yang menghibur.

Beberapa saat kemudian, si penjaga gudang datang untuk melaporkan tentang gigitan tikus pada pelana kuda Cao Cao. Namun, Cao Cao yang

mendengar berita itu malah tertawa, dan berkata, “Pakaian anakku juga digigit tikus. Jadi, aku tidk heran jika mereka juga menggigit pelana. Tidak apa-apa.

Hanya saja sebaiknya lebih berhati-hatilah lain kali!”

BUKAN BUNGANYA

Suatu ketika seorang raja di sebuah negeri, menggelar sayembara untuk mencari wanita yang akan dipersuntingnya menjadi ratu. Seluruh gadis

cantik pun berlomba-lomba mempercantik diri dan menghadap kepada sang raja. Namun sayang di antara gadis-gadis cantik itu, tidak ada satu pun yang mampu

memikiat hati sang raja.

Sang raja yang gemar berkebun itu, mensyaratkan kepada seluruh gadis yang ikut sayembara itu agar pandai memelihara berbagai tanaman dan

bunga. Seluruh gadis yang hadir pun diberikan sebuah benih bunga. Dan barangsiapa yang berhasil menumbuhkan benih itu, maka dialah yang terpilih menjadi

istri sang raja.

Setelah beberapa bulan kemudian, para gadis itu diundang untuk datang ke istana menunjukkan hasil kerja keras mereka. Semua gadis

memperlihatkan pot yang berisi bunga yang sangat indah dan harum. Namun tampaknya, sang raja malah tidak menggubris mereka, hingga datang seorang gadis

yang membawa pot kosong. Sang raja kemudian bertanya kepadanya, “Mengapa pot bungamu kosong?”

“Maafkan aku Yang Mulia, aku telah gagal menumbuhkan benih ini sekalipun aku telah berusaha keras.” Jawab gadis itu.

Sang raja lalu berkata, “Engkau bukan gagal, namun engkau berkata jujur.”

“Mengapa Yang Mulia berkata demikian?” Tanya gadis itu dengan ekspresi kebingungan.

Sang raja menjawab, “Sebab seluruh benih yang aku bagikan itu telah kupanggang terlebih dahulu. Sehingga tentunya sangat mustahil bagi benih itu

untuk tumbuh. Oleh karena itu, semua bunga indah yang berada di pot gadis-gadis lain pasti bukan berasal dari benih yang kubagikan.”

“Lalu mengapa Yang Mulia menggelar sayembara ini?” Tanya si gadis.

“Karena gadis yang berhati jujurlah yang aku cari, bukan bunganya.” Jawab sang raja.

“Orang-orang yang suka berkata jujur mendapatkan tiga hal: kepercayaan, cinta dan rasa hormat.”

Ali bin Abi Thalib

FAJAR TELAH TERBIT

30
Suatu hari seorang lelaki datang menemui Imam Abu Hanifah dan berkata, “Malam ini istriku tidak mau berbicara kepadaku, lalu aku katakan

kepadanya, ‘Jika fajar telah terbit, sedangkan engkau masih saja tak mau berbicara denganku, maka engkau kutalak tiga’. Padahal aku telah memohon kepadanya

agar sudi berbicara kepadaku, namun semua usahaku gagal.”

Melihat kekhawatiran orang tersebut, Imam Abu Hanifah kemudian berkata, “Pergilah! Dan minta kepada muadzin agar mengumandangkan adzan

sebelum terbit fajar. Barangkali jika ia mendengar adzan, ia akan berbicara kepadamu.”

Segeralah lelaki tersebut memengabarkan hal itu kepada muadzin. Setelah selesai, ia pun langsung pulang untuk memohon kepada istrinya agar mau

berbicara. Belum lama memohon-mohon kepada istrinya, suara adzan di masjid sudah terdengar. Sang istri lantas berkata, “Fajar telah terbit, artinya aku telah

terlepas darimu.” Ungkapnya tanpa tahu bahwa suara adzan itu hanya rekayasa sang suami dan Imam Abu Hanifah saja.

Melihat istrinya telah berbicara, lelaki itu sangat senang dan berkata, “Justru engkau telah berbicara kepadaku sebelum fajar terbit, dan aku telah

terlepas dari sumpahku.”

ILMU SEORANG JENDERAL

Ketika hendak menyerang Negara Zhongshan, Jenderal Wu Qi memimpin pasukannya dengan menggunakan pakaian yang sama dan makan bersama

semua pasukannya. Ia juga lebih memilih berjalan kaki bersama pasukannya daripada menaiki kuda atau kereta.

Suatu hari di dalam perjalanan, ia mendapat kabar bahwa seorang prajuritnya mengalami bengkak akibat lukanya. Ia pun segera menemuinya . Di

depan semua pasukannya, ia berlutut dan mengisap gelembung yang bengkak pada bagian tubuh prajuritnya itu.

Ketika ibu prajurit itu mendengar berita ini, ia langsung menangis sedih. Seseorang yang melihat pun bertanya, “Mengapa engkau menangis?

Anakmu hanyalah prajurit infanteri, tetapi sang jenderal merawatnya dengan baik. Bukankah itu peristiwa yang seharusnya mengharukan?”

“Engkau tidak tahu,” Kata ibu itu. “Beberapa tahun yang lalu, sang Jenderal juga melakukan hal yang sama kepada ayah anak itu. Ia sangat

berterimakasih, hingga bertempur dengan gagah berani sampai akhirnya mati terbunuh oleh musuh. Sekarang anakku itu pasti akan mati demi jenderal itu juga.

Itulah alasanku mengapa aku menangis.”

Point penting:

Kebaikan sang jenderal dapat membuat pasukannya rela mati demi dirinya. Dan kebaikan itulah yang ditakutkan oleh seorang ibu yang anaknya

menjadi salah-satu pasukan sang jenderal.

PELAYAN CERDIK

Suatu hari seorang pelayan kerajaan sedang sibuk menyuguhkan makanan untuk sang raja yang telah duduk di kursi makan. Pelayan itu secara tidak

sengaja menjatuhkan setetes makanan di meja sang raja. Sontak melihatnya dengan tatapan tajam, dan hampir dipastikan bahwa pelayan itu akan dibunuh.

Menyadari hal buruk akan terjadi padanya, si pelayan itu bukannya memohon maaf. Namun, malah mengambil panci berisi makanan dan melemparkannya ke

atas meja makan hingga mengenai sang raja.

Melihat perilaku pelayannya itu, sang raja pun menjadi heran dan berkata, “Hai pelayan! Apa yang mendorongmu melakukan ini, padahal engkau

tahu sendiri bahwa setetes makanan yang kau jatuhkan saja dapat membuatmu dihukum mati?”

“Aku malu jika orang-orang mengetahui bahwa raja membunuh dan menghalalkan darahku hanya karena setetes makanan yang tidak sengaja

kutumpahkan. Padahal aku telah menghormati dan menjadi pelayannya sejak lama. Maka dari itu, aku ingin memperbesar kesalahanku, sehingga layaklah sang

raja menghukumku dengan hukuman mati. Hal itu akan dianggap cukup beralasan karena kesalahanku memang besar.” Jelas si pelayan.

31
Akhirnya, si pelayan tidak jadi dihukum, dan justru diberi hadiah.

Point penting:

Sang raja menyadari bahwa si pelayan telah menyelamatkan nama baiknya.

KERINDANGAN POHON

Ketika sedang jalan-jalan, seorang bangsawan mengamati bahwa orang-orang tinggal di sekitar jalan raya adalah orang-orang miskin. Mereka

mengenakan pakaian kumuh, rumah yang reyot, dan berpendapatan sedikit. Sang bangsawan kemudian bertanya kepada perdana mentrinya, apakah ia dapat

merubah kondisi orang-orang memprihatinkan itu.

Sang perdana mentri kemudian berkata, “Mari kita tebang semua pohon yang berada di sepanjang jalan raya ini.”

Saran sang perdana mentri kemudian dijalankan. Dan alhasil, baru setahun, kehidupan orang-orang itu sudah berubah. Terlihat mereka sudah

mengenakan pakaian yang mewah dan sepatu baru.

Sang bangsawan yang telah melihat perubahan besar itu kemudian menayakan alasannya kepada perdana mentri.

Sang perdana mentri pun menjawab, “Pohon-pohon di jalan raya itu telah memberikan kerindangan kepada orang-orang di sekitarnya. Sebelum

pohon-pohon itu ditebang, para lelaki dan wanita yang tinggal di daerah itu hanya sibuk bermain kartu dan bergosip di bawah pohon-pohon rindang itu. sebagian

pemuda yang sibuk menembak burung-burung yang hinggap di pohon itu, sedangkan yang lainnya bermalas-malasan di bawahnya. Padahal mereka semua

seharusnya bekerja. Sekarang, setelah pohon itu di tebang, mereka tidak lagi bermalas-malasan , bertedu, atau bermain kartu di bawahnya. Mereka harus bekerja

dan menghasilkan uang, sehingga mereka pun menjadi lebih baik. Itulah alasanku menyarankan untuk menebang pohon-pohon itu.”

“Itu ide yang sangat bagus.” Kata sang bangsawan.

“Kenyamanan akan sesuatu, seringkali membuat kita lalai akan sesuatu yang lebih penting.”

Penulis

MEMINJAM UANG

Suatu hari seorang lelaki tampan dengan berpakaian mewah masuk ke sebuah Bank. Ia meminta kepada Direktur Bank agar dipinjami uang satu

dolar dan akan dikembalikan tiga bulan kemudian.

“Apa yang bisa anda serahkan kepada Bank, sebagai jaminan?” Tanya sang direktur.

Lelaki itu kemudian menunjukkan sebuah mobil mewah yang terparkir di halaman Bank, sambil berkata, “Inilah mobilku, silahkan anda ambil

sebagai jaminan!”

Sang direktur bingung, namun tetap menyuruh salah-seorang karyawannya untuk memasukkan mobil mewah tersebut ke dalam garasi, tempat

penyimpanan barang-barang jaminan. Setelah pengurusan surat-surat yang diperlukan telah selesai, lelaki itu pun menerima uang satu dolar.

Setelah tepat tiga bulan, lelaki itu datang kembali ke Bank dan membayar pinjamannya.

Melihat lelaki itu, sang direktur pun bertanya, “Tuan. Ketahuilah! Selama dua puluh lima tahun aku bekerja di Bank, baru kali ini aku mengalami

kejadian seunik ini. Di mana seorang lelaki yang berpenampilan meyakinkan, berpakaian mewah, dan membawa mobil mahal datang ke Bank hanya untuk

meminta pinjaman satu dolar.”

Lelaki itu pun menjawab sembari tersenyum, “Tuan. Aku mendapat tugas di luar negeri selama tiga bulan, dan aku tidak memiliki garasi untuk

menyimpan mobilku. Makanya, aku datang ke Bank ini agar mobilku dapat kuparkir dengan aman.”

32
Point penting:

Si lelaki hanya memanfaatkan Bank untuk memarkirkan dan menitipkan mobil miliknya. Ia tidak benar-benar membutuhkan uang pinjaman.

SENI MENYANJUNG

Pernah ada seorang raja yang cacat, yaitu memiliki kebutaan pada mata kanannya dan pincang pada kaki kirinya. Suatu hari sang raja ingin dilukis,

maka ia memanggil seorang seniman pelukis yang masyhur.

Sang seniman kemudian melukis raja dengan begitu indah, seperti seorang pejuang hebat, memiliki mata yang bercahaya, dan kaki yang berotot.

Namun, bukannya senang, raja malah murka, dan berkata, “Kau pembohong! Ini bukan aku.” Raja juga memerintahkan kepada pengawalnya untuk

memenjarakan sang seniman.

Setelah peristiwa itu, seniman kedua juga dihadirkan untuk melukis sang raja. Seniman kedua yang mengetahui peristiwa sebelumnya kemudian

melukis sang raja persis seperti apa adanya. Namun, raja juga murka.

“Seni macam apa ini?” Hardik sang raja yang merasa terhina, karena dilukis dengan bermata buta dan berkaki pincang. Alhasil, seniman kedua pun

ditangkap dan dipenjarakan.

Lalu kemudian, seniman ketiga dipanggil juga untuk melukis sang raja. Setelah seniman itu melihat sang raja dengan seksama, maka ia pun melukis

sang raja. Terlihat dalam lukisannya, sang raja digambarkan sedang mengenakan pakaian berburu. Ia sedang menembak dengan posisi berlutut, kaki kanannya

ditekuk, sedangkan kaki kirinya menopang pangkal senapan yang sedang dipegangnya. Terlihat juga, hanya mata kanannya yang terbuka, karena sedang dalam

posisi membidik buruannya.

Sang raja sangat puas dan takjub dengan karyanya. Ia juga menghargai seniman tersebut dengan memberi sekantung emas dan memujinya sebagai

seniman terbaik di dunia.

SERATUS UNGKAPAN MANIS

Seorang pemuda ditujuk sebagai pejabat pemerintahan di suatu ibu kota. Sebelum berangkat, ia mengunjungi gurunya yang juga seorang pejabat

pemerintahan senior untuk sekedar berpamitan.

“Pekerjaan seperti itu tidaklah muda. Engkau harus berhati-hati!” Ujar sang guru menasihatinya.

“Baiklah. Terimakasih atas nasihatmu ini,” Kata pemuda itu, “Namun, engkau tak perlu khawatir, aku telah menyiapkan seratus ungkapan semanis

madu. Kalau aku nanti bertemu dengan pejabat di sana, aku akan menggunakannya. Ia pasti akan sangat senang.”

Sang guru kemudian mengomentarinya, “Bagaimana bisa engkau melakukan hal seperti itu? Kita ini adalah lelaki sejati, kita memiliki prinsip. Kita

tidak seharusnya menggunakan sanjungan.”

“Sayangnya, pada faktanya kebanyakan orang senang disanjung,” Kata lelaki itu, “Hanya beberapa orang lelaki saja yang benar-benar sejati

sepertimu yang tidak menyukai sanjungan.”

Sang guru kemudian berkata dengan senyuman, “Mungkin engkau memang benar.”

Kemudian lelaki muda ini menceritakan kisah tersebut kepada temannya, dan berkata, “Aku telah menggunakan satu dari seratus ungkapan manisku.

Sekang aku masih memiliki sembilan puluh sembilan ungkapan yang tersisa.

Maksudnya, ia telah menggunakan satu ungkapan manisnya (sanjuangan) kepada gurunya.

Point penting:

33
Sang guru bukan orang yang benar-benar membenci sebuah sanjungan. Bahkan ia pun takluk dengan sanjungan manis dari muridnya.

TRIK SEORANG PERAMAL

Tiga orang pemuda sedang dalam perjalanan untuk mengikuti sebuah ujian negara. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang peramal

masyhur.

Ketiga pemuda itu menanyakan akan hasil ujian mereka nantinya. Setelah meminta data jam dan hari kelahiran mereka, sang peramal kemudian

tidak mengatakan apapun. Ia hanya menunjuk dengan jari telunjuknya. Melihat hal aneh itu, ketiga pemuda menjadi bingung dan menanyakan hasilnya.

Namun, sang peramal berkata, “Aku khawatir, bahwa aku tidak dalam posisi boleh mengungkapkan apa yang telah disiapkan Surga untuk kalian.

Mohon maafkan aku!”

Tiga pemuda itu pun pergi dengan bingung dan kecewa.

Murid peramal yang juga menyaksikan hal itu, bertanya, “Guru. Apa sebenarnya yang engkau maksudkan dengan menunjuk ketiga pemuda itu?

“Sebenarnya sangat sederhana. Pemuda itu ada tiga orang. Jika seorang dari mereka lulus, maka jariku berarti hanya seorang saja dari mereka yang

akan lulus. Jika dua dari mereka nantinya lulus, maka jariku berarti hanya satu dari mereka yang akan gagal. Jika ketiganya ternyata lulus, maka jariku berarti

ketiganya akan lulus secara bersama-sama. Sedangkan, jika ternyata mereka semua gagal, maka jariku pun dapat berarti mereka semua akan gagal.” Jelas sang

peramal.

Point penting:

Apapun hasilnya, ramalan si peramal akan tetap bermakna benar.

BERMALAM DI MASJID

Suatu hari ketika sedang marah terhadap istrinya, Khalifah Harun Ar-Rasyid berkata, “Jika malam ini engkau masih bermalam di kerajaanku, maka

engkau kucerai tiga.” Lalu orang-orang meminta fatwa kepada Qadhi Abu Yusuf mengenai ucapan tersebut.

“Engkau dapat bermalam di masjid karena masjid adalah milik Allah.” Kata Abu Yusuf.

Kemudian Khalifah Harun Ar-Rasyid mengangkat beliu menjadi qadhi di seluruh wilayah kerajaannya.

Point penting:

1. Khalifah Harun Ar-Rasyid menyesal atas talak yang diberikannya kepada sang istri, sehingga ia berterimakasih atas solusi yang diberikan

Abu Yusuf.

2. Meski masjid yang dimaksud berada di dalam wilayah kerajaan sang khalifah, namun tetap beliau tidak berhak atasnya. Sebab, masjid

adalah rumah dan kepunyaan Raja Dari Segala Raja, yakni Allah.

BIJI KURMA

34
Suatu hari Imam Asy-Syafi’i pernah didatangi oleh sesorang dan ditanya, “Bagaimana jika seorang suami berkata kepada istrinya yang pada saat itu

di mulutnya terdapat biji kurma: Jika engkau makan kurma itu, maka engkau aku talak, dan jika engkau memuntahkannya, maka engkau pun aku talak.”

Maka Imam Asy-Syafi’i kemudian menjawab, “Makan separuh dan muntahkanlah separuhnya!”

SIASAT KUDA TERBANG

Suatu hari Sultan Persia menghukum mati dua orang pria. Salah seorang di antara pria itu mengetahui bahwa sang sultan sangat menyukai kuda

jantan, sehingga ia menawarkan diri untuk mengajari kuda sang sultan agar dapat terbang, dengan imbalan kebebasannya. Ia berjanji jika setahun kuda itu belum

juga dapat terbang, maka sang sultan boleh membunuhnya.

Sang sultan yang mendengar tawaran itu pun seketika membayangkan dirinya sebagai pengendara satu-satunya kuda terbang di dunia. Setelah

sedikit pertimbangan, tawaran itu pun diterima. Tahanan kedua kemudian menatap temannya dengan terheran-heran dan berkata, “Engkau tahu kan bahwa kuda

tidak bisa terbang. Apa yang membuatmu mengarang ide gila seperti itu? Kau ini hanya menunda-nunda kejadian yang tak terelakkan saja.”

Pria itu pun menjawab, “Kau salah! Sesungguhnya aku telah memberi diriku empat kemungkinan dan peluang kebebasan. Kemungkinan pertama,

bisa jadi sultan meninggal dalam waktu setahun. Kemungkinan kedua, bisa jadi aku meninggal dalam waktu setahun. Kemungkinan ketiga, bisa jadi kuda itu

mati dalam setahun. Dan kemungkinan keempat, bisa jadi aku mengajarkan kuda itu cara terbang!”

Point penting:

1. Sang sultan tidak mampu berpikir logis. Ia tidak berpikir bahwa mana mungkin ada seekor kuda yang dapat terbang.

2. Para bawahan sang sultan tidak berani mengingatkannya, sebab bisa jadi sang sultan menjadi marah karena merasa terhina telah

dianggap seorang yang bodoh.

3. Pria yang melakukan perjanjian dengan sang sultan adalah seorang pria yang memiliki kecerdikan dan mampu membaca keadaan.

KEKUATAN ENDORSEMENT

Seorang pemuda memiliki seekor kuda yang sangat bagus. Suatu hari, ia berniat menjual kudanya itu di pasar. Namun, ketika di pasar, tidak ada

orang yang mau membeli kuda tersebut, bahkan untuk sekedar singgah melihatnya pun orang tidak berminat. Melihat hal itu, ia kemudian memanggil seorang

pelatih kuda ternama.

“Dapatkah engkau datang dan melihat kudaku? Mohon untuk berjalan mengelilingi, melihatnya dari dekat, lalu pergi. Tetapi, ketika engkau beranjak

pergi, pastikan engkau menoleh ke belakang. Sebagai upahnya, aku akan memberimu untungku dari penjualan yang lain.”

35
Keesokan harinya pelatih kuda itu pun datang. Ia berjalan mengelilingi kuda tersebut dan melihatnya dari atas sampai ke bawah. Dan ketika hendak

pergi, ia pun menoleh ke belakang sebagaimana pesan si pemuda sebelumnya. Pada hari itu, kuda tersebut berhasil terjual dengan harga sepuluh kali lipat dari

harga semestinya.

Point penting:

Si pemilik kuda mengetahui pengaruh selebritas. Sehingga, ia memanfaatkan kepopuleran si pelatih untuk meningkatkan nilai harga kudanya.

KEJUJURAN SEORANG PENIPU

Suatu hari seorang pria yang menggunakan pakaian necis datang menemui Al Capone, gangster paling ditakuti di zamannya. Pria itu menggunakan

aksen Eropa dengan baik dan memperkenalkan diri sebagai Count Victor Lustig. Ia berjanji bahwa jika Capona memberinya uang sebanyak $50.000, maka ia

akan menggandakannya lebih banyak. Semula Capone menolak tawaran tersebut, namun kerena orang itu cukup berkelas dan meyakinkan, maka Capone pun

akhirnya menerimanya.

“Gandakan uang ini dalam waktu enam puluh hari, seperti janjimu!” Kata Al Capone.

Lustig pun membawa uang itu pergi dan menyimpannya di sebuah peti di Chocago. Ia tidak pernah menyentuh uang itu, apalagi berusaha

menggandakannya. Lalu dua bulan kemudian, ia datang mengambil uang itu dan mengunjungi Capone lagi. Setelah bertemu, ia menampakan wajah penyesalan,

sembari berkata, “Aku benar-benar sangat menyesal Tn. Capone. Tolong maafkan aku, rencana itu gagal. Aku gagal!”

Al Capone kemudian menatap tajam ke arah Lustig dan berpikir ke sungai mana sebaiknya ia melemparkan pria itu. Tetapi Lustig cepat-cepat

merogoh kantung jasnya, mengeluarkan uang $50.000, dan meletakkannya di atas meja sembari berkata, “Nah, Tuan. Ini uang anda, masih tetap utuh. Sekali lagi

maafkan aku. Aku benar-benar sangat malu dan menyesal, karena keadaanya tidak sesuai dengan dugaanku. Aku sangat ingin menggandakan uang anda demi

anda dan diriku sendiri, sungguh Tuhan pun tahu bahwa aku sangat membutuhkannya, tetapi semua rencana itu tidak terwujud.”

Capone yang tadinya berniat menghabisinya menjadi bingung, lalu kemudian berkata, “Sebenarnya aku tahu bahwa engkau adalah seorang penipu.

Aku mengetahuinya tepat saat kau masuk ke mari. Aku mengharapkan entah $100.000 atau nihil, tetapi ternyata aku mendapatkan uangku kembali.”

“Sekali lagi maafkan aku Tn. Capone!” Ujar Lustig sambil mengangkat topinya untuk bersiap-siap pergi.

“Sungguh engkau sangat jujur. Jika engkau sedang mengalami kesulitan, nih kuberikan $5000, semoga bisa membantumu.” Kata Capone sambil

menghitung lima lembar uang seribu dolar dari tumpukan uangnya. Lustig pun terperanga dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Tanpa dapat ditebak, sesungguhnya Lustig memang sejak semula hanya mengincar uang $5000 itu.

36
Point penting:

1. Count Victor Lustig adalah orang yang pandai membaca psikologis seseorang dan mampu berpikir ke depan dengan tepat.

2. Adapun Al Capone, meski seorang mafia yang kejam, namun ia menghargai sebuah kejujuran. Dan itulah yang dimanfaatkan oleh seorang

Lustig.

ABU LAHAB DAN ISTRINYA

Aqil bin Abi Thalib adalah saudara kandung Ali bin Abi Thalib yang memihak kepada Muawiyah bin Abi Sufyan dalam perebutan kekuasaan. Ia

pun sering kali didekati oleh Muawiyah sekedar untuk mengambil hatinya agar selalu berpihak kepadanya. Namun, ketika Ali bin Abi Thalib meninggal dunia

karena dibunuh dan segala urusan serta kekuasaan berada di tangan Muawiyah, maka ia merasa tidak membutuhkan Aqil lagi. Muawiyah bahkan sering kali

dengan sengaja mengejek Aqil.

Pada suatu hari ketika Muawiyah sedang duduk bersama dengan Aqil dan beberapa pengikutnya, ia berkata kepada Aqil dan para pengikutnya,

“Wahai sauadara-saudaraku! Tahukah kalian siapa Abu Lahab yang difirmankan Allah, ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasalah dia!’”

“Tidak. Memangnya siapa dia?” Tanya salah seorang di antara mereka.

“Abu Lahab itu adalah pamannya!” Kata Muawiyah sambil menunjuk Aqil.

Merasa dipermalukan, Aqil pun membalas, “Dan tahukah saudara-saudara siapa istri Abu Lahab yang difirmankan Allah, ‘Dan (begitu pula)

istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal?”

“Kami pun tak tahu!” Jawab mereka.

“Istri Abu Lahab itu adalah bibinya!” Ujar Aqil sambil menunjuk Muawiyah.

Istri Abu Lahab adalah Ummi Jamil binti Harb bin Umayyah. Sedangkan, Muawiyah sendiri adalah Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin

Umayyah. Sehingga tepatlah yang dikatakan Aqil, bahwa Ummi Jamil adalah bibi Muawiyah.

Point penting:

1. Aqil bin Abi Thalib adalah seorang yang mampu berpikir dengan cepat, sehingga dapat membalas sindiran Muawiyah terhadapnya.

2. Adapun Muawiyah bin Abi Sufyan pandai dalam membuat argumen, namun lengah terhadap kelemahan argumen yang dibangunnya.

Alhasil, ia menjadi malu sendiri.

37
LUCU

SALAH PERHITUNGAN

Seorang ayah memiliki anak laki-laki yang tidak pernah patuh, keras kepala, dan selalu melawan kehendaknya. Ketika menjelang kematiannya, sang

ayah berkata kepada anak laki-lakinya itu, “Anakku. Jika ayah mati, tolong kuburkan saja mayat ayah di sungai!”

Sang ayah berkata demikian dengan harapan si anak durhakanya itu sekali lagi tidak menuruti perintahnya, dan memilih menguburkan mayatnya di

tanah pemakaman yang layak.

Namun, ketika ia meninggal, si anak berkata kepada dirinya sendiri, “Sepanjang hidupnya, aku tidak pernah mendengarkannya. Tetapi, aku akan

menuruti permintaan terakhirnya.”

Maka, si anak itu menguburkan ayahnya di pasir tepi pantai.

Point penting:

1. Sang ayah tidak mempertimbangkan dengan baik dalam merencanakan sesuatu. Seharusnya ia berpikir bahwa seburuk-buruknya seorang

anak, pasti akan berusaha menjalankan wasiat terakhir ayahnya sendiri.

2. Adapun si anak, tidak seharusnya berlaku demikian kepada ayahnya.

“Jenderal yang memenangi pertempuran membuat banyak perhitungan sebelum perang. Jenderal yang kalah hanya membuat sedikit perhitungan sebelumnya.”

Sun Tzu

REZEKI

Suatu hari di sebuah majelis, Imam Malik pernah berdebat dengan Imam Syafi’i tentang rezeki. Menurut Imam Malik, rezeki itu diperoleh tanpa

campur tangan dan usaha manusia. Sedangkan, menurut Imam Syafi’i, untuk memperoleh rezeki dibutuhkan usaha dan kerja keras manusia. Mereka masing-

masih mengemukakan hujjahnya dan tidak ada yang mengalah.

Hingga suatu ketika, saat Imam Syafi’i berjalan-jalan ia melihat orang yang sedang memetik anggur dan singgah untuk membantunya. Setelah

selesai, ia pun diberikan sekantung anggur sebagai balasannya. Ia sangat bahagia, namun bukan karena anggurnya, melainkan karena telah memiliki alasan dan

hujjah yang kuat untuk membuktikan pendapatnya.

38
Dengan bergegas, ia mendatangi Imam Malik yang sedang duduk santai. Imam Syafi’i kemudian menaruh anggur tersebut di hadapan Imam Malik

sambil menceritakan pengalamannya, “Seandainya aku tidak keluar dari pondok ini dan membantu petani memanen anggur, tentu saja aku tidak dapat

memperoleh anggur ini. Bukankah ini bukti, bahwa rezeki itu harus diperoleh dengan usaha dan kerja keras”

Mendengar hal itu, Imam Malik hanya tersenyum dan mencicipi anggur tersebut, lalu berkata, “Seharian ini, aku memang tidak keluar dari pondok.

Aku hanya berpikir bahwa alangkah begitu nikmatnya jika di hari yang terik ini aku dapat memakan anggur. Namun, ternyata engkau malah datang

membawakanku sekantung anggur. Bukankah ini bukti bahwa rezeki datang tanpa usaha kerja keras dan cukup dengan bertawakal kepada Allah?”

Mereka lalu tertawa bersama.

Point penting:

Intinya pendapat mereka berdua sama-sama memiliki hujjah yang kuat.

PAMERAN YANG GAGAL

Suatu hari Imam Al-Ashmu’i melihat seorang lelaki tengah mengerjakan shalat dengan sangat khusyuk. Lelaki itu juga memanjangkan bacaan-

bacaan dan rukun-rukun shalatnya sehingga shalatnya lama sekali. Orang-orang di situ pun memperhatikannya dengan rasa kagum.

Usai mengerjakan shalat, orang-orang pun berdatangan mendekatinya dan berkata, “Alangkah baiknya shalatmu!”

Tiba-tiba lelaki itu menjawab, “Dan itu semua kulakukan dalam keadaan aku sedang berpuasa.”

Imam Al-Ashmu’i yang juga mendengar percakapan mereka kemudian mendekat dan berkata, “Hai lelaki! Demi Allah, saat engkau mengerjakan

shalat dihadapanku, itu membuatku kagum. Namun setelah engkau mengatakan bahwa engkau sedang berpuasa, ini membuatku ragu.”

Point penting:

1. Lelaki yang sholat itu adalah seorang yang senang akan pujian. Sehingga ia menerangkan bahwa ia mengerjakan shalat dengan lama

dalam keadaan berpuasa.

2. Imam Al-Ashmu’i mengetahui penyakit yang ada di dalam hati lelaki tersebut, yakni penyakit riya dan gila pujian.

“Sesungguhnya ada di antara manusia yang suka dipuji, padahal di sisi Allah tidaklah lebih berat dari sayap seekor nyamuk.”

Al-Auza’i

MEMANCING

Suatu hari seorang pria bijak sedang berjalan-jalan, kemudian ia diganggu oleh orang bodoh yang melemparinya dengan batu. Batu tersebut

mengenai kepala si orang bijak, namun bukannya marah, ia malah berkata:

“Anakku sayang. Lemparanmu sangat bagus! Tolong terimalah uang ini! Kau telah bekerja cukup keras sehingga kau layak mendapatkan sesuatu

yang lebih dari sekedar ucapan terimakasih saja. Setiap usaha patut diberi imbalan. Apakah kau lihat pria di sebelah sana? Dia bisa memberimu uang lebih

banyak daripada aku. Pergilah, dan lemparilah dia dengan batu, maka dia akan memberikanmu upah yang lumayan.”

Karena terbujuk dengan perkataan si orang bijak itu, si pria bodoh pun langsung berlari dan melempari pria yang diperintahkan. Kali ini dia tidak

diberi uang atas lemparan batunya, namun ia ditangkap dan dipukuli hingga tulang-tulangnya patah.

Point penting:

39
1. Sebenarnya si orang bijak lebih tepat dikatakan sebagai orang cerdik. Sebab, jika benar orang bijak, ia tidak akan menjadikan orang

ketika sebagai korban juga.

2. Si orang bodoh benar-benar tidak sadar jika ia sedang dijebak.

BERDOA SAJA

Suatu hari di penggilingan gandum, seorang lelaki yang telah menunggu gilirannya berkata kepada pemilik penggilingan, “Tidak bisakah engkau

mendahulukan giliranku?”

“Oh, maaf. Sangat disayangkan, di sini banyak orang yang lebih berhak darimu.” Kata pemilik penggilingan.

“Dan, Demi Allah! Aku pun sangat menyayangkan jika aku harus berdoa kepada Allah agar hewan penggerak penggilinganmu ini mati. Padahal ini

adalah sumber penghasilanmu.” Kata lelaki itu.

Mendengar perkataan lelaki yang berbau ancaman itu, si pemilik penggilingan kemudian bertanya, “Apakah setiap doamu pasti dikabulkan Allah?”

“Oh, tentu saja!” Jawab lelaki itu dengan meyakinkan.

“Jika demikian, maka berdoa sajalah agar gandummu itu berubah menjadi tepung.” Ujar pemilik penggilingan.

Point penting;

1. Si pemilik penggilingan mengetahui kebohongan si pemilik gandum, sehingga ia tidak takut terhadap ancamannya. Sebab, seorang yang

benar-benar dikaruniai Allah sebuah karomah, tidak akan menggunakannya dengan salah apalagi untuk mengancam.

2. Si pemilik gandum tidak berpikir dengan baik bahwa ia akan terjebak dengan kebohongan yang dibuatnya sendiri. Alhasil, ia malu di depan

orang banyak.

RAHASIA KESUKSESAN

Suatu hari ada seorang pemuda yang giat berdoa kepada Tuhan agar diberi petunjuk untuk mengetahui rahasi-rahasia kesuksesan. Lalu, di suatu

malam ia bermimpi mendapat wangsit jika ingin mengetahui rahasia kesuksesan dalam hidup, ia harus pergi ke sebuah hutan belantara. Keesokan harinya

pemuda itu pun langsung menuju ke hutan yang dimaksud dengan perasaan penasaran.

Setelah beberapa jam berjalan menyusuri hutan, pemuda itu pun berhenti untuk beristirahat. Ketika sedang asyik beristirahat, ia melihat ada seekor

rubah buntung tanpa kaki yang sedang berteduh di antara dua batu.

Penasaran ingin mengetahui bagaimana rubah itu bertahan hidup, pemuda itu pun terus mengamati dari jauh. Tak lama kemudian, ia melihat ada

seekor singa yang menghampiri si rubah buntung itu dan memberikannya sepotong daging.

“Ah, akhirnya aku mengerti sekarang. Rahasia sukses dalam hidup adalah dengan cara mempercayai bahwa Tuhan akan menyediakan semua

kebutuhan hidup mahluknya. Jadi, aku tak perlu lagi bersusah payah dan bekerja keras. Yang penting aku menyerahkan diriku kepada Tuhan Yang Maha Pemberi

Rezeki.” Pikir pemuda itu.

Beberapa minggu kemudian, dalam keadaan lemah dan lapar, pemuda itu bermimpi lagi di malam harinya. Kali ini ia mendengar suara membentak,

“Manusia bodoh! Jadilah seperti singa, bukan rubah!”

Point penting

Si pemuda tidak saja hanya gagal dalam membaca petunjuk Tuhan, namun juga ia pada dasarnya memiliki karakter seorang pemalas yang hanya

menginginkan sesuatu dengan cara instan.

40
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”

Muhammad saw.

MASIH MENGGENDONG

Suatu ketika, setelah hujan, dua orang biksu hendak melewati sebuah genangan air. Mereka melihat seorang gadis yang cantik dan bergaun indah

sedang memandang genangan air itu dengan kesal. Rupanya, ia khawatir gaun indahnya itu terkena genangan air.

Gadis cantik itu pun berkata kepada kedua biksu tadi, “Apakah kalian dapat membantuku?”

“Tidak, kami seorang biksu dan tidak boleh menyentuh wanita.” Kata salah seorang biksu.

Namun, biksu yang satu lagi menyanggupi, dan berkata, “Marilah! Aku akan membantumu.”

Sang biksu pun menggendong gadis cantik itu menyeberangi genangan air. Gadis itu sangat berterimakasih kepada sang biksu yang

menggendongnya.

Kemudian kedua biksu itu melanjutkan perjalanannya. Setelah lama terdiam, biksu yang satunya berkata kepada biksu yang menggendong gadis,

“Engkau memegang gadis itu dalam pelukanmu. Padahal kau tahu, bahwa seorang biksu tidak seharusnya berbuat seperti itu.”

“Apa maksudmu? Aku telah menurunkannya beberapa saat yang lalu. Tetapi, engkau sampai sekarang masih menggendongnya.” Balas sang biksu

yang menolong tadi.

Point penting:

1. Biksu yang satu menggendong wanita atas dasar rasa kasihan.

2. Biksu yang satunya lagi, menjaga prinsip untuk tidak menyentuh wanita. Namun sayang, sebenarnya di dalam hatinya ia cemburu melihat

temannya.

“Salah-satu kejahatan paling hina adalah menyembunyikan kebusukan kita di balik jubah agama.”

Penulis

SENGKETA YANG DAHSYAT

Suatu hari di istana, Khalifah Harun Ar-Rasyid bertanya kepada seorang qadhi, Abu Yusuf, “Apa pendapatmu mengenai Faludzaj dan Lauzanj

(sejenis kue puding). Manakah di antara makanan itu yang lebih manis dan lebih enak?”

Qadhi Abu Yusuf lalu menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku tidak dapat menghukumi dan memutuskan sesuatu yang tidak ada di sisiku.”

Lantas Khalifah Harun Ar-Rasyid meminta kepada pelayannya untuk menghadirkan kedua makanan tersebut. Setelah Qadhi Abu Yusuf mencoba

kedua makanan tersebut, ia kemudian berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Sungguh aku belum pernah menyaksikan dua belah pihak yang bersengketa dan

berdebat lebih dahsyat dari keduanya. Ketika aku hendak memenangkan salah-satunya, maka pihak yang yang lainnya mengemukakan hujjahnya.”

Point penting:

1. Terlihat Qadhi Abu Yusuf adalah orang yang cerdik dan humoris.

2. Pada intinya Qadhi Abu Yusuf tidak dapat memilih mana di antara makanan itu yang lebih manis dan lezat, hanya saja beliau

mengemasnya dengan kalimat yang indah.

KENA GETAHNYA

41
Syekh Abdul Aziz Al-Bisyri adalah seorang yang dikenal cerdas dan sangat cepat dalam memberikan jawaban atas tindakan dan kata-kata orang lain

kepadanya.

Pernah suatu hari, beliau diundang oleh pejabat tinggi untuk menghadiri suatu pertemuan penting bersama para mentri dan pejabat-pejabat lainnya.

Ketika datang waktu shalat, beliau bermaksud hendak mengambil air wudhu, dan melepaskan jubah hitamnya lalu mencantelkan pada gantungan pakaian.

Pada saat mengambil air wudhu, seorang pejabat bermaksud mencandai beliau dengan menggambari kepala keledai di jubahnya yang tergantung,

menggunakan kapur tulis.

Setelah selesai berwudhu, sang Syekh pun melihat gambar tersebut. Beliau lalu menoleh kepada para hadirin dan berkata, “Siapa yang telah

menempelkan wajahnya pada jubah ini?”

Pejabat yang jail itu pun merasa malu.

“Jangan melempar lumpur kepada orang lain, karena belum tentu akan mengenainya, namun jelas lumpur tersebut telah mengotori tanganmu.”

Kata Bijak

PERGI KE NERAKA

Seorang murid yang cerewet suatu hari bertanya kepada gurunya, “Guru! Engkau adalah seorang yang paling baik dan welas asih. Engkau bahkan

seperti orang suci. Aku penasaran kemana engkau akan pergi setelah kehidupan ini?”

“Aku akan pergi ke neraka.” Jawab gurunya.

Mendengar jawaban gurunya yang tidak sesuai perkiraannya, membuatnya berkomentar dan berkata, “Bagaimana mungkin? Engkau telah

melakukan banyak kebaikan di kehidupan ini. Kenapa engkau harus ke neraka dan bukan ke surga?”

“Jika aku tidak ke neraka, lantas siapa yang akan pergi ke sana menyelamatkanmu?” Jawab sang guru.

Point penting:

Terlihat ada kekesalan pada sang guru. Namun meski demikian, sang guru tetap menjawabnya dengan candaan.

“ Katakanla! Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan

dibangkitkan.”

QS. An-Naml : 65

SEBUAH DOA

Suatu hari Isa putra Maryam sedang berjalan-jalan di padang pasir dekat Baitulmuqaddis bersama dengan beberapa orang yang suka mementingkan

diri sendiri. Orang-orang itu meminta kepada Nabi Isa agar mau mengajarkan kepada mereka doa yang telah digunakannya untuk menghidupkan orang mati.

Nabi Isa pun berkata, “Jika kukatakan itu kepadamu, engkau pasti menyalahgunakannya.”

“Kami sudah siap, dan sesuai dengan untuk pengetahuan semacam itu. Hal itu juga akan menambah keyakinan kami.” Kata mereka meyakinkan

Nabi Isa.

“Sungguh, kalian tidak memahami apa yang kalian minta.” Ujar Nabi Isa.

Setelah lama memohon-mohon, akhirnya Nabi Isa pun mengajarkannya kepada mereka. Mereka begitu senang dan segera berjalan menuju sebuah

tempat yang terlantar. Di tempat itu mereka menjumpai seonggok tulang yang telah memutih.

“Mari kita uji keampuhan doa itu!” Kata salah-seorang di antara mereka.

42
Begitu doa diucapkan, tulang-tulang itu pun segera terbungkus daging dan menjelma menjadi seekor singa yang ganas, yang langsung merobek-

robek tubuh mereka sampai menjadi serpihan daging.

Point penting:

Pentingnya untuk tidak sembarang mengajarkan ilmu pengetahuan kepada orang yang salah. Sebab, orang yang salah, akan menyalahgunakan

ilmu pengetahuannya.

“Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman , bagaikan lentera di tangan pencuri.”

Hamka

KEPUTUSAN HAKIM

Suatu hari di sebuah kota, telah terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang tukang sepatu kepada salah-seorang pelanggannya. Pelaku tersebut

kemudian dibawah ke hadapan hakim kota dan diberi hukuman mati berupa hukuman gantung. Ketika putusan itu dibacakan, salah-seorang penduduk kota

berdiri dan berkata, “Yang Mulia. Engkau telah menghukum mati tukang sepatu ini. Padahal dialah satu-satunya tukang sepatu yang kita miliki. Jika engkau

menggantungnya, maka siapa yang akan memperbaiki sepatu kita?

“Siapa? Siapa?” Teriak semua penduduk kota serempak.

Sang hakim kemudian mengangguk setuju dan mempertimbangkan kembali keputusannya. Tak selang beberapa menit, sang hakim kemudian

berkata, “Warga kota yang baik, yang kalian ucapkan itu adalah benar. Karena kita hanya memiliki satu tukang sepatu, maka keliru jika kita membiarkannya

mati. Oleh karena ada dua pemasang atap di kota ini, maka biarlah salah-seorang dari mereka yang digantung.”

Point penting:

1. Para penduduk kota adalah orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli terhadap hukum dan keadilan.

2. Hakim kota adalah orang yang bodoh. Sehingga ia memutuskan perkara dengan hawa nafsunya. Alhasil, ia membebaskan orang yang

bersalah dan menghukum orang yang tidak bersalah.

“Bagaimana keadilan bisa tercipta, jika orang tak bersalah disiksa menjadi terdakwa.”

Najwa Shihab

HAFAL HADITS

Beberapa orang pernah menemui Asy’ab, dan berkata kepadanya, “Engkau telah tua renta. Sampai seusia ini apakah engkau belum menghafal hadits

sedikit pun?”

Dia kemudian menjawab, “Demi Allah, bahkan tak seorang pun yang pernah mendengar hadits dari Ikrimah sebagaimana yang kudengar darinya.”

“Sampaikanlah hadits tersebut kepada kami!” Pinta mereka.

“Aku pernah mendengar Ikrimah menceritakan sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah saw. yang bersabda, ‘Ada dua hal yang tidak akan

berkumpul pada diri seorang muslim.’ Ikrimah lupa satu bagian dan aku pun lupa satu bagian lainnya.”

Point penting:

Pada intinya Asy’ab tidak menghapal satu hadits pun. Adapun hadits yang ia disebutkan di atas hanyalah candaannya saja.

“Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu,, belajar di waktu besar bagai mengukir di atas air.”

Kata Mutiara

43
IMBALAN

Pada suatu saat di Abad Pertengahan, pernah ada seorang tentara bayaran yang gagah berani dan berjiwa ksatria. Suatu hari kota Siena mendapat

serangan dari orang asing dan tentara bayaran tersebut berhasil menghentikan serangan tersebut. Warga kota Siena sangat berterimakasih atas pertolongan tentara

itu, dan mereka berpikir bagaimana cara mereka untuk membalas kebaikannya. Menurut mereka, tidak ada uang atau kehormatan apapun yang bisa dibandingkan

dengan penyelamatan sebuah kota besar.

Ada warga yang menyarankan untuk mengangkat tentara bayaran itu sebagai lord kota itu. Namun warga lain mengatakan bahwa hal itu pun tidak

cukup baik. Akhirnya salah seorang di antara mereka berdiri dan berkata, “Biarlah kita membunuhnya, lalu memujanya sebagai santo pelindung kita.”

Dan itulah yang mereka lakukan terhadap orang yang telah membantu mereka.

Point penting:

1. Jangan terlalu mengharapkan pujian seseorang.

2. Jangan terlalu memuja seseorang.

“Setiap hak yang berlebihan adalah penindasan.”

Pramoedya Ananta Toer

NABI PALSU

Suatu hari, ada seorang lelaki mengaku menjadi nabi di zaman Khalifah Al-Makmun. Lalu ketika berita itu sampai di telinga Sang Khalifah, maka

langsung beliau perintahkan agar orang tersebut didatangkan untuk mengadap kepadanya.

Setelah didatangkan, Khalifah menyuruh Tsumamah agar menanyai orang tersebut akan tanda-tanda dan bukti kenabiannya. Lalu Tsumamah pun

menanyakan tentang tanda kenabiannya.

“Tanda kenabianku adalah jika aku meniduri istrimu di depanmu lalu dia melahirkan anak yang bersaksi pada waktu kelahirannya bahwa aku ini

seorang nabi.” Jawab orang tersebut dengan entengnya.

Lalu dengan rasa jengkel sekaligus khawatir Tsumamah berkata kepadanya, “Adapun aku, aku bersaksi bahwa engkau adalah seorang nabi.”

Lalu Khalifah Al-Makmun berkata kepada Tsumamah, “Alangkah cepatnya engkau percaya kepadanya.”

Lalu Tsumamah berkata kepada orang itu, “Alangkah begitu entengnya, engkau meniduri istriku sedangkan aku melihatmu.”

Lalu Al-Makmun tertawa dan kemudian mengusir orang tersebut.

Point penting:

1. Nabi palsu tersebut adalah orang yang cerdik.

2. Tsumamah menyadari akan tipuan si nabi palsu. Sehingga ia dengan terpaksa bersaksi atas kenabiannya dari pada membiarkannya

meniduri istrinya (istri Tsumamah).

“Jika engkau ingin hidup senang, maka hendaklah engkau rela dianggap sebagai tidak berakal atau dianggap orang bodoh.”

Pythagoras

BERPEGANG PADA KAIDAH NAHWU

44
Seorang ahli nahwu (gramatika Arab), suatu hari berkata kepada anaknya, “Hai anakku! Jika engkau hendak mengungkapkan sesuatu, maka

pergunakanlah akalmu, pikirkan dengan baik-baik terlebih dahulu agar engkau dapat merangkai kalimat dengan baik dan benar.”

Pada suatu kesempatan, keduanya sedang bersantai pada musim dingin, mereka duduk-duduk sambil menyalakan api. Tiba-tiba satu percikan api

mengenai jubah sang ayah. Sang ayah yang sedang menikmati suasana tersebut, tidak menyadari jika jubahnya terbakar api. Sedangkan si anak melihatnya,

namun tak berani langsung berbicara. Tak lama kemudian, si anak memberanikan diri dan berkata, “Ayah! Aku ingin menyampaikan sesuatu hal kepadamu.

Apakah engkau mengizinkan?”

“Jika sesuatu yang benar, maka ungkapkanlah!” Ujar sang ayah.

“Saya yakin benar. Ayah!” Kata si anak.

“Baiklah. Silahkan ungkapkan!” Kata sang ayah.

“Ayah. Sungguh aku telah melihat merah-merah di jubah ayah.” Kata si anak.

Sang ayah kemudian bertanya, “Apa itu wahai putraku?”

“Percikan api yang mengenai jubah ayah.” Jelas si anak dengan menunjuk jubah sang ayah.

Sontak sang ayah langsung melihat jubahnya yang telah terbakar api. Dia pun kemudian berkata, “Mengapa engkau tidak segera memberitahuku?”

“Itu karena aku pikirkan dulu, kemudian aku menyusun kalimatnya dengan benar, barulah setelah itu aku ucapkan sebagaimana perintah ayah.”

Jawab si anak.

Lalu sang ayah membentaknya, “Jangan pernah berbicara dengan mengikuti kaidah nahwu, untuk selamanya!”

Point penting:

Si anak masih sangat polos.

“Keyakinan yang buta bisa lebih berbahaya daripada sebuah kebohongan.”

Friedrich Nietzsche

SYUKUR DAN SABAR

Pada suatu hari Imran bin Haththan datang menemui istrinya. Imran adalah seorang lelaki yang secara fisik tampak buruk, pendek ukuran tubuhnya,

dan terdapat banyak jerawat pada wajahnya. Sedangkan, istrinya adalah seorang wanita yang sangat cantik dan mempesona. Tiap kali Imran memandangi

istrinya, ia merasakan bahwa istrinya itu semakin lama semakin cantik, sehingga ia selalu memandangnya dengan lama.

Istrinya yang sadar bahwa suaminya sering melihatnya dengan pandangan yang cukup lama kemudian bertanya, “Ada apa dengan dirimu, wahai

suamiku?”

“Segala puji bagi Allah. Demi Allah sungguh engkau adalah wanita yang sangat cantik.” Ujar Imran dengan penuh rasa syukur.

“Bergembiralah! Karena sesungguhnya aku dan engkau akan masuk surga.” Kata sang istri.

“Dari mana engkau tahu akan hal itu wahai istriku?” Tanya Imran.

“Sebab engkau telah dianugerahi istri cantik sepertiku, dan engkau bersyukur atasnya. Sedangkan, aku diuji oleh Allah dengan bersuamikan lelaki

sepertimu, dan aku bersabar atasnya. Bukankah orang-orang yang bersyukur dan bersabar telah dijanjikan surga?”

Point penting:

Sebenarnya di balik kata-kata sinis sang istri, terdapat keluhannya yang bersuamikan lelaki jelek.

45
“Jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya. Dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah

kebaikan baginya.”

Muhammad saw.

KE NERAKA JAHANNAM

Al-Farazdaq adalah seorang penyair yang terkenal suka mengejek orang lain. Suatu hari ia melewati sebuah masjid dan melihat Anbasah, seorang

mantan hamba sahaya yang pernah dimerdekakan oleh Utsman bin Affan.

Dengan niat hendak mengejeknya, ia berkata, “Hai Anbasah! Kapan engkau berangkat ke akhirat?

“Memangnya ada perlu apa kalau aku ke akhirat?” Tanya Anbasah yang sebenarnya tahu akan diejek oleh Al-Farazdaq.

“Oh tidak mengapa. Aku hanya ingin titip sepucuk surat buat ayahku, tolong sampaikan kepada beliau!” Kata Al-Farazdaq.

“Maaf Al-Farazdaq. Demi Allah! Aku tidak melewati neraka jahanam, jadi titipkan saja kepada orang lain.” Jawab Anbasah.

Point penting:

1. Al-Farazdakq mengejek Anbasah dengan menanyakan waktu kematiannya. Dengan harapan Anbasah akan kesal.

2. Anbasah adalah seorang yang cerdas. Ia mampu membalas ejekan Al-Farazdaq dengan mengatakan bahwa ayah Al-Farazdaq ada di

neraka jahanam.

“Kedzaliman terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi karena diamnya orang-orang baik.”

Ali bin Abi Thalib

ILMU DAN AMAL

Di suatu zaman, pernah hidup dua orang lelaki yang sangat berbeda: orang yang pertama rajin beribadah namun tak berilmu, sedangkan orang yang

kedua berilmu namun tak rajin beribadah. Suatu ketika datanglah kepada mereka seorang lelaki yang tampan, berpakaian mewah, dan terlihat begitu berwibawa.

Pertama-tama orang misterius itu mengunjungi orang yang rajin berbadah dan berkata kepadanya, “Hai hamba-Ku. Aku adalah Tuhanmu. Aku tahu bahwa

engkau hamba yang rajin beribadah kepada-Ku. Maka mulai saat ini, engkau tak perlu lagi beribadah kepada-Ku.”

“Terimakasih wahai Tuhanku. Engkau telah meringankan hidup hamba.” Kata si ahli ibadah.

Kemudian orang misterius itu mengunjungi orang yang berilmu. Ia berkata kepadanya, “Hai hamba-Ku. Aku adalah Tuhanmu. Dan Aku tahu

engkau malas beribadah kepada-Ku. Namun dikarenakan Maha Pengasih-Ku, seluruh dosamu Ku-ampuni.”

“Sungguh! Alangkah lancangnya engkau wahai pendusta. Berani-beraninya engkau berpikir bahwa aku tak mengetahui siapa Tuhanku.” Balas orang

berilmu dengan penuh kekesalan.

Point penting;

1. Meskipun si ahli ibadah rajin melaksanakan ibadah, namun ia tidak mampu mengenali Tuhannya. Sebab pengetahuannya hanya sebatas

tata cara ibadah saja.

2. Adapun si ahli ilmu, walapun ia malas beribadah, akan tetapi dengan ilmunya ia mampu membedakan yang mana Tuhannya dan yang

mana iblis.

“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

46
QS. Az-Zumar :9

BUTA DAN YATIM

Di zaman pemerintahannya, Khalifah Al-Mansur pernah membangun panti asuhan untuk menampung orang-orang tua jompo, janda-janda miskin,

anak-anak yatim, orang-orang buta, dan para pengangguran. Dan beliau juga mengangkat seorang direktur untuk mengelola panti asuhan tersebut.

Hingga suatu ketika datanglah seorang lelaki pemalas dengan mambawa seorang anak laki-lakinya. Lelaki itu kemudian berkata , “Wahai Tuan

Direktur. Bisakah Tuan juga mencatat namaku sebagai pengangguran, agar bisa ditampung di panti asuhan ini!”

Direktur itu lalu menjawab, “Tidakkah engkau tahu bahwa yang dimaksud penganggur di sini adalah janda-janda tua? Mana mungkin aku bisa

mencatat namamu sebagai golongan penganggur padahal engkau adalah seorang lelaki.

Lelaki itu kemudian berkata, “Jika demikian tolong catatlah namaku sebagai golongan orang-orang buta!”

“Nah. Kalau ini memang benar, sekalipun matamu masih melihat, sebab Allah sendiri telah berfirman: Yang sesungguhnya tidaklah mereka itu buta

mata, tetapi buta mata hati yang berada di dada.” Jawab direktur.

Lelaki itu kemudian memohon lagi dengan berkata, “Dan mohon agar anak lelakiku ini juga dimasukkan ke dalam golongan anak yatim!”

“Ya, ini juga benar. Sebab siapapun anak yang berayahkan orang seperti engkau adalah yatim.” Ujar direktur dengan sinis.

“Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan

istirahat sebelum lelah.”

Hamka

KARENA TONGKAT

Sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib suatu hari pernah melihat seseorang mengerjakan shalat dengan cepat. Beliau kemudian mendekati orang tersebut

dengan memegang tongka di salah-satu tangannya, dan berkata, “Ulangi shalatmu!”

Orang itu lalu mengulangi shalatnya dengan terlihat penuh kekhusyukan. Setelah selesai, Ali bin Abi thalib kemudian bertanya kepadanya,

“Manakah yang lebih baik, sahalatmu yang kedua ini atau yang pertama tadi?”

Orang itu menjawab, “Yang pertama tadi lebih baik.”

“Mengapa bisa seperti itu?” Tanya Ali bin Abi Thalib.

“Sebab sahalatku yang pertama tadi itu semata-mata karena Allah, sedangkan yang kedua adalah karena tongkat (maksudnya karena takut dipukul

dengan tongkatnya Ali).” Jawab orang itu.

Ali pun tertawa mendengar jawaban orang itu.

“Semua amal perbuatan seseorang bergantung pada maksud yang diniatkannya.”

Muhammad saw.

SEBUAH NILAI

Suatu hari, ketika sedang menggali, seorang pekebun menemukan patung marmer yang sangat indah. Dia kemudian membawa patung tersebut

kepada seorang kolektor barang-barang antik dan dibeli dengan harga yang sangat mahal. Setelah transaksi, mereka kemudian berpisah.

47
Sesampainya di rumah, pekebun itu berpikir tentang uang yang di tangannya, dan berkata dalam hati, “Betapa sangat berharganya uang ini.

Bagaimana bisa orang memberikan semua ini hanya demi sebuah patung yang terkubur dan tak tersentuh dalam bumi selama ribuan tahun?”

Sedangkan sang kolektor memandangi patung yang telah dibelinya itu, dan berkata dalam hati, “Betapa cantiknya! Sungguh hidup, dan begitu

memuaskan jiwa! Bagaimana bisa orang memberikan ini hanya karena uang yang mati dan tanpa keindahan?”

Point penting:

1. Si pekebun merasa sangat beruntung dengan uang harga patungnya. Dan menganggap sang kolektor adalah orang yang tidak paham nilai

uang.

2. Demikian pula sebaliknya, sang kolektor juga merasa sangat beruntung karena berhasil membeli patung cantik tersebut dari si petani. Ia

juga menganggap si petani tidak paham akan nilai patung itu.

“Sesuatu menjadi bernilai, jika berada di tangan orang yang tepat.”

Ibnu Tamin Al-Kanawi

JELAS BERBEDA

Khalifah Al-Makmun adalah seorang Khalifah ketujuh dari dinasti Abbasiyah yang melanjutkan kepemimpinan saudaranya, Al-Amin. Suatu hari

beliau bertanya kepada Abul A’la Al-Minqary, “Aku dengar engkau ini buta huruf, dan tidak dapat menyusun syair, serta sering salah dalam berbicara?”

“Wahai Amirul Mukminin! Mengenai salah bicara, memang terkadang lidahku sering terpeleset. Sedangkan mengenai ketidakmampuanku

menyusun syair, bukankah Rasulullah sendiri tidak suka bersyair? Dan bukankah beliau juga seorang nabi yang tidak pandai baca tulis?” Kata Abul A’la Al-

Minqary.

Dengan kesal, Khalifah Al-Makmun berkata, “Aku bertanya tentang tiga kekuranganmu, tetapi engkau malah menambahnya menjadi empat, yakni

dengan kebodohan. Hai bodoh! Tidak tahukah engkau bahwa hal itu semua untuk Rasulullah adalah sebuah mukjizat, sedangkan untukmu adalah sebuah

kebodohan?”

“Alasan hanyalah paku yang digunakan untuk membangun rumah kegagalan.”

Don Wilder

LAUT DAN HUKUM

Paraguay adalah salah-satu negara yang dikenal tidak mempunyai laut. Namun, mempunyai panglima angkatan laut.

Suatu hari, panglima angkatan laut Paraguay berkunjung ke negara Brasil. Dalam kunjungan tersebut, ia menemui panglima angkatan laut Brasil.

Kedua panglima itu kemudian berbincang-bincang dengan penuh hangat bersama para staf angkatan laut. Di dalam perbincangan itu, seorang staf angkatan laut

Brasil berkata kepada panglima angkatan laut Paraguay, “Negara bapak itu sangat aneh, yah. Tidak memiliki laut, tetapi memiliki panglima angkatan laut seperti

Bapak.”

Panglima angkatan laut Paraguay kemudian menanggapinya dengan santai dan berkata, “Negara bapak ini juga sangat aneh, yah. Hukumnya tidak

berjalan, tetapi ingin mengangkat seorang mentri kehakiman.”

