KATA PENGANTAR
Sebagai mula kata dan sebagai seorang muslim yang sejati,
saya memulai tulisan ini dengan basmalah, hamdalah,
hauqalah, tasbih, tahmid, tahlil dan istighfar. Karena dengan
itu semua insyaallah tulisan yang saya buat ini akan
bermanfaat bagi saya pribadi dan pembaca serta masyarakat
secara holistik. Kemudian sepantasnya saya menguntaikan rasa
syukur kapada Tuhan semesta alam. Karena dengan-Nya saya
bisa merasakan hidup sehat, tentram, sejahtera dan damai di
tengah-tengah
menghadapi
pelbagai
kesibukan
hidup,
terutama
kesibukan
di
dalam
perkuliahan.
Shalawat dan taslim semoga tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. yang telah membimbing saya
menjadi orang yang bisa diandalkan di muka bumi ini, sehingga
saya
bisa
menjadi
penerus
kekhalifahannya.
Selanjutnya, rasa terima kasih ananda haturkan kepada semua
pihak yang telah berjasa dan ikut andil dalam memberikan
ilmu, saran, arahan, bimbingan, sugesti dan support-nya
kepada saya, terutama kepada Ibu Dosen materi Pengantar
Ilmu Antropologi yaitu Ibu Endah Lestari, dan juga kepada
sahabat saya Rifki dan Hasrul, sehingga saya bisa
menyelesaikan tugas ini dengan waktu yang relatif cepat,
hanya
sekitar
dua-tiga
hari
saja,
alhamdulillah.
Kemudian perlu penulis sampaikan bahwa dalam makalah ini
penulis membahas dan mengkaji serta memaparkan garis
besar kebudayaan Suku Madura secara umum (bahasa,
kesenian, pemerintahan, agama dll) mulai dari ujung Timur
sampai ujung Barat, karena Madura terbentang dari arah Timur
ke arah Barat. Sehingga pembaca bisa mengetahui dan
memahami
Suku
Madura
secara
objektif.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari
kata sempurna, untuk itu penulis meminta kritik dan saran
yang konstruktif dalam rangka penyempurnaan tulisan
sederhana ini. Penulis juga berharap agar makalah ini bisa
bermanfaat bagi penulis pribadi dan pembaca secara umum.
Amien ya robbal alamin.
Malang, 04 Januari 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
1.
Latar
belakang................................................................. 1
2.
Rumusan
Masalah............................................................ 3
3.
Tujuan
Penulisan.............................................................. 3
4.
Manfaat
Penulisan............................................................ 3
BAB II
PEMBAHASAN ....................................................................
........... 4
1.
Pola Kehidupan
Sosial....................................................................... 4
Islam di
Madura..............................................................................
... 4
Bahasa
kebanggaan.......................................................................
..... 5
Kekerabatan.......................................................................
................ 5
Prosesi Perkawinan
Unik................................................................... 8
Kepemimpinan dan Kelas
Sosial....................................................... 7
Harta
Warisan.............................................................................
....... 13
Solusi Konflik PidanaPerdata.......................................................... 13
1.
......... 16
BAB III
PENUTUP............................................................................
............ 18
Kesimpulan................................
18
...........
Kesan................................................................................
..................
18
Harapan.............................................................................
................. 19
...........
Saran ...............................................................................
.................. 19
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................
..................... 20
RIWAYAT
HIDUP................................................................................
........ 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.
A. Latar Belakang
Diceritakan bahwa pulau Madura ini bermula terlihat oleh
pelajar-pelajar pada jaman purbakala sebagai pulau yang
terpecah-pecah sehingga merupakan beberapa puncak-puncak
tanah yang tinggi (yang sekarang menjadi puncaknya bukitbukit di Madura) dan beberapa tanah datar yang rendah
apabila air laut surut kelihatan dan apabila air laut pasang
tidak kelihatan (ada di bawah air). Puncaknya-puncak yang
terlihat itu diantaranya yang sekarang disebut Gunung Geger di
daerah Kabupaten Bangkalan dan Pegunungan Pajudan di
daerah
Kabupaten
Sumenep.
Diceritakan bahwa pada jaman purba ada suatu negara yang
bernama negara Mendangkawulan yang di dalamnya terdapat
subuah kraton yang bernama Gilling Wesi. Rajanya bernama
Sanghiangtunggal. Menurut dugaan orang Madura dikiranya
ada di suatu tempat di dekat Gunung Semeru di dekat
puncakala yang bernama Gunung Bromo. Jaman tersebut kirakira
sekitar
tahun
929
Masehi[1].
Raja tersebut mempunyai seorang putri yang masih gadis.
Pada suatu hari, putri tersebut bermimpi kemasukan rembulan
dari mulutnya terus masuk ke dalam perutnya serta tidak
keluar lagi. Setelah beberapa bulan setelah kejadian itu, putri
tesebut menjadi hamil dan tidak ketahuan siapa ayah dari
calon bayi tersebut. Beberapa kali ayahnya bertanya tentang
sebab musababnya, tapi putrinya sama sekali tidak menjawab
karena iapun juga tidak mengetahui apa yang telah terjadi
pada
dirinya.
Raja tadi amat marah dan memannggil Patihnya yang bernama
Pranggulang. Patih tersebut diperintah untuk membunuh putri
tersebut dan membawa kepala putrinya ke hadapan raja
tersebut. Apabila patih tersebut tidak sanggup memperlihatkan
kepala putrinya itu maka patih tidak diperkenankan
menghadap raja dan tidak dianggap lagi sebagai patih di
kerajaannya.
Maka berangkatlah patih dengan membawa sang putri keluar
dari kraton menuju hutan rimba. Setelah sampai di suatu
tempat dalam hutan belantara, maka patih menghunus
pedangnya dan mulai memegang leher putri tersebut, akan
tetapi hampir pedang tersebut sampai ke lehernya pedang
tersebut terjatuh ke tanah. Setelah kejadian tersebut sang
patih termenung dan berpikir bahwa hamilnya putri tersebut
tentu bukan dari kesalahannya, tetapi tentu ada hal yang luar
biasa. Maka akhirnya Patih Pranggulang mengalah untuk tidak
main di tepi lautan, dan pada suatu hari dari arah lautan
datanglah dua ekor naga yang amat besar mendekatinya.
Dengan ketakutan, maka Raden Segoro berlari sambil
menangis dan menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.
Merasa khawatir takut anaknya dimakan ular naga tersebut,
maka ibunya memanggil Kijahi Poleng. Dan seketika itu Kijahi
Poleng datang menemui sang ibu, maka sang ibu menceritakan
kejadian yang menimpa putranya tersebut. Kemudian Kijahi
Poleng mengajak Raden Segoro bermain-main di tepi laut.
Tidak beberapa lama datanglah dua ekor naga raksasa itu, lalu
Kijahi Poleng menyuruh Raden Segoro agar memegang ekor
ular dan membantingkannya ke tanah. Raden Segoro menolak
permintaan Kijahi Poleng, tetapi karena paksaan tersebut
akhirnya Raden Segoro memenuhi permintaan tersebut.
Kemudian dipegangnya dua ekor naga raksasa tersebut dan
dibantingkannya ke tanah. Seketika itu juga dua ekor ular naga
raksasa tersebut berubah menjadi dua bilah tombak. Kedua
bilah tombak tersebut kemudian diberikan kepada Kijahi Poleng
untuk dibawa menghadap ibunya raden Segoro. Tombak
satunya diberi nama Kijahi (si) Nenggolo dan satunya diberi
nama
Kijahi
(si)
Aluquro.
Pada usia tujuh tahun, Raden Segoro pindah dari Gunung
Geger ke Desa Nepa. Diberi nama Nepa karena karena disana
banyak sekali pohon Nepa. Pohon nepa atau Bhunyok.[6] Desa
tersebut letaknya berada di daerah Ketapang Kabupaten
Sampang yaitu di pantai sebelah Utara (Java Zee) dan hingga
sekarang
masih
banyak
keranya.
Pada suatu ketika, Negara Mendangkawulan kedatangan
musuh dari Tjina. Di dalam peperangan tersebut Raja
Mendangkawulan berkali-kali kalah sehingga rakyatnya hampir
habis dibunuh oleh musuh. Dalam keadaan bingung dan susah
tersebut, suatu malam Raja Mendangkawulan bermimpi
bertemu dengan orang tua yang berkata bahwa di sebelah
pojok Barat Daya dari Kraton tersebut ada Pulau bernama
Madu Oro (Lemah Dhuro) atau Madura. Disana berdiam
seorang anak muda bernama Raden Segoro. Raja disuruhnya
untuk meminta pertolongan kepada Raden Segoro apabila ingin
memenangkan
peperangan.
Keesokan harinya raja memerintahkan pepatihnya supaya
membawa beberapa prajurit ke Madura sesuai dengan
mimpinya tersebut. Sesampainya di Madura, pepatih langsung
menemui Raden Segoro dan menceritakan tentang kejadian
yang menimpa kerajaannya serta meminta pertolongan Raden
Segoro untuk membantunya. Dan juga meminta ijin kepada
ibunya agar ibunya mengijinkan putranya untuk membantunya.
Si ibu memanggil Kijahi poleng untuk mendampingi Raden
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah rencana atau rancangan yang dibuat
oleh peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan
dilaksanakan.[8] Maka ada beberapa hal yang perlu penulis
rumuskan
diataranya
:
1.
C. Tujuan Penulisan
Karya ilmiyah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pengantar Ilmu Antropologi pada Fakultas Hukum di
Universitas Muhammadiyah Malang. Makalah ini ditujukan
sebagai prasyarat mengikuti Ujian akhir semester (UAS) kali
ini.
1.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini yang pada dasarnya adalah sebagai hasil
dari penelitian akan bermanfaat kepada siapapun, terutama
bagi mereka yang belajar tentang budaya-budaya di pelbagai
daerah, katakanlah seperti budayawan, mahasiswa yang
notabene belajar Ilmu Antropologi, sehingga mereka bisa
memahami seluk-beluk budaya suatu tempat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Bahasa
Kebanggaan
Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura.
Bahasa Madura mempunyai penutur kurang lebih 14 juta
orang, dan terpusat di Pulau Madura, Ujung Timur Pulau Jawa
atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang
dari Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi,
Kepulauan
Masalembo, hingga Pulau
Kalimantan. Bahasa
Kangean, walau serumpun, dianggap bahasa tersendiri.
Di Pulau Kalimantan, masyarakat Madura terpusat di kawasan
Sambas, Pontianak, Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan
Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah mereka berkonsentrasi
di daerah Kotawaringin Timur, Palangkaraya dan Kapuas.
Namun kebanyakan generasi muda Madura di kawasan ini
sudah hilang penguasaan terhadap bahasa ibu mereka. Bahasa
Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia
ranting Malayo-Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan
dengan
bahasa-bahasa
daerah
lainnya
di
Indonesia.
Bahasa Madura banyak dipengaruhi oleh Bahasa Jawa, Melayu,
Bugis, Thionghua dan lain sebagainya. Pengaruh Bahasa Jawa
sangat terasa dalam bentuk system hierarki berbahasa sebagai
akibat pendudukan Mataram atas Pulau Madura. Banyak Juga
kata-kata dalam bahasa ini yang berakar dari bahasa Indonesia
atau Melayu, bahkan dengan Minangkabau. Tetapi sudah tentu
dengan
lafal
yang
berbeda
lafal
yang
berbeda.
Contoh
kosa
kata:
1.
2.
3.
8.
dengan
kata kama di
Kekerabatan
Budaya Madura dalam benak penulis adalah hal yang unik.
Istilah unik menunjuk pada pengertian leksikal bahwa entitas
etnik Madura merupakan komunitas tersendiri yang
mempunyai karakteristik berbeda dengan etnik lain dalam
bentuk maupun jenis etnografinya.[12] Keunikan budaya
Madura itu tampak tidak sejalan dengan kuatitas komunalnya
yang menyebar ke berbagai daerah di Nusantara, yakni 9,7
Juta Jiwa (7,5%), menempati peringkat kuantitas etnik
terbesar setelah Jawa (45%) dan Sunda (14%).[13] Walaupun
kedua konsepsi itu tampak tidak sejalan tetapi realitasnya
mencerminkan
kondisi
itu.
Hingga saat ini komunalitas etnik Madura di daerah-daerah
perantauan
masih
tetap
harus
berjuang
untuk
mempertahankan survivalitasnya dalam menghadapi arus
industrialisasi
dan
modernisasi
yang
semakin
cepat.
Keberadaan mereka seolah-oleh kian menyusut karena mereka
ternyata mulai enggan mengakui komunitas asalnya saat
status sosial ekonominya meningkat. Keengganan untuk
mengakui identitas asal mereka dapat dimengerti karena
selama ini citra tentang orang Madura selalu jelek sedangkan
komunitasnya
cenderung
termarginalkan
sehingga
menimbulkan
image traumatik.
Identitas diri mereka makin tidak dapat dikenali karena ada
kecenderungan escapistic dalam berinteraksi sosial di daerah
perantauan. Dalam istilah lain, mereka melucuti identitasnya
yang merupakan ciri khas dan karakteristik etnisitas
sesungguhnya yang justru masih melekat erat pada dirinya.
Termasuk di dalamnya juga menyembunyikan penggunaan
berbahasa Madura antarsesama etnik. Kondisi sosiologis
demikian jarang ditemukan pada komunitas etnik lain karena
sesungguhnya penggunaan bahasa lokal untuk sesama etnik
justru memunculkan kebanggaan tersendiri. Ungkapan budaya
(etnografi), misalnya taretan dhibi (saudara sendiri) dalam
bertutur-bahasa Madura saat berkomunikasi dengan sesama
etnik
kadang
cenderung
mempererat persaudaraan
serantau sekaligus dukungan untuk saling memberdayakan.
Penggunaan konsep budaya taretan dhibi justru seriung
ditirukan oleh individu etnik lainnya sebagai ungkapan tentang
bertemunya dua orang Madura atau lebih dalam satu lokasi.
Keunikan budaya Madura pada dasarnya banyak dibentuk dan
dipengaruhi oleh kondisi geografis dan topografis hidraulis dan
bangsa
Madura
pada
umumnya.
Pakaian pengantin dan alat-alat rias disediakan secara khusus
serta pemakainya mempunyai tata cara dan aturan-aturan
tertentu yang harus dipatuhi, maka diharapkan salah satu
tujuan tata rias akan berhasil yaitu pengantin akan kelihatan
atau pengantin putri akan tampak lebih cantik dan anggun,
pengantin pria nampak tampan. Tata rias pengantin kecuali
mengandung arti keindahan (estetis) relegius dan ada kalanya
mengandung arti simbolis serta fungsi dalam kehidupan
masyarakat.
Dalam proses pernikahan yang pertama dilakukan adalah
Prosesi Adat (Lamaran). Maka sebelum dilakukan lamaran
biasanya
di
Madura
didahului
dengan
adanya
:
-Ngangini
(memberi
angin
/
memberi
kabar)
-Arabar pagar (membabat pagar / perkenalan antar orang tua)
-Alamar
nyaba
"
Jajan
"
-Ater tolo (mengantar bedak perlengk.apan kecantikan, beras,
pakaian
adat
untuk
lebaran)
-Nyeddek temmo (menentukan tanggal hari H perkawinan).
Kalau pelaksanaan pernikahan ingin dipercepat, biasanya
dilengkapi dengan pisang susu yang berarti kesusu, jangan
lupa sirih dan pisang. Lalu satu perangkat bahan pakaian
termasuk ikat pinggang (stagen) yang berarti anak gadisnya
sudah
ada
yang
mengikat.
