Anda di halaman 1dari 4

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV

Setelah Mangkunegara III wafat pada tanggal 27 Januari 1853, beliau digantikan


adik sepupunya yakni KPH Gandakusuma yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Arya Mangkunegara IV beliau lahir pada tanggal 3 Maret 1811 – meninggal pada tahun
1881 dimakamkan di Astana Girilayu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. dengan
nama RM Sudira. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV adalah Adipati
keempat Mangkunegaran yang memerintah dari tahun 1853 sampai 1881. Ayahnya
bernama KPH Adiwijaya I, putera Raden Mas Tumenggung Kusumadiningrat sedangkan
ibunya adalah RA Sekeli, putri KGPAA Mangkunagara II.

Selama berkuasa, beliau memerhatikan kesusastraan Jawa.R. M. Sudira pada


masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan formal, namun pendidikan diberikan
secara privat. Ia juga mendapatkan tuntunan dari orang-orang Belanda yang didatangkan
oleh K.G.P.A.A. Mangkunegara II, yang selain untuk menuntun Pangeran Riya yang
dipersiapkan sebagai K.P. Prangwadana III, juga ditugasi mendidik R.M. Sudira.
Pengajaran yang diterimanya antara lain bahasa Belanda, tulisan Latin dan pengetahuan
lainnya. Para ahli bahasa Dr. J.F.C. Gericke dan C.F. Winter adalah termasuk juga guru-
gurunya.

Sebagaimana para putera bangsawan tinggi Mangkunagaran, pada umur 15


tahun R.M. Sudira menjadi kadet di Legiun Mangkunagaran. Menurut tulisan Letnan
Kolonel H.F. Aukes, para kadet dilatih sendiri oleh para perwira senior Legiun, sementara
instruktur Belanda hanya ditugasi membantu memberikan pendidikan pelajaran. Setelah
lulus pendidikan selama setahun, R.M Sudira ditempatkan di kompi 5 sebagai perwira
baru.

Semasa bertahta, Mangkunegara IV mendirikan pabrik gula di Colomadu dan


Tasikmadu. Pabrik Gula Colomadu didirikan pada tahun 1861 di Malang Jiwan yang
terletak di sebelah barat Mangkunegaran. Adapun Pabrik Gula Tasikmadu didirikan pada
tahun 1871 terletak di sebelah timur Mangkunerakan yakni di Karanganyar. Kedua pabrik
gula yang didirikan Mangkunegara IV memiliki arti penting dalam perkembangan
produksi gula di Jawa pada masa itu.

Beliau juga memprakarsai berdirinya Stasiun Solo Balapan sebagai bagian


pembangunan jalur rel kereta api Solo –Semarang. Stasiun Balapan dihubungkan dengan
stasiun-stasiun di titik-titik strategis, yakni Stasiun Purwosari, Sriwedari, dan Jebres.
Stasiun-stasiun itu terhubungkan oleh rel-rel yang melewati tengah kota.

Mangkunegara IV juga memerintahkan menulis kurang lebih 42 buku, yaituKarya


tulis KGPAA Mangkunegara IV di antaranya:

Serat Wedhatama, Sendhon Langen Swara, Babad Wanagiri, Babad Giripura,


Babad Tegalganda, Babad Tasikmadu, Babad Ngalamat, Babad Serenan, Werdi-ning
Bangsal Tosan, Bendungan Tambak Agung, Bendungan Tirtaswara, Srikaton
Tawangmangu, Nyanjata Sangsam, Wanagiri Prangwadanan, Werdining Pandel
Mangkunegaran, Pasanggrahan Langenharja, Piwulang Warayagnya, Piwulang
Wirawiyata, Piwulang Sriyatna, Piwulang Nayakawara, Piwulang Paliatma, Piwulang
Salokatama, Piwulang Darma-wasita.

Piwulang Salokantara, Serat Tripama, Serat Yogatama, Serat Paraminta, Serat


Paliwara, Serat Pariwara, Rerepen Manuhara, Pralambang Rara Kenya, Pralambang
Kenya Cen-dhala, Jaka Lala, Prayangkara, Prayasmara, Rerepen, Dhalang, Namining
Ringgit Semarang, Sendhon Langen Swara, Sekar Ageng Citramengeng, Langen Gita,
Sekar Ageng Kumudasmara, Gendhing Walagita, Sekar Ageng Pamularsih.

Gendhing Raja-swala, Sekar Ageng Kusumastuti, Sita Mardawa, Sekar Ageng


Mintajiwa, Gendhing Puspawarna, Sekar Tengahan Palungon, Gendhing Puspanjala,
Sekar Tengahan Pranasmara, Gendhing Tarupala, Sekar Tengahan Pangajabsih, Gendhing
Puspa Giwang, Kinanthi Sekar Gadhung, Gendhing Lebdasari, Sekar Sari Gadhing, dan
Ladrang Manis Widara Kuning.

Di antaranya Serat Wedhatama, Tripama dan komposisi gamelan. Salah satu


karya komposisinya yang terkenal adalah Ketawang Puspawarna. Dapat dikatakan di era
Mangkunegara IV, Mangkunagaran berada di puncak kebesaran. Beliau mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia yang
diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 3 November 2010.

Mingkar mingkuring angkara


Menghindari diri dari angkara
Disusun untuk menghindari angkara murka, orang yang sedang melakukan angkara
murka kadang ada yang tidak merasakan bahwa dirinya sedang melakukannya, makanya dari
awal ditegaskan kita bahkan untuk mempunyai pedoman untuk menghindari angkara murka
berarti disini supaya menghindari kejelekan, kejahatan bukan menanggulangi karena kalau
menanggulangi berarti kita sudah merasakan.