MABUK

48
Suatu hari beberapa orang sesepuh kota Aradus datang menghadap raja, dan memohon agar sang raja melarang rakyatnya meminum anggur dan

mabuk-mabukan.

Akan tetapi sang raja tidak terlalu menggubris meraka dan seakan tidak menghiraukan keberadaan mereka. Sang raja hanya terus tertawa dan

membuat mereka bingung. Setelah melihat respon sang raja, mereka kemudian memutuskan untuk pulang.

Di pintu gerbang istana, mereka bertemu dengan bendaharawan kerajaan yang mengetahui permasalahan mereka. Bendaharawan kerajaan itu lantas

berkata kepada mereka, “Wahai sahabat-sahabatku! Tidak tahukah kalian bahwa raja sedang mabuk? Pasti nanti ia akan mengabulkan permohonan kalian, tenang

saja.”

Point penting:

1. Sang bendaharawan mengetahui duduk persoalannya. Namun sayang ia tidak cukup mengerti bahwa kata-katanya itu hanyalah sebuah

lelucon.

2. Sulit membuat sang raja mengabulkan permohonan mereka. Sebab, ia saja suka minum anggur dan mabuk-mabukan.

BERTEMU IBLIS

Seorang lelaki selalu berdoa agar Allah menganugerahinya dapat bertemu dengan iblis. Padahal, temannya sudah mengingatkannya agar tidak

berdoa seperti itu. Namun, tekadnya untuk bertemu dengan iblis sangat kuat, sehingga ia tetap melakukan doanya.

Setelah cukup lama berdoa, akhirnya Allah mengabulkan permohonannya. Lelaki itu pun bertemu dengan iblis. Ketika berdiri di depannya, ia sangat

ingin menampar si iblis. Namun, tiba-tiba si iblis berkata, “Seandainya aku tidak mengetahui bahwa umurmu seratus tahun lagi, pasti engkau telah aku hukum.”

Sontak lelaki itu sangat kaget mendengar perkataan si iblis. Ia lalu meninggalkan si iblis sambil berkata dalam hatinya, “Umurku masih seratus

tahun lagi, berarti aku masih memiliki banyak waktu untuk beribadah. Kalau begitu, aku bisa melakukan apa saja sepuasnya. Lalu setelah itu, aku akan bertaubat

ketika mendekati kematian.”

Sejak saat itu, ia tak pernah beribadah lagi dan selalu melakukan kemaksiatan. Dan ternyata umurnya hanya beberapa puluh tahun saja, sehingga ia

mati dalam keadaan belum bertaubat. Ia tak menyadari bahwa sebenarnya iblis hanya menipunya.

Point penting:

1. Kesalahan pertama si lelaki adalah menginginkan bertemu dengan iblis. Kesalahan keduanya, mempercayai perkataan si iblis bahwa ia

masih akan hidup seratus tahun lagi. Dan kesalahan ketiganya, karena telah menyia-nyiakan waktunya. Padahal walaupun umurnya

seratus tahun lagi, tetap tidak seharusnya ia berlaku demikian.

2. Iblis adalah musuh yang nyata. Jika ia mengajakmu berbuat suatu kebaikan, maka berarti ia menginginkanmu berpaling dan lalai dari

suatu kebaikan yang lebih besar.

TIMURLANK DI AKHIRAT

Timurlank adalah seorang penguasa yang bengis. Suatu hari ia bertanya kepada Nasruddin Hoja, “Hai Nasruddin! Menurut kepercayaanmu di

manakah tempatku di akhirat nanti?”

Dengan santainya Nasruddin menjawab, “Raja penakluk seperti paduka ini, Insya-Allah akan di tempatkan bersama dengan para Raja pengukir

sejarah. Aku yakin paduka ditempatkan bersama dengan Raja Fir'aun dari Mesir, Kaisar Nero dari Romawi dan Raja Namrudz dari Babilonia.”

Dengan polosnya, Timurlank merasa puas dan gembira mendengar jawaban Nasruddin, tanpa menyadari hinaan tersebut.

49
CHE GUEVARA

Suatu hari Fidel Castro mengunjungi Gus Dur dan rombongannya di sebuah hotel. Mereka pun berbicang-bincang dengan cukup serius. Agar pembicaraan

tidak terlalu membosankan, Gus Dur pun mengeluarkan cerita lucunya.

Beliau pun bercerita, bahwa di satu sel ada tiga orang tahanan. Para tahanan itu kemudian berbincang-bincang dan saling menceritakan penyebabnya

mereka sampai ditahan. Tahanan pertama berkata, “Aku dipenjara karena aku anti dengan Che Guevara.” Karena sebagaimana yang diketahui bahwa Che

Guevara adalah pemimpin perjuangan kaum sosialis di Kuba.

Mendengar hal itu, tahanan kedua lalu berkata, “Oh, kalau aku dipenjara karena pengikut Che Guevara.”

Mereka kemudian terlibat adu mulut dan saling mengejek. Namun, mendadak mereka teringat dengan tahanan ketiga yang belum sempat ditanyai.

“Kalau kamu sendiri, kenapa sampai di penjara di sini?” Tanya mereka kepada tahanan ketiga.

Dengan berat hati, tahanan ketiga menjawab, “Karena aku Che Guevara.”

Fidel Castro pun terbahak-bahak mendengar guyonan itu.

MASUK KRISTEN

Suatu hari seorang kyai datang menemui Gus Dur untuk mengeluhkan permasalahannya, sebab salah-seorang di antara keempat anaknya telah

memeluk agama Kristen.

“Kurang berbuat apa aku ini, sehingga terjadi demikian? Padahal, tidak henti-hentinya aku berdoa kepada Tuhan agar tidak ada di antara anakku

yang masuk Kristen.” Keluh sang kyai.

“Kamu jangan mengeluh kepada Tuhan.” Kata Gus Dur.

“Kenapa Gus?” Tanya kyai.

“Nanti Tuhan bilang: Aku saja punya anak satu-satunya masuk Kristen.” Jawab Gus Dur.

FABEL SATIRIS

50
MUTIARA

Suatu hari seekor tiram berkata kepada temannya, “Aku memiliki sesuatu di dalam diriku. Ia terasa berat dan bulat. Sungguh, aku merasa sangat

menderita karenanya.”

Temannya yang juga seekor tiram itu menjawab dengan nada penuh kebanggaan dan angkuh, “Terpujilah segala langit dan lautan, aku tidak

memiliki sedikitpun rasa sakit di dalam diriku. Aku merasa sehat dan bulat di dalam dan di luar.”

Percakapan kedua tiram itu ternyata didengar oleh seekor kepiting yang sedang lewat. Lalu kepiting itu berkata kepada tiram yang merasa sehat,

“Ya, memang engkau sangat sehat dan bulat, tetapi penyakit yang ditanggung temanmu itu adalah sebuah mutiara yang begitu indah dan sangat berharga.”

KUDA PEMALAS

Suatu hari dua ekor kuda sedang membawa beban yang lumayan berat. Kuda yang berada di depan sangat rajin dan melakukannya dengan baik.

Sedangkan, kuda yang berada di belakang sangat pemalas dan sengaja memperlambat langkahnya. Melihat hal itu, tuannya pun mulai memindahkan beban kuda

pemalas ke atas pundak kuda yang rajin. Ketika beban itu telah dipindahkan, si kuda pemalas berkata kepada si kuda rajin, “Bekerja keras dan berkeringat!

Semakin keras usahamu, maka semakin berat penderitaanmu.”

Ketika mereka telah sampai di sebuah kedai, pemilik kuda itu berkata, “Untuk apa aku harus memberi makan dua ekor kuda, padahal aku bisa

membawa semua beban ini hanya dengan satu kuda saja? Lebih baik aku berikan makanan sepuasnya kepada kudaku yang membawa beban, dan menggorok

leher kuda yang kedua, setidaknya aku bisa mendapatkan kulitnya”

Akhirnya kuda pemalas itu pun digorok oleh tuannya.

MEMINJAM KEKUASAAN

Suatu hari yang cerah seekor harimau berhasil menangkap seekor rubah dan hendak memakannya saat itu juga. Si rubah yang terdesak itu pun

berkata, “Jangan berani-berani memangsaku! Aku ini dikirim Tuhan untuk menjadi raja di hutan ini. Jika kau berani menyentuh dan melukaiku, berarti kau telah

melawan kehendak Tuhan.”

“Apa buktinya? Jika kau benar dikirim Tuhan.” Kata si harimau.

“Ikutlah denganku! Dan akan kau saksikan sendiri bagaimana binatang-binatang lain bereaksi ketika melihatku.” Ajak si rubah.

Harimau tersebut menyetujuinya dan berjalan mengikuti si rubah. Ketika binatang lain melihat mereka berdua, segera semuanya berhamburan lari

ketakutan. Melihat hal tersebut, si harimau menjadi yakin jika si rubah memang utusan Tuhan karena semua binatang ketakutan melihatnya.

Si harimau tidak sadar, bahwa sebenarnya dialah yang ditakiti para binatang.

“Mengenal orang lain adalah kecerdasan, mengetahui diri sendiri adalah kebijaksanaan sejati. Menguasai orang lain adalah kekuatan, menguasai diri sendiri

adalah kekuatan sejati.”

51
Lao Tzu

CARA BERPIKIR KERA

Suatu hari seekor kera yang sering mencuri tanaman, mencium aroma yang sangat harum dan lezat. Setelah dicari-cari, ternyata bau harum dan lezat

itu berasal dari sebuah botol, yang berisikan segenggam buah ceri. Kera itu pun turun dari pohon dan mendekati botol berisi ceri tersebut.

Melihat ada santapan yang begitu lezat di depannya, kera itu pun langsung memasukkan tangannya ke dalam botol untuk meraih ceri tersebut.

Namun ketika hendak mengeluarkan tangannya, kera itu tak mampu karena genggamannya terganjal di mulut botol.

Karena kerakusannya, ia tak mau lepaskan genggamannya itu, dan terus berusaha menarik tangannya dengan sekuat-kuatnya. Para pemburu yang

mendengar rengekan kera itu langsung menghampirinya, dan melihat keadaan si kera. Sedangkan si kera yang melihat kedatangan pemburu tetap tidak sudi

melepaskan genggamannya itu, karena tak mau kehilangan makanan lezat tersebut.

Alhasil, kera tersebut ditangkap oleh pemburu dan dibawa pergi. Adapun botol dan ceri tadi ternyata hanyalah sebuah perangkap yang sengaja

dibuat oleh pemburu itu. Pemburu itu mengetahui kerakusan dan cara berpikir kera.

“Cinta keduniaan itulah yang menjadi pokok segala kesalahan.”

Imam Malik

MONYET DAN KACANG POLONGNYA

Suatu hari seekor monyet sedang membawa dua genggam kacang polong di tangannya. Tak lama kemudian, sebutir kacang polong terlepas dari

salah-satu genggamannya. Ketika mencoba memungutnya, ia malah tak sengaja menjatuhkan dua puluh butir kacang polong.

Melihat hal menjengkelkan itu, ia memutuskan untuk memungut kedua puluh kacang polong itu, tetapi lagi-lagi ia dengan tak sengaja menjatuhkan

semua kacang polong yang ada di tangannya.

Merasa sudah sangat jengkel, ia pun kehilangan kendali dan menghamburkan semua kacang polongnya ke segala arah, lalu pergi.

“Kemarahan, jika tidak terkendali, seringkali lebih meyakitkan bagi kita daripada luka yang memprovokasi itu.”

Lucius Annaeus Seneca

KEJU

Suatu hari, seekor kucing mencuri keju di pasar, sedangkan aksinya tersebut dilihat oleh seekor anjing. Si anjing mencoba merebut keju itu dari si

kucing, sehingga terjadi pertengkaran di antara mereka. Masing-masing mengeluarkan kemampuan maksimalnya, sehingga mereka sama-sama lelah. Akhirnya, si

kucing menyarankan untuk mengadukannya kepada si rubah, “Ayo kita temui si rubah dan minta agar dia menjadi hakim tentang masalah ini.”

“Setuju.” Sahut si anjing.

Sesampainya di kediaman si rubah, mereka menceritakan duduk permasalahannya dan saling mengeluarkan argumen. Si rubah mendengarkan

mereka dengan aura bijaksana, lalu berkata, “Dasar hewan-hewan bodoh! Mengapa kalian bertindak seperti itu? Jika kalian berdua bersedia, aku akan membagi

dua keju itu, maka kalian pasti puas.”

“Setuju!” Jawab si anjing dan si kucing serempak.

Si rubah pun mengeluarkan pisaunya dan mulai membelah keju itu, namun ia dengan sengaja tidak membelahnya secara adil. Si anjing yang sadar

bahwa bagiannya lebih kecil pun protes, “Bagianku lebih kecil!” Katanya.

52
Si rubah menatap keju si anjing dengan bijak melalui kacamatanya, kemudian berkata “Engkau benar, benar sekali.” Setelah itu ia menggigit

sepotong keju bagian si kucing. “Nah. Sekarang bagian kalian sama.” Kata si rubah.

Ketika si kucing menyadari tindakan si rubah, ia langsung meraung dan berkata, “Lihatlah! Sekarang bagianku yang kecil.” Sekali lagi si rubah

menatap keju bagian si kucing dengan bijak, lalu berkata, “Engkau benar sekali. Tapi tunggu, aku akan memperbaiki situasi ini.”

Kemudian si rubah menggigit keju bagian si anjing. kejadian ini terus berlanjut amat lama karena si rubah menggigit keju mereka sedikit demi

sedikit sampai keju keduanya habis. Akhirnya, si anjing dan si kucing tidak mendapatkan keju sedikitpun.

“Ketika burung berkik dan remis berkelahi, si nelayanlah yang mendapatkan manfaatnya.”

Peribahasa China kuno

OAK DAN RERUMPUTAN

Sebatang pohon oak raksasa terlihat berdiri tegak di tepi selokan, dan di bawahnya ada rerumputan yang tumbuh dengan langsing. Ketika angin

bertiup, si oak berbangga diri dan memperlihatkan seratus lengannya yang terangkat mengangkasa. Tetapi rerumputan terlihat membungkuk rendah dengan

tiupan angin dan menyanyikan lagu murung nan sedih.

“Kalian memiliki alasan untuk mengeluh.” Kata si pohon oak, dan melanjutkan, “Ada angin sepoi saja, kalian sudah membungkukkan kepala seperti

itu. Padahal aku, tetap berdiri tegak dengan gagah dan masih kuat meski diterpa angin badai.”

Rerumputan membalas, “Jangan mengkhawatirkan kami!” Lalu melanjutkan, “Angin tidak pernah menyakiti kami. Kami bisa membungkuk di

hadapannya, sehingga kami tidak patah. Sedangkan kau dengan kebanggaan diri dan tenagamu, sejauh ini masih mampu menahan empasan angin. Tetapi,

sebentar lagi semua itu akan berakhir.”

Setelah selesai berbicara, angin badai yang kencang datang melanda dari utara. Si oak langsung berbangga diri dan menantang badai itu, sementara

rerumputan hanya membungkuk rendah. Angin badai kemudian melipatgandakan amukannya, dan seketika si oak yang sombong itu roboh, akarnya yang kuat

pun tercabut dari tanah.

Rerumputan yang selamat pun hanya melihatnya dengan penuh rasa kasihan.

“Jangan membanggakan apa yang kamu lakukan hari ini, sebab engkau tidak akan tahu apa yang akan diberikan oleh hari esok.”

Pythagoras

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mishri, Al-Qalyubi, Mutiara Hikmah Tasawuf, Terjemah Kitab An-Nawadir, terj. Abd. Hakim Ridwan, Pustaka Tebuireng, Jawa Timur, 2015.

Bilad, Cecep Zakarias El, Belajar Bijaksana Dari Kaum Sufi, Yayasan Islam Cinta Indonesia, Tangerang Selatan, 2018.

Chirzin, Muhammad, Kearifan Semesta,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015.

Frager, Robert, Secawan Anggur Cinta: Ajaran-Ajaran Inti Tasawuf dalam Kisah-Kisah, terj.Iradatul Aini, Zaman, Jakarta, 2015.

Gibran, Kahlil, Cinta Keindahan Kesunyian, terj. Dewi Candraningrum, Pustaka Promethea, Yogyakarta, 2015.

Green, Robert, The 48 Laws Of Power, Karisma Inti Ilmu, Tangerang Selatan, t.t.

Hamedan, Hamdan, Berguru Pada Saru: Refleksi Spiritual Lewat Kisah, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2014.

Hamka, Irfan, Ayah: Kisah Buya Hamka, Republika Penerbit, Jakarta, 2013.

53
Haris, Syamsuddin, Kitab Gelak Tawa Nasruddin Hoja, Araska, Yogyakarta, 2019.

Hasyim, M.A. Fuad, Butir-Butir Hikmah Sufi, Jilid I, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2004.

.…, M.A. Fuad, Butir-Butir Hikmah Sufi, Jilid II, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2004.

….., M.A. Fuad, Butir-Butir Hikmah Sufi, Jilid III, Pustak Pesantren, Yogyakarta, 2004.

Hidayat Abi, Rian, Memang Untuk Dibaca: 100 Kisah Islami Inpiratif Pembangkit Jiwa, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2018.

Jauzi, Imam Ubnul, 500 Kisah Orang Saleh Penuh Hikmah, terj. Abdul Hayyi Al Kattani, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 2017.

Jundi, Muhammad Amin Al-, Hiburan Orang-Orang Shalih: 101 Kisah Segar, Nyata, dan Penuh Hikmah, terj. Taufik Aulia Rahman, Pustaka Arafah, Solo,

2019.

Muadz, M. Masri, Kisah-Kisah Inspiratif Akhlak Mulia, Intitut Pembelajaran Gelar Hidup, Jakarta Timur, 2017.

Munir Amin, Syamsul, Pintu Surga Telah Terbuka: Kisah-Kisah Religius Dalam Tradisi Klasik Islam, Amzah, Jakarta, 2005.

Murad, Musthofa, Kisah-Kisah Islami Paling Inspirasi Sepanjang Masa, Kafi Media, Solo, 2013.

Naisaburi, Abu Al-Qasim An-, Kitab Kebijaksanaan Orang-Orang Gila: 500 Kisah Muslim Genius Yang Dianggap Gila Dalam Sejarah Islam, terj. Zainul

Maarif, Wali Pustaka, Jakarta Selatan, 2017.

Sutan Iskandar, Nur, Abu Nawas, Balai Pustaka, Jakarta Timur, 2011.

Syurfah, Ariany, 365 Kisah Teladan Islam, Penebar Swadaya, Jakarta Timur, 2010.

Tang, Michael C., Kisah-Kisah Kebijaksanaan China Klasik: Kunci Sukses Para Manager dan Pemimpin, terj. Vivi Sutanto, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

2004.

Tsabit, Muhammad Khalid, Qisasul Aulia’: Kisah Para Kekasih Allah, Qaf Media Kreativa, Jakarta, 2020.

Wiguna, Guntur, Koleksi Humor Gus Dur Paling Nyeleneh, Narasi, Yogyakarta, 2017.

TENTANG PENULIS

Ibnu Tamin Al-Kanawi lahir di Desa Puuhialu, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara. Merupakan anak pertama dari pasangan Imam Mustamin

atau Pak Tamin dan Ny. Hamida. Memiliki lima saudara: Syahrullah Nur, Syaifullah Nur, Nadia, Wahda Nia, dan Nur Laila. Juga seorang istri asal Kolaka

bernama Susianti.

Mengoleksi buku dan membaca adalah kegemarannya, sehingga waktunya kebanyakan dipakai untuk membaca buku terutama buku-buku pemikiran

islam, dan kisah-kisah orang sholeh. Saat ini kesibukannya adalah sebagai Owner Falsafah Buku, pengurus Majelis Ulama Konawe Utara, menulis buku, sering

diundang membawa materi dan sesekali membuat kegiatan bedah buku.

Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah tulisan ketiganya dari buku Kitab Kebijaksanaan; Belajar Bijak dari Kisah-Kisah Bertabur Hikmah dan

buku Meniti Tangga Kebijaksanaan; Berguru dari Kisah-Kisah Penuh Hikmah.

54

Anda mungkin juga menyukai