Setelah bawaan pihak laki-laki digelar di atas meja di depan
para tamu sambil tutupya dibuka untuk disaksikan apa isinya
oleh para pini sepuh. Tetapi semua barang yang dibawa
bergantung kepada kemampuan orang tua. Setelah ada
penyerahan kemudian oleh-oleh tersebut dibawa masuk. Pada
pertengahan acara, pihak laki-laki meminta supaya anak
gadisnya diperkenalkan. Lalu disuruh sungkem kepada calon
suami dan para pini sepuhnya yang sudah siap dengan amplop
yang berisi uang untuk diberikan kepada calon mantunya.
Setelah tamu pulang maka oleh-oleh dikeluarkan lagi untuk
dibagikan kepada pini sepuh, sanak famili serta tetangga
dekat, untuk memberi tahu bahwa anak gadisnya sudah
bertunangan. Pada malam harinya calon mantu laki-laki diantar
oleh kerabat untuk berkenalan dengan calon mertuanya.
Seminggu kemudian pihak perempuan mengadakan kunjungan
balasan dengan membawa nasi lengkap dengan lauk pauknya
antara lain: hidangan nasi : 6 piring karang benaci (ikan
kambing yang dimasak kecap), 1 waskom gulai kambing , 6
piring ikan kambing masak putih, 6 piring masak ikan ayam
masak merah, 6 sisir sate yang besar-besar (1 sisir 10 tusuk),
2
sisir
pisang
raja.
Balasan jajan untuk calon mantu laki-laki terdiri dari satu
Harapan
Penulis adalah pelajar yang selalu membutuhkan bimbingan,
terutama dalam dunia olah karya tulis, dan secara khusus
dalam dunia tulis ilmiyah. Karena tanpa bimbingan penulis
akan tersesat, dan mustahil penulis akan mendapatkan apa
yang menjadi harapan. Penulis ibarat orang yang sedang
berjalan di tengah kegelapan malam tanpa obor, sedangkan
penulis membuuhkan obor tersebut agar supaya penulis bisa
berjalan dengan baik dan tidak tersesat. Begitulah penulis yang
sangat membutuhkan bimbingan dari Ibu Dosen Endah Lestary.
Saran
Kepada kawan-kawan, mari kita belajar dan belajar, secara
khusus pada materi Pengantar Ilmu Antropologi ini. Karena hal
ini akan menopang keilmuan kita di dunia hukum. Sehingga
kalau kita menjadi pengacara, hakim, jaksa atau pun apa lah
yang berhubungan dengan hukum nantinya kita tidak
kebingungan dalam memahami karakteristik budaya setempat.
Karena antropologi lah kuncinya. Mari belajar, belajar, belajar,
belajar, belajar, belajar dan belajar. Karena pada intinya hidup
ini
adalah
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan
Praktek.
Jakarta:
PT.
RINIKA
CIPTA,
2006.
Azra, Azumardi, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman
Islam. Cet.
I.
Jakarta:
Paramadina,
1999.
Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. III. Jakarta:
Depdiknas
RI
dan
Balai
Pustaka,
2001.
Glaser, N & Moynihan, DP (Eds.). Etnicity: Theory and
Experience. Cambridge: Harvard University Press, 1981.
http://bilayuk.blogspot.com/2008/06/mengenal-karakteristikmadura.html
http://menkslek.tripod.com/
http://kayabudaya.blogspot.com/2009/06/kesenianmadura.html
http://tretans.com/asal-usul-pulau-madura
http://irenesaskiaa.blogspot.com/2009/10/suku-madura.html
http://www.scribd.com/doc/22077938/Tradisi-Sangkolan-DiKalangan-Masyarakat-Desa-Bunten-Barat-Kec-Ketapang-KabSampang-Madura
http://zkarnain.tripod.com/IMPIAN.HTM
http://agrconk.wordpress.com/2009/01/02/upacara/
Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition Chicago; The university of Chicago Press,
1999.
Wiyata, A. Latief. Madura yang Patuh?; Kajian Antropologi
Mengenai Budaya madura. Jakarta: CERIC-FISIP UI. 2003.
Wiyata, A. Latief. Carok; Konflik Kekerasan dan Harga Diri
Orang
Madura.
Yogyakarta: LKiS, 2002.
M. Astro, Masuki. Orang Madura Peramah yang Sering
Dikonotasikan
Negatif, 2006.
menkslek.tripod.com