Akarana karenan mardi siwi


Sebab ingin mendidik putra,
Berarti mendidik putra-putra kita untuk menghindari kejahatan
Sinawung resmining kidung
Dalam bentuk keindahan syair
Sinuba sinukarta
Dihias agar tampak indah
Kebaikan itu indah maka mengasih tau kebaikan itu juga harus jalan yang indah, jangan
sampai kita mengasih tahu kebaikan orang lain pergi, mangkel duluan karena kita salah
menyampaikan kebaikan yang tidak indah maka lakukan dengan indah.

Mrih kretarta pakartining ngèlmu luhung


Agar menumbuhkan jiwa dan ilmu yang luhur
Karena yang tersentuh adalah jiwanya sehingga menghasilkan ilmu yang luhur
Kang tumrap ning tanah Jawa
Yang berlaku ditanah Jawa
Bermanfaat pada tanah jawa
Agama ageming aji
Agama Pegangannya Raja
Berpedoman pada agama
Agama adalah baju kemuliaan, agama adalah patokannya, pegangannya seorang
pemimipin. Agama adalah adalah titian untuk menuju
Jadi, wedhatama itu syarat dengan nilai nilai religius meskipun tidak dengan formal
agama, jika dicari ayat dan hadistnya tidak bertemu, karena tersentuhnya jiwa itu dengan cara
beda-beda, sudah hafal alquran hadits nya berulang kali mungkin karena saking hafalnya jadi
tak tersentuh, justru tersentuh ketika kita jalan jalan menemukan khazanah, membaca al quran
mungkin karena akrab menjadi terbiasa, jiwa ini kadang butuh sentuhan yang berbeda untuk
membuka seperti saat kita mematikan jam weker, ada itu kepandaiannya para ulama jaman
dulu termasuk para satrawan ulama mereka menggunakan multi media, seperti syair,
tembang, nilai-nilainya sangat religius tanpa menyebut al quran dan al hadist, tapi sudah
sangat qurani dan hadist sudah sangat cocok.

Si pengung nora nglegawa,


Si dungu tidak menyadari
Sangsayarda deniro cacariwis,
Bahwa bualannya semakin menjadi
Ngandhar-andhar angendhukur,
Bicara makin ngelantur
Kandhane nora kaprah,
Bicaranya tidak masuk akal
saya elok alangka longkanganipun,
Makin aneh dan tidak ada putusnya
Si wasis waskitha ngalah,
Yang pandai waspada dan mengalah
Ngalingi marang si pingging
Menutupi aib si tolol

Mangkono ngelmu kang nyata,


Demikianlah ilmu yang nyata,
Sanyatane mung weh reseping ati,
Senyatanya memberikan ketenangan hati
Bungah ingaran cubluk,
Tetap senang dikatakan bodoh
Sukeng tyas yen denina,
Tetap gembira bila dihina
Nora kaya si punggung anggung gumrunggung
Tidak seperti si dungu yang selalu sombong,
Ugungan sadina dina
Ingin dipuji setiap hari
Aja mangkono wong urip.
Janganlah seperti itu orang hidup.
Marma den taberi kulup. Angulah lantiping ati. Rina wengi den anedya. Pandak
panduking pambudi. Bengkas kahardaning driya. Supaya dadya utami.
Oleh karena itu rajinlah anakku. Belajar menajamkan perasaan, siang malam berusaha.
Berusahalah selalu. Menghancurkan nafsu pribadi. Agar menjadi Orang yang utama atau baik.
Pangasahe sepi samun. Ayaw esah ing salami. Samangsa wis kawistara. Lalandhe
mingis-mingis. Pasah wukir reksamuka. Kekes srabedaning budi.
Asahlah di alam sepi. Jangan berhenti selamanya. Apabila sudah terlihat. Tajamnya luar
biasa. Dapat untuk mengiris gunung penghalang. Lenyap semua penghalangnya budi.
Kalau diperhatikan dengan seksama, Serat Wedhatama bukan sekadar menggugah rasa
bahagia ketika dilantunkan, namun pula mengandung makna yang bermanfaat. Karena pula
mengandung ajaran luhur yang berkaitan dengan kewajiban menuntut ilmu, maka Serat
Wedhatama layak dikaji sehingga menjadi sarana untuk membangun sikap arif kita di dalam
menjalani kehidupan yang masih panjang.
Ajaran turun temurun yang diajarkan Mangkunegaran IV untuk menjadi pegangan hidup
keturunannya adalah Wirya, Arta Winasis yang diambil dari Serat Wedhatama. Berikut secara
sederhana saya jelaskan ajaran Wiryo, Arta, Winasis yang masih relevan hingga sekarang.

Winasis

Winasis memiliki arti pandai sehingga dalam mencari winasis ini kita dituntut menjadi
orang yang berilmu. Ilmu disini bisa kita dapatkan dimana saja dan kapan saja apalagi di
abad 21 ini kita sangat mudah mencari ilmu. Mencintai ilmu membuat kita memiliki
pemikiran terbuka dan kritis. Dari ilmu inilah yang menjadi pondasi kita dalam menjalani
hidup.

Arta

Arta memiliki arti harta. Harta disini dimaksudkan sebagai alat bantu untuk mencapai
tujuan. Harta ini hanya bisa kita dapatkan ketika kita menjadi orang berilmu dan bekerja
keras.  Harta harus kita miliki sebagai modal pembangunan SDM keluarga yang kuat.
Dengan ilmu kita dapat memanfaatkan harta secara bijaksana.

Wirya

Wirya memiliki arti kekuasaan. Apabila kita sudah memiliki pondasi yaitu ilmu dan alat
bantu berupa harta maka kita akan lebih mudah memiliki kekuasaan. Kekuasaan disini
bisa diartikan sebagai kepala, jabatan, dan amanah untuk membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara yang adil, makmur, sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai